Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
ANALISIS TIPOLOGI DAN POSISI KOPERASI PENERIMA PROGRAM PERKASSA STUDI KASUS DI SUMATERA SELATAN*) Johnny W. Situmorang**) ABSTRACT Perkassa is one of programs of the State Ministry of Cooperative and SME to empower women in business within cooperative. It was launched in 2007. This study reveals the typology and positioning of Cooperatives that run the program. Based on internal and external indicators, a few factors dominate, and the factors are considered as a main character of the cooperatives. Also, in general the program had been categorized as a good model for empowering women in business and cooperative. This model will continue in the future.
program perkassa, tipologi, sukses program, posisi, SWOT, strategi
I.
PENDAHULUAN Perempuan telah diakui oleh berbagai kalangan berperan ganda dalam kehidupan sehari-hari, terutama penopang perekonomian rumahtangga, dalam era globalisasi dengan persaingan sebagai atribut utama (Hutagaol, 2008). Pertama, sebagai ibu rumahtangga yang mengurusi kehidupan rumahtangga dan kedua sebagai pekerja atau pengusaha yang mampu memberikan nafkah atau tambahan penghasilan pada keluarga, baik sebagai pelaku ekonomi utama keluarga maupun pelengkap sumber pendapatan keluarga. Di Bangladesh, DR. M. Yunus memperoleh hadiah Nobel Perdamaian atas karyanya mengembangkan kredit mikro untuk perempuan pelaku usaha (Counts, 2008).
*)
Tulisan merupakan review sebagaian hasil dari Studi Dampak Program Perkassa, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Asdep Urusan Penelitian Koperasi (2008) dimana penulis menjadi salah satu penulis dan narasumber ahli. Tulisan telah memperoleh ijin dari principal tersebut. Artikel diterima 7 Juni 2010, peer review 10-30 Juni 2010, revieew akhir 1-30 Juli 2010 **) Peneliti senior Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kemen KUKM, Jakarta
1
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
Posisi perempuan Indonesia sangat nyata mendukung kesejahteraan keluarga. Sebagai pelaku ekonomi keluarga, pada umumnya perempuan Indonesia bergerak pada usaha skala sangat mikro sampai mikro, dan usaha bersifat nonformal, di bidang usaha produksi dan jasa. Memperhatikan peran sentral perempuan, pemberdayaan perempuan menjadi bagian tak terpisahkan dalam program pembangunan nasional di Indonesia. Program pemberdayaan harus terarah agar efektif mencapai sasaran dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga. Pemberdayaan sangatlah sukar dilaksanakan manakala individu perempuan tidak berkelompok dalam satu wadah. Teori sosiologi telah mengungkapkan bahwa peningkatan kesejahteraan dan usaha rakyat haruslah melalui pendekatan kelompok agar tepat sasaran, efektif, dan ada proses pembelajaran di dalamnya. Pemberdayaan perempuan oleh Kementerian Koperasi dan UKM ketika itu mengenalkan Program Perkassa (Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera) melalui koperasi. Artinya, perempuan digalang dalam wadah koperasi agar dapat memperoleh dukungan Program Perkassa. Koperasi relevan dalam menghadapi globalisasi (Situmorang, 2002). Sejak tahun 2007, telah berkembang koperasi perempuan dengan kategori Koperasi Wanita (Kopwan) di antara ratusan ribu koperasi di Indonesia. Sejarah pengembangan koperasi sebagai pilar perekonomian rakyat mengalami pasang-surut. Sehingga perjalanan koperasi menghadapi sejuta tantangan (Sinaga dkk, 2006). Pengembangan Program Perkassa adalah bentuk intervensi pemerintah dengan memberikan dana bergulir bagi masyarakat, khususnya wanita pengusaha, agar koperasi dan UKM semakin maju. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan KUKM dalam rangka meningkatkan kapasitas, produktivitas, dan daya saing KUKM dan alat pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional (Anonim, 2008). Miliaran rupiah dana APBN telah disalurkan untuk pembiayaan program tersebut, mencakup ribuan unit Kopwan yang tersebar di semua propinsi. Memperhatikan dimensi program tersebut. Permasalahan yang muncul adalah sejauhmana dampak Program Perkassa terhadap perkembangan perkoperasian, khususnya Kopwan dan peran perempuan pengusaha anggota koperasi. Dari uraian sebelumnya, tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui tipologi dan posisi Kopwan penerima Program Perkassa dalam perkembangan perkoperasian khususnya dan perempuan pengusaha umumnya. Tulisan ini diharapkan bermanfaaat dalam hal proses pengambilan kebijakan pembangunan Kopwan dan perempuan pengusaha serta pengembangan Kopwan sebagai lembaga bisnis bagi perempuan pengusaha.
2
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
II.
METODE Tulisan ini merupakan ‘review’ dari hasil Kajian Dampak Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Perkassa) oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM (Anonim, 2009). Sejalan dengan permasalahan dan tujuan, pendekatan analisis adalah dengan manajemen stratejik (Pearce II and Robinson, 2000), ekonomi (Johnson, 1986), dan sosial (Adi, 2005) yang mampu menjelaskan posisi Kopwan setelah menerima Program Perkassa. Model Analisis ini menggunakan indeks dengan terlebih dahulu dilakukan analisis faktor berdasarkan PCA (Principal Component Analysis). PCA berguna menyeleksi variabel agar diperoleh variabel yang dominan sebagai penciri kelembagaan (PCA menggunakan data Sumatera Selatan, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan). Dengan menggunakan Skala Lykert (Sugiyono, 2008; Riduwan dan Akdon, 2005). Indeks diperoleh sebagai nilai harapan (expected value) dari interaksi bobot variable dan indikator internal dan eksternal (Situmorang, 2008 dan 2008). Indikator eksternal dibedakan atas lingkungan operasional, lingkungan industrial, dan lingkungan jauh (Situmorang, 2008). Analisis posisi menggunakan SWOT Lykert (Sugiyono, Riduwandan danThreat). Akdon, 2005). sebagai nilai (Strenght, Weakness,2008; Opportunity, Model Indeks SWOTdiperoleh menggunakan harapan internal (expected daridan interaksi bobotTampilan variable hasil dan indikator internal dan indikator danvalue) eksternal variabelnya. analisis dalam eksternal (Situmorang, 2008 dan 2008). Indikator eksternal dibedakan atas bentuk The Fourth Quadrant. lingkungan operasional, lingkungan industrial, dan lingkungan jauh (Situmorang, 2008).
Metode pembobotan dan Indeks Performa Indikator (IPI) atau Indeks Metode pembobotan dan Indeks Performa Indikator (IPI) atau Indeks Performa (IPF) adalah dengan menggunakan rumus tertentu. Persamaan PerformaFaktor Faktor (IPF) adalah dengan menggunakan rumus tertentu. Persamaan (1) (1) berikut adalah menentukan bobot indikator faktor (variabel): berikut adalah menentukan bobot indikator dandan faktor (variabel): (1)……….
