ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA
Oleh HANA FITRI H24102133
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK Hana Fitri. H24102133. Analisis Preferensi Konsumen dan Positioning Produk Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi. Kosmetika telah menjadi kebutuhan wanita pada umumnya untuk mengatasi masalah kecantikan, maka saat ini banyak industri kosmetika bermunculan, khususnya di Indonesia yang salah satunya adalah PT. Pusaka Tradisi Ibu yang menggunakan bahan-bahan alami dan memiliki label halal untuk produk yang diproduksinya, yaitu Wardah. Memilih kosmetika merupakan hak setiap konsumen, maka dari itu penting bagi PT. Pusaka Tradisi Ibu untuk menanamkan citra suatu produk ke dalam benak konsumen dalam menghadapi persaingan merebut pangsa pasar produk kosmetika. Penelitian ini bertujuan menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen produk Wardah, mengetahui atribut yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian dan preferensi konsumen, serta menganalisis posisi produk Wardah dibandingkan dengan pesaing bila dilihat dari atribut kosmetika pada umumnya. Pemilihan responden sebanyak 100 orang dilakukan secara judgement sampling dengan populasi pada penelitian ini adalah wanita yang berusia 20-35 tahun yang berdomisili di wilayah Jakarta Selatan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari data perusahaan dan studi literatur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan software SPSS versi 12.0. Dari hasil penelitian dengan Importance-Performance Analysis (IPA) didapatkan hasil berupa penilaian tingkat kepentingan konsumen (4,57) untuk atribut kecocokan dan tingkat pelaksanaan perusahaan (4,58) untuk atribut kehalalan, yang kemudian dipetakan dalam diagram Kartesius. Untuk atribut yang menjadikan produk unggul di mata pelanggan terdapat di kuadran II, diantaranya atribut kehalalan, kecocokan dengan kulit, komposisi produk (kandungan bahan) yang aman bagi kulit, mutu bahan yang bagus, serta variasi warna dan jenis. Penganalisaan preferensi konsumen dengan menggunakan analisis IPA ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan atau keinginan konsumen yang menjadi preferensi bagi konsumen pengguna produk kosmetika Wardah. Dari analisis perilaku pembelian didapatkan hasil perilaku konsumen dalam keputusan pembelian melalui beberapa tahapan dan dari analisis Biplot didapatkan hasil berupa posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya yang diperagakan melalui grafik Biplot. Dari grafik tersebut terlihat bahwa posisi relatif merek Wardah lebih dekat dengan atribut kehalalan, merek Mustika Ratu lebih dekat posisinya dengan atribut merek terkenal dan merek Sariayu memiliki lebih dekat dengan atribut desain kemasan yang menarik.
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh HANA FITRI H24102133
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh HANA FITRI H24102133
Menyetujui,
September 2006
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing.,DEA Dosen Pembimbing I
Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, MSc. Ketua Departemen Manajemen
Tanggal Ujian : 28 Agustus 2006
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juli 1984, dari pasangan Mohammad Saproji dan Kurniasih, dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parakan Muncang II pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999.
Setelah itu, penulis menamatkan
pendidikan menengah atas di SMUN 1 Leuwiliang, dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) angkatan 39. Selama melakukan studi di IPB, penulis pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya aktif dalam kepengurusan Himpunan Profesi Departemen Manajemen, Centre of Management Sekretaris Direktorat Operasi.
(Com@) periode 2003-2004, sebagai
Pada periode yang sama, penulis juga pernah
terlibat dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas/Departemen bagi mahasiswa baru angkatan 41 serta kepanitiaan Seminar Event Organizer and Work Management (TEAM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Operasi.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi Rabbil’aalamiin, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Setiap perusahaan berupaya untuk meningkatkan keuntungan, salah satunya dengan mengoptimalkan pendistribusian produk ke setiap wilayah pemasaran agar biaya yang ditimbulkan minimal.
Skripsi ini berjudul
”Optimalisasi Distribusi Sarimi Pada PT Sari Indo Prakarsa di Wilayah Bogor dan Depok”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M. Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, masukan, pengarahan, dan motivasi yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Dra. Siti Rahmawati, M. Pd dan Bapak Mukhamad Najib, S. TP, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 3. Bapak Ir. Koesmadi, SP selaku Branch Manager PT Sari Indo Prakarsa, Bogor atas segala bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama menjalankan penelitian. 4. Ibu Rita dan semua staff PT Sari Indo Prakarsa yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalankan penelitian. 5. Seluruh dosen pengajar dan staff pendukung di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 6. Mas Deddy Cahyadi Sutarman, S. TP atas masukan dan saran selama pengolahan data.
iv
7. Keluarga saya tercinta, Ibu, Bapak, dan Adik-adik (Wahyu, Widi, Ade, dan Cici) atas segala dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada putus-putusnya. Nenek, Kakek, Bi Chami, dan saudara-saudara yang lain atas bantuan dan doanya. 8. Sahabat-sahabat saya, Mala, Sri. S, Sri. N, Dini, Hana, Ajeng, dan Okti yang telah menemani dalam suka dan duka, dan yang selalu memberikan bantuan, dukungan, semangat, doa, serta kasih sayangnya. 9. Teh Sri atas tausiyah-tausiyahnya yang selalu mencerahkan, teman-teman liqo atas kebersamaannya selama ini serta kelucuan-kelucuan yang kalian hadirkan yang menjadi penghibur di saat-saat sulit selama menjalankan penelitian. 10. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan, Okka, Rihza, Fezzi, Azis, Arya, AP, Nanien, dan Anggi yang selalu memberikan semangat, bantuan dan masukan dalam menjalankan penelitian. 11. Lili, Lia, Ida, Gupit, Dian, Ani, Leny, Andin, Mumut, Via, Inne, Reni Aulia, atas semua bantuan dan doanya. 12. Teman-teman Manajemen ’39 dan Ekbang ’39 yang telah menjadi bagian dalam hidup saya. 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terakhir penulis ingin menyampaikan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua saran dan kritik akan sangat berguna bagi penulis untuk perbaikan-perbaikan di masa datang. Kebenaran itu mutlak dari Allah SWT, sedangkan kesalahan berasal dari diri penulis sendiri. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2006
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................
1 1 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2.1. Mi Instan ............................................................................................ 2.2. Pemasaran .......................................................................................... 2.2.1. Definisi Pemasaran.................................................................. 2.2.2. Bauran Pemasaran................................................................... 2.2.3. Saluran Pemasaran .................................................................. 2.3. Distribusi ............................................................................................ 2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik) ....................................................... 2.3.2. Saluran Distribusi.................................................................... 2.4. Program Linier ................................................................................... 2.5. Model Transportasi ............................................................................ 2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang ................................................. 2.7. Optimalisasi ....................................................................................... 2.8. Penelitian Terdahulu ..........................................................................
8 8 10 10 11 12 18 18 20 25 28 29 31 31
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3.2. Metode Penelitian ............................................................................. 3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 3.3.2. Metode Pengumpulan Data .................................................... 3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data........................................
35 35 37 37 37 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan ............................ 4.2. Bidang Usaha Perusahaan.................................................................. 4.3. Struktur Organisasi ........................................................................... 4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP ......................................... 4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor......................... 4.5.1. Analisis Primal .......................................................................
43 43 43 46 46 52 53
vi
4.5.2. Analisis Dual .......................................................................... 4.5.3. Analisia Sensitivitas ............................................................... 4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal .............................................................................................. 4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal ....................................................................
55 57 61 63
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 65 1. Kesimpulan.......................................................................................... 65 2. Saran .................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68 LAMPIRAN.................................................................................................... 70
vii
DAFTAR TABEL No
Halaman
1 2 3
Perkembangan industri mi instan di Indonesia......................................... Trend permintaan mi instan ...................................................................... Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004 ......... 4 Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota....................... 5 Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok ...................................................................................... 6 Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan .............................. 7 Analisis primal terhadap biaya distribusi ................................................. 8 Analisis dual terhadap penjualan Sarimi .................................................. 9 Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan ................................................................................................. 10 Analisis sensitivitas terhadap kendala permintaan dan penjualan ............ 11 Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton) ............................................................................................ 12 Penyimpangan biaya distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (Rp) .......
viii
2 3 4 5 48 53 54 56 59 60 62 63
DAFTAR GAMBAR No 1 2 3 4 5 6
Halaman Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer ......................... Saluran distribusi barang konsumen ......................................................... Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi ................................ Kerangka pemikiran penelitian................................................................. Pola saluran distribusi Sarimi .................................................................. Saluran distribusi PT SIP..........................................................................
ix
16 21 23 36 51 51
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1 2 3 4 5 6
Daftar pertanyaan wawancara................................................................... Struktur organisasi PT SIP........................................................................ Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005 ............................................. Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005 ..................................................... Biaya distribusi aktual .............................................................................. Nama kecamatan di wilayah Bogor dan Depok serta variabel yang mewakilinya.............................................................................................. 7 Hasil pengalokasian optimal produk Sarimi............................................. 8 Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan....................... 9 Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming) ............. 10 Input data (model linear programming).................................................... 11 Hasil output optimal .................................................................................
x
70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi informasi telah menyebabkan perubahan dalam pola hidup masyarakat yang ditandai dengan gaya hidup yang serba cepat dan praktis. Perubahan ini terjadi juga dalam pola konsumsi makanan. Masyarakat lebih suka memilih makanan yang praktis dan cepat disajikan seperti mi instan. Mi instan seringkali menjadi makanan pilihan di saat lapar di antara waktu makan utama. Selain karena praktis dalam penyajiannya, mi instan disukai karena harganya yang relatif murah dan rasanya pun beragam. Mi instan sudah merupakan salah satu makanan terfavorit warga Indonesia. Bisa dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mi instan atau mempunyai persediaan mi instan di rumah. Bahkan tak jarang orang membawa mi instan saat ke luar negeri sebagai persediaan “makanan lokal” jika makanan di luar negeri tidak sesuai selera. Pasar mi instan di Indonesia memang menggiurkan. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap mi cepat saji ini cukup besar. Tidak heran jika dari waktu ke waktu banyak perusahaan baru melirik pasar mi instan. Berdasarkan data, jumlah produsen mi instan di Indonesia tahun 2005 mencapai 84 perusahaan, dengan produksi sekitar 1,272 juta ton sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Produsen yang mendominasi produksi mi instan di Indonesia adalah PT Indofood Sukses Makmur (PT ISM) yang memproduksi Indomie, Supermi, dan Sarimi. Indomie adalah merek mi instan yang paling terkenal di Indonesia, begitu terkenalnya hingga orang Indonesia memanggil mi instan dengan sebutan “indomie” walaupun yang dikonsumsi tidak bermerek Indomie.
Merek mi instan lainnya yang terkenal antara lain Supermi,
Sarimi, Mi Sedaap1.
1
Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan.[23 Agustus 2006]
2
Tabel 1. Perkembangan industri mi instan di Indonesia No. 1. 2.
Uraian Jumlah Perusahaan Kapasitas
3.
Produksi
4. 5.
Utilisasi Ekspor
6.
Impor
7.
Nilai Investasi Jumlah Tenaga Kerja
8.
Satuan Unit Usaha Ribu Ton Ribu Ton % Ribu Ton US$ Ribu Ton US$ Rp Juta Orang
2001 57
2002 59
2003 65
2004 70
2005 84
914
915
933
980
1.175
862
906
958
975
1.272
94,31 8,5
99,01 5,5
102,67 2,4
99,48 1,6
108,21 0,5
4.389.000 0,8
2.452.000 0,9
1.858.000 0,8
1.087.000 0,8
354.000 0,7
589.000 1.225
783.000 1.225
791.000 1.311
687.000 1.536
586.000 1.843
16.000
16.320
12.847
15.474
18.569
Sumber: Investor (2006)2 Laporan International Ramen Manufacturers Association (IRMA, 2004) menyatakan bahwa produsen mi instan terbesar di dunia saat ini dikuasai oleh Nissin Food asal Jepang, sementara Indofood di posisi kedua. Di Jepang, Nissin Food menguasai sekitar 40% pasar mi instan dan 10% pasar mi instan di dunia. Sampai September 2005, Indofood menguasai 73% pasar mi instan di Indonesia3. Seperti diketahui, pangsa pasar mi instan Indofood terus terkikis setelah masuknya produk dari Group Wings Food yaitu Mie Sedaap pada tahun 2003. Selama tempo dua tahun, produk yang relatif baru itu diperkirakan sudah menggaet pangsa pasar mi instan sebesar 15%-20%. Padahal, Indofood sang pemimpin pasar adalah penguasa yang sangat dominan dan bertahan selama puluhan tahun di posisi ini. Bahkan, pada tahun 2002 pangsa pasar Indofood di bisnis mi instan mencapai 90% dengan nilai sekitar Rp 8 trilyun4. Cina dengan penduduknya yang besar tentu saja menjadi konsumen mi instan terbesar di dunia. Menurut IRMA per akhir 2004, permintaan mi instan terbesar dunia datang dari Cina dan Hongkong yang mencapai 39 2
Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Menggerogoti Pasar Si Raja Mi. Hlm. 1419. 3 Kompas. 16 Desember 2005. Indofood Angkat Pangsa Pasar. (http://www.kompas.com/kompascetak/0512/16/ekonomi/2293147.htm, [28 Maret 2006]) 4 Swamajalah. 26 Januari 2006. Mengapa Indofood Gagal Menghadang Mie Sedaap? (http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php?cid=1&id=3859, [24 Maret 2006])
3
miliar bungkus.
Ini berarti, hampir separuh dari permintaan mi instan
seluruh dunia yang mencapai 79,6 miliar bungkus. Indonesia berada pada posisi kedua dengan total permintaan 12 miliar bungkus pada tahun yang sama. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Trend permintaan mi instan (miliar bungkus) No.
Negara/Area
1.
China, Hongkong
2.
Indonesia
3.
Jepang
4.
Amerika Serikat
5.
Korea Selatan
6.
2001
2002
2003
2004
21,2
23,1
32,0
39,0
9,9
10,9
11,2
12,01
5,35
5,27
5,4
5,54
3,0
3,3
3,78
3,8
3,64
3,65
3,6
3,65
Philipina
1,8
2,0
2,2
2,5
7.
Vietnam
1,14
1,7
2,3
2,48
8.
Thailand
1,65
1,7
1,72
1,78
9.
Russia
0,6
1,5
1,5
1,52
10.
Brazil
1,04
1,19
1,11
1,15
53,08
58,5
69,35
79,57
Total
Sumber: IRMA dalam Investor (2006)5 Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional yang dilakukan Badan Pusat Statistik, mi instan digolongkan ke dalam makanan untuk konsumsi lainnya (miscellaneous food item). Mi instan menduduki peringkat ke dua setelah mi basah untuk makanan konsumsi lainnya yang dikonsumsi penduduk Indonesia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Kinerja mi instan di PT ISM pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 2003 tetap konsisten. Penjualan bersih mencapai Rp 6 trilyun, sementara volume penjualan mengalami sedikit peningkatan menjadi 9,9 miliar bungkus dari 9,8 miliar bungkus di tahun sebelumnya (PT ISM, 2004). Pasar mi instan di seluruh Indonesia berkembang sangat pesat. Para pesaing menggunakan strategi periklanan dan promosi yang agresif, sehingga terjadi peningkatan jenis produk dan pilihan harga yang ditawarkan 5
Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Kisah Mi Instan Menaklukkan Dunia. Hlm. 30-31.
4
kepada para konsumen. Situasi pasar yang kompetitif membuat para pelaku pasar berusaha meningkatkan pangsa pasar dengan mengorbankan tingkat perolehan laba. Hal ini menekan tingkat marjin laba dari para pelaku lama yang sudah mapan seperti Indofood.
Marjin laba usaha (Earn Before
Interest and Tax/EBIT) menurun hingga 10,4% dari 15,2% sebagai konsekuensi dari langkah Perseroan menerapkan program promosi dan harga yang komprehensif untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Berdasarkan data industri, di penghujung tahun 2004 mi instan Indofood berhasil menguasai sekitar 78% dari seluruh pangsa pasar mi instan di Indonesia (PT ISM, 2004). Tabel 3. Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004 No.
Jenis
Satuan
Perkotaan
Pedesaan
Perkotaan+Pedesaan
Jumlah
Nilai
Jumlah
Nilai
Jumlah
Nilai
1.
Mi Basah
Kg
0.004
14
0.002
7
0.003
10
2.
Mi Instan
80 gr
0.680
607
0.429
369
0.538
472
3.
Bihun
Ons
0.012
9
0.009
6
0.010
7
4.
