ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI Johnny W. Situmorang1 dan Pariaman Sinaga2 1 Peneliti di Kementerian KUKM 2 Staf Ahli Menteri KUKM Jalan HR Rasuna Said Kav. 3-4 Jakarta Selatan Email:
[email protected] Diterima 29 Agustus 2013; direvisi 14 Oktober 2013; disetujui 24 Oktober 2013 Abstrak Koperasi Skala Besar adalah program Kementerian Koperasi & UKM untuk memberdayakan koperasi untuk menjadi koperasi global, diluncurkan pada 2010. Setidaknya, ada 33 koperasi yang tersebar di setiap provinsi yang siap menjadi koperasi skala besar setelah 5 tahun ke depan. Kajian ini untuk mengungkap posisi strategis beberapa koperasi yang telah diusulkan dalam program di beberapa provinsi. Berdasarkan model McKinsey, studi ini menunjukkan sebagian besar sampel masuk dalam strata “grow atau membiarkan pergi” dan “panen”. Dengan demikian, pilihan strategi untuk memperluas berbeda untuk setiap koperasi. Namun, secara umum, sebaiknya pilihan strategi untuk menjadi KSB yang tepat adalah untuk lebih mengutamakan perbaikan lingkungan internal. kata kunci: Mc Kinsey model, kekuatan bisnis, dayatarik industri, strategi Abstract Large Scale Cooperative is a program of the Ministry of Cooperatives and SMEs to empower cooperatives to become a global cooperative, launched in 2010. At least, there are 33 cooperatives spread across every province that is ready to be a large-scale cooperative after 5 years. This study is to uncover some of the strategic position of cooperatives that have been proposed in the program in some provinces. Based on the McKinsey Model, this study demonstrates the majority of the samples included in the strata “grow or let go” and “harvest”. Thus, the choice of a strategy to expand is difference for each cooperative. However, in general, we recommend that the propriate strategy to reach the large-scale cooperative is to prioritize improvement of the internal environment. keywords: Mc Kinsey model, the power of business, industrial attractiveness, strategy 1.
PENDAHULUAN
Sampai tahun 2009, pemahaman posisi koperasi hanyalah pada peran konstitusinya sebagai lembaga ekonomi rakyat yang cenderung sebagai jargon politik, tidak pernah ada visi bahwa koperasi bisa sebagai entitas bisnis yang berskala global, sebagaimana koperasi di negara maju. Berdasarkan UUD 1945, sesungguhnya posisi koperasi sangat strategis untuk menjadi pebisnis skala besar
yang berwawasan internasional. Menurut UU 25/1992, pemerintah wajib membangun koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Demikian juga UU 17/2012 tentang Perkoperasian sebagai UU pengganti UU 25/1992, juga mengamanatkan peran pemerintah dalam pembangunan koperasi. 21
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Berdasarkan UU nomor 39/2008 keberadaan Kementerian KUKM adalah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Kementerian KUKM adalah salah satu lembaga yang secara khusus bertugas menyelenggarakan pemerintahan di bidang KUKM, sementara lembaga-lembaga lainnya juga bertugas untuk itu. Posisi Kementerian KUKM semestinya mengoordinasikan tugas-tugas pemerintahan secara nasional agar tercapai sinkronisasi program dan kebijakan dalam proses perencanaan dan pengendalian agar implementasi pembangunan daerah searah dengan dengan perencanaan strategis nasional (Situmorang, 2012). Dengan landasan UU tersebut, pemerintah mengembangkan sistem pembangunan koperasi dengan keterlibatan penuh Kementerian KUKM. Fungsi Kementerian KUKM tidak hanya dalam hal formulasi, implementasi, dan pengendalian kebijakan KUKM, tetapi juga mencakup fungsi teknis, misalnya dalam pembiayaan koperasi terkait produksi, pemasaran, dan sumberdaya manusia dalam rangka pemberdayaan koperasi (Anonim, 2011). Keterlibatan pemerintah secara langsung dalam pembangunan koperasi telah menghasilkan ratusan ribu unit koperasi dengan anggota jutaan orang. Namun, performa kualitas belum menunjukkan sebagaimana harapan koperasi baik sebagai pilar perekonomian kerakyatan maupun korporasi yang andal. Sebagian besar koperasi masih lemah karena rendahnya kualitas sumberdaya manusia, akses permodalan, teknologi atau manajemen, dan pemasaran. Oleh karena itu, sesuai dengan kewenangannya, sejak tahun 2010, Kementerian KUKM meluncurkan program pemberdayaan Koperasi Skala Besar (KSB) dengan harapan pada akhir tahun 2019 akan terdapat sebanyak tiga koperasi di setiap propinsi yang skala usahanya besar
22
dan manajemennya mengarah pada korporasi. Tulisan ini mengungkap bagaimana performa koperasi calon koperasi skala besar di beberapa provinsi. 1.1. Permasalahan Sampai tahun 2012, geliat pembangunan koperasi telah memunculkan sebanyak 194,295 unit koperasi dengan anggota 33,869,439 juta orang dan menyerap tenaga kerja 429,678.0 orang. Dengan jumlah koperasi yang aktif sebesar 71.71%, penciptaan bisnis koperasi sebanyak itu adalah Rp119.18 triliun atau sekitar 1.5% dari PDB. Penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 429,678.0 orang. Terjadi pertumbuhan koperasi yang pesat sampai tahun 2012. Dengan penyerbaran koperasi yang sangat luas, dari perdesaan sampai perkotaan, merupakan kelebihan koperasi dibanding badan usaha non-koperasi. Hal ini semestinya menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi RI. Namun, maksud tersebut belum terwujud karena kualitas koperasi masih rendah. Sejalan dengan perubahan tatanan perekonomian dunia, semestinya koperasi dapat menjadi lembaga bisnis yang berskala global sebagaimana koperasi di negara maju. Ini yang mendorong pemerintah agar koperasi Indonesia mampu menjadi pelaku bisnis global dengan Program Koperasi Skala Besar (PKSB) yang telah diluncurkan pada tahun 2010. Setiap provinsi telah mengajukan tiga koperasi agar dapat menjadi koperasi skala besar. Setelah tiga tahun berjalan, permasalahannya adalah belum terungkap sejauhmana performa koperasi yang masuk dalam PKSB. Untuk itu perlu dilakukan kajian performa untuk mengetahui posisi strategik koperasi dalam sistem pasar yang kompetitif.
