ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA
OLEH SITTI NURYANI H14103002
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA
OLEH SITTI NURYANI H14103002
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Sitti Nuryani
Nomor Registrasi Pokok
: H14103002
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Produktivitas Faktor Produksi pada Industri Alas Kaki di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr NIP: 131 849 397
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP: 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2008
Sitti Nuryani H14103002
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sitti Nuryani dilahirkan pada tanggal 11 September 1983 di Hunuth, Ambon. Penulis merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara, dari pasangan Ayahanda Uddin dan Ibunda Nurhadji. Penulis mengawali jenjang pendidikannya pada tahun 1991 di SDN 1 Boneatiro, kemudian tahun 1992 pindah ke SDN 1 Hunuth, dan menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Boneatiro pada tahun 1997. Pendidikan dilanjutkan ke SLTP Negeri 2 Kapontori pada tahun 1997. Tahun 2000 penulis melanjutkan studinya ke SMU Negeri 1 Bau-Bau hingga lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa lembaga intra kampus. Lembaga intra kampus yang diikuti, yaitu: HIPOTESA sebagai staff Departemen Kesekretariatan (2004-2005) dan Rohis Ekbang 40 sebagai Staf Dana Usaha (2004-2006). Selain itu, penulispun aktif di berbagai kepanitiaan intra kampus. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis yaitu panitia Economic Contest tingkat SMU se-Jawa, Bali dan Sumatera (2005), Hipotex-R tingkat Perguruan Tinggi se-Indonesia (2005), dan Ekspresi Muslimah II (2006).
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, pemilik jagat raya beserta isinya. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Rasulullah SAW yang telah mengajarkan al-Islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia. Skripsi yang berjudul “Analisis Produktivitas Faktor Produksi pada Industri Alas Kaki di Indonesia” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian yang tulus, serta dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Mama dan Papa atas cinta, kasih sayang, pengorbanan, juga kepercayaan besar yang diberikan kepada penulis hingga detik ini, serta doa yang tiada henti terucap untuk kami putra-putrinya. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu, dorongan semangat, dan membimbing penulis dengan sabar selama penyelesaian skripsi ini. Terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada Ibu Tanti Novianti, SP. M.Si sebagai penguji utama pada sidang skripsi ini, semua saran dan kritikan Beliau merupakan hal yang berharga dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada Ibu Henny Reinhardt, M.Sc sebagai penguji komisi pendidikan pada sidang skripsi ini, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf TU Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB atas bantuan yang diberikan demi kelancaran seminar dan sidang skripsi ini. Terakhir, terima kasih kepada sahabat-sahabat yang telah mengisi hari-hari penulis selama menempuh kehidupan perkuliahan, Dian V.P., Halida F., Cenita, Dian K. A., Dian R., Rheni, Lea, Eca, Aga, Aji, Dindin, Andin, Fajar, dan teman-teman IE 40
lainnya, terima kasih untuk persahabatan dan ukhuwah yang indah ini. Penulis berharap juga semoga hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan juga semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Januari 2008
Sitti Nuryani H14103002
RINGKASAN
SITTI NURYANI. Analisis Produktivitas Faktor Produksi pada Industri Alas Kaki di Indonesia (dibimbing oleh Sri Mulatsih). Salah satu cara melakukan pembangunan yaitu melalui industrialisasi. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam kemajuan perekonomian sebuah negara. Salah satu industri yang potensial untuk dikembangkan adalah industri alas kaki. Alas kaki yang berupa sepatu dan sandal merupakan jenis barang yang diperlukan oleh setiap orang dan sudah merupakan kebutuhan pokok. Segmen pasarnya pun tidak terbatas, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa dalam setiap lapisan masyarakat. Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan perubahan gaya hidup masyarakat akan menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat. Permintaan pasar terhadap alas kaki cukup tinggi baik di pasar domestik maupun luar negeri. Potensi pasar yang cukup bagus di luar negeri menyebabkan alas kaki menjadi salah satu produk yang dapat diandalkan dalam ekspor non migas dan berpotensi dalam peningkatan devisa negara. Potensi pasar yang cukup baik di dalam dan luar negeri mendorong industri alas kaki untuk selalu meningkatkan produksinya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri alas kaki, menganalisis kontribusi TFP terhadap output industri alas kaki, serta menganalisis elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi industri alas kaki di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki sebesar -0.098 persen, artinya TFP pada industri alas kaki masih sangat rendah. Lebih lanjut, hasil estimasi fungsi produksi menunjukkan bahwa faktor produksi bahan baku dan energi berpengaruh positif dan nyata terhadap output industri alas kaki. Diketahui pula produksi industri alas kaki lebih peka terhadap perubahan bahan baku daripada perubahan faktor produksi lain selain bahan baku karena memiliki nilai koefisien lebih besar dari faktor-faktor produksi lainnya. Sedangkan faktor produksi modal dan tenaga kerja berpengaruh tidak nyata terhadap output industri alas kaki. Dari hasil estimasi fungsi produksi diketahui pula bahwa TFP memberikan kontribusi yang positif dan nyata terhadap output industri alas kaki. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kenaikan modal dan tenaga kerja berapapun tidak akan meningkatkan output alas kaki karena memiliki elastisitas nol. Bahan baku memiliki elastisitas terbesar yaitu 0.632898 sehingga kontribusinya terhadap output pun besar. Sedangkan, energi memiliki elastisitas sebesar 0.262008. Karena bahan baku memberikan kontribusi yang besar terhadap output industri alas kaki, maka pemerintah perlu menyediakan industri penunjang bahan baku industri alas kaki yaitu industri kulit. Hal ini sangat membantu industri alas kaki dalam memperoleh bahan baku. Ketersediaan bahan baku tentu saja dapat memperlancar industri alas kaki dalam berproduksi.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
v
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................
5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian..................................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..................
7
2.1. Teori Produksi...................................................................................
7
2.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ........................................................
12
2.3. Teori Produktivitas............................................................................
13
2.4. Model Pertumbuhan Solow...............................................................
14
2.5. Penelitian Terdahulu .........................................................................
16
2.6. Kerangka Pemikiran..........................................................................
19
III. METODE PENELITIAN........................................................................
21
3.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................
21
3.2. Metode Analisis Data........................................................................
21
3.3. Model Penelitian ...............................................................................
21
3.4. Pengujian Model ...............................................................................
23
3.4.1. Uji Kriteria Ekonometrika..........................................................
23
3.4.2. Uji Kriteria Statistika .................................................................
25
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA .....
28
4.1. Kondisi Produksi Industri Alas Kaki (Output) .................................
28
4.2. Kondisi Penggunaan Modal (Capital) Industri Alas Kaki ................
29
4.3. Kondisi Penggunaan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki ....................
30
4.4. Kondisis Penggunaan Bahan Baku Industri Alas Kaki.....................
32
ii
4.5. Kondisi Penggunaan Energi Industri Alas Kaki ...............................
33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
35
5.1. Produktivitas Faktor-faktor Produksi Industri Alas Kaki .................
35
5.2. Analisis Total Factor Productivity (TFP) Industri Alas Kaki ..........
36
5.3. Kontribusi Kemajuan Total Factor Productivity (TFP) dan Faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Alas Kaki................
40
5.4. Elastisitas Produksi Industri Alas Kaki ............................................
47
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
50
6.1. Kesimpulan .......................................................................................
50
6.2. Saran..................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
52
LAMPIRAN..................................................................................................
54
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Penjualan Alas Kaki di Pasar Domestik ................................................
2
1.2. Ekspor Alas Kaki ...................................................................................
3
4.1. Pertumbuhan Output Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005
28
4.2. Perumbuhan Modal (Capital) Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 ............................................................................................
30
4.3. Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 ............................................................................................
31
4.4. Pertumbuhan Bahan Baku Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 ............................................................................................
32
4.5. Pertumbuhan Energi Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005
33
5.1. Produktivitas Faktor-faktor Produksi Industri Alas Kaki ......................
35
5.2. Hasil Estimasi untuk Menghitung Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) .................................................................................................... 36 5.3. Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 ............................................................................... 40 5.4. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Memasukkan Variabel Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) .......................................................... 41 5.5. Hasil Uji Autokorelasi sebelum Penambahan Auto Regressive (AR)....
42
5.6. Nilai Elastisitas Fungsi Produksi Cobb-Douglas ...................................
48
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Penurunan Kurva Produk Rata-rata dan Kurva Produk Marjinal dari Produk Total.........................................................................................
11
2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian..............................................................
20
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Output dan Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005................................................. 54 2. Hasil Estimasi dalam Perhitungan Total Factor Productivity (TFP)......
55
3. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Menambahkan Variabel TFP ..
