b u l l e t i n
E D I S I
24 • 2 0 0 9
Publikasi DI REKTORAT KAW ASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL DEPUTI PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS
ISSN 1693-6957
KAWASAN STRATEGIS EKONOMI INDONESIA
fremantleports.com.au
Bagaimana Mengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Indonesia? Zona Ekonomi Khusus, Strategi China Memanfaatkan Modal Global
DAFTAR ISI Fokus • Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Indonesia — 1 • Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Negara China dan India —4 Opini • Bagaimana Mengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Indonesia? — 12 Daerah • Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Potensi dan Permasalahannya — 17 Agenda • Workshop Finalisasi Manual Monitoring dan Evaluasi Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal — 24 • Rapat Koordinasi Pendahuluan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NADNIAS — 25 • Focus Group Discussion Pelaksanaan Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal — 26 Pustaka • Zona Ekonomi Khusus, Strategi China Memanfaatkan Modal Global — 27 Galeri Kawasan — 30
b u l l e t i n
DAR I R E DAKS I Kawasan Strategis Nasional, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Atas dasar inilah, maka Bulletin Kawasan edisi ini mengangkat tema pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi di Indonesia, yang lebih difokuskan pada Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pada rubrik Fokus, kami mengulas secara umum ketiga kawasan tersebut dalam kerangka kebijakan di Indonesia. Masih dalam rubrik Fokus, kami mengangkat bahasan tentang pengembangan KEK di negara China dan India, sebagai best practices bagi pengembangan KEK di Indonesia. Untuk Opini, kami sajikan tulisan tentang bagaimana mengelola KPBPB di Indonesia, ditinjau dari peranan dan permasalahan, serta tantangan yang harus dihadapi. Kemudian untuk rubrik daerah, kami memilih mengangkat KPBPB Sabang yang sejarah perkembangannya telah dirintis sejak tahun 1881 dan telah dikenal luas oleh mancanegara. Melengkapi pengetahuan tentang pengembangan KEK, maka kami membedah buku “Zona Ekonomi Khusus, Strategi China Memanfaatkan Modal Global” karya Bangkit A. Wiryawan dalam rubrik Pustaka. Melalui buku ini, banyak informasi yang disampaikan hal-hal keberhasilan China dalam pengembangan KEK, sebagai salah satu pendorong keberhasilan perekonomian China di tingkat internasional. Pembaca yang budiman, Bulletin Kawasan kali ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat, bahwa investasi asing perlu dimanfaatkan untuk menggenjot pembangunan perekonomian namun dengan kehati-hatian. Selamat membaca!
PELINDUNG : Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Bappenas, Max H. Pohan;PENANGGUNG JAWAB DAN PEMIMPIN REDAKSI : Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Suprayoga Hadi; DEWAN REDAKSI : Rohmad Supriyadi, Samsul Widodo, Sutiman, Kuswiyanto, Hermani Wahab, Moris Nuaimi, Diah Lenggogeni, Rayi Paramita, Aruminingsih; REDAKTUR : Pringgadi Kridiarto, Rahmi Utamisari, Yelda Rugesty, Yuliawati; KONTRIBUTOR REGULER : Sasli Rais, Putri Ade Gogani, Rudi Pakpahan; KESEKRETARIATAN DAN DISTRIBUSI : Ratri, M. Fadholi, Budi.
ALAMAT REDAKSI Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat 10310. Telp. (021) 3926249, 3101984. Faks. (021) 3926249. Situs : http://kawasan.bappenas.go.id Redaksi menerima tulisan dari pembaca. Untuk tulisan, panjang tulisan maksimal 5 halaman pada kertas ukuran A-4. Redaksi berhak mengubah maupun mengedit tulisan.
FOKUS
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS EKONOMI INDONESIA Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Lebin lanjut, yang termasuk dalam kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi antara lain Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Dasar Kebijakan Pembangunan yang tidak merata dan munculnya kesenjangan antarwila-yah, khususnya di KTI, mendorong Pemerintah untuk mengembangkan KAPET. Pembentukan KAPET bermula dari Keputusan Presiden No. 120 Tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. Dewan ini bertugas menggagas dan merumuskan konsepsi pengembangan KTI, termasuk kebijakan yang diperlukan untuk mendu-kungnya. Sebagai wujudnya, tersusun Keputusan Presiden No. 89 Tahun 1996 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 9 Tahun 1998 tentang KAPET. Berdasarkan keputusan itu, yang dimaksud dengan KAPET adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : (1) Memiliki potensi untuk cepat tumbuh, (2) Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya, dan/atau (3) Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar. Berdasarkan keputusan itu pula, lahirlah Keputusan Presiden lainnya tentang penetapan lokasi KAPET, yaitu sejumlah 13 KAPET. Seiring dengan perkembangan otonomi daerah, pada akhirnya kebijakan KAPET disempurnakan kembali melalui Keputusan Presiden No. 150 Tahun 2000. Adapun tujuan dari pembentukan KAPET adalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan memberikan peluang kepada dunia usaha agar mampu berperan serta dalam kegiatan pembangunan di KTI yang E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
Tabel 1 Penetapan Lokasi KAPET NO
KEBIJAKAN
NAMA KAPET
1
Keppres No. 10 Tahun 1996 jo Keppres No. 90 Tahun 1996
KAPET Biak
2
Keppres No. 11 Tahun 1998
KAPET Batulicin
3
Keppres No. 12 Tahun 1998
KAPET Sasamba
4
Keppres No. 13 Tahun 1998
KAPET Sanggau
5
Keppres No. 14 Tahun 1998
KAPET Manado Bitung
6
Keppres No. 15 Tahun 1998
KAPET Mbay
7
Keppres No. 164 Tahun 1998
KAPET Parepare
8
Keppres No. 165 Tahun 1998
KAPET Seram
9
Keppres No. 166 Tahun 1998
KAPET Bima
10
Keppres No. 167 Tahun 1998
KAPET Batui
11
Keppres No. 168 Tahun 1998
KAPET Bukari
12
Keppres No. 170 Tahun 1998
KAPET DAS Kakab
13
Keppres No. 171 Tahun 1998
KAPET Sabang
relatif tertinggal dan beberapa lainnya di KBI. Inti dari pendekatan KAPET adalah mendorong terbentuknya suatu kawasan yang berperan sebagai penggerak utama (prime mover) pengembangan wilayah. Pemilahan kawasan-kawasan pembangunan dengan menentukan prioritas atas suatu kawasan merupakan strategi agar percepatan pembangunan dapat dilakukan. Fasilitas dan Kemudahan Berdasarkan Keppres 9/1998, kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usah adi dalam KAPET diberikan peralukan di bidang Pajak Penghasilan, berupa : a. Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang modal, bahan baku, dan peralatan lain, yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi. b. Pilihan untuk menerapkan penyusutan dan/atau amortisasi yang dipercepat di bidang Pajak Penghasilan.
BULLETIN KAWASAN
c. Kompensasi kerugian, mulai tahun berikutnya berturut-turut sampai paling lama 10 tahun. d. Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Dividen, sebesar 50% dari jumlah yang harus seharusnya dibayar. e. Pengurangan biaya sebagai berikut : - Berupa natura yang diperoleh karyawan, dan tidak diperhitungkan sebagai penghasilan karyawan. - Biaya pembangunan dan pengembangan daerah setempat, yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang fungsinya dapat dinikmati umum. Selain perlakuan perpajakan, dengan memperhatikan kondisi masing-masing KAPET, kepada pengusaha KAPET dapat diberikan perlakuan perpajakan tambahan berupa tidak dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atas : a. Pembelian dalam negeri dan/atau impor barang modal dan peralatan lain oleh pengusaha di KAPET, yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi. b. Impor Barang Kena Pajak oleh pengusaha di KAPET, untuk diolah lebih lanjut. c. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh pengusaha di luar KAPET kepada pengusaha di KAPET, untuk diolah lebih lanjut. d. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, antarpengusaha di dalam KAPET yang sama atau oleh pengusaha di KAPET lain kepada pengusaha di KAPET. e. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di Kawasan 1
FOKUS
f.
g.
h.
Berikat atau oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di daerah pabean lainnya, dan hasil pekerjaan tersebut diserahkan kembali kepada pengusaha di KAPET. Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh pengusaha di luar KAPET kepada atau antar pengusaha di KAPET, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan di KAPET. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean maupun dalam daerah pabean oleh pengusaha di KAPET, sepanjang Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan KAPET. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean oleh pengusaha di KAPET, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dilakukan di KAPET.
Kelembagaan Kelembagaan di pusat berbentuk Badan Pengembangan (Bapeng) KAPET, yang diketuai oleh Menko Perekonomian dengan Wakil Ketua adalah Menteri Kimpraswil, serta Sekretaris adalah Menteri Bappenas. Anggota Bapeng KAPET adalah Kementerian/Lembaga terkait, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Pertanian dan Kehutanan, Menteri Perindag, Menteri Perhubtel, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri dan Otda, Menteri Budpar, Menteri Muda Urusan PPKTI, dan Kepada BPN. Tugas Bapeng KAPET adalah : a. Memberikan usulan ke Presiden untuk kawasan yang akan ditetapkan sebagai KAPET setelah memperhatikan usulan dari Gubernur yang bersangkutan. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional untuk mempercepat pembangunan KAPET. c. Merumuskan kebijakan untuk mendorong dan mempercepat masuknya investasi dunia usaha di KAPET. d. Mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan rencana pembangunan KAPET.
2
Tabel 2 Lokasi dan Fungsi KPBPB NO
NAMA KPBPB
LINGKUP WILAYAH
1
Sabang
Kota Saban g (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pula u Seulako, Pulau Rond o), Pulau Breuh, Pulau Nasi, Pulau Teunom, serta pula upulau kecil di sekit arnya yan g terdapat di dalam batas- batas koor dinat tertentu.
2
Batam
3
Bintan
4
Karimun
Pulau Batam, Pulau Tont on, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galan g dan Pulau Galang Baru (1) Sebagian dari wilayah Kabupaten Bintan serta seluruh Kawasan Industri Galang Batang, Kawasan Industri Maritim, dan Pulau Lobam ; (2) Sebagian dari wilayah Kota Tanjun g Pinang yang melipu ti Kawasan Industri Senggarang dan Kawasan In dustri D ompak Darat; Sebagian dari w ilayah Pulau Karimun da n seluruh Pulau Karimun Anak
e.
Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan KAPET. Sementara untuk di tingkat daerah, kelembagaan KAPET adalah Badan Pengelola (BP) KAPET. Ketua BP KAPET adalah Gubernur dan anggotanya meliputi tenaga ahli profesional. Tugasnya adalah membantu Pemerintah Daerah dalam memberikan pertimbangan teknis bagi permohonan perizinan kegiatan investasi pada KAPET. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Dasar Kebijakan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah paben sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai. Konsep KPBPB ini sebetulnya sudah lama dikembangkan di Indonesia. Sejak tahun 1963, Pelabuhan Sabang telah ditetapkan sebagai pelabuhan bebas dan perdagangan bebas. Puluhan tahun kemudian, kedudukan Pelabuhan Sabang kini dikukuhkan melalui Undang-Undang No. 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Hingga kini, terdapat empat kawasan yang ditetapkan sebagai
LINGKUP KEGIAT AN Fungsi KPBPB Sabang adalah seb ag ai tempat untuk mengembangkan usaha- usaha di bidang perdaganga n, jasa, industri, pert ambngan dan energi, tr ansportasi, maritim da n perikanan, p os dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, periwisata. Fungsi tersebut m eliputi : (1) Kegiatan ma nufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, p emeriksanaan awal, pem eriksaan akhir, pengepakan, pengep akan ulang atas barang dan bah an baku d ar i dalam dan luar negeri, pelayan an perbaikan at au rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu, (2) Penyediaan dan pengem ba ngan prasara na dan sarana air dan sumber air, perh ubungan, termasuk pelabuhan laut dan bandar udara, banguna n dan jaring an listrik, pos, dan telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya. Di dalam Kawasan Per dagangan Bebas dan Pelabuh an Bebas Batam dilakukan kegiata n-kegiata n di bidang ekonomi, seperti sektor perdaga ngan, maritim, ind ustri, perhubungan, p erbankan, pariwisata dan bidang lainnya. Di dalam Kawasan Per dagangan Bebas dan Pelabuh an Bebas Bintan dilakuka n kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdaga ngan, maritim, ind ustri, perhubungan, p erbankan, pariwisata dan bidang lainnya.
Di dalam Kawasan Per dagangan Bebas dan Pelabuh an Bebas Karimun dilakukan kegiat an-kegiat an di bidang ekonomi, seperti sektor perdaga ngan, maritim, ind ustri, perhubungan, p erbankan, pariwisata dan bidang lainnya.
KPBPB, yaitu Sabang, Batam, Bintan, dan Karimun. Untuk Batam, Bintan, dan Karimun, ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2007 dan produk turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 tentang KPBPB Batam, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2007 tentang KPBPB Bintan, dan Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2007 tentang KPBPB Karimun. Fasilitas dan Kemudahan Pengusaha yang melakukan kegiatan dalam KPBPB bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai (terpisah dari daerah pabean), yang meliputi : Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan Cukai sebagaimana yang diterangkan di dalam PP Pengganti UU 1/2000 Pasal 11, ayat (4). Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di KPBPB diberikan pembebasan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai sebagaimana yang diterangkan di dalam PP Pengganti UU 1/2000 Pasal 11 ayat (6).
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
FOKUS Kelembagaan Presiden menetapkan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di daerah. Ketua dan anggota Dewan KPBPB ditetapkan oleh Presiden atas usul Gubernur bersama-sama DPRD. Selanjutnya, Dewan KPBPB membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, baik Kepala maupun Anggota Badang Pengusahaan KPBPB ditetapkan oleh Dewan Kawasan, sehingga Badan Pengusahaan KPBPB bertanggung jawab langsung kepada Dewan KPBPB. Pasal 8 Ayat (1) menegaskan, Dewan KPBPB mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijaksanaan umum, membina, mengawasi, dan mengkoordinasi kegiatan Badan Pengusahaan KPBPB. Sementara di Ayat (2), Kepala Badan Pengusahaan mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB sesuai dengan fungsi-fungsi KPBPB. Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan tersebut, Badan Pengusahaan KPBPB mempunyai wewenang untuk membuat ketentuan sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Dasar Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah wujud pengembangan kawasan strategis ekonomi yang baru dikembangkan di Indonesia. Dasar kebijakannya sendiri baru terbit pada tahun 2009, yaitu Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berdasarkan UU tersebut, yang dimaksud dengan KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi, serta berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Untuk itu, dalam KEK terdiri dari satu atau beberapa zona, yaitu pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lainnya. Dalam menunjang fungsi KEK E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
tersebut, maka di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja, serta disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Saat ini, Pemerintah belum menetapkan daerah yang dijadikan sebagai KEK. Namun begitu, berdasarkan UU, lokasi yang dijadikan KEK harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung; terletak pada posisi yang strategis, dalam arti dekat dengan jalur perdagangan atau pelayaran internasional atau terletak pada wilayah yang memiliki potensi sumber daya unggulan; mempunyai batas yang jelas; dan yang tidak kalah penting adalah adanya dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Fasilitas dan Kemudahan KEK dikembangkan dengan tujuan menarik investasi sebesar-besarnya. Untuk itu, fasilitas dan kemudahannya pun dibuat menarik bagi investor. Dalam Pasal 30 UU 39/2009, setiap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK diberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh). Fasilitas perpajakan juga dapat diberikan dalam waktu tertentu kepada penanam modal berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai ketentuan. Fasilitas lainnya dalam KEK dapat dilihat pada Tabel 3. Selain pemberian fasilitas dan kemudahan seperti yang tercantum pada Tabel 3, dalam KEK juga dapat diberikan fasilitas dan
Tabel 3 Fasilitas dan Kemudahan KEK PERIHAL Impor barang k e KEK
Paja k dan Retribusi Daerah
Pertanahan Perizinan
KETERANGAN a. Penangguhan bea masuk b. Pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong produksi c. Tidak dipungut Paja k Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk barang kena pajak d. Tidak dipngut PPh impor Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK a. Pembebasan atau keringanan paja k daerah dan retribusi daerah b. Kemudahan lain dari pemerin tah daerah Kemudahan memperoleh hak atas tanah Kemudahan dan keringanan di bidang perizinan usaha, kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepela buhan, dan keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis, serta diberikan fasilitas kemanan
kemudahan lain berdasarkan kewenangan instansi terkait sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kelembagaan Berdasarkan UU 39/2009, dalam menyelenggarakan pengembangan KEK dibentuk Dewan Nasional dan Dewan Kawasan. Adapun keanggotaan dan tugas dari masing-masing Dewan dapat dilihat pada Tabel 4.