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) 1.2. Tujuan dan Manfaat Dari uraian sebelumnya, tujuan kajian ini adalah mengetahui posisi koperasi calon koperasi skala besar berdasarkan kerangka strategik. Tulisan ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan koperasi dan pengembangan bisnis koperasi bagi pengurus koperasi. 1.3. Metode Tulisan ini diangkat dari hasil kegiatan Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian KUKM pada tahun anggaran 2012 menyangkut evaluasi atas implementasi rencana pengembangan koperasi skala besar. Sejalan dengan permasalahan dan tujuan, pendekatan analisis adalah manajemen strategik (Pearce II and Robinson, 2000), ekonomi (Johnson, 1986), dan sosial (Adi, 2005) yang mampu menjelaskan posisi koperasi berdasarkan Model McKinsey & Co. Model ini sangat lazim digunakan oleh korporasi global untuk mengungkapkan posisi strategis korporasi dalam iklim kompetitif. Model McKinsey mengunakan dua faktor untuk menjelaskan posisi strategis, yakni business strengthen factor (faktor kekuatan bisnis) dan industry attractiveness factor (faktor daya tarik industrial). Aplikasinya dalam analisis Model McKinsey tersebut menjadi faktor lingkungan internal dan faktor lingkungan eksternal, kemudian variabel, dan indikator masing-masing disesuaikan dengan prinsip dan praktek koperasi. Secara prinsip, analisis McKinsey searah dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat), tetapi dengan sembilan sel. Sedangkan analisis SWOT dengan empat sel (kuadrant). Faktor Kekuatan Bisnis (FKB) merupakan lingkungan internal koperasi dan Faktor Dayatarik Industrial (FDI) merupakan lingkungan eksternal koperasi. Faktor dan variabel dari model McKinsey dan aplikasinya terlihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Analisis kuantitatif menggunakan indeks dengan terlebih dahulu dilakukan pembobotan
terhadap faktor, variabel dan indikator. Skala yang digunakan adalah skala Lykert (Sugiyono, 2008; Riduwan dan Akdon, 2005). Indeks diperoleh sebagai nilai harapan (expected value) dari interaksi bobot faktor, variabel, dan indikator internal dan eksternal. Indikator atas lingkungan operasional, lingkungan industrial, dan lingkungan jauh. Tampilan hasil analisis dalam bentuk matriks model McKinsey sebagaimana terlihat pada Lampiran 3 (Situmorang, 2013a dan 2013b). Metode pembobotan dan indeks performa faktor, variabel, dan indikator (IPF, IPV, dan IPI) adalah dengan menggunakan rumus tertentu. Persamaan (1) berikut adalah menentukan bobot faktor, variabel, dan indikator: ..................... (1) dimana Wi = bobot faktor, variabel, atau indikator ke i Ni = jumlah sampel yang memilih angka peringkat faktor, variabel, atau indikator ke i Pj = urutan angka peringkat tertinggi sampai terrendah faktor, variabel, atau indikator ke j n = jumlah total sampel Untuk Pj, misalnya sebanyak 5 variabel yang mau diurutkan peringkat kepentingannya, dari angka 1 (terpenting) sampai angka 5 (sangat tak penting). Maka P1 adalah angka 5, P2 adalah angka 4, dan seterusnya. Untuk menentukan IPF/V/I (Indeks Performa Faktor/Variabel/Indikator) sebagai indeks komposit adalah dengan persamaan (2) berikut: Siwi ...................................... (2)
i
dimana Si = nilai skor terboboti dari faktor, variabel, atau indikator ke i. Metode indeks sangat baik digunakan untuk menunjukkan performa atau peringkat ketika berbagai faktor diketahui menentukan performa suatu obyek (Situmorang dkk, 2007; Situmorang, 2008a, 2008b, 2009, 2010). 23
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Tabel 1. Perkembangan Koperasi Indonesia Secara Nasional Berdasarkan Beberapa Indikator, Tahun 2010 dan 2012 No
Uraian
Satuan
2010
2012
Tumbuh (%)
Unit
177,462.0
194,295.0
9.49
1
Jumlah koperasi
2
Jumlah anggota koperasi
Juta Orang
30.50
33.87
11.05
3
Nilai modal
Rp triliun
64.58
102.82
59.21
4
Nilai usaha
Rp triliun
76.80
119.18
55.18
5
Jumlah tenagakerja
Orang
326,718.0
429,678.0
31.51
Sumber: Situmorang (2012) Analisis ini menggunakan data primer dan sekunder dengan kasus adalah koperasi di Provinsi-provinsi Jawa Tengah, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Teknik pengambilan sampel adalah dengan sengaja, yaitu sebanyak 16 koperasi yang masuk dalam PKSB di bawah kendali Deputi Bidang Pembiayaan (Lampiran 4). Responden adalah pengurus koperasi, representasi koperasi sebagai unit analisis. Data primer non-parametrika yang dipakai adalah tahun 2012 dan data sekunder parametrika tahun 2011 yang bersumber dari Laporan Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi. Pengambilan kesimpulan atau “Tinggi” dengan nilai IPF/V > 4.50, “Sedang” 3.50). Untuk kategori SWOT adalah dengan IPV > 3.00 untuk kategori tinggi. Sedangkan IPV = 3 adalah kategori netral (titik nol dalam salib sumbu 4 kuadrant). 2.
GAMBARAN PROGRAM
Secara kuantitas, koperasi di Indonesia berkembang sangat cepat, termasuk dramatis. Namun secara kualitas, posisi koperasi masih lemah apalagi dibandingkan dengan perusahaan lain, seperti perseroan terbatas atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Perkembangan tersebut terlihat dari jumlah koperasi, jumlah anggota, nilai modal, nilai
24
volume usaha, dan penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 1 terlihat, pada tahun 2012, jumlah koperasi mencapai 194,295 unit dengan anggota sebanyak 33,87 juta orang. Keberadaan koperasi ini menciptakan usaha sebesar Rp119.18 triliun dengan modal sebesar Rp10.82 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 429,678 orang. Dengan kata lain, transaksi rata-rata setiap koperasi hanya Rp613.40 juta setahun dan setiap koperasi menyerap 2.21 orang tenaga kerja. Walaupun terjadi pertumbuhan, nilai transaksi dan penyerapan tenaga kerja ini relatif kecil. Pada Tabel 1 terlihat pertumbuhan koperasi yang relatif tinggi pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2010. Pertumbuhan koperasi adalah 9.49% dan anggota koperasi 11.05%. Respon peningkatan jumlah koperasi terhadap anggota cukup tinggi dengan elastisitas sebesar 1.16, artinya setiap pertumbuhan 1% koperasi akan meningkatkan jumlah anggota sebesar 1.16%. Pertumbuhan modal, volume usaha, dan tenaga kerja adalah sangat tinggi, masing-masing sebesar 59.21%, 55.18%, dan 31.51%. Respon perkembangan koperasi terhadap usaha dan tenaga kerja adalah sangat tinggi, namun respon perkembangan usaha terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sangat rendah, elastisitasnya hanya 0.51. Artinya, setiap pertumbuhan usaha 1% akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja hanya 0.51%. Dari ratusan ribu unit koperasi yang ada, belum ada koperasi yang masuk dalam
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) kategori skala besar apalagi skala global. Sementara, pada tahun 2010 terdapat 300 koperasi dunia yang telah mampu menjadi koperasi skala besar dengan omset mencapai US $63.5 miliar (Rp571.5 triliun) dan aset US $1,385.6 miliar (Rp12,470.4 triliun). Koperasi tersebut telah menjadi koperasi global, baik sebagai transnasional maupun multinasional (Situmorang, 2012). Dengan model pembangunan ekonomi Indonesia yang struktur pemerintahannya memiliki kementerian khusus yang mengurusi koperasi dan UKM (KUKM), menuntut adanya koperasi Indonesia yang berskala besar dan global. Peluncuran Program KSB adalah pada tahun 2010 periode Kabinet Indonesia Bersatu 2 (KBI-2) di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peluncuran PKSB dengan maksud untuk membuktikan bahwa koperasi mampu sebagai lembaga bisnis yang berskala besar dan pada gilirannya sebagai koperasi global. Kebijakan pemerintah terkait PKSB melalui Kementerian KUKM adalah dengan terbitnya Keputusan Menteri KUKM (Kepmen KUKM) nomor 35/2010 tentang Pembentukan Tim Kerja Pengembangan Koperasi Skala Besar dan Peraturan Menteri KUKM (Permen) nomor 7/2011 tentang Pedoman Pengembangan Koperasi Skala Besar. Dalam Kepmen KUKM nomor 35/2010 dan Permen nomor 7/2011 tersebut tertuang jelas pertimbangannya dalam rangka gerakan masyarakat sadar koperasi dan memacu peran koperasi menjadi sokoguru perekonomian nasional dan pengembangan koperasi skala besar yang sehat dan berdaya saing global yang berbasis pada sains dan teknologi. Menurut Permen KUKM nomor 35/2010, kriteria suatu koperasi telah menjadi koperasi skala besar adalah omset mencapai Rp50.0 miliar, aset sebesar Rp10.0 miliar setahun, dan jumlah
anggota minimal 1000 orang. Untuk itu, sebanyak 99 koperasi atau setiap provinsi harus ada 3 (tiga) koperasi yang menjadi koperasi skala besar dalam1. Perubahan orientasi koperasi ke arah internasionalisasi adalah masuk akal mengingat perubahan lingkungan jauh (remote) dengan terbentuknya Asean Economic Community (AEC) pada tahun 20152. Menteri KUKM memerintahkan seluruh Deputi dan Staf Ahli Kementerian KUKM bertanggungjawab atas keberhasilan program tersebut dengan membagi habis tugas berdasarkan provinsi. Deputi Bidang Pembiayaan bertanggungjawab atas Provinsi-provinsi Jawa Tengah, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil kajian ini menampilkan gambaran koperasi sampel calon KSB, analisis pembobotan dan indeks peforma berdasarkan Persamaan (1) dan (2). Hasil perhitungan bobot faktor dan variabel dari Faktor Kekuatan Bisnis (FKB) dan Faktor Dayatarik Industrial (FDI) terlihat pada Lampiran 3. 3.1. Gambaran Koperasi Contoh Calon KSB Gambaran koperasi calon KSB contoh berdasarkan jumlah anggota, aset, dan omset di lima provinsi terlihat pada Tabel 2. Bidang usaha koperasi adalah sektor jasa perdagangan, yakni KUD (Koperasi Unit Desa)3, jasa keuangan, yakni KSP (Koperasi Simpan Pinjam), dan keduanya, misalnya KSU (Koperasi Serba Usaha). Bentuk KUD termasuk produk gagal pembangunan koperasi era Orde Baru karena tidak sesuai dengan UU dan pasca reformasi hanya segelintir KUD yang eksis (Situmorang,
1
Dalam peringatan Hari Koperasi ke-66 di Nusa Tenggara Barat, 12 Juli 2013, Menteri KUKM sangat optimis akan ada tiga koperasi Indonesia yang bisa menembus koperasi skala global.