jumlah indikator dalam setiap himpunan jumlah responden (para pakar) jumlah pakar yang menetapkan peringkat pilihannya bobot indikator, i = jumlah indikator (1,2,3, ..., 14) peringkat indikator (1,2, ..., m)
Untuk menentukan IPI dan IPF adalah dengan persamaan (2) berikut:
Untuk menentukan IPI dan IPF adalah dengan persamaan (2) berikut: (2)…………… IPI/F = ∑iSiai
∑iSiai
a
dimana Si = nilai skor terboboti dari indikator atau faktor dan ai = bobot indikator atau Analisis faktor ke-i (i=1,….,14). ini menggunakan data primer dan sekunder dengan
kasus adalah Kopwan di Provinsi Sumatera Selatan dimana Kopwan Sumsel
Teknik pengambilan contoh adalah dengan sengaja, terpilih 9 Kopwan 3 dari 13 Kopwan penerima Program Perkassa. Kopwan-Kopwan sampel adalah Anggrek, Permata Hati, dan Melati (kabupaten Ogan Ilir), Songket, Putra PU, dan Wapi Sriwijaya (kota Palembang), Melati (kabupaten Musi Banyuasin), Salima (kabupaten Ogan Komering Ilir), serta Tani Srikandi (kabupaten Banyuasin). Responden adalah pengurus Kopwan, anggota Kopwan, pakar,
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
Analisis ini menggunakan data primer dan sekunder dengan kasus adalah Kopwan di Provinsi Sumatera Selatan dimana Kopwan Sumsel penerima alokasi dana Perkassa terbesar yang tersebar di 9 Kabupaten/Kota. Teknik pengambilan contoh adalah dengan sengaja, terpilih 9 Kopwan dari 13 Kopwan penerima Program Perkassa. Kopwan-Kopwan sampel adalah Anggrek, Permata Hati, dan Melati (kabupaten Ogan Ilir), Songket, Putra PU, dan Wapi Sriwijaya (kota Palembang), Melati (kabupaten Musi Banyuasin), Salima (kabupaten Ogan Komering Ilir), serta Tani Srikandi (kabupaten Banyuasin). Responden adalah pengurus Kopwan, anggota Kopwan, pakar, pejabat dinas/pemerintahan daerah. III.
GAMBARAN PROGRAM PERKASSA Peluncuran Program Perkassa ini adalah pada periode Kabinet Indonesia Bersatu I (KBI-1) dengan maksud membuktikan bahwa kaum perempuan mampu mengelola usaha sejajar dengan lainnya untuk membantu ekonomi keluarga, dengan wadah koperasi melalui pola konvensional atau pola syariah. Tabel 1. Gambaran Koperasi dan Koperasi Wanita di Indonesia Tahun 2007-2008
Pada Tabel 1 terlihat pada tahun 2007, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 149.67 ribu unit yang tersebar di seluruh provinsi dengan jumlah anggota sebanyak 28.89 juta orang. Dari jumlah anggota ini, diasumsikan setiap 8 penduduk Indonesia, satu di antaranya adalah anggota koperasi. Dari jumlah koperasi itu, pada tahun 2007, sebanyak 2481 unit atau 1.67% adalah Kopwan dengan jumlah anggota sebanyak 378.51 ribu orang atau dari setiap 76 orang anggota koperasi nasional, satu di antaranya adalah anggota
4
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Kopwan. Pemberdayaan perempuan melalui Kopwan dengan Perkassa yang dimulai tahun 2007 mencakup sebanyak 247 Kopwan dengan cakupan anggota sebanyak 6175 orang. Nilai alokasi dana bergulir Perkassa mencapai Rp24.7 miliar dan tersebar di seluruh provinsi. Alokasi dana Perkassa termasuk kategori mikro, Rp100 juta per Kopwan atau Rp4.0 juta per anggota. Namun, karena terkait langsung dengan para perempuan, khususnya ibu rumahtangga, nilai alokasi dana tersebut cukup berarti sebagai stimulus perekonomian rakyat. Sebaran daerah penerima Perkassa pada 33 provinsi/D.I. mencapai 169 kabupaten dan kota (kab-kota) atau sekitar 38.4% dari seluruh daerah. Kabupaten yang memperoleh alokasi terbesar sebanyak 126 kabupaten atau 74.6% dari jumlah kab-kota penerima, sisanya tersebar di daerah kota. Pada setiap daerah kab-kota rata-rata Kopwan yang menerima dana Perkassa sebanyak dua unit Kopwan. Dengan jumlah alokasi dana Perkassa sebesar Rp100 juta per Kopwan maka di setiap daerah itu telah teralokasi dana sebesar Rp200 juta yang menjadi modal usaha untuk sebanyak 50 orang perempuan pengusaha. Dari gambaran penerima Perkassa di Sumsel terlihat jumlah Kopwan penerima Perkassa di Sumatera Selatan, sebanyak 13 Kopwan mencakup 325 anggota. Nilai alokasi dana Perkassa tersalur di Sumsel, sebesar Rp1.3 miliar. Implementasinya baru pada tahun 2008, meskipun dana telah masuk dalam rekening sebagian Kopwan pada akhir tahun 2007 di bank pelaksana. Bank pelaksana (BP) program ini terdiri dari Bank Mandiri Syariah dan Bank Sumsel. Setiap Kopwan penerima Perkassa membuka tiga jenis rekening di BP, yakni rekening penerima, rekening pengembalian, dan rekening pengumpulan. Hal ini sesuai dengan aturan program itu. Sehingga dalam Laporan Rapat Anggota Tahunan (LRAT) tahun buku 2007 yang diterbitkan tahun 2008, Pengurus Kopwan telah melaporkan dana Perkassa sebagai modal luar Kopwan. Pembukuan ini seolah-olah menunjukkan bahwa modal Kopwan tidak produktif pada tahun 2007 karena nilai buku modal Kopwan tiba-tiba melonjak dengan masuknya dana Perkassa. Oleh karena itu, ketika penelitian ini dilaksanakan, program ini masih dalam kategori proyek berjalan (on-going project). Implementasi program tersebut pada level koperasi menunjukkan bahwa nilai total pengembalian dana ke bank pelaksana untuk seluruh Kopwan di Sumatera Selatan mencapai Rp7.34 juta atau 7.34%. Rendahnya tingkat pengembalian dana oleh Kopwan ke BP disebabkan oleh peraturan yang menyatakan pengembalian dana bergulir selama sepuluh tahun. Dalam hal ini, Kopwan diberikan kelonggaran yang tinggi mengelola dana untuk memupuk
5
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
modal. Disamping itu, program masih dalam kategori on-going project dimana para anggota secara efektif menggunakan dana tersebut pada triwulan kedua tahun 2008. Tingkat pengembalian dana itu ke BP berlangsung dalam jangka waktu 7 (tujuh) bulan setelah penyaluran kepada anggota. Dengan memperhatikan rata-rata tingkat pengembalian sebesar 7.34% maka tingkat pengembalian per bulan sebesar 1.05%. Oleh karena itu, secara linier, Kopwan akan mampu mengembalikan pokok pinjaman dana Perkassa sebesar 126% dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun masa pinjaman sebagaimana aturan pengembalian dana Perkassa. Tetapi, bila dikenakan sukubunga pinjaman yang tinggi, di atas 4% per tahun, maka pengembalian dana Perkassa akan sulit dilakukan oleh Kopwan (Situmorang, 2007). Tingkat sukubunga yang ditanggung oleh Kopwan sebesar 4% setahun dan oleh anggota sebesar 24% setahun atau 2% per bulan. Pada level anggota Kopwan penerima dana Perkassa terlihat juga pada Tabel 2, dana tersalur di Sumatera Selatan 111.75% dari plafond dan nilai pengembalian Rp2.13 juta atau 47.59%. Anggota Kopwan penerima Perkassa telah mampu mengembangkan usaha dan tepat sasaran setelah ikut dalam program ini. Sampai waktu penelitian dilakukan, belum terlihat adanya tunggakan pinjaman. Artinya, status pinjaman termasuk kategori lancar sampai sangat lancar. Lama pinjaman berkisar 6-12 bulan dengan sukubunga pinjaman sebesar 24% per tahun. Tingkat pengembalian pinjaman ini berlangsung selama 7 bulan masa pinjaman. Dengan demikian, kemampuan pengembalian rata-rata pinjaman adalah 9.76% per bulan. Perkiraan secara linier, anggota Kopwan akan mampu mengembalikan dana Perkassa selama masa pinjaman 12 bulan dengan tingkat pengembalian 117.12%. Bila dibandingkan dengan beban sukubunga yang ditanggung oleh anggota sebesar 24% per tahun maka kemungkinannya, pada akhir program, harga dana pinjaman sangat tinggi. Pada umumnya, bidang usaha yang menjadi obyek pembiayaan dana Perkassa adalah jasa perdagangan (makanan, sandang, dan warung), industri dan kerajinan, jasa konveksi (termasuk jahit), dan industri makanan (terutama jajanan). Bidang usaha ini termasuk yang sangat likuid karena produksi dan pemasarannya harian. Dalam jangka pendek, meskipun beban sukubunga dana Perkassa tinggi, usaha masih mampu memberikan hasil yang tinggi, sehingga nilai angsuran masih cukup dipenuhi oleh pengusaha anggota Kopwan. Para peserta adalah mereka yang benar-benar mempunyai usaha produktif dan mampu dikontrol oleh pengurus Kopwan. Hal itu terlihat dari interaksi dan komunikasi pengurus dengan anggota penerima yang tinggi dimana pengurus tahu betul karakter sumberdaya manusia penerima. Ikatan sosial yang tinggi mengakibatkan munculnya kontrol sendiri (self-control) anggota untuk tidak menyimpang dari perjanjian.
