ANALISIS USAHATANI TEBU WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh :
ANUGRAHADI
F0105036
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia. Indonesia
juga
merupakan
negara
agraris
yang
sebagian
besar
penduduknya yang berada di pedesaan bermata pencaharian sebagai petani. Wilayah Indonesia yang membentang dari barat sampai timur memungkinkan rakyat Indonesia untuk memanfaatkan tanah sebagai lahan pertanian. Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada didaerah tropik yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa
yang
memotong
Indonesia
hampir
jadi
dua
(Mubyarto,1989:6). Perkembangan sektor pertanian di Indonesia masih sangat strategis. Indonesia merupakan negara pertanian artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional, ditunjukkan dengan banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang pada sektor pertanian. Pembangunan
pertanian
diarahkan
untuk
meningkatkan
pendapatan taraf hidup petani dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam
2
negeri maupun luar negeri, melalui pertanian yang tangguh sehingga mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, meningkatkan mutu dan derajat pengolahan produksi dan menunjang pembangunan wilayah. Usaha pemerataan pembangunan dilakukan pemerintah untuk dapat menciptakan kesejahteraan petani dengan jalan melakukan pembangunan dibidang pertanian. Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi kemampuan berusaha menunjang pembangunan sektor pertanian. Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Tingkat kesejahteraan petani menjadi perhatian utama. Perilaku ekonomis yang khas dari keluarga petani yang berorientasi subsistensi merupakan akibat dari kenyataan bahwa, berbeda dari satu perusahaan kapitalis ia sekaligus merupakan satu konsumsi dan unit produksi. Kebutuhan manusiawi yang minimum dipenuhi dengan cara yang dapat diandalkan dan mantap merupakan kriteria pokok yang menjalin persoalan seperti memilih bibit, menentukan jumlah bibit, teknik bercocok tanam, penentuan waktu, rotasi tanam, dan sebagainya. Tenaga kerja sering kali merupakan satu-satunya faktor produksi yang dimiliki secara relatif melimpah, maka mungkin akan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan banyak kerja dengan hasil yang sangat kecil, sampai kebutuhan subsistensinya terpenuhi (James C Scott,1976:19). Petani Indonesia menggeluti profesinya bukan sekadar bekerja atau profesi penghasil uang, tetapi bertani merupakan
3
jalan hidup. Petani kita cenderung membudidayakan tanaman yang sama dengan yang ditanam leluhurnya, walaupun secara ekonomis, saat ini tanaman tersebut tidak menguntungkan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dalam hal ini rumah tangga petani dapat diukur melalui besarnya pemasukkan atau pendapatan rumah tangga yang bersangkutan. Peningkatan pemasukkan atau pendapatan rumah tangga, menunjukan adanya peningkatan kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan. Ahli ekonomi ekonomi mengukur luasan atau kadar parahnya suatu kemiskinan dengan garis kemiskinan atau poverty line (Todaro:2000;59). Kesejahteraan juga dapat diukur dengan garis kemiskinan dari berbagai versi. Pertanian seharusnya tidak lagi dilihat sebagai usaha kecil yang tidak memiliki prospek dimasa depan, baik dilihat secara keuntungan maupun kualitas produk. Perlu adanya usaha tani yang baik dalam aspek pertanian maupun aspek ekonomi yang mampu meningkatkan efisiensi. Analisis usahatani digunakan untuk mengoptimalisasi produk sehingga dapat dilihat efisiensi penggunaan faktor produksi. Faktor-faktor produksi di dalam pertanian lebih berhubungan dengan sumber daya seperti tanah, tenaga kerja dan modal. Faktor pendukung lain seperti bibit, pupuk, pestisida dan alat-alat produksi yang mampu menunjang produksi. Kegiatan penyelenggaraan usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya banyak, dengan penelitian yang lebih mendalam tampak bahwa petani mengadakan perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan walaupun tidak secara tertulis. Petani harus
4
mengahadapi pilihan antara menggunakan bibit lokal yang sudah biasa digunakan dengan bibit unggul yang belum pernah digunakan, walaupun tanpa ditulis diatas kertas petani akan memperhitungkan untung ruginya (Mubyarto, 1989:67) Gula merupakan salah satu sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan. Gula penting bagi masyarakat di Indonesia tercermin pada kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa gula pasir adalah salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan rakyat banyak. Kebijakan pemerintah ini membawa konsekuensi yang cukup kompleks, karena pemerintah harus mengupayakan ketersediaan gula secara merata serta mudah diperoleh masyarakat dengan harga yang layak. Kondisi pergulaan nasional paling tidak memiliki tiga persoalan utama. Pertama, rendahnya harga beli gula bagi produksi petani karena rendahnya harga gula dipasaran dunia. Kedua, rendahnya produktivitas pabrik gula dan banyak yang tidak efisien. Ketiga, perkembangan industri gula nasional terus merosot. Kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam penentuan harga gula adalah bagaimana menetapkan harga yang benar-benar adil bagi semua pihak, tidak terlalu tinggi bagi konsumen tetapi memberi perangsang pada konsumen gula untuk terus meningkatkan produksinya. Segi pemasaran margin harus cukup menarik bagi para pengusaha agar tetap bergairah melaksanakan perdagangan gula dengan sebaik-baiknya, artinya baik gula produksi dalam negeri maupun gula impor harus dapat mengalir secara lancar pada konsumen (Mubyato,1984:34). Impor gula dari negara lain
5
menjadi penambah beban masalah pergulaan, karena harga gula impor mampu bersaing dengan harga gula produksi lokal. Usaha tani tebu di luar negeri mengembangkan teknologi pertanian sehingga mampu melakukan kegiatan produksi dengan biaya rendah. Pemerintah juga berperan terhadap proses produksi tebu, mulai dari pembenihan hingga pemanenan. Harga pupuk, ongkos sewa lahan, dan biaya angkut panen diduga sangat mempengaruhi tingkat keuntungan petani tebu. Usaha tebu di Jawa merupakan peninggalan sistem perkebunan jaman kolonial di desa mana tanah sawah milik petani dalam sebuah desa disewa selama 15-16 bulan secara bergiliran dengan desa-desa lain dalam wilayah kerja pabrik gula (Mubyarto,1984:91). Jaman kemerdekaan membawa suasana kebebasan bagi petani dalam
hubungan
persewaan
tanah
dengan
pabrik-pabrik
gula.
Perkembangan penduduk yang pesat memberikan tekanan pada kebutuhan penggunaan tanah untuk tanaman padi, maka tanaman tebu mulai terdesak. Sejak tahun 1958 semua pabrik gula menjadi milik negara, sehingga hubungan antara petani dan pabrik gula tidak harmonis. Pertentangan kepentingan lebih menonjol daripada kerja sama saling menguntungkan. Pemerintah daerah setempat menjadi penengah dalam proses tawarmenawar tingkat sewa tanah, sampai akhirnya pemerintah menganggap perlu menghapuskan sama sekali sistem sewa tanah ini dan menggantikan dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi, dimana petani yang tergabung dalam kelompok tani menanami sendiri tanahnya dengan tebu dan pabrik gula menggiling tebu petani.
6
Perbedaan yang menonjol antara sistem Tebu Rakyat Intensifikasi dengan sistem sewa yang berlaku sebelumnya adalah dalam sistem Tebu Rakyat Intensifikasi lebih banyak lagi pihak yang terlibat, masing-masing dengan kepentingannya sendiri. Sektor swasta memiliki peranan penting dalam sistem Tebu Rakyat Intensifikasi, yaitu dalam pengangkutan hasil produksi, pemasaran gula bagian petani dan pemberian jasa dalam produksi dan pemasaran. Peranan pemerintah juga bertambah besar dalam rangka penyampaian dan penerangan berbagai peraturan pemerintah mengenai penyelenggaraan Tebu Rakyat Intensifikasi. Pabrik gula seharusnya menjadi lebih ringan dan sederhana tugas dan pekerjaanya, dimana hanya bertugas menggiling tebu untuk dijadikan gula. Kenyataan yang terjadi tidak demikian, pekerjaan teknis memang menjadi jauh lebih ringan, tetapi dalam pekerjaan non-teknis beban pekerjaan menjadi lebih berat. Pabrik gula menjadi bagian dari pemerintah yang bertugas mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada petani Tebu Rakyat Intensifikasi dan menjadi salah satu anggota terpenting dalam satuan pelaksana program-program pemerintah yang berhubungan dengan Tebu Rakyat Intensifikasi. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu bagian dari wilayah Provinsi Jawa Tengah yang sebagian besar berupa pegunungan masih menyimpan potensi sangat besar bagi usaha pertanian, termasuk pertanian tebu yang merupakan tanaman penghasil gula. Jenis komoditas pertanian yang ada di wilayah Kabupaten Kabupaten Karanganyar
dapat
ditunjukkan pada tabel 1.1 sebagai berikut:
7
Tabel 1.1 Komoditas Pertanian Kabupaten Karanganyar Kopi Robusta Tebu Kapuk Lada Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Tahun (Ha) (Kg) (Ha) (Kw) (Ha) (Kg) (Ha) (Kg) 2007 52,62 14.32 2.045,419 8.689,468 23,00 7,36 4,36 1,55 2006 59,90 17.97 2.243,23 6.306,503 23,00 8,16 3,88 2,67 2005 71,39 39.263 1.998,46 6.306,503 20,35 3.965 3,88 2,67 2004 85,39 46.963 2.109,661 1.282,368 33,50 6.532 1,35 0,97 2003 90,07 56.294 2.127,837 1.244,573 40,70 7.468,50 0,75 0,82 2002 91,36 31.926 2.258,091 1.005,467 49,75 9.701,25 0,75 0,75 Sumber: Karanganyar Dalam Angka 2008, Karanganyar. Tabel 1.1 memberi gambaran luas tentang jumlah produksi beberapa komoditas dalam pertanian Kabupaten Karanganyar. Jumlah produksi dan luas lahan tebu memiliki potensi yang terus berkembang dari tahun 2002 hingga 2007. Luas lahan bertambah merupakan salah satu indikator bahwa masyarakat tertarik untuk menanam tebu karena dari tahun ketahun harga gula mengalami peningkatan sehingga pendapatan dari usahatani tebu akan mengalami peningkatan. Penelitian ini berusaha mengetahui lebih jauh faktor-faktor yang mampu meningkatkan hasil produksi tebu, terutama arus biaya pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh, sehingga pendapatan yang diperoleh dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan petani. Pabrik gula Tasikmadu yang berada di wilayah Kabupaten Karanganyar diduga sebagai salah satu daya tarik petani untuk berusahatani tebu, karena keuntungan akan bertambah sebagai akibat berkurangnya biaya angkut dari lahan ke pabrik gula.
8
Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan sebuah penelitian yang berjudul
”ANALISIS
USAHATANI
TEBU
WILAYAH
KARANGANYAR”. B. Rumusan Masalah Berdasakan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh luas lahan terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar? 2. Apakah terdapat pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar? 3. Apakah terdapat pengaruh jumlah pupuk terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar? 4. Apakah terdapat pengaruh jumlah bibit terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar? 5. Apakah terdapat pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, dan jumlah bibit secara bersama-sama terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar? 6. Apakah usahatani tebu dapat memberi tingkat kesejahteraan petani?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang akan dilaksanakan adalah : 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar.
9
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pupuk terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah bibit terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, dan jumlah bibit secara bersama-sama terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 6. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani dari usahatani tebu
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Manfaat Praktis Memberikan masukkan dan informasi kepada pemerintah daerah, petani tebu dan masyarakat mengenai pengaruh faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini terhadap jumlah produksi tebu dan pendapatan usahatani tebu. 2. Manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Memberikan referensi atau masukan bagi peneliti yang mempunyai permasalahan yang sama dalam penelitian yang membahas usahatani tebu rakyat di Indonesia.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Teori Produksi a. Definisi Produksi Produksi didefinisikan sebagai proses menciptakan atau menambah nilai guna atau manfaat baru. Nilai guna atau manfaat baru mengandung pengertian kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi meliputi semua aktifitas menciptakan barang dan jasa. Proses produksi pertanian membutuhkan macam-macam faktor produksi seperti modal, tenaga kerja, tanah, dan manajemen pertanian yang berfungsi mengkordinasikan faktor-faktor yang ada sehingga benar-benar
mengeluarkan hasil produksi (output).
Produksi diperoleh dengan campur tangan tangan manusia yaitu tenaga kerja petani (labor). Faktor produksi modal adalah sumbersumber ekonomi diluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia. Modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi non manusiawi. (Mubyarto, 1994:70). Modal diartikan sebagai barang dan jasa yang diinvestasikan dalam bentuk bibit, obat-obatan serta faktor produksi lainnya. Teori
11
produksi mengandung pengertian mengenai usaha tani yang dilakukan
petani
dalam
tingkat
teknologi
tertentu
mampu
mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi seefisien mungkin untuk menghasilkan produksi maksimal. b. Faktor Produksi Faktor produksi merupakan input yang digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, bibit, pupuk serta teknologi dapat digunakan dalam proses produksi yang akan menghasilkan output yang maksimal. Berikut ini jenis-jenis faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi pertanian: (1) Tanah merupakan faktor produksi yang paling penting, karena nilai tanah lebih besar dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya. Tingkat produktifitas tanah dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, serta sarana dan prasarana yang ada sebagai
penunjang
produksi
pertanian.
Pemilik
tanah
menyewakan tanahnya pada petani penggarap dengan sistem bagi hasil. David Ricardo dalam Mubyarto (1994:90) mengungkapkan teorinya tentang sewa tanah deferensial, dimana tinggi rendahnya sewa tanah disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, semakin subur tanah maka semakin tinggi harganya. (2) Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi utama dalam usahatani. Tenaga kerja adalah manusia yang aktifitasnya mencurahkan tenaganya untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Tenaga
kerja
dalam
bidang
pertanian
tidak
hanya
12
mengembangkan tenaganya (labor) saja, tetapi juga mengatur organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1994:124). (3) Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menentukan keberhasilan usaha tani. Pemilihan bibit yang baik harus tahan terhadap hama, sehingga menunjang terbentuknya output yang maksimal. (4) Pupuk merupakan faktor produksi yang mendukung keberhasilan usaha tani. Pupuk dibedakan menjadi dua yaitu: pertama, pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari kotoran ternak atau sisa-sisa mahluk hidup yang mengalami pembusukan. Kedua, pupuk anorganik adalah pupuk buatan yang dihasilkan oleh manusia melalui proses pabrikasi dengan meramu bahan-bahan kimia yang mengandung kadar hava tinggi. c. Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output maksimum yang diproduksi dan input yang diperlukan dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu (Samuelson dan Nourdous, 1996:128). Fungsi produksi menggambarkan tingkat pengetahuan teknik atau teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan, industri atau perekonomian secara keseluruhan. Fungsi produksi yaitu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi (output) dengan faktor produksi (input). Fungsi produksi dapat disajikan melalui bentuk tabel, grafik atau
13
perasamaan matematis. Bentuk matematis fungsi produksi secara sederhana dijelaskan sebagai berikut (Mubyarto, 1994:68):
Y= (X1,X2,X3,…Xn).................................................................(1) dimana: Y
= hasil produksi fisik
X1,X2,X3,…Xn
= faktor-faktor produksi
Faktor produksi dari fungsi di atas merupakan variabel. Agarwal (1998:280) membedakan fungsi produksi menjadi fungsi produksi jangka pendek dan fungsi produksi jangka panjang. (1) Fungsi Produksi Jangka Pendek Fungsi produksi jangka pendek mempelajari produksi ketika jumlah salah satu input tetap dan input lainnya bervariasi. Jenis hubungan dari kombinasi input merupakan bagian dari hukum proporsi variabel. Skala hasil produksi dapat meningkat, tetap atau menurun. Tiga situasi yang berbeda tersebut mengakibatkan terbentuknya tiga hukum, ketika persentase pertambahan output lebih besar dari persentase pertambahan input, maka keadaan tersebut disebut hasil yang bertambah. Persentase penambahan output sama dengan penambahan input disebut dengan constant return to scale. Persentase penambahan output kurang dari persentase penambahan input disebut Law dimininishing return.
14
Dua hukum yang pertama hanya berlaku sementara, sehingga hanya Law Diminishing Return yang berperan dalam ekonomi.
