ANALISIS PELAKSANAAN SENSUS PAJAK NASIONAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EKSTENSIFIKASI WAJIB PAJAK TERDAFTAR (STUDI KASUS KANWIL DJP JAKARTA PUSAT)
Oleh: Sulistia Widi Astuti
Pembimbing: Prof. Dr. Gunadi M.Sc., Ak.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Sensus Pajak Nasional Tahap 1 yang dilakukan di Kanwil DJP Jakarta Pusat, yang merupakan Kanwil Terbesar di Jakarta. Sensus Pajak Nasional tahap 1 ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2011. Adapaun tempat yang dilakukan sensus yaitu pada gedung-gedung bertingkat dan pusat perbelanjaan. Dalam skripsi ini akan dianalisis bagaimana pelaksanaan sensus ini di Kanwil DJP Jakarta Pusat, apakah telah sesuai dengan SOP. Serta untuk mengananlisis dampak sensus terhadap jumlah wajib pajak terdaftar, dan seberapa efektif sensus pajak ini.
ABSTRACT
This mini thesis discusses the National Tax Census conducted in Phase 1 Regional Tax Office in Central Jakarta, which is the Largest Regional Office in Jakarta. National Tax Census first phase was conducted in October through December 2011. As for first phaase of census is conducted on high-rise buildings and shopping malls. In this mini thesis will analyze how the implementation of the census in the Regional TaxOffice of Central Jakarta DJP, whether in accordance with the SOP. And to analyze census impact on the number of registered taxpayers, and how effective this tax census.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Seperti halnya negara-negara lain di dunia, saat ini Indonesia sedang melaksanakan
pembangunan di segala bidang baik bidang fisik maupun nonfisik. Pembangunan merupakan kegiatan yang berkelanjutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pembangunan harus berjalan dengan baik. Oleh karena itu memerlukan dana yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Untuk meningkatkan peluang pendapatan negara dari sektor pajak dibutuhkan terobosan-terobosan yang dapat menjadi solusi dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Sensus Pajak Nasional merupakan pilihan yang sesuai untuk mentransformasikan pertumbuhan ekonomi ke dalam peningkatan tax ratio sehingga Dirjen Pajak harus mampu mengoptimalkan wajib pajak yang potensial terhadap penerimaan negara. Menurut Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmani mengakui penerimaan pajak tahun 2012 sulit mencapai target. Hingga 18 Desember 2012 penerimaan pajak baru mencapai Rp 794,4 triliun atau 89,76 persen dari target tahun 2012 sebesar Rp 885 triliun (Tempo, 2012). Sensus Pajak Nasional bertujuan untuk menjaring seluruh potensi perpajakan dalam rangka menciptakan Tridharma Perpajakan (Liputan6, 2011). Sensus Pajak Nasional yang berlangsung pada Oktober sampai dengan Desember 2012 menjadi terobosan baru pemerintah dalam menjaring wajib pajak baru. Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, artinya ekstensifikasi, dengan mendatangi Wajib Pajak (“WP”) di seluruh Indonesia (Kompas, 2011, 5). Sejauh ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, WP orang pribadi yang melaporkan SPT baru 8,5 (delapan koma lima) juta WP. Padahal jumlah orang yang bekerja secara aktif ada 110 (seratus sepuluh) juta orang. Artinya, rasio SPT terhadap kelompok pekerja aktif hanya 7,73 % (tujuh koma tujuh puluh tiga persen). Sementara, untuk WP badan usaha, pembayaran pajak yang dilaporkan melalui SPT hanya 466 (empat ratus enam puluh enam) ribu. Padahal jumlah badan usaha aktif, tanpa usaha mikro, sekitar 12,9 (dua belas koma sembilan) juta WP (Kompas, 2011, 8). Dengan adanya sensus pajak nasional diharapkan dapat menjaring WP yang masih belum terdaftar. Oleh karena itulah penulis mengambil judul “Analisis Pelaksanaan Sensus
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Pajak Nasional Dan Implikasinya Terhadap Ekstensifikasi Wajib Pajak Terdaftar (Studi Kasus Kanwil Pajak Jakarta Pusat)”. Dalam penelitian ini, penulis mengambil pelaksanaan Sensus Pajak Nasional pada Kantor Wilayah Pajak Jakarta Pusat karena penulis ingin melihat bagaimana implementasi Sensus Pajak Nasional pada Kantor Wilayah Jakarta Pusat sebagai Kantor Wilayah Pajak yang terbesar di DKI Jakarta, sehingga diharapkan dapat merepresentasikan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional yang dilaksanakan di DKI Jakarta, selain itu diharapkan dapat dilihat implikasi dari Sensus Pajak Nasional tersebut apakah terdapat ekstensifikasi wajib pajak yang signifikan dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. 1.2
Pokok Permasalahan 1.
Bagaimana Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional?
2.
Bagaimana Implikasi Sensus Pajak Nasional Terhadap Peningkatan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Di Kantor Wilayah Pajak Jakarta Pusat?
3. 1.3
Bagaimana efektivitas Sensus Pajak Nasional pada Kanwil DJP Jakarta Pusat?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana proses pelaksanaan
Sensus Pajak Nasional serta melihat ada atau tidak pengaruh signifikan yang terjadi pada jumlah wajib pajak sejak adanya sensus pajak nasional. Adapun rincian tujuan permasalahan nya adalah sebagai berikut: 1.
Untuk menganalisis pelaksanaan kegiatan sensus pajak nasional.
2.
Untuk menganalisis implikasinya terhadap peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar di Kanwil Pajak Jakarta Pusat.
3.
Untuk menganalisis efektifitas sensus pajak nasional pada Kanwil DJP Jakarta Pusat
Tinjauan Teoritis Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian (Sumadi Suryabrata, 1990).