2
Agus Tjahajana Wirakusumah, Dirjen Kerjasama Industri Internasional pada Forum Koordinasi Pemberdayaan KUKM menyatakan bahwa sudah selayaknya koperasi berorientasi internasional sejalan dengan perubahan lingkungan eksternal. Bogor, 17 Juli 2013. KUD merupakan koperasi yang terbentuk di era Orde Baru yang berdiri berdasarkan wilayah kecamatan. KUD pada masa itu sebagai instrumen utama pemerintah untuk stabilisasi perekonomian.
3
25
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Tabel 2. Performa Koperasi Contoh Calon KSB Berdasarkan Kriteria KSB, Tahun 2011 No Provinsi/Nama Calon KSB
Jumlah Anggota (Orang)
Jawa Tengah 1. KSP Arha Prima 2. Koperasi Batur Jaya 3. Koperasi Pesat 4. Kospin Jasa II Bangka Belitung 1. Kopdit Kabari 2. KUD Bina Tani Sejahtera 3. Kopwar Peltim III Kalimantan Timur 1. Koperasi Samudra 2. KUD Kopta 3. KSU Bolum Buen IV Sulawesi Utara 1. KUD Tamporok 2. KUD Murni* 3. KSP Ayeman Mandiri 4. KSU Mopuya Indah V Maluku Utara 1. KSU Posiska Megabitz 2. KSU Kairos 3. KSP Mario Laha
Aset (Rp miliar)
Omset (Rp miliar)
I
1,700 177 1,550 8,380
83.10 14.20 3.47 4,730.00
182.10 24.70 18.21 3,320.00
2,328 1,115 988
26.99 11.41 15.47
39.24 74.68 20.61
1,148 9,820 767
161.91 18.36 20.80
154,70 64.75 76,96
1,411 2,230 250 340
6.99 1.85 1.70 1.39
8.98 1.41 2.73 3.26
971 250 816
1.29 1.54 2.01
1.91 1.52 3.04
*Tahun 2010 2013). Jumlah anggota berkisar antara 177 orang, yakni Koperasi Batur Jaya di Jawa Tengah, dan 9,820 orang, yaitu KUD Kopta di Kalimantan Timur. Nilai aset antara Rp1.29 miliar, yaitu KSU Posiska Megabitz di Maluku Utara, dan Rp4.73 triliun, yakni Kospin Jasa Pekalongan di Jawa Tengah. Sementara omset atau volume usaha berkisar Rp1.41 miliar, yakni KUD Murni di Sulawesi Utara, dan Rp3.32 triliun, yaitu Kospin Jasa. Mengacu pada kriteria KSB, beberapa koperasi telah memenuhi syarat sebagai KSB, yaitu KSP Artha Prima dan Kospin Jasa di Jawa Tengah, KUD BTS di Bangka Belitung, dan Koperasi Samudra (Komura) dan KUD Kopta di Kalimantan Timur. Yang berpotensi pada jangka pendek untuk masuk kategori KSB
26
adalah Kopdit Kabari dan Kopwar Peltim di Bangka Belitung, kemudian KSU Bolum Buen di Kalimantan Timur. Pada jangka menengah yang mungkin masuk kriteria KSB adalah KUD Tamporok di Sulawesi Utara dan Koperasi Pesat di Jawa Tengah. Koperasi Batur Jaya sangat sulit memenuhi kriteria keanggotaan karena masyarakat yang ahli dalam kerajinan besi sebagai syarat anggota koperasi sangat terbatas. Sedangkan KUD Murni di Sulawesi Selatan, KSU Posiska Megabitz dan KSU Kairos di Maluku Utara akan sulit menjadi KSB karena masalah kepengurusan dan mismanajemen yang serius. Secara umum, koperasi yang bergerak dalam bisnis jasa keuangan akan lebih cepat berkembang karena bisnis jasa keuangan yang sangat atraktif.