57
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Setiap negara di dunia akan melakukan pembangunan demi meningkatkan
taraf hidup masyarakatnya, tidak terkecuali Indonesia. Salah satu cara melakukan pembangunan yaitu melalui industrialisasi. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam kemajuan perekonomian sebuah negara. Menurut Dumairy (1996), produk-produk industrial selalu memiliki terms of trade yang tinggi serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk dari sektor lainnya. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam. Pelaku bisnis seperti produsen, pedagang, maupun investor lebih suka berkecimpung di bidang industri karena memberikan keuntungan yang lebih besar. Salah satu industri yang potensial untuk dikembangkan adalah industri alas kaki. Alas kaki yang berupa sepatu dan sandal dapat terbuat dari bahan dasar kulit hewan ataupun kulit imitasi. Sepatu dan sandal merupakan jenis barang yang diperlukan oleh setiap orang dan sudah merupakan kebutuhan pokok. Segmen pasarnya pun tidak terbatas, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa dalam setiap lapisan masyarakat. Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan perubahan gaya hidup masyarakat akan menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat. Permintaan pasar terhadap alas kaki cukup tinggi baik di pasar domestik maupun luar negeri. Perkembangan penjualan alas kaki di pasar domestik dapat dilihat pada Tabel 1.1 Dari tahun 2001 sampai 2004 Volume dan nilai penjualan
2
alas kaki terus mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2005 volume penjualan di pasar domestik mengalami penurunan sebesar 4.34 persen (menjadi 353 juta pasang) dibandingkan 369 juta pasang pada tahun sebelumnya. Penurunan volume penjualan tersebut tidak diikuti oleh penurunan nilai penjualan di pasar domestik. Nilai penjualan tahun 2005 justru naik dari Rp 15 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 16.7 triliun pada tahun 2005. Penurunan volume penjualan disebabkan pada tahun 2005 terjadi kenaikan BBM sehingga biaya hidup rumah tangga pun mengalami peningkatan. Implikasinya, rumah tangga sebagai konsumen alas kaki mengurangi pengeluaran untuk membeli alas kaki. Di sisi lain peningkatan nilai penjualan karena harga jual alas kaki meningkat akibat dari kenaikan biaya produksi. Namun, secara umum dapat dilihat bahwa potensi pasar alas kaki cukup bagus di pasar domestik. Tabel 1.1. Penjualan Alas Kaki di Pasar Domestik Pertumbuhan Volume Nilai Tahun Volume (juta pasang) (triliun) (%) 2001 162 7.4 2002 225 11.5 38.89 2003 326 15.0 44.89 2004 369 15.0 13.19 2005 353 16.7 -4.34 Rata-rata 287 13.1 23.16
Pertumbuhan Nilai (%) 55.40 30.43 00.00 11.33 24.29 Sumber: Asosiasi Persepatuan Indonesia dalam www.mma.ipb.ac.id, 2006. Alas kaki juga memiliki peluang pasar yang cukup bagus di luar negeri seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 Hal ini berarti alas kaki merupakan salah satu produk yang dapat diandalkan dalam ekspor non migas dan berpotensi dalam peningkatan devisa negara.
3
Tabel.1.2. Ekspor Alas Kaki Nilai Tahun (juta US$) 2001 1 505.6 2002 1 148.1 2003 1 182.2 2004 1 320.5 2005 1 428.5 Rata-rata 1 317.0
Pertumubuhan (%) -23.74 2.97 11.70 8.18 -0.22
Sumber: Departemen Perdagangan dalam www.depdag.go.id, 2006.
Pada Tabel 1.2 terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan nilai ekspor alas kaki masih menunjukkan negatif yaitu sebesar -0.22. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2001 nilai ekspor alas kaki mengalami penurunan yang cukup signifikan dan mengalami peningkatan kembali tetapi hingga 2005 nilai ekspor alas kaki belum mencapai nilai ekspor pada tahun 2001. Pada tahun 2001 ekspor alas kaki mencapai US$ 1 505.6 juta, kemudian mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2002 menjadi US$ 1 148.1 juta. Namun, kondisi ini secara perlahan mulai membaik. Hal ini terbukti pada tahun 2003 ekspor alas kaki meningkat menjadi US$ 1 182.2 juta dan meningkat lagi menjadi US$ 1 320.5 juta pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2005 ekspor alas kaki meningkat menjadi US$ 1 428.5 juta. Hal ini tentu saja merupakan tanda bahwa potensi pasar industri alas kaki di luar negeri masih cukup baik. Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa industri alas kaki juga berperan penting dalam peningkatan devisa negara. Potensi pasar yang cukup baik di dalam dan luar negeri mendorong industri alas kaki untuk selalu meningkatkan produksinya. Kegiatan berproduksi industri alas kaki tidak terlepas dari produktivitas yang dimilikinya. Lebih lanjut,
4
produktivitas ini akan berdampak pada daya saing produk dari industri alas kaki baik di pasar domestik maupun internasional. Di sisi lain, adanya peningkatan biaya produksi karena kenaikan harga BBM, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kenaikan UMR, serta masalah permodalan cukup mengganggu kinerja industri alas kaki dan berdampak pada produktivitas industri alas kaki. Berdasarkan uraian di muka maka perlu dilakukan studi mengenai produktivitas industri alas kaki agar industri alas kaki mempunyai daya saing baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.
1.2.
Perumusan Masalah Industri alas kaki merupakan salah satu industri yang dapat diandalkan
dalam perekonomian Indonesia. Industri alas kaki memiliki potensi pasar yang cukup bagus baik di pasar domestik maupun luar negeri. Potensi pasar yang cukup bagus di luar negeri menyebabkan alas kaki menjadi salah satu produk yang dapat diandalkan dalam ekspor non migas dan berpotensi dalam peningkatan devisa negara. Di sisi lain, adanya peningkatan biaya produksi karena kenaikan harga BBM, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kenaikan UMR, serta masalah permodalan cukup mengganggu kinerja industri alas kaki dan berdampak pada produktivitas industri alas kaki. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini, yaitu: 1.
Bagaimana Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki di Indonesia?
5
2.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi output industri alas kaki di Indonesia?
3.
Bagaimana kontribusi TFP terhadap output industri alas kaki di Indonesia?
4.
Bagaimana elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi industri alas kaki di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1.
Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki di Indonesia.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri alas kaki di Indonesia.
3.
Menganalisis kontribusi TFP terhadap output industri alas kaki di Indonesia.
4.
Menganalisis elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi industri alas kaki di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis
maupun berbagai kalangan. Penulis berharap penelitian ini dapat menambah wawasan berpikir dan pengetahuan serta pemahaman yang semakin mendalam bagi penulis terutama terutama seputar produktivitas industri alas kaki di
6
Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam rangka menyusun kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan industri alas kaki. Sedangkan bagi kalangan akademis dapat menjadi bahan referensi dan studi pustaka bagi penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Industri alas kaki yang diteliti pada penelitian ini adalah industri alas kaki
berkode ISIC 32411 yaitu industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari. Hal ini dikarenakan, kode ISIC 32411 lebih bersifat umum dan banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya, dibandingkan dengan kode industri alas kaki lainnya yang hanya digunakan oleh kalangan tertentu saja (ISIC 32412 untuk
industri
sepatu
olahraga,
ISIC
32413
untuk
industri
teknik
lapangan/keperluan industri, ISIC 32419 untuk industri alas kaki lainnya, dan ISIC 32420 untuk industri alas kaki selain dari kulit). Tahun analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tahun 1990 sampai 2005.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Teori Produksi Menurut Mankiw (2003), tingkat teknologi produksi yang ada menentukan
berapa banyak output atau keluaran yang diproduksi dari penggunaan jumlah modal dan tenaga kerja tertentu. Teknologi digambarkan dengan menggunakan fungsi produksi (production function), dengan Y menunjukkan output, maka persamaan fungsi produksi adalah :
Y = f ( K , L)
(2.1)
Persamaan ini menyatakan bahwa output adalah fungsi dari sejumlah modal (K) dan tenaga kerja (L). Fungsi produksi mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Teknologi yang semakin maju, memungkinkan bertambahnya output yang dihasilkan dari sisi modal maupun tenaga kerja. Jadi, perubahan teknologi mempengaruhi fungsi produksi. Banyak fungsi produksi memiliki suatu sifat yang disebut skala hasil konstan (constant returns to scale). Fungsi produksi yang memiliki skala hasil konstan mencirikan, jika adanya peningkatan persentase yang sama pada faktorfaktor produksinya, maka akan menyebabkan peningkatan output dalam persentase yang sama pula. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
zY = f ( zK , zL)
(2.2)
Persamaan ini menyatakan bahwa jika jumlah modal dan jumlah tenaga kerja dikalikan dengan z, maka output juga dikalikan dengan z.
8
Menurut Nicholson (1994), Produk total (PT) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode tertentu. Fungsi produksi untuk suatu barang tertentu yaitu: Y = f (K , L )
(2.3)
Persamaan 2.3 memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa dihasilkan dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi dari modal (K) dan tenaga kerja (L). Produk marjinal dari suatu input adalah output tambahan yang bisa diperoleh dengan adanya penambahan input yang bersangkutan sebanyak satu unit, sedang input-input lain dianggap konstan. Secara matematis, dapat ditulis: Produk Marjinal Kapital = PM K =
∂Y = fK ∂K
Produk Marjinal Tenaga Kerja = PM T =
∂Y = fT ∂T
(2.4)
(2.5)
definisi Produk Marjinal (PM) secara matematis di atas digunakan turunan sebagian (parcial derivatives), yang mencerminkan bahwa penggunaan semua faktor produksi lain dianggap konstan, sedangkan faktor produksi yang diamati diubah-ubah. Produk rata-rata (PR) adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya.
PRK =
Y K
(2.6)
PRT =
Y T
(2.7)
9
Pada Gambar 2.1.a kurva produk total (PT) mencerminkan hubungan antara faktor produksi tenaga kerja (T) dengan output total. Ketika jumah T masih sedikit, maka jumlah output akan meningkat jika penggunaan T ditingkatkan. Tetapi karena faktor lain dianggap konstan, maka kemampuan tenaga kerja tambahan untuk menghasilkan output tambahan semakin berkurang. Output akan mencapai maksimum pada saat T***. Jika penggunaan tenaga kerja ditambah setelah T*** maka output yang dihasilkan akan berkurang. Kurva produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR) diturunkan dari kurva produk total (PT). Pada Gambar 2.1.b. terlihat bahwa PMT terus meningkat dan mencapai maksimum pada saat T*. Tingkat output dimana produk marjinal mencapai maksimum dinamakan titik berkurangnya produktivitas marjinal (point of diminishing marginal productivity). Jika penggunaan tenaga kerja terus ditambah setelah T*, maka PMT akan menurun. PMT akan bernilai nol pada saat T*** yaitu pada saat PTT mencapai maksimum. Sedangkan PRT akan mencapai maksimum pada saat T** dimana PRT = PMT. Tingkat output dimana produk rata-rata mencapai maksimum disebut titik berkurangnya produktivitas rata-rata (point of diminishing average productivity). Pada kondisi PMT > PRT, produktivitas tenaga kerja secara rata-rata akan meningkat seiring dengan penambahan jumlah tenaga kerja, sebab penambahan output akibat tambahan tenaga kerja ini lebih besar dari produksi rata-rata sebelumnya. Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa terdapat tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi yaitu:
10
1.