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
2.2.1 Kebijakan Sensus Pajak Fiscal policy dalam ilmu ekonomi mencakup semua kebijakan yang menyangkut Anggaran Belanja Negara, sedangkan monetary policy menyangkut masalah uang, jumlah uang, perderan uang, nilai mata uang seperti yang diungkapkan dalam tingkat bunga, kurs mata uang, dan harga-harga barang (Subiyantoro dan Riphat, 2004:75-76). Sensus merupakan suatu sarana yang amat penting bagi pemerintah untuk mengukur keadaan sosial, ekonomi, dan demografi penduduk. Sebelum sensus dilaksanakan, badanbadan perencana dan penasehat mengadakan suatu pertemuan untuk menentukan informasi apa saja yang perlu dikumpulkan untuk menentukan informasi apa saja yang perlu dikumpulkan dalam sensus (McDonald, 1983:29). Informasi yang dikumpulkan dalam sensus biasanya disebut data. Data ini diperoleh lewat sejumlah pertanyaan pada formulir yang dinamakan quesioner. Orang yg menjawab pertanyaan tersebut dinamakan responden dan orang yang mengajukan pertanyaan disebut pewawancara atau pencacah (McDonald, 1983, p.31). Informasi yang ada dalam sensus diperoleh dengan menggunakan sejumlah pertanyaan dalam bahasa Indonesia, yang telah diccetak dalam sebuah formulir (McDonald, 1983:45). Setelah semua variabel dikode dalam bentuk angka, data tersebut dapat dibaca oleh komputer. Dalam sejumlah prosedur yang harus dimulai sejak saat wawancara hingga data dimasukkan ke dalam komputer, kesalahan dapat terjadi. Mungkin responden memberikan jawaban yang salah, dan mungkin pewawancara salah mengisi kode dalam kuesioner meskipun responden memberikan jawaban yang benar, mungkin pewawancara mengajukan pertanyaan yang seharausnya tidak ditanyakan pada orang-orang tertentu atau mungkin lupa untuk mengajukan pertanyaan yang seharusnya ditanyakan (McDonald, 1983:33). Ada banyak galat (types of errors) yang dapat terjadi dalam sensus. Dua bentuk galat yang paling dikenal adalah galat pencacahan dan salah lapor (McDonald, 1983:43). Salah lapor merupakan hal yang umum dan merupakan sumber galat yang penting dalam sensus. Salah lapor dapat muncul apabila responden dengan sengaja memberikan jawaban yang salah, bila responden tidak tahu jawaban atas pertanyan yang diajukan sehingga memberikan jawaban yang dikira-kira atau apabila pencacah tidak menjelaskan arti yang tepat dari isi pertanyaan. Seorang responden dapat memberikan jawaban yang salah karena dia ingin menyembunyikan berbagai fakta tentang dirinya. (McDonnald, 1983:43-44).
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Kebijakan Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang
pribadi
atau
badan)
di seluruh
wilayah
Indonesia
yang
dilakukan
oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Sensus Pajak Nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk perluasan basis pajak, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan jumlah penerimaan SPT Tahunan PPh, dan pemutakhiran data Wajib Pajak. 2.2.2 Teori Kebijakan Publik Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat dimana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. William Dunn (1998:24) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik juga menyebutkan mengenai tahapan-tahapan pembuatan kebijakan publik, yaitu sebagai berikut: 1.
Penyusunan Agenda
2.
Formulasi kebijakan
3.
Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
4.
Pelaksanaan/Implementasi Kebijakan
5.
Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
2.2.4 Teori Implementasi Kebijakan Edward III Implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang kompleks dengan begitu banyak faktor yang dengan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan publik, Edward III memulai terlebih dahulu dengan mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni: (i)
Faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; dan
(ii)
Faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan.
Menurut Edward III (1980), faktor penentu kebijakan publik adalah komunikasi, sumber daya, disposisi atau perilaku, dan struktur organisasi. Keempat faktor itu bekerja
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
secara stimulant dan berkaitan satu sama lain guna mencapai tujuan implemntasi kebijakan. Melalu bekerjanya keempat faktor ini, pemahaman tentang implementasi kebijakan dapat diperoleh secara luas melalui penjelasan ke dalam komponen-komponen yang prinsip. Secara runtut, Edward III (1980) mengarahkan pemahaman tentang faktor implementasi kebijakan dan hubungan antara faktor-faktor yang dimaksud dengan menetapkan peran masing-masing faktor. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Sumber daya menjamin dukungan efektifitas implementasi kebijakan. Disposisi menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Struktur birokrasi menjelaskan susunan tugas dari para pelaksana kebijakan dan memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan prosedur standar operasi. Tentang keempat faktor yang menjadi variable penting dalam analisis implementasi kebijakan menurut Edward III adalah sebagai berikut : 1.
Komunikasi
Menurut Agustino (2006:157); ”komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik”. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), sumberdaya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari : a. Staff Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai (streetlevel bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun
tidak
kompeten
dan implementor saja
tidak
dalam
bidangnya.
Penambahan
cukup
menyelesaikan
persoalan
jumlah
staf
implementasi
kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan. b.
Informasi
Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. c.
Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. d.
Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. 2.
Disposisi atau Perilaku
Menurut
Edward
III
dalam
Wianrno
(2005:142-143)
mengemukakan
“kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif”. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal.
Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap
negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
2.2.5
Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya dicapainya keberhasilan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan efisiensi. Seperti dinyatakan oleh Ibnu Syamsi (1988:2) Efektifitas (hasil guna) ditekankan pada efeknya, hasilnya dan kurang memperdulikan pengorbanan yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut. Sedangkan efisiensi (daya guna), penekanannya disamping pada hasil yang ingin dicapai, juga besarnya pengorbanan untuk mencapai hasil tersebut perlu diperhitungkan. Menurut pendapat Markus Zahnd (2006:200) efektivitas yaitu berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efeknya, sedangkan efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya. Menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “efektivitas adaah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh presentase target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana semakin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Efektivitas pajak mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi dari pajak tersebut. Efektivitas pajak merupakan perbandingan antara hasil pemungutan (realisasi) dengan potensi pajak itu sendiri. Dengan demikian efektivitas pajak adalah realisasi penerimaan pajak berbanding dengan potensi penerimaan pajak. Sedangkan dalam hubungan perpajakan, efektivitas pajak adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi hasil pajak itu sendiri, dengan anggapan semua wajib pajak masing-masing dan membiayai seluruh pajak terhutang masing-masing. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya. Efektif dan efisien merupakan dua hal yang saling berkaitan. Menurut Chester I. Barnard seperti yang dikutip oleh Prawirosentono (1999) menjelaskan bahwa arti efektif dan efisien adalah sebagai berikut: “When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important tahn attainment of the the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought concequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not.”
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak.
1.2.5.1 Pengukuran Efektivitas Berbicara mengenai efektifitas berarti sejauh mana kita mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sasaran oraganisasi menurut Etzioni sebagaimana dikutip oleh Lubis dan Huseini (2000:54) adalah suatu keadaan atau kondisi yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Dalam pengertian sasaran tersebut dapat diartikan sebagai suatu tujuan organisasi jangka panjang ataupun jangka pendek. Faktor utama yang diperhitungkan dalam menilai efektifitas adalah sasaran organisasi. Maka untuk mengukur efektifitas organisasi menurut Richard M. Stress (1998:228) dapat menggunakan pendekatan sasaran (goal approach) yaitu memusatkan perhatian terhadap aspek output dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam mencapai tingkat output yang direncanakan. Maka, pengukuran merupakan penilaian dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan sasaran yang tersedia. Bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Jadi, apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka tidak efektif. Sedangkan menurut Levine 1990 dalam Chaizi Nasucha (2004:25), menyebutkan lima indikator untuk mengukur kinerja sektor publik yaitu : 1.
