1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut Baridwan (2002:3), penyusunan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan dalam periode tertentu. Informasi mengenai laba mempunyai peranan yang sangat penting bagi pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan. Biasanya para investor mengukur kinerja perusahaan berdasarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan (laba) yang tercermin dalam laporan keuangan yang disajikan. Laporan keuangan yang disusun secara baik dan akurat dapat memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu, keadaan inilah yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal. Pihak internal maupun pihak eksternal sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan keputusan seperti pemberian kompensasi, pembagian bonus pada manajer, dan pengukuran kinerja manajemen. Pihak internal dan ekternal ini meliputi investor, kreditur, pemerintah, bankers, pihak manjemen sendiri dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (lukman, 2009) Alim (2009) menyatakan bahwa manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan, dan merekayasa angka-angka dalam laporan
2 keuangan dengan mempermainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan. Upaya untuk merekayasa informasi melalui praktik manajemen laba telah menjadi faktor utama yang menyebabkan laporan keuangan tidak lagi mencerminkan keadaan sesungguhnya suatu perusahaan. Oleh karena itu, perekayasaan laporan keuangan telah menjadi isu untuk digunakan sebagai sumber penyalagunaan informasi yang merugiksan pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga informasi yang disampaikan terkadang tidak mencermikan keadaan sebenarnya. Menurut Hairu (2009), kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pemegang saham dan stakeholder disebut dengan asimetri informasi (information asymmetric). Pihak
manajemen
memiliki
wewenang
dan
keleluasaan
dalam
memaksimalkan laba perusahan untuk kepentingan pribadi dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan tidak lagi mencerminkan kinerja manjemen yang sesungguhnya, namun telah direkaysa sedemikian sehingga menjadi lebih baik sesuai dengan keinginan manajemen. Kondisi ini disebut dengan agency problem (Sri Sulistyanto, 2008). Menurut PSAK 46 (2009), laporan keuangan disusun berdasarkan akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Dasar akrual disepakati sebagai dasar dalam menyusun laporan
3 keuangan, karena lebih rasional dan wajar dibandingkan dengan dasar cash basis. Adanya fleksibilitas dalam PSAK memungkinkan pertimbangan manajemen dalam akuntansi akrual. Dengan menggunakan fleksibilitas yang diperbolehkan standar akuntansi, manajemen dapat melakukan tindakan manjemen laba (earnings management). Penggunaan discretionary accrual (kebijakan akrual berada di dibawah kebijakan manajemen) dimaksudkan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informative, yaitu laporan keuangan yang dapat mencerminkan keadaan sesungguhnya.
Tetapi
kenyataannya,
discretionary
accrual
ini
telah
disalahgunakan oleh manajemen, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyusun laporan keuangan dalam rangka menaikan atau menurunkan laba (Alim, 2009). Tindakan manajemen laba ini telah memunculkan beberapa kasus dalam pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain seperti kasus yang terjadi pada PT.Kimia Farma, Tbk. Salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia, pada dasarnya dimotivasi oleh keinginan pihak direksi untuk menaikan laba. Indikasi adanya penggelembungan
keuntungan dalam
laporan keuangan pada semester satu tahun 2002 juga dinyatakan dalam annual report BAPEPAM 2002 (www.BAPEPAM.go.id). Berdasarkan siaran pers BAPEPAM atas kasus PT.Kimia Farma pada tanggal 27 Desember 2002, kasus ini bermula dari ditemukannya kesalahan (oleh partner dari KAP HTM) dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk laporan keuangan periode 31 Desember 2001 dan Kementrian BUMN melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan keuangan semester I tahun 2002. Setelah dilakukan pemeriksaan BAPEPAM, ternyata laba bersih yang
4 disajikan dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 overstated sebesar Rp. 32,7 miliar, dimana 2,3% berasal dari penjualan dan sebesar 24,7 % berasal dari laba milik PT.Kimia Farma. Kesalahankesalahan tersebut berasal dari (1) overstated penjualan pada unit industri bahan baku sebesar Rp. 2,7 miliar, (2) kesalahan berupa overstated persediaan barang sebesar Rp. 23,9 miliar pada unit logistik sentral, dan (3) overstated sebesar Rp. 8,1 miliar pada persediaan barang dagangan dan overstated penjualan sebesar Rp. 10,7 miliar yang kedua terjadi pada unit pedagang besar farmasi (siaran pers Badan Pengawas Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002). Tentu saja kasus ini terlihat bahwa pihak manajemen lama PT.Kimia Farma berusaha melakukan manajemen laba pada tahun 2001 (Sulistiawan et al, 2011:57). Skandal besar tentang manajemen laba juga terjadi di luar negeri yaitu perusahaan terkemuka di Amerika yaitu Enron dan Wordcom, sepanjang tahun 2002 bermula dari kecurangan berupa rekayasa laporan keuangan yang overstated, menyesatkan, dan membingungkan. Ini bermula dari merekayasa angka-angka yang ada di laporan laba rugi sehingga otomatif mempengaruhi harga saham, akhirnya kepercayaan mulai merosot sehinggga perusahaan akhirnya bakrut. Peristiwa tersebut membuat kepercayaan publik akan laporan keuangan mulai memudar. Berbagai kasus kecurangan akuntansi telah terjadi pada intinya adalah manipulasi laba dengan cara melakukan manjemen laba untuk kepentingan manajer khususnya maupun kepentingan perusahaan pada umumnya. Untuk mengetahui seberapa besar laba yang terkena pajak, perusahaan tidak bisa menghitung laba
