Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK PETERNAKAN DI WILAYAH PERKOTAAN DKI JAKARTA (Analysis of the Preferences of Consumers on Animal Products in Jakarta) BACHTAR BAKRIE1, SUWANDI1, D. SETIABUDI1 dan SARJONI 2
1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta
ABSTRACT A study was conducted to investigate the preference of consumers in DKI Jakarta Province to animal products known as protein sources, namely: meat, milk and egg. The aims of this study were to a) gather information on characteristics of people who consume these products in this area, and b) to find out several factors which influenced the preference of people in buying and consuming these products. Information was collected through direct interview with respondents using a prepared questioners and the respondents were selected using a stratified random sampling technique. A total of 400 respondents were selected from 5 municipalities in this area. Data were analysed using descriptive analyses, cross tabulation and factor analyses. It is concluded from this studi that: a) housewife in a family has an important role in deciding to purchase the protein source foods, b) eggs were consumed in a great number compared to meat and milk by people who live in DKI Jakarta Province, and c) factors which influenced people in buying and consuming the animal products were the experience of people in buying, quality dan the price of the product. Key Words: Consumer Preferences, Meat, Milk, Egg, DKI Jakarta ABSTRAK Telah dilakukan suatu penelitian mengenai preferensi konsumen di wilayah DKI Jakarta terhadap produk peternakan sebagai sumber protein hewani, meliputi daging, susu dan telur, dengan tujuan untuk: a) mengetahui karakteristik masyarakat yang membeli dan mengkonsumsi daging, susu dan telur dan b) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen di wilayah ini terhadap produk peternakan tersebut. Metoda yang digunakan adalah dengan menggali informasi dari responden melalui wawancara untuk mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan, sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara acak dan terstruktur pada lima wilayah Kotamadya di DKI Jakarta. Jumlah responden yang terpilih pada setiap Kotamadya adalah 80 orang atau secara keseluruhan berjumlah sebanyak 400 orang. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis deskriptif, tabulasi silang dan analisis faktor. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: a) ibu rumah tangga mempunyai peran penting dalam pengambilan keputusan untuk pembelian produk pangan sumber protein hewani, b) telur merupakan sumber protein hewani yang lebih banyak dikonsumsi oleh responden daripada daging dan susu; c) faktor-faktor utama yang mempengaruhi responden dalam membeli dan mengkonsumsi produk peternakan adalah faktor pengalaman dalam membeli, mutu atau kualitas dan harga dari produk tersebut. Kata kunci: Preferensi konsumen, Daging, Susu, Telur, DKI Jakarta
PENDAHULUAN Proses pemilihan produk peternakan untuk dikonsumsi oleh masyarakat, dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a) tingkat perbedaan karakteristik individu, yaitu tingkat pendapatan, pengetahuan, pengalaman, gaya
854
hidup dan komunitas pergaulan; b) pengaruh eksternal, antara lain status sosial keluarga dalam masyarakat, latar belakang budaya dan kebiasaan masyarakat; c) pengaruh lingkungan; d) program kampanye atau promosi baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, serta e) pengaruh dari atribut (image) yang melekat
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
pada produk itu sendiri, yakni kebersihan, kesehatan, penampilan, kandungan gizi, keamanan, kemudahan diperoleh, rasa, mutu, kualitas, kepraktisan dan harga dari produk tersebut (SETIABUDI et al., 1999). Memilih produk peternakan untuk dikonsumsi dalam keluarga selalu berdasarkan atas pertimbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh dan kecerdasan. Hal ini disebabkan karena hampir semua mengetahui bahwa mengkonsumsi produk tersebut berkaitan erat dengan asupan protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Tingkat kecerdasan dalam keluarga atau masyarakat sangat ditentukan oleh seberapa banyak tingkat konsumsi protein hewani yang dimakan dalam waktu tertentu. Peran protein hewani dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan berkualitas hampir tidak