ANALISIS INTERVENSI BANK INDONESIA TERHADAP KURS INDONESIA 2008.1 – 2015.12: PENDEKATAN ARIMA GARCH
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Disusun oleh : ARISKI PRIYANTO NIM. 12020112130020
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016 i
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
: Ariski Priyanto
Nomor Induk Mahasiswa
: 12020112130020
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/IESP
Judul Skripsi
:
ANALISIS
INTERVENSI
BANK
INDONESIA
TERHADAP
KURS
INDONESIA
2008.1
–
2015.12:
PENDEKATAN ARIMA GARCH Dosen Pembimbing
: Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D.
Semarang, 2 Desember 2016 Dosen Pembimbing
(Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D.) NIP. 19740427 199903 1001
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun
: Ariski Priyanto
Nomor Induk Mahasiswa : 12020112130020 Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/IESP
Judul Skripsi
: ANALISIS INTERVENSI BANK INDONESIA TERHADAP KURS INDONESIA 2008.1 – 2015.12: PENDEKATAN ARIMA GARCH
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 20 Desember 2016 Tim Penguji: 1. Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D.
(………………………………….)
2. Banatul Hayati, S.E., M.Si.
(………………………………….)
3. Jaka Aminata, S.E., MA., Ph.D
(………………………………….)
Mengetahui, Pembantu Dekan I,
Anis Chariri, SE., M.Com., Ph.D., Akt. NIP. 19670809 199203 1001
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Ariski Priyanto, menyatakan bahwa skripsi dengan Judul: Analisis Intervensi Bank Indonesia Terhadap Kurs Indonesia 2008.1 – 2015.12: Pendekatan ARIMA GARCH, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolaholah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 2 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,
(Ariski Priyanto) NIM: 12020112130020
iv
“Saya meminta kekuatan, dan Allah memberi saya kesulitan untuk membuat saya kuat” – Salahuddin Al-Ayyubi.
“Tidak mungkin adalah kosakata yang hanya ditemukan di kamus orang bodoh” – Napoleon Bonaparte.
Skripsi ini ku persembahkan untuk papa dan mama, serta kedua kakak ku tercinta, Terkhusus untuk kakak ku almarhum Ariantyono S.Hum., Terimakasih atas segala yang telah kau berikan dan kau perjuangkan, Maaf untuk sementara hanya tumpukan coretas kertas ini yang dapat ku berikan. 30.5.16
v
ABSTRACT Since Indonesia applies the regime of the free floating exchange rate and free foreign exchange system, the occurrence is a coincidence with the rising of integrated economic activities as in international relation. In other words, economy of Indonesia has got more integrated with economy of the world. The open-small economic characteristic of economy of Indonesia implies a vulnerability regarding external financial shock as either crisis of trading partner or strengthening currency of its trading partner. The possible effect might come as pressure on exchange rate Rp/USD, even worse when it comes to fluctuating pressure without proper anticipation, volatility might distort market. As the matter of fact, Bank Indonesia has issued policy of sterilized intervention. This research aims to analyze the effect of intervention on the volatility of the exchange rate Rp/USD. Furthermore, this research try to explain Bank Indonesia’s sterilization policies in order to stabilize internal condition due to correction and external equilibrium, descriptively. We are using Generalized Autoregeressive Conditional Heterokedasticity (GARCH) model to estimate the volatility of the exchange rate Rp/USD. We are also use GARCH model to explain the effect of Bank Indonesia’s interventions on the volatility of the exchange rate Rp/USD between January 2008 and December 2015. We are using changes of exchange rate, and reserve requirements as proxies of Bank Indonesia’s interventions. We also extend the analysis to find the effects of net export and difference interest rate to volatility of the exchange rate. The paper finds, Bank Indonesia’s interventions have small impact on volatility of the exchange rate systematically. Although sterilization still can help to keep inflation stability. Monetary contraction policies, such as increasing interest rate can effectively keep exchange rate stable. On the other hand, net exports performances are not enough to keep exchange rate stability.
Keywords: Sterilized intervention, exchange rate Rp/USD, interest rate, net exports, GARCH
vi
ABSTRAK Semenjak Indonesia menerapkan sistem kurs mengambang bebas dan sistem devisa bebas, Indonesia kini dihadapkan dengan aktivitas perekonomian yang selalu berhubungan dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional, dengan kata lain semakin terintegrasinya perekonomian domestik terhadap perekonomian dunia. Perekonomian Indonesia yang semakin terbuka, rentan dengan external financial shock baik itu dampak krisis yang terjadi pada negara mitra dagangnya, ataupun penguatan mata uang negara mitra dagang. Bila terjadi external financial shock efek yang ditimbulkan adalah tekanan yang terjadi pada kurs Rp/USD, dan bila tekanan fluktuatif yang terjadi tidak diantisipasi dengan baik, maka akan memicu volatilitas yang ekstrim dan timbul ketidakpastian pada pasar. Untuk menyikapi tekanan tersebut Bank Indonesia (BI) mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satu kebijakannya adalah intervensi sterilisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh intervensi BI terhadap stabilitas kurs Rp/USD yang mengandung volatilitas. Disamping itu, secara deskriptif penelitian ini juga menjelaskan kebijakan sterilisasi yang diterapkan BI guna mengantisipasi stabilitas internal, akibat koreksi dari keseimbangan eksternal. Model Generalized Autoregeressive Conditional Heterokedasticity (GARCH) digunakan untuk mengetahui eksistensi volatilitas pada kurs Rp/USD. Selain itu, model GARCH juga digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi BI terhadap kurs Rp/USD yang mengandung volatilitas. Data yang dianalisis adalah data time series bulanan periode 2008.1 – 2015.12. Penelitian ini menggunakan variabel perubahan kurs, dan perubahan cadangan devisa sebagai proksi dari intervensi BI. Kami juga mengembangkan analisis kami untuk mengetahui pengaruh net ekspor dan selisih suku bunga terhadap volatilitas Rp/USD. Hasil penelitian menunjukkan intervensi BI ternyata tidak memiliki efek yang berarti. Namun, sterilisasi yang diterapkan ternyata mampu menjaga stabilitas inflasi. Kebijakan kontraksi moneter dengan pengetatan suku bunga ternyata cukup efektif dalam menjaga stabilitas kurs. Disisi lain, kinerja net ekspor belum cukup mampu menjaga stabilitas kurs.
Kata Kunci: Intervensi sterilisasi, kurs Rp/USD, suku bunga, net ekspor, GARCH
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Intervensi Bank Indonesia Terhadap Kurs Indonesia 2008.1 – 2015.12: Pendekatan ARIMA GARCH”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata 1 Universitas Diponegoro Semarang. Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini banyak mengalami hambatan. Namun, berkat doa, bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1.
Kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Drs. Priyo Suryanto dan Ibunda Hj. Ani Ratnawati S.H., yang selalu memberikan semua dukungan moril maupun materiil, serta memberikan curahan kasih sayang, doa-doa, dan motivasi yang tak ternilai bagi penulis.
2.
Kedua kakak ku tercinta, Aryo Prasetyo S.E. dan Ariantyono S.Hum., yang selalu mendukung dan percaya kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Ariska Nurfajar Rini yang selalu mendukung penulis, memberikan motivasi, saran dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
4.
Dr. Suharnomo, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
viii
5.
