MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA
OLEH ERY PERMATASARI H14104048
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ERY PERMATASARI. Membangun Leading dan Coincident Indicators untuk inflasi di Indonesia (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI). “Infasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter.” Begitulah yang ditulis Milton Friedman. Dampak sosial yang ditimbulkan cukup banyak mengganggu stabilitas perekonomian Indonesia, diantaranya memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum. Untuk mengatasi permasalahan inflasi ini, maka diperkenalkanlah suatu sistem yang dapat mengantisipasi tekanan inflasi dengan menggunakan metode business cycle analysis. Berdasarkan indikator-indikator yang dikumpulkan maka didapatkan tiga kategori dari indikator ekonomi, yaitu: leading, lagging, coincident indicators. Leading indicators berperan penting dalam membangun sistem peringatan dini terhadap inflasi, karena indikator tersebut memberikan sinyal dini tentang arah pergerakan inflasi kedepannya. Sementara coincident index berperan dalam memberikan gambaran tentang kondisi perekonomian yang sedang berlangsung sedangkan lagging index untuk mengkonfirmasikan kedua indeks tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu membangun leading index dan coincident index untuk melihat pergerakan inflasi kedepannya. Untuk menjawab tujuan penelitian ini maka digunakan analisis business cycle dan pengembangannya, yaitu growth cycle analysis. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dengan sample waktu dari 1993 : 01 sampai 2007 : 09. Secara keseluruhan diperoleh 150 data yang digunakan sebagai indikator-indikator potensial. Dari 150 data variabel atau indikator potensial terhadap inflasi akan diambil beberapa kandidat yang potensial menjadi leading indicators dan coincident indicators. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leading dan coincident index (LI dan CI) yang didapat dari Bussiness Cycle Analysis (BCA) ini masih belum memperlihatkan kemampuan memprediksi inflasi dengan sempurna. Hal ini disebabkan karena pergerakan siklus LI dan CI terhadap inflasi masih belum terlihat jelas siklusnya dan trendnya masih kuat. Hal inilah yang masih menjadi kendala utama bagi perkembangan analisis siklus bisnis di Indonesia. Oleh karena itu, analisis dilanjutkan dengan pengembangan growth cycle analysis dengan menghilangkan faktor trend dari business cycle index. Penghilangan faktor trend dilakukan dengan menggunakan metode Hodrick-Prescott Filter (HPF). Pada growth cycle analysis pergerakan siklus LI dan CI lebih terlihat dibanding business cycle analysis. Berdasarkan ukuran kebaikan, LI Growth mampu memprediksi pergerakan inflasi dengan baik sedangkan CI Growth hampir bergerak seiring dengan inflasi. Hasil proyeksi peramalan inflasi didapatkan sampai akhir tahun 2008, inflasi akan cenderung untuk terus naik. Mengingat bahwa kebijakan Inflation Targeting ini sudah diterapkan maka diharapkan pemerintah dan otoritas moneter (BI) di masa yang akan datang dapat
mempertimbangkan leading index dan coincident index dari leading indicators dan coincident indicator untuk inflasi. Hal ini bertujuan agar pencapaian target inflasi dapat sesuai dengan sasarannya serta dapat mengantisipasi lonjakan inflasi yang tak terkendali pada masa yang akan datang serta lebih mengetahui pengaruh inflasi yang sedang berlangsung. Apabila dari leading index ini dapat meramalkan “prilaku inflasi” dengan tepat, maka para pembuat kebijakan ekonomi serta para otoritas moneter telah siap untuk menahan atau paling tidak mengurangi dampak buruk dari inflasi yang tak terkendali. Di samping itu untuk coincident index lebih berperan untuk mengetahui kondisi inflasi yang sedang berlangsung.
MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA
Oleh ERY PERMATASARI H14104048
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Ery Permatasari
Nomor Registrasi Pokok
: H14104048
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Membangun Leading dan Coincident Indicators untuk Inflasi di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakulatas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Noer Azam Achsani, Ph.D NIP. 132 014 445
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
September 2008
Ery Permatasari H14104048
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ery Permatasari lahir pada tanggal 4 Juni 1986 di Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Yoyok Pandiyo dan Endang Purwaningsih. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 05 Pagi Grogol Selatan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 66 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 29 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis meninggalkan kota tercinta yang telah melahirkan dan membesarkan penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis menggantungkan harapan besar untuk memperoleh ilmu dan mengembangkan kemampuan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berguna bagi nusa dan bangsa. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi
dan Studi
Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai Bendahara Biro Keskretariatan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) periode 2006/2007, teater Ladang Seni (LS) Faperta IPB, Kopersi Mahasiswa (KOPMA) IPB, serta mengikuti berbagai kepanitiaan baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Membangun Leading dan Coincident Indicators untuk Inflasi di Indonesia”. Topik ini sangat menarik karena Business Cycle Analysis masih jarang diterapkan untuk negara-negara berkembang khususnya di Indonesia serta kemampuan analisisnya dapat membangun leading indicators yang tepat untuk melakukan peramalan ekonomi di masa mendatang dalam rangka mengantisipasi dampak buruk dari guncangan perekonomian yang salah satunya disebabkan oleh inflasi yang tak terkendali. Penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir perkuliahan untuk dapat memperoleh gelar sarjana ekonomi (SE) dari Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini pada dasarnya merupakan hasil belajar dari berbagai sumber sehingga penulis dapat menuangkannya dalam bentuk skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dengan baik, diantanya : 1. Bapak Azam, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Orang tua penulis karena telah memberikan yang terbaik serta kasih sayangnya yang tiada henti bagi penulis serta tidak lupa kepada mas Angga dan adikku Eca yang selalu memberikan warna kecerian di rumah sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini dengan tenang. 3. Seluruh dosen Ilmu Ekonomi, karena kesabaran dan keikhlasan mereka memberikan ilmu dan bimbingan moril kepada penulis selama menimba ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi ini.
4. Kak Ade dan Kak Fikri yang telah menyempatkan waktunya dalam mengajarkan tahapan pengolahan data skripsi ini serta memberikan saran dan kritik yang berguna dalam penyusunan skripsi ini. 5. Arief Wibowo, yang telah memberikan perhatian dan semangat dalam kehidupan penulis serta tidak bosan mendengarkan keluh kesah penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Teman-teman akrab penulis selama menempuh pendidikan di IPB, Ebi, Fitri, Ida, Akbar, Mbay dan Upah. Mudah-mudahan akan terus bersama, walaupun kita sudah lulus. 7. Teman-teman sebimbingan skripsi yaitu Andra, Titis dan Duvi berkat mereka penyusunan skripsi ini menjadi mudah dan menyenangkan karena dapat saling membantu satu sama lainnya. 8. Seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 41, karena selama kurang lebih empat tahun penulis dapat merasakan telah menemukan keluarga baru di kehidupan penulis. 9. Seluruh alumni SMA 29 Jakarta yang ada di IPB, karena berkat mereka penulis pertama kali lebih mengenal IPB. 10. Anak-anak Teater Ladang Seni Faperta IPB Riri, Devi, Irub, Yogi, dan Wahyu. Mudah-mudahan kita bisa berteater ria seperti dulu. 11. Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan tempatnya kepada penulis dalam menimba ilmu di IPB ini.
Bogor,
September 2008
Ery Permatasari H14104048
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 5 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 6 1.4 Manfaat .................................................................................................... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inflasi ....................................................................................................... 8 2.1.1 Konsep Dasar Inflasi ....................................................................... 8 2.2.2 Jenis-Jenis Inflasi .......................................................................... 10 2.2 Business Cycles Analysis ....................................................................... 11 2.2.1 Definisi Business Cycles Analysis ................................................ 11 2.2.2 Tahapan Business Cycle Analysis ................................................. 12 2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Business Cycles Analysis .......................................................................................... 13 2.3 Pemilihan Pokok Cyclical Indicator ...................................................... 14 2.4 Business Cycle Indicators ..................................................................... 15 2.4.1 Composite Index............................................................................ 15 2.4.2 Coincident Indicators.................................................................... 16
2.4.3 Leading Indicators ........................................................................ 16 2.4.4 Laging Indicators .......................................................................... 16 2.5 Early Warning System (EWS) ................................................................ 17 2.5.1 Model Early Warning System (EWS) ............................................ 17 2.5.2 Perkembangan Early Warning System (EWS) .............................. 17 2.6 Growth Cycle Analysis ........................................................................... 21 2.6.1 Hodrick-Prescott Filter ................................................................. 21 2.7 Proyeksi Peramalan Inflasi..................................................................... 22 2.8 Penelitian terdahulu terkait Analisis SiklusBisnis ................................. 23 2.9 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 25
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 29 3.2 Metode Analisis Data ............................................................................ 29 3.3 Metode Penyusunan Early Warning System (EWS) .............................. 31 3.3.1 Metode Disagregasi Data ............................................................ 31 3.3.2 X-12 ARIMA .............................................................................. 31 3.3.3 Cross Corelation ......................................................................... 33 3.3.4 Granger Causality Test ............................................................... 34 3.3.5 Grafis........................................................................................... 35 3.4 Prosedur Penyusunan Coincident dan Leading Economic Indicators .............................................................................. 35 3.5 Prosedur Penyusunan Composite Coincident dan Leading Index .......................................................................................... 37 3.6 Growth Cycle Analysis ........................................................................... 38 3.6.1 Hodrick-Prescott Filter ................................................................. 39 3.7 Proyeksi Peramalan Inflasi Sampai Akhir Tahun 2008 ............................................................................................ 39 3.7.1 Model Umum AR.......................................................................... 40 3.7.2 Model Umum VAR....................................................................... 40
BAB IV. PENYUSUNAN LEADING INDICATORS 4.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicator (LEI) ...................................................................................................... 42 4.1.1 Tahapan Pemilihan Kandidat Leading .......................................... 42 4.1.2 Hasil Disagregasi Data .................................................................. 46 4.1.3 Hasil dari Mengisolir Pengaruh Musiman .................................... 46 4.2 Kandidat Leading Indicators ................................................................ 47 4.3 Hasil Penyusunan Composit Leading Index ( LI ) ................................. 47 4.4 Hasil Growth Cycle Analysis untuk Leading Index ............................... 48 4.5 Hasil Proyeksi Peramalan pada Leading Index(LI)................................ 49 4.6 Dekomposisi Leading Index................................................................... 53 4.7 Hubungan Leading Index dengan KandidatKandidatnya ........................................................................................... 55 4.7.1 Hubungan Kandidat-Kandidat Leading Index dengan Inflasi Dilihat dari Matiks Korelasi .................................. 55 4.7.2 Hubungan Kandidat-Kandidat Leading Index dengan Leading Index .................................................................. 56 4.8 Implikasi Kebijakan ............................................................................... 57
BAB V. PENYUSUNAN COINCIDENT INDICATORS 5.1 Tahapan Penyusunan Coincident Economic Indicator (CEI) ....................................................................................... 59 5.1.1 Tahapan Pemilihan Kandidat Coincident ..................................... 59 5.1.2 Hasil dari Mengisolir Pengaruh Musiman .................................... 63 5.2 Kandidat Coincident Indicators ............................................................ 64 5.3 Hasil Penyusunan Composit Coincident Index (CI)............................... 65 5.4 Hasil Growth Cycle Analysis untuk Coincident Indicators ............................................................................................... 66 5.5 Hasil Proyeksi Peramalan pada Coincident Index ................................. 66 5.6 Dekomposisi Coincident Index .............................................................. 68
5.7 Hubungan Coincident Index Terhadap KandidatKandidatnya ........................................................................................... 70 5.7.1 Hubungan Kandidat-Kandidat Coincident Index dengan Inflasi Dilihat dari Matriks Korelasi................................. 70 5.7.2 Hubungan Kandidat-Kandidat Coincident Index dengan Coincident Index ............................................................... 71 5.8 Implikasi Kebijakan ............................................................................... 72
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 74 6.2 Saran....................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77 LAMPIRAN ......................................................................................................... 80
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1 Kelebihan Masing-Masing Metode .............................................................. 13 2.2 Kekurangan Masing-Masing Metode........................................................... 14 4.1
Sepuluh Kandidat Leading Indicators ......................................................... 47
4.2
Hasil Pengujian Stasioneritas Leading Index (LI) pada Tingkat Level ....................................................................................... 50
4.3
Hasil Penetapan Lag Optimal....................................................................... 51
4.4
Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Index Beserta Bobotnya ......................................................................................... 54
4.5
Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Leading Index dengan Inflasi ..................................................................................... 55
4.6
Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Leading Index dengan Leading Index ........................................................................ 56
5.1 Tujuh Belas Kandidat Coincident Indicators............................................... 64 5.2
Kombinasi Terbaik Penyusun Coincident Index Beserta Bobotnya ......................................................................................... 69
5.3
Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Coincident Index dengan Inflasi ..................................................................................... 70
5.4
Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Coincident Index dengan Coincident Index .................................................................... 71
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1
Tingkat Inflasi yang Dilihat dari CPI .......................................................... 3
2.1
Pergerakan Reference Series dengan Ketiga Indeks ................................. 17
2.2
Pergerakan Grafik setelah di HP Filter ..................................................... 22
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 26 2.4
Alur Kerangka Pemikiran ......................................................................... 27
4.1
Hasil Pemilihan Kandidat Leading dengan Grafis .................................... 45
4.2
Hasil Disageregasi Data dengan Cubic Spline .......................................... 46
4.3
Hasil Seasonal Adjusted (SA) dengan X-12 ARIMA................................ 46
4.4
Grafik Leading Index dan Inflasi pada BCA ............................................. 48
4.5 . Grafik LI Growth dan CPI pada GCA ....................................................... 49 4.6
Grafik Peramalan Leading Index .............................................................. 52
4.7
Grafik Peramalan LI dan CPI pada Business Cycle Analyis ....................................................................................................... 52
4.8
Grafik Peramalan Growth LI dan Growth CPI pada Growth Cycle Analysis .............................................................................. 53
4.9 Hubungan Kandidat LI dan LI Dilihat dari Grafik Garis .......................................................................................................... 57 5.1
Hasil Pemilihan Kandidat Coincident dengan Grafis ............................... 63
5.2
Hasil Seasonal Adjusted (SA) dengan X-12 ARIMA................................ 63
5.3
Grafik Coincident Index dan CPI pada BCA ............................................. 65
5.4
Grafik CI Growth dan CPI pada GCA ...................................................... 66
5.5
Grafik Peramalan Coincident Index .......................................................... 67
5.6
Grafik Peramalan LI dan CPI pada Business Cycle Analysis ..................................................................................................... 67
5.7
Grafik Peramalan Growth CI dan Growth CPI pada Growth Cycle Analysis ............................................................................. 68
5.8 Hubungan Kandidat CI dan CI Dilihat dari Grafik Garis ............................................................................................................. 72
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.1 Nama, Simbol dan Sumber Data ..................................................................... 81 1.2 Perhitungan X-12 ARIMA .............................................................................. 85 1.3 Prosedur Penyusunan Composit Coincident Index dan Leading Index .................................................................................................. 89 1.4 Growth Cycle Analysis .................................................................................... 90 1.5 Proyeksi Peramalan Inflasi.............................................................................. 91
DAFTAR ISTILAH AIC
: Akaike Information Criterion
AR
: Auto Regressive
ARIMA
: Auto Regressive Integrated Moving Average
BCA
: Business Cycle Analysis
BCI
: Business Cycle Indicators
BI
: Bank Indonesia
BI
: Bonds Issuance
BPS
: Badan Pusat Statistika
CI
: Coincident Iindicator / Index
CEI
: Coincident Economic Indicators
CEIC
: Commitee on Electronic Information Communication
CPI
: Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index
DD
: Permintaan Deposito Uang pada Survey Moneter
DDBK
: Permintaan Deposito Bank Komersial
ELFX
: Ekses Likuiditas Luar Negeri
EWS
: Early Warning System
ExpChn Riil : Ekspor Indonesia ke China ExpGerm Riil : Ekspor Indonesia ke Jerman ExpSgp Riil
: Ekspor Indonesia ke Singapura
ExpUSA Riil
: Ekspor Indonesia ke USA
ExpUK Riil
: Ekspor Indonesia ke UK
FABK
: Aset Luar Negeri Bank Komersial
FBD Riil
: Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency
GDP
: Gross Domestic Product
GDP SGP
: Produk Domestik Bruto Singapura
GDP GRM
: Produk Domestik Bruto Jerman
GDP UK
: Produk Domestik Bruto Inggris
HP-Filter
: Hodrick Prescott- Filter
IPI
: Industrial Production Index
IT
: Inflation Targeting
LEI
: Leading Economic Indicators
LI
: Leading Indicators/ Leading Index
M
: Imports
M1
: Money suppply
MA
: Moving Average
MoM
: Month-of-Month
M OD6 Riil
: Imports: Open Date: Thailand
NBER
: National Bureau of Economic Research
NDA Riil
: Net Domestic Assets
NFA Riil
: Net Foreign Assets
RFX
: Reserve Likuiditas Luar Negeri
SA
: Seasonal Adjusted
SIC
: Schwarz Criterion
TALBK
: Total Aset atau Kewajiban Bank Komersial
TDBK
: Deposito Berjangka
TOT RPC
: Total Harga Eceran Semen
TOT RPF
: Total Harga Eceran Tepung
TOT RPSL
: Total Harga Eceran Garam
TOT RPT
: Total Harga Eceran Tekstil
VAR
: Vector Auto Regressive
WPI
: Indeks Harga Perdagangan Besar atau Wholesale Price Index
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kondisi keberaturan yang ada di alam semesta ini mudah untuk dipelajari
dan dianalisis seperti planet-planet yang mengelilingi bumi. Begitu pula dengan perekonomian, apabila kondisi keberaturan dapat dicapai maka akan mudah dipelajari dan dianalisis. Namun, seringkali pada kenyataaannya “keberaturan” tersebut sulit dicapai sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menelitinya. Dalam konteks perekonomian di Indonesia, kondisi ketidakberaturan atau ketidakstabilan dapat disebabkan oleh sangat pekanya perekonomian Indonesia terhadap berbagai perubahan ekonomi. Keterkaitan variabel ekonomi akan membawa pengaruh terhadap variabel ekonomi lainnya. Oleh karena itu, apabila terjadi guncangan (shock) pada satu variabel ekonomi akan berpengaruh pada variabel lainnya, misalnya pada saat Fed menaikkan suku bunga, suku bunga di Indonesia pun ikut naik serta pada saat terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak, tingkat inflasi di Indonesia menjadi terus-menerus naik. Shock yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kondisi di luar biasanya yang dibagi menjadi shock internal (berasal dari dalam negeri) dan shock eksternal (berasal dari luar negeri) yang menyebabkan fluktuasi atau volatilitas dalam perekonomian. Fluktuasi dalam jangka panjang akan membentuk suatu siklus (business cycle) yang ditandai dengan fase ekspansi dan kontraksi pada perekonomian.