6
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Tabel 2. Implementasi Penyaluran dan Pengembalian Dana Perkassa di Sumatera Selatan
Dari uraian di atas, secara umum terlihat sistem Perkassa mampu menggerakkan sumberdaya perempuan sebagai pelaku bisnis dan sekaligus menggerakkan Kopwan sebagai wadah memperjuangkan ekonomi. Meskipun demikian, berbagai kelemahan terlihat, seperti sistem administrasi dan akuntansi yang belum sesuai dengan standar sebagaimana layaknya suatu perusahaan. Dari sisi tujuan dan maksud program, Program Perkassa sudah mampu menggerakkan sumberdaya perempuan sebagai kontributor ekonomi sesuai dengan tujuan program Perkassa. IV.
ANALISIS TIPOLOGI KOPERASI Hasil analisis PCA menunjukkan faktor yang paling dominan sehingga faktor-faktor tersebut menjadi penciri utama sistem. Deskripsi PCA terdiri dari tiga kelompok, yaitu (1) kelompok pengurus, (2) kelompok anggota, dan (3) kelompok pakar. Masing-masing kelompok ini ditinjau menurut variabel lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan Program Perkassa sebagaimana metode yang telah dinyatakan pada uraian sebelumnya. Persepsi masing-masing kelompok ini memberikan indikasi seberapa besar pengaruh variabel yang digabung di dalam komponen tertentu terhadap keberhasilan Program Perkassa. Pada Tabel 3 terlihat jumlah faktor yang dominan dalam indikator internal adalah sebanyak 12 faktor yang menyumbang ciri program sebesar 73.9%, sisanya menjadi faktor yang tidak dominan dalam sistem tersebut. Dengan kata lain, ke-12 faktor itu adalah penciri utama program. Dari 12 faktor internal, dikelompokkan menjadi tiga komponen utama. Komponen Pertama dengan dominansi 34.2% adalah faktor-faktor kelembagaan, kelengkapan
7
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
organisasi dan SDM, finansial, penggunaan dana bergulir, pembinaan kepada koperasi dan anggota, serta reputasi perusahaan. Komponen Kedua dengan dominansi 21.5% adalah faktor-faktor sukses penyaluran, sukses penggunaan, dan sukses pengembalian. Komponen Ketiga, dengan dominansi ciri sebesar 18,3%, adalah faktor-faktor kelengkapan sarana dan prasarana kantor, psikososial pengurus dan karyawan, dan psikososial anggota. Faktor-faktor yang masuk dalam tiga komponen penciri tersebut, secara bersama-sama menjadi penciri utama program Perkassa. Sisanya, bukanlah menjadi penciri utama program Perkassa. Tabel 3. Penciri Utama Internal Program Perkassa Berdasarkan Metode PCA Menurut Responden Kelompok Pengurus Koperasi, 2008
Analisis PCA terhadap indikator eksternal mengelompokkan faktorfaktor yang dominan menjadi dua komponen utama yang memunculkan hanya 6 faktor dengan kontribusi ciri sebesar 70.6%, seperti pada Tabel 4. Komponen Pertama dengan dominansi sebesar 49.0% adalah faktor-faktor peningkatan kapasitas, infrastruktur wilayah, lingkungan operasi, lingkungan
8
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
industri, dan lingkungan jauh. Sedangkan Komponen Kedua hanya satu faktor, yaitu kebijakan pemerintah dengan kontribusi 21.6%. Faktor internal yang dominan adalah sebanyak 9 faktor dalam 2 komponen utama dengan total kontribusi ciri sebesar 52,9%. Komponen Pertama dengan dominansi 36.5% adalah penggunaan dana bergulir, psikososial anggota, sukses penyaluran, sukses penggunaan, dan sukses pengembalian. Sedangkan Komponen Tabel 4. Penciri Utama Eksternal Program Perkassa Berdasarkan Metode PCA menurut Responden Kelompok Pengurus Koperasi, 2008
Kedua dengan dominansi 16.4% adalah faktor-faktor kelembagaan, kelengkapan organisasi dan SDM, finansial, dan kelengkapan sarana dan prasarana berusaha dengan kontribusi ciri sebesar 16.4%. Menurut pengurus dan anggota, sukses penyaluran, sukses penggunaan dan sukses pengembalian merupakan faktor yang dominan sebagai penciri utama Program Perkassa. Faktor-faktor internal menurut responden kelompok anggota koperasi yang dominan sebagai penciri utama program PERKASSA menurut anggota koperasi 2008 dapat dilihat pada Tabel 5. Faktor eksternal yang merupakan penciri utama Program Perkassa adalah 6 faktor dengan kontribusi sebesar 66.1% yang terkelompok menjadi dua komponen utama (Tabel 6). Komponen Pertama dengan kontribusi sebesar 46,3% adalah faktor-faktor kebijakan pemerintah, infrastruktur wilayah, lingkungan operasi, dan lingkungan industri. Sedangkan Komponen Kedua adalah faktor-faktor peningkatan kapasitas dan lingkungan jauh yang dominansi cirinya sebesar 19,8%.