(2) Fungsi Produksi Jangka Panjang Fungsi produksi jangka panjang akan mempelajari hubungan input-output dari variasi semua input. Fungsi jangka panjang menjadi subjek dari Return to Scale. Secara ekonomi terdapat tiga jenis hukum hasil, sama dengan hukum skala hasil tadi. Skala hasil menguji hubungan antara seluruh input dengan hasil output, dengan kata lain, semua variasi input di dalam proporsi yang sama, dibawah masalah skala hasil. Derajat skala hasil bervariasi antara 0 dan tidak terbatas. Semua input dalam fungsi produksi ditambah dengan konstan (λ) dan derajat fungsi (n) yang akan dihitung dari besarnya nilai tukar dari fungsi tersebut. Jika perubahan di output tidak proposional dengan (λ) fungsi produksi, maka akan segaris dengan derajat satu. Situasi seperti ini menggambarkan bahwa perusahaan beroperasi dibawah return to scale. Fungsi produksi homogen dengan derajat dua (non linier) kemudian mengikuti penambahan di semua input dengan λ tetap. Output akan bertambah ke level ekivalen ke λ2. Situasi (ketika
fungsi
produksi
lebih
dari
derajat
satu)
ini
15
menggambarkan
bahwa
perusahaan
beroperasi
dibawah
increasing to scale. Agarwal (1998:295) menggunakan pendekatan isoquant dan isocost dalam fungsi produksi atau dikenal dengan kombinasi biaya paling sedikit (least cost combination). Kurva isoquant atau isoproduct adalah kurva berbagai kemungkinan kombinasi teknis antara dua input (variabel) yang terbuka bagi produsen untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Isoquant mempunyai sifat-sifat serupa dengan indifference curve, yaitu cembung kearah origin, menurun dari kiri atas kekanan bawah, output tertinggi terletak di kanan atas kurva. Isoquant bisa didapatkan dari fungsi produksi. Gambar 2.1 Kurva Isoquant K
Q0 0 Lo Sumber: Agarwal,1998. Kegunaan isoquant adalah untuk menentukan Least Cost Combination, yaitu kombinasi penggunaan input-input untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu dengan ongkos total yang minimum. Contohnya, suatu fungsi produksi Q = X1X2 ; diketahui harga masing-masing input misalnya P1 untuk X1 dan
16
P2 untuk X2. Fungsi produksi tersebut ingin mencari Least Cost Combination untuk tingkat output tertentu, misalnya Q. Isoquant Q = X1X2 atau Ongkos untuk menghasilkan output adalah : C = P1X1 + P2X2 atau
.
Untuk menghasilkan Q dengan ongkos yang minimum harus dipenuhi syarat:
atau Jadi syarat Least Cost Combination secara umum bisa ditulis sebagai berikut:
dimana
sering disebut dengan istilah Marginal Rate of
Technical Subtitution (MRTS). Prinsip Pengurangan Tingkat Marginal dari Substitusi Secara Teknis (MRTS) dijelaskan sebagai penurunan slope isoquant dari sebelah kiri dari kemampuan mengganti secara teknis dari faktor input yang satu dan factor input yang lainnya. Kombinasi faktor input diperlukan untuk memproduksi sejumlah produk yang disubstitusikan dengan menggati kuantitas dari satu input untuk input lain. Tenaga kerja dapat disubstitusikan terhadap capital (modal) dan sebaliknya. Jika
17
faktor input diganti secara teknis, maka kurang dari satu yang digunakan (if less of one is used), sehingga lebih banyak faktor lain
yang
harus
kehilangan/kerugiannya.
dikompensasikan
untuk
Jika produk total adalah untuk
mempertahankan ketetapan (remain constant), maka pada tingkat di mana salah satu faktor input dapat digantikan faktor lain, dapat disebut sebagai MRTS. Faktor input dapat mengganti satu sama lain, tetapi harus diingat bahwa faktor input pengganti bukanlah pengganti yang sempurna (not perfect substitutes), sampai batas kemampuan tiap-tiap factor input. Contoh dari permasalahan di atas adalah: diasumsikan terdapat dua faktor input, yaitu tenaga kerja dan modal, dimana kedua factor input tersebut digunakan untuk memproduksi output X. Penambahan tenaga kerja dan berkurangnya modal dalam memproduksi output X yang sama menyebabkan semakin sulitnya penggantian dari setiap unit tambahan tenaga kerja dan modal. Unit tambahan tenaga kerja hanya akan mengkompensasi/mengimbangi jumlah modal yang lebih kecil. Inilah yang disebut “prinsip tingkat marginal yang menurun dari substitusi teknis”, yaitu antara tenaga kerja terhadap modal. Prinsip ini mengindikasikan bahwa marginal significance berasal dari satu faktor input (L), dimana keadaan faktor input yang lainnya adalah (K).(Agarwal, 1998:304).
18
d. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Penelitian statistik terhadap hukum produksi Cobb dan P.H Douglas merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu ekonomi. Fungsi Cobb Douglass digunakan sebagai hukum produksi universal. Cobb dan P.H Douglass telah merancang dalam beberapa contoh penggunaan fungsi dalam industri manufaktur di seluruh dunia. Tipe eksponensial fungsi produksi X = ALαKβU tidak berlaku lagi pada validitas umum dalam pendeskripsian
teknis.
Jika
dibandingkan
dengan
fungsi
matematis lainnya dengan lebih lanjut, maka fungsi tersebut memiliki kelebihan tertentu yang akan membuatnya menjadi sebuah pilihan yang sesuai bagi peneliti yang serupa di bidang hukum produksi yang telah dilakukan juga oleh banyak ekonom. Tipe-tipe fungsi tersebut pada akhirnya menjadi lebih berkembang dan lebih jelas dengan dibuktikan secara empiris oleh kedua hal tersebut, yaitu Cobb dan Douglass (Agarwal, 1998:324). Bentuk fungsi umum produksi Cobb Douglass adalah X = ALαKβU…………………………………………………(1) K = input modal
U = jenis gangguan acak
A = konstanta
β = parameter positif
L > 0 dan K > α > 0 β > 0 Hasil
penjumlahan
eksponen
(α+β)
menunjukan
tingkat
homogenitas fungsi ini (return to scale), yang akan diasumsikan
19
menjadi sama dengan 1. Dalam fungsi produksi ini output (X) adalah fungsi dua output yaitu L dan K, secara simbolis : X = ƒ(L,K) seperti halnya ƒ (λL,λK)= (λL)α(λK)β = λα+β KβLα = λα+β ƒ(L,K) = λα+βX
Jadi jika λα+β =1, perusahaan akan beroprasi dibawah konstanta pada skala dan pada tingkat 1 fungsi produksi ini akan bersifat homogen.Jika λα+β<1 maka akan mengurangi return to scale yang bertambah. Fungsi Cobb Douglass dalam persamaan (1) itu non-linear, tapi juga dapat juga diubah menjadi sebuah fungsi linear dengan memindahkan semua variabel dalam bentuk logaritma, itulah sebabnya mengapa fungsi ini dikenal sebagai sebuah fungsi linear-log. Penggunaan log persamaan (1) pada kedua sisi maka akan didapat : Log K = Log A + α Log L + β Log K + Log U .....…………….(2) (1) Sifat Fungsi Produksi Cobb-Douglass - Constant Return to Scale Terbukti dalam Ilmu Ekonomi Cobb-Douglass menunjukkan bahwa (α+β) = 1. Artinya constant to scale terbukti dalam ilmu ekonomi, hal tersebut membuktikan validitas teorema Euler. Teorema
20
Euler menyatakan bahwa jika faktor produksi dibayarkan berdasarkan pada bentuk marjinal mereka, maka produk total menurun. Jika faktor-faktor dinilai sesuai dengan produk marjinal masing-masing, maka kombinasi pembagian faktor-faktor tersebut sama dengan output total (x). Kondisi tersebut dijelaskan dengan fungsi produksi Cobb-Douglass yang dimaksudkan sebagai verifikasi empiris poduktifitas marginal teori distribusi akan mendapatkan Log K=Log A + α Log L + β Log K + Log U
MPl
atau
TPL= MPL. L=
.X L=α.X L
Demikian halnya dengan Atau
Atau MPK= MPX K =
X K=βX K
Sekarang jika (α + β) = 1 maka TPL + K = X maka sifat tersebut terbukti. Fungsi produksi tidak bisa ditentukan, sebuah prioritas tingkatan ekonomis atau ketidak ekonomisan skala. Istilah matematis apabila kita berhubungan dengan
21
fungsi homogen yang umumnya juga kita gunakan maka fungsi tersebut harus bisa memperkirakan tingkatan homogenitas apapun yang ditunjukkan secara empiris. Pada return to scale non konstan kita memiliki pengaruh penting terhadap ekonomi pertumbuhan dan penelitian pengaturan pasar, saat dianjurkan dalam situasi empiris untuk menentukan tingkatan skala. Inti return to scale, (α + β) merupakan tingkatan homogenitas fungsi produksi Cobb-Douglass, misalnya jumlah pekerja dan modal meningkat sampai 10% maka fungsi Cobb-Douglass menjadi X = ALαKβU X = A ( 1.10L) α (1.10K)βU = A (1.10)α+β LαKβU Maka output juga akan meningkat (1.10αβ) dan jika α+β < 1 maka output akan meningkat lebih dari 10%. Jika α+β = 1, output akan meningkat 10%. Fungsi produksi CobbDouglass,
return
to
scale,
dengan
demikian,
dikarakteristikan sebagai berikut : α+β < 1 skala disekonomis α+β = 1 constant return to scale α+β >1 skala ekonomis
22
Fungsi produksi Cobb-Douglass bisa menunjukkan berbagai tingkatan return to scale maka fungsi tersebut secara umum digunakan oleh sebagian besar ekonom.
- Elastisitas Subtitusi adalah sama dengan Satu Pembuktian bahwa elastisitas subtitusi fungsi produksi Cobb-Douglass (dimana constant return to scale berlaku) adalah sama dengan penyatuan apapun bentuknya dan juga bahwa hal tersebut merupakan satu-satunya fungsi yang bisa membuktikan sifat tersebut. Jika fungsi produksi linear dan bersifat homogen, maka elastisitas subtitusi φ = 1 manapun, jika dan hanya jika fungsi tersebut kita tahu bahwa elastisitas subtitusi didefinisikan sebagai berikut : X = ALαKβU dimana α+ β = 1, atau β = 1α. Elastisitas subtitusi dapat didefinisikan sebagai: σ = perubahan per sen dalam rasio faktor kuantitas faktor perubahan per sen dalam rasio faktor harga karena tingkat subtitusi teknikal (rate of technical substitution / RTS)
23
dimana harga
K = faktor rasio kuantitas dan R = rasio faktor L
Pk/Pl. Sekarang didapatkan
Fungsi tersebut dapat diambil derivatif parsial dari X yang mengacu pada L dan K yaitu X = ALαKβU X X AL K U juga AL K 1U L L
Sekarang: R
X X / L K
K ( ) L
K R ( ) L
Jadi
K ( ) L L ( ) K Sehingga terbukti bahwa:
K K ( ) ( ) L / L K K L L
24
=1
Penggabungan elastisitas subtitusi merupakan sifatsifat yang dikenali dalam fungsi produksi Cobb-Douglass karena akan menjamin bahwa pendapatan relatif dari pembagian modal dan pekerja adalah konstan untuk setiap perubahan pada persediaan relatif modal dan pekerja, sehingga dengan demikian akan menunjukkan dasar-dasar konstan relatif pada faktor pembagian yang diteliti dalam perkembangan ekonomi.
- Jalur Ekspansi yang digeneralisasi oleh fungsi produksi Cobb-Douglass itu linear dan diturunkan mulai dari awal. Order (urutan) awal optimasi kondisi terbatas, maka didapat
Dimana
P fL = rasio dari produktifitas marginal L = fK PK
rasio harga. Maka dari fungsi tersebut didapat
βPLL=αPKK βP1.L-α PkK
25
αPKK=0…………………..….………………….(3) Persamaan (3) menunjukkan bahwa turunan yang secara implisit ditunjukkan dalam fungsi produksi CobbDouglass X = ALαKβ juga menggambarkan garis lurus yang menurun kebawah dari bentuk asli pada tataran isoquant. Persamaan (3) dapat ditulis PL L ……………………………………………….(4) PK K
Pada sisi kanan persamaan (4) menunjukkan pembagian
pemasukkan
yang
diakumulasikan
pada
keterhubungan pekerja dengan yang masuk modal, maka dengan demikian sisa pemasukkan relatif sama dengan
= rasio elastisitas produksi output. Elastisitas produksi output ditentukan oleh teknik atau cara-cara yang diberlakukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass. Jika α sangat terhubung dengan β, maka pembagian pekerja juga akan sangat terhubung dengan pembagian modal pemasukkan. Jika teknologi (cara-cara) tersebut berubah (atau konstan), maka hal tersebut akan tersebut
akan tetap menunjukkan suatu perubahan
proposional dalam harga faktor, menghasilkan perubahan kompensasi proposional dalam input
faktor relatif
26
sehingga dengan demikian relatif akan tetap konstan dan akan sama dengan α/β. Jika elastistas produksi sebelumnya menunjukkan bukti bahwa jika (σ = 1), maka berlaku pernyataan CobbDouglass diatas, akan tetapi jika (σ ≠ 1), maka perubahan pada persediaan faktor relatif menyebabkan pembagian pemasukkan relatif. Perubahan-perubahan tertentu untuk persediaan faktor relatif, pembagian pemasukkan relatif akan berubah naik atau menurun tergantung pada apakah elastisitas subtitusi jatuh atau menurun menjadi kesatuan yang lebih kecil. Kesimpulannya dapat dikatakan, hanya untuk (σ = 1), maka pembagian pemasukkan relatif dikatakan konstan untuk suatu cara-cara teknologi yang tetap atau tidak berubah, dan fungsi produksi CobbDouglass telah memiliki sifat-sifat ini.
- α dan β menunjukkan bahwa pembagian pekerja dan pembagian modal output tersebut. Didapat X= A L αkβU. Dengan memasukkan log dari kedua sisi maka Log X = Log A + α Log L + β Log K + Log U X L ( LogX ) . atau atau ( LogL ) L X
MPL
L X
27
Dimana MPL
X L
Dengan perhitungan cermat VMPL = PL=PX MPL…………………………………………….(5) Dimana PX = harga output Atau ML L
PL PX
Dengan memasukkan nilai MPL dalam persamaan (5) maka akan didapat,
PL L upah . PX X totalpemas ukan
Demikian halnya dengan
Atau
MPX .
( LogX ) ( LogK )
X K . K X
K X
Kemudian dapatkan,………………………………..(6) VMPK = PX = PKMPK ; atau MPK
PK PX
Dari hasil MPK dalam persamaan (6) maka didapat:
PK K sisasewa , PX X totalpemasukkan
Maka didapat, α = sisa upah dari total pemasukkan β = sisa sewa dari total pemasukkan
28
- α dan β merupakan elastisitas output kaitannya dengan pekerjaan dan modal tersebut. Pada kasus fungsi CobbDouglas, α diartikan sebagai elastisitas produksi parsial (X) kaitannya dengan pekerja (L). Hal tersebut
diatas
menunjukkan perubahan presentase dalam input pekerja, yaitu menjaga input modal konstan. Hal yang sama juga berlaku, β diartikan sebagai elastisitas produksi (X) parsial kaitannya dengan input modal (K) yaitu menjaga input pekerja konstan. α dan β menunjukkan secara individual perubahan persen output yang menyebabkan persen pekerja dan modal yang bersangkutan, kedua koefisien tersebut bersama-sama memastikan total persen perubahan persen pekerja dan modal. Akan tetapi telah kita ketahui sebelumnya
bahwa
fungsi
produksi
Cobb-Douglas
mempunyai bentuk linear ketika ditunjukan dalam fungsi logaritma dari pada satuan aritmatika. Dengan demikian dapat ditulis sebagai berikut: Log X = Log A + α Log L + β Log K +Log U ( LogX ) ( LogL )
atau
29
Perubahan logaritma dari beberapa variabel umumnya adalah hal yang sama yang berlaku pada persentase. Dengan demikian persamaan dapat ditulis,
Atau (
elastisitas)
Sama halnya dengan
Atau,
(log X ) ( LogK )
X / X X L , e xk L / L L X
dengan demikian elastistas output modal w.r.t terbukti. - Jika salah satu input adalah 0, output juga akan 0. Fungsi produksi Cobb-Douglas menyatakan return to scale konstan dimana semua input diubah kedalam proporsi yang sejajar. Jika salah satu inputnya adalah 0, maka otomatis input lainnya juga terbilang 0 dan konsekuensi output juga akan 0. Selanjutnya, telah kita lihat juga bahwa fungsi CobbDouglas memiliki elastisitas output konstan kaitannya dengan pekerja maupun input modal, hubungan antara output dan input adalah bersifat non linear (meskipun kita bisa mengubahnya menjadi tipe sebuah hubungan loglinear). Pada modal konstan, hubungan antara input output.
30
Pekerja dapat ditunjukan pada serangkaian garis garis kurva pada gambar 2.2 Gambar 2.2 Kurva Produksi Y
Output X ƒ(L1,K3) ƒ(L2,K2) ƒ(L3,K1) X Labour Output (L) Sumber: Agarwal, 1998
Jika salah satu input adalah nol (L=0 atau K=0) dan output adalah nol (X=0). Maka dengan demikian kedua input tersebut sangat
layak untuk berlangsungnya proses
produksi. Gambar kurva tersebut adalah sama seperti demikian dimana produktivitas marginal akan jatuh pada pertumbuhan input. Tidak dalam hal ini asymptotic untuk output (begitu pula bagian atasnya) yang jauh melampaui sehingga produksi tidak bisa lagi tumbuh, akan tetapi jumlah peningkatan dalam penurunan sebagai level lebih tinggi dari input juga berlaku dalam produksi.