Studi literatur juga menunjukkan bahwa banyaknya permasalahan mengenai krisis mata uang, menuntut banyak pihak untuk bersikap hati-hati dalam penyesuaian kondisi perekonomian. Pada saat itu mulailah dikenal bussines cycle indicator, kemudian muncul sebuah sistem peringatan dini atau istilah asingnya dikenal dengan early warning system (EWS) yang berguna dalam mendeteksi sejak dini gejala-gejala kerentanan atau kerapuhan dalam perekonomian. Pengembangan early warning system ini sangat krusial bagi setiap negara dan tidak mudah untuk membangun early warning system yang bisa diterapkan di setiap negara karena memilki karakteristik yang unik di masing-masing negara (Adiningsih, Setiawati, dan Solihah, 2002). Dalam menganalisis siklus bisnis dikenal tiga (3) macam indeks gabungan yang masing-masing merupakan kombinasi dari beberapa variabel. Ketiga indeks tersebut adalah leading, coincident dan lagging. Leading index bergerak mendahului coincident maupun reference series. Coincident index bergerak seiring dengan reference series. Lagging index bergerak mengikuti (lag) coincident maupun reference series. Sementara itu reference series adalah variabel yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian secara agregat seperti inflasi, kurs, PDB, indeks produksi industri, real money supply, dan lain-lain. Pada leading indicators atau leading index lebih berperan dalam membangun sistem peringatan dini terhadap inflasi karena menyediakan sinyal dini pada arah ekonomi yang sedang berjalan. Sinyal-sinyal yang lebih awal memperlihatkan apabila terjadi ekspansi terus menerus dapat segera mengurangi kecepatannya sehingga dapat menahan penurunan tingkat pertumbuhan indeks
leading. Indeks leading juga menyediakan peringatan sebelum terjadinya kemungkinan perubahan kegiatan ekonomi. CPI 200.00 150.00 CPI
100.00 50.00
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0.00
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 1.1 Tingkat Inflasi yang Dilihat dari CPI Berdasarkan perekonomian suatu negara, fenomena naik-turunnya siklus bisnis, kemungkinan besar akan terulang di masa yang akan datang, sehingga dapat memberikan inspirasi untuk mendeteksi dini atau meramalkan pergerakan secara agregat perekonomian suatu negara. Apabila terjadi guncangan atau ketidakstabilan perekonomian di suatu negara, maka dapat diantisipasi seoptimal mungkin. Pendeteksian ini sangatlah penting bagi pemerintah, praktisi ekonomi dan moneter maupun dunia usaha dalam rangka perencanaan dan perumusan kebijakan di bidang ekonomi dan moneter serta pengambilan keputusan bisnis. Bank Indonesia (BI) terus berusaha untuk mengendalikan inflasi melalui kebijakannya yang dikenal dengan inflation targeting di Indonesia. Kebijakan inflation targeting ini telah diterapkan sejak bulan Juli 2005 yang merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode
mendatang. Penetapan inflation targeting ini berdasarkan pada perhitungan model ekonometrika yang digunakan BI (modbi). Sumber inflasi yang terjadi di Indonesia, bukan hanya di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia, namun diperlukan pula keterlibatan Pemerintah Indonesia dalam mengendalikan inflasi karena dari kebijakan pemerintah ini pula turut serta menyumbangkan inflasi, diantaranya adalah penetapan administered price, upah minimum regional (UMR), gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan pemerintah dalam menetapkan sasaran inflasi. Kebijakan yang telah diputuskan dan ditetapkan oleh otoritas moneter dan pemerintah telah menunjukkan usahanya dalam mengendalikan inflasi. Mereka berkoordinasi dan saling berkomitmen untuk bersama-sama mengendalikan inflasi agar sasaran inflasi lebih kredibel, karena telah menjadi ”milik bersama” dalam arti bahwa para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan sasaran inflasi tersebut sehingga dapat dicapai kestabilan inflasi yang dapat pula mencerminkan kestabilan perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu, sesuai dengan tema yang diangkat pada penelitian ini maka inflasi menjadi acuan yang dapat menggambarkan perekonomian secara agregat
1.2
Perumusan Masalah Lonjakan inflasi yang tak terkendali membawa perekonomian Indonesia
ke dalam berbagai permasalahan. Sejak awal pemerintahan, Indonesia pernah mengalami hyperinflasi yang hebat. Pada tahun 1997/1998, masa-masa krisis ekonomi dan moneter kembali menambah daftar meroketnya angka lonjakan inflasi di Indonesia. Oleh karena itu, pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, diantaranya yaitu : Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat pun ikut turun dan akhirnya menjadikan semua orang terutama yang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil menyebabkan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga memjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. Dengan demikian pembentukan sistem peringatan dini (leading indicator) pada pergerakan inflasi ini merupakan langkah yang beralasan dan harus segera diterapkan karena dapat mengantisipasi adanya guncangan inflasi akibat tingginya
fluktuasi inflasi di Indonesia yang mungkin berulang di masa mendatang. Secara ringkas, penulis dapat menuliskan rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : a) Apakah leading dan coincident indicators untuk inflasi mampu membangun leading index (LI) dan coincident index (CI) inflasi di Indonesia dengan tepat sehingga mendapatkan gambaran proyeksi peramalan terhadap inflasi di akhir tahun 2008 mendatang ? b) Bagaimana implikasi kebijakan perekonomian di Indonesia setelah adanya leading index dan coincident index untuk inflasi ?
1.3
Tujuan Untuk menjawab permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian ini sebagai berikut: a) Membangun leading dan coincident indicators menjadi leading index dan coincident index untuk inflasi di Indonesia sehingga mendapatkan gambaran proyeksi peramalan terhadap inflasi di akhir tahun 2008 mendatang. b) Menganalisis implikasi kebijakan perekonomian di Indonesia setelah adanya leading index dan coincident index untuk inflasi.
1.4
Manfaat Adapun manfaat yang diberikan dari tujuan penelitian ini, adalah sebagai
berikut: a) Mengidentifikasikan leading dan coincident indicators yang telah dijadikan leading dan coincident index untuk inflasi di Indonesia sehingga mengetahui
gambaran proyeksi peramalan inflasi di akhir tahun 2008 mendatang agar bisa lebih berhati-hati terhadap guncangan inflasi yang tak terkendali. b) Mengidentifikasikan implikasi kebijakan perekonomian di Indonesia setelah adanya leading index dan coincident index untuk inflasi.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Dari tiga kategori indikator ekonomi analisis siklus bisnis yang lebih
ditekankan adalah pada leading indicator karena melihat relevansi dan dominansinya dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Keanekaragaman definisi inflasi melahirkan banyak pengertian dan persepsi tentang inflasi. Hal ini karena luas dan eratnya hubungan pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan pandangan bahwa inflasi merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara.
2.1
Inflasi
2.1.1 Konsep Dasar Inflasi Salah satu peristiwa yang sangat penting dan hampir dijumpai di seluruh negara di dunia adalah inflasi. Pengertian inflasi dibagi dalam dua bagian, yaitu : 1) Pengertian inflasi dalam arti sempit atau relatif didefinisikan sebagai suatu periode dimana kekuatan membeli dalam kesatuan moneter menurun atau terjadi kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa (secara umum) secara terus menerus. Jika kenaikan barang dan jasa hanya satu atau beberapa macam tidak dapat dikatakan telah terjadi inflasi, begitu juga kenaikan barang dan jasa yang bersifat kejutan (sekali waktu musiman) seperti pada hari raya Islam dan Natal, juga tidak dapat dinamakan dengan inflasi (Kusnadi, 1996:276).
2) Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dan tiba-tiba memilki disproporsional besar dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito (deposit currency) dalam pereedaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. Suatu kenaikan normal dalam tingkat harga setelah sesuatu periode depresi, umumnya tidak dianggap sebagai keadaan inflasi. (Winardi, 1995:235). Milton Friedman berpendapat bahwa “Infasi selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter” (Mankiw, 1997). Hal ini dikarenakan bahwa setiap negara pernah mengalami terjadinya inflasi baik negara maju maupun negara berkembang. Venieris dan Sebold (1977) dalam mendefinisikan inflasi sebagai : “ a sustained tendency for the general level of prices to rise over time “. Kenaikan harga secara umum yang terjadi sekali waktu saja, tidak dapat dikatakan sebagai inflasi. Oleh karena itu, definisi ini mencakup tiga aspek penting, yaitu : 1. adanya “kecendrungan” (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga aktual pada waktu tertentu turun (naik) dibandingkan periode sebelumnya, tetapi belum menunjukkan kecendrungan meningkat. 2. peningkatan harga tersebut berlangsung “terus menerus” (sustained), yang berarti bukan terjadi pada satu waktu saja melainkan terus berkelanjutan.
3. pengertian “tingkat harga umum” (general level of prices), yang berarti tingkat harga meningkat bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
2.1.2
Jenis-Jenis Inflasi Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
dalam pengelompokkan tertentu : 1. Penggolongan inflasi didasarkan atas derajat “parah” tidaknya inflasi tersebut (Kusnadi, 1996:227). Ada empat macam yaitu : a) Inflasi ringan dibawah 10% (single digit). b) Inflasi sedang antara 10%-30% c) Inflasi tinggi antara 30%-100% d) Hyperinflation diatas100% 2. Penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi dua, yaitu : a) Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan agregat demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. b) Cost Pull Inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya kurva agregat penawaran kearah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva agregat penawaran bergeser adalah meningkatnya harga-harga faktor produki (baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menaikkan harga komoditi di pasar komoditi.
3. Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi dua, yaitu : a) Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. b) Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh karena adanya kenaikan harga-harga komoditi dari luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).
2.2
Busineess Cycle Analysis
2.2.1
Definisi Business Cycle Analysis Menurut Burns dan W. Mitchel (1946) terjadinya business cycle pada
orientasi pasar ekonomi dan terlibat sepanjang waktu, tapi tidak berakibat secara berkala dari ekspansi dan kontraksi dalam sebagian besar kegiatan ekonomi. Durasinya bisa berlangsung lebih dari sepuluh sampai dua belas tahun. Burns and Mitchell (1946 p. 3) mendefinisikan business cycles, yaitu : “ Business cycles are types of fluctuations found in the aggregate economic activity of nations that organize their work mainly in business enterprises: a cycle consists of expansion occurring at about the same time in many economic activities, followed by similarly general recessions, contractions, and revivals which merge into the expansion phase of the next cycle; this sequence of changes is recurrent but not periodic; in duration business cycle vary from more than one year to ten or twelve years; they are not divisible into shorter cycles of similar character with aplitudes approximating their own“ (Mongardini dan Saaadi-Sedik, 2003) Menurut National Bureau of Economic Research (NBER), mendefinisikan business cycle yang mengacu terhadap “ kegiatan ekonomi sacara agregat ” yang
poin utamanya yaitu menyatukan pergerakan dari banyak variabel ekonomi atau proses pada banyak siklusnya tersebut. Beberapa ada yang menjadi lead, dan yang lainnya menjadi lag. Mereka cenderung untuk selalu bergerak bersama tidak bisa dihilangkan menjadi single agregat.
2.2.2 Tahapan Business Cycle Analysis Definisi klasik business cycle oleh NBER memiliki dua fase : ekspansi dan kontraksi. Berakhirnya ekspansi dan dimulainya kontraksi dalam “peak” sebagai mana waktu yang menandai tingkat yang tertinggi (kulminasi) dari penurunan secara umum kegiatan perekonomian. Berakhirnya kontraksi dan dimulainya ekspansi dalam “trough” sebagai mana waktu yang menandai tingkat tertinggi dari peningkatannya. Dalam siklus perekonomian terdapat empat (4) tahapan business cycle, yaitu : Tahap Pertama, masa depresi (depression) yaitu suatu periode penurunan permintaan agregat yang cepat dan dibarengi dengan rendahnya tingkat output dan pengangguran yang tinggi secara bertahap mencapai dasar yang paling rendah ; Tahap Kedua, masa pemulihan (recovery) yaitu peningkatan permintaan agregat yang dibarengi dengan peningkatan output dan penurunan tingkat pengangguran ; Tahap ketiga, masa kemakmuran (prosperity) yaitu permintaan agregat yang mencapai dan kemudian melewati taraf output yang terus menerus (PDB potensial) pada saat puncak siklus telah dicapai, dimana tingkat pengangguran tenaga kerja penuh dicapai dan adanya kelebihan permintaan mengakibatkan naiknya tingat harga-harga umum (inflasi) ;
Tahap Keempat, masa resesi (recession) dimana permintaan agregat menurun yang mengakibatkan penurunan yang kecil dari output dan tenaga kerja, seperti yang terjadi pada tahap awal, seiring dengan hal ini maka akan muncul masa depresi.
2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Business Cycle Analysis Menurut Nasution (2007), ada beberapa kelebihan dan kekurangan metode business cycle alysis dengan metode lainnya seperti makroekonometrika dan model time series. Tabel 2.1 Kelebihan Masing-Masing Metode Macroeconometric & Time Series Model
Business Cycle Analysis
Pembentukan model didasarkan pada teori
Data tersedia lebih cepat (timeliness) dan
ekonomi dan diestimasi berdasarkan prinsip-
high frequency (monthly basis).
prinsip ekonometrika Berdasarkan model dapat dilakukan simulasi
Tidak ada hubungan fungsional antara
dengan berbagai skenario
leading dengan coincident index maupun reference series, sehingga di sini tidak diperlukan proyeksi atau peng-asumsian nilai variabel bebas.
Model dapat menjelaskan hubungan antar
Leading index dapat memberikan deteksi
variabel secara kuantitatif
dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara agregat baik level maupun laju pertumbuhannya. Dengan
kata
lain
metode
ini
dapat
memberikan signal tentang kemungkinan terjadinya turning-point dalam beberapa periode mendatang.
Tabel 2.2 Kekurangan Masing Masing Metode Macroeconometric & Time Series Model
Business Cycle Analysis
Pembentukan model yang high frequency
Komponen
seringkali sulit karena keterbatasan data.
berdasarkan judgement, studi literatur serta statistical
pembentuk test.
indeks
Sehingga
dipilih
beberapa
ahli
mengatakan metode ini atheoritical. Untuk membuat proyeksi nilai-nilai variabel
Tidak
eksogen
dahulu
simulasi dengan berbagai skenario serta tidak
dalam
dapat menunjukkan hubungan antar variabel
harus
diprediksi/diasumsikan.
terlebih Kesalahan
dapat
prediksi ini akan terbawa secara kumulatif
ekonomi
dalam proyeksi nilai variabel endogen
matematika.
2.3
digunakan
dalam
untuk
bentuk
membuat
persamaan
Pemilihan Pokok Cyclical Indikator Melalui pendekatan Cyclical Indikator dengan melihat sangat besarnya
data time series ekonomi dan keuangan maka dapat dinilai melalui enam criteria : 1
signifikansinya terhadap perekonomian (aturan dari business cycle)
2
memadainya statistika (kualitas dalam pengukurannya)
3
ketepatan waktu (kekonsistensian dalam leading, coinciding, dan lagging pada saat businesss cycle mengalami puncak dan lembahnya)
4
pengaturan diri (keteraturan dari tingkah laku cyclenya)
5
memeratakan (kebalikan dari statistika)
6
mata uang (kecepatan penggunaannya atau selama-lamanya) Penilaian terbaik series di masing-masing kategori dipilih untuk menjadi
komponen leading index, serta secara kasar dapat ditentukan pula indikator dari coincident dan lagging.
2.4
Business Cycle Indicators Business Cycle Indicators (BCI) merupakan salah satu bentuk indikator
yang biasa digunakan untuk meramalkan keadaan ekonomi di masa depan atau trend ekonomi. Indikator ekonomi mempunyai dampak yang besar terhadap pasar, bagaimana mengetahui, menginterpretasikan dan menganalisis indikator tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi para pelaku ekonomi. Setiap indikator harus memenuhi beberapa aturan kriteria, dimana ada tiga kategori timing indicator yang diklasifikasikan menurut tipe peramalan yang dihasilkannya, yaitu leading, lagging dan coincident. Variabel-variabel ekonomi yang termasuk dalam setiap jenis indikator bisa berbeda-beda untuk tiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dikarenakan perbedaan sistem dan kondisi ekonomi yang dianut suatu negara, respon dari setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di masing-masing negara, dan lain sebagainya.
2.4.1
Composite Index Composite index lebih baik daripada individual index, karena dalam
business cycle tidak ada pembuktian dari rantai tunggal (individual index) dalam menjawab permasalahan yang terjadi yaitu gejala-gejala pada saat resesi atau ekspansi. Sedangkan composite index banyak diperlukan untuk mendapatkan kemungkinan sinyal-sinyal yang benar dalam mengurangi kesalahan sehingga dapat menunjukkan prediksi potensial dalam indicator leadingnya.
2.4.2
Coincident Indicators Indikator ini memilki ketepatan waktu dengan business cycle-nya. Bila
dilihat dari pergerakan siklus coincident indicators akan bergerak menyerupai pergerakan inflasi. Mereka bergerak bersamaan, bila siklus inflasi berada di puncak maka siklus dari coincident berada di puncak pula, begitu pula sebaliknya.
2.4.3
Leading Indicators Time series yang dipilih cendrung bergerak lebih dulu dari reference series
yaitu inflasi dan coincident indicatornya juga mencapai perputaran pergantian poin lebih dahulu terhadap posisi business cycle (puncak dan lembah). Oleh karena itu leading indicator ini cikal bakal dari early warning indicator. Series-nya lebih sensitif dan volatile daripada coincident indicator, serta banyak dari mereka yang memilki trends yang sangat lemah. Leading indicator jarang kehilangan banyak resesi tapi mereka memilki lebih banyak fluktuasi daripada coincident indicator.
2.4.4
Lagging Indicator Indikator ini menguatkan pergerakan dari indicator leading dan coincident.
Ketika laging indicators ini muncul dengan cepat maka tidak konduktif bagi pertumbuhan. Indikator ini dapat memeratakan dari ketiga indeks tersebut. Bila dilihat dari siklus pergerakan lagging maka terlihat pergerakan yang bergerak mengikuti (lag) inflasi. Oleh karena itu, lagging indicator kurang berpengaruh dalam membangun early warning system (EWS).
130 Le ading Inde x
Coincide nt Inde x
In d e x
120
110
100 Lagging Inde x 90
80
t
t + 12
t + 24
t + 36
t + 48
t + 60
t + 72
Sumber : Damhuri, 2007
Gambar 2.1 Pergerakan Reference Series dengan Ketiga Indeks
2.5
Early Warning System (EWS)
2.5.1
Model Early Warning System Sistem peringatan dini atau istilah asingnya dikenal dengan early warning
system (EWS) merupakan suatu model yang dikembangkan untuk menganalisa kerentanan makroekonomi dan meramalkan kondisi perekonomian ke depannya. Terdapat pro-kontra dalam meneliti early warning system (EWS) ini seperti efektif atau tidaknya EWS digunakan didalam pemodelan. Pengukuran EWS sendiri pun tidak ada sebab-akibat yang pasti. Berbeda pengguna atau peneliti dapat menghendaki ciri informasi yang berbeda sehingga hasil metode peramalan pun berbeda. Hal ini dikarenakan mereka memiliki cara yang berbeda dalam pendekatan setiap permasalahannya.
