BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Operasional 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasional
Kegiatan operasional merupakan suatu tindakan atau keputusan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan barang ataupun jasa yang dapat dinikmati oleh konsumen. Berikut ini definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut : Menurut Stevenson (2009:4), manajemen operasional adalah sistem manajemen atau serangkaian proses dalam pembuatan produk atau penyediaan jasa. Menurut Heizer dan Rander (2009:4), manajemen operasional adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Menurut Evans dan Collier (2007:5), manajemen operasional adalah ilmu dan seni untuk memastikan bahwa barang dan jasa diciptakan dan berhasil dikirim kelapangan. Menurut Herjanto (2007:2), manajemen operasional adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa dan kombinasinya melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. Menurut Daft (2006:216),
manajemen
operasional
adalah
bidang
manajemen
yang
mengkhususkan pada produksi barang, serta menggunakan alat dan teknik khusus untuk memecahkan masalah produksi. Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung unsur persamaan sebagai berikut : serangkaian proses, produk, serangkaian aktifitas, output,barang dan jasa, kegiatan, produksi barang. Dari unsur persamaan tersebut
dapat
disimpulkan
serangkaian proses
bahwa
manajemen
operasional
merupakan
pengubahan input menjadi output yang bernilai untuk
memenuhi kebutuhan konsumen.
11
12
2.2 Pengendalian Kualitas
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang berkembang di indonesia dewasa ini, maka bagi manajemen, kualitas produk menjadi lebih penting dari sebelumnya. Persaingan yang sangat ketat menjadikan pengusaha semakin menyadari pentingnya kualitas produk agar dapat bersaing dan mendapat pangsa pasar yang lebih besar. Perusahaan membutuhkan suatu cara yang dapat mewujudkan terciptanya kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta menjaga konsistensinya agar tetap sesuai dengan tuntutan pasar yaitu dengan menerapkan sisitem pengendalian kualitas (qualitiy control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dalam menjalani aktivitas manajemen operasi, pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan
produk
akhir.
Pengendalian
kualitas
dilakukan
agar
dapat
menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai. Sebelum membahas pengertian pengendalian kualitas, terlebih dahulu dikemukakan pengertian pengendalian, pengertian kualitas menurut beberapa ahli.
2.2.1 Pengertian Pengendalian
Menurut Gasperz (2005:480), pengendalian adalah “Control can mean an evaluation to indicate needed corrective responses, the act guilding, or the state of process in which the variability is atribute to a constant system of chance couses”. Menurut pengertian diatas, pengendalian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan. Menurut Robin (2005:5), pengendalian adalah “Control can be defined as the process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as planned and correcting any significant deviations”.
13
Menurut pengertian diatas, pengendalian dapat diartikan sebagai proses aktivitas untuk memastikan bahwa proses tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan yang telah direncanakan dan memperbaiki perbedaan signifikan. Menurut Assauri (2005:25), pengendalian dan pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan, dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Coulter (2004:526), pengendalian adalah “proses memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan itu diselesaikan sebagaimana telah direncanakan, dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat terjadi”. Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung unsur persamaan sebagai berikut : kegiatan, memantau aktivitas, sesuai dengan yang direncanakan, memperbaiki, penyimpangan, dapat dikoreksi. Dari unsur persamaan tersebut dapat di simpulkan bahwa pengendalian adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas sesuai dengan yang direncanakan dan dapat memperbaiki dan mengkoreksi penyimpangan. Menurut Evans dan Lindsay (2007:236) pengendalian diperlukan karena adanya 2 alasan, yaitu : 1. Pengendalian merupakan dasar bagi manajemen kerja harian yang efektif bagi semua tingkatan. 2. Perbaikan jangka panjang tidak dapat diterapkan pada suatu proses kecuali proses tersebut terkendali dengan baik. Menurut Evans dan Lindsay (2007:236) Suatu sistem pengendalian mempunyai 3 komponen yaitu : 1.
Standar atau tujuan
2.
Cara untuk mengukur keberhasilan
3.
Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan standar, serta umpan balik guna membentuk dasar untuk tindakan korektif.
14
Dalam melakukan pengendalian ada 4 langkah yang digunakan Evans dan Lindsay (2007:236) yaitu : 1.
Menentukan standar (setting standard) Menentukan standar mutu biaya (cost quality), standar mutu kerja (performance quality), standar mutu keamanan (safety quality), standar mutu keandalan (reliability quality) yang diperlukan untuk suatu produk.
2.
Menilai kesesuaian (appraising conformance) Membandingkan kesesuaian dari produk yang dibuat dengan standar yang telah ditetapkan.
3.
Bertindak bila perlu (acting when necessary) Mengoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup marketing, desain, engineering, produksi, dan pemiliharaan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
4.
Merencanakan perbaikan (planning for improvement) Merencanakan suatu upaya yang berlanjut untuk memperbaiki standar biaya, kinerja, keamanan, dan keandalan.
2.2.2 Pengertian Kualitas
Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi.Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use).Produk dikatakan berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas adalah barang atau jasa yang dapat menaikkan status pemakai. Ada juga yang mengatakan barang atau jasa yang
memberikan
manfaat
pada
pemakai
(measure
of
utility
and
usefulness).Kualitas barang atau jasa dapat berkenaan dengan keandalan, ketahanan, waktu yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya, individualitasnya, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Uraian di atas menunjukkan bahwa pengertian kualitas dapat berbeda-beda pada setiap orang pada waktu khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), keandalan
(reliability),
kemudahan
pemeliharaan
karakteristiknya dapat diukur (Juran, 2004).
(maintainability)
dan
15
Adapun pengertian kualitas menurut American Society for Quality dari buku Heizer & Render (2006:253) : “Kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar”. Para ahli lainnya juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang pengertian kualitas, diantaranya adalah, Menurut Crosby (2007:58) dalam buku pertamanya “Quality is Free” menyatakan bahwa, kualitas adalah “conformance to requirement”,yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau distandarkan. Menurut Kotler (2005:49), “kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Prawirosentono (2007:5), pengertian kualitas suatu produk adalah “Keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan”. Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung unsur persamaan sebagai berikut : produk, sesuai, distandarkan, kesesuaian, kebutuhan pasar, keadaan fisik,fungsi dan sifat, sesuai. Dari unsur persamaan tersebut dapat di simpulkan bahwa kualitas adalah produk yang telah distandarkan sesuai dengan kebutuhan pasar dan standar kualitas yang telah ditentukan. Kualitas tidak bisa dipandang sebagai suatu ukuran yang sempit, yaitu kualitas produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pengertian tersebut diatas, dimana kualitas tidak hanya kualitas produk saja akan tetapi sangat kompleks karena melibatkan seluruh aspek dalam organisasi serta diluar organisasi. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun dari beberapa definisi kualitas menurut para ahli di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut (M.N Nasution, 2005:3) : a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan. c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Jadi pengertian kualitas itu sendiri bisa disimpulkan sebagai keseluruhan dari barang ataupun jasa yang diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada orang yang menggunakannya.
16
Ada 2 macam kualitas (Sritomo, 2003:253) yaitu : 1. Kualitas desain / rancangan Kualitas desain / rancangan dinyatakan sebagai derajat dimana kelas atau katagori dari suatu produk akan mampu memberikan kepuasan pada consumer secara umum. Kualitas desain / rancangan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu aplikasi penggunaan, pertimbangan biaya, dan kebutuhan / permintaan pasar. 2. Kualitas kesesuaian / kesamaan Kualitaskesesuaian
berkaitan
dengan
3
macam
bentuk
pengendalian yaitu : a. Pencegahan cacat Pencegahan cacat yaitu mencegah kerusakan / cacat sebelum benar-benarterjadi.Contohnya
seperti pembuatan
standar-
standar kualitas, inspeksi terhadap material yang datang, membuat peta control untuk mencegah penyimpangan dalam proses kerja yang berlangsung. b. Mencari kerusakan, kesalahan atau cacat Suatu proses untuk mencari penyimpangan-penyimpangan terhadap tolak ukur atau standar yang telah ditetapkan. c. Analisa dan tindakan koreksi Menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi-koreksi terhadap penyimpangan tersebut. Suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat (Vincent, 1998:6) dalam Chrestella (2009)yaitu : 1. Pengukuran pada tingkat proses Untuk mengatur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat proses adalah lama waktu manjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konformansi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentase material cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk, banyaknya inventori barang setengah jadi, dll.
17
2. Pengukuran pada tingkat output Untuk mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik yang diingankan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang di tetapkan (banyaknya produk yang cacat), tingkat efektivitas dan efesiensi produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dll. 3. Pengukuran pada tingkat outcome Untuk mengukur bagaimana suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan atau mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk tepat waktu sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dll.
