PENGARUH KEADILAN PAJAK TERHADAP PERILAKU KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (STUDI KASUS KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN) Shinta Saraswati, Fany Inasius, S.E.,M.M.,M.B.A.,BKP. Binus University, Jl. Jelambar Utama Sakti 6 No.22, 081908214174,
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menguji dampak dari dimensi keadilan pajak pada perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Dimensi keadilan pajak yang terdiri dari keadilan umum (general fairness), timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government), kepentingan pribadi (self interest), ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus (special provision), dan susunan tarif pajak (tax rate structure) terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Penjaringan. Richardson mengungkapkan bahwa keadilan pajak merupakan masalah multidimensional dan masalah kebudayaan yang berdampak pada perilaku kepatuhan wajib pajak.Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Jumlah populasi sebanyak 49.621 wajib pajak orang pribadi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis bahwa tingkat kedilan umum (general fairness) dan timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government) secara signifikan mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Kepentingan pribadi (self interest), ketentuan-ketentuan khusus (special provision) dan susunan tarif pajak (tax rate structure) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak, maka perlu adanya keadilan pajak dan untuk mengimplementasikannya perlu dilakukan sosialisasi tentang peraturan perpajakan. Kata Kunci : Keadilan pajak, dimensi keadilan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penerimaan dari sektor perpajakan merupakan sumber penerimaan utama yang
harus
dikelola agar keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik, sehingga pembangunan dalam segala bidang dapat dilaksanakan. Ketergantungan APBN terhadap sumber penerimaan negara yang berasal dari penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran negara semakin meningkat dari waktu ke waktu. Memasuki tahun 2013, Pemerintah melalui Institusi Kementerian Keuangan menetapkan Rp 1.529 triliun untuk membiayai kegiatan penyelenggaran negara mulai dari membayar gaji pegawai, pemberian subsidi, membayar utang luar negeri dan pembangunan infrastruktur. Pemerintah tetap masih mengandalkan penerimaan pajak dalam sumber penerimaan negara. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.193 triliun atau sekitar 78% dari total penerimaan negara (www.pajak.go.id). Dari sumber di Direktorat Jendral Pajak, pada tahun 2012 jumlah pajak yang terkumpul mencapai Rp 976 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 19% dari tahun sebelumnya. Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak dari tahun 2009-2012 mencapai 17%. Dengan target pajak pada tahun 2013 Pemerintah mengupayakan adanya pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 22%. Untuk merealisasikan angka pertumbuhan tersebut, pemerintah menginginkan adanya peningkatan persentase kepatuhan wajib pajak (http://www.pajak.go.id). Usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya mengandalkan peran dari Dirjen Pajak maupun petugas pajak tetapi juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri. Perubahan sistem perpajakan dari official assessment menjadi self assessment, memberikan kepercayaan wajib pajak untuk melaporkan, menghitung dan membayar kewajiban perpajakannya sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP), Indonesia menganut sistem perpajakan Self Assessment. Dalam sistem Self Assessment, Wajib Pajak diberikan fleksibilitas dan kewenangan penuh untuk menentukan besarnya pajak terutang menurut perhitungannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Hasil perhitungan tersebut terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) baik SPT Masa maupun SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak lebih banyak pada tatanan pengarahan dan pengawasan. Oleh karena itu untuk mencapai target penerimaan yang telah dicanangkan, Dirjen Pajak tidak dapat bekerja sendiri sehingga dibutuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk patuh memenuhi kewajiban perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya diletakkan sebagai isu yang utama, mengingat pada saat yang bersamaan akan muncul Tax Evasion atau penggelapan pajak yang berpengaruh terhadap besarnya penerimaan negara. Persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya (http://www.pajak.go.id). Menurut Menteri Kuangan Republik Indonesia Agus Martowardojo mengatakan bahwa Orang Pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai
penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak hanya 20 juta dan yang membayar pajaknya atau melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7%. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak atau melapor Surat Pemberitahuan (SPT)