2.5.2
Perkembangan Early Warning System (EWS) Berdasarkan perkembangan Early Warning System yang ditulis oleh
Nasution (2007) dalam Penyusunan Coincident dan Leading Economic Indicators, sebagai berikut :
1. Penyusunan Leading Economic Indicators (LEI) pertama kali dirintis oleh National Bureau of Economic Research (NBER) pada tahun 1920-an yaitu ilmu ekonometrika belum berkembang, metode penyusunannya lebih bersifat analisis deskriptif, LEI hanya disajikan dalam bentuk tabel angka-angka statistik, serta belum memiliki composite index. 2. Pada tahun 1930-an, NBER mengembangkan LEI-nya dengan menyusun composite index untuk USA. Composite index ini merupakan kombinasi sederhana (equal weight) dari variabel-variabel LEI telah mengalami beberapa kali revisi. 3. Metode penyusunan LEI banyak mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu ekonometrika dan statistika. Hal ini antara lain terlihat dari makin bervariasinya metode yang digunakan oleh para ahli dalam penyusunan LEI di berbagai negara. Beberapa variasi penyusunan LEI di berbagai negara : a) Penggunaan principal component atau factor analysis dan analisis regresi Di Prancis variabel-variabel yang menjadi LEI dipilih berdasarkan signifikansi koefisien regresi tiap-tiap variabel terhadap reference series (biasanya GDP atau IPI). Composite index diperoleh dengan rata-rata tertimbang dari beberapa variabel. Dalam hal ini factor loading (characteristic vector pertama) digunakan sebagai penimbang. b) Pendekatan ekonometrika Di Inggris, langkah pertama dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada
tidaknya hubungan jangka panjang. Kemudian dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference serie sehingga dapat diperoleh variabel-variabel yang tergolong sebagai leading indicators. Penyusunan composite index dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel leading indicators terhadap reference series dan yang menjadi composite index adalah fitted value dari regresi tersebut. c) Perkembangan terakhir yang patut dicatat Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara dirasakan perlunya menambahkan variabel hasil survei sebagai salah satu komponen LEI untuk meningkatkan kualitas hasil prediksi. Survei tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang ekspektasi pelaku ekonomi terhadap arah pergerakan perekonomian, inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga dan lain-lain. Survei ini dilakukan terhadap top executive beberapa perusahaan besar (Business Sentiment Survey) dan terhadap masyarakat (Consumer Confidence Survey). Survei seperti ini di banyak negara maju telah berlangsung sejak lama seperti yang dilakukan di Jepang dengan nama Tankan Survey. Di USA survey sejenis dikoordinasikan oleh the Conference Board. Sejak awal perkembangannya, analisis business cycles ini terutama penyusunan leading indicators menjadi sangat populer dalam mendeteksi siklus perekonomian. Kepopuleran dari metode ini antara lain karena beberapa kelebihan yang melekat padanya, sebagaimana diringkaskan oleh Zhang dan Zhuang, (2002) sebagai berikut:
Pertama, deteksi secara dini dan diketahuinya periode titik balik suatu siklus bisnis merupakan hal yang penting bagi: a) pemerintah sebagai
pembuat
kebijakan sehingga mampu membuat kebijakan yang bersifat antisipatif, b) bagi sektor riil untuk dapat menyesuaikan penjualan ataupun strategi investasi, dan c) bagi investor untuk dapat memutuskan realokasi aset diantara investasi alternatif untuk mengoptimalkan return-nya. Kedua, peramalan yang hanya didasarkan pada model makroekonomi standar seringkali gagal mendeteksi terjadinya titik balik dalam perekonomian. Ketiga, sejak kelahirannya, pendekatan leading indicators dikenal sebagai teknik peramalan yang reliable, murah dan memberikan hasil yang dapat diandalkan. Dalam perkembangannya, pemanfaatan penyusunan leading indicators terhadap business cycles lebih banyak diterapkan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, namun di Indonesia penerapan metode ini masih tergolong langka. Penyusunan ini memerlukan data dengan frekuensi tinggi, umumnya berupa data bulanan dengan time series yang panjang. Bagi negara-negara berkembang, penggunaan leading indicators masih sangat terbatas karena ketersediaan data yang terbatas dan belum terdokumentasi dengan baik. Sejak krisis keuangan menimpa kawasan Asia pada tahun 1997, negaranegara di kawasan ini mulai menyadari pentingnya sistem statistik yang lebih baik untuk tujuan monitoring dan sebagai alat untuk pencegahan terulangnya kembali krisis. Berbagai indikator keuangan dan makroekonomi yang awalnya tidak tersedia sekarang mulai tersedia.
Namun demikian, berbagai indikator yang
terbukti mampu menjadi leading indicators yang baik di negara-negara maju
belum tersedia di negara-negara Asia termasuk Indonesia. Dengan demikian, penyusunan leading indicators dalam penelitian ini hanya menggunakan indikator-indikator yang telah dipublikasi.
2.6
Growth Cycle Analysis Pada umumnya suatu negara lebih banyak menggunakan pendekatan
growth cycle daripada business cycles. Kebanyakan di negara yang tidak pernah mengalami resesi ekonomi dimana leading indexes dan coincident indexes (biasa disebut business cycle index) didominasi oleh faktor trend dan cenderung bergerak naik. Selanjutnya faktor trend dihilangkan dari business cycle, maka diperoleh growth cycle index (Nasution, 2007). Growth cycle index dapat menjadi ”early warning system” karena indeks ini akan mencapai peak lebih awal dibandingkan dengan business cycle index, dan cenderung bersifat coincident pada saat trough (Nasution, 2007 ). Estimasi faktor trend salah satunya dapat dilakukan dengan Hodrick-Prescott Filter ( HP Filter ).
2.6.1
Hodrick-Prescott Filter Salah satu metode paling popular dari mengestimasi trend dan komponen
siklus dari time series dengan menggunakan statistical filters yang dalam bentuk univariat dan multivariat. Salah satu statistical filter yang paling umum digunakan telah diusulkan oleh Hodrick dan Prescot (1997) yaitu Hodrick-Prescott Filter (HP Filter) yang ekuivalen terhadap trend yang smooth.
Menurut Iannaccone dan Otranto dalam jurnal ” Signal Extraction in Continuous Time and The Generalized Hodrick-Prescott Filter “ menyebutkan secara luas penggunaan HP Filter untuk mengekstrak sinyal yang bisa diterapkan di dalam time series, khususnya di business cycle analysis. Baxter dan King mendefinisikan siklus bisnis dalam mengukur komponen periodik. Mereka membedakan kedalam tiga bagian : trend, siklus dan irregular fluctuations. Kronologi siklus bisnis di inspirasikan oleh National Bureau of Economic Research (NBER). Mereka mengatakan siklus bisnis terdiri dari komponen periodik yang memilki frekuensi antara 1.5 dan 8 tahun per siklusnya, dan selebihnya mengarah terhadap komponen irregular (Cogley,2006). Hodrick-Prescott Filter (lambda=14400) 320 280 240 120
200 160
80
120 40
80
0 -40 1994
1996
1998 LI
2000 Trend
2002
2004
2006
Cycle
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 2.2 Grafik setelah di HP Filter
2.7
Proyeksi Peramalan Inflasi Pada penelitian ini mencoba untuk meramalkan kondisi inflasi pada akhir
tahun 2008 mendatang. Mengutip dari Nasution (2007) bahwa yang dimaksud dengan peramalan di sini adalah proyeksi nilai CI dan LI untuk periode 12 bulan mendatang. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan model AR(p) dan VAR(p).
Model analisis Autoregression AR(p) memiliki asumsi bahwa data pada periode sekarang dipengaruhi oleh data pada periode sebelumnya. Selanjutnya model AR(p) diaplikasikan terhadap faktor trend dan model yang diperoleh digunakan untuk meramalkan faktor trend CI dan LI ( Nasution, 2007 ). Model analisis Vector Autoregression VAR(p), yang dikemukan oleh Christopher A. Sims pada tahun 1980, menyebutkan spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel dan banyaknya selang yang digunakan di dalam model ekonomi yang relevan. Pemilihan selang optimal memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC) yang paling minimum nilainya.
2.8
Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Siklus Bisnis Sebagian besar literatur yang dikaji memfokuskan pada penyusunan leading economic indicators yang menilai siklus kegiatan perekonomian secara umum.
Namun demikian, metode yang
digunakan dalam proses penyusunan leading economic indicators tersebut dapat diadopsi untuk menyusun leading indicators bagi kegiatan industri tertentu. Altissimo, Marchetti dan Oneto (2000) menyusun coincident dan leading index untuk memodelkan business cycles di Italia. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa : a) variabel-variabel keuangan dan perbankan merupakan leading indicators dengan rata-rata lead 6 – 12 bulan; b) adanya sinkronisasi antara business cycles di Italia dan di negara-negara maju lainnya, dengan siklus di US
dan Inggris mendahului siklus di Italia dengan rentang 2 – 3 kuartal, dengan link utama melalui jalur perdagangan. Selanjutnya Everhart (2001) menyusun composite leading indicators untuk meramalkan aktivitas ekonomi/bisnis di Mexico.
Hasil kajian tersebut
menunjukkan adanya sejumlah variabel yang berpotensi sebagai kandidat leading indicators untuk memprediksi pergerakan industrial production index. Variabel tersebut adalah : pertumbuhan pekerja sektor manufaktur, indeks tendensi bisnis, stok barang jadi, banyaknya orang yang bekerja, nilai tukar riil efektif, suku bunga jangka panjang di USA, biaya pengelolaan simpanan di perbankan. Untuk kasus negara ASEAN, Zhang dan Zhuang (2002) menganalisis leading indicators untuk business cycles di Malaysia dan Filipina. Studi tersebut menemukan bahwa metode leading indicators dapat diaplikasikan di kedua negara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan dari data Januari 1981 – Maret 2002, yaitu a) adanya 9 titik balik di Malaysia, yang terdiri dari 5 puncak dan 4 lembah; b) Filipina memiliki 8 titik balik, masing-masing 4 puncak dan 4 lembah; dan c) terdapat sinkronisasi business cycles di antara kedua negara tersebut. Adiningsih, Setiawati, and Sholihah, 2002 menganalisis kerentanan makroekononomi
di
Indonesia
yang
menunjukkan
bahwa
kerapuhan
perekonomian merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi dan mengantisipasi krisis dimasa depan dengan menggunakan empat indikator leading serta menunjukkan pula efek tukar krisis ekonomi di Indonesia.
2.9
Kerangka Pemikiran
Early warning system (EWS) bukan saja dikenal di bidang ekonomi saja, melainkan di bidang lain pun cukup dikenal, misal di bidang geografi. Pada dasarnya EWS merupakan suatu sistem atau model untuk mengantisipasi gejala kerentanan atau “ketidakwajaran” sebuah sistem.
Uraian Kerangka Pemikiran •
Dari sekian banyak kerentanan makroekonomi yang terjadi di Indonesia maka dalam penelitian ini akan diangkat topik permasalahan mengenai salah satu dari kerentanan makroekonomi yaitu tekanan inflasi. Inflasi yang tak terkendali menyebabkan ketidakstabilan makroekonomi.
•
Penggambaran umum terhadap penggunaan berbagai metode pengolahan data untuk mendapatkan leading dan coincident index. Penjelasan lebih khusus mengenai metode pengolahan data dapat dilihat pada tahapan kerangka pemikiran di Gambar 3.1.
•
Berdasarkan hasil-hasil yang didapatkan dari pengolahan data maka diharapkan dapat membangun sistem peringatan dini terhadap inflasi yang dapat memprediksi dan mengantisipasi kedatangan inflasi sehingga dapat mengurangi dampak buruk dari inflasi .
JENIS KERENTANAN EARLY WARNING SYSTEM (EWS)
Kerentanan Ekonomi
Tekanan Inflasi
Nilai Tukar
GDP
Kerentanan Non Ekonomi
Financial
Gempa Bumi
Business Cycle Anlysis • Data Generating Process • Pemilihan Kandidat Leading & Coincident • Proses Penyusunan Composit Leading & Coincident Growth Cycle Anlysis • Metode Filtering
Banjir
Tsunami
PROYEKSI PERAMALAN INFLASI
Keterangan : = fokus penelitian = fokus penelitian = fokus penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Uraian Alur Kerangka Pemikiran •
Adanya ketidakstabilan makroekonomi, salah satunya ditunjukkan oleh inflasi yang tak terkendali.
•
Langkah awal yang dilakukan yaitu memilih dan mengumpulkan indikator potensial terhadap inflasi yang telah riil berdasarkan kriteria statistik, ekonomi dan kecukupan series data.
•
Selanjutnya, dilakukan proses generating data dengan mendisagregasikan data dan menghilangkan faktor musiman
Ketidakstabilan Makroekonomi : Inflasi tak terkendali • Kriteria Statistik • Kriteria Ekonomi • Kecukupan Series Data
Pemilihan indikator potensial
Pengumpulan data-data riil • Disagergasi Data : Cubic Spline • Menhilangkan Faktor Musiman : X-12 ARIMA
Data Generating Proses
Business Cycle Analysis (BCA)
Pemilihan Kandidat Leading, Coincident dan Lagging
Kandidat Leading
Kandidat Coincident
Kandidat Lagging
Proses enyusunan Composit Leading,Coincident, dan Lagging Leading Index
Coincident Index
Lagging Index
Business Cycle Index (BCI)
Kendala di Indonesia : Siklus belum terlihat dan Trend masih kuat
Growth Cycle Analysis (GCA)
Growth Cycle Index (GCI) : menghilangkan faktor trend dari BCA dengan Metode Filtering yaitu HP Filter Proyeksi peramalan Inflasi dengan Model AR(p) dan VAR(p)
Gambar 2.4 Alur Kerangka Pemikiran
Metode : • Grafis • Cross Correlation • Granger Causality
•
Setelah itu, diadakan pemilihan kandidat leading, coincident, dan lagging dengan dibantu tiga alat bantu statistika yaitu, grafis, cross correlation, granger causality.
•
Langkah selanjutnya setelah didapatkan ketiga kandidat adalah proses penyusunan composit leading, coincident, dan lagging agar didapatkan indeks dari leading, coincident, dan lagging. Hal inilah yang dikenal dengan businesss cycle analysis (BCA).
•
Akibat dari kendala di Indonesia yang masih memilki trend yang kuat dan siklus yang belum terlihat jelas maka analsisnya dilanjutkan dengan growth cycle yaitu analisis yang dapat menghilangkan faktor trend dari BCA dengan metode filtering.
•
Langkah selanjutnya adalah memberikan proyeksi peramalan inflasi yang dapat dijadikan sistem peringatan dini terhadap inflasi yaitu dapat mengantisipasi ”kedatangan inflasi” lebih awal.
BAB III METODOLOGI PENELITAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Bank
Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Commitee on Electronic Information Communication (CEIC). Waktu penelitian berlangsung sejak bulan Desember 2007 sampai bulan Agustus 2008. Jenis data adalah time series bulanan dengan sample waktu dari 1993 : 1 sampai 2007 : 09 berjumlah 150 variabel (lampiran).
3.2
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bussiness
Cycle Analysis yang mengandung X-12 ARIMA. Program penyesuaian secara musiman pada X-12 ARIMA merupakan versi yang dikembangkan dari program musiman X-11 Varian dari Sensus Metode II (Shiskin, Young, and Musgrave 1967). Penambahan ini mengandung lebih variabel penjelas itu sendiri dan jenis diagnosa baru untuk membantu pengguna mendeteksi dan mengulangi secara musiman dalam penyesuaian efek kalender yang ditentukan berdasarkan program pilihan yang dipilih. Program ini juga mengandung jenis alat baru untuk mengatasi masalah penyesuaian dan kemudian memperbesar cakupan time series ekonomi yang bisa mencukupi secara musiman penyesuaiannya.
Seluruh variabel disesuaikan secara musiman untuk menghitung keduaduanya yaitu kalender Gregorian dan hari libur muslim. Prosedur X12 Census Bureau U.S digunakan untuk penyesuaian musiman dari variabel yang mengikuti kalender Gregorian. Prosedur X12, bagaimanapun meninggalkan sifat musiman residual dalam beberapa variabel yang digabungkan dengan dua hari raya besar umat muslim, “ Idul Fitri “ corresponding terhadap akhir Ramadhan dan “ Idul Adha “ corresponding terhadap Hari Raya Kurban. Hari libur ditanggalan Gregorian bergeser dari tahun ke tahun seperti mereka mengikuti kalender Muslim berdasarkan tahun bulan. Oleh karena itu, efek tersebut tidak dapat ditangkap oleh prosedur X12. Berdasarkan pendekatan Alper dan Aruoba (2001), dua variabel dummy diciptakan untuk menghitung tanggalan Gregorian dan dua hari raya libur Muslim. Berikut ini persamaan yang kemudian diestimasi pada masing-masing variabel penyesuaian secara musiman X12 : Vt = α + β 1 DEid −ul − Fitr + β 2 DEid −ul − Adha + U t …………………………………….( 3.1) Versi 0.3 X-12-ARIMA dibawah pengembangannya selama bertahuntahun, dan mengandung beberapa fitur baru. Dalam penambahannya, banyak pilihan dan kekurangan yang memiliki perubahan dari versi sebelumnya dari X12-ARIMA, yang terpenting
dari fitur baru Versi 0.3 X-12-ARIMA ini
digambarkan sebagai berikut : a) Sebuah alternatif prosedur identifikasi model yang otomatis ; b) Kekuatan spec baru yang mempersatukan options baru untuk menguatkan total tahunan dari series penyesuaian secara musiman untuk membandingkan
perbaikan atau pemeriksaan kembali terhadap composit penyesuaian musiman ; c) Menyatukan diagnosa file ; d) Spec metadata baru yang mengizinkan pengguna untuk menyatukan metadata mereka sendiri kedalam penyatuan diagnosa file ; e) Option baru untuk menyatakan output X-12-ARIMA mampu dimasuki orang dengan keterbatasan kondisi ; f) Tekhnik untuk langsung mengerjakan X-12-ARIMA dengan file-file yang memiliki ruang didalam nama mereka.
3.3
Metode Penyusunan Early Warning System
3.3.1
Metode Disagregasi Data Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang
berbeda seperti data mingguan, bulanan, kuartalan, semesteran bahkan tahunan. Dalam penyusunan leading indicators data yang digunakan umumnya berupa data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan maka perlu dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah metode Cubic-Spline.
3.3.2
X12-ARIMA Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu
seringkali mengganggu pergerakan siklikal dan oleh karenanya perlu dihilangkan terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Menurut pandangan Jackson dan Leonard (2001), penyesuaian musiman (seasonal adjustment) dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasifluktuasi musiman dapat diukur dari series awal (xt, t=1,2, …, n) dan dipisahkan dari trend cycle component (Ct), trading day component (Dt), dan fluktuasi irregular (It). Komponen musiman atau seasonal (St) dapat didefinisikan sebagai variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. Ct mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan faktor-faktor siklus jangka panjang lainnya. Dt adalah variasi yang ditujukan pada komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, It adalah variasi residual. Banyak variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungan multiplicative (xt=CtDtStIt) dan yang lainnya berbentuk additive (xt=Ct+Dt+St+It). Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend cycle dan komponen irregular. X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen Ct, Dt, St, ataupun It. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi multiplicative seasonal time series, xt dapat dituliskan menjadi:
φ (B )Φ (B s )(1 − B )d (1 − B s ) xt = θ (B )Θ (B s )at ……………………………….(3.2) D
Keterangan B
: operator lag (Bxt=xt-1)
s
: periode musiman
φ (B ) = (1 − φ1B − ... − φ p B p )
( ) (
: operator non seasonal autoregressive (AR)
)
Φ B s = 1 − Φ1B s − ... − Φ P B Ps : operator seasonal AR
θ (B ) = (1 − φ1B − ... − φq B q )
( ) (
: operator non seasonal moving average (MA)
)
Φ B s = 1 − Φ1B s − ... − Φ Q B Qs : operator seasonal moving average
(
ats ~i.i.d dengan rata-rata nol dan varian σ2. (1 − B ) 1 − B s d
)
D
mengimplikasikan
perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika d=D=0 (tidak ada perbedaan), maka umumnya dilakukan perhitungan kembali xt pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu: dengan xt-µ dimana μ = E[xt].
3.3.3
Cross Correlation
Metode ini digunakan untuk menentukan apakah variabel-variabel pada inflasi setelah dikorelasi silangkan dengan reference series akan menjadi indikator leading, coincident, atau lagging. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators. Cross correlation antara dua variabel, katakan x dan y dapat dihitung, berikut ini : rxy (l ) = dan
c xy (l )
c xx (0 ). c yy (0)
dimana: l = 0, ± 1, ± 2, ................(3.3)
⎧ T −1 ⎪∑ (( xt − x )( y t +1 − y )) / T ⎪ t =1 c xy (l ) = ⎨ T +1 ⎪ (( y − y )( x − x )) / T t t −1 ⎪⎩∑ t =1
dimana: l = 0, 1, 2, ... (3.4) dimana: l = 0, -1, -2, ...
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi silang adalah 12 periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators maka nilai rxy yang dicari adalah nilai yang paling tinggi selama periode pengujian.
