ANALISIS
EFEKTIVITAS
PENYELESAIAN
KEBERATAN
SESUAI
DENGAN
PROGRAM LAYANAN UNGGULAN (STUDI KASUS KANWIL DJP JAKARTA PUSAT)
Ririn Avriyani, Adang
Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas tentang efektifitas penyelesaian keberatan sesuai dengan program layanan unggulan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana efektifitas dalam penyelesaian keberatan dengan mengambil studi kasus pada Kanwil DJP Jakarta Pusat, serta permasalahan yang dihadapi dalam penyelesaian keberatan dari pihak wajib pajak maupun dari pihak penelaah keberatan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan studi pustaka. Analisa dilakukan dengan menggunakan indikator efektifitas organisasi yang menyelenggarakan pelayanan publik. analisa yang dilakukan mengacu pada tema penelitian ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyelesaian keberatan sesuai dengan program layanan unggulan di kanwil DJP Jakarta Pusat belum efektif karena berdasarkan hasil penelitian masih terdapat kendala-kendala dalam proses penyelesaian keberatan. Saran yang diberikan oleh peneliti untuk mengatasi kendala dalam proses penyelesaian keberatan adalah dilakukan penyuluhan dan bimbingan secara intensif dengan cara mengundang wajib pajak kedalam forum terbuka tentang keberatan pajak serta membentuk aparat pajak yang akuntable dengan cara pemberian sanksi. Kata Kunci : Efektifitas. Keberatan Pajak Abstract This study discusses the effectiveness of the program in accordance with the settlement of objections superior service. The purpose of this study to determine how the effectiveness of the settlement of objections by taking case study at the Regional Office of the DGT Central Jakarta, as well as the problems faced in resolving the objections of the taxpayer or of the reviewers' objections. The approach used in this study is a qualitative descriptive research. Data collection techniques are in-depth interviews and literature. The analysis is done using organizational effectiveness indicators organizing public services. analysis conducted referring to the theme of this study. The research concludes that the resolution of the objection in accordance with the superior service programs in local offices of DGT Central Jakarta has not been effective because based on the research results, there are still obstacles in the process of resolving the objection. Keywords: Effectiveness. Tax objection
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
1. PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah maka pemerintah selalu dituntut mampu mewujudkan nilai-nilai keadilan. Fungsi pajak juga mengakomodasi peran serta masyarakat dan negara sebagai motor penggerak kehidupan masyarakat baik
bernegara maupun berbangsa. Direktorat Jenderal Pajak dalam
pelaksananaan tugasnya selalu berupaya untuk dapat meningkatkan kinerjanya, dengan selalu mengedepankan visi dan misinya sehingga mampu memberikan optimalisasi pembiayaan pemerintah dalam kemandirian pembiayaan. Salah satu visinya adalah menjadi pelayanan kelas dunia yang dapat dibanggakan oleh masyarakat. Salah satu jenis layanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah memproses permohonan keberatan Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang diterbitkan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan fiskus. Wajib Pajak yang merasa keberatan terhadap ketetapan yang diterbitkan oleh fiskus, diberi hak untuk mengajukan keberatannya kepada Direktur Jenderal Pajak. Ketetapan yang diterbitkan dari pihak fiskus inilah yang menjadi dasar sengketa antara Wajib Pajak dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak yang memerlukan penyelesaian secara adil dengan prosedur dan proses cepat, murah dan sederhana. Berikut ini gambaran permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak yang diperoleh dari Kanwil DJP Jakarta Pusat : Tabel 1.2
Permohonan Keberatan 800 600 Permohonan Keberatan
400 200 0 tahun 2009 tahun 2010 tahun 2011
Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Peneliti Jika dilihat dari grafik diatas, terlihat adanya trend penurunan jumlah permohonan keberatan yang diterima oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat selama tiga tahun terakhir ini.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
Dimana pada tahun 2009 Kanwil DJP Jakarta Pusat tercatat menerima permohonan keberatan sebanyak 684 berkas pengajuan keberatan, sedikit mengalami penurunan pada tahun 2010 yang tercatat sebanyak 669 berkas keberatan. Akhir tahun 2011 Kanwil DJP Jakarta Pusat mencatat telah menerima permohonan keberatan dengan total 546 berkas keberatan. Berkas keberatan yang diterima oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat meliputi jenis pajak PPN, PPnBm, PPh, PBB dan BPHTB. Salah satu hal yang menjadi masalah pokok dalam proses penyelesaian keberatan Wajib Pajak, yaitu banyaknya Wajib Pajak beranggapan bahwa penyelesaian keberatan yang selama ini diterapkan kurang mementingkan hak-hak Wajib Pajak untuk mendapatkan keadilan. Hal ini banyak disebabkan karena layanan yang ada masih dianggap terlalu birokratis, tidak transparan, terlalu panjang, tidak jelas bahkan sering dirasakan berbelit-belit adalah diantara yang mengemuka sebagai gambarannya (Pandiangan, 2008 : 95) sehingga Wajib Pajak melanjutkan upaya hukumnya melalui upaya banding ke Pengadilan Pajak. Reformasi birokrasi yang diarahkan untuk memberikan peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada publik dapat dilakukan melalui berbagai langkah prioritas. Sehingga peningkatan ini dapat diwujudkan dalam