Persepsi Wajib Pajak Tentang Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Di KelurahanJagakarsa, Jakarta Selatan)
Arif Dai Permana1, Wisamodro Jati, S.Sos, M.Int.Tax2 1 2
Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstrak Adanya pengalihan pengelolaan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah menjadikan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola PBBP2. Sejak 1 Januari 2014, kebijakan ini digunakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan PAD, yaitu dengan menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari tanah dan bangunan di DKI Jakarta. Penelitan ini membahas mengenai bagaimana persepsi wajib pajak di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan tentang kenaikan NJOP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survei kuesioner dan studi kepustakaan.Metode analisis yang digunakan adalah analisis univariat.Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi wajib pajak di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan, tentang kenaikan NJOP adalah baik. Kata kunci: Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak, Persepsi Wajib Pajak. Taxpayer Perceptions on Increases of Tax Object Sale Value (Case Study on Taxpayer in Kelurahan Jagakarsa, South Jakarta) Abstract Management transfer of PBB-P2 from the Central Government to the Local Government makes the Local Government has a greater authority in managing PBB-P2. Since January 1, 2014, this policy is used by Jakarta Provincial Government to increase the revenue, ie by increasing the Tax Object Sales Value (SVTO) of land and buildings in Jakarta. This research discusses about how the perception of the taxpayer in Kelurahan Jagakarsa, South Jakarta on the increases of tax object sale value. This research uses a quantitative approach with data collection techniques through questionnaire surveys and literature studies. The analytical method used was the univariate analysis. The results showed that the perception of taxpayers in Kelurahan Jagakarsa, South Jakarta, on the increases of tax object sale value is good. Keywords:Property Tax, Tax Object Sale Value, Taxpayer Perceptions.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2014, seluruh pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Indonesia diwajibkan untuk mengelola Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (selanjutnya disebut PBB-P2). Pengalihan pengelolaan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah ini merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.Bentuk kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan
PBB-P2
akandiselenggarakan
oleh
Pemerintah
Daerah
(Kabupaten/Kota).
(Kementerian, 2014) Tujuan pengalihan pengelolaan PBB-P2 kepada pemerintah Kabupaten/Kota adalah untuk memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dengan memperluas basis pajak daerah dan penetapan tarif pajak. Kewenangan yang diberikan ini tercantum dalam Pasal 80 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dimana masing-masing Kabupaten/Kota dapat menentukan tarif PBB-P2 sendiri dengan ketentuan paling tinggi sebesar 0,3% dari sebelumnya yang memiliki tarif efektif sebesar 0,1% atau 0,2%. Artinya, secara legal ada ruang bagi pemerintah Kabupaten/Kota untuk menaikkan tarif PBB-P2 di wilayahnya.Namun, kebijakan tarif yang diambil oleh pemerintah Kabupaten/Kota juga harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di wilayahnya agar tidak menimbulkan gejolak di kemudian hari. (Kementerian, 2014) Pada saat dikelola oleh Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8% dari jumlah penerimaan PBB-P2 di wilayahnya. Kini dengan adanya pengalihan pengelolaan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kabupaten/Kota, seluruh penerimaan PBB-P2 akan masuk ke kas Kabupaten/Kota tersebut sehingga diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya. (Kementerian, 2014)
