ANALISIS PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI BMT TUMANG CABANG CEPOGO TUGAS AKHIR Disusun Guna Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Perbankan Syariah
Disusun oleh: Laela Mukaromah 20110007
PROGRAM STUDI DIII PERBANKAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
ANALISIS PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI BMT TUMANG CABANG CEPOGO TUGAS AKHIR Disusun Guna Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Perbankan Syariah
Disusun oleh: Laela Mukaromah 20110007
PROGRAM STUDI DIII PERBANKAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
ii
iii
iv
v
ABSTRAK Pembiayaan musyarakah adalah suatu bentuk akad kerjasama perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Permasalahan yang dibahas yaitu analisis prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo dan langkah-langkah yang dilakukan BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk meminimalisir risiko yang terjadi dalam pembiayaan musyarakah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur yang prosedur dalam pembiayaan musyarakah dan langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk meminimalisir risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan musyarakah. Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif diskriptif dengan spesifikasi penelitian yang bersifat diskriptif analitik. Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis dapat menyimpulkan, bahwa dalam prosedur pembiayaan musyarakah yang diterapkan di BMT TUMANG Cabang Cepogo sudah ada yang sesuai dengan teori yang ada, dan juga ada yang belum sesuai. Prosedur yang sudah sesuai antara lain (1) Prinsip musyarakah; (2) Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah; (3) Macammacam pembiayaan menurut tujuannya; (4) Unsur-unsur pembiayaan; (5) Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah; (6) Informasi yang dilampirkan dalam permohonan pembiayaan. Sedangkan yang belum sesuai adalah (1) Prinsipprinsip pembiayaan; (2) Prinsip transaksi musyarakah; (3) Rukun syirkah; (4) Ketentuan pihak-pihak yang berakad; (5) Beban biaya operasional; (6) Penyalesaian perselisihan; (7) ketentuan akad; (8) Analisis dalam pembiayaan musyarakah; (9) Hal-hal yang perlu diinformasikan dalam kontrak akad musyarakah; (10) Cara pengembalian pinjaman dalam pembiayaan musyarakah. Dalam penelitian terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk meminimalisir risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan musyarakah, terdapat langkah-langkah yang sudah sesuai dengan teori yang ada, dan juga ada yang belum sesuai. Langkah-langkah yang sudah sesuai antara lain: (1) Fungsi manajemen dalam pembiayaan musyarakah; (2) Mnajemen risiko dalam pembiayaan musyarakah; (3) Perbedaan manjemen risiko lembaga keuangan syariah dan konvensional; (4) Identifikasi risiko dalam pembiayaan musyarakah. Sedangkan langkah-langkah yang belum sesuai dengan teori antara lain: (1) Antisispasi risiko yang berkaitan dengan adanya DPS; (2) Pengukuran risiko; (3) Pemantauan risiko dalam pembiayaan musyarakah; (4) Proses manajemen risiko dalam pembiayaan musyarakah; (5) Analisis 7P dalam pembiayaan musyarakah. Kata kunci: Analisis, pembiayaan, musyarakah.
vi
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada: STAIN Salatiga Ayah, Ibu dan adik penulis tercinta Teman-teman DIII Perbankan Syariah angkatan 2010, serta seluruh sahabat penulis
vii
MOTTO
JADILAH SEORANG YANG SEPERTI KUPU-KUPU YANG HARUS BERJUANG HABIS-HABISAN SEBELUM MENIKMATI SEBUAH KEBEBASAN. HIDUP
TENANG
DIPEROLEH
JIKA
SENANTIASA BERSAMA ALLAH, DAN ALLAH
HANYA
AKAN
MENYERTAI
ORANG YANG SELALU MEMBERSIHKAN HATINYA.
viii
ix
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah, karena atas petunjuk dan kehendak-Nya, penulis dapat meneyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ANALISIS PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI BMT TUMANG CABANG CEPOGO”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW atas kemuliaan Beliau yang telah selalu mengajarkan dan kesabaran Illahi Robi bagi umatnya. Penyususnan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya pada Jurusan Syariah Progam DIII Perbankan Syariah di Sekolah Tinggi Agam Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Suatu kebahagiaan dan kewajibam bagi penulis untuk menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung atas terselesaikanya Tugas Akhir ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung terutama bagi: 1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M. Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. 2. Bapak Abdul Azis NP, M. M, selaku Ketua Program Studi Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
x
3. Bapak H.A Mifdlol Muthohar, Lc, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran-saran dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini 4. Keluarga besar BMT TUMANG Cabang Cepogo yang telah mengizinkan melakukan penelitian dan pemberian data yang diperlukan. 5. Ayah, ibu dan adiku tercinta yangg telah memberikan dorongan baik secara materi maupun non materi sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, dan juga untuk semua orang yang selalu dekat yang telah memberikan dorongan, semangat, kebebasan dalam memilih, serta doanya selama ini. 6. Sahabat-sahabatku DIII Perbankan Syariah angkatan 2010, terimakasih atas dukungan dan kisah-kisah seru selama 3 tahun ini. 7. Semua pihak yang telah meluangkan waktunya turut serta dalam penulisan Tugas Akhir ini hingga selesai. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak guna menyempurnakan Tugas Akhir ini. Salatiga ,02 September 2013 Penulis
Laela Mukaromah
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ……
i
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………..
iii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………...
iv
ABSTRAK …………………………………………………………….
v
PERSEMBAHAN ……………………………………………………..
vi
MOTTO ……………………………………………………………….
vii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………..
vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………
ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..
xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………….
5
C. Tujuan dan Kegunaan ……………………………………...
6
D. Pembatasan Masal ah ………………………………………...
7
E. Penelitian Terdahulu ………………………………………..
7
F. Metode Penelitian …………………………………………..
10
G. Penegasan Istilah …………………………………………...
12
H. Sistematika Penulisan ………………………………………
14
BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………….
16
A. Pembiayaan …………………………………………………
16
B. Pembiayaan Musyarakah …………………………………..
27
C. Bentuk-bentuk Musyarakah ……………………………….
29
xii
D. Prosedur Musyarakah ……………………………………...
38
E. Manajemen Risiko Bank Syariah ………………………….
44
F. Konsep BMT ……………………………………………….
52
BAB III DATA OBYEK PENEITIAN ………………………………..
56
A. Gambaran Umum ………………………………………….
56
B. Data-data Diskriptif ………………………………………..
61
C. Prosedur Pembiayaan Musyarakah ………………………..
72
D. Langkah-langkah yang Dilakukan untuk Meminimalisir Risiko pada Pembiayaan Musyarakah …………………………………. BAB IV ANALISIS …………………………………………………… A. Analisis Terhadap Prosedur Pembiayaan Musyarakah …... B. Analisis
Terhadap
Langkah-langkah
yang
Diambil
Meminimalisir Risiko pada Pembiayaan Musyarakah ……. BAB V KESIMPULAN ……………………………………………….. A. Kesimpulan ………………………………………………….
84 89 89 untuk 98 103 103
B. Saran ………………………………………………………… 108 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. LAMPIRAN
xiii
109
DAFTAR TABEL Tabel 3.1: Susunan pengurus dan pengawas BMT TUMANG Tahun 2011 ...... 60 Tabel 3.2: Ketentuan nisbah bagi hasil ………………………………………… 63
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep muamalah dalam Islam bermakna luas, salah satunya adalah konsep perbankan syariah yang dimunculkan sebagai sistem ekonomi yang harus dilakukan oleh setiap muslim dalam bermuamalah, pendasaran bunga yang di golongkan ke dalam fiqih yang berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas adalah muslim. Mulailah timbul usaha-usaha untuk mendirikan bank alternatif non-ribawi. Hal ini terjadi terutama setelah bangsabangsa muslim memperoleh kebebasan dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an. Tetapi usaha ini tidak sukses. Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada tahun 1950-an di mana sebuah perkreditan tanpa bunga dilakukan di sebuah pedesaan di Negara tersebut. Namun demikian, eksperimen pendirian Bank Syariah paling sukses dan inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada tahun 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat Mesir terutama di kalangan petani. Bank ini mulai berkembang pada tahun 1963-1967. Namun sayang, terjadi kekacauan politik di Mesir, Mit Ghamr Local Saving Bank mengalami kemunduran, sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bank Egypt dan Bank Sentral Mesir pada tahun 1967. Pada akhirnya konsep nir-bunga kembali dibangkitkan pada masa rezim Sadat 1
2
melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan dari bank ini adalah untuk mengembalikan kembali bisnis yang telah dipraktikkan oleh Mit Ghamr. Di Indonesia, bank syariah yang pertama kali didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun mengalami perkembangan yang cukup lambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode 19921998 hanya ada satu Bank Syariah, maka pada tahun 2005 bartambah 20 Bank Syariah, yaitu 3 Bank Umum Syariah, dan 17 unit Bank Syariah. Selain itu jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah. Perubahan dan pekembangan baru dalam sistem perbankan di indonesia telah menemukan konsep paradigma sistemnya. Sistem perbankan Islam telah dijadikan sebagai satu alternatif pilihan di Indonesia dan sistem tersebut telah menjadi daya tarik tersendiri di kalangan praktisi bank dan kalangan bisnis (Muhammad, 2000: v). Lahirnya Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan merupakan hasil revisi dari Undang-undang nomor 7 tahun 1998. Bunyi Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut yang ”Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan / kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Undangundang 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 2). Lahirnya Undang-undang
tersebut
3
merupakan upaya kesungguhan pemerintah dalam memberdayakan sistem perbankan syariah di Indonesia. Perbankan syariah memiliki fugsi yaitu funding
dan
financing yang
berarti menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana dari masyarakat yang kekurangan dana. Prinsip syariah adalah aturan atau perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya. Pembiayaan yang ada di perbankan syariah itu, berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah), prinsip jual beli barang berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang di sewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) (UU no 10 1998 psal 1 ayat 13). Lalu berdasarkan prinsip-prinsip pambiayaan di atas, maka pemerhati berupaya memberdayakan ekonomi umat dengan mendirikan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). BMT adalah mediator alternatif yang menghimpun dana langsung dari masyarakat dan menyalurkan dalam bentuk pembiayaan pada usaha bersekala kecil dan menengah. Pada awalnya BMT adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pada perkembangannya sebagian besar memilih untuk Berbadan Hukum Koperasi (Murniati, 2012: 2). Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT TUMANG yang baralamatkan di JL. Boyolali-Magelang Km.10 Kecamatan Cepogo, Boyolali
4
adalah salah satu lembaga alternatif yang menghimpun dana langsung dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan pada usaha kecil dan menengah yang berprinsip secara syariah di daerah Boyolali dan sekitarnya. BMT TUMANG Cabang Cepogo mempunyai kegiatan yang hampir sama dengan lembaga keuangan syariah yang lainnya, yaitu funding dan financing. Salah satu kegiatan dari financing adalah musyarakah. Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama, dengan memadukan seluruh sumber daya. Untuk kehati-hatian, dalam proses pembiayaan musyarakah, ada prosedurprosedur yang harus ditempuh. Prosedur pembiayaan adalah gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan. seseorang yang berhubungan dengan pembiayaan harus menempuh prosedur pembiayaan yang sehat (Murniati, 2012: 3). Prosedur pembiayaan tersebut juga berlaku pada institusi Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Seseorang yang melakukan kegiatan pembiayaan baik dari pihak lembaga keuangan ataupun nasabah harus menempuh prosedur yang sehat. Adapun tujuan dari analisis pembiayaan musyarakah adalah untuk menilai mutu permintaan pembiayaan musyarakah yang diajukan oleh nasabah atau permintaan tambahan pembiayaan musyarakah terhadap pembiayaan musyarakah
5
yang sudah diajukan sebelumnya. Pemberian pembiayaan musyarakah tanpa dianalisis terlebih dahulu sangat membahayakan Lembaga Keuangan. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga pembiayaan musyarakah sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka pembiayaan musyarakah yang diberikan akan sulit untuk ditagih ataupun macet (Kasmir, 2008: 73-74). Oleh karena itu, BMT perlu mensiasati dengan berbagai langkah-langkah untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pemberian pembiayaan musyarakah. Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan musyarakah ini dan melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Pembiayaan Musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo”. B. Rumusan Masalah Agar pembahasan penelitian ini dapat terperinci dan terarah sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas, rumusan
masalah yang
dikemukakan oleh penulis yaitu: 1. Bagaimana analisis prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo? 2. Bagaimana analisis tentang langkah-langkah yang dilakukan oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk meminimalisisr risiko
pembiayaan
musyarakah?
yang
terjadi
dalam
pembiayaan
6
C. Tujuan dan Kegunaan 1.
Tujuan a. Untuk mengetahui analisis prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo. b. Untuk mengetahui analisis langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo agar dapat meminimalisir risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo.
2. Kegunaan a. Bagi Penulis Sebagai bahan masukan untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis, khususnya berkaitan dengan masalah pembiayaan musyarakah di perbankan, serta menumbuhkan sikap profesionalisme kerja melalui berfikir dan meningkatkan daya penalaran dalam melakukan penelitian, perumusan, dan pemecahan masalah secara ilmiah. b. Bagi almamater / STAIN Salatiga Sebagai karya ilmiah yang dapat dijadikan sebagai referensi maupun tambahan informasi bagi civitas akademika STAIN Salatiga. c. Bagi Lembaga (BMT TUMANG Cepogo)
7
Dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat atau kegunaan sebagai bahan pertimbangan bagi karyawan dan manajemen dalam melaksanakan prosedur pembiyaan musyarakah. D. Pembatasan Masalah Analisis dalam penelitian ini dibatasi dalam hal prosedur dan langkah-langkah yang dilakukan BMT TUMANG untuk meminimalisir risiko dalam pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo. E. Penelitian Terdahulu Titik Choeriyah (2007) telah menulis sebuah penelitian yang berjudul
“Prosedur Pembiayaan Musyarakah pada BMT Amal Muia
Suruh Kabupaten Semarang”. Dalam penelitian tersebut peneliti menganalisis bagaimana tahapan pembiayaan dan juga bagaimana penyelesaian pembiayaan yang bermasalah, karena masalah pembiayaan adalah permasalahan yang signifikan. Prosedur pembiayaan terkait dengan menganalisis nasabah yang ingin mengajukan pinjaman sehingga memperoleh pinjaman. Tehnik yang digunakan untuk mengamati calon nasabah adalah dengan melihat sifat personal, modal yang dimiliki, kemampuan nasabah dan keadaan usaha nasabah. Dalam melakukan pembiayaan ini, BMT Amal Mulia bisa melihat usaha yang dijalankan oleh nasabah produktif ataupun tidak produktif. Hal ini dalam rangka mengurangi risiko yang timbul yaitu pembiayaan bermasalah.