jangka menengah dan jangka panjang, namun dengan memperhatikan layanan yang lebih baik (best services). (Pandiangan, 2008 : 95) Terkait dengan pelayanan dalam penyelesaian proses keberatan, reformasi dimulai dengan diimplementasikannya Sistem Administrasi Perpajakan Modern (SAPM) pada akhir 2004 dan secara bertahap mulai diterapkan tahun 2005 hingga saat ini. Penerapan SAPM ini memberikan perubahan mendasar dalam pelayanan kepada Wajib Pajak yang mengajukan keberatan pajak. Hal ini ditandai dengan diberlakukannya peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-165/PJ/2005 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Jenderal Pajak Nomor KEP-297/PJ/2002, dimana proses keberatan yang sebelumnya menjadi wewenang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan ada sebagian yang menjadi wewenang Kantor Wilayah (Kanwil), kini wewenang atas penyelesaian keberatan oleh KPP sepenuhnya telah menjadi wewenang Kanwil. Hal ini bertujuan untuk menjamin terwujudnya profesionalisme dan objektifitas kinerja dalam menyelesaikan proses keberatan. Semenjak itu, reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus dilakukan untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Pembenahan dalam segala segi dan aspek di Direktorat ini semakin disempurnakan, termasuk pelayanan terhadap penyelesaian permohonan keberatan Wajib Pajak. Salah satunya dengan adanya 8 (delapan) layanan
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
unggulan perpajakan sesuai dengan Surat Edaran NOMOR SE-37/PJ/2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang Percepatan Jangka Waktu Penyelesaian Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak, sebagaimana yang telah diubah dengan diterbitkannya Surat Edaran NOMOR : SE-79/PJ/2010 tanggal 15 Juli 2010 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Keuangan NOMOR : 187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 mengenai Standard Prosedur Operasi (SOP) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan Kementrian Keuangan dimana terdapat 16 (enam belas) jenis layanan unggulan bidang perpajakan yang salah satunya mempercepat proses penyelesaian keberatan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan prima bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat 1 UU KUP permohonan keberatan wajib pajak paling lambat harus diputus dalam jangka waktu 12 bulan. Dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan mengenai Layanan Unggulan ini, proses penyelesaian keberatan dapat dipercepat menjadi 9 bulan semenjak permohonan diterima. Di pihak fiskus yang menangani keberatan, kebijakan percepatan jangka waktu penyelesaian keberatan ini harus dapat ditunjang dengan kinerja yang lebih optimal sesuai dengan prinsip pelayanan prima agar sasaran dari program Layanan Unggulan ini dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Di sisi wajib pajak, apakah dengan adanya Layanan Unggulan khususnya dalam penyelesaian keberatan ini benar dapat memberikan kepastian serta kepuasaan hukum bagi para wajib pajak tanpa mengesampingkan proses dan pemberian bukti-bukti yang ada, ataukah wajib pajak merasa kebijakan ini akan membatasi hak wajib pajak dalam memberikan bukti-bukti selama proses keberatan yang akan menjadi dasar keputusan keberatan. Terkait hal-hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui seberapa berhasil implementasi penyelesaian keberatan pajak sesuai dengan Program Layanan Unggulan yang diberikan oleh Departemen Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak beserta permasalahan yang dihadapi. 1.1
Perumusan Masalah Masih banyaknya Wajib Pajak yang beranggapan penyelesaian keberatan selama ini
yang diterapkan kurang mementingkan hak-hak Wajib Pajak untuk mendapatkan keadilan. Hal ini banyak disebabkan karena layanan yang ada masih dianggap terlalu birokratis, tidak transparan, terlalu panjang, tidak jelas bahkan sering dirasakan berbelit-belit. Seiring dengan perubahan atau modifikasi yang diterapkan DJP untuk memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, saat ini mulai diterapkan Program Layanan Unggulan, khususnya dalam
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
penyelesaian keberatan, diharapkan dengan adanya layanan yang diberikan fiskus kepada para wajib pajak yang mengajukan permohonan keberatan dapat berjalan dengan efektif tanpa menghilangkan atau mengurangi hak wajib pajak dalam proses penyelesaiannya. Terkait dengan percepatan keputusan, percepatannya harus ditunjang dengan prosedur kerja yang jelas dan transparan, serta memperhatikan mengenai sumber daya manusia yang dimiliki oleh Kanwil apakah dalam penyelesaian keberatan sudah memadai baik dari kualitas maupun kuantitas sehingga percepatan jangka waktu penyelesaian keberatan pajak dapat berjalan efektif dan sesuai dengan prosedur yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun pertanyaan yang timbul adalah: 1. Bagaimana efektifitas Program Layanan Unggulan dalam penyelesaian keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat? 2. Apa saja permasalahan yang dihadapi dalam proses penyelesaian keberatan pajak yang timbul dari pihak penelaah keberatan maupun dari wajib pajak? 1.2
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai dapat
diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas Program Layanan Unggulan khususnya dalam penyelesaian keberatan yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jakarta Pusat. 2. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh penelaah keberatan maupun wajib pajak dalam proses penyelesaian keberatan.