Pajak
Penghasilan
hanya
520
ribu
badan
usaha
dengan
rasio
SPT
sekitar
10,4%.(http://www.pajak.go.id) Dibandingkan dengan negara tetangga kita seperti Malaysia, dimana tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak mencapai 80%, maka persentase kepatuhan pajak masyarakat Indonesia masih jauh dibawah kepatuhan pajak masyarakat Malaysia (http://www.pajak.go.id). Padahal tak sedikit upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Di antaranya adalah perbaikan sistem administrasi perpajakan seperti penyempurnaan peraturan perpajakan yang diharapkan dapat mengoptimalkan potensi perpajakan yang tersedia. Lalu, mengapa tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih rendah?. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Jackson & Milliron (Richardson, 2005), keadilan pajak (Tax Fairness) merupakan kunci variabel non ekonomi yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak. Pendapat terssebut didukung oleh pendapat Vogel, Spicer dan Becker (Richardson, 2005) bahwa pembayar pajak cenderung untuk menghindari pajak jika mereka menganggap bahwa sistem pajak tidak adil. Lalu bagaimanakah konsep keadilan pajak tersebut didefinisikan? Pada kenyataannya, untuk mendefinisikan konsep keadilan pajak sendiri masih menjadi masalah bagi para peneliti. Menurut Christensen et al. (1994) hal ini dikarenakan keadilan pajak merupakan konsep yang multidimensional yaitu konsep yang dapat diartikan dari berbagai sudut pandang berdasarkan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti. Di samping itu, konsep keadilan pajak dapat didefinisikan baik pada tingkatan individu maupun sosial, keadilan pajak dan kompleksitas pajak dapat dipersepsikan sebagai pembenaran sebagai penyebab ketidakpatuhan. Melalui penelitian, Gerbing (Richardson, 2005) mendefinisikan konsep dimensi keadilan pajak ke dalam lima variabel yaitu general fairness, exchange with the government, self interest, self provisions, dan tax rate structure. Kemudian dimensi keadilan pajak yang telah dikembangkan oleh Gerbing tersebut dijadikan acuan oleh beberapa peneliti dalam melakukan penelitian mengenai pengaruh dimensi keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Pada awalnya penelitian tersebut banyak dilakukan di negara barat, jarang peneliti menggunakan negara Asia sebagai objek penelitian. Richardson (2005) menyatakan bahwa perlu untuk melakukan penelitian-penelitian di negara lain untuk memperkaya pengetahuan tentang variabel keadilan pajak yang mempengaruhi perilaku kepatuhan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji persepsi keadilan pajak yang didefinisikan oleh Gerbing (Richardson, 2005) dan dikembangkan oleh beberapa peneliti di negara barat dan diterapkan di Asia, khususnya di Indonesia. Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini diberi judul “PENGARUH KEADILAN PAJAK TERHADAP PERILAKU KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (STUDI KASUS KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN)”
Identifikasi Masalah Penelitian ini menggunakan variabel terikat (dependent variabel) perilaku kepatuhan dengan variabel bebas (independent variabel) keadilan pajak. Dengan kultur yang berbeda, tingkat pendidikan Wajib Pajak yang juga mungkin berbeda dengan negara-negara lain, dan dengan menggunakan proksi keadilan pajak menurut Gerbing (Richardson, 2005), namun menempatkan perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai isu utama, maka dari kelima variabel diatas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: a.
Apakah tingkat keadilan secara umum (general fairness) mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
b.
Apakah timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government) mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
c.
Apakah kepentingan pribadi (self interest) mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
d.
Apakah ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus (special provision) mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
e.
Apakah susunan tarif pajak (tax rate structure) mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
Tujuan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan ini memiliki tujuan sebagai berikut: a.
Untuk mengetahui apakah keadilan secara umum (General Fairness) memiliki pengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi;
b.
Untuk mengetahui apakah timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government) berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi;
c.
Untuk mengetahui apakah adanya kepentingan pribadi (self interest) mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi;
d.
Untuk mengetahui apakah ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus (special provision) memiliki pengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi;
a.
