LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1 I.1. LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1 I.2.
TUJUAN DAN SASARAN.................................................................................. 2
I.3.
RUANG LINGKUP ........................................................................................... 3
I.4.
METODE PELAKSANAAN................................................................................. 3
I.5.
KELUARAN .................................................................................................... 4
BAB II ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN KAWASAN PERBATSAN ................................................................................................................................. 6 II.1. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS ............................... 6 II.2. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ............................ 8 BAB III HASIL KOORDINASI ............................................................................................................... 11 III.1. KAWASAN STRATEGIS ................................................................................. 11 III.1.1.Kawasan Ekonomi Khusus ............................................................................... 11 III.1.2.Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)................... 14 III.2. KAWASAN PERBATASAN .............................................................................. 18 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................................... 29 IV.1. KESIMPULAN .............................................................................................. 29 IV.2. REKOMENDASI ............................................................................................ 29
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
i
DAFTAR GAMBAR Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. Program Prioritas Pengembangan Industri dan KEK ...................................... 8 2. Program Prioritas Pengembangan Daerah Perbatasan ................................. 10 3. Masterplan dan Lokasi KEK Sorong ............................................................ 13 4. Masterplan dan Lokasi KEK Tanjung Kelayang ............................................ 12 5. Hasil Evaluasi KEK .................................................................................... 14 6. Periodesasi Pembangunan KPBPB Sabang .................................................. 16 7. Konsep Pengembangan KPBPB Sabang berdasarkan Prioritas Nasional ......... 18
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kegiatan utama 8 KEK yang sudah ditetapkan hingga Tahun 2015 .................. 11 Tabel 2. Hasil Diskusi Perencanaan Kebutuhan Anggaran Infrastruktur Pengelolaan KawasanPerbatasan negara tahun 2017 ....................................................... 20 Tabel 3. Progres Pembangunan PLBN Terpadu ........................................................... 27
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
iii
KATA PENGANTAR Laporan Akhir Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Kawasan Strategis Nasional Untuk Mendukung Inpres No. 6 Tahun 2015 dan Keppres No. 8 Tahun 2010 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program/ Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 04/M.PPN/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kantor Kementerian PPN/Bappenas. Pelaksanaan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Kawasan Strategis Nasional untuk Mendukung Inpres No. 6 Tahun 2015 dan Keppres No.8 Tahun 2010 ini dimaksudkan untuk menjamin kelancaran proses koordinasi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian dalam pengelolaan Program Pembangunan Kawasan Strategis dan Kawasan Perbatasan secara menyeluruh. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam penerapan proses perencanaan, koordinasi dan pelaksanaan program di lapangan akan dilihat permasalahan dan kendala apa saja yang dihadapi serta berupaya memberikan saran untuk perbaikan proses perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan pada tahun berikutnya. Laporan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Kawasan Strategis Nasional Untuk Mendukung Inpres No. 6 Tahun 2015 dan Keppres No.8 Tahun 2010 ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya sebagai penyempurnaan dalam pelaksanaan pemantauan perencanaan dan program/kegiatan pembangunan daerah tertinggal dan perbatasan pada tahun yang akan datang.
Jakarta, Desember 2016 Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan, Bappenas
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D L
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
iv
BAB I PENDAHULUAN I.1.
LATAR BELAKANG Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), menyebutkan bahwa Kawasan Strategis Nasional (KSN) merupakan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang berpengaruh besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya, kegiatan lain dibidang yang sejenis dan dibidang lainnya, dan atau terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. KSN terbagi atas beberapa bidang, yaitu kedaulatan negara, pertahanan keamanan, ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. KSN bidang ekonomi merupakan salah satu tools yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dimana saat ini isu kesenjangan wilayah masih menjadi permasalahan utama. Kesenjangan wilayah antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (i) konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, pertumbuhan ekonomi lebih cepat terdapat di daerah yang memiliki konsentrasi ekonomi cukup besar; (ii) kelancaran distribusi barang dan jasa, mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar wilayah. Jika distribusi tidak lancar maka akan terjadi penumpukan/kelebihan produksi sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain; (iii) perbedaan kondisi demografis, tingkat pertumbuhan dan struktur penduduk, tingkat kesehatan dan pendidikan, etos kerja dan sebagainya. Daerah yang memiliki kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi pula sehingga akan mendorong peningkatan investasi; (iv) dan perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan kandungan SDA ini mempengaruhi dari sektor produksi. Daerah yang memiliki kandungan SDA tinggi akan dapat memproduksi barang tertentu dengan harga relatif murah. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah mejadi faktor utama kesenjangan wilayah di Indonesia. Hal ini terlihat dari besarnya dari persentase kontribusi PDRB Pulau Jawa dan Pulau Sumatera sebesar 82% terhadap PDRB nasional. Untuk menangkap peluang tersebut, maka kebijakan pemerintah saat ini lebih diarahkan untuk membangun kawasan timur Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 -2019 Pada RPJMN 2015 – 2019 pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi diarahkan pada percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, terutama di Luar Jawa (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah akan mengembangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan industri manufaktur, industri pangan, industri maritim, dan pariwisata. Sementara itu dalam kaitannya dengan arah dan strategi pengembangan wilayah tahun 2016, pembangunan akan difokuskan pada pengurangan kesenjangan antarwilayah dengan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
1
mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah KTI dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di Wilayah Jawa - Bali dan Sumatera. Dalam mendukung Pengembangan kawasan strategis mengenai penciptaan nilai tambah dari komoditas yang diunggulkan dan konektivitas hulu - hilir Kawasan Strategis Nasional. Fokus sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan Kawasan Strategis Nasional pada tahun 2016 adalah (a) beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus Morotai, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Sabang, Bintan, dan Karimun sesuai dengan potensi dan produk unggulan kawasan dan (b) terfasilitasinya penguatan kelembagaan pengelola dan persiapan pembangunan infrastruktur di 6 lokasi KEK yang telah ditetapkan, 14 Kawasan Industri (KI), dan 13 pusat - pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya. Dalam rangka mendukung dan memfasilitasi koordinasi strategis Kawasan Strategis Nasional (KSN) bidang ekonomi, diperlukan adanya Tenaga Ahli Bidang Perencanaan Dan Pengembangan Daya Saing Kawasan yang sesuai dengan tugas Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, yaitu koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana pengembangan kawasan khusus dan perbatasan. I.2.
TUJUAN DAN SASARAN Secara umum pembentukan Tim Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional bertujuan untuk menyusun kebijakan secara holistik dalam meningkatkan koordinasi perencanaan dan kesesuaian pelaksanaan program/kegiatan pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi, sehingga dapat menjadi penggerak utama dalam pengembangan dan pembangunan daerah. Strategi yang digunakan dalam membidik pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Meningkatkan koordinasi perencanaan dan kerjasama antar K/L dan daerah untuk percepatan pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; 2. Menghidupkan dan mengaktifkan kembali peran koordinasi lintas K/L dalam rangka memberikan masukan bagi perbaikan pembangunan dan pengelolaan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi. Sasaran dari kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional antara lain: 1. Terwujudnya koordinasi dan sinergi lintas stakeholders yang efektif dan efisien dalam percepatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan kawasan perbatasan negara; 2. Terwujudnya dokumen perencanaan yang komperhensif guna mendukung percepatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan kawasan perbatasan negara. 3. Tercapaianya implementasi kebijakan yang mendukung percepatan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
2
pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan kawasan perbatasan negara. I.3.
RUANG LINGKUP Adapun lingkup kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional dalam mendukung pengembangan kawasan maka secara substansi dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program serta pemantauan dan evaluasi program. Dalam rangka mendapatkan masukan terhadap penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan pertahanan keamanan, akan dilakukan kunjungan kerja oleh Kepala Sub Direktorat (Golongan IV) disertai staf terkait (Golongan III) pada beberapa lokasi antara lain: 1. Provinsi Aceh, dengan lokasi spesifik: Kota Sabang. Hal ini dalam rangka melakukan koordinasi pelaksanaan KPBPB Sabang. Instansi yang akan dituju adalah Bappeda Kota Sabang, Dewan Kawasan KPBPB Sabang, dan SKPD yang terkait dengan pengembangan Kawasam Strategis Nasional; 2. Provinsi Maluku Utara, dengan lokasi spesifik Kabupaten Morotai. Hal ini dalam rangka melakukan koordinasi pelakasanaan KEK Morotai dan peninjauan potensi Kawasan Industri Buli. Instansi yang akan dituju adalah Bappeda Provinsi Maluku Utara, Bappeda Kabupaten Morotai, Bappeda Halmahera Utara, Pengelola KEK Morotai, serta SKPD yang terkait dengan pengembangan Kawasan Strategis Nasional; 3. Provinsi Maluku, dengan lokasi Kabupaten Maluku Barat Daya. Hal ini dalam rangka melakukan koordinasi pelaksanaan Lokpri Perbatasan Kabupaten Maluku Barat Daya. Instansi yang akan dituju Bappeda Provinsi Maluku, Bappeda Kabupaten Maluku Barat Daya, BNPP, serta SKPD yang terkait dengan pengembangan kawasan perbatasan negara; 4. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Sumatera Selatan dalam rangka melakukan koordinasi pelakasanaan pembangunan kawasan strategis nasional bidang ekonomi dan perbatasan negara. Instansi yang akan dituju adalah Bappeda Provinsi dan Kabupaten, Badan Pengelola Perbatasan Daerah, Pengelola Kawasan dan SKPD terkait; 5. Provinsi lainnya yang terkait dengan pengembangan kawasan strategis nasional bidang ekonomi dan kawasan perbatasan negara.