2.2.2.1 Dimensi Kualitas
Secara umum, dimensi kualitas menurut Garvin (dalam Gazpers, 1997:3) sebagaimana ditulis oleh M. N. Nasution (2005:4-5)dalam bukunya, mengindetifikasi
delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut : 1.
Performa(performance) Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
2.
Keistimewaan(features) Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3.
Keandalan (reliability) Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu dibawah kondisi tertentu.
18
4.
Konformasi (conformance) Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang
telah
ditetapkan
sebelumnya
berdasarkan
keinginan
pelanggan. 5.
Daya tahan (durability) Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
6.
Kemampuan pelayanan (service ability) Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan/kesopanan, kompetisis, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.
7.
Estetika (aesthetics) Merupakan
karakteristik
yang
bersifat
subjektif
sehingga
berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. 8.
Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk tersebut.
Ada 5 elemen utama dalam sistem kualitas yaitu : 1. Penyalur barang (suppliers) Suppliers merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. 2. Masukan (inputs) Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok kepadaproses. 3. Proses (Process) Process merupakan sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal, menambah nilai kepada inputs. 4. Keluaran (outputs) Outputs merupakan produk dari suatu proses. Dalam industry manufaktur outputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi.
19
5. Pelanggan (customers) Customers merupakan orang atau kelompok orang, atau sub-proses yang menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa subproses, maka sub-proses, sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal. Proses berikut merupakan pelanggan anda.
2.2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas sebelum, selama, dan sesudah proses produksi ini, menurut Tjiptono dan Diana (2007:262) ada sembilan faktor yang mempengaruhi kualitas produk atau jasa, yaitu sebagai berikut : 1. Market Keinginan dan kebutuhan konsumen diidentifikasikan sebagai dasar untuk mengembangkan produk-produk baru sehingga konsumen percaya akan ada produk yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Kebanyakan produk ini merupakan hasil pengembangan teknologi-teknologi baru. Akibatnya, bisnis ini harus lebih flexibel dan berubah arah dengan cepat. 2. Money Kebutuhan akan otomatisasi dan pemekanisan telah mendorong pengeluaran biaya yang besar untuk proses dan perlengkapan baru, namun penambahan investasi dapat meningkatkan produktivitas dan juga berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan mutu. 3. Management Mandor dan teknisi mempunyai tanggung jawab sepenuhnya atas kualitas produk, manajemen puncak mengalokasikan tanggung jawab yang tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari standar kualitas yang telah ditetapkan. 4. Man Kemajuan dibidang teknologi meningkatkan permintaan akan pekerjapekerja dengan kemampuan yang terspesialisasi. Spesialisasi menjadi bagian penting seiring dengan meningkatkan jumlah bidang ilmu pengetahuan.
20
5. Motivation Meningkatkan kompleksitas kualitas produk memerlukan motivasi yang tinggi dari karyawan dalam menghasilkan output yang berkualitas. Selain dipengaruhi oleh imbalan, motivasi karyawan dapat meningkat bila diberikan dorongan dan pengakuan positif atas pekerjaannya. 6. Materials Tingginya biaya produksi dan kebutuhan kualitas yang baik membuat perancang produk membuat bahan baku yang lebih murah tetapi dengan output yang tetap baik. 7. Machine and Mechanization Keinginan
perusahaan
akan
peningkatan
efisiensi
serta
memaksimalkan volume produksi telah memaksa digunakannya peralatan manufaktur secara bertahap menjadi semakin kompleks dan semakin tergantung terhadap kualitas bahan baku. Banyak perusahaan yang menggunakan otomatisasi atau mekanisme agar dapat menekan biaya dan meningkatkan kegunaan tenaga kerja serta mesin sampai pada tingkat yang memuaskan. 8. Modern Information Methods Teknologi informasi menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dan proses selama waktu pemrosesan dan mengendalikan produk dan jasa. Semua usaha tersebut digunakan dengan maksud menjamin kualitas produk sehingga konsumen merasa puas. 9. Mounting Product Requirements Semakin kompleksnya desain mutu produk menuntut pengendalian yang lebih ketat terhadap proses produksi.
21
2.2.3 Pengertian PengendalianKualitas
Setelah kita mengetahui pengertian pengendalian dan pengertian kualitas, maka akan dikemukakan pengertian pengendalian kualitas. Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulaidarisebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai. Adapun pengertian pengendalian yang dikemukana menurut para ahli adalah sebagai berikut, Menurut Assauri (2008:210), pengendalian kualitas adalah “pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan”. Sedangkan menurut Gasperz (2005:480), pengendalian kualitas adalah “ Kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen.
2.2.3.1 Tujuan Pengendalian Kualitas
Secara terperinci, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (2008:210) adalah : 1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. 2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
22
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin. Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin. Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi, karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi.Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan diminimumkan. Pengendalian kualitas juga menjamin barang atau jasa yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya pada pengendalian produksi, dengan demikian antara pengendalian produksi dan pengendalian kualitas erat kaitannya dalam pembuatan barang.
2.2.3.2 Faktor-faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Douglas C. Montgomery
(2001:26) dalam Nur Ilham
(2012:14-15) dan berdasarkan beberapa literatur lain menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah : 1. Kemampuan Proses batas-batas
yang
ingin
dicapai
haruslah
disesuaikan
dengan
kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
23
2. Spesifikasi yang berlaku Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kamampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai. 3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima Tujuan dilakukannya pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar yang dapat diterima. 4. Biaya kualitas biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas. 5. Biaya Pencegahan (prevention cost) Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem kualitas. Contoh : biaya training karyawan. 6. Biaya Deteksi / Penilaian (detection / appraisal cost) Biaya deteksi adalah biaya yang timbul untuk menentukan apakah produk dan jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratanpersyaratan kualitas. Tujuan utama dari fungsi deteksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses produksi. Contoh : mencegah pengiriman barang-barang yang tidak sesuai dengan persyaratan kepada para konsumen. 7. Biaya Kegagalan Internal (internal failure cost) Merupakan biaya yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan atau konsumen). Pengukuran biaya kegagalan internal dilakukan dengan menghitung kerusakan produk sebelum meninggalkan pabrik. Contoh : sisa bahan.
24
8. Biaya Kegagalan Eksternal (external failure cost) Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan kepada para pelanggan atau konsumen. Biaya ini merupakan
biaya
yang
paling
membahayakan,
karena
dapat
menyebabkan reputasi buruk, kehilangan pelanggan dan menurunnya pangsa pasar. Contoh : biaya penarikan kembali produk dan biaya garansi.
2.2.3.3 Langkah-langkah Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terusmenerus dan berkesinabungann. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan melalui proses PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards Deming, seorang pakar kualitas ternama yang berkebangsaan Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus Deming (Deming Cycle). Siklus
PDCA
umumnya
digunakan
untuk
mengetes
dan
mengimplementasikan perubahan-perubahan untuk memperbaiki kinerja produk, proses atau suatu sistem dimasa yang akan datang. Tahap-tahap dalam siklus PDCA terdiri dari : 1. Plan Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar kualitas yang baik, memberi pengertian kepada bawahan akan pentingnya kualitas produk, pengendalian kualitas dilakukan secara terus-menerus dan berkesinabungan. 2. Do Proses
produksi
dilaksanakan
dan
tindakan
pengendalian
pengarahan pada karyawan, maksudnya adalah semua orang yang mempunyai tanggung jawab dalam pekerjaannya. Hal lain yang menunjang proses produksi adalah suhu, kebersihan ruangan, lingkungan sekitar, dan lain-lain diterapkan dalam proses produksi.
25
3. Check Membandingkan kualitas hasil produksi dengan yang telah ditetapkan, berdasarkan penelitian diperoleh data kegagalan dan kemudian ditelaah penyebab gegagalannya. 4. Action Dilakukan usaha-usaha untuk memperbaiki atau mencegah kegagalan
tersebut,
menstandarisasikan
hasil-hasil,
dan
merencanakan perbaikan secara terus menerus dan diharapkan efisiensi perusahaan dimasa yang akan datang meningkat.
Gambar 2.1 Siklus PDCA Sumber : Richard B. Chase, Nicholas J. Aquilano and F. Robert Jacobs,2004
Untuk melaksanakan pengendalian kualitas, terlebih dahulu perlu dipahami beberapa langkah dalam melaksanakan pengendalian kualitas. Menurut Schroeder (2007:173) untuk mengimplementasikan perencanaan pengendalian dan pengembangan kualitas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan karakteristik (atribut) kualitas.