Untuk mengetahui apakah susunan tarif pajak (tax rate structure) memiliki pengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Sesuai dengan judulnya, penelitian ini akan menganalisis dampak dimensi keadilan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajakdi Indonesia. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang dimaksud dalam penelitian ini terkait dengan diberlakukannya Undan-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan mengambil sudut pandang Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian ini merupaka replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Astuti, Y P (2012) dengan harapan agar penelitian ini dapat menambah dan memperbaiki kekurangan peneliti sebelumnya. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang dengan penelitian sebelumnya, yakni terletak pada subjek penelitian, dimana penelitian yang dilakukan Astuti, Y P (2012) dilakukan pada Wajib Pajak Badan di Indonesia.
Sedangkan penelitian ini dilakukan pada Wajib Pajak Orang Pribadi KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Alasan dilakukan penelitian pada KPP Pratama Jakarta Penjaringan, karena Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan merupakan salah satu bagian Kantor Pelayanan Pajak Modern, yang telah menggabungkan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan serta pemeriksaan pada satu kantor, untuk memudahkan dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial keadilan pajak yang terdiri dari tingkt keadilan secara umum, timbal balik dari pemerintah, kepentingan pribadi, ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus, dan susunan tarif pajak terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus KPP Pratama Jakarta Penjaringan)
Metode Penelitian Pengambilan sampel merupakan suatu proses pemilihan unit analisis yang tepat mewakili populasi. Populasi menurut Haryadi dan Winda (2010:21) adalah seluruh karekteristik yang menjadi objek penelitian, dimana karakteristik tersebut berkaitan dengan seluruh kelompok orang, peristiwa, atau benda yang menjadi pusat perhatian bagi peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar pada KPP Pratama Penjaringan. Sedangkan arti sampel itu sendiri menurut Haryadi dan Winda (2010:21) adalah bagian dari populasi yang dipercayai dapat mewakili karakteristik populasi secara keseluruhan. Namun karena peneliti memiliki keterbatasan waktu, tenaga dan biaya untuk mempelajari dan meneliti populasi, maka dilakukan pemilihan sampel yang diharapkan dapat mewakili karakteristik populasi yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
Tabel 3.3 Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar Tahun 2013 OP NON KARYAWAN
OP KARYAWA N
TOTAL
NON PKP
WP OP
PKP
TOTAL
3.413.89
3.468.39
25.973.24
NASIONAL
22.504.848
54.505
2
7
5
DKI JAKARTA
2.866.823
5.889
345.080
350.969
3.217.792
420.426
811
76.803
77.614
498.040
34.716
99
14.806
14.905
49.621
KANWIL DJP JAKARTA UTARA KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan
Responden yang akan digunakan sebagai sampel dalam penelitian Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), karyawan swasta, dan wirausaha atau wiraswata. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 Wajib Pajak Orang Pribadi. Menurut Astuti Y P (2012) jumlah sampel tersebut dirasa cukup mewakili populasi karena : a. Jumlah sampel lebih dari dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untu kebanyakan penelitian; dan b. Dalam penelitian multivariate, ukuran sampel sebaiknya beberapa kali lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan digunakan uji F. Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian model penelitian akan dilakukan dengan uji F dengan tingkat signifikansi 5%. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas : a.
Jika signifikan (F) < 0,05, maka Ho ditolak, Ha diterima
b.
Jika signifikan (F) > 0,05, maka Ho diterima, Ha ditolak
2. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai F-hitung : a.
Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak (ada pengaruh)
b.
Jika F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima (tidak ada pengaruh)
Sedanngkan untuk mengetahui pengaruh secara parsial digunakan Uji t. Uji statistik t pada dasarnya menujukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini secara parsial digunakan uji t dengan tingkat signifikansi 5%. Pada penelitian ini, hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 3 diuji dengan menggunakan uji t. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : 1. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas : a.
Jika signifikan < tingkat kesalahan (α = 0,05), maka Ho ditolak
b.