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga)
Grafik 2. Bobot Variabel Penguatan Bisnis Koperasi Calon KSB (%)
faktor dayatarik industrial Grafik menampilkan posisi dengan variabelnya. 3.2. HasilDari Pembobotan Variabel dan Faktor(FDI), 63.54%. Yang2 tertinggi adalah VASM Terdapat tiga variabel pembentuk FDI yangbobot dominan bobotnya, dengan total bobot 53.71%, 22.62%, disusul VF dan VL masingPosisi faktor, variabel, dan indikator yakni variabel posisi supplier/pelanggan (VPSP), tertinggi, sebesar 21.43%, menyusul variabel masing memberikan kontribusi sebesar berdasarkan persamaan 1 dapat rivalitas kompetisi alamiah (VRKA) 17.03%, 22.62%, dan variabel lingkungan industrial (VLI) 15.25%. 20.68%, dan 20.24%. Artinya, untuk mengungkapkan bobot dari masing-masing Artinya, tiga variabel tersebut sangat strategis untuk menentukan apakah koperasi mampu memperkuat posisi koperasi, ketiga variabel faktor, variabel, dan indikator tersebut yang(FDI), Dari faktor dayatarik industrial Grafik 2 menampilkan posisi variabelnya. menghadapi lingkungan eksternal yang berubah. Untuk mengelola lingkungan eksternal tersebut sangat strategis menjadi penentu mencerminkan hal-hal tersebut Terdapat tiga seberapa variabel pembentuk FDI yangdalam dominan bobotnya, dengan bobot 53.71%, koperasi maka koperasijauh lebih memperhatikan posisi tiga variabel itu Sedangkan, dari total variabel lain untuk lingkunan internal. variabel mewarnai proses pengembangan koperasi. yakni variabel posisi supplier/pelanggan (VPSP), tertinggi, sebesar 21.43%, menyusul variabel mengubah tantangan menjadi peluang agar bermanfaat koperasi. Sedangkan reputasi (VR)bagi dan variabel level diferensiasi rivalitas kompetisi alamiah(VLS) (VRKA) dan variabel lingkungan industrial (VLI) 15.25%. lingkungan sosiopolitikal dan17.03%, variabel lingkungan jauh (VLJ) tidak terlalu dominan (VLD) belum menjadi faktor penentu kekuatan membentuk Faktor Penguatan Bisnis (FPB) Artinya, tiga variabel tersebut sangat strategis menentukan apakah koperasi mampu menentukan posisi koperasi menghadapi lingkungan eksternal. bisnisuntuk koperasi. koperasi pada lingkungan tahun 2012.eksternal Terdapat tigaberubah. menghadapi yang Untuk mengelola lingkungan eksternal variabel memberikan kontribusi penciri Dari tiga faktor dayatarik industrial koperasiyang maka koperasi lebih memperhatikan posisi variabel itu dari variabel(FDI), lain untuk FPB koperasi, yakni variabel aset sumberdaya mengubah tantangan menjadi peluang agar bermanfaat bagi koperasi. Sedangkan variabel Terdapat tiga variabel pembentuk lingkungan sosiopolitikal (VLS) dan variabel lingkungan jauh (VLJ) tidak FDI terlaluyang dominan variabel lembaga (VL) dengan bobot mencapai dominan bobotnya, dengan total bobot 53.71%, menentukan posisi koperasi menghadapi lingkungan eksternal. Grafik 2. Bobot Variabel Dayatarik Industrial Calon KSB (%)
Bagaimana posisi FKB dan FDI koperasi calon KSB? Terlihat pada Grafik 3. Menurut persepsi pengurus sebagai responden kajian ini, bobot terbesar dalam operasi koperasi adalah
Bagaimana posisi FKB dan FDI koperasi calon KSB? Terlihat pada Grafik 3. Menurut persepsi pengurus sebagai responden kajian ini, bobot terbesar dalam operasi koperasi27adalah
dominan daripada lingkungan eksternal yang menentukan operasional koperasi dalam lingkungan yang berubah. Bagi pengelola koperasi, manajemen lingkungan internal lebih penting daripada eksternal agar koperasi mampu menjadi koperasi skala besar. Orientasi ke JURNAL VOLUME 8 - Oktober 21-40 dalam (inward looking) harus 2013: mampu meningkatkan kemampuan manajemen untuk masuk pasar. Perubahan teknologi yang menurunkan biaya rata-rata operasi adalah cara yang paling tepat meningkatkan dayasaing. Grafik 3. Bobot Faktor Kekuatan Bisnis (FKB) dan Faktor Dayatarik Industrial (FDI) Koperasi Calon KSB (%)
yakni variabel posisi supplier/pelanggan lingkungan yang berubah. Bagi pengelola (VPSP), tertinggi, sebesar 21.43%, menyusul koperasi, manajemen lingkungan internal Posisi koperasi dalam matriks Modellebih McKinsey ditentukan olehagar besaran indeks performa. penting daripada eksternal koperasi variabel rivalitas kompetisi alamiah (VRKA) Berdasarkan Persamaan (2), Indeks Performa Faktor (IPF) dari FKB dan FDI 17.03%, dan variabel lingkungan industrial mampu menjadi koperasi skala besar. Orientasimasing-masing koperasi contoh calon KSB terungkap dalamkekajian Padalooking) Grafik 4harus terlihat IPF FKB berkisar dalam ini. (inward mampu (VLI) 15.25%. Artinya, tiga variabel tersebut kemampuan manajemen untuk sangat untuk menentukan 2.67, yaitustrategis KSU Kairos di Malukuapakah Utara,meningkatkan dan 4.14, yakni Kospin Jasa Pekalongan di Jawa masuk pasar. Perubahan teknologi yang koperasi mampu menghadapi lingkungan Tengah. Strata FKB antara “rendah” sampai “sedang”, artinya posisi internal koperasi antara eksternal yang berubah. Untuk mengelola menurunkan biaya rata-rata operasi adalah cara lemah dan sedang saja. lingkungan eksternal koperasi maka koperasi yang paling tepat meningkatkan dayasaing. lebih memperhatikan posisi tiga variabel itu Tabel Indeks Performa Faktor Kekuatan Bisnis dan Faktor Dayatarik Industrial dari variabel lain3.untuk mengubah tantangan Indeks Performa menjadi peluang agar bermanfaat bagi koperasi. Koperasi3.3. Calon KSB, TahunKoperasi 2012 Sedangkan variabel lingkungan sosiopolitikal Posisi koperasi dalam matriks Model (VLS) dan variabel lingkungan jauh (VLJ) McKinsey ditentukan oleh besaran indeks tidak terlalu dominan menentukan posisi performa. Berdasarkan Persamaan (2), Indeks koperasi1 menghadapi lingkungan eksternal. KSP Artha Prima 3.84Faktor Sedang 3.57 Performa (IPF) dari FKB Sedang dan FDI
2 KSU Batur Bagaimana posisi FKB Jaya dan FDI koperasi 3
KSU Pesat
9 10
KUD Kopta KSU Bolum Buen
persepsi4pengurus sebagai responden kajian ini, Kospin Jasa bobot terbesar dalam operasi koperasi adalah 5 Kopdit57.29% Kabarisedangkan FDI FKB, yakni sebesar KUD Binalingkungan Tani Sejahtera sebesar642.71%. Artinya, internal lebih dominan daripada Peltim lingkungan eksternal 7 Kopwar yang menentukan koperasi dalam 8 KSUoperasional Samudera
28
masing-masing koperasi contoh KSB 3.51 Sedang 2.56 calon Rendah
3.76
Sedang
3.11
Rendah
3.40 3.95
Rendah Sedang
2.37 3.59
Rendah Sedang
terlihat IPF FKB berkisar 2.67, yaitu KSU 4.14 Sedang 3.67 Sedang Kairos di Maluku Utara, dan 4.14, yakni Kospin3.43 Jasa Rendah Pekalongan 3.25 di JawaRendah Tengah. Sedang Strata 3.72 FKB antara “rendah”3.26 sampai Rendah “sedang”, artinya3.56 posisi Sedang internal koperasi lemah 3.20 antara Rendah dan sedang saja. 4.16 Sedang 3.22 Rendah
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) Tabel 3. Indeks Performa Faktor Kekuatan Bisnis dan Faktor Dayatarik Industrial Koperasi Calon KSB, Tahun 2012 No
Nama Calon KSB
FKB IPF
Strata
FDI IPF
Strata
1
KSP Artha Prima
3.84
Sedang
3.57
Sedang
2
KSU Batur Jaya
3.51
Sedang
2.56
Rendah
3
KSU Pesat
3.76
Sedang
3.11
Rendah
4
Kospin Jasa
4.14
Sedang
3.67
Sedang
5
Kopdit Kabari
3.43
Rendah
3.25
Rendah
6
KUD Bina Tani Sejahtera
3.72
Sedang
3.26
Rendah
7
Kopwar Peltim
3.56
Sedang
3.20
Rendah
8
KSU Samudera
4.16
Sedang
3.22
Rendah
9
KUD Kopta
3.40
Rendah
2.37
Rendah
10
KSU Bolum Buen
3.95
Sedang
3.59
Sedang
11
KUD Tamporok
3.89
Sedang
3.74
Sedang
12
KUD Murni
3.16
Rendah
3.44
Rendah
13
KSP Ayeman Mandiri
3.49
Rendah
3.58
Sedang
14
KSU Mopuya Indah
3.43
Rendah
3.43
Rendah
15
KSU Posiska Megabitz
3.45
Rendah
3.54
Sedang
16
KSU Kairos
2.67
Rendah
3.56
Sedang
17
KSP Mario Laha
3.39
Rendah
2.59
Rendah
Lingkungan eksternal koperasi terlihat dari IPF dayatarik industrialnya. IPF-nya antara 2.56, yaitu KSU Batur Jaya di Jawa Tengah, dan 3.59, yaitu KSU Bolum Buen di Kalimantan Timur. Sebagian besar koperasi calon KSB berada pada strata “Rendah”. Artinya, sebagian besar koperasi tersebut lebih banyak menghadapi hambatan daripada peluang dalam operasi bisnisnya. 3.4. Posisi Koperasi McKinsey
Dalam
Matriks
Memperhatikan Tabel 4, menurut model McKinsey bahwa sel-1 (high-high) adalah posisi “invest”. Strata sel-5 dalam manajemen strategi dikenal sebagai posisi “grow or let
go” atau posisi “tumbuh atau lepas” yang sama kualitasnya dengan sel-3 dan sel-7. Sel2 dan sel-4 dikenal sebagai posisi “selective growth” atau fokus pada pertumbuhan tertentu. Sedangkan sel-6 dan sel-8 adalah posisi “harvest” atau posisi “panen”, dan sel-9 adalah posisi “divest” atau posisi “mundur” dari usaha. Posisi terbaik adalah pada sel-1 karena baik lingkungan internal maupun eksternal sangat baik (high-high) dan terjelek sel-9 dengan posisi “divest” (low-low). Posisi pada sel-sel ini berimplikasi pada pilihan strategi atau jalur pergerakan yang tepat memajukan koperasi dalam situasi kompetitif. Posisi “invest” adalah arah perubahan yang paling dikehendaki dalam sistem pasar kompetisif dengan strategi bisnis agresif.