Makaroni
Ons
0.010
7
0.011
9
0.011
8
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004 Sarimi sebagai salah satu merek mi instan yang diproduksi oleh PT ISM memiliki potensi yang cukup baik di masa datang. Tabel 4 memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan di enam kota besar di Indonesia, Sarimi menduduki posisi keempat sebagai merek mi instan yang paling dikenal oleh konsumen. Pemasaran yang dilakukan umumnya tidak lepas dari kegiatan pemasaran dasar yang meliputi strategi produk, promosi, harga, dan tempat atau distribusi yang disebut juga bauran pemasaran (marketing mix). Namun, seringkali pihak perusahaan tidak melancarkan strategi masingmasing komponen secara proporsional. Suatu produk meskipun memiliki kualitas terbaik, harga yang kompetitif dan dipromosikan secara gencar, belum tentu produk tersebut mampu bersaing di dalam perebutan pasar apabila perusahaan tidak mendistribusikan produk tersebut secara benar. Berdasarkan asumsi bahwa produk bermutu, harga kompetitif, dan produk dipromosikan, maka strategi distribusi akan jauh lebih berperan dalam
5
melengkapi ketiga aspek tersebut.
Oleh karena itu, kegiatan distribusi
barang merupakan salah satu poin penting yang memerlukan strategi yang tepat. Tabel 4. Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota No.
Merek
1. 2.
Indomie Mie Sedaap Supermi Sarimi Mie 100 Alhami Mie Gaga Mie ABC Salam Mie Selera Rakyat Lainnya
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sumber:
Kota Penelitian Semarang Surabaya % % 58.5 49.1 25.0 46.3
Jakarta % 76.4 12.6
Bandung % 40.8 16.7
6.3 3.4 0.2 0.0 0.5
15.1 20.1 2.3 0.0 0.3
6.0 4.5 2.0 0.0 1.0
0.0
3.0
0.2
Total Medan % 56.4 2.4
Makassar % 73.5 9.2
61.0 19.6
1.8 1.5 0.0 0.0 0.3
10.0 5.6 7.6 10.4 5.6
4.1 8.2 0.0 0.5 0.0
6.9 6.4 1.6 1.4 1.1
0.5
0.0
1.6
1.5
0.9
1.0
0.5
0.3
0.0
0.5
0.4
0.0
0.0
1.0
0.5
0.0
0.0
0.2
0.5
0.7
1.0
0.3
0.4
2.6
0.7
%
Surveyone(http://www.marketing.co.id/img/Survey-mieinstant.gif, [25 Februari 2006])
Sistem distribusi merupakan suatu proses yang terintegrasi yang memiliki tujuan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen setelah produk tersebut selesai diproduksi.
Kegiatan ini sangat penting
karena setelah perusahaan menghasilkan produk dan memperkenalkannya kepada calon konsumen, semuanya tidak akan berarti apabila calon konsumen tidak dapat menemukannya pada tempat di mana mereka biasa membeli produk atau barang. Kompetisi di pasar menjadi sangat ketat dan pemasaran menjadi lebih kompleks.
Hal ini semakin menuntut adanya
sistem distribusi yang terintegrasi. Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Sebuah perusahaan mungkin mendistribusikan barangnya langsung kepada konsumennya meskipun jumlah barang cukup besar, sedangkan perusahaan lain mendistribusikan barangnya melalui jasa perantara. Kombinasi saluran distribusi dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai segmen pasar yang berbeda. Sebagian besar produsen tidak langsung menjual barang mereka kepada pemakai akhir. Terdapat saluran pemasaran di antara produsen dan
6
pemakai, yaitu sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai fungsi dan menyandang berbagai nama. Beberapa perantara seperti pedagang besar dan pengecer akan membeli, mengambil alih hak dan menjual kembali barang dagangan itu, mereka disebut pedagang (merchant). Beberapa daerah terpencil sangat tergantung pada pasar sebagai suatu tempat untuk menyalurkan barang-barang kebutuhan masyarakat. Kebutuhan pasar-pasar tersebut tentu saja dipasok oleh para pedagang besar/distributor yang merupakan penghubung antara produsen dengan konsumen. Para pedagang besar/distributor ini menyalurkan barang-barang melalui toko-toko grosir dan pengecer yang ada di pasar-pasar atau daerahdaerah tertentu. PT Sari Indo Prakarsa (PT SIP) sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang distribusi barang-barang konsumsi (consumers goods) memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. PT SIP melakukan penyaluran barang-barang konsumsi yang berasal dari beberapa produsen kepada toko-toko grosir yang ada di wilayah Jabodetabek. Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. PT ISM menunjuk dua perusahaan distributor yaitu PT SIP dan PT Indomarco Adi Prima (PT IAP) untuk mendistribusikan Sarimi ke seluruh wilayah Indonesia. PT SIP merupakan distributor yang dipercaya oleh PT ISM untuk memasarkan dan mendistribusikan Sarimi di wilayah Bogor dan Depok, sedangkan pendistribusian Sarimi di luar wilayah Bogor dan Depok dipegang oleh PT IAP. PT SIP memasarkan Sarimi yang berasal dari PT ISM langsung kepada toko-toko grosir yang ada di 33 kecamatan di seluruh wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Para pedagang besar tersebut, kemudian disalurkan lagi kepada para pengecer hingga akhirnya sampai di tangan konsumen akhir. 1.2. Perumusan Masalah PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, tidak terlepas dari kondisi persaingan pemasaran dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis. Konsumen perlu diyakinkan bahwa produk tersebut tersedia setiap saat
7
ketika dibutuhkan.
PT SIP perlu melakukan strategi yang tepat agar
penyaluran barang kepada konsumen berjalan seoptimal mungkin. Penelitian
ini
dilakukan
untuk
memberikan
pertimbangan
kepada
perusahaan dalam meminimalisasi biaya distribusi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP? 2) Bagaimana alokasi distribusi Sarimi yang dilakukan PT SIP ke kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor dan Depok? 3) Apakah distribusi aktual yang dilakukan sudah optimal? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP. 2) Menganalisis alokasi distribusi Sarimi dari PT SIP ke kecamatankecamatan di wilayah Bogor dan Depok. 3) Menganalisis penyimpangan distribusi aktual terhadap distribusi optimal. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan sebagai salah satu bahan acuan atau informasi juga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam mengambil keputusan yanng diperlukan. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mi Instan Mi instan adalah mi yang sudah dimasak terlebih dahulu dan dicampur dengan minyak, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu. Mi instan diciptakan oleh Momofuku Ando pada 1958, yang kemudian mendirikan perusahaan Nissin dan memproduksi produk mi instan pertama di dunia Chikin Ramen (ramen adalah sejenis mi Jepang rasa ayam). Peristiwa penting lainnya terjadi pada 1971 di mana Nissin memperkenalkan Cup Noodle (bahasa Indonesia: mi gelas), produk mi instan dalam wadah digunakan untuk memasak mi tersebut.
styrofoam tahan air yang bisa Inovasi berikutnya termasuk
menambahkan sayuran kering ke gelas, melengkapi hidangan mi tersebut. Menurut sebuah survei Jepang pada tahun 2000, mi instan adalah ciptaan terbaik Jepang abad ke-20, (karaoke di urutan kedua dan CD hanya di urutan ketiga)6. PT Capricorn Indonesia Consult Inc (2002) menyatakan bahwa mi atau noodle secara umum adalah sejenis produk makanan berbentuk pasta yang bahan baku utamanya berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan lainnya yang diolah dengan merebus dalam air panas untuk kemudian disajikan sesuai selera. Seiring perkembangannya, mi dapat dibedakan lagi menjadi mi kering, mi basah, dan mi kering berbumbu atau mi instan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3551-2000, yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (SNI), mi instan atau instant noodle dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Definisi tersebut meliputi mi (dari terigu), bihun (dari beras dan sagu), sohun (dari pati kacang hijau dan atau sagu), dan kwetiaw (dari beras dan atau terigu). Mi instan sendiri dicirikan dengan adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi.
6
Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan (http://id.wikipedia.org/wiki/Mi-instan, [25 Februari 2006])
9
Mi instan terbuat dari tiga bahan baku yaitu: tepung terigu, minyak sayur, dan bumbu penyedap (seasoning). Secara sederhana proses pembuatan mi instan diawali dengan menyediakan bahan baku yang akan digunakan, kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku utama, dan bahan baku tambahan yang bertujuan untuk membentuk teksur (mixing). Setelah pencampuran, selanjutnya tahap pressing, yaitu proses yang menghasilkan lembaran-lembaran untaian mi dan siap untuk pengukusan (steaming). Tahap steaming, selain berguna untuk membunuh bakteri pengukusan juga merupakan proses yang menentukan dalam tekstur mi. Setelah pengukusan kemudian dilakukan proses pemotongan (cutting) dan siap untuk proses penggorengan (frying). Proses penggorengan (frying) dilakukan agar diperoleh manfaat antara lain: a. Mi menjadi lebih awet (karena kadar air rendah). Digoreng dengan palm oil yang mengandung tokoferol sebagai antioksidan dan karoten sebagai zat warna alami. b. Palm oil tidak menyebabkan penimbunan kolesterol. Proses selanjutnya adalah pendinginan (cooling). Terakhir adalah proses pengemasan (packing), yang fungsinya untuk melindungi produk dari pengaruh luar. Industri mi instan di Indonesia diawali dengan berdirinya PT Lima Satu Sankyu pada April 1668. Perusahaan ini merupakan patungan antara pengusaha domestik dengan Sankyu Shakushin Kabushiki dari Jepang. Pada 1977, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Lima Satu Sankyu Indonesia, dan kemudian berubah lagi menjadi PT Supermie Indonesia, sesuai dengan merek mi instan andalannya, yaitu Supermi. Bahkan Supermi sempat menjadi brand generik untuk instan noodle sampai akhir dekade 1980-an. Tahun 1970, pasar mi instan diramaikan lagi dengan berdirinya PT Sanmaru Food Manufacturing, sebagai salah satu anak perusahaan baru dari Jangkar Jati Group yang memproduksi mi instan dengan merek Indomie.
10
Disusul kemudian dengan berdirinya PT Sarimi Asli Jaya (Salira Group) pada 1982 dengan lokasi pabrik di Tangerang, Jawa Barat. Perusahaan ini memproduksi mi instan dengan merek Sarimi. Industri ini makin meriah dengan mulai beroperasinya PT Sampurna Pangan Indonesia (Sidoarjo) pada 1972, PT Khong Guan Biscuit Factory Ind. Ltd. (Jakarta) pada 1976, PT Radiance Food Indonesia Corp. (Jakarta) dan PT Pandu Sari (Purbalingga) pada 1977, PT Asia Megah Food Manufacturing (Padang) pada 1980, PT Supmi Sakti (Tangerang) dan produsen-produsen lainnya. Sejak saat itu, pasar mi instan mulai ditandai dengan persaingan yang sangat ketat. Terutama setelah Indofood (Salim Group) bergabung dengan Jangkar Jati Group pada 1984, dengan membuat PT Indofood Interna Corporation. Perusahaan inilah yang merupakan cikal bakal Indofood Group yang bernaung dibawah bendera PT ISM Tbk. Langkah berikutnya terjadi lagi pengkristalan dalam industri mi instan ketika pada 1986, PT Indofood Interna Corporation melalui anak perusahaan PT Lambang Insan Makmur mengambil alih PT Supermie Indonesia. Usaha penguasaan pasar mi instan oleh Indofood atau Salim Group tidak berhenti sampai disitu. Tahun 1992, group ini mengambil alih seluruh saham Jangkar Jati Group di PT Indofood Interna Corporation. Puncaknya adalah ketika Indofood mencabut produknya dari jaringan distributor PT Wicaksana Overseas dan dialihkan ke PT IAP. Sejak saat itu dominasi Indofood dengan mi instan dengan merek Indomie, Supermie dan Sarimi semakin menguasai pasar mi instan di pasar domestik. 2.2. Pemasaran 2.2.1. Definisi Pemasaran Pemasaran terdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas benda-benda dan jasa-jasa dan yang menimbulkan distribusi fisik (Winardi, 1980).
Oleh karenanya,
proses pemasaran meliputi baik aspek mental maupun aspek fisik. Mental dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan para pembeli, dan pembeli harus pula mengetahui apa yang dijual dan fisik dalam arti bahwa benda-benda harus
11
dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu mereka dibutuhkan. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dengan pihak lain (Kotler, 2002). Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang
ditujukan
untuk
merencanakan,
menentukan
harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton dalam Swastha, 2002),. Definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya pemasaran terjadi atau dimulai jauh sejak sebelum barang-barang diproduksi. Keputusan-keputusan dalam pemasaran harus dibuat untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya dan promosinya. Kegiatan berakhir pada saat penjualan dilakukan. 2.2.2. Bauran Pemasaran Assauri (2004) menyatakan bahwa bauran pemasaran atau marketing mix merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para pembeli atau konsumen. Jadi, marketing mix terdiri dari himpunan variabel yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya. Variabel
atau
dikoordinasikan
kegiatan oleh
tersebut
perusahaan
perlu
dikombinasikan
seefektif
mungkin
dan dalam
melakukan tugas/kegiatan pemasarannya. Swastha (2002) juga menyebutkan bahwa bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni, produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi. Kotler (2002) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran yang digunakan secara terus-menerus
12
untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.
Bauran
pemasaran atau marketing mix ini terdiri dari empat aspek atau variabel yang disebut juga sebagai 4P, yaitu: 1. Product (produk), faktor-faktor yang termasuk seperti keragaman produk, kualitas, desain, ciri, nama merek, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi dan imbalan. 2. Price (harga), seperti daftar harga diskon, potongan harga khusus, periode pembayaran dan syarat kredit. 3. Promotion (promosi), seperti promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, public relation dan pemasaran langsung. 4. Place (tempat), seperti saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi, persediaan dan transportasi. 2.2.3. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Revzan dalam Swastha (1999) menyatakan, saluran merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai. The American Marketing Association dalam Swastha (1999) juga menjelaskan bahwa saluran merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, sebuah komoditi produk, atau jasa dipasarkan melalui saluran-saluran tersebut. Walters dalam Swastha (1999) mengemukakan, saluran adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan mana dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu. Sebuah
saluran
pemasaran
melaksanakan
fungsi
memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu dapat mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang
13
memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Tujuan saluran berbeda-beda sesuai dengan karakteristik produk. Produk yang mudah rusak lebih memerlukan pemasaran langsung.
Produk berukuran besar, seperti bahan bangunan,
memerlukan saluran yang meminimumkan jarak pengiriman dan jumlah penanganan dalam perpindahan produk dari produsen ke konsumen. Secara luas, terdapat dua golongan besar lembaga-lembaga pemasaran yang mengambil bagian dalam saluran distribusi (Swastha, 1999). Mereka ini disebut: 1. Perantara pedagang. 2. Perantara agen. Istilah ”pedagang” digunakan di sini untuk memberikan gambaran bahwa usahanya mempunyai hubungan yanng erat dalam pemilikan barang.
Mereka berhak memiliki barang-barang yang
dipasarkan, meskipun pemilikannya tidak secara fisik. Pedagang dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang ke pasar. 2. Pedagang besar, yang menjual barang kepada pengusaha lain. 3. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen akhir. Perantara agen atau sering disebut sebagai agen saja dibedakan dari lembaga saluran di muka. Menurut Walters dalam Swastha (1999) agen ini dapat didefinisikan sebagai lembaga yang melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa-jasa atau fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan atau distribusi barang, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki barang yang diperdagangkan. The American Marketing Association dalam Swastha (1999) menyatakan agen adalah lembaga yang membeli atau menjual barang-barang kepada pihak lain.
Agen mempunyai kegiatan
14
setingkat dengan pedagang besar.
Kenyataannya, agen dapat
beroperasi pada semua tingkat dalam suatu saluran pemasaran. Sering agen menjual barang kepada pedagang besar dan pengecer. Jika daerah operasinya luas, agen dapat menggunakan pedagang besar dalam saluran distribusinya. Jika daerah operasinya tidak begitu luas, maka penjualan barang dapat langsung ke para pengecer. Secara garis besar, agen dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : 1. Agen Penunjang (Facilitating Agent) Merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam beberapa aspek pemindahan barang dan jasa.