dapat digantikan oleh protein nabati. Sebagaimana diketahui bahwa nilai cerna protein hewani selalu lebih tinggi daripada protein nabati, selain itu dari segi pemanfaatannya oleh tubuh, protein hewani juga jauh lebih baik daripada protein nabati (HARDINSYAH dan MARTIANTO, 1992). Diketahui juga bahwa protein hewani yang bermutu tinggi sangat vital dalam pembentukan otak anak sampai berusia dua tahun, karena protein hewani memiliki semua asam amino esensial, oleh sebab itu dapat disebut sebagai protein lengkap. Sumber protein hewani yang sudah sangat lazim dikenal dewasa ini adalah berupa daging, susu dan telur. Permintaan terhadap produk peternakan untuk dikonsumsi oleh masyarakat yang berada di wilayah DKI Jakarta, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena jumlah orang yang berpenghasilan cukup tinggi relatif lebih banyak di wilayah ini dibanding dengan di daerah lainnya di Indonesia. Selain itu juga berkaitan dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat akibat dari dampak perkembangan kota yang cukup pesat, sehingga terjadi arus urbanisasi yang cukup tinggi setiap tahun (ADIYOGA et al., 2002). Akan tetapi, jumlah produk ternak sumber protein hewani berupa daging, susu dan telur yang diproduksi di wilayah ini sangatlah tidak mencukupi, yaitu hanya dapat memenuhi sebanyak 13,6% dari kebutuhan daging, 3,0% susu dan 0,4% telur. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut maka setiap tahunnya lebih dari 11 ribu ton daging didatangkan dari luar daerah, selain itu sebanyak 21 ribu ton diimpor dari luar negeri. Sebanyak 180 ribu ton susu didatangkan setiap tahun ke Jakarta, sedangkan jumlah telur yang didatangkan ke wilayah ini mencapai 94 ribu ton berupa telur ayam ras, 10 ribu ton telur ayam buras dan 10 ribu ton telur itik (ANONIMUS, 2006; DINAS PEKANLA, 2006; DITJEN PETERNAKAN, 2006). Pada waktu terjadinya krisis ekonomi di Indonesia (pertengahan tahun 1997), konsumsi energi dan protein di seluruh wilayah, termasuk DKI Jakarta, mengalami penurunan, dimana tingkat penurunan konsumsi tersebut terlihat lebih tinggi di wilayah perkotaan daripada di pedesaan (ARIANI et al., 2000). Selain itu diketahui juga bahwa dampak negatif dari krisis ekonomi lebih banyak dirasakan oleh rumah tangga di kota yang pada umumnya bekerja di sektor informal, yaitu terutama pada sektor industri yang terkena dampak cukup parah, sehingga ada yang harus menutup usahanya atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin (IRAWAN dan ROMDIATI, 2000). Pada saat ini hanya sebagian kecil saja dari masyarakat perkotaan yang mampu memenuhi dan melebihi kebutuhan konsumsi pangan hewani. Tingkat konsumsi daging, telur dan susu punya kecenderungan untuk selalu meningkat, namun konsumsi ikan meskipun relatif tinggi, cenderung menurun termasuk pada kelompok masyarakat berpendapatan tinggi (SUSENAS, 2004). Peningkatan konsumsi pangan hewani selama 4 tahun terakhir (1999 – 2003) pada kelompok berpendapatan tinggi ternyata cukup nyata, yaitu untuk daging sapi 62,5 kkal/kap/hari, daging ayam 142,3 kkal/kap/hari dan telur 57,8 kkal/kap/hari (SOEDJANA, 2007). Meskipun demikian ratarata tingkat konsumsi protein hewani asal ternak oleh masyarakat Indonesia masih dibawah rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, yaitu sebesar 6 g/kap/hari. Saat ini pencapaian untuk daging adalah 3,35 g/kap/hari, telur 1,77 g/kap/hari dan susu 0,6 g/kap/hari, total 5,72 g/kap/hari (LIPI, 2004). Informasi tentang keadaan saat ini dalam hal preferensi konsumen di wilayah perkotaan DKI Jakarta, termasuk faktor-faktor utama
855
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
yang mempengaruhinya, dirasa perlu untuk diketahui. Informasi seperti ini sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam pengembangan pembangunan sektor peternakan, dalam rangka program ketahanan pangan atau untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan sumber protein hewani. Sehubungan dengan itu dalam makalah ini akan disampaikan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang preferensi konsumen di wilayah ini terhadap produk peternakan, meliputi daging, susu dan telur. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk: a) mengetahui karakteristik masyarakat yang membeli dan mengkonsumsi produk tersebut dan b) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen tersebut. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember tahun 2006 pada lima wilayah Kotamadya di DKI Jakarta, meliputi Jakarta Utara, Selatan, Barat, Timur dan Jakarta Pusat. Untuk pembagian segmentasi pasar, ditetapkan 2 jenis pasar yang menjadi tempat belanja masyarakat yaitu di pasar tradisional dan pasar swalayan atau supermarket. Selain itu juga ditetapkan sebanyak 2 buah lokasi untuk setiap jenis pasar yang disurvai. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text, yaitu suatu data yang berbentuk alphabetic maupun numeric. Data ini tidak mengikuti kaidah yang telah ditentukan, namun dapat berupa apa saja, sedangkan yang menentukan arti dari data tersebut adalah interpretasinya (FAUZI, 2000). Data text yang dimaksud adalah data tentang masyarakat DKI Jakarta, meliputi data karakteristik responden, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembelian daging, susu dan telur serta data lain yang berhubungan dengan atribut yang melekat pada produk tersebut. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, dimana data primer diperoleh langsung dari wawancara untuk pengisian kuesioner yang berisi daftar pertanyaan, terdiri dari pertanyaan tertutup (closed ended question) dan pertanyaan terbuka (open ended question). Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur, buku-
856
buku dan artikel yang berhubungan dengan topik penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terutama adalah data penduduk DKI Jakarta pada tahun 2005 (BPS, 2006). Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dari suatu populasi yang telah terbagi dalam suatu lapisan (strata) tertentu yang seragam (SINGARIMBUN dan EFFENDI, 1995). Wilayah tempat tinggal responden yang terbagi ke dalam lima wilayah Kotamadya digunakan sebagai kriteria dasar untuk membagi populasi menjadi beberapa strata atau tingkatan, kemudian dari setiap strata diambil beberapa sampel. Penentuan jumlah sampel yang diambil pada setiap strata dilakukan berdasarkan rumus Slovin (SIMAMORA, 2002), sehingga terpilih jumlah responden sebanyak 80 orang untuk setiap wilayah Kotamadya atau secara keseluruhan berjumlah sebanyak 400 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, tabulasi silang dan analisis faktor (GOMEZ dan GOMEZ, 1984). Analisis deskriptif digunakan untuk data kualitatif, seperti data karakteristik responden dan preferensi konsumen terhadap konsumsi daging, susu dan telur. Data kualitatif tersebut disajikan dalam bentuk uraian dan tabulasi sederhana untuk mengetahui gambaran umum dari karakteristik responden dan preferensi responden dalam membeli dan mengkonsumsi produk. Sedangkan analisis tabulasi silang digunakan untuk mengetahui beberapa hal yang mempengaruhi tingkat preferensi konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi daging, susu dan telur. Selanjutnya analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam membeli dan mengkonsumsi daging, susu dan telur. Analisis faktor tersebut digunakan untuk mereduksi data, yaitu meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor (SANTOSO dan TJIPTONO, 2001). Untuk melakukan analisis faktor ini digunakan software atau program komputer SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 12.0 (SPSS, 2004), dengan tahapan sebagai berikut: a) memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor, yaitu melalui pengelompokkan sejumlah variabel
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
yang mempunyai korelasi cukup kuat menjadi beberapa faktor, sedangkan variabel yang berkorelasi lemah akan dikeluarkan; b) melakukan “ekstraksi” pada sejumlah variabel terpilih sehingga menjadi satu atau beberapa faktor; c) melakukan “proses rotasi” untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain dan d) memberi nama pada faktor yang sudah terbentuk. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden Lokasi sampel pembelian dibagi menjadi dua kategori yaitu pasar tradisional dan pasar swalayan atau supermarket. Penetapan kedua tempat belanja ini dimaksudkan agar dapat terpilih berbagai jenis responden, baik dari golongan ekonomi tingkat menengah ke bawah maupun tingkat menengah ke atas. Secara umum diketahui bahwa masyarakat dengan penghasilan yang lebih tinggi cenderung untuk belanja di pasar swalayan. Hal ini selain disebabkan karena kesibukan dan kurangnya waktu yang tersedia, juga karena alasan mutu barang yang dibeli. Barang yang dijual di pasar swalayan dianggap mempunyai mutu yang lebih baik daripada yang dijual di pasar tradisional. Walaupun masyarakat yang berpenghasilan kurang akan lebih banyak berbelanja di pasar tradisional, namun karena alasan kenyamanan dan sekaligus untuk tujuan jalan-jalan atau rekreasi, maka banyak juga masyarakat tersebut melakukan pembelian makanan di pasar swalayan. Dari hasil survai yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa responden yang dijumpai dan ikut menjadi peserta dalam penelitian ini merupakan orang dewasa dengan rataan usia yang hampir sama untuk semua wilayah, yaitu sekitar 42,6 tahun. Kisaran usia dari responden adalah antara yang termuda berada di Kotamadya Jakarta Timur dengan usia rata-rata 37,4 tahun dan yang tertua berusia 42,6 tahun berada di Jakarta Selatan dan Utara. Semua responden pernah menduduki bangku sekolah dengan tingkat pendidikan yang cukup bervariasi dan mewakili semua jenjang mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Pasca Sarjana. Namun terlihat
bahwa jumlah yang terbanyak, yaitu 47% dari responden mempunyai pendidikan tingkat SMA dan 30% tingkat sarjana. Sangat sedikit dari responden yang hanya tamat SD dan sebagian kecil lainnya tamat SMP dan Pascasarjana, namun banyak juga yang menyelesaikan sekolah tingkat Diploma 3. Hal ini menunjukkan bahwa warga Jakarta yang membeli makanan sumber protein hewani mempunyai latar belakang pendidikan yang memadai, sehingga besar kemungkinan juga mempunyai pengetahuan yang cukup tentang manfaat dari jenis makanan tersebut. Lebih dari separuh responden (220 orang) adalah merupakan karyawan swasta dan hanya sepertiganya (131 orang) yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah karyawan swasta yang menjadi responden adalah hampir sama banyak di setiap wilayah studi, kecuali untuk Jakarta Pusat, jumlahnya lebih banyak daripada di wilayah lain. Hal ini mungkin sangat berhubungan dengan banyaknya tempat berusaha atau karena di wilayah ini merupakan pusat bisnis dengan jumlah pertokoan/kantor yang jauh lebih banyak dibanding dengan di tempat lainnya. Rataan jumlah anggota keluarga dari keseluruhan responden adalah sebanyak 4,73 orang, yaitu pada umumnya terdiri dari Ayah dan Ibu serta 2 orang anak dengan tambahan anggota keluarga (kalau ada) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan beberapa orang saudara dekat yang ikut tinggal bersama dalam keluarga tersebut. Lebih dari separuh reponden (55,7%) mempunyai keluarga tergolong keluarga kecil dengan jumlah hanya 4 orang dan sebanyak 37,2% responden termasuk keluarga katergori sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 – 7 orang. Sisanya sebanyak 7,10% adalah responden dengan anggota keluarga cukup besar yaitu berjumlah sebanyak 8 orang. Rataan tingkat pendapatan responden adalah sebesar Rp. 3.540.000 per bulan dengan rataan tingkat pengeluaran untuk belanja bahan makanan sebesar Rp. 1.240.000 per bulan. Rataan pendapatan tertinggi adalah sebesar Rp. 3.957.500 per bulan, dimiliki oleh responden yang berdomisili di Jakarta Selatan dan pendapatan terendah sebesar Rp. 3.047.500 per bulan diperoleh oleh responden yang berada di Jakarta Utara. Sedangkan rataan pengeluaran tertinggi sebesar Rp. 1.414.375
857
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
per bulan dilakukan oleh responden di Jakarta Timur dan pengeluaran terendah sebesar Rp. 1.091.875 per bulan oleh responden di Jakarta Utara. Berdasarkan besarnya penghasilan responden diketahui bahwa makanan sumber protein hewani selalu dibeli walaupun responden mempunyai penghasilan yang relatif kecil, yaitu hanya di bawah tiga juta rupiah per bulan. Hal ini terlihat dari data yang diperoleh bahwa lebih dari separuh (222 orang) responden mempunyai penghasilan lebih kecil dari Rp. 3.000.000 per bulan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang manfaat jenis makanan ini cukup baik dan hampir semua merasa perlu untuk mengkonsumsinya agar tubuh tetap sehat dengan gizi yang cukup. Konsumsi protein hewani Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kebanyakan responden lebih menyukai telur sebagai makanan sumber protein dengan jumlah keseluruhan responden yang menyatakan hal tersebut adalah sebanyak 43,3% (Tabel 1). Susu hanya disukai oleh sebanyak 29,7% responden, namun angka ini sedikit lebih tinggi daripada yang menyukai daging (27,0%). Daging