3.3.4
Granger Causality Test
Granger Causality test dilakukan untuk melihat adanya hubungan sebabakibat (kausalitas) dan arah kausalitas diantara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga kemungkinan arah kausalitas yang terjadi antara dua variabel (misalnya X dan Y) yaitu: 1) X menyebabkan (Granger cause) Y; 2) Y menyebabkan (Granger cause) X; atau 3) X dan Y memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila X menyebabkan Y dan pada saat yang bersamaan Y juga menyebabkan X. Dengan menggunakan Granger Causality test dapat diketahui apakah antara X dan Y memiliki hubungan kausalitas dan bagaimana arah kausalitas diantara kedua variabel tersebut. Nilai probabilitas (P value) yang dihasilkan menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara konvensional disepakati adalah jika probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan.
3.3.5 Grafis
a) Pada kandidat coincident index semestinya secara visual (grafik) bergerak seiring dengan inflasi. b) Pada kandidat leading Index semestinya secara visual bergerak mendahului inflasi. c) Pada kandidat lagging Index semestinya secara visual bergerak membelakangi inflasi.
3.4
Prosedur Penyusunan Coincident dan Leading Economic Indicators
1) Pengumpulan Data Sekunder Mengumpulkan data sekunder (sudah berbentuk data riil) dari berbagai sumber. Adapun sumber data sekunder tentang makroekonomi yang umum antara lain BPS, BI, Asosiasi, BUMN, Departemen, Bloomberg, Reuters, kantor
Data provider seperti CEIC,
Pemda dan lain-lain. Pengumpulan data harus
sepanjang mungkin (dari tahun 1970-an) dengan frekuensi tinggi (bulanan). 2) Disagregasi Data Data dengan frekuensi observasi tahunan dan kuartalan (biasanya data historis
yang
sudah
lama)
terlebih
dahulu
di-disagregasi-kan
dengan
menggunakan metode Cubic Spline, Chow-Lin atau metode interpolasi lainnya. 3) Mengisolir Pengaruh Musim
Sebagian besar variabel ekonomi sangat dipengaruhi oleh faktor musim.
Dalam analisis siklus bisnis, pengaruh musim haruslah dibersihkan dari data agar tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile.
Di banyak negara faktor musim biasanya bersifat fix (tetap) seperti Natal dan Tahun Baru, musim hujan dan kemarau, musim dingin dan panas. Namun untuk kasus Indonesia, selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor musim yang bergerak seperti Idul Fitri & Chinese New Year
Adanya faktor musim yang bergerak menyebabkan metode seasonal adjustment yang tradisional tidak bisa diaplikasikan. Karena itu dalam penelitian ini digunakan metode X12-ARIMA dari US Census Bureau untuk meng-adjust faktor musim dari seluruh series data yang dikumpulkan.
Penggunaan X12-ARIMA juga memungkinkan untuk meng-adjust data dari pengaruh trading-day.
4) Pemilihan Kandidat Coincident dan Leading Indicator Variabel coincident dan leading dipilih sedemikian rupa dengan kriteria economic significant, confirmity, smoothness dan timelines. Kandidat CI semestinya secara visual (grafik) bergerak seiring dengan reference series dengan korelasi yang cukup tinggi pada lag sekitar nol serta adanya hubungan causality dua arah dengan lag di sekitar nol pula. Sednagkan kandidat LI semestinya secara visual bergerak mendahului reference series, dengan korelasi yang cukup tinggi pada lag yang cukup jauh serta adanya hubungan causality satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Dengan menggunakan tiga peralatan statistika dalam menyeleksi kandidat LI dan CI maka setiap variabel yang dikumpulkan akan dapat dikategorikan ke dalam salah satu kelompok CI atau LI.
3.5
Prosedur Penyusunan Composit Coincident Index dan Leading Index
Setelah ratusan variabel tersebut dikelompokkan ke dalam kandidat CI dan LI, langkah selanjutnya adalah menyusun composite CI dan LI dengan prosedur sebagai berikut: Untuk setiap variabel lakukan perhitungan: 1. Hitung month-on-month (MoM) symmetric percent change untuk setiap variabel atau komponen dengan rumus :
xt = 200 * ( X t − X t −1 ) (X t + X t −1 ) ................................................................(3.5) di mana Xt adalah nilai observasi untuk komponen X pada waktu t. Jika satuan pengukuran untuk komponen X berupa persentase (seperti suku bunga), maka month-on-month change dihitung dengan formula: xt = ( X t − X t −1 ) ……………………………………………………………(3.6) 2. Lakukan adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari semua komponen. Adjustment tersebut dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Hitung standard deviation MoM change setiap komponen (misalkan = σx). b) Hitung inverse dari σx (misalkan = wx = 1/σx). c) Jumlahkan semua wx (misalkan = k). d) Hitung faktor standarisasi (weight) untuk setiap komponen dengan rumus : rx = (1 k ) * wx ...............................................................................................(3.7) Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen dihitung dengan rumus : mt = rx * xt ...................................................................................................(3.8)
3. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust (langkah 2); misalkan = it 4. Lakukan adjustment terhadap it untuk menyamakan volatilitas dengan reference series; untuk CEI, menggunakan reference series inflasi serta untuk LEI menggunakan reference series CEI atau reference series inflasi. adjustment (a) = jumlah it dibagi jumlah observasinya it’ = penjumlahan it dan adjustment (a) atau (it ' = it + a ) ……………..…(3.9) 5. Hitung angka preliminary leading dan coincident index dengan menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks berikutnya dihitung dengan menggunakan rumus : I t = I t −1 * (200 + it ' ) (200 − it ' ) …………………………………………(3.10)
3.6
Growth Cycle Analysis
Pendugaan Growth Cycle dilakukan dengan mendekomposisikan indeks siklus bisnis ( CI dan LI ) kedalam tiga komponen yaitu faktor trend, cyclical dan random. Pada penelitian skripsi ini menggunakan faktor trend yang masih mendominasi business cycle index di Indonesia. Cara mengestimasi faktor trend ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode fitering, antara lain HP Filter, BP filter serta phase average trend (PAT) method. Dalam penelitian ini digunakan HP filter. Selanjutnya growth cycle dihitung dengan membagi indeks siklus dengan faktor trend.
3.6.1
Hodrick Prescott Filter ( HPF )
Pendekatan statistik yang secara khusus mengestimasi trend dan komponen siklikal atau menghilangkan komponen trend dan siklikal dalam suatu data deret waktu (time seris). Kerangka dasar yang disajikan oleh Hodrick-Prescot, dirangkum sebagai berikut : y t = g t + ct ...…………………......................................................................... (3.11) dimana series yt adalah penjumlahan dari komponen pertumbuhan (gt) dan komponen siklus (ct ). Metode paling umum digunakan untuk mengekstrak trend dari time series adalah Hodrick-Prescott (HP) filter (Hodrick and Prescott, 1997). HP filter mengeksrtrak trend,
dengan memecahkan program standarpenalty berikut ini :
...................................................(3.12) dimana parameter smoothing sebagai
mengontrol smoothness penyesuaian trend series,
, perkiraan trend series aktual,
, sewaktu
trend menjadi
linear.
3.7
Proyeksi Peramalan Inflasi Sampai Akhir Tahun 2008
Peramalan pada penelitian ini maksudnya adalah proyeksi nilai CI dan LI untuk periode 12 bulan mendatang. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan model AR(p) dan VAR(p). Angka ramalan growth cycle dan faktor trend di atas kemudian digabungkan sedemikian rupa untuk mendapatkan angka ramalan bagi indeks siklus bisnis CI dan LI.
3.7.1
Model Umum AR
Model AR(p) diaplikasikan terhadap faktor trend dan model yang digunakan untuk meramalkan faktor trend CI dan LI. Model umum AR(p) sebagai berikut Yt = α + βXt + γYt-1 + εt ……………………………………………………….(3.13) Keterangan: Yt = vektor peubah tak bebas (Y1t, 2t, ...Yn t) berukuran n x 1 α = vektor intersep berukuran n x 1 β
= matrik parameter untuk setiap i = 1, 2, ...., p
γ = matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ...., p εt = residual (ε1t, ε 2t,...., εnt) berukuran n x 1
3.7.2
Model Umum VAR
Dalam hubungan VAR dengan penelitian ini, maka penggunaan forecasting atau
permalan menjadi fokus utama di dalam VAR ini yaitu
mengekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel tersebut. Model
VAR
mensyaratkan variabel yang dimodelkan harus stasioner. Series CI dan LI jelas tidak stasioner, sehingga model VAR(p) harus diaplikasikan terhadap growth cycle-nya masing-masing yang sudah pasti stasioner (Nasution, 2007). Pemodelan VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan distributed lag-nya. VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut :
Yt = Ao + A1Yt-1 + A2Yt-2 +..... + ApYt-p + εt ........................................................(3.15) Keterangan: Yt = vektor peubah tak bebas (Y1, t ......Yn, t) berukuran n x 1 A0 = vektor intersep berukuran n x 1 A1 = matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ...., p εt = residual (ε1t, ε 2t,...., εnt) berukuran n x 1 Tahapan pembentukan model VAR untuk forecasting atau peramalan : 1. Uji stasioneritas data untuk menguji keberadaan unit root dalam suatu variabel salah satunya dengan cara Augmented Dickey Fuller Test (ADF Test) dalam rangka
menghindari
masalah
regresi
lancung
(spurious
regression).
Berdasarkan uji stasioneritas ADF Test apabila nilai ADF lebih kecil dari nilai critical test, maka disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. 2. Penentuan selang atau lag optimal, dilakukan dengan dua bentuk pengujian. Pertama, dilihat panjang selang maksimum sistem VAR yang stabil. Dikatakan stabil bila seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991). Kedua, panjang selang optimal dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. 3. Setelah mendapatkan lag optimal, maka dilanjutkan dengan pembentukan model VAR. Bentuk VAR yang stasioner di level maka disebut VAR biasa atau VAR tanpa restriksi. Olahan VAR ini dikerjakan oleh E-Views 5.1. 4. Kemudian masuk ke tahap peramalan atau forecasting, dimana sebelum melakukan peramalan sebaiknya memperpanjang dahulu range dan sample observasinya. Pengolahan peramalan ini dikerjakan di E-Views 5 ( lampiran).
BAB IV PENYUSUNAN LEADING INDICATORS Leading indicators atau leading index lebih berperan dalam membangun sistem peringatan dini terhadap inflasi karena menyediakan sinyal dini pada arah ekonomi yang sedang berjalan. Sinyal-sinyal yang lebih awal memperlihatkan apabila terjadi ekspansi terus menerus dapat segera mengurangi kecepatannya sehingga dapat menahan penurunan dalam tingkat pertumbuhan indeks leading. Indeks dari indikator leading juga menyediakan peringatan sebelum terjadinya kemungkinan perubahan kegiatan ekonomi. Hal ini menjadikan leading indicators sebagai cikal bakal dari early warning indicators.
4.1
Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators (LEI)
4.1.1
Tahapan Pemilihan Kandidat Leading
Ada tiga tahapan dalam pemilihan kandidat leading yaitu dengan cross correlation, granger causality, dan secara visual dapat dilhat dari grafis. Kandidat leading index (LI) semestinya secara visual bergerak mendahului reference series (inflasi), dengan korelasi yang cukup tinggi pada lag yang cukup jauh serta adanya hubungan causality satu arah pada lag yang cukup jauh pula. a. No
Hasil Pengujian Cross Correlation Kandidat Leading
Cross Correlation Lead/Lag
1
Total Aset dan Kewajiban Bank Komersial
rxy
-8
0.4848
-11
0.2540
(TALBK) 2
Aset Luar Negeri Bank Komersial (FABK)
3
Deposito Berjangka Bank Komersial (TDBK)
-10
0.4085
4
Reserve Likuiditas Luar Negeri (RFX)
-12
0.2937
5
Ekspor Indonesia ke Jerman (ExpGerm)
-6
0.3786
6
Ekspor Indonesia ke Singapura (ExpSgp)
-7
0.4659
7
Ekspor Indonesia ke USA (ExpUSA)
-9
0.5164
8
Ekspor Indonesia ke UK (ExpUK)
-12
0.2905
9
Forex
-12
0.2172
-9
0.7295
Banks
Demand
Deposits
in
Foreign
Currency (FBD) 10
Net Domestic Assets (NDA)
Berdasarkan hasil cross correlation didapatkan bahwa nilai korelasi tertinggi terjadi pada lag yang cukup jauh yaitu sekitar lag tujuh (7) sampai dengan lag dua belas (12). Hal ini dapat disimpulkan bahwa kandidat tersebut digolongkan dalam leading indicators.
b. No
Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Leading H0
1.
2.
3.
4.
TALBK does not Granger Cause CPI
FABK does not Granger Cause CPI
TDBK does not Granger Cause CPI
RFX does not Granger Cause
Granger Cusality Test Lag
Probabilitas
Hasil
Artinya
3
5.2E-09
Tolak H0
Signifikan
6
2.7E-07
Tolak H0
Signifikan
9
6.2E-06
Tolak H0
Signifikan
12
1.1E-05
Tolak H0
Signifikan
3
6.5E-11
Tolak H0
Signifikan
6
1.8E-10
Tolak H0
Signifikan
9
2.4E-10
Tolak H0
Signifikan
12
6.2E-10
Tolak H0
Signifikan
3
1.5E-07
Tolak H0
Signifikan
6
6.2E-06
Tolak H0
Signifikan
9
1.3E-05
Tolak H0
Signifikan
12
0.00014
Tolak H0
Signifikan
3
0.00161
Tolak H0
Signifikan
CPI
5.
6.
7.
8.
9.
10.
ExpGerm does not Granger Cause CPI
ExpSgp does not Granger Cause CPI
ExpUSA does not Granger Cause CPI
ExpUK does not Granger Cause CPI
FBD does not Granger Cause CPI
NDA does Cause CPI
not
Granger
6
0.00126
Tolak H0
Signifikan
9
0.00012
Tolak H0
Signifikan
12
0.00082
Tolak H0
Signifikan
3
9.0E-06
Tolak H0
Signifikan
6
0.00142
Tolak H0
Signifikan
9
0.00080
Tolak H0
Signifikan
12
0.00334
Tolak H0
Signifikan
3
3.4E-06
Tolak H0
Signifikan
6
4.1E-05
Tolak H0
Signifikan
9
1.6E-06
Tolak H0
Signifikan
12
1.9E-05
Tolak H0
Signifikan
3
1.1E-05
Tolak H0
Signifikan
6
0.00123
Tolak H0
Signifikan
9
0.00026
Tolak H0
Signifikan
12
0.00020
Tolak H0
Signifikan
3
0.00036
Tolak H0
Signifikan
6
0.00768
Tolak H0
Signifikan
9
0.00180
Tolak H0
Signifikan
12
0.00220
Tolak H0
Signifikan
3
0.01816
Tolak H0
Signifikan
6
0.00322
Tolak H0
Signifikan
9
0.00054
Tolak H0
Signifikan
12
0.00547
Tolak H0
Signifikan
3
1.3E-05
Tolak H0
Signifikan
6
0.00010
Tolak H0
Signifikan
9
0.00020
Tolak H0
Signifikan
12
0.00028
Tolak H0
Signifikan
Berdasarkan hasil granger causality test didapatkan bahwa nilai probability yang lebih kecil dari lima persen (5%) memiliki hubungan causality satu arah pada lag yang cukup jauh sehingga dapat disimpulkan bahwa kandidat tersebut signifikan yang berarti tolak H0. Hal ini dapat dinterpretasikan bahwa
kandidat-kandidat tersebut memilki pengaruh kuat terhadap inflasi sehingga kandidat tersebut digolongkan dalam leading indicators.
c.
Grafis
Dalam membaca
grafis
sering kali
mengalami
kesulitan
untuk
mengiterpretasikannya. Hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya pergerakan grafik antara kandidat indikator pada leading dengan inflasi. Kadangkala, nilai yang diperoleh diantara keduanya memiliki selisih yang terlalu jauh. Oleh karena itu, khusus pada grafis ini dibuatkan indeks pada variabel indikator atau dengan menggunakan dua aksis agar memudahkan dalam membaca grafik. Pembuatan indeks Xt = It / Iĸ’ * 100...…………………………………………(4.1) Xt = indeks ke-t It = data awal ke-t Iĸ’ = data yang diawal menjadi pembagi 280 240 200 160 120 80 40 0 1994
1996
1998 CPI
2000
2002
2004
2006
INDEKS_TALBK
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.1 Hasil Pemilihan Kandidat Leading dengan Grafis Berdasarkan pada Gambar 4.1 didapatkan bahwa secara visual pergerakan variabel indikator (indeks_TALBK) mendahului pergerakan inflasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kandidat tersebut digolongkan dalam leading indicators.
4.1.2
Hasil Disagregasi Data
Pada penelitian ini dalam mendisagregasikan data menggunakan metode Cubic Spline, dimana pada metode ini mereka mendisagregasikan sendiri varibelnya tanpa menggunakan variabel lain. 180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
600000 500000 400000 300000 200000 100000
GDP Bulanan
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0
GDP Kuartalan
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.2 Hasil Disageregasi Data dengan Cubic Spline
4.1.3
Hasil dari Mengisolir Pengaruh Musiman
Pada penelitian ini dalam mengisolir pengaruh musiman dengan menggunakan X-12 ARIMA pada program Genhol. Dapat dicontohkan dari salah satu kandidat leading yaitu ExpUSA menjadi ExpUSA yang telah diseasonal adjust (ExpUSA_SA). 120000 100000 80000 60000
EXPUSA EXPUSA_SA
40000 20000
Ja n9 3 Ja n9 4 Ja n9 5 Ja n9 6 Ja n9 7 Ja n9 8 Ja n9 9 Ja n0 0 Ja n0 1 Ja n0 2 Ja n0 3 Ja n0 4 Ja n0 5 Ja n0 6 Ja n0 7
0
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.3 Hasil Seasonal Adjusted (SA) dengan X-12 ARIMA
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa setelah dihilangkan faktor musimnya dari salah satu kandidat leading (ExpUSA) maka pergerakan data tidak begitu volatile lagi sehingga tidak menyebabkan misleading. Pada pengolahan data selanjutnya akan digunakan data yang telah diseasonal adjusted.
4.2
Kandidat Leading Indicators
Setelah dilakukan seleksi atas pemilihan kandidat leading terdapat sepuluh (10) kandidat leading yang terpilih dari 150 variabel indikator. Tabel 4.1 Sepuluh Kandidat Leading Indicators Variablel
Variabel
Total Aset dan Kewajiban Bank Komersial
Ekspor Indonesia ke Singapura (ExpSgp)
(TALBK) Aset Luar Negeri Bank Komersial (FABK)
Ekspor Indonesia ke USA (ExpUSA)
Deposito
Ekspor Indonesia ke UK (ExpUK)
Berjangka
Bank
Komersial
(TDBK) Reserve Likuiditas Luar Negeri (FX) (RFX)
Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency (FBD)
Ekspor Indonesia ke Jerman (ExpGerm)
4.3
Net Domestic Assets (NDA)
Hasil Penyusunan Composit Leading Index (LI)
Tahapan business cycle analysis yang terakhir ini yaitu prosedur perhitungan penyusunan Leading Index (LI) yang berasal dari kandidat-kandidat leading indicators yang telah diseasonal adjustment. Kombinasi variabel yang menghasilkan composite LI “terbaik” diperoleh dengan cara trial-and-error. Ukuran kebaikan LI didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan coincident index (CI) atau inflasi
600 500 400 LI
300
CPI
200
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
0
Jan-93
100
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.4 Grafik Leading Index dan inflasi pada BCA Pada tahapan akhir Bussiness Cycle Analysis (BCA) ini, leading index-nya masih belum memperlihatkan kemampuannya memprediksi ke depan inflasi. Hal ini disebabkan oleh masih belum jelasnya pergerakan siklus LI dan inflasi yang dan masih kuat trend-nya. Hal inilah yang masih menjadi kendala utama bagi Indonesia sehingga kurang baik dalam membangun leading index untuk inflasi.