Mereka dibagi
dalam beberapa golongan, yaitu: a) Agen pengangkutan borongan (bulk transportation agent). b) Agen penyimpanan (storage agent). c) Agen pengangkutan khusus (speciality shipper). d) Agen pembelian dan penjualan (purchase and sales agent). Kegiatan agen penunjang adalah membantu memindahkan barang-barang sedemikian rupa sehingga berhubungan langsung dengan pembeli dan penjual. Jadi, agen penunjang ini melayani kebutuhan-kebutuhan dari setiap kelompok secara serempak. 2. Agen Pelengkap (Supplemental Agent) Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa tambahan dalam penyaluran barang dengan tujuan memperbaiki adanya kekurangan-kekurangan. Apabila pedagang atau lembaga lain tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyaluran barang, maka agen pelengkap dapat menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukannya antara lain: a) Jasa pembimbingan/konsultasi. b) Jasa finansial. c) Jasa informasi. d) Jasa khusus lainnya.
15
The American Marketing Association dalam Swastha (1999), mendefinisikan pengecer sebagai seorang pedagang yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir. Definisi ini didasarkan kepada siapa mereka menjual. Jadi, perdagangan eceran meliputi semua kegiatan pemasaran yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk menjual kepada konsumen akhir. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pengecer antara lain: 1. Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu. 2. Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut. 3. Menempatkan
diri
sebagai
sumber
barang-barang
bagi
konsumen. 4. Menciptakan keseimbangan antara harga dan kualitas barang yang diperdagangkan. 5. Menyediakan
barang-barang
untuk
memenuhi
kebutuhan
konsumen. 6. Melakukan tindakan-tindakan dalam persaingan. Beberapa faktor yang menjadi dasar penggolongan untuk mengetahui pengecer yaitu : 1. Luasnya Product Line Berdasarkan luasnya product line, pengecer dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu specialty store, toko serba ada dan single line store. 2. Bentuk Pemilikan Menurut bentuk pemilikannya pengecer dapat digolongkan ke dalam : independent store dan corporate chain store. 3. Penggunaan Fasilitas Pengecer dapat digolongkan menurut penggunaan fasilitas yang mereka lakukan dalam mengadakan hubungan dengan konsumen. Terdapat dua kelompok pengecer, yaitu toko pengecer dan pengecer tanpa toko.
16
4. Ukuran Toko Ukuran
toko
dapat
diketahui
dengan
melihat
volume
penjualannya sehingga masing-masing pengecer mempunyai ukuran yang berbeda-beda dengan masalah-masalah manajemen yang berbeda pula.
Kegiatan-kegiatan promosi keuangan,
pembelian dan sebagainya dipengaruhi oleh besarnya volume penjualan toko tersebut. Berdasarkan ukuran tokonya, pengecer dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pengecer kecil (small scale retailer) dan pengecer besar (large scale retailer). The American Marketing Association dalam Swastha (1999) juga mendefinisikan pedagang besar sebagai sebuah unit usaha yang membeli barang-barang dagangan dan menjualnya lagi kepada para pengecer serta pedagang lain dan/atau kepada lembaga-lembaga industri serta pemakai komersial.
Pedagang besar dalam pasar
industri dikenal sebagai distributor industri. Pedagang besar menempati posisi antara produsen dan pengecer pada saluran distribusi, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1.
Produsen
Pedagang Besar
Pengecer
Konsumen
Gambar 1. Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer (Swastha, 1999) Pedagang besar dapat digolongkan berdasarkan beberapa faktor, yaitu : 1. Fungsi yang dilakukan Pedagang besar dibagi ke dalam dua golongan menurut fungsi yang dilakukan, yaitu: a. Pedagang besar dengan fungsi penuh (full function wholesaler) Merupakan jenis pedagang besar yang paling tua atau paling awal digunakan.
Fungsi-fungsi pemasaran yang
17
dilakukan antara lain: fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi
pengangkutan,
fungsi
penyimpanan,
fungsi
keuangan, fungsi pengambilan resiko dan sebagainya. b. Pedagang besar dengan fungsi terbatas (limited function wholesaler) Pedagang besar dengan fungsi terbatas hanya menjalankan fungsi atau jasa yang terbatas.
Pedagang besar dengan
fungsi terbatas ini diawali dengan perubahan bentuk daripada pedagang besar jenis yang pertama (pedagang besar dengan fungsi penuh). Peningkatan efisiensi yang mereka lakukan sekarang hanya terbatas pada beberapa fungsi pemasaran secara terbatas.
Fungsi-fungsi yang
mereka tinggalkan, sekarang dilakukan oleh produsen dan/atau pengecer, sehingga biaya operasi yang harus ditanggungnya menjadi berkurang. 2. Daerah yang dilayani Pedagang besar dapat digolongkan menurut daerah yang dilayaninya menjadi : a. Pedagang besar nasional yang melayani daerah operasi seluruh Indonesia. b. Pedagang besar regional yang mempunyai daerah operasi meliputi satu propinsi. c. Pedagang besar lokal yang hanya melayani langgananlangganannya di satu kota atau satu daerah kabupaten. 3. Integrasi Tidak semua perdagangan besar selalu dilakukan sepenuhnya oleh lembaga-lembaga yang disebut pedagang besar. Kadangkadang perdagangan besar dikombinasikan dengan kegiatan pengolahan atau perdagangan eceran. Kombinasi semacam ini disebut perdagangan besar yang terintegrasi (integrated wholesaling), karena menyangkut pemilikan lebih dari satu macam perantara saluran.
18
Perdagangan besar yang dikombinasikan dengan produsen merupakan satu jenis integrasi yang terjadi apabila fungsi perdagangan besar dikombinasikan dengan fungsi-fungsi produsen. Tiga jenis saluran pemasaran menurut Kotler (2002), yang digunakan pemasar untuk mencapai sasarannya adalah : 1. Saluran Komunikasi Digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran. Saluran komunikasi ini meliputi surat kabar, majalah, radio, televisi, pos, telepon, papan iklan, poster, pamflet, CD, audiotape dan internet. 2. Saluran Distribusi Digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pembeli atau pengguna. Kita mengenal ada saluran distribusi fisik dan saluran distribusi jasa, yang termasuk didalamnya adalah pergudangan, sarana transportasi dan berbagai saluran dagang seperti distributor, grosir dan pengecer. 3. Saluran Penjualan Digunakan untuk mempengaruhi transaksi dengan pembeli potensial. Saluran penjualan mencakup tidak hanya distributor dan pengecer melainkan juga bank-bank dan perusahaan asuransi yang memudahkan transaksi. 2.3. Distribusi 2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik) Distribusi fisik adalah seperangkat kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus bahan atau barang jadi dari tempat asal menuju tempat pemakai atau konsumen untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan distribusi fisik adalah mengantarkan produk pada waktu yang tepat dengan tingkat biaya yang serendah mungkin (Kotler, 2002).
19
Menurut Chandradhy (1978), tujuan utama dari distribusi secara fisik adalah untuk menyalurkan barang-barang yang tersedia, sedangkan hanya sedikit perhatian yang dicurahkan pada keinginan serta kebutuhan para konsumen, atau pada cara-cara memberikan pelayanan yang lebih baik kepada mereka. Banyak produsen tidak menaruh perhatian pada pemasaran.
Hal ini telah menimbulkan
suatu kekosongan dalam rantai distribusi yang kemudian diisi oleh pedagang menengah (intermediaries). Pedagang besar atau grosir (disebut juga distributor) berbeda dengan pegecer dalam beberapa hal. Pertama, pedagang-pedagang besar kurang memperhatikan promosi, suasana dan lokasi karena mereka bertransaksi dengan pelanggan bisnis dan bukan konsumen akhir.
Kedua, transaksi perdagangan besar biasanya lebih besar
daripada transaksi eceran dan pelanggan besar biasanya meliputi daerah perdagangan yang lebih luas daripada pengecer.
Ketiga,
pemerintah berhubungan dengan pedagang besar dan pengecer dengan cara yang berbeda dalam hal hukum dan pajak (Kotler (2002). Istilah distribusi fisik dipakai untuk menggambarkan luasnya kegiatan pemindahan suatu barang ke tempat tertentu pada saat tertentu. Penyaluran suatu barang ke tempat tertentu pada saat yang tepat dapat dilakukan untuk memaksimumkan kesempatan pada volume
penjualan
yang
menguntungkan.
Produsen
kegiatan
distribusi fisik ini, tidak hanya meliputi pemindahan barang jadi dari akhir proses produksi sampai ke konsumen akhir, tetapi juga menyangkut arus bahan baku dari suatu sumber sampai pada akhir proses produksi. Terdapat dua masalah penting yang terdapat dalam kegiatan distribusi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan. Berhasil
tidaknya
usaha
pemasaran/penjualan
sangat
tergantung pada cara penyaluran yang digunakan dan kelancarannya. Hal ini menunjukkan terdapat pengertian penyaluran yang diartikan sebagai proses penyampaian atau mengalirnya suatu produk dari
20
sumber yaitu produsen, sampai ke tempat tujuan atau ke tangan konsumen.
Pengertian
ini
kadang-kadang
dihubungkan
atau
dikaitkan dengan pengertian logistik, yaitu kegiatan pengadaan dan penyaluran fisik suatu produk (barang-barang) yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan. Logistik berkaitan dengan penyampaian produk sampai ke tempat tujuan yaitu konsumen yang membutuhkan produk tersebut dan keberhasilannya
sangat
ditentukan
oleh
pengadaan
atau
penyediaannya. Aspek logistik ini mencakup semua kegiatan mulai mendapatkan atau mengadakan barang, menyimpan barang tersebut, menyediakan dan menyampaikannya, sehingga meliputi logistik usaha (business logistic) dan logistik pemasaran (marketing logistic). 2.3.2. Saluran Distribusi Distribusi barang dari produsen ke konsumen adalah suatu mata rantai untuk meluaskan pasar, dimulai dari yang terdekat dengan produsen, yaitu distributor, agen sampai pengecer. Semakin dekat ke produsen, harga yang diperoleh makin rendah, tetapi dengan jumlah pembelian yang besar. Semakin jauh dari produsen, harga yang diperoleh makin mahal. Kotler (2005) mengemukakan bahwa saluran distribusi dapat dibedakan berdasarkan jumlah tingkatannya. Setiap perantara yang melakukan usaha menyalurkan barang kepada pembeli akhir membentuk suatu tingkat akhir saluran.
Secara umum saluran
distribusi barang konsumen disajikan dalam Gambar 2. Saluran tingkat nol adalah proses penjualan produk secara langsung dari produsen kepada konsumen. Penjualan langsung ini dapat dilakukan dengan cara dari rumah ke rumah oleh wakil produsen, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko produsen. Saluran tingkat satu mempunyai satu perantara, misalnya pengecer. Saluran tingkat dua mempunyai dua perantara misalnya pedagang besar dan pengecer. Saluran tingkat tiga dibagi menjadi tiga, yaitu pedagang besar, pemborong dan pengecer.
21
Baik tidaknya saluran distribusi yang digunakan oleh sebuah perusahaan itu dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri maupun pasarnya.
Beberapa masalah yang dapat ditinjau dalam
memilih saluran distribusi (Swastha, 1999) adalah : 1. Panjangnya saluran distribusi. Alternatif saluran yang digunakan sering dikaitkan dengan golongan barang yang ada. Terdapat dua macam saluran, yaitu: saluran distribusi untuk barang konsumsi dan saluran distribusi untuk barang industri. Pada prinsipnya, kedua macam saluran ini sama.
P R O D U S E N
Pengecer
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Pengecer
Pemborong
K O N S U M E N
Pengecer
Gambar 2. Saluran distribusi barang konsumen(Kotler, 2002) Secara luas terdapat lima macam saluran dalam pemasaran barang-barang konsumsi. Produsen mempunyai alternatif untuk menggunakan kantor dan cabang penjualan pada masing-masing saluran. Selain itu juga terdapat kemungkinan penggunaan agen pedagang besar dan pengecer. Kelima macam saluran tersebut adalah: a. Produsen-Konsumen akhir Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling sederhana untuk barang-barang konsumsi. Sering juga disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang
22
besar. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). b. Produsen-Pengecer-Konsumen akhir Beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari produsen.
Ada juga beberapa produsen yang mendirikan
toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada konsumennya, tetapi kondisi saluran semacam ini tidak umum dipakai. c. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir Saluran ini disebut juga saluran tradisional dan banyak digunakan
oleh
produsen.
Produsen
hanya
melayani
penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar. d. Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen akhir Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula menggunakan agen pabrik, makelar, atau perantara agen lainnya untuk mencapai pengecer, terutama pengecer besar. e. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir Produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil untuk mencapai pengecer kecil. Kelima macam saluran dalam distribusi barang konsumsi dapat dilihat pada Gambar 3. 2. Banyaknya perantara atau penyalur yang dibutuhkan. Produsen mempunyai tiga alternatif pilihan dalam menentukan jumlah perantara untuk ditempatkan sebagai pedagang besar atau pengecer, yaitu: a. Distribusi Intensif Umumnya dilakukan oleh produsen yang menjual barang convenience dan memiliki saluran distribusi yang panjang. Perusahaan berusaha menggunakan penyalur, terutama
23
pengecer
sebanyak-banyaknya
mencapai konsumen.
untuk
mendekati
dan
Semua ini dimaksudkan untuk
mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. b. Distribusi Selektif Biasa dipakai untuk memasarkan produk baru, barang shopping atau barang spesial, dan barang industri jenis accessory equipment. Umumnya memiliki saluran distribusi yang sedang. Penggunaan saluran ini dimaksudkan untuk meniadakan penyalur yang tidak menguntungkan dan meningkatkan volume penjualan dengan jumlah transaksi lebih terbatas. Produsen
Produsen
Produsen
Produsen
Produsen
Agen
Agen
Pedagang Besar
Konsumen Akhir
Pedagang Besar
Pengecer
Pengecer
Pengecer
Pengecer
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Gambar 3. Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi(Swastha, 1999) c. Distribusi Eksklusif Umumnya dipakai untuk menjual barang-barang spesial, dengan panjang saluran yang lebih pendek. eksklusif
dilakukan
oleh
perusahaan
Distribusi
dengan
hanya
24
menggunakan satu pedagang besar atau pengecer dalam daerah pasar tertentu. Hanya dengan satu penyalur, maka produsen akan lebih mudah mengadakan pengawasan, terutama pengawasan dalam tingkat harga eceran maupun usaha kerjasama dengan penyalur dalam periklanan. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran. Pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi dalam pemilihan saluran oleh manajemen.
Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan adalah produk, perantara dan perusahaan itu sendiri.
Perusahaan yang mengadakan pemilihan saluran
distribusi harus menganut tiga kriteria, yaitu : pengawasan saluran, pencakupan pasar dan ongkos. 4. Kemungkinan penggunaan saluran distribusi ganda. Beberapa saluran (disebut juga saluran distribusi ganda) dapat digunakan oleh produsen terutama untuk mencapai pasar yang berbeda. Ini dilakukan apabila produsen menjual: a.
Produk yang sama untuk konsumen dan pasar industri.
b.
Produk yang tidak ada hubungannya.
Saluran distribusi ganda ini sering juga digunakan untuk mencapai pasar yang sama meskipun ada perbedaan sedikit dalam jumlah pembeli atau kepadatan pada bagian pasarnya. Produsen yang menjual produk yang sama kepada konsumen dan pemakai industri biasanya menggunakan struktur saluran yang terpisah. Penggunaan saluran ganda ini dapat menimbulkan pertentangan dalam saluran karena produk yang bermerek sama, lama kelamaan memasuki pasar yang sama. Hal ini dapat berakibat pada harga eceran yang berbeda, di mana satu macam barang disalurkan melalui rantai saluran yang berbeda.
25
5. Pemilihan saluran distribusi untuk produk baru atau perusahaan baru. Masalah-masalah khusus dalam penyaluran produk akan dijumpai oleh produsen yang menjual produk baru atau perusahaan baru dengan produk baru atau produk yang telah ada. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan berikut : a. Produk tersebut dan banyaknya keinginan konsumen yang dapat direalisir. b. Beberapa produk baru atau perusahaan baru, promosi adalah sangat penting. c. Produsen dapat menjumpai kesulitan dalam penentuan saluran yang dibutuhkan hanya karena perantara tidak bersemangat dalam menjual produk-produknya.
Hal ini
menunjukkan bahwa produsen perlu menggunakan beberapa saluran. 2.4. Program Linier Subagyo, dkk (2000) mendefinisikan Linear Programming (LP) sebagai suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama sedangkan jumlahnya terbatas.
LP mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk
mencapai suatu hasil yang optimal, yaitu suatu hasil yang mencerminkan tercapainya sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) di antara alternatif-alternatif yang mungkin, dengan menggunakan fungsi linear. Model LP adalah bentuk matematis dari perumusan masalah umum pengalokasian sumber daya untuk berbagai kegiatan.