Jika signifikan > tingkat kesalahan (α = 0,05), maka Ho diterima
2. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai t-hitung : a.
Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak
b.
Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima
Hasil Dan Bahasan Setelah dilakukannya pengujian asumsi klasik seperti uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, uji linearitas, dan uji autokorelasi dengan Durbin-Watsons menunjukan bahwa data-data yang telah diolah tidak menimbulkan penyimpangan pengujian asumsi klasik. Analisis regresi berganda ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel dependen yaitu keadilan umum
(GENF/X1), timbal balik dengan pemerintah (EXCH/X2), kepentingan pribadi (SELF/X3), ketentuanketentuan khusus (SPEC/X4), dan susunan tarif pajak (TRATE/X5) secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu kepatuhan wajib pajak orang pribadi (TCOMP/Y). Berdasarkan tabel t pada lampiran 10 dengan tingkat signifikansi 0,05 / 2 = 0,025 dan derajat kebebasan df = n – k – 1 = 100 – 5 – 1 = 94 ( n adalah jumlah sampel, k = jumlah variabel independen), maka diperoleh t tabel sebesar 1,98552. Berikut akan disajikan hasil uji t dalam penelitian ini adalah :
Tabel Hasil Uji Parsial (Uji t) Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Std. Model
B
Error
1
(Constant)
2,067
,374
GENF
2,256
,099
EXCH
,867
SELF
Beta
t
Sig.
5,523
,000
,610
22,740
,000
,123
,218
7,033
,000
,378
,087
,209
,778
,409
SPEC
,078
,176
,096
,121
,396
TRATE
,065
,160
,031
,358
,710
a. Dependent Variable: TCOMP Sumber : Data diolah dengan SPSS 20 a. Variabel Keadilan Umum (GENF) H0: Pengaruh keadilan umum (general fairness) tidak mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; H1: Pengaruh keadilan umum (general fairness) mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung diperoleh sebesar 22,740 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena itu t hitung > t tabel (22,740 > 1,98552) dan tingkat signifikansi <0,005 (0,000 < 0,005) berarti bahwa maka ho ditolak dan ha diterima. Dengan kata lain variabel keadilan umum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
b.
Variabel Timbal balik dengan Pemerintah (EXCH) H0: Pengaruh timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government) tidak mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; H2: Pengaruh timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government) mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi;
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung diperoleh sebesar 7,033 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena itu t hitung > t tabel (7,033 > 1,98552) dan tingkat signifikansi <0,000 (0,000 < 0,005) berarti bahwa maka ho ditolak dan ha diterima. Dengan kata lain dimensi timbal balik dengan pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
c.
Variabel Kepentingan Pribadi (SELF) H0: Pengaruh kepentingan pribadi (self interest) tidak mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; H3: Pengaruh kepentingan pribadi (self interest) mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung diperoleh sebesar 0,778 dengan tingkat signifikansi 0,409. Oleh karena itu t hitung < t tabel (0,778 < 1,98552) dan tingkat signifikansi >0,005 (0,409 > 0,005) berarti bahwa maka ho diterima dan ha ditolak. Dengan kata lain kepentingan pribadi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
d.
Variabel ketentuan-ketentuan yang Berlaku Khusus (SPEC) H0: Pengaruh ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus (special provision) tidak mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; H4: Pengaruh ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus (special provision) mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi; Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung diperoleh sebesar 0,121 dengan tingkat signifikansi 0,396. Oleh karena itu t hitung < t tabel (0,121 < 1,98552) dan tingkat signifikansi >0,005 (0,396 > 0,005) berarti bahwa maka ho diterima dan ha ditolak. Dengan kata lain kepentingan pribadi memiliki pengaruh yang tiudak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
e.