9
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
Tabel 5. Penciri Utama Internal Program Perkassa Berdasarkan Metode PCA menurut Responden Kelompok Anggota Koperasi, 2008
Tabel 6. Penciri Utama Eksternal Program Perkassa Berdasarkan Metode PCA menurut Responden Kelompok Anggota Koperasi, 2008
10
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Pada Tabel 7 terlihat hasil analisis PCA terhadap faktor internal berdasarkan responden kelompok pakar yang menunjukkan jumlah faktor yang dominan sebagai penciri program sebanyak 10 faktor dengan kontribusi ciri sebesar 72.0% yang terkelompok menjadi dua komponen utama. Komponen Pertama meliputi tujuh faktor, yaitu kelengkapan sarana dan prasarana berusaha, penggunaan dana bergulir, psikososial anggota, reputasi perusahaan, sukses penyaluran, sukses penggunaan, dan sukses pengembalian dengan dominansi sebesar 54.8%. Dalam hal ini, tiga variabel sukses, yaitu penyaluran, sukses penggunaan, dan sukses pengembalian, juga menjadi satu komponen seperti halnya persepsi pengurus dan anggota koperasi. Komponen Kedua meliputi tiga faktor, yaitu kelembagaan, kelengkapan organisasi dan SDM, serta finansial dengan dominansi sebesar 17,2%. Tabel 7. Penciri Utama Internal Program Perkassa Berdasarkan Metode PCA menurut Responden Kelompok Pakar, 2008
Pada Tabel 8 terlihat faktor-faktor eksternal sebagai penciri program Perkassa menurut responden pakar adalah sebanyak 6 faktor dengan dominansi
11
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
sebesar 71.5%. Hasil analisis PCA mengelompokkan faktor eksternal menjadi dua komponen utama. Komponen Pertama terdiri dari kebijakan pemerintah dan peningkatan kapasitas dengan dominansi sebesar 51.5%. Sedangkan Komponen Kedua dengan dominansi sebesar 20.0% adalah faktor-faktor infrastruktur wilayah, lingkungan operasi, lingkungan industri, dan lingkungan jauh. Dengan demikian masih ada 28,5% yang mempengaruhi Program perkassa tetapi tidak termasuk sebagai penciri utama program Perkassa. Hasil analisis ini sejalan dengan responden kelompok pengurus dan anggota koperasi. Tabel 8. Penciri Utama Eksternal Program Perkassa Berdasarkan Metode PCA menurut Responden Kelompok Anggota Koperasi, 2008
Dari uraian di atas dapat dinyatakan faktor yang dominan menjadi ciri program Perkassa tidak seluruhnya faktor yang dibangun dalam metode penelitian meskipun perumusan indikator dan faktor-faktor melalui proses pembahasan yang intensif dan sepakat memasukkannya sebagai indikator dan variabel. Pembuktian emprikal berdasarkan metode PCA menghasilkan faktor-faktor atau variabel sebagai penciri utama. Hal lain yang menarik adalah hasil PCA cenderung sama antara pengurus koperasi, anggota koperasi, dan pakar. Baik responden pengurus, anggota Kopwan, dan pakar menunjukkan kecenderungan yang sama atas faktor-faktor yang dominan sebagai penciri utama program Perkassa.
12
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
V.
ANALISIS BOBOT INDIKATOR Sebagaimana dalam metode analisis, tercantum secara jelas indikator yang dibangun untuk analisis dalam penelitian ini, sebanyak 14 indikator yang terdiri dari 34 faktor internal, dan 22 faktor eksternal. Para pemangku kepentingan menilai pelaksanaan program Perkassa, seperti tercantum pada Tabel 9. Indikator yang termasuk 5 besar dengan bobot kumulatif 50.4% secara berturutan adalah kelembagaan, kelengkapan organisasi dan SDM, finansial, dan kelengkapan sarana dan prasarana, dan penggunaan dana bergulir. Selebihnya pada urutan selanjutnya, yakni kebijakan pemerintah, reputasi perusahaan, dan psikologi pengurus, menempati peringkat enam, tujuh, dan delapan. Psikososial anggota, peningkatan kapasitas, lingkungan usaha, dan infrastruktur daerah menempati urutan ke sembilan, sepuluh, sebelas, dan dua belas. Lingkungan operasi dan lingkungan jauh berada pada dua peringkat terakhir, yakni peringkat tiga belas dan empat belas. Tabel 9. Bobot dan Peringkat Indikator Program PERKASSA,Tahun 2008
13
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
Indikator kelengkapan organisasi dan sumberdaya manusia bersama dengan indikator kelembagaan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan koperasi sehari-hari. Kedua indikator yang menonjol ini menunjukkan adanya penguatan organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia dalam menjalankan usaha Kopwan yang kegiatannya diatur dalam mekanisme dan aturan yang sudah disepakati menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sebagai organisasi yang resmi/berbadan hukum, pewadahan masyarakat dalam koperasi dapat menjadi instrumen yang tepat dari program pemberdayaan rakyat. Pada Tabel 10 terlihat hasil analisis pembobotan variabel internal dan eksternal. Kelompok 5 besar bobot tertinggi adalah jumlah anggota aktif & produktif (26.7%), disusul secara berturutan pelaksanaan RAT (23.1%), usia lembaga (19.2%), persentase jumlah anggota (18.2%), dan wilayah kerja (12.8). Jumlah anggota aktif dan produktif bersama dengan pelaksanaan RAT dan usia lembaga mendominasi bobot faktor kelompok kelembagaan,mencapai 69%. Dengan cara yang sama, faktor-faktor dalam kelengkapan organisasi dan SDM yang menonjol berdasarkan bobot adalah tertib administrasi (42.8%). Dalam kelompok indikator finansial, bobot faktor yang tertinggi secara kumulatif lebih dari 67.6% adalah faktor rasio modal dalam dan luar (26.8%), disusul faktor kelancaran pinjaman (21.8%), dan rasio laba dengan asset (19.0%). Bobot faktor-faktor yang termasuk dalam indikator prasarana & sarana adalah lokasi kantor (28.0%) dan perlengkapan sarana kantor (28.0%), keduanya dengan bobot 56%. Performa lokasi kantor yang tinggi menunjukkan lokasi Kopwan yang dekat dengan pusat pasar. Sedangkan rendahnya peringkat faktor penerapan teknologi menunjukkan Kopwan masih lemah dalam penggunaan teknologi informasi dalam menjalankan program Perkassa. Bobot faktor-faktor dalam kelompok indikator penggunaan dana bergulir terbesar adalah pencairan dana dari bank ke koperasi (23.7%), menyusul pencairan dana dari koperasi ke anggota (21.6%), dan penggunaan dana untuk modal kerja (20.7%), sehingga bobot ketiga faktor ini mencapai 60.0%. Bobot faktor dalam kelompok indikator psikologi pengurus tertinggi adalah faktor rasa memiliki koperasi (27.8%), disusul oleh faktor kebanggaan sebagai pengurus koperasi (19.2%), dan kepuasan pengurus melaksanakan program (19.0%). Ketiga faktor ini menyumbang bobot sebesar 66%. Bobot terrendah adalah kohesifitas pengurus berkoperasi (15.8%). Bobot faktor yang termasuk dalam kelompok psikologi anggota tertinggi adalah faktor rasa memiliki koperasi (26.3%), disusul oleh kebanggaan sebagai anggota koperasi (22.6%), dan kepuasan berusaha (22.2%). Ketiga faktor tersebut menyumbang bobot 71.1%.
14
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Tabel 10. Bobot Faktor-faktor Setiap Indikator Program Perkassa, Tahun 2008
15
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
Dalam kelompok indikator kebijakan pemerintah, faktor yang bobotnya dan ratingnya tertinggi adalah tingkat sukubunga kredit (64.1%) Ini berarti sukubunga pinjaman yang dikenakan oleh pemerintah dalam program ini adalah penting rendah dan menarik. Bobot tertinggi faktor dalam kelompok
16
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
indikator peningkatan kapasitas adalah faktor pelatihan ketrampilan usaha (45.4%), disusul oleh faktor pendampingan usaha (33.0%). Artinya, pelatihan sangat penting dalam pelaksanaan program Perkassa. Dalam kelompok indikator infrastruktur wilayah, bobot faktor terbesar adalah faktor ketersediaan pasar (28.4%), disusul oleh jumlah & jenis sarana transportasi (27.6%), dan ketersediaan sarana informasi (25.3%). Ketiganya menyumbangkan bobot sebesar 81.3%. Dalam kelompok indikator lingkungan operasi/bisnis, bobot faktor terbesar adalah struktur pasar (42.2%), disusul oleh pengembangan ekonomi wilayah (31.7%). Dalam kelompok indikator lingkungan industrial, bobot faktor tertinggi adalah faktor bahan baku untuk usaha (16.9%), disusul oleh faktor-faktor kepastian usaha (15.3%), perijinan usaha (14.5%), dan ketersediaan tenagakerja (14.5%). Keempat faktor tersebut menyumbang bobot sebesar 61.2%. Dalam kelompok indikator lingkungan jauh, bobot faktor terbesar adalah otonomi daerah (37.9%), disusuk oleh demokrasi (33.3%).