Model LP ini
menyajikan bentuk dan susunan dari masalah-masalah yang akan dipecahkan dengan teknik LP. Fungsi dalam model LP dikenal dua macam
26
fungsi yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi kendala (constraint function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran di dalam permasalahan LP yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z, sedangkan fungsi kendala merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan. Asumsi dasar yang melandasi model matematik dari program linear (Subagyo, dkk, 2000) adalah : 1. Proportionality Naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan perubahan tingkat kegiatan. 2. Additivity Nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam LP dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain 3. Divisibility Keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan. 4. Deterministic (Certainty) Semua parameter yang terdapat dalam model LP ( a ij , bij , C ij ) dapat
diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat. Untuk mengemukakan permasalahan LP, disusun suatu model matematis sebagai berikut: Fungsi tujuan
:
Maks/Min
: Z = C1 X 1 + C2 X 2 + C3 X 3 + ...... + C j X j .................(1)
27
Fungsi kendala
: a11 X 1 + a12 X 2 + a13 X 3 + ......... + a1 j X j ≤ b1 . . .
ai1 X 1 + ai 2 X 2 + ai 3 X 3 + ......... + aij X j ≤ bi X 1 ≥ 0, X 2 ≥ 0,.......... X j ≥ 0 ...............................(2) Di mana: Z : Nilai yang dioptimalkan (maksimum atau minimum). C j : Parameter yang dijadikan kriteria optimasi. X j : Peubah pengambilan keputusan yang ingin dicari, tidak diketahui. aij : Koefisien teknologi peubah pengambil keputusan dalam kendala ke-i.
bi : Sumber daya yang terbatas, yang membatasi kegiatan yang bersangkutan. Fungsi tujuan dalam LP mencerminkan atau menggambarkan tujuan yang ingin dicapai dalam pemecahan suatu masalah LP. Pemograman linear terlalu bervariasi untuk digambarkan secara lengkap.Pengertian mengenai mengalokasi sumber-sumber daya terbatas di antara kegiatan-kegiatan yang bersaing mungkin kurang sesuai sekarang, tetapi terlepas dari pengertiannya atau konteksnya, yang diperlukan adalah bahwa pernyataan matematis di dalam masalah sesuai dengan bentuk yang diizinkan. Pemecahan masalah dalam penelitian ini, perlu membahas beberapa masalah pemograman linear yang khusus jenisnya. Jenis-jenis khusus ini mempunyai beberapa sifat-sifat penting. Pertama, jenis khusus ini sering manual dalam berbagai konteks.
Kecenderungannya adalah bahwa
dibutuhkan banyak kendala dan variabel, sehingga menerapkan secara langsung metode simpleks dengan komputer akan memakan usaha komputasi banyak sekali. Beruntung bahwa ciri yang lain adalah bahwa kebanyakan koefisien aij dalam kendala-kendala nol, dan koefisien tidak nol yang relatif sedikit muncul menurut pola yang jelas. Akibatnya adalah dikembangkannya versi-versi metode simpleks yang khusus disederhanakan yang dapat menghemat usaha komputasi dengan memanfaatkan struktur khusus masalah yang bersangkutan.
28
Barangkali jenis khusus yang paling penting dalam masalah pemograman linear adalah masalah transportasi.
Prosedur penyelesaian
khususnya
memperlihatkan
akan
dibahas,
khususnya
untuk
jenis
penyederhanaan metode simpleks yang diperoleh dengan memanfaatkan struktur khusus dari masalah yang bersangkutan. 2.5. Model Transportasi
Mulyono
(2004)
menyatakan
bahwa
masalah
transportasi
berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dan beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan tertentu, pada biaya transpor minimum.
Suatu tempat tujuan dapat
memenuhi permintaannya dari satu atau lebih sumber karena hanya ada satu dua macam barang. Subagyo, dkk (2000) mengemukakan bahwa metode transportasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi
dari
sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini harus diatur sedemikian rupa, karena terdapat perbedaan biaya-biaya alokasi dari satu sumber ke tempat-tempat tujuan berbeda dan dari beberapa sumber ke suatu tempat tujuan juga berbeda. Taha (1996) mengemukakan bahwa model transportasi berusaha menentukan
sebuah rencana transportasi sebuah barang dari sejumlah
sumber ke sejumlah tujuan. Data dalam model ini mencakup: 1. Tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap tujuan. 2. Biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan. Sebuah tujuan dapat menerima permintaannya dari suatu sumber atau lebih karena hanya terdapat satu barang. Tujuan dari model ini adalah menentukan jumlah yang harus dikirim dari setiap sumber ke setiap tujuan sedemikian rupa sehingga biaya transportasi total diminimumkan. Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa biaya transportasi di sebuah rute tertentu adalah proporsional secara langsung dengan jumlah unit
29
yang dikirimkan. Definisi ”unit transportasi” akan bervariasi tergantung pada jenis ”barang” yang dikirimkan. Dimyanti dan Dimyanti dalam Aditya (2002) menyatakan bahwa ciri-ciri khusus persoalan transportasi adalah: 1. Terdapat sejumlah sumber dan tujuan tertentu. 2. Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan tertentu. 3. Komoditas yang
dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu
tujuan besarnya sesuai dengan permintaan dan atau kapasitas sumber. 4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu. Bentuk umum model transportasi dengan tujuan meminimumkan biaya dapat diformulasikan sebagai berikut: m
Fungsi tujuan
n
: Min Z = ∑∑ Cij X ij ...................................................(3) i =1 j =1
m
∑X
Fungsi Kendala :
i =1
ij
≤ ai
; i = 1, 2, 3, ......, m
ij
≥ bj
; j = 1, 2, 3, ......, n
n
∑X j =1
X ij ≥ 0 untuk semua i dan j .......................................(4)
Keterangan notasi: = Biaya transportasi per unit produk X ij dari sumber i ke tujuan j
Cij
X ij = Jumlah satuan yang dikirimkan dari sumber i ke tujuan j ai bj
= Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber i = Jumlah permintaan di daerah permintaan tujuan j
m n
= Jumlah daerah sumber = Jumlah daerah tujuan
2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang
Suatu
model
transportasi
dinyatakan
seimbang
(balanced
transportation model) ketika penawaran total sama dengan permintaaan total ( ∑i =1 ai = ∑ j =1 b j ). Penawaran tidak selalu dapat dipastikan sama dengan m
n
permintaan atau melebihinya dalam kenyataan, yang sering terjadi adalah
30
jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran. Jika hal itu terjadi maka model persoalannya disebut sebagai model transportasi tak seimbang (unbalanced transportation model), dan dalam penyelesaiannya metode solusi transportasi membutuhkan sedikit modifikasi. Pertidaksamaan ( ≤ ) kendala permintaan menunjukkan bahwa semua unit yang tersedia akan dikirimkan.
Namun, satu atau lebih kendala
permintaan tak akan terpenuhi. Keadaan ini dicerminkan dengan menambahkan suatu baris dummy. Pengaruhnya, suatu sumber khayalan telah ditambahkan hingga menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Sesungguhnya kotak dummy ini adalah analog dengan variabel slack, yang nilai kontribusinya dalam fungsi tujuan sama dengan nol. Jika jumlah permintaan melebihi penawaran, maka dibuat suatu sumber dummy yang akan menambah jumlah penawaran, yaitu sebanyak
∑b − ∑ a . j
i
Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar daripada
jumlah permintaan. Maka dibuat suatu tujuan dummy untuk menyerap kelebihan tersebut, yaitu sebanyak
∑ a − ∑b i
j
.
Ongkos transportasi per unit ( Cij ) dari sumber dummy ke seluruh tujuan adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya dari sumber dummy tidak terjadi pengiriman.
Begitu pula dengan ongkos
transportasi per unit dari semua sumber ke tujuan dummy adalah nol. Sumber ditulis dalam baris-baris dan tujuan dalam kolom-kolom. Tabel tersebut mempunyai kotak bernilai m x n. Biaya transport per unit ( Cij ) dicatat pada kotak kecil di bagian atas setiap kotak. Permintaan dari setiap tujuan terdapat pada baris paling bawah, sementara penawaran setiap sumber dicatat pada kolom paling kanan.
Kotak pojok kanan bawah
menunjukkan bahwa penawaran sama dengan permintaan (S=D). Variabel X ij pada setiap kotak menunjukkan jumlah barang yang diangkut dari
sumber i ke tujuan j (yang akan dicari) (Mulyono, 2004).
31
2.7. Optimalisasi
Optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi tertentu. Optimalisasi dapat mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu masalah yang diarahkan pada tujuan maksimalisasi atau minimalisasi melalui fungsi tujuan dengan pendekatan normatif (Nasendi dan Anwar dalam Aditya, 2002).
Nilai atau keuntungan maksimum yang dihasilkan dari proses produksi untuk meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dengan memperhatikan kendala-kendala yang berada di luar jangkauan pelaku kegiatan, merupakan tujuan dilakukannya optimalisasi. Oleh karena itu, dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut.
Kegiatan
produksi berusaha untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas di antara berbagai yang bersaing (Buffa dan Sarin dalam Yuni, 2000). Riset operasi berusaha menentukan arah tindakan terbaik (optimum) dari sebuah masalah pengambilan keputusan di bawah pembatasan sumber daya yang terbatas.
Dengan demikian riset operasi merupakan sebuah
teknik pemecahan masalah yang membantu proses optimalisasi. 2.8. Penelitian Terdahulu
Analisis tentang optimalisasi telah banyak dilakukan, di antaranya pada beberapa kasus khusus seperti masalah transportasi dan distribusi. Sukhawati (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Optimalisasi Distribusi Lada Putih dan Hitam Indonesia untuk Pasar Ekspor serta Daya Saingnya di Pasar Internasional, berusaha mempelajari dan menganalisis distribusi optimal lada putih dan hitam Indonesia untuk pasar ekspor dengan biaya transportasi minimum, serta daya saingnya di pasar internasional. Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah optimal distribusi lada dalam model transportasi pada program linier dan daya saing ekspor lada Indonesia melalui elastisitas substitusi ekspor dan regresi sederhana, serta secara kualitatif atau deskripif untuk mengetahui perkembangan luas areal, produksi, konsumsi, volume dan nilai ekspor lada Indonesia.
32
Berdasarkan hasil optimal menunjukkan bahwa pendistribusian ekspor lada putih dan hitam Indonesia dari Bangka dan Lampung ke-19 negara importir utama masih belum efisien dan dapat diperbaiki dengan cara menekan atau meminimumkan biaya transportasi melalui optimalisasi distribusi. Pola distribusi yang optimal diperoleh pada iterasi ke 11 dengan nilai fungsi tujuan sebesar US$6.783.190 dan terdapat selisih total biaya transportasi sebesar US$ 11.168 dari distribusi aktual. Analisis daya saing ekspor lada Indonesia di pasar internasional selama tahun 1986-1999 menunjukkan bahwa: (1) terhadap ekspor lada Brazil bersifat substitusi di wilayah pasar Amerika, Eropa Barat dan AsiaAfrika Pasifik, (2) terhadap ekspor lada India bersifat substitusi di keempat wilayah pasar, (3) terhadap ekspor lada Malaysia bersifat substitusi di wilayah pasar Amerika, Eropa Timur dan Asia-Afrika Pasifik, (4)terhadap ekspor negara lain bersifat substitusi di wilayah pasar Eropa Barat, Eropa Timur, dan Asia-Afrika Pasifik. Meskipun pada umumnya hasil analisis ini tidak nyata atau tidak signifikan menurut uji statistik, berdasarkan tanda koefisien elastisitas dapat dinyatakan bahwa perdagangan lada Indonesia memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi di pasar internasional. Penelitian Aditya (2002) menganalisis tingkat optimalisasi distribusi teh botol sosro di PT Sasana Caraka Mekarjaya khususnya unit Cakung Tugu. Penelitian dengan alat analisis LP ini, dapat diketahui bahwa distribusi aktual yang dilakukan PT Sinar Sosro belum optimal dalam menghemat biaya distribusi.
Hal ini disebabkan distribusi pada tingkat
aktual berbeda dengan distribusi pada tingkat optimal. Pada tingkat optimal terjadi penghematan biaya distribusi sebesar Rp 843.541,00 per tahun dari anggaran perusahaan.
Selain itu, hasil pengolahan LP untuk kasus
transportasi ini menunjukkan bahwa persentase pengiriman terbesar adalah menuju Kranji. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh murahnya biaya angkut per krat dari gudang ke dister yang terdapat di Kranji. Barani (2002) meneliti optimasi distribusi beras dari daerah Sentra Produksi ke Sub Dolog Tujuan di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jalur perencanaan pemasokan beras
33
dan jumlah optimum alokasi pemasokan beras dari daerah-daerah surplus produksi ke Sub Dolog-Sub Dolog tujuan di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang menimbulkan total biaya angkutan adalah minimum. Metode yang digunakan adalah Model Transportasi dan Model Goal Programming. Penelitian ini menggunakan dua model untuk wilayah Jawa Barat maupun wilayah Jawa Tengah. Model pertama adalah minimalisasi biaya distribusi beras dari daerah surplus produksi ke lokasi gudang-gudang Sub Dolog tanpa dibedakan letak geografisnya. Model kedua adalah minimalisasi biaya angkutan beras dari daerah surplus produksi ke lokasi-lokasi gudang yang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan letak geografis yaitu wilayah Utara dan wilayah Selatan. Daerah tujuan distribusi dalam model adalah delapan wilayah kerja Sub Dolog untuk Jawa Barat dan enam wilayah kerja Sub Dolog untuk Jawa Tengah. Pada Model I dan Model II baik wilayah Jawa Barat maupun Jawa Tengah dapat diketahui bahwa perencanaan distribusi beras dengan Model I lebih efisien dibandingkan dengan Model II. Total biaya angkutan dengan Model I untuk Jawa Barat sebesar Rp 21.006.276.000,00 dan untuk Jawa Tengah sebesar Rp 21.252.109.321,88. Sedangkan total biaya angkutan dengan Model II untuk Jawa Barat sebesar Rp 21.298.035.555,28 dan Jawa Tengah sebesar Rp 21.343.860.421,88.
Hal ini berarti perencanaan
distribusi beras dengan Model I untuk wilayah Jawa Barat akan lebih hemat sebesar Rp 291.759.552,28 dan Jawa Tengah akan lebih hemat sebesar Rp 91.751.100,00 jika dibandingkan dengan menerapkan Model II. Berdasarkan telaah pustaka, hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai optimalisasi distribusi produk mi instan di IPB. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada beberapa kasus, optimalisasi distribusi dapat dianalisis secara baik dengan menggunakan pendekatan metode LP. LP adalah alat analisis kuantitatif yang memiliki keunggulan dalam efisiensi penggunaan waktu, biaya, dan perolehan informasi (Aprido, 2005).
Model yang digunakan dalam
penelitian ini hampir sama dengan penelitian Aditya (2002), yaitu model transportasi dengan metode stepping stone. Penelitian Sukhawati (2001)
34
selain model transportasi juga digunakan elastisitas substitusi ekspor dan regresi sederhana. Metode yang digunakan pada penelitian Barani adalah menggunakan Model Transportasi dan Model Goal Programming. Kelebihan dari penelitian ini adalah pengkajian dilakukan terhadap salah satu produk mi instan yang cukup populer di masyarakat, yaitu Sarimi. Mi instan sebagai salah satu makanan yang saat ini umum digunakan sebagai pengganti nasi memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan banyak variabel yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya secara optimal. Penggunaan software LINDO sangat memudahkan dalam pengolahan data, keluarannya sangat informatif dan dapat sekaligus diperoleh analisis sensitivitasnya.
35
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
PT SIP merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha penyaluran (distribusi) barang-barang konsumsi.
Secara umum, PT SIP
memiliki perkembangan yang cukup baik, terlihat dari pangsa pasarnya yang sudah meliputi seluruh wilayah Jabodetabek. Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. Omzet penjualan Sarimi oleh PT SIP memang cukup besar. Upaya promosi yang dilakukan oleh PT SIP tidak cukup untuk meyakinkan pelanggan untuk tetap setia membeli Sarimi.