Daerah I (EP > 1) Daerah I merupakan daerah produksi dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (EP > 1). Elastisitas produksi lebih besar dari satu berarti setiap penambahan faktor produksi sebanyak satu persen akan meningkatkan output selalu lebih besar dari satu persen. Daerah I terletak antara titik asal dan T**. Pada daerah ini produk marjinal (PM) mencapai titik maksimum pada saat T* dan kemudian mengalami penurunan, namun produk marjinal (PM) masih lebih besar dari produk rata-rata (PR). Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai, karena output masih selalu dapat ditingkatkan dengan penambahan faktor produksi. Jadi, daerah ini merupakan daerah irrasional (irrational region).
2.
Daerah II (0 < EP < 1) Daerah II merupakan daerah produksi yang terletak antara T** dan T*** dengan nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < EP < 1). Artinya, setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar antara nol dan satu persen. Pada daerah ini kenaikan faktor produksi secara terus menerus akan meningkatkan output dalam jumlah yang semakin kecil. Pada suatu tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi akan memberikan keuntungan yang maksimum yaitu pada saat nilai produk marjinal untuk faktor produksi sama dengan biaya korbanan marjinal. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pada daerah ini sudah optimal. Jadi, daerah II ini merupakan daerah produksi yang rasional (rational region).
11
12
3.
Daerah III (EP < 0) Daerah III merupakan daerah produksi yang terletak pada daerah yang lebih besar dari T*** dengan nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (EP < 0). Pada daerah ini produk total yang dihasilkan akan mengalami penurunan jika terdapat penambahan faktor produksi dalam berproduksi. Jadi, daerah ini disebut daerah irrasional (irrational region).
2.2.
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai
berikut: Y = AK α Lβ
(2.8)
dimana A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur produktivitas teknologi yang ada. Sedangkan, α dan β adalah konstanta antara nol dan satu yang menentukan berapa bagian pendapatan yang masuk ke modal dan berapa yang masuk ke tenaga kerja. Dalam hal ini α + β = 1 (Mankiw, 2003). Fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai kelebihan-kelebihan yang didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1.
Mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas.
2.
Koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan.
3.
Jumlah elastisitas produksi dari maisng-masing faktor produksi yang digunakan merupakan penduga dari skala usaha dari proses produksi.
13
4.
Perhitungannya sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk linear.
2.3.
Teori Produktivitas Filosofi tentang produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha dari
setiap individu untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupannya. Kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kehidupan yang akan datang tentunya harus lebih baik dari kehidupan hari ini. Pandangan tersebut dapat meningkatkan produktivitas. Dengan filosofi ini, memungkinkan setiap individu maupun suatu organisasi memandang kerja sebagai suatu keutamaan. Mengutamakan bekerja dengan mengacu kepada unsur efisiensi dan efektivitas sebenarnya telah merupakan penjabaran dan konsep produktivitas (Moelyono, 1993). Menurut Kohler's Dictionary for Accountants dalam Moelyono (1993), produktivitas didefinisikan sebagai hasil yang didapat dari setiap proses produksi dengan menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Produktivitas dapat dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) dan ukuran financial (financial productivityi). Secara umum produktivitas dapat dilihat sebagai ukuran efisiensi dalam memproduksi output dengan sejumlah input tertentu dalam suatu proses produksi dan dalam periode tertentu. Ukuran produktivitas ini didasarkan pada rasio indeks output agregat terhadap kuantitas input tertentu, terutama input tenaga kerja (Purba, 2005). Faktor-faktor produksi atau input tersebut terkait langsung dengan pertumbuhan produktivitas.
14
Menurut Pasay (1991) dalam Purba (2005), sumber pertumbuhan ekonomi yang berasal dari faktor selain dari faktor tradisional tersebut dapat digolongkan sebagai "sisa" yang sering pula disebut Total Factor Productivity (TFP), karena tidak dapat dijelaskan melalui perkembangan faktor tradisional tadi. Beberapa definisi TFP yang diterima secara umum antara lain sebagai rata-rata produksi dari agregat input, ukuran tingkat perubahan teknologi produksi, dan suatu indeks efektivitas dari suatu input dalam menghasilkan suatu output sebelum dan sesudah terjadinya perubahan teknologi produksi. Produktivitas yang meningkat akan memperkuat daya saing perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan dapat berproduksi dengan biaya yang lebih rendah dan mutu produksi yang lebih baik. Produktivitas juga mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja. Selain itu, produktivitas menunjang kelestarian dan perkembangan persahaan. Dengan begitu hubungan industrial yang lebih baik akan terwujud.
2.4.
Model Pertumbuhan Solow Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukan bagaimana
pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan terhadap output total. Asumsi model ini adalah hubungan yang tidak berubah antara input modal dan tenaga kerja serta output barang dan jasa. Tetapi model ini dapat dimodifikasi, yang memungkinkan peningkatan kemampuan masyarakat untuk berproduksi (Mankiw, 2003).
15
Fungsi produksi dengan asumsi tidak ada perubahan teknologi adalah :
Y = F ( K , L)
(2.9)
Peningkatan kedua faktor produksi sebesar ∆K dan ∆L akan meningkatkan output. Kenaikan ini dibagi menjadi dua sumber dengan menggunakan produk marjinal dari dua input tersebut. ∆Y = (MPK × ∆K) + (MPL × ∆L)
(2.10)
Bagian pertama dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan modal, dan bagian kedua dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan ini menunjukkan bagaimana mengaitkan pertumbuhan dengan setiap faktor produksi. Persamaan 2.10 ini dapat diubah bentuknya menjadi : ΔY ⎛ MPK × K ⎞ ΔK ⎛ MPL × L ⎞ ΔL =⎜ +⎜ ⎟ ⎟ Y Y ⎝ ⎠ K ⎝ Y ⎠ L
(2.11)
Bentuk persamaan ini mengaitkan tingkat pertumbuhan output (∆Y/Y) dengan tingkat pertumbuhan modal (∆K/K) dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja (∆L/L). MPK × K adalah pengembalian modal total dan (MPK × K)/Y adalah bagian modal dari output. Sedangkan MPL × L adalah kompensasi total yang diterima tenaga kerja dan (MPL × L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan yang menyatakan kedua bagian ini berjumlah satu maka persamaan 2.11 dapat ditulis sebagai :
ΔY ΔK ΔL =α + (1 − α ) Y K L dimana α adalah bagian modal dan (1-α) adalah bagian tenaga kerja.
(2.12)
16
Dalam praktek, tentu saja kemajuan teknologi meningkatkan fungsi produksi. Jika dampak dari perubahan teknologi dimasukkan, maka persamaan 2.9 menjadi :
Y = AF ( K , L)
(2.13)
dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor Productivity (TFP). Sehingga peningkatan output tidak hanya disebabkan karena kenaikan modal dan tenaga kerja, tetapi juga karena kenaikan TFP. Dengan memasukkan perubahan teknologi ini, maka persamaan 2.12 menjadi :
ΔY ΔK ΔL ΔA =α + (1 − α ) + Y K L A
(2.14)
Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan yaitu perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP. TFP diukur secara tidak langsung karena tidak dapat diamati secara langsung. Dari persamaan 2.14 dapat diperoleh TFP.
ΔA ΔY ΔK ΔL = −α − (1 − α ) A Y K L
(2.15)
Dimana ∆A/A adalah perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan input. Jadi, pertumbuhan TFP dihitung sebagai residu yaitu sebagai jumlah pertumbuhan output yang tersisa setelah menghitung determinan pertumbuhan yang bisa diukur.
2.5.
Penelitian Terdahulu Tambunan (1997) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
kontribusi peningkatan Total Factor Productivity (TFP) terhadap pertumbuhan
17
output agregat (Produk Domestik Neto) Indonesia periode 1960-1992. Metode yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kontribusi yang nyata dari peningkatan SDM dan kemajuan teknologi terhadap laju pertumbuhan output rata-rata per tahun. Azmi (2004) meneliti tentang hubungan industrial pada industri kecil sepatu sejak krisis ekonomi 1997. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif
dengan
pendekatan
eksplanatory.