VI.
INDEKS PERFORMA PROGRAM PERKASSA Hasil analisis memunculkan performa pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan dengan IPI sebesar 2.72 dari skala 1-4, atau dengan tingkat pencapaian 68%. Hal itu berarti pelaksanaan Program Perkassa berada pada kategori baik, namun masih di bawah keberhasilan secara nasional dengan IPI 2.8 atau pencapaian 72%. Meskipun IPI menunjukkan pelaksanaan Program Perkasa berada pada kategori baik, namun masih perlu melakukan pembenahan. Untuk dapat memberikan solusi atas berbagai faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan Program Perkassa, baik dalam upaya peningkatan hasil maupun pembenahan ke depan, terungkap berbagai faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Program Perkassa. Faktor Pendukung adalah 1) psikososial anggota koperasi yang terdiri dari kebanggaan sebagai anggota koperasi, kepuasan sebagai penerima program, kepuasan mengembangkan usaha, dan rasa memiliki koperasi. 2) lingkungan usaha yang terdiri dari pengembangan ekonomi wilayah dan struktur pasar. Faktor Penghambat adalah 1) peningkatan kapasitas yang terdiri dari kurang pelatihan keterampilan usaha, kurangnya pendampingan usaha, dan kurangnya intensitas keterlibatan dalam pertemuan bisnis. 2) reputasi perusahaan yang terdiri dari kurangnya pengalaman berusaha dan belum menggunakan merek dagang. 3) kelengkapan sarana dan prasarana yang terdiri dari status kepemilikan kantor, terbatasnya perlengkapan kantor, dan belum menerapkan teknologi informasi. 4) kelembagaan, terdiri dari kurangnya jumlah anggota
17
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
yang aktif dan produktif, terbatasnya cakupan wilayah kerja, dan pelaksanaan RAT yang belum sesuai. Sedangkan kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan Program Perkassa, salah satunya, adalah koperasi yang baru terbentuk saat program ini digulirkan. Kondisi ini tentunya dapat menjelaskan bahwa kemampuan berorganisasi, mengelola suatu lembaga seperti koperasi, hingga ke pengelolaan usaha produktif, oleh para pengurus dan anggota koperasi masih belum cukup memadai.
VII. ANALISIS SUKSES PELAKSANAAN PROGRAM PERKASSA Sukses pelaksanaan Program perkassa dikategorikan dalam tiga sukses, yakni Sukses Penyaluruan Dana (SPD-1), Sukses Penggunaan Dana (SPD2), dan Sukses Pengembalian Dana (SPD-3). Dalam pengembalian pinjaman, pada umumnya tingkat sukubunga yang menjadi beban anggota koperasi penerima program sangat tinggi, mencapai 24% per tahun atau 2% per bulan bukan menjadi faktor penghambat dalam program ini. Hal itu juga termasuk dalam Pola Syariah, dalam konsep dan perjanjian dinyatakan sebagai pembagian hasil, namun dalam praktek para Pihak tetap menghitungnya dengan membandingkan sukubunga kredit. Pada Grafik 1 terlihat, secara umum, pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan masuk dalam kategori baik, dengan Indeks Performa (IP) SPD-1 (2.98), SPD-2 (3.01), dan SPD-3 (2.89) dengan pencapaian masing-masing 74.5%, 75,25%, 72.23%. Pencapaian hasil pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan tersebut didukung oleh performa lembaga dan bisnis Kopwan. Manfaat Program Perkassa terhadap koperasi di Sumsel juga dapat dilihat pada Tabel 11. Dari beberapa variabel yang menjelaskan usaha dan lembaga koperasi di Sumatera Selatan terlihat adanya perbaikan koperasi. Nilai ekonomi koperasi, antara lain volume usaha, modal, SHU, dan cadangan naik sangat tinggi. Dengan adanya Perkassa, terjadi peningkatan volume usaha yang sangat tinggi setiap koperasi peserta program. Volume usaha meningkat sampai 94.45% yang menunjukkan semakin besarnya aktifitas bisnis koperasi penerima Perkassa. Juga, terjadi penurunan rasio biaya-volume usaha sebesar 17.43% yang menunjukkan semakin membaiknya pengelolaan bisnis koperasi. Sementara modal sendiri naik cukup rendah, hanya 0.82%, Khusus penyerapan tenagakerja, terjadi kenaikan yang sangat tinggi, mencapai 58.65% setelah adanya Perkassa. Kenaikan yang paling tinggi terjadi pada cadangan, sebesar 118.66% yang menunjukkan adanya akumulasi modal sebagai kekuatan ekspansi bisnis. Meskipun sebagian besar variabel menunjukkan peningkatan performa setelah adanya Perkassa, beberapa variabel menunjukkan penurunan, yakni aset dan jumlah anggota koperasi.
18
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Gambar 1. Sukses Pelaksanaan Program Perkasssa Gambar 1. Sukses Pelaksanaan Program Perkasssa Aset turun sebesar 44.14% dananggota jumlah anggota turun sebesar 42.69%. Aset turun sebesar 44.14% dan jumlah turun sebesar 42.69%. Turunnya Turunnya aset disebabkan dan jumlah disebabkan rasionalisasi menjadi nilai aset dan nilai jumlah rasionalisasi terjadi terjadi setelahsetelah menjadi peserta program. Anggota yangAnggota terlibat yang adalah yangadalah mempunyai bisnis riil. bisnis riil. peserta program. terlibat yang mempunyai
Tabel 11.11. Manfaat Perkassa SelatanBerdasarkan Berdasarkan Tabel Manfaat PerkassaPada PadaKoperasi Koperasi di di Sumatera Sumatera Selatan Beberapa BeberapaIndikator Indikator No
Uraian
Satuan
Perkassa Sebelum
Sesudah
Perubahan (%)
Rp juta
68,81
133,80
94,45
%
22,58
5,15
-17,43
Rp juta
145,55
146,74
0,82
1
Volume Usaha
2
Rasio Biaya-Volus
3
Modal Sendiri
4
Modal Luar
Rp juta
53,37
116,70
118,66
5
Total Modal
Rp juta
166,96
171,86
2,93
6
SHU
Rp juta
21,41
25,12
17,33
7
Total Simpanan
Rp juta
90,45
96,34
6,51
8
Cadangan
Rp juta
15,54
52,05
234,94
9
Asset
Rp juta
251,53
140,51
-44,14
10
Nilai Tambah (NT)
Rp juta
23,09
26,80
16,07
11
Jumlah Anggota
Orang
152,78
87,56
-42,69
Manfaat ProgramOrang Perkassa terhadap anggota 12 Jumlah Tenagakerja 1,33 2,11 Kopwan terlihat 58,65 pada Sumber: Diolah dari Laporan RAT Kopwan (2008) Tabel 11. Nilai penjualan per anggota koperasi yang ikut Program Perkassa berkisar Rp22.0 juta per bulan. Nilai penjualan ini menunjukkan anggota Manfaat Programtermasuk Perkassa terhadapskala anggota Kopwan terlihat Tabel 11. peserta program pengusaha mikro. Meskipun tingkatpada penjualan Nilai penjualan per anggota koperasi yang ikut Program Perkassa berkisar Rp22.0 juta per bulan. Nilai penjualan ini menunjukkan anggota peserta program termasuk pengusaha skala mikro. Meskipun tingkat penjualan anggota masih rendah, 19 namun suntikan dana Perkassa mencapai Rp4.47 juta itu dapat menggerakkan ekonomi pengusaha wanita di daerah. Walaupun nilai penjualan masih rendah, namun 17
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
anggota masih rendah, namun suntikan dana Perkassa mencapai Rp4.47 juta itu dapat menggerakkan ekonomi pengusaha wanita di daerah. Walaupun nilai penjualan masih rendah, namun kemampuan pengembalian pinjaman cukup baik setelah anggota berusaha. Kemampuan pengembalian pinjaman dapat dilakukan empat kali dalam sebulan. Tabel 12. Manfaat Perkassa terhadap Anggota Koperasi Penerima Perkassa di Sumatera Selatan
7.1.