Pelanggan harus diyakinkan agar produk yang
dibutuhkan, yaitu Sarimi, tersedia setiap saat dan mudah diperoleh di mana saja dan untuk menjamin hal itu PT SIP perlu melakukan upaya distribusi yang maksimal. Distribusi merupakan salah satu fungsi pemasaran selain strategi produk, harga, dan promosi yang perlu ditetapkan secara tepat oleh sebuah perusahaan. Melalui strategi distribusi yang baik, diharapkan saluran pemasaran produk dan status kepemilikan dari produksi ke konsumen dapat dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Titik perhatian dalam penelitian ini difokuskan pada pengalokasian distribusi yang dapat meminimalisasikan biaya distribusi yang dilakukan oleh PT SIP Bogor. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
36
Tujuan Perusahaan • Maksimalisasi keuntungan • Minimalisasi biaya
Alokasi Distribusi Optimal
Biaya Angkut
1
Pemodelan dengan LP
Jumlah Penawaran
2
Dianalisa dengan metode Transportasi
Distribusi Aktual
Jumlah Permintaan
3
Output: • Primal • Dual • Sensitivitas
Analisis Penyimpangan
Umpan Balik Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian
37
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di PT SIP yang merupakan perusahaan distributor yang menjual berbagai macam barang konsumsi.
PT SIP berlokasi di Jl. Pangkalan II No. 42 Kp.
Tunggilis, Kedung Halang, Bogor.
Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan PT SIP adalah salah satu perusahaan distributor yang cukup besar dan memiliki tingkat perkembangan yang baik.
Pengumpulan data dilaksanakan pada
bulan April-Juni 2006. 3.2.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan staf terkait. Data sekunder diperoleh dari data perusahaan meliputi kegiatan umum perusahaan (proses distribusi, jumlah penawaran, jumlah permintaan, biaya transportasi dan distribusi), berbagai studi kepustakaan seperti BPS (Badan Pusat Statistik), Departemen Perdagangan dan literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini. 3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif atau deskriptif untuk mengidentifikasi sistem/pola pendistribusian Sarimi di PT SIP dan perkembangannya, serta secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah optimal dan aktual distribusi Sarimi di wilayah Bogor dengan menggunakan model transportasi pada program linier. Model ini akan memberikan solusi alokasi barang optimal yang akan meminimumkan biaya. Fungsi
tujuan
dari
model
perencanaan
ini
adalah
meminimumkan total biaya angkut dari PT SIP ke toko-toko grosir yang ada di 33 kecamatan di wilayah Bogor dan Depok, dengan kendala-kendala sebagai berikut:
38
m
Fungsi Tujuan
n
: Min Z = ∑∑ Cij X ij .......................................(5) i =1 j =1
m
Fungsi Pembatas :
∑X i =1
ij
= ai
ij
≤ bj
n
∑X j =1
X ij ≥ 0, untuk semua i dan j ...........................(6) Keterangan notasi:
Cij = Biaya angkut (Rp/karton) dari sumber pada tahun i ke tujuan j X ij = Jumlah karton yang dikirimkan dari sumber pada tahun i ke tujuan j ai = Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber pada tahun i b j = Jumlah permintaan (karton) di daerah permintaan tujuan j m n i j
= = = =
Jumlah daerah sumber Jumlah daerah tujuan Data tahunan Daerah tujuan Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyelesaikan
persoalan transportasi adalah mencari solusi awal. Beberapa metode untuk mencari solusi layak dasar awal adalah :
a. Metode North-west Corner Metode ini adalah yang paling sederhana di antara tiga metode yang telah disebutkan untuk mencari solusi awal. Kenyataannya, metode ini adalah yang paling tidak efisien, karena ia tidak mempertimbangkan biaya transport per unit dalam membuat alokasi. Akibatnya, mungkin diperlukan beberapa iterasi solusi tambahan sebelum solusi optimum diperoleh.
b. Metode Least-Cost Metode Least-Cost berusaha mencapai tujuan minimalisasi biaya dengan alokasi sistematik kepada kotak-kotak sesuai dengan besarnya biaya transport per unit. Pada umumnya, metode Least-
Cost akan memberikan solusi awal lebih baik (biaya lebih
39
rendah) dibanding metode North-West Corner, karena metode
Least-Cost menggunakan biaya per unit sebagai kriteria alokasi sementara metode North-West tidak.
Akibatnya, banyaknya
iterasi tambahan yang diperlukan untuk mencapai solusi optimum lebih sedikit. Namun, dapat terjadi meskipun jarang, di mana solusi awal yang sama atau lebih baik dicapai melalui metode North-West Corner.
c. Metode Aproksimasi Vogel (VAM) VAM selalu memberikan suatu solusi awal yang lebih baik dibanding metode North-West Corner dan seringkali lebih baik daripada metode Least-Cost.
Kenyataannya, pada beberapa
kasus, solusi awal yang diperoleh melalui VAM akan menjadi optimum. VAM melakukan alokasi dalam suatu cara yang akan meminimumkan penalty (opportunity cost) dalam memilih kotak yang salah untuk suatu alokasi. Perbaikan untuk mencapai solusi optimum dilakukan setelah solusi layak dasar awal diperoleh.
Dua metode yang digunakan
untuk mencari solusi optimal di antaranya metode stepping stone dan
modified distribution. Menurut Mulyono (2004), metode stepping stone merupakan proses evaluasi variabel non basis yang memungkinkan terjadinya perbaikan solusi dan kemudian mengalokasikan kembali. Pencarian solusi optimum pada metode stepping stone dikenal dengan proses jalur tertutup. Setiap kotak kosong menunjukkan suatu variabel nonbasis. Bagi variabel nonbasis yang akan memasuki solusi, ia harus memberi sumbangan dalam penurunan fungsi tujuan. Beberapa hal penting yang perlu disebutkan dalam kaitannya dengan penyusunan jalur stepping stone. 1. Arah yang diambil, baik searah maupun berlawanan arah dengan jarum jam adalah tidak penting dalam membuat jalur tertutup. 2. Hanya ada satu jalur tertutup untuk setiap kotak kosong.
40
3. Jalur hanya harus mengikuti kotak terisi (di mana terjadi perubahan arah), kecuali pada kotak kosong yang sedang dievaluasi. 4. Namun, baik kotak terisi maupun kosong dapat dilewati dalam penyusunan jalur tertutup 5. Suatu jalur dapat melintasi dirinya 6. Sebuah penambahan dan sebuah pengurangan yang sama besar harus kelihatan pada setiap baris dan kolom pada jalur itu. Tujuan dari jalur ini adalah untuk mempertahankan kendala penawaran dan permintaan sambil dilakukan alokasi ulang barang ke suatu kotak kosong. Pembahasan dalam penelitian ini diantaranya meliputi tiga analisis yaitu analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas. Masalah program linier yang dikemukakan mula-mula disebut primal dan dimulai dari suatu pemecahan dasar yang layak dan berlanjut untuk berulang melalui pemecahan dasar yang layak berikutnya sampai titik optimum dicapai. Solusi optimal untuk masalah primal menunjukkan
nilai
dari
variabel-variabel
keputusan
yang
memaksimumkan atau meminimumkan nilai dari fungsi tujuan. Masalah primal selalu memiliki masalah tandingan yang disebut dual.
Solusi optimal untuk masalah dual cukup penting
karena solusi itu menyediakan ukuran marginal value dari sumber daya primal yang disebut shadow prices/dual price. Shadow prices menunjukkan jumlah perbaikan pada fungsi tujuan optimal bila nilai sisi kanan kendala tujuan ditingkatkan sebesar satu satuan dengan parameter-parameter lain konstan (Cook and Russel dalam Aditya, 2002). Asumsi
deterministik
dalam
model
program
linier
menyatakan bahwa semua parameter model ( ai , Cij , b j ) diketahui konstan. Asumsi ini sulit sekali atau tidak sama sekali terjadi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis pasca optimal yang disebut analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas ditujukan untuk mengetahui
41
perubahan-perubahan solusi optimum sebagai responsi terhadap perubahan parameter-parameter input. Dua tipe dari analisa sensitivitas dasar adalah analisis Right
Hand Side (ruas sisi kanan) dan fungsi kendala dan analisis perubahan koefisien dari fungsi tujuan. Tujuan dari analisis RHS adalah menentukan berapa banyak nilai sisi kanan dari fungsi kendala dapat ditingkatkan atau diturunkan tanpa mengubah nilai
shadow prices-nya dengan parameter kiri dipertahankan konstan. Analisis perubahan koefisien fungsi tujuan terhadap solusi optimal dengan parameter lain dipertahankan konstan (Cook and Russel
dalam Aditya, 2002). Pengolahan data dilakukan dengan software LINDO (Linear Interactive of Descrete Optimizer). LINDO merupakan salah satu program komputer yang dapat membantu menemukan pemecahan optimal dengan metode simpleks.
Seperti juga pada pengerjaan
metode simpleks secara manual, LINDO terdiri atas input berupa fungsi tujuan dan fungsi kendala, dan output berupa penyelesaian optimal.
Input berupa fungsi tujuan dan beberapa fungsi kendala dimasukkan ke dalam program. Setelah itu akan keluar penyelesaian optimal yang terdiri dari beberapa bagian.
Bagian pertama dari
penyelesaian optimal adalah tabel simpleks ke-0 sampai tabel simpleks di mana telah ditemukan solusi optimalnya. Bagian kedua adalah nilai penyelesaian optimal jika variabel-variabel optimal dimasukkan ke dalam fungsi tujuan.
Selanjutnya bagian ketiga
adalah nilai variabel dan kendala pada kondisi optimal. Pada bagian ketiga terdapat istilah reduced cost yang menunjukkan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan yang harus dilakukan agar variabel bernilai positif. Jadi selagi nilai variabel keputusan positif, nilai reduced cost akan selalu nol dan baru akan bernilai positif bila variabel keputusan bernilai kurang dari nol.
42
Istilah slack or surplus adalah untuk menandai sisa atau kelebihan kapasitas yang akan terjadi pada nilai variabel optimal yang ditunjukkan oleh kolom variabel. Apabila nilai slack or surplus nol berarti seluruh kapasitas pada kendala dipergunakan semua, yang berarti kendala tersebut menentukan terbentuknya nilai variabel optimal atau disebut juga kendala aktif. Istilah dual price menunjukkan besarnya kenaikan nilai tujuan sebagai akibat dari kenaikan satu unit kapasitas kendala aktif. Perubahan (kenaikan/penurunan) kapasitas kendala agar nilai dual
price-nya tidak berubah dapat dilihat pada bagian terakhir yaitu Right Hand Side Ranges. Pada bagian ini terdapat istilah allowable increase dan allowable decrease yaitu nilai interval kenaikan dan penurunan yang diizinkan.
Bagian sebelumnya adalah objective
coeficient ranges yang menunjukkan interval kenaikan atau penurunan nilai koefisien fungsi tujuan agar nilai optimal variabel keputusan tidak berubah.
43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan
PT SIP adalah suatu perusahaan Perseroan Terbatas yang bergerak dalam bidang distribusi produk food dan non food.
Perusahaan yang
berlokasi di Jl. Pangkalan II No. 42 Kp. Tunggilis, Kedung Halang, Bogor ini berdiri pada tahun 1991, didirikan atas dasar motivasi yang tinggi untuk ikut berperan serta dalam perekonomian Indonesia. Selain itu, perusahaan ini didirikan karena memandang pentingnya suatu badan usaha yang bergerak dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen dengan memenuhi semua tingkat kepuasan yang diterima konsumen, efisiensi, dan peningkatan penjualan. Saat ini, PT SIP telah berkembang dan mempunyai beberapa cabang di wilayah Jabodetabek, dan memiliki gudang di beberapa daerah yaitu Bogor, Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang dan Sukabumi. Perusahaan ini pun telah memiliki tenaga-tenaga ahli yang terlatih dan berpengalaman yang mampu mengikuti inovasi dan gerak dinamis yang cepat. Staf administrasi telah dilengkapi dengan sistem komputer (Local Area Network), sehingga dapat memperlancar kegiatan operasional seharihari. Perusahaan ini juga telah mempunyai armada pengiriman yang cukup banyak untuk menunjang program 1 x 24 jam delivery service. Untuk itu, perusahaan telah menyediakan lebih dari 70 unit kendaraan dengan berbagai macam ukuran seperti L300, Mitsubishi/single dan Mitsubishi/double. Era persaingan bisnis yang semakin ketat, membuat PT SIP selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan standar distribusi yang berlaku. Modal perilaku yang baik dan modal kejujuran merupakan prioritas dalam menjalin hubungan kerja, baik dengan produsen maupun dengan konsumen. 4.2. Bidang Usaha Perusahaan
PT SIP bergerak dalam jasa distribusi berbagai macam produk dari produsen-produsen yang telah bekerja sama dengan PT SIP kepada pedagang-pedagang besar yang ada di wilayah Jabodetabek, untuk kemudian disalurkan lagi kepada pengecer-pengecer dan konsumen akhir.
Dalam
44
proses
pendistribusian
produk-produk
tersebut,
PT
SIP
selalu
mengutamakan kualitas dengan cara memberikan pelayanan secara profesional baik untuk pihak produsen maupun customer sesuai dengan moto “Kepuasan Pelanggan”. Perusahaan ini sangat memperhatikan tingkat kepuasan konsumen, efisiensi dan peningkatan penjualan, karena yang paling penting pada perusahaan distribusi adalah pelayanan kebutuhan konsumen sehingga konsumen merasa puas dan percaya, sedang pada sisi lain efisiensi dan peningkatan penjualan yang menjadi tujuan utama supplier dapat tercapai, dengan demikian supplier-supplier akan mendapatkan laba sesuai yang diinginkan. Adapun supplier-supplier yang telah menggabungkan diri dan mempercayakan proses penyaluran barangnya pada PT SIP adalah sebagai berikut: 1) PT Bali Maya Permai, yang mempercayakan penyaluran produk sarden dengan merek Botan dan Three Star. 2) PT Citra Usaha Lamindo, yang mempercayakan penyaluran produk popok bayi dengan merek Huggies Dry. 3) PT Danone Dairy Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk minuman dengan merek Milkuat. 4) PT Dunia Bintang Walet, yang mempercayakan penyaluran produk agar-agar dengan merek Walet. 5) PT Dwi Satrya Utama, yang mempercayakan penyaluran produk korek api dengan merek Bintang. 6) PT Ekamas Sarijaya, yang mempercayakan penyaluran berbagai macam produk jelly. 7) PT Frisian Flag Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk susu seperti susu kental manis kemasan kaleng dan sachet, susu bubuk, dan susu steril. 8) PT Gizindo Prima Nusantara, yang mempercayakan penyaluran produk makanan bayi dengan merek Sun.
45
9) PT Graha Kerindo Utama, yang mempercayakan penyaluran produk tissue dengan merek Tessa. 10) PT Gunanusa Eramandiri, yang mempercayakan penyaluran produk kacang kupas. 11) PT ISM, yang mempercayakan penyaluran produk mi instan dengan merek Sarimi. 12) PT Johnson&Johnson Indonesia, yang mempercayakan penyaluran berbagai
macam
produk
perawatan
bayi
dengan
merek
Johnson&Johnson. 13) Kaldu Sari Nabati Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk snack dan wafer dengan merek Nabati. 14) PT Kara Santan Pertama, yang mempercayakan penyaluran produk santan instan kemasan dengan merek Kara. 15) PT Maya Muncar, yang mempercayakan penyaluran produk sarden dengan merek Maya. 16) National Panasonic Gobel, yang mempercayakan penyaluran produk batu baterai dengan merek National. 17) PT Nirwana Lestari, yang mempercayakan penyaluran berbagai macam produk seperti Silverqueen, Ceres, dan Top. 18) Nestle Indofood Citarasa Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk kecap, sambal dan bumbu instan. 19) PT Perfetti Vanmele Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk permen dengan merek Mentos, Fruitella, dan Marbels. 20) PT Sari Agrotama Persada, yang mempercayakan penyaluran produk minyak goreng kemasan dengan merek Sania dan Fortune. 21) CV Sepeda Balap, yang mempercayakan penyaluran produk the dengan merek Sepeda Balap. 22) PT Sentosa Karya Gemilang, yang mempercayakan penyaluran produk larutan Cap Kaki Tiga. 23) PT Smaxindo Multirasa, yang mempercayakan penyaluran produk makanan ringan (snack).