Hasil
penelitiannya
menunjukkan bahwa hubungan pemilik toko dengan pemilik bengkel sebelum dan sejak krisis ekonomi sama saja dalam hal penetapan model, merk dan dus sepatu yang masuk ke toko sepatu, serta pemakaian bahan baku. Sejak krisis ekonomi pemilik bengkel lebih baik berhubungan dengan calo kulit. Wewenang pemilik bengkel membagi pekerjaan tukang sepatu dan mengatur jumlah pekerjaan yang akan
dikerjakan
sesuai
tingkat
keterampilan
dan
pengalaman
bekerja
masing-masing tukang. Kesejahteraan tukang sepatu dengan pemilik bengkel sangat berbeda. Pemilik bengkel memiliki kekuatan produksi sehingga dapat meningkatkan keuntungan lebih dari dua kali lipat dari hasil yang diterima oleh tukang sepatu. Akan tetapi, pemilik bengkel merasa belum sejahtera karena modal untuk membeli bahan baku bukan milik sendiri sehingga berbagi keuntungan dengan pendukung modal yakni pemilik toko sepatu dan penyedia bahan baku terutama dengan calo kulit. Tresnawati (2005) meneliti tentang kelayakan usaha industri kerajinan sepatu sandal CV Semart, Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kelayakan finansial dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian ini menunjukkan
18
bahwa jika dilihat dari aspek pasar, aspek teknis dan aspek sosial, perusahaan CV Semart masih layak dilaksanakan. Dilihat dari aspek manajemen, sistem manajemen yang dilakukan CV Semart sudah baik, dan dari aspek hukum CV Semart telah memiliki surat-surat serta ijin-ijin perusahaan. Purba (2005) dalam studinya tentang pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur Indonesia menemukan bahwa pertumbuhan TFP di sektor manufaktur Indonesia dipengaruhi oleh variabel pertumbuhan output, kontribusi input terhadap output, mark-up nilai kapital, status perusahaan, dan kondisi perekonomian. Dalam menghitung nilai pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur, dibedakan antara perusahaan PMA dan perusahaan PMDN, serta dibedakan juga produktivitas sebelum dan setelah terjadi krisis ekonomi. Yulaekha (2005) meneliti tentang produktivitas industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia periode 1983-2002. Dalam penelitiannya, Yulaekha menemukan bahwa faktor produksi bahan baku dan energi ternyata memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output TPT Indonesia, sedangkan tenaga kerja, kapital dan dummy krisis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan output. Perbedaan utama penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada objek penelitiannya (industri alas kaki). Penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan Model pertumbuhan Solow. Lebih lanjut, pada penelitian ini akan dianalisis bagaimana kondisi TFP dan kontribusinya terhadap output industri alas kaki, serta faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output
19
industri alas kaki. Disamping itu, dalam penelitian ini juga melihat elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi.
2.6.
Kerangka Pemikiran Industri alas kaki memiliki potensi pasar cukup bagus di pasar domestik
dan luar negeri. Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan perubahan gaya hidup masyarakat akan menyebabkan permintaan alas kaki semakin meningkat. Hal ini mendorong industri alas kaki untuk selalu meningkatkan produksinya. Di sisi lain, adanya peningkatan biaya produksi karena kenaikan harga BBM, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kenaikan UMR, serta masalah permodalan cukup mengganggu kinerja industri alas kaki dan berdampak pada produktivitas industri alas kaki. Faktor-faktor produksi industri alas kaki meliputi modal (capital), tenaga kerja, bahan baku, dan energi (BBM dan listrik). Fungsi produksi Cobb-Douglas diestimasi, kemudian dengan menggunakan model pertumbuhan Solow untuk mencari Total Factor Productivity (TFP). Dari hasil ini dapat diketahui kondisi Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki. Selanjutnya, mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas dengan memasukkan varibel TFP. Dari hasil estimasi ini dapat diketahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output industri alas kaki, kontribusi TFP terhadap output industri alas kaki, serta elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi pada industri alas kaki. Lebih lanjut, akan diketahui penggunaan faktor produksi optimal dalam menghasilkan output industri alas kaki.
20
Gambar 2.2 menggambarkan diagram alur kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan.
1. Permintaan alas kaki meningkat akibat dari peningkatan jumlah pendududuk mendorong industri alas kaki meningkatkan produksinya. 2. Peningkatan biaya produksi karena adanya kenaikan harga BBM, kenaikan TDL, kenaikan UMR dan masalah permodalan.
Industri alas kaki
Faktor produksi industri alas kaki: a. Modal (Capital) b. Tenaga kerja c. Bahan baku produksi d. Energi (BBM dan listrik)
Proses produksi
Output industri alas kaki Fungsi produksi Cobb-Douglas
Total Factor Productivity (TFP)
Fungsi produksi Cobb-Douglas dengan memasukkan Variabel TFP
Faktor produksi yang signifikan
Faktor produksi yang tidak signifikan
Penggunaan faktor produksi optimal
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan untuk periode
1990-2005 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jenis data tersebut meliputi data produksi alas kaki dan data input industri alas kaki meliputi data tenaga kerja, modal, bahan baku dan energi. Industri alas kaki yang diteliti pada penelitian ini adalah industri alas kaki berkode ISIC 32411 yaitu industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari.
3.2.
Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode
analisis regresi linier berganda. Analisis regresi berganda adalah suatu metode yang melihat ketergantungan satu variabel tak bebas (dependent) pada lebih dari satu variabel bebas (independent). Pengolahan data menggunakan program Eviews 4.1 dan Microsoft Excel 2003. Sedangkan analisis data menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yaitu untuk menaksir parameter-parameter dari model yang digunakan.
3.3.
Model Penelitian Ada dua model yang digunakan untuk menganalisis permasalah pada
penelitian ini. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian Tambunan (1997) tentang kontribusi peningkatan Total Factor Productivity (TFP) terhadap pertumbuhan output agregat (Produk Domestik Neto)
22
Indonesia periode 1960-1992. Tambunan menggunakan model pertumbuhan Solow untuk mengukur Total Factor Productivity (TFP). Dalam penelitian ini dilakukan penambahan variabel bahan baku (B) dan energi (E) dalam model pertumbuhan Solow. Secara matematis ditulis sebagai berikut:
ΔA ΔQ ⎛ ΔK ⎞ ⎛ ΔL ⎞ ⎛ ΔB ⎞ ⎛ ΔE ⎞ = − a⎜ ⎟ ⎟ −b⎜ ⎟ − c⎜ ⎟−d⎜ A Q ⎝ K ⎠ ⎝ L ⎠ ⎝ B ⎠ ⎝ E ⎠
(3.1)
dimana: ΔA A
= Total Factor Productivity (persen)
ΔQ Q
= Pertumbuhan output (persen)
ΔK K
= Pertumbuhan modal (persen)
ΔL L
= Pertumbuhan tenaga kerja (persen)
ΔB B
= Pertumbuhan bahan baku (persen)
ΔE E
= Pertumbuhan Energi (persen)
a, b, c, d
= Bagian dari masing-masing factor produksi
Model kedua yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model regresi linier berganda. Tambunan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam penelitian ini dilakukan penambahan variabel faktor produksi bahan baku (B) dan energi (E) ke dalam fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematis ditulis sebagai berikut:
LnQ = Lnα + aLnK + bLnL + cLnB + dLnE + eΔTFP dimana: Q
= Output (rupiah)
α
= Intersep
(3.2)
23
K
= Modal (rupiah)
L
= Tenaga kerja (orang)
B
= Bahan baku (rupiah)
E
= Energi (rupiah)
TFP
= Total Factor Productivity (persen)
a, b, c, d , e
= Konstanta
3.4.
Pengujian Model Menurut Gujarati (1995), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
tiga kriteria yaitu kriteria ekonometrika, kriteria statistika, dan kriteria ekonomi. Berdasarkan kriteria ekonometrika, suatu model yang baik harus bebas dari gejala heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. Kesesuaian model dengan kriteria statistika dilihat dari hasil uji secara serempak (uji-F), uji secara parsial (uji-t), serta koefisien determinasi. Menurut kriteria ekonomi, tanda dan besarnya parameter variabel-variabel independent dalam model harus sesuai dengan hipotesis, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang dapat dijelaskan.
3.4.1. Uji Kriteria Ekonometrika 1. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah faktor kesalahan stokhastik yang muncul mempunyai varians yang sama. Varians yang berbeda menunjukkan bahwa model bersifat heteroskedastisitas.
24
Gejala
heteroskedastisitas
pada
penelitian
ini
dideteksi
dengan
menggunakan residual test berupa white heteroskedasticity test pada Eviews 4.1. Kriteria uji yang digunakan yaitu jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan tersebut mengalami homoskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan tersebut mengalami heteroskedastisitas. 2. Uji Autokorelasi Dalam penelitian ini, pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian residual melalui Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test maupun berdasarkan uji d Durbin-Watson. Kriteria uji yang digunakan yaitu jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan tersebut tidak mengandung autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan tersebut mengandung autokorelasi. 3. Uji Multikolinearitas Pengujian multikolineritas dalam Eviews 4.1 dilakukan dengan melihat korelasi antara variabel independen yang diduga kemudian membandingkan koefisien korelasi parsialnya (r2) dengan R2. Suatu model terbebas dari masalah multikoliniearitas jika R2 > r2. Kalaupun ada, pengaruhnya terhadap model sangatlah sedikit sehingga dapat diabaikan.
25
3.4.2
Uji Kriteria Statistika
1. Uji-t Uji-t digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap varibel dependen. Hipotesis: H0 : β 0 = β 1 = L = β n = 0 H1 : β 1 ≠ 0 Pengujian untuk uji-t ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistiknya. Jika probabilitas t-statistiknya menunjukkan nilai yang kurang dari derajat kepercayaan yang digunakan, maka dapat dikatakan tolak H0 yang berarti variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dalam model. Begitu juga sebaliknya, H0 diterima maka varibel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dalam model. Nilai t-satistik adalah: t1 =
b1 S1
⎛ 1 S1 = ⎜ ⎝N−K
Dimana: N : Jumlah observasi K : Jumlah variabel independent 2. Uji-F
(3.3) ⎞ ∑ e ⎟⎠ (X X ) 2
'
−1 jj
(3.4)
26
Uji-F digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh variabel independen terhadap varibel dependen secara keseluruhan. Hipotesis: H0 : β 1 = β 2 = L = β n = 0 H1 : minimal ada salah satu β n = 0 Pengujian uji-F ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Jika probabilitas F-statistiknya menunjukkan besaran yang kurang dari taraf nyata yang digunakan, maka tolak H0 yang artinya seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi varibel dependen pada tingkat signifikan dan derajat kebebasan tertentu. Demikian juga sebaliknya, jika probabilitas F-statistik lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak mampu mempengaruhi variabel dependen. Formula F-statistik adalah: ⎡ R2 ⎤ ⎢ ⎥ k − 1⎦ ⎣ F= ⎡ 1− R2 ⎤ ⎢ ⎥ ⎣ (N − k ) ⎦
(
)
(3.5)
Dimana: R : Koefisien determinasi N : Jum;ah data K : Jumlah koefisien regresi dugaan 3. Uji Koefisien Determinasi Uji ini digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. R2
27
memiliki dua sifat yaitu pertama, R2 merupakan besaran nonnegative, dan yang kedua, besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar 1, berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan R2 yang bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. R2 akan bertambah tinggi dengan bertambahnya variabel independen. Formula untuk menghitung R2 adalah:
∑ (Qˆ − Q ) = ∑ (Q − Q )
2
R
2
2
i
Dimana: JKT : Jumlah kuadrat total JKG : Jumlah kuadrat galat
(3.6)
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA
Industri alas kaki yang ada di Indonesia terbagi atas 5 bagian yaitu industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari (ISIC 32411), industri sepatu olahraga (ISIC 32412), industri teknik lapangan/keperluan industri (ISIC 32413), industri alas kaki lainnya (ISIC 32419), dan industri alas kaki selain dari kulit (ISIC 32420). Pada penelitian ini hanya digunakan industri dengan kode ISIC 32411 yaitu industri alas kaki untuk keperluan sehari-hari.
