EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SENSUS PAJAK NASIONAL (STUDI KASUS: KANWIL DJP JAKARTA PUSAT) Tantri Sunaryo Milla S. Setyowati., S.Sos, M.Si. This research discussed the evaluation of implementation National Tax Census in Regional Tax Office in Central Jakarta. National Tax Census started from governments effort to solve the problem about low level of Tax Payers to pay the tax and to increase state income.The Research is done using a qualitative approach and including in research cross sectional with the technique of collecting data are the study of literature and field studies. Up to now National Tax Census had been held as many as two stage. Implementation of National Tax Census in Central Jakarta Regional Tax Office during phase I and II show the same results that could not hit the target. Based on the result of Implementation of National Tax Census Phase I and Phase II this research will evaluate the implementation National Tax Census by analyzing the use of the theory evaluation of dunn. From criteria of the evaluation of Dunn the implementation of national tax census still need a lot of improvement in order to attain a desired goal. Keywords: National Tax Census, evaluation 1. Pendahuluan Pendapatan dalam negeri meningkat rata-rata sebesar 14,3 persen dalam periode 2007-2011. Pendapatan dalam negeri yang terdiri atas penerimaan perpajakan dan PNBP masing-masing memberikan kontribusi rata-rata sebesar 71,1 persen dan 28,9 persen (Nota Keuangan, RAPBN 2013). Penerimaan dari sektor pajak mengalami kenaikan tiap tahunnya, hal tersebut dapat terlihat pada tahun 2007 penerimaan pajak adalah sebesar Rp491,000,000,000. Sementara itu penerimaan pajak tahun 2011 adalah sebesar Rp 873,900,000,000. Peningkatan pendapatan dalam negeri tersebut didukung salah satunya dengan berbagai kebijakan yang di canangkan pemerintah baik di bidang perpajakan dan PNBP yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Peningkatan penerimaan pajak bisa tercapai seiring dengan penambahan jumlah wajib pajak yang terdaftar. Di tahun 2007 jumlah wajib pajak terdaftar sebanyak 6.645.060 jiwa dan meningkat di tahun 2011 menjadi 22.364.559 jiwa. Sumbangsih terbesar dari peningkatan jumlah Wajib Pajak terjadi akibat hasil ekstensifikasi pajak dari pihak pemerintah, terlihat pada grafik yang berwarna biru bagaimana tergambar pemerintah sangat berusaha agar jumlah wajib pajak dapat terus meningkat setiap tahunnya. Tentunya peningkatan jumlah wajib pajak ini juga turut serta membuat peningkatan penerimaan pajak meningkat. Penerimaan pajak mempunyai peranan penting dalam menunjang penerimaan negara dan operasional roda pemerintahan, baik dalam pengeluaran rutin pemerintah maupun pengeluaran investasi atau pembangunan serta pengelolaan dan pengendalian kebijakan ekonomi diberbagai
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
negara (Tangkilisan, 2003, 111). Pada dasarnya pajak merupakan kontribusi wajib dari masyarakat berdasarkan undang-undang, tanpa mendapat imbalan secara langsung yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peningkatan penerimaan perpajakan didukung oleh berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah,yaitu antara lain: (a) reformasi administrasi perpajakan; (b) reformasi peraturan dan perundang-undangan; dan (c) reformasi pengawasan dan penggalian potensi. Kebijakan pajak dilakukan antara lain untuk terus bisa meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara. Permasalahan yang masih terus diatasi sampai saat ini oleh pemerintah mengenai pengamanan peningkatan penerimaan pajak adalah masalah kepatuhan Wajib Pajak. Perlu diketahui rasio kepatuhan wajib pajak pada tahun 2011 masih tergolong rendah di angka 52,74 persen. Secara rinci, rasio kepatuhan wajib pajak badan usaha baru sebesar 32,72 persen, sedangkan rasio kepatuhan wajib pajak perorangan 54,72 persen (Isman, 2012, www.pajak.go.id). Fakta menunjukkan, tingkat kepatuhan masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih sangat rendah. Untuk orang pribadi, pembayaran pajak yang dilaporkan melalui penyerahan SPT hanya berjumlah 8,5 juta padahal jumlah orang yang aktif bekerja di Indonesia 110 juta. Artinya, rasio SPT terhadap kelompok pekerja aktif hanya mencapai 7,73%; dengan kata lain tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi masih sangat rendah. Untuk badan usaha, pembayaran pajak yang dilaporkan melalui penyerahan SPT hanya berjumlah 466 ribu sedangkan jumlah badan usaha yang berdomisili tetap dan aktif berjumlah sekitar 12,9 juta. Artinya, rasio SPT Badan terhadap jumlah badan usaha aktif hanya mencapai 3,6%; dengan kata lain tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan juga masih sangat rendah (Buku Panduan SPN DJP, 2011). Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengamankan dan mengoptimalisasi penerimaan negara melalui pajak. Harahap menyatakan bahwa ada beberapa langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk menggali potensi dan meningkatkan penerimaan pajak, antara lain membuat pajak baru, memperluas objek pajak dan subjek pajak, meningkatkan tarif serta intensifikasi dan ekstensifikasi (Harahap, 2004, 87). Ekstensifikasi merupakan cara yang paling efektif, dengan ekstensifikasi diharapkan semakin banyak wajib pajak yang terdaftar dan dapat meningkatkan penerimaan pajak, ekstensifikasi wajib pajak dilakukan dengan memperluas basis subjek dan objek pajak (Harahap, 2004, h.88). Salah satu bentuk ekstensifikasi pajak yang sedang gencar dilakukan pemerintah adalah Sensus Pajak Nasional (SPN). Sensus Pajak Nasional pada dasarnya merupakan program ekstensifikasi yang proaktif yakni dengan mendatangi subjek pajak secara langsung di lokasi tempat usaha dan atau tempat tinggal mereka. Kegiatan sensus ini juga diikuti dengan kegiatan penyuluhan dan himbauan kepada wajib pajak untuk membayar dan melaporkan pajaknya. (Buku Panduan Sensus Pajak Nasional, 2011, hal 12) Tujuan dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional ini antara lain perluasan basis pajak, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan jumlah penerimaan SPT dan pemutakhiran data Wajib Pajak (Buku Panduan Sensus Pajak Nasional, 2011). Sensus Pajak Nasional akan dilakukan kepada orang pribadi dan badan usaha di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan saat ini Sensus Pajak
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
Nasional sudah dilaksanakan sebanyak dua tahapan. Sensus Pajak Nasional Tahap I dilaksanakan mulai tanggal 30 September 2011 sampai dengan 30 Desember 2011. Sensus Pajak Nasional Tahap 2 dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2012 sampai dengan 31 Oktober 2012. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I Dirjen Pajak berhasil mendata 626.000 responden atau sebesar 60% dari target 900 ribu Formulir Isian Sensus (FIS). Sensus pajak nasional tahap pertama dianggap gagal mencapai target. Direktorat Jenderal Pajak selaku pihak pelaksana tidak saja menurunkan target wajib pajak terjaring dari 1,5 juta menjadi 900.000, tetapi juga memperpanjang periodenya selama sebulan (Yuniasari, 2012, www.suaramerdeka.com). Jika dibandingkan dengan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I yang kurang memuaskan, pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II boleh dikatakan mencapai target. Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mencatat Sensus Pajak Nasional sepanjang 2012 berhasil menjaring 2,49 juta responden yang mengisi FIS (Noviani, 2013, www.bisnis.com). Jika ditelisik lebih lanjut proses kerja Sensus Pajak Nasional tidaklah hanya sampai pada pengisian FIS atau Formulir Isian Sensus, selanjutnya data isian FIS tadi harus di validasi dan diklasifikasikan sesuai data responden sudah ber NPWP atau belum ber NPWP. Sesuai yang sudah dibahas sebelumnya, Sensus Pajak Nasional sudah dilaksanakan sebanyak dua tahap, tapi fakta yang ada dilapangan ternyata Sensus Pajak Nasional Tahap I belum sepenuhnya selesai, Sensus Pajak Nasional Tahap I target pengisian FIS sebanyak 183.465 responden, tetapi jumlah yang berhasil diperoleh sekitar setengah dari targetnya yaitu 91.572 FIS dan yang baru tervalidasi sebanyak 76.670 FIS. Sementara pada SPN Tahap II target pengisian FIS sebanyak 608.000 responden, jumlah yang berhasil diperoleh sekitar 560.881 FIS yaitu 94,11 persen tercapai dari target yang ditentukan. Formulir Isian Sensus yang sudah divalidasi sebanyak 557.875 FIS dan data yang sudah valid sebanyak 557.098 atau 93,422 persen. Sampai dengan saat ini validasi data atau kegiatan Back Office untuk mengklasifikasikan data FIS masih terus berlangsung baik Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Sensus Pajak Nasional Tahap II. Mamik eko selaku bagian Ekstensifikasi Direktorat jenderal Pajak Kanwil DJP Jakarta Pusat mengatakan, bahwa: “kegiatan Back Office SPN terus berlanjut bahkan yang SPN satu sampai dengan saat ini masih ada data yang di validasi... jumlah hasil validasi akan terus berlanjut angka wajib pajak baru dan data rekaman hasil sensus pun akan berubah jadi sampai saat ini tahap satu dan dua masih terus dilakukan ...”