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Gambar 1.1.Perbandingan Penerimaan PBB-P2 Sebelum dan Setelah Pengalihan Sumber: www.pajak.go.id
Dalam jangka pendek, tidak semua daerah menikmati peningkatan penerimaan PBB P2 akibat pengalihan ini, bahkan ada yang mengalami penurunan. Hal ini disebabkan masih ada daerah yang masih sangat mengandalkan penerimaan PBB P2 dari hasil bagi rata 6,5% dan insentif 3,5%. Artinya terjadi ketimpangan yang sangat besar antara realisasi penerimaan murni dan tambahan bagi hasil dari daerah lain. Akibatnya ketika penerapan UU PDRD seluruh bagi rata yang selama ini diperoleh dari bagian daerah lain akan hilang. Kondisi berbeda terjadi pada provinsi yang selama ini memberikan sebagian penerimaan PBB P2 ke daerah lain. Ketika penerapan UU PDRD, sebagian besar Kabupaten/Kota di provinsi ini dalam jangka pendek sudah dapat menikmati peningkatan penerimaan PBB P2. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah biaya pengelolaan PBB P2 (collection cost). Biaya pengelolaan yang selama ini ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat, dengan berlakunya UU PDRD maka pemerintah daerah secara otomatis akan menanggungnya. Artinya dimungkinkan ada daerah yang biaya pengelolaannya nanti akan lebih besar dibandingkan dengan hasil pemungutannya.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Salah satu daerah yang memanfaatkan kesempatan ini untuk dapat meningkatkan penerimaannya dari sektor PBB-P2 adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang mulai mengelola PBB-P2 sendiri sejak 1 Januari 2013 setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan material yang meliputi antara lain Objek dan Subjek Pajak, Tarif Pajak, Dasar Pengenaan dan Tata cara Penghitungan Pajak, Ketentuan mengenai masa pajak dan saat terutang pajak serta ketentuan lainnya. Untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor PBB, di tahun 2014 ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah dengan menaikkan NJOP di wilayahnya. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2013, kenaikan NJOP ini berkisar antara 120% sampai dengan 240%, disesuaikan dengan lokasi wilayah.Kenaikan NJOP ini bertujuan untuk menyetarakan harga yang beredar di lapangan, sebab perbedaan dengan harga pasar cukup signifikan karena selama empat tahun NJOP di Jakarta tidak naik. Keadaan ini akan meningkatkan penerimaan PBB karena NJOP merupakan dasar pengenaan PBB terutang. Disisi lain, peningkatan NJOP dapat memicu permasalahan tersendiri.Kenaikan NJOP tersebut berpotensi memberikanpersepsi yang negatif kepada masyarakat dalam membayar PBB karena PBB terutang akan menjadi lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berpotensi mempengaruhi tingkat kepatuhan pembayaran PBB yang dilakukan oleh wajib pajak.Oleh karena itu, penelitian ini berfokus untuk mengetahui persepsi wajib pajak mengenai kenaikan NJOP. Tinjauan Teoritis Persepsi wajib pajak tentang kenaikan NJOP dapat dilihat melalui beberapa konsep dan teori. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah konsep pajak bumi dan bangunan serta teori persepsi yang meliputi seleksi, organisasi, dan intepretasi. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek bumi dan/atau tanah dan/atau bangunan.Keadaan subjek pajak tidak ikut menentukan besarnya pajak (Kementerian, 2014).Bumi/tanah adalah permukaan bumi serta tubuh bumi yang ada di bawahnya,sedangkan