2. TINJAUAN TEORITIS Penelitian pertama yang berjudul “Kualitas layanan kantor pelayanan pajak dalam penyelesaian keberatan wajib pajak (studi kasus pada kantor pelayanan pajak jakarta senen)” ditulis oleh Marsidi Saragih, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi UI tahun 2003 membahas mengenai seberapa jauh kualitas layanan aparat pajak terhadap pengajuan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen. Tujuan dari penelitin ini adalah Untuk mengetahui kualitas layanan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen terhadap Wajib Pajak dan Untuk menganalisis dan mengetahui peta posisi masing-masing dimensi pada diagram Kartesius, pelayanan mana yang kritis yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen kepada
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
Wajib Pajak, sehingga dapat dijadikan pedoman utuk memperbaiki pelayanan kepada Wajib Pajak. Penelitian ini didasarkan pada pendekatan Analisis Deskriptif terhadap data yang diperoleh selama melakukan penelitian. pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik dan pengumpulan data menggunakan studi literatur mengenai aturan perpajakan serta kuisioner yang disebar kepada responden (Wajib Pajak). Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Kualitas layanan petugas pajak KPP Jakarta Senen adalah bahwa peugas pajak relatif cukup diandalkan dalam menyelesaikan proses keberatan, cukup tanggap terhadap permasalahan Wajib Pajak, cukup meyakinkan Wajib Pajak dalam menyelesaikan proses keberatan, cukup menunjukkan rasa empati terhadap Wajib Pajak, dan relatif baik dalam tampilan fisik. Dengan demikian secara keseluruhan kualitas layanan KPP Jakarta Senen dalam menyelesaikan keberatan Wajib Pajak dinilai cukup baik. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rosita Saleh dengan judul “Analisis Proses Keberatan dalam Upaya Pemenuhan Hak Wajib Pajak. Studi Kasus Pada Kanwil DJP Jakarta Selatan”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui keberatan di Kanwil DJP Jakarta Selatan telah dilaksanakan dengan melakukan penelitian formal dan material, faktor-faktor apakah yang menyebabkan penolakan suatu keberatan dan mengetahui permasalahan-permasalahan yang akan timbul akibat penolakan dalam keputusan keberatan tersebut. Jenis penelitian ini termasuk kedalam deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Teknik dan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, wawancara mendalam serta pengamatan langsung. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Dalam proses keberatan yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jakarta Selatan telah dilakukan penelitian formal dan penelitian material, Dalam penyelesaian keberatan yang dilaksanakan di Kanwil DJP Jakarta Selatan sebagian besar keberatan ditolak. Adapun faktor-faktor penyebab penolakan adalah surat kebertan telah melampaui jangka waktu 3(tiga) bulan setelah penerbitan ketetapan pajak, Wajib Pajak tidak dapat menghadiri undangan fiskus untuk menyampaikan alasan-alasan keberatan dan tidak mampu memberikan data-data sebagai bukti pendukung alasan keberatannya, data dan bukti dokumen pembukuan wajib pajak yang tidak dapat memberikan keyakinan fiskus karena menurut pendapat peneliti keberatan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, keterbatasan wewenang peneliti keberatan, yang dibatasi oleh administrasi pajak dan hierarki jabatan dari pengambil keputusan. Adanya keputusan penolakan keberatan yang diterbitkan di Kanwil DJP Jakarta Selatan, berakibat sebagian besar Wajib Pajak tersebut melanjutkan upaya pencarian keadilan ke tingkat yang lebih tiggi yakni banding di pengadilan pajak.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
3. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. pendekatan ini dipilih dengan tujuan penulis ingin mendapatkan gambaran mengenai implementasi penyelesaian keberatan sehubungan dengan adanya Program Layanan Unggulan yang memberikan janji pelayanan untuk dapat menghasilkan keputusan dalam jangka waktu 9 bulan semenjak permohonan diterima, yang diperoleh berdasarkan analisis data dan kata-kata dari para informan setelah penulis melakukan studi lapangan. Berdasarkan jenis penelitiannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pemilihan jenis penelitian deskriptif, dikarenakan penulis akan membahas mengenai gambaran implementasi penyelesaian keberatan di Kanwil Jakarta Pusat, yang kemudian akan dikaitkan dengan kebijakan program layanan unggulan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Selain itu, peneliti juga akan menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam proses penyelesaian keberatan dari sisi wajib pajak maupun fiskus. Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian murni. Hal ini karena peneliti sendiri yang menentukan tema, objek serta subjek penelitiannya. Pihak ketiga tidak berperan dalam penentuan tema, objek dan subjek penelitian. Keinginan peneliti untuk mengetahui seberapa efektif penyelesaian keberatan yang dilakukan di Kanwil DJP Jakarta Pusat sesuai dengan adanya Program Layanan Unggulan ini beserta permasalahannya. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk ke dalam pengertian cross sectional, Karena penelitian ini hanya mengambil satu bahan dari fenomena tertentu pada satu waktu tertentu dan tidak untuk diperbandingkan. Dimensi waktu yang menjadi fokus peneliti adalah kondisi dimana adanya Program Layanan Unggulan dalam bidang perpajakan khususnya dalam penyelesaian keberatan sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak dimana permohonan keberatan harus dapat diputus 9 bulan semenjak permohonan diterima. Dalam mencari informasi untuk menjawab permasalahan penelitian, maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Studi Literatur (Literatury Research) dan Studi Lapangan (Field Research) dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Untuk melihat seberapa efektif atau sejauh mana kinerja Kanwil DJP Jakarta Pusat menjalankan Program Layanan Unggulan khususnya dalam penyelesaian keberatan, digunakan beberapa indikator/ kriteria untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan pelayanan sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Sondang P. Siagian, yaitu faktor waktu, faktor kecermatan dan faktor gaya pemberian pelayanan yang akan dianalisis lebih mendalam secara parsial berikut ini : 1.