Akhmad Syakir Kurnia, S.E., M.Si, Ph.D. selaku Kepala Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
6.
Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memotivasi, memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7.
Dr. Nugroho SBM., MSP. selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, dan pengarahan, selama penulis menjalani studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
8.
Seluruh dosen dan staff Fakultas Ekonomika dan Bisnis, khususnya pada Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Diponegoro yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
9.
Keluarga Besar Wignyosuprapto Jogja, yang selalu memberikan dukungan, doa-doa, serta motivasi kepada penulis.
10. Om Adhi dan keluarga untuk seluruh dukungan yang telah diberikan kepada penulis 11. Amar, Ami, Andre, Anih, Dzakir, Ilham, Intan, Jati, Linggar, Silo, Tio, Yanda untuk semua suka-duka, diskusi, motivasi, persahabatan dan kenangan selama kuliah. 12. Hami M. Furkon, Nurul Qolbi, Ratna Hartiningtyas, dan Sandy J. Maulana yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan masukan, serta saran yang sangat berguna bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
ix
13. Teman-teman dari Lembaga Pers Mahasiswa Edents yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar banyak mengenai tata cara penulisan, membantu penulis menjadi pribadi yang lebih baik, dan untuk seluruh pengalaman yang telah diberikan kepada penulis. 14. Semua teman IESP 2012 untuk semua pengalaman yang tidak akan terlupakan. 15. TIM KKN TEMATIK yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebersamaanya dan selalu kompak, sukses selalu kawan . 16. Seluruh penghuni Kost Sapto, terimakasih untuk semua kenangannya. 17. Semua pihak yang telah membantu dan teman-teman penulis lainnya yang tidak dapat diucapkan satu persatu. Penulis sangat menyadari skripsi ini masih ada kekurangan karena keterbatasan ilmu yang dimiliki. Namun penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Semarang, 2 Desember 2016 Penulis,
Ariski Priyanto NIM. 12020112130020
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN................................................................ iii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................................................ iv ABSTRACT ............................................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................. 20
1.3
Tujuan Penelitian .................................................................................... 24
1.4
Kegunaan Penelitian ............................................................................... 24
1.5
Sistematika Penulisan ............................................................................. 25
BAB II TELAAH PUSTAKA .............................................................................. 27 2.1
Landasan Teori ....................................................................................... 27
2.1.1
Teori Kurs ....................................................................................... 27
2.1.2
Paritas Tingkat Bunga ..................................................................... 30
2.1.3
Determinan Valas dalam Pembentukan Kurs ................................. 33
2.1.4
Volatilitas Kurs ............................................................................... 41
2.1.4.1 Pengukuran Volatilitas Kurs........................................................ 43 2.1.5
Kinerja Ekspor-Impor Terhadap Kurs ............................................ 44
2.1.6
Intervensi Sterilisasi dan Non-Sterilisasi dalam Mengendalikan Kurs ……………………………………………………………………. 45
2.1.6.1 Teori Signalling Channel............................................................. 53 2.1.6.2 Teori Portfolio Channel ............................................................... 56 2.2
Penelitian Terdahulu............................................................................... 59
2.3
Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 65 xi
2.4
Hipotesis Penelitian ................................................................................ 69
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 70 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................................ 70
3.2
Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 72
3.3
Metode Pengumpulan Data .................................................................... 73
3.4
Metode Analisis Data ............................................................................. 73
3.4.1
Spesifikasi Model ............................................................................ 74
3.4.1.1 Metode Box-Jenkins (B-J) ........................................................... 76 3.4.1.2 Model ARCH............................................................................... 80 3.4.1.3 Model GARCH ............................................................................ 81 3.5
Uji Alat Analisis Penelitian .................................................................... 82
3.5.1
Uji Akar Unit – Augmented Dickey Fuller (ADF) .......................... 82
3.5.2
Uji Correlogram (ACF dan PACF) ................................................ 82
3.5.3
Uji Statistik Q.................................................................................. 83
3.5.4
Pemilihan Model Terbaik (Akaike) ................................................ 84
3.5.5
Uji ARCH-LM ................................................................................ 85
3.5.6
Pengujian Normalitas Data ............................................................. 86
3.5.7
Uji Signifikansi ............................................................................... 87
3.6
Metode Deskriptif Perhitungan Sterilisasi.............................................. 89
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 91 4.1
Deskripsi Objek Penelitian ..................................................................... 91
4.1.1
Gejolak Fluktuasi Kurs dan Keterkaitan Net Ekspor Indonesia ..... 91
4.1.2
Cadangan Devisa dan Kebijakan Intervensi BI .............................. 96
4.1.3
Perkembangan Suku Bunga ............................................................ 99
4.2
Hasil Estimasi Penelitian ...................................................................... 102
4.2.1
Pengujian Stasioneritas Data ......................................................... 102
4.2.2
Identifikasi Model Box-Jenkis ...................................................... 106
4.2.3
Estimasi Model ARIMA ............................................................... 107
4.2.4
Pemilihan Model ARIMA Terbaik ............................................... 111
4.2.5
Estimasi Model GARCH............................................................... 112
4.2.6
Identifikasi Efek ARCH ................................................................ 114 xii
4.2.7
Uji Normalitas ............................................................................... 115
4.2.8
Uji Signifikansi ............................................................................. 115
4.3
Interpretasi Hasil dan Pembahasan....................................................... 118
4.4
Penerapan Kebijakan Sterilisasi ........................................................... 122
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 124 5.1
Simpulan ............................................................................................... 124
5.2
Keterbatasan dan Saran Penelitian ....................................................... 126
5.2.1
Keterbatasan Penelitian ................................................................. 126
5.2.2
Saran.............................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 128 LAMPIRAN ………………………………………………………………...… 132