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan (Samudra, 1995, h.79). Pajak Bumi dan Bangunan tidak didasarkan atas pendapatan, melainkan kekayaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Musgrave yang mengatakan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan merupakan perwakilan utama dari pajak atas kekayaan (wealth taxation) dalam sistem perpajakan (Musgrave, 1995, h.807). Meskipun begitu, Pajak Bumi dan Bangunan tetap sejalan dengan prinsip ability-to-pay karena nilai tanah dan bangunan menjadi dasar pengenaan pajak, dan untuk memperluasnya diperlukan pendapatan yang sepadan. Orang yang memiliki kemampuan membayar tinggi akan dikenai biaya yang tinggi pula. Pajak Bumi dan Bangunan juga sejalandengan prinsip manfaat yang didasarkan atas pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah lokal. Misalnya, untuk membiayai pemadam kebakaran, jalan, taman, dan sebagainya yang sebenarnya memberi manfaat kepada pemilik tanah dan/atau bangunan itu sendiri karena fasilitas tersebut meningkatkan nilai bumi dan/atau bangunan yang mereka miliki (O’Sullivan, 1995, h.15). Pada dasarnya Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang mudah dalam pemungutannya karena sifat tanah dan bangunan yang tidak dapat disembunyikan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah cara tertua untuk memperoleh pemasukan bagi pemerintah. Meski peranan Pajak Bumi dan Bangunan dalam penerimaan pajak total umumnya menurun, tetapi jumlah mutlaknya terus meningkat pesat dan bagi pemerintah daerah Pajak Bumi dan Bangunan tetap menjadi sumber penerimaan yang utama (Devas dkk, 1999, h.118). Ketergantungan pemerintah daerah pada Pajak Bumi dan Bangunan, mengakibatkan pentingnya untuk memahami dan memastikan bagaimana tax rate dan tax base, karena jumlah penerimaan yang diperoleh dari Pajak Bumi dan Bangunan tergantung pada dua faktor tersebut (Nowak, 1970, h.28).Tax rate adalah jumlah pajak yang dibayar pada masing-masing unit, sedangkan tax base adalah langkah pertama dan paling penting dalam pengembangan unit Pajak Bumi dan Bangunan yaitu bagaimana menentukan nilai pasar dari setiap bagian dari tanah dan bangunan. Persepsi dapat diartikan sebagai pemahaman dan penilaian seseorang terhadap suatu hal berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan hal tersebut.Rakhmat
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 1994, h.48). Persepsi seseorang terhadap suatu objek tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses yang melibatkan unsur-unsur lain yang berhubungan dengan orang dan objek yang dipersepsikannya. Huffman, Vernoy dan Vernoy menjelaskan bahwa persepsi mencakup tiga proses dasar, yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi yang datang dari sensasi (Huffman, 1997, h.97). Tahap pertama dari persepsi adalah seleksi. Pada tahap ini, otak seseorang akan memilih stimuli yang ditangkap untuk diperhatikan. Tidak semua stimuli yang masuk mendapat perhatian yang sama. Otak akan mengatur informasi yang masuk dengan memilih pesan-pesan penting saja dan membuang sisanya. Proses ini dinamakan selective attention (Rakhmat, 1994, h.51). Faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi selektif dapat berasal dari pengaruh-pengaruh lingkungan luar atau disebut faktor eksternal dan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut faktor internal (Hellriegel dan Slocum, 2007, h.62).Faktor-faktor eksternal persepsi selektif berupa ukuran, intensitas, kontras, mobilitas, dan pengulangan; sedangkan faktor-faktor internalnya berupa pembelajaran, motivasi, dan kepribadian. Informasi yang sudah melalui tahap seleksi harus disusun ke dalam pola-pola atau prinsip-prinsip yang akan membantu kita untuk memahami dunia. Pengorganisasian persepsi adalah proses bagaimana seseorang cenderung mengelompokkan atau mengorganisasikan suatu hal menurut pola-pola kedekatan tertentu (Muchlas, 2005, h.126). Proses organisasi data sensori dapat meliputi form perception, perceptual constancies, dan depth perception (Rakhmat, 1994, h.51). Kemudian tahap akhir dari persepsi adalah tahap interpretasi. Stimuli yang sudah diseleksi dan diorganisasikan ke dalam pola-pola tertentu akan diolah otak untuk memberikan penjelasan dan membuat penilaian terhadap apa yang ada di luar manusia. Interpretasi disebut juga persepsi sosial. Persepsi sosial adalah proses seseorang melihat, menilai, dan memahami orang lain. Dalam penelitian ini, persepsi wajib pajak terhadap kenaikan NJOP adalah pandangan individu wajib pajak terhadap kebijakan pemerintah tersebut yang didefinisikan berdasarkan indikator seleksi, organisasi, dan interpretasi atas informasi yang diterima serta pemahaman wajib pajak atas kenaikan NJOP.