29
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Tabel 4. Matriks Posisi Koperasi Calon KSB dalam Matriks McKinsey
Tinggi Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah
-
-
-
1
2 Artha Prima, Kospin Jasa, Bolum Buen, Tamporok
4
Rendah
Faktor Kekuatan Bisnis
Faktor Dayatarik Industrial
5 Ayeman Mandiri, Posiska Megabitz, Kairos
7
Berdasarkan IPF, semua koperasi calon KSB dapat disebarkan dalam matriks McKinsey ukuran 3x3, sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Posisi terbaik relatif dari semua koperasi calon KSB hanya empat koperasi, yaitu KSP Artha Prima, Kospin Jasa Pekalongan, KSU Bolum Buen, dan KUD Tamporok yang menempati sel-5 dengan strata “sedang”-“sedang”. Lapisan kedua sebanyak lima koperasi, yaitu KSU Batur Jaya, KSU Pesat, Kopwar Peltim, dan KSU Samudra (Komura) yang berada pada sel-6 dengan strata “sedang”-“rendah”. Lapisan ketiga ditempati oleh tiga koperasi, yakni KSP Ayeman Mandiri, KSU Posiska Megabitz, dan KSU Kairos yang berada pada sel-8 dengan strata “rendah”-“sedang”. Sementara pada lapisan terendah ada sebanyak enam koperasi,yaitu Kopdit Kabari, KUD Kopta, KUD Murni, KSU Mopuya Indah, dan KSP Mario Laha. 3.5. Peringkat Koperasi Calon KSB Posisi relatif koperasi terhadap lainnya dapat terlihat dengan mengetahui indeks komposit atau IPF dari Faktor Kekuatan Bisnis dan Faktor Dayatarik Industrial. Semakin tinggi IPF semakin tinggi keunggulannya peringkat koperasi tersebut. Peringkat tertinggi
30
8
3 Batur Jaya, Pesat, BTS, Peltim, Komura 6 Kabari, Kopta, Murni, Mopuya Indah, Mario Laha 9
diduduki oleh Kospin Jasa Pekalongan dengan IPF 3.94, menyusul peringkat kedua sampai kelima masing-masing diduduki oleh KUD Tamporok 3.83, KSU Samudera dan KSU Bolum Buen dengan IPF yang sama, 3.80, dan KSP Artha Prima 3.73. Lima posisi terbawah diduduki oleh KUD Murni dengan IPF 3.28, menyusul peringkat ke-2 sampai ke-5 oleh KSU Batur Jaya 3.11, KSU Kairos 3.05, KSP Mario Laha 3.05, dan KUD Kopta 2.96. Secara umum, kategori performa koperasi calon KSB tersebut adalah “sedang” atau lapisan “menengah-bawah” dengan tingkat keberhasilan berkisar antara 59.18% sampai 78.85%. Semua koperasi masih memerlukan perbaikan dalam sistemnya untuk menghadapi pasar persaingan. Persoalan pokok koperasi adalah organisasi dan manajemen yang belum sepenuhnya menunjukkan performa sebagai perusahaan. Kekuatan kepemimpinan koperasi masih lebih pada gaya karismatik yang mengandalkan kewibawaan seorang ketua pengurus dan komunikasi “dua langkah” (two step communication) yang merupakan cermin dari sistem sosial “patron-client”. Dalam kondisi tertentu, gaya karismatik dapat diandalkan, terutama dalam penyelesaian lingkungan, dalam memasuki pasar global, gaya kepemimpinan karismatik tidak cukup
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) Grafik 4. Peringkat Koperasi Calon KSB Berdasarkan IPF, Tahun 2012
untuk memastikan kemenangan merebutkoperasi berdasarkan Secara umum, kategori performa calon KKPT. KSB tersebut adalah “sedang” atau pasar. Kepemimpinan karismatik harus lapisan “menengah-bawah” dengan tingkat keberhasilan berkisar sampaikuat 78.85%. Koperasi calonantara KSB59.18% yang sangat dapat menadopsi edukatif Semua koperasi kepemimpinan masih memerlukan perbaikan dalam sistemnya untuk menghadapi adalah KSP Artha Prima, KSU Pesat, Kospinpasar yang mengandalkan dayanalar dan ilmu persaingan. Persoalan pokok koperasi adalah Jasa, organisasi dan manajemen Koperasi Samudera,yang dan belum KUD sepenuhnya Kopta. pengetahuan. Disamping kepemimpinan menunjukkan performa itu, sebagai perusahaan. Kekuatan kepemimpinan koperasi masih lebih pada Ini gambaran lingkungan internal koperasikoperasi harus ditopang sistem organisasi gaya karismatik yangoleh mengandalkan kewibawaan seorang ketua pengurus dan komunikasi koperasi tersebut yang sangat kuat untuk“dua danlangkah” manajemen yang membukayang dirimerupakan cermin dari sistem sosial “patron-client”. (twomodern step communication) menopang usaha koperasi. Semua koperasi, pada perkembangan ilmu gaya pengetahuan Dalam kondisi tertentu, karismatikdan dapatkecuali diandalkan, penyelesaian konflik. KUDterutama Murni,dalam memiliki kelemahan Namun seiring dengan perubahan lingkungan, dalam memasuki pasar global, gaya teknologi. yang pada umumnya pada lembaga, kepemimpinan karismatik tidak cukup untuk memastikan kemenangan merebut pasar. adiministrasi & organisasi, diferensiasi, dan Kepemimpinan karismatik harus dapat menadopsi kepemimpinan edukatif yang mengandalkan reputasi. Koperasi yang sangat memiliki 3.6.dayanalar Kekuatan, Peluang, dan danKelemahan, ilmu pengetahuan. Disamping itu, kepemimpinan koperasi harus ditopang oleh adalah KSP Artha perkembangan Prima, Kopdit ilmu sistem organisasi dan manajemen modern peluang yang membuka diri pada Tantangan Kabari, KUD Bina Tani Sejahtera, Kopwar pengetahuan dan teknologi. Analisis SWOT atau kekuatan, kelemahan, Peltim, KSU Bolum Buen, KUD Tamporok, peluang, dan tantangan (KKPT) adalah dan KUD Murni. Ini gambaran lingkungan salah satu alat manajemen dalam rangka strategis eksternal koperasi-koperasi membangun strategi perusahaan dalam tersebut yang memberikan yangsalah Analisis SWOT atau kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangankesempatan (KKPT) adalah situasi persaingan. Metode analisis dengan untukstrategi melakukan ekspansi bisnis koperasi. satu alat manajemen dalam rangka membangun perusahaan dalam situasi persaingan. menggunakan indeksdengan performa dapat sebagaiindeks Terdapat dua dapat koperasi, Metode analisis menggunakan performa sebagaiyakni ukuranKoperasi sejauhmana ukuran sejauhmana kualitas KKPT tersebutIPVBatur Jaya dan KUD kualitas KKPT tersebut dengan ketentuan > 3 menyatakan kondisiKopta, positif menghadapi tiap variabel dari dengan ketentuan IPV > 3 menyatakan kondisi tantangan berat dalam bisnis. faktor kekuatan bisnis dan faktor dayatarik industrialnya dan IPV < 3menjalankan sebagai kondisi negatif. positif variabel darisebaran faktor kekuatan bisnis sampel Sementara lainnyaKKPT. menghadapi Padatiap Tabel 5 tertera semua koperasi Calon koperasi KSB berdasarkan tantangan terutama pada rivalitas, pemasok/ sebagai kondisi negatif. Pada Tabel 5 tertera sebaran semua koperasi sampel Calon KSB dan lingkungan industri.