- Pentingnya Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi yang paling sering digunakan dalam cabang ilmu ekonomi. Fungsi tersebut menghasilkan data dalam bentuk output
31
dan input secara cermat. Banyak ekonom yang secara independen menggunakan fungsi tersebut atas nama “ Fungsi
Produksi
Cobb-Douglas”,
sehingga
dengan
demikian ditemukan banyak sekali variasi-variasi bentuk Cobb-Douglas yang menghasilkan elastisitas produksi dan subtitusi. Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat dikutip: X = C1-αNαeβN Ferguson dan Pfoubs X = ACαNβeyLoge Newmann dan Read X = ACαNβeyceeαNHeady dan Dillon Fungsi
Cobb-Douglas
sangat
sesuai
dalam
perbandingan dunia internasional maupun inter-industri, karena α dan β merupakan koefisien elastisitas, keduanya adalah angka murni dan mudah sekali dibandingkan dengan diantara contoh yang berbeda satu sama lain yang menggunkan satu sama lain yang menggunkan variasi unitunit perhitungan. Seseorang dapat menangkap benang merah atau garis besar dari non-linearitas terpenting dalam proses produksi dan juga termasuk di dalamnya keuntungan atau manfaat dari penyederhanaan perhitungan dari hubungan linear yaitu dengan mengubahnya menjadi logaritma. Fungsi logaritma itu sendiri linear dengan parameternya, dan poin tersebut sangat penting di sini terutama untuk para peniliti statistik atau para ekonom.
32
Fungsi lain yang bisa memberikan tipe kurva yang serupa sehingga bisa menjaga linearitas dalam parameter, contohnya, ditulis dalam fungsi parabolic sebagai berikut: X = αo+α1L+α2 K+α3L2+α4K2+α5 K+U Tipe persamaan (parabolic ini) masih lebih banyak menggunakan parameter daripada dipakai dalam Cobb-Douglas. Cobb-Douglas terakhir yang lebih bersifat ekonomis dalam penggunaan tingkat kebebasan parameter dan juga memberikan non-linearitas. Parameter fungsi Cobb-Douglas selain lebih elastik, Cobb-Douglas memiliki atribut-atribut ekonomi.
penting
Contoh
lainnya
hasil
dalam
analisa-analisa
eksponen-eksponen
(α+β)
menunjukkan return to scale dalam proses produksi. Penelitian Cobb-Douglas merupakan sebuah pengujian produktifitas
marginal
upah
(teori
pendistribusian)
sebagaimana halnya dengan pendekskripsian teknologi produksi. Berdasarkan pada Asosiasi Ekonomi Amerika tahun
1974,
Prof.
Douglas
menyimpulkan
hasil
penelitiannya dalam perhitungan hukum-hukum produksi. Baik penelitian tentang jangka waktu dan kajian cross section dilakukan oleh Douglas dan yang lainnya untuk industry manufaktur di AS, Kanada, Australia, Selandia Baru dan Afrika Selatan
33
Keenam
contoh
cross
section,
Douglas
menemukan rata-rata eksponen pekerja (α) sebanyak 0,63 dan rata-rata komponen pada 9 contoh cross section (1912-1937) dan 0,37 untuk modal (β), dengan demikian antara negara-negara berbeda ada banyak perbandingan. Tipe fungsi Cobb-Douglas ini elastisitas subtitusi (σ) antara pekerja (L) dan modal (K) mendorong terbentuknya suatu kesatuan nilai, yaitu apakah situasi empirik tersebut ditentukan atau tidak ditentukan, tetapi pendekatan yang tidak begitu bersifat terbatas dan jauh lebih menghasilkan, akan memungkinkan elastisitas subtitusi (σ) yang bervariasi dalam kaitannya dengan pertimbangan permintaan empiris.
(2) Kritik Tentang Fungsi Produksi Cobb-Douglas Douglas merupakan pelopor penting dan pendukung penelitian hukum produksi, tetapi ia tidak meninjau poin penting dimana analisanya terbuka dengan kritik. Kritik yang paling penting dalam
fungsi produksi Cobb-Douglas
disampaikan oleh K.J Arrow, H.B Cheneery, B.S Minhas dan R.M Solow. Kritik tersebut mengetengahkan poin-poin kritik fungsi produksi Cobb-Douglas : - Fungsi Cobb-Douglas hanya meliputi dua faktor input, yaitu modal dan pekerja, tetapi faktor lainnya juga sama
34
pentingnya dalam proses produksi. Penelitian fungsi CobbDouglas
seringkali
hanya
digunakan
pada
sektor
manufaktur saja, bahan-bahan mentah tidak bisa menutupi sebagai barang-barang intermediate yang diproduksi dan digunakan pada sektor ekonomi yang sama, bahkan pada tataran ekonomi secara keseluruhan bahan-bahan mentah yang diimpor merupakan faktor input penting yang harus dipetimbangkan, sama halnya dengan penempatan pekerja dan input modal. Di berbagai negara, seringkali kita dapatkan ekonomi terbuka dimana barang material diimpor merupakan signifikansi terpenting dalam proses produksi. - Fungsi tersebut tidaklah mungkin menyatakan constant return to scale. Beberapa input produksi tidak dapat meningkat dalam porsi seimbang, contohnya dalam kewirausahaan, lebih lanjut lagi constant returns hanya dapat terjadi dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang tidak dapat diharapkan untuk situasi yang sama. -
Perhitungan input-kerja tersebut masih menjadi pusat perhatian, maka dapat dihitung kedalam angka-angka atau waktu, tapi sangat sulit untuk menghitung input modal dalam kaitanya dengan depresiasi selama ini.
-
Perhitungan output umumnya merupakan suatu bentuk nilai kesatuan yang ditambahkan, artinya bahwa bahan-bahan mentah tidak diberlakukan sebagai faktor-faktor produksi
35
terpisah akan tetapi lebih sebagai pengurangan otomatis dari total nilai outputnya. Bahan-bahan mentah, khususnya untuk jenis bahan bakar, kemungkinan tidak memiliki hubungan pasti dengan output (sebagaimana diasumsikan constant return of scale), hal tersebut ditunjukan oleh penggunaan konsep pertambahan nilai. -
Pada tingkat produktif yang berbeda, ada kemungkinan ekonomis (returns meningkat) atau disekonomis (returns menurun) dalam penggunaan material (ataupun faktor input). Hal tersebut ditunjukkan oleh sebuah fungsi yang selanjutnya
dapat
dinilai
apakah
kurva
produksi
sesungguhnya mengikuti bentuk S pada umumnya. Kurva produksi ditunjukkan dalam gambar 2.3 sebagai berikut: Gambar 2.3 Tahap-tahap Produksi o Y u t p u t (x)
A
B
C X
faktor input (L) Sumber: Agarwal,1998 Gambar 2.3 menunjukkan ada hubungan input-output dalam fase peningkatan, konstan, dan penurunan marginal return. Contoh data tersebut biasanya memperhatikan letak kurva ini, dan dengan demikian, membentuk serangkaian
36
observasi
yang
terbatas.
Tidaklah
mungkin
untuk
memperkirakan kurva secara keseluruhan, tetapi akan cukup
memungkinkan
didominasi
oleh
jika
sebagian
periode-periode
besar depresi
sampel yang
menunjukkan letak kurva yang menunjukkan return meningkat. Sekarang jika return meningkat, maka faktor yang seimbang untuk berkorespondensi dengan eksponeneksponen (α dan β) tidak bisa dimiliki, karena hasil dari eksponen akan menunjukkan kesatuan (α+β>1). -
Fungsi ini juga mengasumsikan bahwa ada persaingan di pasar dan mengapa keseimbangan antara pembagian dengan eksponen (α+β) tersebut muncul. Jika ada monopoli dan persaingan yang bersifat monopolis, maka keterkaitan diatas tidak berlaku dalam ekonomi.
-
Fungsi produksi Cobb-Douglas, semua unit pekerja dianggap input homogen, yang menunjukkan sebuah titik balik fungsi.
-
Multikolinearitas seringkali termasuk dalam analisa rentang waktu ekonomis. Interkorelasi sangat mungkin akan ada antara modal dan pekerja dalam estimasi suatu fungsi produksi. Interkorelasi atau multikolinearitas bukanlah semata-mata sebuah masalah kecuali jika hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan keseluruhan tingkat korelasi ganda diantara variabel-variabel lainnya
37
secara simultan. Berdasarkan penelitian Cobb-Douglas kita akan menghadapi persoalan mutikolinearitas. Fungsi CobbDouglas digunakan secara luas dalam penelitian ekonomi, meskipun ada beberapa kritik mengenai fungsi ini.
2. Kesejahteraan Kesejahteraan ekonomi adalah bagian dari kesejahteraan sosial yang dapat dibawa secara langsung atau secara tidak langsung kedalam sebuah hubungan yang dapat diukur dengan besarnya kekayaan (Agarwal,1998:726). Ekonom modern berpendapat bahwa kesejahteraan seseorang tergantung tidak hanya pada variabel ekonomi, tetapi juga variabel non ekonomi. Ekonom modern menjelaskan bahwa faktor non ekonomi tidak selalu dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Sebagian besar ekonom hanya melakukan perhitungan terhadap variabel ekonomi dalam analisis kesejahteraan dengan variabel non ekonomi konstan. Kesejahteraan tidak dapat lepas dari pengertian kemiskinan, tampak dalam berbagai program yang dilakukan pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai yang merupakan kompensasi dari kenaikkan harga bahan bakar minyak. Pemahaman terhadap kemiskinan dapat mengarah
kepada
pengertian
kesejahteraan.
Ahli
ekonomi
pembangunan mulai berusaha mengukur luasan atau kadar parahnya tingkat kemiskinan di dalam suatu negara dan kemiskinan antar negara
38
dengan cara menentukan atau menciptakan suatu batasan yang disebut sebagai garis kemiskinan atau poverty line (Todaro:2000;59).
a. Definisi Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan halhal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2009). Kemiskinan dapat dibedakan menjadi
empat bentuk
(Suryawati dalam Jenny:2009;20) : (1) Kemiskinan absolut: jika pendapatan masyarakat di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. (2) Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. (3) Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
39
(4) Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan,
tetapi
seringkali
menyebabkan
suburnya kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: Kemiskinan Alamiah dan Kemiskinan Buatan (Suryawati dalam Jenny:2009;21) : (1) Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus. (2) Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata. b. Indikator Kemiskinan (1) Garis Kemiskinan Sayogya Prof. Sayogya (1971) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diukur dengan menggunakan pendekatan kemiskinan absolut, yaitu memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi.(Lincolin Arsyad:1992;192). Penggolongan miskin berdasarkan Prof. Sayogya sebagai berikut :
40
Tabel 2.1 Indikator Kemiskinan Berdasarkan Prof. Sayogya
Kriteria Melarat Sangat Miskin Miskin
Pedesaan (per kapita per tahun) 180 Kg 240 Kg 320 Kg
Perkotaan (per kapita per tahun) 270 Kg 360 Kg 480 Kg
Sumber: Lincolin Arsyad, 1992
(2) Badan Pusat Statistik Biro Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach) untuk mengukur kemiskinan. Pendekatan ini memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pendekatan ini dapat menghitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan BukanMakanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan
41
nilai
pengeluaran
kebutuhan
minimum
makanan
yang
disetarakan dengan 2100 kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan (Berita Resmi Statistik, BPS Jawa Tengah, 2007). Penyaluran dana Bantuan Langsung Tunai kepada rumah tangga sasaran menggunakan indikator dari Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik mengkategorikan penduduk miskin sebagai berikut: -
Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 1900 kalori per orang plus kebutuhan dasar non makanan, atau setara dengan Rp. 120.000,- per orang per bulan
-
Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900 kalori sampai 2100 kalori per orang per hari plus kebutuhan
42
dasar non-makanan, atau setara dengan Rp. 150.000 per orang per bulan. -
Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 kalori sampai 2300 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non makanan, atau setara dengan Rp. 175.000,- per orang per bulan.
(3) Bank Dunia Para ahli ekonomi cenderung membuat perkiraanperkiraan yang serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka menghindari perkiraan yang berlebihan. Perkiraan itu sendiri didasarkan pada metodologi yang sudah popular dengan sebutan garis kemiskinan internasional (internasional poverty line), secara berkala, para ahli mencoba mereka-reka sejumlah uang yang dianggap minimal untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar, misalnya US$ 370 (atas dasar harga konstan 1985). Patokan ini kemudian diterapkan lebih lanjut untuk memperkirakan kadar daya beli (purchasing power equivalen) atas sejumlah uang yang
diukur
berdasarkan
satuan
nilai
mata
uang.(
Todaro:2000;59). Perhitungan para ahli merujuk pada nilai US$ 1 per hari per kapita dan US$ 2 per hari per kapita. 3. Pembangunan Pertanian
43
Pembangunan pertanian adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan produksi hasil pertanian sekaligus meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani dengan cara menambah modal dan skill atau keahlian ditujukan untuk menjadi sektor pertanian semakin kuat guna mendukung sektor produksi. Pemerintah berupaya untuk membantu menemukan dan mengenali segala permasalahan yang dihadapi petani dan bersama-sama mereka mengusahakan jalan keluarnya, dengan memposisikan diri sebagai kekuatan pelindung petani. Kegiatan
pembangunan
di
sektor
pertanian
harus
memperhatikan lembaga masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. Aspek keuntungan kegiatan investasi tersebut agar dapat memberi manfaat lebih besar bagi masyarakat yang lebih memerlukan. Petani gurem (kecil) menjadi tujuan, sehingga orientasi kebijakan pembangunan senantiasa berorientasi kepada masyarakat petani. Peningkatan
pendapatan
diikuti
dengan
kebijakan
struktural
pemerintah di dalam pembuatan aturan/hukum, persaingan, distribusi, produksi dan konsumsi yang melindungi petani akan mampu mengangkat kesejahteraan petani ke tingkat yang lebih baik. Pertanian Indonesia
harus
berarti
pembaruan
penataan
pertanian
yang
menyumbang pada upaya mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling kurang beruntung di perdesaan. Dalam
melaksanakan
pembangunan
pertanian
terdapat
persoalan ekonomi pertanian yaitu (Penny,1999:205):
44
a. Jarak Waktu yang lebar antara pengeluaran dan pemasukan Jarak waktu yang lama antara pengeluaran yang dikeluarkan petani dan pemasukan yang akan diterima akan lama, karena pemasukan atau pendapatan hanya diterima pada saat musim panen yang terjadi hanya pada periode waktu tertentu, sedangkan pengeluaran rutin pada setiap bulannya. b. Pembiayaan Pertanian Pembiayaan bagi petani umumnya sulit karena dunia pertanian dianggap kurang dapat mengembalikan kewajiban yang ada. Selain itu, bunga pinjaman yang terlalu besar bagi petani kecil dinilai sebagai penghambat pembiayaan pertanian, karena tidak jelasnya lembaga keuangan peminjaman dana. c. Tekanan penduduk dan Pertanian Pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat membutuhkan lahan yang digunakan untuk pemukiman dan tempat bisnis. Kebutuhan lahan pemukiman penduduk dan tempat bisnis kadang kala mengubah lahan pertanian. Lahan-lahan yang digunakan untuk kepentingan pertanian dialih fungsikan untuk lahan pemukiman dan tempat bisnis tanpa mempertimbangkan kepentingan kegiatan pertanian dan kelestarian lingkungan. d. Pertanian Subsisten Pertanian subsisten diartikan suatu sistem bertani dimana tujuan utama dari petani adalah untuk memenuhi keperluan hidup beserta hidup keluarganya. Masyarakat memandang pertanian sebagai
45
sarana pokok untuk memenihi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil pertanian. Tanda-tanda pertanian subsisten murni adalah sangat eratnya hubungan usahatani dengan rumah tangga petani atau antara produksi dan konsumsi keduanya merupakan suatu proses yang tak terpisahkan.
