BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum
2.1.1
Pengertian Rumah Susun Pengertian atau istilah rumah susun, kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku kata con yang berarti bersama-sama dan dominum berarti pemilikan (Arie Sukanti, (a), 1994;15). Di negara Inggris dan Amerika menggunakan istilah
Joint
Property
sedangkan
negara
Singapura
dan
Australia
mempergunakan istilah Strata Title. Banyaknya istilah yang digunakan kalangan masyarakat di Indonesia seperti apartemen, flat, kondominium, rumah susun (rusun) pada dasarnya sama. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun istilah tersebut jelas tersirat yaitu Rumah Susun (Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 1985). Adapun definisi menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 Rumah Susun adalah “Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagianbagian bersama, benda bersama dan tanah bersama”. Masih dalam penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 yang dimaksud dengan rumah susun sederhana sewa yang juga disebut Rusunawa adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimanfaatkan dengan tata laksana sewa dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, 11
12 keamanan, dan kenyamanan, dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal dan cara hidup. Tujuan dari pembangunan rumah susun adalah untuk mengendalikan lajunya pembangunan rumah – rumah biasa yang banyak memakan lahan, memenuhi kebutuhuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya, meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Dengan sasaran penghuni rumah susun yaitu masyarakat yang terkena langsung proyek peremajaan dan pembangunan, masyarakat sekitar yang berada dalam lingkup kumuh yang segera akan dibebaskan, target jual ditujukan pada masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, dengan penghasilan antara Rp. 600.000 – Rp. 1.500.000. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, pengertian dan pembangunan rumah susun adalah : •
Lingkungan rumah susun adalah sebidang tanah dengan batasbatas yang jelas, di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya secara keseluruhan merupakan tempat permukiman.
•
Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok rumah susun yang terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang merupakan satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan.
•
Rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi-bagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang masingmasing dapat memiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.
13 •
Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan rumah susun dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Rumah susun harus memenuhi syarat-syarat minimum seperti rumah biasa yakni dapat menjadi tempat berlindung, memberi rasa aman, menjadi wadah sosialisasi, dan memberikan suasana harmonis.
2.1.2
Sarana Dan Prasarana Rumah Susun Andi Hamzah (2000 : 28-35) menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun adalah : •
Persyaratan teknis untuk ruangan Semua ruangan yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan dalam jumlah yang cukup.
•
Persyaratan untuk struktur, komponen dan bahan-bahan bangunan harus memenuhi persyaratan konstruksi dan standar yang berlaku yaitu harus tahan dengan beban mati, bergerak, gempa, hujan, angin, hujan dan lain-lain.
•
Kelengkapan rumah susun terdiri dari : Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran pembuangan air, saluran pembuangan sampah, jaringan telepon/alat komunikasi, alat transportasi berupa tangga, lift atau eskalator, pintu dan tangga darurat kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alarm, pintu kedap asap, generator listrik dan lain lain.
•
Satuan rumah susun -
Mempunyai
ukuran
standar
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dan memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya. -
Memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti tidur, mandi, buang hajat, mencuci, menjemur, memasak, makan, menerima tamu dan lain-lain.
14 •
Bagian bersama dan benda bersama -
Bagian bersama berupa ruang umum, ruang tunggu, lift, atau selasar harus memenuhi syarat sehingga dapat memberi kemudahan bagi penghuni.
-
Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi dan kualitas dan kapasitas yang memenuhi syarat sehingga dapat menjamin keamanan dan kenikmatan bagi penghuni.
•
Lokasi rumah susun -
Harus sesuai peruntukan dan keserasian dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah.
-
Harus memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran saluran pembuangan dalam lingkungan ke sistem jaringan pembuang air hujan dan limbah.
-
Harus mudah mencapai angkutan.