31
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Tabel 5. Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan Koperasi Calon KSB No 1
2
Nama Koperasi Calon KSB KSP Artha Prima
Batur Jaya
Kekuatan Lembaga,
Kelemahan -
diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi Lembaga,
Peluang Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
KSU Pesat
Lembaga,
Reputasi
Rivalitas, pemasok/ pelanggan, tantangan produk, lingkungan sosiopolitikal, lingkungan jauh
-
Rivalitas, lingkungan industri, lingkungan sosiopolitikal, lingkungan jauh
Pemasok/ pelanggan, produk,
-
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
Lingkungan industri
diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi 4
Kospin Jasa
Lembaga, diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi
5
Kopdit Kabari
Lembaga, diferensiasi, reputasi
6
7
KUD Bina Tani Sejahtera
Lembaga,
sumberdaya manusia, 8
9
Koperasi Samudra
KUD Kopta
Lembaga,
Sumberdaya manusia
Lembaga,
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
-
lingkungan sosiopolitikal, lingkungan jauh Reputasi
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
-
lingkungan sosiopolitikal, lingkungan jauh Diferensiasi & reputasi
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
-
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi
diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi
32
sosiopolitikal, lingkungan jauh
diferensiasi, sumberdaya manusia,
Kopwar Peltim Lembaga,
-
lingkungan sosiopolitikal, lingkungan jauh
diferensiasi, sumberdaya manusia
3
Tantangan
-
lingkungan sosiopolitikal, lingkungan jauh Lingkungan industri,
sosiopolitikal, lingkungan jauh -
Lingkungan jauh
Rivalitas, pemasok/ pelanggan, tantangan produk, lingkungan industri, lingkungan sosiopolitikal,
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) 10
11
12
KSU Bolum Buen
KUD Tamporok
KUD Murni*
Lembaga,
Reputasi
diferensiasi, sumberdaya manusia, Lembaga, sumberdaya manusia, Lembaga,
KSP Ayeman 14Mandiri
14
KSU Mopuya Indah
15
KSP Mario Laha
16
KSU Posiska Megabitz
17
KSU Kairos
Organisasi, diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi
diferensiasi, sumberdaya manusia, sumberdaya manusia, reputasi
diferensiasi, sumberdaya manusia, Organisasi
-
lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh Diferensiasi, reputasi
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
-
lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh Organisasi, diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi
13
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
Lembaga &
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
-
lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, norma
-
lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh Lembaga, reputasi
Organisasi & diferensiasi
Rivalitas, pemasok/pelanggan, tantangan produk, lingkungan industri, lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh sosiopolitikal,
Rivalitas, pemasok/ pelanggan, tantangan produk, lingkungan industri, Lingkungan jauh
Lembaga & reputasi
Pemasok/pelanggan, tantangan produk, lingkungan industri, lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh
Rivalitas &
Lembaga,
Pemasok/pelanggan, tantangan produk, lingkungan industri, lingkungan sosiopolitikal, Lingkungan jauh
Rivalitas &
diferensiasi, sumberdaya manusia, reputasi
Diferensiasi dan reputasi pada umumnya muncul sebagai elemen kelemahan koperasi. Koperasi pada umumnya belum memandang kedua variabel ini sebagai kekuatan. Tampilan koperasi masih belum mencerminkan suatu bisnis entitas selama ini. Demikian juga, dari koperasi. Rivalitas, integrasi vertikal (supply chain), menjadi peluang bagi koperasi. Selama ini
koperasi belum memandang variabel tersebut sebagai peluang untuk membesarkan bisnis koperasi. Dalam rencana strategis koperasi setiap tahunnya, pada umumnya tidak mencantumkan analisis lingkungan eksternal. Rencana strategis koperasi yang tertuang dalam Laporan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tidak mencantumkan hal-hal tersebut di atas. Ini salah satu kelemahan koperasi sebagai entitas bisnis dalam sistem pasar persaingan.
33
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Dari kondisi KKPT tersebut, setiap koperasi akan tahu benar melakukan perbaikan untuk dapat menjadi perusahaan yang besar. Perbaikan kualitas internal dan mengubah tantangan menjadi peluang dapat dilakukan pada variabel kelemahan dan tantangan yang telah terungkap dari analisis KKPT. Misalnya, Kospin Jasa, walaupun posisi internalnya kuat namun untuk ekspasi usaha dan masuk pasar bersaing, tantangan utamanya adalah yang menjadi integralnya bisnis Kospin Jasa belum merupakan kesempatan besar Kospin Jasa. Sedangkan KUD Murni yang memiliki peluang besar tidak didukung oleh kondisi internalnya. Faktor internal KUD Murni sangat lemah. 3.7. Strategi Pengembangan Berangkat dari Matriks McKinsey tersebut pada butir 3.4, strategi pengembangan usaha koperasi dapat ditentukan. Posisi Artha Prima, Kospin Jasa, Bolum Buen, dan Tamporok yang “grow or let go” memberikan dua jalur alternatif perubahan, yaitu bergeser ke kiri, artinya orientasi menguatkan internal atau bergerak ke atas, artinya mengubah tantangan menjadi peluang untuk kemudian masuk ke sel-1 yang dikenal sebagai kondisi “invest” atau strategi agresif (ekspansif). Pergerakan dua alternatif ini adalah untuk mencapai posisi “selective growth” atau memilih pertumbuhan bisnis tertentu. Pilhan terbaik bagi koperasi yang masuk dalam strata ini adalah bergerak ke atas karena perbaikan atau orientasi internal lebih mudah dilakukan oleh koperasi. Ini terlihat dari bisnis yang dijalankan oleh koperasi ini sangat atraktif dalam bidang jasa keuangan dan jasa perdagangan dengan perkembangan nilai volume usaha yang cukup tinggi. Posisi “harvest” Batur Jaya, Pesat, Bina Tani Sejahtera (BTS), Peltim, dan Komura menunjukkan pilihan strategi yang tepat untuk pengembangan usaha adalah pergerakan ke atas ke sel-3 untuk masuk dalam kondisi “grow or let go” dengan orientasi internal. Ini berarti perbaikan manajemen dan organisasi
34