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Kebijakan Stabilitas Kurs Rupiah Periode 2008/09 .............................. 10 Tabel 1.2 Penguatan Dolar AS Terhadap Mata Uang Lain (Maret 2015) ............ 14 Tabel 2.1 Gambaran Neraca Keuangan Bank Sentral ........................................... 47 Tabel 2.2 Sinyal Intervensi Yang Betujuan Untuk Mengurangi Volatilitas Kurs 55 Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................................... 62 Tabel 3.1 Deskripsi Variabel................................................................................. 72 Tabel 3.2 Teknik Analisis Penelitian .................................................................... 76 Tabel 3.3 Model Analisis Time Series .................................................................. 77 Tabel 3.4 Rasio Sterilisasi ..................................................................................... 90 Tabel 4.1 Uji ADF Tingkat Level ....................................................................... 104 Tabel 4.2 Uji ADF Tingkat First Difference ....................................................... 105 Tabel 4.3 Korelogram Perubahan Kurs ............................................................... 106 Tabel 4.4 Estimasi Model Tentatif ARIMA ....................................................... 108 Tabel 4.5 Estimasi Model ARI(1,2,12) ............................................................... 112 Tabel 4.6 Estimasi Model GARCH(1,1) ............................................................. 113 Tabel 4.7 Uji ARCH-LM .................................................................................... 114 Tabel 4.8 Uji Normalitas ..................................................................................... 115 Tabel 4.9 Kebijakan Sterilisasi ........................................................................... 122
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kurs Indonesia dan Paket Kebijakan Stabilisasi Kurs Januari 2008 – Desember 2015........................................................................................................ 9 Gambar 1.2 Cadangan Devisa Indonesia Januari 2008 – Desember 2015 ........... 13 Gambar 1.3 Transaksi Berjalan Indonesia Q1 2008 – Q3 2015 ........................... 16 Gambar 2.1 Keseimbangan Umum di Pasar Uang Dan Pasar Valas .................... 39 Gambar 2.2 Kebijakan Intervensi Sterilisasi ......................................................... 51 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 68 Gambar 4.1 Pergerakan Kurs Indonesia Januari 2008 – Desember 2015 ............ 92 Gambar 4.2 Net Ekspor Indonesia Januari 2008 - Desember 2015 ...................... 94 Gambar 4.3 Ekspor-Impor Indonesia .................................................................... 95 Gambar 4.4 Pergerakan Cadangan Devisa Indonesia Januari 2008 - Desember 2015 ....................................................................................................................... 97 Gambar 4.5 Pergerakan BI Rate dan Suku Bunga Deposito Indonesia Januari 2008 - Desember 2015 ........................................................................................ 100 Gambar 4.6 Pergerakan Suku Bunga Deposito Indonesia dan US Prime Rate Januari 2008 - Desember 2015............................................................................ 101 Gambar 4.7 Inflasi Indonesia Periode Januari 2008 – Desember 2015 .............. 123
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia secara resmi mulai menerapkan rezim free floating sejak 14
Agustus 1997. Pergeseran rezim yang dialami oleh Indonesia sudah terjadi semenjak tahun 1978, yang kala itu Indonesia masih menerapkan sistem fix dan managed folating. Adanya pergeseran rezim ini dilatar belakangi oleh berbagai hal, seperti halnya rezim fix yang kala itu mengacu pada sistem standar emas (gold standard system). Hal ini terjadi dikarenakan meletusnya perang dunia I dan II yang membuat runtuhnya sistem standar emas dan rezim fix pun ditinggalkan. Selanjutnya, Indonesia mulai mengadopsi rezim manage floating, pada sistem ini kurs diambangkan terhadap mata uang mitra dagang Indonesia. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Goeltom dan Zulferdi (1998), dalam rezim ini otoritas moneter membiarkan kurs bergerak bebas dipasar dengan spread tertentu yang sudah ditetapkan. Secara langsung mengartikan bahwa, otoritas moneter dapat melakukan intervensi apabila kurs mengalami tekanan melebihi batas dari spread yang telah ditetapkan. Pada 14 Agustus 1997, Indonesia melakukan perubahan rezim kurs untuk yang ke dua kalinya, yaitu perubahan dari managed floating menjadi free floating. Hal ini didorong oleh kurs rupiah yang semakin melemah dan terus mengalami tekanan terhadap dolar Amerika (USD), terlebih disebabkan oleh krisis tahun 1997/1998 yang berawal dari krisis yang melanda Thailand dan menyebar
1
2
keseluruh kawasan ASEAN termasuk Indonesia. Krisis tersebut membuat kurs Indonesia berfluktuasi dan rupiah mengalami volatilitas yang cukup tinggi (Hasyyati, 2013). Untuk menahan gejolak pada kurs rupiah, otoritas moneter yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI), melakukan intervensi untuk menstabilkan kurs rupiah. Fakta yang terjadi, intervensi yang dilakukan hanya membuat cadangan devisa Indonesia terus berkurang dan rupiah sulit untuk dikendalikan. Goeltom dan Zulferdi (1998) menjelaskan, tekanan yang terjadi pada Rupiah saat terjadinya krisis sudah dapat diredam oleh Bank Indonesia dengan melakukan intervensi secara spot maupun forward. Namun, hal itu hanya bersifat temporer (sementara), sebab tekanan yang dihadapi Rupiah terus mengalami peningkatan, khususnya pada awal Agustus 1997, yang saat itu Rupiah tertekan hingga Rp2.650 per 1 USD. Hal itu yang mendorong otoritas moneter untuk mengembangkan Rupiah (free floating), guna mengamankan cadangan devisa Indonesia dan menghindari resiko tekanan pada kurs Rupiah yang lebih dalam. Pada dasarnya penentuan dari sistem kurs yang dianut oleh suatu negara menurut Yuliadi (2008: 86) dapat ditinjau dari tiga aspek yang mendasarinya, yaitu (1) karakteristik struktur perekonomian yang ditentukan oleh titik optimal melalui sistem kurs untuk menyeimbangkan antara keseimbangan eksternal dan internal, yang dalam karakteristik inilah pemilihan sistem kurs dapat ditentukan, (2) sumber gejolak (source of shock), baik dari sektor moneter atau sektor riil dan (3) kredibilitas pengambil kebijakan (policy maker) baik secara politik maupun ekonomi.
3
Sejak diterapkannya sistem kurs mengambang bebas di Indonesia, saat ini Indonesia dihadapkan pada perekonomian yang terbuka (small open economy), berimplikasi bahwa perekonomian Indonesia akan semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia, yang dalam aktivitasnya selalu berhubungan dan tidak lepas dari
fenomena
hubungan
internasional,
baik itu menyangkut
kegiatan
perekonomian seperti, perdagangan ataupun sosial-politik (Asmanto dan Suryandari, 2008). Implikasi lainnya, pergerakan kurs dipasar menjadi rentan oleh pengaruh keadaan dunia dan pemerintah pun tidak dapat lagi mengintervensi secara langsung kurs pada pasar uang, maupun pasar valas bila terjadi tekanan ataupun gejolak pada kurs Rupiah. Chou 2000 (dalam Mellyastannia dan Syafri 2014) menjelaskan, bahwa tekanan yang terjadi pada negara yang menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating) biasanya disebabkan dari gejolak yang ada di pasar uang dan pasar valas, baik itu dampak krisis yang terjadi pada negara mitra dagangnya, ataupun penguatan mata uang negara mitra dagang. Jika kurs dibiarkan terus mengalami tekanan dan sulit untuk menguat, hal ini akan menyebabkan volatilitas pada mata uang tersebut. Kurs yang terlalu volatile akan menimbulkan ketidakpastian di pasar, serta memicu ekspektasi depresiasi lebih lanjut. Depresiasi kurs bisa menyebabkan kenaikan harga impor yang pada akhirnya memicu inflasi dalam negeri. Menurut (Bonser-Neal, 1996), volatilitas yang terlalu ekstrim dapat mengganggu jalannya perekonomian suatu negara (instabilitas makro dan mikro). Dampak yang dihasilkan menyebabkan investasi