-
Harus dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
•
Kepadatan dan tata letak bangunan Harus mencapai optimasi daya guna dan hasil guna tanah dengan
memperhatikan
keserasian
dan
keselamatan
lingkungan sekitarnya. •
Prasarana lingkungan Harus dilengkapi dengan prasarana jalan, tempat parkir, jaringan telepon, tempat pembuangan sampah.
•
Fasilitas lingkungan Harus dilengkapi dengan ruang atau bangunan untuk berkumpul, tempat bermain anak-anak, dan kontak sosial, ruang untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk kesehatan, pendidikan dan peribadatan dan lain-lain.
15 2.2
Tinjauan Khusus
2.2.1
Pengertian Ruang Komunal Ruang
komunal
(berasal
dari
kata
communal
yang
berarti
berhubungan dengan umum) merupakan ruang yang menampung kegiatan sosial dan digunakan untuk seluruh masyarakat atau komunitas (Wijayanti, 2000). Menurut Lang (1987), ruang komunal memberikan kesempatan kepada orang untuk bertemu, tetapi untuk menjadikan hal itu diperlukan beberapa katalisator. Katalisator mungkin secara individu yang membawa orang secara bersama-sama dalam sebuah aktifitas, diskusi atau topik umum. Sebuah ruang terbuka publik akan menarik orang jika terdapat aktifitas dan orang dapat menyaksikannya. Ruang komunal adalah sebuah seting yang dipengaruhi oleh tiga unsur selain unsur fisiknya yaitu manusia sebagai pelaku, kegiatan dan pikiran manusia (Purwanto, 2007).Berdasarkan pengertian tersebut maka seting tidak dapat dipahami secara utuh tanpa keterkaitan ketiga unsur-unsur tersebut (lihat Gambar 2.1).
Gambar 2.1.Keterkaitan pelaku, kegiatan dan pikiran dalam seting Sumber : Purwanto (2007)
Terjadinya ruang komunal di rumah susun tidak lepas dari pemahaman interaksi manusia dengan lingkungannya. Perilaku manusia merupakan pusat perhatian dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Manfaat adanya ruang komunal adalah : •
Menurut Weilman & Leighton (1979), ruang komunal merupakan kebutuhan ruang yang berfungsi sebagai ruang social, yaitu sebagai salah satu kebutuhan pokok pemukim untuk mengembangkan kehidupan bermasyarakat.
16 •
menurut
Newman
(1990),
ruang
komunal
dapat
membangkitkan hasrat penghuni menjadi satu komunitas, sehingga dapat dikondisikan sifat pemakaian, pemeliharaan dan pengawasan secara bersama. •
Herlianto (1986 : 86), ruang komunal dapat digunakan sebagai sarana penambah penghasilan serta aktivitas social rumah lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan social tersebut, bentuk rancangan ruang komunal dapat berfungsi untuk kegiatan ekonomi
penghuninya.
Ruang
komunal
dilingkungan
perumahan menjadi sarana penghuni rumah untuk lebih banyak beraktivitas di luar rumah, karena sebagian dari mereka tinggal dirumah – rumah sempit kota dan pada masyarakat golongan menengah kebawah ruang komunal juga dijadikan sarana menambah penghasilan. •
Christopher Alexander (1997), fasilitas lingkungan sebagai pengikat antar kelompok akan lebih efisien fungsinya, jika berada di batas antar kelompok artinya ruang komunal dapat berfungsi sebagai pengikat antar kelompok unit hunian, yang pada akhirnya berfungsi juga sebagai interaksi sosial.
2.2.2
Jenis Ruang Komunal Melanjutkan pengertian ruang komunal dari Wijayanti yang mengatakan ruang komunal adalah ruang yang menampung seluruh kegiatan dari masyarakat/ komunitas, berarti sifat ruang tersebut merupakan ruang publik. Meskipun sebagian ahli mengatakan ruang publik adalah ruang terbuka, namun Hakim (1987) dan Studyanto (2009) menjelaskan bahwa ruang publik terbagi menjadi dua jenis : a.
Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan.
b.
Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open space).
17 2.2.3
Jenis Kegiatan pada Ruang Komunal Menurut
Darmiwati
(2000)
dalam
Jurnal
Dimensi
Teknik
Arsitektur.28(2): 112 - 122 mengenai pengertian ruang komunal, diketahui bahwa fungsi ruang komunal adalah sebagai wadah interaksi sosial, yang menampung kebutuhan akan tempat untuk bertemu, berinteraksi, melakukan aktifitas bersama. Kemudian dari fungsi ruang komunal tersebut, dirumuskan tiga kelompok jenis kegiatan yang dapat diwadahi oleh ruang komunal dalam rumah susun, sebagai berikut: a.
Berkumpul dan berinteraksi Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya bertegur sapa, berkumpul (berdiri maupun duduk), berbincang/ngobrol, dan lain-lain.
b.
Bermain dan berolahraga Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya bermain kartu, berbagai permainan anak - anak, catur, senam, dan lain-lain.
c.
Melaksanakan acara/hajatan Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini misalnya arisan, ulang tahun, rapat penghuni, dan lain-lain.
2.2.4
Persepsi Penghuni Terhadap Ruang Komunal Pada Rumah Susun penggalian persepsi ini ditujukan untuk menggali informasi mengenai persepsi (cara pandang) individu penghuni terhadap ruang publik yang ada di dalam rumah susun, yang secara tidak langsung akan memberikan suatu pandangan mengenai harapan penghuni terhadap ruang publik dalam rumah susun. Untuk menggali persepsi penghuni terhadap ruang publik ini, ditentukan empat indikator yaitu : a.
Luas Menyangkut persepsi penghuni terhadap luas ruang publik yang ada, apabila luas tersebut telah memadai bagi penghuni untuk berkumpul dan berinteraksi, bermain dan berolahraga, atau untuk melaksanakan acara, kegiatan/hajatan.
18 b.
Letak Menyangkut persepsi penghuni terhadap letak ruang publik, apabila letak ruang publik tersebut mudah dijangkau (strategis).
c.
Sirkulasi udara Menyangkut persepsi penghuni terhadap baik buruknya sirkulasi udara di ruang publik.
d.
Ketersediaan peralatan penunjang Menyangkut
persepsi
penghuni
terhadap
ketersediaan
peralatan penunjang baik untuk berkumpul dan berinteraksi, bermain dan berolahraga, atau untuk melaksanakan acara, kegiatan/hajatan.
2.2.5
Pengertian Kebersamaan Masyarakat dalam Kehidupan Rumah Susun Dari hasil survey yang pernah dilakukan pakar Ilmu Sosial Universitas Gajah Mada terhadap pola kehidupan sosial ekonomi golongan berpenghasilan rendah menunjukan betapa mereka ini umumnya punya pekerjaan, memiliki tempat bernaung, mempunyai aturan – aturan hidup bermasyarakat, dan yang terpenting, mempunyai aspirasi – aspirasi.Tentu saja semua ini dalam batasan – batasan pendapatan rendah dari pekerjaan kasar, tempat tinggal yang sangat sederhana, dan aspirasi yang alami.Artinya; dalam lingkungan keterbatasan semacam ini, suatu pola kehidupan yang sederhana tetap berlangsung dan terdapat suatu system, dengan kualitas yang juga sederhana. Sifat ini banyak membatasi arti dan kualitas sistem kekeluargaan dan gotong royong yang ada didalamnya. Kampung kumuh yang merupakan asal mula daerah pembangunan rumah susun, terdapat kehidupan masyarakat kampung dengan berbagai karakteristiknya yang secara menyeluruh memperlihatkan adanya kebersamaan didalam kehidupan sehari- harinya. (Data “Urbanisasi Pembangunan dan Kerusakan Kota”, kutipan Herilianto dari hasil survey pakar ilmu social UGM). Didalam bangunan Rumah Susun inilah gaya hidup masyarakat kampung yang penuh kebersamaan, ikut terbawa masuk. Gaya hidup yang menyolok, antara lain ”guyub, komunal, dan kampungan”.
