ANALISIS LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS PERGERAKAN KURS DI INDONESIA: PENDEKATAN BUSINESS CYCLE ANALYSIS
OLEH ANDRA DEVI BENAZIR H14104073
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
ANDRA DEVI BENAZIR. Analisis Leading dan Coincident Indicators Pergerakan Kurs di Indonesia: Pendekatan Business Cycles Analysis (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI). Krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang diawali depresiasi Rupiah yang sangat dalam, hampir saja menghancurkan sendi-sendi perekonomian. Goncangan kurs seperti itu mungkin saja terjadi di masa mendatang. Variabel-variabel ekonomi yang membentuk suatu perekonomian saling terkait satu sama lain. Sehingga jika terjadi shock (goncangan) pada salah satu variabel maka akan berpengaruh pada variabel ekonomi lainnya. Shock tersebut menyebabkan fluktuasi pada perekonomian kita. Kondisi demikian seringkali berulang dan pada jangka panjang membentuk suatu siklus berupa naik turunnya perekonomian. Untuk mengantisipasi goncangan kurs tersebut maka diperlukan suatu sistem deteksi dini yang dikenal dengan early warning system (EWS). Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah Business Cycle Analysis (BCA). BCA pada prinsipnya dikembangkan untuk membangun leading, coincident, dan lagging indicators bagi pergerakan reference series (dalam hal ini kurs Rupiah), yang sampai saat ini belum banyak dikembangkan di Indonesia. Fokus penelitian ini adalah pada pembentukan leading dan coincident indicators. Leading indicators penting untuk dibangun dibandingkan coincident indicators karena kemampuannya sebagai indikator deteksi dini pada pergerakan kurs. Hasil empiris menunjukkan bahwa beberapa komponen beserta bobotnya seperti Ekspor (24.0 persen), impor (22.0 persen), foreign currency deposit (30.0 persen), dan forex banks demand deposits in foreign currency (24.0 persen) menjadi komponen penyusun leading index. Sedangkan empat komponen yang merupakan penyusun coincident index adalah foreign assets (20.66 persen), interbank call money rate 1 day (27.68 persen), indeks saham Jerman DAX (27.34 persen), dan indeks saham USA Nasdaq (24.32 persen). Hasil-hasil tersebut mengindikasikan bahwa nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti indeks saham Jerman DAX dan indeks saham USA Nasdaq serta adanya simpanan mata uang asing yang ada di dalam negeri. Sehingga implikasi kebijakan yang harus dilakukan adalah bahwa untuk mengantisipasi pergerakan kurs yang tidak normal maka pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada komponen-komponen penyusun leading index sebagai indikator deteksi dini pergerakan kurs di Indonesia. Kata kunci: Kurs, Leading Indicators, Coincident, Business Cycle Analysis
ANALISIS LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS PERGERAKAN KURS DI INDONESIA: PENDEKATAN BUSINESS CYCLE ANALYSIS
Oleh ANDRA DEVI BENAZIR H14104073
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Andra Devi Benazir
Nomor Registrasi Pokok
: H14104073
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Leading dan Coincident Indicators Pergerakan Kurs di Indonesia: Pendekatan Business Cycle Analysis
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Noer Azam Achsani, Ph.D. NIP. 132 014 445
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Andra Devi Benazir H14104073
RIWAYAT HIDUP
Andra Devi Benazir. Dilahirkan pada tanggal 8 September 1986 di Bandung, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Andi Mulyawan (Almarhum) dan Rani Yanuwati. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak pada tahun 1991 yaitu di TK Dewi Sartika Kuningan Jawa Barat, dilanjutkan ke sekolah dasar di SDN Pajeleran Cibinong dan lulus pada tahun 1998, kemudian menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Cibinong. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai asisten untuk responsi pada Mata Kuliah Ekonomi Umum selama dua semester pada tahun ajaran 2006/ 2007 dan 2007/ 2008. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) periode 2005/ 2006 sebagai Bendahara Umum, Staf Divisi Research and Development HIPOTESA 2007, dan mengikuti berbagai kepanitiaan baik di lingkungan kampus seperti Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen, Pelatihan Karya Tulis Ilmiah, dan kepanitiaan lainnya.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Leading dan Coincident Indicators Pergerakan Kurs di Indonesia: Pendekatan Business Cycle Analysis”. Topik ini penting untuk diteliti karena masih belum banyak dikembangkan di Indonesia serta kemampuan analisis ini untuk melakukan peramalan ekonomi sangat diperlukan dalam rangka mengantisipasi dampak goncangan perekonomian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Noer Azam Achsani, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, nasehat-nasehat dan pengalaman yang berharga serta bimbingannya dengan sabar kepada penulis baik secara teknis maupun teoritis dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Nunung Nuryartono, Ph.D dan Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan yang telah memberikan saran-saran dan ilmu yang bermanfaat. 3. Orang tua penulis yaitu Bapak Andi Mulyawan (Almarhum) dan Ibunda Rani Yanuwati serta orang tua ke-2 penulis yaitu Bapak Didit Setiadi dan Ibu Yetti Rusmiati atas doa dan dukungannya serta semangat yang tidak pernah hentihentinya diberikan pada penulis. Untuk adik-adikku Irna, Zia, dan Meiza yang telah memberikan semangat serta keceriaan dalam kehidupan penulis terutama selama penyusunan skripsi ini. 4. Kak Ade Holis, Kak Fickry, dan Kak Yogi atas ilmu yang bermanfaat, bimbingan dalam proses pengolahan data, nasehat, saran serta kritikan, dan dorongan semangat.
5. Seluruh teman Ilmu Ekonomi angkatan 41. Teman-teman bimbingan skripsi Titis Partisiwi, Ery Permatasari, dan Duvian Erika Puspaningrum yang telah bersama penulis mengarungi suka duka dalam proses penyusunan skripsi, saling menyemangati dan menguatkan. Teman seperjuangan Irma (Boim), Septi, Hana, Rista, Rima, Rizki, Fikri, Dado, Pri, Irwan, Dita, Ririn G’boy, Ratih, Agita, Dewi, Fitsol, Meda, Risti (EPS), Yudi (KPM), Sita (ARL), Fitri (IT), Gyas (DPT), dan Rudie (AGB) terima kasih untuk motivasi serta support yang diberikan. 6. Untuk sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan inspirasi bagi penulis dalam segala hal, semangat, nasehat, tempat berbagi serta telah memberikan keceriaan di kampus dari awal sampai akhir penyusunan skripsi Iswanti N.R, Yuliana, S.E, Marizka L, dan Annisa K. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritikan dari berbagai pihak merupakan hal yang sangat berharga terutama untuk penyempurnaan skripsi ini. Apabila terdapat kesalahan dalam penelitian ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya serta pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
Andra Devi Benazir H14104073
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. viii I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .............. 10 2.1. Nilai Tukar ........................................................................................ 10 2.2. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar .................................................... 12 2.3. Model Early Warning System (EWS) ............................................... 16 2.4. Perkembangan Metode Penyusunan Leading Economic Indicators . 18 2.5. Leading Indicators dan Peramalan Aktivitas Ekonomi .................... 20 2.5.1. Leading Indicators dalam Analisis Siklus Bisnis ................... 21 2.5.2. Leading Indicators dalam Analisis Siklus Pertumbuhan (Growth Cycle) ...................................... 23 2.6. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 24 2.7. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 29
III.
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 30 3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 30 3.2. Analisis Data ..................................................................................... 30 3.2.1. Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators ............... 31 3.2.2. Metode Penyusunan Early Warning Indicators ....................... 34
IV.
PENYUSUNAN LEADING INDICATORS .......................................... 46
4.1. Leading Indicators ............................................................................ 46 4.2. Penyusunan Leading Indicators ........................................................ 47 4.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12 ARIMA .................................................................................. 47 4.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Leading Indicators .................. 48 4.2.3. Penyusunan Composite Leading Index ................................... 53 4.2.4. Leading Index Growth Cycle .................................................. 55 4.2.5. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis dan Leading Index Growth Cycle ......................................... 56 4.3. Peramalan .......................................................................................... 57 4.4. Implikasi Kebijakan .......................................................................... 57 V.
PENYUSUNAN COINCIDENT INDICATORS.................................. 62 5.1. Coincident Indicators....................................................................... 62 5.2. Penyusunan Coincident Indicators ................................................... 62 5.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12 ARIMA ................................................................................... 63 5.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident ................... 63 5.2.3. Penyusunan Composite Coincident Index .................. 68 5.2.4. Coincident Index Growth Cycle ................................. 70 5.3. Peramalan .......................................................................................... 71 5.4. Implikasi Kebijakan .......................................................................... 73
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 74 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 74 6.2. Saran
75
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77 LAMPIRAN........................................................................................................ 79
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
2.1. Kelebihan Masing-Masing Model Early Warning System ........................... 17 2.2. Kekurangan Masing-Masing Model Early Warning System ........................ 17 4.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA................................................ 47 4.2. Hasil Analisis Cross Correlation .................................................................. 50 4.3. Hasil Uji Granger Causality ......................................................................... 52 4.4. Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Index Beserta Bobotnya ................. 53 5.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA................................................ 63 5.2. Hasil Analisis Cross Correlation .................................................................. 65 5.3. Hasil Uji Granger Causality ......................................................................... 68 5.4. Kombinasi Terbaik Komponen Penyusun Coincident Index ........................ 69
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.1.
Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD periode 1986 sampai 2007............. 3
2.1.
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 29
3.1.
Tahapan Penelitian.................................................................................... 45
4.1.
Pergerakan Variabel Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency Mendahului Kurs ...................................................................... 48
4.2.
Pergerakan Leading Index Mendahului Reference Series Nilai Tukar ............................................................................................... 54
4.3.
Pergerakan Leading Index dan Nilai Tukar Setelah Trend Dihilangkan.............................................................................................. 56
4.4.
Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis dan Growth Cycle .................................................................................... 57
4.5.
Leading Index Pergerakan Nilai Tukar Januari 1993 sampai Desember 2008 ........................................................................................ 58
4.6.
Pergerakan Kurs Desember 2005 sampai Desember 2008 ...................... 58
4.7.
Keterkaitan antara Ekspor dan Leading Index ......................................... 59
4.8.
Keterkaitan antara Impor dan Leading Index........................................... 60
4.9.
Keterkaitan Foreign Currency Deposits dan Leading Index ................... 60
4.10.
Keterkaitan Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency dan Leading Index .................................................................................... 61
5.1.
Pergerakan Foreign Assets Seiring dengan Kurs...................................... 64
5.2.
Pergerakan Coincident Index seiring dengan Reference Series Kurs ....... 69
5.3.
Pergerakan Coincident Index dan Kurs Setelah Faktor Trend Dihilangkan ............................................................................................... 70
5.4.
Pergerakan Coincident Index dan Leading Index Growth Cycle .............. 71
5.5.
Coincident Index Pergerakan Kurs Periode Januari 1993 sampai Desember 2008 .......................................................................................... 72
5.6.
Pergerakan Leading dan Coincident Index Periode Januari 1993 sampai Desember 2008 .............................................................................. 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Variabel yang Digunakan dalam Penelitian .............................................
9
2
Tahapan Penelitian dan Tampilan Pengolahan Data................................ 82
3
Variabel yang Memiliki Faktor Musiman Bergerak ................................ 90
4
Peramalan dengan Model VAR ............................................................... 92
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam perekonomian global, variabel-variabel ekonomi yang membentuk
suatu perekonomian negara memiliki keterkaitan satu sama lain. Sehingga jika terjadi shock (goncangan) pada salah satu variabel maka akan berpengaruh pada variabel ekonomi lainnya. Shock yang terjadi dapat berupa shock internal (goncangan yang berasal dari dalam negeri) maupun eksternal (pengaruh goncangan pada perekonomian dunia). Shock tersebut menyebabkan fluktuasi atau volatilitas dalam perekonomian. Kondisi ini akan berulang secara terus menerus dan pada jangka panjang membentuk suatu siklus yang berupa naik turunnya perekonomian. Siklus ini yang dikenal dengan istilah siklus bisnis (business cycle). Siklus bisnis sangat mungkin terulang di masa mendatang. Sehingga menginspirasi para praktisi ekonomi dalam menciptakan suatu sistem deteksi dini terhadap arah pergerakan agregat pada perekonomian suatu negara. Bagi pemerintah, deteksi dini atau peramalan siklus perekonomian sangatlah penting untuk keberlangsungan perekonomian suatu negara, terutama dalam rangka perencanaan dan pengambilan kebijakan ekonomi. Sedangkan bagi dunia bisnis, adanya sistem deteksi tersebut sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan bisnis. Dengan demikian, adanya goncangan pada perekonomian suatu negara dapat diantisipasi dengan sebaik-baiknya.
Pada penelitian ini, nilai tukar menjadi variabel makroekonomi yang patut memperoleh perhatian besar serta penting untuk diprediksi pergerakannya. Nilai tukar merupakan salah satu variabel makroekonomi yang menunjang jalannya efektivitas kebijakan moneter di Indonesia. Selain itu volatilitasnya yang cukup tinggi terutama pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998 berpengaruh negatif terhadap perekonomian Indonesia. Pergerakan fluktuatif dari nilai tukar ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Volatilitas pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara. Indonesia mengalami tiga rezim nilai tukar, yaitu: nilai tukar tetap, nilai tukar mengambang terkendali, dan nilai tukar mengambang bebas. Sejak November 1978, sistem nilai tukar tetap telah ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia, yang kemudian berganti dengan sistem mengambang terkendali sampai dengan 13 Agustus 1997 pada tanggal 14 Agustus 1997 berganti menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas terkait dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan pengalaman krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997/1998, terjadinya krisis yang berawal dari krisis nilai tukar berpengaruh negatif terhadap perekonomian suatu negara. Krisis nilai tukar ini menyebabkan inflasi yang tinggi dan kontraksi perekonomian yang cukup dalam. Melemahnya nilai tukar mengakibatkan barang-barang impor, seperti bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi lebih mahal dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga-harga di dalam negeri. Selain itu melemahnya nilai tukar mengakibatkan semakin besarnya kewajiban hutang luar negeri mengakibatkan semakin besarnya
kewajiban hutang luar negeri perusahaan-perusahaan sehingga neraca perusahaan dan bank-bank memburuk. Spot FX Rate: Bank Indonesia: Rupiah to USD IDR to USD 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000
Sumber: CEIC (2008), diolah 0
Oct-1986
Oct-1989
Oct-1992
Oct-1995
Oct-1998
Oct-2001
Oct-2004
Oct-2007
Gambar 1.1. Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD Periode 1986 sampai 2007 Krisis nilai tukar yang berdampak buruk terhadap aktivitas ekonomi sehingga kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar merupakan kebijakan ekonomi yang penting pada beberapa negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu deteksi dini terhadap pergerakan nilai tukar yang sangat volatile untuk meramalkan arah pergerakan ekonomi ke depan. Sehingga para pembuat kebijakan diharapkan mampu mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dengan menetapkan kebijakan yang tepat sasaran sehingga terwujudlah kestabilan ekonomi di Indonesia.
1.2.