4
luar negeri berkurang, kebijakan yang diterapkan menjadi tidak efektif, market fundamental berupa income, tingkat bunga, dan money supply tidak stabil. Tercermin pada kondisi pasar yang tidak stabil, disebabkan oleh kurs yang selalu berubah-ubah, baik itu mengalami undervalued ataupun overvalued. Bila Rupiah terus mengalami tekanan dan dibiarkan terus terjadi (undervalued), hal ini akan membuat perekonomian mengalami fluktuasi output dan menimbulkan speculative attack. Kondisi ini yang memaksa otoritas moneter untuk melakukan intervensi di pasar, ditunjukkan untuk menjaga kurs Rupiah agar tidak keluar dari intervalnya, menjaga kondisi pasar agar tetap stabil, menjaga likuiditas perekonomian dan untuk meredam aksi para speculative attack melalui penguatan operasi moneter (OM), yang berfokus pada pasar uang Rupiah dan pasar valas (stabilitas supply dan demand). Selayaknya pernyataan Samiun (1998), menurutnya intervensi merupakan sinyal bahwa kurs sudah terlalu jauh dari fundamentalnya, oleh karena itu intervensi dilakukan. Namun yang perlu ditekankan, intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter sebagai sebuah upaya pengendalian kurs agar bergerak secara teratur dan tidak berfluktuasi tajam, dengan kata lain menjaga kurs dalam range yang konstan ditengah keadaan pasar yang tidak pasti atau dapat dikatakan kurs tidak mengalami volatilitas yang tinggi. Laporan BI (2015) menunjukkan, bahwa intervensi yang dilakukan oleh BI terjadi hanya saat Rupiah bergejolak secara berlebih dan tidak dapat diserap oleh pasar. Intervensi dilakukan melalui penjualan atau pembelian valas dan secara langsung berpengaruh terhadap jumlah uang beredar (likuiditas). Oleh karena itu, untuk mensterilisasi dampak intervensi terhadap likuiditas rupiah, BI
5
dapat menggunakan instrumen operasi moneter, antara lain lelang sertifikat deposito bank Indonesia (SDBI) dan reverse repo SBN. Langkah lainnya adalah pengaturan transaksi valas dan arus modal. Pada prisipnya, tujuan dari pengaturan transaksi valas adalah meminimalkan transaksi valas yang tidak didasari oleh kegiatan ekonomi. Sementara itu, pengaturan arus modal bertujuan untuk meminimalkan dampak dari arus modal jangka pendek yang mudah keluar masuk. Intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter ternyata dipercayai oleh sebagian kelompok dapat menjaga stabilitas kurs dan menghentikan speculative attack. Namun, beberapa kelompok lain meyakini intervensi yang dilakukan bank sentral hanya akan meningkatkan volatilitas pada kurs yang pada selanjutnya berkontribusi
menyebabkan
pasar
yang
tidak
pasti
(uncertainty),
dan
meningkatkan speculative attack. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bonser-Neal (1996) dalam menganalisis volatilitas yang terjadi pada Deutsche Mark (DM)/USD dan Yen/USD terhadap intervensi pemerintah menunjukkan bahwa intervensi bank sentral umumnya tidak mengurangi volatilitas kurs, sebaliknya intervensi yang dilakukan memberikan efek pada volatilitas kurs dan dalam beberapa kasus bahkan meningkatkan volatilitas. Sedangkan, penelitian oleh Guimaraes dan Karacadag (2004) yang membahas mengenai intervensi pada volatilitas kurs di Meksiko dan Turki menunjukkan hasil bahwa intervensi memiliki efek yang lemah pada volatilitas kurs. Dalam kasus Meksiko, intervensi yang dilakukan dapat membuat volatilitas semakin meningkat dengan adanya penjualan valuta asing, beda halnya dengan kasus Turki yang dalam jangka pendek intervensi
6
berpengaruh kecil terhadap volatilitas dan dapat meningkatkan volatilitas dalam jangka panjang. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kesalahan dalam spesifikasi model dan juga kegagalan dalam mengendalikan faktor politik dan ekonomi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Aguilar dan Nydahl (1998), dalam menganalisis intervensi yang dilakukan oleh Riskbank (Bank Sentral Swedia) terhadap volatilitas kurs SEK/USD dan SEK/DM pada periode 1993-1996, ditemukan bukti yang lemah dari intervensi yang dilakukan oleh Riskbank dalam pengaruhnya terhadap volatilitas kurs. Sebaliknya, analisis yang dilakukan dari beberapa periode menunjukkan efek yang negatif dan signifikan terhadap intervensi yang dilakukan pada SEK/USD dan terjadinya volatilitas untuk tahun 1994 dan 1995, tetapi efek positif juga ditunjukkan pada tahun 1993. Hasil lainnya yang ditunjukkan oleh Dominguez (1998), dalam penelitiannya mengenai pengujian kebijakan intervensi pada volatilitas kurs Dollar-Mark dan Dollar-Yen periode 1977-1994, menunjukkan adanya indikasi bahwa operasi intervensi yang dilakukan akan meningkatkan volatilitas kurs. Hal ini terutama berlaku dari intervensi yang sifatnya rahasia tanpa adanya pemberitahuan kepada publik mengenai intervensi yang dijalankan. Hasil yang ditunjukkan pada 1980, intervensi yang berjalan ternyata mampu mengurangi volatilitas pada kurs, namun secara keseluruhan pada periode 1977-1994, intervensi ternyata memiliki pengaruh yang besar terhadap volatilitas kurs.
7
Berbagai penelitian yang menjelaskan mengenai hubungan intervensi terhadap volatilitas kurs nyatanya berpengaruh signifikan tapi dalam ukuran yang sangat lemah secara statistik, dan biasanya terjadi pada kurun waktu jangka pendek. Ukuran dari efektivitas suatu operasi intervensi faktanya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kemampuan menilai titik keseimbangan kurs yang mencerminkan kondisi fundamental ekonomi, Faktor lainnya adalah kemampuan menilai sentimen pasar (faktor psikologis) yang sedang terjadi diantara pelaku pasar. Berhasil tidaknya suatu intervensi dimotori oleh dua faktor yang berbeda yaitu, faktor internal dan ekternal. Faktor eksternal seperti, keakuratan informasi ekspektasi pasar, likuiditas perbankan (GWM), kondisi ekonomi dan nonekonomi. Sedangkan untuk faktor internal, seperti kecukupan cadangan devisa dan ketepatan dalam pengambilan keputusan, serta koordinasi terpadu dengan satuan kerja terkait. (Samiun, 1998). Sejalan dengan hal itu, menurut Galati dan Disyatat (2007), menyimpulkan bahwa intervensi lebih mungkin untuk menjadi efektif dalam periode dimana otoritas moneter membuat pernyataan yang kredibel dalam melakukan tindakan kebijakan yang tegas, untuk mempengaruhi kurs (sinyal pemberlakuan dan transparansi intervensi). Pada dasarnya intervensi tergolong menjadi dua macam, yaitu intervensi sterilisasi dan intervensi non-sterilisasi. Perbedaan mendasar dari kedua intervensi tersebut adalah ada atau tidaknya perubahan pada basis moneter, dengan kata lain sterilisasi diterapkan untuk menjaga keseimbangan internal akibat koreksi dari keseimbangan eksternal. Terkait persoalan mengenai kebijakan intervensi,
8
seharusnya otoritas moneter sudah memahami apa motif dan tujuan dari intervensi tersebut,
agar
intervensi
yang
dilakukan
tidak
mengganggu
jalannya
perekonomian domestik dan kegiatan perdagangan internasional atau perdagangan dengan mitra dagang. Pada kasus di Indonesia, tujuan dari kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, dan tercantum dalam UU No.3 Tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Dalam situs resmi BI dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem kurs yang mengambang (free floating). Peran kestabilan kurs sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, BI juga menjalankan kebijakan stabilitas kurs untuk mengurangi volatilitas kurs yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan kurs pada level tertentu. Dalam hal ini mengartikan kurs tetap berada pada fundamentalnya, yaitu pada range yang konstan sehingga menghindari pasar dari kondisi ketidakpastian. Semenjak terjadinya krisis ekonomi global yang berawal di Amerika pada tahun 2007, ternyata berdampak pada negara-negara lain diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Krisis yang bermula dari Amerika tersebut dikenal dengan krisis subprime mortage, yaitu adanya pemberian kredit perumahan yang masif kepada debitur yang memiliki aset portofolio kredit yang buruk. Imbas dari krisis global
