BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Pajak Pajak memiliki berbagai definisi yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dapat dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut : Menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar-dasar Hukum pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) menyatakan : “pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat menunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (Mardiasmo, 2011:1) Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “pajak berdasarkan Asas Gotong royong” menyatakan : “pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut pleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” (Waluyo, 2011:3) Dan pengertian pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengacu pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 bahwa “pajak adalah kontribus wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang
bersifat
memaksa
berdasarkan
undang-undang,
dengan
tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” Dari beberapa pengertian pajak yang disebutkan diatas, dapat ditarik beberapa poin tentang pajak : 1. Pemungutan pajak harus berdasakan undang-undang 2. Sifatnya dapat dipaksakan 3. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak 4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah 5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik dalam pembangunan atau untuk kesejahteraan umum.
2.2. Fungsi Pajak Pajak memiliki dua fungsi, yaitu fungsi budgeteir (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur) (Thomas, 2013:5) : a. Fungsi budgeteir (sumber keuangan negara) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran Pemerintah. b. Fungsi regulerend (mengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan ditengah masyarakat dan struktur kekayaan antara pelaku ekonomi. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan terutama ditujukan terhadap sektor swasta.
2.3. Tata Cara Pemungutan Pajak 2.3.1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel (Mardiasmo, 2011:6) a. Stelsel Nyata (Rill Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui)
b. Stelsel Anggapan (Fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang, sebagai contoh penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk pajak tahun berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesunguhnya.
c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian
pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali.
2.3. 2. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak (Waluyo, 2011:17) dapat dibagi menjadi : a. Official Assessment System Sistem ini merupkan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciriciri Official Assessment System : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus 2. Wajib Pajak bersifat pasif 3. Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, keperecayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Withholding system Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2.4. Jenis Pajak Pajak dapat dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutannya (Dwi Sunar, 2012:15) a. Menurut Golongan 1. Pajak langsung
Adalah pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak, dan pajak ini langsung dipungut pemerintah dari wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. 2. Pajak tidak langsung Adalah pajak yang tidak langsung dipungut oleh pemerintah kepada Wajib Pajak dan pajak ini mengalihkan pembayarannya kepada pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sifat 1. Pajak Subjektif Adalah pajak yang pengenannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subyektifnya. Contoh : pajak penghasilan.
2. Pajak Objektif Adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
c. Menurut Lembaga Pemungutan 1. Pajak Pusat Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai. 2. Pajak Daerah Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Pemerintah Daerah Tingkat II digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Hiburan
2.5. Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Berdasarkan pasal 14 ayat (2) undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 bahwa jumlah peredaran usaha yang menjadi batas kewajiban penyelenggaraan pembukuan sebesar Rp.4.800.000.000 dalam satu tahun (Waluyo, 2012:21). Wajib pajak yang melakukan pencatatan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan menghitung penghasilan kena pajaknya dengan mengurangkan penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan biaya yang dapat dikurangkan dengan penghasilan tidak kena pajak. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau perorangan dapat dibedakan menjadi : 1. Penghasilan dari usaha atau menjalankan usaha 2. Penghasilan dari pekerjaan (sebagai karyawan) 3. Penghasilan dari pekerjaan bebas (seperti dokter, notaris, pengacara, akuntan, arsitek, dan sebagainya) 4. Penghasilan dari modal yang berupa bunga, deviden, sewa, dan royalty. 5. Penghasilan lain-lain seperti hadiah, keuntungan karena pembebasan hutang dan sebagainya. Dari klasifikasi diatas dapat terlihat bahwa dimungkinkan seseorang memiliki sumber penghasilan lebih dari satu. Sehingga dalam perhitungannya adalah menjumlahkan semua sumber-sumber penghasilan tersebut sehingga didapat total pendapatan dari seorang wajib pajak pada tahun berjalan. Pada penghitungannya akan dilihat apakah status wajib pajak tersebut adalah wajib pajak yang tidak kawin, kawin, kawin dengan isteri, yang mempunyai penghasilan, mempunyai tanggungan.