I.4. METODE PELAKSANAAN Untuk mencapai tujuan kegiatan dan keluaran yang diharapkan, maka metode pelaksanaan yang dipergunakan adalah: 1. Melakukan Koordinasi dengan Stakeholder terkait Koordinasi dengan berbagai stakeholders untuk sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan program pengembangan kawasan strategis nasional. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan inisiasi mengundang stakeholder (proaktif) maupun secara aktif terlibat dalam mekanisme koordinasi yang telah diagendakan oleh unit pelaksana kegiatan lain terkait program pembangunan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
3
2.
3.
4.
kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi. Melakukan Pemantauan Program/Kegiatan (Supervisi) Pemantauan pelaksanaan program/kegiatan difokuskan pada kesesuaian implementasi program/kegiatan dalam pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi di daerah. Melakukan Evaluasi Program/Kegiatan Memberikan rekomendasi atau intervensi terhadap kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi program/kegiatan pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi. Menyusun Laporan Penyusunan laporan akhir berdasarkan hasil koordinasi selama pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional.
I.5. KELUARAN Sistem pelaporan yang akan disusun oleh Tim Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional, adalah sebagai berikut: 1. Terlaksananya rapat-rapat koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta lokakarya dan konsinyering dalam rangka koordinasi pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi yang efektif dan efisien; 2. Terlaksananya penyusunan serta pemutakhiran data dan informasi perencanaan dalam pelaksanaan program pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; 3. Tersusunnya laporan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program, pemantauan dan evaluasi program pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; 4. Tersusunnya laporan akhir koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi. Manfaat yang didapat pada Kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional adalah: 1. Terlaksananya koordinasi perencanaan program dalam mendukung percepatan pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; 2. Meningkatnya koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi dalam mendukung implementasi RPJMN 2015 – 2019 dan RKP 2016; 3. Meningkatnya sarana dan prasarana pelayanan dasar, transportasi dan infrastruktur jalan dalam pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; 4. Meningkatnya investasi dari dalam maupun luar negeri dalam mendukung
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
4
5.
6.
pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; Terfasilitasinya penyusunan Rencana Induk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus sebagai acuan dalam pengembangan kawasan strategis nasional bidang ekonomi; Terfasilitasinya penyusunan Rencana Aksi lokpri sebagai acuan perencanaan dan penganggaran untuk percepatan pembangunan KPN;
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
5
BAB II ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN KAWASAN PERBATASAN Pembangunan kawasan strategis dan pengelolaan kawasan perbatasan tidak lepas dari sistem penataan ruang nasional yang tercantum di dalam PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). RTRWN disusun berdasarkan dinamika pembangunan yang berkembangan antara lain tantangan globalisasi, otonomi daerah, pemerataan wilayah kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia, dampak pemanasan global, kerawanan bencana, pengembangan potensi kelautan dan pesisir, pemanfaatan ruang kota pantai, penanganan kawasan perbatasan negara, dan peran teknologi dalam memanfaatkan ruang dalam jangka waktu 20 tahun. Sehingga didalam RTRWN tersebut terbagi atas 5 (lima) kepentingan yaitu: a) pertahanan dan keamanan, b) pertumbuhan ekonomi, c) sosial dan budaya, d) pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan e) fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Pengelolaan kawasan perbatasan termasuk didalam kepentingan pertahanan dan keamanan sedangankan pengembangan kawasan strategis termasuk didalam kepentingan pertumbuhan ekonomi. Pada siklus perencanaan nasional, RTRWN digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yang kemudian dijabarkan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya. Pada periode ke tiga RPJMN (2015 – 2019), pembangunan kawasan strategis dan pembangunan kawasan perbatasan telah disesuaikan dengan program Nawa Cita Jokowi – JK, yaitu nawa cita meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Intemasional dan nawa cita membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan. Membangun kawasan strategis dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan di wilayah timur Indonesia dan pembangunan kawasan perbatasan dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan di wilayah perbatasan negara. Paradigma pembangunan perbatasan sudah berubah menjadi membangun perbatasan sebagai halaman depan Indonesia bukan lagi sebagai halaman belakang. II.1. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Pembangunan kawasan strategis pada RPJMN 2015 -2019 diarahkan pada percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, terutama di luar Pulau Jawa (Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah akan mengembangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan industri manufaktur, industri pangan, industri maritim, dan pariwisata. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa dapat dicapai melalui beberapa strategi yaitu: (1) strategi pengembangan potensi ekonomi wilayah, pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa dibuat dengan LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
6
memperhatikan potensi keunggulan daerah dan pengembangan kawasan industri melalui hilirisasi; (2) percepatan pembangunan konektivitas, bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui inter-moda supply chained system, memperluas jaringan pertumbuhan ekonomi di hinterland, dan kemudahan akses pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan; (3) peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK, dilakukan melalui penyediaan SDM yang memiliki kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kawasan dengan membangun beberapa SMK/Politeknik/Akademi komunitas dan peningkatan BLK; (4) regulasi dan kebijakan, untuk memberikan kemudahan-kemudahan dalam berinvestasi melalui penyederhanaan perzinan, tumpang tindih peraturan perundangan, dan merevisi peraturan yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa; (5) peningkatan iklim investasi dan iklim usaha, untuk mempermudah dalam peningkatan investasi di pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa maka dilakukan penyederhanaan prosedur investasi dan berusaha di kawasan, penyempurnaan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kawasan pusatpusat pertumbuhan, memberikan insentif fiskal dan non fiskal khusus untuk kawasan strategis dengan kriteria tertentu. Pada perencanaan 2017 dilakukan pendekatan secara holistik, yaitu perencanaan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa dikerjakan secara menyeluruh dan saling terkait sehingga dapat menghasilkan output yang utuh. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa termasuk di dalam Prioritas Nasional: Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sasaran yang akan dicapai pada tahun 2017 adalah pemerataan pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus dengan membangun 14 kawasan industri dan 8 kawasan ekonomi khusus. Arah kebijakan untuk pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa adalah pengembangan potensi ekonomi wilayah, percepatan pembangunan konektivitas/infrastruktur, pengembangan SDM dan IPTEK, pengembangan regulasi dan kebijakan, dan perbaikan iklim investasi dan iklim usaha. Kemudian dibutuhkan kesadaraan bersama dalam rangka revolusi mental terkait investasi, yaitu peningkatan kemudahan dan percepatan pelayanan perijinan investasi. Prioritas Nasional Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berfokus pada dua belas program prioritas. Program prioritas yang paling utama adalah program pengembangan kawasan industri/KEK. Program ini bertujuan sebagai pemerataan pembangunan di kawasan timur Indonesia. Pada program ini terdapat 14 KI dan 5 KEK, 3 diantaranya merupakan gabungan dari KI dan KEK, yaitu KI/KEK Palu, KI/KEK Bitung, dan KI/KEK Sei Mangkei. Di dalam program prioritas pengembangan kawasan industri/KEK terdapat enam kegiatan prioritas pendukung, yaitu (1) penyediaan lahan kawasan industry, (2) konektivitas/aksesibilitas, (3) ketersediaan infrastruktutr dasar, (4) penyediaan tenaga teramoil, (5) iklim investasi, dan (6) insentif fiskal dan non fiskal.