4.1.
Kondisi Produksi Industri Alas Kaki (Output) Output
merupakan
hasil
dari
kegiatan
produksi
suatu
industri.
Tabel 4.1 menunjukkan pertumbuhan output industri alas kaki di Indonesia tahun 1990-2005. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa pertumbuhan output industri alas kaki dari tahun ke tahun sangat berfluktuasi. Pertumbuhan rata-rata output industri alas kaki sebesar 24.59 setiap tahun. Pertumbuhan output tertinggi terjadi pada tahun 1991 yaitu mencapai 77.35 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2000 output industri alas kaki mengalami penurunan yang sangat tajam yaitu sebesar 61.17 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya biaya produksi yang diakibatkan oleh masalah ketenagakerjaan dan tidak tumbuhnya industri bahan penunjang bagi produk alas kaki. Penyebab lain dari berfluktuasinya output industri alas kaki yaitu ketersediaan dari bahan baku industri alas kaki itu sendiri.
29
Tabel 4.1. Pertumbuhan Output Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 Tahun Output (ribu Rupiah) Pertumbuhan Output (%) 1990 318 813 964.76 1991 565 401 851.10 77.35 1992 847 356 135.32 49.87 1993 916 569 550.00 8.17 1994 1 182 582 058.24 29.02 1995 1 446 549 647.79 22.32 1996 1 061 449 775.72 -26.62 1997 1 572 842 162.66 48.18 1998 2 366 278 068.09 50.45 1999 4 121 147 452.83 74.16 2000 1 600 151 947.75 -61.17 2001 2 546 966 797.18 59.17 2002 2 052 496 723.74 -19.41 2003 1 305 131 168.46 -36.41 2004 1 549 754 484.55 18.74 2005 2 713 821 966.41 75.11 Rata-rata 1 635 457 109.66 24.59 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
4.2.
Kondisi Penggunaan Modal (Capital) Industri Alas Kaki Setiap industri membutuhkan modal untuk berproduksi. Pada Tabel 4.2
terlihat bahwa modal pada industri alas kaki mengalami peningkatan dan penurunan yang sangat tajam dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi Indonesia yang tidak stabil, sistem birokrasi yang berbelit-belit dan kebijakan-kebijakan yang kurang mendukung peridustrian Indonesia. Pada tahun 1997, pertumbuhan modal industri alas kaki sebesar -80.84. Pertumbuhan yang negatif ini diduga disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Krisis ekonomi pada tahun 1997 menyebabkan beberapa prinsipal alas kaki lari ke negara lain karena biaya produksi yang semakin meningkat. Pada
30
tahun 2002, modal idustri alas kaki mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar -98.84. Penurunan modal industri alas kaki pada tahun 2002 ini diduga karena pada tahun tersebut terjadi tragedi Bom Bali, sehingga isu terorisme semakin kuat di Indonesia dan Indonesia dipandang sebagai negara yang tidak aman. Hal ini menyebabkan para investor tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tabel 4.2. Pertumbuhan Modal (Capital) Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 Tahun Modal (ribu Rupiah) Pertumbuhan Modal (%) 1990 11 266 120 000.52 1991 302 019 126.77 -97.32 1992 356 266 127.97 17.96 1993 303 579 951.00 -14.79 1994 310 554 411.76 2.30 1995 456 638 387.31 47.04 1996 4 282 310 946.24 837.79 1997 820 600 667.53 -80.84 1998 428 683 538.57 -47.76 1999 526 458 506.59 22.81 2000 294 121 912.43 -44.13 2001 29 494 779 337.00 9928.08 2002 341 317 893.72 -98.84 2003 347 006 627.27 1.67 2004 259 164 594.98 -25.31 2005 390 201 808.25 50.56 699.95 Rata-rata 3 136 238 989.87 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
4.3.
Kondisi Penggunaan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki Industri alas kaki merupakan industri yang padat karya. Pada industri ini
terdapat tahapan-tahapan produksi yang menggunakan tenaga manusia seperti
31
mendesain dan menjahit. Rata-rata pertumbuhan jumlah tenaga kerja periode 1990-2005 sebesar 13.96 persen. Pada tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah tenaga kerja mengalami peningkatan dari tahun 1990 hingga 1995. Kondisi ekonomi yang kurang stabil pada tahun 1996-1997 menyebabkan jumlah tenaga kerja pada industri alas kaki menurun akibat adanya PHK. Kemudian pada tahun 1998, terjadi peningkatan dalam jumlah tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja berfluktuasi pada tahun-tahun berikutnya hingga 2005. Tabel 4.3. Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 Tahun Tenaga Kerja (orang) Pertumbuhan Tenaga Kerja (%) 1990 21 961 1991 51 095 132.66 1992 54 878 7.40 1993 62 162 13.27 1994 79 197 27.40 1995 96 807 22.24 1996 66 618 -31.18 1997 62 022 -6.90 1998 95 576 54.10 1999 93 747 -1.91 2000 72 475 -22.69 2001 90 449 24.80 2002 95 791 5.91 2003 68 384 -28.61 2004 57 980 -15.21 2005 74 314 28.17 Rata-rata 71 466 13.96 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
32
4.4.
Kondisi Penggunaan Bahan Baku Industri Alas Kaki Bahan baku merupakan faktor mutlak dalam produksi suatu industri.
Rata-rata pertumbuhan bahan baku industri alas kaki sebesar 28.78 persen setiap tahun. Pertumbuhan bahan baku industri alas kaki setiap tahun dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Pertumbuhan Bahan Baku Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 Pertumbuhan Bahan Baku Tahun Bahan Baku (ribu Rupiah) (%) 1990 145 598 528.00 1991 333 848 251.66 129.29 1992 458 904 329.50 37.46 1993 513 836 917.00 11.97 1994 654 082 136.16 27.29 1995 874 322 378.55 33.67 1996 619 965 143.40 -29.09 1997 773 877 658.07 24.83 1998 1 277 201 163.26 65.04 1999 2 189 891 733.62 71.46 2000 855 558 590.36 -60.93 2001 1 435 231 765.95 67.75 2002 811 068 753.14 -43.49 2003 568 625 420.14 -29.89 2004 858 393 106.87 50.96 2005 1 505 710 036.66 75.41 Rata-rata 867 257 244.52 28.78 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
Pada tahun 1991, bahan baku mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 129.29 persen dari tahun sebelumnya. Implikasinya, output yang dihasilkan pun meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 77.35 persen. Pada tahun 2000 pertumbuhan bahan baku sebesar -60.93 persen. Terjadinya penurunan
33
yang signifikan ini menyebabkan output yang dihasilkan pun mengalami penurunan yang sangat tajam yaitu sebesar 61.17 persen dari tahun sebelumnya
4.5.