9
tersebut, mulai dirasakan Indonesia pada akhir tahun 2008. Indonesia mengalami perlambatan ekonomi yang tercermin oleh kinerja ekspor yang terus mengalami penurunan. Data statistik BI menunjukkan, disisi eksternal neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit dan kurs rupiah mengalami pelemahan signifikan. Pada pasar keuangan, selisih resiko dan surat-surat berharga Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yang mendorong arus modal keluar dari investasi asing di bursa saham, seperti halnya Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Gambar 1.1 Kurs Indonesia dan Paket Kebijakan Stabilisasi Kurs Januari 2008 – Desember 2015 16000
Pengaturan pembelian valas (underlying)
14000
Pembelian Wesel Ekspor Berjangka, pengaturan transaksi valas dan larangan transaksi structured product
Rp/USD
12000 Intervensi forward, pengelolaan likuiditas Rupiah, pengelolaan supply dan demand valas
10000 8000 6000
Penurunan rasio GMW untuk bank umum. Pencabutan pasal 4 PBI No. 7/1/PBI/2005, perpanjangan tenor foreign exchange swap, penyediaan pasokan valas untuk perusahaan domestik
4000 2000
Intervensi di pasar valas, pembelian SBN di pasar sekunder, Operasi Pasar Terbuka, lelang Foreign Exchange (FX) swap, menurunkan batas pembelian Valas, koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat cadangan devisa
Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep Jan Mei Sep
0
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber: BI (2015), diolah
Gambar 1.1 menunjukkan fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika, serta berbagai kebijakan yang ditempuh BI guna menjaga stabilitas kurs. Imbas krisis global yang dihadapi Rupiah pada akhir tahun 2008 membuat Rupiah mengalami tekanan yang cukup dalam, hingga menembus Rp12.000/USD. Hal itu
10
dipicu oleh adanya pencairan aset-aset finansial oleh investor asing di pasar uang Rupiah, disertai pula oleh meningkatnya perilaku investor asing yang menghindari resiko, dan berakibat pada meningkatnya tekanan di pasar keuangan. Sedangkan, disisi pasar valas, pasokan valas menurun tajam karena adanya capital out flow dari modal asing, berkurangnya minat investasi asing, dan menurunnya devisa hasil ekspor. Sementara itu, tingginya harga komoditas, khususnya minyak dan ekspansi ekonomi domestik mengakibatkan peningkatan permintaan valas domestik. Akibatnya pasokan valas menjadi terbatas dan rupiah mengalami tekanan depresiatif yang cukup tinggi (Laporan Tahunan BI Tahun 2008-2009). Kurs rupiah yang melemah mendorong harga barang impor menjadi mahal sehingga turut memicu kenaikan harga barang dalam negeri, selain itu kurs yang melemah menyebabkan jumlah kewajiban pembayaran utang luar negeri meningkat. Pada akhirnya BI menerbitkan paket kebijakan yang ditunjukkan pada tabel 1.1, guna menjaga stabilitas kurs rupiah, agar rupiah tidak tertekan terlalu tajam dan kurs rupiah tidak mengalami volatilitas yang tinggi. Tabel 1.1 Kebijakan Stabilitas Kurs Rupiah Periode 2008/09 No
1
2
Kebijakan
Tujuan
Penurunan rasio GMW untuk bank
Untuk menambah
umum konvensional dan syariah dari
ketersediaan likuiditas
3.0% menjadi 1.0%
valuta dolar AS bagi bank
Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No.
Untuk mengurangi
7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi
tekanan pembelian dolar
saldo harian Pinjaman LN jangka
AS karena adanya
Tanggal Efektif Berlaku
13 Oktober 2008
13 Oktober 2008
11
pendek dengan meniadakan batasan
pengalihan rekening
posisi saldo harian Pinjaman Luar
rupiah ke valuta asing
Negeri jangka pendek maksimum 30%
oleh nasabah asing
dari modal bank
3
Perpanjangan tenor foreign exchange
Untuk menambah
swap dari paling lama 7 hari menjadi
pasokan valas yang
sampai 1 bulan
bersifat temporer
15 Oktober 2008
Untuk memberi kepastian 4
Penyediaan pasokan valuta asing bagi
tersediannya valuta asing
perusahaan dometik melalui perbankan
yang memadai bagi
15 Oktober 2008
aktivitas usaha Pengaturan pembelian valuta asing oleh nasabah kepada bank. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh nasabah atau 5
Pihak Asing kepada Bank diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Nasabah atau per Pihak
Untuk meminimalkan transaksi valas untuk tujuan spekuliatif
13 November 2008
Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying
6
Pembelian Wesel Ekspor Berjangka oleh Bank Indonesia
Pengaturan transaksi valas terhadap 7
rupiah, termasuk larangan transaksi structured product
Untuk menambah pasokan valas bagi eksportir
5 Desember 2008
Untuk meminimalkan permintaan valas yang
16 Desember
digunakan untuk tujuan
2008
spekulatif
Sumber: BI (2015)
Kebijakan kurs rupiah yang dijalankan oleh BI pada akhir tahun 2008, ternyata belum mampu menahan tekanan-tekanan yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Menyadari hal itu, BI mulai mengambil langkah kembali dengan menempuh berbagai kebijakan seperti, menurunkan BI rate sebesar 50 bps per
12
bulan dan kebijakan di pasar valas, yaitu membuka instrumen repurchase agreement (repo) valas dengan menggunakan Global Bond pemerintah Republik Indonesia (RI) sebagai jaminan dalam transaksi tersebut. Adanya kebijakan tersebut, membuat bank domestik dapat melakukan repo Global Bond pemerintah RI yang dimilikinya ke Bank Indonesia untuk mendapatkan likuiditas valas. Data statistik BI menunjukkan, tercatat pada Maret 2009 sentimen positif dari pasar keuangan global mulai terasa, sehingga membawa aliran modal asing masuk kembali ke emerging market termasuk Indonesia dan mengurangi tekanan terhadap kurs. Sedangkan pada akhir Maret 2009, Rupiah mencatat pelemahan sebesar 5,7% mencapai level Rp11.555 per dolar AS dengan volatlitas 1,0%. Pelemahan kurs tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan akhir tahun 2008 yang tercatat sebesar 13,8% dengan volatlitas 2,4%. Perkembangan kurs rupiah tersebut juga masih selaras dengan kondisi di negara kawasan. Selain itu, perbaikan juga terjadi di pasar valas domestik, sehingga mendukung apresiasi rupiah sebesar 14.6% pada pertengahan tahun 2009, dan ditutup pada level Rp10.080 per dolar AS. (Laporan Tahunan BI Tahun 2008-2009). Hasil dari kebijakan dan intervensi BI untuk menstabilkan kurs ternyata berpengaruh juga terhadap cadangan devisa Indonesia. Dapat dilihat pada gambar 1.2 kurun waktu 2008/09 cadangan devisa Indonesia tergerus dan mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena Indonesia cenderung masih mengacu pada cadangan devisa yang digunakan sebagai penstabil kurs untuk menghindari depresiasi kurs dari gejolak ataupun krisis yang melanda (penggunaan intervensi). Tercatat pada November 2008, cadangan devisa Indonesia sebesar 50.182 miliar
13
USD, posisi ini merupakan yang terendah setelah posisi per akhir Mei 2007 yang mencapai 50.113 miliar USD. Hal ini disebabkan oleh adanya capital outflow yang terjadi begitu masif dan juga merupakan efek dari intervensi yang diberlakukan oleh otoritas moneter di pasar valas guna menjaga stabilitas Rupiah. Hingga pertengahan tahun 2009 cadangan devisa Indonesia mulai kembali baik hingga menembus 66 miliar USD, yang disebabkan oleh perbaikan ekonomi global. Gambar 1.2 Cadangan Devisa Indonesia Januari 2008 – Desember 2015 140000 120000
MILIAR USD
100000 80000 60000 40000 20000
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sept
Jan
Mei
Sept
Jan
Mei
Sept
Jan
Mei
Sept
Jan
Mei
Mei
Sept
Jan
Mei
Sept
Jan
Sept
Jan
Mei
Sept
Jan
Mei
0
2015
Sumber: BI (2015), diolah
Pada dasarnya cadangan devisa berfungsi sebagai buffer stock untuk mengantisipasi keadaan pasar yang tidak pasti dimasa yang akan datang. Sehingga, bila terjadi tekanan depresiasi pada kurs akibat memburuknya term of trade, maka cadangan devisa dapat digunakan sebagai penstabil untuk kurs (Asmanto dan Suryandari, 2008).