Variabel Susunan Tarif Pajak (TRATE) H0: Pengaruh susunan tarif pajak (tax rate) tidak mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi H5: Pengaruh susunan tarif pajak (tax rate) mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung diperoleh sebesar 0,358 dengan tingkat signifikansi 0,710. Oleh karena itu t hitung < t tabel (0,358 < 1,98552) dan tingkat signifikansi >0,005 (0,710 > 0,005) berarti bahwa maka ho diterima dan ha ditolak. Dengan kata lain kepentingan pribadi memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
Analisis Regresi Berganda Berdasarkan tabel dapat diketahui analisis regresi berganda untuk keadilan umum, timbal balik dengan pemerintah, kepentingan pribadi, ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus, dan susunan tarif pajak terhadap perilaku kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebagai berikut: Y
= 2,067 + 2,256X1+ 0,867X2 + 0,378X3 + 0,078X4 + 0,065X5
Dimana : Y
= Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
X1
= Keadilan Umum
X2
= Timbal Balik Dengan Pemerintah
X3
= Kepentingan Pribadi
X4
= Ketentuan-ketentuan khusus
X5
= Susunan Tarif Pajak
Pada model regresi berganda ini, nilai konstanta sebesar 2,067 yang berarti jika variabel independen dalam model ini diasumsikan adalah nol, maka variabel independen di luar model tetap akan meningkatkan perilaku kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebesar 2,067. Variabel keadilan umum (X1) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan nilai satuan sebesar 2,256. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel keadilan umum memiliki berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 2,256 apabila variabel lainnya tetap. Dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan keadilan umum akan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak. Variabel timbal balik dengan pemerintah (X2) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan nilai satuan 0,867. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel timbal balik dengan pemerintah memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 0,867 apabila variabel lainnya tetap. Dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan timbal balik dengan pemerintah akan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak. Variabel kepentingan pribadi (X3) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan nilai satuan 0,378. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel kepentingan pribadi tidak akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 0,378 apabila variabel lainnya tetap. Dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan kepentingan pribadi tidak berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak. Variabel ketentuan-ketentuan khusus (X4) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan nilai satuan 0,078. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel ketentuanketentuan khusus tidak akan pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 0,078 apabila variabel lainnya tetap. Dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan variabel ketentuan-ketentuan khusus tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Variabel susunan tarif pajak (X5) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan nilai satuan 0,065. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel susunan tarif pajak tidak akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 0,065 apabila variabel lainnya tetap. Dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan variabel susunan tarif pajak tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Pembahasan Dimensi keadilan pajak, dalam bentuk keadilan umum (general fairness) berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Perilaku kepatuhan pajak ini timbul karena adanya sistem pajak penghasilan yang diatur secara adil, cara pembebanan pajak penghasilan didistribusikan secara adil kepada setiap Wajib Pajak, dan pajak penghasilan yang dibebankan dilakukan secara adil. Selain itu, pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay). Hasil pengujian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Richardson (2006) serta Azmi dan Perumal (2008) yang menyatakan bahwa dimensi keadilan umum berpengaruh signifikan pada perilaku kepatuhan pajak di Hong Kong dan Malaysia. Dimensi keadilan pajak, dalam bentuk timbal balik dari pemerintah (exchange with the government) berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Perilaku kepatuhan pajak ini timbul karena adanya nilai manfaat yang sesuai dan adil dari pemerintah atas pembayaran pajak penghasilan, pajak penghasilan yang harus dibayarkan terlalu tinggi jika mempertimbangkan manfaat yang diberikan oleh pemerintah, dan manfaat yang diterima dari pemerintah sebagai pertukaran atau timbal balik atas pembayaran pajak penghasilan yang dibayarkan telah sesuai atau adil. Timbal balik yang diberikan pemerintah sebagai kompensasi pembayaran pajak, Wajib Pajak berharap bahwa membayar pajak bisa memajukan kehidupannya, dimana Wajib Pajak berharap saat dana pajak yang mereka bayarkan serta merta diikuti perbaikan pelayanan publik dan birokrasi. Hasil