adalah cara yang paling baik ditempuh oleh manajemen koperasi. Walaupun pada kondisi yang sama dengan sel-6, pilihan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha koperasi pada sel-8 berbeda dengan sel-6. Koperasi pada sel-8 lebih baik memilih jalur pergerakan ke kiri, menuju sel-7 untuk kondisi “grow or let go” dengan orientasi eksternal. Ini berarti manajemen koperasi harus mampu mengubah tantangan menjadi peluang untuk langkah selanjutnya memperkuat lingkungan internal. Posisi yang ditempati oleh Kopdit Kabari, KUD Kopta, KUD Murni, KSU Mopuya Indah, dan KSP Mario Laha secara umum menunjukkan kondisi jelek koperasi. Biasanya pilihan strategi yang tepat adalah dengan divestasi, apakah dalam bentuk likuidasi, “merger & acquitision” (M&A), atau “take over”. Namun, strategi ini tak mungkin dilakukan mengingat koperasi adalah kumpulan orang bukan saham. Perubahan masih dapat dilakukan dengan pilihan jalur pergerakan terbaik ke atas menuju kondisi “harvest”. Untuk bisa memperoleh kondisi terbaik ini, harus dilakukan perbaikan menyeluruh organisasi dan manajemen sejalan dengan manajemen perusahaan modern dewasa ini. Ini harus dilaksanakan oleh KUD Murni, KSU Mopuya Indah, dan KSP Mario Laha. Namun berbeda halnya dengan Kopdit Kabari dan KUD Kopta. Posisi kedua koperasi ini sebenarnya pada kelompok teratas dari strata ini, terlihat dari IPF kekuatan bisnisnya masing-masing 3.43 dan 3.40. Bidang bisnis jasa keuangan Kopdit Kabari cukup baik dengan transaksi mencapai Rp39.24 miliar pada tahun 2011 atau 78.48% dari kriteria KSB. Sedangkan KUD Kopta yang multi usaha telah berhasil mencetak omset sebesar Rp64.75 miliar atau 129.5% dari nilai kriteria KSB. Terlihat kecenderungan naiknya volume usaha dengan peluang yang cukup tersedia. Sehingga, perbaikan internal kedua koperasi ini bisa mendudukkan posisinya, setidaknya pada sel-3, yaitu “grow or let go”. Posisi KSU Mopuya Indah pada kategori “divest” karena usia koperasi tersebut secara legal masih sangat muda. Selama ini, bentuk organisasi belum sepenuhnya koperasi, masih semacam
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) perkumpulan sosial. Oleh karena itu kondisi internal masih sangat lemah. Perbaikan total internal adalah cara yang paling tepat untuk bisa menuju pada sel-6, yakni “harvest”. Untuk dapat menjadi skala besar, perbaikan lingkungan internal yang menjadi perhatian utama. Sinkronisasi lingkungan internal untuk menjadi sinerji mencakup organisasi dan administrasi bisnis, partisipasi anggota, memaksimalkan kebutuhan anggota, kebersamaan, dan membangun kepercayaan (Sinaga dkk, 2006). Integrasi vertikal juga salah satu yang mampu membawa koperasi menjadi koperasi global, dengan terbentuknya koperasi sekunder yang memperkuat posisi pasar koperasi (Tambunan dkk, 2006; Situmorang, 2012). 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai hasil kajian dan saran sebagai rekomendasi kebijakan dan pengembangan usaha oleh koperasi.
c.
d.
mencapai kategori KSB setelah jangka panjang. Mengacu pada indeks performa, sebagian besar faktor kekuatan bisnis (internal) koperasi termasuk strata “sedang” dan “rendah”. Demikian juga indeks faktor dayatarik industrialnya. Berdasarkan model McKinsey, sebagian besar koperasi masuk dalam kategori “grow or let go” dan “harvest”. Koperasi yang masuk dalam lapisan pertama (grow or let go) adalah KSP Artha Prima dan Kospin Jasa Pekalongan di Jawa Tengah, KUD Tamporok di Sulawesi Utara, dan KSU Bolum Buen di Kalimantan Timur. Koperasi yang masuk dalam lapisan kedua (harvest) adalah KSU Batur Jaya dan KSU Pesat di Jawa Tengah, KUD Bina Tani Sejahtera dan Kopwar Peltim di Bangka Belitung, dan KSU Samudera di Kalimantan Timur. Selebihnya, koperasi masuk dalam lapisan ketiga (divest).
4.2. Saran
Dari kesimpulan tersebut sebelumnya, beberapa saran dapat disampaikan, yaitu: 4.1. Kesimpulan a. Model McKinsey dapat memberikan pilihan strategi pengembangan bisnis Berdasarkan uraian pada butir-butir koperasi calon KSB sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian ini adalah sebagai berikut: b. Meskipun empat koperasi telah mampu mencapai target administratif KSB, mereka a. Model McKinsey dapat menjelaskan harus menentukan strategi ekspansi bisnis dengan baik tipologi koperasi calon skala untuk mencapai kategori “invest”. Ada besar dalam sistem pasar kompetitif. dua pilihan, yaitu jalur pilihan strategi b. Dalam rangka pencapaian target memperkuat internal atau jalur pilihan administratif KSB, hanya 4 koperasi yang mengubah tantangan menjadi peluang telah mampu menjadi KSB, yaitu KSP (eksternal). Arha Prima dan Kospin Jasa Pekalongan di Jawa Tengah, KUD Bina Tani Sejahtera c. Koperasi yang masuk dalam kategori “harvest” dan “divest” sebaiknya memilih di Bangka Belitung, dan KSU Samudera jalur ekspansi bisnis pada perbaikan di Kalimantan Timur. Sampai tahun lingkungan internal. Beda harvest 2015, terdapat 5 koperasi yang mungkin dan divest adalah intensitas perbaikan mencapai norma KSB, yaitu KSU Bolum lingkungan internal yang sangat tinggi Buen dan KUD Kopta di Kalimantan pada kategori divest daripada harvest. Timur, KUD Tamporok di Sulawesi Utara, dan Kopdit Kabari dan Kopwar Peltim di d. Secara umum, untuk menjadi KSB, pilihan Bangka Belitung. Selebihnya akan dapat strategi yang paling tepat sebaiknya
35
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
e.
adalah perbaikan kualitas lingkungan internal. Manajemen koperasi harus mampu mengubah paradigma lembaga yang berwawasan internasional dengan penerapan sistem administrasi bisnis yang baik. Untuk mendukung perubahan paradigma dan pencapaian harapan dalam rangka
KSB, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus berkoordinasi dengan memberikan akses informasi yang seluasluasnya dan dukungan peningkatan kapasitas. Oleh karena itu kebijakan khusus perlu dikeluarkan oleh pemerintah dalam mendukung program ini dengan memperhatikan posisi strategis masingmasing koperasi.
Daftar Pustaka Anonim. 2011. Evaluasi Manfaat Perkuatan Permodalan Bagi Koperasi, Usaha Mikro Dan Usaha Kecil. Deputi Bidang Pembiayaan KUKM, Kementerian KUKM, Jakarta. Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Granit, Jakarta. Johnson, Glen. 1986. Research Methodology for Economics. Philosophy and Practice. Pearce II, John A and Richard B. Robinson, Jr. 2000. Strategic Management. Formulation, Implementation, and Control. Irwin McGraw-Hill. Riduwan dan Akdon. 2005. Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Sinaga, Pariaman, Urip Triyono, Irsyad Muctar, Zaenal Wafa, dan Slamet AW. 2006. Berlayar Mengarungi Sejuta Tantangan. Koperasi Di Tengah Lingkungan Yang Berubah. Rajawali Pers, Jakarta. Situmorang, Johnny W., Hasanuddin A. Gani, Adolf Bastian, Pariaman Sinaga, dan Burhanuddin R. 2007. Studi Model Pemeringkatan Daerah Dalam Pembangunan Koperasi. Koperasi Dalam Sorotan Peneliti, artikel nomor urut 2, 102 halaman. Editor Pariaman Sinaga, Siti Aedah, dan Anjar Subiyantoko. Asisten Deputi Urusan
36
Penelitian Koperasi, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Jakarta Situmorang, Johnny W. 2008a. Studi Pengembangan Model Pemeringkatan Propinsi Dalam Pembangunan Koperasi. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kemenneg KUKM. Jakarta, Januari. ___________________. 2008b. Peringkat Provinsi Dalam Membangun Ekonomi Koperasi. Analisis Berdasarkan Indeks PEKR. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM, volume 3 September 2008. __________________. 2009. Kajian Dampak Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (PERKASSA). Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kemenneg KUKM. Jakarta, Januari. __________________. 2010. Analisis Tipologi Dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa. Studi Kasus Di Sumatera Selatan. JURNAL. Pengkajian KUKM Vol 1, Deputi Bidang Pengkajian UMKM, Kementerian KUKM. Jakarta, Juli. __________________. 2012. The Global Cooperative (Koperasi Global). Sosialisasi Calon Koperasi Skala Besar Jawa Tengah. Kementerian KUKM RI, Deputi Bidang Pembiayaan. Semarang, Kamis 15 Maret.