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
7
Gambar 1. Program Prioritas Pengembangan Industri dan KEK
II.2. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN Pengelolaan perbatasan negara selama 5 (lima) tahun ke depan (Tahun 20152019) diarahkan pada upaya mewujudkan perbatasan negara sebagai beranda dan halaman depan negara. Sejalan dengan visi, misi, dan program/agenda strategis (Nawa Cita) Presiden RI 2014-2019, khususnya Nawa Cita 3, maka pengelolaan perbatasan negara akan diselenggarakan dalam kerangka “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”, dengan strategi dasar “meletakkan dasar-dasar kebijakan desentralisasi asimetris, yaitu dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan keberpihakan (affirmative policy) kepada daerah-daerah yang saat ini masih terisolir, tertinggal, dan terbelakang, terutama pada kawasan perbatasan negara dan pulau-pulau kecil terluar”. Berdasarkan arahan RPJMN 2015-2019, kebijakan pengembangan kawasan perbatasan negara difokuskan pada pengembangan 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dan 187 Kecamatan sebagai Lokasi Prioritas (Lokpri) yang tersebar di 41 Kabupaten/Kota pada 13 Provinsi, dengan misi utama: 1. Terselesaikannya penetapan dan penegasan batas wilayah negara, serta meningkatnya upaya pertahanan, keamanan dan penegakan hukum di kawasan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
8
perbatasan, demi semakin tegaknya keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. 2. Terbangunnya sistem pengelolaan aktivitas lintas batas negara yang terpadu dalam rangka mewujudkan sistem pelayanan lintas batas yang aman, nyaman, dan ramah investasi. 3. Meningkatnya upaya-upaya pembangunan kawasan perbatasan negara melalui pemanfaatan potensi kawasan perbatasan dan penyediaan infrastruktur kawasan perbatasan dalam rangka mengatasi keterisolasian wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. 4. Meningkatnya kapasitas dan kualitas tata kelola perbatasan negara melalui penataan dan penguatan kelembagaan dalam rangka mewujudkan sistem tata kelola perbatasan yang moderen, efektif, dan efisien, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dinamika regional dan global. Sesuai dengan arahan RPJMN 2015-2019, sasaran-sasaran strategis pengelolaan perbatasan negara adalah: 1. Berkembangnya 10 PKSN sebagai pos pemeriksaan lintas batas negara, sebagai simpul transportasi internasional, sebagai pintu gerbang perdagangan internasional, dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan; 2. Meningkatnya efektifitas diplomasi maritim dan pertahanan, dan penyelesaian batas wilayah negara dengan 10 negara tetangga di kawasan perbatasan darat dan laut, serta meredam rivalitas maritim dan sengketa teritorial; 3. Menghilangkan aktivitas illegal fishing, illegal logging, human trafficking, dan kegiatan ilegal lainnya, termasuk mengamankan sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE); 4. Meningkatnya keamanan dan kesejahteran masyarakat perbatasan, termasuk di 92 pulau-pulau kecil terluar; dan 5. Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara tetangga, yang ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor dan menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan. Kebijakan di dalama RPJMN 2015-2019 diterjemahkan ke dalam perencanaan tahun 2017 sebagai Prioritas Nasional Daerah Perbatasan dengan arah kebijakan, yaitu (1) pembangunan infrastruktur kawasan perbatasan, (2) peningkatan keamanan wiayah perbatasan sebagai halaman depan negara, dan (3) peningkatan kesejahteraaan masyarakat wilayah perbatasan melalui penyediaan kebutuhan fasilitas sosisal dan ekonomi. Ketiga arah kebijakan tersebut tetap memberikan fokus pada batas negara, lintas batas, pengembangan kawasan dan pengembangan kelembagaan. Prioritas Nasional Daerah Perbatasan dijabarkan melalui lima program prioritas, yang paling utama adalah pembangunan PLBN terpadu. Hal ini sesuai dengan amanat Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 PLBN Terpadu. Inpres tersebut menargetkan pembangunan 7 PLBN harus selesai pada tahun 2017 dan dapat segera berfungsi untuk melayani aktivitas lintas batas antar negara. Perubahan paradigma pengelolaan kawasan perbatasan bukan lagi sebagai halaman belakang namun menjadi halaman depan negara, menjadikan kawasan perbatasan perhatian untuk seluruh stakeholder.
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
9
Gambar 2. Program Prioritas Pengembangan Daerah Perbatasan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
10
BAB III HASIL KOORDINASI III.1. KAWASAN STRATEGIS III.1.1. Kawasan Ekonomi Khusus Pencapaian kegiatan penyelenggaraan KEK pada akhir tahun 2015 adalah diterbitkannya PP 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK. Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang fasilitas fiskal dan non fiskal yang akan diberikan kepada pelaku KEK. Untuk fasilitas fiskal diatur bahwa adanya pengurangan pajak penghasilan (PPh) berdasarkan kriteria jumlah penanaman modal/investasi yang akan ditanamkan sesuai dengan kegiatan utama KEK dan untuk kegiatan lainnya hanya mendapatkan fasilitas fiskal seperti biasa. Untuk fasilitas non fiskal diberikan kemudahan dalam bidang penyediaan ketenagakerjaan untuk orang asing, kemudahan pemberian visa kunjungan (keimigrasian), kemudahan dalam membeli properti bagi orang asing (pertanahan), dan kemudahan perizinan di daerah. Dengan dikeluarkannya PP 96 Tahun 2015 ini maka Sekretariat Dewan Nasional KEK pada awal tahun 2016 melaksanakan koordinasi pembahasan kegiatan utama KEK yang akan menjadi bagian dari pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Hasil dari penyempurnaan kegiatan utama KEK sebagaimana Tabel 1. Tabel 1. Kegiatan utama 8 KEK yang sudah ditetapkan hingga Tahun 2015 No
KEK
Kegiatan Utama
1
Sei Mangkei
- Industri Pengolahan Kelapa - Logistik; Sawit; - Pariwisata; - Industri Pengolahan Karet;
2
Tanjung Lesung
Pariwisata
3
Palu
- Industri Pengolahan Nikel dan - Industri Pengolahan Rotan; Bijih Besi; - Logistik; - Industri Pengolahan Kakao; - Pengolahan Ekspor; - Industri Rumput Laut;
4
Bitung
- Industri Pengolahan Kelapa; - Industri Pengolahan Perikanan;
- Industri Farmasi; - Logistik;
5
Morotai
- Industri Perikanan; - Pariwisata;
- Logistik;
6
Tanjung Api-api
- Logistik; - Industri Petrokimia ; - Industri Pengolahan Karet; - Energi; - Industri Pengolahan Kelapa Sawit;
7
Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK)
- Industri Pengolahan Kelapa - Logistik; Sawit; - Industri Pengolahan Kayu;
8
Mandalika
Pariwisata
Pada semester I tahun 2016 terbentuk 2 KEK baru yaitu KEK Tanjung Kelayang dan KEK Sorong. KEK Tanjung Kelayang dibentuk melalui PP 6 Tahun 2016 tentang KEK LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
11
Tanjung Kelayang dengan kegiatan utama adalah pariwisata. KEK Sorong dibentuk melalui PP 31 Tahun 2016 tentang KEK Sorong dengan kegiatan utama adalah industri, logistik, dan pengolahan ekspor. Sehingga total KEK yang sudah terbentuk berjumlah 10 KEK. KEK Tanjung Kelayang ditetapkan pada tanggal 18 Maret 2016 yang berlokasi di Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung dengan luas 324,4 ha. KEK Tanjung Kelayang mempunyai kegiatan utama sebagai kawasan pariwisata dengan pengusul PT Belitung Pantai Intan. Pengembangan kawasan Tanjung Kelayang memiliki potensi investasi sebesar Rp 20 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 23.645 orang.
Gambar 3. Masterplan dan Lokasi KEK Tanjung Kelayang KEK Sorong ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2016 dengan lokasi berada di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat dengan luas 523,7 Ha. KEK Sorong mempunyai kegiatan utama industri galangan kapal, logistik, industri pengolahan hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pertambangan. Pembangunan KEK Sorong diproyeksi dapat menghasilkan nilai investasi sebesar Rp 3,1 triliun hingga tahun 2020 dan mampu menyerap tenaga kerja 15.024 orang.