Sukses Penyaluran Dana Gambaran sukses penyaluran terlihat pada Gambar 2 dan Tabel 13 Gambar 1 memperlihatkan bahwa IPF masing-masing Kopwan penerima Perkassa semuanya masuk dalam klasifikasi baik, dengan IPF di atas 2.5 atau pencapaian 62.5%.
Gambar 2. Sukses Penyaluran Program Perkassa di Provinsi Sumatera Selatan
20
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Terdapat 3 Kopwan yang termasuk paling sukses dalam penyaluran dana, yakni Kopwan Salima di Kabupaten OKI, dengan IPF sebesar 3.223, Kopwan Melati (3.222) di Kabupaten OKI, dan Kopwan Permata Hati (3.110) di Kabupaten Ogan Ilir, dan Kopma Wapi Sriwijaya (3.110) di kota Palembang. Performa penyaluran dana yang relatif rendah terjadi pada Kopwan Songket dan Kopwan Putra PU, keduanya di Kota Palembang, dengan IPF masing-masing sebesar 2.567 dan 2.600 atau pencapaian 65.0%, hanya sedikit di atas rata-rata 2.50. Rendahnya IPF kedua Kopwan ini lebih disebabkan kehati-hatian penyaluran dana karena bidang usaha Kopwan pada kerajinan songket dan bidang usaha Kopwan PU Putra pada jasa konstruksi. Kedua bidang usaha ini bukan usaha jangka pendek, sementara dana Perkassa lebih pada pembiayaan usaha mikro yang masa produksinya jangka pendek. Performa sukses penyaluran dana yang baik yang ditunjukkan oleh IPF di atas, juga semakin jelas apabila dilihat dari sebaran frekuensi yang menyatakan sukses penyaluran pada level koperasi dan anggota koperasi. Pada Tabel 13 terlihat klasifikasi sukses penyaluran dana Perkassa sebagai 3T, dalam hal tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat nilai yang dipadukan dengan kondisi sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. Pada level koperasi, penyaluran berdasarkan 3T semuanya pada kategori baik sampai sangat baik. Hal ini berarti, penyaluran dana Perkassa dari bank pelaksana sesuai dengan kriteria 3T. Tabel 13. Sebaran Frekuensi Sukses Penyaluran Perkassa di Sumatera Selatan
Perbedaan pada level koperasi dan anggota tampak pada distribusi frekuensi. Walaupun secara umum kriteria 3T berjalan dengan baik,
21
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
namun masih ada penyaluran yang tidak sesuai dengan kriteria 3T. Hal itu masuk akal, karena seleksi anggota koperasi penerima dilakukan sedapat mungkin sesuai dengan prosedur dan persyaratan, misalnya pembukuan yang rapi dan pengajukan permohonan yang baik. 7.2.
Sukses Penggunaan Dana Langkah berikut setelah penyaluran dana adalah melihat penggunaan dana Perkassa itu sendiri. Pada Gambar 3 terlihat Kopwan penerima dana di Sumatera Selatan, pada umumnya, termasuk kategori baik dengan IPF di atas 2.5. Kategori terbaik sebanyak 4 Kopwan dengan IPF di atas 3.0 atau pencapaian 75.0%, menyusul 4 Kopwan dengan IPF 2.5-3.0, dan hanya satu Kopwan yang kategori buruk, dengan IPF 2.44, di bawah rata-rata 2.5 atau pencapaian 61.1%. Koperasi yang termasuk kategori sukses dalam penggunaan dana Perkassa adalah secara berurutan adalah Kopwan Anggrek (3.223) di Kabupaten OI, Kopwan Wapi Sriwijaya (3.223) di Kota Palembang, Kopwan Salima (3.223) di Kabupaten OKI (Kopwan Salima termasuk dalam Pola Syariah), dan Kopwan Permata Hati (3.220) di Kabupaten OI. Sedangkan yang koperasi yang kurang sukses dalam penggunaan dana Perkassa adalah Kopwan Songket (2.443) di Kota Palembang, penggunaan dana Perkassa tampaknya terkait dengan penyaluran dana. Kalau penyaluran sukses maka penggunaannya juga sukses.
Gambar 3. Sukses Penggunaan Program Perkassa di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan IPF
22
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Pengunaan dana Perkassa dilihat dari sebaran frekuensi berdasarkan kriteria 3T, tertampil pada Tabel 14. Pada level koperasi, kategori penggunaan dana tersebut adalah baik dan sangat baik, di atas 75% responden menyatakan penggunaan dana Perkassa baik. Dengan kata lain, semua koperasi tidak merasakan hal yang tidak tepat sesuai dengan 3T. Pola penggunaan dana pada koperasi ini sejalan dengan penyaluran dana yang baik. Tabel 14. Sebaran Frekuensi Sukses Penggunaan Perkassa di Sumatera Selatan
Pada level anggota, penggunaan dana Perkassa juga masuk dalam kategori baik sampai sangat baik dimana sebanyak lebih dari 75% responden menyatakan bahwa penggunaan dana Perkassa sesuai dengan 3T. Meskipun demikian, ada sedikit perbedaan pola distribusi antara koperasi dan anggota koperasi dimana pada level anggota masih ada kondisi penggunaan yang kategorinya sangat buruk sampai buruk. Penyimpangan memang bisa saja terjadi, misalnya tidak tepat sasaran dan nilai dari dana yang disalurkan, sebagaimana sudah diuraikan pada paragraf sukses penyaluran. 7.3.