4. Usaha Tani a. Pengertian Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari cara-cara menentukan, penggunaan
mengorganisasikan faktor-faktor
produksi
dan
mengkordinasikan
seefektif
dan
seefisien
mungkin, sehingga produksi pertanian menghasilkan pendapatan petani yang lebih besar (Priyo Prasetyo,1993:16). Ilmu usahatani juga didefinisikan sebagai ilmu mengenai cara petani mendapatkan kesejahteraan, berdasarkan pengertian yang dimilikinya tentang kesejahteraan (G.J Vink,1994:4). Usahatani adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji (DR.Mosher dalam Mubyarto, 1990:66). (1) Unsur-unsur Usahatani Ada beberapa unsur yang menyusun usahatani, yaitu: tanah, modal dan tenaga kerja : a. Tanah
46
Tanah merupakan salah satu faktor produksi seperti halnya modal dan tenaga kerja. Tanah merupakan salah satu faktor produksi terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya.(Mubyarto:1990;89). 1) Teori Sewa Tanah a) Differential Rent David Ricardo mendefinisikan tinggi rendahnya sewa tanah ditentukan tingkat kesuburan tanah. Von Thunen mendefinisikan
tinggi
randahnya
sewa
tanah
ditentukan oleh jarak ke pasar (Mubyarto,1990:90).
b) Scarcity Rent Persediaan
tanah
terbatas
(penawaran
inelastis
sempurna). Permintaan hasil semakin meningkat maka banyak petani dalam berusahatani maka sewa tanah makin
mahal
karena
tanah
terbatas
(Mubyarto,1990:91). Faktor yang menonjol dalam defferential bertambahnya
rent
dan
manusia
scarcity atau
rent
penduduk
adalah yang
memerlukan tanah. Sewa tanah tidak hanya ditentukan oleh kebutuhan tanah untuk pertanian tetapi juga
47
kebutuhan tanah untuk keperluan non pertanian misal industri, perumahan dan sebagainya.
2) Hubungan antara pemilik dan penggarap Jumlah penduduk semakin meningkat sementara itu kesempatan kerja diluar sektor pertanian terbatas maka penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian sehingga permintaan akan tanah garapan meningkat dan petani penggarap berebut mendapatkan tanah garapan yang pada akhirnya kedudukan petani penggarap lemah (Mubyarto, 1990:90) UUPBH sejak 1960 yang menganjurkan agar hubungan
sewa-menyewa
tanah
dilakukan
melalui
perjanjian tertulis dengan tujuan adanya jaminan dalam hal waktu penyakapan, hak dan kewajiban masing-masing pihak jelas dan pembagian hasil adil (Mubyarto, 1990:91) Ketentuan ini belum banyak dilaksanakan karena dirasa
masih
memberatkan
penyakap
(dalam
hal
pembebanan biaya) sehingga tidak mendorong penyakap melakukan investasi misalkan perbaikan tanah. 3) Perpecahan dan Perpencaran Tanah Perpecahan adalah pembagian milik seseorang ke dalam bidang atau petak-petak kecil untuk diberikan oleh ahli waris pemilik tanah itu (Mubyarto, 1990:94).
48
Perpencaran
tanah
adalah
sebuah
usahatani
dibawah satu manajemen terdiri atas beberapa bidang yang beserak-serak. Perpecahan dan pemencaran timbul karena jual beli, pewarisan, hibah, dan sistem penyekapan. Perpecahan dan pemencaran tanah menyebabkan tanah usahatani tidak efesien
sehingga
perlu
konsolidasi
tanah
dan
penggabungan petak atau bidang-bidang sawah yang beserak-serak menjadi satu atau lebih petak-petak yang lebih besar.
b. Modal Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru dalam hal ini adalah barang pertanian (Mubyarto,1990:106). Mubyarto (1990:106) membedakan modal produksi dalam pertanian menjadi dua : 1) Modal Tetap Modal tetap adalah modal yang tidak habis dalam sekali proses produksi, seperti kandang, cangkul, bajak, alatalat pertanian lain dan sebagainya. 2) Modal Lancar
49
Modal lancar adalah modal yang habis dalam sekali proses produksi seperti pupuk, bibit dan obat. Tanah dipisahkan dari modal karena tanah tidak dibuat oleh manusia tetapi diberikan oleh alam dan penyediaannya tidak mudah sehingga hampir tidak mungkin untuk ditambah. Penciptaan modal oleh petani dilakukan dengan menyisihkan kekayaan atau hasil panen untuk maksud yang produktif dan bukan untuk maksud konsumtif. Pendapatan petani, konsumsi dan penciptaan modal memiliki hubungan. Penciptaan
modal
tetap
(investasi)
berarti
mengorbankan konsumsi sekarang untuk mengkonsumsi lebih banyak pada masa yang akan datang. Besarnya investasi
akan
tergantung
pada
pendapatan
dan
kesediaan petani mengorbankan konsumsi sekarang. Modal pertanian selalu dinyatakan dalam nilai uang karena pada umumnya modal diciptakan dengan uang, misalnya bajak, cangkul, pupuk dan sebagainya diperoleh dari membeli. Uang dalam hal ini meliputi uang kartal dan uang giral. Uang kartal, uang kertas atau uang logam yang diperoleh petani dari menjual hasil, meminjam atau sumber-sumber lain. Uang giral, misalnya dalam sistem pengambilan kredit petani.
50
Tanah sebagai faktor produksi memperoleh imbalan yang berupa sewa. Modal sebagai faktor produksi memperoleh imbalan berupa bunga yang biasanya diukur dalam persen dari modal pokok untuk satu kesatuan waktu tertentu. Modal berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi modal sendiri dan modal pinjaman (kredit). Kredit komersial dan kredit program terdapat di dalam pertanian. Kredit komersial diberikan dengan syarat-syarat tertentu misalnya jaminan dan bunga yang berlaku dipasar. Kredit
program disediakan oleh
pemerintah untuk mendukung program-program tertentu misalnya Bimas, pengadaan pangan, Perkebunan Inti Rakyat dan sebagainya. Ciri-ciri kredit program, diberikan dalam bentuk sarana produksi dan uang, tanpa agunan dan bunganya disubsidi.
Kredit
program
disediakan dengan alasan, petani tidak bankable, dapat meningkatkan produksi, menghindarkan petani dari eksploitasi pelepas uang.
c. Tenaga Kerja Tenaga kerja di dalam usahatani sebagian besar terdiri atas tenaga kerja yang berasal dari keluarga yaitu ayah, istri dan anak. Tenaga kerja yang berasal dari
51
keluarga menyumbang terhadap produksi dan tidak dinilai dalam bentuk uang. Dalam usahatani ada tolong-menolong diantara petani pada pekerjaan-pekerjaan tertentu misalnya pengolahan tanah. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga semacam ini juga tidak dinilai dalam nilai uang. Semua tenaga kerja dalam perusahaan pertanian (pengelola dan buruh) dibayar, pengelola memperoleh gaji dan buruh memperoleh upah (Mubyarto, 1990:121). Seorang petani dalam usahatani adalah operator sekaligus menejer, sebagai operator petani bekerja dalam pengolahan
tanah,
penanaman,
pemupukan,
dan
pemanenan, sebagai menejer, petani harus menetapkan macam tanaman yang diusahakan, jumlah pupuk, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Petani dalam usahatani yang semakin besar tidak mampu merangkap kedua fungsi ini, dalam usahatani yang sudah besar petani hanya bertindak sebagai
menejer,
dalam
perkembangan
mungkin petani akan mengangkat
selanjutnya
seorang
menejer
(Mubyarto, 1990:124).
B. Penelitian Terdahulu 1. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta (2005) Penelitian terdahulu dilakukan oleh Didi Agusriyadi dengan mengambil judul “Analsis Usahatani Bawang Merah di Kabupaten
52
Brebes”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: pertama bagaimana faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja terhadap produksi bawang merah. Kedua apakah penggunaan faktorfaktor produksi tersebut telah dilakukan dengan efisien baik secara teknis maupun secara ekonomis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
yang diperoleh dengan cara
wawancara dengan sampel petani bawang merah kecamatan Sirampog kabupaten Brebes. Pengujian yang dilakukan adalah uji statistik yaitu uji t, uji f, koefisien determinasi dan uji asumsi klasik yairu uji multikololinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Berdasarkan analisis data disimpulkan faktor produksi luas lahan, bibit pupuk mempunyai pengaruh yang positif dan nyata terhadap hasil produksi, sedangkan faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif dan tidak nyata terhadap hasil produksi bawang merah. 2. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta (2005) Penelitian terdahulu oleh Jarot Hermawan (2005) dengan judul “Analisis Keuntungan Usahatani Padi di Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen” Penelitian ini memiliki tujuan pertama untuk mengetahui pestisida, luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah bibit dan jumlah pupuk secara parsial terhadap keuntungan petani padi. Kedua, untuk mengetahui pestisida, luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah bibit dan jumlah pupuk secara bersama-sama terhadap keuntungan petani padi.
53
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dengan 55 sampel petani yang mewakili usaha tani padi. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, uji t, uji F dan koefisien determinasi (R2) serta dengan pengujian penyimpangan asumsi klasik. Hasil ekonometrik,
penelitian model
menunjukan yang
bahwa
digunakan
dalam
tidak
analisis
mengalami
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Dalam analsis statistik diperoleh variabel pestisida tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan petani sedangkan variabel luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah bibit dan jumlah pupuk secara signifikan dan positif terhadap keuntungan usahatani padi secara parsial. Variabel pestisida, luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah bibit dan jumlah pupuk secara signifikan dan positif terhadap keuntungan usahatani padi secara bersama-sama. 3. Jurnal Litbang Pertanian (2006) Penelitian ini dilakukan oleh Tahlim Sudaryanto dan I Wayan Rusastra dengan judul “Kebijakan Strategis Usaha Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Produksi dan Pengentasan Kemiskinan”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kebijakan dan member saran kebijakan yang mampu meningkatkan jumlah produksi dan pengentasan kemiskinan. Penelitian ini menghasilkan kebijakan strategis yang perlu dilakukan yaitu: satu memfasilitasi pengembangan infrastruktur fisik
54
dan kelembagaan, perbaikan sistem insentif usaha tani, dan mendorong pengembangan agroindustri padat tenaga kerja di pedesaan, dua reorientasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi dengan sasaran peningkatan pendapatan dan ketahanan pangan rumah tangga petani padi, serta sebagai wahana dinamisasi perekonomian desa, dan tiga pengembangan infrastruktur (fisik dan kelembagaan), teknologi, permodalan, kebijakan stabilisasi, dan penyuluhan untuk komoditas alternatif nonpadi yang bernilai ekonomi tinggi tetapi memiliki risiko yang besar.
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Jumlah Produksi (OUTPUT) XRp
Luas lahan,jumlah pupuk,jumlah bibit,jumlah tenaga kerja (INPUT)
Kesejahteraan Petani Tebu(Garis Kemiskinan)
Keterangan : Berdasarkan gambar diatas usahatani adalah ilmu yang mempelajari
cara-cara
menentukan,
mengorganisasikan
dan
mengkordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
mungkin
sehingga
produksi
pertanian
menghasilkan
55
pendapatan petani yang lebih besar. Faktor produksi antara lain terdiri dari luas tanah, pupuk, bibit dan tenaga kerja. Jumlah produksi dapat diketahui dengan mengamati jumlah produksi usahatani tebu dalam satu musim tanam, kemudian berlanjut dengan mengamati tingkat kesejahteraan petani dari usahatani dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) dari Prof. Sayogya, Biro Pusat Statistik, dan Bank Dunia. D. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 1. Penelitian ini mengambil sampel secara acak dan tidak dibagi-bagi ke dalam kriteria tertentu, diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengambil sampel secara acak tetapi tetap memperhatikan dan membagi ke dalam kriteria tertentu. 2. Penelitian ini memiliki lingkup yang umum pada objek penelitianya yaitu petani,
diharapkan penelitian selanjutnya dapat
lebih
mengkhususkan objek penelitian pada petani dengan kriteria tertentu, misalnya jumlah kepemilikan lahan dan penggunaan sistem tanam (bibit baru atau keprasan).
E. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
56
1. Luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 2. Jumlah tenaga kerja diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 3. Jumlah pupuk diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 4. Jumlah bibit diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 5. Luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, dan jumlah bibit diduga secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap jumlah produksi petani tebu Kabupaten Karanganyar. 6. Usahatani tebu diduga dapat memberi tingkat kesejahteraan petani.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berjudul “Analisis Usahatani Tebu Wilayah Kabupaten Karanganyar”. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan petani tebu sebagai unit analisisnya. Daerah penelitian dibatasi pada petani yang melakukan usahatani di wilayah Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah dan melakukan pengolahan tebu di Pabrik Gula
57
Tasikmadu Karanganyar. Penelitian ini berusaha mengamati proses usahatani tebu dari variabel jumlah produksi tebu, luas lahan petani, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk yang digunakan, jumlah bibit yang digunakan, pengeluaran dan pemasukkan petani tebu selama musim tanam tahun 2007-2008. Pendapatan petani tebu diteliti dari hasil produksi lahan yang dimiliki atau disewa petani, tanpa meneliti jenis mata pencaharian petani tebu selain usahatani tebu, hal ini karena penelitian ini memiliki salah satu tujuan untuk mengetahui apakah usahatani tebu dapat memberi tingkat kesejahteraan pada petani.
B. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak, yaitu suatu metode pemilihan ukuran sampel dari suatu populasi dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama dan semua kemungkinan penggabungannya yang diseleksi sebagai sampel (Weirsma dalam Sevilla,1993:163). Pengambilan sampel dengan cara dipermudah, merupakan strategi pengambilan sampel yang memudahkan peneliti (Sevilla,1993:167). Populasi dari penelitian ini adalah 318 petani tebu di wilayah Kabupaten Karanganyar yang melakukan proses giling di Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar. Perhitungan mencari sampel dalam penelitian menggunakan rumus Slovin (dalam Sevilla,1993:161) sebagai berikut:
Keterangan:
58
n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = nilai kritis (batasan ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampe).
n = 76,06 Hasil perhitungan n diperoleh 76 sampel, untuk pendugaan yang lebih baik maka sampel ditentukan 150 petani tebu wilayah Kabupaten Karanganyar yang melakukan proses giling di Pabrik Gula Tasikmadu.
C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer, diperoleh melalui metode interview yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara langsung dengan responden mengenai permasalahan yang diteliti. Wawancara atau interview dilakukan pada saat Forum Musyawarah Produksi Gula (FMPG) yang dihadiri oleh petani tebu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat, Koperasi, Dinas Perkebunan dan pihak Pabrik Gula Tasikmadu, yang diadakan sebulan sekali dalam satu tahun. Wawancara juga dilakukan dengan mendatangi beberapa rumah petani tebu. 2. Data Sekunder, diperoleh dengan mengumpulkan data-data yang ada di Biro Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, data Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar yang telah ada dan diambil keterkaitan dengan masalah yang diteliti dan sebagainya.
59
D. Definisi Oprasional Variabel Penelitian ini memiliki variabel-variabel yang diteliti, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Produksi Tebu Produksi tebu adalah jumlah hasil produksi tebu dalam satu musim tanam. Produksi tebu dihasilkan petani dari lahan tebu yang dimiliki atau disewa dihitung dalam satuan kwintal (Kw). 2. Luas lahan Luas lahan adalah luas tanah yang digunakan petani untuk produksi tebu dalam satu musim tanam diukur dalam satuan hektar (Ha). 3. Tenaga kerja Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan untuk proses produksi tebu dalam satu masa tanam. Tenaga kerja diukur menggunakan satuan hari orang bekerja (HOK). 4. Pupuk Pupuk adalah banyaknya jumlah pupuk yang digunakan petani dalam satu musim tanam. Pupuk diukur menggunakan satuan kwintal (Kw). 5. Bibit Bibit adalah banyaknya jumlah bibit yang digunakan petani dalam proses produksi
tebu. Pupuk diukur menggunakan satuan kwintal
(Kw).