4.4
Hasil Growth Cycle Analysis untuk Leading Index
Pergerakan leading index (atau disebut business cycle index) yang didapat dari business cycle analysis masih kurang memberikan gambaran leading dan index untuk inflasi di Indonesia karena masih kuatnya trend. Oleh karena itu, dikembangkan dengan growth cycle analysis (GCA) untuk menghilangkan faktor trend dari business cycle index. Untuk memperoleh growth cycle index dilakukan perhitungan yaitu dengan membagi indeks siklus bisnis dengan faktor trend-nya yang dapat dilihat malalui (Gambar 4.5).
1.8 1.6 1.4 1.2 1
LI_GROWTH
0.8
CPI GROWTH
0.6 0.4 0.2 2007:03:00
2006:05:00
2005:07:00
2004:09:00
2003:11:00
2003:01:00
2002:03:00
2001:05:00
2000:07:00
1999:09:00
1998:11:00
1998:01:00
1997:03:00
1996:05:00
1995:07:00
1994:09:00
1993:11:00
1993:01:00
0
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.5 Grafik LI Growth dan CPI pada GCA Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa LI yang di growth cycle lebih terlihat siklusnya dibanding business cycle. Pada ukuran kebaikannya, LI Growth mampu memprediksi pergerakan inflasi dengan baik. Pada tahun 1993 sampai tahun1997, LI Growth menunjukan penurunan, dan pada tahun 1995 sampai akhir tahun 1997 inflasi baru menampakkan penurunan. Pada tahun 1999 sampai tahun 2001 LI Growth menunjukan peningkatan dan inflasi baru menunjukan peningkatan pada tahun 1998 sampai tahun 1999. Oleh karena itu, LI Growth dapat dijadikan prediksi kedepannya.
4.5
Hasil Proyeksi Peramalan pada Leading Index (LI)
Sebelum masuk pada pembahasan berikutnya akan diberitahukan terlebih dahulu bahwa untuk mendapatkan proyeksi peramalan inflasi hanya akan mengambil delapan (8) dari sepuluh (10) kandidat leading. Keputusan untuk mengambil delapan kandidatnya didasari oleh korelasi antara kandidat leading index dengan leading index-nya (dua korelasi yang terlemah tidak masuk dalam model peramalan). Hal ini dikarenakan, untuk membuat proyeksi peramalan pada model VAR tidak boleh melebihi batas dari sepuluh (10) variabel.
Hasil Pengolahan Model VAR a. Uji Stasioneritas Data
Pengujian stasioneritas ini didasarkan pada Augmented Dickey Fuller (ADF) test dengan menggunakan taraf nyata lima persen (5%) atau dengan tingkat kepercayaan 95 persen (95%). Tabel 4.2 Hasil Pengujian Stasioneritas Leading Index (LI) Pada Tingkat Level Variabel
Nilai ADF
Nilai Krirtis Mc Kinnon 1%
5% *
Keterangan
10%
G_RFX_SA
-4.923696
-3.467633
-2.877823
-2.575530
Stasioner
G_TDBK_SA
-3.431087
-3.468749
-2.878311
-2.575791
Stasioner
G_TALBK_SA
-4.057697
-3.467633
-2.877823
-2.575530
Stasioner
G_ExpSgp_SA
-4.197080
-3.467851
-2.877919
-2.575581
Stasioner
G_ExpGerm_SA
-4.352116
-3.467851
-2.575581
Stasioner
G_ExpUK_SA
-6.050181
-3.467633
-2.877823
-2.575530
Stasioner
G_ExpUSA_SA
-5.519644
-3.467633
-2.877823
-2.575530
Stasioner
G_NDA_SA
-5.365644
-3.469451
-2.878618
-2.575954
Stasioner
-2.877919
*) menggunakan taraf nyata 5% Sumber: CEIC (2008)
Setelah diaplikasikan pada growth cycle series LI maka didapatkan bahwa data tersebut telah stasioner pada level. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.2 yang membuktikan bahwa pada model VAR yang diaplikasikan terhadap growth cyclenya masing-masing, sudah pasti stasioner. Nilai ADF dari variabel-variabel yang lebih besar dibandingkan nilai Kritis Mac-Kinnon pada taraf nyata 5% menunjukan telah stasioner di tingkat level. Oleh karena itu, pengujian stasioneritas tidak perlu dilanjutkan pada tingkat first difference.
b. Penetapan Lag Optimal
Penetapan lag optimal penting dilakukan, karena dalam metode VAR lag optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Dikatakan stabil bila seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle. Kandidat selang yang dipilih adalah panjang selang Schwarz Information Criterion (SIC) dengan mengambil nilai SIC yang paling kecil. Tabel 4.3 Hasil Penetapan Lag Optimal Lag
SIC
0
-24.58032
1
-28.55588*
Berdasarkan Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa tanda (*) terdapat pada lag ke 1, hal ini menandakan bahwa lag optimal yang dipilih berdasarkan kriteria SIC terdapat pada lag ke 1.
c. Model VAR
Setelah didapatkan lag optimal maka dilanjutkan pada pembuatan model VAR dengan menggunakan data level, yang diolah dengan E-Views 5. Bentuk VAR yang stasioner di level ini biasa disebut VAR biasa atau VAR tanpa restriksi. d. Peramalan dan Forecasting Melanjutkan dari pembuatan model VAR maka dapat diteruskan dengan pembuatan model peramalan dengan diolah di E-Views 5 (lampiran). Sebelum melakukan peramalan sebaiknya diperpanjang dahulu range dan sample observasinya.
400
1.8
350
1.6
300
1.4 1.2
250
1
200
0.8
150
0.6
100
0.4
50
0.2
LI_F G_LI_F
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
0 Jan-93
0
T_LIF
Sumber: CEIC(2008), diolah
Keterangan : T_LI_F : trend leading index yang telah di forecast LI : leading index yang telah di forecast G_LI_F : growth leading index yang telah di forecast Gambar 4.6 Grafik Peramalan Leading Index Berdasarkan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa sampai akhir tahun 2008 mendatang leading index untuk inflasi masih menunjukan trend yang naik terus menerus. Dengan kata lain leading index ini memberikan deteksi dini untuk inflasi yang cenderung akan naik terus-menerus. Ada dua pendekatan analisis dalam meramalkan leading index untuk inflasi pada bulan Oktober 2007 sampai Desember 2008 yaitu Business Cycle Analysis dan Growth Cycle Analysis. 700 600 500 400
LI_F
300
CPI_F
200 100 Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.7 Grafik Peramalan LI dan CPI pada Business Cycle Analysis
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
G_LI_F
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
G_CPI_F
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.8 Grafik Peramalan Growth LI dan Growth CPI pada Growth Cycle Analysis Berdasarkan Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa peramalan inflasi pada growth cycle analysis masih menunjukkan leading index yang cukup baik terhadap inflasi dibanding oleh business cycle analysis. Hal ini ditandai dengan pergerakan siklus dari analisis siklus bisnis yang masih menunjukkan trend yang kuat. Oleh karena itu, dilanjutkan oleh analisis siklus pertumbuhan yang dapat menghilangkan faktor trend dari business cycle-nya agar tidak terjadi misleading dalam membaca sinyal-sinyal “prilaku” inflasi. Hasil peramalan inflasi oleh leading index ini masih cukup baik mendeteksi sinyal-sinyal dini terhadap tekanan inflasi yang tak terkendali. Oleh karena itu melalui leading index inflasi ini berguna untuk mengantisipasi tekanan inflasi yang tak terkendali seoptimal mungkin.
4.6
Dekomposisi Leading Index (LI)
Leading index (LI) terbaik diperoleh dengan cara trial-and-error yang mengkombinasikan kandidat LI. Berikut ini kombinasi penyusun LI dan bobotnya dapat dilihat pada (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Index Beserta Bobotnya Komponen LEI
Bobot (%)
TALBK
18.72983
TDBK
26.60777
RFX
10.54681
ExpGerm
5.952544
ExpSgp
5.628295
ExpUSA
8.125324
ExpUK
6.667181
NDA
17.74224
Total
100
Sumber: CEIC (2008)
Berdasarkan Tabel 4.4, diperoleh kontribusi yang terbesar dimilki oleh deposito berjangka Bank Komersial (TDBK) dan yang terkecil dimilki oleh ekspor Indonesia ke Singapura (ExpSgp). Hal ini mengindikasikan bahwa deposito berjangka bank komersial (TDBK) menyumbangkan pengaruh yang sangat besar terhadap tekanan inflasi di Indonesia. Kebijakan moneter ekspansif, meningkatkan money supply (MS) yang akan meningkatkan ekspektasi harga dan akan meningkatkan pula ekspektasi inflasi. Peningkatan money supply ini dapat pula meningkatkan cadangan (reserve bank) dan deposito bank. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan pada kandidat deposito berjangka bank komersial ini memilki kontribusi besar dalam meningkatkan inflasi di Indonesia. Peningkatan money supply akan menyebabkan pula rupiah terdepresiasi. Pada saat rupiah terdepresiasi ini akan meningkatkan daya saing di luar negeri sehingga menyebabkan ekspor dalam negeri meningkat. Oleh karena itu, peningkatan ekspor cukup berkontribusi dalam peningkatan inflasi.
4.7
Hubungan Leading Index dengan Kandidat- Kandidatnya
4.7.1
Hubungan Kandidat-Kandidat Leading Index dengan Inflasi yang Dilihat dari Matriks Korelasi
Dari ke-10 kandidat penyusun leading index sebagian besar memilki korelasi atau hubungan positif (lemah) dengan inflasi. Hal ini bukan berarti bahwa kandidat penyusun leading index tersebut tidak memiliki pengaruh sama sekali. Dengan mengingat bahwa kandidat tersebut merupakan penyusun leading indexnya sendiri maka tidak menutup kemungkinan bahwa kandidat tersebut secara tidak langsung mempengaruhi inflasi. Pada penelitian skripsi ini menggunakan data yang telah dihilangkan faktor musimannya dengan X-12 ARIMA untuk melihat korelasi atau hubungannya, secara ringkas dapat dilihat pada (Tabel 4.5). Tabel 4.5 Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Leading Index dengan Inflasi Variabel
Nilai Matriks Korelasi Korelasi Lemah (<0.8)
RFX_SA
0.145380139372
TDBK_SA
0.379285206486
TALBK_SA
0.443907728385
FABK_SA
0.160702166673
ExpGerm_SA
0.343819767115
ExpSgp_SA
0.45211118989
ExpUSA_SA
0.46370407093
ExpUK_SA
0.147070747516
FBD_SA
0.0540531126682
NDA_SA
0.700864427868
Sumber: CEIC (2008)
4.7.2
Hubungan Kandidat-Kandidat Leading Index dengan Leading Index
Ada dua cara untuk melihat hubungan kandidat-kandidat leading index dengan leading indexnya, yaitu menggunakan matrik korelasi dan melihat dari grafik garisnya. Berikut ini akan diuraikan lebih jelas mengenai kedua cara tersebut. Berdasarkan dari hasil matrik korelasi didapatkan bahwa dari ke-10 kandidat penyusun leading index terdapat korelasi atau hubungan yang positif (kuat) dengan leading index-nya. Hal ini berarti bahwa kandidat penyusun leading index tersebut memiliki pengaruh kuat terhadap leading index. Di samping itu leading index dibangun dari kandidat-kandidat penyusunnya sendiri. Tabel 4.6 Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Leading Index dengan Leading Index Variabel
Nilai Matriks Korelasi Korelasi Kuat (>0.8)
RFX_SA
0.707282869266
TDBK_SA
0.837680866735
TALBK_SA
0.879061671882
FABK_SA
0.648890355506
ExpGerm_SA
0.724667653693
ExpSgp_SA
0.785701335163
ExpUSA_SA
0.843979418041
ExpUK_SA
0.657263549166
FBD_SA
0.610005004841
NDA_SA
0.937852243856
Sumber: CEIC (2008)
Berdasarkan dari hasil grafik garis maka didapatkan bahwa dari ke-10 kandidat yang menyusun leading index ini memilki kemiripan pergerakan siklus dengan leading index-nya. Hal ini berarti bahwa, pada setiap periode peningkatan
(penurunan) dari leading index ini diikuti dengan peningkatan (penurunan) pada kandidat penyusun leading index-nya. 450 400 350 300 250
INDEKS TDBK_SA
200
LI
150 100
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
0
Jan-93
50
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 4.9 Hubungan Kandidat LI dan LI Dilihat dari Grafik Garis Pada tahun 1993 sampai tahun 1998 LI bergerak naik, diikuti dengan deposito berjangka yang bergerak naik pula. Pada pertengahan tahun 1998 sampai pertengahan tahun 1999 LI bergerak turun, diikuti dengan deposito berjangka yang bergerak turun. Pada periode selanjutnya, begitu pula seterusnya peningkatan (penurunan) LI diikuti dengan peningkatan (penurunan) deposito berjangka.
4.8
Implikasi Kebijakan
Di Indonesia metode business cycle analysis dengan melihat leading indicators ini masih terbilang langka. Padahal manfaat yang diberikan sangat berarti untuk mengantisipasi ketidakstabilan perekonomian, salah satunya yaitu inflasi yang tak terkendali. Leading indicators untuk inflasi ini dapat memberikan sinyal-sinyal lebih awal sebelum terjadinya inflasi yang ditunjukkan oleh kandidat-kandidat leading (Tabel 4.4) untuk inflasi tersebut. Sejak bulan Juli 2005, Inflation Targeting ini sudah diterapkan. Penerapan Inflation Targeting di Indonesia bukanlah sebuah kaidah yang kaku namun sebagai sebuah kerangka kerja menyeluruh untuk perumusan dan
pelaksanaaan kebijakan moneter. Mengingat bahwa kebijakan Inflation Targeting ini sudah diterapkan maka diharapkan pemerintah dan otoritas moneter (BI) di masa yang akan datang dapat mempertimbangkan leading indicators ini untuk mendukung pencapaian target inflasi dengan tepat. Apabila dari kandidat-kandidat indeks leading ini mampu untuk menahan “kedatangan inflasi” maka akan mempermudah para pembuat kebijakan untuk menahan bahkan mengurangi dampak negatif dari lonjakan inflasi yang tak terkendali.
BAB V PENYUSUNAN COINCIDENT INDICATORS Coincident
index
dapat
memberikan
gambaran
tentang
kondisi
perekonomian yang sedang berlangsung atau current economic situation. Coincident index pada inflasi sebenaarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap prediksi untuk mengantisipasi inflasi ke depannya. Namun, apabila menggunakan reference series GDP, data GDP yang keluar pada tahun 2008 ini merupakan data yang berasal dari tahun 2006 sehingga coincident index ini sangat mempengaruhi GDP. Hal ini berbeda dengan reference series inflasi yaitu data yang keluar atau dipublikasikan merupakan data yang tidak memilki lag yang jauh seperti pada data GDP. Oleh karena itu, coincident index pada penelitian ini tidak terlalu berpengaruh untuk memperdiksi inflasi yang akan datang karena hanya menjelaskan kondisi perekonomian yang sedang berlangsung.
5.1
Tahapan Penyusunan Coincident Economic Indicators (CEI)
5.1.1
Tahapan Pemilihan Kandidat Coincident
Hal yang sama dilakukan seperti pada tahapan pemilihan kandidat leading. Pada pemilihan kandidat coincident ini, dilakukan pula tiga tahapan untuk memilih kandidat coinciddent, yaitu dengan cross correlation, granger causality, dan secara visual dapat dilhat dari grafis. Kandidat coincident index (CI) secara visual (grafik) bergerak seiring dengan reference series (inflasi) dengan korelasi yang cukup tinggi pada lag sekitar nol serta adanya hubungan causality dua arah dengan lag di sekitar nol.
Berikut ini akan ditunjukkan hasil pemilihan kandidat dari pengujian cross correlation. Sedangkan, untuk pengujian granger cauality akan ditampilkan dua belas (12) kandidat coincident dari tujuh belas (17) kandidat coincident yang telah terpilih. Hal ini dikarenakan pada hasil pengujian granger cauality akan diperlihatkan yang signifikan saja. a. No
Hasil Pengujian Cross Correlation Kandidat Coincident
Cross Correlation Lead/Lag
rxy
1
Bonds Issuance (BI)
0
0.8625
2
Excess LikuiditasLuar Negeri (ELFX)
0
0.4379
3
Permintaan Deposito Bank Komersial (DDBK)
0
0.8660
4
Permintaan Deposito Uang pada Survey Moneter
0
0.8244
(DD) 5
Ekspor Indonesia ke Cina (ExpChn)
0
0.8814
6
Indeks Harga Perdagangan Besar (WPI)
0
0.9937
7
Total Harga Eceran Tepung (TOT RPF)
0
0.9786
8
Total Harga Eceran Garam (TOT RPSL)
0
0.9640
9
Total Harga Eceran Tekstil (TOT RPT)
0
0.9633
10
Total Harga Eceran Semen (TOT RPC)
0
0.9942
11
Impor (M)
0
0.5888
12
Money suppply M1 (M1)
0
0.8764
13
Imports OD Thailand (M OD6)
0
0.8351
14
Net Foreign Assets (NFA)
0
0.8122
15
Produk Domestik Bruto Inggris (GDP UK)
0
0.9692
16
Produk Domestik Bruto Singapura (GDP SGP)
0
0.9643
17
Produk Domestik Bruto Jerman (GDP GERM)
0
0.7863
Berdasarkan hasil cross correlation didapatkan bahwa nilai korelasi tertinggi terjadi pada lag sekitar nol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kandidat tersebut digolongkan dalam coincident indicators.
b. No
Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Coincident H0
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
BI does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause BI ELFX does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause ELFX DDBK does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause DDBK DD does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause DD EXPCHN does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause EXPCHN TOT_RPF does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause TOT_RPF TOT_RPSL does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause TOT_RPSL M does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause M M1 does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause M1 M_OD6 does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause M_OD6 NFA does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause NFA GDP UK does not Granger Cause CPI CPI does not Granger Cause GDP UK
Granger Cusality Test Lag
Probabilitas
Hasil
Artinya
2
0.04635 0.01262
Tolak H0
Signifikan
1
1.1E-05 0.00191
Tolak H0
Signifikan
1
3.9E-12 0.02310
Tolak H0
Signifikan
1
0.00168 0.04601
Tolak H0
Signifikan
1
2.8E-11 1.9E-06
Tolak H0
Signifikan
2
0.00955 0.00215
Tolak H0
Signifikan
1
0.04849 0.04926
Tolak H0
Signifikan
1
8.2E-11 0.01669
Tolak H0
Signifikan
2
0.00027 6.3E-08
Tolak H0
Signifikan
1
0.00067 1.2E-05
Tolak H0
Signifikan
1
1.1E-09 0.00523
Tolak H0
Signifikan
2
0.02594 0.00000
Tolak H0
Signifikan
Sebelum membahas lebih lanjut hasil granger causality ini maka akan diberitahu dulu bahwa hasil nilai dari lag nol sama dengan lag dua. Sebagian besar hasil granger causality test meyebutkan bahwa nilai probability yang lebih kecil dari lima persen (5%) memiliki hubungan causality dua arah pada lag sekitar nol sampai dua (0-2) sehingga dapat disimpulkan bahwa kandidat tersebut signifikan yang berarti tolak H0. Hal ini dapat dinterpretasikan bahwa antara kandidat-kandidat tersebut dengan inflasi saling memilki pengaruh kuat sehingga kandidat tersebut digolongkan dalam coincident indicators.
c.