(***)
Tabel4Kelembagaan KEK ASPEK Ketua
DEWAN NASIONAL Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang perekonomian
DEWANKAWASAN Gubernur di setiap provinsi yang sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai KEKditetapkan sebagai ketua, Bupati/Walikota sebagai wakil ketua Anggota Menteri dan kepala lembaga pemerintahnonkementerian Unsur pemerintah di provinsi, unsur pemerintah provinsi, dan unsur pemerintah kabupaten/kota Tugas a. Menyusun Rencana IndukNasional KEK a. Melaksanakan kebijakan umumyang telah ditetapkan b. Menetapkan kebijakan umumserta langkah strategisuntuk oleh DewanNasional untuk mengelola dan mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK mengembangkan KEK diwilayah kerjanya c. Menetapkan standar infrastruktur dan pelayanan minimal b. Membentuk administrator KEK di setiap KEK KEK c. Mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi, dan d. Melakukan pengkajian atasusulan suatu wilayah untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas administrator KEK dijadikan KEK dalampenyelenggaraan sistempelayanan terpadu satu e. Memberikan rekomendasi pembentukan KEK pintudan operasionalisasi KEK f. Mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan d. Menetapkan langkah strategis penyelesaian di wilayah yang potensinya belumberkembang permasalahan dalampelaksanaan kegiatanKEKdi g. Menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, wilayah kerjanya pengelolaan, dan pengembangan KEK e. Menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan h. Memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEKserta Nasional setiap akhir tahun merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil evaluasi f. Menyampaikan laporan insidental dalamhal terdapat kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan permasalahan strategis kepada Dewan Nasional status KEK BULLETIN KAWASAN
3
FOKUS
PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DI NEGARA CHINA DAN INDIA Berkembangnya industri di negara-negara maju mendorong industri tersebut untuk melakukan ekspansi ke negara lain, dalam hal ini tentu negara tujuan ekspansi tersebut harus kondusif dan efisien dalam berproduksi, sebagai agen eksportir produk industri tersebut untuk selanjutnya dipasarkan ke berbagai negara di dunia. Di sisi lain, bagi negara yang sedang berkembang, kebutuhan investasi asing sangat diperlukan untuk menggerakkan pertumbuhan industri berorientasi ekspor dan peningkatan lapangan pekerjaan. Gayungpun bersambut, kebutuhan ekspansi industri dijawab dengan kebutuhan investasi oleh negara berkembang. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya konsep pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di banyak negara, terutama di China dan India yang termasuk negara yang berhasil mengembangan KEK. Untuk itu, keberhasilan pengembangan KEK di negara China dan India patut diangkat sebagai pembelajaran dalam pengembangan KEK di Indonesia, diantaranya dalam hal luasan, jenis aktivitas bisnis, fasilitas yang disediakan, kelembagaan, dan kebijakan yang diterapkan. Bebas pajak impor atas barang PENGEMBANGAN KEK DI NEGARA modal dan bahan baku untuk CHINA industri ekspor Kriteria dan Lokasi Bebas mengakses nilai tukar Special Economic Zone (SEZ) luar negeri pertama kali dikembangkan di Negara Penyederhanaan perijinan (one China dibawah pemerintahan Deng stop service) Xiaoping. Pada tahun 1979-1980 Kesepekatan khusus di bidang dibentuk empat SEZ yang berlokasi di keringanan pajak pada tahunGuangdong dan Fujian. Sukses empat tahun awal SEZ ini akhirnya memicu pembentukan puluhan SEZ lainnya. Gambar 1 Peta Beberapa Lokasi SEZ di Cina Adapun tujuan China mengembangkan SEZ adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui fokus penciptaan pertumbuhan ekspor yang cepat dan tinggi, mendorong penciptaan lapangan kerja dalam jumlah besar, meningkatkan investasi dari luar negeri, meningkatkan pendapatan devisa, serta mendapatkan Peraturan tentang ketenagapengembangan teknologi modern dari kerjaan yang fleksible perusahaan asing dan menyebarluasAdanya batasan pada kan manfaatnya. Bagi negara China, perdagangan di dalam negeri yang dimaksud dengan SEZ adalah Ketersediaan infrastruktur kawasan dengan batasan sebagai sangat memadai (khususnya berikut : listrik, transportasi, komunikasi) 4
Shenzen adalah contoh SEZ yang paling berhasil dikembangkan oleh China. Shenzen terletak di kawasan maritim sub tropis, kawasan pegunungan yang subur dengan lahan pertanian. Setelah ditetapkan sebagai SEZ Tahun 1979, pemanfaatan lahannya berkembang dan berubah bentuk menjadi kawasan permukiman kota yang banyak kedatangan emigran dari daratan China. Pada akhirnya, kawasan Shenzen mampu mengembangkan wilayah peri-perinya. Pusat kegiatan ekonomi SEZ Shenzen adalah Luohu yakni pusat perdagangan dan finansial seluas 78,89 km 2 . Futian sebagai pusat pemerintahan tepat di tengah kota SEZ seluas 78,04 km 2 . Setelah itu Nanshan sebagai pusat industri berteknologi tinggi terletak di bagian barat SEZ Shenzen. Di luar kawasan SEZ seperti Bao’an seluas 712 km2, Longgang seluas 844,07 km2 terletak di bagian Barat Laut dan Timur Laut dari Shenzen, dan Yantian seluas 75,68 km2
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
FOKUS Hongkong. Terdapat 6 titik lintasan yang saling terhubungkan di perbatasan Shenzen dengan Hongkong, yang dikembangkan secara bertahap sejak Juli – Agustus 2007. Tersedia pelabuhan di sekitar Delta Sungai Pearl di Shenzen menuju Hongkong, dengan garis pantai 260 km 2 yang terdiri atas tiga bagian pelabuhan. Batas kawasan pelabuhan sebelah barat Shenzen menuju timur Lingdingyang dengan kedalaman air pelabuhan yang alami. Sekitar 20 mil dari Hongkong menuju selatan dan
Tabel 1 Lokasi dan Jenis Aktifitas Binis di SEZ Chin a No 1
Nama Lokasi SEZ SEZ Pudong (Shanghai)
Luas Kawasan
J enis Produk
55.600 ha
Litbang, industri man ufaktur, bio farmasi, perdag angan dan keuangan
2
SEZ She nze n
39.580 ha
Te knologi informasi, elektronik (komputer, microchips, listrik)
3
SEZ Hainan
3.392.000 ha
Industri (petrokimia, otomotif, tekstil, mesin, elektronik, metalurgi d an farm asi)
4
SEZ Zh uhai
1.560 ha
Industri (ultrasonik, keraji nan tangan, tekstil , kimia, p engolahan makanan, telemedia, sirkuit elektronik, komponen otomotif)
5
SEZ Shantou
23.400 ha
Industri (ultrasonik, keraji nan tangan, tekstil , kimia, p engolahan makanan, telemedia, sirkuit elektronik, komponen otomotif)
6
SEZ Xiamen
1.560 ha
Industri (ultrasonik, keraji nan tangan, tekstil , kimia, p engolahan makanan, telemedia, sirkuit elektronik, komponen otomotif)
dikenal sebagai kawasan logistik. Pelabuhan Yantian merupakan pelabuhan terminal kontainer yang memiliki kedalaman laut terbesar kedua di China dan terbesar keempat di dunia. SEZ muncul menjadi suatu model penerapan kapital di dalam karakteristik China yang sosialis. Shenzen menjadi kota terbesar di kawasan Delta Sungai Pearl, menjadi satu kekuatan ekonomi China sebaik industri manufaktur terbesar di dunia. Pengelolaan dan Fasilitas SEZ Secara umum, pengelolaan SEZ di negara China dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai komite kawasan, pemerintah provinsi, dan badan pelaksana pengusahaan kawasan. Badan ini berbeda pada masing-masing kawasan, disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing. Ada badan pengusahaan yang ditangani sendiri oleh pemerintah, ada pula yang dilakukan bersama-sama mitra swasta. Namun itu semua tetap berpedoman pada aturan yang telah ditetapkan pemerintah serta berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Peran masing-masing dalam pengelolaan SEZ dapat dilihat pada Tabel 2. Penyediaan infrastruktur menjadi salah satu fokus perhatian yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menarik investor asing.
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
Berikut adalah beberapa infrastruktur yang dikembangkan di SEZ Shenzen : Sarana transportasi Shenzen sangat memadai yang menghubungkan Shenzen dengan
Tabel 2 Peran Pemerintah dan Badan Pengusahaan Kawasan dalam Pengelolaan SEZ di China Stakeholder
Peran
Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat (Komite Kawasan) berperan sebagai pembuat regulasi SEZ di tingkat nasional : 1. Menentukan kawasan yang layak bagi pengembangan investasi (terutama PMA) diantaranya : menentukan letak infrastruktur, perlengkapan pelayanan investasi, pemberian pinjaman lunak, mengidentifikasi isu penting SEZ untuk segera ditangani/diselesaikan. 2. Membuat kekhususan regulasi, aturan dan kebijakan SEZ dibandingkan rutinitas perencanaan dan pembangunan nasional diantaranya : a. Membuat aturan untuk pengembangan kerjasama pemerintah dengan swasta b. Membuat kebijakan insentif khusus di bidang bea cukai dan perpajakan c. Memberikan kejelasan ijin tentang kebebasan bagi perusahaan di KEK dalam pengembangan perdagangan internasional d. Membuat aturan pengembangan lembaga finansial pendukung SEZ e. Menyediakan regulasi paket insentif yang menarik seperti pembebasan dan pengurangan pajak, pembebasan bebas bea masuk bagi perusahaan yang mengimpor barang modal atau bahan baku yang dibutuhkan untuk diolah di daerah industri dalam kawasan SEZ f. Membuat pedoman regionalisasi SEZ pada tataran lokal yang akan menjadi tugas daerah dalam penyediaan : Sistem pelayanan perijinan yang terintegrasi di lokasi SEZ Koordinasi dan sinkronisasi “blue print” SEZ dengan perencanaan tata ruang pembangunan yang ada di daerah Membuat regulasi kemudahan berinvestasi dimana semua perijinan diputuskan secar a langsung di tempat (OSS) dan meskipun bebas bea namun tetap ada pemeriksaan barang dilakukan oleh aparat bea cukai di tempat 3. Memberikan kuasa/kewenangan kepada pemerintah provinsi dan badan pengusahaan kawasan dalam hal pengelolaan di kawasan misalnya membuat pedoman k erangka organisasi dan administr asi pengelola kawasan (OSS), termasuk memberikan kewenangan perijinan investasi. 4. Menyedi akan peraturan ketenaga-kerjaan yang fleksible untuk kesepakatan kontr ak selama masa tertentu. 5. Berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan badan pengusahaan khusus kawasan dalam urusan menyedi akan pengembangan infrastruktur dengan kerjasama dengan swasta asing. 6. Koordinasi dan sinkronisas i “blue print” SEZ dengan perencanaan tata ruang pembangunan yang ada di daer ah. 7. Pembangunan infrastruktur, pemerintah memberikan fokus utama pada pembangunan infrastruktur.
Pemerintah Provinsi
1. Melakuk an beberapa studi diantaranya pengujian efektifitas alternatif strategi pertumbuhan ekspor ber basis pasar seperti di negara-negar a Asia Timur 2. Membuat peraturan daerah terkait dengan penyediaan : a. Sistem pelayanan administrasi dan perijinan yang terintegrasi di lokasi SEZ b. Koordinasi dan sinkronisasi “blue print” SEZ dengan perencanaan tata ruang pembangunan yang ada di daerah c. Pelayanan investasi dimana semua perijinan diputuskan secara langsung di tempat (O SS) 3. Memberikan kewenangan k epada Badan Pengusahaan SEZ dalam bidang administrasi pelayanan bisnis di SEZ.
Bad an Pengusahaan Kaw asan
Melaksanakan pengelolaan bisnis di SEZ
BULLETIN KAWASAN
5
FOKUS 60 mil dari Guangzhou. Dengan adanya pembagian sistem jalur pelayaran di sepanjang sungai Pearl maka kawasan pelabuhan sebelah barat terhubungkan dengan kota-kota dan perkampungan di delta sungai Pearl, yakni terhubungkan dengan jalur sungai See Dun, ini memperluas koneksi antara dalam negeri dengan luar negeri. Kawasan pelabuhan sebelah timur berada di utara Dapeng Bay sebagai pelabuhan yang lebar, tenang, diperlakukan secara khusus sebagai pelabuhan alami terbaik di selatan China. Dalam menangani pelabuhan petikemas tahun 2005, tercatat sebagai pelabuhan tersibuk keempat di dunia, setelah meningkatkan perdagangan kapasitas muatan kapal barang melalui bagian selatan Kota China. Perusahaan perdagangan Hutchison Whampoa Ltd dan lainnya mengoperasikan penanganan pelabuhan 16,2 juta standar 20 kaki (6,1 m) container. Operator pelabuhan terbesar di dunia adalah Hong Kong based Hutchison, dan perusahaan inilah sebagai mitra utama daratan China untuk menambah 6 dermaga pelabuhan di Yantian sehingga akan menjadi 15 dermaga pelabuhan. Output Seperti yang diharapkan, pengembangan SEZ di China berdampak positif terhadap perekonomian China. Sebagai contoh, berikut adalah perkembangan perekonomian yang terjadi sebagai output SEZ di Shenzen : Total GDP Shenzen 676,54 milyar yuan tahun 2007, naik 14,7 % dari tahun sebelumnya. 6
Shenzen adalah peringkat teratas diantara kota dataran China dalam konteks kekuatan ekonomi. Tahun 2001, Shenzen menduduki peringkat keempat kontribusi terhadap GDP China dan peringkat teratas dalam GDP per kapita tahun 2001, dan peringkat ketiga dalam penggunaan dana asing (PMA). Perekonomian Shenzen tumbuh dari 16,3 % dari tahun 2001 – 2005. Tahun 2001, jumlah pekerja meningkat menjadi 3,3 juta orang dibanding tahun sebelumnya. Kontribusi sektor industri sekunder Shenzen merupakan jumlah kontribusi terbesar se China mulai tahun 2001 sebesar 1,85 juta yuan meningkat 5,5%, dan di sektor industri tersier yang tumbuh cepat sebesar US$ 1,44 juta tahun 2001 meningkat 11,6%. Namun, di sisi lain kontribusi industri primer terhadap GDP Shenzen turun 17,3 % sedangkan kontribusi industri tersier meningkat 15 %. Dalam Bursa Saham Shenzen terdapat 35 juta investor yang teregistrasi. Sejak tahun 1990 Bursa saham Shenzen tumbuh menjadi pasar modal sekitar 1 Trilyun yuan (US $ 122 milyar). Terkait dengan prinsip-prinsip regulasi, inovasi, pengusahaan, dan pelayanan, Bursa saham Shenzen telah fokus pada pengembangan usaha kecil menengah ketika mencari strata pasar yang tidak terhubungkan dengan UKM. Dukungan SDM tenaga kerja, terdapat 20 % para PhD China bekerja di Shenzen (Tahun 2007).
Shenzen merupakan markas beberapa perusahaan berteknologi tinggi tersukses di China, seperti Huawei, Tencent, ZTE. Perusahaan terbesar Taiwan seperti Hon Hai Group memiliki lahan industri manufaktur/elektronik di Shenzen. Banyak perusahaan asing berteknologi tinggi memiliki kawasan teknologi dan iptek di Nanshan Distric atau di luar distrik utama dimana upah tenaga kerja dan lahan lebih murah. Dalam sektor perbankan, bank yang terbesar di China juga terdapat di Shenzen. Saat ini Shenzen memperlihatkan perkembangan populasi (9 juta penduduk) dan perkembangan aktifitas pembangunan tercepat selama 30 tahun setelah dibentuk SEZ. Kawasan permukiman untuk pekerja cukup jauh sehingga pekerja umumnya pulang pergi sebagai komuter karena banyak yang berasal dari Dongguan. Shenzen merupakan pusat gedung-gedung tertinggi ke sembilan di dunia. Terdapat 23 gedung dengan ketinggian diatas 200 m di Luohu dan Futian. Shenzen sebagai pusat perbelanjaan dan bisnis (seperti SEG Plaza). Shenzen memiliki ketinggian gedung 356 m dengan 292 lantai merupakan gedung tertinggi ke dua di dunia. Shenzen memiliki banyak proyek-proyek fasilitasi publik terbesar di China, seperti Internasional Trade Centre yang dibangun tahun 1985. Dan sekarang sedang dibangun menara Kingkey finance setinggi 439 m yang akan rampung tahun 2010.