26
2. Menentukan bagaimana cara mengukur setiap karakteristik. 3. Menetapkan standar kualitas. 4. Menetapkan program inspeksi. 5. Mencari dan memperbaiki penyebab kualitas yang rendah. 6. Terus-menerus melakukan perbaikan. Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut Prawirosentono (2007:72), terdapat beberapa standar kualitas yang bisa ditentukan oleh perusahaan dalam upaya menjaga output barang hasil produksi diantaranya : 1. Standar kualitas bahan baku yang digunakan. 2. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang melaksanakannya). 3. Standar kualitas barang setengah jadi. 4. Standar kualitas barang jadi. 5. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir tersebut sampai ke tangan konsumen. Dikarenakan kegiatan pengendalian kualitas sangatlah luas, untuk itu semua pengaruh terhadap kualitas harus dimasukan dan diperhatikan. Secara umum menurut Prawirosentono (2007:74), pengendalian atau pengawasan akan kualitas disuatu perusahaan manufaktur dilakukan secara bertahap meliputi halhal sebagai berikut : 1. Pemeriksaan dan pengawasan kualitas bahan mentah (bahan baku, bahan baku penolong dan sebagainya), kualitas bahan dalam proses dan kualitas produk jadi. Demikian pula standar jumlah dan kompesisinya. 2. Pemeriksaan atas produk sebagai hasil proses pembuatan. Hal ini berlaku
untuk
barang
setengah
jadi maupun
barang
jadi.
Pemeriksaan yang dilakukan tersebut memberi gambaran apakah proses produksi berjalan seperti apa yang telah ditetapkan atau tidak.
27
3. Pemeriksaan cara pengepakan dan pengiriman barang ke konsumen. Melakukan analisis fakta untuk mengetahui menyimpangan yang mungkin terjadi. 4. Mesin, tenaga kerja dan fasilitas lainnya yang dipakai dalam proses produksi harus juga diawasi sesuai dengan standar kebutuhan. Apabila terjadi penyimpangan, harus segera dilakukan koreksi agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang direncanakan. Kegiatan pengendalian kualitas sangat luas. Karena semua pengaruh terhadap kualitas harus diperhatikan. Tahapan pengendalian/pengawasan kualitas menurut Assauri (2008:210) terdiri dari : 1. Pengawasan selama pengolahan (proses) Banyak cara-cara pengawasan mutu yang berkenaan dengan proses yang teratur. Contoh-contoh atau sample yang diambil pada jarak waktu yang sama, dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah, maka keterangan kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana semula untuk penyesuaian kembali. Perlu diingat bahwa pengawasan dari proses haruslah berurutan dan teratur. Pengawasan yang dilakukan hanya terhadap sebagaian dari proses, mungkin tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan pengawasan pada bagian lain. Pengawasan terhadap proses ini termasuk pengawasan atas bahan-bahan yang akan digunakan untuk proses. 2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan Walaupun telah diadakan pengawasan mutu dalam tingkat-tingkat proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk menjaga supaya hasil barang yang cukup baik atau paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke konsumen/pembeli,maka diperlukan adanya pengawasan atas barang hasil akhir/produk selesai. Adanya pengawasan seperti ini tidak dapat mengadakan perbaikan dengan segera.
28
2.3 Pengertian Produk
Produk adalah barang-barang fisik maupun jasa yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen Jeff (2001:393) dalam Chrestella (2009:11-12). Produk yang berwujud biasanya disebut sebagai barang, sedangkan yang tidak berwujud disebut jasa. Terdapat 3 aspek dari produk yang perlu diperhatikan : 1. Produk inti Produk inti merupakan manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginannya. 2. Produk yang diperluas (augmented product) Produk yang diperluas merupakan manfaat tambahan diluar produk inti disebut produk yang diperluas.Tambahan manfaat itu berupa pemasangan instalasi, pemeliharaan, pemberian garansi serta pengirimannya. 3. Produk formal Produk
formal
adalah
produk
yang
merupakan
“penampilan
atau
perwujudan” dari produk inti maupun perluasan produk.Produk formal inilah yang dikenal pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer dimata konsumen. Terdapat 5 komponen yang terdapat pada produk formal yaitu : -
Desain / bentuk / coraknya
-
Daya tahan / mutunya
-
Daya Tarik / keistimewann
-
Pengemasan / bungkus
-
Nama merek / brand name
Kebanyakan produk di produksi untuk melayani konsumen yang dapat diklasifikasikan sebagai : 1. Produk Konsumen Produk konsumen adalah produk yang tersedia secara luas bagi konsumen, sering dibeli oleh konsumen, dan sangat mudah didapat. 2. Produk Belanja Produk belanja berbeda dengan produk konsumen karena produk belanja tidak sering dibeli. Ketika konsumen bersiap untuk membeli produk
29
belanja, pertama mereka akan berkeliling melihat perbandingan kualitas dan harga dari produk pesaing. 3. Produk spesial Produk special adalah produk yang dimaksudkan untuk konsumen tertentu yang special dan oleh karenanya memerlukan upaya khusus untukmembelinya.
2.4 Produk Rusak
Produk rusak merupakan produk yang mempunyai wujud produk selesai, tetapi dalam kondisi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Produk rusak ini kemungkinan ada yang dapat dijual, namun ada juga yang tidak dapat dijual. Tergantung dari kondisi barang tersebut, apakah kerusakannya masih dalam batas normal atau tidak normal. Produk rusak adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki. Produk rusak ini pada umumnya diketahui setelah proses produksi selesai.
2.5 Pencegahan vs Deteksi
Salah satu masalah terbesar dalam perindustrian sekarang ini adalah beberapa versi pengendalian kualitas beberapa perusahaan adalah mencari barang-barang yang rusak setelah barang selesai diproduksi. Hal ini mengarah kepada kualitas sistem penemuan barang yang cacat. Bagaimanapun, sistem ini tidak benar-benar memenuhi standar kualitas, bahkan sistem ini dapat meloloskan barang-barang yang cacat produksi. SPC disisi lain, mengarah kepada sistem pencegahan, yang mana nantinya akan menggantikan sistem sebelumnya (detection sistem). Sinyal statistik digunakan untuk meningkatkan proses sistematik jadi akan mengurangi terjadinya cacat produksi. Model penemuan seperti gambar 2.1 biasanya bergantung kepada sekumpulan inspektor (tim pemeriksa) untuk memeriksa barang jadi dalam berbagai
30
hal dan mencari cacat produksi. Pengendalian kualitas dengan metode ini sangat tidak berguna dan tidak menguntungkan. Uang, waktu, dan materi diinvestasikan kedalam produk atau jasa yang tidak selalu berguna atau memuaskan. Setelah fakta bahwa metode ini sangat tidak ekonomis dan tidak dapat diandalkan. Pemeriksaan tanpa analisa dan tidak lanjut dari masalah sebelumnya, tidak dapat meningkatkan atau mempertahankan kualitas dari produk tersebut. Rencana pemeriksaan tidak dapat menemukan semua barang yang cacat dan menimbulkan pemborosan yang sangat buruk. Perusahaan membayar karyawan untuk membuat barang cacat dan kemudian membayar inspektor (tim pemeriksa) untuk mencari barang cacat tersebut. Jika sang inspektor (tim pemeriksa) menemukannya, perusahaan akan membayar karyawan lain untuk memperbaikinya. Dan juga, barang cacat yang lolos pengendalian kualitas menjurus kepada biaya garansi, citra buruk perusahaan dan pembatalan pemesanan. Kecuali perusahaan mengambil tindakan pada kesalahan proses tersebut, persentase dari barang jadi yang cacat akan tetap stabil. Perbaikan / Mengolah Kembali
Proses
Inspeksi
Pengiriman
Membatalkan / Membuang
Gambar 2.2 Model Deteksi Sumber : Gerald Smith
Suatu dari pelajaran statistik yang akan diajarkan dari penulisan ini adalah tanpa adanya perkembangan atau perbaikan dalam proses produksi, persentase dari barang cacat yang diproduksi sekarang, minggu depan, dan tahun depan akan selalu
31
sama. Itulah pentingnya untuk menghindari cacat produsi dibagian awal produksi. Ini adalah dasar dari model pencegahan. Model pencegahan menggunakan sinyal statistik pada tingkatan yang wajar dalam proses untuk meningkatkan produksi dan untuk menjaga kontrol dalam tingkat perkembangan. Sinyal statistik menyediakan metode yang efesien untuk menganalisa sebuah proses untuk mengindikasikan dimana perkembangan harus dilakukan untuk mencegah adanya barang cacat dan untuk meningkatkan kualitas dari barang produksi tersebut.