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang bersifat deduktif dengan melihat dari pola umum ke pola khusus yang berangkat dari teori yang sudah ada sebelumnya dalam penelitian, yaitu teori persepsi.Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini.Data primer didapatkan secara langsung dari informan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu dengan studi lapangan.Studi lapangan dilakukan melalui kuesioner yang dibagikan kepada informan dan wawancara dengan UPPD Jagakarsa untuk membandingkan hasil data yang diperoleh di lapangan.Informasi data sekunder didapatkan melalui studi literatur, penelitian, serta sumber terkait lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada saat penelitian dilakukan. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 13.010 orang, yang dilihat berdasarkan jumlah SPPT PBB yang dibagikan oleh pihak Kelurahan Jagakarsa. Untuk menentukan jumlah sampel, penelitian ini menggunakan rumus Slovin dengan formula n = N / 1 + N (e)2, dimana n adalah jumlah sampel, N adalah jumlah populasi, dan e adalah tingkat kesalahan (0,1). Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang yang penentuannya dilakukan dengan purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif dengan mengklasifikasikan data-data tersebut ke dalam kategori-kategori (Koentjaraningrat, 1977, h.269).Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat yaitu analisis terhadap satu variabel berupa persepsi wajib pajak. Hasil dan Pembahasan Kelurahan Jagakarsa termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar 69.715 jiwa dan luas wilayah sebesar 4.85 km². Kelurahan ini berbatasan dengan Kecamatan Kebagusan di sebelah utara, Kecamatan Cilandak di sebelah barat, Kelurahan Ciganjur di sebelah timur dan Kota Depok, Provinsi Jawa Barat di sebelah selatan. Kelurahan Jagakarsa terdiri dari 80 RT dan 7 RW.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Kelurahan Jagakarsa termasuk daerah pinggiran, dimana masih banyak terdapat lahan-lahan kosong yang luas. Selain itu, Jagakarsa merupakan daerah yang terlambat berkembang. Ketika wilayah lain sudah mengalami banyak pembangunan, Jagakarsa baru mulai berkembang. Perkembangan itu diawali dengan banyaknya tumbuh perumahan-perumahan semacam townhouse. (UPPD Jagakarsa, 2014) Dalam hal kenaikan NJOP, Jagakarsa termasuk daerah yang mengalami kenaikan tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Kenaikan NJOP yang tinggi ini adalah akibat dari tidak adanya penyesuaian NJOP selama periode 2010-2013.Selain itu, dengan banyaknya pertumbuhan bangunan-bangunan perumahan seperti townhouse, maka memicu kenaikan harga lahan yang cukup signifikan di daerah sekitarnya.Keberadaan townhouse merangsang pertumbuhan infrastruktur di sekitarnya, seperti sarana transpotasi dan tempat-tempat usaha untuk memenuhi kebutuhan penghuni townhouse tersebut. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 100 orang, yang diambil dari populasi wajib pajak PBB di Kelurahan Jagakarsa, yaitu sebanyak 13.010 wajib pajak. Jumlah tersebut terdiri dari 2.229 wajib pajak yang memiliki aset dengan NJOP sebesar kurang dari Rp.200.000.000,(tariff PBB 0,01%), 9.460 wajib pajak yang memiliki aset dengan NJOP antara Rp.200.000.000,sampai dengan kurang dari Rp.2.000.000.000,- (tarif PBB 0,1%), 1.229 wajib pajak yang memiliki aset dengan NJOP antara Rp.2.000.000.000.- sampai dengan kurang dari Rp.10.000.000.000.