46
24) PT Utama Pangan Sentosa, yang mempercayakan penyaluran produk permen dengan merek Candico. 25) PT Ulam Tiba Halim, yang mempercayakan penyaluran produk minuman serbuk dengan merek Marimas dan Mariteh. Khusus untuk penelitian ini, penulis hanya membahas mengenai produk Sarimi yang diproduksi oleh PT ISM. PT SIP dipercaya oleh PT ISM sejak awal berdirinya tahun 1991, untuk menyalurkan produknya yaitu Sarimi khusus di wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. 4.3. Struktur Organisasi
Boone dan Kurtz dalam Swastha (2002) menyatakan bahwa organisasi adalah suatu proses tersusun yang orang-orangnya berinteraksi untuk mencapai tujuan. Manajer harus menyusun struktur organisasi formal yang orang-orang serta sumber-sumber fisiknya dipersiapkan dengan baik untuk
melaksanakan
rencana
dan
mencapai
tujuan
keseluruhan.
Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk mengatur semua tingkat aktivitas sesuai
dengan
lingkungan
dan
jenis
pekerjaan,
sekaligus
untuk
menempatkan personel yang cocok dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. PT SIP merupakan perusahaan yang menggunakan struktur organisasi fungsional.
Secara lebih jelas, struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 2. 4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP
PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, memiliki tugas dalam memasarkan dan menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen. Agar barang tersebut mudah dijangkau dalam keadaan dan waktu yang tepat serta memiliki ketersediaan yang mencukupi, maka diperlukan adanya sistem distribusi yang tepat agar proses penyaluran barang kepada konsumen dapat berjalan seoptimal mungkin. Masalah pengiriman barang bagi setiap perusahaan memang merupakan suatu masalah yang penting. Oleh karena itu, PT SIP berusaha selalu menyalurkan barang dengan sebaik mungkin agar diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Cakupan pasar PT SIP yaitu sampai ke pelosok-
47
pelosok daerah di wilayah Bogor dan Depok, dengan cakupan pasar tersebut maka PT SIP harus dapat mengontrol persediaan stok barang dan mengisi produk-produknya yang ada baik itu di supermarket, toko-toko grosir, retail dan lain-lain agar jangan sampai kosong. Untuk itu, diperlukan suatu sistem distribusi yang terkoordinasi dengan baik. Salah satu produk yang dipasarkan PT SIP adalah Sarimi, salah satu produk mi instan yang diproduksi oleh PT ISM.
PT SIP memperoleh
pasokan Sarimi langsung dari pabrik Indofood yang ada di Cibitung. Dalam memasarkan dan menyalurkan produk Sarimi, PT SIP membagi wilayah pemasarannya berdasarkan kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Luasnya wilayah pemasaran tidak terlalu menjadi hambatan dalam proses pendistribusian Sarimi, karena setiap dua atau tiga kecamatan ditangani oleh satu orang salesman sesua kebutuhan tiap kecamatan. Setiap kecamatan tersebut dipilih beberapa outlet yang akan meneruskan proses pemasaran dan penyaluran Sarimi kepada pengecerpengecer kecil dan konsumen akhir. Bentuk dan tipe outlet-outlet yang dipilih PT SIP antara lain : 1. Grosir dalam pasar 2. Grosir pinggir jalan/perumahan 3. Retail dalam pasar 4. Retail pinggir jalan 5. Special outlet 1, kategori outlet dengan peringkat 50 besar berdasarkan jumlah pengambilan. 6. Special outlet 2, kategori outlet dengan peringkat 51-100 besar berdasarkan jumlah pengambilan. 7. Horeka, yaitu hotel, restoran, dan kantor. 8. Koperasi, meliputi koperasi perusahaan, koperasi instansi pemerintah.
9. Mini market. 10. Super market. 11. Hypermarket
48
Keberadaan outlet-outlet ini sangat penting bagi perusahaan sebagai perantara penyaluran produk Sarimi dari PT SIP kepada para konsumen akhir. Oleh karena itu, kepuasan dari masing-masing outlet harus benarbenar diperhatikan. Tabel 5. Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok No.
Kecamatan
No.
Kecamatan
1.
Beji
18.
Ciomas
2.
Bogor Barat
19.
Cisarua
3.
Bogor Selatan
20.
Citeureup
4.
Bogor Tengah
21.
Dramaga
5.
Bogor Timur
22.
Gunung Putri
6.
Bogor Utara
23.
Jasinga
7.
Bojong Gede
24.
Jonggol
8.
Caringin
25.
Kemang
9.
Cariu
26.
Leuwiliang
10.
Ciampea
27.
Mega Mendung
11.
Ciawi
28.
Pancoran Mas
12.
Cibinong
29.
Parung
13.
Cibungbulang
30.
Sawangan
14.
Cigudeg
31.
Sukaraja
15.
Cijeruk
32.
Sukmajaya
16.
Cileungsi
33.
Tanah Sareal
17.
Cimanggis
Sumber : PT SIP Sistem distribusi yang dilakukan oleh PT SIP adalah sistem distribusi intensif, yaitu dengan menyediakan barang sebanyak mungkin di tempat penjualan karena pada umumnya pasar yang dilayani sangat luas. Sistem distribusi intensif ini biasanya digunakan untuk memasarkan barang-barang kebutuhan sehari-hari, agar konsumen dapat memperoleh barang tersebut dengan cepat dan mudah bila memerlukan. Ciri-ciri barang yang disalurkan melalui distribusi intensif antara lain: permintaan yang luas, pembelian lebih sering dalam jumlah kecil, tidak perlu pengetahuan teknis untuk menjual, harganya relatif rendah dan hampir tidak memerlukan pelayanan purna jual dan fasilitas reparasi serta persediaan onderdil.
Oleh sebab itu, PT SIP sebagai distributor Sarimi
49
menggunakan sistem distribusi intensif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus banyak menggunakan penyalur (outlet-outlet) untuk mendekati dan mencapai konsumen akhir, penyebarannya harus merata dan tersebar luas agar penjualannya dapat mencapai target yang diinginkan. Setelah salesman melakukan perundingan dengan pemilik outlet yaitu dengan melakukan penawaran mengenai produk-produk, harga dan promosi yang sedang dijalankan, maka outlet tersebut akan melakukan permintaan dan pemesanan.
Selain melalui salesman yang bertugas,
pemesanan dapat juga dilakukan melalui telepon atau faksimile ke kantor PT SIP. Pelayanan pengiriman yang diberikan PT SIP kepada outletnya mengenai kapan barang akan dikirim, biasanya sehari setelah adanya order (permintaan), dengan demikian pelayanan yang cepat akan menambah kepercayaan dan kepuasan outlet tersebut. PT SIP telah menyediakan 10 kendaraan yang terdiri dari truk engkel dan double untuk memenuhi permintaan Sarimi di wilayah Bogor dan Depok ini. Tujuh diantaranya merupakan kendaraan yang digunakan secara tetap dalam melakukan pengiriman sesuai dengan rute salesman. Sedangkan tiga lainnya digunakan untuk menangani order by phone, yang mungkin terjadi sewaktu-waktu. Jangka waktu pembayaran barang oleh konsumen yaitu dari diterimanya order lalu dibuatkan faktur pengiriman dan selanjutnya sampai ke tangan konsumen.
PT SIP memberi kelonggaran pembayaran dua
minggu setelah barang diterima konsumen. Pembayaran ini dapat dilakukan melalui kolektor atau melalui bank. Pembayaran melalui kolektor dilakukan oleh salesman secara langsung pada waktu kunjungan outlet, sedangkan pembayaran melalui bank dilakukan dengan menggunakan bilyet giro. Sarimi sebagai barang konsumsi tentunya memiliki masa berlaku sampai kapan produk tersebut layak dikonsumsi (kadaluarsa). Selain itu, produk yang sudah berada di outlet kadangkala mengalami kerusakan. Oleh karenanya, PT SIP memberikan jaminan terhadap toko dengan menanggung penggantian produk yang sudah kadaluarsa atau rusak dengan produk yang baru. Produk yang sampai ke tangan konsumen harus diusahakan berada
50
dalam kondisi yang bagus, sehingga konsumen dapat memiliki barang tersebut dalam keadaaan yang bagus. Untuk mengurangi dan menghindari resiko yang menjadi hambatan dalam manajemen saluran, seperti pemilik toko yang kabur beserta barangbarangnya atau giro kosong yang diterbitkan oleh outlet, maka PT SIP perlu untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin terjadi agar dapat mengambil keputusan dengan tepat.
Hambatan yang seringkali terjadi
adalah jauhnya rute yang harus dilalui salesman yang menyebabkan
salesman tersebut terlambat menyerahkan daftar pesanan dari pelanggan kepada bagian pengiriman. Akibatnya pengiriman menjadi terlambat. Untuk mengatasi hal ini perusahaan sangat menyarankan kepada pelanggan agar melakukan order by phone. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak PT SIP, masih terdapat inefisiensi dalam proses distribusi Sarimi yang dilakukan selama ini.
Salah satunya adalah besarnya pengeluaran biaya distribusi yaitu
sebesar 0,6%-0,9% dari total pengeluaran perusahaan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah: 1. Pungutan ilegal 2. Pengiriman yang tidak jadi karena outlet tutup, padahal biaya sudah terlanjur dikeluarkan. 3. Order yang hanya separuh dari kapasitas mobil, padahal biaya yang dikeluarkan penuh. Nilai 0,6%-0,9% masih belum memenuhi standar perusahaan sebesar 0,5% dari total pengeluaran perusahaan. Tapi pihak PT SIP yakin bahwa jumlah tersebut masih bisa dikurangi, salah satunya dengan memadatkan kapasitas mobil untuk pengiriman. Pembiayaan dalam penanganan dan pengiriman barang dari gudang
supplier (PT ISM) sampai ke gudang distributor (PT SIP) sepenuhnya ditanggung oleh pihak supplier. Sedangkan biaya penyaluran barang dari gudang distributor sampai ke konsumen ditanggung oleh pihak distributor. Selanjutnya
pola
saluran
distribusi
yang
memasarkan produk Sarimi dapat dilihat pada Gambar 5.
digunakan
dalam
51
Produsen
Agen
Produsen
Agen
Pedagang Besar
Pengecer
Konsumen Akhir
Pengecer
Konsumen Akhir
Gambar 5. Pola saluran distribusi Sarimi Secara umum pola saluran distribusi yang digunakan oleh PT SIP dapat juga dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diuraikan saluran distribusi PT SIP adalah sebagai berikut.
PT ISM
PT SIP
MODERN MARKET
TRADITIONAL MARKET
INSTITUSI
PENGECER
KONSUMEN
Gambar 6. Saluran distribusi PT SIP 1. PT ISM–PT SIP–Modern Market–Konsumen Pada saluran distribusi ini, PT ISM mempercayakan penyaluran produk Sarimi pada PT SIP khususnya untuk wilayah Bogor. Di sini PT SIP menekankan saluran pada modern market seperti mini market dan super
market, kemudian ke konsumen. Pola ini bertujuan untuk menjangkau konsumen kaum urban dan efisiensi. Pasar yang dikuasai oleh PT SIP berdasarkan pola ini sebesar 2%. 2. PT ISM–PT SIP–Traditional Market–Pengecer – Konsumen Pada saluran ini, PT SIP sebagai distributor yang menangani pemasaran produk Sarimi di wilayah Bogor, menyalurkan produk ke traditional
52
market seperti toko-toko grosir yang ada di dalam pasar atau yang ada di pinggir jalan/perumahan, kemudian dilanjutkan ke pengecer sebagai saluran distribusi terdekat ke konsumen akhir sehingga konsumen akhir bisa mendapatkan produk Sarimi.
Saluran ini bertujuan untuk
menjangkau konsumen kelas menengah ke bawah dan pemerataan distribusi sampai ke pelosok-pelosok daerah yang ada di wilayah Bogor. Pasar yang dikuasai oleh PT SIP dari pola ini sebesar 95%. 3. PT ISM–PT SIP–Institusi Pada saluran distribusi ini, PT SIP menekankan penyaluran produk ke institusi-institusi yang sekaligus menjadi konsumen akhir seperti hotel, restoran dan kantor (horeka) serta koperasi-koperasi perusahaan. Saluran ini bertujuan untuk menjangkau konsumen yang tidak memiliki waktu banyak dalam melaksanakan aktivitas belanja, serta untuk meningkatkan penjualan karena permintaan pesanan pada konsumen horeka ini lumayan tinggi meski hanya terjadi sebulan sekali. Pasar yang dikuasai oleh PT SIP berdasarkan pola ini adalah sebesar 3%. 4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor
Hasil optimal yang telah diperoleh dalam meminimalisasi biaya setiap bulan, maka PT SIP melakukan pendistribusian produk ke tiap kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan Depok. Perincian kecamatankecamatan yang menjadi tujuan distribusi dan variabel yang mewakili dapat dilihat pada Lampiran 6. Minimalisasi biaya pengalokasian produk ke kecamatan-kecamatan tersebut dilakukan dengan pertimbangan biaya angkut per karton, jumlah permintaan masing-masing kecamatan, permintaan total per bulan dan penawaran per bulan. Satu karton Sarimi berarti satu dus Sarimi yang berisi 40 bungkus. Semua data ini diolah dengan menggunakan LP. Biaya angkut merupakan hasil bagi antara biaya distribusi selama satu tahun dengan jumlah penjualan di daerah tujuan pada semester awal tahun 2006 (JanuariJuni).
Biaya distribusi disini terdiri dari fixed cost dan variable cost.
Variable cost berpengaruh lebih besar terhadap biaya angkut per karton.
53
Misalnya kita ambil contoh biaya angkut per karton Sarimi untuk wilayah Beji adalah sebesar Rp 713, seperti disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan No. 1. 2.
Komponen a. Biaya Distribusi (Rp) b. Jumlah Penjualan (Karton) Biaya Angkut (Rp) (a/b)
Lokasi Beji Beji
Jumlah 432900 607 713,18
Dari hasil pengolahan LP terlihat bahwa biaya angkut per karton terbesar adalah pada pengiriman menuju Cimanggis yaitu sebesar Rp. 1204. Maka yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan prioritas pendistribusian dimulai dari
kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton paling
rendah kemudian ke kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton paling tinggi. 4.5.1. Analisis Primal
Berdasarkan hasil olahan optimal dengan menggunakan
software LINDO, diperoleh jumlah distribusi optimal yang dapat meminimalisasi biaya distribusi berdasarkan data penjualan dan permintaan pada semester awal tahun 2006. Biaya distribusi minimum yang dapat dicapai pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 141.005.500,00. Selain itu, pada bagian ini ditampilkan hasil olahan optimal setelah dilakukan penghitungan pada biaya distribusi. Variable adalah variabel keputusan yaitu X11, X12, X13, ..., X133 (jumlah distribusi Sarimi dari sumber 1 (PT SIP) ke tujuan 1, 2, 3, ..., 33 yaitu kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan Depok). Value adalah nilai optimal untuk masing-masing variabel keputusan.
Nilai optimal untuk masing-masing variabel
keputusan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 7 (dalam satuan karton). Reduced Cost adalah besarnya penurunan koefisien fungsi tujuan agar apabila variabel yang bernilai nol (berarti tidak masuk dalam solusi) dipaksa untuk positif (berarti masuk dalam solusi). Jika value variabel bernilai positif nilai reduced cost pasti akan sama dengan nol, tetapi jika value variabel bernilai nol baru reduced cost akan positif. Nilai reduced cost menunjukkan apabila suatu variabel
54
yang memiliki nilai reduced cost dipaksakan menjadi satu atau setiap penambahan variabel tersebut sebesar 1 satuan maka akan menambah nilai fungsi tujuannya sebesar nilai reduced cost-nya. Tabel 7. Analisis primal terhadap biaya distribusi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Variabel X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X110 X111 X112 X113 X114 X115 X116 X117 X118 X119 X120 X121 X122 X123 X124 X125 X126 X127 X128 X129 X130 X131 X132
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal
Value 0 7757 48556 356787 9481 379642 10232 0 0 32454 11742 0 0 0 0 0 0 0 66786 0 0 37205 0 32963 93649 0 17674 15630 17189 43125 0 0
Reduced Cost 559 0 0 0 0 0 0 296 496 0 0 6 28 214 23 1050 602 184 0 82 131 0 16 0 0 426 0 0 0 0 187 505
Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 16 variabel yang memiliki nilai optimal positif dan 16 variabel yang memiliki nilai optimal nol. Beberapa hasil yang didapat adalah X11= 0 (distribusi di Beji), X12= 7757 (distribusi di Bogor Barat), X13= 48556 (distribusi di Bogor Selatan). Pengiriman produk sebaiknya tidak dilakukan ke kecamatan-kecamatan yang memiliki nilai optimal nol, karena bila dilaksanakan maka akan meningkatkan biaya distribusi yang harus dikeluarkan perusahaan. Seluruh kecamatan yang nilai optimalnya nol tersebut memiliki nilai reduced
55
cost. Variabel yang memiliki nilai reduced cost terbesar yaitu variabel X116 sebesar 1050, artinya jika PT SIP tetap memaksakan untuk melakukan pengiriman, maka biaya distribusi akan bertambah sebesar Rp 1050 per karton. Apabila perusahaan terpaksa harus melakukan pengiriman, sebaiknya ditunggu sampai persediaan Sarimi di kecamatan tersebut habis dengan memprioritaskan variabel (kecamatan) yang memiliki nilai reduced cost terkecil sampai dengan yang terbesar. 4.5.2. Analisis Dual
Besarnya penggunaan input-input atau kapasitas dapat diketahui dari nilai slack or surplus dan nilai dual prices/shadow
prices-nya. Jika nilai slack or surplus tersebut sama dengan nol berarti kapasitas tersebut habis terpakai (langka). Sebaliknya jika nilai slack-nya tidak sama dengan nol berarti input-input tersebut dalam jumlah berlebih. Angka slack menunjukkan jumlah kelebihan (surplus). Nilai dual dari suatu input yang langka atau pembatas merupakan shadow prices dari input-input tersebut.