Produktivitas Merupakan ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan apa yang diharapkan dari segi efisiensi dan efektivitas.
2.
Kualitas Pelayanan Merupakan ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan yaitu kepuasan masyarakat.
3.
Responsibilitas
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Merupakan ukuran kemampuan orhganisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusn agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program
pelayanan
publik
sesuai
kebutuhan
dan
aspirasi
masyarakat. 4.
Akuntabilitas Merupakan ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsipprinsip administrasi yang benar. Akuntabilitas adalah ukuran seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2.2.6
Ekstensifikasi Pajak Ekstensifikasi pajak tidak lain ditujukan untuk menambah penerimaan negara, yaitu
sebuah metode yang secara umum identik dengan perluasan cakupan pengenaan pajak dengan
menambah
sumber-seumber
penerimannya.
Menurut
Sumitro
(1988:79)
ekstensifikasi pajak adalah cara meningkatkan penerimaan pajak dengan cara perluasan pemungutan pajak dalm arti menambah wajib pajak baru dan menciptakan pajak-pajak yang baru atau memperluas ruang lingkup pajak yang ada. Harahap (2004:88) menyatakan ekstensifikasi merupakan cara yang paling efektif, dengan ekstensifikasi diharapkan semakin banyak wajib pajak yang terdaftar dan dapat meningkatkan penerimaan pajak, ekstensifikasi waijb pajak dilakukan dengan memperluas basis subjek pajak dan objek pajak. Ekstensifikasi dalam skala mikro, fiskus menambah wajib pajak terdaftar dari hasil mencermati adanya wajib pajak yang memiliki obyek pajak untuk dikenakan pajak, namun belum terdaftar dalam administrasinya. Ekstensifikasi dapat terjadi secara “soft”, yaitu wajib pajak secara suka rela mendaftarkan diri. Atau dapat juga, berdasarkan data yang dimilikinya fiskus melakukan pengukuhan secara jabatan. Ekstensifikasi dalam skala makro, ada dalam tataran kebijakan. Fiskus mengenakan pajak atas subyek ataupun obyek pajak yang semula belum dikenakan pajak, Ini dilakukan sejalan dengan perkembangan potensi ekonomi, baik melalui perkembangan teknologi industri, perdagangan, transportasi, maupun informasi. Dengan pengkajian yang komprehensif, dapatlah ditentukan subyek ataupun obyek pajak baru yang akan menambah penerimaan pajak (Suminarto-Basuki, diakses pada tanggal 3 Maret 2012).
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan Penelitian Neuman membedakan pendekatan penelitian menjadi pendekatan kualitatif dan
pendekatan kuantitatif. Sebagaimana yang tercermin dalam bukunya yang berjudul “. . . qualitative and quantitative approaches”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif ini dengan merujuk kepada Marshall dan Rosman adalah penelitian ini tidak dapat dilaksanakan secara eksperimental, selain itu penelitian ini juga menggali secara mendalam akan sebuah tujuan yang diinginkan oleh Dirjen Pajak dengan program sensus pajak. 3.2
Jenis Penelitian
3.2.1
Berdasarkan Tujuan Penelitian Jika ditinjau dari tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Soehartono, 1995, p.35).
3.2.2
Berdasarkan Manfaat Penelitian Jika dilihat dari segi manfaat, penelitian ini termasuk penelitian murni. Penelitian murni cenderung berorientasi akademik dan ilmu pengetahuan (Prasetyo dan Jannah, 2005:37).
Penelitian
ini
diselenggarakan
dalam
rangka
memperluas
dan
memperdalam pengetahuan secara teoritis (Nawawi, 1985:30). 3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu Dilihat dari segi dimensi waktunya, penelitian ini termasuk ke dalam cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
dan hanya mengambil satu bagian dari fenomena sosial pada satu waktu tertentu tersebut (Prasetyo dan Jannah, 2005). 3.3
Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2005:62). Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 1999:211). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan dua studi dalam mengumpulkan data yaitu melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Data primer didapatkan secara langsung dari responden yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu dengan studi lapangan, sedangkan data sekunder didapatkan melalui studi kepustakaan. 1.
Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber atau informan yang telah dipilih. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang utnuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik (Sugiyono, 2005:72).
2.
Studi Literatur Menurut Herdiansyah (2010:89) studi literatur atau kajian teoritis diperlukan dalam penelitian kualitatif maupun kuantitatif sebagai sumber informasi dan pertimbangan dalam melakuakan analisis, walaupun keterlibatan teori dan literatur sangat minim. Pada penelititan kualitatif yang digunakan sebagai dasar pijakan adalah sudut pandang dari subjek penelitian dalam memandang suatu fenomena atau memaknai suatu pengalaman subjektifnya.