Analisis Faktor Waktu
Faktor waktu disini menurut Siagian (1996:60) adalah ketepatan waktu dan kecepatan waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Seperti yang diketahui bahwa terhadap surat keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan wajib pajak ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 26 ayat 1 UU KUP. Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi pajak. Selanjutnya kita akan melihat lebih rinci mengenai tingkat penyelesaian keberatan yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan, sebagai berikut : Tabel 5.2 Penyelesaian Keberatan PPN jenis pajak Berkas Keberatan 2009 2010 2011 sisa berkas 0 112 168 berkas masuk 134 208 349 total 134 320 517 jumlah yang PPN diselesaikan 22 152 295 0-9 bulan 20 86 146 > 9 bulan 2 66 149 Presentase (%) 91% 57% 49% Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Peneliti
2012 222 0 222 162 108 54 67%
Tabel diatas memberikan gambaran seberapa efektif kinerja Kanwil DJP Jakarta Pusat dalam dalam menghasilkan keputusan keberatan sesuai dengan Program Layanan Unggulan untuk jenis pajak PPN. Bisa dilihat dari jumlah 22 berkas yang berhasil diselesaikan pada tahun 2009, tercatat sebanyak 20 berkas atau sekitar 90% berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan. Akan tetapi kinerja penyelesaian dalam jangka waktu 9 bulan terlihat menurun untuk
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
tahun-tahun berikutnya. Di tahun 2011 dari 295 berkas yang diselesaikan, hanya 49% yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan atau sebanyak 149 berkas. Trend yang hampir serupa juga dapat terlihat untuk jenis pajak lainnya yaitu PPh Badan dimana tingkat ketepatan waktu penyelesaian dalam jangka waktu 9 bulan sesuai dengan Layanan Unggulan terlihat sangat fluktuatif. Berikut tabel penyelesaian keberatan untuk jenis pajak PPh Badan. Tabel 5.3 Penyelesaian Keberatan PPh Badan jenis pajak Berkas Keberatan sisa berkas berkas masuk total PPh Badan
2009 0 58 58
2010 30 73 103
2011 60 72 132
2012 53 0 53
28 28 0 100%
43 34 9 79%
79 20 59 25%
30 27 3 90%
jumlah yang diselesaikan 0-9 bulan > 9 bulan Presentase (%)
Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Penelliti Dari data yang disajikan diatas, dapat terlihat bahwa pada tahun 2009 jumlah pengajuan keberatan untuk jenis pajak PPh Badan sebanyak 58 berkas dengan jumlah berkas yang berhasil diselesaikan pada tahun yang sama sebanyak 28 berkas. Dimana dari 28 berkas tersebut, tingkat ketepatan waktu yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan adalah sebesar 100% atau dengan kata lain, 28 berkas yang selesai pada tahun 2009 dapat diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 9 bulan. Berbeda pada tahun 2011 yang mengalami penurunan signifikan dalam hal ketepatan waktu penyelesaian 9 bulan. Terlihat dari sisa berkas yang belum selesai pada tahun sebelumnya ditambah berkas yang masuk pada tahun 2011 menghasilkan total volume kerjaan sebanyak 132 berkas keberatan. berkas yang berhasil diselesaikan pada tahun 2011 sebanyak 79 berkas dimana hanya sekitar 20 berkas dari jumlah tersebut yang berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan. Berarti tingkat penyelesaian tepat waktu hanya berhasil 25% ,sisanya yaitu 59 berkas diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari 12 bulan sesuai dengan ketentuan UU KUP. Mengenai tingkat ketepatan waktu penyelesaian yang mampu dicapai para Peneliti Keberatan, mereka mengatakan selalu berupaya untuk meningkatkan kinerja mereka agar para wajib paajk senantiasa diberikan kepastian dengan lebih cepat, tapi hal itu tidak bisa
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