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
FOKUS Mekanisme perintah pembelian dan penjualan produk telah direncanakan sejalan dengan program pekan raya pasar terbuka melalui sistem otomatis, untuk membuat peluang harga terbaik berdasarkan harga berlaku, dan di sini ketahanan volume perdagangan sudah sangat kuat. Diakui bahwa, pengembangan SEZ memberikan pertumbuhan ekonomi yang cepat bagi China, pembukaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan/devisa, pengembangan teknologi modern, seperti yang telah dijelaskan di atas. Pengembangan SEZ di Shenzen yang menitikberatkan pada pengembangan industri, juga turut mengembangkan sektor lainnya, yaitu jasa perdagangan, property, dan wisata. Namun dibalik itu semua, pengembangan SEZ di China juga membentuk masalah baru yang tidak kalah penting dibandingkan pengembangan ekonomi, yaitu lingkungan dan sosial. 1. Terjadinya peningkatan konversi lahan pertanian atau perdesaan menjadi kawasan industri seperti di SEZ Shenzen (Guangdong) yang memperlihatkan keajaiban ekonomi China menghasilkan pertumbuhan ekonomi meningkat 28 % selama 25 tahun. Namun di sisi lain terdapat banyak masalah : a. Shenzen saat ini harus membayar mahal atas terjadinya kerusakan lingkungan, tingkat kejahatan yang melonjak tinggi dibandingkan dengan Shanghai, eksploitasi kelas buruh terutama buruh pendatang dimana tingkat upah hanya US $ 80 per bulan. b. Investor yang dibujuk dengan harga lahan yang murah, memenuhi peraturan ketenagakerjaan dan kelemahan atau ketidakefektifan peraturan lingkungan. E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
c. Kurangnya pertimbangan dalam mengejar pertumbuhan, menuju model input yang tinggi, konsumsi yang tinggi dan output yang rendah sangat berdampak pada lingkungan. Tahun 2004, China menghabiskan 4,3 kali batu bara dan listrik seperti AS dan 11,5 kali Jepang untuk mendorong setiap peningkatan US $ 1 nilai GNP. Selain itu 20 % penduduk tinggal di area yang tingkat polusinya tinggi. d. Menurut Bank Dunia, masalah lingkungan adalah penyebab kematian 300.000 orang setiap tahun. Pemerintah China mengakui bahwa biaya polusi di nagaranya sangat mengejutkan sekitar US $ 200 trilyun per tahun atau sekitar 10 % dari GDP China. 2. Tidak terkendalinya peningkatan jumlah penduduk, sehinga terjadi peningkatan 70% jumlah perumahan tidak permanen. Karena hampir semua masyarakat lokal Shenzen merasa bahwa jika membuat rumah di perkotaan mereka tidak dapat bersaing dengan penduduk kota China lainnya, dengan alasan karena upah buruh di Shenzen lebih rendah daripada di upah buruh di Hongkong. Rata-rata penduduk Shenzen berumur kurang dari 30 tahun, yaitu 8,49% berumur 0-14 tahun, 88,41% berumur 15-59 tahun, 1,5% berumur 20-24 tahun, dan 1,22% berumur di atas 65 tahun. PENGEMBANGAN KEK DI NEGARA INDIA Kriteria dan Lokasi Tujuan pengembangan SEZ di India tidak jauh berbeda dengan China, yaitu untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja skala besar, peningkatan investasi luar negeri, peningkatan pendapatan devisa, serta pengembangan teknologi modern BULLETIN KAWASAN
yang berasal dari perusahaan asing. Namun dari sisi kriteria, India berbeda dengan China. Di India, SEZ adalah suatu kawasan khusus dengan batasan yang jelas, memproduksi barang-barang di dalam dua atau beberapa sektor untuk diperdagangkan, bebas bea cukai dan tarif, dan bersifat enclave. Kriterianya sebagai berikut : Secara geografis, memiliki sektor yang khusus, artinya terdapat perbedaan aturan yang disediakan oleh negara untuk tujuan khusus bagi fasilitasi peningkatan investasi dan produk-produk ekonomi tinggi suatu sektor atau beberapa sektor jasa. SEZ terletak di dalam kawasan pelabuhan laut atau pelabuhan udara. Tipe produk SEZ umumnya bergerak di bidang IT dan elektronik, petroleum, farmasi, bioteknologi, tekstil, industri agro, pengolahan makanan, dimana ada SEZ dengan produk khusus dan ada SEZ dengan multi produk dan multi jasa pelayanan (seperti pelabuhan). Lokasi area sudah sesuai dengan tujuan khusus dan disertai dengan ketersediaan infrastruktur Letaknya terdekat dengan pelabuhan laut, pelabuhan udara, kereta, dan jalan-jalan utama. Pelaku usaha mendapatkan fasilitas pembebasan biaya investasi, listrik, dan pajak penjualan listrik, biaya kelangsungan proyek. Dalam pengusulan kawasan, sudah terdapat rincian tentang foreign equity, ijin pembangkit, transmisi dan deviden, jika ada distribusi kekuasaan di dalam SEZ, dan terdapat gambaran jenis kekhususan aktifitas bisnis di SEZ. 7
FOKUS memberikan dampak positif yang sangat terbatas, yaitu persetujuan perijinan kurang dari 40%, memperkerjakan hanya 0,01% dari angkatan kerja, PMA hanya kurang 20 % dari total investasi, ekspor sekitar 4%, nilai ekspor bersih rendah dibandingkan sebagaimana impor melebihi 60% dari ekspor. Selain itu masih banyaknya permasalahan seperti kekurangan infrastruktur, keterbatasan kebijakan, prosedur berbelitbelit (belum satu pintu), lokasi tidak menguntungkan, peraturan ketenagakerjaan yang kaku. Hasil evaluasi tersebut akhirnya mendorong India dalam membentuk SEZ. Hingga tahun 2006 sebanyak 237 SEZ yang diusulkan te-lah disahkan. Jenis aktivitas bisnis SEZ pada umumnya di bidang IT, tekstil, farmasi, multiproduk, bioteknologi, multijasa, dan lainnya.
G a m ba r 2 Lok a s i S E Z di In dia
Tabel 3 Beberapa Lokasi dan Jenis Aktivitas SEZ di India No
Nama Lokasi SEZ
Jenis Produk
1
SEZ electronic at Kalamasse ry (Ernakulum Distric)
30 acres = 12,14 ha
elektronik
2
SEZ food processing at Kakanchery (Malappuram Dis tric)
30 acres = 12,14 ha
Industri makanan
3
SEZ Animation and gaming (Triva ndum Distric)
25 acres = 10, 11 ha
Taman hiburan da n perjudian (gaming)
4
SEZ Infopark (Ernakulum Distric)
5
SEZ technopa rk (Trivandum Distric)
6
SEZ-SEZ baru yang sedang dalam proses p engusula n ada sekitar 200 d ianta ranya : SEZ health care (Triv andu m Dist ric) SEZ textiles at Cherthala, (Alapp uzha district) SEZ petrokimia (Kasargod Distric)
Bebas pajak penjualan, pajak industri, dan bebas kewajiban bea cukai atas barang-barang input yang masuk ke SEZ. Pengembangan SEZ di India berawal dari pengembangan kawasan 8
Luas Kawasan
Informasi untuk menjadi Sm art City 100 acres = 40,46 ha
Pe layanan IT
100 acres = 40,46 ha
Produk kesehatan, p roduk tekstil, dan petrokimia
250 acres = 101,17 ha 1000 acres = 414,69 ha
pengolahan ekspor (EPZ) di tahun 1965, kemudian berkembang menjadi kawasan bebas khusus pengolahan ekspor (SEEPZ) di tahun 1972. Evaluasi implementasi di beberapa lokasi SEEPZ menunjukkan bahwa kawasan SEEPZ
Pengelolaan dan Fasilitas SEZ Di India, SEZ dapat direncanakan oleh perusahaan apapun, masyarakat, kerja-sama antarsektor pemerintah, atau melalui suatu badan khusus, meskipun secara substansi tidak sebaik perusahaan-perusahaan asing. Berikut adalah mekanisme pendirian SEZ di India : 1. Pendirian SEZ dimulai dari mengidentifikasi UU SEZ, bentuk kerjasama yang ada di SEZ, perusahaan apapun dapat membuat proposal yang langsung ditujukan ke pemerintah daerah dan pemerintah pusat, untuk tujuan perencanaan produksi barang-barang sebagai kontribusi pelayanan SEZ atau sebagai kawasan bebas sebagaimana kawasan pergudangan. 2. Pendirian SEZ jika dikabulkan oleh pemerintah pusat yang berlaku 3 tahun yang mana bisa saja dikembangkan hanya untuk periode maksimal 2 tahun. 3. Pemerintah pusat memberikan kejelasan sistem yang akan diberikan untuk para pelamar SEZ, seperti persyaratan pengawasan minimum untuk persetujuan dari
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
FOKUS Tabel 4 Peran Pemerintah dalam Pengembangan SEZ di India Pemerintah Pemerintah Pusat
Peran 1.
2.
3.
Pemerintah Provinsi/ Kab upaten/ Kota
1.
2.
Membuat kebijakan tentang jenis produk dan luas area di SEZ : a. SEZ ber sifat multipr oduk, tersedia area 1000 ha, namun pembangunannya dimulai dari 200 ha. Untuk pengembangan ar ea pengolahan produk minimal 35 % dari luas area atau 25 % seperti rekomnedasi pemerintah pusat. b. SEZ one produk (spesifik) misalnya electronic hardware, IT, bio tecnology, solar energi, atau beberapa jasa pelayanan di dalam pelabuhan laut atau bandar udara. Tersedia lahan sekitar 100 ha atau lebih, dimana luas area khus us elektronic hardware atau bio tech minimum 10 ha, k husus untuk bio tech non konvensional produksi energi minimun 40.000 m2, khusus untuk produk perhiasan permata minimum 50.000 m2. c. SEZ untuk zona perdagangan bebas dan pergudangan minimum 40 ha, yang terdiri dari dua jenis seperti : ( a) zona khusus per dagangan bebas dan pergudangan minimal 50 % luas area, (b) zona per dagangan bebas dan per gudangan yang dirancang sebagai bagian dari SEZ multipr oduk, (c ) Zona Perdagangan bebas dan pergudangan untuk spesifik produk dan luas zona tersebut tidak boleh melebihi 20 % dari luas SEZ. d. Mengijinkan investor asing untuk mengembangkan sektor industri manufaktur di SEZ kecuali : industri senjata, amonisi, atom, narkotika, bahan kimia ber bahaya, penyulingan dan pembuatan minuman alkohol, rokok, atau pengganti tembakau. e. Menciptakan atur an tentang mekanisme oper asional penyederhaan pros edur dan pengadaan paket insentif yang akan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, dengan bentuk kegiatan sebagai berikut : memberikan kemudahan pr oses per ijinan yang otomatis penyederhanaan prosedur cukai unit-unit pelaku usaha dapat memproduksi barang untuk unit-unit SSI dalam pasar domestik 100 % investasi PMA untuk industri (manufaktur) pengembalian keuntungan secara penuh kebebasan bagi sub kontraktor 100 % bebas pajak IT selama 5 tahun, dan pembebasan bea cukai pemerintah pusat terhadap barang modal, bahan baku, atau cadangan konsumsi untuk dalam negeri penukaran pembayaran CST pada sistem pembelian domestik. Menentukan pr asyar at SEZ Penambahan lahan oleh pihak pengembang ( developer) harus memenuhi syarat sbb : a. Legal kepemilikan dan hak untuk mengembangkan ar ea tidak dapat dibatalkan tetap pada developer. b. Lahan bebas dari masalah c. Jika pihak pengembang ingin menyewa lahan pada ar ea yang sudah ditentukan, sebaiknya jangka waktu kontrak sewa lahan lebih dari 20 tahun. d. Lahan sebaiknya berdekatan, kosong, tidak di jalan utama e. Tidak ada penutupan PMA selama tersedia lahan yang dicadangkan. Menciptakan kebijakan insentif fiskal yang diberikan sejak Tahun 2005, yang diberikan terdiri dari untuk perusahaan pengelola kawasab dan untuk usaha-usaha di SEZ : a. Perlakuan kebijakan untuk pengembang (developer ) di SEZ : PMA diijinkan 100 % untuk membangun fasilitas townships di wilayah pemukiman, sarana pendidikan, tempat rekreasi, cabang untuk pelayanan telekomunikasi di SEZ. Fasilitas pajak pendapatan dibawah 80 IA untuk beberapa pengembang di beberapa blok selama 10 sampai 15 tahun. Bebas bea masuk impor bahan baku, maupun untuk operasional dan pemeliharaan. Bebas dari pajak pelayanan (CST) Bebas pajak pendapatan dari investasi infrastruktur Penanaman modal oleh perusahaan di suatu SEZ memenuhi syarat untuk pembebasan u/s 88 dalam UU tentang IT . Pengembangan diijinkan untuk memindahkan sarana prasar ana atau fasilitas operasional dan pemeliharaan. Diijinkan untuk membangun pembangkit listrik, melakukan transmisi dan distribusi listrik di SEZ Pengembangan bebas untuk mengalokasikan ruang di SEZ untuk pembangunan unit-unit usaha bisnis Berwenang menyediakan pelayanan pemeliharaan misalnya air, listrik, keamanan, restauran, tempat r ekr easi di jalur bisnis yang telah diijinkan. b. Perlakuan kebijakan untuk unit-unit usaha di SEZ : Pajak dan bea cukai : Pelaku usaha dibebaskan dari bea masuk dan pajak bahan baku/barang baik yang diimpor maupun yang diperoleh dari dalam negeri untuk pr oduksi usaha di SEZ, dan tanpa lisensi/persetujuan khusus dari pemerintah. Pembebasan bea masuk dan pajak terhadap bahan baku tersebut berlaku selama 5 tahun. Pemasaran domestik oleh pelaku usaha di SEZ mendapatkan pembebasan SAD. Pemasaran produk akhir di pasar domestik dapat dikenakan bea. Penjualan produk sisa/apkir di dalam negeri dikenakan bea. Pajak Pendapatan : Pelaku usaha mendapat manfaat fasilitas fisik ekspor Bebas pajak IT 100 % selama 5 tahun pertama dan 50 % selama 2 tahun berikutnya Pelaku usaha diijinkan melakukan r einvestasi untuk perluasan usaha 50 % keuntungan laba penginvestas ian. Pelaku usaha mendapat kompensasi kerugian. Pajak penjualan : bebas untuk menjual barang yang berasal dari wilayah domestik yang kena tarif ke area SEZ Kemudahan pelayanan pajak : pelaku usaha di SEZ bebas dari pajak pelayanan Member ikan beberapa ijin bagi perusahaan di SEZ dalam hal : Mengijinkan perbankan internasional masuk ke area SEZ Dibebaskan pajak laba 100 % selama 3 tahun dan 50 % untuk 2 tahun berikutnya Pinjaman modal usaha oleh pelaku usaha di atas US $ 500 juta per tahun, diijinkan dan tidak pembatasan waktu pinjaman Bebas membawa barang dalam prosesing ekspor tanpa ada batas waktu Fleksibel menjaga 100 % proses ekspor dalam rekening EEFC. Bebas membuat investasi ke luar negeri dar i rekening tersebut. Mengijinkan adanya str ategi perlindungan terhadap produk Bebas dari biay a tambahan dalam keuangan impor Pelaku usaha di SEZ diijinkan untuk tidak mencatat rekening ekspor yang belum ter ealisasi. Tidak menginjinkan SEZ untuk membuang limbah industri di dalam kawasan IT dan fasilitasi seperti lapangan golf, bangunan desalinasi, hotel-hotel dan pelayanan limbah industri di wilayah pesisir Mengkoordinasikan dan membina Pengelola Kawasan (perusahaan developer) melaksanakan terwujudnya operasional penyeder haan prosedur dan pengadaan paket insentif, dengan bentuk kegiatan sebagai berikut : a. Memberikan kemudahan proses perijinan yang otomatis b. Penyederhanaan prosedur cukai c. Unit-unit pelaku usaha dapat memproduksi barang untuk unit- unit SSI dalam pasar domestik d. 100 % investasi PMA untuk industri (manufaktur) e. Pengembalian keuntungan secara penuh f. Pebebasan bagi sub kontraktor 100 % bebas pajak IT selama 5 tahun dan pembebasan bea cukai pemerintah pusat terhadap barang modal, bahan baku, ata u cadangan konsumsi untuk dalam negeri g. Penukar an pembayaran CST pada sistem pembelian domestik. Membentuk Badan Pengelola Perijinan untuk setiap kawasan menyediakan single window atau pelayanan satu pintu dalam semua urusan.
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
9
FOKUS
4.
5.
6.
7.
10
unit registrasi pajak penjualan, persetujuan dari pengawas pabrik, penguatan aplikasi perijinan, kejelasan pengawasan pencemaran lingkungan. Badan Pengembangan SEZ Pusat menerima dari perusahaan atau pemerintah daerah tentang : Proposal penelitian perencanaan unit-unit usaha di SEZ dan memastikan tempat sebelum zona-zona tersebut sebagai pertimbangan bagi Badan Pengembangan Dokumen perijinan tahunan sub-kontraktor Kode ijin eksportir – importir Dokumen ijin lahan atau gudang industri yang telah ditentukan sesuai dengan perencanaan di dalam area SEZ Ketersediaan instalasi air bersih Registratsi sertifikat keanggotaan (dari asosiasi perusahaan) Registrasi industri skala kecil Registrasi pusat pengawasan pencemaran lingkungan. Pemerintah pusat (Badan Pengembangan yang melibatkan antar sektor) dan daerah menyediakan jaminan hukum bagi pelaku-pelaku usaha di SEZ, terkait dengan adanya perselisihan antara UU perindustrian dengan peraturan terkait lainnya. Setelah disetujui, Badan Pengusahaan Kawasan (Perusahaan Developer) bisa mengajukan fakta/ keterangan persyaratan SEZ kepada pemerintah pusat, diantaranya bukti keterangan lahan, dan bukti lainnya yang disahkan oleh pemerintah daerah atau badan yang berwenang. Pihak yang bermaksud merancang Badan Pengelola Khusus SEZ bisa mendapat bantuan dana, setelah mengidentifikasi area yang disetujui, dapat mengajukan ke pemerintah daerah yang mendapat persetujuan dari pemerintah pusat
untuk tujuan merencanakan jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan. 8. Badan Pengembangan pusat menyatukan komitmen UU ketenagakerjaan yang akan diberikan ke pemerintah daerah sebagai pelayan kebutuhan publik dalam perdagangan. 9. Persyaratan lainnya yang ditentukan oleh Badan Pengembangan adalah memenuhi hal-hal khusus dalam : jaringan pembangkit listrik yang dinyatakan sebagai bagian dari SEZ, rencana ijin bangunan, dimana semua peraturan yang berfungsi di dalam seluruh SEZ dikontrol oleh pemerintah. Pemerintah pusat juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemeliharaan seluruh SEZ. Pemerintah pusat memegang peranan penting bagi pengembangan SEZ di India. Sebagai regulator, pemerintah pusat banyak membuat kebijakan terkait dengan jenis dan produk di SEZ, penentuan prasyarat SEZ, insentif fiskal, dan perpajakan. Sementara pemerintah daerah, lebih pada koordinasi dan pembinaan pada pengelola kawasan.