3.4
Teknik Analisis Data Merujuk pada Cresswell, analisis pada hasil penelitian kualitatif adalah textual
analysis. Analisis ini adalah suatu cara mengolah data dimana peneliti harus mengungkapkan kata demi kata terhadap informasi yang diungkapkan oleh informan sesuai apa adanya, yang
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
selanjutnya akan diberikan kesimpulan oleh peneliti atas informasi yang telah diungkapkan oleh masing-masing informan. 3.5
Narasumber atau Informan Adapun dalam penelitian ini ada beberapa informan, antara lain sebagai berikut: 1. Aparat Direktorat Jenderal Pajak a. Rianetty selaku Kepala Seksi Ekstensifikasi Kanwil DJP Jakarta Pusat b. Sungkowo selaku Staff Ekstensifikasi Kanwil DJP Jakarta Pusat c. Eny Hartati selaku Staff Ekstensifikasi Kanwil DJP Jakarta Pusat d. Sutrisno selaku Staff Ekstensifikasi Kanwil DJP Jakarta Pusat e. Awaliyah selaku Staff KPP Tanah Abang serta petugas sensus 2. Praktisi a. TB Eddy Mangkuprawira sebagai Dosen di FIFIP UI dan juga merupakan pendiri Lembaga Bantuan Hukum Pajak
3.6
Proses Penelitian Proses penelitian dimulai dari peneliti membaca sebuah artikel di website Direktorat
Jenderal Pajak tentang sensus pajak, sehingga pada akhirnya tertarik untuk menjadikan tema tersebut sebagai skripsi. Dengan adanya program dari DJP tentang sensus pajak nasional diharapkan dapat menjaring wajib pajak-wajib pajak baru baik orang pribadi maupun badan terutama. Setelah ada fenomena penelitian, kemudian peneliti mencari data sekunder sebagai dasar dari rumusan permasalahan, selanjutnya dengan mengumpulkan data-data melalui studi literatur dan wawancara dengan para pihak yang terkait dengan permasalahan yang diangkat. Kemudian data-data yang telah terkumpul tersebut merupakan bahan untuk selanjutnya dilakukan analisis sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dan menarik kesimpulan penelitian. 3.7
Site Penelitian Site penelitian merupakan ruang lingkup dimana penelitian dilakukan, penelitian ini
dilakukan pada site atau lokasi yang terkait dengan tema penelitian. Adapun site atau lokasi penelitian yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah Kantor Wilayah Pajak Jakarta Pusat, dan tempat perbelanjaan yang ada di Jakarta Pusat.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Analisis Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Di Kanwil DJP Jakarta Pusat Sebagaimana telah diuraikan pada bab 2, menurut Edward III pelaksanaan suatu kebijakan dapat dianalisis menggunakan beberapa variable. Penulis telah melakukan wawancara dengan Ibuk Netty dan Bapak Sungkowo dari Seksi Ekstensifikasi Pajak di Kanwil DJP Jakarta Pusat untuk mengetahui pelaksanaan kebjakan sensus pajak nasional dan pada bab ni penulis akan melakukan analisis pelaksanaan sensus pajak nasional yang dilakukan pada Kanwil DJP Jakarta Pusat menggunakan variabel – variabel yang ditetapkan oleh Edward III sebagaimana berikut: 1. Variabel Komunikasi Penerapan variabel komuniskasi pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di wilayah DJP Jakarta Pusat pada umumnya telah terlaksana dengan cukup baik. Berdasarkan keterangan yang didapat dari Ibu Netty dan Bapak Sungkowo, dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dibentuk Tim Sensus Pajak Nasional oleh Menteri Keuangan yang akan bertugas melaksanakan kegiatan sensus tersebut. Dalam tim tersebut terdapat ketua tim yang akan melakukan koordinasi dengan para anggota tim. Ketua tim inilah yang akan bertugas untuk menjamin pelaksanaan sensus tersebut, segala informasi dari atas pelaksanaan sensus pajak nasional kemudian dilaporkan kepada penanggung jawab sensus pajak nasional. Komunikasi dilakukan dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sensus pajak nasional dimulai dari bawah yaitu anggota tim pelaksana, masing – masing ketua bidang pelaksana, ketua tim pelaksana hingga penanggungjawab sensus pajak nasional. Komunikasi yang dilakukan antara anggota pelaksana, ketua dan penanggungjawab sensus pajak nasional pada umumnya sudah terlaksana dengan baik, dengan dilaksanakannya sensus pajak nasional sesuai dengan SOP yang ada dan laporan yang disampaikan
kepada
penanggungjawab
pajak
telah
sampai
pelaksanaannya.
2. Sumber Daya
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
sesuai
dengan
Sumber Daya Manusia yang ada dalam tim sensus pajak nasional diakui sudah cukup tersedia, setiap kantor pelayanan pajak memiliki anggota tim sensus pajak nasional di setiap KPP yang berada di Kanwil DJP Jakarta Pusat terdiri dari 2 kelompok, masingmasing kelompok berjumlah sekitar 40 orang, dari masing – masing anggota tersebut sudah dilengkapi dengan surat tugas untuk melaksanakan sensus pajak nasional. Sebelum melaksanakan sensus pajak nasional, setiap anggota pelaksana sensus pajak nasional dibekali dengan keahlian dasar mengenai perpajakan, diberi penyuluhan mengenai tata cara pelaksanaan sensus pajak nasional sesuai dengan SOP yang ada, serta diberikan fasilitas – fasilitas untuk melaksanakan sensus pajak nasional. Sehingga ketika melaksanakan sensus pajak nasional di lapangan, para anggota pelaksana dapat melaksanakannya sesuai dengan prosedur yang ada, dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pada Kanwil DJP Jakarta Pusat juga terdapat tim yang bertugas untuk menghimpun data hasil sensus dan evaluasi yang juga telah dibekali dengan dasar – dasar pelaksanaan sensus dan keahlian perpajakan yang baik. 3. Disposisi atau Perilaku Disposisi kewenangan telah dibagi berdasarkan tugas dan wewenang masing – masing anggota Tim sensus pajak nasional, sesuai dengan jabatannya masing – masing. Sehingga tidak terjadi over-lapping tugas dan wewenang dari para anggota tim. Pembagian tugas dan wewenang ini diharapkan akan membuat kebijakan sensus pajak nasional ini dapat terlaksana secara efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan. Mengenai insentif, berdasarkan keterangan dari Ibu Netty dan Bapak Sungkowo, memang terdapat insentif yang diberikan oleh Kementerian Keuangan yang sudah termasuk ke dalam Anggaran pelaksanaan sensus pajak nasional pada Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Implikasi Sensus Pajak Nasional Terhadap Peningkatan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar di Kantor Wilayah Jakarta Pusat 5.2.1
Sensus Pajak Nasional dan Ekstensifikasi Pajak Kebijakan pajak menurut Mansury adalah kebijakan yang berhubungan
dengan penentuan apa yang dijadikan tax base, siapa-siapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan, bagaimana menentukan besarnya pajak yang terhutang
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