2.5.1.Dasar Hukum Pajak Penghasilan Dasar hukum Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang No.7 tahun 1983. Sampai saat ini Undang-Undang tersebut telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan yang pertama adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tahun 1991 yang mulai d iberlakukan p ada tanggal 1 Januari 1992, kemudian untuk perubahan yang kedua, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.10 tahun 1994 y ang mulai diberlakukan p ada tanggal 1 Januari 1995. Selanjutnya Undang-Undan g No.17 tahun 2000 dikeluarkan oleh pemerintah, dan
mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Januari 2001 sebagai pengganti perubahan Undan g- Undang y ang k edua. Pada akhirnya setelah 8 tahun Undang-Undang No.17 tahun 2000 diberlakukan, pemerintah mempertimbangkan bahwa menurutnya dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan kead ilan, d an leb ih dap at menciptakan kep astian hukum serta transparansi, maka perlu dilakukan p erubahan Undang-Undan g No.17 tahun 2000. Perubahan tersebut direalisasikan pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang No.36 tahun 2008 dan mulai diberlakuk an pada tanggal 1 Januari 2009. Undang-Undang No.36 tahun 2008 ini merupakan perubahan Undang-Undan g Pajak Pen ghasilan y ang k e-emp at.
2.5.2.Subjek Pajak Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek pajak penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah (Mardiasmo, 2011:135) 1. Orang pribadi 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 3. Badan 4. Badan Usaha Tetap (BUT)
Subjek p ajak ju ga dap at diklasifik asikan sebagai ber ikut: 1. Subjek p ajak d alam neger i a. Orang pribadi yan g bertemp at tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang p ribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan untuk bertempat tinggal di indonesia. b. Badan y ang didir ikan atau b ertemp at kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan p emerintah y ang memenuh i kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan
Pendapatan dan
Belanja
Daerah 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan y ang berhak. Subjek pajak dalam negeri dikenakan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (Asas Domisili atau Worldwide Income).
2. Subjek Pajak Luar Negeri adalah : a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, or an g p ribadi y ang ber ada d i Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertemp at kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia b. Orang pribadi yang tidak bertemp at tinggal di Indonesia, or an g p ribadi y ang ber ada d i Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan y ang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Subjek p ajak luar negeri hany a diken akan Pajak Pen ghasilan atas penghasilan y ang diterima atau dip eroleh dari Indonesia b aik melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) maupun tanpa Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia (Asas Sumber).
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Pengertian
Bentuk
Usaha
Tetap
adalah
bentuk
usaha
yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, or an g p ribadi y an g berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delap an p uluh tiga) hari d alam jan gka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakuk an kegiatan di Indonesia, y ang dap at berup a: a. Temp at kedudukan b. Caban g p erusahaan c. Kantor p erwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengk el g. Gudang h. Ruang untuk p romosi dan p enjualan i. Pertambangan dan p enggalian sumber alam j. Wilay ah kerja p ertambangan miny ak dan gas bumi k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan l. Proy ek konstruksi, instalasi, atau p roy ek p erakitan m. Pemberian jasa dalam b entuk ap a p un oleh p egawai atau orang lain, sepanjan g dilakukan lebih dari 60 ( enam puluh) hari d alam jan gka waktu 12 (dua belas) bulan n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukanny a tidak bebas o. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalu i internet Sementara itu, y an g
tidak termasuk Subjek Pajak Pen ghasilan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.36 tahun 2008 adalah sebagai ber ikut: a.
Kantor p erwakilan negar a asing
b.
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau p ejabat- p ejabat lain dar i negar a asin g dan oran g-orang yang dip erbantukan kep ada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memp eroleh p enghasilan diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersan gkutan member ikan p erlakuan timb al balik
c.
Organisasi-or ganisasi internasion al den gan sy arat: •
Indonesia men jadi an ggota organisasi tersebut
•
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh pen ghasilan dar i Indonesia selain memberikan pinjaman kep ada p emerintah y ang danany a berasal dar i iuran para anggota.
d.
Pejabat-p ejabat p erwakilan organisasi internasional sebagaiman a dimaksud p ada huruf c, dengan sy arat bukan warga negar a Indonesia dan tidak men jalankan usah a, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memp eroleh pen ghasilan dari Indon esia.
2.5.3.Wajib Pajak Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh Penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak. Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak sejak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan luar negeri, antara lain : 1. Wajib Pajak dalam negeri a. Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia b. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto c. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak umum d. Wajib menyampaikan SPT 2. Wajib pajak luar negeri a. Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di indonesia b. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto c. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan d. Tidak wajib menyampaikan SPT
2.5.4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Mardiasmo 2011:26). Sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwasanya setiap orang atau badan yang telah memenuhi persyaratan Subjektif dan Objektif wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak berdasarkan sistem self assessment untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Fungsi NPWP sebagai tanda pengenal diri atau identitas, dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Dalam pencantuman NPWP dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan , wajib pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam undang-undang pajak penghasilan 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak penghasilan 1984 dan perubahannya (Thomas, 2013:21).