Sama halnya dengan SEZ di China, infrastruktur menjadi salah satu fokus daya tarik investor asing bagi SEZ di India. a. Salah satu SEZ di India yang memiliki fasilitas kelas dunia/internasional adalah SEZ AMRL yaitu suatu SEZ yang dibangun dengan standar kelas dunia untuk mempercepat perkembangan bisnis secara pesat. AMRL SEZ adalah SEZ pertama yang menerapkan multiproduk di India atas kerjasama perusahaan AMRL internasional Tech City limited od AMRL group dengan Tamil Nadu Industrial development coorporation. b. Lokasi SEZ AMRL berbatasan dengan jalan tol nasional, luasnya 2.500 acres (1 acre = 4.046,8 m2, atau setara dengan 1.011,7 ha. c. Keterkaitan aksessibilitas : SEZ AMRL memiliki akses sangat memadai terhadap 7 pusat bisnis utama di India, jalan tol nasional 7 (NH-7) yang terletak di batas timur menghubungkan SEZ dengan semua semua pusat kota utama. Cabang dari jalan tol nasional NH 7 (NH–7 A) terhubungkan dengan bandar udara dan pelabuhan Tuticorin (termasuk 10 pelabuhan utama di India)
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
FOKUS
dimana jarak SEZ AMRL ke palabuhan Tuticorin 82 km). Akses ke jalur kereta api : terdapat jalur kereta api dari utara ke selatan memotong batas sebelah timur dekat SEZ yang tersambungkan dengan semua pusat kota utama, dan dekat dengan gudang container dan pelabuhan utama negara. Akses ke pelabuhan laut : posisi strategis yakni sangat dekat dengan jalur pelayaran internasional East–West, 35 feet draught, pelabuhan ini mendapat penghargaan ISO 9001 : 2000 dan ISO 14001 : 2004, memiliki akses memadai terhadap jalur kereta api dan jalan menuju kota-kota utama, kedalam pelabuhan 14 mts, kapasitas pelabuhan 20,55 juta ton, container terminal operated of Singapore Authority, hanya di selatan India yang langsung menawarkan pelayanan petikemas mingguan untuk USA, Eropa, laut merah, dan lain-lain, petikemas setiap hari memberikan pelayanan untuk Colombo.
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
d.
e.
f.
g.
Akses ke bandar udara : lokasi SEZ AMRL sangar dekat dengan beberapa bandar udara seperti Tuticorin sekitar 74 km, bandar udara Madurai sekitar 180 km, bandar udara internasional trivandum sekitar 3 jam via jalan tol NH-7 atau sekitar 650 km, dan bandar udara internasional Chennai via jalan tol NH-7 dan NH 45. Jaringan telekomunikasi kelas dunia dengan kecepatan besar dan volumen data transfer 13 tbps bandwith tersedia melalui 2 kabel bawah laut, dan serat jaringan nilai tambah layanan komunikasi tersedia pada 7 penyedia layanan. Listrik dan air : ketersediaan listrik dan air sangat terjamin dari berbagai sumber pengairan, sementara kapasitas listrik tersedia lebih dari 13.500 MW. Akses terhadap lahan dan tenaga kerja : SEZ menyediakan tenaga kerja cukup murah dan sewa / harga lahan yang murah. Pusat kesehatan : tersedia 22 rumah sakit, 17 lembaga medis, dan sistem yang sangat baik dalam pelayanan kesehatan.
BULLETIN KAWASAN
Output Dampak positif pengembangan SEZ di India dapat dilihat dari pertumbuhan ekspor yang sangat signifikan dari tahun ke tahun, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5. Tujuh SEZ yang dikembangkan oleh pemerintah terdiri dari 862 perusahaan. Dari sekian perusahaan tersebut dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 158.197 orang, investasi pemerintah sebesar Rs 527,77 crores (keterangan 1 crore = 10 juta rupees), dan PMA sebesar Rs 2823,08 crores. Sementara, sebanyak 12 SEZ diinisiasi swasta. Total perusahaan yang ada dalam SEZ tersebut adalah 154 perusahaan yang menyerap tenaga kerja sebanyak 20.566 orang. KESIMPULAN Secara umum, latar belakang pengembangan SEZ di beberapa negara adalah sama, yaitu menarik investasi asing skala besar demi peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan transfer teknologi. Namun pengembangannya berbedabeda, disesuaikan dengan kondisi daerah dan tujuan pembentukan SEZ. Dari keberhasilan yang telah dicapai oleh China dan India dalam pengembangan SEZ, perlu diwaspadai dan dikaji mendalam dampak sosial dan lingkungan yang diciptakannya, agar pengembangan SEZ tersebut dapat berkelanjutan.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber di internet.
(***)
11
OPINI
BAGAIMANA MENGELOLA KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS DI INDONESIA? Oleh : Yelda Rugesty, SP Pemerhati Pengembangan Kawasan Mengapa FTZ atau KPBPB Menjadi Penting Bagi Negara-Negara Industri Maju? Liberalisasi perdagangan barang, jasa, transportasi dan informasi, serta berkembangnya teknologi komunikasi (ICT) telah menciptakan peluang bisnis yang belum pernah terjadi dalam bidang perdagangan dan industri transportasi sebelumnya. Kenaikan tingkat persaingan dalam sektor publik dan sektor swasta membutuhkan pergerakan dari strategi bisnis nasional, menuju regional dan akhirnya berkembang hingga bisnis global yang sarat dengan persaingan antar perusahaan di dunia dalam pasar global. Perusahaan akan memenangkan persaingan di pasar global apabila efisien berproduksi atau mampu mengurangi biaya-biaya produksi, biaya pemeliharaan, dan mampu mengembangkan kualitas produk sesuai permintaan konsumen pasar global. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri di negara-negara maju adalah melakukan strategi pengurangan biaya bahan baku, berproduksi dengan lebih cepat, berorientasi pada selera konsumen dan meningkatkan nilai tambah pelayanan pada industri logistik. Untuk itu, peningkatan pelayanan industri logistik di sekitar pelabuhan menjadi suatu sasaran utama bagi pelaku-pelaku usaha. Tidak cukup hanya itu, agar produk lebih kompetitif, tampaknya harus ada peningkatan pengelolaan tarif maupun non tarif di bidang perdagangan, di dalamnya termasuk penyederhanaan
12
prosedur bea cukai, penyederhaaan proses investasi, yang sebelumnya cenderung dilakukan melalui hubungan atau perjanjian bilateral, sub regional dan perjanjian multilateral yang pada akhirnya memang beberapa negara tersebut meraih keuntungan besar dalam peningkatan ekspor dan penyerapan investasi asing. Hal inilah yang membuat banyak negara di Asia turut membangun kawasan kawasan yang bernilai tambah khusus di sekitar kawasan pelabuhan atau di kawasan kawasan hinterland pelabuhan, dengan harapan yang sangat tinggi yakni untuk mendapatkan manfaat perubahan yang besar dalam perekonomian negaranya. Konsep pendekatan Free Trade Zone (FTZ) atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dan cara pengembangannya relatif berbeda antar satu negara dengan negara yang lain, dan hanya beberapa negara saja yang berhasil. Contoh negara yang paling berhasil dengan FTZ adalah Singapura. Singapura mendirikan FTZ Tahun 1969 dilatarbelakangi oleh kepentingan untuk menyediakan tempat pendistribusian barang dalam perdagangan yang dibebaskan dari pabean. Pada akhirnya, Singapura berhasil mengembangkan modal dan teknologi asing secara simultan dan berkembang pesat di dalam iklim pasar bebas seperti yang diperkenalkan oleh WTO dan sejumlah persetujuan perdagangan bebas bilateral lainnya. Keberhasilan Singapura dalam pengembangan FTZ tersebut disebabkan oleh dukungan dan fokus Peme-
rintah dalam mengimplementasikan konsep kebijakan FTZ. FTZ dijadikan sebagai strategi pengembangan perekonomian jangka panjang nasional dalam rangka menarik investasi asing (FDI), menggerakkan pertumbuhan faktor input produksi, serta mengembangkan inovasi teknologi. Untuk meningkatkan efisiensi FTZ, Pemerintah Singapura mengintegrasikan dan menginterkoneksikan FTZ dengan kebijakankebijakan lainnya yang serupa dalam rangka menarik investasi asing (FDI). Salah satunya adalah mendorong pertumbuhan sektor industri logistik untuk meningkatkan kemampuan FTZ dalam menggerakkan sekaligus merespon permintaan pasar global. Dengan demikian FTZ di Singapura mampu berfungsi sebagai sebuah kawasan khusus yang memiliki nilai tambah tinggi untuk mewujudkan produk-produk yang kompetitif di pasar global karena tidak ada lagi hambatan-hambatan perdagangan untuk kegiatan ekspor dan impor. Apa Batasan dan Karakteristik Suatu FTZ atau KPBPB ? Defenisi KPBPB atau FTZ pertama kali terkait dengan karakteristik pengembangan kawasan perdagangan beserta pengembangan hinterland pelabuhan. Selanjutnya, Kyoto Convention menggunakan istilah Kawasan Bebas (Free Zone) untuk suatu FTZ, yang didefinisikan sebagai “a part of the territory of a contracting party where any goods introduced are generally regarded, insofar as import duties and taxes are concerned, as being outside
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
OPINI the custom territory” yang artinya adalah bagian dari wilayah suatu negara dimana setiap barang yang masuk bebas dari kewajiban pabean. Artinya batasan suatu KPBPB adalah suatu kawasan khusus yang berada di luar wilayah pabean atau terpisah dari pabean (dibebaskan dari kewajiban bea masuk, PPN, PPnBm), yang ditetapkan dengan Undang undang. Di Singapura, FTZ disebut dikenal sebagai tempat utama pendistribusian barang. Suatu FTZ atau KPBPB didasari oleh beberapa karakteristik antara lain : 1. Kawasan industri yang mencakup industri pengolahan dan industri logistik di sekitar pelabuhan dengan batasan yang jelas atau biasa disebut “enclave” 2. Produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha di dalam industri pengolahan tersebut berientasi ekspor 3. Secara geografis, pusat kegiatannya terletak di lokasi strategis (artinya dekat atau memiliki akses terhadap jalur perdagangan internasional) sehingga lebih efisien dalam biaya transportasi dan pendistribusian, yang biasanya FTZ atau KPBPB ini terletak di sekitar wilayah pantai/ pesisir 4. Tersedia paket insentif yang menarik, yang dikenal dengan penyediaan paket regulasi dan kebijakan yang memberikan iklim kondusif bagi pengembangan investasi secara besar-besaran dengan cara pemberian insentif fiskal berupa bebas bea seperti bebas dari bea impor bahan baku, bahan baku antara, dan barang barang modal yang digunakan di dalam produksi untuk ekspor, pengurangan pajak eskpor produksi barang dan jasa atau penjualan barang dan jasa yang mereka hasilkan, pengurangan pajak pendapatan perusahaan dari kinerja ekspor perusahaan atau pajak ekspor dalam total produksi. Kawasan ini juga tersedia insentif non fiskal berupa infrastruktur transportasi, energi, dan telekomunikasi yang E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
memenuhi standar pelayanan untuk kegiatan industri pengolahan dan industri logistik di sekitar pelabuhan tersebut. Selain itu juga didukung oleh infrastruktur pendukung bisnis yang mampu melayani kebutuhan aktifitas bisnis skala internasional, dan tersedianya kemudahan, kecepatan, transparansi dalam pelayanan perijinan investasi, pelayanan bisnis. Tidak kalah penting juga tersedia insentif lahan. 5. Biasanya pengembangan FTZ atau KPBPB ini didominasi oleh investasi asing. Negara yang paling banyak menerapkan KPBPB ini adalah Amerika Latin dan Karibia yakni sekitar 48% dari FTZ di dunia, sementara di Asia yang menerapkan KPBPB sebanyak 42%. Jika ditelusuri jumlah investor FTZ umumnya berasal dari sebagian kecil negara yaitu Jepang dan Amerika. Apakah Tepat Bagi Indonesia Menerapkan FTZ atau KPBPB ? Jika menyimak keberhasilan beberapa negara yang secara geografis sangat dekat dengan Indonesia dan relatif jumlah sumberdayanya pun tidak jauh berbeda dengan Indonesia, bahkan Indonesia “berlebih”, meski ada perbedaan karakter sosial-budaya, maka penulis berpendapat bahwa pendirian FTZ ini adalah tepat karena memang sulit menghindari era globalisasi saat ini, dengan catatan harus ekstra hati-hati. Singapura dan China mendirikan FTZ dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan perusahaan-perusahaan dalam suatu negara untuk memenangkan persaingan pasar global melalui liberalisasi perdagangan yang kemudian bergeser pada kebutuhan untuk menarik investasi asing sebanyak banyaknya yang pada akhirnya menjadi pintu keluar bagi penyelesaian masalah peningkatan lapangan kerja. Implikasinya, jika Indonesia ingin memenangkan persaingan dalam pasar global, dan menjadi sasaran masuknya investasi asing sebanyak banyaknya yang pada BULLETIN KAWASAN
akhirnya membuka peningkatan lapangan kerja seluas-luasnya khususnya bagi masyarakat Indonesia, maka pelaksanaan kebijakan FTZ atau KPBPB di Indonesia dirasa cukup relevan asalkan dapat dimodifikasi. Artinya jika melihat karakter sosial-budaya di Indonesia, maka konsep kebijakan FTZ atau KPBPB ini perlu dimodifikasi sesuai dengan karakter sosial-budaya di Indonesia supaya dalam implementasi pengembangannya di lapangan betulbetul tidak mendapat hambatan dari segenap lapisan masyarakat Indonesia. Apakah Indonesia harus Menerapkan FTZ atau KPBPB sesuai Konsep Aslinya ? Banyak negara yang terinspirasi dengan kesuksesan konsep FTZ ini, sehingga lahirlah konsep konsep baru yang dikembangkan oleh berbagai negara di dunia, seperti konsep Ekspor Processing Zone (EPZ), Free Processing Zone (FPZ), dan Special Economic Zone (SEZ), seperti yang terjadi di China. Konsep kebijakan FTZ atau KPBPB ini perlu dimodifikasi sesuai dengan karakter sosial-budaya di Indonesia supaya dalam implementasi pengembangannya di lapangan betul-betul tidak mendapat hambatan dari segenap lapisan masyarakat Indonesia. Dari lima karakteristik FTZ atau KPBPB yang disebutkan di atas, karakteristik yang perlu disesuaikan dengan kondisi sosial budaya Indonesia adalah karakteristik batasan wilayah (enclave) dan dominasi investasi asing. Karakteristik batasan wilayah (enclave) perlu diadaptasikan dengan kondisi Indonesia misalnya dalam aspek substansi pola industri pengolahannya. Biasanya di dalam suatu FTZ bahan bakunya diimpor dari negara lain lalu diolah untuk kembali dieskpor. Untuk di Indonesia, FTZ harus dibuat sebaliknya yaitu bahan baku impor untuk industri pengolahan yang berasal dari luar negeri diminimalkan, dialihkan ke penggunaan bahan baku berdasarkan sumberdaya Indonesia, misalnya bahan 13
OPINI baku yang berasal dari hasil produk perkebunan, perikanan, peternakan, dan sumberdaya alam lain. Keberlanjutan mata rantai keterkaitan pola produksi industri hulu sampai industri hilir di FTZ ini memang harus direncanakan terlebih dahulu dalam suatu grand design FTZ, termasuk kemampuan inovasi teknologi. Apabila suatu saat FTZ sudah berkembang, tidak hanya fokus pada industri logistik dan industri pengolahan, tetapi lebih jauh lagi dengan mengembangkan industri yang spesifik bernilai tambah lebih tinggi sehingga memerlukan pengembangan zona-zona pendukung seperti zona riset, zona pariwisata, dan sebagainya, maka inilah yang disebut dengan bentuk perkembangan kompleks FTZ yang dikenal dengan istilah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kalau hal ini diterapkan dengan benar, maka perkembangan FTZ di Indonesia otomatis akan memberikan dampak yang lebih sistemik pada pemberdayaan fundamental ekonomi rakyat Indonesia. Artinya pengembangan FTZ di Indonesia perlu memiliki indikator evaluasi yang tidak hanya pada angka-angka pertumbuhan investasi, pertumbuhan GNP atau ekspor, pertumbuhan PDRB, tetapi juga indikator tentang kemampuan FTZ dalam menyerap jumlah tenaga kerja lokal, jumlah atau persentase bahan baku lokal yang digunakan, dan jumlah UMKM yang dilibatkan, dan multiplier bagi pengembangan wilayah lain di sekitarnya. Setelah nuansa penerapan FTZ Indonesia yang berani tampil beda ini cukup menampakkan hasil yang menggembirakan, langkah selanjutnya yang harus diwaspadai adalah bagaimana mengantisipasi persaingan yang tidak sehat di pasar global, khususnya bagi negara-negara yang melindungi produknya dengan menggunakan dalih isu-isu seputar lingkungan dan kesehatan terhadap negara pesaingnya. Disinilah peran keprofesionalismean pelaku usaha dan pemerintah dalam bernegosiasi dan betul-betul meneliti tingkah laku konsumen di pasar global. 14
Sebenarnya tidak sulit bagi Indonesia untuk menawarkan produknya dan bersaing di pasar global karena tujuan dan segmentasi pasarnya sudah jelas. Apalagi Indonesia memang sudah termasuk salah satu negara pengekspor sumber bahan baku bagi industri pangan /makanan terbesar di dunia dan memiliki potensi besar yang belum tergarap sehingga masih berpeluang besar untuk meningkatkan kapasitas produksi produk-produk tersebut bagi bahan baku industri pengolahan di kawasan industri di FTZ Indonesia. Dalam Buku World in Figures edisi 2003 yang diterbitkan oleh majalah The Economist, disebutkan fakta posisi terhormat Indonesia di bidang pertanian. Indonesia adalah penghasil biji-bijian terbesar keenam di dunia; penghasil beras ketiga di dunia setelah China dan India; penghasil teh terbesar keenam di dunia; penghasil kopi terbesar keempat di dunia; penghasil cokelat terbesar ketiga setelah Ghana dan Pantai Gading; penghasil minyak sawit kedua setelah Malaysia (kini menjadi pertama); penghasil karet alam kedua setelah Thailand; penghasil cengkeh, pala, puli dan lada putih terbesar di dunia. Selain itu penduduk dunia kian bertambah. Setiap 15 tahun penduduk dunia bertambah 1 miliar jiwa. Di sisi lain, kemunculan era baru dengan harga pangan meningkat tinggi perlu dimanfaatkan untuk mendorong sektor pertanian sebagai motor kebangkitan ekonomi nasional. Indonesia perlu memanfaatkan peningkatan kebutuhan dunia akan beras, jagung, tebu, CPO, kedele, karet, teh, coklat, kopi, dan produk pertanian tropis lainnya, melalui peningkatan produksi. Indonesia bukan hanya berpotensi swasembada, tetapi juga menjadi eksportir produk-produk pertanian tropis, sekaligus dengan agroindustrinya. Indonesia berpotensi menjadi pengeskpor utama produk-produk pertanian tropis, seperti beras, kopi, coklat, jambu mete, gula tebu, jagung, karet, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, lada putih, lada hitam, pala, minyak sawit, cengkeh, teh, minyak atsiri, buah-buahan tropis