Proses
Output
Memperbaiki
Analisis
Pengiriman
Memeriksa dengan SPC
Gambar 2.3 Model Pencegahan Sumber : Gerald Smith
Pencegahan menghindari hal buruk. Jika produk tersebut tidak sempurna dari awal produksi, perbaikilah prosesnya agar pada produksi selanjutnya produk akan lebih sempurna. Awasi prosesnya sehingga penyesuaian dapat dilakukan sebelum produk menjadi cacat. Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC) menjadi inti dari keduanya, baik pengembangan kualitas dan pertahanan kualitas. Keputusan penting untuk mengoptimalkan waktu penyesuaian dibuat pada tingkatan shop-floor (pabrikasi) yang nantinya akan diteruskan ke manajemen tingkat atas untuk membuat perubahan menggunakan pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC). Metode dan teknik statistik seperti kontrol chart analisis dari proses atau hasil jadinya, sekarang digunakan untuk membuat keputusan ekonomi. Proses
32
analisis mengarah kepada tindakan yang wajar untuk mencapai dan mempertahankan sebuah tingkatan dari pengendalian statistik dan untuk mengurangi variabelitas. Sebuah halangan besar untuk mencapai produk berkualitas tinggi adalah variabelitas produk. Rancangan kualitas dapat berbeda-beda diantara produk-produk, contohnya Lincoln Towncar mempunyai rancangan kualitas yang lebih hebat dari pada Ford Escord. Tetapi tuntutan kualitas tetap ada pada setiap rancangan kualitas. Semua mobil pasti mempunyai ciri khas kualitas tertentu dibandingkan merek konpetitor, dankualitas tersebut hanya bisa dicapai dengan mengurangi variabelitas dari bagian-bagian komponen. Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC) dapat meningkatkan kualitas dengan mengurangi variabelitas produk dan efesiensi produksi dengan mengurangi kesalahan proses produksi. Hal ini dapat digunakan untuk mengawasi sebuah proses untuk menentukan kapan material produk yang akan diproduksi sehingga penyesuaian dapat dilakukan untuk mencegah adanya barang cacat. Sebuah konsep besar untuk mengerti tentang SPC, bagaimanapun, SPC digunakan sebagai indikator masalah. Lalu untuk setiap aplikasi statistik seperti kontrol chart atau histogram ada sebuah bentuk atau pola yang diharapkan, dan pada saat bentuk atau pola yang diharapkan berubah, biasanya ada sebuah sinyal yang menunjukan bahwa ada sebuah masalah. Potensi dari masalah harus dicari dan selesaikan. Jadi SPC itu sendiri tidak akan meningkatkan kualitas, hanya tindakan yang wajar terhadap sinyal masalah yang dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas.
2.6 Statistical Process Control 2.6.1 Pengertian SPC (Statiscal Process Control)
Pengendalian Proses statistikal (Statistical Process Control) adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an digunakan terminologi pengendalian kualitas statistikal (Statistical Quality Control) yang memiliki pengertian sama dengan pengendalian proses statistikal (Statistical Quality Control), (Vincent Gaspersz, 1998:1) dalam Chrestella (2009:12-13).
33
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang dan / atau jasa), kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar (Vincent Gaspersz, 1998:1) dalam Chretella (2009:12-13). Berdasarkan uraian di atas, kita boleh mendefinisikan pengendalian proses statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas,
serta
penentuan
dan
interpretasi pengukuran-pengukuran
yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi. Langkah-langkah dalam pengendalian proses statistikal dapat diuraikan sebagai berikut: •
Merencanakan penggunaan alat-alat statistical (statistical tools).
•
Memulai menggunakan alat-alat statistical tersebut.
•
Mempertahankan atau menstabilkan prosesdengancara menghilangkan var iasi penyebab khusus yang dianggap merugikan.
•
Merencanakan perbaikan proses terus-menerus dengan mengurangi variasi penyebab umum.
•
Mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistical itu Statistical Processing Control merupakan sebuah teknik statistik yang
digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Dengan kata lain, selain Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengawasi standar, membuat pengukuran dan mengambil tindakan perbaikan selagi sebuah produk atau jasa sedang diproduksi. (Render dan Heizer, 2005:286) SPC (Statistical Process Control atau Pengendalian Proses Statistical) adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran – pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan
dan
ekspetasi
pelanggan.
Vincent(1998:1)
dalam
Chrestella
(2009).Menurut Smith (2003:1) dalam Nur Ilham (2012:29) : “Statistical Process
34
Controlmerupakan kumpulan dari metode – metode produksi dan konsep manajemen yang dapat digunakan untuk mendapatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas untuk memproduksi produk yang kompetitif dengan tingakat yang maksimum, dimana Statistical Process Control melibatkan penggunaan signal– signal statistik untuk meningkatkan performa dan untuk memelihara pengendalian dari produksi pada tingkat kualitas yang lebih tinggi”. Pengukuran dari beberapa ahli ada empat yaitu kumpulan, pengukuran, produksi dan kualitas. Berdasarkan definisi yang dikemukakan, sebagaian besar mengandung unsur persamaan sebagai berikut : teknik statistik, mengawasi standar, membuat pengukuran, produk atau jasa, metodelogi pengumpulan, meningkatkan kualitas, metode-metode produksi, meningkatkan performa. Dari unsur persamaan tersebut dapat di simpulkan bahwa statitical process control (SPC) adalah sebagai kumpulan dari metode–metode dan pengukuran untuk meningkatkan kualitas yang lebih tinggi dari suatu produk maupun jasa yang diproduksinya guna memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.6.2 Tujuan dan Manfaat SPC (Statiscal Process Control)
tujuan utama penggunaa SPC (Statistical Process Control) didalam suatu proses adalah untuk memimalkan variability, memperbaiki kualitas produk, serta menjaga kestabilan proses. Menurut Sofjan Assauri (1998:223) dalam Nur Ilham (2012:30-31), manfaat/keuntungan melakukanpengendalian kualitas secara statistik adalah : 1. Pengawasan (control) Di mana penyelidikan yang diperlukan untuk dapatmenetapkan statistical control mengharuskan bahwa syarat-syaratkualitas pada situasi itu dan kemampuan prosesnya telah dipelajarihingga mendetail. Hal ini akan menghilangkan beberapa titik kesulitantertentu, baik dalam spesifikasi maupun dalam proses. 2. Pengerjaan kembali barang-barang yang telah scrap-rework Dengandijalankan pengontrolan, maka dapat dicegah terjadinya penyimpanganpenyimpangandalam proses. Sebelum terjadi hal-hal yang serius danakan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses(process capability) dengan spesifikasi, sehingga
35
banyaknya barangbarangyang diapkir (scrap) dapat dikurangi sekali. Dalam perusahaanpabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan sering kali mencapai 3 sampai 4kali biaya buruh, sehingga dengan perbaikan yang telah dilakukan dalamhal pemanfaatan bahan dapat memberikan penghematan yangmenguntungkan. 3.
Biaya-biaya
pemeriksaan,
karena
Statistical
Quality
Control
dilakukandengan jalan mengambil sampel-sampel dan mempergunakan samplingtechniques, maka hanya sebagian saja dari hasil produksi yang perluuntuk diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan dapat menurunkan biayabiaya pemeriksaaan.SPC dapat digunakan manajemen maupun pekerja produksi karena SPC mengandung metode statistik yang memudahkan para ahli dari perusahaan
terkait
dalam
hal
pemecahan
masalah.
Manajemen
dapat
menggunakan SPC sebagai alat yang efektif untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan kualitas dengan menggunakan metodenya untuk mengorganisir dan menerapkan upaya kualitas. Seluruh proses menjadi jelas sehingga manajer dapat mencapai strategi yang lebih baik untuk target kuantitas. SPC menciptakan filosofi baru mengenai manajemen, komunikasi lebih terbuka diantara para karyawan demi kebaikan perusahaan dan produk baru. SPC juga berguna untuk produktifitas karyawan. Karyawan dapat menggunakan SPC untuk mengembangkan alat yang efektif demi bekerja lebih efesien. Saat para karyawan mempelajari SPC, mereka bekerja lebih pintar. Dari kontrol chart, mereka dapat mengetahui pekerjaan mereka bagus atau tidak. SPC memberikan kesempatan mereka untuk mempengaruhi proses produksi dan bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. SPC dapat meningkatkan kebanggaan karyawan dengan cara memperbolehkan mereka untuk masuk dalam proses produksi, pekerja produksi biasanya adalah karyawan yang memenuhi kualifikasi untuk menentukan baik atau buruk pada setiap proses produksinya. Manfaat SPC (Statistical Process Control) adalah: 1. Meminimalisasi variasiyang munculdidalam prosesuntukmeningkatkan kemampuan bersaing. 2. Mengurangi biaya (melalui kegiatan kontrol disetiap tahapan proses). 3. Meningkatkan produktivitas (mengurangi kesalahan/cacat). 4. Meningkatkan keterampilan karyawan dalam mengendalikan proses.