8
Retno Hikmah S (2010), dalam sebuah penelitian yang berjudul “Prosedur Pemberian Pembiayaan di BMT Karisma Cabang Utama Magelang” Dalam penelitian tersebut peneliti menyebutkan tentang cara pembiayaan yang dilakukan secara beberapa tahap yaitu: 1 Mengajukan permohonan pembiayaan dengan melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, kemudian yang ke-2 berkas yang akan diperiksa dan diteliti oleh costumer service,lalu yang ke-3 setelah itu berkas masuk kebagin marketing atau account officer untuk disurvei, lalu ke-4 kemudian hasil survey diserahkan ke komite pembiayaan untuk diputuskan pengajuan pembiayaan tersebut layak diterima atau ditolak, setelah itu pembiayaan baru dapat direalisasi dan nasabah bekewajiban mengangsur tepat pada waktunya. Yuli Wulandari (2010), telah menulis sebuah penelitian yang berjudul ”Analisa Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah pada PT.Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Surakarta”. Penelitian ini menyatakan bahwa prosedur pelaksanaan pembiayaan musyarakah di Bank Muamalat Cabang Surakarta, yaitu: pengumpulan data, varifikasi data, pengajuan memorandum usulan pembiayaan, keputusan pembiayaan, realisasi pembiayaan, pemantauan / monitoring, pelunasan. Dewi Setyawati (2008), pernah menyajikan penelitian yang berjudul “Analisis Sistem dan Prosedur Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah dalam Mendukung Pengendalian Intern” Studi kasus pada PT. BRI (PERSERO) Tbk. Kantor Cabang Syariah
9
Malang, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
dalam pelaksanaan
pembiayaan musyarakah masih terdapat beberapa kelemahan di antaranya adalah tugas dan wewenang AO ( Account Officer) lebih dominan dalam menjalankan beberapa fungsi, yaitu fungsi analisis data dan rekomendasi pembiayaan ke Pinca (Pimpinan Cabang) , belum ada pemisahan fungsi antara penilai atau petugas taksasi (petugas yang memperkirakan nilai dari jaminan nasabah) dan petugas
yang
melakukan analisis pembiayaan, dan tidak adanya kegiatan surprised audit (pemeriksaan mendadak terhadap kualitas nasabah)
yang
menyebabkan lemahnya pengendalian dalam operasional sistem
dan
musyarakah.
yang
prosedur
pembiayaan
dilakukan
adalah
organisasi, pemberian
dan dan
dengan
melakukan
meninjau pencairan
Pemecahan
ulang
evaluasi
atau
pembiayaan
masalah terhadap
merivisi
alur
musyarakah
stuktur prosedur
yang
lebih
mendukung pengendalian intern. penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian sekarang. Pada penelitian terdahulu hanya membahas tentang prosedur pemberian pembiayaan musyarakah dan bagaimana agar para nasabah dapat mengembalikan uang ataupun pembiayaan yang sudah diberikan agar tepat waktu
dalam
menitikberatkan
pengembalian.
Sedangkan
dalam
penelitian
ini
pada prosedur pemberian pembiayaan musyarakah,
apakah sudah sesuai dengan prinsip manajemen, dan langkah-langkah yang dilakukan BMT untuk meminimalisir risiko yang dapat terjadi.
10
F. Metode Penelitan 1. Tipe Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian diskriptif analitik,
maksudnya
suatu
penelitian
yang
bertujuan
untuk
memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif, yaitu analisis pembiayaan musyarakah pada BMT TUMANG Cabang Cepogo 2. Jenis Data a. Data primer Yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari obyek yang diteliti. b. Data sekunder Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku atau dokumen-dokumen tertentu. 3. Tehnik Pengumpulan Data Adapun tehnik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah: a. Observasi Observasi merupakan cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Peneliti mengamati secara langsung tentang tatacara akad musyarakah, dan
11
prosedur-prosedur yang dilakukan, baik dari nasabah dan dari pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo. b. Wawancara Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan suatu pertanyaan langsung kepada sumber informasi. Metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan
data
dari
pihak-pihak
yang
di
wawancarai. Wawancara ini dilakukan terhadap staf-staf BMT TUMANG Cabang Cepogo, terutama pihak finance. c. Studi pustaka Studi pustaka adalah mendapatkan data atau informasi dari media buku atau pustaka kemudian mengumpulkan pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. d. Dokumentasi Selain
itu
penulis
dokumentasi.
juga
menggunakan
Dokumentasi
data
merupakan
dari tehnik
pengambilan data dari peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk
tulisan,
gambar
atau
karya-karya
dari
seseorang (Sugiyono, 2007: 329). Dapat juga diartikan sebagai metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk menelusuri data historis (Bungin,
12
2007: 121). Dalam penelitian ini penulis mengambil data dokumentasi dari pihak personalia yang berupa tabeltabel pembiayaan musyarakah, dan naik turunnya pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo. 4. Tehnik Analisis Data Analisis data dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan interpretasi secara logis, sistematis, dan konsisten sesuai dengan tehnik yang dipakai dalam pengumpulan data dan sifat data yang diperoleh. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas (Soemitro, 1990: 116). Data yang diperoleh kemudian akan disusun secara sistematis sehingga
akan
diperoleh
gambaran
yang
komprehensif,
dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif yaitu dengan memeperhatikan data-data yang ada. G. Penegasan Istilah Agar tidak timbul salah pengertian dan penafsiran, maka penulis perlu menjelaskan arti kata-kata dan memberikan penegasan istilah yang terdapat dalam penelitian ini ialah, 1. Analisis adalah proses perencanaan yang terdiri dari beberapa bagian atau komponen yang saling berhubungan atau berkesinambungan agar dapat mendapatkan sebuah pengertian yang berupa sumber informasi yang tepat serta memiliki
13
pemahaman arti keseluruhan sehingga memudahkan untuk menggolongkan informasi tersebut. 2. Pembiayaan adalah penyertaan barang, jasa, atau hutang dari pihak kreditur atau pemberi pinjaman atas dasar kepercayaan terhadap pihak debitur atau penerima pinjaman dengan janji membayar dari debitur kepada kreditur pada tanggal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (Murniati, 2012: 13). 3. Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. 4. Prosedur adalah suatu rangkaian metode yang telah menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang merupakan suatu kebulatan (Murniati, 2012: 11). 5. BMT adalah kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah atau balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan
14
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. 6. Financing dikeluarkan
atau
pembelanjaan
untuk
mendukung
yaitu
pendanaan
investasi
yang
yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain (Muhammad, 2005: 304). H. Sistematika Penulisan Pada penelitian ini terdapat 5 (lima) bab yang terdiri dari beberapa sub bab yang dapat diuraikan kembali. Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, pembatasan
masalah,
penelitian
terdahulu,
metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan. BAB II
LANDASAN TEORI Di dalam bab ini akan menyajikan landasan teori yang menguraikan hal-hal
yang bersangkutan dengan materi
yang akan dibahas dalam penelitian, dengan sumber dan referensi dari berbagai literatur.
15
BAB III
DATA OBYEK PENELITIAN Pada gambaran ini, terdiri dari gambaran umum BMT TUMANG Cepogo, data-data diskriptif, hasi penelitian yang terdiri dari prosedur dan
langkah-langkah BMT
TUMANG Cabang Cepogo dalam meminimalisir risiko pembiayaan musyarakah. BAB IV
ANALISIS DATA Dalam bab ini berisi uraian analisis penulis terhadap prosedur dan langkah-langkah BMT TUMANG Cabang Cepogo
dalam
meminimalisir
risiko
pembiayaan
musyarakah. BAB V
PENUTUP Merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini dan diakhiri dengan lampiranlampiran yang terkait dengan hasil penlitian yang ditemukan
di
lapangan
yang
pembahasan atas hasil penelitian.
dipergunakan
sebagai
BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian pembiayaan Dalam Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 12, pembiayaan berarti penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan sejumlah uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa
bagi hasil
(Kasmir, 2004: 92). Pengertian pembiayaan atau qard dalam fiqh mua’malah secara bahasa bararti potongan yaitu istilah yang diberikan untuk sesuatu yang diberikan sebagai modal usaha, sesuatu itu terputus atau terpotong. Sedangkan pembiayaan (qard) secara istilah berarti penyerahan dari pihak lain berupa sesuatu yang bernilai kebendaan. Pemberian modal yang bagi pemberinya berhak mengambil uang tersebut dari orang yang mendapatkan modal.
16
17
2. Jenis-jenis Pembiayaan a. Berdasarkan tujuan penggunaannya, dibedakan dalam beberapa hal sebagai berikut: (1) Pembiayaan modal kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku atau barang yang akan diperdagangkan; (2) Pembiayaan investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva tetap / investaris; (3) Pembiayaan konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan perseorangan ( pribadi ). b. Berdasarkan cara pembayaran / angsuran bagi hasil, dibedakan dalam beberapa hal sebagai berikut: (1) Pembiayaan dengan angsuran pokok dan bagi hasil periodik, yakni angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik yang telah ditentukan misalnya, bulanan; (2) Pembiayaan dengan bagi hasil angsuran pokok periodik dan akhir, yakni untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik sedangkan pokok dibayar sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran; (3) Pembiayaan dengan angsuran pokok dan bagi hasil akhir, yakni untuk pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran, dengan catatan jangka waktu maksimal satu bulan.
18
c.
Metode hitung angsuran yang akan digunakan. Ada tiga metode yang ditawarkan yaitu: (1) Efektif, yakni angsuran yang dibayarkan selama periode angsuran. Tipe ini adalah angsuran pokok pembiayaan meningkat dan bagi hasil menurun dengan total sama dalam periode angsuran; (2) Flat, yakni angsuran pokok dan margin merata untuk setiap periode; (3) Sliding, yakni angsuran pokok pembiyaan tetap dan bagi hasilnya menurun mengikuti sisa pembiayaan (outstanding).
d.
Berdasarkan jangka waktu pemberiannya, dibedakan dalam (1) pembiayaan dengan jangka waktu pendek umumnya dibawah 1 tahun; (2) Pembiayaan dengan jangka waktu menengah umumnya sama dengan 1 tahun; (3) Pembiayaan dengan jangka waktu panjang, umumnya diatas 1 tahun sampai dengan 3 tahun; (4) Pembiayaan dengan jangka waktu diatas tiga tahun dalam kasus yang tertentu seperti untuk pembiayaan investasi perumahan, atau penyelamatan pembiayaan.
e. Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai adalah (1) Pembiayaan sektor
perdagangan (contoh: pasar, toko kelontong, warung
sembako dll); (2) pembiayaan sektor industri (contoh: home industri; konfeksi, sepatu). f. Pembiyaan konsumtif, kepemilikan kendaraan bermotor (contoh : motor , mobil dll.) (BPRS PNM AL-Ma’soem, 2004: 3).
19
3. Fungsi dan Manfaat Pembiayaan Pemberian suatu fasilitas pembiayaan mempunyai fungsi tertentu. Adapun pemberian fungsi pembiayaan dalam Lembaga Keuangan Syariah adalah (a) Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur; (b) Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional; (c) Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan; (d) Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini pembiayaan untuk pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur; (e) Meningkatkan jumlah barang dan jasa; (f) Menghemat devisa Negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya di impor dan apabila sudah dapat produksi dalam negeri dengan fasilitas kredit yang jelas akan menghemat devisa Negara (Antonio, 2001: 166). Kemudian selain fungsi di atas pembiayaan memiliki manfaat sebagai berikut: a. Manfaat bagi Lembaga Keuangan Syariah Manfaat yang dapat diperoleh oleh lembaga keuangan adalah (1) Memperoleh pembagian keuntungan dari debitur sehingga dapat
20
membiayai operasional lembaga keuangan tersebut; (2) Dengan pembiayaan tersebut lembaga keuangan tersebut berperan dalam meningkatkan ekonomi rakyat; (3) Menjalin silahturahmi antara nasabah dan pihak lembaga keuangan. b. Manfaat bagi debitur Adapun manfaat pembiayaan bagi debitur adalah sebagai berikut: (1) Debitur tidak akan dituntut untuk mengembalikan pinjaman dengan sejumlah bagi hasil yang terlalu besar; (2) Debitur tidak akan dibebani dengan jumlah bunga, namun dia akan memberikan yang diperoleh berdasarakan nisbah bagi hasil yang telah disepakati; (3) Memberikan kesempatan kepada ekonomi bawah untuk mendapatkan modal yang dapat meningkatkan pendapatan. 4.