dilepaskan dengan bobot masalah keberatan yang diajukan oleh para wajib pajak yang beragam, dari menyangkut masalah formal hingga material yang membutuhkan analisa kasus yang lebih mendalam. Dilihat dari hasil temuan data yang menggambarkan bahwa tingkat ketepatan waktu dari penyelesaian keberatan sesuai dengan Layanan Unggulan di Kanwil DJP Jakarta Pusat menunjukkan hasil yang belum begitu memuaskan, seorang Penelaah Keberatan menjelaskan ada kalanya suatu berkas keberatan baru menghasilkan keputusan keberatan setelah lebih dari 9 bulan tetapi tetap tidak melebihi jangka waktu yang ditetapkan Undang-Undang yaitu 12 bulan. Kanwil DJP Jakarta Pusat khususnya di Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding memang sudah mulai memberikan batasan waktu bahwa peneliti keberatan harus mengupayakan proses pengelolaan berkas keberatan sampai tingkat usulan keputusan dalam jangka waktu maksimal 9 bulan untuk kasus-kasus yang biasa dalam arti tidak banyak hal yang dapat mempengaruhi usulan dan keputusan tersebut dan 11 bulan bagi kasus-kasus yang membutuhkan perhatian khusus. Dalam arti banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti adanya multitafsir terhadap ketentuan yang mengaturnya, bukti pendukung yang terkait dengan instansi lain yang masih ditunggu jawaban atau respon ataupun kasus-kasus yang dalam Undang-Undang belum ada ketentuan yang mengaturnya, hal ini diperkuat dari pernyataan seorang Peneliti Keberatan yang bertugas di Kanwil Jakarta Pusat: “karena bebannya banyak dan harus melalui tahapan-tahapan itu ya, terus case dari masalah, pokok atau bobot masalah itu juga harus menjadi suatu pertimbangan, kenapa atas keberatan ini diputusnya lebih dari 9 bulan,, ooh karena memang case masalahnya berat, memang membutuhkan suatu pendalaman materi, harus melakukan diskusi, analisa, sehingga jangka waktu 9 bulan itu bisa lewat”(wawancara dengan PK AW, 12 Juni 2012) Jadi, dari pernyataan diatas-diatas dapat disimpulkan bahwa Layanan Unggulan ini tetap diterapkan di Kanwil DJP Jakarta Pusat sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada wajib pajak akan tetapi dalam perjalanannya tidak bisa mengabaikan beban kerja yang harus ditanggung setiap penelaah keberatan untuk memproses penyelesaian tersebut secara benar dan seksama sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Menurut penulis, dari ukuran ketepatan waktu ini, Kanwil DJP Jakarta Pusat dinilai belum memberikan hasil maksimal dilihat dari data jumlah penyelesaian keberatan yang berhasil diselesaikan sesuai dengan Layanan Unggulan masih berkisar pada rata-rata presentase 60%.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
2.
Analisis Faktor Kecermatan Ukuran kedua untuk menilai tingkat efektivitas kerja organisasi yang memberikan pelayanan adalah faktor kecermatan. Menurut Siagian Faktor kecermatan disini adalah faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan. Dalam hal keberatan pajak berarti ketelitian dari para Penelaah Keberatan dalam memproses pengajuan keberatan dari wajib pajak. Peneliti pun akan mulai meneliti dari format surat. Dalam hal ini penggunaan bahasa, penyampaian alasan-alasan permohonan keberatan, tenggang waktu yang ditetapkan yakni tidak melampaui 3 bulan sejak ketetapan pajak diterbitkan. Begitupun dengan jumlah perhitungan pajak yang terhutang menurut wajib pajak sampai kesahihan surat keberatan tersebut. Apakah oleh orang yang berwenang dan berkedudukan sebagai penanggungjawab wajib pajak, seperti Direktur atau Pengurus. Seperti yang tertera dalam Akte pendirian perusahaan tersebut, yang didukung oleh bukti-bukti otentik. Sedangkan bagi kuasa yang diberikan oleh direktur atau pengurus harus disertakan surat kuasa khususnya. Hal ini pun diperiksa kelengkapan, apakah disertai surat kuasa untuk itu. Karena terkadang proses awal ini suka luput dari petugas di KPP. Menurut penulis penolakan formal menjadi salah satu tanda wajib pajak tidak dapat meneruskan upaya hukumnya melalui lembaga keberatan sehingga kepastian untuk memberitahukan penolakan formal dapat digunakan wajib pajak untuk menggunakan upaya lain seperti pengajuan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar seperti yang diatur dalam pasal 36 ayat 1(b) misalnya. Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya kekurangan atau penolakan persyaratan formal, setiap wajib pajak dihimbau untuk dapat memahami dengan jelas persyaratan formal mengenai pengajuan keberatan. penelitian formal yang dilakukan di tingkat kantor wilayah seperti ini menurut penulis sangat penting karena ketentuan formal merupakan gerbang utama layak uji suatu permohonan keberatan untuk dapat diproses selanjutnya sehingga hak wajib pajak untuk mencari keadilan berawal dari lulusnya persyaratan formal. Setelah dilakukan penelitian formal tersebut dan telah memenuhi persyaratan formal maka akan dilanjutkan pada tahap berikutnya. Tahap berikutnya dilakukan penelitian material. Proses penelitian materi pajak diawali dengan melakukan permintaan data sebagai bukti pendukung keberatan. Peneliti mengundang wajib pajak untuk menyampaikan alasan-alasan permohonan keberatannya. Pada hari yang ditentukan itu wajib pajak juga diberi kesempatan untuk menyampaikan alasan-alasan dan data-data