Perumusan Masalah Krisis yang terjadi pada tahun 1997/1998 di Indonesia dan beberapa
negara Asia yang dipicu oleh depresiasi nilai tukar yang dalam, memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Goncangan nilai tukar yang terjadi pada saat itu memberikan efek yang buruk bagi kondisi
perekonomian Indonesia. Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi pada saat terjadi krisis nilai tukar mengakibatkan harga-harga barang impor mengalami peningkatan yang tajam. Kenaikan harga barang konsumsi yang berasal dari impor secara langsung meningkatkan harga barang tersebut. Sedangkan peningkatan harga barang modal akan meningkatkan secara tidak langsung hargaharga barang industri yang bahan bakunya sangat bergantung pada impor. Untuk selanjutnya, kenaikan harga-harga yang tinggi akan mengurangi permintaan terhadap barang impor maupun barang industri yang menggunakan bahan baku impor. Sehingga berdampak pada tidak terdapatnya barang substitusi di dalam negeri, maka kegiatan ekonomi akan mengalami penurunan tajam. Pengaruh langsung nilai tukar juga terjadi melalui neraca perusahaan terutama perusahaan yang mempunyai hutang yang berasal dari luar negeri. Terjadinya depresiasi nilai tukar berakibat pada semakin besarnya kewajiban hutang luar negeri perusahaan dalam nilai mata uang domestik. Penggunaan hutang luar negeri untuk membiayai barang-barang yang dipasarkan di dalam negeri mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan untuk membayar kembali hutangnya karena nilai penjualan barang dalam konversi valuta asing menjadi sangat kecil yang dikenal dengan istilah currency missmatch. Currency missmatch yang terjadi mendorong perusahaan menjadi bangkrut dan pada akhirnya meningkatkan pengangguran. Peningkatan pengangguran ini disebabkan oleh banyaknya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang telah mengalami kebangkrutan. Pengaruh nilai tukar melalui hutang luar negeri tersebut tidak hanya terjadi pada perusahaan yang menerima hutang secara langsung, tetapi juga dapat terjadi melalui lembaga keuangan yang
membiayai perusahaan, seperti bank. Hutang bank yang berasal dari luar negeri jika digunakan untuk membiayai perusahaan yang barang-barangnya dipasarkan di dalam negeri pada akhirnya memicu terjadinya currency missmatch pada bank yang selanjutnya mengakibatkan bank dan perusahaan yang dibiayai oleh bank tersebut mengalami kebangkrutan. Transmisi nilai tukar ke sektor riil secara tidak langsung dapat melalui permintaan dalam negeri maupun melalui permintaan ekspor dan impor. Kenaikan harga barang impor relatif terhadap barang di dalam negeri dapat mengakibatkan permintaan impor menurun dan permintaan terhadap barang di dalam negeri meningkat. Namun jika negara tidak mempunyai produksi substitusi impor, maka depresiasi justru akan mengakibatkan kontraksi ekonomi yang semakin dalam. Semua transmisi diatas menjelaskan adanya dampak yang terjadi akibat goncangan nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia pada masa krisis. Goncangan ini menunjukkan pelemahan nilai tukar yang tidak terkendali dan gangguan perekonomian yang cukup hebat. Krisis nilai tukar pada tahun 1997/1998 telah merusak sendi-sendi perekonomian dan kehidupan sosial. Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi telah mengakibatkan harga barangbarang impor membumbung tinggi dan inflasi mencapai nilai 77,6 persen pada tahun 1998 (Bank Indonesia, 1998). Goncangan nilai tukar pada masa krisis ini juga mengakibatkan banyak industri di dalam negeri mengalami kesulitan terutama industri yang bahan bakunya bergantung pada impor Kondisi ini diperparah dengan besarnya kewajiban hutang luar negeri perusahaan dan perbankan di Indonesia serta munculnya kerusuhan sosial yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Keseluruhan faktor tersebut terakumulasi dan menyebabkan
kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang sangat dalam hingga mencapai -13,1 persen pada tahun 1998 (IFS dan Bank Indonesia, 1998) dan pengangguran pun meningkat pesat. Pelemahan
Rupiah
yang
terjadi
pada
Agustus
2007,
kembali
mengingatkan kita akan masa krisis yang terjadi di tahun 1997/1998 dan menyebabkan beberapa kalangan khawatir akan terjadinya krisis ekonomi kedua. Namun kekhawatiran tersebut tidak terbukti, karena fluktuasi nilai tukar Rupiah saat ini tidak separah beberapa tahun yang lalu. Menurut Sadewa (2007), pada periode 2003-2005, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar bergerak dari Rp 8.285 nilai tukar pada akhir bulan pada Juni 2003 menjadi Rp 10.310 per US Dollar di bulan September 2005. Tahun 2006 Rupiah relatif stabil dan tidak pernah melemah ke nilai diatas sepuluh ribu. Fluktuasi nilai tukar Rupiah tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, hal ini terbukti di bulan Mei 2007 Rupiah menguat ke Rp 8.828 dan diprediksi oleh beberapa kalangan akan terus menguat sampai berada di bawah Rp 8.500 per dollar. Namun, pada kenyataannya Rupiah melemah hingga ke level Rp 9.410 per dollar (nilai tukar pada akhir bulan) Agustus 2007. Nilai tukar hariannya sampai menembus di atas Rp 9.500 per dollar (Sadewa, 2007). Pemicu utama gejolak nilai tukar yang terjadi akhir-akhir ini adalah pergerakan di bursa saham Amerika Serikat (AS). Berawal dari masalah kredit perumahan (subprime mortgage) menyebabkan bursa saham AS terkoreksi secara signifikan. Hal ini menyebabkan bursa saham global juga terkoreksi secara signifikan.
Untuk Indonesia, dampaknya tidak hanya berhenti di bursa saham. Ketika investor asing melepas sahamnya di pasar domestik, timbul kekhawatiran akan terjadinya hot money keluar dari Indonesia secara masif. Akibatnya, timbul ekspektasi Rupiah akan melemah secara signifikan, yang menyebabkan banyak kalangan membeli Dollar (untuk spekulasi atau pun untuk menutupi kebutuhan Dollarnya pada masa yang akan datang) yang membuat Rupiah menjadi benarbenar melemah. Nilai tukar Rupiah kita saat ini memang tidak lagi dipatok terhadap Dollar. Saat ini nilai tukar Rupiah dibiarkan bergerak agak longgar sesuai dengan kekuatan pasar. Namun, pergerakan nilai tukar yang terlalu liar juga bukan hal yang dikehendaki di dalam sistem nilai tukar yang kita anut sekarang. Melihat kasus yang terjadi pada masa krisis akibat goncangan nilai tukar yang sangat ekstrim, dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi Indonesia. Kondisi tersebut mungkin saja berulang di masa mendatang. Oleh karena itu, agar goncangan tersebut mampu diantisipasi sebelumnya, maka berbagai sistem untuk mendeteksi terjadinya goncangan tersebut pun diterapkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Sistem deteksi yang berkembang saat ini menggunakan metode business cycle analysis. Metode ini sudah dirintis sejak tahun 1920-an, namun metode ini baru berkembang di beberapa negara maju saja. Sedangkan di Indonesia sendiri metode ini masih tergolong langka. Dalam metode ini dikenal leading index sebagai early warning indicators yang dapat memberikan deteksi dini tentang arah pergerakan perekonomian secara agregat. Sedangkan coincident index mampu menggambarkan kondisi perekonomian saat ini. Pada penelitian ini nilai tukar menjadi variabel yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian
secara agregat. Oleh karena itu, pembentukan leading dan coincident indicators pada pergerakan kurs menjadi permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah bagaimana membangun leading dan coincident indicators pergerakan kurs di Indonesia?
1.3.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membangun leading dan coincident
indicators bagi pergerakan nilai tukar yang dapat memberikan kemampuan untuk melakukan peramalan arah pergerakan perekonomian Indonesia dan kondisi perekonomian saat ini (current economic situation).
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, terutama: a. Memberikan wawasan dan menambah khazanah pengetahuan mengenai indikator-indikator yang menjadi leading dan coincident pada pergerakan nilai tukar. b. Sebagai bahan referensi bagi para pembuat kebijakan dalam mengantisipasi gejolak nilai tukar.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup penyusunan leading indicator pada pergerakan
nilai tukar dengan menggunakan analisis siklus bisnis. Namun secara garis besar penelitian ini terbatas pada terbentuknya indikator-indikator leading yang memiliki kemampuan untuk memprediksi arah pergerakan perekonomian di masa mendatang dan coincident indicators untuk melihat kondisi perekonomian saat ini (current economy situation). Oleh karena kondisi kurs saat ini dapat diketahui dengan mudah, sehingga pada pergerakan kurs ini coincident indicators sebenarnya tidak terlalu diutamakan. Untuk peramalan arah pergerakan ekonomi akan dilakukan oleh otoritas tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi para pembuat kebijakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Nilai Tukar (Exchange Rate) Menurut Salvatore (1997), nilai tukar mata uang (exchange rate) atau yang
sering disebut dengan kurs adalah harga mata uang luar negeri dalam satuan harga mata uang domestik. Sedangkan pengertian lainnya, kurs (exchange rate) didefinisikan sebagai harga sebuah mata uang dari suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang yang lain (Krugman, 2000). Kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2000). Sedangkan menurut istilah perbankan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sebagai contoh kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) adalah harga satu Dolar Amerika (USD) dalam Rupiah (Rp), atau dapat juga sebaliknya diartikan harga satu Rupiah terhadap satu USD (Simorangkir dan Suseno, 2004). Nilai tukar (kurs) dibedakan menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Definisi dari kedua nilai tukar tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Nilai Tukar Nominal Nilai tukar nominal (nominal exchange rate), adalah harga relatif dari mata
uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara Dolar AS dan Yen Jepang adalah 120 Yen per Dolar, maka 1 dolar dapat ditukar dengan 120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Menurut Mishkin (2001), nilai tukar nominal menyatakan satuan mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun dalam bentuk surat berharga.
Mankiw (2000) mendefinisikan nilai tukar sebagai harga relatif dari mata uang dua negara. Ketika orang mengacu pada kurs di antara kedua negara, maka yang dimaksud adalah kurs nominal. Sejalan dengan itu, dengan redaksi lain, Batiz (1994) mengartikan nilai tukar nominal sebagai nilai suatu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya. Nilai tukar uang nominal (e) dapat dirumuskan sebagai berikut.: e=
Pd Pf
di mana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf
(2.1) adalah tingkat harga
internasional. 2.
Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang
dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana bisa memperdagangkan barangbarang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil di antara kedua negara dihitung dari kurs nominal dan rasio tingkat harga dari kedua negara, yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Elgar,1998).
ε =e
Pf Pd
di mana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf
(2.2) adalah tingkat harga
internasional. Sejalan dengan pengertian di atas, Mankiw (2000) mendefinisikan kurs riil sebagai kurs nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi harga barang luar negeri. Sedangkan Mishkin (2001) menjelaskan bahwa nilai tukar riil adalah rasio harga domestik dengan harga internasional.
2.2.
Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar Menurut Simorangkir dan Suseno (2004), kebijakan nilai tukar suatu
negara diarahkan untuk mendukung neraca pembayaran dan membantu efektivitas kebijakan moneter. Penetapan nilai tukar yang overvalue dapat mengakibatkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal di luar negeri dan barang-barang impor menjadi lebih murah sehingga menyebabkan neraca pembayaran memburuk. Depresiasi nilai tukar yang berlebihan dapat mengakibatkan tingginya laju inflasi sehingga dapat mengganggu tujuan kebijakan moneter dalam memelihara kestabilan harga. Setelah runtuhnya sistem nilai tukar Bretton Woods dikenal beberapa sistem
nilai
tukar.
Corden
dalam
Simorangkir
dan
Suseno
(2004)
mengklasifikasikan sistem nilai tukar menjadi 3, yaitu sistem nilai tukar tetap murni (Absolutely fixed rate regime), sistem nilai tukar mengambang murni (Pure floating regime), dan sistem nilai tukar tetap tetapi dapat disesuaikan (Fixed But Adjustable Rate/FBAR) yang merupakan kombinasi sistem nilai tukar tetap dan mengambang. 1. Sistem Nilai Tukar Tetap Murni (Abolutely Fixed Rate Regime) Pada sistem nilai tukar tetap ini, mata uang suatu negara ditetapkan secara fixed terhadap mata uang asing tertentu, misalnya mata uang Rupiah ditetapkan secara tetap terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Dengan penetapan nilai tukar secara tetap, terdapat kemungkinan nilai tukar ditetapkan terlalu tinggi (overvalued) atau terlalu rendah (under-valued) dari nilai sebenarnya. Setelah runtuhnya sistem Bretton Woods, banyak negara meninggalkan sistem nilai tukar tetap. Hal ini dikarenakan sistem ini dapat mengganggu neraca
perdagangan, dengan menerapkan sistem nilai tukar tetap, maka nilai tukar mata uang domestik menjadi lebih mahal dibandingkan nilai sebenarnya. Kondisi tersebut mengakibatkan barang-barang ekspor di suatu negara menjadi lebih mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya kompetisi yang selanjutnya akan menurunkan volume ekspor. Nilai tukar yang over-valued juga mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih murah dan memberikan indikasi peningkatan impor. Penyebab lainnya adalah ketidakcukupan cadangan devisa untuk mempertahankan sistem ini. Negara-negara yang mempunyai cadangan devisa sedikit akan rentan terhadap serangan nilai tukar karena negara tidak mempunyai cadangan devisa yang cukup untuk melakukan intervensi ke pasar valas dalam mempertahankan nilai tukar. Beberapa negara masih menggunakan sistem nilai tukar tetap karena sistem nilai tukar ini dapat digunakan sebagai jangkar nominal (nominal anchor). Jangkar nominal dalam pengertian ini adalah nilai tukar tetap dapat digunakan sebagai alat pengendali inflasi. Depresiasi nilai tukar akan mendorong terjadinya inflasi, dengan dipatoknya nilai tukar, maka harga barang impor juga relatif tetap sehingga inflasi pada barang-barang impor dapat dikendalikan. Untuk menjamin efektivitas kebijakan nilai tukar tetap, maka perlu diimbangi dengan sistem devisa terkontrol sehingga serangan spekulan terhadap nilai tukar dapat diatasi. 2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Penuh (Pure Floating Exchange Regime) Berdasarkan sistem ini, mekanisme penetapan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Sehingga pada sistem ini mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku para
spekulan. Dalam hal ini bank sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan tidak melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing. Jika permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik lebih besar dari penawarannya, maka nilai mata uang domestik akan menurun. Sebaliknya nilai tukar akan menguat jika penawaran lebih besar dari permintaan valuta asing. Besarnya nilai tukar juga dipengaruhi oleh perilaku penjual dan pembeli khususnya spekulan. Dalam perkembangannya uang diperdagangkan sebagai barang dan tidak ada batas antar negara sehingga keberadaannya sangat rentan terhadap serangan para spekulan yang selalu mengambil keuntungan di setiap kesempatan, seperti halnya pada krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya pada tahun 1997/1998. Beberapa negara menganut sistem nilai tukar mengambang ini karena alasan tertentu. Pertama, sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasi kebijakan ekonomi makronya dari dampak kebijakan luar sehingga negara dapat memiliki kebijakan yang independen. Kedua, sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban untuk mempertahankan nilai tukar. Beberapa kelemahan dari sistem ini adalah penetapan nilai tukar berdasarkan mekanisme pasar mengakibatkan nilai tukar berfluktuasi. 3. Sistem Nilai Tukar Tetap yang Disesuaikan (Fixed but Adjustable Rate) Sistem nilai tukar fixed but adjustable rate (FBAR) merupakan kombinasi dari sistem nilai tukar tetap dengan sistem nilai tukar mengambang murni. Sistem nilai tukar FBAR memegang peranan penting pada masa sistem Bretton Woods. Sistem ini banyak digunakan oleh sebagian besar negara berkembang setelah runtuhnya sistem Bretton Woods.
Pada sistem ini, besarnya nilai tukar ditetapkan oleh bank sentral dan dipertahankan melalui intervensi langsung di pasar valuta asing dengan kata lain bank sentral mengarahkan pasar dengan menjual dan membeli valuta asing dengan harga tetap. Ciri dari sistem ini adalah adanya komitmen dari bank sentral untuk mempertahankan nilai tukar dengan nilai tertentu. Nilai tukar dapat mengalami perubahan namun penyesuaiannya jarang dilakukan untuk menjaga kredibilitas. Perubahan nilai tukar mencerminkan persepsi pemerintah tentang perubahan fundamental ekonomi yang memerlukan penyesuaian nilai tukar. Sistem FBAR dapat mendorong terciptanya kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar yang independen pada mobilitas arus modal rendah. Rendahnya arus modal dapat mempermudah otoritas moneter dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakannya tanpa kekhawatiran adanya arus modal masuk dan keluar. Pada arus modal yang cukup tinggi, kebijakan moneter tiadak dapat dilakukan secara independen, sedangkan kebijakan nilai tukar masih dapat dilakukan secara independen. Semakin tinggi arus modal maka semakin tinggi pula tekanan terhadap nilai tukar sehingga kebijakan bank sentral diarahkan untuk menjaga kestabilan nilai tukar. 2.3.
Model Early Warning System (EWS) Model Early Warning System (EWS) merupakan suatu model yang
digunakan untuk mengantisipasi apakah dan kapan suatu negara dipengaruhi oleh krisis atau ketidakstabilan ekonomi. Model ini dibangun terkait dengan siklus perekonomian khususnya pada saat krisis keuangan yang terjadi seperti di Eropa (1992-1993), Turki (1994), Amerika Latin (1994-1995) dan Asia (1997-1998). EWS pada siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil
dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan. Menurut Nasution (2007), pendekatan metode untuk model EWS dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1. Macroeconometric model dan time series analysis 2. Business cycle analysis Kedua pendekatan tersebut memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2. Tabel 2.1. Kelebihan Masing-Masing Model Early Warning System MACROECONOMETRIC & TIME SERIES MODEL
COMPOSITE LEADING & COINCIDENT INDICATORS
Pembentukan model didasarkan pada teori ekonomi dan diestimasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonometrika.
Data tersedia lebih cepat (timeliness) dan high frequency (monthly basis).
Berdasarkan model dapat dilakukan simulasi dengan berbagai skenario.
Tidak ada hubungan fungsional antara leading dengan coincident index maupun reference series, sehingga di sini tidak diperlukan proyeksi atau peng-asumsian nilai variabel bebas.
Model dapat menjelaskan hubungan antar variabel secara kuantitatif.
Leading index dapat memberikan deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara agregat baik level maupun laju pertumbuhannya. Dengan kata lain metode ini dapat memberikan signal tentang kemungkinan terjadinya turningpoint dalam beberapa periode mendatang.
Sumber: InterCAFE (2007)
Tabel 2.2. Kekurangan Masing-Masing Model Early Warning System MACROECONOMETRIC & TIME SERIES MODEL Pembentukan model dengan frekuensi tingggi seringkali sulit karena keterbatasan data.
Untuk membuat proyeksi nilai-nilai variabel eksogen harus terlebih dahulu diprediksi/diasumsikan. Kesalahan dalam prediksi ini akan terbawa secara kumulatif dalam proyeksi nilai variabel endogen. Sumber: InterCAFE (2007)
2.4.
COMPOSITE LEADING & COINCIDENT INDICATORS Komponen pembentuk indeks dipilih berdasarkan judgement, studi literatur serta statistical test. Sehingga beberapa ahli mengatakan metode ini atheoritical. Tidak dapat digunakan untuk membuat simulasi dengan berbagai skenario serta tidak dapat menunjukkan hubungan antar variabel ekonomi dalam bentuk persamaan matematika.