36
2.6.3 Teknik SPC
Teknik-teknik penting dalam SPC termasuk dalam penggunaan (Gerald Smith yaitu : 1. Proses
kontro
chart/diagram
kontrol
untuk
mendapatkan
dan
mempertahankan statistik pengendalian pada setiap proses. 2. Proses pembelajaran kapalititas yang menggunakan kontrol chart / diagram kontrol untuk mendukung proses kapabilitas dalam hubungan dengan spesifikasi produk dan permintaan pelanggan. 3. Sampel statistik sebagai bagian dari rencana selft-certification untuk vendor. 4. Studi untuk mengukur kemampuan. 5. 7 alat yang digunakan dalam SPC, dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. SPC membantu menciptakan sebuah produk yang variabelitasnya sangat rendah tetapi masih dalam batasan spesifikasi, hasil akhir menjadi lebih seragam dan lebih berkualitas. Yang artinya lebih sedikit barang cacat yang diperbaiki dan lebih sedikit barang cacat yang didaur ulang, jadi hasil akhir dan keuntungan keduanya meningkat. Penggunaan SPC oleh karyawan produksi dapat menunjukan kearah proses produksi yang lebih berkualitas dan memperkecil kesalahan. Pengalaman bekerja dan berpengalaman dengan menggunakan mesin dapat mengarah kepada pembuatan produk berkualitas, daripada memperbaiki barang cacat, jadi biaya dapat ditekan. Hal ini dapat mengarah kepada pengurangan biaya rata-rata, dan hal ini dapat meningkatkan minat pada suatu posisi, dan banyak lapangan pekerjaan terbuka karena permintaan pelanggan naik. SPC harus diadopsi sebagai bagian penting dari kebijakan jangka panjang untuk pengembangan berkelanjutan dalam kualitas sebuah produk dan produktifitas. Jika SPC terbatas hanya dalam pengguan control chart saja, hasil yang positif akan menjadi tebatas. Tidak ada cara cepat atau jalan pintas dalam masalah kualitas. Diagram dan teknik SPC akan menunjukan dimana masalah berada
dan menyediakan bantuan dalam hal menemukan penyebab masalah.
Manajemen harus membentuk rangkaian tindakan yang responsif. SPC dapat diaplikasikan pada area dimana pekerjaan sudah selesai., biasanya digunakan untuk memecahkan masalah dalam teknik mesin, produksi, inspeksi, manajemen,
37
service, dan pembukuan. Agar efektif, SPC harus menjadi bagian penting dari perusahaan seperti bagian dari program pengendalian kualitas. Ini adalah bagian yang penting dalam filosifi baru menjalankan sebuah bisnis. Manajemen harus merubah pendekatan atasan dan bawahan dan menciptakan melalui pelatihan yang baik. Sebuah struktur yang dapat bekerjasama pada setiap tingkatannya.sebuah tingkatan komunikasi baru harus dibentuk, setiap bagian bertanggung jawab atas bagiannya pada saat produk, dan semangat untuk bekerjasama demi kebaikan perusahaan tidak boleh dilupakan.
2.7 Definisi Tentang Data dalam Konteks SPC
Data adalah cacatan tentang susuatu, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, dapat dipelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian diambil tindakan yang tepat berdasarkan fakta tersebut. Dalam konteks pengendalian proses statistical, dikenal dua jenis data Vincent (1998:43) yaitu: 1. Data atribut Data atribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit.Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau klasifikasi yangn berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah ditetapkan, maka catatan itu dianggap sebagai "atribut". Contoh data atribut adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit–unit nonkonformans atau ketidak sesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. 2. Data variabel Data variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis.Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual,diukur
secara langsung, maka karakteristik kualitas yang
38
diukur itu disebut sebagai "variabel". Contoh data variabel adalah diameter pipa, ketebalan suatu produk, berat suatu produk, dan lain-lain.
2.8 Alat yang Digunkan dalam SPC
Pengendalian kualitas statistik dilakukan dengan menggunakan alat bantu statistik yang terdapat pada SPC (Statistical Process Control) merupakan teknik penyelesaian
masalah
yang
digunakan
untuk
memonitor,
mengendalikan,
menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metodemetode statistik. Dengan memantau proses produksi tersebut melalui pengambilan sampel secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Process Control) dan SQC (Statistical Quality Control), mempunyai 7 (tujuh) alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan juga oleh Heizer dan Render dalam bukunya Manajemen Operasi (2006:263-268), antara lain yaitu; 1. Diagram Alir (Flow Chart ) 2. Diagram Pareto (Pareto Chart ) 3. Lembar Periksa (Check Sheef) 4. Diagram Sebab-Akibat (cause-and-Effect Diagram) 5. Diagram Batang (Histogram) 6. Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart) 7. Diagram Tebar (Scatter Diagram)
39
Gambar 2.4 Alat Bantu Pengendalian Kualitas Sumber : Jay Heizer and Barry Render, 2005
2.8.1 Diagram Alir/Diagram Proses (Proses Flow Chart)
Diagram alir (flowchart) digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdaskan urutan-urutan (langkah-langkah) dari proses itu, sehingga bermanfaat bagi anisis dan perbaikan proses terus-menerus.Menurut Render dan Heizer (2005:267) diagram alir secara grafis menunjukan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah–langkah sebuah proses.Diagram alir digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdasarkan urutan–urutan atau langkah–langkah dari proses itu, sehingga bermanfaat bagi analisis dari proses terus–menerus. Diagram alir digunakan apabila berkaitan dengan hal–hal berikut : - Terdapat
masalah
dalam
proses
yang
ditunjukkan
melalui
tingkatperformasi proses yang rendah. - Memberikan pelatihan kepada karyawan baru. - Mengembangkan sistem pengukuran. - Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dll yang berkaitan dengan proses. - Landasan untuk perbaikan proses secara terus – menerus.
40
Langkah – langkah pembuatan diagram alir proses yaitu : • Langkah 1 : harus membuat suatu diagram alir awal dengan menggunakan dokumen definisi proses untuk mendefinisikan input, pemasok, output dan pelanggan. • Langkah 2 : memperbaiki diagram alir proses dengan cara pemeriksaan kembali apakah diagram alir itu telah sesuai dengan proses sekarang. • Langkah 3 : validasi diagram alir berkaitan dengan apakah diagram alir proses terlalu spesifik ataukah terlalu global, akurasi ruang lingkup proses, keterlibatan antar fungsi manajemen, dll. • Langkah 4 : interpretasi diagram alir proses melalui menghitung total waktu tunggu, total waktu kerja, identifikasi kesempatan untuk menciptakan biaya rendah atau tanpa biaya dalam proses itu, serta identifikasi aktivitas–aktivitas tidak bernilai tambah serta aktivitas-aktivitas yang tidak saling berkait.
2.8.2 Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dandigunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto merupakan sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah. Dengan memakai diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatkan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil. Render dan Heizer (2005:266).
41
Langkah-langkah pembuatan diagram pareto, yaitu : •
Langkah 1 : Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategori-kategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan. setelah itu, merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data.
•
Langkah 2 : Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau lembar periksa.
•
Langkah 3 : Membuat daftar masalah secara berurut
berdasarkan frekuensi
kejadian dari yang tertinggisampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif, persentase dari total kejadian, dan persentase dari total kejadian secara kumulatif. •
Langkah 4 : Menggambar dua buah garis yaitu sebuah garis vertical dan sebuah garis horizontal. 1. Garis vertical - Garis vertical sebelah kiri: skala pada garis ini merupakan skala dari nol sampai total keseluruhan dari kerusakan. - Garis vertical sebelah kanan : buatkan pada garis ini, skala dari 0% sampai 100%. 2. Garis horizontal Garis ini dibagi ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklarifikasikan.
•
Langkah 5 : Buatlah histogram pada diagram pareto.
•
Langkah 6 : Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif disebelah kanan atas dari interval setiap item masalah.