Kondisi Penggunaan Energi Industri Alas Kaki Komponen energi pada industri alas kaki meliputi Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan listrik. Penggunaan energi pada industri alas kaki diperkirakan mencapai 75 persen dalam sehari. Hal ini disebabkan oleh tuntutan perusahaan untuk selalu berproduksi selama 24 jam setiap hari. Adanya kenaikan harga BBM dan TDL menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi pada industri alas kaki. Ada perusahan-perusahaan yang langsung melakukan efisiensi. Namun, ada juga perusahaan yang harus tutup karena tidak mampu bertahan. Tabel 4.5. Pertumbuhan Energi Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 Tahun Energi (ribu Rupiah) Pertumbuhan Energi (%) 1990 10 733 919.78 1991 12 897 538.02 20.16 1992 16 799 471.97 30.25 1993 17 168 390.00 2.20 1994 18 112 746.54 5.50 1995 22 945 416.83 26.68 1996 15 721 092.09 -31.48 1997 33 933 938.19 115.85 1998 29 128 288.96 -14.16 1999 45 730 680.26 57.00 2000 18 807 551.29 -58.87 2001 41 693 967.88 121.69 2002 41 954 266.23 0.62 2003 29 934 918.60 -28.65 2004 55 028 171.93 83.83 2005 85 959 513.64 56.21 Rata-rata 31 034 367.01 25.79 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
34
Tabel 4.5 menunjukkan pertumbuhan energi pada industri alas kaki dari tahun 1990 hingga 2005. Pertumbuhan penggunaan energi tertinggi dalam berproduksi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 121.69 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan yang tajam terjadi pada tahun 2000 sebesar 58.87 persen dari tahun sebelumnya. Rata-rata pertumbuhan energi pada industri alas kaki yaitu 25.79 persen setiap tahun.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Produktivitas Faktor-faktor Produksi Industri Alas Kaki Produk rata-rata sering dikenal dengan produktivitas dari masing-masing
faktor produksi sebagai input. Produktivitas faktor-faktor produksi dihitung berdasarkan rasio output terhadap salah satu input. Tabel 5.1. Produktivitas Faktor-faktor Produksi Industri Alas Kaki Produktivitas Tahun Tenaga Kerja Modal Bahan Baku (ribu rupiah/orang) 1990 0.03 14 517.28 2.19 1991 1.87 11 065.70 1.69 1992 2.38 15 440.73 1.85 1993 3.02 14 744.85 1.78 1994 3.81 14 932.16 1.81 1995 3.17 14 942.61 1.65 1996 0.25 15 933.38 1.71 1997 1.92 25 359.42 2.03 1998 5.52 24 758.08 1.85 1999 7.83 43 960.31 1.88 2000 5.44 22 078.67 1.87 2001 0.09 28 159.15 1.77 2002 6.01 21 426.82 2.53 2003 3.76 19 085.33 2.30 2004 5.98 26 729.12 1.81 2005 6.95 36 518.31 1.80 Rata-rata 3.63 21 853.25 1.91
Energi 29.70 43.84 50.44 53.39 65.29 63.04 67.52 46.35 81.24 90.12 85.08 61.09 48.92 43.60 28.16 31.57 55.58
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa produktivitas modal pada tahun 1990-2005 memiliki trend yang sangat berfluktuasi dengan produktivitas rata-rata sebesar 3.63. Faktor produksi modal memiliki produktivitas terendah pada tahun 1990 dan produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 1999. Trend produktivitas tenaga kerja tahun 1990-2005 cukup berfluktuasi. Produktivitas rata-rata tenaga kerja sebesar 21 853.25 ribu rupiah per orang.
36
Produktivitas tenaga kerja tertinggi pada tahun 1999 yaitu sebesar 43 960.31 ribu rupiah per orang. Namun, secara keseluruhan produktivitas tenaga kerja dalam keadaan baik. Bahan baku memiliki produktivitas rata-rata sebesar 1.91. Trend produktivitas bahan baku tahun 1990-2005 relatif stabil. Dengan demikian, secara keseluruhan produktivitas bahan baku dalam keadaan baik. Produktivitas rata-rata bahan baku tahun 1990-2005 sebesar 55.58 dengan trend produktivitas yang berfluktuasi. Energi memiliki produktivitas tertinggi pada tahun 1999 yaitu sebesar 90.12. Produktivitas energi terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 28.16. Namun, secara keseluruhan produktivitas energi dalam keadaan baik.
5.2.
Analisis Total Factor Productivity (TFP) Industri Alas Kaki Total Factor Productivity (TFP) ini diukur secara tidak langsung. TFP
dihitung berdasarkan teori pertumbuhan Solow. Sebelum menghitung TFP, perlu mengestimasi dahulu Q, K, L, B, dan E dengan menggunakan metode OLS. Tabel 5.2. Hasil Estimasi untuk Menghitung Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) Dependent Variable: LNQ Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.421133 1.219831 0.345239 0.7364 LNK 0.007856 0.021737 0.361421 0.7246 LNL 0.196543 0.178914 1.098532 0.2954 LNB 0.728968 0.134175 5.432954 0.0002 LNE 0.199145 0.090162 2.208759 0.0493 R-squared 0.977454 F-statistic 119.2253 Adjusted R-squared 0.969256 Prob(F-statistic) 0.000000 Keterangan: signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber: Lampiran 2
37
Model ekonometrika yang baik harus memenuhi tiga kriteria yaitu kriteria ekonometrika, kriteria statistika, dan kriteria ekonomi.
5.2.1. Uji Ekonometrika Berdasarkan hasil regresi di atas, maka perlu dilakukan pengujian terhadap permasalahan-permasalahan yang biasa dihadapi dalam menggunakan OLS. Berdasarkan kriteria ekonometrika, suatu model yang baik harus bebas dari gejala heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. a.
Uji Heteroskedastisitas Model ini bebas dari gejala heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari uji
White Heteroskedasticity dimana nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0.361792 lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen (Lampiran 2). b.
Uji Autokorelasi Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM. Pada Lampiran 2 terlihat bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0.683480 lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen. Jadi, dapat disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi pada persamaan ini. c.
Uji Multikolinearitas Gejala multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran asumsi OLS.
Gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Correlation Matrix. Pada Lampiran 2 terlihat bahwa terdapat gejala multikolinearitas antara tenaga kerja (L) dan bahan baku (B) yang bernilai 0.854743. Namun, gejala ini dapat diatasi dengan menggunakan uji Klein, yaitu jika nilai korelasi terbesar antar variabel bebas lebih
38
kecil dari nilai R-squared persamaan tersebut, maka multikolinearitas dapat diabaikan. Nilai R-squared yang diperoleh sebesar 0.977454 ternyata lebih besar dari nilai korelasi terbesar antar variabel yaitu sebesar 0.854743. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gejala multikolinearitas pada persamaan ini dapat diabaikan.
5.2.2. Uji Statistika a.
Uji secara parsial (uji-t) Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistic dari masing-masing
variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa faktor produksi bahan baku (B) dan energi (E) berpengaruh nyata terhadap produksi. Alasannya yaitu nilai t-Statistic dari bahan baku (B) dan energi (E) lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata (α) 10 persen (t-tabel = 1.753). Sedangkan faktor produksi modal (K) dan tenaga kerja (L) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. b.
Uji secara serempak (uji-F) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistic dari persamaan tersebut.
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2 diperoleh nilai F-statistic sebesar 119.2253 yang ternyata lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata (α) 10 persen (F-tabel = 2.36). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu varibel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata (α) 10 persen. c.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang
dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2 diperoleh nilai R-squared sebesar 0.977454, yang
39
artinya faktor-faktor produksi tenaga kerja (L), modal (K), bahan baku (B) dan energi (E) yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 97.75 persen dan sisanya 2.25 persen dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi.
5.2.3. Uji Kenormalan Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan Jarque-Berra Test. Pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque-Berra sebesar 0.540454 dimana nilai ini lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kenormalan data telah terpenuhi. Uji ekonometrika, statistika dan kenormalan telah dilakukan dan diperoleh bahwa model yang digunakan tidak memiliki masalah. Langkah selanjutnya yaitu menghitung pertumbuhan tiap varibel per tahun dan didapat ΔQ/Q, ΔK/K, ΔL/L, ΔB/B, dan ΔE/E. Kemudian masing-masing nilai tersebut (kecuali ΔQ/Q) dikalikan dengan masing-masing koefisien variabel dari hasil estimasinya. Berdasarkan persamaan 3.1 didapat nilai ΔA/A, sehingga nilai TFP dapat diketahui. Tabel 5.3 menunjukkan pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki Indonesia. TFP ini dianalisis dengan menggunakan persamaan 3.1. Tabel 5.3 memperlihatkan nilai pertumbuhan rata-rata TFP tahun 1990-2005 sebesar -0.098 persen. Artinya, TFP pada industri alas kaki masih sangat rendah. Hal ini diduga karena adanya peningkatan biaya dari faktor-faktor industri alas
40
kaki. Peningkatan biaya ini berupa kenaikan harga BBM, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kenaikan UMR, serta masalah permodalan. Tabel 5.3. Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005 Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) Tahun (%) 1990 1991 -0.462 1992 0.149 1993 -0.035 1994 0.026 1995 -0.123 1996 0.004 1997 0.090 1998 -0.044 1999 0.109 2000 -0.002 2001 -0.973 2002 0.118 2003 -0.033 2004 -0.319 2005 0.030 Rata-rata -0.098 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1990-2005, diolah.
5.3.
Kontribusi Total Factor Productivity (TFP) dan Faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Alas Kaki. Data yang telah diperoleh yaitu Q, K, L, B, E, dan TFP kemudian
diestimasi dengan menggunakan software Eviews 4.1. Metode pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4.
41
Tabel 5.4. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Memasukkan Variabel Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP). Dependent Variable: LNQ Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.424214 0.951891 0.445654 0.6745 LNK 0.029213 0.019869 1.470257 0.2014 LNL 0.239579 0.149274 1.604961 0.1694 LNB 0.632898 0.168618 3.753452 0.0132 LNE 0.262008 0.100720 2.601357 0.0482 TFP 0.255727 0.055653 4.595027 0.0059 AR(1) 1.358494 0.394486 3.443705 0.0184 AR(2) -0.719809 0.444808 -1.618248 0.1665 R-squared 0.988929 F-statistic 63.80458 Adjusted R-squared 0.973430 Prob(F-statistic) 0.000137 Keterangan: signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber: Lampiran 3
Model ekonometrika yang baik harus memenuhi tiga kriteria yaitu kriteria ekonometrika, kriteria statistika, dan kriteria ekonomi.
5.3.1. Uji Ekonometrika Berdasarkan hasil regresi di atas, maka perlu dilakukan pengujian terhadap permasalahan-permasalahan yang biasa dihadapi dalam menggunakan OLS. Berdasarkan kriteria ekonometrika, suatu model yang baik harus bebas dari gejala heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. a.
Uji Heteroskedastisitas Model ini bebas dari gejala heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari uji
White Heteroskedasticity dimana nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0.366769 lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen (Lampiran 3).
42
b.