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
12
Gambar 4. Masterplan dan Lokasi KEK Sorong Dari hasil evalusi dengan Sekretaris Dewan Nasional KEK, terdapat tiga kendala dalam pengembangan KEK. Pertama, terkait lahan yang merupakan kebutuhan pokok untuk membangun sebuah kawasan. Banyak lahan yang berada di lingkup KEK masih belum dibebaskan karena terkendala oleh pembiayaan, status lahan, dan masalah tanah adat. Pembebasan lahan hanya bisa dibebaskan melalui dana pemerintah, belum ada aturan yang jelas terkait pembebasan lahan yang melibatkan swasta atau investor. Hal ini menjadi kendala ketika status kepemilikan lahan akan diberikan kepada swasta atau investor. Kedua, terkait dengan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan ketenagakerjaan. Kebutuhan akan tenaga kerja dan SDM profesional di KEK merupakan suatu keharusan. Kapasitas SDM profesional dibutuhkan di dalam kelembagaan KEK di daerah, yaitu administrator dan Badan Usaha Pengelola. Administrator KEK bertugas memberikan berbagai izin yang diperlukan oleh para investor di dalam KEK. Dengan di keluarkannya PP No.96 Tahun 2015 tentang fasilitas dan kemudahan di KEK maka tugas administrator tidak hanya menjadi PTSP biasa, namun lebih kompleks, yaitu selain urusan perpajakan juga memberikan izin dalam bidang pertanahan dan keimigrasian. Ironinya saat ini kapasitas administrator KEK belum diberikan pelatihan dan kewenangan penuh terhadap pendelegasian kewenangan tersebut. Badan lain yang menentukan keberhasilan KEK dalam menarik investasi adalah Badan Usaha Pengelola (BUP). BUP bertugas untuk menyelenggarakan usaha di KEK. Saat ini KEK yang sudah memiliki BUP adalah KEK Sei Mangkei, KEK Mandalika, KEK Tanjung Lesung, KEK Morotai, KEK MBTK, dan KEK Palu. Keberadaan BUP ini dapat membantu dalam pemasaran, menjamin tersedianya listrik, air, telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan para penyewa, dan menyediakan layanan jasa lainnya. Oleh karena itu, BUP seharunya dibentuk bersamaan dengan ditetapkannya KEK. Sehingga segala bentuk penyelenggaraan usaha KEK sudah dapat berjalan terutama terkait dengan pemasaran kawasan. Selain itu, ketersediaan tenaga kerja di daerah sekitar KEK masih belum mencukupi, terutama yang memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Untuk itu, perlu ada peningkatan kapasitas tenaga kerja melalui penyediaan SMK, Balai Latihan Kerja, Politeknik yang disesuaikan dengan kebutuhan kawasan. Ketiga, terkait dengan komitmen dan peran masing-masing stakeholder. Pembangunan KEK merupakan tanggung jawab bersama LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
13
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pengelola Kawasan. Pemerintah Pusat memiliki tugas sebagai pembantu dalam membangun infrastruktur di luar kawasan KEK. Sasaran pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat tidak hanya dimanfaatkan oleh KEK namun juga harus bermanfaat untuk masyarakat sekitar KEK. Peran Pemerintah Daerah adalah ikut andil dalam membangun kebutuhan infrastruktur di luar KEK yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan Pengelola Kawasan memiliki tanggung jawab untuk dapat membangun infrastruktur di dalam kawasan serta memastikan keberadaan anchor industri yang akan berinvestasi di dalam kawasan. Kebutuhan infrastruktur di luar kawasan KEK menjadi perhatian penting, karena melibatkan berbagai institusi pemerintah sehingga diperlukan koordinasi antar lembaga yang kuat dan perencanaan yang matang dalam menentukan infrastruktur apa yang akan dibangun.
Gambar 5. Hasil Evaluasi KEK III.1.2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Pencapaian kegiatan koordinasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) pada tahun 2016 lebih ditekankan pada proses perencanaan pembangunan KPBPB bersama dengan Badan Pengusahaan Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. FGD DAN KUNJUNGAN KE BAPPEDA PROVINSI ACEH DAN KOTA SABANG
Untuk KPBPB Sabang, telah dilakukan kegiatan FGD dan kunjungan dilaksanakan di kantor Bappeda Provinsi Aceh dan Kota Sabang dalam jangka waktu LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
14
tanggal 18-20 Mei 2016. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengkonfirmasi program dan kegiatan SKPD Provinsi Aceh serta Kementerian/Lembaga di Kota Sabang. Kebijakan dalam RPJMN 2015-2019 dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional menempatkan Kota Sabang sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) serta sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kawasan Perbatasan Laut untuk mendukung kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Kelembagaan yang terkait dalam pengembangan PKSN Sabang ada tiga, yaitu Bappeda Kota Sabang yang merupakan SKPD Kota Sabang, Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS) yang mengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, serta Bappeda Provinsi Aceh yang berfungsi sebagai penengah kepentingan antara Bappeda Kota Sabang dan BPKS, serta sebagai bagian dari SKPD Provinsi adalah mewakili kepentingan Pemerintah Pusat di PKSN Sabang. Berdasarkan hasil Musrenbang 2017 dalam penyusunan RKP 2017, usulan program yang sudah disetujui antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh adalah pengembangan industri kakao dengan lokpri Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan bantuan keramba jaring apung (KJA) dengan lokpri Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang. Persoalan terkait industri kakao adalah belum didukung dengan adanya prasarana berupa dermaga yang sedianya dibangun oleh BPKS di Pulo Aceh untuk mengangkut komoditas kakao di Lokpri tersebut. Dermaga yang ada adalah di Lampulo, Banda Aceh untuk mengangkut komoditas, sudah pada tahap pembentukan UPTD. Komoditas yang ketersediaan lahannya mencapai keekonomisan skala di Sabang adalah cengkeh dan kelapa dalam, sementara lahan kebun kakao belum mencapai keekonomisan skala karena pabriknya baru selesai dibangun tahun 2014. Persoalan infrastruktur lain adalah ketersediaan air bersih, air bersih sudah disediakan oleh PDAM, dengan sumber airnya berasal dari Danau Aneuk Laut Tawar, tetapi air bersih dari instalasi PDAM hanya mengalir 2 hari sekali sehingga beberapa rumah tangga menggunakan di pinggir laut menggunakan air payau untuk kebutuhan sehari-hari. Bappeda Aceh sedang berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan infrastruktur ketersediaan air bersih di Kota Sabang. BPKS sebagai pengelola Pelabuhan Sabang lebih memfokuskan pada kegiatan pariwisata untuk mengembangkan perekonomian Kota Sabang sebagai KSN. Kegiatan yang sudah dilakukan antara lain Sabang Marine Festival yang berlangsung sejak tahun 2015, dan dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman RI, Dr. Indrojono Soesilo didampingi Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman, Ir. Ridwan Djamaluddin, PhD. Pada saat kunjungan, Pemerintah Provinsi Aceh sedang mempersiapkan Festival Sabang Fair ke-3 dan Teknologi Tepat Guna se-Aceh ke-11 yang dibuka pada hari Jumat 21 Mei 2016. Total wisatawan ke Sabang sejak tahun 2011-2015 telah mencapai 1,7 juta wisatawan, dengan pertumbuhan tahunan rata-rata mencapai 30% dan menghasilkan 2 triliun. Wisatawan mancanegara rata-rata berasal dari Malaysia. Sedemikian besar potensi dari wisata tersebut, maka BPKS menyusun konsep IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Golden Triangle) atau Segitiga Emas Indonesia-Malaysia-Thailand berupa jalur laut untuk kapal pesiar dari Ranong-Sabang-Malahayati-Langkawi-Ranong, dan jalur udara SabangPhuket-Langkawi. BPKS telah menetapkan Sabang masuk pada periode konsolidasi
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
15
investasi tahun 2007-2021 dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Melakukan tinjauan ulang terhadap Rencana Induk 2013 dengan menetapkan sektor pariwisata sebagai prioritas, dengan sektor lain seperti industri, pelabuhan, dan perikanan sebagai pendukung; b. Menyusun sistem pelayanan satu atap (PTSP) untuk memudahkan masuknya investasi; mengkoordinasikan pembangunan di kawasan dengan membentuk Dewan Kawasan Sabang, dengan Gubernur Aceh sebagai Ketua, dan Walikota Sabang sebagai Anggota; c. Penyelenggaraan festival untuk promosi pariwisata di Sabang; d. Pengembangan Pulo Aceh sebagai sentra perkebunan kakao untuk mendukung industri di Kota Sabang; e. Pembangunan fasilitas CT3 untuk menunjang kegiatan Pelabuhan Sabang yang diarahkan menjadi International Hub Port; f. Pembangunan Kawasan Industri Balohan; g. Penangkapan ikan tuna sebagai komoditas perikanan unggulan; h. Pembangunan Pelabuhan Perikanan di Lamgugop, Pulo Aceh, namun perlu didukung pembangunan industri pengolahan ikan yang memerlukan insentif; i. Revitalisasi Pelabuhan Penyeberangan Balohan, Sabang dengan pembebasan lahan 6 hektar dari lahan eksisting seluas 2 hektar, ditargetkan selesai dalam 3 tahun; j. Kantor BPKS sudah ada di Sabang, Banda Aceh dan di Jakarta, serta pembangunan mess di Pulo Aceh;
Gambar 6. Periodesasi Pembangunan KPBPB Sabang
Dalam FGD disampaikan bahwa Sabang sangat siap menjadi bagian dari poros maritim untuk jalur laut dari Selat Malaka ke Laut Andaman dan Samudera Hindia, bahkan dikatakan Pelabuhan Bebas Sabang lebih siap menjadi International Hub Port daripada
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
16