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
pendukung keberatannya. Dalam proses ini tidak sedikit wajib pajak yang tidak mengkonfirmasi kepada peneliti bahwa dirinya dapat hadir. kita lihat komposisi keputusan dilihat dari jumlah pengajuan keberatan wajib pajak pada 3 tahun ke belakang untuk jenis pajak PPN dan PPh Badan dalam tabel berikut ini: Tabel 5.4 Hasil Keputusan Keberatan amar putusan tahun diteruskan total pengajuan jenis pajak kekantor keberatan tolak formal dikabulkan ditolak keberatan pusat PPN 134 3 15 104 12 2009 PPh Badan 58 8 19 24 7 PPN 208 15 80 103 10 2010 PPh Badan 73 3 26 43 1 PPN 349 70 50 225 0 2011 PPh Badan 72 6 12 51 0
Sumber : Kanwil DJP Jakarta Pusat, diolah kembali oleh Peneliti Dari hasil data diatas, diketahui pada tahun 2009 untuk jenis pajak PPN sebanyak 104 berkas dari 134 berkas keberatan yang masuk pada tahun yang sama diputuskan dengan putusan menolak. Demikian pula untuk PPh Badan dimana keputusan yang menolak lebih mendominasi daripada keputusan yang lain, yaitu 24 berkas dari 58 berkas yang masuk di 2009 diputuskan dengan putusan menolak. Di tahun-tahun berikutnya pula trend melihatkan hal yang sama, yaitu keputusan menolak lebih banyak daripada keputusan yang lain dengan rata-rata keputusan menolak kurang lebih 50% di setiap tahun. Akan tetapi, pada tahun 2011 kita dapat melihat untuk pengajuan keberatan jenis pajak PPN, bahwa dari 349 berkas yang masuk di tahun 2011 sebanyak 70 berkas pengajuan keberatan dari wajib pajak ditolak formal oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat. Jumlah tersebut terbilang cukup besar yang menandakan bahwa proses penelitian persyaratan formal pengajuan berkas keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat itu sangat penting dilakukan. Karena terkadang surat keberatan sudah terlanjur dikirim ke Kanwil, tetapi surat tersebut ternyata luput dari penelitian menyeluruh. Maka pada tahap ini penolakan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak dapat terjadi 3.
Analisis Faktor Pemberian Pelayanan Menurut Siagian Gaya pemberian pelayanan merupakan salah satu ukuran lain yang dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektivitas kerja. Yang dimaksud dengan gaya disini adalah cara dan kebiasaan pemberi pelayanan dalam memberikan jasa kepada
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
pelanggan. Bisa saja si pelanggan merasa tidak sesuai dengan gaya pelanggan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Dengan adanya program Layanan Unggulan khususnya dalam memproses pengajuan keberatan oleh wajib pajak ini, mengharuskan para Peneliti Keberatan untuk dapat meningkatkan kinerja atau performa mereka agar apa yang menjadi tujuan dari program Layanan Unggulan ini dapat mencapai hasil yang baik dan dapat memberikan kepastian hukum. Hal ini didukung pernyataan Peneliti Keberatan bahwa : “Kedepannya, fokus dari Kakanwil Jakarta Pusat untuk semua jenis pajak yang diajukan keberatan kepada kantor kami, Konsep Laporan penyelesaian keberatan sudah harus diserahkan ke kepala seksi minimal 2 bulan sebelum tanggal jatuh tempo layanan unggulan.”