Grafis
Seperti halnya membaca grafis pada leading yang sering kali mengalami kesulitan dalam mengiterpretasikannya. Pada coincident pun mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya pergerakan grafik antara kandidat indikator pada coincident dengan inflasi. Kadangkala, nilai yang diperoleh diantara keduanya memiliki selisih yang terlalu jauh. Oleh karena itu, khusus pada grafis ini dibuatkan indeks pada variabel indikator atau dengan menggunakan dua aksis agar memudahkan dalam membaca grafik. Pembuatan indeks pada coincident sama seperti pembuatan indeks pada leading. Pembuatan indeks Xt = It / Iĸ’ * 100...…………………………………………(5.1) Xt = indeks ke-t It = data awal ke-t Iĸ’ = data yang diawal menjadi pembagi
300 250 200 150 100 50 0 1994
1996
1998 CPI
2000
2002
2004
2006
INDEKS_DD
Sumber: CEIC (2008)
Gambar 5.1 Hasil Pemilihan Kandidat Coincident dengan Grafis Berdasarkan pada Gambar 5.1 didapatkan bahwa secara visual pergerakan variabel indikator (indeks_DD) bergerak seiring dengan inflasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kandidat tersebut digolongkan dalam coincident indicators. Hal yang penting ditekankan dalam pemilihan kandidat ini bahwa untuk menjadi kandidat paling sedikit ada dua tahapan yang mencapai signifikan.
5.1.2
Hasil dari Mengisolir Pengaruh Musiman
Pengisoliran pengaruh musiman pada program Genhol ini sama halnya seperti yang dikerjakan pada kandidat leading. Dapat dicontohkan pada salah satu kandidat coincident yaitu ExpChn, setelah diseasonal adjust menjadi ExpChn_SA. 50000 45000 40000 35000 30000 25000
EXPCHN EXPCHN_SA
20000 15000 10000 5000
Ja n9 3 Ja n9 4 Ja n9 5 Ja n9 6 Ja n9 7 Ja n9 8 Ja n9 9 Ja n0 0 Ja n0 1 Ja n0 2 Ja n0 3 Ja n0 4 Ja n0 5 Ja n0 6 Ja n0 7
0
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 5.2 Hasil Seasonal Adjusted (SA) dengan X-12 ARIMA
Pada Gambar 5.2 setelah dihilangkan faktor musimnya dengan menggunakan X-12 ARIMA pergerakan data tidak begitu volatil sehingga tidak menyebabkan misleading. Pada pengolahan data selanjutnya di coincident index ini akan digunakan data yang telah diseasonal adjusted.
5.2
Kandidat Coincident Indicators
Setelah dilakukan seleksi atas pemilihan kandidat coincident terdapat 17 kandidat coincident yang terpilih dari 150 variabel indikator. Tabel 5.1 Tujuh Belas Kandidat Coincident Indicators Variabel
Variabel
Bonds Issuance (BI)
Indeks Harga Perdagangan Besar (WPI)
Excess LikuiditasLuar Negeri (ELFX)
Total Harga Eceran Tepung (TOT RPF)
Permintaan
Total Harga Eceran Garam (TOT RPSL)
Deposito
Bank
Komersial
(DDBK) Permintaan Deposito Uang pada Survey
Total Harga Eceran Tekstil (TOT RPT)
Moneter (DD) Ekspor Indonesia ke China (ExpChn Riil)
Total Harga Eceran Semen (TOT RPC)
Impor (M)
Produk Domestik Bruto Inggris (GDP UK)
Money suppply M1 (M1)
Produk Domestik Bruto Singapura (GDP SGP)
Imports OD Thailand (M OD6)
Produk Domestik Bruto Jerman (GDP GERM)
Net Foreign Assets (NFA Riil)
Sumber : CEIC (2008)
Namun, setelah dihilangkan faktor musimnya kandidat coincident berkurang menjadi sepuluh (10). Hal ini dikarenakan, sulitnya mencari signifikansi dari pemodelannya terutama mencari hari yang signifikan terhadap
Chiness New Year. Untuk pembahasan berikutnya sepuluh kandidat coincident inilah yang akan terus digunakan.
5.3
Hasil Penyusunan Composit Coincident Index (CI)
Tahapan business cycle analysis (BCA) yang terakhir ini yaitu prosedur perhitungan penyusunan coincident index (CI) yang berasal dari kandidatkandidat coincident indicators yang telah diseasonal adjustment. Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI “terbaik” didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan inflasi yang dilakukan dengan cara trial-error. Hasil perhitungan prosedur penyusunan composit coincident index ( CI ) dapat dilihat pada (Gambar 5.3). 3000 2500 2000 CI
1500
CPI
1000 500
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 5.3 Grafik Coincident Index dan CPI pada BCA Sama halnya dengan pergerakan grafik antara leading index dan inflasi pada BCA (Gambar 4.4). Pada Gambar 5.3 ini menunjukkan pula trend yang masih kuat sehingga kurang baik dalam membangun coincident index untuk inflasi di Indonesia.
5.4
Hasil Growth Cycle Analysis untuk Coincident Index
Pergerakan coincident index (atau disebut business cycle index) yang didapat dari business cycle analysis masih kurang memberikan gambaran coincident index untuk inflasi di Indonesia karena masih kuatnya trend. Oleh karena itu, dikembangkan dengan growth cycle analysis (GCA) untuk menghilangkan faktor trend dari business cycle index. Untuk memperoleh growth cycle index dilakukan perhitungan yaitu dengan membagi indeks siklus bisnis dengan faktor trend-nya yang dapat dilihat malalui (Gambar 5.4). 1.4 1.2 1 CI GROWTH
0.8
CPI GROWTH
0.6 0.4 0.2 2007:03:00
2006:05:00
2005:07:00
2004:09:00
2003:11:00
2003:01:00
2002:03:00
2001:05:00
2000:07:00
1999:09:00
1998:11:00
1998:01:00
1997:03:00
1996:05:00
1995:07:00
1994:09:00
1993:11:00
1993:01:00
0
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 5.4 Grafik CI Growth dan CPI pada GCA Pada Gambar 5.4 menunjukkan CI yang di growth cycle lebih terlihat pergerakan siklus dibanding business cycle-nya. Berdasarkan ukuran kebaikannya, CI Growth hampir mendekati kesamaan pergerakan atau seiring dengan inflasi.
5.5
Hasil Proyeksi Peramalan pada Coincident Index
Untuk memperoleh proyeksi peramalan coincident index dilakukan dengan menggunakan model AR(p) dan VAR(p). Hal yang sama dilakukan untuk proyeksi peramalan pada leading index.
T_CI_F CI G_CI_F
Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
0.80000 Jan-04
0.85000
0.00000 Jan-03
500.00000 Jan-02
0.90000
Jan-01
1000.00000
Jan-00
0.95000
Jan-99
1500.00000
Jan-98
1.00000
Jan-97
1.05000
2000.00000
Jan-96
2500.00000
Jan-95
1.10000
Jan-94
1.15000
3000.00000
Jan-93
3500.00000
Sumber : CEIC(2008)
Keterangan : T_CI_F : trend coincident index yang telah di forecast CI_F : coincident index yang telah di forecast G_CI_F : growth coincident index yang telah di forecast Gambar 5.5 Grafik Peramalan Coincident Index Berdasarkan Gambar 5.5 menunjukkan bahwa sampai akhir tahun 2008 mendatang coincident index untuk inflasi masih menunjukan trend yang naik terus menerus. Dengan kata lain kondisi perekonomian yang sedang berlangsung ini menunjukkan inflasi yang cenderung naik terus-menerus. Ada dua pendekatan dalam meramalkan coincident index untuk inflasi pada bulan Oktober 2007 sampai Desember 2008 yaitu Business Cycle Analysis dan Growth Cycle Analysis. 3500 3000 2500 2000
CI
1500
CPI
1000 500 Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 5.6 Grafik Peramalan CI dan CPI pada Business Cycle Analysis
1.4 1.2 1 0.8
G_CI_F
0.6
G_CPI
0.4 0.2 Jan-08
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
0
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 5.7 Grafik Peramalan Growth CI dan Growth CPI pada Growth Cycle Analysis Berdasarkan Gambar 5.6 dan Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa peramalan coincident index untuk inflasi pada growth cycle analysis masih menunjukkan coincident index yang cukup baik terhadap inflasi dibanding oleh business cycle analysis. Hal ini ditandai dengan pergerakan siklus bisnis yang masih memiliki trend yang kuat. Oleh karena itu, untuk menghilangkan faktor trend dari business cycle-nya maka dilanjutkan oleh analisis siklus pertumbuhan . Berdasarkan ukuran kebaikannya, CI Growth hampir mendekati kesamaan pergerakan dengan inflasi. Hasil peramalan inflasi oleh coincident index ini masih cukup berguna untuk mengetahui inflasi yang terjadi pada kondisi perekonomian yang sedang berlangsung.
5.6
Dekomposisi Coincident Index
Composite CI terbaik diperoleh dengan cara trial-and-error dengan mengkombinasikan komponen CI. Setelah melalui proses trial-and- error maka diperoleh kombinasi CI terbaik beserta bobotnya (Tabel 5.2).
Tabel 5.2 Kombinasi Terbaik Penyusun Coincident Index Beserta Bobotnya Komponen CEI
Bobot (%)
BI
15.04419
DDBK
10.52408
DD
15.77746
ExpChn
3.137535
M OD6
0.650182
NFA
4.950736
TOT RPSL
16.81838
TOT RPT
11.22782
WPI
21.86962
Total
100
Sumber: CEIC (2008)
Berdasarkan Tabel 5.2 diperoleh bahwa Indeks Harga Perdagangan Besar (WPI) memilki kontribusi besar terhadap penyusunan coincident index. Hal ini mengindikasikan bahwa WPI menyumbangkan pengaruh terbesar terhadap lonjakan inflasi yang dilihat dari coincident index-nya. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan WPI akan menyebabkan peningkatan inflasi itu sendiri. Sejak masa Orde Baru sebenarnya sudah dikenal adanya leading dan coincident index untuk menjaga perekonomian secara agregat. Hal ini dapat dilihat dari bahan-bahan sembilan bahan pokok (sembako). Pada masa itu Pemerintah Indonesia selalu menjaga keberadaan sembako tersebut. Namun, dengan berkembangnya zaman, bila hanya menjaga sembako saja tidak akan cukup untuk menjaga kondisi perekonomian secara agregat butuh indikatorindikator lainnnya dalam menjawab perkembangan zaman ini seperti yang ada di dalam (Tabel 4.4 dan Tabel 5.2).
Kandidat Imports: Open Date: Thailand (M OD6 Riil) memiliki kontribusi terkecil untuk inflasi. Hal ini dikarenakan tidak banyak barang-barang impor dari Thailand yang ada di Indonesia.
5.7
Hubungan Coincident Index Terhadap Kandidat- Kandidatnya
5.7.1
Hubungan kandidat-kandidat coincident index dengan inflasi dilihat dari matiks korelasi
Dari ke-10 kandidat penyusun coincident index sebagian besar memilki korelasi atau hubungan yang positif (kuat) dengan inflasi. Mengingat bahwa komponen tersebut merupakan penyusun coincident index yang bergerak seiring dengan inflasi maka dapat diartikan bahwa kandidat penyusun coincident index berhubungan erat dengan inflasi pula. Tabel 5.3 Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Coincident Index dengan Inflasi Variabel
Nilai Matriks Korelasi Korelasi Kuat (>0.8)
BI_SA
0.865262476475
CB15_SA
0.86946343874
DD_SA
0.831766998598
ExpChn_SA
0.897598837499
M_SA
0.598092140249
M_OD6_SA
0.8471396655
NFA_SA
0.815379845596
WPI
0.993717379115
TOTRPSL_SA
0.964144612385
TOTRPT_SA
0.96322782223
Sumber: CEIC (2008)
Korelasi Lemah (<0.8)
5.7.2
Hubungan Kandidat-Kandidat Coincident Index dengan Coincident Index
Ada dua cara untuk melihat hubungan kandidat-kandidat leading index dengan leading indexnya, yaitu menggunakan matrik korelasi dan melihat dari grafik garisnya. Berikut ini akan diuraikan lebih jelas mengenai kedua cara tersebut. Berdasarkan dari hasil matrik korelasi didapatkan bahwa dari ke-10 kandidat penyusun coincident index sebagian besar memilki korelasi atau hubungan yang positif (kuat) dengan coincident index-nya. Hal ini berarti bahwa kandidat penyusun coincident index tersebut memiliki pengaruh kuat terhadap coincident index. Di samping itu coincident index dibangun dari kandidatkandidat penyusunnya sendiri. Tabel 5.4 Hasil Matriks Korelasi Kandidat Penyusun Coincident Index dengan Coincident Index Variabel
Nilai Matriks Korelasi Korelasi Kuat (>0.8)
BI_SA
0.934991413869
CB15_SA
0.853671793751
DD_SA
0.901942788027
ExpChn_SA
0.932449514073
M_SA M_OD6_SA
0.63278904155 0.881614372085
NFA_SA
0.744840160556
WPI
0.955445458621
TOTRPSL_SA
0.865032892936
TOTRPT_SA
0.85593313443
Sumber: CEIC (2008)
Korelasi Lemah (<0.8)
Berdasarkan dari hasil grafik garis maka didapatkan bahwa dari ke-10 kandidat yang menyusun coincident index hampir memilki kemiripan pergerakan siklus dengan coincident index-nya. Hal ini berarti bahwa, pada setiap periode peningkatan (penurunan) dari coincident index ini diikuti dengan peningkatan (penurunan) pada kandidat penyusun coincident index-nya. Namun, pergerakan siklus CI masih memilki trend yang kuat sehingga terus naik. Pada pergerakan grafik CI menunjukkan pergerakan yang meningkat sepanjang tahun 1993 sampai
selalu
tahun 2007 yang diikuti dengan
NFA_SA. Walaupun pada pergerakan NFA_SA di sepanjang tahunnya terjadi kenaikan dan penurunan. Hampir sebagian besar kandidat penyusun CI memilki pergerakan siklus naik dan turun seperti pada grafik bar NFA_SA. 3500 3000 2500 2000
NFA_SA
1500
CI
1000
Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
0
Jan-93
500
Sumber : CEIC (2008)
Gambar 5.8 Hubungan Kandidat CI dan CI Dilihat dari Grafik Garis
5.8
Implikasi Kebijakan
Pergerakan coincident index cukup penting dalam menggambarkan situasi perekonomian yang sedang berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pemerintah dan otoritas moneter (BI) pada periode mendatang dapat mempertimbangkan kandidat-kandidat coincident index (Tabel 5.2) untuk
mendukung dalam pencapaian target inflasi. Apabila dari kandidat-kandidat coincident index ini mampu untuk menganalsis situasi inflasi yang sedang berlangsung maka akan memudahkan para pembuat kebijakan untuk mengetahui dengan tepat seberapa besar pengaruh inflasi yang terjadi pada saat perekonomian sedang berlangsung.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian skripsi yang berjudul “Mengestimasi Indeks dari Leading dan Coincident Indicators untuk Inflasi di Indonesia”, maka dapat disimpulkan bahwa dari 150 variabel yang dikumpulkan terdapat 10 kandidat leading dan 17 kandidat coincident. Namun, setelah dihilangkan faktor musimannya menjadi 10 kandidat coincident. Untuk pengolahan data selanjutnya digunakan data yang telah dihilangkan factor musimannya dengan X-12 ARIMA. Pada Business Cycle Analysis (BCA) masih belum memperlihatkan kemampuannya dalam membangun leading index (LI) dan coincident index ( CI ) dengan baik dan tepat. Hal ini disebabkan karena pergerakan siklus LI dan CI untuk inflasi masih belum terlihat jelas dan trend-nya masih kuat, inilah yang masih menjadi kendala utama bagi Indonesia. Oleh karena itu dilanjutkan dengan pengembangan business cycle analys yaitu growth cycle analysis yang bisa menghilangkan faktor trend dari business cycle index dengan menggunakan metode Hodrick-Prescott Filter (HPF). Pada Growth Cycle Analysis (GCA) pergerakan siklus LI dan CI lebih terlihat dibanding business cycle analysis. Berdasarkan ukuran kebaikan, LI Growth mampu meramalkan pergerakan inflasi dengan baik sedangkan ukuran kebaikan CI Growth yaitu pergerakannya hampir seiring dengan inflasi.
Hubungan antara komponen penyusun LI dengan CI dan antara kandidat penyusun LI dengan CI keduanya berkorelasi atau berhubungan positif (kuat). Apabila terjadi kenaikan (penurunan) pada LI dan CI akan dikuti pula oleh kenaikan (penurunan) kandidat penyusun LI dan CI. Berdasarkan hasil proyeksi peramalan LI dan CI dengan menggunakan model AR(p) dan VAR(p) didapatkan bahwa sampai akhir tahun 2008, inflasi masih menunjukan trend yang naik perlahan-lahan. Peramalan inflasi dengan growth cycle analysis masih menunjukkan leading index dan coincident index untuk inflasi yang cukup baik dibanding pada business cycle analysis. Peramalan leading index untuk inflasi masih cukup baik mendeteksi sinyal-sinyal dini untuk inflasi sehingga berguna untuk mengantisipasi tekanan inflasi yang tak terkendali seoptimal mungkin. Sedangkan untuk peramalan coincident index inflasi masih cukup baik untuk mengetahui dengan tepat seberapa besar pengaruh inflasi yang sedang berlangsung.
6.2
SARAN
Masih langkanya penggunaan siklus bisnis ini menjadikannya kurang berkembang pesat di Indonesia. Bank Indonesia pun dalam perhitungan Inflation Targeting masih mengunakan model ekonometrika yang memilki beberapa kelebihan dan kekurangan (Tabel 2.1). Adapun kekurangan pada model ekonometrika ini sebaiknya dapat mengambil manfaat dari kelebihan pada pendekatan lainnya seperti analisis siklus bisnis dengan tidak mengubah sistem
yang sudah berlaku pada Inflation Targeting Framework. Hal ini diharapkan agar pencapaian taget inflasi dapat terlaksana dengan baik. Mengingat bahwa kebijakan Inflation Targeting ini sudah diterapkan maka diharapkan pemerintah dan otoritas moneter (BI) di masa yang akan datang dapat mempertimbangkan leading index dan coincident index dari leading indicators dan coincident indicator untuk inflasi. Hal ini bertujuan agar pencapaian target inflasi dapat sesuai dengan sasarannya serta dapat mengantisipasi lonjakan inflasi yang tak terkendali pada masa yang akan datang serta lebih mengetahui pengaruh inflasi yang sedang berlangsung. Apabila dari kandidat-kandidat leading index ini mampu untuk menahan “kedatangan inflasi” maka akan mempermudah para pembuat kebijakan untuk menahan bahkan mengurangi dampak negatif dari lonjakan inflasi yang tak terkendali sehingga mereka dapat membuat kebijakan yang efektif dan efisien atau tepat pada sasarannya. Sedangkan untuk coincident index lebih berperan untuk mengetahui kondisi inflasi yang sedang berlangsung. Kemudian penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan karena masih terdapat kekurangan seperti belum idealnya dalam menggunakan periode waktu dalam membuat siklus bisnis yaitu hanya 16 tahun, padahal yang idealnya menggunakan periode waktu minimal 20 sampai 30 tahun. Dengan mencoba menggunakan model peramalan lainnya seperti pendekatan sinyal, markup model atau evaluasi qualitative ex post dalam membangun leading dan coincident index. Dapat pula ditambahkan pada penelitian skripsi ini dengan penjelasan turning point dan difussion index.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S., D.N. Setiawati, dan Sholihah. 2002. “Macroeconomic Vulnerability in Indonesia”. Thailand Development Research Institute. Ahumada, H dan M. L. Garegnani. 1999. “Hodrick-Prescott Filter in Practice”. ITDT-UTDT-UNLP. Altissimo, F., D. J. Marchetti, dan G. P. Oneto. 2000. “The Italian Business Cycle: Coincident and Leading Indicators and Some Stylized Facts”. Temi di Discussione del Servizio Studi, Number 377. Italy. Bajada. C. 2001. ”The Effect of Inflation and the Business Cycle on Revision of Macroeconomic Data”. Department of Finance and Economics. University of Technology, Sydney. Bank Indonesia. 2007. “Penguatan Pelaksanaan Kebijakaan Moneter dalam Kerangka Inflatin Targeting dan Proses Percapatan Konsolidasi Perbankan Mulai di Implementasikan” [www.bi.go.id]. http://G:/Bank %20INDONESIA/bi.htm [21 Juni 2007] Berg, A., E. Borensztein, dan C. Pattillo. 2005. ”Assessing Early Warning Systems: How Have They Worked in Practice?“. IMF Staff Papers, Vol 52, Number 3. Bokil, M dan A. Schimmelpfennig. 2005. “Three Attempts at Inflation Forecasting in Pakistan”. IMF Working Papers, No WP/05/105. Coghley, T. 2006. “Data Filter”. University of California, Davis. Daniel, W. 2008. “BI: Inflasi 2008 sekitar 6-6.5%” [Detik Finance]. http://detik finance.com [06 Februari 2008] Danih, U. 2006. Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Krisis Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Garner, C. A. 1995. “How Useful Are Leading Indicators of Inflation ? “. Economic Review. Second Quarter 1995. Federal Reserve Bank Of Kansas City. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Iannaccone, R dan E. Otranto. “Signal Extraction in Continuous Time and the Generalized Hodrick-Prescott Filter”. Direzione Centrale delle Statistiche CongiunturaliIstituto Nazionale di Statistica. Italy Masyitoh. 2006. Menguji Korelasi Broad Money Terhadap Business Cycle Indonesia Pada Periode Waktu 1990-2005 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mongardini , J and T. Saadi-Sedik. 2003. “Estimating Indexes of Coincident and Leading Indicators:An Application to Jordan”. IMF Working Papers, No. WP/03/170. Monsell, B. C. 2007. “Release Notes for Version 0.3 of X-12-ARIMA”. U.S. Census Bureau, U.S. Department of Commerce. Nasution, D. 2007. “Penyusunan Coincident dan Leading Economic Indicators”. Materi Presentasi di Intercafe April 2007. Bogor. Ramakrishnan, U dan A. Vamvakidis. 2002. “Forecasting Inflation in Indonesia”. IMF Working Paper, No WP/02/111. Ricardo, R. 2007. Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga Dengan Business Cycle dan Inflasi Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Robert H. McGuckin. 2000. “Handbook of Business Cycle Indicators”. The Conference Board: New York. Robertson, J.C dan E.W. Tallman. 1999. “Vector Autoregressions: Forecasting and Reality”. Federal Reserve Bank of Atlanta. Scholer, Klaus. 1994. “Business Climate as a Leading Indicator ? An Empirical Investigation for West Germany from 1978 to1990”. Department of Economics, University of Siegen. Stock, J. H. dan M. W. Watson. September 2005. “Has Inflation Become Harder to Forecast ?”. Department of Economics, Harvard University and National Bureau of Economic Research (NBER). Susanto,
S. 2008. “Inflasi Indonesia I :2008 Susanto.com]. http://www.steve susanto.com.
>
2007”
[Steve
Thai, B.A. 2003. “Effectiveness of The IMF Early Warning System In The Periode From The Mexician Crisis To May 2001”. Hanoi, Vietnam.