Pelabuhan Kuala Tanjung yang masih belum dibangun. Yang menjadi persoalan adalah Sabang yang sebelumnya masuk dalam 15 Destination Management Organization untuk Sektor Pariwisata Nasional, tidak dimasukkan dalam 10 destinasi pariwisata unggulan yang ditetapkan Pemerintah hari ini. Persoalan kedua adalah, Peraturan Pemerintah No. 83 tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah ke Dewan Kawasan Sabang, masih terdapat dua kewenangan yang belum dilimpahkan kepada Dewan Kawasan Sabang, yaitu pelimpahan kewenangan perizinan kapal yang seharusnya menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk memperkuat wewenang Dewan Kawasan Sabang dalam pembangunan Pelabuhan Perikanan di Pulo Aceh dan pelimpahan kewenangan perizinan pembangunan energi listrik oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Persoalan ketiga adalah Dewan Kawasan Sabang belum memiliki sekretariat, sehingga mempersulit koordinasi implementasi, pengendalian dan pengawasan pengembangan Kawasan Sabang. Dalam satu kasus, koordinasi yang belum efektif antara BPKS dan Pemerintah Kota Sabang adalah terjadinya perbedaan perlakuan antara mobil produk impor bebas yang tidak berplat nomor, dengan mobil yang berplat nomor ketika memasuki Kawasan Pelabuhan Sabang. Koordinasi dengan Pemerintah Pusat seperti Kemendagri, Kemenkeu, Bappenas, BNPP, dan lain-lain juga belum efektif karena pihak Kementerian/Lembaga masih banyak yang belum memahami konsep PKSN. DISEMINASI PENGELOLAAN KEUANGAN PENYERAPAN REALISASI ANGGARAN BPKS
NEGARA
DAN
PERCEPATAN
Alokasi yang sudah diterima BPKS selama 14 tahun sebesar 2,8 T sedangkang kebutuhan untuk pembangunan kawasan sebesar 40 T guna membangun 4 sektor yang ada di Sabang, yaitu pelabuhan, pariwisata, perdagangan, dan perikanan. Pada tahun 2012 telah dilakukan review Masterplan BPKS yang menghasilkan rekomendasi untuk merubah sektor prioritas BPKS. Pengembangan di sektor kepelabuhanan membutuhkan waktu dan dana yang cukup besar sehingga hasil review Masterplan BPKS merubah sektor prioritas menjadi bidang pariwisata karena dapat memberikan hasil yang cepat dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Banyak event yang telah diselenggarakan di Sabang serta menjadi icon wisata bahari di kawasan barat serta pintu masuk kapal Cruise. Target dari BPKS dan Pemko Sabang pada tahun 2017 adalah satu juta pengunjung datang ke Sabang. Perkembangan kapal Cruise yang telah singgah di Sabang selama 4 tahun terakhir mengalami peningkatan pada tahun 2015 terdapat 9 kapal Cruise dan tahun 2016 sudah ada rencana 15 kapal Cruise. Untuk meningkatkan kawasan wisata bahari Sabang maka pada 2017 Pemerintah menjadikan Sabang sebagai tuan rumah sail Sabang yang akan diselenggarakan pada bulan September 2017. Presiden Jokowi telah mencanangkan Program Nawa Cita dimana pembangunan KPBPB Sabang termasuk dalam Nawa Cita membangun Indonesia dari pinggiran. Untuk mewujudkan Nawa Cita tersebut maka BPKS Sabang harus memulai dengan menyelaraskan perencanaan BPKS dengan pembangunan nasional dan kebijakan penganggaran. Kebijakan penganggaran yang diterapkan saat ini adalah money follow programme, dimana kebijakan anggaran belanja dilakukan harus fokus pada prioritas pembangunan bukan lagi setiap kegiatan kementerian/lembaga harus dibiayai. Kebijakan penganggaran ini didukung dengan perencanaan pembangunan dengan pendekatan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
17
holistik, tematik, terintegrasi, dan spasial. Pendekatan pembagunan ini merupakan pelengkap dari money follow programme karena pendekatan secara holistik dihadapkan dengan melihat perencanaan secara detail dari hulu hingga hilir, terintegrasi dengan pembangunan yang dilakuakan oleh para stakeholder, dan mempertimbangkan secara spasial lokasi perencanaan berdekatan dengan pembangunan yang lainnya. Pendekatan ini telah dituangkan dalam Perpres No. 43 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah. Keterkaitan antara kebijakan perencanaan dan kebijakan penganggaran ini akan dituangkan ke dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) sehingga pembiayaan pembangunan nasional dapat terkunci.
Gambar 7. Konsep Pengembangan KPBPB Sabang berdasarkan Prioritas Nasional BPKS harus melihat secara menyeluruh terkait dengan pengembangan Sabang terhadap 4 sektor utamanya. Sebagai contoh untuk sektor pariwisata, maka BPKS harus mampu melihat peluang pengembangan dari hulu hingga hilir. Misalkan hulu di sektor pariwisata adalah peningkatan infrastruktur objek pariwisata dan peningkatan SDM, untuk hilir dengan melakukan berbagai macam event dan promosi. Setelah itu BPKS mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sendiri dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kementerian/Lembaga lainnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kementerian/Lembaga lainnya akan dibahas dalam forum Multilateral Meeting. III.2. KAWASAN PERBATASAN RAPAT PERENCANAAN KEBUTUHAN ANGGARAN INFRASTRUKTUR PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2017 Kegiatan koordinasi pengembangan kawasan perbatasan negara yang dilakukan di
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
18
bulan Februari tahun 2016 adalah perencanaan kebutuhan anggaran pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan negara 2017 yang dilaksanakan di Yogyakarta. Rapat ini membahas terkait identifikasi dan kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan tahun 2017 yang disinkronisasikan dengan daerah. Kepala Biro Perencanaan BNPP menyampaikan bahwa pembangunan kawasan perbatasan negara mengacu pada dokumen Renaksi dan Rinduk pengelolaan perbatasan yang seharusnya dikerjakan secara bersama-sama dengan semua pihak bukan hanya BNPP, hal ini sesuai dengan amanat UU No. 43 Tahun 2008, Perpres No. 12 Tahun 2010 dan Rinduk Pengelolaan Perbatasan. Kawasan perbatasan saat ini dianggap sebagai beranda depan, bukan halaman belakang sehingga perlu kerjasama antar pihak untuk mendukung kebijakan pemerintah sesuai dengan Nawa Cita ke 3 “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangaka Negara Kesatuan”. Namun demikian, masih perlu adanya penyempurnaan terhadap Rinduk Pengelolaan Perbatasan berdasarkan hasil evaluasi sementara masih terdapat banyak program/kegiatan Kementerian/Lembaga dan pemda yang tidak dapat dilaksanakan terkendala oleh biaya (cost) yang tinggi. Maka Rinduk Pengelolaan Perbatasan perlu dikaji ulang baik ditingkat pusat maupun di daerah sehingga keterpaduan pembangunan perbatasan negara dapat dicapai secara bersama. Bappenas menyampaikan bahwa saat ini Bappenas telah berusaha menyelesaikan rancangan awal untuk RKP tahun 2017 khususnya dalam bidang Kawasan Perbatasan yang pada nantinya dapat disepakati BNPP, Kementerian/Lembaga dan Pemda. Pada bulan Maret hingga Juni akan dilaksanakan Musrenbangnas yang mendekati penetapan Pagu Indikatif. Didalam rancangan awal RKP tahun 2017 fokus strategi pengembangan kawasan perbatasan adalah dengan menempatkan PKSN sebagai pusat pertumbuhan dan aktivitas ekonomi perbatasan, dan Lokpri sebagai hinterland dengan keunggulan potensi SDA-nya yang kemudian akan lebih disinkronkan pembangunan kawasan perbatasan dengan pendekatan multisektoral dengan memberi fokus – fokus kegiatan utama yang harus dikerjakan dalam mencapai pembangunan bidang tertentu dalam hal ini Kawasan Perbatasan. Pemerintah Daerah perlu memberikan masukan terkait kebutuhan infrastruktur fisik dan lokasi yang diprioritaskan untuk dibutuhkan. Selain itu, perlu adanya konsolidasi antar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi dalam pengusulan program/kegiatan melalui e-proposal agar tidak terjadi ketidaksinkronan perencanaan pembangunan perbatasan negara. Sementara Kementerian Keuangan di dalam rapat koordinasi tersebut menyampaikan terkait pendanaan yang memungkinkan dapat digunakan dalam pembangunan kawasan perbatasan negara selain dari dana Kementerian/Lembaga, yaitu melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Desentralisasi merupakan wujud pendekatan Pemerintah Pusat ke masyarakat yang dimaksudkan untuk perbaikan pelayanan publik, pertanggungjawaban yang lebih baik, kotribusi masyarakat, dan pembangunan dari bawah. Hubungan keuangan pusat dan daerah harapannya dapat membagi kewenangan antara pusat dan daerah sehingga kegiatan tidak tumpang tindih. Total APBD diseluruh Indonesia sekitar 950 triliun, namun sekitar 750 Triliun APBD berasal dari dana transfer ke Daerah. Hal ini menunjukan adanya dominasi belanja daerah. DAK bukan merupakan residu dengan adanya kenaikan alokasi DAK yang signifikan, hal ini dapat dijadikan sebagai peluang dalam pembangunan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
19
kawasan perbatasan. DAK akan dibagi menjadi 2 bagian yaitu DAK fisik dan DAK non fisik. DAK fisik meliputi (1) DAK Reguler untuk pendidikan, kesehatan, pariwisata, pertanian, kelautan perikanan, perumahan dan permukiman, serta UMKM; (2) DAK Penugasan untuk pendidikan SMK, air minum, sanitasi, jalan, irigasi, pasar, dan energi; (3) DAK Afirmasi untuk perumahan permukiman, transpotasi dan kesehatan. DAK non fisik meliputi dana BOS, dana BOP PAUD, dana TP Guru PNSD, DTP Guru PNSD, dana BOK dan BOKB, dana P2D2, dana PK2UKM dan Naker. Pengusulan proposal DAK dapat disampaikan paling lambat pada bulan Juni 2016. Terdapat isu di dalam penggunaan DAK bahwa daerah tidak mampu menyerap dana DAK secara menyeluruh akan diatasi dengan adanya penetapan juknis yang akan menjadi pedoman daerah setelah Perpres ditetapkan. Tabel 2. Hasil Diskusi Perencanaan Kebutuhan Anggaran Infrastruktur Pengelolaan KawasanPerbatasan negara tahun 2017 Instansi Bappeda Maluku
Diskusi
Tanggapan
1. Evaluasi kegiatan kurang berjalan. 2. Dalam paparan – paparan perlu dipaparkan keberhasilan pembangunan kawasan perbatasan negara, tidak hanya masalah. 3. Kegiatan di Provinsi tidak terlalu pas, tidak jelas mekanisme penganggarannya. 4. Usulan – usulan DAK mohon untuk dapat mempertimbangkan kawasan kepulauan juga.