42
•
Langkah 7 : Memutuskan
untuk
mengambil
tindakan
perbaikan
atas
penyebabutama dari masalah yang sedang terjadi itu. Diagram pareto terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Diagram Pareto Mengenai Fenomena, berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada. Beberapa contohnya antara lain : a) Kualitas : kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan, perbaikan (reparasi), dll. b) Biaya : jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll. c) Penyerahan
(delivery)
:
penundaan
penyerahan,
keterlambatan pembayaran, kekurangan stok, dll. d) Keamanan : kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll. 2. Diagram Pareto Mengenai Penyebab, berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada. Beberapa contohnya antara lain : a) Operator
:
umur,
pengalaman,
keterampilan,
sifat
individual, pergantian kerja (shift), dll. b) Mesin : peralatan, mesin, instrument, dll. c) Bahan baku : pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan baku, dll. d) Metode operasi : kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll.
2.8.3 Lembar Periksa (Check Sheet)
Menurut Heizer dan Render (2005:263) check sheet adalah suatu formulir yang didesain untuk mencatat data. Pencatatan dilakukan sehingga pada saat data diambil pola dapat dilihat dengan mudah.Lembar pengecekan membantu analisis selanjutnya. Sedangkan, menurut Gasperz check sheet atau lembarperiksa adalah suatu formulir dimana item – item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Dengan demikian, lembar periksa adalah catatan yang sederhana dan teratur dalam
43
pengumpulan dan pencatatan data sehingga memudahkan dalam mengontrol proses dan pengambilan keputusan. Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu produk yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis masalah kualitas. Ada beberapa jenis lembar periksa yang digunakan untuk keperluan pengumpulan data (Sritomo, 2003: 264) : 1. Production Process Distribution Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. 2. Defective Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja, maka terlebih dulu kita harus mampu mengidentifikasikan kesalahan-kesalahannya. 3. Defect Location Check Sheet Lembar periksa ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar sketsa dari benda kerja akan disertakan sehingga lokasi cacat yang terjadi bisa segera diindentifikasi. 4. Defective Cause Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya kesalahan dari suatu output kerja. 5. Check Up Conformation Check Sheet Lembar periksa ini lebih menitik beratkan pada karakteristik kualitas atau cacat-cacat yang terjadi. Lembar periksa ini digunakan untuk melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output sudah selesai dikerjakan dengan baik.
44
6. Work Sampling Check Sheet Lembar periksa ini adalah suatu metode untuk menganalisa waktu kerja. Langkah – langkah pembuatan lembar periksa yaitu : •
Langkah 1 : Menjelaskan tujuan pengumpulan data. Adalah baik untuk memulai mengumpulkan data (apakah menggunakan lembar periksa atau bukan) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hal berikut : -
Apa yang menjadi masalah utama ?
-
Mengapa data harus dikumpulkan ?
-
Siapa yang akan menggunakan informasi yang sedang dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan. Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen, hari, bulan, shift, mesin, dll ?
-
Siapa yang akan mengumpulkan data ?
•
Langkah 2 :
•
identifikasi apa variabel atau atribut karakteristik kualitas yang sedang diukur. Berkaitan dengan hal tersebut, langkah-langkah
spesifik
sebagai berikut : -
Memulai memberikan judul dari lembar periksa itu. Pemberian judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang apa yang sedang dikaji.
-
Menulis hal-hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa itu.
• Langkah 3 : menentukan waktu atau tempat pengukuran. • Langkah 4 : mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam kaitannya kejadian harus dicatat secara langsung pada lembar periksa. •
Langkah 5 : menjumlahkan data yang telah dikumpulkan.
45
• Langkah 6 : memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab masalah yang terjadi. Setiap tindakan perbaikan diambil berdasarkan fakta, bukan hanya berdasarkan opini. Apabila ditemukannya hal-hal yang berkaitan dengan fakta masih diragukan, harus dilakukan verifikasi atas data tersebut yang telah dikumpulkan.
2.8.4 Diagram Sebab – Akibat (Cause and Effect Diagram)
Menurut Render dan Heizer (2005:265) Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan berguna untuk memperlihatkan faktor – faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat melihat faktor – faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat pada panah – panah yang berbentuk tulang ikan.
SEBAB
SEBAB SEBAB SEBAB
SEBAB
SEBAB SEBAB
AKIBAT
SEBAB
Gambar 2.5 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) Sumber : Vincent Gasperz, 2006:319
Diagram sebab – akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur – unsur proses untuk menganalisa sumber – sumber potensial dari penyimpangan proses. Diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk : 1) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. 2) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
46
3) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. 4) Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki peningkatan kualitas. 5) Mengurangi kondisi – kondisi yang menyebabkan ketidak sesuaian produk dengan keluhan konsumen. 6) Menentukan standarisasidari operasi yang sedang berjalan atau yang akan dilaksanakan. 7) Merencanakan tindakan perbaikan. Langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat, yaitu : • Langkah 1 : Mulai dengan pernyataan masalah - masalah utama yang penting danmendesak untuk diselesaikan. •
Langkah 2 : Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan akibat.
•
Langkah 3 : Tuliskan factor - faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai “tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak.
•
Langkah 4 : Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab - penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran sedang”.
•
Langkah 5 : Tuliskan penyebab - penyebab tersier yang mempengaruhi penyebabpenyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), sertapenyebabpenyebab tersier itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”.
•
Langkah 6 : Tentukan item-item yang penting dari setiap factor dan tandailah factor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.
47
• Langkah 7 : Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll. Ada 5 faktor penyebab utama terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja (Sritomo, 2003:268), yaitu : 1. Manusia (Man) 2. Metode kerja (Work-method) 3. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/equipment) 4. Bahan baku (Raw materials) 5. Lingkungan kerja (Work environment)
2.8.5 Diagram Batang (Histogram)
Histogram adalah suatu alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal dengan distribusi frekuensi.Histogram menunjukan karakteristik–karakteristik dari data yang dibagi–bagi menjadi kelas–kelas.Histogram dapat berbentuk “normal” atau berbentuk seperti lonceng yang menujukan bahwa banyak data yang terdapat pada nilai rata – ratanya.Bentuk histogram yang miring atau tidak simentris menujukan bahwa banyak data yang tidak berada pada nilai rata – ratanya tetapi kebanyakan datanya berada pada batas atas atau bawah. Histogram menunjukuan peristiwa yang paling sering terjadi dan juga variasi dalam pengukurannya. Statistik deskriptif seperti rata-rata dan standar deviasi dapat dihitung untuk menjelaskan distribusinya. Walaupun demikian datanya harus selalu dipetakan sehingga bentuk distribusinya dapat “terlihat”. Sebuah gambar visual dari distribusi juga dapat memberikan informasi mengenai penyebab variasinya (Hezer dan Render, 2006:322). Histogram dapat digunakan untuk : -
Mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses.
-
Membantu manajemen dalam membuat keputusan - keputusan yang berfokus pada usaha perbaikan terus-menerus.
48
Langkah-langkah pembuatan diagram batang, yaitu : • Langkah 1 : Mengumpulkan data pengukuran. • Langkah 2 : Tentukan besarnya range ( R ). R
= X max – X min = ( nilai terbesar – nilai terkecil )
•
Langkah 3 : Tentukan banyaknya kelas interval (K). K = 1 + 3.322 log n
•
Langkah 4 : Tentukan interval kelas, batas kelas, dan nilai tengah kelas. a) Lebar dari setiap kelas interval (L) ditentukan berdasarkan pembagian antara range data (R) dan banyaknya kelas interval (K) yang diinginkan. Untuk menentukan lebar dari setiap kelas interval digunakan rumus sebagai berikut : L=
=
b) Tentukan batas untuk setiap kelas interval, dimana setiap data pengukuran harus jatuh atau berada diantara dua batas kelas (batas bawah dan batas atas). Untuk menetapkan batas bawah dan batas atas digunakan rumus : Batas Bawah ( BB ) = ( Nilai terkecil – ½ x Unit pengukuran ) Batas atas ( BA ) = BB + L c) Tentukan nilai tengah kelas dengan menggunakan rumus sebagaiberikut : Nilai tengah kelas ke 1 = Nilai tengah kelas ke 2 = Dan seterusnya. •
Langkah 5 : Tentukan frekuensi dari setiap kelas interval
•
Langkah 6 :
49
buatlah histogramnya. 2.8.6 Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart)
Sebuah diagram dengan waktu sebagai sumbu horizontalnya untuk menunjukan nilai-nilai dari sebuah statistik (batas kendali atas, nilai sasaran, batas kendali bawah dan waktu). Diagram kendali (control chart) adalah refresentasi grafis dari data sejalan dengan waktu yang menunjukan batas atas dan bawah proses yang ingin kita kendalikan. Diagram kendali dibuat sedemikian rupa sehingga data baru dapat dibandingkan dengan data lampau dengan cepat.sample output proses diambil dan rata-rata sample ini dipetakan pada sebuah diagram yang memiliki batas-batasnya. Batas atas dan bawah dalam sebuah diagram kendali dapat dinyatakan dalam satuan temperatur tekanan, berat, panjang, dan sebagainya. Saat rata-rata sample jatuh diantara batas kendali atas dan bawah, serta tidak ada pola teratur yang dapat dilihat, prosesnya dikatakan berada dalam kendali dengan adanya variasi alamiah. Jika tidak, maka proses berada diluar kendali atau tidak sesuai (Heizer dan Render, 2006:322-323). Peta kontrol digunakan untuk : -
Mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical.