dan bagaimana menentukan prosedur pelaksanaan kewajiban pajak terhutang (Mansury, 1999, p.1). Salah satu kebijakan yang saat ini dilakukan adalah kebijakan sensus pajak nasional sebagai salah satu upaya dari ekstensifikasi Dirjen Pajak (DJP). Seperti yang disampaikan Mansury, kebijakan sensus pajak nasional ini untuk mendata, siapa-siapa saja yang wajib untuk dikenakan pajak atau wajib memiliki NPWP, serta yang tidak wajib memiliki npwp. Sensus Pajak Nasional tahap 1 dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2011. Sasaran dari sensus pajak nasional tahap 1 ini yaitu badan dan/atau orang pribadi yang berada di lokasi sentra bisnis atau high rise building. Serta sensus pajak nasional ini dianggap penting mengingat banyak subjek pajak yang belum mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak. Seperti yang dikemukakan oleh Pak Edy Mangku yang merupakan dosen sekaligus praktisi di dunia perpajakan, sebagai berikut: “kebijakan nya itu penting memang karena selama ini belum seluruh wajib pajak itu melaksanakan ketentuan pasal 2 yaitu kewajiban mendaftarkan diri kalau telah terpenuhi syarat subjektif dan objektif. Nah, kewajiban melaporkan usaha untuk memperoleh PKP itu belum” Perluasan basis pajak (ekstensifikasi) adalah rangkaian aktivitas dalam rangka memperluas basis pajak dengan menambah jumlah wajib pajak. Hasil SPN yang masuk dalam kegiatan Ekstensifikasi akan ditindaklanjuti melalui tiga tahapan kegiatan, yiatu pemberian himbauan pendaftaran, pemantauan himbauan pendaftaran, dan pembuatan usulan daftar nominatif pemeriksaan (Panduan Sensus Pajak Nasional, p.45). Ekstesnsifikasi dan sensus pajak nasional memiliki esensi yang sama yaitu menjaring wajib pajak yang belum terdaftar. Seperti yang diutarakn Pak Edy Mangku sebagai berikut: “Pada dasarnya sih kebijakannya selalu sama yah, yaitu meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar. Cuma kalo sensus itu, ini kebetulan kan sensusnya nasional, artinya serentak dilakukan oleh para kepala kantor seluruh indonesia.” Selama betahun-tahun upaya menambah (ekstensifikasi) Wajib Pajak selalu dilakukan secara tradisional, yaitu himbauan melalui berbagai media, penyuluhan langsung dengan mendatangi Wajib Pajak potensial atau melalui seminar dan iklan di media masa adalah langkah-langkah konvensional dalam pelaksanaannya. Langkah-
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
langkah tersebut tetap diperlukan, namun perlu dilakukan upaya lain yang lebih konkret dan sistematis sehingga jumlah Wajib Pajak harus tumbuh mendekati angka yang sebenarnya. Ekstensifikasi dilakukan berdasarkan kebijakan dari setiap Kantor Pelayanan Pajak. Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Bu Eny sebagai berikut: “Kalau ekstensifikasi ini dilakukan berdasarkan kebijakan KPP nya masingmasing, jadi setiap KPP punya aturan nya sendiri tentang ekstensifikasi.” Ekstensifikasi merupakan tugas rutin dari setiap KPP, seperti yang diutarakan oleh Bapak Sutrisno, sebagai berikut: “ ..ekstensifikasi adalah tugas rutin dari setiap KPP, hampir setiap periode tertentu dilakukan ekstensifikasi.” SPN adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pada dasarnya SPN merupakan bagian dari ekstensifikasi pajak yang dilakukan oleh masing-masing KPP sesuai dengan kebijakan masing-masing KPP, hanya saja SPN dilakukan secara serentak (nasional) dan ada target yang dicapai. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Sutrisno, yaitu: “ sedangkan SPN bersifat nasional dan ada target yang dicapai. Pelaksanaan ekstensifikasinya sama antara KPP yang satu dengan yang lainnya karena kan ini udah ada patokan nya dari pusat” Sensus pajak nasional merupakan kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sensus Pajak Nasional memenuhi kedua fungsi perpajakan yaitu fungsi budgetair dan regulerand. Fungsi budgetair disebut sebagai fungsi utama atau fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undangundang perpajakan yang berlaku (Mardiasmo, 2006, p.1). Fungsi regulerend nya yaitu fungsi untuk mengatur atau melaksnakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (ibid, 2006, p.1). Hal tersebut dipertegas oleh Bu Eny:
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
“SPN memiliki 2 fungsi pajak tersebut. Fungsi budgetairnya dapat meningkatkan penerimaan pajak untuk waktu yang akan datang, sedangkan fungsi regularend yaitu setiap WNI yang memenuhi syarat subjektif dan objektif wajib memiliki NPWP.” 5.2.2 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Pertambahan jumlah wajib pajak terdaftar dalam pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak di Kanwil DJP Jakarta Pusat yaitu dengan melakukan sensus pajak nasional diharapkan dapat tercapai sesuai dengan rencana yang ditargetkan. Namun akan lebih baik lagi jika berhasil melewati target yang direncanakan. Berikut akan disajikan perkembangan jumlah wajib pajak terdaftar pada Kanwil DJP Jakarta Pusat pada masing-masing KPP yang ada dalam Kanwil DJP Jakarta Pusat. Tabel 5.1 Jumlah Wajib Pajak KPP 2009 CPT
Cempaka Putih
GB1
2010
2011
34.749
1.006
35.755
Gambir Satu
6.259
8.317
14.576
GB2
Gambir Dua
18.530
30.078
48.608
GB3
Gambir Tiga
16.549
49.190
65.739
GB4
Gambir Empat
8.336
20.412
28.748
58.992
20.462
79.454
MDY Madya
1.008
17.276
18.284
MT1
Menteng Satu
7.358
18.851
26.209
MT2
Menteng Dua
15.854
20.387
36.241
MT3
Menteng Tiga
6.182
7.147
13.329
SB1
Sawah Besar Satu
19.515
26.491
46.006
SB2
Sawah Besar Dua
12.686
6.489
19.175
KMY Kemayoran
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
TA1
Tanah Abang Satu
5.862
6.872
12.734
TA2
Tanah Abang Dua
25.690
8.186
33.876
TA3
Tanah Abang Tiga
15.002
17.824
32.826
SNN
Senen
45.445
49.040
94.485
TOTAL
298.017 308.028 606.045
Sumber: Seksi PDI, Kanwil DJP Jakarta Pusat Dilihat dari tabel diatas, dapat dikatakan bahwa terjadi perkembangan jumlah wajib pajak terdaftar dalam tiga tahun yakni dari tahun 2009-2011. Yaitu sekitar 24% perkembangan jumlah wajib pajak. Pada tahun 2009 jumlah wajib pajak sebanyak 298.017 wajib pajak dan meningkat menjadi 606.045 jumlah wajib pajak terdaftar pada tahun 2011. Dapat dilihat pula bahwa peningkatan jumlah pajak terbanyak yaitu pada KPP Pratama Gambir Tiga. Sedangkan untuk KPP Cempaka Putih perlu dijaring lebih banyak lagi wajib pajak, karena berdasarkan data di atas, kenaikan jumlah wajib pajak hanya 1.006 wajib pajak. Peningkatan jumlah wajib pajak tersebut terjadi karena ekstensifikasi yang dilakukan berupa SPN mulai dijalankan pada tahun 2011. Sensus pajak nasional merupakan salah satu kegiatan dari ekstensifikasi. SPN pada dasarnya merupakan program ekstensifikasi yang produktif yakni dengan mendatangi subjek pajak secara langsung di lokasi tempat usaha maupun tempat tinggal mereka. Kegiatan sensus ini juga diikuti dengan kegiatan penyuluhan dan himbauan kepada wajib pajak untuk membayar dan melaporkan pajak. SPN dilaksanakan dengan tujuan untuk perluasan basis pajak, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan jumlah penerimaan SPT Tahunan PPh, serta pemuktahiran data wajib pajak. SPN tahap pertama yang telah berjalan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2011 sasaran nya yaitu ke bangunan-bangunan tinggi (high rise building), sedangkan fokus untuk SPN tahap kedua yaitu pemukimanpemukiman warga. Seperti ditegaskan oleh Bu Eny dalam wawancara sebagai berikut: “SPN itu merupakan kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakn dalam rangka memperluas basis pajak, artinya ekstensifikasi dengan mendatangi wajib pajak di seluruh Indonesia. Dilakukan secara serentak dan dalam rentang waktu tertentu. Serta sosialisasi pajak sekaligus mengingatkan WP untuk membayar pajak, karena petugas akan mendatangi WP langsung (proaktif).”
