ANALISIS PENGARUH MORAL HAZARD TERHADAP PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Oleh : KHAIKAL MULKI NIM : 107081002951
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2011
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI Nama
: Khaikal Mulki
Tempat / Tanggal Lahir
: Tangerang, 18 Januari 1989
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Bawang Raya No.7 RT.06 / RW 03 Perumnas 1 Kelurahan Cibodasari Kecamatan Cibodas Tangerang
Telp / Hp
: (021)5912659 / 085692308890
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2007-2011
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2004-2007
: SMAN 8 Tangerang
2001-2004
: SMPN 9 Tangerang
1995-2001
: MI Al-Istiqomah Cibodasari Tangerang
PENDIDIKAN INFORMAL 1. Shari’a Economist Training (SET) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) Jabodetabek 2009. 2. Training ESQ 165, 2008. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Wakil Ketua Rohis SMA 8 Tangerang. 2. Ketua Ikatan Alumni Rohis SMA 8 Tangerang. 3. BEM Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta. 4. Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LISENSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Divisi Jarkominfo. 5. Staff Departemen Nasional (Depnas) Divisi Riset dan Pengembangan Ekonomi (RPE) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI).
i
PENGALAMAN KERJA 1. Harian Kompas Gramedia Jakarta bagian Litbang (Polling Interviewer). 2. Harian Kompas Gramedia Jakarta bagian Litbang (Asisten Peneliti). 3. Kuliah Kerja Sosial / Magang di Koperasi Guru dan Karyawan Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PRESTASI 1. Semifinalis Olimpiade Ekonomi Islam, Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) di IAIN Sumatera Utara Medan, 2010.
ii
ABSTRACT This research aims to analyze the influence of the Moral Hazard of financing in Islamic Banking in Indonesia from January 2008 until December 2010. The research also analyzed the influence of the Moral Hazard of financing in Islamic Banking in Indonesia in the short term and long term. The result using te Error Correction Model (ECM) demonstrated in the short and long term NPF only variables that effect the financing. While the GDP variables does not significantly influence the financing. The results showed the coefficient of determination by 86% itindicates the ability of the independent variables explain the dependent variable, while 14% is explained by other variables. Key words:, NPF, GDP, Moral Hazard, Financing.
iii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Moral Hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dari Januari 2008 sampai Desember 2010. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh Moral Hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) menunjukkan dalam jangka pendek dan jangka panjang hanya variabel NPF saja yang berpengaruh terhadap pembiayaan. Sedangkan variabel PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan. Hasil koefisien determinasi menunjukkan angka sebesar 86%, hal itu menandakan kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen, sementara 14% dijelaskan oleh variabel lain. Kata kunci :, NPF, PDB, Moral Hazard, Pembiayaan.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Azza Wa Jalla yang memiliki segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit yang telah melimpahkan rahmat dan karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Moral Hazard terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Suri Tauladan kita Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Sahabat, tabi’in, tabi’ut tabiin dan keluarga beliau yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman terang-benderang seperti sekarang ini. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari orang-orang di sekitar penulis yang begitu banyak memberi bantuan serta dukungan pada penulis. Untuk itulah, dengan selesainya penulisan skripsi ini sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, izinkan penulis mengucapkan rasa terima terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.
Ibu dan Ayahku tercinta, Mufliha dan Muhammad Ali Burhan yang tiada tara dalam memberikan cinta, do’a yang tulus serta ikhlas, pengorbanan baik materil maupun non materil, dan kasih sayangnya serta segala sesuatu yang dimilikinya untuk membesarkan anak-anaknya. Terimakasih Ibu dan Ayah berkat kalian, aku bisa menimba ilmu, serta mengarungi kehidupan ini di jalan yang Allah kasihi ini.
2.
Kakak-Kakakku, Meiliha Awaliyah, Zailiha Qibtiyah dan Kakak iparku Agus Setiono. Terimakasih atas dukungan dan do’anya selama ini sehinnga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.
v
3.