Uji Autokorelasi Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM. Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0.010593 lebih kecil dari taraf nyata (α) 10 persen. Jadi, dapat disimpulkan terdapat gejala autokorelasi pada persamaan ini. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan persamaan agar gejala autokorelasi yang terjadi bisa dihilangkan. Tabel 5.5. Hasil Uji Autokorelasi sebelum Penambahan Auto Regressive (AR) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 5.390953 Probability 0.038275 Obs*R-squared 9.095121 Probability 0.010593 Sumber: Lampiran 3 Menurut user guide Eviews, autokorelasi dapat dihilangkan dengan menambahkan variabel Auto Regressive (AR) pada persamaan penelitian. Berdasarkan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM setelah menambahkan AR(1) dan AR(2) pada model penelitian diperoleh nilai probabilitas Obs*Rsquared sebesar 0.108231 (Lampiran 3). Nilai ini ternyata lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen. Jadi, dapat disimpulkan persamaan ini tidak terdapat gejala autokorelasi. c.
Uji Multikolinearitas Gejala multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran asumsi OLS.
Gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Correlation Matrix. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa nilai-nilai korelasi antar variabel-variabel bebas lebih kecil dari |0.80|. Jadi, dapat disimpulkan persamaan ini bebas dari gejala multikolinearitas.
43
5.3.2. Uji Statistik a.
Uji secara parsial (uji-t) Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistic dari masing-masing
variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa faktor produksi bahan baku (B), energi (E) dan TFP berpengaruh nyata terhadap produksi. Alasannya yaitu nilai t-statistic dari bahan baku (B), energi (E) dan TFP lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata (α) 10 persen (t-tabel = 1.753). Faktor produksi modal (K) dan tenaga kerja (L) berpengaruh tidak nyata terhadap produksi. b.
Uji secara serempak (uji- F) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistic dari persamaan tersebut.
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 diperoleh nilai F-statistic sebesar 63.80458 yang ternyata lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata (α) 10 persen (F-tabel = 2.36). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu varibel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata (α) 10 persen. c.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang
dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 diperoleh nilai R-squared sebesar 0.988929 yang artinya yaitu faktor-faktor produksi tenaga kerja (L), modal (K), bahan baku (B), energi (E) dan pertumbuhan TFP yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 98.89 persen dan sisanya 1.11 persen dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan fungsi produksi.
44
5.3.3. Uji Kenormalan Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan Jarque-Berra Test. Pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Jarque-Berra sebesar 0.260745 dimana nilai ini lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kenormalan data telah terpenuhi. Pengujian model telah dilakukan dan diperoleh bahwa model tidak memiliki masalah atau sudah bagus. Berdasarkan hasil estimasi yang ditunjukkan oleh Tabel 5.4 dapat dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri alas kaki serta kontribusi Total Factor Productivity (TFP) terhadap output industri alas kaki Indonesia. Hasil estimasi fungsi produksi industri alas kaki pada Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa faktor produksi bahan baku (B), energi (E) dan TFP berpengaruh nyata terhadap output industri alas kaki. Faktor produksi modal (K) dan tenaga kerja (L) berpengaruh tidak nyata terhadap output alas kaki Indonesia.
a.
Modal (Capital) Hasil estimasi pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa nilai probabilitas faktor
produksi modal sebesar 0.2014 yang ternyata lebih besar dari taraf nyata (α) 10 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor produksi modal berpengaruh tidak nyata terhadap output industri alas kaki. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, masalah ketidakstabilan data modal industri alas kaki itu sendiri. Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa data riil modal industri alas kaki sangat fluktuatif atau terjadi peningkatan dan penurunan yang sangat signifikan pada tahun 1990-2005.
45
Kedua, kondisi makroekonomi dan situasi Indonesia yang tidak stabil yang dapat mengurangi minat investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Birokrasi yang lama, peraturan yang tumpang tindih, dan high cost economy yang masih tinggi menyebabkan para investor kurang berminat untuk berivestasi di Indonesia.
Semakin
menurunnya
investasi
akan
menghambat
proses
restrukturisasi dan revitalisasi pada industri alas kaki. Ketiga, kondisi mesin-mesin pada industri alas kaki. Saat ini usia mesin yang digunakan oleh industri alas kaki sudah tua (berusia lebih dari 20 tahun) sehingga perlu adanya restrukturisasi mesin. Kondisi mesin yang sudah tua ini tentu saja menyebakan mesin-mesin tersebut tidak produktif.
b.
Tenaga Kerja (Labour) Faktor produksi tenaga kerja berpengaruh tidak nyata terhadap output alas
kaki. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas faktor produksi tenaga kerja sebesar 0.1694 ternyata lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan yaitu 10 persen (Tabel 5.4). Hal ini tentunya merupakan fenomena yang menarik karena industri alas kaki merupakan industri yang padat karya, sedangkan di sisi lain kontribusi tenaga kerja terhadap output pada penelitian ini berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa hal yaitu pendidikan dan keterampilan tenaga kerja yang masih rendah diantaranya yaitu masih banyak tenaga kerja yang kurang terampil dalam mengoperasikan mesin-mesin. Dengan demikian, kontribusi tenaga kerja terhadap output alas kaki juga rendah. Selain itu, faktor modal (capital) dari industri alas kaki. Berdasarkan Pyndick dan Rubinfeld dalam
46
Yulaekha (2005), pertumbuhan dalam persediaan modal merupakan salah satu sumber dalam produktivitas tenaga kerja. Kondisi modal yang semakin banyak dan baik dalam hal ini mesin-mesin akan akan menyebabkan output yang dihasilkan setiap jam oleh setiap pekerja meningkat. Dalam penelitian ini, modal berpengaruh tidak nyata terhadap output alas kaki sehingga berdampak pula pada kontribusi tenaga kerja. Penyebab lainnya yaitu masalah penetapan UMR. UMR yang ditetapkan oleh pemerintah tidak mensyaratkan perfomance indikator yang harus dimiliki para tenaga kerja. Dalam hal ini, upah yang diberikan kepada tenaga kerja tanpa mempertimbangkan kinerja standar yang diharapkan oleh industri. Dengan demikian ada trade off antara tingginya upah yang harus dibayar dengan produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri.
c.
Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor mutlak dalam produksi. Ketersediaan bahan
baku yang cukup akan meningkatkan output industri ini. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 terlihat bahwa bahan baku berpengaruh nyata terhadap output industri alas kaki. Bahan baku memiliki nilai koefisien sebesar 0.632898, artinya setiap penambahan faktor produksi bahan baku sebesar satu persen akan meningkatkan output sebesar 0.632898 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien bahan baku yang lebih besar dibanding nilai koefisien faktor-faktor produksi lainnya mengindikasikan bahwa produksi lebih peka terhadap perubahan bahan baku daripada perubahan faktor produksi lain selain bahan baku.
47
d.
Energi Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 energi berpengaruh nyata
terhadap output industri alas kaki. Nilai koefisien energi yang dihasilkan sebesar 0.262008, artinya setiap penambahan energi sebesar satu persen akan meningkatkan output alas kaki sebesar 0.262008 persen, ceteris paribus. Energi dalam penelitian ini meliputi BBM dan listrik. Penggunaan BBM dan listrik pada industri alas kaki mencapai 75 persen. Naiknya harga BBM pada 2005 dan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada awal 2006 yang mengakibatkan biaya produksi alas kaki semakin meningkat. Hal ini menyebabkan tutupnya beberapa perusahaan alas kaki yang tidak mampu bertahan.
e.
Kontribusi Total Factor Productivity (TFP) terhadap Output Industri Alas Kaki Hasil estimasi pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa TFP berpengaruh
positif secara nyata terhadap output industri alas kaki. Nilai koefisien estimasi TFP yang dihasilkan sebesar 0.255727. Hal ini berarti TFP memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produksi industri alas kaki.
5.4.
Elastisitas Produksi Industri Alas Kaki Koefisien regresi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan
elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi. Berdasarkan Tabel 5.6 dugaan nilai elastisitas modal dan tenaga kerja adalah nol. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan dalam faktor produksi modal dan tenaga kerja sebesar satu persen
48
tidak akan meningkatkan output industri alas kaki, ceteris paribus. Dengan demikian, berapapun perubahan dalam faktor produksi modal dan tenaga kerja tidak akan berpengaruh terhadap perubahan jumlah output yang dihasilkan. Tabel 5.6 memperlihatkan faktor produksi bahan baku dan energi memiliki dugaan nilai elastisitas lebih besar dari nol dan kurang dari satu. Hal ini berarti faktor produksi bahan baku dan energi berada pada daerah II (0 < EP < 1) dimana penggunaan bahan baku dan energi sudah optimal. Setiap penambahan penggunaan salah satu faktor produksi akan meningkatkan output dalam jumlah yang semakin menurun, ceteris paribus. Pada daerah ini, keuntungan maksimum dapat dicapai pada saat pertambahan output sama dengan pertambahan biaya produksinya. Tabel 5.6. Nilai Elastisitas Fungsi Produksi Cobb-Douglas Faktor Produksi Elastisitas Modal (K) 0 Tenaga Kerja (L) 0 Bahan Baku (B) 0.632898 Energi (E) 0.262008 TFP 0.255727 Bahan baku merupakan faktor produksi industri alas kaki yang memiliki dugaan nilai elastisitas sebesar 0.632898. Artinya, kenaikan penggunaan bahan baku sebesar satu persen akan meningkatkan output alas kaki sebesar 0.632898 persen, ceteris paribus. Elastisitas bahan baku yang tinggi mengindikasikan bahwa bahan baku merupakan faktor utama dan paling penting dalam kelancaran berproduksi.