E. Teknik Analisis Data 1. Fungsi Produksi
60
Analisa data yang digunakan untuk menafsir pengaruh perubahan input terhadap output digunakan fungsi Cobb Douglass sebagai berikut dalam tranformasi logaritma. LnY=βo + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4 LnX4 + ei……………..(3.1) Dimana: Y= Produksi tebu (kw) X1= Luas Lahan (Ha) X2= Jumlah bibit (Kw) X3= Jumlah pupuk (Kw) X4= Jumlah Tenaga Kerja (HOK) β1 - β4 = koefisien regresi ei = Variabel penggangu Koefisien regresi di atas dicari menggunakan metode kuadrat terkecil yang akan menghasilkan koefisien regresi linear yang tidak bias. Uji asumsi klasik harus dipenuhi agar koefisien yang diperoleh tidak bias. 2. Metode Regresi Linear Berganda (Ordinary Least Square) Hipotesis menguji bagaimana pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, dan jumlah bibit terhadap hasil produksi tebu, maka digunakan rumus regresi linier berganda sebagai berikut : Y=β0+β1LUAS+β2TKERJA+β3PUPUK+β4BIBIT+Ui..............(3.2) Dimana: Y
= Produksi
LUAS
= Luas Lahan
61
TKERJA
= Jumlah Tenaga Kerja
PUPUK
= Jumlah Pupuk
BIBIT
= Jumlah Bibit
0
= Koefisien Intersep
1
= Koefisien Luas Lahan
2
= Koefisien Tenaga Kerja
3
= Koefisien Jumlah Pupuk
4
= Koefisien jumlah Bibit
Ui
= Variabel Pengganggu
a. Uji MWD Pemilihan bentuk fungsi model empirik merupakan masalah empirik (empirical question) yang sangat penting. Pemilihan fungsi model empirik sangat penting karena teori ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan bentuk fungsi suatu model empirik dinyatakan dalam bentuk linear atau log-linear atau bentuk fungsi lain, oleh karena itu dalam melakukan studi empiris sebaiknya model yang akan digunakan diuji dulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear atau log-linear (Insukindro, 2003: 14). Beberapa
metode
yang
dapat
digunakan
dalam
pemilihan bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi
Box-Cox,
metode
yang
dikembangkan
MacKinnon, White, dan Davidson atau lebih dikenal dengan MWD test, metode Bara dan McAleer atau dikenal dengan B-M
62
test dan metode yang dikembangkan Zarembka. Penelitian ini akan menggunakan metode yang dikembangkan Mac Kinnon, White dan Davidson pada tahun 1983 yang lebih dikenal dengan MWD test. Langkah-langkah untuk melakukan uji MWD sebagai berikut: Model regresi 1: Linier PRODt=α0+α1LUASt+α2TKERJAt+α3PUPUKt+α4BIBITt+Ut… ………………………………………………………………(3.3) Model regresi 2: Log-Linear LPRODt = β0+ β1 LUASt +β2 LTKERJAt +β3 LPUPUKt + β4BIBITt+et………………...………………………..........(3.4) Keterangan: PROD
= Produksi gula
LUAS
= Luas Lahan
TKERJA
= Tenaga Kerja
PUPUK
= Jumlah Pupuk
BIBIT
= Jumlah Bibit
Ut
= Variabel Pengganggu
α0-β0
= Koefisien Intersep
α1-α4
= Koefisien Regresi
β1-β4
= Koefisien Regresi
63
Berdasarkan persamaan (3.3) dan (3.4) di atas, selanjutnya akan diterapkan MWD test. Langkah-langkah MWD test adalah sebagai berikut: a) Melakukan regresi terhadap persamaan (3.3) kemudian kita dapatkan nilai fitted dari PROD dan kita namai dengan PRODF. b) Melakukan regresi terhadap persamaan (3.4) kemudian kita dapatkan nilai fitted dari LPROD dan kita namai dengan LPRODF. c) Mencari nilai Z1 dengan cara mengurangkan nilai log dari PRODF dengan LPRODF. d) Mencari nilai Z2 dengan cara mengurangkan nilai antilog dari LPRODF dengan PRODF. e) Melakukan
regresi
dengan
persamaan
(3.3)
dengan
menambahkan variabel Z1 sebagai variabel penjelas. PRODt=α0+α1LUASt+α2TKERJAt+α3PUPUKt+α4JBt+Z1+Ut ……………………………………………………………..(3.5) Bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang benar adalah linear atau dengan kata lain, bila Z1 signifikan, maka model yang benar adalah log-linear. f) Melakukan
regresi
dengan
persamaan
(3.4)
dengan
menambahkan variabel Z2 sebagai variabel penjelas.
64
LPROD=β0+β1LLUAS+β2LTKERJA+β3LPUPUK+β4LBIBIT+ Z2+et.....................................................................................(3.6 ) Bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang benar adalah log-linear atau dengan kata lain, bila Z2 signifikan maka model yang benar adalah linear. 3. Uji Statistik a. Uji t Uji t adalah pengujian koefisien regresi secara individual untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen dengan menganggap variabel lain tetapi menggunakan derajat keyakinan 5% (Gujarati,1995:119). Hipotesis yang akan diuji adalah adalah sebagai berikut: a) Ho : 1 = 0 Variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Ha : 1 0 Variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. Menghitung nilai thitung adalah: Nilai t hitung =
i ………………….........................(3.7) Se i
Keterangan: i
= koefisien regresi
65
Se (i) = standard error koefisien regresi Kriteria pengujian: a) Apabila nilai –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima. Artinya variabel independen secara signifikan atau jika nilai probabilitas < tingkat α (derajat signifikansi) 5% maka koefisien regresi signifikan pada tingkat tertentu. b) Apabila nilai t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0
ditolak.
Artinya
varibel
independen
mampu
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan atau jika nilai probabilitas < tingkat α (derajat signifikansi) 5% maka koefisien regresi signifikan pada tingkat tertentu. Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t.
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak
- t α 2; N K
t α 2; N K
b. Uji F Pengujian secara serentak ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama dengan menentukan hipotesis sebagai berikut (Gujarati,1995:134) a) Ho : 1 = 2 = 3 = 4 = 0
66
Artinya semua parameter sama dengan nol atau semua variabel independen tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. b) Ha : 1 2 3 4 0 Artinya semua parameter tidak sama dengan nol atau semua variabel
independen
tersebut
merupakan
penjelas
yang
signifikan terhadap variabel dependen.
R 2 K 1 Nilai F hitung = ................................... ... (3.8) 1 R 2 .N K
Keterangan:
R 2 = koefisien regresi N = jumlah sampel atau data K = banyaknya parameter Kriteria pengujian: a) Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semua koefisien regresi secara
bersama-sama
tidak
signifikan
pada
taraf
signifikansi 5%. b) Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semua koefisien regresi secara
bersama-sama
tidak
signifikan
pada
taraf
signifikansi 5%. Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F.
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak
67 F(α:N-k:K-1)
F(α:N-k:k-1)
c. Uji koefisien determinasi (R2) Uji ini bertujuan mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen bila mendekati satu variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen.
4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang linier diantara variabel-variabel r2xi,xj = 1, adalah koefisien yang diestimasi tidak dapat ditentukan dan standar error dari
koefisien
menjadi
sangat
besar.
Deteksi
adanya
multikolinearitas yaitu membandingkan nilai koefisien korelasi setiap variabel penjelas (r2xi,xj), dengan nilai koefisien determinasi (R2xi,xj,…
xn).
(R2xi,xj,…
xn)
Apabila nilai (r2xi,xj) lebih kecil daripada nilai maka tidak terdapat masalah multikolinearitas di
dalam model.
68
b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi karena varians yang ditimbulkan oleh variabel penggangu tidak konstan untuk semua variabel penjelas. Heteroskedastisitas berakibat antara lain uji signifikansi (uji t dan uji F) menjadi tidak tepat dan koefisien regresi menjadi tidak mempunyai varians yang minimum walaupun penaksir tersebut tidak bias dan konsisten. Hipotesis pengujian adalah sebagai berikut: Ho = tidak terdapat heteroskedastisitas Ha = terdapat heteroskedastisitas Bila nilai t hitung < t tabel pada taraf signifikansi tertentu dan df =
N – k, maka Ho diterima, yang berarti tidak terdapat
hubungan yang signifikansi antara residual dengan variabel penjelasnya atau dengan kata lain tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model. Beberapa metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya masalah
heterokedastisitas
dalam
model
empiris,
seperti
menggunakan uji Park (1966), uji Glesjer (1969), uji White (1980), uji Breusch-Pagan Godfrey. Dalam penelitian ini digunakan uji Park dengan langkah pengujian sebagai berikut: 1) Melakukan regresi atas model yang digunakan, kemudian dari hasil regresi tersebut diperoleh hasil residualnya.
69
2) Nilai residual tersebut dikuadratkan, kemudian diregresikan dengan variabel bebas sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : ei2=
0
+
1X1
+
2X2
......................................................(3.9) 3) Kemudian dari hasil regresi tersebut dilakukan uji t : a) Apabila nilai t hitung > t tabel, maka Ho ditolak yang berarti terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model. b) Apabila nilai t hitung < t tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model. c. Autokorelasi Autokorelasi ditemukan jika terdapat korelasi antara variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar. Tinter tahun 1965 mendefinisikan autokorelasi sebagai korelasi kelambanan (lag correlation) suatu deretan tertentu dengan dirinya sendiri, tertinggal oleh sejumlah unit waktu. Berdasarkan Tintner serial korelasi sebagai korelasi kelambanan (lag correlation) antara dua seri atau rangkaian yang berbeda. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu, uji Durbin-Watson (DurbinWatson d test), uji Lagrange Multiplier (LM Test), uji BreuschGodfrey (Breusch-Godfrey Test) dan uji ARCH (ARCH Test).
70
Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi akan digunakan Lagrange Multiplier Test. Langkah dari Lagrange Multiplier Test adalah sebagai berikut: 1) Melakukan regresi terhadap variabel independen dengan menempatkan nilai residual dari hasil regresi OLS sebagai variabel dependennya. 2) Memasukkan nilai R² hasil regresi OLS ke dalam rumus (n1)R², dimana n adalah jumlah observasi. 3) Membandingkan nilai R2 dari hasil regresi tersebut dengan nilai ² dalam tabel statistik Chi Square. Kriterianya adalah, jika: a) Apabila nilai (n-1) R2 > nilai tabel ² berarti tidak terjadi masalah autokorelasi. b) Apabila nilai (n-1) R2 < nilai tabel ² berarti terjadi masalah autokorelasi.
BAB IV
71
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Keadaan Geografis Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan: Sebelah Utara
: Kabupaten Sragen
Sebelah Timur
: Propinsi Jawa Timur
Sebelah Selatan
: Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat
: Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan letak geografis Kabupaten Karanganyar terletak di antara 110o40” – 110o70” BT dan 7o28” – 7o46” LS. Ketinggian ratarata 511m diatas permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur 22o-31o. Berdasarkan data dari enam stasiun pengukur yang ada di Kabupaten Karanganyar, banyak hari hujan selama tahun 2007 adalah 106 hari dengan rata-rata curah hujan 2.231 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi bulan April dan bulan Agustus. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha. Dalam tabel 4.1 dapat diketahui jenis wilayah Kabupaten Karanganyar.
72
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Karanganyar NO
Jenis Wilayah Luas (Ha) Karanganyar 1 Sawah 22.478,56 2 Pekarangan/Bangunan 21.14 4 Tegalan/Kebun 17.891,72 5 Hutan Negara 9.729,50 6 Perkebunan 3.251,50 Jumlah 77.378,64 Sumber: Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2008 Berdasarkan tabel 4.1 wilayah Kabupaten Karanganyar memiliki tanah sawah 22.478,56 Ha dan luas tanah kering 54.899,08 Ha. Tanah sawah terdiri dari irigasi teknis 12.931,28 Ha, non teknis 7.588,28 Ha dan tidak berpengairan 1.959,00 Ha. Luas tanah pekarangan/bangunan 21.140 Ha dan luas tegalan/kebun 17.891,72 Ha. Kabupaten Karanganyar memiliki hutan negara seluas 9.729,50 Ha dan perkebunan seluas 3.251,50 Ha. 2. Aspek Demografis a. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar berdasarkan registrasi tahun 2007 sebanyak 851.366 jiwa yang terdiri dari dari laki-laki 421.717 jiwa dan perempuan 429.649 jiwa. Jumlah penduduk mengalami pertambahan sebanyak 6.732 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 0.79% jika dibandingkan tahun 2006. Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan Karanganyar, yaitu 73.699 jiwa ( 8,66%), kemudian Kecamatan
73
Jaten, yaitu 69.201 jiwa ( 8,13%), dan Kecamatan Gondangrejo yaitu 66.233 jiwa (7,78%). Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Jenawi yaitu 25.572 jiwa (3,24%), kemudian Kecamatan Ngargoyoso yaitu 35.182 jiwa (4,13%) dan Kecamatan Kerjo yaitu 37.063 (4,35%). b. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Penggolongan penduduk berdasarkan umur adalah untuk mengetahui jumlah anak usia sekolah, jumlah tenaga kerja, jumlah angkatan kerja dan untuk mengetahui besarnya tanggungan (depency ratio) di suatu wilayah. Berdasarkan teori tentang beban ketergantungan yaitu penduduk tergantung dari hasil produksi angkatan kerja ataupun sebaliknya beban tanggungan yang dipikul oleh angkatan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk
secara
menyeluruh
(Sumitro
Djojohadikusumo,
1994:198). Penduduk pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kriteria yaitu penduduk usia kerja adalah penduduk berusia 14 tahun dan penduduk bukan usia kerja yang berumur dibawah 14 tahun dan penduduk yang berumur diatas 65 tahun. Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa tidak seluruh penduduk memiliki kemampuan (produktif) sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk yang menjadi beban tanggungan penduduk lain dapat dihitung sebai berikut:
74
DR=
Tabel 4.2 Penduduk dalam Kelompok Umur Kabupaten Karanganyar No
Kelompok Umur
Jumlah Penduduk 1 0-14 216.665 2 15-64 556.176 3 65< 78.526 Jumlah 851.367 Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2008 Berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa usia produktif (15 tahun – 64 tahun) penduduk Kabupaten Karanganyar menunjukkan angka terbesar yaitu 556.176 jiwa, sedangkan usia non produktif (65 keatas) menunjukkan angka 78.526 jiwa. Data ini dapat dihitung rasio ketergantunganya sebagai berikut: DR=
= 0,53 Berdasarkan perhitungan angka didapat angka 0,53 artinya 100 orang usia produktif menanggung 53 orang usia non produktif. Pertambahan jumlah penduduk diikuti dengan petambahan jumlah keluarga. Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 218.808 keluarga atau mengalami petumbuhan 1,57% dari tahun 2006. Rata-rata banyaknya anggota keluarga cenderung turun dimana pada tahun 2007 sebesar 3,89 jiwa/keluarga.
75
c. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kabupaten Karanganyar terdapat beberapa jenis mata pencaharian yang menjadi pendapatan penduduk. Jenis mata pencaharian penduduk Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Karanganyar No
Mata Pencaharian
1 2 3 4 5
Jumlah (jiwa) 222.653 104.204 49.099 44.314 290.967
Petani Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengusaha,sektor pengangkutan,PNS/TNI/POLRI, pensiunan, jasa dan lain-lain Sumber: Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2008
Persentase (%) 31,31 14,65 6,90 6,23 40,91
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar yang bermata pencaharian sebagai petani adalah 222.253 jiwa atau 31,31 %, buruh industri 104.204 jiwa atau sebesar 14,65%, buruh bangunan sebesar 49.099 jiwa atau 6,90%, pedagang sebesar 44.314 atau sebesar 6,23%, sedangkan pengusaha, sector pengangkutan, PNS/TNI/POLRI, pensiunan, jasa dan lain-lain sebesar 290.967 atau 40,91%.
d. Kepadatan Penduduk
76
Persebaran penduduk di Kabupaten Karanganyar masih belum merata. Kepadatan penduduk didaerah perkotaan secara umum lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Colomadu, yaitu 3.650 jiwa/Km2, dan paling rendah adalah Kecamatan Jenawi, yaitu 492 jiwa/Km2. e. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Pemerintah telah mencanangkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun bagi anak Indonesia, hal ini merupakan kepedulian pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak hanya monopoli oleh orang-ornag kaya saja. Orang miskin tetap memperoleh hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Peningkatan pendidikan merupakan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga mampu meningkatkan tingkat produktifitas seseorang. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan dapat diketahui dengan menggunakan kententuan bahwa yang termasuk dalam kategori umur pendidikan yaitu penduduk yang berumur 5 tahun keatas. Penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Tabel Berdasarkan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
77
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) 1 Belum pernah sekolah 651.54 2 Belum tamat SD 81.805 3 Tidak tamat SD 61.269 4 Tamat SD/MI 298.241 5 Tamat SLTP/MTS 140.286 6 Tamat SLTA/MA/D1/D2 112.615 7 Tamat D3/S1/S2/S3 26.584 Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2008 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada tahun 2007 jumlah penduduk yang belum pernah sekolah sebesar 651.540 jiwa, belum tamat SD sebesar 81.805 jiwa, tidak tamat SD sebesar 61.269, tamat SD/MI sebesar 298.241 jiwa, tamat SLTP/MTS 140.286 jiwa, tamat SLTA/MA/D1/D2 sebesar 112.615 jiwa dan tamat D3/S1/S2/S3 sebesar 26.584 jiwa. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karanganyar pada tahun 2007 jumlah pencari kerja sebanyak 11.874 orang dengan rincian laki-laki 5.516 orang dan perempuan 6.358 orang. Pencari kerja mengalami penurunan disemua jenjang pendidikan pada tahun 2007 yang terdaftar di Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan jumlah tersebut, lulusan SLTA yang paling besar, yaitu 7.971 orang ( 67,13%) dan paling sedikit adalah lulusan SD, yaitu 128 orang ( 1,08%). Pencari kerja yang sudah ditempatkan pada tahun 2007 sebanyak 1.255 orang, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pencari kerja yang belum mendapatkan pekerjaan.