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Partisipasi masyarakat dengan kegiatan sensus pajak ini yaitu melalui pengisian FIS (Formulir Isian Sensus). FIS merupakan sarana petugas sensus untuk memperoleh mengenai keadaan sebenarnya wajib pajak. Seperti yang dikemukakan oleh Bu Eny: “ metode pelaksanaan nya melalui sensus karena kita dapat mengetahui keadaan sebenarnya wajib pajak terkait petugas yang mendatangi langsung tempat usaha atau domisili wajib pajak” Berdasarkan kategori wajib pajak menurut FIS (Formulir Isian Sensus). Dimana kategori 1 yaitu apabila responden bersedia mengisi dan menandatangani FIS. Kategori 2 yaitu apabila responden menolak untuk mengisi FIS. Kategori 3 yaitu apabila responden tidak berada ditempat sensus, akan tetapi ada pihak yang mewakili responden. Sedangkan untuk kategori 4 yaitu apabila objek sensus belum/tidak berpenghuni. Berikut merupakan data hasil sensus pajak berdasarkan FIS: Tabel 5.2 No 1
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) 021 - PRATAMA JAKARTA
Kategori Wajib Pajak Target 1
2
3
4
Total
2,603
840
0
1
1,978
2,819
2,500
1,314
3
116
957
2,390
4,400
1,627
440
153
1,862
4,082
2,000
1,159
123
550
341
2,173
400
155
3
24
2
184
4,400
1,653
12
1,068
0
2,733
2,200
1,082
49
237
0
1,368
3,000
1,425
173
1,333
932
3,863
MENTENG SATU 2
022 - PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG SATU
3
023 - PRATAMA JAKARTA SENEN
4
024 - PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH
5
025 - PRATAMA JAKARTA GAMBIR SATU
6
026 - PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR SATU
7
027 - PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN
8
028 - PRATAMA JAKARTA GAMBIR DUA
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
9
029 - PRATAMA JAKARTA
2,000
581
45
104
1,789
2,519
4,400
1,060
164
37
577
1,838
8,100
2,097
132
1,543
187
3,959
1,300
1,241
10
217
4
1,472
4,400
1,712
124
627
345
2,808
300
28
0
1
0
29
1,500
426
12
137
0
575
43,503
16,400
1,290
6,148
8,974
32,812
GAMBIR TIGA 10
071 - PRATAMA JAKARTA MENTENG DUA
11
072 - PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG DUA
12
074 - PRATAMA JAKARTA GAMBIR EMPAT
13
075 - PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA
14
076 - PRATAMA JAKARTA MENTENG TIGA
15
077 - PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG TIGA TOTAL
Sumber: Seksi Ekstensifikasi, Kanwil DJP Jakarta Pusat Dari data di atas, terlihat target wajib pajak yang ingin di jaring melalui SPN yaitu sebanyak 43,503 wajib pajak. Yang berhasil terjaring dengan SPN yaitu sebanyak 32,812. 16,400 wajib pajak berhasil didata dengan mengisi dan menandatangani FIS. 1,290 menolak untuk mengisi FIS. Yang diwakilkan untuk mengisi FIS dikarenakan wajib pajak yang bersangkutan tidak ada di tempat yaitu sebanyak 6,148. Sedangkan sebanyak 8,974 objek pajak ternyata setelah disensus belum/tidak berpenghuni. Berdasarkan Tabel 5.1 disebutkan bahwa sebelum dilakukan Sensus Pajak Nasional, di Kanwil DJP Jakarta Pusat terdapat 308,028 wajib pajak pada tahun 2010. Dan pada tahun 2011 terdapat 606,645 wajib pajak terdaftar. Dimana 32,812 wajib pajak telah terjaring melalui Sensus Pajak Nasional. Dengan bertambahnya jumlah wajib pajak terdaftar di Kanwil DJP Jakarta Pusat diharapkan dapat berbanding lurus dengan penerimaan. Sensus Pajak Nasional dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Petugas melakukan jemput bola dengan mendatangi langsung responden sekaligus memberikan penjelasan dan pendidikan tentang pajak kepada masyarakat. Jika wawasan masyarakat meningkat, kesadaran membayar pajak mun meningkat.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
5.2.3
Kendala atau Hambatan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di
Kanwil
DJP Jakarta Pusat serta Solusinya A. Wajib Pajak Yang Susah Ditemui Salah satu kendala yang dihadapi oleh petugas sensus yaitu sebagian wajib pajak yang menjadi target atau sudah masuk dalam data KPP ternyata sulit untuk ditemui. Seperti yang disampaikan oleh Bu Awal seperti berikut: “kadang pas kita kesana, wajib pajak nya tuh susah banget buat ditemui. Macem-macem alesannya, misalnya lagi meeting sama client, keluar kota, ataupun sakit, pokoknya lagi gak ada di tempat” Diantara wajab pajak yang susah ditemui, terdapat wajib pajak yang menolak untuk mengisi FIS. Untuk wajib pajak yang susah ditemui, solusi dari kendala yang dihadapi tersebut yaitu dengan menitipkan FIS terlebih dahulu. B. Tempat Yang Didatangi Dalam Kondisi Tidak Berpenghuni Data yang dimiliki oleh petugas sensus tidak menjamin tentang kepastian wajib pajak yang bersangkutan. Berdasarkan data tersebut, tempat yang didatangi dalam kondisi tidak berpenghuni merupakan salah satu kendala yang ditemui oleh petugas sensus. Hal tersebut terjadi karena data kurang update. Seperti yang dikemukakan oleh Bu Awal sebagai berikut: “pas kita datengin, kantor tersebut kosong, udah gak berpenghuni lagi, mungkin pindah alamat tapi datanya kita belum update” Solusi mengenai hal ini yaitu dengan mengupdate data wajib pajak terbaru, sehingga untuk kedepan nya apabila petugas mengunjungi tempat dimana wajib pajak berada kondisinya tidak lagi kosong. Dengan adanya kendala-kendala yang terjadi di lapangan, Kanwil DJP Jakarta Pusat telah memberikan solusi-solusi dari setiap permasalahan yang terjadi untuk meminimalisir masalah yang terjadi, serta memberikan sosialisasi kepada wajib pajak agar sedikitnya mengetahui gambaran tentang sensus pajak nasional. Berdasarkan wawancara dengan Bu Eny, adapun sosialisasi yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat ialah sebagai berikut:
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
a) Dilakukan sosialisasi atau kampanye kepada sejumlah lokasi sentra bisnis yang terdapat wajib pajak potensial, menyebarkan sejumlah selebaran yang berisi tentang informasi sensus pajak nasional di beberapa pusat perbelanjaan, atau mall, perumahan mewah, dan juga apartment b) Memasang spanduk-spanduk atau pemeberitahuan kepada ketua RT atau RW bahwa akan dilaksanakan sensus pajak nasional. 5.3