- (tarif PBB 0,2%), dan sebanyak 92 wajib pajak yang memiliki aset dengan NJOP Rp.10.000.000.000,- atau lebih(tarif PBB 0,3%). (UPPD Jagakarsa, 2014) Penentuan jumlah responden berdasarkan tarif pajak yang diterima, dilakukan agar responden yang dipilih dapat merepresentasikan keadaan wajib pajak yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, jumlah responden dengan tarif pajak 0,01% adalah sebanyak 17 orang, jumlah responden dengan tarif pajak 0,1% sebanyak 72 orang, jumlah responden dengan tarif pajak 0,2% sebanyak 10 orang, dan responden dengan tarif pajak 0,3% sebanyak 1 orang. Tidak seluruh responden adalah wajib pajak orang pribadi, ada pula wajib pajak badan yang menjadi responden karena di wilayah Jagakarsa juga terdapat tempat-tempat usaha seperti minimarket, restoran, toko, dan sebagainya. Responden dari wajib pajak orang pribadi diambil sebanyak 80 orang, dan 20 wajib pajak badan.Dengan adanya pembagian responden berdasarkan karakteristik
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
diatas, maka sampel dalam penelitian ini dianggap sudah mewakili keadaan wajib pajak PBB di Kelurahan Jagakarsa yang sebenarnya. Dari 100 data responden yang diperoleh dalam penelitian ini, diperoleh beberapa karakteristik dari responden seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan responden, serta sumber informasi yang diperoleh responden tentang kenaikan NJOP. Dari 100 data responden, didapatkan responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 90 orang atau sebesar 90% dari total sampel, dan 10 orang berjenis kelamin perempuan atau sebesar 10% dari total sampel. Mayoritas responden penelitian berjenis kelamin laki-laki disebabkan mayoritas wajib pajak adalah kepala keluarga. Responden tersebut terdiri dari 31 responden (31%) berusia antara 20-30 tahun, 62 responden (62%) berusia antara 31-40 tahun, dan sebanyak 7 responden (7%) berusia diantara 41-50 tahun. Dilihat dari data tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan Jagakarsa berusia antara 31-40 tahun. Terdapat pula 42 responden(42%) yang merupakan pegawai swasta, 4 responden (4%) adalah iburumah tangga, 8 responden (8%) adalah wiraswasta,25 responden (25%) bekerja sebagaipegawai negeri/BUMN, dan sebanyak 21 responden (21%) memiliki profesi lainlainyang beragam. Dari data tersebut, didapati bahwa sebagian besar responden berprofesi sebagai pegawai swasta, diikuti responden yang berprofesi sebagai pegawai negeri/BUMN di peringkat kedua. Berdasarkan sumber informasi mengenai kenaikan NJOP, terdapat 71 responden(71%) yang memperoleh informasi dari internet, 6 responden (6%) yang memperoleh informasi dari kerabat/tetangga, 8 responden (8%) yang memperoleh informasi dari sosialisasi dari aparat terkait,11 responden (11%) yang memperoleh informasi dari surat kabar cetak, dan sebanyak 4 responden tidak mengetahui informasi mengenai kenaikan NJOP. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memperoleh informasi mengenai kenaikan NJOP dari media informasi berupa internet maupun surat kabar. Responden yang memperoleh informasi dari sosialisasi pihak terkait masih sangat sedikit, bahkan masih ada responden yang tidak memperoleh informasi tersebut sama sekali. Hal inimenunjukkan bahwa bahwa sosialisasi yang diberikan pemerintah mengenai kebijakan baru ini masih minim.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Persepsi wajib pajak adalah pandangan wajib pajak terhadap isu kenaikan NJOP berdasarkan informasi dan pemahaman yang dimiliki oleh wajib pajak. Persepsi wajib pajak dibentuk oleh tiga dimensi, yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi yang telah terwakili melalui pernyatan-pernyataan di dalam kuesioner. Setiap respoden menjawab setiap pernyataan dengan memilih antara Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Persepsi wajib pajak mengenai kenaikan NJOP dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.1 Respon Persepsi Wajib Pajak No.