49
Dugaan nilai elastisitas energi adalah 0.262008 yang berarti kenaikan dalam penggunaan energi sebesar satu persen akan meningkatkan output alas kaki sebesar 0.262008 persen, ceteris paribus. Energi yang terdiri dari BBM dan listrik merupakan salah satu faktor produksi yang dibutuhkan dalam berproduksi. Kenaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) akan berdampak buruk pada kinerja industri alas kaki. TFP memiliki dugaan nilai elastisitas sebesar 0.255727. Hal ini berarti setiap kenaikan TFP satu persen akan meningkatkan output sebesar 0.255727 persen. Peningkatan output riil dalam jumlah besar pada industri alas kaki dapat dilakukan dengan penambahan faktor produksi bahan baku. Hal ini yang paling efisien dilakukan karena faktor produksi bahan baku memilki nilai elastisitas yang paling tinggi, sehingga dapat memberikan pengaruh yang paling besar dalam peningkatan output dibanding faktor produksi lainnya. Industri alas kaki dapat terus menambah faktor produksi bahan baku selama pertambahan output yang dihasilkan masih lebih besar dari pertambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi tersebut (PM > MC).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan 1. Total Factor Productivity (TFP) industri alas kaki sebesar -0.098 persen, artinya TFP pada industri alas kaki masih sangat rendah. 2. Hasil estimasi fungsi produksi menunjukkan bahwa faktor produksi bahan baku dan energi berpengaruh positif dan nyata terhadap output industri alas kaki. Diketahui pula produksi industri alas kaki lebih peka terhadap perubahan bahan baku daripada perubahan faktor produksi lain selain bahan baku karena memiliki nilai koefisien lebih besar dari faktor-faktor produksi lainnya. Faktor produksi modal dan tenaga kerja berpengaruh tidak nyata terhadap output industri alas kaki. 3. Dari hasil estimasi fungsi produksi diketahui pula bahwa TFP memberikan kontribusi yang positif dan nyata terhadap output industri alas kaki. 4. Kenaikan modal dan tenaga kerja berapapun tidak akan meningkatkan output alas kaki karena memiliki elastisitas nol. Bahan baku memiliki elastisitas terbesar sehingga kontribusinya terhadap output pun besar. Sedangkan, energi dan TFP masing-masing memiliki elastisitas sebesar 0.262008 dan 0.255727.
6.2.
Saran 1. Industri alas kaki perlu melakukan efisiensi dalam menggunakan faktor produksinya.
51
2. Bahan baku berpengaruh nyata terhadap output industri alas kaki sehingga pemerintah perlu mendorong dan menyediakan industri penunjang bahan baku industri alas kaki. Bahan baku utama bagi industri alas kaki adalah kulit. 3. Industri alas kaki perlu mencoba untuk menggunakan sumber energi baru seperti biodiesel dan biogas dalam produksinya. Di sisi lain, pemerintah perlu mendukung dan mendorong penyediaan sumber energi baru.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2006. “Berharap Investor Datang, yang Eksis Malah Hengkang” [MMA IPB Online]. http://www.mma.ipb.ac.id/today/artikelview.html?topic=rubrik_manajeme n&size_num=3957479589&page=berharap_investor_datang,_yang_eksis_ malah_hengkang.html [13 Nopember 2006]. [Anonim]. 2007. “Saatnya Pengusaha Alas Kaki Nasional Buat Produk Andalan” [Kompas Online]. http://www.kompas.com [14 April 2007) Azmi, Ruhama. 2004. Hubungan Industrial pada Industri Kecil Sepatu sejak Krisis Ekonomi 1997 (Studi Kasus Bengkel-bengkel Sepatu di Kelurahan Cibaduyut dan Kelurahan Kebon Lega, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Badan Pusat Statistik. 1990-2005. Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia. BPS, Jakarta. Departemen Perdagangan. 2006. ”Ekspor Non Migas Utama Menurut Komoditi (HS2) Digit” [Depdag Online]. http://www.depdag.go.id. [2006]. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Gujarati, D. 1995. Basic Econometrics 3rd Edition. McGraw-Hill International Edition, New york. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi, Edisi Kelima. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Moelyono, M. 1993. Penerapan Produktivitas Dalam Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta. Nicholson, W. 1994. Teori Ekonomi Mikro, Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Deliarnov [penerjemah]. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Purba, L. K. 2005. Analisis Pertumbuhan Produktivitas Sektor Manufaktur Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.
53
Tambunan, T. T. H. 1997. ”Kontribusi Peningkatan Total Faktor Produktivitas terhadap Pertumbuhan Output Agregat: Suatu Studi Empiris” [PK UT Online]. http://pk.ut.ac.id/jsi/71tulus.htm [2 April 2006]. Tresnawati, Nevi. 2005. Analisis Kelayakan Usaha Industri Kerajinan Sepatu Sandal CV Semart, Bogor [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Yulaekha, S. 2005. Analisis Produktivitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia (Periode 1983-2002) [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Output dan Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Alas Kaki Indonesia Periode 1990-2005
Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Q (ribu rupiah) 318 813 964.76 565 401 851.10 847 356 135.32 916 569 550.00 1 182 582 058.24 1 446 549 647.79 1 061 449 775.72 1 572 842 162.66 2 366 278 068.09 4 121 147 452.83 1 600 151 947.75 2 546 966 797.18 2 052 496 723.74 1 305 131 168.46 1 549 754 484.55 2 713 821 966.41
K (ribu rupiah) 11 266 120 000.52 302 019 126.77 356 266 127.97 303 579 951.00 310 554 411.76 456 638 387.31 4 282 310 946.24 820 600 667.53 428 683 538.57 526 458 506.59 294 121 912.43 29 494 779 337.00 341 317 893.72 347 006 627.27 259 164 594.98 390 201 808.25
B (ribu rupiah) 145 598 528.00 333 848 251.66 458 904 329.50 513 836 917.00 654 082 136.16 874 322 378.55 619 965 143.40 773 877 658.07 1 277 201 163.26 2 189 891 733.62 855 558 590.36 1 435 231 765.95 811 068 753.14 568 625 420.14 858 393 106.87 1 505 710 036.66
E (ribu rupiah) 10 733 919.78 12 897 538.02 16 799 471.97 17 168 390.00 18 112 746.54 22 945 416.83 15 721 092.09 33 933 938.19 29 128 288.96 45 730 680.26 18 807 551.29 41 693 967.88 41 954 266.23 29 934 918.60 55 028 171.93 85 959 513.64
L (orang) 21 961 51 095 54 878 62 162 79 197 96 807 66 618 62 022 95 576 93 747 72 475 90 449 95 791 68 384 57 980 74 314
TFP (persen) -0.462290533 0.149404837 -0.034877392 0.026268110 -0.122774737 0.004026287 0.090014318 -0.044030266 0.109155567 -0.002243452 -0.973227663 0.117791433 -0.033068277 -0.319089648 0.030132006
55
Lampian 2 Hasil Estimasi dalam Perhitungan Total Factor Productivity (TFP) Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 11/03/07 Time: 14:58 Sample: 1990 2005 Included observations: 16 Variable C LNK LNL LNB LNE R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.421133 0.007856 0.196543 0.728968 0.199145
1.219831 0.021737 0.178914 0.134175 0.090162
0.345239 0.361421 1.098532 5.432954 2.208759
0.7364 0.7246 0.2954 0.0002 0.0493
0.977454 0.969256 0.110682 0.134756 15.51200 1.556189
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
21.04749 0.631245 -1.314000 -1.072566 119.2253 0.000000
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.224755 0.761115
Probability Probability
0.803063 0.683480
Probability Probability
0.474812 0.361792
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.062223 8.773160
Uji Multikolinearitas Correlation Matrix Test LNK LNK 1.000000 LNL -0.301805 LNB -0.155532 LNE -0.144849
LNL -0.301805 1.000000 0.854743 0.535190
LNB -0.155532 0.854743 1.000000 0.785336
LNE -0.144849 0.535190 0.785336 1.000000
56
Uji Kenormalan 5 Series: Residuals Sample 1990 2005 Observations 16
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
-1.23E-15 -0.020493 0.163136 -0.125666 0.094783 0.169606 1.684337
1 Jarque-Bera Probability
0 -0.1
0.0
0.1
0.2
1.230690 0.540454
57
Lampiran 3 Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Menambahkan Variabel TFP Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 11/03/07 Time: 15:18 Sample(adjusted): 1993 2005 Included observations: 13 after adjusting endpoints Convergence achieved after 17 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNK LNL LNB LNE TFP AR(1) AR(2)
0.424214 0.029213 0.239579 0.632898 0.262008 0.255727 1.358494 -0.719809
0.951891 0.019869 0.149274 0.168618 0.100720 0.055653 0.394486 0.444808
0.445654 1.470257 1.604961 3.753452 2.601357 4.595027 3.443705 -1.618248
0.6745 0.2014 0.1694 0.0132 0.0482 0.0059 0.0184 0.1665
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots
0.988929 0.973430 0.069131 0.023895 22.49747 1.850193 .68+.51i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
21.26685 0.424104 -2.230380 -1.882719 63.80458 0.000137
.68 -.51i
Uji Autokorelasi sebelum Ditambahkan AR Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
5.390953 9.095121
Probability Probability
0.038275 0.010593
Probability Probability
0.533660 0.108231
Uji Autokorelasi setelah Ditambahkan AR Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.779895 4.446973
58
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.027693 10.88221
Probability Probability
0.588975 0.366769
Uji Multikolinearitas Correlation Matrix LNK LNK 1.000000 LNL 0.236432 LNB 0.288309 LNE 0.086210 TFP -0.626609
LNL 0.236432 1.000000 0.722761 0.373918 -0.002159
LNB 0.288309 0.722761 1.000000 0.749769 -0.064505
LNE 0.086210 0.373918 0.749769 1.000000 -0.064542
TFP -0.626609 -0.002159 -0.064505 -0.064542 1.000000
Uji Kenormalan
5 Series: Residuals Sample 1993 2005 Observations 13
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
2.35E-09 0.008782 0.057292 -0.089500 0.044624 -1.106923 3.249260
1
0 -0.10
Jarque-Bera Probability -0.05
0.00
0.05
2.688425 0.260745