(durian, manggis, belimbing, nenas, pisang, rambutan, kelengkeng, duku) dan lain-lain dengan produk-produk turunannya. Atas dasar inilah seharusnya industri pengolahan dan industri logistik di FTZ kita kembangkan. Mesin penggerak FTZ atau KPBPB itu sebenarnya terletak pada dua hal yaitu kecepatan/ritme dan kapasitas industri pengolahan dan industri logistik (termasuk di dalamnya kecanggihan pelayanan pelabuhan). Agar tetap bergerak dan putarannya semakin cepat, industri pengolahan dan industri logistik harus berstandar “tinggi” dibandingkan dengan kapasitas industri lain pada umumnya. Hal ini disebabkan pasokan produk industri tersebut harus mampu melayani kebutuhan pasar internasional (baik kualitas kuantitas dan kontinuitasnya) sehingga kecanggihan dalam sistem pengelolaan dan sistem inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing produk-produk di KPBPB tersebut sudah barang tentu perlu menjadi hal yang “dibiasakan”. Bagi Indonesia, bukan tidak mungkin hal itu terwujud. Hanya saja dalam tubuh pelaku terkait masih terdapat ketidaksamaan pandang dan ketidakseriusan untuk mengupayakan kecanggihan sistem inovasi teknologi industri pengolahan dan industri logistik di KPBPB salah satunya karena memerlukan investasi cukup besar. Disinilah Indonesia perlu untuk melakukan berbagai terobosan. Ada dua opsi. Opsi pertama, melalui cara “instan”, yaitu dengan mengundang investor asing kelas internasional untuk mencapai output yang besar dengan konsekuensi sebagai “footlose industrial”. Opsi kedua, dengan cara serius bekerja keras dan cerdas untuk mencapai output dan dampak yang besar dan lebih dirasakan secara sistemik di dalam fundamental ekonomi rakyat Indonesia. Apabila kemampuan investor dalam negeri termasuk investor asal Indonesia yang berinvestasi di luar negeri diasumsikan cukup memenuhi kebutuhan, sebaiknya investor dalam negeri yang diprioritaskan. Meski investor dalam
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
OPINI negeri dinilai kurang mampu oleh sebagian kalangan untuk melaksanakan pekerjaan atau bidang tertentu, tapi bagi penulis hal ini tetap harus diberi peluang oleh Pemerintah melalui pembinaan sesuai standar internasional dan kemudahan berbagai insentif fiskal dan non fiskal. Namun apabila kemampuan investasi di dalam negeri diasumsikan tidak mencukupi kebutuhan pengembangan KPBPB, maka investasi asing dapat diundang. Kendala yang ditemui soal pengembangan investasi asing umumnya berupa tekanan terhadap sejumlah kebijakan di dalam negeri terutama masalah proyek-proyek strategis, keamanan, dan ketenagakerjaan. Biasanya investor asing ingin mengelola penuh zona-zona strategis dan produkproduk strategis. Disinilah dituntut kebijakan Pemerintah, mana yang akan “dimenangkan”, sebab pilihan yang salah akan berdampak pada penderitaan masyarakat 70 tahun. Mengapa FTZ atau KPBPB di Indonesia Belum Maju? Salah satu penyebabnya adalah belum berkembangnya sektor industri pengolahan dan industri logistik di FTZ. Padahal kawasan industri akan banyak memberikan pengaruh positif, antara lain peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyediaan sarana infrastruktur, pengelolaan lingkungan yang lebih mudah karena terintegrasi di dalam suatu kawasan, terbukanya lapangan pekerjaan baru baik dari sektor industri pengolahan dan industri logistik maupun sektor informal yang tumbuh di sekitarnya, serta peningkatan pendapatan daerah melalui pajak dan berkurangnya arus urbanisasi. Sementara itu, belum berkembangnya sektor industri pengolahan dan industri logistik di FTZ salah satunya disebabkan oleh masalah iklim investasi. Disadari bahwa iklim investasi di Indonesia secara umum masih terhambat oleh sederet persoalan, termasuk masalah ketenagakerjaan. Indonesia memiliki karakter ketenagakerjaan yang cukup “keras” terhadap pengusaha baik E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
dalam negeri maupun asing, terlepas dari sejumlah kebenaran yang mereka yakini. Hal ini terjadi mungkin karena Indonesia memiliki serikat buruh yang kuat dan setiap saat dapat saja mengekspresikan aspirasinya karena UUD 1945 memang memberi ruang seluasluasnya untuk itu. Tetapi lain halnya dari sudut pandang para pengusaha, tuntutan para tenaga kerja seringkali dianggap “memberatkan pengusaha”, meski hakhak dan kewajiban kedua belah pihak sudah diatur oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun sepertinya belum ada suatu kesepakatan yang nyata hingga saat ini. Mengutip perkataan Kris Kanter, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Investasi, yang mengusulkan Pemerintah untuk merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahkan bila perlu dihilangkan, karena jika UU Nomor 13 Tahun 2003 tetap diberlakukan seperti biasa, maka industri domestik akan terpukul dan tidak akan bersaing misalnya dalam ACFTA. Disinilah perlu kepemimpinan dan keberpihakan pemerintahan yang mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dengan pihak investor. Salah solusinya adalah Pemerintah perlu mengakomodir masukan dari pihak pengusaha atas beberapa pasal yang memberatkan pihak pengusaha (misalnya masalah pesangon, status buruh, tingkat upah minimum, ijin cuti) dengan cara mengalihkannya atau mengkompensasi ke dalam bentuk pemberian tunjangan kesejahteraan buruh oleh Pemerintah seperti pemberian subsidi Jamsostek yang dikelola lebih profesional transparan dan akuntabel bukan seperti biasanya. Hal ini sangat penting sebagai “jalan tengah” solusi konflik buruh dengan pengusaha. Sementara di sisi Jamsostek, pekerjaan rumah yang perlu dilakukan adalah mengelola terselenggaranya penyediaan tunjangan kesehatan keluarga buruh, pendidikan gratis 9 tahun, penyediaan sarana transportasi/bus gratis antar jemput dari dan ke lokasi industri tempat buruh bekerja, BULLETIN KAWASAN
penyediaan koperasi sembako murah, dan tunjangan hari raya). Pekerjaan seperti ini tidak bisa kita serahkan pada pengusaha/investor, karena ini adalah bentuk kepedulian pemerintah yang seharusnya terus mencarikan solusi sehingga konflik buruh dengan pengusaha tidak berlarut-larut. Darimana semua sumber pembiayaan tersebut didapat? Sebenarnya hal itu mudah saja didapat asalkan Pemerintah dapat menyisihkan sebagian program sektoralnya untuk hal ini. Bisa pula dialokasikan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), anggap saja bantuan kompensasi untuk tenaga kerja ini adalah bagian dari program PNPM itu, karena bertujuan sama, yaitu untuk kesehjahteraan masyarakat. Pemberian bantuan kompensasi untuk buruh ini tidak akan terbebani lagi apabila kinerja industri dan ekspor di FTZ semakin meningkat dan berdampak multiplier. Selain masalah ketenagakerjaan, belum berkembangnya iklim investasi yang menjadi pemicu tidak berkembangnya sektor industri pengolahan dan industri logistik di FTZ, juga disebabkan oleh ketidaksiapan bersaing dengan produk dari negara lain. Ketidaksiapan bersaing ini sebagai akibat dari masalah biaya produksi yang terlalu tinggi di Indonesia dibanding dengan negaranegara lain. Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Investasi, ketika menghadapi ACFTA, harus terus diingat bahwa biaya produksi Indonesia jauh lebih tinggi dari negara China. Ekonomi biaya tinggi adalah proses kegiatan ekonomi di suatu daerah atau negara yang memerlukan atau mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dari seharusnya. Faktor-faktor penyebab ekonomi biaya tinggi antara lain : (1) Tingkat suku bunga kredit perbankan yang masih di atas 10 persen, yang mestinya lebih rendah dari 10 persen, (2) Pemberlakuan tarif yang lebih tinggi atau banyaknya pungutan-pungutan liar yang seharusnya tidak ada, serta adanya budaya korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang 15
OPINI berhubungan dalam proses ekonomi tersebut, (3) Alur birokrasi yang panjang dan berbelit-belit sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar, (4) Ketidakpastian kewenangan dalam memberikan keputusan, perijinan, serta kepastian hukum, (5) Masih adanya peraturanperaturan daerah yang mempersulit pihak-pihak yang ingin berinvestasi dan kurangnya pengawasan di lapangan, serta (6) Kerugian akibat kerusakan/ penurunan mutu produk dan atau kelambatan pendistribusian produk akibat sarana prasarana transportasi yang tidak memadai dari sumber bahan baku ke lokasi FTZ (pelabuhan). Investor akan berminat berinvestasi di FTZ, terutama di kawasan industri pengolahan dan industri logistik, apabila masalah ekonomi biaya tinggi dapat diatasi. Untuk itu Pemerintah harus gencar melakukan kebijakan : (1) Penurunan tingkat suku bunga kredit usaha, (2) Pemberantasan pungutan-pungutan liar dan korupsi yang ada di lingkungan aparatur perijinan, perpajakan, dan lokasi investasi FTZ, (3) Memangkas birokrasi perizinan dengan memberlakukan perizinan elektronik satu atap untuk dapat memberikan pelayanan perijinan dan pelayanan bisnis lebih cepat, murah, efisien dan transparan, (4) Kepastian hukum yang berlaku di FTZ agar pengusaha/investor merasa aman berusaha dan menanamkan modalnya, (5) Merevisi peraturan-peraturan daerah yang mempersulit pihak-pihak yang ingin berinvestasi dan selanjutnya mengawasi hingga kebijakan betul-betul berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dan (6) Memangkas kerugian akibat kerusakan produk dan atau kelambatan pendistribusian produk dari sumber bahan baku ke lokasi FTZ (pelabuhan) dengan membangun jalan tol (untuk lokasi daratan) dan memperbanyak cargo ship (untuk lokasi kepulauan/antar pulau). Tantangan bagi Indonesia untuk Menyukseskan FTZ atau KPBPB Keberhasilan pembangunan suatu FTZ ataupun FTZ yang diarahkan peng16
embangannya menjadi sebuah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dilengkapi oleh Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, Zona Pengembangan Teknologi, dan zona ekonomi lainnya, sangat ditentukan oleh kemampuan Pemerintah dan pihak lainnya dalam mengatasi sejumlah tantangan yang akan muncul dalam pengembangan FTZ seperti : (1) Lalu lintas kegiatan perdagangan akan semakin mudah masuk maupun keluar karena akan dibebaskan dari bea masuk dan cukai sehingga memerlukan pengawasan yang kuat, (2) Mengentaskan masalah ekonomi biaya tinggi sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, (3) Proses percepatan industrialisasi yang dibutuhkan bukanlah pembentukan FTZ sebanyak mungkin, tetapi yang strategis adalah memikirkan bagaimana merestrukturisasi pola industri nasional ke arah resource-based industri dengan ketergantungan minimal dari komponen luar negeri, dan meningkatkan secara maksimal penggunaan komponen dalam negeri menuju self-reliance agar perekonomian berakar di dalam negeri, sehingga akan memperkokoh daya-beli dan pasar dalam-negeri, (4) FTZ memiliki tata ruang yang khusus yang tidak mengganggu hutan lindung, tidak terlalu dekat dengan kawasan permukiman, (5) Status penggunaan lahan FTZ tidak menimbulkan konflik diantara pengusaha dengan pemilik tanah, (6) Ada perjanjian dan komitmen khusus antara pengelola kawasan/pihak industri untuk mengolah limbah sehingga tidak merusak lingkungan hidup, (7) Aktifitas usahanya tidak hanya menguntungkan investor atau pemodal besar baik pemodal dalam negeri maupun luar ngeri tetapi juga menguntungkan pemodal kecil dan menengah (artinya semua aktiiftas industri di dalam FTZ sejak awalnya harus sudah dirancang tentang pola industri/ kegiatan bisnis pendukung dan keterkaitannya dengan industri kecil dan menengah), sebab inilah FTZ yang diadaptasikan dengan karakteristik sosial budaya Indonesia, (8) Kegiatan usahanya ti-
dak hanya mengeksploitasi sumberdaya alam namun beralih ke pengembangan industri hulu hingga hilir dengan mengoptimalkan bahan baku lokal atau sumberdaya alam Indonesia, sedangkan bahan baku impor diposisikan sebagai pelengkap/penunjang, (9) Tidak berpotensi menghancurkan industri nasional (FTZ sedapat mungkin tidak berbentuk industri rakitan karena komponennya sebagian besar adalah impor, atau tidak berbentuk industri reekspor yang hanya sekedar mengganti label barang impor negara lain dengan label Indonesia, sebab dapat mematikan industri dalam negeri yang sejenis), (10) Dalam pembangunan infrastruktur, pinjaman luar negeri dijadikan alternatif terakhir dengan perhitungan yang tepat dan kembali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini dilakukan agar tidak membebani anggaran Pemerintah, (11) FTZ tidak hanya mengutamakan industri padat modal tetapi juga padat karya agar dapat mengurangi pengangguran secara signifikan, (12) Dalam perhitungan rugi laba, jumlah penerimaan atau manfaat bagi negara harus lebih besar dibandingkan dengan jumlah fasilitas fiskal dan fasilitas non fiskal yang akan diberikan. Untuk itu, sebelum diberlakukan insentif harus dihitung dengan suatu simulasi minimal dalam waktu 10 tahun, (13) Berjalannya beberapa indikator kinerja utama FTZ, seperti meningkatnya jumlah investasi, meningkatnya kinerja ekspor, meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja dalam negeri, meningkatnya pendapatan perkapita, dan peningkatan pendapatan daerah (PDRB) yang didapat dari dampak multiplier. (RH) Pustaka : Siswono Yudohusodo dalam Seminar Sinar Harapan-Agrina tentang Krisis Pangan, 6 Mei 2008 dalam www.sinarharapan.co.id http://inilah.com/news/ekonomi/2010/01/14
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
(***)
BULLETIN KAWASAN
DAERAH
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG POTENSI DAN PERMASALAHANNYA SEJARAH PERKEMBANGAN Kawasan Sabang sejak dahulu telah dijadikan sebagai pusat lalu lintas perdagangan internasional di masa kejayaan Sultan Iskandar Muda dan pendudukan Hindia Belanda. Kawasan Sabang telah dijadikan sebagai pintu gerbang pelayaran dan perdagangan internasional. Tahun 1881, Sabang sudah terkenal dengan pelabuhan alamnya, yaitu dengan didirikannya Kolen Station oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1887 Firma De Lange membangun sarana penunjang untuk fasilitas pelabuhan, sehingga Tahun 1895 dibuka Pelabuhan Bebas yang dikelola oleh Sabang Mactscappij. Tahun 1942 Sabang diduduki oleh Jepang sampai pelabuhan Sabang mengalami kehancuran fisik dan akhirnya Sabang sebagai Pelabuhan Bebas pun ditutup. Tahun 1950 Sabang dijadikan sebagai Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia. Mengingat lokasinya yang strategis, Pemerintah Indonesia menetapkan Sabang sebagai pelabuhan bebas dan perdagangan bebas pada Tahun 1963 melalui PP 10/1963. Kotapraja Sabang dibentuk Tahuan 1965 melalui UU 10/ 1965. Kedudukan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas diperkuat kembali dengan UU 4/1970 tentang Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang. Namun, setelah UU ini berjalan 15 tahun, Pemerintah Pusat menutup E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
kawasan ini dengan mencabut status Sabang sebagai Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas melalui UU 10/1985. Dengan dibentuknya Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Tahun 1993 posisi Sabang diperhitungkan kembali. Tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya, diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keppres No. 171 Tanggal 26 September 1998. Namun demikian, kawasan Sabang pun masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan hingga statusnya sebagai Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang dihidupkan kembali dengan Perpu No. 2 Tahun 2000 yang kemudian dikukuhkan menjadi UU No. 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan PerdaBULLETIN KAWASAN
gangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 September 2000. Penetapan ini bertujuan untuk mendorong pembangunan Provinsi NAD dan daerah lain di Indonesia. Demikian juga di tingkat daerah, pengembangan kawasan Sabang sudah didukung oleh berbagai peraturan untuk meningkatkan operasional di lapangan, seperti : Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang No. 193/034 Januari 2001 tentang Pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang; Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang No. 193/ 326/04 Tanggal 8 Juli 2004 Tentang Pengangkatan Sekretaris, Deputi BPKS; Keputusan Presiden No. 191/M Tahun 2005 Tanggal 22 Desember 2005 Tentang Pengangkatan Dr. Ir. Mustafa Abubakar, M.Si, sebagai pejabat Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku ExOfficio menjadi Ketua Dewan Kawasan Sabang; Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang No : 193/338 A/05 Tanggal 24 Oktober 2005 Tentang Pengangkatan Kepala BPKS; Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe
17