14
Tekanan kurs Rupiah ternyata mulai dirasakan kembali pada pertengahan tahun 2013 hingga akhir tahun 2015. Penyebabnya dilatarbelakangi oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat pasca krisis keuangan global dan berpengaruh terhadap likuiditas global (arus pergerakan dolar di pasar). Ternyata dampak langsung yang diberikan dari perbaikan ekonomi Amerika bukan hanya menimpa Indonesia saja, hampir sebagian besar kurs mata uang di negara-negara maju dan berkembang juga mengalami depresiasi yang cukup dalam terhadap dolar Amerika. Tabel 1.2 Penguatan Dolar AS Terhadap Mata Uang Lain (Maret 2015) Bath (Thailand)
0.40%
Rupee (India)
3.80%
Won (Korea Selatan)
4.10%
Dolar (singapura)
Ringgit (malaysia) Rupiah (Indonesia) Yen (Jepang) Euro (Uni Eropa) Real (Brazil)
9.10% 13.50% 15.10% 16.40% 22.10% 40.60%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00%
Sumber: BI (2015), diolah
Pada tabel 1.2 dapat dilihat, penguatan dolar Amerika berdampak langsung terhadap mata uang negara-negara lain, seperti halnya EURO Uni Eropa, Yen Jepang, Ringgit Malaysia, bahkan yang terdalam adalah Real Brazil. Penguatan USD yang terjadi tidak semata-mata terjadi begitu saja, melainkan juga didukung oleh kebijakan strategis yang dijalankan oleh The Fed, yaitu kebijakan
15
pemberian stimulus (Quantitative Easing/QE) pasca krisis ekonomi global (subrime mortage) pada tahun 2008, dan kebijakan penarikan stimulus (Tapering Off/TO). Kebijakan QE merupakan kebijakan pemberian stimulus melalui pembelian aset oleh The Fed, dan tujuannya untuk memberikan stimulus dana bagi perusahaan untuk berproduksi yang ditunjukkan untuk menggerakan ekonomi Amerika. Setelah dirasa pemberian dana stimulus telah cukup, maka The Fed akan memotong pemberian dana stimulus tersebut, atau secara tidak langsung menjalankan kebijakan TO. Hal ini berguna juga untuk menjaga nilai dolar dan mengantisipasi inflasi yang berlebih. Selanjutnya, The Fed akan melakukan normalisasi suku bunga dengan meningkatkan suku bunga, dan berdampak terjadinya relokasi investasi dari Indonesia ke Amerika (Capital Outflow). Disisi lain, ternyata faktor penyebab penguatan dolar Amerika terhadap Rupiah juga dipengaruhi oleh faktor domestik. Natasha (dalam Laporan BI 2015), menjelaskan selain faktor eksternal seperti, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed (FFR), faktor-faktor domestik turut juga mendorong pelemahan kurs rupiah. Utamanya seperti, faktor kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi, defisit transaksi berjalan dan keterbatan likuiditas dalam mengakses valuta asing. Selain itu, faktor lainnya adalah perlambatan ekonomi global dan turunnya harga-harga komodi global penunjang ekspor.
16
Gambar 1.3 Transaksi Berjalan Indonesia Q1 2008 – Q3 2015 6 4
2 0 -2 -4
Q1
Q3
2008
Q1
Q3
Q1
2009
Q3
Q1
2010
Q3
2011
Q1
Q3
2012
Q1
Q3
2013
Q1
Q3
2014
Q1
Q3
2015
-6 -8 -10 -12 Transaksi Berjalan
Linear (Transaksi Berjalan)
Sumber: BI (2015), diolah
Pada gambar 1.3, dapat dilihat bahwa perkembangan transaksi berjalan Indonesia semenjak tahun 2011 Q4 mengalami defisit sebesar -2.3 miliar USD. Selanjutnya, secara berturut-turut pada tahun 2012, 2013, dan 2014 transaksi berjalan mengalami tren yang negatif bahkan defisit transaksi berjalan kian mendalam, masing-masing sebesar 24.4 miliar USD, 29.1 miliar USD dan 26.2 miliar USD. Defisit terdalam transaksi berjalan Indonesia tercatat pada tahun 2013 Q2, sebesar 10.1 miliar USD. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sejak tahun 2012, kebutuhan penduduk Indonesia atas dolar meningkat sehingga memperlemah kurs rupiah terhadap dolar. Laporan BI (2015) menunjukkan, sejak dua tahun terakhir angka defisit transaksi berjalan masih sekitar 3%. Jika angka defisit transaksi berjalan tidak mengecil, kemungkinan yang terjadi adalah ketidakmampuan perekonomian untuk membiayai aktivitas ekonomi, hal ini akan sangat mempengaruhi investor.