Setiap
perubahan satu unit ketersediaan akan menyebabkan perubahan dari nilai fungsi tujuan sebesar shadow prices-nya. Dari shadow prices ini akan diketahui input-input yang menjadi kendala utama dalam mencapai hasil yang optimal yaitu kendala yang memiliki shadow
prices terbesar. Nilai shadow prices menunjukkan besarnya pengurangan pada biaya distribusi yang akan diberikan jika ketersediaan sumber daya tersebut ditambah sebesar satu satuan. Dalam kasus ini, jika nilai shadow prices-nya negatif, maka setiap kenaikan sebanyak satu karton akan menambah biaya distribusi yang dilakukan oleh PT SIP. Tabel 8 menunjukkan nilai slack or surplus untuk kendala penjualan sama dengan nol, artinya kapasitas penawaran yang ada habis terjual, tidak ada lagi sisa. Nilai shadow prices menunjukkan jika jumlah penjualan Sarimi di PT SIP ditambah sebesar satu unit
56
(satu karton) maka akan menambah biaya distribusi sebesar Rp 150,00. Tabel 8. Analisis dual terhadap penjualan Sarimi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Baris
Slack or Surplus 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Dual Prices
0 698 0 0 8002 0 0 0 3551 5786 0 0 38690 17178 3810 62347 722 1255 4633 0 4263 9577 0 39666 0 0 1408 0 0 0 0 2191 671
-154 0 54 23 0 4 39 55 0 0 116 66 0 0 0 0 0 0 0 23 0 0 6 0 32 71 0 68 72 82 143 0 0
Begitu juga dengan kendala permintaan untuk wilayah Beji, Bogor Tengah, Caringin, Cariu, Cibinong, Cigudeg, Cijeruk, Cileungsi, Cimanggis, Ciomas, Cisarua, Dramaga, Gunung Putri, Jonggol,
Mega
Mendung,
Sukmajaya
dan
Tanah
Sareal
menunjukkan nilai slack or surplus positif dan nilai shadow prices nol. Misalnya untuk kecamatan Beji, memiliki nilai slack or surplus 698, artinya perusahaan belum mampu melakukan pengiriman sesuai dengan permintaan maksimum, karena masih ada kelebihan kapasitas permintaan sebesar 698 karton.
57
Kendala permintaan di wilayah Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bojong Gede, Ciampea, Ciawi, Citeureup, Jasinga, Kemang, Leuwiliang, Pancoran Mas, Parung, Sawangan dan Sukaraja memiliki nilai slack or surplus positif dan nilai shadow prices nol . Misalnya untuk kecamatan Bogor Barat, memiliki nilai slack or surplus nol dan nilai shadow prices 54. Nilai ini menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan sebanyak satu karton, maka biaya distribusi yang dikeluarkan perusahaan akan berkurang sebesar Rp 54. Adanya nilai shadow prices dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi perusahaan untuk menambah jumlah permintaan yang sebaiknya diikuti juga dengan peningkatan pasokan. Hal ini akan membantu perusahaan dalam mengurangi biaya distribusi yang dikeluarkan. 4.5.3. Analisis Sensitivitas
Kondisi optimal dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari adanya perubahan nilai-nilai yang terdapat dalam model yang digunakan.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan terhadap
nilai ruas kanan kendala, perubahan terhadap koefisien input-output kendala, maupun perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan. Untuk dapat mengetahui pengaruh dari perubahan tersebut terhadap kondisis optimal
maka dilakukan analisis sensitivitas yang
menghasilkan selang kepekaan. Analisis sensitivitas yang terdapat dalam program LINDO yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama memuat analisis sensitivitas nilai-nilai koefisien fungsi tujuan (Objective Coefficient Ranges), sedangkan pada bagian kedua memuat analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala-kendala (Righthand Side Ranges). Analisis sensitivitas bagian pertama menjelaskan interval perubahan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang diizinkan agar nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Besarnya perubahan
58
minimalisasi biaya per unit yang diizinkan dapat dilihat pada kolom
allowable increase dan pada kolom allowable decrease.
Kolom
allowable decrease menunjukkan batas maksimum penurunan yang diperbolehkan atau diizinkan terhadap nilai-nilai koefisien fungsi tujuan agar nilai optimal variabel-variabel keputusan tidak berubah. Sedangkan pada kolom allowable increase menunjukkan batas maksimum yang diperbolehkan atau diizinkan agar nilai optimal variabel-variabel keputusan tidak berubah. Analisis sensitivitas bagian pertama dalam model penelitian ini yaitu menganalisis terhadap perubahan biaya angkut per karton dari PT SIP ke tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan Depok. Koefisien fungsi tujuan pada model adalah biaya angkut setiap pengiriman satu karton Sarimi. Dari hasil analisis sensitivitas terhadap koefisien fungsi tujuan dari model minimalisasi biaya distribusi di PT SIP, terdapat beberapa variabel yang tidak memiliki batas kenaikan atau penurunan nilai koefisien. Kenaikan atau penurunan tanpa batas ini disebut infinity. Hasil olahan optimal analisis sensitivitas terhadap koefisien fungsi tujuan dapat dilihat pada Tabel 9. Variabel
X11
yaitu
pengiriman
ke
kecamatan
Beji,
mempunyai batas maksimum kenaikan yang tidak terbatas (infinity), sedangkan penurunan minimum yang diizinkan adalah sebesar 559. Hal ini berarti biaya distribusi yang dikeluarkan perusahaan dari kegiatan pengiriman Sarimi ke kecamatan Beji dapat meningkat tak terbatas dan dapat turun hingga Rp 154 agar keputusan mengirim barang tidak berubah. Variabel X12 yaitu pengiriman ke Bogor Barat mempunyai batas maksimum kenaikan sebesar 54 dan batas penurunan minimum yang diizinkan adalah tak terbatas.
Hal ini berarti berarti biaya
distribusi yang dikeluarkan perusahaan dari kegiatan pengiriman Sarimi ke kecamatan Beji dapat meningkat tak terbatas dan dapat turun hingga Rp 154 agar keputusan mengirim barang tidak berubah.
59
Agar
diperoleh
biaya
minimum,
sebaiknya
diikuti
dengan
peningkatan penjualan, karena akan mengurangi biaya distribusi totalnya. Tabel 9. Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiaptiap kecamatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Variabel X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X110 X111 X112 X113 X114 X115 X116 X117 X118 X119 X120 X121 X122 X123 X124 X125 X126 X127 X128 X129 X130 X131 X132
Koefisien 713 100 131 154 150 115 99 450 650 38 88 160 182 368 177 1204 756 338 131 236 285 148 170 122 83 580 86 82 72 11 341 659
Allowable Increase INFINITY 54 23 6 4 39 55 INFINITY INFINITY 116 66 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 23 INFINITY INFINITY 6 INFINITY 32 71 INFINITY 68 72 82 143 INFINITY INFINITY
Allowable Decrease 559 INFINITY INFINITY 4 INFINITY INFINITY INFINITY 296 496 INFINITY INFINITY 6 28 214 23 1050 602 184 INFINITY 82 131 INFINITY 16 INFINITY INFINITY 426 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 187 505
Satuan Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah
Analisis sensitivitas bagian kedua menjelaskan selang perubahan kapasitas kendala yang diizinkan yang tidak akan menyebabkan perubahan terhadap nilai dual prices-nya. Interval perubahan nilai ruas kanan kendala tersebut ditunjukkan oleh kolom
allowable decrease yang menunjukkan batas maksimum penurunan yang diizinkan.
Sedangkan pada kolom allowable increase
menunjukkan batas maksimum kenaikan yang diizinkan.
60
Analisis sensitivitas terhadap nilai ruas kanan kendala dalam model optimalisasi distribusi sarimi di PT SIP ini menunjukkan bahwa batas maksimum kenaikan dan penurunan jumlah minimal distribusi produk ke setiap daerah pemasaran yang diizinkan yang tidak akan menyebabkan perubahan pada nilai dual prices-nya. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Analisis Sensitivitas terhadap Kendala Permintaan dan Penjualan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Baris 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Analisis
Right Hand Side 1180872 698 7757 48556 364789 9481 379642 10232 3551 5786 32454 11742 38690 17178 3810 62347 722 1255 4633 66786 4263 9577 37205 39666 32963 93649 1408 17674 15630 17189 43125 2191 671
sensitivitas
Allowable Increase 8002 INFINITY 356787 356787 INFINITY 356787 356787 356787 INFINITY INFINITY 356787 356787 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 356787 INFINITY INFINITY 356787 INFINITY 356787 356787 INFINITY 356787 356787 356787 356787 INFINITY INFINITY
ruas
kanan
Allowable Decrease 356787 698 7757 8002 8002 8002 8002 8002 3551 5786 8002 8002 38690 17178 3810 62347 722 1255 4633 8002 4263 9577 8002 39666 8002 8002 1408 8002 8002 8002 8002 2191 671
Satuan
kendala
penjualan
Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton Karton
menunjukkan kenaikan dan penurunan nilai ruas kanan yang masih diperbolehkan agar dapat mempertahankan kondisi optimal. Jika
61
selang perubahan berada di antara 824085 karton hingga 1188874 karton, maka solusi optimal tidak akan berubah. Analisis sensitivitas ruas kanan kendala permintaan juga masih menunjukkan kenaikan dan penurunan nilai ruas kanan yang masih diperbolehkan agar dapat mempertahankan kondisi optimal. Terdapat 17 kecamatan yang memiliki kenaikan jumlah permintaan tanpa batas. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Beji (X11), Bogor Tengah (X14), Caringin (X18), Cariu (X19), Cibinong (X112), Cigudeg (X113),
Cijeruk
(X114),
Cileungsi
(X115),
Cimanggis
(X116),
Ciomas(X117), Cisarua (X118), Dramaga (X120), Gunung Putri (X121), Jonggol (X123), Mega Mendung (X126), Sukmajaya (X131) dan Tanah Sareal (X132). Hal ini menunjukkan bahwa untuk ke-17 kecamatan tersebut jika terjadi peningkatan permintaan hingga berapapun, maka solusi optimal tidak akan berubah. 4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal
Pada kenyataannya, distribusi aktual sarimi untuk tahun 2006 berbeda dengan distribusi optimalnya. Penyimpangan ini terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan antara permintaan dan penjualan aktual.
Dari
penyimpangan tersebut perusahaan dapat menentukan prioritas pengiriman ke setiap kecamatan, sehingga biaya distribusi dapat diminimalisasi. Penyimpangan tingkat distribusi aktual Sarimi terhadap distribusi optimalnya untuk tiap kecamatan selama tahun 2006 ditampilkan pada Tabel 11. Total distribusi aktual Sarimi di Bogor Barat selama tahun 2006 adalah sebesar 6464 karton yang berarti terdapat kekurangan sebesar 1293 karton dari total distribusi optimalnya yang mencapai 7757 karton. Penyimpangan dalam distribusi ke Bogor Barat ini mencapai 16,6% dari distribusi optimal ke Bogor Barat.
62
Tabel 11. Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Aktual 607 6464 40463 303991 7901 316368 8897 3228 5260 29504 10210 32242 15616 3313 54215 602 1091 4029 55655 3875 7981 33823 36060 29966 85135 1225 14728 13591 14947 37500 1826 559 1180872
Optimal 0 7757 48556 356787 9481 379642 10232 0 0 32454 11742 0 0 0 0 0 0 0 66786 0 0 37205 0 32963 93649 0 17674 15630 17189 43125 0 0 1180872
Penyimpangan 607 -1293 -8093 -52796 -1580 -63274 -1335 3228 5260 -2950 -1532 32242 15616 3313 54215 602 1091 4029 -11131 3875 7981 -3382 36060 -2997 -8514 1225 -2946 -2039 -2242 -5625 1826 559 0
Terdapat 16 daerah yang distribusi aktualnya melampaui distribusi optimalnya, yaitu Beji dengan penyimpangan sebesar 607 karton, Caringin dengan penyimpangan 3228 karton, Cariu dengan penyimpangan 5260 karton, Cibinong dengan penyimpangan 32242 karton, Cigudeg dengan penyimpangan 15616 karton, Cijeruk dengan penyimpangan 3313 karton, Cileungsi dengan penyimpangan 54215 karton, Cimanggis dengan penyimpangan 602 karton, Ciomas dengan penyimpangan 1091, Cisarua dengan penyimpangan 4029 karton, Dramaga dengan penyimpangan 3875 karton, Gunung Putri dengan penyimpangan 7981 karton, Jonggol dengan
63
penyimpangan 36060, Mega Mendung dengan penyimpangan 1225 karton, Sukmajaya dengan penyimpangan 1826 karton dan Tanah Sareal dengan penyimpangan 559 karton. 4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal
Tabel 12. Penyimpangan biaya distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (Rp) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Aktual 432900 647400 5318845 46677441 1186183 36471552 881400 1453400 3416880 1128400 898300 5160228 2843948 1219400 9621470 724800 825000 1360000 7265315 912600 2276075 4993725 6130820 3670000 7030105 710600 1261000 1111500 1082900 405600 623200 368600 158109587
Optimal 0 775700 6360836 54945198 1422150 43658830 1012968 0 0 1233252 1033296 0 0 0 0 0 0 0 8748966 0 0 5506340 0 4021486 7772867 0 1519964 1281660 1237608 474375 0 0 141005496
Penyimpangan 432900 -128300 -1041991 -8267757 -235967 -7187278 -131568 1453400 3416880 -104852 -134996 5160228 2843948 1219400 9621470 724800 825000 1360000 -1483651 912600 2276075 -512615 6130820 -351486 -742762 710600 -258964 -170160 -154708 -68775 623200 368600 17104091
Untuk melihat apakah distribusi Sarimi telah dilakukan secara optimal atau belum, maka dilakukan perbandingan antara distribusi pada kondisi aktual dengan kondisi optimal.
Distribusi pada kondisi aktual
64
adalah distribusi Sarimi yang sebenarnya terjadi di PT SIP, sedangkan distribusi pada kondisi optimal adalah distribusi Sarimi yang sebaiknya diterapkan di PT SIP. Penyimpangan untuk total biaya distribusi ditampilkan pada Tabel 12. Biaya distribusi aktual untuk semester awal tahun 2006 mencapai Rp 158.109.587,00. Setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program linier maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 141.005.496,00. Biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 17.104.091,00 dari anggaran PT SIP, sehingga diharapkan pengalokasian dengan program linier ini dapat menjadi acuan dalam pendistribusian produk ke setiap kecamatan. Selain itu, hasil olahan LP juga dapat menentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas dalam pertimbangan minimalisasi biaya.