1. DAK akan tetap mengacu pada peraturan yang berlaku dengan juga melihat usulan daerah. 2. Daerah memang perlu memaparkan kondisi – kondisi daerah ke pusat, bukan K/L.
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
20
Kadinas Kesehatan MTB
1. Sisi Manusia belum banyak dibangun di perbatasan, pembangunan lebih fokus ke fisik perbatasan. 2. Pertemuan tidak hanya sebatas forum rapat saja, tetapi juga pendampingan daerah. 3. Keterbatasan perkembangan inovasi di kawasan perbatasan. 4. Akses kesehatan ke kawasan perbatasan sudah semakin membaik (MTB) 5. Sistem pendampingan dan evaluasi dalam pelaksanaan DAK perlu dibangun lebih baik.
Dana BOS akan dipisahkan, tetapi tetap akan dianggarkan.
Kepala Badan BPPD Kep. Aru
1. Implementasi Renaksi kurang optimal. 2. Kalau memang Rinduk dan Renaksi kurang mendapat perhatian K/L, apakah tidak lebih baik ditetapkan dalam Inpres agar dapat lebih mengkontrol K/L. 3. K/L sangat strich dengan kewenangan, hal ini berbanding terbalik dengan kemampuan daerah yang tidak bisa melaksanakan urusan dan kewenangan daerah. 4. Perlu dimunculkan lagi DAK SPKP yang dapat menjadi fiiling the gap dari K/L yang sangat strich dengan kewenangan. 5. Pasal 291 ayat 3 apakah bisa dimasukan dalam formula perhitungan DAU.
1. Terkait dengan Pasal 291 ayat 3, masih dikaji untuk pengembangn formula DAU. 2. Inpres > sebenarnya pembangunan kawasan perbatasan sudah diinstruksikan dalam UU43 dan UU23, mungkin lebih baik mematangkan mekanisme perancanaan yang ada. 3. Dalam DAK Perbtasan masuk ke dalam DAK Transdes. Namun begitu perhitungan DAK Transdes masih salah dimana derah tertinggal dan kawasan perbatasan dihitung menjadi satu sehingga 2,8 T untuk DAK Transdes akan dibagi lagi untuk satuan wilayah daerah tertinggal dan kawasan perbatasan.
DISKUSI SEHARI “PERBATASAN RI – MALAYSIA : PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN“ Indonesia berbatasan dengan 10 negara di darat dan di laut, baik secara langsung LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
21
maupun tidak langsung. Di wilayah teritorial dan ZEE Indonesia berada di wilayah perbatasan dengan 10 (sepuluh) negara, yakni India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Philipina, Republik Palau, Papua Nugini (PNG), Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), dan Australia. Sedangkan di darat, Indonesia berbatasan dengan 3 (tiga) negara, yaitu Malaysia, PNG, dan RDTL, dengan garis perbatasan sepanjang 3.130,26 km, yang terdiri atas garis perbatasan dengan Malaysia sepanjang 2.040,1 km, dengan PNG sepanjang 821,36 km, dan dengan RDTL sepanjang 268,8 km. Dalam pengelolaan perbatasan negara masih terdapat beberapa permasalahan atau isu strategis yang memerlukan penanganan diantaranya: 1. Masih terdapat sejumlah segmen batas wilayah Negara, di darat dan di laut, yang belum disepakati dengan negara tetangga. Di darat, masih terdapat 9 (sembilan) titik perbatasan dengan status sebagai outstanding boundary problems (OBP) dan 1 (satu) titik yang memerlukan pengkajian dengan Malaysia, serta 2 (dua) titik perbatasan yang bersatus sebagai unresolved segments dan 1 (satu) titik perbatasan yang berstatus sebagai unsurveyed segment dengan RDTL. 2. Masih belum memadainya sarana dan prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, baik secara kuantitas maupun secara kualitas, serta belum efektifnya tata kelola pengamanan dan penegakan hukum di kawasan perbatasan, baik di darat maupun di laut dan udara,. 3. Belum tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan lintas batas Negara (PLBN) secara, di darat dan di laut, yang memadai dan memenuhi standar internasional, serta belum efektifnya tata kelola lintas batas negara, khususnya dalam kerangka hubungan kelembagaan antara unsur pendukung sistem manajemen lintas batas negara, seperti unsur pengelola perbatasan negara (BNPP dan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah), unsur kepabeanan (bea dan cukai), unsur keimigrasian, unsur kekarantinaan, dan unsur keamanan, termasuk aspek operasional dan pemeliharaan (aset) sarpras PLBN yang sudah dibangun. 4. Masih tingginya tingkat keterisolasian kawasan perbatasan negara, yang ditandai dengan: (a) minimnya akses transportasi, baik darat, laut, maupun udara, khususnya di kecamatan dan desa; (b) belum terwujudnya konektivitas antarmoda transportasi yang menghubungkan titik-titik wilayah; (c) belum tersedianya sarana dan prasarana komunikasi dan infomatika secara merata; serta (d) belum tersedianya secara penuh sarana dan prasarana kelistrikan, di kawasan perbatasan negara. 5. Belum tersedianya secara memadai sarana dan prasarana pendukung serta sistem tata kelola pelayanan masyarakat di kawasan perbatasan, baik yang terkait dengan bidang perekonomian khususnya dalam rangka pengelolaan potensi kawasan perbatasan negara, maupun yang terkait dengan pelayanan sosial dasar seperti pendidikan dan kesehatan, termasuk pelayanan umum pemerintahan. 6. Belum adanya regulasi ataupun kebijakan yang bersifat afirmatif dan asimetris, baik secara manajerial maupun secara sektoral, yang memungkinkan terselenggaranya pengelolaan dan pembangunan kawasan perbatasan negara secara efektif dan efisien, terutama penanganan ruas jalan non status yang sangat dibutuhkan masyarakat perbatasan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang telah
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
22
7.
ditetapkan, sehingga pembangunan jalan non status di 10 PKSN dan 187 Kecamatan lokasi prioritas menjadi terhambat. Belum efektifnya sistem tata kelola perbatasan negara, khususnya terkait dengan relasi fungsional dan institusional antara satuan-satuan kerja pemerintahan, di Pusat dan di Daerah, dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pengelolaan perbatasan negara.