Unsur-Unsur Pembiayaan a. Kreditur Kreditur merupakan pihak yang memberikan pinjaman kepada pihak lain yang mendapatkan pinjaman. b. Debitur Debitur merupakan pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang mendapat pinjaman dari pihak lain. c. Kepercayaan atau trust Kreditur memberikan kapercayaan kapada pihak yang menerima pinjaman (debitur) bahwa debitur akan memenuhi kewajibanya
21
untuk membayar pinjaman sesuai dengan jangka waktu tertentu yang diperjanjikan. d. Perjanjian Perjanjian merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan antara pihak kreditur dan pihak debitur. e. Risiko Setiap dana yang disalurkan oleh kreditur selalu mengandung adanya risiko tidak kembalinya dana. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan timbul atas penyaluran kredit oleh kreditur. f. Jangka waktu Jangka waktu merupakan lamanya waktu yang diperlukan oleh diperlukan oleh debitur untuk membayar pinjaman kepada kreditur. g. Balas jasa Sebagai imbalan atas balas jasa yang disalurkan oleh kreditur, maka debitur akan membayar sejumlah uang tertentu sesuai dengan perjanjian (Ismail, 2010: 90-92). 5. Prinsip-Prinsip Pemberian Pembiayaan a. Prinsip 5C+IS 1. Character Menggambarkan watak atau kepribadian calon debitur. Tujuannya kreditur melakukan analisis terhadap karakter calon debitur adalah untuk mengetahui bahwa calon debitur benar-
22
benar mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar pinjaman sampai lunas. 2. Capacity Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk melihat kemampuan
calon
debitur
dalam
bidang
bisnis
yang
dihubungkan dengan pendidikan, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. 3. Capiatal Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainya. 4. Collateral Merupakan jaminan atau anggunan yang diberikan oleh calon debitur atas pembiayaan yang diajukan. Anggunan merupakan sumber pembayaran kedua, artinya apabila debitur tersebut tidak dapat membayar angsurannya termasuk dalam kredit macet, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap anggunan. 5. Condition Condition merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian. Pihak kreditur perlu mempertimbangkan sektor usaha calon
23
debitur dikaitkan dengan kondisi ekonomi (Kasmir, 2002: 117118). 6. Syari’ah Penelitian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang dilakukan benar-banar usaha yang tidak melanggar syariah. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam bermuamalah, hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak. a. Maisir Menurut bahasa maisir bararti gampang atau mudah, sedangkan menurut istilah adalah memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik dalam perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian sesorang dalam kondisi untung atau rugi. Padahal Islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. b. Gharar Menurut bahasa berarti pertaruhan atau keraguan. Setiap transaksi yang masih belum jelas baragnya maka termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar
kepada
dilaksanakan.
makna
ketidakjelasan
suatu
yang
24
c. Haram Ketika obyek transaksi yang diperjual belikan haram, maka transaksinya menjadi tidak sah, misalnya menyembelih hewan tanpa menyebut nama Allah. d. Riba Secara bahasa riba berart tambahan. Secara istilah riba adalah
menetapkan
pinjaman
saat
bunga
atau
pengembalian
melebihkan
berdasarkan
jumlah
prosentasi
tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. e. Bathil Dalam sebuah transaksi, prinsip
yang harus
dijunjung adalah tidak adanya kezhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukuah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran,
menutupi
cacat
barang,
mengurangi
timbangan tidak dibenarkan atau hal-hal yang kecil seperti menggunakan barang tanpa ijin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan dalam bermuamalah (http://www.pendidikan.com).
25
b. Prinsip 7P 1. Personality Dengan menilai nasabah dari segi kepribadiannya yang mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan calon debitur dalam menghadapi suatu masalah. 2. Party Yaitu mengklasifikasikan calon debitur kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. 3. Purpose Yaitu mengetahui calon debitur dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkan calon debitur. 4. Prospect Yaitu menilai usaha calon debitur di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak. 5. Payment Merupakan ukuran bagaimana calon debitur mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk mengembalikan pembiayaan. 6. Profitability
26
Untuk menganalisis bagaimana calon debitur dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat. 7. Protection Tujuanya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapat perlindungan. Perlindungan berupa jaminan barang atau jaminan asuransi (Kasmir, 2004: 106-107). c. Prinsip 3R 1. Return Yaitu hasil usaha yang dicapai oleh perusahaan calon debitur. Setelah pihak kreditur melihat hasil usaha yang dicapai oleh calon debitur, kemudian pihak kreditur akan melihat seberapa basar hasil tersebut dan apakah hasil tersebut dapat digunakan untuk membayar pinjamannya dan sekaligus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. 2. Repayment Yaitu kemampuan calon debitur untuk melakukan pembayaran kembali pembiayaan yang telah dinikmati. 3. Risk bearing apility Merupakan kemampuan calon debitur untuk menanggung risiko apabila terjadi kegagalan dalam usahanya.
27
B. Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Musyarakah barasal dari kata syirkah. Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau penacampuran. Maksud pencamuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan (Suhendi, 2007: 125). Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan dari calon anggota dan pengurus lembaga keuangan untuk memulai kerjasama para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Dari segi istilah, musyarakah adalah perjanjian yang dimaterai antara 2 pihak atau lebih sebagai rekan kongsi untuk berkongsi modal dan keuntungan dalam suatu perniagaan atau sebuah perusahaan. Sekiranya perusahaan mengalami kerugian, maka pembagian kerugian mestilah baerdasarkan modal masing-masing yang dikatengahkan. Tidak disyaratkan modal semua rekan kongsi sama jumlahnya.
28
Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa musyarakah merupakan bentuk penerapan dari sistem bagi hasil yang diterapakan dalam perbankan islam. Landasan dalam musyarakah terdapat dalam AlQuran Qs. An-Nissa ayat 24 dan Qs. Shaad ayat 24 (Suwiknyo, 2010: 117)
]è=›W9$# ’Îû â!%Ÿ2uà° Μßγsù* ô
“Maka mereka berserikat pada sepertiga” (Qs AnNissa:12) (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# āωÎ) CÙ÷èt/ 4’n?tã öΝåκÝÕ÷èt/ ‘Éóö6u‹s9 Ï!$sÜn=èƒø:$# zÏiΒ #ZÏVx. ¨βÎ)uρ
× “ ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$#
“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh” (Qs. Shaad: 24)
29
C. Bentuk-bentuk Musyarakah (syirkah)
1. Hukum Syirkah
Syirkah atau bisa juga disebut dengan musyarakah hukumnya mubah ini berdasarkan dalil Hadis Nabi s.a.w berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah sebagai Nabi, orangorang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi
Muhammad
s.a.w
membenarkannya.
Sabda
Baginda
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; “Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya”. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan ad Daruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan, “Aku dan rekan pembagianku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan utang”. Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya kepada Nabi s.a.w tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silahkan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara utang, silahkan kalian bayar”. Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah
30
bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman”.
2. Rukun Syirkah
Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara iaitu: (1) Akad (ijab-kabul) juga disebut sighah; (2) Dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta; (3) Obyek aqad (mahal) juga disebut ma’qud alaihi, ada modal atau pekerjaan manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu inan dan mudharabah. Mazhab Hanafi dan Zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
3. Macam-macam Syirkah
31
Adapun pembagian boleh sama dengan berbagi hak milik (syirkatul amlak) atau/dan pembagian aqad Syeikh Taqiuddin An Nabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 6 jenis syirkah yang syari’i sama seperti pandangan Mazhab Hanafi dan Zaidiah.
a. Syirkah Inan
Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan Faizal berbagi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal RP.50.000 setiap seorang. Perkongsian ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dibagi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangun oleh konsep perwakilan (wakalah) dan kepercayaan (amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal kepada rekan kongsinya berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan kepada rekan kongsinya untuk mengelola perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerja sama manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali r.a yang
32
mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”.
b.
Syirkah Abdan
Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat tenaga (badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juru elektrik yang berkongsi menyiapkan proyek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadis ini diketahui Rasulullah s.a.w dan Beliau membenarkannya.
c.
Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal) (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836).
33
Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak 100 ribu kepada Abu Abbas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal
sementara
pihak
ketiga
(katakanlah
C)
memberikan
menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990: 152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung keruakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (AnNabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
34
d. Syirkah Wujuh
Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154). Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masingmasing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan
yang dimiliki. Sedangkan kerugian
ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154). Namun demikian, An-
35
Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
e.
Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal
36
kepada B dan C, dua juru terawam yang sebelumnya sepakat bahawa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.
f.
syirkah al milk
Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama (coownership) yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atau suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau
37
perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata lain, seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah al milk kadang bersifat ikhtiyariyyah (ikhtiari / sukarela / voluntary) atau jabariyyah (jabari / tidak sukarela / involuntary).
Apabila harta bersama (warisan / hibah / wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiyari (sukarela / voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya rumah) yang dibeli secara bersama. Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah al milk bersifat jabari (tidak sukarela / involuntary atau terpaksa). Misalnya, syirkah di antara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
38
D. Prosedur Musyarakah a. Syarat-syarat pembiayaan musyarakah
Adapun syarat pembiayaan musyarakah adalah:
1.
Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun yang lainya. Dalam hal ini terdapat 2 syarat yaitu: (a) Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan; (b) Yang berkenaan dengan keuntungan yaitu, pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui oleh kedua belah pihak.
2.
Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah al-mal (harta). Dalam hal ini ada dua hal yang harus dipenuhi: (a) Modal yang dijadikan akad obyek adalah alat pembayaran, seperti dalam satuan rupiah; (b) Yang dijadikan modal atau harta pokok ada ketika akad dilakukan baik jumlahnya sama ataupun berbeda.
3.
Sesuatu yang berkaitan dengan syarikat mufawadhah. Bahwa dalam mufawadhah disyaratkan: (a) Modal (pokok harta), harus sama; (b) Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah; (c) Bagi
yang dijadikan
obyek akad disyartakan syirkah
umum,yakni semua macam jual-beli maupun perdagangan (Hendi, 2007: 127).
39
b. Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah
1.
Perjanjian ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memeperhatikan hal-hal berikut: (a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplesit menunjukan pada tujuan kontrak (akad); (b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat terjadinya kontrak (akad); (c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan caracara komunikasi modern.
2.
Pihak-pihak
yang berkontrak harus cakap hukum, dan
memperhatikan
hal-hal
berikut:
(a)
Kompeten
dalam
memberikan atau diberi kekuasaan; (b) Setiap mitra harus menyediakan
dana
dan
pekerjaan,
dan
setiap
mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil; (c) Setiap mitra berhak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal; (d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivtias musyarakah dengan memeperhatikan
kepentingan
mitranya,
kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
tanpa
melakukan
40
3.
Obyek akad (modal, kerja, keuntungan, kerugian)
a. Modal
Ketentuan modal di antaranya adalah (1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang bernilai sama; (2) Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang, property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh mitra; (3) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbang,
menyumbangkan,
dan
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan; (4) Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah, tidak ada jaminan namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
Ketentuan dalam sistem kerja adalah sebagai berikut: (1) Partisipsi para mitra dalam melakukan pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, tapi kesamaan porsi kerja bukanlah
merupakan
syarat.
Seorang
mitra
boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari lainya, dalam hal ini boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya;
41
(2) Seorang mitra melaksanakan kerja dalam musayarakah atas nama pribadi dan wakil mitranya. Kedudukan masingmasing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
Ketentuan dalam pembagian keuntungan adalah sebagai berikut: (1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah; (2) Setiap keuntungan harus dibagi secara proporsional; (3) Atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan jadwal yang ditetapkan bagi seorang mitra; (4) Seoarang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan tersebut melebihi jumlah tertentu, kebolehan dan prosentase itu diberikan kepadanya; (5) Sistem pembagian keuntungan harus jelas sesuai dengan yang tertuang diakad; (6) Kerugian harus dibagi sesama mitra secara proporsional meneurut saham masing-masing dalam modal.
4.
Biaya operasional dan persengketaan
Pembagian dalam biaya operasional dan ketentuan dalam persengketaan adalah sebagai berikut: (1) Biaya operasional dibebankan pada saham bersama; (2) Jika salah satu pihak tidak
42
menjalankan kewajibanya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak, maka perselisihanya diselesaikan di Badan Arbitrase Syariah (BAS) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah (fatwa Dewan Syariah Nasional No.08/DSN MUI/IV/2000)
c. Standar Akad Dalam Pembiayaan Musyarakah
Pada setiap permohonan pembiayaan musyarakah, BMT berkententuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan musyarkah serta kondisi penerapanya. Hal yang wajib dijelaskan meliputi: esensi pembiayaan musyarakah sebagai bentuk kerja sama investasi bank ke nasabah, definisi dari terminologi, profit sharing atau revenue sharing, keikutsertaan dalam skema penjaminan, terms and condition, dan tata cara perhitugan bagi hasil.
BMT wajib meminta nasabah untuk mengisi
formulir
permohonan pembiayaan musyarakah, dan formulir tersebut wajib diinformasikan: (1) Usaha yang ditawarkan untuk dibiayai; (2) Jumlah kebutuhan dana investasi; (3) Jangka waktu investas.i
Dalam proses pembiayaan musayarakah BMT wajib melakukan analisis mengenai: (1) Kelengkapan administrasi yang disyaratkan; (2) Aspek hukum; (3) aspek personal; (4) Aspek usaha
43
yang meliputi, penegelolahan, manajemen, produksi, pemasaran dan keuangan.
BMT harus menyampaikan tanggapan atas permohonan yang dimaksud, dengan adanya tawaran atau penerimaan. Pada waktu penandatanganan akad antara nasabah dan pihak BMT pada kontrak akad wajib diinformasikan: (1) Tanggal dan tempat melakukan akad; (2) Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah; (3) Usaha yang dibiayai; (4) Posisi para nasabah dan sahibul mall adalah pemilik modal; (5) Hak dan kewajiban para pihak; (6) Investasi yang ditanamkan dijamin atau tidak; (7) Jumlah uang yang kan disetorkan atau diinvestasikan oleh para pihak; (8) Jangka waktu pembiayaan; (9) pembagian keuntungan; (10) Metode perhitungan (profit sharing or revenue sharing); (11) Status penjaminan pembiayaan revenue sharing;
(12)
Rumus
perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang akan dibagi; (13) Contoh perhitungan bagi hasil; (14) Tatacara pembayaran baik penarikan ataupun pengembalian dana; (15) Kondisi-kondisi tertentu yang akan mempengruhi keberadaan investasi tersebut, seperti: (a) Biaya pembuatan akad seperti pihak notaris dan pihak penanggung; (b) Biaya operesional menjadi beban bersama; (c) Para pihak dilarang mencairkan modal untuk kepentinganya sendiri; (d) Pengelola harus tunduk kepada prinsip hukum positif yang berlaku (Ascarya, 2007: 234).
44
E. Manajemen Risiko Bank Syariah a. Penegertian manajemen
Menurut G.R. Terry: Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
Sedankan menurut Lyndak F. Urwick: Manajemen adalah forecasting (meramalkan), Planning Orga-nizing (perencanaan Pengorganisiran), Commanding (memerintahklan), Coordinating (pengkoordinasian) dan Controlling (pengontrolan). Ditinjau dari segi fungsinya, manajemen memiliki 4 fungsi dasar manajemen yang menggambarkan proses manajemen, semuanya terangkum sebagai berikut: (1) Perencanaan; (2) Pengorganisasian; (3) Pengaruh; (4) Pengendalian.
b. Pengertian risiko dalam perbankan
Risiko
merupakan
bahaya:
risiko
adalah
ancaman
kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai (Ferry, 2008: 4).
45
Secara garis besar jenis-jenis risiko dalam perbankan dapat dibagi sebagai berikut:
1.
Risiko kredit
Kegiatan
utama
adalah
memberikan
kredit
kepada
nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimpliklasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan bunga. Ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga akan menurunkan kinerja bank.
2.
Risiko ekonomi
Kondisi perekonomian dunia maupun nasional dan daerah yang secara langsung akan mempengaruhi iklim usaha perbankan baik dalam perkreditan, pengumpulan dana dari nasabah yang telah dibiayai.