The Converence Board. 1996. Business Cycle Indicators Handbook. United States. U.S. Census Bureau. 2007. “X-12-ARIMA Reference Manual”. Statistical Research Division, Washington, DC. US Census Bureau (2007), “X-12-ARIMA Reference Manual, Version 0.3.” U.S. Census Bureau, U.S. Department of Commerce. Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika Dan Statistika Dengan Eviews. Unit Penerbit dan Percetakan. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN : Yogyakarta. Zarnowitz, V. 2000. “Growth, Business Cycle, and The Indicators: The Global and Historical Perspective”. The Conference Board: New York. Zhang, W. dan Zhuang, J. 2002. ”Leading Indicators of Business Cycle in Malaysia and the Philippines”. ERD Working Paper Series, No 32. . ADB, Manila.
LAMPIRAN 1.1 NAMA, SIMBOL, Dan SUMBER DATA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Net Foreign Assets **) Net Domestic Assets *) JSX: market capitalisation: total Commercial Bank Deposits Commercial Bank Credit Money supply M2 Money suppply M1 **) Quasi money Total Aset dan Kewajiban Total Cadangan Uang Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency *) Capital Account Total Aset dan Kewajiban Bank Komersial *) Total Cadangan Bank Komersial Aset Luar Negeri Bank Komersial *) Total Klaim pada Sektor Publik Klaim pada Sektor Publik Aset Lainnya Bank Komersial Reserve Likuiditas Rupiah Current Liabilities Likuiditas Rupiah Reserve Requirement Likuiditas Rupiah Excess Reserve Likuiditas Rupiah Reserve Likuiditas Luar Negeri (FX) *) Current Liabilities Likuiditas Luar Negeri Reserve Requirement LikuiditasLuar Negeri Excess LikuiditasLuar Negeri **) Bonds Issuance **) Stocks Issuance Aset Luar Negeri Net Other Items pada Survey Moneter Sirkulasi Peredaran Uang pada Survey Moneter Permintaan Deposito Uang pada Survey Moneter **) Permintaan Deposito Bank Komersial **) Deposito Berjangka Bank Komersial *) Total Outstanding Funds Bank Komersial
Satuan IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
Simbol NFA NDA MCP CBD CBC M2 M1 QM TAL RMT FBD
Sumber CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC BI BI BI CEIC CEIC CEIC
IDR bn IDR bn
CA TALBK
IFS CEIC
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
TCBK FABK TKSP KSP ALBK RLR CLLR RRLR
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
IDR bn IDR bn
ERLR RFX
CEIC CEIC
IDR bn
CLFX
CEIC
IDR bn
RRFX
CEIC
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
ELFX BI SI FA NOI
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
IDR bn
CiC
CEIC
IDR bn
DD
CEIC
IDR bn
DDBK
CEIC
IDR bn
TDBK
CEIC
IDR bn
TOFBK
CEIC
36
Produk Domestik Bruto Indonesia
IDR bn
37 38 39 40 41 42 43 44
Indeks Gabungan Jakarta Indeks Produksi Perindustrian Ekspor Impor **) Trade Balance Sertifikat Bank Indonesia Indeks Harga Konsumen Trade Balance untuk Non Oil dan Gas Impor Barang Konsumen Impor Material Mentah Impor Barang Modal Ekspor Open Date (OD) System untuk Non Oil and Gas Impor OD System untuk Non Oil and Gas Trade Balance OD System untuk Non Oil and Gas Imports OD USA Imports OD Kanada Imports OD Malaysia Imports OD Filipina Imports OD Singapura Imports OD Thailand **) Imports OD India Imports OD Jepang Imports OD Korea Selatan Imports OD Pakistan Imports OD Arab Saudi Imports OD Taiwan Imports OD Inggris Imports OD Jerman Imports OD Italia Imports OD Prancis Total Turnover Nilai Market Total Perdagangan melalui Tipe Investor Nilai Total Pembelian Perdagangan melalui Tipe Investor Nilai Total Penjualan Perdagangan melalui Tipe Investor Nilai Net Pembelian Luar Negeri untuk Perdagangan melalui Tipe Investor Rata-rata Penempatan Ruanh Hotel di Jakarta Rata-rata Penempatan Ruanh Hotel di Bali Ekspor Indonesia ke Jepang
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
% % IDR bn IDR bn IDR bn % % IDR bn
GDP Indonesia JCI IPI X M TB SBI IHK TB1
CEIC CEIC CEIC IFS IFS CEIC BI CEIC CEIC
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
M1 M2 M3 X OD
CEIC CEIC CEIC CEIC
IDR bn
M OD
CEIC
IDR bn
TB OD
CEIC
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
M OD1 M OD 2 M OD 3 M OD 4 M OD 5 M OD 6 M OD 7 M OD 8 M OD 9 M OD 10 M OD 11 M OD 12 M OD 13 M OD 14 M OD 15 M OD 16 TRN MTV
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
IDR bn
BTV
CEIC
IDR bn
STV
CEIC
IDR bn
NFPV
CEIC
%
HRO1
CEIC
%
HRO2
CEIC
IDR bn
ExpJpn
CEIC
75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117
Ekspor Indonesia ke Cina **) Ekspor Indonesia ke Singapura *) Ekspor Indonesia ke India Ekspor Indonesia ke USA *) Ekspor Indonesia ke Inggris *) Ekspor Indonesia ke Jerman *) Impor Indonesia dari Jepang Impor Indonesia dari Cina Impor Indonesia dari Singapura Impor Indonesia dari India Impor Indonesia dari USA Impor Indonesia dari Inggris Impor Indonesia dari Jerman Indeks Harga Perdagangan Besar **) Penjualan Motor Vehicle U.S Crude Oil Ending Stocks Excluding SPR U.S Crude Oil Ending Stocks SPR U.S Total Crude Oil and Petroleum Products Ending Stocks Excluding SPR Kedatangan Turis dari empat Pintu Gerbang Utama Total Harga Eceran Emas Total Harga Eceran Beras Total Harga Eceran Gula Total Harga Eceran Tepung **) Total Harga Eceran Garam **) Total Harga Eceran Garam Ikan Total Harga Eceran Tekstil **) Total Harga Eceran Deterjen Total Harga Eceran Semen **) Produk Domestik Bruto USA Produk Domestik Bruto Singapura **) Produk Domestik Bruto Inggris **) Produk Domestik Bruto Jepang Produk Domestik Bruto Jerman **)
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn % Unit Thousand Barrels
ExpChn ExpSgp ExpInd ExpUSA ExpUK ExpGerm ImpJpn ImpChn ImpSgp ImpInd ImpUSA ImpUK ImpGerm WPI MVS COESE
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC EIA
Thousand Barrels Thousand Barrels
COES TCO
EIA EIA
Orang
TVA
CEIC
Gr Kg Kg Gr Gr Gr Lt Kg Kg USD bn SGD mn
TOT RPG TOT RPR TOT RPS TOT RPF TOT RPSL TOT RPSF TOT RPT TOT RPD TOT RPC GDP USA GDP SGP
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
GBP mn JPY bn EUR bn
CEIC CEIC CEIC
Produk Domestik Bruto Cina Neraca Pembayaran CA Neraca Pembayaran FA Neraca Pembayaran untuk Overall Balance Neraca Pembayaran untuk Monetary Movement Ekspor Indonesia ke Hong Kong Ekspor Indonesia ke Korea Utara Ekspor Indonesia ke Korea Selatan Ekspor Indonesia ke Taiwan Ekspor Indonesia ke Thailand
RMB bn USD mn USD mn USD mn
GDP UK GDP JPN GDP GERM GDP CHN BOPCA BOPFA BOPOB
CEIC CEIC CEIC CEIC
USD mn
BOPCA
CEIC
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
ExpHk ExpKorut ExpKorsel ExpTwn ExpThai
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 142 143 144 145 146 147 148 149 150
Ekspor Indonesia ke Malaysia Ekspor Indonesia ke Brunei Darussalam Ekspor Indonesia ke Vietnam Impor Indonesia dari Hong Kong Impor Indonesia dari Korea Utara Impor Indonesia dari Korea Selatan Impor Indonesia dari Taiwan Impor Indonesia dari Thailand Impor Indonesia dari Malaysia Impor Indonesia dari Brunei Darussalam Impor Indonesia dari Vietnam Penjualan Komersial Semen Total Konsumsi Semen Konsumsi Semen untuk Ekspor Penjualan Domestik Seluruh Bahan Bakar Produksi The Produksi Kopi Produksi Tembakau Produksi Bauksit Produksi Emas Produksi Silver Produksi Gula Produksi Minyak Investasi Luar Negeri USA Investasi Luar Negeri Inggris Investasi Luar Negeri Jepang Investasi Luar Negeri Hong Kong Investasi Luar Negeri Korea Selatan Investasi Luar Negeri Malaysia Investasi Luar Negeri Singapura Investasi Luar Negeri Australia Total Kedatangan Turis di Empat Pintu Gerbang Utama
Keterangan: *) kandidat leading **) kandidat coincident
IDR bn IDR bn
ExpMly ExpBD
CEIC CEIC
IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn IDR bn
ExpVtn ImpHk ImpKorut ImpKorsel ImpTwn ImpThai ImpMly ImpBD
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
IDR bn Ton th Ton th Ton th Kiloliter
ImpVtn PKS TKS XKS PDF
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
Ton th Ton th Ton th Metric ton Kg Kg Ton th
ProdTeh ProdKopi ProdTemb ProdBauk ProdGold ProdSilver ProdGula ProdMiny InvUSA InvUK InvJpn InvHk InvKorsel InvMly InvSgp InvAus THRO
CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC CEIC
USD mn USD mn USD mn USD mn USD mn USD mn USD mn USD mn Person
LAMPIRAN 1.2 PERHITUNGAN X-12 ARIMA Kandidat Leading
Salah satu contoh yang diambil adalah TALBK User-defined BeforeCNY BetweenCNY AfterCNY BetweenIdulFitri AfterIdulFitri
0.1122 -0.0562 0.0874 -0.0288 0.0350
0.04443 0.01487 0.03860 0.00993 0.01176
2.53 3.78 2.26 2.90 2.98
Berdasarkan hasil user defined di atas maka dapat disimpulkan bahwa seluruh kombinasi hari ini adalah signifikan. Hal ini dikarenakan bahwa nilai aktual lebih besar dari nilai t statitik (1.96) yang berarti tolak H0.
Kandidat Coincident
Salah satu contoh yang diambil adalah DD_ Riil : User-defined BeforeCNY BetweenCNY AfterCNY BeforeIdulFitri BetweenIdulFitri AfterIdulFitri
0.0709 -0.0134 0.0545 -0.0304 0.0352 -0.0267
0.03031 0.01000 0.02578 0.01231 0.01120 0.01294
2.34 1.34 2.12 2.47 3.15 2.06
Berdasarkan hasil user defined di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kombinasi hari ini adalah signifikan karena nilai aktual lebih besar dari nilai t statitik (1.96). Namun pada between CNY tidak signifikan karena nilai aktual lebih besar dari nilai t statistik. Hal ini tidak bermasalah karena hanya satu petunjuk yang tidak siignifikan yaitu di Chinese New Year (CNY). Dalam membaca user defined lebih ditekankan pada kesignifikanan dari Idul Fitri (IF).
DIAGNOSTIC CHECKING Sample Autocorrelations of the Residuals
-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0 +----+----+----+----+----+----+----+----+----+---+ 1
.
X|
.
2
.
3
.
X|
.
4
.
X|
.
5
.
|
.
6
.
|X
.
7
. XX|
8
.
9
. XX|
-0.039 |XXX.
0.123
-0.050
-0.043
0.011
0.052 .
-0.094 |XX .
0.077 .
-0.082 10
.
|XX .
11
.
|
0.084 .
0.004
Berdasarkan hasil diagnostics checking diatas, maka DD_Riil memilki model ARIMA paling baik. Hal ini dikarenakan, dengan melihat garis bartlet tersebut semakin berada didalam garis bartlet maka model ARIMA semakin baik. Oleh karena pada DD_Riil tidak ada satupun yang keluar dari garis barllet ini maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut paling baik.