pengujian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Azmi dan Perumal (2008) di Malaysia bahwa dimensi timbal balik pemerintah tidak berpengaruh signifikan pada perilaku kepatuhan wajib pajak. Dimensi keadilan pajak, dalam bentuk kepentingan pribadi (self interest) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Rata-rata responden menyatakan bahwa mereka tidak setuju sistem PPh (UU PPh) mengharuskan mereka membayar lebih sedikit atau lebih besar dibandingkan dengan Wajib Pajak lain. Hal ini menunjukkan bahwa sistem PPh telah adil karena Wajib Pajak membayar sesuai dengan bagiannya. Hasil pengujian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Richardson (2006) yang menyatakan bahwa kepentingan pribadi tidak berpengaruh signifikan di Hongkong. Dimensi keadilan pajak, dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus (special provisions) tidak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Meskipun ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus sebagai bentuk fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada Wajib Pajak dengan kriteria tertentu pada dasarnya ditujukan untuk memberikan rasa keadilan yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak namun pada kenyataannya rata-rata
responden menyatakan bahwa fasilitas-fasilitas dalam bidang perpajakan tersebut dianggap sebuah bentuk ketidakadilan. Meskipun tidak adil, berdasarkan uji statistik, dimensi ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus bukanlah faktor yang secara signifikan mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Penjaringan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Astuti Y P (2012) dimana dimensi ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku di Indonesia berpengaruh secara tidak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Hasil pengujian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Azmi dan Perumal (2008) yang menyatakan bahwa ketentuanketentuan khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku kepatuhan pajak di Hongkong dan Malaysia. Dimensi keadilan pajak, dalam bentuk susunan tarif pajak (tax rate structure) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hasil survey, rata-rata responden lebih menyukai tarif pajak progresif yang sesuai dengan konsep ability to pay. Namun demikian, meskipun tarif pajak proporsional dianggap tidak adil, perilaku kepatuhan Wajib Pajak tidak secara signifikan dipengaruhi oleh susunan tarif pajak yang berlaku saat ini. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Astuti Y P (2012) dimana dimensi susunan tarif pajak di Indonesia berpengaruh secara tidak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Sebalikya, hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Azmi dan Perumal (2008) dimana susunan tarif pajak yang berlaku, sangat signifikan mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak di Malaysia.
Simpulan Dan Saran Simpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dimensi-dimensi keadilan pajak yang dikembangkan oleh Gerbing (1988) dan digunakan dalam penelitian Azmi dan Perumal (2008) di Malaysia juga terdapat di Indonesia serta untuk mengetahui pengaruh persepsi keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Penjaringan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan survei kuesioner terhadap 100 responden, didapatkan hasil bahwa kelima dimensi keadilan pajak yang dikembangkan oleh Gerbing (1988) terdapat di Indonesia. Pengaruh dimensi keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Penjaringan dianalisis dengan metode regresi berganda dan mendapatkan hasil sebagai berikut: 1. Variabel yang berpengaruh atau signifikan : a.
Variabel atau dimensi keadilan umum (general fairness) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.43, diketahui bahwa t hitung > t tabel (22,740 > 1,98552) dan tingkat signifikansi <0,005 (0,000 < 0,005), terdapat pengaruh antara keadilan umum terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Untuk itu, walaupun keadilan umum sudah berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, maka KPP Pratama Jakarta Penjaringan perlu meningkat
sosialisasi mengenai pengenaan atau pengalokasian beban pajak yang adil dan merata kepada seluruh Wajib Pajak yang terdaftar. b.
Variabel atau dimensi timbal balik dengan pemerintah (exchange with the government) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.43, diketahui bahwa t hitung > t tabel (7,033 > 1,98552) dan tingkat signifikansi <0,000 (0,000 < 0,005), terdapat pengaruh antara timbal balik dengan pemerintah terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Untuk itu, walaupun sudah berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, maka KPP Pratama Jakarta Penjaringan perlu meningkatkan lagi sosialisasi pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas angkutan umum, pembangunan sarana dan prasarana publik yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga Wajib Pajak merasa adil dengan apa yang mereka bayar dan juga merasakan manfaatnya meski tidak secara langsung.
2.
Variabel yang tidak berpengaruh atau tidak signfikan : a.