(wawancara dengan PK AW ,12 Juni 2012) Dalam proses penyelesaian keberatan di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat yang tidak terlepas dari kekurangan yang dirasakan oleh para wajib pajak yang mencari keadilan melalui upaya pengajuan keberatan. salah satunya adalah proes penyelesaian keberatan dimana terdapat hak untuk hadir, fiskus meminta keterangan wajib pajak untuk memberikan keterangan, bukti dan alasan pendukung yang diharapkan oleh banyak wajib pajak sebagai sarana memperkecil selisih argumen antara fiskus dan wajib pajak dinilai belum dapat terlaksana dengan maksimal. Terjadinya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Kemampuan penelaah di bidang keberatan banding sangat dinilai oleh kualitas penyelesaian yang dihasilkan oleh mereka. Sejauh ini, kemampuan yang dimiliki belum diikuti oleh semangat untuk memberikan apa yang menjadi hak wajib pajak. Hal ini diutarakan oleh seorang konsultan pajak : “..jangan sampai para penelaah, kasie ataupun kabid menyalahgunakan wewenang, yang haknya wp berikan kalo bukan haknya wp jangan diberikan, butuh para petugas dari atas sampai bawah yang memilki kemampuan hukum pajak materil yang baik agar tidak ada kebijakan menolak saja”(wawancara Bp. Edi, tanggal 11 Juni 2012) Dari pernyataan tersebut dapat dinilai bahwa untuk menghasilkan kualitas penyelesaian keberatan yang baik, dibutuhkan semangat dari para atasan sampai bawahan untuk memberikan apa yang menjadi hak wajib pajak. Bukan sekedar kebijakan menolak dari atasan tertinggi untuk dapat mempertahankan hasil pemeriksaan. Seperti yang dinyatakan oleh seorang informan berikut : “bukan salah proseduralnya, sistem proseduralnya sudah betul, yang salah adalah semangatnya terlalu tinggi untuk mempertahankan ketetapan pajaknya atau hasil pemeriksaannya”(wawancara Bp. Edi, tanggal 11 Juni 2012)
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
Jadi, kemampuan yang baik dari para penelaah di bidang keberatan banding belum dapat memberikan kualitas keputusan yang baik pula. Wajib pajak merasa masih adanya intervensi jika dalam pengambilan keputusan diserahkan sepenuhnya oleh jabatan tertinggi untuk menentukan apakah surat keberatan ini ditolak atau dikabulkan dan tidak melihat bukti-bukti yang sudah wajib pajak berikan. Kendala-Kendala yang Timbul Dalam Penyelesaian Keberatan B.1.
Kendala Yang Timbul Dari Wajib Pajak
1. Kekurangpahaman Wajib Pajak terhadap Peraturan Perpajakan yang berlaku. 2. Kurang kooperatifnya Wajib Pajak dalam meminjamkan berkas/dokumen sebagai pihak yang berkepentingan dalam penyelesaian keberatan. 3. (Ada) Wajib Pajak yang meminta Penelaah Keberatan menyelesaikan proses keberatan tetap 12 bulan. B.2.
Kendala Yang Timbul Dari Pihak Fiskus
1.
Kurangnya koordinasi dengan pemeriksa di KPP dalam hal peminjaman berkas dan meminta tanggapan atas surat keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
2.
Kuantitas/jumlah personil penelaah keberatan serta kendala teknis dengan wajib pajak.
5. KESIMPULAN 1.
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai efektifitas penyelesaian keberatan Kanwil DJP Jakarta Pusat menunjukkan bahwa : a.
Dari segi waktu dalam menyelesaikan keberatan wajib pajak, ukuran ketepatan waktu di Kanwil DJP Jakarta Pusat dinilai belum efektif, karena belum memberikan hasil yang optimal dilihat dari data jumlah penyelesaian keberatan yang berhasil diselesaikan sesuai dengan Layanan Unggulan masih berkisar pada rata-rata presentase 60%.
b.
Dari segi kecermatan dalam proses penyelesaian keberatan,terbagi atas: −
Pelaksanaan proses penelitian formal dan material telah dilkukan dengan baik oleh para penelaah keberatan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan.
−
Hasil keputusan yang dihasilkan dinilai wajib pajak belum memberikan nilai yang baik atas ketelitian para penelaah keberatan tersebut karena mereka masih merasa bahwa tingkat ketelitian dari para penelaah keberatan belum diimbangi dengan hasil yang objektif.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
c.
Dari segi pemberian pelayanan dalam proses penyelesaian keberatan dapat terlihat dari beberapa unsur, diantaranya : −
tindakan atau responsivitas penyelesaian keberatan pajak di Kanwil DJP Jakarta Pusat belum efektif dan masih perlu ditingkatkan. Sudah ada respon positif terhadap keluhan dan pengaduan yang disampaikan wajib pajak terkait pelayanan. Hanya saja pengaduan tersebut belum dapat ditindaklanjuti sepenuhnya sehingga wajib pajak merasa bahwa Kanwil DJP Jakarta Pusat tidak merespon keluhan mereka.
−
Tanggung jawab terhadap sikap Kanwil DJP Jakarta Pusat dalam proses penyelesaian keberatan dapat dikatakan baik. Hal ini terlihat dari prosedur penyelesaian keberatan yang diberikan oleh para peneliti keberatan sudah tertuang dalam SOP (Standard Operation Procedure).