2.6. Perubahan Nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pemerintah telah memastikan kenaikan Nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang akan mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 2013. Kenaikan Nilai PTKP ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012. Dengan berlakunya peraturan terhadap Nilai PTKP ini maka mulai tahun 2013, masyarakat Indonesia yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp. 24.300.000 tidak akan dikenakan pajak. Berikut adalah Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru : 1. Untuk Diri Wajib Pajak Orang Pribadi = Rp. 24.300.000,2. Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin = Rp. 2.025.000,3. Tambahan untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami = Rp. 24.300.000,4. Tambahan untuk anggota keluarga (max. 3 orang) = @ Rp. 2.025.000,Atau, Jumlah PTKP terbaru berdasarkan Status Perkawinan adalah sebagai berikut : a. TK/0 = Rp. 24.300.000,b. K/0 = Rp. 26.325.000,c. K/1 = Rp. 28.350.000,-
d. K/2 = Rp. 30.375.000,e. K/3 = Rp. 32.400.000,-
2.6.1. PPh 25/29 Pasal 25 undang-undang pajak penghasilan mengatur mengenai perhitungan besarnya angsuran pajak bulanan yang harus dibayar oleh wajib pajak dalam tahun berjalan. Angsuran pajak dilakukan setiap bulan atau masa, angsuran pajak ini harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir (Anastasia Diana, 2010:214). Angsuran pajak tersebut merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, seperti Pajak Penghasilan atas bunga deposito, dari tabungan lain, penghasilan berupa hadiah undian, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya dibursa efek, penghasilan dari berupa harta tanah atau bangunan, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23, pajak penghasilan bersifat final tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Penghasilan yang terutang. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak untuk setiap bulannya, harus dikurangi dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan Pasal 24. Pelunasan kekurangan pembayaran (PPh Pasal 29), apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada kredit pajak maka kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (Anastasia Diana, 2010:221).
2.6.2. Tarif PPh Tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan tarif PPh yang berlaku di Negara-negara tetangga yang relative lebih rendah, meningkatkan daya saing dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% jadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak, yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200.000.000,- menjadi Rp 500.000.000,-.
Dengan semakin dibukanya akses ekonomi lintas Negara, maka secara otomatis akan membuat pelaku ekonomi harus bersaing ekstra ketat dalam konteks persaingan yang sehat. Kebijakan pajak masing-masing Negara menjadi hal yang menarik ketika pintu untuk melakukan perdagangan dibuka seluas-luasnya. Sebut saja misalnya kesepakatan yang kita kenal dengan GATT (general agreement on tarif and tax). Indonesia merupakan Negara yang ikut meratifikasi kesepakatan ini. Secara sederhana, ketika tarif pajak disuatu Negara tinggi dibanding dengan Negara lainnya, maka bisa dipastikan investor asing akan memilih Negara dengan tingkat pajak yang paling rendah. Stimulus seperti inilah yang banyak dilakukan pemerintah selaku pemegang otoritas peraturan perpajakan. Secara historis, perlakuan perpajakan terhadap tarif
pajak
mengalami
beberapa kali perubahan yang pada akhirnya pada tanggal 23 September 2008, DPR telah menyetujui sebuah kebijakan baru yang tertuang dalam RUU PPh y ang baru mengenai tarif pajak orang p ribadi dan badan menjadi Undang- Undang PPh. Kebijakan in i diatur dalam Undang-Undan g No.36 tahun 2008 p asal 17 ay at (1) samp ai dengan ay at (7). Perubahan tarif p ajak y ang dimaksud merup akan tarif p ajak p rogresif. Dalam Undang-Undan g PPh tersebut, Wajib Pajak Orang Prib adi akan d ikenak an tarif p ajak progresif dengan lapisan Penghasilan Kena Pajak dan tarif pajak sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tarif Pajak dan Lap isan Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Oran g Pribadi menurut Undan g-Undan g No.36 tahun 2008 Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Rp 0 – Rp 50.000.000,-
5%
Rp 50.000.000,- – Rp 250.000.000,-
15%
Rp 250.000.000,- – Rp 500.000.000,-
25%
> Rp 500.000.000,-
30%
Sumber: Undang-Undang No.36 tahun 2008