. Hasil dari Sensus Pajak Nasional baik Tahap I dan Tahap II sudah di publikasikan, namun dikatakan tercapai atau tidak targetnya hanya dilihat dari sisi jumlah perolehan isian FIS (Formulir Isian Sensus) sementara itu untuk tindak lanjutnya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Terdapat perbedaan yang cukup jauh antara hasil dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II,disamping itu kebijakan Sensus Pajak Nasional akan dilangsungkan secara bertahap hingga Tahun 2014, sehingga diharapkan semakin kesini pelaksanaan Sensus Pajak Nasional harus semakin membaik. Oleh karena itu judul penelitian pada penelitian ini adalah “Evaluasi Implementasi Kebijakan Sensus Pajak Nasional (Studi Kasus Kanwil DJP Jakarta Pusat)”. Dengan melakukan evaluasi,
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
peneliti dapat melihat atau menilai keberhasilan dari kebijakan Sensus Pajak Nasional baik Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II. Evaluasi juga bisa memberikan masukan untuk kebijakan Sensus Pajak Nasional selanjutnya dengan mengevaluasi tahap I dan tahap II akan menemukan kelemahan dan saran yang baik untuk mendukung kesuksesan kebijakan Sensus Pajak Nasional selanjutnya. Selanjutnya bisa dilihat apakah tujuan dari kebijakan Sensus Pajak Nasional tersebut tercapai atau tidak. Dalam penelitian ini Kanwil DJP Jakarta Pusat dipilih menjadi fokus tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa Kanwil DJP Jakarta Pusat merupakan Kantor Wilayah Pajak yang terbesar di DKI Jakarta terbukti dengan membawahi lima belas KPP, sehingga diharapkan dapat merepresentasikan bagaimana pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak nasional. Selain itu Kanwil DJP Jakarta Pusat mendapat predikat dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai kinerja penerimaan pajak terbaik, dengan mendapat predikat seperti itu menjadi salah satu alasan peneliti ingin mengevaluasi bagaimana kebijakan sensus Pajak Nasional studi kasus di Kanwil DJP Jakarta Pusat. berikut tabel unit vertikal dengan kinerja penerimaan pajak terbaik tahun 2011. 2. Kerangka Pemikiran 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh Conny M Simanjuntak, yaitu berupa skripsi yang berjudul “Tinjauan Kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahun 2011”. Penelitian ini dibuat pada Januari 2012 oleh mahasiswa program sarjana program studi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan conny adalah kualitatif. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Conny adalah untuk menganalisis latar belakang timbulnya kebijakan Sensus Pajak Nasional tahun 2011; untuk menjelaskan dan menganalisis implementasi Sensus Pajak nasional tahun 2011. Hasil penelitian yang dilakukan Conny M Simanjuntak adalah mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan dari Sensus Pajak Nasional Tahun 2011 dilihat dari konsep kebijakan publik, implementasi kebijakan publik,analisis kebijakan pajak, teori administrasi pajak, konsep tax base,dan tax ratio serta dijabarkan pula faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan sensus pajak nasional tahun 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistia Widiastuti mahasiswa program sarjana program studi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia yang berjudul, “ Analisis Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dan Implikasinya Terhadap Ekstensifikasi Wajib Pajak Terdaftar (Studi Kasus Kanwil DJP Jakarta Pusat)”.Metode yang digunakan pada penelitiannya adalah adalah kualitatif. Tujuan penelitian yang dilakukan SulistiaWidiastuti adalah Menggambarkan bagaimana proses pelaksanaan Sensus Pajak Nasional serta melihat ada atau tidak pengaruh signifikan yang terjadi pada jumlah wajib pajak sejak adanya sensus pajak nasional. Pada penelitian ini Sulistia berfokus pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I di tingkat Kanwil Jakarta Pusat. Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Arry Richard berupa skripsi pada tahun 2004 tentang “Implikasi Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak Terhadap Peningkatan Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar Dan Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pasar Minggu)”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