Item Pernyataan
Jawaban STS
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Saya mengetahui kebijakan baru pemerintah DKI Jakarta menaikkan NJOP Sumber informasi yang saya peroleh menjelaskan kenaikan NJOP dengan detail Sumber informasi yang saya peroleh mempengaruhi pandangan saya mengenai kenaikan NJOP Informasi yang saya peroleh membantu saya memahami kenaikan NJOP Saya memahami alasan mengapa pemerintah DKI Jakarta menaikkan NJOP Kebijakan pemerintah DKI Jakarta untuk menaikkan NJOP sudah tepat Besaran kenaikan NJOP sesuai dengan keadaan pasar yang sebenarnya Saya setuju pemerintah DKI Jakarta menaikkan NJOP Kenaikan NJOP tidak menjadi beban bagi saya
TS
N
S
SS
1
3
17
67
12
1
59
38
2
0
1
61
13
25
0
0
32
23
43
2
1
7
1
89
2
0
1
4
94
1
1
5
2
89
3
0
11
50
37
2
0
58
4
37
1
Sumber: Data yang sudah diolah
Dari tabel jawaban responden diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai kenaikan NJOP. Hal itu terlihat dari jawaban responden yang sebagian besar mengetahui, dan memahami alasan mengapa pemerintah provinsi DKI Jakarta menaikkan NJOP. Selain itu, mayoritas reponden juga setuju atas kebijakan pemerintah DKI Jakarta ini.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Tabel 5.2 berikut menunjukkan mean dan standar deviasi dari persepsi wajib pajak tentang kenaikan NJOP. Tabel 5.2 Mean dan Standar Deviasi Persepsi Wajib Pajak
Pernyataan
Mean
Saya mengetahui kebijakan baru pemerintah DKI Jakarta
Standar Deviasi
3.68
0.824
3.44
0.615
3.35
0.299
3.58
0.573
3.19
0.510
3.11
0.982
3.25
0.903
Saya setuju pemerintah DKI Jakarta menaikkan NJOP
3.51
0.865
Kenaikan NJOP tidak menjadi beban bagi saya
3.13
0.573
menaikkan NJOP Sumber informasi yang saya peroleh menjelaskan kenaikan NJOP dengan detail Sumber informasi yang saya peroleh mempengaruhi pandangan saya mengenai kenaikan NJOP Informasi yang saya peroleh membantu saya memahami kenaikan NJOP Saya memahami alasan mengapa pemerintah DKI Jakarta menaikkan NJOP Kebijakan pemerintah DKI Jakarta untuk menaikkan NJOP sudah tepat Besaran kenaikan NJOP sesuai dengan keadaan pasar yang sebenarnya
Rata-rata
3.36
Sumber: Data yang sudah diolah
Nilai tengah/ titik potong jawaban adalah 3, sehingga ditetapkan bahwajika rata-rata jawaban dari pernyataan dibawah 3 berarti persepsi wajib pajak tentang kenaikan NJOP adalah tidak baik,sedangkan jika rata-rata jawaban di atas 3 berarti persepsi wajib pajak tentang kenaikan NJOP adalah baik.Berdasarkan tabel 5.2, jawaban dari seluruh pernyataan memiliki rata-rata 3.36 yang artinya jawaban tersebut berada diatas titik potong/tengah jawaban yaitu 3.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa persepsi wajib pajak tentang kenaikan NJOP di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan adalah baik. Standar deviasi merupakan cerminan dari rata-rata penyimpangan data dari mean. Standar deviasi dapat menggambarkan seberapa jauh bervariasinya data. Jika nilai standar deviasi jauh lebih besar dibandingkan nilai mean, maka nilai mean merupakan representasi yang buruk dari keseluruhan data. Sebaliknya jika nilai standar deviasi sangat kecil dibandingkan nilai mean, maka nilai mean dapat digunakan sebagai representasi dari keseluruhan data. Berdasarkan tabel 5.2, nilai standar deviasi dari tiap pernyataan memiliki nilai yang kecil dibandingkan nilai mean yang berarti nilai mean di atas dapat merepresentasikan keseluruhan data. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak tentang kenaikan NJOP menjadi baik.Diantaranya wajib pajak merasa senang karena nilai aset yang dimilikinya menjadi lebih tinggi, dan dengan nilai aset yang tinggi mereka dapat memperoleh pinjaman yang tinggi dari bank jika ingin mengajukan pinjaman.Selain itu, UPPD Jagakarsa telah melakukan upaya sosialisasi mengenai kenaikan NJOP kepada wajib pajak. Sosialisasi dilakukan dengan cara mengundang perwakilan RT/RW dari tiap kelurahan. Tujuan dari sosialisasi yang diberikan kepada RT/RW adalah agar RT/RW sebagai tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat secara langsung juga bisa menyampaikan informasi mengenai kenaikan NJOP ke masyarakat yang bertanya. Namun demikian, tidak semua RT/RW diundang untuk diberikan sosialisasi. Keterbatasan ruangan di kecamatan yang tidak bisa menampung banyak orang menjadi salah satu kendala. Faktor ini menjadi salah satu alasan mengapa masih banyak wajib pajak yang mengetahui informasi mengenai kenaikan NJOP dari sumber-sumber selain sosialisasi yang diberikan pemerintah, seperti internet dan sebagainya yang sudah dipaparkan di penjelasan sebelumnya. Dari hasil kuesioner yang dibagikan, tidak semua responden yang memiliki persepsi baik pada kenaikan NJOP, yaitu mengetahui dan memahami kenaikan NJOP, setuju dengan adanya kenaikan ini. Itu sebabnya, mengapa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih adasebanyak 11 responden yang tidak setuju dengan adanya kenaikan NJOP ini. Pengalihan pengelolaan PBBP2 dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah perlu diimbangi dengan kemampuan pemerintah
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
daerah yang memadai agar penerimaan yang diperoleh optimal. Kebijakan Pemprov DKI Jakarta menaikkan NJOP merupakan salah satu upaya tepat yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan penerimaan. Simpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum wajib pajak PBB di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan memiliki persepsi baik tentang kenaikan NJOP karena mayoritas wajib pajak PBB di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan, sudah memiliki pengetahuan dan memahami yang cukup tentang kebijakan kenaikan NJOP. Saran Sosialisasi dari pemerintah perlu gencar dilakukan di daerah lainnya sehingga pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai kenaikan NJOP menyebar secara merata dan membentuk persepsi yang baik di masyarakat.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
DAFTAR REFERENSI Buku: Creswell, John W. Research Design; Qualitative and Quantitative Approaches. California: Sage Publications, 1994. Ciccarelli, Saundra dan White, Nolan. (2009). Psychology 2nd edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Gibson, Ivanoeovich, Donnelly. (1996). Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Huffman, Karen et.al. (1997). Psychology in Action 4th edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Hellriegel and Slucum.(2007). Principles of Organizational Behavior. South-Western, a part of Cengage Learning. Jantscher.Improving Tax Administrationin Developing Countries.USA:IMF,1992. Koentjaraningrat. (1986). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Leavitt, Harold J. (1992). Psikologi Manajemen. Alih bahasa: Dra. Musclichah Zarkasi. Cet.2. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Mansury R. Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia, Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1994. Muchlas. (2005). Perilaku Organisasi. Cetakan 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nasucha, Chaizi. Reformasi Administrasi Publik – Teoridan Praktek. Jakarta: Penerbit Grasindo, 2004. Neuman, W. Lawrence. Basics of Social Research. Boston: Pearson Education, 2007. Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan Edisi Ketiga. Jakarta: Granit, 2005. Prasetyo, B., Jannah. L. M. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005. Rakhmat, Jalaludin. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rosdiana Haula, Irianto Edi slamet. Panduan Tata Cara Lengkap Perpajakan di Indonesia. Jakarta: VisiMedia, 2011.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014
Sumber Internet: 1 Januari 2014, Semua Kabupaten/Kota Wajib Kelola PBBǁ‖. 2014.Pajak.go.id.17 Maret 2014.
Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaanǁ‖. 2012. Pajak.go.id. 17Maret2014. Sisi Positif dan Negatif Kenaikan NJOP DKI Jakartaǁ‖.2014. Republika.co.id. 18 Maret 2014.
Persepsi wajib pajak tentang ..., Arif Dai Permana, FISIP UI, 2014