19 •
Pada
awalnya,
keguyuban
dilakukan
oleh
masyarakat
kampung yang bergerombol ditempat-tempat terbuka yang bersifat, “seadanya”seperti : gang gang sempit, emper -emper rumah, warung - warung, ruangruang terbuka dan dirumah masing- masing warga kampung. Sedangkan keguyuban yang positif, ditunjukkan pada kesediaan warga untuk bergotong royong dalam kegiatankegiatan tertentu seperti : perbaikan rumah, kenduri, khitanan, tahlilan, dan sebagainya. •
Komunal, tampak pada padatnya rumah tinggal penduduk oleh beberapa Kepala Keluarga beserta anggotannya, yang masih memiliki ikatan persaudaraan; sehingga suasananya makin sesak, kotor dan tidak sehat.
•
Kampungan, tampak pada kebiasaan - kebiasaan warga yang sering bergunjing sambil lesehan (terkadang petan), dan dari cara berpakaiannya yang norak serta cara bergaulnya yang tidak intelek.Karakteristik warga yang sudah mendarah daging ini, memang tidak mudah untuk dihapuskan; mengingat kebiasaan diatas sebesarnya menjadi matang setelah mereka hidup dikampung yang kebetulan letaknya di kota; sehingga dengan kepindahan penduduk menjadi warga Rumah Susun (yang lokasinya sama), maka seluruhnya akan juga diterapkan didalamnya.
Kebersamaan adalah suatu hubungan antar manusia satu dengan lainnya, antar manusia dengan kelompok dan antar kelompok satu dengan kelompok lainnya; dimana hubungan ini berlangsung secara timbal balik, dan terjadi pada semua proses kehidupan. Dalam artian harfiah, kebersamaan diatas, disebabkan oleh kondisi letak unit-unit Rumah Susun yang saling berdekatan satu sama lain dan adanya karakter penghuninya yang bersesuaian → sehingga mudah membentuk kelompok dari yang terkecil (perlantai/ perblok Rumah Susun) hingga terbesar (komunitas warga Rumah Susun).
20 2.2.6
Hubungan Ruang komunal dengan Kebersamaan Masyarakat Pada Rumah Susun Dikaitkan dengan kehidupan penghuni Rumah Susun (golongan berpenghasilan rendah), maka Ruang komunal bermanfaat sebagai : •
Wadah temu warga, dimana proses bersosialisasi antar warga dapat berlangsung.Hasilnya berbagai informasi bisa diperoleh.
•
Wadah
berlangsungnya
transaksi
ekonomi.
Hasilnya,
bermanfaat memenuhi kebutuhan hidup warga. •
Wadah menempa moral/akhlak. Hasilnya, pengendalian diri.
•
Wadah memperluas wawasan. Hasilnya warga bisa mengikuti perkembangan situasi, dan memanfaatkan peluang-peluang. Dikaitkan dengan karakter penghuni berpenghasilan rendah, yang antara lain meliputi: Sosial: -
Guyub, penuh kebersamaan.
-
Kurang menyukai hal-hal yang bersifat formil.
-
Memiliki kecenderungan melakukan okupasi pada lahan/space yang “dianggap” milik bersama/tidak dimiliki oleh siapapun.
Ekonomi: -
tingkat sederhana/low level.
Budaya: -
Umumnya, kaum ibu dari kalangan ini, memiliki fungsi ganda (sebagai pencari nafkah tambahan, sekaligus mengatur kehidupan keluarga).
Maka dihasilkan suatu penggabungan terhadap keberadaan Ruang Bersama, yaitu: Mudah pencapaian : sebaiknya masih berada dalam lantai yang sama dengan unit warga/yang terdekat. Leluasa : space /ruang sebaiknya pandangan bebas kolom. Bebas sirkulasi : ruang sebaiknya, tidak terpotong arus sirkulasi. Bernuansa alam : ruang yang sederhana dalam bentuk dan terbuka dan tidak terkesan tertutup.