DAERAH Aceh Darussalam selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang No : 193/119/2006 Tanggal 7 Pebruari 2006 Tentang Pengangkatan Wakil Kepala dan Deputi BPKS; Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang No : 193/057/2006 Tanggal 19 April 2006 Tentang Pengangkatan Deputi Hubungan Antar Lembaga Pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang; dan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, No. 25 Tahun 2006 Tanggal 20 Juni 2006 Tentang Struktur Organisasi dan Job Discription BPKS. Kedudukan Kawasan Sabang terus diperkuat dengan terbitnya UU No. 11/ 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang isinya menyatakan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang adalah kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan RI yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari : tata niaga, pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (pasal 167). Pemerintah pusat bersama Pemerintah Aceh mengembangkan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang sebagai pertumbuhan regional melalui kegiatan di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi maritim, pos dan telekomunikasi, peternakan, asuransi, pariwisata, pengolahan, pengepakan, gudang dan hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan industri dari kawasan sekitarnya (Pasal 169 ayat 1) dan Kawasan Sabang diarahkan untuk kegiatan dan investasi serta kelacaran arus barang dan jasa kecuali barang dan jasa yang secara tegas dilarang oleh UU (Pasal 169 ayat 2). Untuk memperlancar kegiatan pengembangan kawasan Sabang Pemerintah melimpahkan kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain yang diperlukan kepada Dewan Kawasan Sabang paling lambat 6 bulan (Pasal 170) setelah UU dikeluarkan, dan Dewan Kawasan 18
Sabang juga menerima pendelegasian kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain yang diperlukan untuk pengembangan kawasan Sabang dari Permerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Bebas dan Pemerintah Kota Sabang, paling lambat 1 tahun setelah UU dikeluarkan. Beberapa tahun terakhir BPKS telah menyusun Masterplan Kawasan Sabang 2007 – 2021 yang disusun Tahun 2005 dan ditetapkan dengan SK Gubernur NAD selaku ketua DKS No. 510/438/ 2006. Namun Master Plan tersebut masih mengacu kepada UU No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang saat ini telah mengalami perubahan menjadi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sehingga Masterplan Kawasan Sabang 2007 – 2021 harus direview sesuai UU 26/2007 dan PP 26/ 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang dan PP 26/2008 tentang RTRWN disebutkan bahwa salah satu kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi adalah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Menurut UU 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional dengan penekanan pada pembangunan pelabuhan utama (hub-port) yang fungsinya sebagai pelabuhan impor-ekspor (internasional) dan juga sebagai pelabuhan alih kapal (transhipment) nasional. Fungsi utama penetapan kawasan tersebut adalah untuk mengejar pembangunan dan pengembangan di Provinsi NAD sehingga dapat mendorong bagi pembangunan daerah lainnya di Indonesia. PP 26/ 2008 menyebutkan kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional dari sudut pertumbuhan ekonomi meliputi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekono-
mian internasional. Terkait dengan upaya mendorong percepatan implementasi pengembangan kawasan Sabang secara nyata, Pasal 123 ayat (3) PP 26/ 2008 mengamanatkan perlunya rencana tata ruang rinci (RTR KSN) untuk setiap kawasan strategis nasional termasuk Sabang yang penetapannya menjadi kewenangan Pemerintah pusat sebagaimana dinyatakan dalam UU 26/ 2007 pasal 8 ayat 3 (a) yaitu ditetapkan dengan Peraturan Presiden. POTENSI DAN KENDALA Peluang pengembangan Kawasan Sabang didukung oleh letak Sabang di persimpangan perdagangan dunia atau jalur lalu lintas pelayaran (International Shipping Line) dan penerbangan internasional sehingga menjadikan posisinya sebagai pintu gerbang arus masuk investasi, barang dan jasa dari dalam dan luar negeri Indonesia. Jika pengembangan Sabang sebagai kawasan pelabuhan bebas dan perdagangan bebas yang apabila serius dikembangkan, maka efek positifnya diharapkan dapat merambat ke wilayah-wilayah sekitar Sabang, dan akan sangat membantu mempercepat pemulihan Aceh pasca bencana tsunami. Hal ini dimulai dari menggerakkan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Sabang mulai dari pengembangan wilayah Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako dan Pulau Rondo) dan Kecamatan Pulo Aceh (Pulau Breuh, Pulau Nasi dan Pulau Teunom) Kabupaten Aceh Besar serta pulau-pulau kecil disekitarnya, yang memiliki luas wilayah Kawasan Sabang 393,1 km2 yaitu Kota Sabang 153 km2 dan Pulo Aceh 240.1 km2. Namun, perkembangan perekonomian di kawasan Sabang dirasakan oleh masyarakat masih belum optimal, meski Pemerintah telah memberikan dukungan pendanaan setiap tahunnya. Menurut UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan PP 55/2005 tentang Dana Perimbangan yang terdiri
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
DAERAH Tabel 1 Rasio Dana Perimbangan terhadap Total Pendaptan Daerah Kota Sabang Tahun 2001-2008 TAHUN
TOTAL PENDAPATAN (RUPIAH)
DANA PERIMBANGAN (RUPIAH)
RASIO
2001
126.780.022.430,33
122.973.7203989,09
96,27%
KENAIKAN
2002 2003
130.096.365.410,72 147.758.487.284,13
117.928.337.049,09 128.942.797.250,23
90,13% 90,23%
3,64% 9,91%
2004 2005
137.644.853.576,13 148.773.812.904,00
126.838.407.665,00 153.123.203.458,00
93,89% 96,07%
-1,63% 20,72%
2006
229.692.415.202,00
235.202.956.484,00
96,52%
53,60%
2007
265.664.798.235,36
246.980.035.797,00
91,87%
5,01%
2008
275.220.042.176,64
256.660.016.776,00
93,26%
3,92%
Sumber : Kebij akan Umum Anggaran (KUA) Kota Sabang 2009
Tabel 2 Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Kota Sabang Tahun 2006-2008 TAHUN
DAU (RUPIAH)
KENAIKAN
2006 2007
149.841.000.000,00 171.898.000.000,00
14,72%
2008
184.666.360.000,00
7,43%
Sumber : Kebij akan Umum Anggaran (KUA) Kota Sabang 2009
Tabel 3 Perkembangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Sabang Tahun 2006-2008 TAHUN
DAU (RUPIAH)
2006
27.490.000.000,00
KENAIKAN
2007
31.220.000.000,00
13,57%
2008
39.542.000.000,00
26,66%
Sumber : Kebij akan Umum Anggaran (KUA) Kota Sabang 2009
dari : dana bagi hasil (DBH); dana alokasi umum (DAU); dan dana alokasi khusus (DAK), sumber Pendapatan Daerah Kota Sabang masih sangat tergantung pada sumber Dana Perimbangan yaitu diatas 90 persen terhadap total pendapatan Kota Sabang seperti yang terjadi dalam tahun 2001-2008 yang ditunjukkan oleh Tabel 1. Sementara itu perkembangan Dana Perimbangan dari DAU untuk Pendapatan Kota Sabang pada Tahun 20062007 mengalami peningkatan dari tahun 2006 ke 2007 sebesar 14,72 % dan turun 7,43 % pada Tahun 2008, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2. Sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam Pendapatan Kota Sabang tahun 20062008 terus mengalami peningkatan seperti Tabel 3. Untuk mengetahui bentuk dukungan Pemerintah yang telah direalisasikan di Kawasan Sabang, dapat dilihat dari alokasi APBN. Realisasi Anggaran APBN untuk Program Pengembangan Daerah E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
Khusus (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang) tahun 2003-2005 cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun tahun 2006-2008 terus mengalami peningkatan, seperti yang terlihat pada Tabel 4. Pos penggunaan dana APBN yang menempati urutan terbesar dikeluarkan untuk sektor jasa dan kepelabuhanan, selanjutnya untuk kelembagaan, kemudian untuk infrastruktur, dan terkahir untuk sektor industri dan perdagangan, pariwisata, dan perikanan. Sementara itu jumlah PAD Kota Sabang sendiri sangat kecil berkisar dari 354,6 juta pada tahun 2000 kemudian meningkat menjadi 9,1 Milyar pada Tahun 2003, kemudian merosot kembali pada tahun 2004-2005 sebesar 7,3 milyar, dan meningkatkan kembali pada Tahun 2007 sebesar 8,3 milyar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Sabang relatif masih rendah BULLETIN KAWASAN
berkisar antara 2,65 % hingga 4,21 % dari tahun 2001 hingga 2007. Pertumbuhan ekonomi Kota Sabang tahun 2002-2006, setiap tahunnya hanya tumbuh 0,11 0,12 %. Bila dilihat tingkat pertumbuhan hingga tahun 2006, kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2002 terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tahun 2007, perekonomian Kota Sabang mengalami pertumbuhan negatif 0,54 persen dibandingkan tahun 2006. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh rendahnya realisasi investasi publik dan sektor swasta, rendahnya konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah, serta tingginya harga barang. Agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 persen pada tahun 2009, menurut Pemko Sabang dibutuhkan investasi Rp 1.410,6 triliun melalui peran serta masyarakat, swasta dan pemerintah. Hasil estimasi indikasi program strategis dalam Review Masterplan KPBPB Sabang Tahun 2005 (Sumber : 19
DAERAH
Tabel 4 Jumlah APBN untuk Program Pengembangan Daerah Khusus/KPB NO
KEGIATAN
2003
2004
2005
USULAN
REALISASI
USULAN
REALISASI
13,073,700,000
12,986,433,000
37,059,048,700
15,323,035,624
6,044,737,000
600,000,000
598,785,000
14,819,410,500
3,904,153,400
1,706,725,000
1,696,399,475
18,447,000
483,200,000
481,719,000
11,699,743,000
11,500,178,630
-
-
5,284,859,500
1,037,828,100
TOTAL 27,563,368,000 27,263,515,105 Sumber : DIPA Kota Sabang, Tahun 2003-2009 (Data Diolah)
67,967,704,500
25,536,507,520
1
Sektor Jasa dan Kepelabuhan
2
Sektor Industri dan Perdagangan
3
Sektor Pariwisata
4
Sektor Perikanan
5
Kelembagaan
6
Infrastruktur
USULAN
2006 REALISASI
USULAN
RE
5,419,676,050
45,899,433,300
45,2
1,200,000,000
1,190,090,000
19,117,924,000
19,1
10,417,000
-
-
1,068,445,000
7
550,000,000
542,927,000
1,398,751,000
1,169,415,349
1,097,959,000
1,0
10,235,938,800
4,718,146,396
8,806,442,000
8,198,885,267
17,431,818,700
16,1
7,038,178,000
5,983,747,386
12,633,067,000
12,5
24,488,108,000
21,961,814,052
97,248,647,000
94,9
Tabel 5 Realiasi Pendapatan Asli Daerah Kota Sabang Tahun 2000-2007 TAHUN
REALISASI
TARGET
Rp
%
PERTUMBUHAN / TAHUN
2000
354.682.500,00
520.566.430,00
146,77
-
2001
1.105.836.000,00
1.580.774.421,00
142,95
187,26
2002
3.066.256.000,00
3.463.044.940.,05
112,94
111,80
2003
9.100.126.650,00
8.763.217.719.,63
96,30
183,01
2004
7.300.954.485,00
5.449.013.023,17
74,63
-39,23
2005
6.092.235.183,00
3.461.039.694,92
56,81
-35,88
2006 2007
6.418.419.513,00 8.339.545.072,36
8.321.031.216,10 10.319.022.509,66
129,64 123,74
152,04 59,85
Sumber : Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Kota Sa bang 2009
BPKS Sabang, 2005), diketahui total investasi yang diperlukan untuk pengembangan KPBPB Sabang 20 tahun ke depan adalah Rp 11,043 trilyun. Dana ini untuk pembangunan prasarana sarana yang mendukung kegiatan sesuai dengan fokus sektor. Adapun sektor yang menjadi fokus pengembangan adalah sektor jasa kepelabuhanan, sektor industri dan perdagangan, sektor kepariwisataan, dan sektor perikanan. Untuk itu, dalam mengembangkan kawasan pelabuhan bebas Sabang masih diperlukan dana yang cukup besar sebesar Rp 3,7 trilyun, untuk pengembangan industri dan perdagangan bebas di kawasan Sabang diperlukan dana sebesar Rp 1,07 trilyun, sedangkan untuk pengembangan kepariwisataan diperlukan dana sebesar Rp 327,6 Milyar. Selain itu, hasil estimasi indikasi program strategis dalam Review Masterplan KPBPB Sabang Tahun 2005 tersebut 20
menghendaki Pemerintah daerah perlu menyediakan kebutuhan lahan untuk pengembangan Kawasan sabang dalam 20 tahun ke depan, yaitu : untuk kawasan pelabuhan laut sebesar 121,87 ha; untuk kawasan pelabuhan udara sebesar 109,2 ha; untuk kawasan industri dan perdagangan sebesar 711,84 ha; untuk kawasan pariwisata sebesar 550 ha, untuk kawasan militer sebesar 45 ha. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun dukungan regulasi dari pemerintah pusat dan daerah sudah diterbitkan, ternyata tidak serta merta mampu mengoptimalkan pengembangan Kawasan Sabang sesuai dengan statusnya sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Hal ini disebabkan masih adanya sejumlah kendalanya masih belum teratasi, khususnya dalam beberapa aspek sebagai berikut :
1. Terbatasnya daya dukung kawasan (lahan). Dengan luas 153 km2, Pulau Weh sebagian besar merupakan daerah pegunungan (48%), perbukitan (39%), dan bergelombang (10%) dengan pantai yang tinggi dan curam. Sementara dataran rendahnya hanya 3,11% (445 ha). Artinya Kawasan Sabang yang memiliki topografi yang datar sangat terbatas hanya di sekitar pantai sehingga secara fisik upaya untuk membangun infrastruktur wilayah menjadi relatif sulit dan memerlukan biaya investasi yang tinggi. Penggunaan lahan di Kota Sabang masih didominasi oleh hutan (53,8%) terdiri dari hutan lindung, hutan produksi dan cagar alam. Sisanya 37% diusahakan dalam bentuk perkebunan, sawah dan ladang, 6,7% permukiman,
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
DAERAH
usus/KPBPB Sabang Tahun 2003-2008 2006
AN
2007
2008
2009
REALISASI
USULAN
REALISASI
USULAN
REALISASI
USULAN
3,300
45,287,178,865
140,909,557,000
136,296,475,578
331,473,258,000
259,556,346,677
495,282,000,000
4,000
19,113,555,550
17,065,206,000
15,949,393,200
17,8 31,050,000
2,683,374,800
17,462,000,000
5,000
767,855,950
1,271,732,000
123,426,700
2,869,974,500
738,587,4 50
6,433,362,000
9,000
1,096,157,150
6,341,569,000
618,079,000
8,508,836,000
1,761,514,600
19,030,000,000
8,700
16,142,966,147
42,966,673,000
31,434,112,768
36,3 18,891,500
10,325,943,4 34
60,934,638,000
7,000
12,583,597,425
4,478,263,000
3,505,288,000
42,2 02,843,000
12,467,674,8 20
195,508,000,000
7,000
94,991,311,087
213,033,000,000
187,926,775,246
439,204,853,000
287,533,441,781
794,650,000,000
sementara itu lahan untuk kawasan khusus (pelabuhan dan bandar udara) 0,7 %. 2. Keterbatasan kapasitas industri daerah. Industri-industri di Sabang umumnya berskala kecil dan memiliki kapasitas produksi yang masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh pengelolaan yang masih bersifat tradisional akibat terbatasnya kepemilikan aset-aset produksi seperti : kendala permodalan usaha, sarana dan alat produksi, dan teknologi. Di samping itu, minimnya aksesibilitas produsen ke konsumen dan pasar sebagai akibat dari rendahnya kualitas ketersediaan infrastruktur (prasarana) dan sarana transportasi baik darat maupun laut, prasarana pergudangan sehingga tidak mampu menjamin penyimpanan produksi barang untuk ekspor. Produksi hutan tidak berjalan secara intensif, karena di Sabang tidak terdapat pengusahaan hutan secara komersial, arealnya relatif curam dan lebih berfungsi sebagai untuk konservasi, dan adanya potensi kerusakan ekosistem kawasan Sabang yang berada di tengah Samudera, seperti erosi, longsor, keringnya mata air alami, dan gangguan biota hutan. Berdasarkan kondisi topografi, peran hidrologis E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
hutan, maka potensi hutan di Kawasan Sabang sebaiknya dipertahankan sebagai hutan yang diarahkan untuk fungsi konservasi lahan, penyangga hidroorologi, ecotourism, dan perlindungan kawasan wisata di bawahnya, demikian halnya dengan kondisi eksisting potensi produk unggulan lainnya di Sabang. 3. Keterbatasan infrastruktur dan sarana pendukung pengembangan kawasan perdagangan dan perlabuhan bebas. a. Belum memadainya kondisi pelabuhan laut di Sabang. Kondisi pelabuhannya kini adalah sebagai berikut : Pelabuhan nasional : belum memadai dari aspek pertumbuhan ekspor-impor, bongkar muat barang, jumlah penumpang, posisi dan perannya dalam RTRWN, peran dalam pengembangan regional. Yang baru terpenuhi adalah dari sisi posisi geografis, kondisi fisik alam, teknis fasilitas pelabuhan, potensi hinterland dan foreland, posisi dan peran dalam RTRWP dan RTRW Sabang, dukungan politik dalam negeri. BULLETIN KAWASAN
Pelabuhan internasional : belum memadai dari aspek potensi hinterland, pertumbuhan ekspor-impor, bongkar muat barang, jumlah penumpang, posisi dan perannya dalam RTRWN, peran dalam pengembangan regional, peran pelayaran internasional, peran dalam wilayah regional, nasional dan internasional. Yang baru terpenuhi adalah dari sisi posisi geografis, kondisi fisik alam, pengembangan teknis fasilitas kepelabuhan. Pelabuhan internasional hub : sangat tidak memadai dari aspek potensi hinterland, pertumbuhan ekspor-impor, bongkar muat barang, jumlah penumpang, posisi dan perannya dalam RTRWN, peran dalam pengembangan regional, peran pelayaran internasional, peran dalam wilayah regional, nasional dan internasional). Yang baru terpenuhi adalah dari aspek posisi geografis, kondisi fisik alam, pengembangan teknis fasilitas kepelabuhanan. b. Tidak terdapat angkutan umum transit atau rute tetap, melainkan lebih ke angkutan pratransit atau mobil sewaan, dan banyak mobil mewah eksSingapura dengan harga murah hingga ke pelosok Sabang. c. Sebagian besar jalan di kawasan Sabang berada pada kondisi rusak (49 %) baik rusak sedang maupun berat, namun untuk jalan provinsi yang rusak hanya 6 %. Yang cukup baik kondisi jalannya seperti dari 21