Perkembangan Metode Penyusunan Leading Economic Indicators Penyusunan Leading Economic Indicators (LEI) pertama kali dirintis pada
tahun 1920-an oleh Badan Statistik Amerika, yang dikenal dengan National Bureau of Economic Research (NBER). Pada saat itu ilmu Ekonometrika masih belum berkembang, sehingga metode penyusunan LEI pun lebih bersifat analisis deskriptif. Selain itu karena keterbatasan dalam metode penyusunannya, LEI hanya disajikan dalam bentuk tabel angka-angka statistik. Pada masa itu juga hanya terdapat LEI saja dan belum memiliki composite index. Pada tahun 1930-an, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, NBER mengembangkan LEI-nya dengan menyusun composite index untuk United State of America (USA). Composite index yang disusun pada saat itu merupakan pembentuk LEI telah mengalami beberapa kali revisi. Saat ini komponen LEI terdiri dari 10 variabel. Ke-10 variabel tersebut yaitu: 1. Average weekly hours, manufacturing 2. Average weekly initial claims for unemployment insurance
3. Manufactures’ new orders, consumer goods and materials 4. Vendor performance, slower deliveries diffusion index 5. Manufactures’ new orders, non defense capital goods 6. Building permits, new private housing units 7. Stock prices, 500 common stocks 8. Money Supply M2 9. Interest rate spread, 10-year Treasury bonds minus federal funds 10. Index of consumer expectation Seiring dengan perkembangan ilmu ekonometrika dan statistika, metode penyusunan LEI juga mengalami banyak perkembangan. Hal ini antara lain terlihat dari makin bervariasinya metode yang digunakan oleh para ahli dalam penyusunan LEI di berbagai negara. Berikut beberapa variasi penyusunan LEI di berbagai negara: a. Penggunaan Principal Component atau Factor Analysis dan Analisis Regresi. Variabel-variabel yang menjadi LEI dipilih berdasarkan signifikansi koefisien regresi masing-masing variabel terhadap reference series (biasanya GDP atau IPI). Composite index diperoleh dengan rata-rata tertimbang dari beberapa variabel. Dalam hal ini factor loading (characteristic vector pertama) digunakan sebagai penimbang. Pendekatan ini digunakan oleh Artus et. al. (1996) dalam penyusunan LEI di Prancis. b. Pendekatan Ekonometrika Langkah pertama dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka panjang. Kemudian dilakukan pengujian Granger Causality Test
antara calon komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference series. Dengan pengujian ini dapat diperoleh variabel-variabel yang tergolong sebagai leading indicators. Penyusunan composite index
dilakukan
dengan
meregresikan variabel-variabel leading indicators terhadap reference series dan yang menjadi composite index adalah fitted value
dari
regresi
tersebut.
Pendekatan ini digunakan oleh Salazar et. al. (1996) dalam penyusunan LEI United Kingdom. c. Perkembangan Terakhir Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, maka muncul pemikiran baru akan perlunya menambahkan variabel hasil survei sebagai salah satu komponen LEI untuk meningkatkan kualitas hasil prediksi. Survei tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang ekspektasi pelaku ekonomi terhadap arah pergerakan perekonomian, seperti inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga dan lainlain. Survei ini dilakukan terhadap top executive beberapa perusahaan besar (Business Sentiment Survey) dan terhadap masyarakat (Consumer Confidence Survey). Survey seperti ini di banyak negara maju telah berlangsung sejak lama seperti yang dilakukan di Jepang dengan nama Tankan Survey. Di USA survey sejenis dikoordinasikan oleh the Conference Board.
2.5.
Leading Indicator dan Peramalan Aktivitas Ekonomi Shock yang berasal dari faktor internal maupun eksternal menyebabkan
fluktuasi (volatilitas) dalam perekonomian. Dalam jangka panjang fluktuasi tersebut akan mengakibatkan naik atau turunnya aktivitas perekonomian. Perilaku naik turunnya perekonomian seringkali terulang pada masa-masa sesudahnya dan
membentuk suatu siklus. Karena sifatnya yang terus berulang, maka adanya deteksi dini atau peramalan siklus perekonomian sangat penting, baik bagi pemerintah maupun dunia usaha dalam rangka perencanaan dan formulasi kebijakan di bidang ekonomi serta pengambilan keputusan bisnis.
2.5.1. Leading Indicators dalam Analisis Siklus Bisnis (Business Cycle) Leading indicator untuk peramalan ekonomi dan siklus bisnis, dipelopori oleh National Bureau of Economic Research (NBER) Amerika Serikat lebih dari setengah abad lalu dan sekarang digunakan secara luas dalam mempredikasi titik balik dari siklus bisnis di beberapa negara maju dan mulai dikembangkan di negara berkembang. Penyusunan Leading Indicators merupakan adopsi dari analisis business cycles yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari analisis business cycles ini adalah shock (goncangan) baik yang berasal dari internal
maupun
eksternal
menyebabkan
volatilitas
(fluktuasi)
aktifitas
perekonomian. Dalam jangka panjang fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus (business cycles) yaitu naik turunnya (rebounds dan declines, atau recoveries dan recessions) perekonomian. Dalam analisis business cycles dikenal tiga indikator komposit yaitu leading, coincident, dan lagging indicators serta reference series. Reference series merupakan variabel yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian secara agregat seperti PDB, inflasi, nilai tukar, saham, indeks produksi industri, dsb. Coincident indicators merupakan variabel yang menggambarkan kondisi perekonomian saat ini dan bergerak seiring dengan reference series. Leading
indicator adalah variabel yang menggambarkan keadaan ekonomi dalam beberapa bulan kedepan dan bergerak mendahului coincident maupun leading indicators. Lagging indicators adalah variabel yang mengikuti (lag) pergerakan coincident maupun leading indicators. Dari ketiga indikator tersebut, leading indicators mendapatkan perhatian khusus karena fungsinya yang mampu memberikan deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara agregat. Sejak awal perkembangannya, analisis business cycles ini terutama penyusunan leading indicators sangat populer dalam mendeteksi siklus perekonomian. Kepopuleran dari metode ini antara lain karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, seperti yang dikemukakan (Zhang dan Zhuang, 2002) sebagai berikut: 1. Deteksi secara dini dan diketahuinya periode titik balik suatu siklus bisnis merupakan hal yang penting bagi: a) pemerintah sebagai pembuat kebijakan sehingga mampu membuat kebijakan yang bersifat antisipatif, b) bagi sektor riil untuk dapat menyesuaikan penjualan ataupun strategi investasi, dan c) bagi investor untuk dapat memutuskan realokasi aset diantara investasi alternatif untuk mengoptimalkan return-nya. 2. Peramalan yang hanya didasarkan pada model makroekonomi standar seringkali gagal mendeteksi terjadinya titik balik dalam perekonomian. 3. Pendekatan leading indicators dikenal sebagai teknik peramalan yang reliable, murah dan memberikan hasil yang dapat diandalkan. Leading Indicators dari analisis siklus bisnis banyak diaplikasikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Penyusunan leading indicators ini
memerlukan data dengan frekuensi tinggi, umumnya berupa data bulanan dengan time series yang panjang. Untuk negara-negara berkembang, penggunaan Leading Indicators of business cycles masih sangat langka. Keterbatasan di negara berkembang adalah ketersediaan data yang umumnya belum terdokumentasi dengan baik tidak seperti di negara-negara maju. Sejak terjadinya krisis di Asia pada tahun 1997, negara-negara di kawasan ini mulai menyadari pentingnya sistem statistik yang lebih baik untuk tujuan monitoring dan sebagai alat untuk pencegahan terulangnya kembali krisis. Berbagai indikator keuangan dan makroekonomi yang awalnya tidak tersedia sekarang mulai tersedia. Namun demikian, berbagai indikator yang terbukti mampu menjadi leading indicators yang baik di negara-negara maju belum tersedia di negara-negara Asia termasuk Indonesia. Sehingga, penyusunan leading indicators dalam penelitian ini hanya menggunakan indikator-indikator yang telah dipublikasi dan datanya tersedia dalam rentang waktu yang cukup panjang.
2.5.2.
Leading Indicators dalam Analisis Siklus Pertumbuhan (Growth Cycle) Seiring dengan perkembangan ekonomi berbagai negara terutama negara
maju yang telah lebih dahulu menerapkan pendekatan leading indicators dengan analisis business cycles, mengakibatkan analisis ini semakin berkembang. Hal ini didasari oleh fakta bahwa sejak tahun 1960 banyak negara maju tidak mengalami resesi ekonomi dalam jangka waktu yang cukup panjang dan kondisi ini memberikan gambaran bahwa di negara tersebut masih didominasi oleh faktor trend yang cenderung bergerak naik. Sehingga timbul pemikiran apakah analisis business cycles masih relevan dilakukan. Berdasarkan pemikiran tersebut, para
ekonom dan peneliti mulai mengembangkan analisis growth cycles. Perbedaan mendasar antara analisis business cycles dan growth cycles adalah bahwa growth cycles menganalisis aktivitas ekonomi dari pergerakan siklikal (cyclical movements) di sekitar trend-nya. Konsekuensinya, leading indicators yang dikembangnya saat ini, seperti yang digunakan oleh negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (OECD) didasari pada analisis growth cycle. Menurut Nasution (2007), growth cycle lebih menarik dianalisis dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: 1. Growth cycle indexes dapat menjadi “early warning system” karena indeks ini akan mencapai peak lebih awal dibandingkan dengan business cycle index, dan cenderung bersifat coincident pada saat trough. 2. Growth cycle analysis dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya mild setbacks dalam perekonomian yang tidak dapat ditunjukan oleh business cycle index. Dalam hal ini growth cycle index bisa saja menunjukkan adanya penurunan, sementara business cycle index-nya masih menunjukkan adanya kenaikan. Keadaan seperti ini disebut juga growth recessions.
2.6.
Penelitian Terdahulu Kibritcioglu, Kose dan Ugur (1999) menganalisis banyak indikator
sebelum akhirnya mendapatkan indikator terbaik dalam memprediksi krisis nilai tukar menggunakan pendekatan leading economic indicators dengan studi kasus negara Turki. Mereka menganalisis pergerakan siklikal 51 indikator untuk mendapatkan LEI. Unsur musiman dihilangkan dengan menggunakan program X11 Census, dan proses estimasi trend yang menggunakan Hodrick Prescott filter.
Hasil yang diperoleh dari 51 indikator tersebut adalah hanya lima indikator yang dapat diidentifikasi sebagai leading indicators, yaitu terms of trade, opini kemungkinan ekspor dibanding bulan sebelumnya, jumlah pesanan dari pasar ekspor tiga bulan terakhir, jumlah pesanan dari pasar ekspor tiga bulan ke depan, dan nilai tukar. Perbedaan utamanya adalah penelitian tersebut menggunakan foreign exchange market pressure index sebagai reference series-nya. Hasil yang diperoleh adalah LEI yang dihasilkan masih mungkin memprediksi tipe krisis yang disebabkan oleh peranan kebijakan yang rendah, tetapi untuk jenis krisis yang lain akan sangat sulit untuk diprediksi. McGuckin, Ozyildirim, dan Zarnowitz (2001) membangun metode baru dalam pembentukan leading index untuk melakukan peramalan aktivitas ekonomi. Metode ini mengkombinasikan informasi keuangan dengan peramalan atau estimasi dari variabel riil yang hanya tersedia dengan suatu lag tertentu. Bukti empiris menunjukkan harga saham dan atau interest rate spread sebagai leading indicators yang baik dan predictor dari turning points dalam siklus bisnis (lihat penelitian Stock and Watson (1989,1999), Estrella and Mishkin (1998) and Chauvet (1999). Sedangkan pada metode leading index sebelumnya tidak pernah memasukkan informasi mengenai harga saham dan yields spread dalam penentuan leading index. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 komponen indeks leading indicators U.S. yang terbentuk yaitu 1) average weekly hours; 2) average initial claims; 3) new orders, consumer goods; 4) vendor performance; 5) new orders, capital goods; 6) building permits; 7) stock prices; 8) money supply; 9) interest rate spread; 10) consumer expectations.
Leigh dan Rossi (2002) membangun leading indicators dalam memprediksi inflasi dan pertumbuhan output riil di Turki. Data yang digunakan merupakan data series dengan periode 1986-2002. Terdapat 41 indikator dengan frekuensi data bulanan dan 42 indikator dengan frekuensi data kuartalan. Semua variabel melalui proses penyesuaian faktor musiman dengan menggunakan metode tambahan X-11 dari U.S. Bureau of The Census. Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002) membangun model inflasi sederhana untuk memprediksi inflasi di Indonesia, menggunakan pendekatan leading indicators dengan metode Granger Causality Test. Penelitian ini menggunakan data kuartalan dengan periode waktu dari 1980-2000. Variabel dalam penelitian ini adalah CPI, pertumbuhan base money, rata-rata inflasi luar negeri menggunakan pembobotan INS, pertumbuhan rata-rata kurs rupiah per US dollar, pertumbuhan upah minimum dalam industri manufaktur, perubahan tingkat produktivitas yang didefinisikan sebagai GDP per tenaga kerja, gap output yang diestimasi dengan Hodrick-Prescott filter, perubahan overnight interest rate, deviasi sektor moneter dari kondisi steady state-nya, deviasi labor market dari kondisi steady state-nya, deviasi sektor eksternal dari kondisi steady state-nya, variabel dummy dengan nilai 1 pada 1997Q3-1998Q4, quarterly seasonal dummies, WPI, WPI non-oil, dan CPI non-food. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) model yang digunakan mampu mengidentifikasi kurs dan inflasi luar negeri sebagai variabel utama dalam memprediksi inflasi dengan kekuatan prediksi yang kuat; 2) pertumbuhan base money secara statistik signifikan tapi memiliki pengaruh yang kecil terhadap inflasi; 3) tanpa memasukkan kurs dalam model, pertumbuhan base money menjadi variabel penting dalam memprediksi
inflasi; 4) produktivitas juga memiliki pengaruh yang signifikan; 5) untuk model inflasi yang memasukkan kurs, beberapa efek dari variabel penting lainnya memungkinkan perubahaan terhadap kurs tersebut. Zhang dan Zhuang (2002) membangun leading indicators untuk business cycles di Malaysia dan Filipina. Dengan menggunakan data Januari 1981 – Maret 2002, hasil penelitian menunjukkan: 1) adanya 9 titik balik di Malaysia, yang terdiri dari 5 puncak dan 4 lembah; 2) Filipina memiliki 8 titik balik, masingmasing 4 puncak dan 4 lembah; dan 3) terdapat sinkronisasi business cycles di antara kedua negara tersebut. Mongardini
dan
Saadi-Sedik
(2003),
menggunakan
pendekatan
ekonometrik untuk membangun coincident dan leading indicators dalam memprediksi aktivitas ekonomi di negara dengan perekonomian terbuka kecil (studi kasus negara Jordan). Data sampel yang digunakan merupakan data observasi bulanan, dengan 40 variabel dari semua sektor ekonomi (sektor riil, fiskal, moneter, dan ekternal). Periode waktu yang digunakan mulai dari Januari 1996 sampai Desember 2002 (84 observasi). Semua variabel akan melalui proses penyesuaian faktor musiman yang selalu bergerak (kalender Gregorian dan kalender hari besar Muslim), menggunakan metode X12 dari The U.S. Census Bureau. Reference series yang digunakan adalah industrial production index Jordan. Hasil penelitian menunjukkan: 1) ada lima indikator yang teridentifikasi sebagai coincident index yang secara statistik signifikan pada level 1 persen, yaitu: terms of trade (TOT), trade balance (TB), impor barang modal, employee payroll deductions, dan sejumlah izin kontruksi; 2) leading indicators yang terbentuk ada lima dengan tingkat signifikansi yang berbeda, yaitu pertumbuhan
kredit bersih dari sektor privat, interest rate spread diantara suku bunga Jordan 3 bulan dan U.S. treasury bill rates, pertumbuhan permintaan untuk ekspor domestik, dan Amman stock exchange. Semua variabel signifikan pada level 5 persen kecuali Amman stock exchange yang secara statistik signifikan pada level 15 persen.
2.7.
Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasari oleh pemikiran bahwa pada suatu perekonomian
global, variabel-variabel ekonomi saling terkait satu sama lain. Sehingga jika terjadi shock (guncangan) pada salah satu variabel maka akan berpengaruh pada variabel lain. Shock yang terjadi dapat berupa internal maupun eksternal. Keadaan tersebut akan menyebabkan fluktuasi ekonomi. Hal ini mungkin saja berulang di masa mendatang dan dalam jangka panjang membentuk suatu siklus. Siklus tersebut yang disebut siklus bisnis (Business Cycle). Adanya siklus yang terus berulang dalam setiap periode tertentu mempermudah para ekonom untuk memprediksi aktivitas ekonomi suatu negara. Berdasarkan hal itu maka dibangunlah early warning system (EWS) untuk memprediksi arah pergerakan perekonomian ke depan. EWS pada siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan. Penelitian ini menggunakan pergerakan nilai tukar sebagai reference series. Hal ini dikarenakan nilai tukar merupakan salah satu tolak ukur efektifitas kebijakan moneter serta volatilitas pergerakannya yang tinggi sehingga perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama setelah adanya krisis yang secara
umum terjadi di beberapa negara Asia pada tahun 1997/1998 termasuk Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada pergerakan kurs. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Perekonomian secara global
Variabel ekonomi memiliki keterkaitan satu sama lain
SHOCK (Goncangan) internal maupun eksternal
EWS NILAI TUKAR
FLUKTUASI EKONOMI
Jangka Panjang: BUSINESS CYCLE
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
EARLY WARNING SYSTEM (EWS): 1. Nilai Tukar (Kurs) 2. PDB 3. IPX 4. Money Supply 5. Inflasi 6. dll
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,
deret waktu bulanan mulai Januari 1993 hingga September 2007. Data ini dikumpulkan dari berbagai sumber, diantaranya dari CEIC, International Financial Statistics (IFS) terbitan IMF, dan FX Sauder. Terdapat 102 variabel yang dikumpulkan dan mengalami proses seleksi. Variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.
Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis siklus bisnis (Business Cycle
Analysis) dan selanjutnya dikembangkan dengan analisis growth cycle. Dalam prosesnya, menggunakan software Microsoft Excel 2003, Eviews 4.1, Eviews 5.1 dan Genhol. Penyusunan Leading Indicators merupakan adopsi dari analisis business cycles yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari analisis business cycles adalah bahwa shock (guncangan) baik yang berasal dari internal
maupun
eksternal
menyebabkan
volatilitas
(fluktuasi)
aktifitas
perekonomian. Dalam jangka panjang fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus (business cycles) yaitu turun naiknya (declines dan rebounds, atau recessions dan recoveries) perekonomian. Dalam analisis business cycles
pergerakan naik dan turunnya aktivitas perekonomian tersebut berada dalam level absolut.
3.2.1. Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators dengan analisis business cycles adalah sebagai berikut: 1.
Pengumpulan data sekunder Tahap pertama adalah mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber.
Idealnya data yang dikumpulkan mencapai ratusan variabel yang diperkirakan dapat menjadi kandidat komponen leading, coincident dan lagging index. Untuk memperoleh hasil yang baik, data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode yang panjang dengan frekuensi tinggi (bulanan). Kriteria pemilihan variabel harus dilihat dari aspek ekonomi dan perilaku data secara statistika. 2.
Disagregasi Data Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan
metode Qubic Splines atau dapat pula digunakan metode interpolasi lainnya. Hal ini dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan. 3.
Mengisolir Pengaruh Musim Tahap ketiga adalah membersihkan data dengan mengisolir pengaruh
musim sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile. Di banyak negara faktor musim biasanya bersifat fix (tetap) seperti Natal dan Tahun Baru, musim hujan dan kemarau, musim dingin dan panas. Namun
untuk kasus Indonesia, selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor musim yang bergerak seperti Idul Fitri & Chinese New Year. 4.
Pemilihan Kandidat Variabel Coincident dan Leading Indicators Tahap keempat adalah pemilihan kandidat variabel Coincident dan
Leading Indicators. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih suatu variabel menjadi kandidat dari leading indicators yaitu pendekatan grafis, uji granger causality dan uji cross-correlation. Mengingat leading indicators bergerak mendahului reference series, maka kandidat leading indicators secara visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series. Sedangkan kriteria leading indicators berdasarkan uji cross correlation dapat dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang cukup jauh. Pada uji granger causality, dapat dilihat dari adanya hubungan causality yang sifatnya satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Pengujian koefisien korelasi antara reference series dengan variabel-variabel yang diperkirakan akan menjadi kandidat leading indicators dilakukan secara terpisah-pisah untuk masing-masing periode leading yang ingin kita bentuk. Untuk mencari kandidat leading indicators 3 bulan maka kita harus mencari korelasi antara reference series dengan seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula halnya jika kita ingin mencari kandidat leading indicators 6 dan 12 bulan. Sebaliknya karena sifatnya yang bergerak sejalan, kandidat coincident indicators secara grafis haruslah sejalan dengan reference series dengan korelasi yang tinggi di sekitar lag nol. Causality antara coincident indicators dan reference series haruslah bersifat dua arah dengan lag yang pendek. 5.
Penyusunan Composite Coincident Index (CI) dan Leading Index (LI)
Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Index (CI) dan Leading Index (LI) dengan basis indicators yang diperoleh dari tahap keempat dengan cara menggabungkan (compose) variabel-variabel kandidat. Akan tetapi karena amplitudo dari masing-masing variabel atau series bisa jadi berbeda-beda, maka penyusunan index tanpa terlebih dahulu dilakukan standardisasi data bisa mengakibatkan terjadinya distorsi pada index yang terbentuk. Untuk menghindari distorsi tersebut, perlu dilakukan normalisasi terhadap semua komponen siklikal yang diturunkan dari variabel-variabel kandidat serta reference series. Pada prinsipnya, proses standardisasi diarahkan agar semua variabel kandidat memiliki mean 100 serta varian yang sama. •
Proses
penggabungan
(compose)
variabel-variabel
kandidat
untuk
mendapatkan Coincident Index (CI) dan Leading Index (LI) “terbaik” dilakukan dengan cara trial-and-error. Indikator baiknya Coincident Index didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan Reference Series, sementara untuk LI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference Series. •
Setiap indikator/variabel pembentuk composite CI dan LI terbaik tersebut memiliki bobot tertentu yang dapat memberikan indikasi variabel apa saja yang paling berperan dan perlu mendapat perhatian dalam pengambilan keputusan terkait dengan fokus industri properti dan stabilitas sistem keuangan.
3.2.2. Metode Penyusunan Early Warning Indicators
Metode-metode yang digunakan dalam proses penyusunan Early Warning indicators dapat dijelaskan seperti berikut. 1.
Metode Cubic-Spline Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang
berbeda seperti data mingguan, bulanan, kuartalan, semesteran bahkan tahunan. Dalam penyusunan Leading Indicators data yang digunakan umumnya berupa data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan maka perlu dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah Metode Cubic-Spline. 2.
X12-ARIMA Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu
seringkali mengganggu pergerakan siklikal dan oleh karenanya perlu dihilangkan terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Menurut pandangan Jackson dan Leonard (2001), penyesuaian musiman (seasonal adjustment) dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasifluktuasi musiman dapat diukur dari series awal (xt, t=1,2, …, n) dan dipisahkan dari trend cycle component (Ct), trading day component (Dt), dan fluktuasi irregular (It). Komponen musiman atau seasonal (St) dapat didefinisikan sebagai variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. Ct mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan factor-faktor siklus jangka panjang lainnya. Dt adalah variasi yang ditujukan pada komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, It adalah variasi residual. Banyak
variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungan multiplicative (xt=CtDtStIt) dan yang lainnya berbentuk additive (xt=Ct+Dt+St+It). Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend cycle dan komponen irregular. X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen Ct, Dt, St, ataupun It. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi multiplicative seasonal time series, xt dapat dituliskan menjadi:
φ (B )Φ (B s )(1 − B )d (1 − B s ) xt = θ (B )Θ (B s )at D
dimana: B adalah operator lag (Bxt=xt-1), s adalah periode musiman,
φ (B ) = (1 − φ1B − ... − φ p B p ) adalah operator non seasonal autoregressive (AR),
( ) (
)
Φ B s = 1 − Φ1B s − ... − Φ P B Ps adalah operator seasonal AR,
θ (B ) = (1 − φ1B − ... − φq B q ) adalah operator non seasonal moving average (MA),
( ) (
)
Φ B s = 1 − Φ1B s − ... − Φ Q B Qs adalah operator seasonal moving average
(
ats ~i.i.d dengan rata-rata nol dan varian σ2. (1 − B ) 1 − B s d
)
D
mengimplikasikan
perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika d=D=0 (tidak ada perbedaan), maka umumnya dilakukan perhitungan kembali xt pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu: dengan xt-µ dimana μ = E[xt].
3.
Cross Correlation
Metode ini digunakan untuk menganalisis dan menentukan apakah variabel-variabel ekonomi dan `keuangan lainnya, jika dikorelasi silangkan dengan reference series akan menjadi Leading Indicators, Coincident Indicators, atau Lagging Indicators. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators (CLI). Korelasi silang (cross correlation) antara dua variabel, katakan x dan y dapat dihitung: rxy (l ) =
c xy (l )
c xx (0 ). c yy (0)
dimana: l = 0, ± 1, ± 2, ...
(3.2)
dan ⎧ T −1 ⎪∑ (( xt − x )( y t +1 − y )) / T ⎪ t =1 c xy (l ) = ⎨ T +1 ⎪ (( y − y )( x − x )) / T t t −1 ⎪⎩∑ t =1
dimana: l = 0, 1, 2, ... (3.3) dimana: l = 0, -1, -2, ...
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi silang adalah 12 periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators maka nilai rxy yang dicari adalah nilai yang paling tinggi selama periode pengujian. Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji korelasi silang adalah dengan melihat korelasi yang tinggi pada lag yang cukup jauh. Sedangkan untuk kandidat coincident, sama halnya dengan kandidat leading harus memiliki korelasi yang tinggi dengan reference series namun dengan lag yang ada di sekitar nol. 4.
Granger Causality Test
Salah satu tahap dalam analisis siklus bisnis adalah penggunaan metode ekonometrik dalam pemilihan kandidat leading indicators. Langkah pertama dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka panjang. Kemudian dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference series. Uji granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penentuan lag tersebut diasumsikan telah mampu memberikan hasil yang cukup akurat dan cukup mewakili keseluruhan lag. Penggunaan 4 spesifikasi lag tersebut dilakukan untuk mengetahui perbandingan tingkat signifikansi pada lag yang semakin jauh. Dengan pengujian ini dapat diperoleh variabel-variabel yang tergolong sebagai leading indicators. Granger Causality test dilakukan untuk melihat adanya hubungan sebabakibat (kausalitas) dan arah kausalitas diantara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga kemungkinan arah kausalitas yang terjadi antara dua variabel (misalnya X dan Y) yaitu: 1) X menyebabkan (Granger cause) Y; 2) Y menyebabkan (Granger cause) X; atau 3) X dan Y memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila X menyebabkan Y dan pada saat yang bersamaan Y juga menyebabkan X. Dengan menggunakan Granger Causality test dapat diketahui apakah antara X dan Y memiliki hubungan kausalitas dan bagaimana arah kausalitas diantara kedua variabel tersebut. Nilai probabilitas (P value) yang dihasilkan menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara konvensional disepakati adalah
jika probabilitas lebih kecil dari 5 persen maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan. Kriteria kandidat leading pada uji Granger Causality ini adalah adanya hubungan kausalitas satu arah pada lag yang cukup jauh. Sedangkan untuk pemilihan kandidat coincident dilihat dari adanya hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol. 5.
Hodrick-Prescott Filter
Metode Hodrick-Prescott (HP) Filter berfungsi untuk mengestimasi trend dan kemudian menghilangkan faktor trend tersebut. Metode ini merupakan alat analisis ekonomi yang sederhana dan sangat fleksibel dan merupakan pilihan inti trend. Komponen trend bersifat stokastik tapi bergerak mulus sepanjang waktu dan tidak berhubungan dengan komponen siklikal. Metode HP filter membutuhkan perhitungan dari komponen trend yaitu Y* untuk t=1, 2, 3,..... dari data seri yang telah dihilangkan unsur musiman dan irregular-nya yaitu Y. T dapat diestimasi dengan meminimalisasi fungsi kerugiannya, yaitu
(3.4) dimana: : parameter yang merefleksikan varians dari komponen trend relatif terhadap komponen siklikal. Selain itu λ dapat juga diartikan sebagai faktor pembobot yang mengontrol seberapa mulus hasil trend tersebut. Nilai λ yang rendah akan menghasilkan trend yang mengikuti seri yang telah dihilangkan unsur musimannya secara dekat, sebaliknya nilai λ yang tinggi tidak akan menghasilkan
fluktuasi jangka pendek dari seri yang dihilangkan unsur musimannya. Untuk data tahunan nilai λ yang digunakan adalah 100, sedangkan untuk data triwulanan, Hodrick dan Prescott memberikan nilai sebesar 1600 dan untuk data bulanan nilai λ yang diberikan adalah 14400. 6.
Vector Auto Regressive (VAR)
Metode ini adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Dengan dapat memasukkan unsur waktu, hubungan kausalitas antara dua varibel merupakan hubungan kausalitas dalam VAR. Jadi dapat disimpulkan hubungan kausalitas ini berdasarkan
pada
pemikiran
Granger.
Menurut
Enders
(2004),
dalam
menggunakan metode VAR, jika data-data yang digunakan tidak stasioner pada tingkat level tetapi stasioner pada First Difference dimana data tersebut sudah terkointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM atau VAR First Difference, tapi jika data stasioner pada tingkat level maka metode yang digunakan adalah VAR tradisional. Metode VAR ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan metode ekonometrik konvensional seperti yang dikemukan oleh Klein dalam Sitorus (1995) yaitu : 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. Hubungan yang terdeteksi dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
2. Uji VAR yang bersifat multivariate dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variable endogenty dan exogenty) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. 5. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada. Metode VAR tidak berarti tanpa kelemahan. Metode ini juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya model VAR merupakan pengukuran yang tidak dilandasi teori tentang hubungan antar variabel (model non-struktural). Implikasi kebijakan menjadi kurang tepat karena metode VAR tidak mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen dan endogen. a.
Model Umum VAR
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua peubah tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan beresifat white noise yang artinya memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara peubah tak bebas tidak ada korelasi. Sistem persamaan multivariat lebih rumit hubungan kausalitas antar variabelnya dibandingkan sistem persamaan bivariat. VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan distributed lag-nya. VAR dengan
ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut : (3.5) dimana : : vektor peubah tak bebas (y1, t ......yn, t) berukuran n x 1 : vektor intersep berukuran n x 1 : matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ...., p : vektor sisaan ( ε1, t......εn, t) berukuran n x 1
b.
Pengujian Model
1.
Uji Stasioneritas Data
Hal terpenting dalam menganalisis data yang bersifat time series adalah uji stasioneritas. Suatu deret waktu disebut stasioner apabila secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Hal ini berarti data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Jika data berfluktuasi dengan varian yang tetap dari waktu ke waktu maka data tersebut juga bersifat stasioner pada variannya (variance). Kondisi seperti ini dinotasikan sebagai berikut :
(3.6)
dimana : : ragam : nilai tengah variabel y
Augmented Dicky Fuller (ADF) test merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kestasioneran data. Jika nilai mutlak ADF statistiknya lebih besar dari Mackinnon Critical Value untuk nilai yang positif dan lebih kecil jika angka negatif maka nilai ADF statistiknya harus lebih kecil dan dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Apabila suatu series tidak stasioner berdasarkan ADF test maka dapat dilakukan difference non stasionary processes. ADF test sendiri pada dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut :
(3.7) dimana : : : white noise Pada ADF, yang diuji adalah apakah δ = 0 dengan hipotesis alternatif δ < 0. Jika nilai absolut dari nilai t hitung untuk δ lebih besar dari nilai absolut Dicky, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya. 2. Penetapan Lag Optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam model VAR, hal ini dikarenakan suatu variabel juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, selain dipengaruhi oleh variabel lain. Sebelum menentukan lag optimal, perlu dilakukan pengujian lag maksimal. Lag maksimal didapat jika roots memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle, sehingga didapat persamaan VAR yang stabil.
Pengujian lag optimal dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara lain Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Pengujian lag yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji SIC. 3.
Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang secara individual tidak stasioner, tapi kombinasi linier antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Oleh karena itu, kointegrasi dapat dilakukan sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah spurious regression (regresi palsu). Beberapa cara yang dilakukan untuk mengujinya yaitu dengan EngleGranger cointegration test Johansen cointegration test dan Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW) test.
Pengumpulan variabel/ data sekunder Seleksi variabel penyusun reference series
1. Berdasarkan ketersediaan data 2. Kriteria ekonomi 3. Kriteria statistik Data hasil seleksi Metode: 1. Disagregasi data (Cubic Splines) 2. Menghilangkan faktor musim (X12 ARIMA)
Generating Data
Data siap digunakan Seleksi Kandidat Composite Index
Metode; 1. Grafis 2. Cross-Correlation 3. Granger Causality Test
Kandidat Leading
Kandidat Lagging
Penyusunan Composite Index
Penelitian Leading Index
Growth Cycle
Kandidat Coincident
Gambar Metode:
3.1.
Tahapan
Business Cycle Analysis
Lagging Index
Coincident Index
Metode: Hodrick-Prescott Filter
Growth Leading index
EARLY WARNING INDICATORS: PERAMALAN (MODEL AR dan VAR)
BAB IV PENYUSUNAN LEADING INDICATORS
4.1.
Leading Indicators
Leading indicators (LI) merupakan indikator business cycle analysis yang pergerakannya mendahului variabel acuan (reference series). Indikator ini merupakan indikator komposit yang paling mendapatkan perhatian, karena kemampuannya sebagai early warning indicators untuk melakukan peramalan kondisi perekonomian ke depan. Dengan kata lain, leading indicators memiliki kemampuan dalam melakukan peramalan tentang perubahan yang terjadi pada periode mendatang serta dapat memprediksi siklus perekonomian. Siklus ekonomi yang dimaksud yaitu kapan perekonomian mencapai puncak (peak), masih berlanjut (steady), mulai menurun (contraction), sampai titik terendah (trough), dan kembali naik (expansion). Early Warning System (EWS)
pada siklus
perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan. Menurut Nasution (2007), kandidat LI diperoleh dengan bantuan peralatan statistika berupa grafik, analisis korelasi silang (cross correlation), dan uji granger causality. Secara visual, kandidat LI bergerak mendahului variabel acuan. Sedangkan berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat LI diperoleh dengan melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup jauh. Kriteria leading indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dari variabel penyusun dengan variabel acuan
kurs pada lag yang cukup jauh. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (α=5 persen)
4.2.