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) _________________. 2013a. The Global Cooperative (Koperasi Global). Sosialisasi Calon Koperasi Skala Besar Provinsi-provinsi Maluku Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, dan Bangka Belitung. Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian KUKM RI. _________________. 2013b. Membangun Sistem Perkoperasian Berdasarkan “Model Segitiga Kekuatan Bisnis”. INFOKOP. Media Pengkajian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya KUKM, Kemenneg KUKM, vol 22, Juni 2013, halaman 43-48. ISSN: 0126-813X. Jakarta.
Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Tambunan, Togap, Johnny W. Situmorang, Burhanuddin R, Adolf Bastian, Pariaman Sinaga, dan Rinie Sri Yanti. 2006. Kajian Tentang Eksistensi Koperasi Sekunder dan Keterkaitannya Dengan Anggota. Koperasi Dalam Sorotan Peneliti, artikel nomor urut 2, 111 halaman. Editor Pariaman Sinaga, Siti Aedah, dan Anjar Subiyantoko. Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Jakarta
37
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Lampiran 1. Faktor, Variabel, dan Indikator Model McKinsey No I
Factor/Variable/Indicator Business Strengthen Factor
1. Cost Position (6 indicators) - Economies of scale - Manufacturing cost - Overhead - Scrap/waste/rework - Experience effect - Labor rates - Proprietary processes 2. Level of Differentiation (5 indicators): - Promotion effectiveness - Product quality - Company image - Patented products - Brand awareness 3. Response Time (4 indicators): - Time needed to introduce new -
products Delivery items
4. Financial Strength (6 indicators): - Solvency - Liquidity - Break-even-point - Growth in revenues 5. Human Assets (4 indicators): - Turnover - Skill level - Relative wage/salary - Morale - Managerial commitment - Unionization 6. Public Approval (3 indicators): - Goodwill - Reputation - Image
38
No II
Factor/Variable/Indicator Industry Atractiveness Factor
1. Nature of Competitive rivalry
(5 indicators): - Number of competitor - Size of competitor - Strength of competitors’ corporate parent - Price wars - Competition on multiple dimension
2. Bargaining Power of Suppliers/Customers (4
indicators): Relative size of typical players Numbers of each Importance of purchases from or sales to Ability to vertically integrate
-
3. Threat of Substitute Products/ New Entrance (4 indicators): Technological maturity/stability Diversity of the market Barriers to entry Flexibility of distribution system
-
4. Economic Factors (4 indicators): - Sales volatility - Cyclicality - Market growth - Capital intensity 5. Financial Norms (3 indicators): - Typical leverage - Credit practices
6. Sociopolitical Considerations (3 indicators): - Government regulation - Community support - Ethical standards
ANALISIS POSISI STRATEGIK KOPERASI CALON SKALA BESAR SUATU STUDI APLIKASI MODEL McKINSEY BEBERAPA KOPERASI (Johnny W. Situmorang dan Pariaman Sinaga) Lampiran 2. Faktor, Variabel, dan Indikator Kekuatan Bisnis dan Dayatarik Industrial Yang Dipakai Dalam Model Analisis No I
Faktor/Variabel Faktor Kekuatan Bisnis
1. Lembaga (6 indikator): - Usia koperasi - Jumlah anggota koperasi - Jumlah anggota aktif yang memilki -
usaha produktif Wilayah kerja koperasi Jumlah anggota yang terlayani Pelaksanaan RAT
No II
Faktor/Variabel Faktor Dayatarik Industrial
1. Rivalitas Kompetisi Alamiah (3 indikator): - Jumlah kompetitor - Ukuran kompetitor - Perang harga
2. Kelengkapan Organisasi & Administrasi (5
2. Posisi Pemasok/Pelanggan (3 indikator): - Ukuran relatif pelaku - Jumlah pelaku - Kemampuan integrasi vertikal
3. Finansial (11 indikator): - Rasio modal sendiri dan luar - Rasio likuiditas - Rasio pendapatan - Rasio BOPO - Rasio pengembalian pinjaman - Non-performance loan - Rasio kecukupan modal - Loan to deposit ratio - Volume usaha - Aset 4. Level Diferensiasi
3. Tantangan Produk Pengganti/ Pemain Baru (4
5. Sumberdaya Manusia (7 indikator): - Kredibilitas pengelola - Komitmen pengelola - Keberadaan serikat/forum pekerja 6. Reputasi Perusahaan (2 indikator): - Citra perkoperasian - Kepemilikan merek, paten, HaKI
5. Norma Finansial (3 indikator): - Intensitas kapital - Praktek perkreditan
indikator): - Struktur organisasi & jabatan - Ketertiban administrasi - Kelengkapan SOP - Pengambilan keputusan operasional - Budaya organisasi
(5 indikator): - Upaya promosi koperasi - Kualitas produk - Fleksibilitas produk - Pengenalan produk baru - Aplikasi telematika
indikator): - Kematangan/kestabilan teknologi
-
Hambatan masuk pasar Fleksibilitas sistem distribusi
4. Lingkungan Industri (3 indikator): - Volatilitas penjualan - Pertumbuhan pasar
6. Pertimbangan Sosiopolitikal (3 indikator): - Regulasi pemerintah - Dukungan komunitas - Standard etika (Agama, kepercayaan, sosial lokal)
7. Lingkungan Jauh atau Remote (3 indikator): - Pengaruh globalisasi - Pengaruh demokratisasi - Pengaruh otonomi daerah
39
JURNAL VOLUME 8 - Oktober 2013: 21-40
Lampiran 3. Matriks dan Pilihan Strategi Model McKinsey
Business Strength Factor
Industry Attractiveness Factor High
Medium
Low
Invest
Selective Growth
Grow or Let Go
Selective Growth
Grow or Let Go
Harvest
Grow or Let Go
Harvest
Divest
High
Medium
Low
Lampiran 4 Daftar Koperasi Calon KSB Sampel No
Nama Koperasi
Alamat
Provinsi
1
Kospin Jasa Pekalongan
Kota Pekalongan
Jawa Tengah
2
KSU Pesat
Purwokerto
Jawa Tengah
3
KSP Artha Prima
Kec. Ambarawa
Jawa Tengah
4
KSU Batur Jaya
Kab. Klaten
Jawa Tengah
5
Kopdit Kabari
Kota Pangkal Pinang
Bangka Belitung
6
KUD Bina Tani Sejahtera
Kab. Bangka
Bangka Belitung
7
Kopwar Peltim
Mentok, Kab. Bangka Barat
Bangka Belitung
8
Koperasi Samudera
Kota Samarinda
Kalimantan Timur
9
KUD Kopta
Kota Samarinda
Kalimantan Timur
10
KSU Bolum Buen
Kota Bontang
Kalimantan Timur
11
KUD Tamporok
Kab. Minahasa Utara
Sulawesi Utara
12
KUD Murni
Kab. Sangihe
Sulawesi Utara
13
KSP Ayeman Mandiri
Kab. Minahasa
Sulawesi Utara
14
KSU Mopuya Indah
Kab. Bolaang Mongondow
Sulawesi Utara
15
KSP Mario Laha
Kab. Halmahera Barat
Maluku Utara
16
KSU Posiska Megabitz
Kab. Halmahera Selatan
Maluku Utara
17
KSU Kairos
Kab. Halmahera Utara
Maluku Utara
40