Efektivitas Sensus Pajak Nasional pada Kanwil DJP Jakarta Pusat Sensus merupakan suatu sarana yang amat penting bagi pemerintah untuk mengukur
keadaan 24ystem, ekonomi, dan demografi penduduk. Sebelum sensus dilaksanakan, badanbadan perencana dan penasehat mengadakan suatu pertemuan untuk menentukan informasi apa saja yang perlu dikumpulkan untuk menentukan informasi apa saja yang perlu dikumpulkan dalam sensus (McDonald, 1983:29). Metode sensus dinilai sudah cukup pas. Hal tersebut dipertegas oleh Bapak Sutrisno: “Yang paling pas adalah dengan sensus, karena dengan sensus dapat diperoleh datadata wajib pajak dengan detail.” Tetapi sebetulnya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah dalam hal ini DJP yang dapat dilakukan selain dengan menggunakan sensus. Salah satunya yaitu dengan memanfatkan ketentuan pasal 35A UU KUP, yaitu berisi kewajiban semua pihak untuk memberikan data dan informasi perpajakan kepada Ditjen Pajak. Di pasal tersebut disebutkan, data dan informasi perpajakan yang harus disampaikan adalah kegiatan usaha, peredaran usaha, penghasilan yang bersangkutan, data nasabah debitur, transaksi keuangan, kartu kredit, lalu lintas devisa. Karena sensus pajak ini memerlukan dana dan waktu yang lama. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Pak Edy Mangku: “Tapi sebetulnya SPN itu yaaa yang memerlukan dana besar, tenaga besar, biaya besar itu adalah bisa disiasati dengan cara lain yaitu dgn memanfaatkan ketentuan psl 35 A UU KUP” Dengan tidak tercapainya target wajib pajak yang ditargetkan untuk dilakukan SPN, maka dari segi jumlah wajib pajak yang akan dilakukan SPN terhadapnya, kebijakan SPN pada Kanwil DJP Jakarta Pusat belum berjalan secara efektif. Hal ini dapat diukur melalui beberapa 2 indikator yaitu produktivitas dan kualitas layanan.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Berdasarkan keterangan dari Ibu Netty dan Bapak Sungkowo, memang masih kurang dilakukan sosialisasi dari kantor pajak dalam pelaksanaan SPN terhadap para wajib pajak, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa kualitas layanan, dalam hal ini sosialisasi atas pelaksanaan SPN masih belum dilakukan secara maksimal. Selain itu kurangnya kinerja dari petugas dilapangan untuk menjaring wajib pajak agar dapat mengisi FIS juga merupakan kemungkinan yang terjadi, sehingga produktivitas (dalam hal ini target wajib pajak) masih belum dilakukan secara maksimal dan mengakibatkan kebijakan SPN ini belum dilaksanakan secara efektif. Sebenarnya terdapat cara-cara lain yang lebih efisien dibandingkan dengan melalui sensus pajak ini. Setiap perusahaan memiliki izin usaha, izin mendirikan bangunan, dan setiap kendaraan bermotor mempunyai dokumen-dokumen terkait. Pemerintah dalam hal ini DJP dapat meminta data perpajakan melalui instansi-instansi terkait, lalu di cross check dengan data yang dimiliki. Jika ada yang belum terdaftar baru didatangai agar lebih efisien. Hal ini ditegaskan oleh Pak Eddy Mangku sebagai berikut: “Setiap instansi yang menangani apa namanya hmmm apa misalnya izin usaha itu kan ada, izin bangunan ada, apa namanya untuk kendaraan brmotor apapun itu ada kepolisian dan apa namanya DLADJR, kemudian instansi lainnya banyak lah yah lagi yang bisa memberikan data perpjakan itu seharusnya diminta dari situ. Dibuat daftarnya, dikaitkan eh di cross check dengan daftar wajib pajaknya kan ketauan yang belum jadi mereka itulah yang nantinya dikirimi questioner dengan cara itu lebih efisien menurut saya”
SIMPULAN DAN SARAN 1.1
Simpulan Berdasarkan uraian pada bab 5 maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1.1.1 Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Pada Kanwil DJP Jakarta Pusat Komunikasi yang terjadi antara tim sensus telah terjalin dengan baik. Tim sensus telah mengikuti SOP yang ada dengan baik. Sebelum dilakukan pensensusan petugas sensus yang terdiri dari pegawai KPP telah dibekali dengan pengetahuan yang cuukup mengenai sensus pajak dan pemahaman mengenai pajak. Tidak
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
adanya tumpang tindih tugas antar masing-masing petugas sensus karena masingmasing telah diberikan tugas nya secara jelas. Kanwil DJP Jakarta Pusat dalam hal ini bertugas memonitoring dan mengevaluasi hasil sensus pajak yang dilakukan oleh KPP yang berada dalam wilayah kerjanya. 1.1.2 Implikasi Sensus Pajak Nasional terhadap ekstensifikasi Wajib Pajak Terdaftar di Kanwil DJP Jakarta Pusat Sebelum dilakukan Sensus Pajak Nasional, di Kanwil DJP Jakarta Pusat terdapat 308,028 wajib pajak pada tahun 2010. Dan pada tahun 2011 terdapat 606,645 wajib pajak terdaftar. Dimana 32,812 wajib pajak telah terjaring melalui Sensus Pajak Nasional. Target dari Kanwil DJP Jakarta Pusat yaitu menjaring wajib pajak sebanyak 43,503 wajib pajak tetapi hanya terealisasi 32,812 wajib pajak. Hal ini dikarenakan masih terdapat kendala dalam pelaksanaan nya. Adapun kendalakendalanya yaitu ketika didatangani oleh petugas sensus ternyata wajib pajak tidak berada ditempat atau tidak dapat ditemui. Kondisi tersebut masuk dalam kategori 3 Formulir Isian Sensus (FIS). Jika wajib pajak yang didatangi tidak berada ditempat maka FIS tersebut akan dititpkan terlebih dahulu atau diwakilkan orang untuk mengisinya. Kendala berikutnya yaitu tempat yang didatangi tidak berpenghuni. Hal ini diakibatkan kurang update data wajib pajak yang ada didatabase Kanwil DJP Jakarta Pusat. Kondisi tersebut masuk dalam kategori 4 FIS. 1.1.3 Efektivitas Sensus Pajak Nasional Pada Kanwil DJP Jakarta Pusat Dengan tidak tercapainya target wajib pajak yang ditargetkan untuk dilakukan SPN, maka dari segi jumlah wajib pajak yang akan dilakukan SPN terhadapnya, kebijakan SPN pada Kanwil DJP Jakarta Pusat belum berjalan secara efektif. Dari segi efisiensi, pelaksanaan sensus pajak tersebut dinilai pulang kurang efisien, mengingat waktu dan materi banyak terkuras. Menurut penulis, terdapat beberapa cara selain sensus yang dinilai lebih efisien yaitu dengan sistem barcode dan kerjasama dengan pihak ketiga atau instansi-instansi terkait sehubungan dengan pemuktahiran data wajib pajak. 1.2