Penyusunan Leading Indicators
Setelah data dikumpulkan, diseleksi serta dilakukan proses disagregasi, maka data selanjutnya akan melalui proses berikut: 4.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12 ARIMA
Berdasarkan kandidat yang telah diperoleh, beberapa variabel sangat dipengaruhi oleh faktor musim yang bergerak yaitu Idul Fitri dan Tahun Baru Cina. Dalam analisis siklus bisnis, pengaruh musim harus dihilangkan dari data. Sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile. Beberapa kandidat yang mengalami penyesuaian dari pengaruh musim tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA No
Kandidat Leading
1.
Ekspor riil
2.
Impor riil
3.
Foreign Currency Deposits
4.
Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency
5.
Ekspor Indonesia ke Jepang
Sumber: Lampiran 3
4.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Leading Indicators
Pemilihan kandidat tersebut diperoleh dari beberapa uji yang dilakukan, diantaranya adalah dengan melihat pergerakannya secara grafis, uji cross correlation dengan menggunakan lag 12 dan berdasarkan uji granger causality
dengan menggunakan 4 spesifikasi lag yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan 3 uji yang dilakukan, indikator yang diperoleh didasarkan pada seberapa sering kemunculan (modus) variabel yang digunakan pada proses pengujian tersebut. 1.
Uji secara Grafis
Kandidat leading seharusnya secara visual bergerak mendahului reference series nilai tukar. Pada penelitian ini, pergerakan yang dilihat melalui grafis tidak seluruhnya mampu menggambarkan secara jelas mana variabel yang mendahului pergerakan kurs. Oleh karena kesulitan tersebut, uji secara grafis kadang diabaikan. Salah satu hasil olahan secar visual yang dapat menggambarkan kandidat leading adalah sebagai berikut:
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.1. Pergerakan Variabel Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency Mendahului Kurs
2.
Uji Korelasi Silang (Cross Correlation)
Pemilihan kandidat leading melalui uji Cross Correlation dilakukan dengan kriteria yaitu melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup jauh. Seperti salah satu tampilan hasil olahan berikut:
Date: 07/23/08 Time: 23:22 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations KURS,FBDDFC(-i) . |***** | . |***** | . |***** | . |****** | . |******* | . |******* | . |******** | . |******** | . |******** | . |******** | . |******** | . |******** | . |******* |
KURS,FBDDFC(+i) . |***** . |**** . |**** . |**** . |**** . |*** . |*** . |*** . |*** . |*** . |** . |** . |**
| | | | | | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
lag
lead
0.5308 0.5485 0.5333 0.5767 0.6642 0.7363 0.7734 0.7738 0.8134 0.8386 0.7871 0.7542 0.7202
0.5308 0.4332 0.3838 0.3644 0.3554 0.3518 0.3243 0.3057 0.2906 0.2544 0.2353 0.2178 0.1893
Berdasarkan tampilan diatas dapat dilihat bahwa korelasi yang paling tinggi ada pada (-i) yaitu sebesar 0.8386 pada lag 9. FBDDFC(-i) menunjukkan bahwa variabel Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency bergerak lebih dahulu dibandingkan dengan kurs. Berdasarkan uji ini diperoleh kandidat sebagai berikut: Tabel 4.2. Hasil Analisis Cross Correlation No
Kandidat Leading
Cross Correlation Lead/Lag
rxy
1.
Ekspor riil
-8
0.4180
2.
Impor riil
-5
0.4486
3.
Foreign Currency Deposits (FCD)
-5
0.8032
4.
Forex Banks Demand Deposits in Foreign
-9
0.8386
Currency (FBDDFC) 5.
Ekspor Indonesia ke Jepang (XJP)
-12
0.3271
6.
Indeks Saham United Kingdom (FTSE 100)
-4
0.5424
Sumber: Lampiran 2
3.
Uji Granger Causality
Kriteria kandidat leading berdasarkan uji granger causality adalah adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan pada lag yang cukup jauh. Pengujian ini dapat dilihat pada hasil berikut: Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 1 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 176 0.22985 0.63224 KURS does not Granger Cause M 0.01370 0.90697 ========================================================= Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 3 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 174 4.02921 0.00847 KURS does not Granger Cause M 1.88446 0.13414
Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 6 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 171 3.63208 0.00210 KURS does not Granger Cause M 1.49925 0.18169 ========================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 12 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 165 2.25403 0.01225 KURS does not Granger Cause M 0.92624 0.52274
========================================================== Berdasarkan tampilan Granger Causality diatas, menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan penolakan hipotesis nol. Dimana hipotesis nol-nya menyatakan bahwa impor tidak mempengaruhi kurs. Sehingga penolakan hipotesis nol tersebut berarti bahwa impor mempunyai pengaruh terhadap kurs. Kuat atau tidaknya pengaruh tersebut dilihat dari nilai probabilitasnya yang semakin signifikan (nilai yang paling kecil) yaitu pada nilai 0.00210 di lag 6. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 4.4). Pada Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa komponen ekspor pada uji granger memiliki hipotesis nol ekspor tidak mempengaruhi kurs. Hasil yang diperoleh terlihat bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah dalam hubungan variabel ekspor dan kurs, dimana ekspor secara signifikan memiliki pengaruh pada pergerakan kurs dengan nilai probabilitas sebesar 0.00228. Dalam hal ini impor juga secara signifikan memiliki pengaruh terhadap pergerakan kurs dengan nilai probabilitas sebesar 0.00210. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol impor tidak mempengaruhi kurs ditolak. Begitu juga komponen foreign currency deposits (FCD), dengan hipotesis nol FCD tidak mempengaruhi kurs dan ternyata probabilitasnya sebesar 2.2x10-13 menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini berarti tolak H0, dimana FCD secara signifikan memiliki pengaruh terhadap pergerakan kurs. Pada komponen forex banks
demand deposits in foreign currency (FBDDFC)
menunjukkan probabilitas signifikan sebesar 0, yang berarti bahwa FBDDFC memiliki pengaruh terhadap pergerakan kurs. Variabel ekspor Indonesia ke
Jepang (XJP) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Hal ini dapat ditunjukkan dengan probabilitasnya sebesar 0.00846. Untuk indeks saham Inggris yaitu FTSE menunjukkan hasil yang signifikan dengan probabilitas sebesar 0.04352. Tabel 4.3. Hasil Uji Granger Causality No
Kandidat Leading H0
Granger Cusality Test Lag
Probabilitas
Hasil
Artinya
1.
Ekspor does not Granger Cause kurs
3
0.00228
Tolak H0
Signifikan
2.
Impor does not Granger cause kurs
6
0.00210
Tolak H0
Signifikan
-13
Tolak H0
Signifikan
3.
FCD does not Granger Cause kurs
6
2.2x10
4.
FBDDFC does not Granger Cause
12
0.00000
Tolak H0
Signifikan
kurs 5.
XJP does not Granger Cause kurs
12
0.00846
Tolak H0
Signifikan
6.
FTSE 100 does not Granger Cause
1
0.04352
Tolak H0
Signifikan
kurs
Sumber; Lampiran 2
4.2.3. Penyusunan Composite Leading Index
Setelah ratusan variabel dikelompokkan ke dalam kandidat CI dan LI, selanjutnya adalah menyusun composite LI. Beberapa tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change 2. Adjusment MoM 3. Penjumlahan Adjusment MoM (it) 4. Adjustment it 5. Perhitungan Preliminary Leading (Proses perhitungan dari tahapan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3) Composite LI terbaik diperoleh dengan cara trial-and-error dengan mengkombinasikan komponen penyusun leading sampai terbentuk gambar akhir
leading terbaik. Setelah melalui proses trial-and- error maka diperoleh kombinasi LI terbaik dan bobot sebagai berikut (Tabel 4.4) dan secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.2. Tabel 4.4. Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Index Beserta Bobotnya Komponen LI
Bobot (Persen)
Ekspor
24.0
Impor
22.0
Foreign Currency Deposit
30.0
Forex Banks Demand Deposit in Foreign Currency
24.0
Total
100.0
Sumber: Lampiran 2
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.2. Pergerakan Leading Index Mendahului Reference Series Nilai Tukar
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa ekspor memberikan kontribusi sebesar 24 persen pada penyusunan leading index ini, sedangkan impor memberikan kontribusi sebesar 22 persen, foreign currency deposits sebesar 30 persen dan forex banks demand deposits in foreign currency juga 24 persen.
Kontribusi terbesar diberikan oleh foreign currency deposits dan kontribusi terkecil oleh komponen impor. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai tukar di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh simpanan mata uang asing yang ada di dalam negeri. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya mata uang asing dalam hal ini USD yang ada di dalam negeri.
4.2.4. Leading Index Growth Cycle
Berdasarkan hasil leading index pada analisis business cycle yang diperoleh, menunjukan adanya faktor trend cenderung naik pada periode-periode akhir. Hal ini diduga karena komponen penyusun leading index yang cenderung masih memiliki trend naik. Pengaruh trend yang kuat seringkali terjadi pada kasus negara-negara yang tidak pernah mengalami resesi ekonomi. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang lebih baik maka faktor trend harus dihilangkan dari business cycle, sehingga diperoleh growth cycle index yang merupakan deviasi business cycle dari long-term trend-nya Pendugaan
pada
analisis
growth
cycle
ini
dilakukan
dengan
mendekomposisikan indeks siklus bisnis (leading dan coincident index) ke dalam tiga komponen, yaitu faktor trend, cyclical, dan random. Faktor trend diestimasi dengan menggunakan beberapa metode filtering. Dalam penelitian ini digunakan metode filter Hodrick Prescott, yang nantinya akan diperoleh faktor trend dan cyclical-nya. Sedangkan growth cycle index merupakan rasio indeks siklus bisnis dengan faktor trend-nya. Hasil yang diperoleh setelah melakukan filtering dengan metode Hodrick Prescott dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Berdasarkan hasil yang diperoleh (lihat Gambar 4.1.) dapat disimpulkan bahwa leading index yang diperoleh pada analisis business cycle terbukti masih memiliki faktor trend (semakin naik) yang sangat jelas pada periode akhir. Hal ini diduga karena komponen penyusun leading index-nya yang masih memiliki faktor trend yang cenderung naik. Sedangkan nilai tukar memiliki sifat yang stabil (tidak dipengaruhi faktor trend). Hal ini dapat dibuktikan dari gambar sebelum (Gambar 4.1) dan setelah faktor trend dihilangkan (Gambar 4.2). Tampak bahwa setelah dihilangkan faktor trend, leading index yang diperoleh lebih baik daripada sebelumya. Indikatornya baik atau tidaknya leading index yang diperoleh dapat dilihat berdasarkan kesamaan pergerakan antara leading index dengan reference series.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.3. Pergerakan Leading Index dan Nilai Tukar Setelah Trend Dihilangkan
4.2.5. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis dan Leading Index Growth Cycle
Setelah diperoleh leading index dari hasil analisis siklus bisnis dan leading index growth cycle dapat dilihat pada Gambar 4.3. Perbandingan dari kedua grafik
dimaksudkan untuk mengetahui apakah leading Index yang dibangun berdasarkan analisis siklus bisnis mampu memberikan gambaran yang jelas bagi leading index dengan analisis growth cycle Pada Gambar 4.3 tampak jelas adanya trend pada leading index dari analisis siklus bisnis dan faktor trend tersebut sudah tidak tampak lagi pada leading index dari growth cycle.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.4. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis dan Growth Cycle
4.3.
Peramalan
Berdasarkan data yang digunakan dari Januari 1993 sampai dengan September 2007 diperoleh peramalan dari Oktober 2007 sampai dengan Desember 2008. Peramalan tersebut menggunakan model VAR, dimana dapat dilihat pada Gambar 4.4. Tampak pada gambar bahwa nilai tukar pada periode peramalan tersebut bergerak naik mengikuti trend, dengan pergerakan yang tidak terlalu volatile. Sedangkan pertumbuhan kurs sendiri relatif stabil pada kisaran nilai 1 satuan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
450
1.8
400
1.6
350
1.4
300
1.2
250
1
200
0.8
150
0.6
100
0.4
50
0.2
t_li_f
li
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
0 Jan-93
0
g_li_f
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.5. Leading Index Pergerakan Nilai Tukar Januari 1993 sampai Desember 2008
1.06 1.04 1.02 1 0.98 0.96 0.94 0.92 0.9
M
De c
-0 5 ar -0 Ju 6 n0 Se 6 p0 De 6 c0 M 6 ar -0 Ju 7 n0 Se 7 p0 De 7 c0 M 7 ar -0 Ju 8 nSe 08 p0 De 8 c08
400 350 300 250 200 150 100 50 0
t_li_f
li
g_li_f
Sumber: CEIC (2008), diolah Gambar 4.6. Pergerakan Kurs Desmber 2005 sampai Desember 2008
4.4.
Implikasi Kebijakan
Terbentuknya leading indicators memberikan kontribusi besar dalam perekonomian terutama dalam rangka perumusan kebijakan ekonomi. Perumusan kebijakan tersebut difokuskan pada kebijakan dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah yang menjadi inti dari penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa variabel yang merupakan komponen penyusun leading index sebagai early warning indicators. Komponen-komponen yang terdiri dari ekspor riil, impor riil, foreign currency deposits dan forex banks demand deposits in foreign currency dengan bobotnya masing-masing perlu memperoleh perhatian yang lebih besar dari pemerintah guna mengantisipasi gejolak kurs yang sifatnya sangat fluktuatif. Namun berdasarkan bobot yang diperoleh, dimana foreign currency deposits memberikan kontribusi terbesar dalam penyusunan leading index sehingga untuk mengantisipasi pergerakan kurs yang tidak normal maka otoritas moneter perlu memberikan perhatian yang besar pada komponen tersebut. Untuk melihat keterkaitan antara komponen penyusun dengan leading index dapat ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
Sumber: CEIC (2008), diolah Gambar 4.7. Keterkaitan antara Ekspor dan Leading Index
Sumber: CEIC (2008), diolah Gambar 4.8. Keterkaitan antara Impor dan Leading Index
Sumber: CEIC (2008), diolah Gambar 4.9. Keterkaitan Foreign Currency Deposits dan Leading Index
Sumber: CEIC (2008), diolah Gambar 4.10. Keterkaitan Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency dan Leading Index
BAB V PENYUSUNAN COINCIDENT INDICATORS
5.1.
Coincident Indicators
Coincident
indicators
(CI)
adalah
indikator
siklus
bisnis
yang
pergerakannya seiring dengan variabel yang menjadi acuan (reference series). Indikator ini dapat memberikan gambaran tentang situasi ekonomi saat ini (current economic situation). Sama halnya dengan leading indicators, kandidat CI diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa grafik, analisis korelasi silang (cross correlation), dan uji granger causality. Secara visual, kandidat CI akan bergerak seiring dengan reference series kurs. Sedangkan berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat CI diperoleh dengan melihat korelasi yang paling tinggi pada lag di sekitar nol. Kriteria coincident indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dari variabel-variabel penyusun dengan variabel acuan kurs pada lag di sekitar nol. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (α= 5 persen)
5.2.
Penyusunan Coincident Indicators
Setelah data dikumpulkan, diseleksi serta dilakukan proses disagregasi, maka data selanjutnya akan melalui proses yang sama seperti pada penyusunan leading indicators, yaitu: 5.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12 ARIMA
Berdasarkan kandidat yang telah diperoleh, beberapa variabel sangat dipengaruhi oleh faktor musim yang bergerak yaitu Idul Fitri dan Tahun Baru Cina. Dalam analisis siklus bisnis, pengaruh musim harus dihilangkan dari data. Sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile. Beberapa kandidat yang mengalami penyesuaian dari pengaruh musim dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA No
Kandidat Coincident
1
Foreign Assets
2
Ekspor Indonesia ke Singapura
3
CPI Cina
4
Ekspor Indonesia ke United Kingdom
5
Ekspor Indonesia ke United State
Sumber: Lampiran 3
5.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident
Pemilihan kandidat tersebut diperoleh dari beberapa uji yang dilakukan, diantaranya adalah dengan melihat pergerakannya secara grafis, uji cross correlation dengan menggunakan lag 12 dan berdasarkan uji granger causality dengan menggunakan 4 spesifikasi lag yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan 3 uji yang dilakukan, indikator yang diperoleh didasarkan pada seberapa sering kemunculan (modus) variabel yang digunakan pada proses pengujian tersebut.
1.
Uji secara Grafis
Secara visual kandidat coincident seharusnya memiliki pergerakan yang seiring dengan reference series nilai tukar. Pada penelitian ini, uji secara grafis juga kurang menggambarkan secara jelas apakah pergerakannya seiring dengan nilai tukar. Namun ada beberapa variabel yang dapat ditentukan sebagai kandidat coincident melalui uji grafis seperti berikut:
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.1. Pergerakan Foreign Assets Seiring dengan Kurs
2.