-
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistical dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
-
Menentukan kemampuan proses.
Manfaat dari peta kendali adalah untuk : 1. Memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada didalam batas – batas kendali kualitas atau tidak terkendali. 2. Memantau proses produksi secara terus – menerus agar tetap stabil. 3. Menentukan kemampuan proses. 4. Mengevaluasi
performancepelaksanaan
dan
kebijaksanaan
pelaksanaan proses produksi. 5. Membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk sebelum dipasarkan.
50
Variasi
adalah
sehinggamenimbulkan dihasilkan.(Vincent,
ketidakseragaman
perbedaan 1998:28).Ada
dalam 2
dalam kualitas
sumber
atau
sistem pada
industri
produk
penyebab
yang
timbulnya
variasi(Vincent, 1998:28), yaitu : 1. Variasi penyebab khusus Variasi penyebab khusus adalah kejadian-kejadian di luar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain- lain. Jenis variasi ini dalam pengendalian proses statistikal menggunakan peta kontrol, yang ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati
atau
keluar
dari
batas-batas
pengendalian
yang
didefinisikan. 2. Variasi penyebab umum Variasi penyebab umum adalah faktor-faktor di dalam sistem industri atau yang melekat pada proses industri yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem industri serta hasil-hasilnya. Jenis variasi ini dalam pengendalian proses statistikal menggunakan peta kontrol, yang ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batasbatas pengendalian yang didefinisikan. Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki: 1. Garistengah(CentralLine/CL) merupakan garis yang menunjukkan nilai rata-rata dan batas kendali dari karakteristik sebagai indikasi dimana proses terpusat. 2. Sepasang batas control, dimana satu batas control ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas control atas (Upper Control Limit/UCL) merupakan garis yang menunjukkan nilai rata-rata batas kendali bagian atas. Sedangkan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas control bawah (Lower Control Limit/LCL) merupakan garis yang menunjukkan nilai rata-rata batas kendali bagian bawah.
51
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara statistical, atau berada dalam pengendalian statistical. Sedangkan jika nilai - nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batascontrol atau memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam
keadaan
diluar control
atau
tidak
berada
dalam
pengendalian statistical. Dalam setiap peta control, batas control dapat dihitung dengan menggunakan rumus : UCL = ( Nilai rata-rata ) + 3 ( Simpangan baku ) LCL = ( Nilai rata-rata ) – 3 ( Simpangan baku ) Simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab umum.Peta-peta control untuk data atribut dalam Nur Ilham (2012:27), terdiri dari : a. Peta p, yaitu peta control untuk mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi, contohnya : go-on go,baik – buruk, bagus – jelek. b. Peta c, yaitu peta control untuk mengamati jumlah kecacatan per total produksi. c. Peta u, yaitu peta control untuk mengamati jumlah kecacatan per unit produksi. d. Peta np. Out off controladalah suatu kondisi dimana karakteristik produk tidak sesuai dengan spesifikasi perusahaan ataupun keinginan pelanggan dan posisinya pada peta kontrol berada diluar kendali. Didalam Nur Ilham (2012:25-26), tipe-tipe out off control meliputi : 1.
Aturan satu titik Terdapat satu titik data yang berada diluar batas kendali, baik yang berada diluar UCL maupun LCL, maka data tersebut out off control.
2.
Aturan tiga titik
52
Terdapat tiga titik data yang berurutan dan dua diantaranya berada di daerah A baik yang berada didaerah UCL maupun LCL, maka satu dari data tersebut out off control, yakni data yang berada paling jauh dari central control limit. 3.
Aturan lima titik terdapat lima titik yang berurutan dan empat diantaranya berada didaerah B baik yang berada di daerah UCL maupun LCL, maka satu dari data tersebut out off control, yakni data yang berada paling jauh dari central control limit. Aturan delapan titik terdapat delapan titik data yang berurutan dan berada berurutan di daerah C dan didaerah UCL maka satu data tersebut out off control yakni data yakni data yang berada paling jauh dari central control limit.
Gambar 2.6 Tipe-Tipe Out Off Control dalam Peta Kendali Sumber : Nur Ilham 2012
53
2.8.6.1 Peta Kontrol p
Peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Langkah-langkah dalam membuat peta kontrol p, yaitu : •
Langah 1 : Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30)
•
Langah 2 : Kumpulkan 20 – 25 set contoh
•
Langah 3 : Hitunglah nilai proporsi cacat yaitu dengan rumus : p – bar =
•
Langah 4 : Hitunglah nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Sp
=
Jika p-bar dinyatakan dalam persentase, maka Sp dihitung sebagai berikut : Sp •
=
Langkah 5 : Hitunglah batas-batas kontrol 3-sigma dari : CL
= p – bar
UCL = p – bar + 3 Sp LCL •
= p – bar – 3 S
Langkah 6 : Tebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
•
Langkah 7 :
54
Apabiladatapengamatan
menunjukkanbahwaprosesberadadalam
pengendalian
statistical, tentukan kapabilitas proses untuk
menghasilkan
produk
yang
sesuai(tidakcacat)sebesar:(1–p-
bar)atau(100%-p-bar,%),haliniserupa
dengan
proses
menghasilkan produk cacat sebesar p-bar. •
Langkah8: Apabiladatapengamatanmenunjukkanbahwaprosesberadadalam pengendalianstatistical,gunakanpetacontrolp untukmemantauprosesterusmenerus.Apabiladatapengamatanmenunjukkanbahwaproses tidakberadadalam
pengendalianstatistical,prosesitu
harusdiperbaikiterlebihdahulusebelum
menggunakan
peta
controlpuntuk pengendalian proses terus-menerus.
2.8.6.2 Peta Kontrol np
Peta control np dan p cocok untuk situasi dasar yang sama, sehingga peta kontrol np digunakan apabila : -
Data banyaknya item yang titak sesuai adalah lebih bermanfaat dan mudah untuk diinterpretasikan dalam pembuatan laporan dibandingkan data proporsi.
-
Ukuran contoh (n) bersifat konstan dari waktu ke waktu.
Langkah-langkah dalam membuat peta control np yaitu : •
Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh yang cukup besar ( n> 30 ) dan konstan dari waktu ke waktu.
•
Langkah 2 : Kumpulkan
20-25
set
contoh
selama
beberapa
periode
pengamatan. •
Langkah 3 : Hitung nilai rata-rata banyaknya cacat yaitu dengan rumus : np – bar =
55
Dimana np1, np2, ......,npk adalah banyaknya item yang cacat tidak sesuai dalamk periode atau k kelompok pengamatan. •
Langkah 4 : Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : SP =
•
Langkah 5 : Hitung batas-batas control 3-sigma dari : CL = np-bar UCL = np-bar + 3 Snp LCL = np-bar – 3 Snp
•
Langkah 6 : Tebarkan data banyaknya item cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
•
Langkah 7 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistical, maka tentukan kapabilitas proses. Kapabilitas proses untuk peta kontrol np yaitu : (1 – p-bar), hal ini serupa dengan proses menghasilkan produk cacat adalah sebesar p-bar.
•
Langkah 8 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol np untuk memantau proses terus- menerus. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta control np untuk pengendalian proses terusmenerus.
2.8.6.3 Peta Kontrol c
56
Petacontrolc didasarkanpadatitikspesifikyangtidakmemenuhisyaratdalam
produkitu,
sehinggasuatuprodukdapatdianggap memenuhi syaratmeskipunmengandung satuataubeberapatitikspesifikyangcacat.Petacontrolcmembutuhkanukuranconto h konstan ataubanyaknyaitemyang diperiksabersifatkonstanuntuk setiapperiode pengamatan. Langkah-langkah dalam membuat petacontrol cyaitu : •
Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh yang bersifat konstan selama periode pengamatan.
•
Langkah 2 : Lakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu atau beberapa kelompok contoh.
•
Langkah3: Hitungnilairata-ratabanyaknyaketidaksesuaianyangditemukanyaitu dengan rumus : c – bar = keterangan : k = periode atau kelompok pengamatan.