78
3. Keadaan Sarana dan Prasarana a. Sarana Ekonomi Peningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan keberadaan sarana perekonomian guna memperlancar kegiatan sehari-hari bagi penduduk sekitar perlu ditingkatan baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Sarana dan prasarana ekonomi yang berupa jalan, koperasi, toko, dan lain-lain akan sangat mempengaruhi lancar tidaknya distribusi faktor produksi dan distribusi barang yang dihasilkan. Berdasarkan data dari Dinas PU dan LLAJ Kabupaten Karanganyar, panjang jalan meliputi jalan negara 16,90 km, jalan propinsi 95,03 km dan jalan kabupaten 817,20 km. Jenis permukaan untuk jalan kabupaten terdiri dari permukaan aspal 766,70 km, kerikil 33,80 km dan tanah 16,70 km. Alat transportasi yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 4.5 tabel Jenis Alat Transportasi di Kabupaten Karanganyar, sebagai berikut: Tabel 4.5 Alat Transportasi di Kabupaten Karanganyar No Jenis Kendaraan Jumlah (unit) 1 Mobil Pribadi 18.83 2 Angkutan Umum 904 3 Sepeda Motor 150.557 Sumber: Kabupaten Karanganyar Dalam Angka 2008
Keadaan sarana dan prasarana ekonomi Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 Sarana Perdagangan di Kabupaten Karanganyar
79
No Jenis Sarana Jumlah 1 Pasar 52 2 Toko/Kios/Warung 9.807 3 KUD 17 4 Koperasi Simpan Pinjam 910 Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2008 Toko/Kios/warung merupakan sarana ekonomi terbanyak jumlahnya di Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 9.807, Koperasi simpan pinjam sebanyak 910, KUD sebanyak 17 dan pasar sebanyak 52 buah. b. Sarana Kesehatan Kesehatan merupakan syarat menusia untuk melakukan berbagai
aktifitas
termasuk
melakukan
kegiatan
ekonomi.
Kesehatan tercapai jika lingkungan disekitar terjaga kebersihanya serta sistem sanitasi yang memadai. Sarana dan prasarana kesehatan merupakan penunjang dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada tabel 4.7, sebagai berikut: Tabel 4.7 Sarana Kesehatan di Kabupaten Karanganyar No Sarana Kesehatan Jumlah 1 Rumah Sakit 4 2 Puskesmas 21 3 Puskesmas Pembantu 60 4 Rumah Bersalin Swasta 26 5 Balai Pengobatan Swasta 32 Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2008 Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Karanganyar, pada tahun 2007 jumlah fasilitas kesehatan yang ada terdiri dari 4 RS, 21 Puskesmas, 60 Puskesmas Pembantu, 26
80
Rumah Bersalin Swasta dan 32 Balai Pengobatan Swasta. Jumlah tenaga kesehatan (tidak termasuk yang di Rumah Sakit) yang terdiri dari dokter spesialis 58 orang, dokter umum 96 orang, dokter gigi 36 orang bidan 246 orang dan perawat kesahatan 364 orang. B. Keadaan Pertanian 1. Luas dan Produksi Tanaman Pertanian tanaman bahan makanan merupakan salah satu sektor dimana produk yang dihasilkan menjadi kebutuhan pokok hidup rakyat. Kabupaten Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah pertanian yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan tanaman agro industri Data dari Dinas Pertanian Kebupaten Karanganyar selama tahun 2007 dapat dilihat dalam tabel 4.8 berikut ini:
Tabel 4.8 Jumlah Produksi Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Karanganyar tahun 2007 No
Jenis Tanaman
Jumlah (ton)
Luas Lahan (Ha) 1 Padi Sawah 246.033 41.856 2 Jagung 26.867 5.221 3 Ubi Kayu 96.739 5.768 4 Kacang Tanah 6.965 6.059 Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2008 Wilayah di Kabupaten Karanganyar sebagian besar merupakan tanah pegunungan/perbukitan (Jatiyoso, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso dan Jenawi) yang potensial untuk tanaman sayur-sayuran seperti bawang merah, bawang putih, kubis, tomat, buncis.
81
Tanaman perkebunan rakyat yang sangat potensial adalah cengkeh yang mencapai luas sebesar 2.162,59 Ha dan selama tahun 2007 produksinya mencapai 252,35 ton. Tanaman yang juga potensial untuk dikembangkan adalah kelapa, mete, tebu dan jahe. C. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dimaksud adalah karakteristik demografi dan karakteristik sosial ekonomi. Dalam penelitian ini yang merupakan karakteristik demografi adalah jumlah petani sampel berdasarkan tingkat umur dan jumlah petani sampel berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik sosial ekonomi meliputi jumlah petani sampel berdasarkan tingkat pendidikan dan jumlah petani berdasarkan luas lahan garapan.
1. Karakteristik Demografi a. Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Umur Responden yang menjadi sampel adalah petani tebu di Kabupaten Karanganyar yang melakukan proses produksi. Petani sampel termuda berumur 40 tahun dan tertua berumur 65 tahun. Tabel 4.11 berikut ini memperlihatkan jumlah petani sampel berdasarkan tingkat umur. Tabel 4.9 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Tingkat Umur Umur Responden 20-29 30-39 40-49 50-59
Usahatani Tebu 35 89
Persentase (%) 0 0 23.3 59.9
82
60< 26 Sumber: Data Primer Diolah 2009
17.3
Berdasarkan tabel tersebut responden paling besar berada pada usia antara 50-59 tahun. Jumlah responden paling kecil berada pada usia 60 tahun ke atas.
b. Jumlah Sampel Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga terdiri dari suami/istri, anak yang hidup dalam satu atap dengan petani sampel. Dari tabel 4.10 berikut ini dapat dilihat jumlah petani berdasarkan tanggungan keluarga. Tabel 4.10 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Usahatani Tanggungan Tebu Keluarga 1 15 2 54 3 68 4 11 Sumber: data Primer yang diolah 2009 Berdasarkan
tabel
tersebut
Persentase (%) 10 36 45.3 7.3 petani
dengan
jumlah
tanggungan 3 orang merupakan persentase terbesar dari responden. Petani dengan jumlah tanggungan 4 orang merupakan persentase terkecil dari responden. 2. Karakter Sosial Ekonomi a. Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan
83
Pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam adopsi teknologi dalam mengelola usahatani, semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pola pikir semakin rasional. Tabel 4.11 berikut ini menunjukkan jumlah petani sampel berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 4.11 Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Usahatani Persentase Tebu (%) Tidak Pernah Sekolah 0 SD 47 31.3 SLTP 28 18.6 SLTA 63 42 Diploma 4 2.6 S1/S2/S3 8 5.3 Sumber: Data Primer Diolah 2009 Berdasarkan tabel tersebut petani responden paling banyak berpendidikan terakhir SLTA. Responden paling sedikit dengan pendidikan terakhir S1/S2/S3. b. Jumlah Sampel Berdasarkan Luas Lahan Garapan Jumlah keuntungan petani padi dan palawija dari usahatani ditentukan oleh luas lahan garapan, produktifitas dan kesuburan tanah, jenis komoditi yang diusahakan serta tingkat penerapan teknologi pertanian. Tabel 4.12 berikut memperlihatkan petani sampel berdasarkan luas lahan garapan.
Tabel 4.12 Jumlah Sampel Berdasarkan Luas Lahan Garapan Luas Lahan (Ha) 0,01-0,1
Usahatani Tebu 3
Persentase (%) 2
84
0,11-0,50 17 0,51-1,00 37 1,10-1,50 16 1,51-2,00 13 2,10-2,50 17 2,51-3,00 6 3,10-4,00 14 4,10-5,00 10 5,10-10,00 11 10,10-15,00 6 15,10-20,00 3 20,10< 6 Sumber: Data Primer Diolah 2009
11,3 24,6 10,6 8,6 11,3 4 9,3 6,6 7,3 4 2 4
Bedasarkan luas lahan garapan responden paling banyak dengan luas lahan 0,51 Ha sampai dengan 1,00 Ha. Responden paling sedikit dengan luas lahan 15,1 Ha sampai dengan 20,00 Ha dan 0,01 Ha sampai dengan 0,1 Ha. D. Hasil Analisis Kuantitatif 1. Deskripsi Data Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari faktor luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan bibit serta produksi tebu. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari petani tebu di Kabupaten Karanganyar, sampel yang diambil sebanyak 150 orang petani tetapi ada 2 data sampel yang tidak layak sehingga menjadi 148 sampel.
2. Data Penelitian
85
Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.13 dibawah ini: Tabel 4.13 Data Produksi, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Pupuk, Bibit dan Pendapatan Usahatani Tebu Kabupaten Karanganyar Produksi Tebu (Kw) 0<0,4 Ha 46 59 60 114 136 138 228 243 339 217 246 245 243 403 237 342 286 336 286 0,5<0,9 Ha 389 307 307 311 311 365 311 329 352 366 386 424 426
Luas Lahan (Ha)
Tenaga Kerja (HOK)
Pupuk (KW)
Bibit (Kw)
Pendapatan Bersih (Rp)
0.08 0.098 0.1 0.207 0.218 0.23 0.33 0.331 0.38 0.393 0.41 0.439 0.442 0.471 0.474 0.477 0.477 0.48 0.497
40 32 32 26 35 38 53 52 60 63 70 70 70 75 76 76 76 77 79
1 1 1 2 3 3 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6
1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 9 9 1.8 4.5 1.8 9 1.8 4.5 18 4.5 4.5 1.8
157600 319000 476000 1099200 1256800 988400 2890400 2857160 3608960 2359360 3116800 1224240 1857160 4733160 852360 2953600 2448800 1098800 791000
0.506 0.511 0.515 0.518 0.518 0.538 0.565 0.598 0.636 0.705 0.705 0.707 0.711
80 82 82 83 84 86 90 96 110 114 114 114 114
6 6 6 6 6 6 7 7 8 8 8 8 9
1.8 4.5 1.8 18 1.8 9 18 9 1.8 9 1.8 1.8 1.8
4741960 4148360 3151360 831560 4204560 1764760 1921560 2500960 1315000 1032800 1272320 2182200 2283800
86
452 469 533 518 577 419 457 532 461 573 684 676 540 495 589 1,0<1,9 Ha 696 656 684 778 720 724 579 704 709 765 657 544 703 744 701 640 669 1059 946 918 1032 829 1032 1005 988 964 956
0.716 0.723 0.734 0.739 0.744 0.761 0.774 0.779 0.802 0.826 0.919 0.976 0.982 0.99 0.992
116 116 116 116 120 122 124 126 128 132 160 156 160 158 160
9 9 9 9 9 9 9 9 10 10 11 12 12 12 12
1.8 1.8 3.6 1.8 18 1.8 9 1.8 9 18 18 1.8 9 1.8 1.8
3474600 3120960 2955160 2852920 2914360 1610960 1161360 5169120 1166560 1854360 4177200 6383800 2877520 4511760 4311960
1.001 1.014 1.017 1.054 1.073 1.082 1.158 1.173 1.182 1.193 1.194 1.198 1.208 1.258 1.274 1.28 1.338 1.43 1.458 1.478 1.488 1.508 1.51 1.539 1.609 1.616 1.662
176 162 163 170 172 173 185 188 196 191 180 192 193 190 204 205 214 230 232 236 238 240 242 246 257 258 266
12 12 12 12 12 14 14 14 14 14 14 14 14 15 15 15 16 17 17 18 18 18 18 18 19 18 20
45 3.6 1.8 1.8 9 9 9 18 9 18 9 1.8 18 18 9 18 9 45 9 50 9 1.8 4.5 4.5 45 4.5 36
4169000 2701320 6205200 5625400 12956000 5220720 2160960 4158720 4374960 3610280 1373360 2368200 690160 1070200 3518560 1777000 2357960 7545480 7251800 2919920 7150600 4313960 9441120 5611700 4455920 8921200 8734800
87
880 1050 1109 1080 1833 939 2,0<2,9 Ha 1170 1445 1447 1345 1312 1591 1551 1523 1595 1752 1569 1394 1676 2959 1410 1748 3,0<3,9 Ha 1678
1.67 1.741 1.778 1.799 1.833 1.878
268 278 284 288 294 300
20 21 21 22 22 23
4.5 45 18 18 4.5 9
3609000 2861040 5914960 535420 6888520 8747200
2.025 2.057 2.062 2.166 2.185 2.191 2.291 2.335 2.36 2.399 2.633 2.666 2.69 2.701 2.78 2.897
324 330 330 347 350 350 368 374 378 384 422 427 430 432 446 464
24 25 25 26 26 26 22 28 28 29 32 32 32 32 32 35
9 9 27 45 18 4.5 4.5 18 9 18 45 9 180 18 54 18
6897040 10003760 6114840 1068760 6784600 13135560 9463560 5601160 12539280 10036600 9678480 2084680 3091320 52199960 24873320 8693920
3.047
1447.000
3.189
2333 2194 1750 2147 2418 2651 2331 2139 2442 2305 4,0<4,9 Ha 2463 2392 2234 2289 2857 2383
3.344 3.38 3.5 3.579 3.59 3.59 3.602 3.603 3.853 3.934
488 510 534 542 560 573 574 574 576 576 616 630
36 38 40 40 42 43 43 42 43 43 46 47
9 18 4.5 45 18 90 18 45 9 18 72 45
1787400 3825360 17694160 5995720 5340000 9565360 12619920 28474080 16002560 3246280 11358120 3623800
4.058 4.07 4.078 4.093 4.105 4.308
649 650 652 654 656 690
49 49 50 49 49 52
9 45 9 90 3.6 9
8408160 8510000 3712720 1851300 35469360 9589160
88
3175 2734 3132 3565 2553 5 Ha < 2525 3187 3473 3666 4093 3243 3732 4075 3481 4526 4313 6220 5432 6287 6384 7911 7881 8133 8527 8027 13112 11698 12404 14099 12552 17236 17187 15890 19461
4.473 4.519 4.636 4.788 4.849
716 723 742 766 776
54 54 56 58 58
180 45 18 45 45
21610800 11742200 22421640 42915280 7563680
5.01 5.021 5.06 5.592 5.845 5.864 6.129 6.542 6.594 7.856 8.936 8.983 9.013 9.202 11.248 11.358 11.548 11.92 13.851 14.419 17.671 18.303 18.438 21.046 23.279 28.212 28.244
802 800 810 896 934 938 980 1047 1055 1256 1430 1435 1442 1472 1800 1818 1848 1909 2216 2306 2830 2928 2950 2766 3725 4514 4520 4540 4596
60 60 60 67 70 70 74 79 80 94 107 108 108 110 135 136 139 143 166 173 212 220 221 253 279 340 339 340 345
45 36 9 18 90 18 90 90 9 36 9 135 360 360 18 45 180 540 180 180 100 180 360 450 200 900 450 405 90
6559680 16168920 32681160 4488520 20154160 20227160 16051640 14218280 4612560 22686840 7213680 42926520 12082160 24652360 15433760 76652080 18739380 48800200 36069880 19650920 77976440 58534440 84828400 39605600 62608160 56086400 157133920 59113560 95623120
28.366
28.722
Sumber: Data Primer diolah 2009 Keterangan: - Data jumlah produksi, luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan bibit terlampir. - Data perhitungan usahatani tebu terlampir. Berdasarkan
tabel
4.13,
pendapatan
usahatani
terbesar
diperoleh dari luas lahan 28,244 Ha, tenaga kerja 4520 HOK, pupuk
89
339 Kw dan bibit 450 Kw. Pendapatan usahatani terkecil diperoleh dari luas lahan 0,08 Ha, tenaga kerja 40 HOK, pupuk 1 Kw dan bibit 1,8 Kw. Pendapatan rata-rata dari usahatani tebu wilayah Kabupaten Karanganyar dengan luas lahan antara 0 Ha sampai dengan 28 Ha sebesar Rp. 12.847.277,-.
3. Analisis Data dan Pembahasan Kebenaran hipotesis yang telah dikemukakan, yaitu tentang analisis usahatani tebu di Kabupaten Karanganyar dibuktikan menggunakan alat analisis regresi berganda dengan program olah data Eviews 4. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang berasal dari petani tebu di Kabupaten Karanganyar. Variabel dependen adalah jumlah produksi, sedangkan variabel independen terdiri dari luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, dan jumlah bibit. Pengaruh masing-masing variabel independen diuji menggunakan uji t. Pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama menggunakan uji F. Hasil analisis regresi berganda juga akan menguji besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji R2 (koefisien determinasi). Pengujian ekonometrika yaitu pengujian terhadap
validitas
asumsi
klasik
meliputi
uji
autokorelasi,
multikoleniaritas, dan heteroskedastisitas juga akan dilakukan dalam penelitian ini.