untuk mengetahui kegiatan ekstensifikasi wajib pajak terhadap peningkatan jumlah wajib pajak orang pribadi terdaftar dan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di KPP Pasar Minggu. Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu melalui pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Penelitian yang keempat adalah berupa tesis yang ditulis oleh Rahayu Winarti (Mahasiswi program Studi Ilmu Administrasi fiskal, kekhususan Administrasi dan Kebijakan Perpajakan FISIP UI, 2001) dengan judul, “Ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan Untuk Meningkatkan Penerimaan Negara: Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari”. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian deskriptif, dengan teknik pengumpulan data adalah studi pustaka, perundang-undangan, kajian bahan tertulis, penelusuran data-data terkait, wawancara mendalam. Tujuan dari peneliti yang dilakukan oleh Rahayu Winarti adalah Untuk menjelaskan bagaimana ekstensifikasi pajak penghasilan dapat meningkatkan penerimaan Negara, studi kasus di Kantor pelayanan pajak Jakarta Tamansari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Winarti adalah gambaran bahwa ekstensifikasi wajib pajak penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal, dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah wajib pajak telah ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatksan penerimaan Negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhinya misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif, dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. 2.2 Kerangka Teori Adanya proses pengambilan kebijaksanaan dalam pemerintahan menyebabkan pemerintah dapat melakukan banyak hal baik di dalam maupun di luar negeri. Thoha (2008) mengatakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut memiliki tujuan untuk mengatur perilaku, mengorganisasikan birokrasi, mendistribusikan penghargaan sampai pula penarikan pajak – pajak dari anggota masyarakat. Dunn membagi siklus pembuatan kebijakan dalam lima tahap, yaitu tahap pertama ialah tahap penyusunan agenda, tahap kedua melalui formulasi kebijakan, tahap ketiga berupa adopsi kebijakan, tahap keempat merupakan implementasi kebijakan dan tahap terakhir adalah tahap penilaian atau evaluasi kebijakan. Kelima tahap yang menjadi urut-urutan kesemuanya perlu dikelola dan dikontrol oleh pembuat yang sekaligus pelaksana kebijakan publik. Kebijakan pajak merupakan bagian dari kebijakan fiskal. Mansury membagi kebijakan fiskal ke dalam dua pengertian, yaitu berdasarkan pengertian luas dan pengertian sempit. Kebijakan fiskal dalam arti yang luas adalah kebijakan yang menggunakan instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi. Sedangkan pengertian kebijakan fiskal dalam arti yang sempit adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan sebagai objek pajak, siapa-siapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan,
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
apa-apa yang menjadi objek pajak, apa-apa yang dikecualikan, bagaimana menentukan besarnya pajak yang terutang, dan bagaimana menentukan prosedur pajak (Mansury, 2002, 3). Laudin (2006) berpendapat Kebijakan fiskal dalam arti sempit ini disebut juga dengan kebijakan pajak. Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut sebagai evaluasi kebijakan. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana kefektivan kebijakan publik guna dipertanggung jawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Evaluasi kebijakan bukan hanya dilakukan untuk menilai dampak atau hasil, tetapi dapat dilakukan pada tahap perumusan maupun tahap implementasi. Palumbo yang dikutip Parsons (2005, 549) menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan/program sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang “seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi”. Oleh karena itu, fase implementasi memerlukan evaluasi “formatif” yang memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diukur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi.” Secara umum, Dunn menggambarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai berikut: Tabel 2.2.1 Kriteria Evaluasi Kebijakan Publik Tipe kriteria
Pertanyaan
Ilustrasi
Efektivitas
Apakah hasil yang diinginkan Unit pelayanan telah dicapai?