•
Langkah 4 : Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Sc =
•
Langkah 5 : Hitung nilai batas – batas kontrol 3-sigma dari : CL = c – bar UCL = c – bar + 3Sc LCL = c – bar – 3 Sc
•
Langkah 6 : Tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistical.
•
Langkah 7 :
57
Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk menghasilkan banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai sebesar : c-bar. •
Langkah 8 : apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan padakontrol cuntuk memantau proses terus menerus. Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistikal, maka proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol c untuk pengendalian proses terus menerus.
2.8.6.4 Peta Kontrol u
Peta kontrol u dapat mengukur banyaknya ketidaksesuaian (titik spesifik) per unit laporan inspeksi dalam kelompok (periode) pengamatan, yang mungkin memiliki ukuran contoh (banyaknya item yang diperiksa). Peta kontrol u dapat digunakan apabila ukuran contoh lebih dari satu unit dan mungkin bervariasi dari waktu ke waktu. Langkah-langkah dalam pembuatan peta kontrol u yaitu : •
Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh selama periode pengamatan.
•
Langkah 2 : Lakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu atau beberapa kelompok contoh.
•
Langkah 3 : Hitunglah nilai rata-rata banyaknya
ketidaksesuaian (titik
spesifik) yang ditemukan per unit item, yaitu dengan rumus : U – bar = •
Langkah 4 : Hitunglah nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Su =
58
•
Langkah 5 : Hitunglah batas-batas kontrol 3-sigma dari :
•
CL
= u - bar
UCL
= u – bar + 3 Su
LCL
= u – bar - 3 Su
Langkah 6 : Tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit item yang diperiksa dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
•
Langkah 7 : Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk mengahasilkan banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit item sebesar : u – bar.
•
Langkah 8 : Apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol u untuk memantau proses itu terus menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian proses statistikal, maka proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol u untuk pengendalian proses terus menerus.
2.8.7 Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Diagram tebar menunjukan hubungan antara dua pengukuran. Contohnya adalah hubungan berbanding lurus antara lamanya waktu pelayanan jasa yang dipanggil kerumah dengan jumlah perjalanan yang dilakukan teknisi kembali ke truknya untuk mengambil komponen. Jika kedua hal berkolerasi erat, maka titiktitik datanya akan membentuk sebuah daerah yang sempit jika hasilnya adalah
59
sebuah pola yang acak maka kedua hal tersebut tidak berhubungan (Heizer dan Render, 2006:316-318).
Diagram tebar merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk: -
Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel.
-
Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan.
Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar dapat berupa : -
Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya.
-
Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan.
-
Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik kualitas.
Pada dasarnya terdapat tiga pola diagram tebar, sesuaidengan bentuk hubungan diantara dua variabel x dan y yaitu : -
Pola diagram tebar berkorelasi positif Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan korelasi positif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan dengan nilai- nilai yang besar dari variabel y, serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang kecil dari variabel y.
-
Pola diagram tebar berkorelasi negative Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan korelasi negatif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan dengan nilai- nilai yang kecil dari variabel y, serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilainilai yang besar dari variabel y.
-
Pola diagram tebar tidak berkorelasi Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan (tidak berkorelasi), dimana tidak ada kecenderungan bagi nilai-nilai tertentu dari variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai tertentu dari variabel y.
Langkah-langkah dalam membuat diagram tebar,yaitu :
60
• Langkah 1 : Kumpulkan pasangan data ( x,y ) yang akan dipelajari hubungannya serta susunlah data itu dalam tabel. • Langkah 2 : Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimum untuk kedua variabel x dan y. • Langkah 3 : Tebarkan ( plot ) data pada selembar kertas. • Langkah 4 : Berikan informasi secukupnya agar orang lain dapat memahami diagram tebar itu. Informasi yang biasa diberikan adalah : a. interval waktu b. banyaknya pasangan data c. judul dan unit pengukuran dari setiap variabel pada garis horizontal dan vertical. d. judul dari grafik itu e. apabila dipandang perlu dapat mencantumkan nama dari orang yang membuat diagram tebar itu.
2.9Pembagian Pengendalian Kualitas Statistik Terdapat 2 jenis metode pengendalian kualitas secara statistika yang berbeda, yaitu : 1. Acceptance Sampling Didefinisikan sebagai pengambilan satu sampel atau lebih secara acakdari suatu partai barang, memeriksa setiap barang di dalam sampel tersebut dan memutuskan berdasarkan hasil pemeriksaan itu, apakah menerima atau menolak keseluruhan partai.Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan oleh pelanggan untuk menjamin bahwa pemasok memenuhi spesifikasi kualitas atau oleh produsen untuk menjamin bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum pengiriman.Pengambilan sampel penerimaan lebih sering digunakan daripada pemeriksaan 100% karena biaya pemeriksaan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya lolosnya barang yang tidak
61
sesuai kepada pelanggan.
2. Process Control Pengendalian proses menggunakan pemeriksaan produk atau jasa ketika barang tersebut masih sedang diproduksi (WIP/work in process). Sampel berkala diambil dari outpu proses produksi. Apabila setelah pemeriksaan sampel terdapat alasan untuk mempercayai bahwa karekteristik kualitas proses telah berubah, maka proses itu akan diberhentikan dan dicari penyebabnya. Penyebab tersebut dapat berupa perubahan pada operator, mesin atau pada bahan. Apabila penyebab ini telah dikemukakan dan diperbaiki, maka proses itu dapat dimulai kembali. Dengan memantau proses produksi tersebut melalui pengambilan sampel secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Pengendalian proses didasarkan atas dua asumsi penting, yaitu : a. Variabilitas Mendasar untuk setiap proses produksi. Tidak peduli bagaimana sempurnanya rancangan proses, pasti terdapat variabilitas dalam karakteristik kualitas dari tiap unit. Variasi selama proses produksi tidak sepenuhnya dapat dihindari dan bahkan tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat dicari penyebabnya serta diperbaiki. b. Proses Proses produksi tidak selalu berada dalam keaadaan terkendali, karena lemahnya prosedur, operator yang tidak terlatih pemeliharaaan mesin yang tidak cocok dan sebagainya, maka variasi produksinya biasanya jauh lebih besar dari yang semestinya.
2.10Jenis Kecacatan
Kecacatan pada suatu produk diklasifikasikan kedalam 3 kategori (Evans dan Lindsay, 2007:114) yaitu : 1. Cacat kritis
62
Cacat kritis adalah suatu bentuk cacat dimana penilaian dan pengalaman mengindikasikan bahwa cacat produk tersebut akan menghasilkan kondisi yang berbahaya atau tidak aman bagi orang yang menggunakan, menyimpan, atau tergantung pada produk tersebut, serta membuat produk tersebut tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik. 2. Cacat penting Cacat penting adalah suatu bentuk cacat yang tidak kritis namun dapat mengakibatkan kegagalan atau secara material akan mengurangi tingkat penggunaan
unit produk
tersebut.
Cacat penting dapat
mengakibatkan konsekuensi yang serius ataupun tuntutan hukum, maka jenis cacat ini harus diawasi dan dikendalikan dengan hati-hati. 3. Cacat kecil Cacat kecil adalah cacat yang tidak terlalu mengurangi penggunaan suatu produk, atau mengakibatkan dampak penting pada efektivitas penggunaan atau pengoperasian produk tersebut.Cacat jenis ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan.
2.11 Kerangka Pemikiran
Kerangka
pemikiran
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
untuk
menggambarkan bagaimana pengendalian kualitas yang dilakukan secara statistik dapat menganalisis tingkat kecacatan produk yang dihasilkan oleh PT. Wieda Sejahtera yang melebihi batas toleransi serta mengidentifikasi penyebab masalah tersebut untuk kemudian ditelusuri sehingga menghasilkan usulan atau rekomendasi perbaikan kualitas produksi dimasa mendatang. Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu maka dapat disusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
63
Melakukan Pengontrolan Pengamatan Serta Menganalisis untuk Mengetahui Jenis dan Faktor-Faktor Kecacatan
Proses Produksi
NO Barang Cacat
Hasil Produksi
Analisi s Produk Jadi Tidak Cacat Pengendalian Proses Produksi dengan Metode Statistical Process Control : • Diagram Alir (Flow Chart) • Diagram Pareto (Pareto Chart) • Lembar Periksa (Check Sheet) • Diagram sebab-akibat (Cause-and-Effect Diagram) • Diagram Batang (Histogram) • Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart) • Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Hasil Analisis
Rekomendasi
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil Analisa, Mei 2015
64