5 secara langsung karena adanya perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam penentuan besarnya laba dan ini dapat mempengaruhi posisi laporan keuangan dan tidak seimbanganya saldo akhir sehingga perlu dilakukan penyesuaian saldo antara saldo laba akuntansi dengan laba fiskal melalui rekonsiliasi fiskal. Menurut Santi dan Yulianti (2009), perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal menimbulkan beban pajak tangguhan. Mengacu pada penelitian tersebut akuntan manajemen dan akuntan profesi harus meningkatkan kemampuan pertimbangannya dalam menentukan penghasilan masa lalu dan penghasilan yang akan datang yang akan berpengaruh kepada penilaian aktiva pajak tangguhan yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya tindakan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, Suranggane (2007) meneliti aktiva pajak tangguhan dan akrual sebagai prediktor manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel akrual berpengaruh signifikan pada terjadinya manajemen laba, sedangkan aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh signifikan. Menurut PSAK No.46, Pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan untuk periode mendatang sebagai akibat dari perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Seperti yang diungkapkan oleh Scoot (2000) bahwa salah satu motivasi perusahaan melakukan manajemen laba adalah motivasi perpajakan. Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dan aktiva pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih
6 besar dimasa yang akan datang sehingga mengurangi besaran pajak yang dibayarkan. Penelitian Philip et al. (2003) menemukan bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk memprediksi praktik manajemen laba oleh manajemen dengan dua tujuan yaitu untuk menghindari penurunan laba dan menghindari kerugian. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Watt dan Zimerman (1986, 1990) bahwa alasan penghematan pajak atau penundaan pajak (pajak tangguhan) melalui kecenderungan perusahaan unuk mengurangi laba yang dilaporkan merupakan salah satu dari tiga hypothesis sehubungan teori akuntansi positif, yaitu Polytical Cost Hypotesis sehingga beban pajak tangguhan dapat mempengaruhi manajemen laba sebagai motivasi penghematan pajak. Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menunda pendapatan dan mempercepat untuk menghemat pajak salah satunya dengan merekayasa beban pajak tangguhan yang berhubungan dengan akrual sehingga memungkinkan manajemen melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka Penulis mengambil tema penelitian ini dengan judul “ Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2013.
7 1.2 Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang muncul yaitu : 1. Apakah aktiva pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba ? 2. Apakah beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba ? 1.3 Tujuan Penelitian. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka dapat diuraikan bahwa maksud dan tujuan penelitian skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh aktiva pajak tangguhan terhadap menajemen laba. 2. Untuk mengetahui pengaruh beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Kontribusi Teoretis Penelitian ini dapat dijadikan tambahan pemahaman bagi dunia akademik bahwa besarnya pajak tangguhan dapat digunakan untuk menilai kinerja yang dilakukan oleh manajemen 2. Kontribusi praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi pengguna laporan keuangan agar lebih berhati-hati dalam menganalisa kualitas laporan keuangan perusahaan khususnya mengenai laba perusahaan
8 karena terdapat hubungan antara penyajian jumlah aktiva pajak tangguhan dan beban pajak tangguhan dengan upaya manajemen laba 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian merupakan batasan dari suatu pembahasan. Dengan adanya batasan ini diharapkan pembahasan tidak menyimpang dari masalah yang sedang dibahas di dalam penelitian itu sendiri dan diharapkan penelitian tersebut menjadi jelas permasalahannya, dengan ini maka penulis memberikan batasan-batasan penelitian yakni sebagai berikut: 1. Subjek penelitian Penelitian dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2013. 2. Objek penelitian Dalam skripsi ini objek penelitian hanya fokus pada laporan keuangan yang telah diaudit periode 2011-2013. Laporan keuangan meliputi laporan neraca yang melaporkan aktiva pajak tangguhan, Laporan laba rugi yang melaporkan beban pajak tangguhan, laporan arus kas.