90
a. Metode Analisis Data 1) Uji pemilihan model Pemilihan bentuk fungsi model empirik merupakan masalah empirik (empirical question) yang sangat penting, karena teori ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan bentuk fungsi suatu model empirik dinyatakan dalam bentuk linear atau log-linear atau bentuk fungsi lainnya. Pemilihan bentuk fungsi model empirik merupakan masalah yang sangat penting maka dalam melakukan studi empiris sebaiknya model yang akan digunakan diuji terlebih dahulu, apakah menggunakan bentuk linear atau log-linear (Insukindro, 2003: 14). Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi Box-Cox, metode yang dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson atau MWD test, metode Bara dan McAleer atau B-M test dan metode yang dikembangkan Zarembka. Penelitian ini akan menggunakan metode yang dikembangkan Mac Kinnon, White dan Davidson pada tahun 1983 yang lebih dikenal dengan MWD test. Rule of thumb dari uji MWD adalah bila Z1 signifikan secara statistik, maka kita menolak model yang benar adalah linier Bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang benar adalah log-linier. Hasil uji MWD persamaan
91
jumlah produksi, luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan bibit dapat dilihat pada tabel 4.14 sebagai berikut: Tabel 4.14 Hasil Uji MWD Linier variabel koefisien t-statistik C 21.934 0.49489 LUAS 820.794 1.11116 TKERJA -1.7549 -2.3297 PUPUK 6.64201 0.11001 BIBIT -0.0549 -0.1136 Z1 -127.58 -0.2669 R-squared 0.98664 F-statistic 2127.5 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil Olahan E-views 4, 2009
probabilitas 0.6214 0.2684 0.0212 0.9126 0.9097 0.7899
Hasil uji MWD tersebut menunjukkan bahwa Z1 tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5% (Z1 =0,7899). Hal tersebut berarti model linier dapat digunakan. Hasil Uji MWD Log-Linier ditunjukkan pada tabel 4.15 sebagai berikut: Tabel 4.15 Hasil Uji MWD Log-Linier Variabel Koefisien t-statistik C 5.9290 6.7691 LLUAS 0.7591 2.6015 LTKERJA -0.0355 -0.3629 LPUPUK 0.2664 1.0157 LBIBIT 0.0097 0.8348 Z2 -0.0001 -0.3350 R-squared 0.987831 F-statistic 2337.914 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil Olahan E-views 4, 2009
Probabilitas 0.0000 0.0103 0.7172 0.3115 0.4052 0.7381
92
Hasil uji MWD tersebut menunjukkan Z2 tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5% (Z2 = 0.987831), berarti model log-linier dapat digunakan. Hasil kedua Uji MWD di atas dapat digunakan, sehingga untuk memilih model yang akan digunakan dapat ditentukan dari hasil regresi linier dan hasil regresi log-linier, dengan melihat nilai R-squared pada masing-masing hasil regresi, kemudian pilih yang nilainya paling besar. Hasil regresi Linier dan Log-Linier dapat dilihat pada tabel 4.16 dan tabel 4.17 sebagai berikut: Tabel 4.16 Hasil Regresi Linier Variabel Koefisien t-statistik C 19.16124 0.44615 LUAS 808.8959 1.10058 TKERJA -1.72734 -2.3224 PUPUK 7.271105 0.1209 BIBIT -0.04612 -0.0959 R-squared 0.986637 F-statistic 2676.495 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil Olahan E-views 4, 2009
Probabilitas 0.6562 0.2729 0.0216 0.9039 0.9237
Tabel 4.17 Hasil Regresi Log-Linier Variabel
Koefisien
t-statistik
C 5.9694 6.9021 LLUAS 0.7694 2.6597 LTKERJA -0.0409 -0.4243 LPUPUK 0.2621 1.0037 LBIBIT 0.0089 0.7829 R-squared 0.9878 F-statistic 2940.3670 Prob(F-statistic) 0.0000 Sumber: Hasil Olahan E-views 4, 2009
Probabilitas 0.0000 0.0087 0.6720 0.3172 0.4350
93
Perhitungan regresi Linier R-squared menunjukkan 0,986637 dan perhitungan regresi Log-Linier menunjukkan Rsquared 0,9878. Hasil perhitungan R-squared regresi LogLinier lebih besar dibandingkan hasil perhitungan R-squared regresi Linier, sehingga yang digunakan menjadi persamaan adalah hasil regresi Log-Linier.
2) Metode Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Square) Hipotesis diuji menggunakan analisis regresi linier regresi berganda sehingga dapat mengetahui pengaruh variabel luas lahan terhadap jumlah produksi, pengaruh jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk dan jumlah bibit terhadap variabel jumlah produksi usahatani tebu di Kabupaten Karanganyar. Hasil regresi persamaan jumlah produksi dan luas lahan dapat dilihat pada tabel 4.22 sebagai berikut:
Tabel 4.18 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Pupuk dan Bibit Variabel
Koefisien
t-statistik
C 5.9694 6.9021 LLUAS 0.7694 2.6597 LTKERJA -0.0409 -0.4243 LPUPUK 0.2621 1.0037 LBIBIT 0.0089 0.7829 R-squared 0.9878 F-statistic 2940.3670 Prob(F-statistic) 0.0000 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009.
Probabilitas 0.0000 0.0087 0.6720 0.3172 0.4350
94
Berdasarkan tabel 4.18 dapat dibuat persamaan jumlah produksi dan luas lahan: LPROD = 0,7694 - 0,0409LLUAS + 0,2621LTKERJA + 0,02621 + 0,0089LBIBIT ..........................(4.1)
Tahap selanjutnya setelah dilakukan estimasi regresi maka dilakukan uji statistik dan uji asumsi klasik. Uji statistik dan uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui
apakah
dugaan sementara (hipotesis) terhadap parameter sudah sesuai secara teori dan statistik.
3) Uji Asumsi Klasik a) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variabel bebas. Multikolinearitas merupakan suatu masalah yang sering muncul dalam ekonomi karena dalam ekonomi, sesuatu tergantung pada sesuatu yang lain (everything depends on everything else). Multikolinearitas dapat
diketahui dengan
melakukan
pengujian dengan metode auxillary regression yang diambil dari Klien’s rule of thumb (Damodar Gujarati, 2003: 361), yaitu membandingkan nilai R2a (awal) pada regresi antara variabel dependen dengan semua variabel
95
bebas dengan R2 pada regresi antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas lainnya. Hasil dari auxillary regression dapat dilihat pada tabel 4.19 sebagai berikut: Tabel 4.19 Hasil Auxillary Regression Variabel Dependen Ra2 (awal) Luas 0.9878 Tenaga Kerja 0.9878 Pupuk 0.9878 Bibit 0.9878 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009
R2 0.99898 0.9902 0.99876 0.59922
Berdasarkan hasil auxillary regression variabel luas, tenaga
kerja
dan
pupuk
mengalami
masalah
Gujarati
(1995)
masalah
multikolinieritas. Berdasarkan
multikolinieritas dapat diperbaiki dengan cara: Informasi apriori, kombinasi data cross section dan data time series, menghilangkan variabel yang bermasalah, transformasi variabel, menambah atau mengganti data baru dan mengurangi multikolinieritas dalam regresi polynomial. Dalam
penelitian
ini
menggunakan
cara
menghilangkan variabel yang bermasalah. Variabel yang bermasalah
dianggap
variabel
yang
penting
dalam
penelitian ini, sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan regresi secara terpisah antar variabel independen. Selanjutnya akan dilakukan regresi secara terpisah antar variabel independen sebagai berikut:
96
(a) Persamaan Jumlah Produksi dan Luas Lahan Hasil regresi persamaan jumlah produksi dan luas lahan dapat dilihat pada tabel 4.20 sebagai berikut: Tabel 4.20 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi dan Luas Lahan Variabel Koefisien t-statistik C 6.428084 514.622 LLUAS 1.001635 108.83 R-squared 0.987658 F-statistic 11843.92 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009
Probabilitas 0 0
Berdasarkan hasil regresi maka persamaan jumlah produksi dan luas lahan dapat ditulis sebagai berikut: LPROD = 6,428084 + 1,001635 LLUAS.................(4.2) (b) Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan Bibit Hasil regresi persamaan jumlah produksi, tenaga kerja dan bibit dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut ini: Tabel 4.21 Hasil Regresi Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan Bibit Variabel Koefisien t-statistik C 1.206629 13.2799 LTKERJA 1.018757 49.4598 LBIBIT 0.009181 0.59146 R-squared 0.976818 F-statistic 3097.02 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4
Probabilitas 0 0 0.5551
97
Berdasarkan hasil regresi maka persamaan jumlah produksi, tenaga kerja dan bibit dapat ditulis sebagai berikut: LPROD
=
1,206629
+
1,018757LTKERJA
+
0,009181LBIBIT................................(4.3) (c) Persamaan Jumlah Produksi dan Pupuk Hasil regresi persamaan jumlah produksi dan pupuk dapat dilihat pada tabel 4.22 sebagai berikut: Tabel 4.22 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi dan Pupuk Variabel Koefisien t-statistik C 3.95559 127.063 LPUPUK 0.99795 106.512 R-squared 0.98712 F-statistic 11344.8 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009
Probabilitas 0 0
Berdasarkan hasil regresi persamaan jumlah produksi pupuk dapat ditulis sebagai berikut: LPROD = 3,95559 + 0,99795 LPUPUK................(4.4)
b) Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mendeteksi apakah kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama. Heteroskedastisitas dideteksi menggunakan uji White.
98
(a) Persamaan Jumlah Produksi dan Luas Lahan Ringkasan Hasil Uji White untuk model persamaan jumlah produksi dan luas lahan dapat dilihat pada tabel 4.23 sebagai berikut: Tabel 4.23 Ringkasan Hasil Uji White Persamaan Jumlah Produksi dan Luas Lahan F-statistic Obs*R-squared Variabel
1.02528 2.06362 Koefisien
Probability Probability t-Statistik
0.361246 0.356361 Probabilitas
C 0.02098 5.689 LLUAS 0.00214 0.64116 LLUAS^2 -0.0021 -1.3837 R-squared 0.01376 F-statistic 1.02528 Prob(F-statistic) 0.36125 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009 Berdasarkan
dari
hasil
estimasi
0 0.5224 0.1685
dengan
menggunakan uji White pada model regresi linier tidak terjadi
masalah
Heteroskedastisitas.
Masalah
heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas observasi R2 yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5 % dan nilai probabilitas dari variabel lebih besar nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. (b) Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan Bibit Ringkasan Hasil Uji White untuk model persamaan jumlah produksi, tenaga kerja dan bibit dapat dilihat pada tabel 4.24 sebagai berikut:
99
Tabel 4.24 Ringkasan Hasil Uji White Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan Bibit F-statistic 5.56227 Probability Obs*R-squared 19.9544 Probability Variabel Koefisien t-Statistik C 0.89148 3.98168 LTKERJA -0.2852 -3.4082 LTKERJA^2 0.02298 3.16745 LBIBIT 0.00485 0.19054 LBIBIT^2 -0.0024 -0.5614 R-squared 0.13303 F-statistic 5.56227 Prob(F-statistic) 0.00034 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4,2009 Berdasarkan
dari
hasil
estimasi
0.34100 0.51000 Probabilitas 0.0001 0.0008 0.0019 0.8492 0.5754
dengan
menggunakan uji White pada model regresi linier tidak terjadi
masalah
Heteroskedastisitas.
Masalah
heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas observasi R2 yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5 % dan nilai probabilitas dari variabel lebih besar nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. (c) Persamaan Jumlah Produksi dan Pupuk Ringkasan Hasil Uji White untuk model persamaan jumlah produksi dan pupuk dapat dilihat pada tabel 4.25 sebagai berikut:
100
Tabel 4.25 Ringkasan Hasil Uji White Persamaan Jumlah Produksi dan Pupuk F-statistic Obs*R-squared
0.86686 1.74848
Variabel
Koefisien
Probability Probability t-Statistik
0.422406 0.417179 Probabilitas
C 0.00748 0.49308 LPUPUK 0.01017 1.04837 LPUPUK^2 -0.0018 -1.2158 R-squared 0.01166 F-statistic 0.86686 Prob(F-statistic) 0.42241 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009 Berdasarkan
dari
hasil
estimasi
0.6227 0.2962 0.226
dengan
menggunakan uji White pada model regresi linier tidak terjadi
masalah
Heteroskedastisitas.
Masalah
heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas observasi R2 yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5 % dan nilai probabilitas dari variabel lebih besar nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. c) Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai adanya korelasi antara unsur-unsur variabel pengganggu sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil ataupun sampel besar. Masalah autokorelasi dideteksi menggunakan Lagrange Multiplier Test.
101
Uji ini dilakukan dengan meregresi semua variabel bebas dan variabel tidak bebas, kemudian dilakukan uji Breusch Godfrey terhadap residu dari hasil regresi model tersebut. Dari model tersebut akan diperoleh nilai observasi R square untuk kemudian dibandingkan dengan α = 0,05 atau 5 %. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat masalah autokorelasi dan sebaliknya bila nilai probabilitas obs*R-squared lebih kecil dari 0,05, maka terdapat autokorelasi. (a) Persamaan Jumlah Produksi dan Luas Lahan Ringkasan hasil Uji B-G persamaan jumlah produksi dan luas lahan dapat dilihat pada tabel 4.26 sebagai berikut: Tabel 4.26 Ringkasan Hasil Uji B-G Persamaan Jumlah Produksi dan Luas Lahan F-statistic 0.09465 Probability Obs*R-squared 0.09652 Probability Variabel Koefisien t-Statistik C 0.00016 0.01264 LLUAS -0.0003 -0.0315 RESID(-1) -0.0256 -0.3076 R-squared 0.00064 F-statistic 0.04732 Prob(F-statistic) 0.95379 Sumber: Hasil Olahan E-views 4, 2009
0.758787 0.756052 Probabilitas 0.9899 0.9749 0.7588
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapat nilai probabilitas obs*R-squared adalah sebesar
102
0,756052 yang lebih besar dari 0,05. Karena nilai probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat autokolerasi. (b) Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan Bibit Ringkasan hasil Uji B-G persamaan jumlah produksi, tenaga kerja dan bibit dapat dilihat pada tabel 4.27 sebagai berikut: Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji B-G Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan Bibit F-statistic 0.00245 Probability Obs*R-squared 0.00252 Probability Variabel Koefisien t-Statistik C -0.00006 -0.00071 LTKERJA -0.00001 -0.00063 LBIBIT 0.00005 0.00342 RESID(-1) 0.00412 0.04950 R-squared 1.7E-05 F-statistic 0.00082 Prob(F-statistic) 0.99997 Sumber: Hasil Olahan E-Views 4, 2009
0.960592 0.959988 Probabilitas 0.99940 0.99950 0.99730 0.96060
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapat nilai probabilitas obs*R-squared adalah sebesar 0,959988 yang lebih besar dari 0,05. Karena nilai probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat autokolerasi. (c) Persamaan Jumlah Produksi dan Pupuk Ringkasan hasil Uji B-G persamaan jumlah produksi dan pupuk dapat dilihat pada tabel 4.28 sebagai berikut:
103
Tabel 4.28 Ringkasan Hasil Uji B-G Persamaan Jumlah Produksi dan Pupuk F-statistic Obs*R-squared
1.26652 1.28133
Variabel
Koefisien
C 0.004 LPUPUK -0.001 RESID(-1) -0.093 R-squared 0.00854 F-statistic 0.63326 Prob(F-statistic) 0.5323 Sumber: Olahan E-Views 4, 2009
Probability Probability
0.262254 0.257652
t-Statistik
Probabilitas
0.120 -0.131 -1.125
0.905 0.896 0.262
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapat nilai probabilitas obs*R-squared adalah sebesar 0,257652 yang lebih besar dari 0,05. Karena nilai probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat autokolerasi. 4) Uji statistik a) Uji t statistik Dari tabel 4.18 dapat dijelaskan bahwa pada α = 5 % : i. Variabel luas lahan (LUAS) tidak tergantung variabel lain memiliki koefisien regresi sebesar 1,001635 dan nilai probabilitas sebesar 0,0000 sehingga signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel luas secara
individu
berpengaruh
terhadap
variabel
dependen jumlah produksi (PROD) pada tingkat signifikansi 5%.
104
ii. Variabel jumlah tenaga kerja (TKERJA) tergantung variabel lain memiliki koefisien regresi sebesar 1,018757 dan nilai probabilitas sebesar 0,0000 sehingga signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel jumlah tenaga kerja secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen jumlah produksi (PROD) pada tingkat signifikansi 5%. iii. Variabel jumlah pupuk (PUPUK) tidak tergantung variabel lain memiliki koefisien regresi sebesar 0,99795 dan
nilai
probabilitas
sebesar
0,0000
sehingga
signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel jumlah pupuk secara individu berpengaruh terhadap dependen variabel jumlah produksi (PROD) pada tingkat signifikansi 5%. iv. Variabel jumlah bibit (BIBIT) tergantung variabel lain memiliki koefisien regresi sebesar 0,009181 dan nilai probabilitas sebesar 0,5551 sehingga tidak signifikan ada tingkat signifikansi 5%, artinya, variabel jumlah bibit secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen jumlah produksi (PROD) pada tingkat signifikansi 5%. b) Uji F statistik Nilai
Probabilitas
F-Statistik
hasil
regresi
persamaan jumlah produksi pada tabel 4.18 sebesar
105
0,00000, dimana lebih kecil dari tingkat signifikan 5% atau 0,05 maka secara bersama-sama variabel luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit berpengaruh terhadap variabel jumlah produksi usaha tani tebu Kabupaten Karanganyar. c) Koefisien determinasi Koefisien determinan (R2) pada persamaan jumlah produksi sebesar 0,9878. Nilai 0,9878 menunjukkan bahwa variasi
dependen
variabel
sebesar
98,78%
mampu
dijelaskan variasi independen variabel, sisanya sebesar 1,21% dijelaskan oleh variabel-variabel diluar variabel yang digunakan dalam persamaan.
b. Interpretasi Substansi Ekonomi dari Persamaan Jumlah Produksi Tebu 1.