3.
Risiko perubahan kebijakan pemerintah
Risiko ini berupa risiko akibat kebijakan pemerintah dibidang fiskal, moneter, dan perbankan yang dapat berubah setiap waktu sesuai dengan perkembangan perekonomian.
46
4.
Risiko likuiditas
Risiko ini selalu mendapat perhatian khusus oleh usaha perbankan. Risiko ini terjadi akibat penarikan dana yang cukup besar oleh nasabah diluar perhitungan bank, sehingga dapat mengakibatkan risiko likuiditas.
5.
Risiko operasional
Sesuai dengan bidang usahanya dalam bidang perbankan, bank juga menghadapi risiko dalam operasional, antara lain kelangkaan sumber dana, penegendalian biaya dan kesalahan manajemen.
6.
Risiko persaingan
Ketidakmampuan untuk mengantisipasi persaingan akan mengakibatkan menurunya pangsa pasar yang telah dimiliki sehingga akan mengurangi pendapatan bank.
7.
Risiko tidak cukupnya modal
Apabila terjadi peningkatan aktiva berisiko dan pembelian aktiva tetap, maka produktifitas aktiva berkurang. Hal ini mempengaruhi laba bank yang merupakan komponen dari modal sendiri. Apabila ketentuan rasio kecukupan modal
47
tidak terpenuhi, maka akan mengurangi kemampuan ekspansi kredit dan mempengaruhi tingkat kesehatan bank.
8.
Risiko valuta asing
Sebagai bank devisa, bank mengadakan transaksi mata uang asing. Sedangakan nilai dapat berfluktuasi karena berbagai faktor. Kesalahan dalam memprediksi fluktuasi nilai tukar mata uang asing dapat mengakibatkan kerugian pada bank.
9.
Risiko teknologi
Keterlambatan mengantisipasi kemajuan teknoligi dapat mengurangi
kemampuan
bank
untuk
bersaing
dalam
pelayanan kepada nasabah. Tetapi penggunaan teknologi sangat rentan terhadap kejahatan terhadap perbankan apabila tidak didukung sistem pengamanan yang baik (Darmawi, 2011: 18).
c. Manajemen risiko
Manajemen risiko adalah sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menetukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas proses (Ferry, 2008: 5).
48
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank Islam dengan bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa yang dinilai.
Adapun karakter manajemen risiko pada bank Islam adalah:
1.
Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai risiko yang ada pada bank-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi risiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan bank Islam terletak pada enam hal: (a) Proses transaksi; (b) Pembiayaan proses manajemen; (c) Sumber daya manusia; (d) teknologi; (e) Lingkungan eksternal; (f) Kerusakan.
2. Penilaian Risiko
Dalam penilaian risiko, keunikan bank islam terlihat pada hubungan
antara probability dan impact, atau
dikenal sebagai Qualitative Approach.
yang
biasa
49
3.
Antisipasi Risiko
Antisipasi risiko dalam bank bertujuan untuk :
a.
Preventive.
Dalam hal ini, bank Islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. di samping itu, bank islam juga memerlukan opini bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar kewenangannya.
b. Detective. Pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. c. Recovery. Koreksi atas suatu permasalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah. 4. Monitoring Risiko Aktivitas
dalam
bank
Islam
tidak
hanya
meliputi
manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah.
50
d.
Proses manajemen risiko Untuk dapat menerapkan proses
manajemen risiko,
pada tahap awal bank syariah harus secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. proses
ini
terus
berkesinambungan
sehingga
menjadi
sebuah life cycle. Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap: (a) Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional; (b) Risiko dari produk dan kegiatan usaha. 2. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan: (a) Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi; sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko; (b) Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.
51
3. Pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan: (a) Evaluasi terhadap eksposur risiko; (b) Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat material. 4. pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. Bank Syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank Syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank Syariah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain. Seperti withdrawal
risk,
fiduciary
risk, dan displaced
commercial risk merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi Bank Syariah. Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi model pembiayaan dan kepatuhan pada prinsip-prinsip Syari’ah. withdrawal disebabkan
oleh
risk adalah deposan
risiko
bila
penarikan
keuntungan
dana
yang
yang mereka
terima lebih rendah dari tingkat return. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran
52
kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan Syariah atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor. Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return (Tariqullah, 2008: 20-30).
F. Konsep BMT a. Pengertian BMT
BMT adalah kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah, atau balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan Bayt Al-Mal Wa At Tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya (Djazuli, 2002: 451).
BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu
1. Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan
usaha-usaha
produktif
dan
investasi
dalam
53
menigkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. 2. Baitul Mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan ditribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya (Soemitro, 2010: 451).
b. Mekanisme oprasional BMT 1. Mekanisme Operasional BMT
Beberapa pemrakarsa yang mengetahui mengenai BMT menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya termasuk apa itu BMT, visi, misi tujuan dan usahausahanya. Sehingga para pemrakarsa dapat bertambah.
Dengan berbekal modal awal, pengelola membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil disekitarnya.
Pembiayaan dengan menggunakan bagi hasil sesuai dengan akad. Dari bagi hasil ini, pengelola membayar honor semampunya (bertahap dan membesar), sewa kantor, listrik ATK, dan lain-lain.
Yang paling penting adalah bahwa, dari bagi hasil ini pengelola membayar pula bagi hasil kepada penyimpan dana,
54
diusahakan lebih besar sedikit dibandingan dengan bunga pada bank konvensional.
Dengan memberikan bagi hasil kepada para penabung dan penjelasan yang tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, kekayaan BMT akan semakin bertambah diimbangi dengan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil semakin banyak dan lancar. BMT akan semakin maju dan berkembang.
c. Mekanisme Operasinal Koperasi Syariah
Pada prinsipnya, operasional Koperasi Syariah tidak berbeda dengan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil), Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS), dan BPR Syariah, hanya sekalanya saja yang berbeda. Di Koperasi Syariah ini justru dapat lebih luas lagi pengembangannya
terutama
dalam
mempraktekkan
akad-akad
muamalat yang sulit dipraktekkan di Perbankan Syariah karena adanya keterbatasan PBI (Peraturan Bank Indonesia).
d. Peraturan hukum terkait BMT
BMT berasaskan Pancasila & Undang-Undang Dasar 1945 serta berlandaskan
syariah Islam,
keimanan,
kekeluargaan
/
kebersamaan,
koperasi,
keterpaduan
(kaffah),
kemandirian,
dan
profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syariah
55
sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syariah.
Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan Syariah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syariah).
Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk di luar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai (Sudarsono, 2004: 15).
56
BAB III DATA OBYEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum KJKS BMT TUMANG 1. Sejarah Perkembangan KJKS BMT TUMANG Sistem perekonomian dan tatanan kehidupan yang dikedepankan pada masa orde baru, ternyata tidak bisa memberikan jawaban akan harapan terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sebagian besar dari mereka tinggal diperkotaan, sehingga putaran uang dan aktivitas perekonomian berpusat di kota.Sementara masyarakat desa, yang nota bone merupakan mayoritas dari penduduk negeri ini, tidak mendapat kesempatan dan perhatian yang proporsional, baik dari pemerintah maupun dari para praktisi dunia usaha, sehingga masyarakat desa hanya ditempatkan sebagai obyek pelengkap dari sistem pembangunan ekonomi nasional. Lembaga keuangan selama ini belum mampu diakses masyarakat secara luas. Disamping itu belum adanya komitmen dari lembaga perbankan untuk menciptakan usaha yang lebih adil untuk lebih mensejahterakan masyarakat. Bunga Bank yang menjadi dasar operasional perbankan (konvensional) juga masih menjadi perdebatan dikalangan umat Islam. Menyadari akan hal tersebut, timbul kesadaran untuk mencoba memikirkan bentuk alternatif sebagai wujud peran serta dalam
56
57
pembangunan masyarakat. Akhirnya disepakati untuk merintis berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Tumang, Cepogo, Boyolali. Tahap pertama yang manjadi target program BMT adalah merekrut anggota masyarakat yang dianggap sukses secara ekonomi, untuk diajak bergabung menjadi anggota pendiri. Setiap anggota pendiri diwajibkan menyimpan Simpanan Pokok sebesar Rp. 500.000,00. Dengan modal awal dari anggota pendiri sebesar Rp. 7.050.000,00 BMT “TUMANG” mulai beroperasi, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1998. Sejak tanggal 10 bulan April tahun 1999 BMT berbadan hukum Koperasi Serba Usaha, yang kemudian lebih dikenal dengan nama KSU BMT TUMANG. Agar lebih fokus terhadap bidang usaha yang dijalankan maka KSU BMT TUMANG sejak tahun 2011 berubah menjadi KJKS BMT TUMANG yang Anggaran Dasarnya oleh Dinas Koperasi dan UKM Prop Jawa Tengah dengan No. 242/BH/KDK.11.25/IV/1999 yang sebelumnya wilayah kerja hanya di Kabupaten Boyolali maka semenjak tahun 2011 telah berbadan hukum tingkat Propinsi yang menandakan wilayah kerja seluruh Propinsi Jawa Tengah dan berkantor pusat di Jalan Boyolali-Magelang Km. 10 dan sampai dengan saat ini sudah mempunyai 6 (enam) Kantor Cabang, yaitu: (a) Kantor Cabang Tumang di Jalan Melati No. 12, Tumang Cepogo, Boyolali; (b) Kantor Cabang Cepogo di Jalan Boyolali-Magelang Km. 10; (c) Kantor Cabang Boyolali di Jalan Pandanaran No. 299, Boyolali; (d) Kantor Cabang Ampel di Jalan Raya Ampel No. 8. Depan Pasar Ampel; (e) Kantor Cabang Andong di Jalan
58
Raya Kacangan, depan Pasar Kacangan; (f) Kantor Cabang Kartasura di Jalan Ahmad Yani No. 83, Kartasura. KJKS BMT TUMANG didirikan selain untuk memenuhi tuntutan masyarakat, namun mempunyai tujuan yang lebih besar, yaitu membantu masyarakat kecil menengah supaya mampu mandiri berani bersaing dengan kekuatan ekonomi yang lain tentunya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peranan KJKS BMT TUMANG, membuktikan bahwa keberadaannya sudah eksis di mata masyarakat. Dengan anggota yang semakin bertambah serta wilayah kerja yang semakin luas menggambarkan akan perannya cukup besar menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hal terpenting adalah kesungguhan semua komponen baik di jajaran Manajemen baik itu Pengurus, Pengawas, maupun Pengelola Anggota dengan komitmen yang tinggi untuk mengupayakan pengelolaan lembaga yang profesional, amanah dan adil. 2. Visi dan Misi KJKS BMT Tumang Visi: “Menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang modern, mandiri untuk kesejahteraan masyarakat”. Misi: ”(a) Mewujudkan Lembaga Keuangan Syariah sebagai media dakwah dalam penguatan ekonomi masyarakat dengan mengacu Fatwa Dewan Syariah Nasional; (b) Meningkatkan rasio kesehatan, kualitas asset, kecukupan modal dan efisien; (d) Menumbuhkan budaya kerja dengan prinsip jujur, amanah, adil dan profesional; (e) Mewujudkan Lembaga Keuangan Syariah yang dapat menjadi
59
tumpuan masyarakat dalam bidang simpanan dan pembiayaan, dengan mengutamakan aspek manfaat jangka panjang; (f) Berperan aktif sebagai Amil dalam pengelolaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf (ZISWAH)”. 3. Struktur Organisasi Organisasi adalah wadah atau wahana yang menjamin terciptanya aktivitas orang yang telah bersepakat dalam kerja sama guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Struktur organisasi adalah kerangka yang menggambarkan pola tetap dari hubungan di antara bidang-bidang kerja yang ada di dalam organisasi. Struktur organisasi ini harus disesuaikan dengan keadaan, kemampuan, dan perkembangan dari organisasi tersebut. Adapun struktur organisasi KJKS BMT TUMANG Cabang Cepogo adalah sebagai berikut : a. Manajer Cabang Cepogo
: Tri Mulyadi A.md
b. Costumer Service
: Kelik Sudibyo
c. Teller/kasir
: Rani Endah W S.kom
d. Marketing Finance
: 1. Marlan 2. Fajar Novi Suryawan S.sy 3. Jaswanto 4. Andi Dwi Purnomo
e. Marketing Funding
: 1. Endang Kusumawati 2. Martha Eka Widiyastuti A.md 3. Woro Anggorowati A.md
60
4. Susunan Kepengurusan TABEL 3.1 SUSUNAN PENGURUS DAN PENGAWAS KJKS BMT TUMANG No
NAMA
L/P
ALAMAT
PENDIDIKAN
JABATAN
1
H. Munawir, Ama.Pd
L
Cepogo
D3
Ketua
2
Dwi S.Pd
Rochmiathy, P
Tumang
S2
Sekretaris
3
Rofiq Ridhoni, S.Kep
L
Tumang
S1
Bendahara
4
Sugiyono, S.Ag
L
Tumang
D3
Anggota Pengurus
5
M. Wasil, SE, MM
L
Solo
S2
Pengawas Manajemen
6
H. Ali Sya’ni, BA
L
Tumang
Sarmud
Pengawas Syari’ah
7
H. MS Zuhri
L
Tumang
SPG
Pengawas Syari’ah
8
H. Munir Asrori
L
Bandung
S1
Pengawas Syari’ah
9
H. Soeryanto, SH
L
Jakarta
S1
Pengawas Manajemen
10
Edi Darmasto, SE, Ak
L
Surabaya
S1
Pengawas Manajemen
11
H. Sismanto, SE
L
Bandung
S1
Pengawas Manajemen
12
M. Muchlas, SH, MH
L
Jakarta
S2
Pengawas Manajemen
13
Aris Munandar, SE
L
Jakarta
S1
Pengawas Manajemen
Sumber: KJKS BMT Tumang Tahun 2011.