lebih banyak disukai oleh responden yang berada di Jakarta Selatan, namun kurang disukai oleh yang tinggal di Jakarta Barat dan Pusat. Sedangkan susu lebih disukai oleh responden yang tinggal di Jakarta Barat dan kurang disukai oleh responden di Jakarta Selatan. Selanjutnya telur dikonsumsi oleh hampir sama banyak responden yang berada di setiap wilayah, namun paling banyak dikonsumsi oleh yang tinggal di Jakarta Pusat. Rataan jumlah daging yang dikonsumsi oleh masing-masing keluarga responden adalah sebanyak 9,56 kg per bulan atau setara dengan 2,02 kg/orang/bulan atau 24,2 kg/orang/tahun. Tingkat konsumsi daging ini adalah dua kali lipat lebih banyak daripada yang direkomendasikan yaitu sebesar 10,3 kg/orang/ tahun (LIPI, 2004), angka tersebut bahkan juga lebih tinggi dari rataan tingkat konsumsi daging warga Jakarta yang dilaporkan hanya sebesar 19,3 kg/orang/tahun (DINAS PEKANLA, 2006). Rataan jumlah susu yang dikonsumsi responden adalah sebanyak 5,28 liter/keluarga/
858
bulan atau 1,19 liter/orang/bulan dan setara dengan 14,3 kg/orang/tahun. Tingkat konsumsi susu ini juga dua kali lebih banyak daripada yang direkomendasikan, yang hanya sebanyak 7,20 kg/orang/tahun. Namun angka ini lebih rendah daripada rataan tingkat konsumsi susu warga Jakarta yang dilaporkan sebanyak 24,0 kg/orang/tahun. Jumlah konsumsi telur rata-rata oleh responden dalam satu tahun adalah sebanyak 13,0 kg/orang/tahun, merupakan angka yang hampir sama dengan rataan konsumsi susu warga Jakarta yang dilaporkan oleh DINAS PEKANLa (2006). Tingkat konsumsi telur tersebut juga dua kali lebih besar daripada yang direkomendasikan dengan nilai hanya sebanyak 6,5 kg/orang/tahun. Tabel 1. Jumlah responden (orang) pada berbagai jenis protein hewani yang paling sering dikonsumsi di lima wilayah Kota DKI Jakarta Lokasi Jakarta Selatan
Sumber protein hewani Daging
Susu
Telur
39
11
30
Jakarta Utara
21
22
37
Jakarta Barat
13
33
34
Jakarta Timur
24
26
30
Jakarta Pusat
11
27
42
Jumlah
108
119
173
Lebih dari separuh responden (57,5%) hanya mengkonsumsi daging dengan jumlah kurang dari 10 kali per bulan, sehingga termasuk kategori rendah (Tabel 2). Hanya sedikit responden (5,30%) yang mengkonsumsi daging lebih dari 20 kali per bulan, sedangkan selebihnya (37,2%) mengkonsumsi daging dengan kategori sedang, yaitu sebanyak 10 – 20 kali per bulan. Jumlah responden yang termasuk kategori ini paling banyak terdapat di wilayah Jakarta Pusat. Mayoritas responden mengkonsumsi susu dengan kategori rendah (62,2%) (< 10 kali/bulan). Namun jumlah responden yang termasuk kategori tinggi (> 20 kali/bulan) jauh lebih banyak daripada yang termasuk kategori sedang (10 – 20 kali/bulan). Responden tersebut lebih banyak bertempat tinggal di wilayah Jakarta Barat dan Pusat.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 2. Jumlah responden (orang) pada berbagai kategori tingkat konsumsi daging, susu, telur di lima wilayah Kotamadya DKI Jakarta Daging
Lokasi
1
1
Susu 2
Tinggi
3
Rendah Sedang
Telur
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah Sedang
Tinggi
Jakarta Selatan
45
32
3
63
12
5
49
20
11
Jakarta Utara
53
23
4
59
11
10
36
35
9
Jakarta Barat
43
33
4
43
13
24
25
42
13
Jakarta Timur
39
37
4
37
24
19
23
42
15
Jakarta Pusat
50
24
6
47
7
26
15
48
17
Jumlah
230
149
21
249
67
84
148
187
65
< 10 kali/bulan; 2 10 – 20 kali/bulan; 3 > 20 kali/bulan
Jumlah responden yang mengkonsumsi telur dengan kategori sedang hampir mencapai separuh (46,7%) dari responden yang diwawancarai, dengan jumlah terbanyak (48 orang) berada di wilayah Jakarta Pusat. Sedangkan responden yang mengkonsumsi telur kurang dari 10 kali/bulan berjumlah lebih dari 37,0% dengan jumlah terbanyak (47 orang) bertempat tinggal di wilayah Jakarta Selatan. Hanya sebagian kecil (16,3%) responden yang mengkonsumsi telur sebanyak lebih dari 20 kali/bulan, dengan jumlah terbanyak berada di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat, dan paling sedikit berada di Jakarta Utara. Sehubungan dengan pertanyaan mengenai tingkat alasan mengkonsumsi bahan makanan sumber protein hewani, diperoleh informasi bahwa lebih dari separuh responden mengatakan alasan utama mengkonsumsi makanan tersebut adalah karena kandungan gizi yang sangat baik untuk kesehatan. Setelah itu harga yang terjangkau, rasa enak, kemudahan untuk memperoleh, kecepatan dalam penyajian dan sebagai variasi dari lauk pauk.