Efisiensi
Seberapa banyak usaha Unit biaya, manfaat diperlukan untuk mencapai hasil bersih, rasio cost-benefit yang diinginkan
Kecukupan
Seberapa jauh pencapaian hasil Biaya tetap efektivitas yang diinginkan memecahkan tetap masalah
Perataan
Apakah biaya manfaat Kriteria pareto, kriteria didistribusikan dengan merata kaldor-hicks, kriteria kepada kelompok-kelompok yang rawls berbeda
Responsivitas
Apakah hasil kebijakan Konsistensi dengan memuaskan kebutuhan, survei warga negara preferensi, atau nilai kelompokkelompok tertentu
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
Ketepatan
Apakah hasil (tujuan) yang Program publik harus diinginkan benar-benar berguna merata dan efisien
Sumber: Dunn, W, N. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,1999. hal 428 3. Metode Penelitian 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana analisis. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang “Evaluasi Implementasi kebijakan Sensus Pajak Nasional (studi kasus: Kanwil DJP Jakarta Pusat)” adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik yang dibentuk dengan kata-kata, dimana melaporkan apa yang didapat oleh informan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, untuk melihat bagaimana Evaluasi Implementasi Kebijakan Sensus Pajak Nasional (Studi Kasus: Kanwil DJP Jakarta Pusat). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti akan menggambarkan fenomena yang peneliti angkat. Fenomena permasalahan yang diangkat oleh peneliti adalah suatu evaluasi dari kebijakan yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terkait Pelaksanaan upaya dalam memperluas basis pajak dan guna mendukung peningkatan penerimaan negara. Penelitian ini menganalisis hasil dari Implementasi Kebijakan Sensus Pajak Nasional, dengan menggunakan kriteria-kriteria evaluasi dari William N Dunn. Penelitian menggambarkan bagaimana evaluasi implementasi kebijakan ini dengan melihat hasil di tingkat Nasional namun analisis lebih mendalam pada tingkat Kanwil DJP Jakarta Pusat. Dengan menggunakan pendekatakn kualitatif peneliti menggunakan pola non-linear. Dimana pada satu waktu peneliti dimungkinkan untuk mengulang langkah-langkah penelitian, dengan pola ini penelitian ini diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal. 3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu penelitian, dan teknik pengumpulan data. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif. Bisa dilihat dari pendapat Sanapiah Faisal (1992), penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskriptifkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.Tujuan menggunakan penelitian deskriptif ini adalah agar dapat menggambarkan secara jelas bagaimana evaluasi implementasi Kebijakan Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II (Studi kasus: Kanwil DJP Jakarta Pusat) dilihat dari teori evaluasi. Dari segi manfaat penelitian, penelitian ini termasukpenelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu penelitian ini tergolong penelitian cross sectional dan berdasarkan teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi literature dan studi lapangan.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
4. Evaluasi Implementasi Kebijakan Sensus Pajak Nasional (Studi Kasus: Kanwil DJP Jakarta Pusat) Penelitian ini menggunakan kriteria evaluasi kebijakan dari Dunn dalam mengevaluasi implementasi Kebijakan Sensus Pajak Nasional yang sudah dilaksanakan sebanyak dua tahap, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: 1. Efektivitas Sensus Pajak Nasional bertujuan menjaring seluruh potensi perpajakan dalam rangka Tridharma Perpajakan, yaitu seluruh Wajib Pajak terdaftar; Seluruh Objek Pajak dipajaki; dan Pelaksanaan kewajiban perpajakan tepat waktu dan tepat jumlah. Perolehan hasil pelaksanaan Sensus Pajak Nasional baik tahap I dan tahap II keduanya belum bisa menentukan seberapa besar tepatnya tujuan dari SPN bisa tercapai. Untuk melihat apakah tujuan dari Kebijakan Sensus Pajak Nasional tercapai atau tidak, bisa dilihat dari tabel monitoring pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II sebagai berikut: Tabel 4.1 Monitoring Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I Kanwil Jakarta Pusat
Tabel 4.2 Monitoring Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II Kanwil Jakarta Pusat