Variabel atau dimensi kepentingan pribadi (self interest) memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.43, diketahui bahwa t hitung < t tabel (0,778 < 1,98552) dan tingkat signifikansi >0,005 (0,409 > 0,005), sehingga tidak terdapat pengaruh antara kepentingan pribadi terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Maka
KPP Pratama Jakarta Penjaringan
memberikan penyuluhan atau sosialisasi terhadap Wajib Pajak bahwa pajak yang dibayarkan atau yang dipungut sesuai dengan Undang-Undang perpajakan. b.
Variabel atau dimensi ketentuan-ketentuan khusus (special provision) memberikan pengaruh yang
tidak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.43, diketahui bahwa t hitung < t tabel (0,121 < 1,98552) dan tingkat signifikansi >0,005 (0,396 > 0,005), sehingga tidak terdapat pengaruh antara ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Maka KPP Pratama Jakarta Penjaringan dapat melakukan sosialisasi peraturan-peraturan pajak terbaru. c.
Variabel atau dimensi susunan tarif pajak (tax rate structure) memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Penjaringan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.43, diketahui bahwa t hitung < t tabel (0,358 < 1,98552) dan tingkat signifikansi >0,005 (0,710 > 0,005), sehingga tidak terdapat pengaruh antara susunan tarif pajak terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Maka KPP Pratama Jakarta Penjaringan dapat melakukan sosialisasi kebijakan penentuan tarif pajak kepada seluruh masyarakat karena berlandaskan prinsip keadilan.
Keterbatasan Penelitian a. Penelitian ini menggunakan sampel hanya pada 1 (satu) Kantor Pelayanan Pajak sehingga hasilnya kurang bisa menggambarkan kepatuhan wajib pajak khususnya di Indonesia; b. Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang kurang memperhatikan berbagai isu mengenai perpajakan seperti, Undang-undang , peraturan dan tarif pajak dibandingkan dengan Wajib Pajak Badan. c. Wajib Pajak Orang Pribadi tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai kondisi perpajakan di Indonesia, berbeda dengan Wajib Pajak Badan yang umumnya diwakili oleh staf akuntansi atau staf perpajakan yang khusus mengelola pajak, dimana mereka memiliki pengetahuan mengenai kondisi perpajakan di Indonesia lebih baik daripada Wajib Pajak Orang Pribadi. d. Keterbatasan pada kuesioner, seperti pernyataan yang salah ditafsirkan oleh responden dapat mempengaruhi validitas hasil penelitian. Meskipun telah dilakukan pre-test kuesioner dan memodifikasi pernyataan agar lebih mudah dipahami, namun pada kenyataannya belum mampu mengeliminasi masalah salah tafsir yang terjadi. e. Penelitian hanya mempertimbangkan pengaruh persepsi lima dimensi keadilan pajak terhadap perilaku kepatuhan pajak dan kemungkinan terdapat dimensi keadilan lain dan faktor lain di luar keadilan pajak yang berlum teridentifikasi yang dapat mempengaruhi kepatuhan pajak.
Saran Berdasarkan uraian simpulan dan dengan mempertimbangkan keterbatasan yang dihadapi selama penelitian, maka saran yang diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah (KPP Pratama Jakarta Penjaringan): a.
Meningkatkan penegakan hukum dalam bidang perpajakan melalui tindakan law enforcement dan pengenaan sanksi yang mengedepankan aspek keadilan yaitu benarbenar membedakan perlakuan terhadap Wajib Pajak yang patuh dan Wajib Pajak yang tidak patuh;
b.
Petugas pajak hendaknya lebih aktif lagi dalam memberikan informasi dan pengetahuan perpajakan kepada Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak mengerti dan memahami kapan membayar pajak sehingga bisa terhindar dari pembayaran sanksi atau denda.
c.
Perbaikan kinerja pelayanan yang memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya;
d.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) agar lebih banyak memberikan penyuluhan dan sosialisasi serta meningkatkan peran dari Account Representative (AR) sehingga Wajib Pajak bisa mengetahui peran pajak menjadi sangat penting dalam penerimaan negara;
e.