BIDANG PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA 1. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat a. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat dengan Malaysia: Dalam rangka percepatan penyelesaian permasalahan status segmen batas RIMalaysia di 10 titik bermasalah, Joint Working Group on The Outstanding Boundary Problems (OBP) yang dibentuk Tahun 2011 telah melakukan perundingan sebanyak 8 kali. Pada tahun 2015 telah dilakukan perundingan ke-8, dengan hasil sebagai berikut: 1) Kedua Negara telah menyepakati Standar Operating Procedure (SOP) dan timeline penyelesaian OBP Sektor Timur; 2) Kedua Negara telah menyepakati 1891 Boundary Convention dan 1915 Boundary Aggreement sebagai rujukan dalam penyelesaian demarkasi garis batas kedua negara; 3) Kedua negara sepakat melakukan pertukaran pandangan umum dalam kaitannya dengan OBP Sungai Sinapad, Sungai Simantipal, dan B 2700 – B 3100, dan kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan pembahasan lebih lanjut terhadap penyelesaian seluruh OBP Sektor Timur pada pertemuan JWG OBP mendatang. b. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat dengan RDTL: 1) Kesepakatan untuk melakukan Joint Survey yang melibatkan Tim dua Negara di Segment Unresolved dan Unsurveyed pada tahun 2016. 2) Dalam Perundingan JBC RI-RDTL tahun 2013 kedua negara sepakat untuk menyelesaikan Unresolved Segment Dilumil-Memo dengan cara membagi dua wilayah yang berbentuk delta (endapan sungai) 3) Dalam rangka mempercepat penyelesaian Unresolved segment dan Unsurveyed segment telah dibentuk Special Working Group (SWG) di bawah lembaga perundingan Joint Border Committee (JBC RI-RDTL) dengan tugas mempercepat penyelesaian batas negara berdasarkan pendekatan sosial budaya sesuai amanat Pasal 6 Provisional Agreement 2005; 4) Mempertahankan posisi agar penyelesaian Unresolved Uegments dengan equal portion principle (untuk Noel Besi) dan dengan mempertimbangankan aspek sosial sesuai dengan Provisional Agreement tahun 2005 Pasal 6 b (Manusasi/Bidjael Sunan); 5) Mendorong penyelesaian batas negara dengan membangun kesepahaman bersama terhadap Hukum Internasional yang mengatur batas wilayah negara (Convention, Treaty and Agreement), dan meningkatkan kegiatan pengamanan perbatasan secara terpadu terutama pada Unresolved segment dan Unsurveyed segment; 6) Mengusulkan cara penyelesaian Unresolved Segment dengan membagi wilayah yang tumpang tindih berdasarkan prinsip proporsionalitas, dengan pendekatan sebagai berikut: • Untuk wilayah berpenduduk, garis batas negara akan ditarik dengan membagi LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
23
wilayah yang tumpang tindih, dengan mempertimbangkan keberadaan populasi penduduk, kepemilikan tanah, dan harta benda penduduk; • Untuk wilayah tidak berpenduduk, garis batas negara akan ditarik dengan membagi wilayah yang tumpang tindih dengan membagi sama luas; • Pendekatan tanpa prasangka untuk batas darat akhir dan keputusan dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi dari kedua negara. 7) Perundingan Spesial Working Group ke-3 (SWG ke-3) RI-RDTL di Dili Tahun 2015, disepakati pelaksanaan Joint Survey RI-RDTL terhadap Unresolved segment Noel besi-Citrana dan Bijael Sunan-Oben, dengan melibatkan tokoh masyarakat dari kedua negara, selaras dengan kesepakatan yang tertuang dalam Pasal 6 Provisional Agreement 2005; 8) Pihak RDTL telah mengirimkan Draft Terms Of Reference (TOR) Joint Field Survey pada Unresolved segment Noelbesi-Citrana dan Bijael Sunan-Oben dan menunggu tanggapan dari Pihak Indonesia; c. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat dengan PNG: Berbeda dengan perbatasan RI-Malaysia dan perbatasan RI-RDTL, di perbatasan RI-PNG pada prinsipnya tidak terdapat masalah yang berkaitan dengan garis batas. Permasalahan yang menonjol di perbatasan RI-RDTL lebih banyak menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, khususnya dalam kaitan dengan Sungai Fly sepanjang 162,64 Km yang berada di batas kedua negara. Perundingan Joint Border Committee (JBC) ke-32 tahun 2015 telah menghasilkan kesepatan sebagai berikut: 1) Terkait ratifikasi Basic Agreement 2013 On Border Arrangements Between Indonesia and PNG: Mengingat Indonesia telah memasuki tahapan akhir proses ratifikasi dari The Basic Agreement on Border Arrangement 2013, maka PNG didorong dapat segera menyelesaikan proses ratifikasi, sehingga kedua negara dapat melakukan pertukaran instrumen ratifikasi pada pertemuan ke-33 JBC RI-PNG atau pada Tri-semester pertama tahun 2016. 2) Draft Perubahan Special Arrangement: Kedua Negara sepakat untuk segera menyelesaikan Draft Perubahan Special Arrangement yang merupakan turunan dari Basic Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and Government of Papua New Guinea on Border Arrangement dan dapat dibahas bersama pada pertemuan ke-33 JBC RI-PNG. 3) Peresmian Bersama Pos Lintas Batas Skow-Wutung dan The Border Plaque Monument: Pelaksanaan peresmian bersama Pos Lintas Batas kedua negara di Skow-Wutung akan dilakukan oleh kementerian terkait kedua negara dan akan diberitahukan melalui saluran diplomatik. Posisi persiapan adalah sebagai berikut: Pemerintah Indonesia masih melakukan renovasi terhadap Pos Lintas Batas di Skouw, sedangkan PNG sudah menyelesaikan pembangunan Pos Lintas Batas di Wutung. 2. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat a. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat dengan Malaysia: Terkait dengan upaya pengamanan batas negara wilayah darat dengan Malaysia di Kalimantan, telah diperoleh sejumlah capaian pada tahun 2015 yang dilaksanakan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
24
oleh K/L terkait sebagai berikut: 1) Pembangunan sarana dan prasarana serta pendukung operasional pengamanan perbatasan berupa: Pembangunan Pos Pamtas di perbatasan RI-Malaysia di Pulau Kalimantan sampai tahun 2015 mencapai 23 pos pamtas; Renovasi Pos Pamtas di perbatasan RI-Malaysia di Pulau Kalimantan sampai tahun 2015 mencapai 22 pos pamtas; serta Pengadaan peralatan berupa Alsatri, PTTA Fix Wing, PTTA Fix Wing K/L, Alberzi, Alat Transportasi, dan alat komunikasi hingga tahun 2015 sudah terlaksana optimal. 2) Pembangunan jalur inspeksi patroli perbatasan dan jalan administrasi di perbatasan RI-Malaysia berupa: Pembangunan jalur inspeksi patroli perbatasan (JIPP) hingga tahun 2015 sudah mencapai 97,04 Km; Pembangunan jalan administrasi (JA) hingga tahun 2015 sudah mencapai 24,4 Km; dan Pembangunan Jalan Perintis JIPP dan JA hingga tahun 2015 sudah mencapai 188,4 Km. 3) Pemeliharaan pilar/tugu batas negara RI-Malaysia berupa: Peningkatan investigation, refixation, and maintenance (IRM) pilar/tugu perbatasan Negara sebagai berikut: - IRM Area Prioritas VII (H-I) H300-H500 (Sektor Barat: Kalimantan Barat dan Serawak) dengan jarak 15 km dan jumlah tugu yang diinvestigasi mencapai 308 buah; - Rencana Program Survei IRM pada tahun 2016 Sektor Kalimantan Utara - Sabah A 700 - A 800 Area Prioritas I (A-B) meliputi jarak 8.5 km; - Rencana Program Survei IRM pada tahun 2016 Sektor Kalimantan Barat – Sarawak H 100 – H 300 Area Prioritas VII (H-I) meliputi jarak 14 km; dan - Rencana survei bersama CBDRF dengan menggunakan Global Navigation Satelite System (GNSS) pada tahun 2016. Pelaksanaan pemetaan bersama melalui Joint Border Mapping (JBM) RIMalaysia, dengan hasil sebagai berkut: - Nomor Lembar Peta 2 s.d. 13, 41 s.d 43 telah dipublikasi; - Nomor Lembar Peta 14 s.d 16, 36 s.d 37 telah ditandatangani oleh Kedua Negara, statusnya kini adalah Pertukaran Print Out Peta; - Nomor Lembar Peta 17 s.d 21 dengan status Final Hardcopy Proof (FHP); - Nomor Lembar Peta 22 s.d 26 dengan status Field Verification Plot (FVP); - Nomor Lembar Peta 27 s.d 31 dengan status Data Exchange (Pertukaran Data); serta - Nomor Lembar Peta 38 s.d 40 serta nomor 44 s.d 45 dengan status suspended (karena OBP).