Saran
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tahap 1 ini, yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat tidak berjalan sesuai yang diharapkan, terdapat berbagai saran untuk kendala-kendala tersebut, antara lain: a. Perlunya dilakukan pendataan wajib pajak yang lebih akurat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pendataan lebih intens, seperti pendataan rutin setiap bulannya di masing-masing KPP. Serta agar lebih efisien dilakukan sistem barcode dan kerjasama dengan pihak ketiga. b. Agar dapat meningkatnya wajib pajak melalui program sensus pajak nasional, maka seharusnya dapat dilakukan sosialisasi atau kampanye kepada sejumlah lokasi sentra bisnisyang terdapat wajib pajak potensisal, menyebarkan sejumlah selebaran yang berisi tentang informasi sensus pajak nasional di beberapa pusat perbelanjaan, atau mall, perumahan mewah, dan juga apartment. c. Kanwil DJP Jakarta Pusat sebagai salah satu pelaksana sensus pajak nasional, seharusnya lebih mengoptimalkan promosi mengenai SPN, karena banyak para wajib pajak yang belum mengetahui program ini, salah satunya dengan memasang spanduk-spanduk atau pemberitahuan kepada Ketua RT atau Ketua RW bahwa akan dilaksanakan sensus pajak, atau dengan media elektronik seperti memasang iklan di televisi.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Buku Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV. Alfabeta. Ali,Chidir. 1993. Hukum Pajak Elementer. Bandung: Eresco AR. Mustopadidjaja. (2003). Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi Dan Evaluasi Kinerja, Lembaga Administrasi Negara, Republik Indonesia. Jakarta: Duta Pertiwi Foundation Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. SAGE Publications Dunn, W, N, 1999. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Edward III, George. (1980). Implementating Public Policy. Washington DC: Congressional Quaterly Press. Etzioni, Amitai. 1983. Organisasi-organisasi Modern. Jakarta: UI dan Pustaka Bradjaguna Handayaningrat, Soewarno, 1982. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management. Jakarta: PT. Gunung Agung. Harahap, Abdul Asri. 2004. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia: Perspektif EkonomiPolitik. Jakarta: Integrita Dinamika Press Herdiansyah, Heris. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: salemba humanika Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogjakarta: UPP AMP YKPN Marsuni. 2006. Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia, Yogyakarta: UII Press Mansury, R. 1994. Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan di Indonesia. Jakarta: PT Bina Rena Parawira 1999. Kebijakan Fiskal. Jakarta: YP4 Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Yoyakarta: Andi 2006. Perpajakan. Yogyakarta: Andi
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
McDonald, Peter F. 1983. Pedoman Analisis Data Sensus 1971-1980. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Nasution. 1988. Metode Naturalistik Kualitatif. Bandung; Tarsito Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia Nazir, Moh. 2003. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Nurmantu, Safri. Dasar-dasar Perpajakan, Jilid 1. Jakarta : Ind-Hill-Co Pengantar pepajakan.2003. Jakarta: Granat Prasetya, Adinur dkk. 2006. The Indonesian tax Brief. Jakarta: Koperasi Pegawai Kantor. Pusat Direktorat Jenderal Pajak Prasetyo, Bambang, Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Shome, Parthasarathi. 2005. Tax Policy Handbook. Washington: Fiscal Affairs Department. International Monetary Fund Soemitro, Rochmat. 1988. Pajak dan Pembangunan. Bandung: PT Eresco Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga Subagyo, Joko P. 1997. Metode penelitian dalam teori dan praktek. Jakarta: Rineka cipta Subiyantoro, Heru dan Singgih Riphat. 2004. Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Sugiyono. 2005. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: alphabet Suhartono, Irawan. 2000. Metode Penelitian sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suryabrata, Sumadi. 1990. Metodologi Peneltian. Jakarta: Rajawali Syamsi, Ibnu. 1995. Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta : Media Presindo.
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013
Zahnd, Markus. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu. Jakarta: Kanisius
Undang-Undang Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Per-09/PJ/2012 Tentang Perubahan Atas Per30/PJ/2011 Tentang Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Per-30/PJ/2011 Tentang Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional Sumber Lainnya Ayo Sukseskan Sensus Pajak Nasional, http://berita.liputan6.com/read/353974/ayosukseskan-sensus-pajak-nasional, diakses pada tanggal 2 Maret 2012 Ekstensifikasi Pajak Bakal Selamatkan Anggaran, www.tempo.com/ekstensifikasi-pajakbakal-selamatkan-anggaran Genjot Penerimaan Pajak, Pemerintah "Buru" Segala Penjuru, http://news.okezone.com/read/2012/01/02/349/550361/genjot-penerimaan-pajakpemerintah-buru-segala-penjuru, diakses pada tanggal 25 Januari 2012 Masalah Ekstensifikasi Wajib Pajak, nanangfahrudin10.blogspot.com/2012/07/masalahekstensifikasi-wajib-pajak.html, diakses pada tanggal 5 Desember 2012 Purnomo, Hadi; APBN-P, Targetkan Penerimaan Pajak Rp. 319,4 Trilliun, Indonesia Tax Review, Volume 1/nomer 12/2005 Sensus Pajak Nasional Dimulai, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/30/08543423/Sensus.Pajak.Nasional. Dimulai, diakses pada tanggal 2 Maret 2012
Analisis pelaksanaan..., Sulistia Widi Astuti, FISIP UI, 2013