Menjalin komunikasi yang baik terhadap Wajib Pajak.
2. Bagi penelitian selanjutnya a.
Dilakukan dengan menambah variabel independen selain keadilan pajak yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Indonesia;
b.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menemukan dimensi keadilan pajak lainnya yang terdapat di Indonesia dan mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak;
c.
Diharapkan dapat menambah sampel yang berasal dari seluruh Indonesia agar sampel lebih dapat mewakili populasi;
d.
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggabungkan responden antara Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Referensi Azmi, A.A.C., and Perumal, K.A., (2008). Tax Fairness dimensions in an Asian Context: The Malaysian Perpective. Internasional Review of Business Research Papers, 4(5), 11-19.lk. Ben, Serkan, Budak, Tamer., and Cakmak, Ahmet Ferda (2012). Tax Profffesionals’ Perceptions of Tax Fairness: Survei Evidence in Turkey. International Journal of Business and Social Science, 3(2),112-117. Brotodihardjo, R. Santoso (2008). Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : PT. Refika Aditama. Christensen, A. L., Weihrich, S. G., and Gerbing, M. D. (1994). The Impact of Education on Perceptions of Tax Fairness. Advances in Taxation, 6, 63-94. Gerbing, M. D (1988). An Empirical Study of Taxpayer Perceptions of Fairness. Unpublished Doctoral Thesis, University of Texas, Austin. Inasius, F(2013). The Implication of VAT Regulation To Tax Revenues: The Case Of Small Retailer in Indonesia. Binus Business Review Vol.4,147-156. Jackson, B. R., and Milliron, C. V. (1986). Tax compliance Research: Findings Problems and Prospect. Journal of Accounting Literature, 5, 125-165. Komputer, Wahana (2012). SPSS 20, Semarang : Penerbit Andi. Mardiasmo (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011, Yogyakarta : CV Andi Offset. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130 Tahun 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 192 tahun 2007 tentang Tatacara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia PMK162/PMK.011/2012 tentang Perubahan terbaru mengenai tarif Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak. Ortax (2011). Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai ketentuan umum. Penerbit : PT Integral Data Prima. Ortax (2011). Pasal 7 Undang-undang No.36 Tahun 20082008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengenai penghasilan tidak kena pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Penerbit : PT Integral Data Prima. Ortax (2011). Pasal 12 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai pemungutan pajak. Penerbit : PT Integral Data Prima. Ortax (2011). Pasal 17 ayat 2(a) Undang-undang No.36 Tahun 20082008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengenai tarif pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penerbit : PT Integral Data Prima. Ortax (2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Penerbit : PT Integral Data Prima. Praja Astuti., Yani (2012). Pengaruh Persepsi Keadilan Pajak Terhadap Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Program Studi Akuntans. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : PT Balai Pustaka. Richardson, G. (2005). An Exploratory Cross-Cultural Study of Tax Fairness Perception Dimensions on Tax Compliance Behaviour in Australia and Hongkong. International Tax Journal, 31(1),11-67. Richardson, G. (2006). The Impact of Tax Fairness Dimensions on Tax Compliance Behaviour in an Asian Jurisdiction: The case of Hongkong, International Tax Journal, 31(1), 11-67. Sarjono H, dan Julianita W (2011). SPSS vs LISRAEL, Jakarta : Salemba Empat. Sekaran, Uma, and Bougie, Roger (2010). Research Methods for Business, United Kingdom : John Wiley & Sons, Ltd.
Vogel, Spicer and Becker (2006). Taxation and Public Opinion in Sweden: An Interpretation of Recent Survey Data. National Tax Journal, 27, 499-513 _______________Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. http://www.pajak.go.id (diakses tanggal 12 Januari 2014).
Riwayat Penulis Nama
: Shinta Saraswati
Tempat, Tanggal lahir
: Jakarta, 8 Nopember 1991
Pendidikan Terakhir
: S1 (Universitas Bina Nusantara) jurusan (Akuntansi) Tahun 2014