Uji Korelasi Silang (Cross Correlation)
Selain melalui uji secara grafis, pemilihan kandidat coincident pun dilakukan melalui uji Cross Correlation. Namun kriteria yang diminta tentu saja berbeda dengan pemilihan kandidat leading. Kriteria pemilihan kandidat coincident adalah adanya nilai korelasi yang paling tinggi pada lag di sekitar nol. Seperti tampilan berikut:
Date: 07/24/08 Time: 06:43 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations KURS,FA(-i)
KURS,FA(+i)
. |******** | . |******* | . |******* | . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |***** | . |***** | . |***** | . |**** | . |**** | . |**** |
. |******** | . |******* | . |******* | . |******* | . |****** | . |****** | . |****** | . |****** | . |***** | . |***** | . |***** | . |***** | . |***** |
i
Lag
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.8073 0.7415 0.6801 0.6402 0.6300 0.6299 0.5886 0.5474 0.5177 0.4695 0.4362 0.4077 0.3801
Lead 0.8073 0.7270 0.6717 0.6482 0.6460 0.6441 0.6069 0.5690 0.5410 0.5016 0.4803 0.4654 0.4525
Sehingga berdasarkan uji ini diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 5.2. Hasil Analisis Cross Correlation No
Kandidat Coincident
Cross Correlation Lead/Lag
rxy
1
Foreign Assets
0
0.8073
2
Interbank Call Money Rate: 1 Day
1
0.5734
3
Ekspor Indonesia ke Singapura
0
0.8041
4
Indeks Saham Singapura: Strait Times Index (STI)
3
-0.3204
5
CPI Cina
0
0.6065
6
Ekspor Indonesia ke United Kingdom
0
0.8505
7
Indeks Saham Jerman: DAX
1
0.5210
8
Ekspor Indonesia ke United State
0
0.8608
9
Indeks Saham United State (Nasdaq)
0
0,4283
Sumber: Lampiran 2
3.
Uji Granger Causality
Berdasarkan uji granger causality, kriteria untuk pemilihan coincident adalah dengan melihat adanya hubungan signifikan dua arah yang berarti bahwa
variabel penyusun dengan nilai tukar memiliki hubungan kausalitas yang saling mempengaruhi pada spesifikasi lag yang semakin jauh dan memiliki pola yang sama di setiap lag. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (α=5 persen). Semakin kecil dari 0,05 pada nilai probabilitasnya maka semakin signifikan dan pengaruhnya semakin kuat. Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 1 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 176 0.63111 0.42804 KURS does not Granger Cause FA 6.19769 0.01374 ========================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 3 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 174 0.81415 0.48771 KURS does not Granger Cause FA 3.50393 0.01675 ========================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 6 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 171 2.63562 0.01833 KURS does not Granger Cause FA 3.10319 0.00670 Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 12 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 165 1.78475 0.05613
KURS does not Granger Cause FA 1.94819 0.03352 ========================================================== Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa untuk komponen Foreign Assets (FA) memiliki hipotesis nol FA tidak mempengaruhi kurs dan kurs tidak mempengaruhi FA dan probabilitas yang paling signifikan ada di lag 6 sebesar 0.01833 dan 0.00670. Hasil yang diperoleh mengindikasikan adanya hubungan kausalitas 2 arah di dalam hubungan variabel FA dan kurs. Sama halnya dengan FA, Interbank Call Money Rate (ICMR) juga mengindikasikan hubungan kausalitas 2 arah, hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitasnya yang lebih kecil dari 5 persen yaitu sebesar 5.7x10-15 dan 5.3x10-05. Beberapa variabel lain yang memiliki hubungan kausalitas 2 arah yang signifikan yaitu ekspor Indonesia ke Singapura, ekspor Indonesia ke Inggris (UK), dan ekspor Indonesia ke Amerika (USA). Variabel tersebut memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari alpha 5 persen (lihat Tabel 4.9). Sedangkan variabel lain mengindikasikan hubungan 1 arah bahkan ada beberapa variabel yang tidak signifikan sama sekali diantarnya indeks saham Jerman DAX dan indeks saham Amerika (Nasdaq).
Beberapa
variabel yang tidak memiliki hubungan kausalitas granger sama sekali (tidak signifikan) tersebut tetap dimasukkan karena memiliki korelasi yang cukup tinggi. Kondisi ini disesuaikan dengan kondisi empiris pada penelitian dimana penentuan kandidat baik LI maupun CI diperoleh berdasarkan banyaknya kemunculan (modus) variabel-variabel tersebut pada tiga pengujian yang dilakukan (grafis, uji korelasi silang/ cross correlation, dan uji granger causality).
Tabel 5.3. Hasil Uji Granger Causality No 1.
Kandidat Coincident
Granger Cusality Test
H0
Lag
Probabilitas
Hasil
Artinya
FA does not Granger Cause kurs
6
0.01833
Tolak H0
Signifikan
Kurs does not Granger Cause FA 2.
ICMR does not Granger Cause kurs
0.00670 6
Kurs does not Granger Cause ICMR 3.
XSG does not Granger Cause kurs
5.3x10 6
SGX does not Granger Cause kurs
12
Kurs does not Granger Cause SGX 5.
CCN does not Granger Cause kurs XUK does not Granger Cause kurs
1
DAX does not Granger Cause kurs
12
XUS does not Granger Cause kurs
1
NSDQ does not Granger Cause kurs
0.02047 0.00050
Tolak H0
12
0.00259
Tolak H0
Kurs does not Granger Cause NSDQ
0.10195
Signifikan satu arah
Tolak H0
Signifikan dua arah
Terima H0
Tidak signifikan
Tolak H0
0.00010 1
Signifikan satu arah
-05
0.07663
Signifikan dua arah
0.37469
Kurs does not Granger Cause XUS 9.
0.64322
8.3x10
Kurs does not Granger Cause DAX 8.
Tolak H0
0.83671
Kurs does not Granger Cause XUK 7.
0.04081
Signifikan dua arah
0.01862
Kurs does not Granger Cause CCN 6.
Tolak H0
-05
2.9x10-10
Kurs does not Granger Cause XSG 4.
5.7x10-15
dua arah
Signifikan dua arah
Terima H0
0.97620
Tidak signifikan
Sumber: Lampiran 2
5.2.3. Penyusunan Composite Coincident Index
Sama halnya dengan penyusunan composite leading index, indeks coincident ini pun melalui beberapa tahapan seperti berikut: 1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change, 2. Adjusment MoM 3. Penjumlahan Adjusment MoM (it) 4. Adjustment it 5. Perhitungan Preliminary Coincident index (Rumus perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2)
Sedangkan untuk indeks akhir diperoleh dari kombinasi terbaik komponen penyusun nilai tukar, dengan proses yang sama yaitu trial-and-error sampai akhirnya ditemukan indeks yang menghasilkan gambar terbaik. Composite coincident terbaik diukur berdasarkan kesamaan pergerakannya dengan nilai tukar sebagai reference series-nya. Berdasarkan kriteria yang dinyatakan sebelumnya, maka diperoleh kombinasi terbaik dari komponen penyusun coincident yang dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Kombinasi Terbaik Komponen Penyusun Coincident Index Komponen CI Foreign Assets Interbank Call Money Rate 1 Day Indeks Saham DAX Jerman Indeks Saham US Nasdaq Total
Bobot (Persen) 20.66 27.68 27.34 24.32 100.00
Sumber: Lampiran 2
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4. dapat dilihat secara visual sebagai berikut:
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.2. Pergerakan Coincident Index seiring dengan Reference Series Kurs
5.2.4. Coincident Index Growth Cycle
Pada Gambar 5.1. tampak jelas bahwa di periode akhir grafik coincident index bergerak naik. Hal ini diduga karena adanya faktor trend pada komponen CI yang cenderung naik. Oleh karena itu, untuk menghilangkan faktor trend tersebut indeks coincident pada analisis business cycle dibagi dengan faktor trend-nya sehingga diperoleh growth cycle index, yang merupakan deviasi business cycle pada jangka panjang. Hasil yang diperoleh telah membuktikan dugaan sementara berupa adanya trend yang semakin naik pada gambar coincident index hasil analisis siklus bisnis tersebut. Sedangkan setelah menggunakan growth cycle hasilnya menjadi lebih baik dibandingkan dengan analisis sebelumya. Indikator baik atau tidak didasarkan atas kesamaan gambar leading index dan reference series-nya. Hasil yang diberikan ditunjukkan oleh Gambar 4.5.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.3. Pergerakan Coincident Index dan Kurs Setelah Faktor Trend Dihilangkan
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.4. Pergerakan Coincident Index dan Leading Index Gowth Cycle
5.3.
Peramalan
Berdasarkan data yang digunakan dari Januari 1993 sampai dengan September 2007 diperoleh peramalan terhadap coincident index dari Oktober 2007 sampai dengan Desember 2008. Peramalan tersebut menggunakan model VAR, dimana dapat dilihat pada Gambar 4.4. Tampak pada gambar bahwa nilai tukar pada periode peramalan tersebut bergerak naik mengikuti trend, dengan pergerakan yang tidak terlalu volatile. Sedangkan pertumbuhan kurs sendiri relatif stabil pada kisaran nilai 1 satuan. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 5.4
600
1.4
500
1.2 1
400
0.8
300
0.6
200
0.4
100
0.2
t_ci_f
ci
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
0 Jan-93
0
g_ci_f
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.5. Coincident Index Pergerakan Kurs Januari 1993 sampai Desember 2008
600 500 400 300 200 100
li
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0
ci
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.6. Pergerakan Leading dan Coincident Index Periode Januari 1993 sampai Desember 2008
5.4.
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh komponen penyusun coincident index yaitu foreign assets, interbank call money rate 1 day, indeks saham Jerman DAX, dan indeks saham Amerika Nasdaq. Oleh karena itu, dalam merumuskan kebijakan untuk menstabilkan rupiah pemerintah dalam hal ini otoritas moneter perlu concern terhadap keempat variabel tersebut. Namun dari keempat komponen tersebut, berdasarkan bobotnya yang paling besar adalah interbank call money rate 1 day dalam penyusunan coincident index sehingga untuk mengetahui kondisi kurs saat ini maka pemerintah perlu memberikan perhatian yang ekstra dan mempertimbangkan setiap kebijakannya mengacu pada komponen-komponen penyusun coincident. Untuk kurs sendiri keberadaan indeks coincident bukan suatu hal yang utama. Hal ini disebabkan karena kondisi kurs saat ini (current economic situation) dapat diketahui setiap saat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh enam kandidat yang menjadi leading indicators dan sembilan kandidat coincident indicators pada pergerakan nilai tukar. Setelah melalui proses trial and error untuk memperoleh hasil terbaik berupa kesamaan pergerakan antara indeks yang diperoleh dengan kurs diperoleh hanya sebanyak empat komponen yang memberikan hasil terbaik sebagai penyusun leading dan coincident index. Komponen penyusun leading yang dianggap tebaik adalah ekspor riil (24.0 persen), impor riil (22.0 persen), foreign currency deposits (30.0 persen), dan forex banks demand deposits in foreign currency (24.0 persen). Sedangkan komponen penyusun coincident index terbaik adalah foreign assets (20,66 persen), interbank call money rate 1 day (27.68 persen), indeks saham Jerman DAX (27.34 persen), dan indeks saham Amerika Nasdaq (24.32 persen). Peramalan yang dilakukan pada leading dan coincident index dari Oktober 2007 sampai Desember 2008 menunjukkan bahwa kedua indeks tersebut bergerak naik mengikuti trend-nya. Sedangkan growth kedua indeks sendiri bergerak relatif stabil pada kisaran satu satuan. Hal ini mengindikasikan bahwa kurs sampai dengan Desember 2008 akan melemah namun fluktuasinya tidak terlalu besar sehingga pertumbuhannya dapat dikatakan relatif stabil. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pergerakan kurs di Indonesia masih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti indeks sahan DAX Jerman dan
Nasdaq Amerika serta sangat dipengaruhi oleh simpanan mata uang asing di dalam negeri. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil dimana setiap goncangan yang terjadi pada perekonomian dunia akan memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia.
6.2.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperlukan kebijakan moneter dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar rupiah: 1. Bank Indonesia selaku otoritas moneter diharapkan menetapkan kebijakan yang efektif dalam rangka mengantisipasi goncangan kurs baik internal maupun eksternal, sehingga kestabilan nilai tukar rupiah tetap terjaga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian yang lebih pada komponen-komponen penyusun leading maupun coincident index. 2. Penggunaan metode X-12 ARIMA yang digunakan pada penelitian EWS untuk selanjutnya diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih signifikan. 3. Untuk melengkapi penelitian ini, diperlukan penentuan turning point (untuk menetapkan waktu dimana CI dan LI mengalami pembalikan dari fase ekspansi ke kontraksi) dan perhitungan diffusion index (menggambarkan proporsi komponen CI dan LI yang mengalami kenaikan). 4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan reference series yang berbeda,
menambah
variabel
penyusun
reference
series
dan
memperpanjang periode series data yang digunakan agar diperoleh indeks peramalan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, E. S. 2004. “Constructing Early Warning System of Currency Crises for Indonesia: Leading Indicator Approach”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Arsana, I. G. P. 2005. VAR (Vector Auto Regressive): Lab Komputasi, Universitas Indonesia. Batiz, F. R. and L. R. Batiz. 1985. International Finance and Open Economy Macroeconomy. Macmilan Publishing co. New York. Brischetto, A. and G. Voss. 2000. “Forecasting Australian Economic Activity Using Leading Indicators”. Research Discussion Paper. (Economic Research Department Reserve Bank of Australia) CEIC Data Manager. 2008. Asian Data. Danih, U. 2006. Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Krisis Perbankan di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam (ARIMA, SARIMA, ARCHGARCH). IPB Press, Bogor. Kibritcioglu, B., B. Kose and G. Ugur.1999. A Leading Indicators Approach to The Predictability of Currency Crisis: The Case of Turkey. (General Directorate of Economic Research, Ankara, Turkey). Krugman, P. dan M. Obsfelt. 1994. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Munandar dan Basri [Penerjemah]. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Leigh, D. and M. Rossi. 2002. “Leading Indicators of Growth and Inflation in Turkey”, IMF Working Paper, No. 02/231. Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi (Macroeconomics). Edisi kelima. Erlangga, Jakarta. McGuckin, R. H, A. Ozyildirim, V. Zarnowitz. 2001.”The Composite Index of Leading Economic Indicators: How To Make It More Timely”. NBER Working Paper Series Vol 8430. Mishkin, F. 1998. The Economics of Money, Banking, and Financial Market. Fifth editon. Columbia University, Addison-Wesley.
Mongardini, J. and T. Saadi-Sedik. 2003.”Estimating Indexes of Coincident and Leading Indicators: An Aplication to Jordan”. IMF Working Paper, WP/03/170. Nasution, D. 2007. Materi Presentasi InterCAFE. Bogor. Ramakrishnan, U. and A. Vamvakidis. 2002.”Forecasting Inflation in Indonesia”. IMF Working Paper, WP/02/111. Pasaribu, S. H., D. Hartono, dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Sadewa, P. Y. 2007. “Mengendalikan Resiko Nilai Tukar”. [Kompas online] danareksa.com [22 Oktober 2007] Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi kelima. Jilid 1. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Setiana, M. 2006. Analisis Leading Indicator Untuk Business Cycle Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Simorangkir, I. dan Suseno. 2004. Seri Kebanksentralan: Sistem Kebijakan dan Nilai Tukar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta. The Conference Board. 2000. Business Cycle Indicators Handbook. Victor,S. 2002. A System of Leading Indicators for Russia. 28th CIRET Conference. Taipei. Winarno, W. W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. www.imfstatistics.org Zhang, W. and J. Zhuang. 2002. “Leading Indicators of Business Cycle in Malaysia and the Philippines”. ERD Working Paper No. 32.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Variabel yang digunakan dalam penelitian No 1. 2. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Variabel Kurs Gross Domestic Product (GDP) 2000p Consumer Price Index (CPI) 2000p Wholesaler Price Index (WPI) Industrial Production Index (IPI) Trade balance Ekspor Impor Indeks Harga Saham Gabungan Jakarta Stock Exchange (JSX) Market Capitalization M1 M2 Money Supply M2: Net Foreign Assets Money Supply M2: Claims on Official & State Entities Money Supply M2: Claims on Private Entities Quasi money Monetary Survey: Quasi Money: Foreign Currency Deposits Monetary Survey: Quasi Money: Time & Saving Deposits Commercial Banks Deposits Time Deposit Rate: Commercial Banks: 1 Month Time Deposit Rate: Commercial Banks: 3 Months Time Deposit Rate: Commercial Banks: 6 Months Time Deposit Rate: Commercial Banks: 12 Months Time Deposit Rate: Commercial Banks: 24 Months Time Deposit Rate: State Banks: 1 Month Time Deposit Rate: State Banks: 3 Months Time Deposit Rate: State Banks: 6 Months Time Deposit Rate: State Banks: 12 Months Time Deposit Rate: State Banks: 24 Months Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 1 Month Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 3 Months Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 6 Months Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 12 Months Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 24 Months Time Deposit Rate: Private National Banks: 1 Month Time Deposit Rate: Private National Banks: 3 Months Time Deposit Rate: Private National Banks: 6 Months Time Deposit Rate: Private National Banks: 12 Months Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 1 M Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 3 M Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 6 M Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 12 M Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 24 M Commercial Banks: Total Assets or Liabilities Commercial Banks: Reserve: Total MA: Total Assets or Liabilities MA: Foreign Assets MA: Claims on Public Sector: Central Government MA: Reserve Money: Total
Sumber IFS CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102
MA: Reserve Money: Currency in Circulation (CC) MA: Reserve Money: CC: Currency MA: Reserve Money: CC: Cash in Vault held by DMBs MA: Reserve Money: DMBs Demand Deposits MA: Reserve Money: Private Sector Demand Deposits MA: Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency MA: Foreign Liabilities MA: Capital Accounts Monetary Survey: Net Foreign Assets Monetary Survey: Net Domestic Assets Monetary Survey: Money: Currency in Circulation Monetary Survey: Money: Demand Deposits SBI 1 bulan Interbank Call Money Rate: 1 Day Visitors Arrivals: Seven Main Gates Visitors Arrivals: Four Main Gates: Total Investment Application Approved: Domestic Investment Application Approved: Foreign GDP Singapura CPI Singapura Ekspor Indonesia ke Singapura Impor dari Singapura ke Indonesia Suku Bunga Singapura Indeks Saham Singapura: Strait Times Index (STI) GDP Cina CPI Cina Ekspor Indonesia ke Cina Impor dari Cina ke Indonesia Suku Bunga Cina Indeks Saham Cina (SSE) GDP Jepang CPI Jepang Ekspor Indonesia ke Jepang Impor dari Jepang ke Indonesia GDP United Kingdom CPI United Kingdom Ekspor Indonesia ke United Kingdom Impor dari United Kingdom ke Indonesia Suku Bunga United Kingdom Indeks Saham United Kingdom (FTSE 100) GDP Jerman CPI Jerman Ekspor Indonesia ke Jerman Impor dari Jerman ke Indonesia Indeks Saham Jerman (DAX) GDP United State CPI United State Ekspor Indonesia ke United State Impor dari United State ke Indonesia Federal Fund Rate Indeks Saham US (Nasdaq)
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
Lampiran 2. Tahapan Penelitian dan Tampilan Pengolahan Data
1. Menentukan variabel yang menjadi acuan (reference series).
•
Reference series adalah variabel yang dapat menggambarkan perekonomian secara agregat, seperti PDB, indeks produksi industri, nilai tukar, inflasi, dan lain-lain.