21 2.2.7
Perilaku Penghuni Pada Ruang Rumah Susun Rumah susun sebagai rumah, dapat diartikan suatu bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsung proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan pada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat (Sarlito W, dalam Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, 1984 : 145). Myers, 1983 mengatakan rancangan desain dan struktur bangunan dapat menciptakan perubahan besar secara psikologis. Rusun sebagai rumah perlu menyediakan tingkatan kebutuhan manusia dari tingkat terbawah ke atas, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan social, harga diri dan aktualisasi diri (Maslow dan Kurt Goldstein, 1986). Salah
satu
perilaku
yang
ada
pada
rumah
susun
adalah
teritorialitas.Menurut Victor Hugo, (Sommmer, Robert, Personal Space : The Behavioral Basis of Design, Pretince Hall Inc, New Jersey, 1969)“ Every man a property owner, no one master”, yang dapat diartikan bahwa setiap orang memiliki daerah pribadi. Menurut Edwart T. Hall dalam buku The Hidden Dimension, 1966 “…. Behaviour by which an organism characteristically lays claim to an area and defend it against member of its species.” , teritorialitas adalah perilaku pengakuan suatu daerah oleh individu yang akan dilindungi dari gangguan dari individu lain. Gary T. Moore, Environment
Behaviour
Studies
dalam
buku
Introduction
to
Architecture(1979) menyatakan 5 yang berkenaan dengan objek-objek, tempat - tempat, wilayah geografis yang ukuran luasnya tidak tertentu dan karateristik teritori sebagai berikut: 1.
Teritori mempunyai bentuk misalnya benda, mainan, kursi, kamar, rumah sampai Negara.
2.
Teritori menyangkut masalah kepemilikan/ kendali terhadap penggunaan suatu tempat/ objek.
3.
Pemilik teritori akan memberikan identitas dirinya dengan menggunakan simbol-simbol ataupun benda-benda sebagai tanda.
4.
Teritori dapat dikuasai, dimiliki atau dikendalikan oleh seorang individu ataupun kelompok-kelompok.
22 5.
Teritori berhubungan dengan kepuasan terhadap kebutuhan/ dorongan atas status. Teritori umum terbagi dalam 3 tipe:
a.
Yang
dapat
disewa.
penggunaannya,
jika
Kendalinya waktunya
terjadi sudah
pada
waktu
habis,
maka
pemakaiannya harus berhenti. b.
Secara bergantian, dalam hal ini menyangkut aturan pakainya, yaitu merupakan akses terhadap tujuan misalnya bergantian menggunakan lapangan olah raga dan sebagainya.
c.
Ruang terpakai, menyangkut daerah sekeliling, yang secara sementara dianggap di bawah kendalinya (seperti pada rumah susun)
Dalam
buku
Perilaku
dan
Arsitektur,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keanekaan teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan situasional baik berupa tatanan fisik maupun situasi sosial budaya seseorang (Laurens, J.M, 2001,h.99-101). Teritori dapat diantisipasi dengan melakukan beberapa pertahanan seperti: a.
Pencegahan seperti memberikan batas pelindung, memberi rambu – rambu, atau pagar batas sebagai antisipasi sebelum terjadi pelanggaran.
b.
Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seperti langsung menghadapi si pelanggar.
Dalam perancangan ruang – ruang arsitektural, apabila disadari adanya derajat teritori yang berkaitan dengan aksesibilitas menuju ruang – ruang tertentu, arsitek dapat mengekspresikan perbedaan teritori ini baik melalui batas nyata, seperti dinding, pintu, ataupun batas simbolik melalui artikulasi bentuk, penggunaan material, permainan cahaya dan warna, sehingga dapat terbentuk suatu tatanan yang utuh.