61
B. Data- Data Deskriptif 1. Produk- produk KJKS BMT Tumang a. Produk Penghimpunan Dana 1. Simpanan Mudharabah Al Muthlaqoh adalah Simpanan berdasarkan kaidah syari’ah mudharabah al-muthlaqah, dimana mudharib memberikan kepercayaan kepada BMT TUMANG untuk memanfaatkan dana yang dapat digunakan dalam bentuk pembiayaan secara produktif, dapat memberikan manfaat pada anggota yang lain secara halal dan profesional. Laba dari pembiayaan dibagi antara anggota dengan BMT sesuai nisbah (bagi hasil) yang disepakati di awal. Simpanan ini dapat diambil sewaktu-waktu. Syarat Pembukaan Rekening: (a) Menjadi anggota BMT TUMANG; (b) Membayar simpanan pokok Rp. 1.000,- dan simpanan wajib Rp5.000; (c) Setoran selanjutnya minimal Rp. 10.000; (d) Mengisi dan menandatangani formulir pembukaan rekening; (e) Perorangan melampirkan fotocopy KTP atau identitas diri lainnya; (f) Lembaga menyerahkan identitas yang ditentukan oleh KJKS BMT TUMANG. Bagi Hasil: (a) InsyaAllah halal dan barokah; (b) Anggota penyimpan akan mendapatkan bagi hasil simpanan sesuai dengan kesepakatan; (c) Besarnya bagi hasil simpanan ditetapkan menurut keuntungan KJKS BMT TUMANG dengan nisbah antara BMT :
62
anggota adalah 70 : 30; (d) Bagi hasil yang dimaksud akan diperhitungkan setiap akhir bulan dan akan ditambahkan secara otomatis ke rekening simpanan anggota setiap awal bulan. 2. Simpanan Mudharabah Berjangka Simpanan Mudharabah Berjangka (DEPOSITO) adalah simpanan berdasarkan kaidah syariah mudharabah al- muthlaqah, dimana mudharib memberikan kepercayaan kepada BMT Tumang untuk memanfaatkan dana yang dapat digunakan dalam bentuk pembiayaan secara produktif, dapat memberikan manfaat pada anggota yang lain secara halal dan professional. Laba dari pembiayaan dibagi antara anggota dengan BMT sesuai nisbah (bagi hasil) yang disepakati di awal. Simpanan
mudharabah
berjangka
memiliki
bebrapa
manfaat sebagai berikut: (a) Aman, manfaat, menguntungkan dan InsyaAllah barokah; (b) Bagi hasil yang kompetitif (bersaing) sesuai dengan ketentuan syariah; (c) Menolong sesama tanpa harus mengurangi keuangan anda; (d) Bebas biaya administrasi. Syarat
pembukaan
rekening
simpanan
Mudharabah
Berjangka adalah sebagai berikut: (a) Menjadi anggota BMT TUMANG; (b) Simpanan minimal Rp. 1.000.000, (c) mengisi dan menandatangani formulir pembukaan rekening; (d) Melampirkan fotocopy KTP atau identitas diri lainnya.
63
Bagi hasil dalam pembiayaan ini adalah sebagai berikut: (a) InsyAllah halal dan barokah; (b) Bagi hasil akan dipindahbukukan ke rekening simpanan mudharabah biasa setiap tanggal 1. TABEL 3.2 Ketentuan Nisbah Bagi Hasil Jangka Waktu
Nisbah Penyimpan**
1 Bulan
35%
3 Bulan
40%
6 Bulan
42,5%
12 Bulan
45%
** Waktu dan Nisbah bisa disepakati antara BMT dan Penyimpan Dari bagi hasil yang seharusnya diterima penyimpan, sudah disisihkan 2,5% untuk infaq sosial yang dimasukkan ke divisi maal BMT Tumang. 3. SIMUDA MAPAN Simuda Mapan adalah Produk Simpanan di BMT Tumang dengan prinsip akad mudharabah mutlaqah, yaitu perjanjian mudharabah yang tidak mensyaratkan perjanjian tertentu (investasi tidak terkait). Simpanan tersebut direncanakan khusus untuk kebutuhan anggota di waktu yang akan datang.
64
a. Manfaat SIMUDA MAPAN Manfaat SIMUDA MAPAN adalah sebagai berikut: (1) Dengan akad Mudharabah Muthlaqah penyimpan dapat memperoleh bagi hasil dari hasil usaha BMT Tumang yang InsyaAllah halal dan barokah; (2) Bagi hasil yang diterima setiap bulannya akan ditambahkan ke simpanan, sehingga akan meningkatkan saldo pokok simpanan, yang secara otomatis akan menambah lagi hasil secara proporsional; (3) Untuk simpanan jangka waktu minimal 3 tahun akan mendapatkan manfaat khusus yaitu akan dimasukkan ke dalam Keluarga Peduli Pendidikan, diantaranya:
(a)
Setiap
tahun
ajaran
baru
akan
mendapatkan bingkisan peralatan sekolah; (b) Anggota yang sakit (opname) akan mendapatkan santunan Rp. 1.000.000; (c) Setiap anak didik yang berprestasi bisa diusulkan mendapatkan beasiswa dari Divisi Maal BMT TUMANG. b. Ketentuan SIMUDA MAPAN Adapun ketentuan dalam SIMUDA MAPAN adalah sebagai berikut: (1) Menjadi anggota BMT TUMANG; (2) setoran minimal setiap bulan Rp. 50.000; (3) Jangka waktu dan ketentuan nisbah bagi hasil penyimpan; a. 1 tahun
: 35%
65
b. 2 tahun
: 40%
c. 3-5 tahun
: 45%
d. 6-9 tahun
: 46%
e. 10-12 tahun
: 47,5%
f. lebih dari 12 tahun
: 48%
(4) dari bagi hasil yang seharusnya diterima, 2,5%nya disisihkan untuk infaq sosial yang akan dimasukkan ke bagian Maal BMT TUMANG. 1. Produk Penyaluran BMT TUMANG a. Pembiayaan Investasi Transaksi pembiayaan investasi dapat dilakukan dalam 2 jenis transaksi, yakni Mudharabah dan Musyarakah: 1.
Mudharabah Mudharabah adalah akad kerjasama usaha/ perniagaan antara pihak
pemilik dana (sahibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal dana sebesar 100% dengan pihak pengelola modal (mudharib), untuk diusahakan dengan porsi keuntungan akan dibagi bersama (nisbah) sesuai dengan kesepakatan dimuka dari kedua belah pihak, sedangkan kerugian (jika ada) akan ditanggung pemilik modal, kecuali jika diketemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pihak pengelola dana (mudharib), seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
66
Akad kerjasama Mudharabah ini dibedakan dalam 2 jenis, yakni :
a. Mudharabah Muthlaqah Adalah perjanjian mudharabah yang tidak mensyaratkan perjanjian tertentu (investasi tidak terikat), misalnya dalam ijab si pemilik modal tidak mensyaratkan kegiatan usaha apa yang harus dilakukan dan ketentuan-ketentuan lainnya, yang pada intinya memberikan kebebasan kepada pengelola dana untuk melakukan pengelolaan investasinya. b. Mudharabah Muqayyadah Adalah akad yang mencantumkan persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi dan dijalankan oleh sipengelola dana yang berkaitan dengan tempat usaha, tata cara usaha, dan obyek investasinya (investasi yang terikat). Sebagai contoh: pengelola dana dipersyaratkan dalam kerjasama untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Tidak mencampurkan dana mudharabah yang diterima dengan dana lainnya; (2) Tidak melakukan investasi pada kegiatan usaha yang bersifat sistem jual beli cicilan, tanpa adanya penjamin dan atau tanpa jaminan; (3) Sipengelola dana harus melakukan sendiri kegiatan usahanya dan tidak diwakilkan kepada pihak ketiga.
2. Musyarakah
67
Pembiayaan Musyarakah (syirkah), adalah suatu bentuk akad kerjasama perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut proporsi penyertaan
modal
atau
berdasarkan
kesepakatan
bersama.
Musyarakah dapat diartikan pula sebagai pencampuran dana untuk tujuan pembagian keuntungan.
Rukun Musyarakah :
Rukun dari musyarakah adalah : (a) Pihak yang berakad (para mitra); (b) Obyek yang diakadkan, obyek yang diakadkan meliputi, (a) Modal; (b) Kegiatan usaha / kerja; (c) Keuntungan.
b.
Pembiayaan Jual Beli Ada beberapa konsep jual beli yang diperbolehkan dalam Islam, antara lain adalah Murabahah, Salam dan Istisna. 1. Murabahah : Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal (harga perolehan) dengan tambahan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh keduabelah pihak (penjual dan pembeli). Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu berapa harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Cara pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama, dapat
68
secara lumpsum ataupun secara angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini disebut dengan Bai’ Bitsaman Ajil. 2. Salam (Salaf) Salam (Salaf): Adalah akad pembelian (jual-beli) yang dilakukan dengan cara, pembeli melakukan pemesanan pembelian terlebih dahulu atas barang yang dipesan / diinginkan dan melakukan pembayaran dimuka atas barang tersebut, baik dengan cara pembayaran sekaligus ataupun dengan cara angsuran, yang keduanya harus diselesaikan pembayarannya (dilunasi) sebelum barang
yang
(penghantaran
dipesan barang
/ /
diinginkan delivery
diterima
dilakukan
kemudian
dengan
cara
ditangguhkan). 3. Istisna : Adalah akad bersama pembuat (produsen) untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan, atau akad jual beli suatu barang yang akan dibuat terlebih dahulu oleh pembuat (produsen) yang juga sekaligus menyediakan kebutuhan bahan baku barangnya. Jika bahan baku disediakan oleh pemesan, akad ini menjadi akad Ujrah (upah). Adapun yang terkait dengan syarat istisna adalah, para pihak yang melakukan akad istisna harus dalam kondisi cakap hukum. Obyek yang dipesan jelas spesifikasinya, yakni penjelasan jenis, macam, ukuran, dan sifat barang, serta barang tersebut merupakan barang
69
yang biasa berlaku pada hubungan antar manusia. Pembuat (produsen) mampu memenuhi persyaratan pesanan. Harga jual ditetapkan sebesar harga pemesanan ditambah keuntungan. Harga jual tetap selama jangka waktu pemesanan Jangka waktu pembuatan disepakati bersama. Poduk Istisna dapat diimplementasikan untuk transaksi jualbeli yang prosesnya dilakukan dengan cara pemesanan barang terlebih dahulu (pembeli menugasi penjual untuk membuat barang sesuai spesifikasi tertentu, seperti pada proyek konstruksi) dan pembayaran dapat dilakukan dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Dalam akad istisna, ada jenis Istisna Paralel adalah jika Lembaga keuangan Syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istisna, maka hal ini disebut dengan Istisna paralel. Contoh: Istisna Paralel dapat diterapkan pada proyek konstruksi, yakni Kontraktor selaku pembuat/ produsen (Sani’ ke-2) memerlukan biaya modal untuk membangun proyek konstruksi milik Bohir selaku pemesan / pembeli (Mustasni’), sedangkan Lembaga Keuangan Syariah (sebagai Sani’ ke-1) membayar biaya untuk konstruksi itu dan kemudian menjualnya kepada Bohir. Manfaat yang akan diperoleh Lembaga Keuangan Syariah adalah selisih antara harga beli dari Kontraktor dengan
70
harga jual kepada Bohir. Didalam skim diatas Lembaga Keuangan Syariah akan meminta (mensubkannya) kepada Kontraktor untuk membuatkan barang pesanan / proyek konstruksi sesuai permintaan Bohir (akad Istisna ke-2), dan setelah selesai Bohir akan membeli barang tersebut dari Lembaga Keuangan Syariah dengan harga yang telah disepakati bersama (akad Istisna ke-1). Akad ke-2 dilakukan setelah akad ke-1 sah, dan dilakukan secara terpisah. c. Pembiayaan Jasa atau Sewa Selain pembiayaan investasi dan jual-beli, dari KJKS BMT TUMANG juga menyediakan produk Pembiayaan Jasa atau Sewa yang terdiri dari Pembiayaan Ijarah dan Pembiayaan Muntahiyah Bittamlik. Adapun penjelasan dari kedua produk tersebut adalah berikut ini: 1. Ijarah : Adalah pemilikan hak atas manfaat dari penggunaan sebuah aset sebagai ganti dari pembayaran. Pengertian Sewa (Ijarah) adalah sewa atas manfaat dari sebuah aset, sedangkan sewa-beli (Ijarah wa Iqtina) atau disebut juga Ijarah Muntahiya bi tamlik adalah sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan. 2. Pembiayaan Qard
Pinjaman Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur Fiqh, Qard dikatagorikan sebagai aqad tathawwu yaitu akad saling membantu
71
dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung-jawab
sosial,
Lembaga
Keuangan
Syariah
dapat
memberikan fasilitas yang disebut Al-Qardhul Hassan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak yang layak untuk mendapatkannya. Secara Syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya,
walaupun syariah
membolehkan peminjam untuk untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi Lembaga Keuangan pemberi qard tidak diperkenankan untuk meminta imbalan apapun.
Adapun rukun qard adalah (a) Ada peminjam (Muqtarid); (b) Ada pemberi pinjaman (Muqrid); (c) Ada dana (qard); (d) Ada serah terima (Ijab Qabul).
Selain terdapat rukun qard terdapat pula syarat-syarat qard yaitu meliputi: (a) Dana yang digunakan bermanfaat; (b) Adanya kesepakatan keduabelah pihak,.
Implementasi Produk Pinjaman qard dan Al-Qardul Hasan: Pinjaman-Qard, sebagai produk pelengkap untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak, dan atau untuk memenuhi kebutuhankebutuhan lain yang tidak bersifat komersial. Pinjaman qard diberikan dengan jangka waktu yang sangat pendek. Sumber dana Pinjaman-qard ini diperoleh dari modal LKS sendiri. Penyajian Pinjaman-Qard dilakukan dalam aktiva lain-lain.
72
Al-Qardhul Hasan, untuk memenuhi kebutuhan bersifat sosial. Sumber dana diperoleh dari dana ekstern dan bukan berasal dari dana LKS sendiri. Dana Al-Qardhul Hasan diperoleh dari dana kebajikan seperti Zakat, Infaq dan Sadaqah. Pinjaman AlQardhul Hassan tidak dibukukan dalam Neraca LKS, tetapi dilaporkan dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Al Qardhul Hasan.
2.
Syarat Pengajuan Pembiayaan Berikut ini adalah syarat pengajuan pembiayaan bagi hampir semua produk yang ada di BMT TUMANG 1. Menjadi anggota KJKS BMT TUMANG 2. Mempunyai usaha produktif 3.Mengisi formulir permohonan yang dilampiri: (a) Fotocopy KTP suamiistri dan kartu keluarga; (b) Fotocopy anggunan; (c) Rekening pembayaran listrik 4. Bersedia disurvei 5. Mempunyai Anggunan / Jaminan (Sertifikat / BPKB).