Sumber: Data didapat dari bagian KEP kanwil Jakarta Pusat monitoring pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas perolehan jumlah Formulir Isian Sensus atau FIS pada pelaksanaan SPN tahap I sebanyak 24.360 dari target sensus sebanyak 42.803, dan juga dapat dilihat dari besaran jumlah FIS yang berhasil di validasi hanya sebesar 51,90%. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tidak berhenti hanya sampai pada tahap validasi masih ada tahap yang dikenal dengan kegiatan back office Sensus Pajak Nasional yaitu suatu proses dimana merupakan tindak lanjut dari hasil validasi, untuk menjamin keakuratan perekaman data Sensus Pajak Nasional. Kegiatan BOSPN atau Back Office Sensus Pajak Nasional Tahap I hanya berhasil mengerjakan sebanyak 4.934 Formulir Isian Sensus yang sudah divalidasi atau hanya sebesar 11,53% dari jumlah total target yang ingin dicapai pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II berhasil memperoleh 115.348 dari target pengisian FIS sebanyak 160.000. Isian FIS yang sudah di validasi sebanyak 115.171 atau sebesar 71,98%. Perolehan FIS yang sudah divalidasi dan sudah di tahap BOSPN sebanyak 93.304 atau sebesar 58,32% dari total target pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II. Pengertian efektivitas dari Dunn (1999, 429) dimana Efektivitas adalah berkenaan dengan apakah suatu alternative mencapai hasil yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya suatu tindakan, maka hasil dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tahap I dan Tahap II belum memenuhi kriteria efektivitas yang dkemukakan Dunn. 2. Efisiensi Implementasi kebijakan Sensus Pajak Nasional harus memperhatikan segi biaya, jumlah sumber daya manusia yang digunakan dan juga waktu. Dalam hal ini jika ingin mengevaluasi dari segi efisiensi implementasi kebijakan Sensus Pajak Nasional bisa ditinjau dari ketiga hal tersebut. Biaya, seperti pendapat yang dikemukakan Dunn (1999, 430) suatu kebijakan yang mencapai efektivitas tinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien. Pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I dari segi hasil perolehan pengisian FIS hingga yang sudah masuk dalam kegiatan Back Office tidak banyak bahkan hasilnya tidak memuaskan. Sesuai pedoman pelaksanaan Sensus Pajak Nasional biaya sudah dikerahkan semaksimal mungkin untuk bisa digunakan oleh tim pelaksana dimana biaya diperlukan untuk memproduksi Formulir Isian Sensus, membayar tenaga baik Pegawai Negeri Sipil dan pegawai non PNS, biaya untuk iklan atau sosialisasi serta membiayai perangkat pengolahan data. Implementasi Sensus Pajak Nasional pada Tahap I bisa dikatakan tidak efisien, karena hasil yang didapat kurang memuaskan, sementara biaya untuk menunjang pelaksanaan Sensus Pajak Nasional ini sudah disediakan dan mencukupi. Sensus Pajak Nasional Tahap II berjalan dengan cukup baik, jika dilihat dari hasil perolehan validasi pengisian FIS meningkat hingga lima kali lipat dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I. Hasil validasi pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I berhasil memvalidasi sebanyak 22.215 isian FIS sementara Sensus Pajak Nasional Tahap II berhasil memvalidasi sebanyak 115.171 isian FIS. Besaran biaya yang sudah dianggarkan pemerintah untuk pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dianggarkan untuk pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
Berikut disajikan tabel mengenai besaran biaya yang di sediakan untuk pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II: Tabel 4.3 Realisasi Dana dan Target FIS Kanwil DJP Jakarta Pusat
Sumber: Database bagian ekstensifikasi Kanwil DJP Jakarta Pusat Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional memerlukan biaya yang banyak jika ingin memperoleh isian FIS yang banyak pula, oleh sebab itu Sensus Pajak Nasional tidak memenuhi kriteria efisiensi seperti yang diungkapkan oleh Dunn. 3. Kecukupan Kecukupan merupakan kriteria evaluasi yang memandang bahwa hasil yang dicapai mampu memecahkan masalah. Dunn (1999, 430) mengemukakan bahwa kecukupan bekenaan dengan sejauhmana suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kecukupan ini menghubungan efektivitas dengan masalah. Dimana program maupun kebijakan tidak hanya mampu mencapai tujuan saja, tetapi mampu memecahkan masalah yang hadir sebelumnya. Kriteria kecukupan juga menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Kebijakan Sensus Pajak Nasional diciptakan agar dapat meningkatkan penerimaan Negara melalui bertambahnya jumlah wajib pajak yang terjaring. Selain itu kebijakan Sensus Pajak Nasional juga bertujuan agar terjadi peningkatan kepatuhan dan kesadaran masayarakat akan pentingnya membayar pajak. Permasalahan tersebut coba diatasi dengan diimplementasikannya Kebijakan Sensus Pajak Nasional. Sampai dengan saat ini Sensus Pajak Nasional sudah dilaksanakan sebanyak dua tahap, dimana tahap pertama dilangsungkan pada bulan September 2011 dan tahap kedua dimulai pada bulan Mei 2012. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dilakukan
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