−
Kemampuan para peneliti keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat yang baik belum diimbangi dengan kualitas hasil putusan yang didominasi oleh keputusan menolak yang mencapai 70%, sehingga nilai keadilan dalam proses keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat belum dapat dikatakan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya wajib pajak yang masih merasa bahwa penyelesaian keberatan belum dapat memenuhi asas keadilan dan belum sepenuhnya transparan.
2. Kendala-kendala yang timbul dalam penyelesaian keberatan: a.
Dari pihak wajib pajak adalah kurangnya pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan khususnya dalam ketentuan pengajuan keberatan, kurang kooperatifnya wajib pajak dalam meminjamkan dokumen-dokumen.
b.
Dari pihak petugas keberatan di Kanwil DJP Jakarta Pusat adalah terbatasnya kuantitas penelaah keberatan yang tidak seimbang dengan volume keberatan yang harus diselesaikan, kurangnya koordinasi dengan pemeriksa di KPP dalam hal permintaan tanggapan atas surat keberatan wajib pajak dan dalam hal peminjaman berkas-berkas pemeriksaan wajib pajak.
6. SARAN 1. Untuk dapat meningkatkan kualitas hasil keputusan yang lebih baik, perlu dikembangkan sikap meneliti dan memperhatikan keberatan pajak dan tidak mengalihkan tanggung jawab kepada Pengadilan Pajak agar terbentuk aparat
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
pajak yang akuntabel dimana aparat pajak harus bertanggung jawab dan bersedia untuk diperiksa oleh pihak yang berwenang atas setiap keputusan atau tindakan yang diambil dalam rangka pelaksanaan tugas. 2. Untuk meningkatkan pemahaman wajib pajak terhadap ketentuan mengenai pengajuan keberatan maka sebaiknya penyuluhan dilakukan secara intensif dan dengan cara-cara yang efektif seperti dengan mengundang wajib pajak untuk datang pada suatu forum yang membahas mengenai keberatan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keberatan. serta menerbitkan buku pedoman yang diperuntukkan bagi para wajib pajak sebagai bentuk pelayanan kepada wajib pajak.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
7. KEPUSTAKAAN Buku: Atmosoeprapto, Krisdarto (2002). Menuju SDM Berdaya “Dengan Kepemimpinan Efektif dan Manajemen Efisien”. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Barata, Atep Adya. (2003). Memahami Pengadilan Pajak (Meminimalisasi dan Menghindari Sengketa Pajak dan Bea Cukai). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Bird, Richard M and Milka Casanegra de Jantscher. (1992). Imrproving Tax Administration In Developing Countries. USA: International Monetary Fund. Boediono, B. (2003). Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Brata. (2004). Budiardjo, Miriam. (2006). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design:Choosing AmongFive Traditions. New Delhi: Sage Publications India. Dwiyanto, Agus. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Huseini, Martani, dan S.B. Hari Lubis,. (2000). Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Terpadu). Jakarta: PAU UI. Komariah, Rukiah, dan Ali Purwito. (2006). Pengadilan Pajak: Proses Banding, Sengketa Pajak, Pabean dan Cukai. Depok: Fakultas Hukum Universitas. Kurniawan, Agung. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Pembaruan. Kurniawan, dan Mokh Najih. (2008). Paradigma kebijakan pelayanan publik: rekonstruksi pelayanan publik menuju pelayanan yang adil, berkualitas, demokratis, dan berbasis hak rakyat. Jakarta: In-trans Pub. Lyons, Susan M. (1996). International Tax Glossary. International Buerau of Fiscal Documentation. Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik (Edisi Revisi). UPP STIM YKPN. Mansury. (1996). Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: IN-HILL-CO. Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasucha, Chaizi. (2004). Reformasi Administrasi Publik: Teori & Praktek. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Neuman, William Lawrence. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Needham Heights: A Pearson Education Company.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013
Nurmantu, Safri, dan Azhari A. Samudra. (2003). Dasar-dasar Perpajakan: edisi kedua. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. ______________. (2005). Pengantar Perpajakan: edisi 3. Jakarta: Granit. Pandiangan, Liberti. (2008). Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. R. Dye, Thomas. (2002). Understanding Public Policy: Tenth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Rosdiana, Haula dan R. Tarigan. (2005). Perpajakan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.Raja Gaarfindo Persada. Santosa, Pandji. (2008). Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT. Rafika Aditama. Siagian, Sondang P. (2001). Kerangka dasar ilmu administrasi. Jakarta: Rineka Cipta. ________________ . (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Soemitro, Rochmat. (1990). Azas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: Eresco. Suandy, Erly. (2002). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar. (2000). Kamus Akuntansi. Jakarta: Citra Harta Prima. Waluyo, dan Wirawan B. Ilyas. (1999). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia: edisi 10 – buku 1. Jakarta: Salemba.
Peraturan Perundang-Undangan: Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. ________________. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. ________________. 2010. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010, Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan/ Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. ________________. 2010. Surat Edaran Nomor SE- 122/PJ./2010, Tentang Pengantar Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan/ Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Analisis efektivitas..., Ririn Avriyani, Adang, FISIP UI, 2013