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
25
b. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat dengan RDTL: Terkait dengan upaya pengamanan batas negara wilayah darat dengan RDTKL di Provinsi NTT, telah diperoleh capaian pada tahun 2015 yang dilaksanakan oleh K/L terkait sebagai berikut: 1) Pembangunan Pilar Batas RI-RDTL sebanyak 80 buah; 2) Telah dilakukan survei bersama relokasi Pos Pamtas TNI dan POLRI di Wini, Motaain, dan Motamasin; 3) Pembangunan tanggul/tembok penahan batas wilayah negara hingga tahun 2015 sudah mencapai 2 tanggul penahan, yakni 1 tanggul penahan batas negara di Sungai Malibaka, Kabupaten Belu, dan 1 tanggul penahan batas negara di Sungai Motamasin, Kabupaten Malaka; 4) Telah terpasang 703 pilar batas Negara di Sektor Barat dan sedang dikerjakan pemasangan 120 pilar; 5) Telah dilakukan survei demarkasi batas Negara pada 623 pilar batas dari target 1004 pilar tanda batas; 6) Telah terpasang 530 Border Sign Post (BSP); serta 7) Telah diperoleh 23 Nomor Lembar Peta dengan skala 1:25.000 dalam kerangka Joint Border Mapping (JBM) RI-RDTL. c. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat dengan PNG: Dalam rangka pengamanan batas negara wilayah darat dengan PNG di Provinsi Papua, dengan fokus pada pembangunan sarana dan prasarana serta dukungan operasional pengamanan, telah diperoleh sejumlah capaian pada tahun 2015 yang dilaksanakan oleh K/L terkait sebagai berikut: 1) Pembangunan Pos Pamtas di perbatasan RI-PNG di Pulau Papua sampai tahun 2015 mencapai 6 pos pamtas; 2) Renovasi Pos Pamtas di perbatasan RI-PNG di Pulau Papua sampai tahun 2015 mencapai 9 pos pamtas; serta 3) Pengadaan peralatan (Alsatri, PTTA Fix Wing, PTTA Fix Wing K/L, Alberzi, Alat Transportasi, alat komunikasi) hingga tahun 2015 sudah mencapai 14 Paket Pengadaan. 3. Perundingan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara Terdapat dua capaian signifikan dalam rangka perundingan batas negara wilayah laut dan udara sebagai berikut: 1) Melalui dua kali pertemuan konsultasi : yakni pertama di Dili pada 18 September 2015, dan kedua di Surabaya pada 29-30 Oktober 2015, telah disepakati bahwa pada tahun 2016 akan dilakukan perundingan pada tingkat teknis untuk membahas 4 (empat) segmen batas maritim RI-RDTL, yakni batas maritim di Selat Wetar, Selat Ombai Bagian Timur, Selat Ombai Bagian Barat, dan Laut Timor. 2) Pertemuan Konsultasi Ketiga akan dilaksanakan di Dili pada tahun 2016, guna mendiskusikan koordinat titik-titik dasar (basepoints) dan garis pangkal (baselines) yang akan menjadi acuan diskusi teknis penarikan garis batas maritim kedua negara dan akan diidentifikasi segmen batas maritim yang perlu diprioritaskan
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
26
penyelesaiannya dalam Pertemuan Tim Teknis Pertama; 3) Telah dilakukan pemantapan koordinasi lintas K/L dalam rangka pengaturan ulang jalur penerbangan Indonesia-Singapura-Malaysia di atas Kepulauan Natuna, dan telah mulai dirumuskan rancangan Instruksi Presiden tentang Percepatan ReAlignment Flight Information Region di Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
BIDANG PENGELOLAAN LINTAS BATAS NEGARA Pembangunan Kawasan PLBN Terpadu pada tahun 2015 hingga 2016 difokuskan pada pembangunan gedung utama PLBN di zona inti kawasan PLBN terpadu disertai dengan sarana prasarana yang menunjang kegiatan Custom, Immigration, Quarantine, and Service (CIQS). Pembangunan gedung inti tersebut melibatkan banyak pihak mulai dari pembebasan lahan hingga pembangunan gedung inti. Kementerian PUPR sangat berperan dalam pembangunan fisik 7 gedung inti PLBN yang ditargetkan selesai pada tahun 2016 dan dapat segera fungsional secara terpadu di tahun 2017 sesuai dengan Inpres 6 tahun 2015. Progres pembangunan PLBN dapat dilihat pada Tabel 3. berikut: Tabel 3. Progres Pembangunan PLBN Terpadu PLBN PLBN Terpadu Aruk PLBN Terpadu Entikong PLBN Terpadu Nanga Badau PLBN Terpadu Motaain PLBN Terpadu Motamasin PLBN Terpadu Wini PLBN Terpadu Skouw
LOKASI (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi) Sajingan Besar, Sambas, Kalimantan Barat Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat Badau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
PROGRES 95,45 %
Tasifeto Timur, Belu, Nusa Tenggara Timur Kobalima Timur, Malaka, Nusa Tenggara Timur Insana Utara, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
92,44 %
89,02 % 88,55 % 100 %
92,71 % 96,56 %
Sumber: Weekly Report Pembangunan PLBN 2016, Kementerian PUPR Dua PLBN yang ditargetkan dapat segera dioperasikan adalah PLBN Motaain dan PLBN Entikong. Kedua PLBN tersebut ditargetkan segera diresmikan oleh Presiden pada akhir tahun 2016 dan dapat segera dioperasikan. Dalam rangka mendukung pengoperasian PLBN tersebut dalam manajemen satu atap melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) maka BNPP bersama Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan) sedang membahas kelembagaan PLBN Terpadu. Beberapa alternatif yang diusulkan Kemenpan untuk kelembagaan PLBN, yaitu (1) PLBN ditetapkan sebagai UPT Kemendagri dengan dasar Mendagri yang merupakan ketua BNPP; (2) UPT Kemenkumham pada Dirjen Imigrasi dimana di dalamnya terdapat tugas dan fungsi pelayanan lintas batas negara; dan (3) UPT Kemhan, sesuai dengan Permen 58 tahun 2015 terdapat tugas dan fungsi pengelolaan keamanan kawasan perbatasan yang lebih fokus pada lalu lintas LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
27
orang. Namun begitu kepastian kelembagaan pengelola PLBN masih dalam pembahasan dan belum memberikan gambaran pasti akan pengelolaanya. BNPP dalam hal ini sebagai koordinator pembangunan Kawasan Perbatasan Negara harus segera merumuskan alternatif jangka pendek, menengah dan panjang untuk pengelola PLBN. Selain pembangunan zona sub inti dan pendukung, langkah kedepan dalam pembangunan PLBN juga diarahkan pada pembangunan kawasan di sekitar PLBN dengan menekankan pada penekanan fungsi PLBN yang berpotensi menjadi pintu gerbang perdagangan internasional yang dapat memicu aktivitas ekonomi antar dua negara. Penetapan kawasan kepabeanan, pembangunan dryport, pengembangan komoditas di sekitar kawasan, dan berbagai upaya harus segera dilakukan dalam rangka mendukung fungsin PLBN sebagai pintu gerbang perdagangan internasional.
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
28
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI IV.1. KESIMPULAN 1. Secara umum pendekatan pembangunan kawasan stategis dan kawasan perbatasan pada tahun 2017 berdasarkan pola Holistik – Integratif, Tematik dan Spasial sehingga pembangunan kawasan strategis dan kawasan perbatasan dapat terbangun secara menyeluruh oleh Kementerian/Lembaga. 2. Capaian pembangunan Kawasn Ekonomi Khusus (KEK) pada tahun 2016, yaitu telah ditetapkan dua lokasi KEK baru, yaitu KEK Tanjung Kelayang dan KEK Sorong. Kondisi eksisting KEK yang telah ditetapkan masih terkendala dalam penyediaan lahan, komitmen daerah, dan achor industri sebagai trigger investasi. 3. Progres pembangunan PLBN Terpadu sudah memasuki tahap akhir, rata-rata pembangunan 7 PLBN Terpadu sudah mencapai 90% sehingga pada tahun 2017 sudah dapat pergunakan untuk melayani masyarakat perbatasan. 4. Permasalahan pembangunan kawasan perbatasan yang paling utama adalah belum adanya kebijakan yang bersifat afirmasi dan asimetris baik secara manajerial maupun secara sektoral, yang memungkinkan terselenggaranya pengelolaan dan pembangunan kawasan perbatasan negara secara efektif dan efisien, terutama penanganan ruas jalan non status yang sangat dibutuhkan masyarakat perbatasan di kecamatankecamatan lokasi prioritas yang telah ditetapkan.
IV.2. REKOMENDASI 1. Pembangunan kawasan secara holistik – integratif, tematik dan spasial sebaiknya dilaksanakan hingga level pemerintah daerah sehingga apa yang menjadi Consern pemerintah pusat dapat terwujud. 2. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di luar Pulau Jawa sebaiknya memperhatikan kriteria pembebasan lahan minimal sudah tersedia sekurangkurangnya 50% dari total luasan usulan KEK. Pembentukan Badan Pengelola sebaiknya sudah disiapkan saat usulan KEK tersebut akan ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010
29