C. Prosedur Pembiayaan Musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo, prosedur pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: 1. Pengajuan proposal atau permohonan pembiayaan
73
Anggota atau calon anggota datang langsung ke kantor BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan serta membawa dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sebagai lampiran permohonan pembiayaan musyarakah, yaitu: (a) Mengisi formulir pembiayaan yang telah disediakan oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo; (b) Membawa foto kopi KTP suami / istri masing-masing 2 lembar (bagi yang sudah berkeluarga); (c) Membawa foto kopi kedua orang tua masing-masing 2 lembar (bagi yang belum menikah), (d) Membawa foto kopi Kartu Keluarga (KK); (e) Membawa foto kopi surat nikah masing-masing 2 lembar (bagi yang sudah menikah); (f) Foto kopi rekening pembayaran listrik / air terakhir; (g) Membawa foto kopi surat / bukti jaminan serta; (h) Formulir pembiayaan tadi disertai tanda tangan calon nasabah, istri / orang tua serta ketua RT setempat atau takmir masjid setempat. Formulir permohonan pembiayaan musyarakah dan semua persyaratan yang dilampirkan diserahkan ke bagian administrasi dan menunggu proses persetujuan permohonan pembiayaan musyarakah. Jika permohonan pembiayaan musyarakah ditolak, anggota atau calon anggota akan menerima kembali dokumen-dokumen yang telah diserahkan. 2. Penyelidikan berkas jaminan Setelah pengajuan proposal permohonan pembiayaan musyarakah dan berkas-berkas, tahap selanjutnya adalah penyelidikan dokumen-
74
dokumen yang diajukan permohonan kredit. Tujuanya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan lengkap sesuai persyaratan yang telah ditetapkan. Jika menurut pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo belum lengkap maka calon anggota diminta untuk segera melengkapinya. Dalam penyelidikan berkas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kebenaran dan keaslian dari berkas-berkas yang ada seperti KTP, surat-surat jaminan tanah, BPKB kendaraan, maupun surat nikah. Kemudian jika asli dan benar, maka pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo akan menilai apakah jumlah
pembiayaan yang diminta
memang relevan dengan jaminan, pencarian pembiayaan besarnya tidak lebih dari 70% dari harga jual jaminan saat ini. 3. Wawancara Dalam tahap dilakukan kepada calon anggota dengan cara berhadapan langsung dengan calon anggota pembiayaan musyarakah. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengetahui keinginan calon anggota pembiayaan dan menilai kemampuan dalam melaksanakan kewajiban. Wawancara meliputi semua data yang perlu dilengkapi ataupun diketahui, dengan pokok-pokok materi sebagai berikut: (a) Latar belakang atau tujuan permohonan pembiayaan; (b) Jumlah pinjaman; (c) Jangka waktu pembiayaan, berapa minggu, bulan, ataupun tahun dengan sistem angsuran 1 kali; (d) Jumlah pendapatan dan pengeluaran calon anggota dalam 1 bulan.
75
Setelah itu pihak finance juga akan menginformasikan kepada calon anggota pembiayaan tentang biaya realisasi pembiayaan, ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan realisasi pembiayaan serta perhitungan bagi hasil. Bagi hasil ditentukan oleh pihak BMT dengan calon anggota pembiayaan musyarakah. 4. Peninjauan ke lokasi (suvrey) Setelah memperoleh keyakinan atas keabsahan dari hasil penyelidikan dan wawancara maka langkah selanjutnya adalah melakukan peninjauan ke lokasi yang menjadi obyek pembiayaan. Pada saat melakukan peninjauan ke lapangan objek yang dijaminkan harus ditunjukan kepada petugas peninjau. Pada saat melakukan peninjauan petugas harus menggali informasi sebanyak mungkin dari keadaan calon anggota, baik dari segi keadaan geografis tempat tinggalnya, aset yang dimilki yang masih dapat digunakan, dan keadaan rumah calon anggota pembiayaan. Selain itu petugas juga melakukan survey lingkungan tempat tinggal anggota, yaitu informasi dari masyarakat sekitar yaitu tetangga ataupun teman dekat calon anggota, tujuanya adalah untuk memastikan bahwa obyek yang dibiayai benar-benar ada dan sesuai apa yang ditulis dalam formulir pengajuan permohonan pembiayaan. 5. Analisis terhadap kelayakan pembiayaan Dalam penilaian layak atau tidaknya suatu pembiayaan yang disalurkan maka perlu dilakukan analisis pembiayaan, analisis
76
pembiayaan yang dilakukan oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo adalah: a. Dari segi Character (watak) Menggambarkan watak atau kepribadian calon anggota, meliputi sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik calon anggota. Tujuanya kreditur melakukan analisis terhadap karakter calon anggota adalah untuk mengetahui bahwa calon anggota banar-benar mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar pinjaman sampai lunas. b. Capacity (kemampuan) Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk melihat kemampuan calon anggota baru dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan, kemampuan bisnis. Dengan kata lain untuk mengetahui jenis usahanya. c. Capital (modal) Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan (naraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainya. d. Collateral (jaminan) Merupakan jaminan atau anggunan yang diberikan oleh calon debitur atas pembiayaan yang diajukan. Anggunan
77
merupakan sumber pembayaran kedua, artinya apabila debitur
tersebut
tidak
dapat
membayar
angsuranya
termasuk dalam kredit macet, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap anggunan. Penilaian meliputi barang jaminan adalah sebagai berikut: 1. Kendaraan Ketentuan kendaraan adalah sebagai berikut (a) Kendaraan produksi tahun 2006 atau yang lebih baru; (b) Nomor polisi dan pengguna jaminan di wilayah Cepogo,
Ampel,
dan
Boyolali;
(c)
Kendaraan
ditunjukan saat survey; (d) Foto kopi STNK dan BPKB atas nama pemilik; (e) Nomor Polisi, BPKB, STNK, dan Nomor Mesin harus sesuai dengan jaminan kendaraan yang diberikan. 2. Tanah Ketentuan jaminan atas tanah adalah sebagai berikut: (a) Tanah yang dijaminkan atas nama peminjam atau milik sendiri, apabila atas nama orang lain, misalkan orang tua peminjam, maka ahli waris ikut serta dalam penandatanganan akad perjanjian; (b) Foto kopi PBB dan sertifikat tanah. Dalam hal penjaminan sertifikat tanah di BMT TUMANG
Cabang
Cepogo
menguarangi
atas
78
pembiayaan
dengan
jaminan
sertifikat
tanah,
dikarenakan pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo kurang mencover atas jaminan tersebut, karena di daerah pegunungan, jadi harga tanah sangat rendah dan untuk penjualanya pun juga sangat sulit. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir resiko pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo. 3. Deposito simpanan Deposito simpanan ini bisa digunakan sebagai jaminan untuk pembiayaan, jika calon debitur sudah menjadi anggota BMT TUMANG Cabang Cepogo, mempunyai deposito di BMT TUMANG Cabang Cepogo. 4. SIDT (Surat Ijin Dasaran Tetap) Surat Ijin Dasaran Tetap, khusus dalam BMT TUMANG Cabang Cepogo, sangatlah dikurangi dalam jaminan
pembiayaan,
karena
biasanya
yang
menjaminkan SIDT adalah nasabah pasar Cepogo, dan Pasar Selo, di sana harga jualnya sangat rendah dan sangat sulit likuiditasnya. Sehingga untuk mengurangi risiko pembiayaan, jaminan SIDT dikurangi di BMT TUMANG Cabang Cepogo. Ketentuan barang jaminan dari segi hukum / yuridis adalah sebagi berikut: (1) Benar-benar milik calon
79
anggota atau pihak ketiga yang bersedia menjaminkan kepada
pihak
BMT;
(2)
Tidak
dalam
kondisi
dijaminkan kepada pihak lain, tidak dalam sengketa, atau disita dalam suatu kasus perkara di pengadilan; (3) Memiliki bukti kepemilikan yang sah dan masih berlaku serta mempunyai ketentuan hukum; (4) Dapat dilakukan
pengikatan
secara
nyata
dengan
menggunakan lembaga jaminan sesuai ketentuan yang berlaku; (5) Tidak terhutang pajak. e. Condition Condition
merupakan
analisis
terhadap
kondisi
perekonomian. Pihak kreditur perlu mempertimbangkan sektor usaha calon debitur dikaitkan dengan kondisi ekonomi. f. Syari’ah Penelitian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang dilakukan benar-banar usaha yang tidak melanggar syariah. Penilaian kelayakan kredit harus dikordinasikan dengan kantor pusat. Hasil survey dirapatkan pada cabang yang bersangkutan, jika cabang menyatakan bahwa hasil survey bagus, maka cabang bisa merekomendasikan untuk dilaksanakan pembiayaan. Dan selanjutnya hasil rapat
80
cabang dibawa ke rapat komite pembiayaan. Jika hasil survey tidak bagus maka cabang berhak menolak pengajuan pembiayaan tersebut dan memberitahu kepada anggota tentang
penolakan
tanpa
harus
disertai
alasan
menentukan
apakah
penolakannya. 6. Keputusan pembiayaan Keputusan
pembiayaan
adalah
untuk
pembiayaan layak untuk diberikan atau ditolak, jika layak maka calon anggota akan dihubungi oleh pihak BMT lewat telepon tentang penandatanganan akad, dan persiapan administrasinya oleh BMT, keputusan pembiayaan akan mencakup: (a) Akad pembiayaan yang akan ditandatangani; (b) Jumlah uang yang akan dicairkan; (c) Jangka waktu pembiayaan; (d) Dan biaya-biaya yang harus dibayar; (e) Pendaftaran anggota baru oleh anggota yang mengajukan pembiayaan dengan mengisi formulir pengajuan menjadi anggota baru dengan syarat membayar simpanan khusus, simpanan wajib, sukarela dan biaya buku tabungan.
7. Penandatanganan akad perjanjian Kegiatan ini merupakan lanjutan dari diputuskanya pembiayaan. Sebelum pembiayaan dicairkan maka terlebih dahulu calon anggota menandatangani akad pembiayaan, kemudian mengikat jaminan
81
pembiayaan dengan Hak Tanggungan atau Fidusia tergantung dari jenis jaminan yang dijaminkan, pengikatan jaminan terdiri dari: a. Jaminan sertifikat. 1. Pencairan
di
bawah
Rp.
10.000.000,-
dengan
pengikatan legalitas oleh notaries. 2. Pencairan Rp. 10.000.000, -s/d Rp. 50.000.000,- dengan Akta Notaris pengikatan SKM HT dan Akta Pengakuan Hutang (APH). 3. Pencairan di atas Rp. 50.000.000,- dengan pengikatan SKMHT. b. Jaminan BPKB (Aktiva Bergerak)
dengan Pengikatan
Fidusia. Jaminan BPKB diambil taksasi (taksiran), harga kali (X) 70% dari harga kendaraan bermotor. c. Jaminan atas Deposito Simpanan. Deposito anggota akan diambil oleh pihak BMT jika nasabah
sudah
tidak
bisa
melunasi
pembiayaan
musyarakah, dan jika sisa maka akan dikembalikan kepada anggota pembiayaan kembali. Setelah pengikatan jaminan maka selanjutnya calon debitur menandatangani akad pembiayaan yang memuat sekuarangkurangnya:
82
1. Pihak pertama yaitu perwakilan lembaga terkait: (1) Nama; (2) Alamat; (3) Pekerjaan. 2. Pihak kedua yang terdiri dari: (1) Nama; (2) Alamat; (3) Pekerjaan; (4) Nama istri; (5) Alamat istri; (6) Pekerjaan istri. 3. Porsi modal antara pihak I dan pihak ke II 4. Prediksi keuntungan 5. Nisbah bagi hasil, pembayaran kembali dan biaya potongan 6. Jangka waktu pelunasan, jumlah angsuran dan biayabiaya administrasi 7. Aturan-aturan yang harus dipatuhi 8. Anggunan pembiayaan 9. Pernyataan kesanggupan nasabah 10. Penyelesaian perselisihan. 8. Realisasi pembiayaan Setelah penandatanganan akad, pembiayaan maka, langkah selanjutnya merealisasi pembiayaan. Realisasi pembiayaan dilakukan oleh teller. 9. Pelunasan pembiayaan Dalam pembiayaan musyarakah nisbah bagi hasil adalah 30 % dari pendapatan bersih anggota.
83
Pelunasan pembiayaan pada pembiayaan musyarakah adalah 1 kali pembayaran dengan sistem jatuh tempo baik dalam hitungan minggu, bulan ataupun tahun, tetapi dibayar 1 kali. Cara nasabah dalam membayar pelunasan oleh nasabah: (a) Datang langsung ke kantor BMT TUMANG Cabang Cepogo; (b) Ditangani oleh bagian pemasaran (acount officer), atau ke tempat usaha anggota; (c) Pendebetan secara otomatis dari rekening tabungan anggota, (jika anggota mempunyai rekening tabungan di BMT TUMANG Cabang Cepogo. 10. Macam-macam pelunasan dalam BMT TUMANG Cabang Cepogo Pelunasan dalam pembiayaan musyarakah ada 3, yaitu: a. Pelunasan yang sudah jatuh tempo Pelunasan ini tepat pada tanggal dan tepat waktu anggota dalam melunasi pembiayaan musyarakah b. Sebelum jatuh tempo Jika anggota menghendaki ingin melunasi pembiayaan musyarakah sebelum jatuh tempo pelunasan, maka anggota akan mendapatkan pemotongan bagi hasil, jadi pelunasanya akan lebih ringan c. Telat (melebihi tanggal jatuh tempo) Nasabah harus membayar lunas kepada pihak BMT beserta bagi hasil dalam per hari, yang telah disepakati sebelumya pada saat akad perjanjian.