65
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sistem distribusi yang dilakukan oleh PT SIP adalah sistem distribusi intensif, yaitu dengan menyediakan barang sebanyak mungkin di tempat penjualan karena pada umumnya pasar yang dilayani sangat luas. Oleh sebab itu, sebagai distributor Sarimi PT SIP memilih beberapa outlet dari 33 kecamatan yang ada di daerah Bogor dan Depok sebagai penyalur untuk mendekati dan mencapai konsumen akhir. Dengan kata lain penyebarannya harus merata dan tersebar luas agar penjualannya dapat mencapai target yang diinginkan. Secara umum ada tiga pola saluran distribusi yang digunakan oleh PT SIP, yaitu: 1. PT ISM – PT SIP – Modern Market – Konsumen, 2. PT ISM – PT SIP – Traditional Market – Pengecer – Konsumen, dan 3. PT ISM – PT SIP – Institusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi distribusi aktual Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP berbeda dengan distribusi optimalnya. Total distribusi aktual Sarimi di Bogor Barat selama tahun 2006 adalah sebesar 6464 karton yang berarti terdapat kekurangan sebesar 1293 karton dari total distribusi optimalnya yang mencapai 7757 karton. Penyimpangan dalam distribusi ke Bogor Barat ini mencapai 16,6% dari distribusi optimal ke Bogor Barat. Penyimpangan distribusi aktual yang pengirimannya berada di bawah distribusi optimalnya berturut-turut adalah Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Tengah, Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Utara, Bojong Gede, Ciampea, Ciawi, Citeureup, Jasinga, Kemang, Leuwiliang, Pancoran Mas, Parung, Sawangan dan Sukaraja. Biaya distribusi aktual untuk semester awal tahun 2006 mencapai Rp 158.109.587,00. Setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program linier maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 141.005.496,00. Biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 17.104.091,00 dari anggaran PT SIP,
66
sehingga diharapkan pengalokasian dengan LP ini dapat menjadi acuan dalam pendistribusian produk ke setiap kecamatan. Selain itu, hasil olahan LP juga dapat menentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas dalam pertimbangan minimalisasi biaya. Hasil dari pengoptimasian yang dilakukan PT SIP sesuai yang diharapkan yaitu terdapat penghematan biaya distribusi sebesar Rp 17.104.091,00 pada awal semester tahun dari anggaran perusahaan. Berdasarkan hasil pengolahan LP persentase pengiriman yang terbesar adalah menuju kecamatan Bogor Utara (untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8). Hal ini disebabkan oleh biaya angkut/karton dari gudang PT SIP ke lokasi toko-toko yang ada di Bogor Utara yang relatif murah. Hasil analisa penyimpangan menunjukkan bahwa distribusi aktual yang dilakukan PT SIP belum optimal dalam menghemat biaya distribusi. Hal ini disebabkan distribusi pada tingkat aktual berbeda dengan distribusi pada tingkat optimal. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program linier maka biaya yang dikeluarkan hemat sebesar Rp 17.104.091,00 per tahun, sehingga diharapkan hal ini dapat menjadi acuan dalam pendistribusian produk.
Saran yang dapat
diberikan untuk PT SIP adalah agar melakukan prioritas dalam pengiriman produk dimulai dari kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton paling rendah kemudian ke kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton paling tinggi dengan pertimbangan minimalisasi biaya dan penentuan anggaran yang lebih rendah. Alokasi biaya per karton dalam penelitian ini adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan meliputi data permintaan, data penjualan dan biaya distribusi. Agar hasil alokasi biaya per karton bisa lebih mendekati kondisi optimal, maka untuk penelitian selanjutnya perlu dilengkapi dengan data-data tambahan.
67
Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dilakukan penelitian mengenai optimalisasi untuk memaksimalkan keuntungan. Selain itu perlu juga diteliti mengenai kebijakan harga di PT SIP.
68
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, T. 2002. Optimalisasi Distribusi Teh Botol Sosro Di PT Sasana Caraka Mekarjaya Unit Cakung Tugu. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adu
Strategi Merebut Pasar Mi Instan. 15 Februari 2004. http://www.csahome.com/modules.php?op=modload&name=News&file= article&sid=206.[25 Februari 2006]
Aprido, B. 2005. Optimalisasi Distribusi dan Penyimpanan Persediaan Karkas Ayam Broiler pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk di Wilayah Jabotabek. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assauri, S. 2004. Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. BPS. 2004. Konsumsi Penduduk Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Chandradhy, D. 1978. Strategi-strategi Pemasaran di Indonesia. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Lembaga
Melasih, E. 2005. Optimalisasi Pasokan Sayuran di Sentul Farm. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Farhani, D. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Salam Mie: Studi Kasus: PT Sentrafood Indonesia Corporation. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Isnaini, A. 2005. Model dan Strategi Pemasaran. NTP Press, Mataram. Kotler, P. 2002a. Manajemen Pemasaran. PT PrenhalLINDO, Jakarta. ______ . 2002b. Manajemen Pemasaran. PT PrenhalLINDO, Jakarta. Kotler, P & Alan R. Andreasen. 1995. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universits Indonesia, Jakarta. Pikiran Rakyat. 1 Oktober 2004. Pertumbuhan Ritel Diperkirakan 75%. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/01/0601.htm.[29 Januari 2006] PT Capricorn Indonesia Consult Inc. 2002. Prospek Industri dan Pemasaran Mie Instant di Indonesia. Indocommercial, 294 : Hlm. 3-6. PT Indofood Sukses Makmur. 2004. Laporan Tahunan. Jakarta.
69
Rangkuti, F. 2003. Riset Pemasaran. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Solihin, A. 2005. Mempelajari Sistem Distribusi Pemasaran Produk Pada PT Elang Perdana Tyre Industry. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subagyo, P dkk. 2000. Dasar-dasar Operations Research. BPFE, Yogyakarta. Supranto, J. 1991. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. _________. 1983. Linear Programming. Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Lembaga Penerbit
Swastha, B. 1999. Saluran Pemasaran. Edisi 1. BPFE, Yogyakarta. Swastha, B dan Ibnu Sukotjo. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga. Liberty, Yogyakarta. Taha, H.A. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jilid 1. Edisi 5. Binarupa Aksara, Jakarta. Winardi. 1980. Azas-azas Marketing. Alumni, Bandung.
70
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara 1. Apa bidang usaha PT SIP? 2. Produk apa saja yang dijual di PT SIP? 3. Bagaimana pola/sistem distribusi yang diterapkan di PT SIP? 4. Bagaimana dengan wilayah pemasaran PT SIP? 5. Apakah ada kendala dalam upaya distribusi Sarimi ke daerah Bogor dan Depok? 6. Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh PT SIP untuk mengatasi kendalakendala yang muncul dalam proses pendistribusian Sarimi? 7. Apakah ada kemungkinan-kemungkinan terjadinya inefisiensi dalam distribusi produk Sarimi? 8. Jika ada, apakah penyebabnya? 9. Apakah distribusi yang dilakukan saat ini cukup efektif mengingat luasnya wilayah pemasaran? 10. Apakah ada kendala-kendala yang dihadapi? Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasinya? 11. Bagaimana dengan sistem transportasi? Berapa armada yang telah dimiliki PT Sari Indo cabang Bogor? 12. Apakah sistem transportasi yang sekarang juga cukup efektif? 13. Berapa persentase biaya distribusi Sarimi yang dikeluarkan dari total pengeluaran perusahaan? 14. Apakah angka tersebut sudah memenuhi standar atau masih terlalu besar? 15. Apakah biaya-biaya tersebut masih bisa dikurangi jumlahnya?
71
Lampiran 2. Struktur organisasi PT SIP
72
Lampiran 3. Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Jumlah (karton) 607 6464 40463 303991 7901 316368 8897 3228 5260 29504 10210 32242 15616 3313 54215 602 1091 4029 55655 3875 7981 33823 36060 29966 85135 1225 14728 13591 14947 37500 1826 559 1180872
73
Lampiran 4. Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Jumlah (karton) 698 7757 48556 364789 9481 379642 10232 3551 5786 32454 11742 38690 17178 3810 62347 722 1255 4633 66786 4263 9577 37205 39666 32963 93649 1408 17674 15630 17189 43125 2191 671 1385320
74
Lampiran 5. Biaya distribusi aktual No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Jumlah (Rp) 432900 647400 5318845 46677441 1186183 36471552 881400 1453400 3416880 1128400 898300 5160228 2843948 1219400 9621470 724800 825000 1360000 7265315 912600 2276075 4993725 6130820 3670000 7030105 710600 1261000 1111500 1082900 405600 623200 368600 158109587
75
Lampiran 6. Nama kecamatan di wilayah bogor danbepok dan variabel yang mewakilinya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal
Variabel Xi1 Xi2 Xi3 Xi4 Xi5 Xi6 Xi7 Xi8 Xi9 Xi10 Xi11 Xi12 Xi14 Xi15 Xi16 Xi17 Xi18 Xi19 Xi20 Xi21 Xi22 Xi23 Xi24 Xi25 Xi26 Xi27 Xi28 Xi29 Xi30 Xi31 Xi32 Xi33
Biaya Angkut (Rp) 713 100 131 154 150 115 99 450 650 38 88 160 182 368 177 1204 756 338 131 236 285 148 170 122 83 580 86 82 72 11 341 659
76
Lampiran 7. Hasil pengalokasian optimal produk sarimi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Jumlah (karton) 0 7757 48556 356787 9481 379642 10232 0 0 32454 11742 0 0 0 0 0 0 0 66786 0 0 37205 0 32963 93649 0 17674 15630 17189 43125 0 0 1180872
77
Lampiran 8. Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. .22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Jumlah (karton) 607 6464 40463 303991 7901 316368 8897 3228 5260 29504 10210 32242 15616 3313 54215 602 1091 4029 55655 3875 7981 33823 36060 29966 85135 1225 14728 13591 14947 37500 1826 559 1180872
% 0 0,656887 4,111877 30,21386 0,802881 32,14929 0,866478 0 0 2,748308 0,99435 0 0 0 0 0 0 0 5,655651 0 0 3,150638 0 2,791412 7,930495 0 1,496691 1,323598 1,455619 3,651962 0 0 100
78
Lampiran 9. Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. .22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Kecamatan Beji Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Bojong Gede Caringin Cariu Ciampea Ciawi Cibinong Cigudeg Cijeruk Cileungsi Cimanggis Ciomas Cisarua Citeureup Dramaga Gunung Putri Jasinga Jonggol Kemang Leuwiliang Mega Mendung Pancoran Mas Parung Sawangan Sukaraja Sukmajaya Tanah Sareal Total
Jumlah (Rp) 0 775700 6360836 54945198 1422150 43658830 1012968 0 0 1233252 1033296 0 0 0 0 0 0 0 8748966 0 0 5506340 0 4021486 7772867 0 1519964 1281660 1237608 474375 0 0 141005496
79
Lampiran 10. Input data (model LP) 713X11+100X12+131X13+154X14+150X15+115X16+99X17+450X18+650X19+38X110+88X1 11+160X112+182X113+368X114+177X115+1204X116+756X117+338X118+131X119+236X12 0+285X121+148X122+170X123+122X124+83X125+580X126+86X127+82X128+72X129+11X 130+341X131+659X132 st X11+X12+X13+X14+X15+X16+X17+X18+X19+X110+X111+X112+X113+X114+X115+X116 +X117+X118+X119+X120+X121+X122+X123+X124+X125+X126+X127+X128+X129+X130+ X131+X132=1180872 X11<=698 X12<=7757 X13<=48556 X14<=364789 X15<=9481 X16<=379642 X17<=10232 X18<=3551 X19<=5786 X110<=32454 X111<=11742 X112<=38690 X113<=17178 X114<=3810 X115<=62347 X116<=722 X117<=1255 X118<=4633 X119<=66786 X120<=4263 X121<=9577 X122<=37205 X123<=39666 X124<=32963 X125<=93649 X126<=1408 X127<=17674 X128<=15630 X129<=17189 X130<=43125 X131<=2191 X132<=671 end
80
Lampiran 11. Hasil output optimal LP OPTIMUM FOUND AT STEP
15
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.1410055E+09
VARIABLE X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X110 X111 X112 X113 X114 X115 X116 X117 X118 X119 X120 X121 X122 X123 X124 X125 X126 X127 X128 X129 X130 X131 X132
ROW 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13)
VALUE 0.000000 7757.000000 48556.000000 356787.000000 9481.000000 379642.000000 10232.000000 0.000000 0.000000 32454.000000 11742.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 66786.000000 0.000000 0.000000 37205.000000 0.000000 32963.000000 93649.000000 0.000000 7674.000000 15630.000000 17189.000000 43125.000000 0.000000 0.000000
SLACK OR SURPLUS 0.000000 698.000000 0.000000 0.000000 8002.000000 0.000000 0.000000 0.000000 3551.000000 5786.000000 0.000000 0.000000
REDUCED COST 559.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 296.000000 496.000000 0.000000 0.000000 6.000000 28.000000 214.000000 23.000000 1050.000000 602.000000 184.000000 0.000000 82.000000 131.000000 0.000000 16.000000 0.000000 0.000000 426.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 187.000000 505.000000
DUAL PRICES -154.000000 0.000000 54.000000 23.000000 0.000000 4.000000 39.000000 55.000000 0.000000 0.000000 116.000000 66.000000
81
Lanjutan lampiran 11 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) 29) 30) 31) 32) 33) 34)
38690.000000 17178.000000 3810.000000 62347.000000 722.000000 1255.000000 4633.000000 0.000000 4263.000000 9577.000000 0.000000 39666.000000 0.000000 0.000000 1408.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2191.000000 671.000000
NO. ITERATIONS=
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 23.000000 0.000000 0.000000 6.000000 0.000000 32.000000 71.000000 0.000000 68.000000 72.000000 82.000000 143.000000 0.000000 0.000000
15
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
VARIABLE X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X110 X111 X112 X113 X114 X115 X116 X117 X118 X119 X120 X121 X122 X123 X124 X125
OBJ COEFFICIENT RANGES CURRENT ALLOWABLE COEF INCREASE 713.000000 INFINITY 100.000000 54.000000 131.000000 23.000000 154.000000 6.000000 150.000000 4.000000 115.000000 39.000000 99.000000 55.000000 450.000000 INFINITY 650.000000 INFINITY 38.000000 116.000000 88.000000 66.000000 160.000000 INFINITY 182.000000 INFINITY 368.000000 INFINITY 177.000000 INFINITY 1204.000000 INFINITY 756.000000 INFINITY 338.000000 INFINITY 131.000000 23.000000 236.000000 INFINITY 285.000000 INFINITY 148.000000 6.000000 170.000000 INFINITY 122.000000 32.000000 83.000000 71.000000
ALLOWABLE DECREASE 559.000000 INFINITY INFINITY 4.000000 INFINITY INFINITY INFINITY 296.000000 496.000000 INFINITY INFINITY 6.000000 28.000000 214.000000 23.000000 1050.000000 602.000000 184.000000 INFINITY 82.000000 131.000000 INFINITY 16.000000 INFINITY INFINITY
82
Lanjutan lampiran 11 X126 X127 X128 X129 X130 X131 X132
ROW 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
580.000000 86.000000 82.000000 72.000000 11.000000 341.000000 659.000000
INFINITY 68.000000 72.000000 82.000000 143.000000 INFINITY INFINITY
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE RHS INCREASE 1180872.000000 8002.000000 698.000000 INFINITY 7757.000000 356787.000000 48556.000000 356787.000000 364789.000000 INFINITY 9481.000000 356787.000000 379642.000000 356787.000000 10232.000000 356787.000000 3551.000000 INFINITY 5786.000000 INFINITY 32454.000000 356787.000000 11742.000000 356787.000000 38690.000000 INFINITY 17178.000000 INFINITY 3810.000000 INFINITY 62347.000000 INFINITY 722.000000 INFINITY 1255.000000 INFINITY 4633.000000 INFINITY 66786.000000 356787.000000 4263.000000 INFINITY 9577.000000 INFINITY 37205.000000 356787.000000 39666.000000 INFINITY 32963.000000 356787.000000 93649.000000 356787.000000 1408.000000 INFINITY 17674.000000 356787.000000 15630.000000 356787.000000 17189.000000 356787.000000 43125.000000 356787.000000 2191.000000 INFINITY 671.000000 INFINITY
426.000000 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 187.000000 505.000000
ALLOWABLE DECREASE 356787.000000 698.000000 7757.000000 8002.000000 8002.000000 8002.000000 8002.000000 8002.000000 3551.000000 5786.000000 8002.000000 8002.000000 38690.000000 17178.000000 3810.000000 62347.000000 722.000000 1255.000000 4633.000000 8002.000000 4263.000000 9577.000000 8002.000000 39666.000000 8002.000000 8002.000000 1408.000000 8002.000000 8002.000000 8002.000000 8002.000000 2191.000000 671.000000
KOMISARIS
BRANCH MANAGER
SALES MANAGER
ADMINISTRATION DEPARTEMENT HEAD
SALES SUPERVISOR
BILLING
KASIR SALESMAN TRADITIONAL MARKET
SALESMAN MODERN MARKET
FAKTURISASI
CLAIM
ELECTRONIC DATA PROCESSING
OFFICE GIRL
LOGISTIK
PERSONALIA
DELIVERY
ADM. GUDANG
DRIVER AND HELPER DRIVER
KA. GUDANG
HELPER GUDANG