Tampilan dari Program Genhol untuk X-12 ARIMA, sebagai berikut: Contoh xxx.inp (RFX.inp – Notepad) global{ numhol = 2 outfile = "D:\ RFX \ RFX.dat" } holiday1{ name = CNY Sumber begbefore: =folder -30 genhol (2008) endbefore = -2 begafter = 1 endafter = 19 infile = "D:\ RFX \CnyInd.dat" center = calendar } holiday2{ name = IdulFitri #begbefore = -21 endbefore = -7 begafter = 1 endafter = 21 infile = "D:\ RFX \IFHolInd.dat" center = mean }
Contoh xxx.spc (RFX.spc – Notepad) TRANSFORM
{function=AUTO}
REGRESSION
{ variables user
= (td) = ( BeforeCNY BetweenCNY AfterCNY BetweenIdulFitri AfterIdulFitri ) = "D:\ RFX \ RFX.dat" = "datevalue" = 1970.1
file format start usertype = holiday print = (none)} ARIMA {model = (2 2 1) (2 2 1)12} X11 {save = (d11 d12 d16) print = (none +d16 +d18)} FORECAST {maxlead = 38} CHECK {print = (none +acfplot +acfsquaredplot +normalitytest)} OUTLIER {} SLIDINGSPANS {print = (none +ssftest +percent)}
HASIL X-12 ARIMA dari DD_Riil
Periode
Jan-93 Feb-93 Mar-93 Apr-93 May-93 Jun-93 Jul-93 Aug-93 Sep-93 Oct-93 Nov-93 Dec-93 Jan-94 Feb-94 Mar-94 Apr-94 May-94 Jun-94 Jul-94 Aug-94 Sep-94 Oct-94 Nov-94 Dec-94 Jan-95 Feb-95 Mar-95 Apr-95 May-95 Jun-95 Jul-95 Aug-95 Sep-95 Oct-95 Nov-95 Dec-95 Jan-96 Feb-96 Mar-96
Data Asli DD_Riil
Seasonal Factor DD_Riil
Seasonal Adjusted DD_Riil
(DA)
(SF)
SA = DA*SF
496.5773 489.003 498.3116 490.6673 485.7443 514.3633 510.9657 565.7557 581.589 584.7893 597.4995 590.3438 603.9829 635.4416 573.944 588.581 592.3314 606.5321 587.4337 606.4392 604.1035 638.027 645.7292 643.5361 632.123 629.9695 607.227 596.7758 609.6251 635.5521 649.2009 661.3733 661.7297 694.5699 687.7616 703.767 691.0177 696.1719 679.1619
0.99895 0.997579 0.982318 0.956784 0.954556 0.997374 0.973419 1.012877 1.010914 1.01298 1.035273 1.034877 1.016023 1.007436 0.965241 0.959806 0.967671 1.000245 0.974533 1.014174 1.005733 1.023495 1.016042 1.023044 1.027132 0.989433 0.97748 0.966026 0.980921 1.008644 0.992226 0.988368 0.990441 1.022972 1.008749 1.022411 1.009862 1.052399 0.968335
497.0993 490.1899 507.2814 512.8299 508.8693 515.7178 524.9184 558.563 575.3102 577.2963 577.1423 570.448 594.4576 630.7516 594.6119 613.2292 612.1205 606.3833 602.7851 597.9637 600.66 623.3809 635.5341 629.0402 615.4254 636.6975 621.2169 617.764 621.4823 630.1057 654.2871 669.1568 668.1161 678.9728 681.7966 688.3408 684.2691 661.5095 701.3709
LAMPIRAN 1.3 Perhitungan Prosedur Penyusunan Composit Coincident Index ( CI ) dan Leading Index ( LI ) Periode
CB11_SA
Jan-93 Feb-93 Mar-93 Apr-93 May-93 Jun-93 Jul-93 Aug-93 Sep-93 Oct-93 Nov-93 Dec-93 Jan-94 Feb-94 Mar-94 Apr-94 May-94 Jun-94 Jul-94 Aug-94 Sep-94 Oct-94 Nov-94 Dec-94
28.05508 26.96491 26.1465 27.01622 28.79653 28.64115 29.7492 29.68046 30.33028 30.7229 30.88203 30.29315 30.83992 31.27444 32.11219 32.74412 32.04403 31.3624 30.48123 30.4227 30.50561 31.87914 31.87963 32.22948
MoM CB11_SA (Xt)
-3.96282 -3.08187 3.271932 6.379582 -0.54104 3.795306 -0.23131 2.16567 1.286177 0.516612 -1.92523 1.788771 1.399098 2.643303 1.948722 -2.16117 -2.15006 -2.84966 -0.19219 0.272153 4.403399 0.00154 1.091417
Adjustmen t terhadap MoM Change setiap kompone mt= rx *Xt
Jumlah MoM change yang telah di adjust (it)
-0.3525 -0.27414 0.291047 0.56748 -0.04813 0.337602 -0.02058 0.192642 0.114409 0.045954 -0.17125 0.159116 0.124453 0.235129 0.173344 -0.19224 -0.19125 -0.25348 -0.0171 0.024209 0.391694 0.000137 0.097084
1.385626 -2.53614 0.138212 -0.14374 -1.96869 -0.07675 3.501326 0.721954 2.156259 0.818858 0.095915 -2.39986 3.774826 0.671161 1.031751 0.617383 1.044829 -1.43295 -1.25234 1.161611 2.0179 -0.85697 1.381645
Adjustme nt (a) = jml it dibagi jml observasi
0.326893
It’= it+a
1.712519 -2.20925 0.465104 0.183152 -1.6418 0.250138 3.828219 1.048847 2.483151 1.14575 0.422807 -2.07297 4.101719 0.998054 1.358644 0.944276 1.371722 -1.10605 -0.92545 1.488504 2.344792 -0.53008 1.708538
Indeks leading =it1* (200+it’)/ (200-it’) 100 101.3953 98.85596 98.99269 98.8505 96.9234 96.84904 100.3005 101.0272 103.2294 104.0781 104.178 101.7075 105.6207 106.3319 107.4347 108.1 109.2354 107.6813 106.3411 107.5836 109.7767 108.8399 110.3542
LAMPIRAN 1.4 GROWTH CYCLE ANALYSIS
Berikut ini hasil dari pengolahan Growth Cycle PERIODE Jan-93 Feb-93 Mar-93 Apr-93 May-93 Jun-93 Jul-93 Aug-93 Sep-93 Oct-93 Nov-93 Dec-93 Jan-94 Feb-94 Mar-94 Apr-94 May-94 Jun-94
LI 100 101.3953 98.85596 98.99269 98.8505 96.9234 96.84904 100.3005 101.0272 103.2294 104.0781 104.178 101.7075 105.6207 106.3319 107.4347 108.1 109.2354
LI Filter 92.16989 92.91444 93.65953 94.40629 95.15622 95.91114 96.67311 97.44426 98.22676 99.02295 99.83537 100.6669 101.5206 102.3998 103.3081 104.2489 105.2261 106.2437
LI Growth = LI/ LI Filter 1.084953 1.091276 1.055482 1.048581 1.038823 1.010554 1.00182 1.029311 1.02851 1.042479 1.042498 1.034879 1.001842 1.031454 1.02927 1.03056 1.027312 1.028159
Grafik Hasil HP Filter Hodrick-Prescott Filter (lambda=14400)
Hodrick-Prescott Filter (lambda=14400) 400
2500 2000
300
1500
150
1000
100
500
50
120
200
80 100
40 0
0
0
0 -50
-40
-100
-80 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 CI
Trend
Cycle
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 LI
Trend
Cycle
LAMPIRAN 1.5 PROYEKSI PERAMALAN INFLASI
VAR Stability Condition Check pada Leading Index untuk Inflasi Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LI_GROWTH) D(CB11_SA_GROWTH) D(CB16_SA_GROWTH) D(CB1_SA_GROWTH) D(EXPGERM_SA_GROWTH) D(EXPSGP_SA_GROWTH) D(EXPUK_SA_GROWTH) D(EXPUSA_SA_GROWTH) D(NDA_SA_GROWTH) Exogenous variables: C Lag specification: 1 10 Date: 07/27/08 Time: 14:14 Root 0.339968 + 0.909171i 0.339968 - 0.909171i -0.133732 - 0.957918i -0.133732 + 0.957918i -0.765994 + 0.587722i -0.765994 - 0.587722i 0.743445 + 0.614020i 0.743445 - 0.614020i 0.608369 + 0.746442i 0.608369 - 0.746442i 0.478691 - 0.835003i 0.478691 + 0.835003i -0.835190 - 0.470207i -0.835190 + 0.470207i -0.684012 + 0.665035i -0.684012 - 0.665035i 0.165142 - 0.939117i 0.165142 + 0.939117i 0.938065 - 0.163656i 0.938065 + 0.163656i 0.028763 + 0.951115i 0.028763 - 0.951115i -0.295197 + 0.901835i -0.295197 - 0.901835i -0.948834 -0.924648 + 0.201387i -0.924648 - 0.201387i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.970655 0.970655 0.967208 0.967208 0.965487 0.965487 0.964225 0.964225 0.962958 0.962958 0.962484 0.962484 0.958456 0.958456 0.954015 0.954015 0.953527 0.953527 0.952234 0.952234 0.951550 0.951550 0.948919 0.948919 0.948834 0.946325 0.946325
VAR Stability Condition Check pada Coincident Index untuk Inflasi Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(CI_GROWTH) D(BI_SA_GROWTH) D(CB15_SA_GROWTH) D(DD_SA_GROWTH) D(EXPCHN_SA_GROWTH) D(M_OD6_SA_GROWTH) D(NFA_SA_GROWTH) D(TOTRPSL_SA_GROWTH) D(TOTRPT_SA_GROWTH) D(WPI_GROWTH) Exogenous variables: C Lag specification: 1 10 Date: 08/15/08 Time: 04:32 Root 0.959614 - 0.179408i 0.959614 + 0.179408i 0.738395 - 0.633785i 0.738395 + 0.633785i -0.312951 + 0.906180i -0.312951 - 0.906180i -0.513368 + 0.808857i -0.513368 - 0.808857i 0.392218 - 0.871377i 0.392218 + 0.871377i -0.151788 + 0.939741i -0.151788 - 0.939741i 0.885275 + 0.345569i 0.885275 - 0.345569i -0.894833 - 0.317049i -0.894833 + 0.317049i 0.546956 + 0.770454i 0.546956 - 0.770454i 0.874925 - 0.356324i 0.874925 + 0.356324i 0.824282 - 0.460683i 0.824282 + 0.460683i 0.274316 + 0.902212i 0.274316 - 0.902212i -0.730994 - 0.594071i -0.730994 + 0.594071i -0.623801 - 0.705421i -0.623801 + 0.705421i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.976241 0.976241 0.973093 0.973093 0.958697 0.958697 0.958017 0.958017 0.955580 0.955580 0.951921 0.951921 0.950331 0.950331 0.949339 0.949339 0.944860 0.944860 0.944701 0.944701 0.944283 0.944283 0.942993 0.942993 0.941952 0.941952 0.941672 0.941672
Lag Optimal pada Coincident Index untuk Inflasi VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(CI_GROWTH) D(BI_SA_GROWTH) D(CB15_SA_GROWTH) D(DD_SA_GROWTH) D(EXPCHN_SA_GROWTH) D(M_OD6_SA_GROWTH) D(NFA_SA_GROWTH) D(TOTRPSL_SA_GROWTH) D(TOTRPT_SA_GROWTH) D(WPI_GROWTH) Exogenous variables: C Date: 08/15/08 Time: 04:35 Sample: 1993:01 2008:12 Included observations: 175 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1
2922.050 3110.646
NA 353.4828*
1.67E-27 6.06E-28*
-33.28057 -34.29310*
-33.09973* -32.30381
-33.20722 -33.48619*
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Model AR(p) pada Leading Index untuk Inflasi Dependent Variable: T_LI Method: Least Squares Date: 07/27/08 Time: 10:26 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C T_LI(-1)
3.093035 0.992711
0.309999 0.001258
9.977573 789.3682
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.999721 0.999719 1.145967 228.5037 -272.7072 0.004186
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
238.1043 68.39010 3.121673 3.157701 623102.1 0.000000
Model AR(p) pada Coincident Index untuk Inflasi Dependent Variable: T_CI Method: Least Squares Date: 08/15/08 Time: 04:21 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C T_CI(-1)
0.738319 1.015601
0.153204 0.000172
4.819189 5899.041
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.999995 0.999995 1.265315 278.5778
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
708.0024 564.2376 3.319818 3.355846
Log likelihood Durbin-Watson stat
-290.1440 0.009495
F-statistic Prob(F-statistic)
34798680 0.000000
Uji Stasioneritas pada Coincident Index untuk Inflasi Variabel
Nilai ADF
Nilai Krirtis Mc Kinnon 1%
5% *
10%
Keterangan
G_BI_SA
-4.830475
-3.468749
-2.878311
-2.575791
Stasioner
G_DDBK_SA
-4.813203
-3.469451
-2.878618
-2.575954
Stasioner
G_DD_SA
-3.440468
-3.468072
-2.878015
-2.575632
Stasioner
G_ExpChn_SA
-5.477499
-3.469451
-2.878618
-2.575954
Stasioner
G_M_OD6_SA
-4.697192
-3.470179
-2.878937
-2.576124
Stasioner
G_NFA_SA
-4.060104
-3.469451
-2.878618
-2.575954
Stasioner
G_TOTRPSL_
-2.846046
-3.467851
-2.877919
-2.575581
Stasioner
G_TOTRPT_SA
-3.303799
-3.468295
-2.878113
-2.575684
Stasioner
G_WPI_SA
-4.478778
-3.468980
-2.878413
-2.575844
Stasioner
SA
Model VAR(p) pada Leading Index untuk Inflasi Vector Autoregression Estimates Date: 08/11/08 Time: 23:44 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
LI_GROWTH CB11_SA_G CB16_SA_GR CB1_SA_GR EXPGERM_S EXPSGP_S EXPUK_ ROWTH OWTH OWTH A_GROWTH A_GROWT _GROW H LI_GROWTH(-1)
-0.353188 (0.88933) [-0.39714]
2.094528 (1.49524) [ 1.40080]
-0.493930 (0.57470) [-0.85945]
-0.436465 (0.88971) [-0.49057]
-4.434889 (2.44594) [-1.81316]
-2.041136 (2.81832) [-0.72424]
-3.25144 (2.2369 [-1.4534
CB11_SA_GROWT H(-1)
0.129225
0.588677
0.077282
0.058383
0.386279
0.191460
0.30276
(0.09691) [ 1.33348]
(0.16293) [ 3.61304]
(0.06262) [ 1.23407]
(0.09695) [ 0.60220]
(0.26653) [ 1.44931]
(0.30710) [ 0.62344]
(0.2437 [ 1.2420
0.042788
-1.081876
0.840646
-0.154061
0.883701
0.195267
0.5590
(0.25611) [ 0.16707]
(0.43059) [-2.51254]
(0.16550) [ 5.07944]
(0.25621) [-0.60130]
(0.70437) [ 1.25460]
(0.81160) [ 0.24059]
(0.6442 [ 0.8677
0.384569
-0.196751
0.118314
0.955875
1.455384
0.471988
0.67324
(0.21860) [ 1.75924]
(0.36753) [-0.53533]
(0.14126) [ 0.83754]
(0.21869) [ 4.37089]
(0.60121) [ 2.42074]
(0.69275) [ 0.68133]
(0.5498 [ 1.2244
-0.019515
-0.097316
-0.002531
0.013931
0.187205
0.009257
0.17123
(0.05969) [-0.32696]
(0.10035) [-0.96975]
(0.03857) [-0.06561]
(0.05971) [ 0.23331]
(0.16416) [ 1.14039]
(0.18915) [ 0.04894]
(0.1501 [ 1.1405
0.078077
-0.079610
0.044298
0.044681
0.435066
0.426867
0.2613
(0.04837) [ 1.61424]
(0.08132) [-0.97896]
(0.03126) [ 1.41726]
(0.04839) [ 0.92339]
(0.13303) [ 3.27051]
(0.15328) [ 2.78489]
(0.1216 [ 2.1478
0.096429
-0.112186
0.044118
0.076603
0.455699
0.479261
0.3314
(0.07687) [ 1.25444]
(0.12924) [-0.86803]
(0.04967) [ 0.88814]
(0.07690) [ 0.99610]
(0.21142) [ 2.15546]
(0.24360) [ 1.96739]
(0.1933 [ 1.7140
0.008158
-0.386197
0.003681
-0.095883
0.485784
0.272899
0.62054
(0.09298) [ 0.08774]
(0.15633) [-2.47045]
(0.06009) [ 0.06127]
(0.09302) [-1.03079]
(0.25572) [ 1.89966]
(0.29465) [ 0.92617]
(0.2338 [ 2.6532
0.262071
-0.466189
0.019375
0.174977
0.909311
1.292572
1.16036
(0.17685) [ 1.48186]
(0.29734) [-1.56785]
(0.11429) [ 0.16953]
(0.17693) [ 0.98898]
(0.48640) [ 1.86948]
(0.56045) [ 2.30631]
(0.4448 [ 2.6084
0.371464 (0.09584) [ 3.87580]
0.732482 (0.16114) [ 4.54565]
0.348360 (0.06193) [ 5.62463]
0.361710 (0.09588) [ 3.77243]
0.239143 (0.26359) [ 0.90724]
-0.299369 (0.30373) [-0.98566]
0.17233 (0.2410 [ 0.7148
0.612692 0.591694 0.439688
0.637417 0.617759 1.242898
0.529991 0.504508 0.183613
0.720693 0.705550 0.440059
0.518777 0.492686 3.325878
0.600443 0.578780 4.415661
0.53936 0.51439 2.78192
CB16_SA_GROWT H(-1)
CB1_SA_GROWTH (-1)
EXPGERM_SA_GR OWTH(-1)
EXPSGP_SA_GRO WTH(-1)
EXPUK_SA_GROW TH(-1)
EXPUSA_SA_GRO WTH(-1)
NDA_SA_GROWTH (-1)
C
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids
S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.051466 29.17775 277.5781 -3.040661 -2.860519 0.998531 0.080543
Determinant Residual Covariance Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
0.086529 32.42512 186.1342 -2.001525 -1.821384 0.996042 0.139957
0.033258 20.79829 354.4229 -3.913896 -3.733755 0.998373 0.047248
0.051487 47.59199 277.5038 -3.039816 -2.859675 0.998504 0.094885
0.141546 19.88381 99.51685 -1.017237 -0.837096 0.995684 0.198729
0.163096 27.71777 74.57555 -0.733813 -0.553672 0.993504 0.251298
0.12945 21.5969 115.233 -1.19582 -1.01568 0.99524 0.18577
3.86E-25 2699.260 -29.65069 -28.02942
Model VAR(p) pada Coincident Index untuk Inflasi Vector Autoregression Estimates Date: 08/15/08 Time: 04:39 Sample(adjusted): 1993:03 2007:09 Included observations: 175 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
D(CI_GRO D(BI_SA_GR D(CB15_SA D(DD_SA_ D(EXPCHN D(M_OD6_ D(NFA_SA_ D( WTH) OWTH) _GROWTH) GROWTH) _SA_GRO SA_GROW GROWTH) L_S WTH) TH) D(CI_GROWTH(-1)) -0.179497 (0.25064) [-0.71614] D(BI_SA_GROWTH (-1))
D(CB15_SA_GRO WTH(-1))
D(DD_SA_GROWT H(-1))
D(EXPCHN_SA_G ROWTH(-1))
D(M_OD6_SA_GR OWTH(-1))
D(NFA_SA_GROW TH(-1))
-0.118047 (0.41148) [-0.28688]
0.876703 (0.75080) [ 1.16770]
0.528334 (0.41268) [ 1.28024]
-3.663832 (2.29639) [-1.59547]
4.928185 (5.93258) [ 0.83070]
2.322954 (1.59007) [ 1.46091]
-1 (0 [-2
0.016876
0.214374
-0.157536
0.041047
0.288230
-1.267082
-0.621967
0
(0.06667) [ 0.25314]
(0.10945) [ 1.95873]
(0.19970) [-0.78888]
(0.10977) [ 0.37395]
(0.61079) [ 0.47189]
(1.57794) [-0.80299]
(0.42293) [-1.47063]
(0 [1
-0.047390
-0.096085
0.200666
0.018006
1.142301
1.074901
0.103780
-0
(0.05750) [-0.82413]
(0.09440) [-1.01783]
(0.17225) [ 1.16499]
(0.09468) [ 0.19018]
(0.52684) [ 2.16823]
(1.36105) [ 0.78976]
(0.36479) [ 0.28449]
(0 [-1
0.088705
0.117428
-0.253075
-0.275575
0.462864
-1.565103
-0.373825
0
(0.07926) [ 1.11917]
(0.13012) [ 0.90245]
(0.23742) [-1.06594]
(0.13050) [-2.11167]
(0.72618) [ 0.63740]
(1.87603) [-0.83426]
(0.50282) [-0.74346]
(0 [2
0.009023
0.029769
-0.060160
0.009389
-0.142173
-0.151875
-0.126553
0
(0.01209) [ 0.74655]
(0.01984) [ 1.50035]
(0.03620) [-1.66174]
(0.01990) [ 0.47181]
(0.11073) [-1.28394]
(0.28607) [-0.53090]
(0.07667) [-1.65056]
(0 [2
-0.001397
-0.001733
-0.000434
0.003556
-0.051737
-0.290225
-0.018066
-0
(0.00322) [-0.43428]
(0.00528) [-0.32810]
(0.00964) [-0.04503]
(0.00530) [ 0.67139]
(0.02947) [-1.75533]
(0.07615) [-3.81146]
(0.02041) [-0.88523]
(0 [-2
0.022604
0.039570
-0.041215
-0.054681
-0.106523
-0.623896
-0.219545
0
(0.02163)
(0.03552)
(0.06480)
(0.03562)
(0.19820)
(0.51204)
(0.13724)
(0
[ 1.04486]
[ 1.11417]
[-0.63602]
[-1.53516]
[-0.53745]
[-1.21844]
[-1.59972]
[1
0.000706
-0.127156
-0.415106
-0.293989
0.159824
-0.514016
-0.506429
0
(0.07157) [ 0.00986]
(0.11750) [-1.08219]
(0.21439) [-1.93621]
(0.11784) [-2.49476]
(0.65574) [ 0.24373]
(1.69406) [-0.30342]
(0.45405) [-1.11537]
(0 [5
0.022163
-0.126013
-0.066129
-0.064070
-0.015510
-0.988478
0.231299
0
(0.05373) [ 0.41252]
(0.08820) [-1.42866]
(0.16094) [-0.41090]
(0.08846) [-0.72427]
(0.49225) [-0.03151]
(1.27169) [-0.77730]
(0.34084) [ 0.67861]
(0 [1
D(WPI_GROWTH(- -0.039741 1)) (0.08896) [-0.44671]
-0.369679
-0.733885
-0.293504
0.601090
-1.123650
-1.326717
0
(0.14605) [-2.53116]
(0.26649) [-2.75392]
(0.14648) [-2.00374]
(0.81508) [ 0.73746]
(2.10571) [-0.53362]
(0.56438) [-2.35075]
(0 [2
0.000158 (0.00147) [ 0.10713]
0.000287 (0.00242) [ 0.11874]
0.000297 (0.00441) [ 0.06738]
0.000453 (0.00242) [ 0.18711]
-0.001914 (0.01349) [-0.14194]
-0.009770 (0.03484) [-0.28043]
-0.001157 (0.00934) [-0.12393]
-0 (0 [-0
0.029453 -0.029726 0.062100 0.019459 0.497694 446.7686 -4.980212 -4.781283 0.000148 0.019176
0.224452 0.177163 0.167369 0.031946 4.746351 360.0155 -3.988749 -3.789819 0.000349 0.035218
0.082995 0.027080 0.557209 0.058289 1.484301 254.7758 -2.786009 -2.587079 0.000574 0.059095
0.126206 0.072926 0.168349 0.032039 2.368731 359.5047 -3.982911 -3.783982 0.000493 0.033276
0.136722 0.084083 5.212757 0.178284 2.597364 59.13251 -0.550086 -0.351156 -0.000784 0.186288
0.107185 0.052745 34.79065 0.460585 1.968865 -106.9635 1.348154 1.547083 -0.005700 0.473234
0.112884 0.058791 2.499238 0.123447 2.086870 123.4558 -1.285209 -1.086279 -0.000534 0.127244
0 0 0 0 4 3 -4 -4 -0 0
D(TOTRPSL_SA_G ROWTH(-1))
D(TOTRPT_SA_GR OWTH(-1))
C
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resides S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant Residual Covariance Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
3.30E-28 3053.842 -33.64390 -31.65461