Sukses Pengembalian Dana Langkah berikut setelah penyaluran dan penggunaan dana adalah memperlihatkan bagaimana pengembalian dana Perkassa itu sendiri. Pada Gambar 4 terlihat Kopwan penerima dana di Sumatera Selatan, pada umumnya, termasuk kategori baik dengan IPF di atas 2.5. Berbeda dengan penyaluran dan penggunaan, yang termasuk kategori terbaik dalam pengembalian dana hanya sebanyak 2 Kopwan dengan IPF di atas 3.0, menyusul 5 Kopwan dengan IPF 2.5-3.0, dan dua Kopwan yang kategori buruk, dengan IPF di bawah rata-rata 2.5. Koperasi yang
23
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
termasuk kategori paling sukses dalam pengembalian dana adalah secara berurutan Kopwan Salima (3.333) di Kabupaten OKI dan Kopwan Wapi Sriwijaya (3.223) di Kota Palembang. Sedangkan ada 2 koperasi yang kurang sukses dalam pengembalian dana Perkassa, yakni Kopwan Songket (2.333) di Kota Palembang dan Kopwan Tani Srikandi (2.443) di Kabupaten Banyuasin. Pengembalian dana pinjaman sering menjadi persoalan karena menyangkut organisasi, manajemen, karakter manusia, bidang usaha, dan akses. Misalnya, Kopwan Songket masuk kategori kurang karena bidang usaha dan organisasi & manajemen (O&M) yang kurang baik. Sementara Kopwan Tani Srikandi berada sangat jauh dari ibukota kabupaten dimana kantor bank pelaksana, di samping sumberdaya manusia dan O&M yang masih lemah. Akses lokasi Kopwan Tani Srikandi harus melalui jalur Sungai Musi dan melalui Kota Pelembang dengan sarana angkutan yang sangat terbatas. Berdasarkan sebaran frekuensi, kondisi pengembalian dana Perkassa dapat tergambar dari Tabel 15. Berbeda dengan pola penyaluran dan penggunaan dana Perkassa, pengembalian dana Perkassa di Sumsel menunjukkan kategori dari sangat buruk, buruk, baik, sampai sangat baik. Berdasarkan kriteria 3T, walaupun secara umum pengembalian dana Perkassa masih dalam kategori baik, namun masih ada di antaranya menyatakan kategori buruk. Pada level koperasi pelaksana program terlihat lebih dari 75% pengembalian sesuai dengan kriteria 3T, tapi sebanyak lebih dari 11% kurang sesuai dengan kriteria 3T. 4,000
3,500
3,333
3,223 3,000 3,000
3,000 2,780
3,000
2,890
2,443
IPF
2,500
2,333
2,000
1,500
1,000 Anggrek,
Permata
Melati,
Songket,
Putra PU,
Wapi
Melati,
Salima,
Tani
Kab.OI
Hati, Kab.OI
Kab.OI
Palembang
Palembang
Sriwijaya, Palembang
Kab.Muba
Kab.OKI
Srikandi, Kab. Banyuasin
Koperasi Penerima Program Perkassa
Gambar 4. Sukses Pengembalian Program Perkassa di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan IPF
24
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Pada level anggota, sebarannya kelihatan lebih merata daripada level koperasi. Walaupun sebanyak lebih dari 75% responden menyatakan pengembalian baik, namun kategori sangat buruk dan buruk relatif besar, 7-28%. Tampaknya, kondisi ini konsisten dengan penjelasan sebelumnya. Ketika masa pengembalian pinjaman berjalan ada penundaan untuk menjaga cash-flow. Apalagi sifat usaha yang dibiayai usaha sangat mikro dan tidak formal dan rendahnya sanksi. Dari uraian indikator sukses pelaksanaan program Perkassa di atas, dapat dinyatakan bahwa secara umum implementasi program ini berjalan sukses. Hanya satu koperasi yang performanya rendah sesuai dengan kriteria sukses ini, yakni Kopwan Songket di Kota Palembang. Tujuan perguliran dana dalam rangka memperluas cakupan penggunaan dana oleh perempuan pengusaha lainnya akan dapat terpenuhi. Tabel 15. Sebaran Frekuensi Sukses Pengembalian Perkassa di Sumatera Selatan No
Uraian
Frekuensi (%) Sangat Buruk
Buruk
Baik
Sangat Baik
Level Koperasi 1
Tepat Waktu
0,00
11,11
77,78
11,11
2
Tepat Sasaran
0,00
11,11
77,78
11,11
3
Tepat Nilai
0,00
11,11
77,78
11,11
Level Anggota Koperasi 1
Tepat Waktu
3,45
13,79
79,31
3,45
2
Tepat Sasaran
3,45
10,34
79,31
6,90
3
Tepat Nilai
3,45
3,45
86,21
6,90
VIII. ANALISIS POSISI KOPERASI PENERIMA PROGRAM PERKASSA Analisis SWOT menggunakan indikator internal dan eksternal dengan metode indeks performa indikator (IPI). Selang nilai antara -1.5 dan +1.5 dimana IPI -1.5 terburuk dan IPI +1.5 terbaik. Hasil analisis SWOT dapat menjelaskan strategi apa yang sebaiknya ditempuh agar terjadi keberlanjutan usaha akibat adanya Perkassa. Pada Tabel 16 terlihat indeks internal dan eksternal koperasi penerima Perkassa di Sumsel. Secara internal, pada umumnya posisi koperasi di Sumsel masuk dalam kategori kuat (strength) yang ditunjukkan oleh IPI yang positif. Terdapat 2 koperasi pada posisi lemah (weakness) dengan IPI negatif. Koperasi dengan IPI positif tertinggi adalah Kopwan Putra PU (0.577), dan secara berurutan diikuti oleh Kowapi Sriwijaya (0.505), Kopwan Melati Muba (0.435), Kopwan Salima (0.415),
25
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
Kopwan Songket (0.358), Kopwan Melati OI (0.301), dan Kopwan Anggrek (0.006). IPI positif ini menunjukkan bahwa secara internal, koperasi tersebut memiliki lebih besar kekuatan daripada kelemahan. Koperasi dengan IPI negatif adalah Kopwan Permata Hati (-0.020) dan Kopwan Tani Srikandi (-0.286). Artinya, secara internal, koperasi ini memiliki lebih besar kelemahan daripada kekuatan. Secara eksternal, sebanyak 6 koperasi memiliki IPI positif, yakni Kowapi Sriwijaya (0.658), Kopwan Permata Hati (0.486), Kopwan Salima (0.362), Kopwan Melati OI (0.231), Kopwan Songket (0.156), dan Kopwan Melati Muba (0.075). Artinya, keenam koperasi tersebut secara eksternal menghadapi peluang (opportunity) yang lebih besar daripada tantangan (threat). Sedangkan koperasi dengan IPI negatif sebanyak 3 koperasi, yaitu Kopwan Tani Srikandi (-0.067), Kopwan Putra PU (-0.076), dan Kopwan Anggrek (-0.409). Berarti ketiga koperasi ini menghadapi tantangan (hambatan) lebih besar daripada peluang. Tabel 16. Indeks Internal dan Eksternal Koperasi Penerima Perkassa di Sumatera Selatan
Hubungan faktor internal dan eksternal menampilkan posisi masingmasing koperasi, seperti Gambar 7. Dengan The Fourth Quadrant dan secara ”scatter plot”, sebanyak 5 koperasi berada pada Kuadrant-I (K-I) arah Timur Laut, yakni Kopwapi Sriwijaya, Kopwan Salima, Kopwan Melati OI, Kopwan Songket, dan Kopwan Melati Muba. Posisi pada K-I ini menunjukkan bahwa kelima koperasi memiliki kekuatan dan menghadapi peluang dalam operasionalnya. Semakin jauh posisinya dari titik pangkal nol, semakin baik
26
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
posisi koperasi. Posisi K-2 (arah Tenggara) ditempati oleh 2 koperasi, yakni Kopwan Putra PU dan Kopwan Anggrek. Bahwa kedua koperasi walaupun memiliki kekuatan secara internal, namun secara eksternal menghadapi tantangan. Posisi K-3 (arah Baratdaya) ditempati oleh 1 koperasi, yakni Kopwan Srikandi yang berarti koperasi ini secara internal sangat lemah dan secara eksternal menghadapi tantangan yang lebih besar daripada peluang. Posisi K-4 (arah Barat Laut) ditempati oleh 1 koperasi, yakni Kopwan Permata Hati yang berarti walaupun secara internal koperasi ini lemah namun secara eksternal menghadapi peluang lebih besar daripada hambatan. 1,000 Kop. Wapi Sriwijaya, Kota Palembang Kop. Permata Kab. OI 0,500 Kop. Salima, Kab. OKI Kop.
-1,000
-0,500
0,000 0,000
Kop. Songket, Kota Palembang
Kab. OI Kop.