84
D. Langkah-langkah untuk Meminimalisir Risiko pada Pembiayaan Musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo Setiap penyaluaran pembiayaan musyarakah oleh lembaga keuangan syariah tentu saja mengandung risiko, karena ada keterbatasan kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang akan datang. Terlebih dalam situasi lingkungan yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Maka dari itu perlu adanya langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menekan atau meminimalisir risiko pada pembiayaan musyarakah. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan BMT TUMANG Cabang Cepogo, untuk meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan dalam pembiayaan musyarakah, sebagai berikut: 1. Tindakan preventif Upaya ini merupakan upaya pencegahan, yang dilakukan sebelum terjadi pembiayaan: a. Melakukan survey (peninjauan lokasi) Pada saat melakukan peninjauan ke lapangan obyek yang dijaminkan harus ditunjukan kepada petugas peninjau. Pada saat melakukan peninjauan petugas harus menggali informasi sebanyak mungkin dari keadaan calon anggota, baik dari segi keadaan geografis tempat tinggalnya, aset yang dimilki yang masih dapat digunakan,
dan
keadaan
rumah
calon
anggota
pembiayaan. Selain itu petugas juga melakukan survey
85
lingkungan tempat tinggal anggota, yaitu informasi dari masyarakat sekitar yaitu tetangga ataupun teman dekat calon anggota, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa obyek yang dibiayai benar-benar ada dan sesuai apa yang ditulis dalam formulir pengajuan permohonan pembiayaan. b. Dengan melakukan pengawasan sebelum pencairan pembiayaan, dokumen
(1) yang
Pengecekan
seluruh
dokumen-
diperlukan
dalam
pengajuan
pembiayaan, apabila belum lengkap maka calon anggota harus melengkapi terlebih dahulu dokumendokumen yang masih kurang; (2) Penilaian / analisis terhadap 5C+1S. 2. Dengan melakukan pengawasan / pengawalan setelah pencairan a. Pengawasan langsung Adapun cara-cara yang dilakukan yang dilakukan BMT TUMANG Cabang Cabang Cepogo adalah: (1) Mengecek sampai seberapa jauh kondisi barang yang dijadikan jaminan; (2) Pemeliharaan hubungan dengan melakukan komunikasi yang lebih intensif kepada anggota agar menciptakan hubungan lebih akrab dengan anggota; (3) Melakukan penagihan kepada anggota yang
86
sudah jatuh tempo ke rumah-rumah anggota, bahkan kadang sampai 2/3 kali kunjungan dalam 1 bulan. b. Pengawasan tidak langsung Dalam melakukan pengawasan tidak langsung, cara-cara yang dilakukan BMT adalah: mencari informasi dari sumber-sumber lain
tentang segala sesuatu
yang
menyangkut anggota pembiayaan, misalnya dengan menanyakan kepada rekan dekat atau tetangga-tetangga dimana anggota melakukan usahanya. 3. Tindakan revitalisasi Tindakan
dalam
rangka
memperbaiki
dan
menyelamatkan pembiayaan yang telah diberikan kepada anggota, adapun tindakan revitalisasi pada pembiayaan musyarakah adalah: (1) Analisis sebab kemacetan; (2) Pendampingan dengan mengintensifkan kunjungan kepada anggota dan memberikan saran-saran atau mencarikan solusi kepada anggota dalam menyelesaikan masalahnya; (3) Memberikan teguran secara lisan atau tertulis berwujud surat peringatan( SP): (a) SP 1: untuk anggota yang mengalami telat selama 1 bulan; (b) SP 2: untuk anggota yang mengalami telat 2 bulan; (c) SP 3: untuk anggota yang mengalami telat pembayaran selama 3 bulan atau lebih; (4) penagihan oleh petugas finance; (5) Restrukturisasi yang
87
dilakukan negoisasi terlebih dahulu dengan anggota. Upaya ini dilakukan apabila anggota masih mampu memenuhi kewajibanya tetapi kondisi keuangan semakin mengecil. Langkah ini dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu pembiayaan. 4. Pengambilalihan anggunan Pengambilalihan
anggunan
merupakan
upaya
penyelesaian kredit namun bersifat sementara karena BMT berkewajiban segera menjual anggunan tersebut untuk membayar kembali kewajiban anggota. Dalam pelaksanaan pengambilalihan
anggunan
dilakukan
berdasarkan
musyawarah dengan anggota, yang dilakukan dengan pendekatan personal atau koordinasi dengan penuh rasa tanggung jawab. Usaha yang sering dilakukan BMT TUMANG Cabang Cepogo selama ini dalam menangani pembiayaan musyarakah yang macet adalah memberikan Surat Peringatan (SP), revitalisasi pembiayaan, dan pengambilalihan untuk sementara dari anggota. Selain itu terdapat pula manajemen dalam memberikan pembiayaan musayarakah kepada anggota, dilihat dari jumlah pengajuanya: a. Rp. 0 – Rp. 25.000.000-, Musyawarah dengan para tataran manajer cabang BMT TUMANG
88
b. Rp. 25.000.000 – Rp. 150.000.000,Musyawarah dengan manajer utama BMT TUMANG c. Di atas Rp. 150.000.000,Musyawarah antara tataran pengurus dan manajer pusat BMT TUMANG.
BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Prosedur Pembiayaan Musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo Di bawah ini merupakan analisis penulis terhadap prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo, dalam analisis tersebut terdapat kelebihan ataupun kekurangan pada prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan a. Pengertian Pembiayaan Menurut Kasmir (2004) dalam buku yang berjudul “Dasardasar Perbankan” menjelaskan bahwa “Dalam Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 12, pembiayaan berarti penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan sejumlah uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa bagi hasil”. Dalam kenyataannya di BMT TUMANG Cabang Cepogo penerapan pembiayaan sudah sesuai dengan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2.
89
90
b. Jenis-jenis Pembiayaan Menurut BPRS Al-Ma’some (2004) dalam karyanya yang berjudul “Kebijakan Manajemen Bank Syariah”, menjelaskan bahwa “Tujuan tujuan pengguanaannya, pembiayaan dibagi menjadi tiga, yaitu: pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiayaan konsumtif”. Dalam realitanya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, ketiga jenis pembiayaan tersebut sudah ada dan berjalan dengan baik. c. Unsur-unsur pembiayaaan Menurut Ismail (2010) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi”, menjelaskan bahwa “Unsur-unsur pembiayaan adalah: kreditur, debitur, kepercayaan, perjanjian, risiko, jangka waktu, dan balas jasa”. Dalam realitanya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, unsur-unsur pembiayaan musyarakah sudah menyangkut semua hal tersebut. d. Ketentuan dasar musyarakah Menurut Ascarya (2007) dalam buku yang berjudul “Akad Produk Bank Syariah” menjelaskan bahwa “Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah salah satunya adalah ijab qabul, Perjanjian ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplesit menunjukan pada tujuan kontrak
91
(akad); (b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat terjadinya kontrak (akad); (c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern”. Dalam realitanya di BMT TUMANG Cabang Cepogo sesuai dengan ketentuan ijab qabul di atas. e. Obyek akad (modal, Kerja, keuntugan dan kerugian) Menurut Ascarya (2007) dalam buku yang berjudul “Akad Produk Bank Syariah” menjelaskan bahwa “Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah adanya obyek akad, salah satunya adalah modal, ketentuan modal di antaranya adalah (1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang bernilai sama; (2) Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang, property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh mitra; (3) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbang, menyumbangkan, dan menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan; (4) Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah, tidak ada jaminan namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan”. Dalam kenyataan di BMT TUMANG Cabang Cepogo, dalam aspek modal, ketentuan-ketentuan modal sudah terlaksana dengan baik, sesuai dengan aturan yang berlaku di atas.
92
f. Standar akad dalam pembiayaan musyarakah Menurut Ascarya (2007) dalam buku yang berjudul “Akad Produk Bank Syariah” menjelaskan bahwa “BMT wajib meminta nasabah
untuk
mengisi
formulir
permohonan
pembiayaan
musyarakah, dan formulir tersebut wajib diinforamasikan: (1) Usaha yang ditawarkan untuk dibiayai; (2) Jumlah kebutuhan dana investasi; (3) Jangka waktu investasi”. Dalam realita di BMT TUMANG Cabang Cepogo, di formulir pembiayan musyarakah, nasabah akan diminta untuk mengisi formulir tersebut, tentunya dengan pendampingan pihak finance. 2. Kekurangan a. Prinsip-prinsip pemberian pembiayaan musyarakah Menurut Kasmir (2008) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Perbankan, menjelaskan bahwa pada prinsip-prinsip pembiayaan harus mempertimbangkan 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral dan condition. Dalam prinsip capacity, yang disebutkan bahwa untuk melihat kemampuan calon anggota pembiayaan musyarakah dalam bidang bisnis, pendidikan, yang diukur dengan kemampuan dalam memahami tentang ketentuanketentuan dalam pemerintahan. Tetapi dalam kenyataannya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, hal tersebut tidak terlalu dipertimbangkan dalam prinsip pembiayaan musyarakah, karena sebagian masyarakat sekitar BMT
93
TUMANG Cabang Cepogo sangat tertinggal dalam masalah pendidikan dan pemerintahan. Sehingga untuk mengkaitkan dengan masalah tingkat pendidikan dan pemahaman tentang ketentuan-ketentuan pemerintah itu belum bisa. b. Penjelasan tentang musyarakah “Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan dari calon anggota dan pengurus lembaga keuangan untuk memulai kerjasama para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Dalam penjelasan tersebut di jelaskan bahwa “Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan calon anggota dan pengurus lembaga keuangan untuk memulai kerja sama”, dalam penerapan di BMT TUMANG Cabang Cepogo keinginan yang terjadi bukan dari kedua belah pihak yang menginginkan adanya kerja sama, tetapi hanya pada salah satu pihak yaitu calon anggota / calon debitur, jadi bukan semata-mata keinginan kedua belah pihak. c. Rukun syirkah “Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara yaitu: (1) Akad (ijabkabul) juga disebut sighah; (2) Dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta; (3) Obyek aqad (mahal) juga disebut ma’qud alaihi, ada modal atau
94
pekerjaan manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah obyek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan”.
Di atas dijelaskan dalam objek akad bahwa “Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah obyek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan”. Dalam realita di BMT TUMANG Cabang Cepogo obyek akad dalam musyarakah tidak dikelola secara bersama tetapi hanya dikelola oleh anggota pembiayaan (nasabah).
d. Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah
Menurut Ascarya (2007) dalam bukunya yang berjudul menyatakan bahwa “Pihak-pihak yang berakad musyarakah harus memperhatikan hal-hal berikut: setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil”.
Dalam prakteknya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, setiap mitra tidak melaksanakn kerja sebagai wakil, hanya salah satu saja yang melaksanakan kerja, yaitu anggota / debitur.
Masih dalam Ascarya (2007) dalam tulisannya yang berjudul “Akad Produk Bank Syariah”, menjelaskan bahwa “Biaya operasional dibebankan pada saham bersama”. Pada kenyataan di
95
BMT TUMANG Cabang Cepogo, biaya operasional hanya dibebankan hanya pada anggota saja.
Masih dalam Ascarya (2007) dalam tulisannya menjelaskan bahwa “Salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan
diantara
pihak,
maka
perselisihannya
diselesaikan di Badan Arbitrase Syariah (BAS) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”, dalam prateknya di BMT TUMANG Cabang Cepogo jika terjadi perselisiahan dan tidak terselesaikan dengan cara musyawarah, maka jaminan / anggunan akan diambil alih oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo.
e. Standar akad dalam pembiayaan musyarakah
Demikian
pula
dalam
standar
akad
musyarakah
berpendapat bahwa “Setiap permohonan pembiayaan musyarakah, BMT berkententuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan musyarakah serta kondisi penerapannya. Hal yang wajib dijelaskan meliputi: Esensi pembiayaan musyarakah sebagai bentuk kerja sama investasi bank ke nasabah, definisi dari terminologi, profit sharing atau revenue sharing, keikutsertaan dalam skema penjaminan, terms and condition, dan tata cara perhitugan bagi hasil”.
96
Dalam akad BMT TUMANG Cabang Cepogo definisi terminologi dan tata cara perhitungan bagi hasil tidak dijelaskan dalam akad musyarakah.
Masih dalam Ascarya (2007) dalam tulisannya menjelaskan “Proses pembiayaan musyarakah BMT wajib melakukan analisis mengenai: (1) Kelengkapan administrasi yang disyaratkan; (2) aspek hukum; (3) Aspek personal; (4) Aspek usaha yang meliputi, pengelolahan, manajemen, produksi, pemasaran dan keuangan”, tetapi dalam kenyataannya di BMT TUMANG Cabang Cepogo aspek hukum belum ada dalam proses pembiayaan, hanya terdapat penyelidikan berkas, aspek personal (5C+1S), kelayakan usaha dan survey.
Demikian juga Ascarya (2007) dalam tulisannya juga menjelaskan bahwa standar akad musyarakah “Pada waktu penandatanganan akad antara nasabah dan pihak BMT pada kontrak akad wajib diinformasikan: (1) Tanggal dan tempat melakukan akad; (2) Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah; (3) Usaha yang dibiayai; (4) Posisi para nasabah dan sahibul mall adalah pemilik modal; (5) Hak dan kewajiban para pihak; (6) Investasi yang ditanamkan dijamin atau tidak; (7) Jumlah uang yang akan disetorkan atau diinvestasikan oleh para pihak; (8) Jangka waktu pembiayaan; (9) Pembagian keuntungan; (10)
97
Metode perhitungan (profit sharing or revenue sharing); (11) Status penjaminan pembiayaan revenue sharing; (12) Rumus perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang akan dibagi; (13) Contoh perhitungan bagi hasil; (14) Tatacara pembayaran baik penarikan ataupun pengembalian dana; (15) Kondisi-kondisi tertentu yang akan mempengaruhi keberadaan investasi tersebut”. Dalam kontrak akad dalam BMT TUMANG Cabang Cepogo hal-hal yang tidak diinformasikan adalah: (1) Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah; (2) Metode perhitungan (profit sharing or revenue sharing); (3) Rumus perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang akan dibagi; (4) Contoh perhitungan bagi hasil; (5) Tatacara pembayaran baik penarikan ataupun pengembalian dana.
f. Berdasarkan cara pembayaran / angsuran bagi hasil
Menurut karya BPRS PNM AL-Ma’soem (2004), dalam bukunya yang berjudul “Kebijakan Manajemen Bank Syariah”, menjelaskan bahwa “Cara pembayaran angsuran / bagi hasil, salah satunya dengan dengan angsuran pokok dan bagi hasil akhir, yakni untuk pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran, dengan catatan jangka waktu maksimal satu bulan”. Dalam realita di BMT TUMANG Cabang Cepogo, angsuran dalam pembiayaan musyarakah memang satu kali, tetapi dalam jangka
98
waktu pengembalian tidak dibatasi maksimal satu bulan, bahkan lebih, misalnya 6 bulan, 1 tahun, 1,5 tahun dan seterusnya.