Adikku Failiha Lutfiyah, terimakasih juga atas dukungan dan do’anya selama ini sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.
4.
Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6.
Bapak DR. Ahmad Dumyathi Bashori, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, keikhlasan serta bimbingan dengan baik, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Jazakallah khairan katsiran.
7.
Bapak Arief Mufraini, Lc, Msi selaku Dosen Pembimbimg II yang juga telah memberikan sumbangsih pemikiran, keikhlasan serta bimbingan dengan baik, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Jazakallah khairan katsiran.
8.
Bapak Suhendra, S.Ag., MM selaku Ketua Jurusan Manajemen, terimakasih selama ini atas wejangan dan nasehatnya. Jazakallah khairan katsiran.
9.
Ibu Leis Suzanawati, SE, MSi selaku Sekretaris Jurusan Manajemen.
10.
Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
11.
Teman-teman Manajemen B angkatan 2007. Agi, Jeje, Yoga, Bimo, Ariyanto, Zadi, Adi, Ole, Dani, Bangga, Ilham, Ridwan, Doli, Fauzi, Qolbi, Dini, Novi, Ria, Wulan, Ade, Ayu Nadia, Pinkan, Adlin, Neneng, Ayu, dll yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas pertemanan, persahabatan dan soliditasnya selama ini semoga kita jadi orang sukses di masa depan. Amiin..
12.
Teman-teman Perbankan angkatan 2007. Zadi, Ole, Adi, Jeje, Dani, Fauzi, Doli, Ilham, Wawo, Ari, Peri, Robi, Abi, Indra, Sagon, Dini, Novi, Wulan, Ayu, Pinkan, Vita, Dewi, Yolan, Bayu. Terimakasih atas pertemanan, persahabatan dan soliditasnya, semoga kita sukses di masa depan, Amiin.
13.
Teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Senang bisa bersama dengan kalian.
vi
14.
Teman-teman LISENSI 2007 FEB, “grassroot rakyat” Bimo, Yoga, Agi, Mawaddah, Reza Satrio Piningit, buat Reza terimakasih banyak untuk bantuannya selama ini baik itu ilmu, kosan, PS, dll. Terimakasih untuk semuanya semoga kita sukses di masa depan dan jadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini. Amiin.
15.
Teman-teman LISENSI 2007 Fakultas Syariah. Fitoy, Didin, Fairuz, Amel, Azizah, dll. Juga adik kelas Lisensi 2008,2009,2010. yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih selama ini telah menjadi bagian dari organisasi yang kita cintai ini, semoga kita tetap teguh untuk menjadi Ekonom Robbani, dan semoga kita sukses di masa depan dan jadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini. Amiin.
16.
Seluruh teman-teman baik dari Fakultas Ekonomi maupun dari Fakultas lain, terimakasih atas semangat dan dukungan kepada penulis.
17.
Teman-teman seperjuangan halaqoh Ka Syamsul. Yudis, Sofyan, Dedi, Bayu, Aa Puji, Aa Weldan, Diki, Atho, Rizal, Ivan. Semoga ukhuwah kita tetap kuat dan tetap istiqomah dalam mengarungi jalan dakwah ini.
18.
Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
19.
Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun semua ini semata-
mata karena keterbatasan penulis. Akhir kata, besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jakarta, 9 September 2011
Khaikal Mulki
vii
DAFTAR ISI
Daftar Riwayat hidup ..........................................................................................
i
Abstract.................................................................................................................
iii
Abstrak..................................................................................................................
iv
Kata Pengantar ....................................................................................................
v
Daftar Isi...............................................................................................................
viii
Daftar Tabel........... ..............................................................................................
xi
Daftar Gambar.....................................................................................................
xii
Daftar Lampiran ..................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................
8
C. Tujuan Penelitian......................................................................................
8
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
10
A. Pengertian Bank Syariah ..........................................................................
10
B. Tujuan Perbankan Syariah ........................................................................
11
C. Moral Hazard ...........................................................................................
13
D. Pembiayaan Bank Syariah ........................................................................
18
viii
E Penelitian Terdahulu .................................................................................