DA ERAH pusat kota Sabang ke daerah wisata namun berada di lereng bukit yang apabila hujan jalan licin dan berpotensi longsor. Akibatnya belum semua produk potensial di Sabang memiliki akses jalan yang terhubungkan dengan kawasan di sekitarnya. d. Terbatasnya ketersediaan listrik, dan air baku khususnya bagi pemenuhan perkembangan kebutuhan industri di masa mendatang 4. Ketertinggalan di bidang investasi khususnya di sektor riel semakin tertekan sejak terjadinya bencana tsunami dan gempa. 5. Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Sabang sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) belum disusun, sehingga Perpres-nya hingga saat ini belum diproses. Padahal penyusunan RTR KSN Sabang merupakan kewenangan pemerintah pusat yang hasilnya akan menjadi landasan dalam penyusunan Master Pan, Action Plan, dan Business Plan pengembangan Kawasan Sabang, sebagaimana UU No. 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa setiap KSN perlu disusun RTR yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. 6. Kurangnya kemampuan kelembagaan pengelola di pusat dan di daerah dalam mendampingi implementasi kegiatan pengembangan kawasan a. Pemerintah belum melimpahkan kewenangan di bidang perizinan kepada Dewan Kawasan Sabang (dalam bentuk PP atau aturan operasional). Kewenangan perizinan tersebut akan dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang diantaranya berbentuk pengeluaran izin usaha, izin investasi dan izin lainnya yang diperlukan oleh pengusaha, 22
sebagaimana yang diamanatkan oleh UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh dan UU 37/ 2000 yang menyebutkan bahwa kewenangan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dalam mekanisme perizinan Satu Atap salah satunya adalah memberikan izin usaha industri dan izin usaha lainnya bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya di Kawasan Sabang setelah adanya pelimpahan wewenang. b. Kurang optimalnya pelaksanaan peran dan fungsi Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dalam mendorong, memfasilitasi, dan menciptakan kreatifitas kerjasama untuk pengembangan usaha/bisnis sektor/ produk unggulan kawasan sehingga keberadaan potensi sumberdaya lokal belum optimal termanfaatkan untuk menggerakan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di Sabang dan wilayah sekitarnya. c. Kurangnya dukungan koordinasi dalam keterpaduan program/ kegiatan lintas sektor yang dibutuhkan untuk pengembangan kawasan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan. Selama ini program masih bersifat sektoral sehingga tidak memiliki daya pengukit yang besar merubah kondisi Kawasan Sabang. SOLUSI KEBIJAKAN Mengingat masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan oleh kita semua dalam pengembangan Kawasan Sabang, seyogyanya semua stakeholders serius mendorong dunia usaha untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi di Sabang, dengan dukungan konkrit terutama di tingkat daerah. Terkait dengan hal itu beberapa hal yang menjadi pandangan adalah :
1. Melihat potensi yang paling mungkin untuk dikembangkan di Kawasan Sabang adalah industri perikanan laut, pariwisata, perdagangan, dan jasa, maka Pemerintah seharusnya mendukung pemerintah daerah dan BPKS untuk meningkatkan pengembangan kualitas kawasan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, dengan cara : (a) menjalankan komitmen pusat dan daerah untuk mewujudkan keterpaduan lintas sektor terkait pusat dan daerah dalam pengembangan fungsi pelabuhan, pengembangan industri perikanan, jasa perdagangan, dan pariwisata, disamping mengoptimalkan pengelolaan dana otonomi khusus; (b) melimpahkan kewenangan perijinan investasi kepada Pemda (Dewan Kawasan Sabang) yang secara operasional akan dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sebagaimana amanat UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh bahwa “kewenangan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dalam mekanisme perizinan Satu Atap salah satunya adalah memberikan izin usaha industri dan izin usaha lainnya bagi pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya di Kawasan Sabang setelah adanya pelimpahan wewenang”; (c) mengatasi masalah peraturan/perundang-undangan yang saling tidak mendukung baik di tingkat pusat maupun daerah khususnya tentang ketenagakerjaan, kepastian lahan, insentif fiskal, jaminan lingkungan kondusif dan keamanan investasi; (d) meningkatkan pembinaan dan pendampingan bagi daerah agar konsisten melaksanakan dan menegakkan regulasi lingkungan kondusif bagi investasi tersebut di atas sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara-negara lain; (e) memperjelas mekanisme hubungan kelem-
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
DA ERAH
usaha industri-industri yang ada, bagaan (Dewan Nasional, Dewan dengan fokus kegiatan : (a) peningKawasan, BPKS) dengan instansi sekkatan profesionalisme, kerjasama toral di pusat dan di daerah; (f) reforpemerintah-swasta dalam masi kelembagaan disesuaikan pengelo-laan usaha, (b) dengan tuntuntan persaingan globameningkatkan akses dan lisasi, good governance, dan pemberkepemilikan terhadap faktor-faktor dayaan SDM sektor riil di kawasan pendukung produksi (permo-dalan untuk mendorong percepatan usaha, sarana dan alat produk-si, pelaksanaan business plan BPKS, (g) teknologi, informasi pasar, dan meningkatkan pengelolaan Kawasan perlindungan terhadap pelaku Sabang secara sistemik bukan parsial usaha lokal), (c) meningkatkan yang meliputi perumusan tentang aksesibilitas dan distribusi produk kejelasan kewenangan, pedoman unggulan melalui peningkatan kelembagaan Badan Pengusahaan, ketersediaan infrastruktur yang ditetapkan dengan Keputusan (prasarana) dan sarana yang Menko Perekonomian selaku Ketua memadai di bidang transpor-tasi Dewan Nasional KPBPB, personil, darat, laut, dan udara, penga-daan keuangan, pengawasan, dan fasilitas outlet atau unit kontrol kualitas insentif bagi Kawasan PBPB. standardisasi produk, pergu2. Karena daya dukung lahan terbatas dangan, terminal dan pelabuhan di Pulau Weh, maka tahap pengempetikemas, dan sebagainya. bangan kawasan Sabang berikutnya 4. Untuk mengatasi masalah keterbadiarahkan ke Pulo Aceh. Untuk itu tasan kapasitas produksi produk Pemerintah pusat dan daerah seyogprimer unggulan sebagai bahan yanya mendukung pembangunan baku industri, pemerintah daerah jalur transportasi antara Kota Sabang perlu melaksanakan kegiatan : (a) dengan Pulo Aceh tersebut, dan menyediakan fasilitas aksesibilitas pemerintah daerah perlu melakukan dan insentif bagi pengusaha ekonokegiatan pengembangan kerjasama mi skala kecil dan menengah; (b) dengan wilayah sekitarnya dalam menetapkan fokus sektor dan propenyediaan lahan. duk unggulan yang dapat menjadi 3. Untuk mengatasi masalah keterbapenggerak pembangunan ekonotasan kapasitas industri daerah, mi daerah, (c) peningkatan profeDewan Nasional perlu melaksanakan sionalisme pelaku-pelaku usaha di pembinaan dan pendampingan yang kawasan dan sekitarnya dalam profesional secara intensif bagi pengelolaan produk unggulan, (d) daerah dalam pengembangan skala memperbesar skala produksi proE D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
duk primer di sektor perkebuhan, peternakan, dan perikanan melalui peningkatan kerjasama antar kabupaten/kota di wilayah sekitarnya dan atau dengan wilayah lain penghasil produk primer terkait. 5. Untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur dan sarana ekonomi, pemerintah pusat dan daerah perlu melaksanakan kegiatan : (a) optimalisasi pengelolaan dan realiasi dana otonomi khusus NAD, peningkatan sinkronisasi dan keterpaduan program/kegiatan lintas sektor terkait pembangunan infrastruktur di Sabang misalnya melalui mekanisme Musrenbang, (b) mengoptimalkan kerjasama antar wilayah kabupaten/kota dalam pemanfaatan dan pengembangan infrastruktur dan sarana ekonomi, (c) otimalisasi kerjasama pemerintah daerah dengan pihak swasta untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan penyediaan sarana ekonomi melalui pembuatan dan pelaksanaan regulasi/peraturan pemberian insentif dan dukungan fasilitas bagi investor di Kawasan Sabang. 6. Untuk mengatasi masalah belum adanya Perpres tentang RTR KSN Sabang (kewenangan pusat) sebagai pedoman bagai daerah dalam melaksanakan penyusunan Masterplan, Action Plan dan Business Plan kawasan Sabang, maka instansi terkait seyogyanya segera mengkoordinasikan dan melaksanakannya bersama Dewan Kawasan Sabang dan BPKS. (RH) Pustaka DIPA Kota Sabang, Tahun 2003-2009 http://www.bpks.go.id, 2009 Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Kota Sabang 2009 Review Materplan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang, 2005 (***)
23
AGENDA
WORKSHOP FINALISASI MANUAL MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
Dalam rangka menilai kinerja pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) di tingkat nasional maupun P2DTK NAD-Nias, diselenggarakan workshop untuk finalisasi penyusunan manual monitoring dan evaluasi Program P2DTK. Sebelum workshop finalisasi ini, telah dilakukan serial Workshop Terbatas I dan II. Workshop Terbatas I bertujuan untuk menjaring masukan atas kerangka sistem monitoring dan evaluasi yang telah dirancang, serta melakukan sinkronisasi dan tabulasi atas sistem aplikasi monitoring pada tahapan implementasi yang terlebih dahulu dikembangkan oleh NMC/PIU. Sebagai tindak lanjut Workshop Terbatas I telah dilakukan serangkaian FGD dan uji lapangan terhadap draft instrumen manual monitoring dan evaluasi yang diadakan di 10 kabupaten – 8 provinsi lokasi Program P2DTK. Dalam kegiatan tersebut terkumpul data untuk penajaman draft instrumen manual monitoring dan evaluasi integratif. Hasil Workshop I ini kemudian menjadi bahan pelaksanaan Workshop Terbatas II yang 24
bertujuan untuk melakukan penajaman draft instrumen manual monitoring dan evaluasi integratif. Sebagai keluaran utama pada kegiatan Workshop Terbatas II ini adalah final draft instrumen manual monitoring dan evaluasi Program P2DTK. Hasil Workshop Terbatas II kemudian ditindaklanjuti oleh Tim Bantuan Teknis dengan memfinalkan Draft Manual Monioring dan Evaluasi dalam Workshop Finalisasi Manual Monev. Workshop Finalisasi Manual Monev P2DTK berlokasi di Garden Permata Hotel, Kota Bandung. Para peserta, yang terdiri dari : (1) National Management Consultant Program P2DTK, (2) Project Implementing Unit Program P2DTK KPDT, (3) Project Management Unit (PMU) P2DTK Bappenas, (4) Project Management Unit (PMU) Bappenas-Tim Grant Monev TF090666 IND, (5) perwakilan Tim Teknis P2DTK Bank Dunia, (6) perwakilan mitra pelaksanaan kegiatan Pengembangan Sektor Swasta (PSS), (7) perwakilan mitra pelaksanaan kegiatan mediasi dan penguatan hukum masyarakat, (8) Direktorat Penang-
gulangan Kemiskinan Bappenas, (9) Tim Sekretariat PNPM Mandiri Menkokesra, serta (10) Tim Monev PNPM Mandiri Perdesaan, Perkotaan, PISEW, dan PPIP, melakukan FGD yang membahas panduan dan manual monev untuk setiap bidang terkait dalam lingkup Program P2DTK. Bidang-bidang tersebut diantaranya : (a) Bidang peningkatan kapasitas, (b) Bidang infrastruktur, (c) Bidang kesehatan, (d) Bidang pendidikan, (e) Bidang pengembangan sektor swasta, (f) Bidang mediasi penguatan hukum masyarakat dan handling complain unit, (g) Bidang pemuda, dan (h) Bidang manajemen proyek. Mengingat padatnya materi yang menjadi pokok bahasan, maka wokshop ini berlangsung selama tiga hari, yaitu tanggal 7 hingga 9 Oktober 2009. Pada hari pertama, acara workshop dibuka dengan sambutan dari Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Bappenas, Bapak Suprayoga Hadi, disusul dengan laporan kegiatan penyusunan Manual Monitoring dan Evaluasi Program P2DTK serta paparan hasil sementara. Agenda hari kedua adalah masuk pada acara inti, yaitu pembahasan buku panduan dan manual di masing-masing bidang. Pada hari terakhir, workshop diisi dengan paparan sistem monev dan paparan manual monev P2DTK sebagai hasil diskusi di hari kedua. Diharapkan, melalui workshop ini tercipta penyamaan persepsi tujuan Program P2DTK, khususnya pelaku di pusat, juga penyamaan persepsi terhadap pengertian Konsep Akhir Manual Monitoring dan Evaluasi Program P2DTK. Sebagai hasil akhir workshop, saat ini telah tersusun Manual Monitoring dan Evaluasi Program P2DTK yang siap untuk diimplementasikan. (RH)
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
AGENDA
RAPAT KOORDINASI PENDAHULUAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD-NIAS
Sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 47 Tahun 2009 jo. Perpres No. 30 Tahun 2005, serta memperhatikan PP No. 39 Tahun 2006, Bappenas bertanggung jawab dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi serta pembangunan di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias-Provinsi Sumatera Utara pasca bencana gempa dan tsunami. Sehubungan dengan hal tersebut, serta sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Bappenas No. KEP.04/M.PPN/Hk/01/2009 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penyelesaian dan Keberlanjutan Rehabiltasi dan Rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara (Tim KPKRR NADNias), maka pada 9 September 2009 dilaksanakan Rapat Koordinasi Pendahuluan Pemantauan dan Evaluasi E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
Pelaksanaan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias di Hotel JW Marriot Medan, Sumatera Utara. Adapun tujuan dilaksanakan rapat koordinasi adalah melakukan konsolidasi dengan stakeholder terkait mengenai pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rekonstruksi di NAD-Nias Tahun 2009, memperoleh masukan dan rekomendasi bagi kerangka acuan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi di NAD-Nias tahun 2009, serta mendapatkan tanggapan terhadap agenda pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias tahun 2009. Selain Bappenas, peserta lain yang hadir Pemda Provinsi NAD, Pemda Kepulauan Nias, serta NGO BULLETIN KAWASAN
terkait, diantaranya UNDP, ILP, UNESCO, UNICEF, Save The Children, dan PMI. Rapat dibuka oleh sambutan Bappeda Provinsi NAD, dilanjutkan dengan pemaparan dari Bapak Suprayoga Hadi selaku Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenanas, dan diakhiri dengan diskusi dan pembahasan. Dalam paparannya, Bapak Suprayoga Hadi mengungkapkan bahwa untuk monev tahun 2009 akan memantau pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan Pemda dan K/L, serta memberi masukan untuk Renaksi Kesinambungan Rekonstruksi 2010-2012. Monev 2009 juga menyesuaikan dengan kevaliditasan isu yang berkembang. Berkenaan dengan hal ini, maka Tim Likuidasi BRR NADNias akan menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan rehabiltiasi dan rekonstruksi yang masih harus dituntaskan. Sekitar pukul tiga sore, rapat ditutup dengan pembacaan kesimpulan dan rencana tindak lanjut. Direncanakan pada Bulan November 2009 akan dikeluarkan Surat Edaran dari Ditjen Imigrasi, Departemen Hukum dan HAM dan Bappenas, yang akan mengklarifikasi tentang keberlanjutan tenaga ahli asing yang masih on going contract pasca 2009. Pemda Kepulauan Nias sendiri berharap laporan monev Bappenas dapat lebih berbobot secara kualitatif dan kuantitatif, khususnya dalam memotret kinerja BRR selama empat tahun terkahir, termasuk kinerja BKRN dan donor/NGO dari segi positif dan negatifnya. (RH) 25
AG ENDA
FOCUS GROUP DISCUSSION PELAKSANAAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
Dalam rangka pelaksanaan kajian Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal tahun 2009 yang bertajuk “Keserasian dan Keterpaduan Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Uji Coba Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Tertinggal”, maka pada minggu kedua bulan Agustus, tepatnya 10 hingga 15 Agustus 2009, Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas, melakukan Focus Group Discussion (FGD) mengenai implementasi kebijakan pembangunan daerah tertinggal. FGD dilakukan serentak di empat provinsi dan empat kabupaten yang menjadi daerah studi, yaitu Provinsi Lampung–Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Kalimantan Barat–Kabupaten Landak, Provinsi Gorontalo–Kabupaten Gorontalo, dan 26
Provinsi Maluku–Kabupaten Seram Bagian Barat. Sebanyak sepuluh orang yang terlibat dalam penyusunan kajian dibagi menjadi empat kelompok untuk bertanggungjawab di satu daerah studi, yaitu : (1) Kelompok Provinsi Lampung-Kabupaten Lampung Selatan : Bapak Achmad Baehaqie dan Wisynu, (2) Kelompok Provinsi Kalimantan Barat-Kabupaten Landak : Bapak Sutiman, Pringgadi Kridiarto, dan Yuliawati, (3) Kelompok Provinsi Gorontalo-Kabupaten Gorontalo : Bapak Moris Nuaimi, Diah Lenggogeni, dan M. Yogi, dan (4) Kelompok Provinsi Maluku-Kabupaten Seram Bagian Barat : Yelda Rugesty dan Sahlul. Pelaksanaan FGD dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana
kebijakan pembangunan daerah tertinggal, dalam hal ini adalah Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAD PPDT) disusun dan dilaksanakan di tingkat provinsi dan kabupaten. Lebih lanjut, pelaksanaan FGD juga dimaksudkan untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang ditemui dalam proses penyusunan dan pelaksanaan RAD PPDT. Untuk itu, FGD ini dihadiri oleh Bappeda dan SKPD terkait dengan pembangunan daerah tertinggal, seperti Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustri, Dinas Tenaga Kerja, dan lain-lain. Hasil FGD di empat daerah ini akan dirumuskan sebagai bahan analisis kajian. Diharapkan, nantinya bisa merumuskan suatu masukan bagi pembangunan daerah tertinggal ke depannya. (RH)
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
PUSTAKA
ZONA EKONOMI KHUSUS STRATEGI CHINA MEMANFAATKAN MODAL GLOBAL Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Pepatah lama itu kiranya pantas disematkan dalam buku karya Bangkit A. Wiryawan, buku warna merah bernuansa oriental. Buku yang berjudul “Zona Ekonomi Khusus, Strategi China Memanfaatkan Modal Global”, dapat menjadi salah satu referensi dalam pengembangan kawasan strategis ekonomi di Indonesia.