B. Analisis
Terhadap
Langkah-langkah
yang
Diambil
untuk
Meminimalisir Risiko Pembiayaan Musyarakah pada BMT TUMANG Cabang Cepogo Di bawah ini merupakan analisis penulis terhadap langkah-langkah yang diambil untuk meminimalisir risiko dalam pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo, dalam analisis tersebut terdapat kelebihan ataupun
kekurangan
dalam
langkah-langkah
yang
diambil
untuk
meminimalisir risiko pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan a. Fungsi manajemen (proses manajemen) Menurut Ferry (2008) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Risiko Perbankan” menjelaskan bahwa “Manajemen memiliki 4 fungsi dasar manajemen yang menggambarkan proses manajemen, Perencanaan;
semuanya (2)
terangkum
Pengorganisasian;
sebagai (3)
berikut:
(1)
Pengaruh;
(4)
pengendalian”. Dalam manajemen pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo, keempat fungsi manajemen itu sudah berjalan secara baik dan sesuai dengan fungsi manajemen tersebut.
99
b. Manajemen risiko Menurut Ferry (2008) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Risiko Perbankan” menjelaskan bahwa “Manajemen risiko adalah sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menetukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas proses”. Dalam realitanya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, manajemen risiko yang dilakukan sudah sesuai dengan penjelasan di atas. “Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank Islam dengan bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa yang dinilai”. Dalam realitanya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, karakter yang membedakan dengan lembaga keuangan konvensional sudah sesuai dengan penjelasan di atas. c. Identifikasi risiko Menurut Taiqullah (2008) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah” menjelaskan bahwa “Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap: (a) Karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas
100
fungsional; (b) Risiko dari produk dan kegiatan usaha”. Dalam pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo, identifikasi risiko dalam pembiayaan musyarakah sudah mencakup kedua hal tersebut, sesuai dengan penjelasan di atas. 2. Kekurangan a. Antisipasi risiko dalam pembiayaan musyarakah Menurut Karim (2006), dalam bukunya yang berjudul “Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan” menjelaskan bahwa “Antisipasi risiko dalam lembaga keuanagan syariah bertujuan untuk Preventive, Detective, Recovery, dan Monitoring Risiko, dalam semua hal tersebut lambaga keuangan syariah memerlukan adanya keterlibatan Dewan Pengawas Syariah (DPS)”. Namun dalam prateknya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, identifikasi resiko dalam pembiayaan musyarakah tidak melibatkan sama sekali Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang terlibat dalam hal identifikasi risiko hanyalah marketing finance saja. b. pengukuran risiko pada pembiayaan musyarakah Masih dalam Karim (2006), dalam tlisannya menjelaskan bahwa “Salah satu cara pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukakan: evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko”. Dalam prakteknya di BMT TUMANG Cabang Cepogo, pengukuran risiko tidak dilaksanakan secara berkala, tetapi hanya
101
sekali pada saat sebelum kontrak akad yaitu antisipasi, setelah terjadinya akad pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo hanya melakukan pemantauan baik secara langsung ataupun tidak langsung. c. Pemantauan risiko dalam pembiayaan musyarakah Demikian juga dalam pemantauan risiko dalam pembiayan musyarakah menjelaskan bahwa “Salah satu cara pemantauan risiko dilakukan dengan cara: penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, tehnologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat material. Dalam hal penyempurnaan proses pelaporan, dalam prakteknya BMT TUMANG Cabang Cepogo, hanya akan dibuat oleh pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo saja, sedangkan dari anggota / debitur tidak membuat laporan keuangan tersebut. d. Proses manajemen risiko Menurut Tariqullah (2006) dalam buku yang berjudul “Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah” menyatakan bahwa proses manajemen risiko meliputi “Secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko”.
102
Dalam realita di BMT TUMANG Cabang Cepogo dalam proses manajemen risiko hanya meliputi analisis 5C+1S, pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung kepada anggota. Sedangkan identifikasi risiko yang akan timbul dari pembiayaan musyarakah di masa yang akan datang, pengukuran dan pengendalian risiko secara berturut-turut belum ada. e. Prinsip 7P Menurut Kasmir (2004) “Dasar-dasar Perbankan”, dalam buku tersebut menyatakan bahwa “Prinsip pembiayaan terdapat analisis 7P yaitu: personality, party, purpose, prospect, payment, profitability, merupakan
protection. bagaimana
Dalam menjaga
penjelasannya agar
usaha
dan
protection jaminan
mendapatkan perlindungan.Perlindungan berupa jaminan barang berupa sebuah asuransi. Dalam praktek di BMT TUMANG Cabang Cepogo, semua barang jaminan milik anggota pembiayaan belum diasuransikan oleh pihak BMT, dengan alasan itu merupakan tanggung jawab anggota pembiayaan, agar dapat menjaga barang jaminan yang menjadi jaminan di BMT TUMANG Cabang Cepogo.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo Dalam analisis yang dilakukan penulis terhadap prosedur pembiayaan musyarakah terdapat hal-hal yang sudah sesuai dengan prosedur pembiayaan secara umum dan ada pula yang belum sesuai, Prosedur yang sudah sesuai antara lain (1) Prinsip musyarakah; (2) Ketentuan
dasar
pembiayaan
musyarakah;
(3)
Macam-macam
pembiayaan menurut tujuannya; (4) Unsur-unsur pembiayaan; (5) Ketentuan dasar pembiayaan musyarakah; (6) Informasi yang dilampirkan dalam permohonan pembiayaan. Sedangkan yang belum sesuai adalah (1) Prinsip-prinsip pembiayaan; (2) Prinsip transaksi musyarakah; (3) Rukun syirkah; (4) Ketentuan pihak-pihak yang berakad; (5) Beban biaya operasional; (6) Penyalesaian perselisihan; (7) ketentuan akad; (8) Analisis dalam pembiayaan musyarakah; (9) Hal-hal yang perlu diinformasikan dalam kontrak akad musyarakah; (10) Cara pengembalian pinjaman dalam pembiayaan musyarakah.
103
104
2. Langkah-langkah yang dilakukan untuk meminimalisir risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo. Dalam penelitian terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk meminimalisir risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan musyarakah, terdapat langkahlangkah yang sudah sesuai dengan teori yang ada, dan juga ada yang belum sesuai. Langkah-langkah yang sudah sesuai antara lain: (1) Fungsi manajemen dalam pembiayaan musyarakah; (2) Mnajemen risiko dalam pembiayaan musyarakah; (3) Perbedaan manjemen risiko lembaga keuangan syariah dan konvensional; (4) Identifikasi risiko dalam pembiayaan musyarakah. Sedangkan langkah-langkah yang belum sesuai dengan teori antara lain: (1) Antisispasi risiko yang berkaitan dengan adanya DPS; (2) Pengukuran risiko; (3) Pemantauan risiko dalam pembiayaan musyarakah; (4) Proses manajemen risiko dalam pembiayaan musyarakah; (5) Analisis 7P dalam pembiayaan musyarakah. B. SARAN Adapun saran-saran yang kiranya penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Saran terhadap prosedur pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo adalah sebagai berikut:
105
(a)
Dalam prinsip pembiayaan musyarakah terdapat prinsip 5C,
salah satunya adalah capacity, capacity adalah melihat kemampuan calon anggota pembiayaan muasyarakah dakam bidang bisnis, pendidikan, yang diukur dengan kemampuan dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan dalam pemerintahan. Masyarakat di daerah Cepogo dan sekitarnya memang tidak banyak yang memahami tentang sistem pemerintahan, walaupun seperti itu tidak terlalu masalah karena tidak terlalu akan mempengaruhi pemberian pembiayaan musyarakah, namun alangkah baiknya jika masyarakat yang ada di daerah Cepogo yang ingin melakukan pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo diberi semacam sosialisasi sedikit tentang sistem pemerintahan oleh pihak finance, misalnya pada saat melakukan survey, ataupun pada saat wawancara; (b) Dalam penjelasan dijelaskan bahwa “Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan calon anggota dan pengurus lembaga keuangan untuk memulai kerja sama”, dalam penerapan di BMT TUMANG Cabang Cepogo keinginan yang terjadi bukan dari kedua belah pihak yang mengiginkan adanya kerja sama, tetapi hanya pada salah satu pihak yaitu calon anggota / calon debitur. Jadi bukan semata-mata keinginan kedua belah pihak. Dari penjelasan di atas penulis dapat memberikan saran, pihak BMT juga berkewajiban untuk melakukan sosialisasi tentang pembiayaan musyarakah, sehingga tidak kelihatan kalau yang
106
membutuhkan pembiayaan tersebut paling besar dari sisi anggota saja; (c) Obyek aqad (mahal) juga disebut ma’qud alaihi, ada modal atau pekerjaan manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah obyek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan, di BMT TUMANG Cabang Cepogo obyek akad dalam musyarakah tidak dikelola secara bersama tetapi dikelola hanya oleh anggota yang mengajukan pembiayaan, saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah dalam melakukan usaha dalam pembiayaan musyarakah, seharusnya usaha dilakukan oleh kedua belah pihak, jadi baik dari anggota ataupun BMT TUMANG Cabang Cepogo bisa mengetahui perkembangan secara langsung karena ikut andil dalam pengelolahannya; (d) Biaya operasional musyarakah di BMT TUMANG Cabang Cepogo seharusnya di dalam pembiayaaan musyarakah dibebankan pada saham bersama, tidak dibebankan kepada anggota pembiayaan saja; (e) Dalam akad pembiayaan musyarakah di BMT TUMANG seharusnya dalam akad juga dijelaskan definisi dari musyarakah, dan tata cara perhitungan bagi hasil, karena dalam akad di BMT TUMANG Cabang Cepogo definisi dan tata cara perhitungan bagi hasil belum ada; (f) Pada saat penandatanganan akad seharusnya ada beberapa hal juga yang harus disampaikan yaitu: definisi pembiayaan musyarakah, metode perhitungan bagi hasil, rumus perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai yang akan dibagi, contoh
107
perhitungan bagi hasil atacara pembayaran baik, penarikan ataupun pengembalian dana; (g) Seharusnya jika salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak, maka perselisihannya diselesaikan di Badan Arbitrase Syariah (BAS) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah, dalam prakeknya di BMT TUMANG Cabang Cepogo jika terjadi perselisiahan dan tidak terselesaikan dengan cara musyawarah, maka jaminan / anggunan akan diambil alih oleh BMT TUMANG Cabang Cepogo, agar lembaga tersebut dikatakan syariah maka perlu didakan gerakan untuk menggerakan hal-hal yang terkait dengan Badan Arbitrase Syariah (BAS), bagaimana bisa dikatakan dengan lembaga keuangan syariah kalau tidak adanya keterlibatan Badan Aarbitrase Syariah (BAS) dalam menjalankan operasionalnya dalam menyelesaikan perselisihan.
2. Terhadap langkah-langkah yang di ambil BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk meminimalir risiko pada pembiayaan musyarakah (a) Dalam pengawasan dan untuk mengantisipasi adanya risiko yang dapat terjadi dalam pembiayaan musyarakah, perlu adanya gerakan dari BMT-BMT ataupun koperasi syariah khususnya BMT TUMANG Cabang Cepogo untuk melegalkan hal-hal yang terkait dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS), bagaimana sebuah lembaga keuangan bisa dikatakan syariah kalau tidaka ada gerakan / keterlibatan Dewan Pengawas Syariah (DPS); (b) Dalam pengukuran dan pemantauan
108
risiko sebuah pembiayaan, sebaiknya BMT TUMANG Cabang Cepogo, melakukan sebuah pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukakan: Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko, yang dilakukan dengan cara evaluasi yang dilakuakn setiap periode misalnya 1 bulan terhadap perkembangan usaha, dengan dibuktikan dengan adanya laporan usaha yang dibuat oleh anggota. Dalam pemantauan risiko BMT TUMANG Cabang Cepogo seharusnya melakukan cara pemantauan risiko yang dilakukan dengan cara: penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, tehnologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat material, agar risiko yang besar tidak terjadi; (c) Dalam segi keamanan jaminan (protection) seharusnya pihak BMT TUMANG Cabang Cepogo melakukan sebuah perlindungan terhadap jaminan yang berupa asuransi, hal ini bertujuan agar barang jaminan mendapatkan perlindungan.
DAFTAR PUSTAKA Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Ascarya. 2007. Akad Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada BPRS PNM Al-Ma’soem. 2004. Kebijakan Manajemen Bank Syariah. Bandung. Choeriyah, Titi. 2007. Prosedur Pembiayaan Musyarakah pada BMT Amal Mulia Suruh Kabupaten Semarang. STAIN Salatiga. Darmawi, Herman. 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara. Djazuli, Janwari Yadi.2002. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat : Sebuah Pengenalan; Jakarta: Raja Grafindo Persada. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.08/DSN MUI/IV/2000. Idroes, Ferry N. 2008. Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta: Rajawali Perss. Ismail. 2010. Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana. Karim, Adiwarman A. 2006. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Cet.III. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Kasmir. 2004. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Grafindo Persada. . 2008. Manajemen Perbankan. Jakarta: Grafindo Persada. Khan, Tariqullah. 2008. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. Muhammad. 2000. System dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Perss. . 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
109
110
Murniati, Tri. 2012. Prosedur Pemberian Pembiayaan dan Upaya Mencegah Pembiayaan Bermasalah. STAIN Salatiga. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. S, Hikmah. 2010. Prosedur Pembiayaan Pembiayaan di BMT Karisma Cabang Magelang. UMM Magelang. Setyawati, Dewi. 2008. Analisa Siatem dan Prosedur Prosedur Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah dalam Mendukung Pengendalian Intern Studi Kasus pada PT. BRI (PERSERO) Tbk. Kantor Cabang Syariah Magelang. UMM Magelang. Soemitro, Andi. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana. Soemitro, Ronny Hanatijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Yumetri. Jakarta: Ghalia. Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet.II. Yogyakarta: Ekonisia. Swiknyo, Dwi. 2010. Ayat-ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. UU No. 10 1998 pasal 1 ayat 13. Wulandari, Yuli. 2010. Analisa Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Surakarta. UNS: Surakarta.
111
Referensi dari Internet http://wikipedia.indek,musyarakah.com diunduh pada tanggal 6 Mei 2013. http://www.analisawikipedia.com diunduh pada tanggal 16 Mei 2013. http://www.observasidantujuan.com diunduh pada tanggal 16 Mei 2013. http://www.wikipediamusyarakah.com diunduh pada tanggal 6 Mei 2013.