•
Penelitian ini menggunakan nilai tukar sebagai reference series.
2. Mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber.
•
Biasanya mencapai ratusan variabel yang diperkirakan dapat menjadi komponen leading, coincident, dan lagging indicators.
•
Adapun sumber data sekunder tentang makroekonomi yang umum antara lain BPS, BI, Asosiasi, BUMN, Departemen, Data provider seperti CEIC, Bloomberg, Reuters, kantor Pemda dan lain-lain.
•
Data yang dikumpulkan harus sepanjang mungkin (jika data tersedia, gunakan dari tahun 1970-an) dengan frekuensi tinggi (bulanan).
•
Sebanyak 102 variabel telah dikumpulkan pada penelitian ini.
3. Disagregasi data
•
Data dengan frekuensi observasi tahunan dan kuartalan/ triwulanan (biasanya data historis yang sudah lama) terlebih dahulu didisagregasikan menggunakan metode Chow-Lin, Qubic Splines atau dapat pula dengan menggunakan metode interpolasi lainnya.
•
Hal ini dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan. Misalnya: PDB triwulanan.
4. Mengisolir pengaruh musim yang bergerak di Indonesia seperti Idul Fitri dan Tahun Baru Cina
•
Menggunakan metode X-12 ARIMA dari US Census Bureau untuk mengadjust faktor musim dari seluruh series data yang dikumpulkan.
•
Penggunaan X-12 juga memungkinkan untuk mengadjust data dari pengaruh trading-day.
•
Metode X-12 ARIMA ini dilakukan dengan proses trial dan error sampai menemukan hasil yang signifikan.
Sebagian Tampilan X-12 ARIMA Regression Model -----------------------------------------------------------------Parameter Standard Variable Estimate Error t-value -----------------------------------------------------------------Trading Day Mon -0.0019 0.00566 -0.34 Tue 0.0037 0.00573 0.65 Wed -0.0025 0.00577 -0.42 Thu 0.0123 0.00541 2.28 Fri -0.0174 0.00565 -3.08 Sat 0.0099 0.00557 1.77 *Sun (derived) -0.0041 0.00537 -0.77 User-defined BeforeCNY BetweenCNY AfterCNY BeforeIdulFitri BetweenIdulFitri AfterIdulFitri
-0.0096 -0.0077 0.0590 -0.0221 0.0744 -0.0838
0.01821 0.02300 0.01952 0.02286 0.03098 0.02101
-2.53 -3.33 3.02 -4.97 2.40 -3.99
Automatically Identified Outliers AO1995.Dec 0.1481 0.03225 4.59 LS1998.Jan 0.9258 0.04782 19.36 LS1998.Apr -0.2788 0.04396 -6.34 LS1998.Aug -0.2335 0.04380 -5.33 LS1999.Jan -0.5669 0.04645 -12.20 LS1999.Mar 0.1902 0.04389 4.33 AO1999.Jun -0.1555 0.03182 -4.89 LS2001.Sep -0.1892 0.04401 -4.30 LS2002.Jan -0.2048 0.04638 -4.41 -----------------------------------------------------------------*For full trading-day and stable seasonal effects, the derived parameter estimate is obtained indirectly as minus the sum of the directly estimated parameters that define the effect. Chi-squared Tests for Groups of Regressors -----------------------------------------------------------------Regression Effect df Chi-Square P-Value -----------------------------------------------------------------Trading Day 6 12.39 0.03 User-defined 6 33.96 0.00 ------------------------------------------------------------------
ARIMA Model: (0 1 0)(1 1 0)12 Nonseasonal differences: 1 Seasonal differences: 1 Standard Parameter Estimate Errors ----------------------------------------------------Seasonal AR Lag 12 -0.5052 0.06732 Variance 0.2726 1E-02 ----------------------------------------------------Likelihood Statistics -----------------------------------------------------------------Effective number of observations (nefobs) 164 Number of parameters estimated (np) 23 Log likelihood 249.7255 Transformation Adjustment -953.0761 Adjusted Log likelihood (L) -703.3506 AIC 1452.7013 AICC (F-corrected-AIC) 1460.5870 Hannan Quinn 1481.6451 BIC 1523.9982 ------------------------------------------------------------------
DIAGNOSTIC CHECKING Sample Autocorrelations of the Residuals -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 +----+----+----+----+----+----+----+----+----+----+ 1 .XXX| . 0.109 2 . XX| . 0.065 3 .XXX| . 0.102 4 . | . 0.012 5 . |XX . 0.090 6 . |XXX. 0.114 7 . |XX . 0.075 8 . XX| . 0.065 9 . X| . 0.047 10 .XXX| . 0.104 11 . |XX . 0.080 12 - - - - - - - - . X| . - - - - - - - 0.034 13 XXXX| . 0.179 14 . |XX . 0.084 15 . |X . 0.029 16 . | . 0.014 17 .XXX| . 0.103
18
XXXX|
.
19
.
|
.
20
.
|XX .
21
.
|
.
22
.
|X
.
23
.XXX|
.
. XX|
.
-
0.141 0.002 0.067 0.006 0.022 -
0.101 24
- - - - - - - - -
- - - - - - - -
-
0.074 25
.
|X
.
26
.
|XX
.
27
.
|XX
.
28
. XXX|
.
29
.
|X
.
30
.
|X
.
31
.
|XX
.
32
.
|
.
33
.
|XX
.
34
.
|X
.
35
.
X|
.
.
|
.
0.030 0.082 0.096 -
0.102 0.027 0.055 0.073 -
0.002 0.089 0.051 -
0.033 36
- - - - - - - - -
- - - - - - - -
0.003 Sample Autocorrelations of the Squared Residuals -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 +----+----+----+----+----+----+----+----+----+----+ 1 . X| . 0.023 2 . |XX . 0.068 3 . X| . 0.043 4 .XXX| . 0.109 5 . XX| . 0.076 6 . XX| . 0.080 7 . | . 0.017 8 . X| . 0.055 9 . | . 0.004 10 . |XXX. 0.102 11 . X| . 0.037
12
- - - - - - - - -
.
|
.
- - - - - - - -
0.014
•
Tingkat signifikansi pada proses X-12 ARIMA dapat dilihat dari: a. Regresion models, mutlak dari nilai user defined lebih besar dari 1,96. b. Pada Chi-Squared-nya, nilai P-Value trading day dan user defined lebih kecil dari 5 persen (0,05). c. Diagnostic checking, dikatakan signifikan jika berada di dalam garis Bartlet.
5. Pemilihan kandidat variabel coincident dan leading indicator
• Uji secara grafis Kandidat coincident indicator secara visual bergerak seiring dengan reference series. Kandidat leading indicator secara visual bergerak mendahului reference series. • Uji korelasi silang (cross correlation) Kriteria kandidat coincident indicator adalah adanya korelasi yang cukup tinggi pada lag di sekitar nol. KRITERIA KANDIDAT COINCIDENT Cross Correlogram of KURS and FA Date: 05/28/08 Time: 08:07 Sample: 1993:01 2007:12 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations ================================================== KURS,FA(-i) KURS,FA(+i) i lag lead ================================================== . |******** | . |******** | 0 0.8073 0.8073 . |******* | . |******* | 1 0.7415 0.7270 . |******* | . |******* | 2 0.6801 0.6717 . |****** | . |******* | 3 0.6402 0.6482 . |****** | . |****** | 4 0.6300 0.6460 . |****** | . |****** | 5 0.6299 0.6441 . |****** | . |****** | 6 0.5886 0.6069 . |***** | . |****** | 7 0.5474 0.5690 . |***** | . |***** | 8 0.5177 0.5410 . |***** | . |***** | 9 0.4695 0.5016 . |**** | . |***** | 10 0.4362 0.4803 . |**** | . |***** | 11 0.4077 0.4654 . |**** | . |***** | 12 0.3801 0.4525
Kriteria kandidat leading indicatora adalah adanya korelasi yang cukup tinggi pada lag yang cukup jauh KRITERIA KANDIDAT LEADING Cross Correlogram of KURS and FBDDFC Date: 05/28/08 Time: 08:07 Sample: 1993:01 2007:12 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations ================================================== KURS,FBDDFC(-i) KURS,FBDDFC(+i) i lag lead ================================================== . |***** | . |***** | 0 0.5308 0.5308 . |***** | . |**** | 1 0.5485 0.4332 . |***** | . |**** | 2 0.5333 0.3838 . |****** | . |**** | 3 0.5767 0.3644 . |******* | . |**** | 4 0.6642 0.3554 . |******* | . |*** | 5 0.7363 0.3518 . |******** | . |*** | 6 0.7734 0.3243 . |******** | . |*** | 7 0.7738 0.3057 . |******** | . |*** | 8 0.8134 0.2906 . |******** | . |*** | 9 0.8386 0.2544 . |******** | . |** | 10 0.7871 0.2353 . |******** | . |** | 11 0.7542 0.2178 . |******* | . |** | 12 0.7202 0.1893
• Uji granger causality Kriteria kandidat coincident adalah adanya hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol. Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 1 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 176 1.81031 0.18023 KURS does not Granger Cause ICMR 5.00773 0.02651 ================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 3 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 174 0.99645 0.39600 KURS does not Granger Cause ICMR 3.62139 0.01438
================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 6 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 171 16.8270 5.7E-15 KURS does not Granger Cause ICMR 5.29599 5.3E-05 ================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 12 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 165 10.0223 5.6E-14 KURS does not Granger Cause ICMR 4.27490 9.5E-06 ==================================================
Kriteria kandidat leading adalah terdapat hubungan kausalitas satu arah pada lag yang cukup jauh. Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 1 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 176 0.22985 0.63224 KURS does not Granger Cause M 0.01370 0.90697 ============================================================ Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 3 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 174 4.02921 0.00847 KURS does not Granger Cause M 1.88446 0.13414 ============================================================ Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 6 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 171 3.63208 0.00210 KURS does not Granger Cause M 1.49925 0.18169 ============================================================
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 12 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 165 2.25403 0.01225 KURS does not Granger Cause M 0.92624 0.52274
6. Penyusunan Composite CI dan LI
Prosedur penyusunan CI dan LI: a. Hitung month-on-month (MoM) symmetric percent change untuk setiap variabel atau komponen dengan formula: xt = 200*(Xt – Xt-1)/( Xt + Xt-1) dimana: Xt adalah nilai observasi untuk komponen X pada waktu t. Jika satuan pengukuran untuk komponen X berupa persentase (seperti suku bunga), maka month-on-month change dihitung dengan formula: xt = (Xt – Xt-1) b. Lakukan adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari semua komponen.
Adjustment tersebut dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut: •
Hitung standard deviation dari MoM change setiap komponen (misalkan = σx).
•
Hitung inverse dari σx (misalkan = wx = 1/σx).
•
Jumlahkan semua wx (misalkan = k).
•
Hitung faktor standarisasi (weight) untuk setiap komponen dengan formula: rx = (1/k)*wx Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen dihitung dengan formula: mt = rx*xt
c. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust (langkah 2); misalkan = it
d. Lakukan adjustment terhadap it untuk menyamakan volatilitas dengan reference series; •
untuk CEI, menggunakan reference series GDP
•
untuk LEI menggunakan reference series CEI
e. Hitung angka preliminary leading dan coincident index dengan menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks berikutnya dihitung dengan menggunakan formula: It = It-1*(200 + it)/ (200 – it) Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI dan LI “terbaik” diperoleh dengan cara trial-and-error. Ukuran kebaikan CI didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan PDB (reference series), sementara untuk LI didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI.