Judul Buku Penulis Editor Penerbit Edisi Tebal
Pepatah yang mengatakan tuntutlah ilmu ke negeri China, memang tepat adanya. Sejarah dunia mencatat, China mempunyai kekuatan dan kekayaan yang luar biasa dalam menguasai dunia, dimulai dari seni, budaya, hingga kini perekonomiannya. Ketika seluruh Asia Timur tertegun akibat krisis keuangan di tahun 1997, China justru menderu, mempercepat langkah pembangunan perekonomian hingga tumbuh rata-rata 9% per tahun selama tiga dekade terakhir. Keberhasilan perekonomian ini tentu disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah pengembangan zona ekonomi khusus (ZEK) yang dilakukan oleh China pada tahun 19791980. Bersama dengan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura, mereka dijuluki “macan Asia” karena dianggap sukses membangun perekonomian mereka dengan memanfaatkan pembagian kerja internasional baru (New International Division of Labor, NIDL) yang muncul pada tahun 1970-an. E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
: : : : : :
Zona Ekonomi Khusus, Strategi China Memanfaatkan Modal Global Bangkit A. Wiryawan Natalia Subagjo, Prof. Gondomono, I. Wibowo, Poltak Hotradero CCS, Jakarta Pertama, 2008 114 halaman + xiv
Ketika diputuskan untuk membangun ZEK, China seperti juga Taiwan dan Korea Selatan, tidak memiliki pengalaman dalam menarik investasi asing. Strategi pembangunan yang diterapkan sebelumnya mengikuti model substitusi impor yang bersifat protektif dan menarik diri dari ekonomi global. Hal inilah yang memicu terjadinya stagnasi ekonomi dan pertumbuhan yang sangat rendah, bahkan defisit. Untuk mengatasi persoalan ini, negara harus merubah strategi dari yang bersifat protektif dan tertutup menjadi lebih terbuka, salah satunya dengan menyertakan peran investor asing dalam pembangunan. Merubah strategi yang lebih terbuka pada investor asing, sungguh bukan pekerjaan mudah bagi suatu negara. Perlu diingat, perusahaan asing tidak tertarik untuk menunjang pembangunan suatu negara. Mereka hanya fokus pada maksimalisasi keuntungan dari setiap sen modal yang mereka tanamkan. Untuk itulah, pengembangan ZEK BULLETIN KAWASAN
menjadi salah satu solusi untuk menarik investasi asing dengan filter yang jelas. Dengan pendekatan ini, negara dapat membuka diri terhadap perusahaan asing demi meningkatkan ekspor. Pada saat yang sama, negara juga melakukan proteksi ekonomi domestik dengan mengisolasi praktik ekonomi perusahaan asing sehingga mencegah akses perusahaan asing tersebut terhadap pasar dalam negeri. Dengan begitu, pengembangan ZEK juga bisa dianggap sebagai alat eksperimen terhadap masuknya investasi asing. Jika eksperimen ini gagal, kerusakan yang ditimbulkannya dapat cepat ditangani tanpa banyak mempengaruhi kinerja ekonomi pada tingkat nasional. Sebaliknya, jika berhasil, maka negara dapat mengaplikasikannya bagi pengembangan ekonomi nasional lebih lanjut. Walaupun secara umum pengembangan ZEK di China hampir sama dengan negara lain, namun ada tiga hal yang menjadi karakteristiknya. 27
PUSTAKA Pertama, inisiator pengembangan ZEK tidak selalu dari pemerintah pusat dan bahkan pengembangan ZEK pertama kali diusulkan oleh pemerintah Provinsi Guangdong. Latar belakang munculnya inisiasi pemerintah daerah inilah yang menjadi daya tarik dalam buku ini. Bangkit A. Wiryawan memperkaya wawasan kita dengan menyajikan sejarah dan dinamika pemerintahan China. Sungguh bukan hal yang mudah dan sebentar bagi negara China yang menganut ideologi komunis untuk memberikan kewenangan lebih bagi pemerintah daerah. Gelombang desentralisasi pasca tahun 1978 memperkuat kewenangan daerah dan memicu lahirnya inisiasi daerah dalam pengembangan ZEK. Puncaknya pada reformasi fiskal pada tahun 1992 yang memberikan tanggung jawab ekonomi kepada daerah. Dari masa inilah, muncul subur usulan ZEK dari daerah hingga lahir beragam jenis ZEK sesuai dengan kebutuhan daerah. Hal ini menjadi karakteristik kedua yang membedakan pengembangan ZEK di China dengan negara lain. Terdapat delapan jenis KEK yang berkembang di China, seperti yang dipaparkan pada Tabel 1. Karakteristik ketiga dari ZEK di China adalah pola pengembangnya yang bertahap. Pada awalnya, status ZEK hanya diberikan kepada empat wilayah di Provinsi Guangdong dan Fujian. Ada tiga alasan kuat yang mendasari pemilihan Shenzhen, Zhuhai, Shantou, dan Xiamen sebagai lokasi percobaan ZEK. Pertama, keempat wilayah tersebut memiliki sejarah sebagai pintu gerbang China terhadap dunia luar, dalam arti keempat wilayah ini merupakan daerah-daerah pelabuhan yang cukup terkenal sejak aban ke-18. Kedua, baik Provinsi Guangdong maupun Provinsi Fujian adalah provinsi yang tidak memiliki kontribusi signifikan dalam pendatapan nasional. Bila penerapan kebijakan khusus di kedua provinsi tersebut gagal, 28
maka tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan nasional. Alasan ketiga, keempat wilayah tersebut berada persis berseberangan dengan overseas Chinese, yaitu Taiwan, Hong Kong, dan Macao, yang merupakan macan Asia. Dengan berkembangnya ZEK di empat wilayah tersebut beserta dampak positifnya, pengembangan ZEK kemudian diteruskan pada daerahdaerah pesisir pantai. Hingga sekarang, pengembangan ZEK mulai mencakup wilayah Barat dan pedalaman. Keberhasilan pengembangan ZEK, tentu tidak hanya didasarkan atas faktor lokasi. Bangkit A. Wiryawan juga mengulas kebijakan khusus yang diterapkan dalam ZEK. Di China, insentif pajak yang diberikan pada tiap-tiap jenis zona berbeda-beda. Untuk mengatur besar insentif pajak yang dikenakan tiap zona, pemerintah pusat mengeluarkan Kebijakan Regional Khusus. Adanya perbedaan insentif di tiap jenis zona didasarkan atas tujuan utama keberadaan zona itu sendiri. Sebagai contoh, pada jenis zona pengolahan ekspor atau zona ekonomi khusus, fokus utama adalah pengembangan industri yang berorientasi ekspor, oleh karena itu berbagai insentif yang diberikan utamanya menyangkut keleluasaan bagi investor asing untuk melakukan ekspor. Dalam kebijakan buruh, sejak tahun 1978 pemerintah China telah mengeluarkan beberapa peraturan ketenagakerjaan yang memudahkan bagi perusahaan-perusahaan asing, misalnya peraturan tentang Buruh Kontrak pada tahun 1986. Di sisi lain, agar tetap menarik penduduk China yang berjumlah sangat besar bekerja di wilayah zona ekonomi khusus, pemerintah menetapkan tingkat upaya yang jauh lebih tinggi, sekitar 120-150%, dibanding wilayah lain di luar zona khusus. Namun, untuk tetap menjaga keunggulan komperatif, besar upah buruh di zona khusus ditetapkan lebih rendah dibanding upah buruh di Hong Kong. Sementara dalam kebijakan
penggunaan lahan, juga terdapat fleksibilitas penetapan besar sewa lahan, tergantung pada tujuan penggunaan, lokasi lahan, dan lamanya masa sewa. Penggunaan lahan untuk pendidikan, pengembangan teknologi, kesehatan, dan fasilitas publik, mendapatkan keistimewaan tersendiri. Bahkan bila digunakan untuk proyek berteknologi tinggi atau proyek nirlaba, bisa bebas kewajiban atas sewa lahan. Besaran FDI yang diterima China menandakan keberhasilannya dalam mengembangkan ZEK. Tahun 2005, besar FDI yang masuk ke Asia Timur sebesar US$ 118,2 miliar, dan lebih dari setengahnya sebesar US$ 72,4 miliar masuk ke China. Tahun berikutnya, China menjadi negara penerima FDI kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan menggeser Inggris di urutan ketiga. Besaran realisasi FDI di tahun 2006 adalah US$ 69,47 miliar. Secara keseluruhan, sejak masuknya FDI pertama kali di tahun 1980 hingga tahun 2006, negara China telah memperoleh FDI sebesar US$ 685,4 miliar dengan melibatkan 594.415 perusahaan asing. Tentu, dibalik keberhasilan China dalam mengembangkan ZEK, juga tersimpan segudang permasalahan yang harus diselesaikan. Kesenjangan pembangunan antarwilayah, kurangnya kesejahteraan buruh, lonjakan penduduk perkotaan yang tidak terkontrol, dan pencemaran lingkungan adalah dampak negatif pengembangan ZEK yang tidak kalah besarnya dengan dampak positifnya. Sayangnya, hal ini yang kurang diungkap dalam buku ini. Padahal hal ini penting sebagai pembelajaran bagi Indonesia dalam mengembangan kawasan strategis ekonomi agar dampak negatif tersebut bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Namun secara keseluruhan, buku ini banyak memberikan informasi dan pengetahun pengembangan ZEK di China yang tentu bermanfaat untuk pengembangan kawasan strategis ekonomi di Indonesia. (RH)
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
PUSTAKA
Tabel 1 Jenis ZEK di China NO
JENIS SEZ
LOKASI TINGKAT NASIONAL
1
Special Economis Zones (SEZs)
Shenzhen, Zhuhai, Shantou, dan Xiamen
2
Economic and Technological Development Zones (ETDZs)
3
Pudong New Area
Dalian, Tantai, Lianyungang, Shanghai Caohejing, Guangzhou, Kunshan, Fuqing Rongqiao, Harbin, Wuhan, Guangzhou Nansha, Beijing, Zhengzhou, Kunming, Nanchang, Qinhuangdao, Qingdao, Shanghai Minhang, Ningbo, Zhanjiang, Yingkau, Dongshan, Changchun, Chongqing, Dayawan, Urumchi, Xian, Changsha, Shihezi, Tianjin, Nantong, Shanghai Hongqiao, Fuzhou, Wenzhou, Weihai, Shenyang, Hangzhou, Wuhu, Xiaoshan, Hefei, Chengdu, Guiyang, Huhhot, Lanzhou, Nanjing, Nanning, Lhasa, Taiyuan, Xining, Xiamen Haicang, Shanghai Jinqiao, Yinchuan, Suzhou, Shanghai Pudong, Shanghai Lujiazui, Hainan Yangpu, dan Ningbo Daxiedao Pudong-Shanghai
4
High Technology Industrial Development Zones (HIDZs)
Zhongguancun, Shenzen, Guilin, Chengdu, Kunming, Urumchi, Jilin, Anshan, Shijiazuang, Jinan, Zibo, Luoy ang, Wuhan Donghu, Haikou, Hangzhou, Nanchang, Nanjing, Huizhou Zhongkai, Zhangjiang, Xi an, Zhuhai, Chongqing, Zhuzhou, Baotou, Chanchun, Dalian, Baodin g, Weihai, Qingdao, Yangling, Xiangfan, Foshan, Fuzhou, Changzhou, Suzhou, Lanzhou, Huangzhou, Harbin, Xiamen Huoju, Mianyang, Changsha, Daqin g, Tianjin, Taiyuan, Weifang, Zhengzou, Baoji, Hefei, Nanning, Guiy ang, Zhongshan, dan Wuxi
5
Export Processing Zones (EPZs)
Yantai EPZ, Suzhou EPZ, Xiamen Xin glin , Chengdu EPZ, Dalian EPZ, Weihei EPZ, Shanghai Songjiang, Guangzhou EPZ, Shenzen EPZ, Tianjin EPZ, Kunshan EPZ, Hangzhou EPZ, Wuhan EPZ, Huichun EPZ, dan Beijing Tianzhu
6
Free Trade Zones (FTZs)
7
Bounded Zones
8
Bounded Economic Cooperative Zones (BECZs)
Shantou FTZ, Dalian FTZ, Shanghai FTZ, Shanghai Waigaoqiao FTZ, Zhuhai, Xiaomen Xiangyu FTZ, Qingdao FTZ, Ningbo FTZ, Tianjin FTZ, Haikou FTZ, Zhangjiagang FTZ, Fuzhou FTZ, dan Shenzhen FTZ Shanghai Waigaoqiao, Tianjin Port, Guangzhou, Shantou, Xiaomen Xiangyu, Qingdao, Ningbo, Shenzhen Futian, Haikou, Zhangjiagang, Fuz hou, Shenzhen Shatoujiao Heihe, Dandong, Bole, Ruili, Erlianhaote, Huichun, Tining, Pingxiang, Wanting, Suifenhe, Manzhouli, Tacheng, Dongxing, dan Hekou
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN
29
GALERI KAWASAN GALERI KAWASAN
30
30
E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9 E D IS I NO M O R 2 4 TA H U N 2 0 0 9
BULLETIN KAWASAN BULLETIN KAWASAN