Kab. Muba
0,500
Kop. Tani Srikandi, Kab. Banyuasin
1,000
Kop. Putra PU, Kota Palembang -0,500
Kop. Anggrek, Kab. OI
-1,000
Gambar 5. Sebaran Koperasi di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan SWOT Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui arah strategi apa yang mungkin dilakukan oleh koperasi untuk kelanjutan Program Perkassa. Sumbu tegak menunjukkan eksternal (peluang dan hambatan) dan sumbu datar menunjukkan internal (kekuatan dan kelemahan). Koperasi pada KI dinyatakan sebagai posisi paling baik, progressif. Oleh karena itu strategi yang tepat adalah ekspansi bisnis dengan memperbesar usaha simpan-pinjam. Pada K-2 adalah upaya menggeser ke arah K-1 dengan strategi orientasi ke luar dengan cara mengubah tantangan menjadi peluang. Salah satunya adalah dengan diversifikasi usaha yang mendukung bisnis inti simpan-pinjam. Posisi K-3 adalah posisi terjelek dimana arah perubahan dengan dua pilihan, pertama ke K-2 atau K-4. Pada posisi ini, secara umum yang dilakukan adalah likuidasi atau merjer atau divestasi. Kalaupun strategi ini tidak dilakukan
27
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 1 - 29
maka pembenahan ke dalam, seperti organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia, atau mengubah tantangan menjadi peluang adalah upaya yang harus dilakukan. Untuk itu, restrukturisasi dan revitalisasi menjadi strategi yang tepat. Pada K-4 arah perubahan adalah ke K-1. Pilihan Strategi yang umumnya berlaku adalah turn-over (putar haluan) bisnis. Apabila strategi ini tidak dilakukan maka strategi orientasi ke dalam dengan upaya memperbaiki kualitas internal, seperti organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia adalah langkah yang paling tepat.
IX.
PENUTUP Dari uraian sebelumnya dapat dinyatakan faktor-faktor eksternal dan internal yang menjelaskan tipologi, faktor-faktor yang paling menonjol, dan posisi Kopwan dalam Program Perkassa. Secara umum, Program Perkassa di Sumatera Selatan termasuk berhasil serta dapat memajukan koperasi, khususnya Koperasi Wanita dan wanita pengusaha. Namun Program Perkassa ini lebih pada stimulan pengembangan wanita pengusaha dan Kopwan. Sejalan dengan manfaat analisis ini, pengungkapan faktor-faktor tersebut dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan kelanjutan dari program ini. Model Program Perkassa ini dapat dikembangkan oleh pemerintah dan koperasi lebih luas lagi. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan performa koperasi adalah memberikan penyuluhan secara terus menerus dan pelatihan manajemen dan organisasi yang berlanjut agar sistem Perkassa ini dapat berlanjut. Disamping itu, kebijakan pemerintah harus dikeluarkan untuk dana bergulir agar dapat kembali digunakan oleh Kopwan dan anggota untuk ekspansi bisnis.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Granit, Jakarta. Counts, Alex. 2008. Small Loans Big Dreams. How Nobel Prize Winner Muhammad Yunus and Microfinance Are Changing the World. Wiley. Hutagaol, Parulian D. R. 2008. Strategi Pengembangan Usaha Tani dan Koperasi Dalam Menangkap Peluang Pasar Pangan Global. Johnson, Glen. 1986. Research Methodology for Economics. Philosophy and Practice. Kementerian Negara Kop. & UKM. 2008. Statistik Perkoperasian Tahun 2008. Kemeneg. KUKM, Jakarta.
28
Analisis Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera Selatan (Johnny W. Situmorang)
Kementerian Negara Kop. & UKM. 2008. Kajian Evaluasi dan Revitalisasi Kebijakan Pemerintah di Bidang KUKM. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kementerian KUKM, Jakarta. Kementerian Negara Kop. & UKM. 2008. Studi Pengembangan Model Pemeringkatan Propinsi Dalam Pembangunan Koperasi. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kemeneg KUKM, Jakarta. Kementerian Negara Kop. & UKM. 2009. Kajian Dampak Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (PERKASSA). Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kemenneg KUKM, Jakarta. Pearce II, John A and Richard B. Robinson, Jr. 2000. Strategic Management. Formulation, Implementation, and Control. Irwin McGraw-Hill. Riduwan dan Akdon. 2005. Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Sinaga, Pariaman, Urip Triyono, Irsyad Muctar, Zaenal Wafa, dan Slamet AW. 2006. Berlayar mengarungi Sejuta Tantangan. Koperasi Di Tengah Lingkungan Yang Berubah. Rajawali Pers, Jakarta. Situmorang, Johnny W. 2002. Perundang-undangan dan Kebijakan Perkoperasian Indonesia, Ekonomi Kerakyatan, dan Keuangan Mikro. Lokakarya Nasional Pengembangan Koperasi, Ekonomi Kerakyatan, dan Keuangan Mikro. PGI. Cipayung-Kabupaten Bogor, Rabu 29 Mei. Sugiyono, Prof. DR. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. W. Situmorang, Johnny. 2008. Peringkat Provinsi Dalam Membangun Ekonomi Koperasi. Analisis Berdasarkan Indeks PEKR. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. Volume 3-September. W. Situmorang, Johnny. 2008. Iklim Usaha KUKM di Era Otonomi Daerah. Infokop Volume 16-September. W. Situmorang, Johnny & Jannes Situmorang. 2007. Suku Bunga Perbankan Masih Penghambat Pembiayaan UMKM Indonesia. Infokop Volume 15 Nomor 2-Desember 2007.
29
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 2010 : 30 - 48
KAJIAN KEMANFAATAN BANTUAN PERKUATAN UNTUK USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH (UMKM)*) Yoseva**) dan Teuku Syarif***) ABSTRACT The empowerment of MSMEs becomes a national commitment, because MSMEs are the main part of business world. Yet until now, it has not been success which indicated from many problems that MSMEs faced. Capitalization is one of the issues which have not been resolved. There fore, the government through the Ministry of Cooperatives and SMEs implement reinforcement programs. Accummulative funds until end of 2006 that have been distributed are Rp. 3,35 billion. The monitoring activity shows only information on number of distribution and number of MSMEs that obtained a loan, while the benefits to borrowers are not yet known. The study aims to : a) Analyze performance of MSMEs who receive assistance and the factors influencing the success of the program; b) Identify the benefit and various problems while the benefits of research is the acquisition of a concrete illustration success of the program. The study indicates: 1) Average of reinforcement assistance received is Rp. 3,30 million, which is enough to substitute the dependence of other party’s source of capital; 2) There are five variables that had a significant positive influence to the increase of MSMEs’ turnover. The variables are is the availability of local raw materials, loan procedures, amount of loan, the freedom of the use of the loans, and type of MSMEs business; (3) There are six variables that affect the profit of SMEs. The variables are the availabilities of: a) raw materials,(b) business management, (c) loan procedures, (d) assets ownership, (e) gender of the borrower, (f) loan amount; 4) Reinforcement program has a positive influence on labor absorption. The study recommends : 1) An improvement approach and systematically patterns of program implementation should be available; 2) Evaluation is not only aimed at the indicator of the success of programs, such as
*)
Tulisan ini merupakan review sebagian hasil kajian Asdep Urs. Penelitian UKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Tahun 2006 Artikel diterima 2 Juni 2010 peer review 10-30 Juni 2010, revieew akhir 1-30 Juli 2010 **) Kabid.Pengumpulan Informasi Pada Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha dan Peneliti pada Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM (koordinator kajian) ***) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (anggota tim kajian)
30