dalam hal ini. Selain itu kebanyakan pembelian makanan ini telah direncanakan sebelum berangkat ke pasar (59,2%), walaupun kadangkadang juga dapat dipengaruhi oleh situasi pada saat belanja di pasar (35,7%). Pada umumnya responden akan berusaha untuk mencari produk yang diinginkan di tempat lain jika tidak ditemukan di tempat yang biasa, namun sebagian (46,2%) ada juga yang membeli produk lain yang ada dan hanya sebagian kecil (3,10%) yang tidak jadi membelinya. Ternyata juga bahwa hampir semua responden (79,7%) mempunyai keinginan untuk selalu membeli produk ini walaupun harganya naik, walaupun sebagian (19,0%) ada yang beralih untuk mecari produk lain dan hanya sebagian kecil (1,30%) yang memutuskan untuk tidak jadi membeli produk tersebut. Hal ini makin memperkuat pendapat bahwa kebanyakan warga Jakarta sudah mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang manfaat dari makanan sumber protein hewani. Selain itu mungkin juga berhubungan dengan tingkat penghasilan yang cukup memadai untuk dapat atau mampu membeli jenis produk tersebut.
Pembelian makanan sumber protein hewani
Analisis faktor yang mempengaruhi preferensi
Dalam penentuan untuk pembelian makanan sumber protein hewani diperoleh informasi dari responden bahwa yang memutuskan untuk membeli makanan tersebut adalah ibu atau isteri (73,7%). Namun seluruh anggota keluarga juga sering ikut serta dalam memutuskan pembelian makanan ini, akan tetapi peran Ayah dan anak sangat sedikit
Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat dalam memberikan keputusan membeli dan mengkonsumsi produk peternakan ditandai dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,5. Apabila ada beberapa faktor yang mempunyai nilai koefisien korelasi di bawah 0,5, maka faktor-faktor tersebut tidak
859
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan membeli atau mengkonsumsi produk peternakan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor perbedaan individu, meliputi pendapat responden, pengetahuan tentang produk, pengalaman membeli produk, gaya hidup, budaya/suku bangsa, teman/sahabat dan status sosial mengelompok menjadi satu faktor yang mempengaruhi pembelian dan konsumsi produk peternakan (Tabel 3). Dari faktor-faktor tersebut ternyata yang paling kuat dalam mempengaruhi adalah faktor pengalaman responden dalam membeli produk sebelummya dengan nilai r sebesar 0,808, sedangkan yang paling lemah adalah faktor pendapat responden, dengan nilai r sebesar 0,549. Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dalam membeli dan mengkonsumsi produk peternakan di wilayah DKI Jakarta Faktor-faktor yang mempengaruhi
Koefisien korelasi (r)
Perbedaan individu Pengalaman membeli produk
0,808
Teman/sahabat
0,700
Pengetahuan tentang produk
0,681
Budaya/Suku bangsa
0,626
Gaya hidup
0,573
Status sosial
0,570
Pendapat responden
0,549
Atribut produk Mutu/kualitas
0,807
Rasa
0,725
Kandungan gizi
0,686
Hiegenis (kebersihan produk)
0,588
Ekonomi Harga
0,817
Kemudahan memperoleh
0,804
Praktis/kecepatan penyajian
0,607
Pengelompokkan faktor kedua yang mempengaruhi dalam membeli dan mengkonsumsi produk tersebut adalah faktor atribut produk, meliputi: higienis/kebersihan produk, kandungan gizi, rasa dan mutu/kualitas produk. Dari kelompok faktor ini yang
860