17
Selain itu, pasar keuangan yang belum dapat bekerja dengan baik juga menyebabkan arus modal mudah keluar (capital inflow) dari Indonesia jika mengalami tekanan atau sentimen global. Menanggapai hal ini, BI secara komperhensif memberlakukan beberapa kebijakan dan intervensi sepanjang tahun 2013 hingga akhir tahun 2015 untuk menjaga kurs Indonesia yang terus tertekan akibat perbaikan ekonomi Amerika dan mendorong adanya capital inflow. Kebijakan yang diberlakukan sepanjang tahun 2013 seperti halnya, menaikkan suku bunga deposit facility (DF), memperkuat operasi moneter terbuka (OPT), hingga menaikan BI rate menjadi 7.5% pada akhir tahun. Selain itu, BI juga menjalankan intervensi di pasar valas guna menjaga stabilitas kurs rupiah dengan menjalankan strategi dual intervention, yaitu intervensi di pasar valas yang disertai dengan pengembalian SBN di pasar sekunder. Strategi ini merupakan solusi yang diharapkan dapat mendukung kestabilan kurs di satu sisi dan kestabilan harga SBN di sisi lain. Intervensi yang di lakukan di pasar valas diarahkan untuk menutupi kesenjangan permintaan dan penawaran di tengah struktur pasar yang belum dalam. Sementara intervensi di pasar SBN, disamping mengatasi sumber tekanan depresiasi rupiah yang berasal dari pelepasan SBN dari investor asing, juga dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan pasokan likuiditas rupiah yang berkurang akibat intervensi valas tersebut. Langkah ini sekaligus menambah kepemilikan SBN BI yang akan digunakan sebagai underlying instrumen RR SBN (Laporan Tahunan BI, 2013). Strategi dual intervention yang dijalankan oleh BI pada tahun 2013 ternyata
18
mendapat
respon positif bagi
stabilitas
kurs,
walaupun masih dalam
kecenderungan yang negatif (Gambar 1.1 Pergerakan Rupiah Terhadap Dolar Januari 2008 – Desember 2015). Pada tahun 2014, BI juga tetap menjalankan strategi dual intervention demi keberlangsungan stabilitas kurs domestik dan juga beberapa kebijakan lain seperti, peningkatan pendalaman pasar valas domestik khususnya untuk lebih meningkatkan transaksi lindung nilai (hedging). Juga peningkatan suku bunga acuan BI rate pada Oktober tahun 2014 sebesar 25 bps menjadi 7.75%, langkah ini ditunjukkan untuk memitigasi dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada tekanan inflasi kedepan. Namun, strategi kebijakan yang dijalankan ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap stabilitas kurs domestik. Faktanya, kurs Indonesia sepanjang tahun 2014 makin melemah, bahkan terdepresiasi cukup dalam. Rupiah hanya mampu menguat tertinggi pada bulan Maret sebesar Rp11.360/USD dan bulan Juli sebesar Rp11.580/USD. Sedangkan, untuk bulan-bulan selanjutnya Rupiah terus mengalami kecenderungan depresiatif (lihat gambar 1.1). Pada tahun 2015, kurs rupiah ternyata belum dapat membaik, bahkan cenderung terus mengalami depresiasi yang cukup dalam. Momen yang paling buruk dirasakan pada bulan September 2015, tercatat Rupiah menembus hingga Rp14,653/USD (lihat gambar 1.1). Hal ini dipicu oleh isu normalisasi suku bunga The Fed dan devaluasi mata uang Yuan, Tiongkok. Akibatnya, terjadi capital outflow yang cukup tinggi, pasokan devisa pasar valas akhirnya mengalami penurunan. Namun disisi lain, permintaan akan valas tinggi yang pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan di pasar valas, dan membuat kurs Rupiah tertekan
19
tajam. BI merespon pelemahan Rupiah tesebut dengan mengeluarkan beberapa paket kebijakan stabilitas kurs Rupiah, yaitu (1) Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, dan (2) Memperkuat pengelolaan, penawaran dan permintaan valas. Hasil dari kebijakan dan intervensi BI untuk menstabilkan kurs ternyata berpengaruh juga terhadap cadangan devisa Indonesia, seperti halnya yang terjadi pada tahun 2008/09 saat menghadapi krisis subprime mortage. Dapat dilihat pada gambar 1.2, cadangan devisa Indonesia pada juni 2013, yaitu sebesar 92.7 miliar, dari posisi akhir Mei yang masih sebesar 105.1 miliar USD tergerus cukup dalam, yang diakibatkan oleh intervensi BI demi menjaga stabilitas Rupiah, selain itu juga adanya capital outflow yang masif karena wacana penarikan kebijakan QE oleh The Fed. Selanjutnya, pada bulan Desember 2014 cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar 111.9 miliar USD naik sebesar 0.7% dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu 111.1 miliar USD (lihat gambar 1.2). Selain itu, cadangan devisa Indonesia juga naik sebesar 12.5 miliar dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 99.4 miliar USD. Hal ini dipicu oleh penerimaan devisa hasil ekspor migas, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan penerimaan pemerintah lainnya dalam valas yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri dan kebutuhan dalam rangka stabilisasi kurs. Hingga pada tahun 2015, cadangan devisa Indonesia pada tanggal 31 Desember 2015, yaitu sebesar 105,931 miliar USD atau turun sebesar 5.3% dibandingkan dengan akhir bulan Desember tahun 2014, yaitu sebesar 111,862 juta USD (lihat gambar 1.2).
20
1.2
Rumusan Masalah Negara yang menganut sistem devisa bebas dan kurs mengambang bebas
seperti Indonesia, nilai mata uangnya berfluktuasi sesuai dengan perkembangan ekonomi domestik relatif terhadap ekonomi global. Hal ini dipicu oleh perekonomian Indonesia yang semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia, juga dalam aktivitasnya selalu berhubungan dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional. Oleh karenanya, fluktuasi kurs berfungsi sebagai shock absorber yang akan mendorong penyesuaian ekonomi. Namun, fluktuasi kurs tersebut tetap perlu dijaga untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap stabilitas perekonomian. Terlebih sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework/ITF). Peran kestabilan kurs sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Chou 2000 (dalam Mellyastannia dan Syafri 2014) menjelaskan, bahwa tekanan yang terjadi pada negara yang menerapkan free floating biasanya disebabkan dari gejolak yang ada di pasar uang dan pasar valas, baik itu dampak krisis yang terjadi pada negara mitra dagangnya, ataupun penguatan mata uang negara mitra dagang. Jika kurs dibiarkan terus mengalami tekanan dan sulit untuk menguat, hal ini akan menyebabkan volatilitas pada mata uang tersebut. Kurs yang terlalu volatile akan menimbulkan ketidakpastian di pasar, serta memicu ekspektasi depresiasi lebih lanjut. Selain itu, kurs rupiah yang terus menerus mengalami depresiasi, mendorong harga barang impor menjadi mahal, sehingga
21