Pengaruh Luas Lahan terhadap Jumlah Produksi Tebu Hasil
estimasi
Ordinary
Least
Square
(OLS)
menunjukkan bahwa variabel luas lahan tidak tergantung variabel lain mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi tebu dengan koefisien regresi sebesar 1,001635, artinya jika luas lahan naik 1 satuan akan menyebabkan peningkatan jumlah produksi sebesar 1,001635 satuan dengan asumsi variabel yang lain tetap. Hubungan yang positif ini sesuai dengan hipotesis di awal penelitian
106
yang menyatakan bahwa variabel luas lahan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap jumlah produksi tebu yang ditunjukkan probabilitas sebesar 0,0000 (tabel 4.20). Pengaruh yang signifnikan dari luas lahan terhadap jumlah produksi tebu diduga karena luas lahan merupakan salah satu faktor dari produksi yang sangat penting bagi produksi pertanian. Tanah menjadi tempat dari proses produksi pertanian. Penambahan pada luas lahan akan menambah hasil produksi
2. Pengaruh
Jumlah
Tenaga
Kerja
terhadap
Jumlah
Produksi Hasil
estimasi
Ordinary
Least
Square
(OLS)
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja tergantung dengan variabel lain mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi tebu dengan koefisien regresi sebesar 1,018757, artinya jika tenaga kerja naik 1 satuan akan menyebabkan peningkatan jumlah produksi sebesar 1,018757 satuan dengan asumsi variabel yang lain tetap. Hubungan yang positif ini sesuai dengan hipotesis di awal penelitian yang menyatakan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap jumlah produksi tebu yang ditunjukkan probabilitas sebesar 0,0000 (tabel 4.21)
107
Hubungan yang positif antara variabel tenaga kerja dan jumlah produksi diduga karena tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting selain modal. Penambahan tenaga kerja yang dilakukan diikuti dengan penambahan jumlah produksi.
3. Pengaruh Pupuk terhadap Jumlah Produksi Hasil
estimasi
Ordinary
Least
Square
(OLS)
menunjukkan bahwa variabel pupuk tidak tergantung variabel lain mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi tebu dengan koefisien regresi sebesar 0,99795, artinya jika pupuk naik 1 satuan akan menyebabkan peningkatan jumlah produksi sebesar 0,99795 satuan dengan asumsi variabel yang lain tetap. Hubungan yang positif ini sesuai dengan hipotesis di awal penelitian yang menyatakan bahwa variabel pupuk mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap jumlah produksi tebu yang ditunjukkan probabilitas sebesar 0,0000 (tabel 4.22). Pengaruh positif antara variabel pupuk dan jumlah produksi diduga karena pupuk salah satu faktor produksi merupakan sarana untuk menambah hasil produksi pada lahan dengan luasan tertentu. Penambahan yang dilakukan pada pupuk akan menyebabkan penambahan jumlah produksi.
4. Pengaruh Bibit terhadap Jumlah Produksi
108
Hasil
estimasi
Ordinary
Least
Square
(OLS)
menunjukkan bahwa variabel bibit bunga tergantung variabel lain mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap jumlah produksi. Koefisien variabel tingkat suku bunga yaitu sebesar 0,009181 dan tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas sebesar 0,5551 (tabel 4.21). Pengaruh tidak signifikan antara bibit dan jumlah produksi diduga karena bibit pada usahatani tebu digunakan hanya pada saat tanam pertama, karena usahatani tebu menggunakan sistem keprasaan hingga 3 sampai 4 kali. Bibit juga digunakan untuk mengganti bibit-bibit keprasaan yang mengalami kerusakan.
5. Pengaruh Luas, Tenaga Kerja, Pupuk, Bibit secara bersama-sama terhadap Jumlah Produksi Pengolahan data menunjukan probabilitas F statistik sebesar 0,000000 pada tingkat signifikansi 5%.(Tabel 4.18). Berdasarkan hasil pengolahan dapat disimpulkan variabel luas, tenaga
kerja,
pupuk
dan
bibit
secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap jumlah produksi. Variabel luas, tenaga kerja, pupuk, dan bibit secara bersama-sama
mempengaruhi
jumlah
produksi
karena
penambahan yang dilakukan pada variabel luas lahan, tenaga
109
kerja, pupuk dan bibit mengakibatkan penambahan jumlah produksi.
c. Analisa Pendapatan Petani Tebu terhadap Kesejahteraan dengan Menggunakan Garis Kemiskinan Perhitungan pendapatan petani didapat dari menghitung selisih jumlah biaya yang dikeluarkan dalam satu proses produksi atau satu musim tanam tebu dengan jumlah uang yang didapatkan dari hasil produksi tebu. Pendapatan petani tebu dianalisa dengan menggunakan Garis Kemiskinan. Beberapa versi dari Garis Kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan Prof. Sayogya Garis Kemiskinan Prof. Sayogya menggunakan ekivalen beras, yaitu konsumsi beras per tahun per kapita. Tabel 4.29 menunjukan kategori petani tebu Kabupaten Karanganyar berdasarkan Garis Kemiskinan Prof. Sayogya Tabel 4.29 Kategori Petani Tebu Kabupaten Karanganyar berdasarkan Garis Kemiskinan Prof. Sayogya Kriteria Melarat (<180Kg) Sangat Miskin(180<240Kg) Miskin(240<320) Diatas Garis Kemiskinan(320<) Sumber: Data Primer Diolah,2009
Jumlah Petani 21 6 19 102
110
Garis
kemiskinan
berdasarkan
Prof.
Sayogya
menujukkan 46 petani tebu Kabupaten Karanganyar dari 148 petani sampel berada pada garis kemiskinan. Berdasarkan garis kemiskinan Prof. Sayogya menunjukkan dari 148 sampel petani tebu di Kabupaten Karanganyar 102 petani berada di atas garis kemiskinan. Penelitian ini hanya menganalisa pendapatan petani hanya dari usahatani tebu tanpa menganalisa mata pencaharian petani selain berusahatani tebu, sehingga tidak dapat ditentukan bahwa petani tebu berada dibawah garis kemiskinan, karena banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendapatan petani tebu selain variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini.
2. Berdasarkan Biro Pusat Statistik dalam Program Bantuan Tunai Langsung Biro Pusat Statistik menghitung garis kemiskinan dengan perhitungan pendapatan per bulan per kapita. Tabel 4.30 menunjukkan kategori pendapatan petani tebu Kabupaten Karanganyar berdasarkan Biro Pusat Statistik dalam Bantuan Tunai Langsung. Tabel 4.30 Kategori Petani Tebu Kabupaten Karanganyar berdasarkan Garis Kemiskinan Biro Pusat Statistik Kategori Sangat Miskin(
Jumlah Petani 55 16 5 72
111
Sumber: Data Primer Diolah,2009 Garis kemiskinan Biro Pusat Statistik dalam Bantuan Tunai Langsung menujukkan 76 petani berada dibawah garis kemiskinan dan 72 petani berada diatas garis kemiskinan. Hasil perhitungan ini tidak dapat dijadikan penilaian untuk menilai apakah petani tebu berada dibawah garis kemiskinan atau berada diatas garis kemiskinan, karena penelitian ini hanya meneliti pendapatan khusus dari usahatani tebu, sedangkan pendapatan petani tebu mungkin bukan hanya berasal dari usahatani tebu.
3. Berdasarkan Bank Dunia Bank Dunia membatasi garis kemiskinan dengan batasan pendapatan US$ 1 dan US$ 2 per hari per kapita. Tabel 2.31 menunjukkan kategori pendapatan usahatani tebu berdasarkan US$ 1 dan US$ 2 per hari per kapita. Tabel 4.31 Kategori Petani Tebu Kabupaten Karanganyar berdasarkan Garis Kemiskinan Bank Dunia Kategori Jumlah Petani Kurang dari US$ 1 97 Kurang dari US$ 2 119 Lebih dari US$ 1 51 Lebih dari US$ 2 29 Sejahtera (2x US$ 1) 29 Sejahtera (2x US$ 2) 15 Sumber: Data Primer Diolah, 2009 Garis kemiskinan berdasarkan Bank Dunia menunjukkan 97 pendapatan petani dari usahatani tebu berada dibawah garis kemiskinan US$ 1 per hari per kapita dan 119 berada dibawah
112
garis kemiskinan US$ 2 per kapita per hari. Perhitungan yang telah dilakukan hanya terbatas pada perhitungan pendapatan usahatani tebu saja. Perhitungan pendapatan dari usahatani tebu tidak dapat dijadikan patokan sebagai pendapatan petani karena petani tebu mungkin memiliki mata pencaharian lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
113
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bab ini menyajikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya. Berdasarkan kesimpulan yang ada, penulis berusaha memberikan saran sehubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan. Berdasarkan hasil analisis regresi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan perhitungan manual dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh Luas Lahan terhadap Jumlah Produksi Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa variabel luas lahan tidak tergantung variabel lain memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap jumlah produksi. Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan positif antara jumlah produksi dengan luas lahan terbukti kebenarannya.
2. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Jumlah Produksi Hipotesis kedua yang menyatakan terdapat hubungan positif antara jumlah produksi dengan tenaga kerja terbukti kebenarannya.
114
Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja tergantung variabel lain memiliki hubungan yang positif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% terhadap variabel jumlah produksi. 3. Pengaruh Jumlah Pupuk terhadap Jumlah Produksi Hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat hubungan positif antara jumlah produksi dengan jumlah pupuk terbukti kebenarannya. Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa variabel jumlah pupuk tidak tergantung variabel lain memiliki hubungan yang positif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% terhadap variabel jumlah produksi. 4. Pengaruh Jumlah Bibit terhadap Jumlah Produksi Hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat hubungan positif antara
jumlah
kebenarannya.
produksi Hasil
dengan
jumlah
estimasi Ordinary
bibit Least
tidak
terbukti
Square
(OLS)
menunjukkan bahwa variabel jumlah bibit tergantung variabel lain memiliki hubungan yang positif dan tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% terhadap variabel jumlah produksi. 5. Hasil estimasi uji F Hasil estimasi uji F menunjukkan bahwa variabel luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk dan jumlah bibit secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel jumlah produksi tebu 6. Analisa Pendapatan Usahatani Tebu terhadap Garis Kemiskinan
115
Hasil perhitungan pendapatan per bulan per kapita usahatani tebu wilayah Karanganyar menunjukkan bahwa berdasarkan garis kemiskinan Prof. Sayogya jumlah petani sampel yang berada diatas garis kemiskinan lebih banyak dibandingkan jumlah petani yang berada dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan Garis kemiskinan Biro Pusat Statistik petani sampel yang berada di atas garis kemiskinan lebih banyak dibandingkan jumlah petani yang berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan garis kemiskinan Bank Dunia US$ 1 dan US$ 2 per hari per kapita menunjukkan sebagian besar petani sampel berada di bawah garis kemiskinan. B. Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi jumlah produksi tebu Kabupaten Karangnyar, maka diajukan saran sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil hipotesis dan temuan empirik yang menunjukkan bahwa luas lahan, tenaga kerja dan pupuk signifikan terhadap jumlah produksi tebu. Petani tebu diharapkan menambah luas lahan agar produksi tebu dapat semakin meningkat. Petani tebu diharapkan dapat menambah jumlah tenaga kerja karena dapat menambah jumlah produksi dan usahatani tebu dapat menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah hendaknya mengatur dan mengawasi sistem distribusi pupuk sehingga pupuk dapat sampai pada petani dengan waktu dan jumlah yang tepat, selain itu pemerintah juga diharapkan dapat
116
mengatur harga pupuk sehingga petani dapat membeli pupuk dengan harga terjangkau. 2. Berdasarkan hasil hipotesis dan temuan empirik yang menunjukkan bahwa penghitungan pendapatan usahatani tebu dengan kombinasi input-input yang tepat dapat memberi kesejahteraan bagi petani. Petani diharapkan lebih cermat dalam melakukan perhitungan dalam usahatani
tebu,
sehingga
keuntungan
usahatani
tebu
dapat
dibandingkan dengan usahatani lainnya. Bagi masyarakat yang telah mengetahui perhitungan usahatani tebu, perhitungan usahatani tebu dapat menjadi pertimbangan untuk menjadi alternatif bisnis. 3. Penelitian ini hanya menganalisis pengaruh beberapa faktor produksi yaitu luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, dan jumlah bibit terhadap jumlah produksi tebu maka dengan tema penelitian yang sama sebaiknya
dapat
mempertimbangankan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi jumlah produksi tebu lainnya, yaitu kualitas faktor produksi.
117
DAFTAR PUSTAKA Agarwal, H.S.1998. Modern Micro-economics.New Delhi: Konark Publisher PVT LTD Agusriyadi, Didi.2006.Analisis Usahatani Bawang Merah Di Kabupaten Brebes (Studi Kasus Kecamatan Sirampog).Tidak dipublikasi UNS:Surakarta. Arsyad,
Lincoln dan Soeratno.1995.Metodologi Revisi.BPFE:Yogyakarta.
Penelitian.Edisi
Ariani, Mewa dkk.Analisis Daya Saing Usahatani Tebu Di Provinsi Jawa Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Badan Pusat Statistik.2008.Karanganyar Dalam Angka 2008.BPS:Karanganyar.
Djarwanto Ps.1995.Statistik Induktif.BPFE.Yogyakarta Gujarati.D.1995.Ekonometrika Dasar.Erlangga:Jakarta. Hadi, Prajogo U dan Sri Nuryanti.2005.Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi Gula Indonesia.Jurnal Agro Ekonomi Hermawan, Jarot.2005.Analisis Keuntungan Padi di Kecamatan Masaran.Tidak dipublikasi.UNS Surakarta. Insukindro dkk. 2003. Modul Ekonometrika Dasar. Kerjasama Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. Jenny,Rofika.2009.Analisis Probabilitas Kemanfaatan Dana BLT bagi RTM di Kelurahan Seloromo Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar.UNS tidak dipublikasi:Surakarta. Kaslan A,Tohir.1991.Seuntai Pengetahuan Usahatani:Bandung. Kuncoro, Mudrajad.2003.Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi.Erlangga:Jakarta. Masyhuri.2005.Struktur Konsumsi Gula Indonesia.Majalah Pangan Nomor:44/XIV/Januari2005 Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.LP3S:Jakarta. Muljana, Wahju.2001.Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu.Aneka Ilmu:Semarang Nopirin. 2000.Pengantar Ilmu Makro dan Mikro.BPFE:Yogyakarta. Pabrik Gula Tasikmadu.2008.Taksasi Maret 2008.Pabrik Gula Tasikmadu:Karanganyar. Pabrik Gula Tasikmadu.2008.Realisasi Petani 2008.Pabrik Gula Tasikmadu:Karanganyar
Priyo, Prasetyo.1993.Ilmu Usahatani I.Raja Grafika Persada:Jakarta.
118
Penny.1999.Masa Pembangunan Pertanian Indonesia dengan Kata Pengantar oleh Mubyarto.PT Gramedia:Jakarta. Sukirno, Sadono.1997.Pengantar Persada:Jakarta.
Teori
Mikro
Ekonomi.Raja
Grafindo
Raharjo, Mugi.2002.Laporan Penelitian Perhitungan Nilai Guna Lingkungan Kawasan Sekitar Waduk Cengklik di Kabupaten Boyolali.UNS Tidak Dipublikasi:Surakarta. Sutomo.2008.Modul Ekonomi Pertanian.Tidak dipublikasi UNS:Surakarta. Susila, Wayan R dan Bonan M Sinaga.2005.Analisis Kebijakan Industri Gula Indonesia.Jurnal Agro Ekonomi. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas.Rajawali Press.Jakarta. Soekartawi.1993. Agribisnis, Persada:Jakarta
Teori
dan
Aplikasinya.
Raja
Grafindo
Sritua, arif. 1993.Metodologi Penelitian Ekonomi.UI Press:Jakarta. Todaro, Michel P.2000.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.PT Gelora Aksara Pratama:Jakarta. Paul A Samuelson William d. Nourdes.1996.Mikro Ekonomi. Erlangga:Jakarta Walter Nocolson.1991.Teori Ekonomi Mikro I.Raja Grafika Persada:Jakarta. Vink,G.J.1994.Dasar-Dasar Usahatani di Indonesia.Yayasan Obor:Jakarta
119
120