mempunyai pengaruh paling kuat adalah faktor mutu/kualitas produk itu sendiri, dimana mempunyai nilai sebesar 0,807, sedangkan yang paling lemah adalah faktor higienis atau kebersihan produk, dengan nilai r sebesar 0,588. Selanjutnya pengelompokkan faktor ketiga yang mempengaruhi adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan ekonomi, yaitu: harga, kemudahan diperoleh, dan kecepatan dalam penyajian. Dari faktor ini yang mempunyai pengaruh sangat kuat adalah harga, dengan nilai r sebesar 0,817. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan harga yang cukup nyata, maka akan mempengaruhi keputusan dalam pembelian dan mengkonsumsi produk tersebut. Sedangkan yang paling lemah adalah faktor kepraktisan atau kecepatan dalam penyajian, dengan nilai r sebesar 0,607. KESIMPULAN 1. Hampir semua warga DKI Jakarta mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang manfaat atau kegunaan dalam mengkonsumsi makanan sebagai sumber protein hewani. Ibu rumah tangga atau isteri mempunyai peran yang lebih tinggi dalam hal pembuatan keputusan untuk pembelian produk sumber protein hewani. 2. Tingkat konsumsi daging, susu dan telur oleh penduduk yang tinggal di Jakarta termasuk cukup tinggi dengan jumlah lebih dua kali lebih daripada angka yang direkomendasikan. Telur merupakan sumber protein hewani yang lebih banyak dikonsumsi oleh responden dibandingkan dengan daging dan susu. 3. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam membeli dan mengkonsumsi produk peternakan adalah faktor pengalaman dalam membeli, mutu atau kualitas dan harga dari produk tersebut. DAFTAR PUSTAKA ADIYOGA, W., B. BAKRIE dan H. PURNOMO. 2002. Prospek dan persepsi pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta. Pros. Seminar Regional: Pemanfaatan Teknologi dalam Upaya Memantapkan Pertanian Perkotaan. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. hlm. 18 – 26.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
ANONIMUS. 2006. Pendistribusian Daging ke Pasar DKI Jakarta. Laporan Tahunan. PD Dharmajaya, Jakarta. ARIANI, M., H.P. SALIEM, S.H. SUHARITINI, WAHIDA dan M.H. SAWIT. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Konsumsi Pangan Rumahtangga. Laporan Hasil Penelitian. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. BPS. 2006. Jakarta Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Provinsi DKI Jakarta. DINAS PEKANLA. 2006. Buku Saku Tahun 2006. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan. Provinsi DKI Jakarta. DITJEN PETERNAKAN. 2006. Statistik Peternakan Tahun 2006. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. FAUZI. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Institut Pertanian Bogor. GOMEZ, K.A. dan A.A. GOMEZ. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. 2nd Edition. Jhon Willey and Sons, New York. HARDINSYAH dan D. MARTIANTO. 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen.Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
LIPI. 2004. Angka Kecukupan Gizi Bagi Orang Dewasa. Lokakakarya Nasional Widya Karya Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. SANTOSO dan TJIPTONO. 2001. Statistik NonParametrik. Media Elexindo, Jakarta. SETIABUDI, D., H. WIJAYANTI, E. BASUNO dan WINUGROHO. 1999. Karakteristik Pasar dan Pola Konsumsi Ternak Potong di DKI Jakarta. Laporan Hasil Pengkajian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta. SIMAMORA. 2002. Statistika untuk Umum. Teknologi Informasi Statistik, Bandung. SINGARIMBUN dan EFFENDI. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta. SOEDJANA, T.D. 2007. Masalah dan kebijakan peningkatan produk peternakan untuk pemenuhan gizi masyarakat. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia. Bogor, 21 Nopember 2007. SPSS Inc. 2004. Statistical Package for Social Science. SPSS Inc. Headquarters, 233 S. Wacker Drive, 11th Floor Chicago, Illinois 60606. SUSENAS. 2004. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
IRAWAN, P.B. dan H. ROMDIATI. 2000. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kemiskinan dan Beberapa Implikasinya untuk Strategi Pembangunan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, 29 Februari – 2 Maret. LIPI, Jakarta.
861