turut memicu kenaikan harga barang dalam negeri, dan menyebabkan jumlah kewajiban pembayaran utang luar negeri meningkat. Stabilitas kondisi pasar selayaknya juga perlu diperhatikan lebih dalam, khususnya pada pasar uang domestik dan pasar uang valas, yang dalam hal ini sangat berperan dalam menentukan gejolak fluktuasi kurs. Jika kondisi pasar tidak stabil, akan menyebabkan kurs selalu berubah-ubah, baik itu mengalami undervalued ataupun overvalued. Bila rupiah terus mengalami tekanan dan dibiarkan terus terjadi (undervalued), hal ini akan membuat perekonomian mengalami fluktuasi output dan menimbulkan speculative attack. Kondisi ini yang memaksa otoritas moneter untuk melakukan intervensi di pasar, ditunjukkan untuk menjaga kurs rupiah agar tidak keluar dari intervalnya, menjaga kondisi pasar agar tetap stabil, menjaga likuiditas perekonomian dan untuk meredam aksi para speculative attack melalui penguatan operasi moneter (OM), yang berfokus pada pasar uang Rupiah dan pasar valas (stabilitas supply dan demand). Terkait persoalan mengenai kebijakan intervensi, seharusnya otoritas moneter sudah memahami apa motif dan tujuan dari intervensi tersebut, agar intervensi yang dilakukan tidak mengganggu jalannya perekonomian domestik dan kegiatan perdagangan internasional atau perdagangan dengan mitra dagang. Selayaknya yang dijelaskan oleh Samiun (1998), berhasil tidaknya suatu intervensi dimotori oleh dua faktor yang berbeda yaitu, faktor internal dan ekternal. Faktor eksternal seperti, keakuratan informasi ekspektasi pasar, likuiditas perbankan (GWM), kondisi ekonomi dan non-ekonomi. Sedangkan
22
untuk faktor internal, seperti kecukupan cadangan devisa dan ketepatan dalam pengambilan keputusan, serta koordinasi terpadu dengan satuan kerja. Berbagai penelitian yang menjelaskan mengenai hubungan intervensi terhadap volatilitas nyatanya berpengaruh signifikan, tapi dalam ukuran yang sangat lemah secara statistik, dan biasanya terjadi pada kurung waktu jangka pendek. Dalam hal ini, ukuran dari efektivitas suatu operasi intervensi faktanya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kemampuan menilai titik keseimbangan kurs yang mencerminkan kondisi fundamental ekonomi, Faktor lainnya adalah kemampuan menilai sentimen pasar (faktor psikologis) yang sedang terjadi diantara pelaku pasar. Pada kasus Indonesia, gejolak fluktuasi kurs mulai dirasakan kembali pada tahun 2008/09, yaitu krisis subprime mortage, dan pada tahun 2013 hingga penghujung tahun 2015, yang hal ini disebabkan oleh beberapa faktor terkait, seperti faktor eksternal, yaitu perbaikan ekonomi Amerika, perlambatan ekonomi global, dan juga faktor internal, yaitu transaksi berjalan yang terus mengalami defisit selama 3 tahun terakhir. Imbas krisis global yang dihadapi Rupiah pada akhir tahun 2008 membuat Rupiah mengalami tekanan yang cukup dalam, hingga menembus Rp12.000/USD. Sedangkan, momen yang paling buruk dirasakan pada bulan September 2015, tercatat Rupiah menembus hingga Rp14.653/USD. BI yang dalam hal ini mempunyai kapasitas sebagai otoritas moneter dan memiliki peran untuk menjaga stabilitas kurs Rupiah, tentu mengeluarkan berbagai kebijakan dan intervensi di pasar valas demi mendukung stabilitas kurs
23
dan menjauhkan Rupiah dari volatilitas dan depresiasi yang terlalu dalam. Tetapi fakta dilapangan menunjukkan, intervensi yang dilakukan BI sulit untuk menjaga stabilitas Rupiah, penguatan Rupiah yang terjadi lebih dipengaruhi oleh faktorfaktor eksternal. Oleh karena itu, yang perlu ditekankan dalam hal ini apakah intervensi ternyata memiliki kapasitas yang cukup untuk menjaga stabilitas kurs, ataukah hanya berdampak buruk pada kurs dan menguras cadangan devisa. Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian yang telah dijelaskan, maka pertanyaan penelitian yang dapat diajukan ialah: 1. Apakah terdapat eksistensi volatilitas pada kurs Rupiah Indonesia periode Januari 2008 - Desember 2015? 2. Apakah intervensi yang dilakukan oleh BI memiliki pengaruh dalam menjaga stabilitas kurs Rp/USD periode Januari 2008 - Desember 2015, terlebih bila volatilitas terdapat pada kurs? 3. Apakah faktor makroekonomi lain seperti, net ekspor dan suku bunga Indonesia turut berpengaruh dalam menjaga stabilitas kurs Rp/USD periode Januari 2008 - Desember 2015, terlebih bila volatilitas terdapat pada kurs? 4. Periode kapan saja BI menjalankan kebijakan sterilisasi dalam mengantisipasi dampak intervensi dan bagaimana dampaknya pada stabilitas internal yang diukur melalui stabilitas inflasi?
24
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditunjukkan, maka tujuan
penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui eksistensi volatilitas pada kurs Rupiah Indonesia periode Januari 2008 - Desember 2015. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh intervensi yang dilakukan oleh BI dalam menjaga stabilitas kurs Rp/USD periode Januari 2008 Desember 2015, terlebih bila volatilitas terdapat pada kurs. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor makroekonomi lain seperti, net ekspor dan suku bunga Indonesia dalam menjaga stabilitas kurs Rp/USD periode Januari 2008 – Desember 2015, terlebih bila volatilitas terdapat pada kurs. 4. Untuk mengetahui periode kapan saja BI menjalankan kebijakan sterilisasi dalam mengantisipasi dampak intervensi dan implikasinya pada stabilitas internal yang diukur melalui stabilitas inflasi. 1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik bagi
pemerintah, akademik dan penelitian lainnya. Manfaat pada penelitian ini, diterangkan sebagai berikut: 1. Bagi penulis, diharapkan hasil keseluruhan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan yang lebih dalam mengenai aktivitas intervensi bank sentral, serta pemahamannya dalam mempengaruhi volatilitas kurs. Selain itu, peneliti berharap hasil penelitian ini mampu
25
membantu perkembangan penelitian mengenai kegiatan intervensi bank sentral. 2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya kajian ekonomi moneter dan mampu memberikan referensi yang dapat dijadikan sebagai landasan berpikir mengenai aktivitas intervensi bank sentral dalam pengaruhnya terhadap volatilitas kurs. 3. Bagi pemerintah, diharapkan hasil keseluruhan penelitian ini dapat dijadikan masukan yang dapat dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan, khususnya kebijakan intervensi guna menjaga stabillitas kurs. 1.5
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari: (1) Pendahuluan, (2)
Tinjauan Pustaka, (3) Metode Penelitian, (4) Pembahasan dan (5) Penutup. Secara lebih rinci sistematika penulisan ditunjukkan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Pendahuluan berisi mengenai uraian yang menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka berisi mengenai uraian yang menjelaskan tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis penelitian. Landasan teori menjelaskan tentang: (1) Teori kurs, (2) Paritas tingkat bunga, (3) Determinan
26
valas dalam pembentukan kurs, (4) Volatilitas kurs, (5) Pengukuran volatilitas kurs, (6) Kinerja ekspor-impor terhadap perubahan kurs, (7) Intervensi sterilisasi dan non-sterilisasi dalam mengendalikan kurs, yang didalamnya mencakup teori signaling channel dan teori portfolio channel. BAB III
: METODE PENELITIAN Metode Penelitian berisi mengenai uraian yang menjelaskan tentang variabel penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, serta uji alat analisis penelitian, dan metode deskriptif perhitungan sterilisasi. Pada bab ini dibahas mengenai perumusan hasil melalui model GARCH. Pada bab ini juga dilakukan perumusan perhitungan deskriptif untuk mengetahui sterilisasi.
BAB IV
: PEMBAHASAN Pembahasan berisi mengenai uraian yang menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, dan hasil estimasi penelitian, serta pembahasan mengenai model
GARCH,
juga
perhitungan
deskriptif sterilisasi. BAB V
: PENUTUP Penutup berisi mengenai uraian yang menjelaskan tentang kesimpulan, keterbatasan dan saran penetilian, serta implikasi kebijakan.