dengan metode mensensus atau pencacahan, dimana dilakukan ekstensifikasi yang proaktif kepada responden yang menjadi target Sensus Pajak. Pada saat melakukan sensus petugas yang terdiri dari tim sensus dari pihak KPP yang sudah terlatih juga memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya membayar pajak dan mendaftarkan diri jika syarat subjektif dan objektifnya terpenuhi. Hal tersebut dilakukan guna memberikan kesadaran dan dalam upaya untuk dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terutama yang telah terdaftar sebagai wajib pajak agar taat pajak. Permasalahan seperti, bagaimana kebijakan sensus pajak ini dapat memperluas basis pajak, lalu permasalahan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, lalu mengenai peran kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan Negara, dan Permasalahan bagaimana hasil dari upaya kebijakan sensus ini dalam hal sosialisasi dan edukasi apakah benar seluruh responden benar-benar mengenyam sosialisasi dan edukasi pada saat di sensus belum bisa diatasai dengan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional baik Tahap I dan Tahap II. Maka Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional baik Tahap I dan Tahap II belum memenuhi kriteria kecukupan seperti yang diungkapkan dunn. 4. Perataan Kriteria evaluasi implementasi kebijakan Sensus Pajak Nasional dari segi perataan atau kesamaan seperti diungkapkan Dunn (1999) melihat bagaimana setiap kelompok masyarakat memperoleh informasi yang sama dan bagaimana hasil dari kebijakan dapat mensejahterakan semua pihak. Distribusi informasi mengenai sosialisasi kebijakan ini sudah menyeluruh dan bisa sampai ke semua lapisan. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional sudah melakukan sosialisasi baik untuk pra pelaksanaan Sensus Pajak Nasional atau mengenai sosialisasi hasil dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Dari hasil wawancara dan pendapat responden yang menjadi target pelaksanaan Sensus Pajak Nasional sudah bisa dikatakan memenuhi kriteria perataan dari Dunn. 5. Responsivitas Implementasi Sensus Pajak Nasional di wilayah Jakarta Pusat tidak mengalami penolakan yang signifikan. Sebagian besar responden yang di datangi oleh petugas pajak masih mau menerima petugas sensus. Terdapat perbedaan hasil dari Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II,dimana terlihat respon masyarakat pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasonal Tahap II lebih baik, seperti yang diungkapkan Sungkowo selaku staff ekstensifikasi, sebagai berikut: “ masyarakat tentu lebih mengetahui dan merespon di Sensus yang kedua ya, pengalaman juga dari berita-berita di tv, Koran, internet, lalu perlu juga diperhatikan waktu persiapan dan pelaksanaan Sensus Pajak yang kedua itu berlangsug lebih lama, persiapan lebih matang, tentunya hasil juga yang diperoleh maksimal mungkin jika persiapan Sensus pajak pertama juga dipersiapkan lebih matang dan waktu juga lama hasilnya juga akan lebih baik…tapi yaitu tadi sensus kedua respon lebih baik pasti karena dari segi sosialisasi juga pasti yaitu pasti lebih gencar dibanding yang ke satu ya .. jadi warga akan lebih respon
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
akan pelaksanaan kebijakan sensus ini..” (wawancara pada tanggal 28 mei 2013 pukul 14.00) Hal tersebut seperti dikatakan oleh Dunn (1999) dimana kriteria evaluasi berkaitan erat dengan konsistensi tanggapan masyarakat, menilai apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompokkelompok tertentu. Semakin tinggi respon masyarakat terhadap pelaksanaan Sensus Pajak Nasional maka pihak pemerintah akan diuntungkan dengan perolehan isian FIS, dan pada akhirnya akan ada peningkatan jumlah Wajib Pajak dan berdampak pada peningkatan penerimaan Negara. 6. Ketepatan Kebijakan Sensus Pajak Nasional memiliki target atau hasil yang ingin dicapai dalam pelaksanaannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kebijakan Sensus Pajak Nasional diantaranya adalah memperluas basis pajak; meningkatkan kepatuhan menyampaikan SPT; meningkatkan penerimaan pajak; memutakhirkan basis data; dan sosialisasi dan edukasi. Pelaksanaan Kebijakan Sensus Pajak Nasional sampai saat ini sudah berlangsung sebanyak dua kali. Sensus Pajak Nasional yang pertama dilaksanakan pada bulan September 2011 dan Sensus Pajak Nasional Tahap II dilaksanakan pada bulan Mei 2012. Kriteria ketepatan secara dekat berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena ketepatan berhubungan dengan dua atau lebih individu atau masyarakat. Pada dasarnya kriteria ini merupakan kriteria untuk mengetahui apakah tujuan dalam suatu kebijakan atau program telah tepat untuk suatu kelompok. Dunn juga menyebutkan bahwa ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan tersebut (Dunn, 1999, h.438). Dikaitkan dengan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional dengan kriteria ketepatan dari Dunn maka harus dilihat dari segi apakah hasil dari pelaksanaan kebijakan Sensus Pajak Nasional berguna atau tidak. Seperti yang diketahui dari datadata yang ditampilkan sebelumnya, dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional hasil yang diperoleh belum bisa di manfaatkan untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan. Perlu tindak lanjut seperti kegiatan Back Office pasca pelaksanaan Sensus Pajak Nasional, dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dengan demikian hasil dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II belum memenuhi kriteria ketepatan seperti yang Dunn ungkapkan.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I jauh dari target yang diharapkan. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap II terdapat perbaikan diantaranya terdapat peningkatan jumlah perolehan isian FIS. Keseluruhan hasil dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I dan Tahap II sampai saat ini masih pada tahap validasi dan kegiatan Back Office. Melihat hasil dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional yang sudah dilaksanakan masih banyak terdapat kendala diantaranya mengenai masalah petugas sensus yang harus lebih teliti lagi dan usaha sosialisasi yang harus lebih digiatkan agar pelaksanaan Sensus Pajak Nasional bisa mencapai tujuan yang diinginkan. 5.2 Saran Pemerintah harus melakukan beberapa perbaikan pada implementasi kebijakan Sensus Pajak Nasional di tahap selanjutnya agar hasil dan tujuan yang diingikan dari kebijakan Sensus Pajak Nasioanal dapat tercapai. Beberapa masukan untuk pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap III agar bisa mencapai hasil yang diinginkan antara lain: a. Mempersiapkan data identitas calon reponden pengisi FIS (Formulir Isian Sensus ) dengan lengkap agar pada saat dilapangan petugas bisa dengan mudah menemukan lokasi Sensus. b. Melakukan Sensus Pajak Nasional selektif, yaitu memetakan cluster atau wilayah target sensus ke wilayah yang benar-benar berpotensi pajak agar kegiatan Sensus Pajak Nasional lebih efektif dan efisien. c. Tahap wawancara dan pengisian FIS harus dipastikan oleh petugas Sensus agar sudah lengkap terisi semua dan data yang diminta sudah tersedia, guna mengurangi terbuangnya waktu karena seperti pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di tingkat Kanwil DJP Jakarta Pusat tahap validasi data harus berkali-kali karena FIS diisi tidak lengkap dan sebagainya. d. Tersedianya kegiatan atau program kerja di tiap-tiap KPP dari perluasan basis pajak hasil Sensus Pajak untuk memastikan Wajib Pajak baru sudah menjalankan kewajibannya. e. Upaya sosialisasi harus lebih ditingkatkan lagi, agar masyarakat bisa lebih mengetahui kebijakan Sensus Pajak Nasional dan bisa mendukung pelaksanaan Kebijakan Sensus Pajak Nasional ini.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alvabeta, 2008. Bailey, Kenneth D. Methods Of Social Research. New York : The Free Press, 1999. Bawazier, Fuad dan M. Ali Kadir, Kebijakan Tax Reform 1994 dan Tax Reform 1997 dalam: Kebijakan Fiskal (Pemikiran, Konsep, dan Implementasi). Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004. Cobham, Alex. Taxation Policy and Development. England : The Oxford Council on Good Governance, 2005. Creswell, J.W. Research Design, Qualitative Approaches.California: Sage Publication, 1994.
and
Quantitative
Dunn, W, N. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,1999. Dwijowijoto, Riant Nugroho. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2003. Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, Prentice-Hall, New Jersey, 1981. Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial:Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Harahap, Abdul Asri. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia: Perspektif Ekonomi-Politik. Jakarta: Integrita Dinamika Press, 2004. Kusumanegara, Solahudin. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik. Purwokerto: Gaya Media, 2009. Lauddin, Marsuni. Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia.Yogyakarta: UI Press, 2006. Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogjakarta: UPP AMP YKPN, 2005. McDonald, Peter F. Pedoman Analisis Data Sensus 1971-1980.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1983. Noor Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2011. Nugroho, Riant. Public Policy Dinamika Kebijakan – Analisis KebijakanManajemen Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009. Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Ed. ke-3. Jakarta: Granit,2005.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013
Pandiangan, Liberti. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan PerpajakanBerdasarkan UU terbaru. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,2008. Samudera, Azhari A. Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Hecca Publishing, 2005. Santosa, Pandji. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Aditama, 2008. Soemitro, Rochmat. Pajak dan Pembangunan. Bandung: PT Eresco,1988. Subarsono. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: pustaka pelajar,2010. Supramono, darmono,Theresia Woro. Perpajakan Indonesia, Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta: CV. Andi Offset,2010. Tambunan, Tulus T.H. Perekonomian Indonesia, Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1997. Tangkilisan, Hessel Nogi S. Wacana Kebijakan Publik Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), 2003. Thoha, Miftah. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers, 2002. Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijaksanaan, dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Widodo, Joko. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing, 2007. Winarno, Budi. Teori dan Proses kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo, 2002.
Evaluasi Implementasi..., Tantri sunaryo, FISIP UI, 2013