Lampiran 3. Variabel yang Memiliki Faktor Musiman Bergerak
Lampiran 4. Peramalan dengan Model VAR 1. Uji Stasioneritas Leading Index Growth Cycle Null Hypothesis: LI_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.834314 -3.468980 -2.878413 -2.575844
0.0032
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LI_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:53 Sample(adjusted): 1993:08 2007:09 Included observations: 170 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LI_G(-1) D(LI_G(-1)) D(LI_G(-2)) D(LI_G(-3)) D(LI_G(-4)) D(LI_G(-5)) D(LI_G(-6)) C
-0.231670 -0.132200 -0.121718 -0.064932 0.070968 0.320631 0.219763 0.231031
0.060420 0.085341 0.085514 0.085074 0.082107 0.077523 0.076398 0.060411
-3.834314 -1.549078 -1.423372 -0.763242 0.864331 4.135969 2.876563 3.824302
0.0002 0.1233 0.1566 0.4464 0.3887 0.0001 0.0046 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.287956 0.257189 0.056582 0.518649 251.1282 2.007174
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-7.33E-05 0.065651 -2.860332 -2.712765 9.359165 0.000000
Ekspor Null Hypothesis: EKS_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EKS_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:49
t-Statistic
Prob.*
-4.835761 -3.467633 -2.877823 -2.575530
0.0001
Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
EKS_G(-1) C
-0.235740 0.234079
0.048749 0.049255
-4.835761 4.752387
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.118472 0.113406 0.105671 1.942954 146.8190 1.946663
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.000971 0.112226 -1.645670 -1.609642 23.38458 0.000003
Impor Null Hypothesis: IM_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.902793 -3.467633 -2.877823 -2.575530
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IM_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:53 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
IM_G(-1) C
-0.242441 0.241593
0.049450 0.050009
-4.902793 4.831009
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.121378 0.116328 0.110048 2.107242 139.6760 2.074613
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.000193 0.117068 -1.564500 -1.528471 24.03737 0.000002
Foreign Currency Deposit Null Hypothesis: FCD_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.694632 -3.469451 -2.878618 -2.575954
0.0001
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FCD_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:52 Sample(adjusted): 1993:10 2007:09 Included observations: 168 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
FCD_G(-1) D(FCD_G(-1)) D(FCD_G(-2)) D(FCD_G(-3)) D(FCD_G(-4)) D(FCD_G(-5)) D(FCD_G(-6)) D(FCD_G(-7)) D(FCD_G(-8)) C
-0.338345 0.165126 -0.136835 0.004729 0.010496 0.409840 0.080050 0.212491 0.240733 0.337451
0.072071 0.089033 0.089302 0.087655 0.087396 0.083597 0.084875 0.076720 0.076851 0.072060
-4.694632 1.854649 -1.532268 0.053945 0.120094 4.902565 0.943153 2.769705 3.132455 4.682908
0.0000 0.0655 0.1275 0.9570 0.9046 0.0000 0.3470 0.0063 0.0021 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.348985 0.311902 0.081498 1.049431 187.9784 1.999225
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000148 0.098248 -2.118791 -1.932840 9.410872 0.000000
Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency Null Hypothesis: FBDDFC_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.492919 -3.467633 -2.877823 -2.575530
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FBDDFC_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:51 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
FBDDFC_G(-1) C
-0.202227 0.200530
0.045010 0.045439
-4.492919 4.413160
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.103953 0.098804 0.094263 1.546077 166.9260 1.939684
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.001113 0.099296 -1.874159 -1.838131 20.18632 0.000013
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Exogenous variables: C Lag specification: 1 25 Date: 07/05/08 Time: 12:00 Root 0.957640 + 0.279612i 0.957640 - 0.279612i 0.941939 + 0.325268i 0.941939 - 0.325268i -0.198097 - 0.975820i -0.198097 + 0.975820i -0.644460 - 0.754078i -0.644460 + 0.754078i 0.742422 - 0.656689i 0.742422 + 0.656689i 0.329248 + 0.934587i 0.329248 - 0.934587i -0.974970 - 0.176141i -0.974970 + 0.176141i 0.971282 - 0.190350i 0.971282 + 0.190350i -0.989665 0.020066 - 0.989379i 0.020066 + 0.989379i -0.014004 - 0.989478i -0.014004 + 0.989478i 0.878004 + 0.453935i 0.878004 - 0.453935i 0.415044 + 0.896142i 0.415044 - 0.896142i 0.978156 - 0.133960i 0.978156 + 0.133960i 0.390590 + 0.905904i 0.390590 - 0.905904i 0.807765 + 0.565535i 0.807765 - 0.565535i -0.983969 - 0.061290i -0.983969 + 0.061290i -0.976879 - 0.128637i -0.976879 + 0.128637i -0.796858 + 0.578465i -0.796858 - 0.578465i -0.830866 + 0.528426i -0.830866 - 0.528426i -0.742185 - 0.645849i -0.742185 + 0.645849i 0.689195 + 0.701904i 0.689195 - 0.701904i -0.268765 - 0.945849i -0.268765 + 0.945849i -0.945963 + 0.267345i -0.945963 - 0.267345i 0.903022 - 0.387255i 0.903022 + 0.387255i 0.638830 + 0.746401i
Modulus 0.997626 0.997626 0.996518 0.996518 0.995725 0.995725 0.991949 0.991949 0.991177 0.991177 0.990887 0.990887 0.990754 0.990754 0.989758 0.989758 0.989665 0.989582 0.989582 0.989577 0.989577 0.988406 0.988406 0.987589 0.987589 0.987287 0.987287 0.986520 0.986520 0.986060 0.986060 0.985876 0.985876 0.985313 0.985313 0.984685 0.984685 0.984669 0.984669 0.983849 0.983849 0.983697 0.983697 0.983293 0.983293 0.983016 0.983016 0.982555 0.982555 0.982455
0.638830 - 0.746401i -0.525624 - 0.828560i -0.525624 + 0.828560i -0.105364 + 0.975080i -0.105364 - 0.975080i 0.193852 + 0.960128i 0.193852 - 0.960128i -0.915780 + 0.346327i -0.915780 - 0.346327i 0.765190 + 0.608427i 0.765190 - 0.608427i 0.479336 + 0.852003i 0.479336 - 0.852003i 0.268976 + 0.939707i 0.268976 - 0.939707i -0.882266 - 0.418985i -0.882266 + 0.418985i -0.943898 - 0.249850i -0.943898 + 0.249850i 0.831665 + 0.511149i 0.831665 - 0.511149i 0.079732 - 0.971626i 0.079732 + 0.971626i -0.683975 + 0.691399i -0.683975 - 0.691399i 0.937471 - 0.257573i 0.937471 + 0.257573i -0.341425 - 0.909250i -0.341425 + 0.909250i 0.542172 - 0.804839i 0.542172 + 0.804839i -0.388628 + 0.887496i -0.388628 - 0.887496i 0.967453 - 0.051445i 0.967453 + 0.051445i 0.247387 + 0.936532i 0.247387 - 0.936532i -0.826572 - 0.504987i -0.826572 + 0.504987i 0.964513 + 0.079807i 0.964513 - 0.079807i 0.621846 + 0.737881i 0.621846 - 0.737881i 0.131173 - 0.953896i 0.131173 + 0.953896i -0.709048 - 0.642335i -0.709048 + 0.642335i -0.142801 + 0.944780i -0.142801 - 0.944780i -0.843881 + 0.444747i -0.843881 - 0.444747i -0.580194 + 0.751802i -0.580194 - 0.751802i -0.442165 + 0.836806i -0.442165 - 0.836806i -0.530714 - 0.778725i -0.530714 + 0.778725i 0.847061 + 0.395415i
0.982455 0.981220 0.981220 0.980756 0.980756 0.979502 0.979502 0.979079 0.979079 0.977599 0.977599 0.977585 0.977585 0.977444 0.977444 0.976700 0.976700 0.976406 0.976406 0.976187 0.976187 0.974891 0.974891 0.972551 0.972551 0.972211 0.972211 0.971240 0.971240 0.970421 0.970421 0.968855 0.968855 0.968820 0.968820 0.968655 0.968655 0.968624 0.968624 0.967809 0.967809 0.964966 0.964966 0.962872 0.962872 0.956736 0.956736 0.955511 0.955511 0.953905 0.953905 0.949648 0.949648 0.946442 0.946442 0.942374 0.942374 0.934808
0.847061 - 0.395415i 0.518199 - 0.757168i 0.518199 + 0.757168i -0.410026 - 0.778304i -0.410026 + 0.778304i -0.818309 + 0.154273i -0.818309 - 0.154273i 0.792425 + 0.227721i 0.792425 - 0.227721i 0.024433 - 0.758586i 0.024433 + 0.758586i 0.482279 - 0.444484i 0.482279 + 0.444484i -0.473069 + 0.265801i -0.473069 - 0.265801i 0.268413 - 0.234441i 0.268413 + 0.234441i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
0.934808 0.917515 0.917515 0.879703 0.879703 0.832725 0.832725 0.824496 0.824496 0.758979 0.758979 0.655866 0.655866 0.542628 0.542628 0.356382 0.356382
2, Penetuan Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Exogenous variables: C Date: 07/05/08 Time: 12:00 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 152 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
983.4253 1292.589 1348.361 1387.940 1425.179 1453.545 1482.249 1508.444 1543.339 1584.525 1628.224 1649.139 1670.839 1700.499 1727.359 1758.994 1799.435 1834.985 1875.218 1914.344 1942.071 1968.864 1999.819 2074.121 2127.105 2185.971
NA 593.9189 103.4719 70.82577 64.18920 47.02764 45.69936 39.98269 50.96470 57.44343 58.07371 26.41891 25.98277 33.56319 28.62690 31.63429 37.78104* 30.87197 32.29237 28.82994 18.60643 16.21650 16.69957 35.19567 21.61190 20.13813
1.76E-12 4.20E-14 2.80E-14 2.32E-14 1.98E-14 1.91E-14 1.84E-14 1.85E-14 1.66E-14 1.38E-14 1.12E-14* 1.24E-14 1.37E-14 1.38E-14 1.47E-14 1.48E-14 1.37E-14 1.37E-14 1.33E-14 1.35E-14 1.65E-14 2.14E-14 2.79E-14 2.21E-14 2.55E-14 3.10E-14
-12.87402 -16.61301 -17.01790 -17.20973 -17.37078 -17.41507 -17.46380 -17.47953 -17.60973 -17.82270 -18.06874 -18.01499 -17.97157 -18.03289 -18.05736 -18.14465 -18.34783 -18.48664 -18.68708 -18.87295 -18.90883 -18.93242 -19.01078 -19.65949 -20.02770 -20.47330*
-12.77455 -16.01619* -15.92374 -15.61822 -15.28192 -14.82885 -14.38024 -13.89862 -13.53147 -13.24709 -12.99578 -12.44468 -11.90391 -11.46788 -10.99501 -10.58495 -10.29078 -9.932243 -9.635330 -9.323854 -8.862390 -8.388626 -7.969637 -8.120998 -7.991860 -7.940108
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion Date: 07/05/08 Time: 12:02 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 175 Series: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Lags interval: 1 to 1 Data Trend:
None
None
Linear
Linear
Quadratic
Rank or No. of CEs
No Intercept No Trend
Intercept No Trend
Intercept No Trend
Intercept Trend
Intercept Trend
Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by
Model (columns) Trace Max-Eig
4 4
5 5
5 5
5 2
5 2
1504.252 1530.602 1544.586 1554.909 1563.653 1563.685
1504.252 1533.099 1559.375 1570.937 1580.954 1587.373
1504.314 1533.161 1559.423 1570.939 1580.955 1587.373
1504.314 1533.178 1559.447 1571.025 1581.042 1587.468
1504.375 1533.238 1559.500 1571.043 1581.059 1587.468
-16.90573 -17.09259 -17.13812 -17.14182 -17.12747 -17.01355
-16.90573 -17.10971 -17.28429 -17.29071* -17.27948 -17.22711
-16.84930 -17.06470 -17.25055 -17.26788 -17.26806 -17.22711
-16.84930 -17.05346 -17.22797 -17.23458 -17.22334 -17.17107
-16.79286 -17.00843 -17.19429 -17.21192 -17.21211 -17.17107
-16.45362 -16.45963* -16.32432 -16.14717 -15.95197 -15.65721
-16.45362 -16.45866 -16.43432 -16.24181 -16.03165 -15.78036
-16.30677 -16.34132 -16.34633 -16.18281 -16.00214 -15.78036
-16.30677 -16.31199 -16.28758 -16.09525 -15.88508 -15.63388
-16.15990 -16.19463 -16.19964 -16.03643 -15.85577 -15.63388
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5
Date: 07/05/08 Time: 12:06 Sample(adjusted): 1993:03 2007:09 Included observations: 175 after adjusting endpoints Trend assumption: No deterministic trend Series: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 **
0.260028 0.147702 0.111284 0.095104
118.8671 66.16707 38.19882 17.55271
59.46 39.89 24.31 12.53
66.52 45.58 29.75 16.31
At most 4
0.000366
0.064088
3.84
6.51
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 * At most 2 * At most 3 ** At most 4
0.260028 0.147702 0.111284 0.095104 0.000366
52.70004 27.96825 20.64611 17.48862 0.064088
30.04 23.80 17.89 11.44 3.84
35.17 28.82 22.99 15.69 6.51
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Max-eigenvalue test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): LI_G 15.14714 47.76312 -6.055842 14.63647 4.791394
FCD_G -17.58935 -11.63889 5.581988 -3.812549 -0.632372
IM_G -5.184618 -5.522755 3.304488 -13.97160 -0.280023
FBDDFC_G -0.010665 -14.63557 -4.536162 -3.122738 -1.360666
EKS_G 7.642543 -16.06556 1.663746 6.288193 -1.525258
0.014858 0.012621 0.018365 0.026720 0.020265
-0.011264 -0.023235 -0.018455 0.005991 -0.018207
0.002117 -0.005363 0.021444 -0.005280 0.002271
Log likelihood
1530.602
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(LI_G) D(FCD_G) D(IM_G) D(FBDDFC_G) D(EKS_G)
-0.001700 0.011312 -0.016907 0.022856 -0.031218
1 Cointegrating Equation(s):
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) LI_G FCD_G IM_G 1.000000 -1.161232 -0.342284 (0.11818) (0.10410)
FBDDFC_G -0.000704 (0.06533)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) -0.025747 (0.06949) D(FCD_G) 0.171343 (0.10247) D(IM_G) -0.256097 (0.12699) D(FBDDFC_G) 0.346202 (0.10069) D(EKS_G) -0.472870 (0.11838) 2 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses)
1544.586
EKS_G 0.504553 (0.13316)
-0 -0 -0 -0 -0
LI_G 1.000000
FCD_G 0.000000
0.000000
1.000000
IM_G -0.055434 (0.06364) 0.247022 (0.12077)
FBDDFC_G -0.387611 (0.02678) -0.333186 (0.05082)
EKS_G -0.559685 (0.05969) -0.916474 (0.11326)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) 0.683910 -0.143030 (0.22264) (0.09372) D(FCD_G) 0.774158 -0.345862 (0.33548) (0.14121) D(IM_G) 0.621088 0.083636 (0.41407) (0.17429) D(FBDDFC_G) 1.622413 -0.713007 (0.31675) (0.13333) D(EKS_G) 0.495068 0.313245 (0.38374) (0.16153) 3 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) LI_G FCD_G IM_G 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) 0.752125 -0.205908 (0.21996) (0.09508) D(FCD_G) 0.914866 -0.475560 (0.32565) (0.14077) D(IM_G) 0.732851 -0.019382 (0.41089) (0.17761) D(FBDDFC_G) 1.586132 -0.679565 (0.31821) (0.13755) D(EKS_G) 0.605328 0.211612 (0.38002) (0.16427) 4 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) LI_G FCD_G IM_G 1.000000 0.000000 0.000000
1554.909 FBDDFC_G -0.562764 (0.04262) 0.447324 (0.17265) -3.159681 (0.64426)
EKS_G -0.441485 (0.04258) -1.443190 (0.17247) 2.132267 (0.64358)
-0.110467 (0.03602) -0.205130 (0.05332) -0.074755 (0.06728) -0.246268 (0.05210) -0.010231 (0.06222) 1563.653 FBDDFC_G 0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) 0.783109 -0.213979 (0.22886) (0.09645) D(FCD_G) 0.836373 -0.455114
-0.140043 (0.07069) -0.130203
EKS_G -0.999918 (0.01932) -0.999309 (0.01847) -1.003095 (0.02098) -0.992304 (0.04553) -0.172948 (0.06810) -0.062690
D(IM_G) D(FBDDFC_G) D(EKS_G)
(0.33838) 1.046710 (0.41894) 1.508852 (0.33063) 0.638567 (0.39557)
(0.14261) -0.101137 (0.17657) -0.659435 (0.13935) 0.202954 (0.16671)
(0.10452) -0.374357 (0.12941) -0.172498 (0.10213) -0.041960 (0.12219)
(0.10069) -0.251852 (0.12466) -0.401988 (0.09838) -0.220763 (0.11771)
Vector Error Correction Estimates Date: 07/05/08 Time: 12:32 Sample(adjusted): 1993:03 2007:09 Included observations: 175 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
CointEq3
CointEq4
LI_G(-1)
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
FCD_G(-1)
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
IM_G(-1)
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
FBDDFC_G(-1)
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
EKS_G(-1)
-0.999918 (0.01949) [-51.3049]
-0.999309 (0.01863) [-53.6331]
-1.003095 (0.02116) [-47.3964]
-0.992304 (0.04594) [-21.6005]
Error Correction:
D(LI_G)
D(FCD_G)
D(IM_G)
D(FBDDFC_G)
D(E
CointEq1
0.783109 (0.23092) [ 3.39130]
0.836373 (0.34142) [ 2.44969]
1.046710 (0.42271) [ 2.47620]
1.508852 (0.33361) [ 4.52285]
0.6 (0.3 [ 1.5
CointEq2
-0.213979 (0.09732) [-2.19868]
-0.455114 (0.14389) [-3.16284]
-0.101137 (0.17815) [-0.56770]
-0.659435 (0.14060) [-4.69011]
0.2 (0.1 [ 1.2
CointEq3
-0.140043 (0.07133) [-1.96333]
-0.130203 (0.10546) [-1.23458]
-0.374357 (0.13057) [-2.86704]
-0.172498 (0.10305) [-1.67393]
-0.0 (0.1 [-0.3
CointEq4
-0.172948 (0.06871) [-2.51698]
-0.062690 (0.10159) [-0.61706]
-0.251852 (0.12578) [-2.00228]
-0.401988 (0.09927) [-4.04947]
-0.2 (0.1 [-1.8
D(LI_G(-1))
-1.157722 (1.04225) [-1.11079]
1.958329 (1.54101) [ 1.27081]
-3.853614 (1.90791) [-2.01981]
-0.744019 (1.50575) [-0.49412]
-4.6 (1.8 [-2.5
D(FCD_G(-1))
0.311990 (0.28483) [ 1.09535]
-0.443755 (0.42114) [-1.05371]
1.041230 (0.52140) [ 1.99697]
0.323266 (0.41150) [ 0.78558]
1.0 (0.4 [ 2.2
D(IM_G(-1))
0.155708 (0.20657) [ 0.75380]
-0.409064 (0.30542) [-1.33937]
0.502991 (0.37813) [ 1.33020]
0.066426 (0.29843) [ 0.22259]
0.9 (0.3 [ 2.5
D(FBDDFC_G(-1))
0.338309
-0.231846
0.966733
0.076795
1.1
D(EKS_G(-1))
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
(0.20910) [ 1.61793]
(0.30916) [-0.74991]
(0.38277) [ 2.52561]
(0.30209) [ 0.25421]
(0.3 [ 3.1
0.136934 (0.20363) [ 0.67246]
-0.478754 (0.30108) [-1.59012]
0.846336 (0.37276) [ 2.27043]
-0.143509 (0.29419) [-0.48781]
0.8 (0.3 [ 2.3
0.231175 0.194123 0.560904 0.058129 6.239222 254.1975 -2.802257 -2.639497 -0.000324 0.064752
0.246180 0.209852 1.226182 0.085946 6.776478 185.7628 -2.020146 -1.857386 0.000217 0.096687
0.216293 0.178525 1.879573 0.106408 5.726748 148.3881 -1.593007 -1.430247 -0.000228 0.117403
0.319186 0.286376 1.170703 0.083979 9.728234 189.8142 -2.066448 -1.903687 -0.000676 0.099411
0.2 0.2 1.6 0.1 6.5 158 -1.7 -1.5 -0.0 0.1
Determinant Residual Covariance Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
1.55E-14 1563.653 1540.554 -16.86348 -15.68798
Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 175 Series: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Lags interval: 1 to 1 Data Trend:
None
None
Linear
Linear
Quadratic
Rank or No. of CEs
No Intercept No Trend
Intercept No Trend
Intercept No Trend
Intercept Trend
Intercept Trend
4 4
5 5
5 5
5 2
5 2
1504.252 1530.602 1544.586 1554.909 1563.653 1563.685
1504.252 1533.099 1559.375 1570.937 1580.954 1587.373
1504.314 1533.161 1559.423 1570.939 1580.955 1587.373
1504.314 1533.178 1559.447 1571.025 1581.042 1587.468
1504.375 1533.238 1559.500 1571.043 1581.059 1587.468
Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns) Trace Max-Eig Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model
(columns) 0 1 2 3 4 5
-16.90573 -17.09259 -17.13812 -17.14182 -17.12747 -17.01355
-16.90573 -17.10971 -17.28429 -17.29071* -17.27948 -17.22711
-16.84930 -17.06470 -17.25055 -17.26788 -17.26806 -17.22711
-16.84930 -17.05346 -17.22797 -17.23458 -17.22334 -17.17107
-16.79286 -17.00843 -17.19429 -17.21192 -17.21211 -17.17107
-16.45362 -16.45963* -16.32432 -16.14717 -15.95197 -15.65721
-16.45362 -16.45866 -16.43432 -16.24181 -16.03165 -15.78036
-16.30677 -16.34132 -16.34633 -16.18281 -16.00214 -15.78036
-16.30677 -16.31199 -16.28758 -16.09525 -15.88508 -15.63388
-16.15990 -16.19463 -16.19964 -16.03643 -15.85577 -15.63388
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5