21
F. Keterkaitan Antar Variabel .......................................................................
25
G. Kerangka Pemikiran .................................................................................
26
H. Hipotesis ..................................................................................................
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................
29
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................
29
B. Metode Penentuan Sampel........................................................................
29
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................................
29
D. Metode Analisis Data ...............................................................................
30
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................
46
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ....................................................
48
A.Gambaran Umum Objek Penelitian ...........................................................
48
1. Bank Syariah ........................................................................................
48
B.Analisa dan Pembahasan ..........................................................................
52
1. Analisis Deskriptif ...............................................................................
52
2. Prasyarat Analisis Data .........................................................................
55
3. Analisis Data ........................................................................................
65
4. Uji Hipotesis ........................................................................................
69
5. Koefisien Determinasi ..........................................................................
70
ix
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ........................................................
71
A.Kesimpulan ...............................................................................................
71
B.Implikasi ...................................................................................................
73
C. Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya…………
74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
75
LAMPIRAN..........................................................................................................
78
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Komposisi Pembiayaan Bank Syariah
2.1
Penelitian Terdahulu
21
1.1
Jaringan Kantor Perbankan Syariah
50
1.2
Hasil Uji Ramsey Reset
56
1.3
Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada Tingkat Level
58
1.4
Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada First Difference
59
1.5
Hasil Uji Kointegrasi
61
1.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas
62
1.7
Hasil Langrange Multiple Test
63
1.8
Hasil Uji Multikolinieritas
64
1.9
Hasil Analisis ECM
65
xi
7
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran
27
4.1
Perkembangan DPK Bank Syariah
51
4.8
Perkembangan NPF Bank Syariah
52
4.9
Perkembangan PDB
53
4.10
Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah
54
4.12
Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah
68
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
Lampiran 1
Daftar variabel Yang Digunakan
78
Lampiran 2
Daftar Tabel
79
Lampiran 3
Output Eviews 6
80
Lampiran 4
Daftar Gambar
90
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Istilah moral hazard kembali populer sejak terjadinya krisis keuangan di Asia. Pada saat itu, kebijakan kredit bank dinilai kurang berhati-hati dalam memberikan pinjaman.Sejalan dengan itu, back up yang disediakan bank sentral justru membuat bank semakin berani mengambil risiko dalam memberikan pinjaman sebagaimana diungkapkan oleh Goldstein Morris (1998). Istilah moral hazard berkembang ke seluruh bidang seperti halnya dalam sistem perbankan. Hal ini terjadi kalau semua deposito di semua bank dilindungi oleh jaminan atas bangkrutnya bank maka hal ini bisa memberikan insentif bagi para deposan untuk menitipkan hartanya di bank-bank kecil yang berani menawarkan suku bunga yang paling tinggi. Dalam hal ini yang dirugikan adalah bank-bank besar dan bonafid yang tidak mau memberikan suku bunga tinggi. Kalau bank-bank (swasta) tahu dari pengalaman, bahwa Bank Indonesia akan menolong kalau mereka melanggar prudential
requirements maka
akibatnya
mereka
bisa
melakukan
kenekadan. Jaminan dari bank sentral disalahgunakan karena adanya ketidakjujuran dari pengurus atau pemilik bank-bank itu. Sehingga konsekuensinya bahwa seluruh elemen ekonomi harus membayar atas akibat ketidakjujuran ini, yaitu di saat ekspansi kredit bank sentral demikian menyebabkan inflasi. 1
Pada kondisi kritis tersebut, bail out IMF dilihat sebagai faktor yang justru memperburuk situasi krisis. Dreher (2004) menyebutkan program penjaminan atau bail out IMF di sejumlah negara telah mengakibatkan terjadinya moral hazard di negara-negara tersebut. Penilaian moral hazard atas IMF, menurut Dreher berdasarkan definisi moral hazard yang diajukan oleh Vaubel (1983); pada dasarnya prinsip moral hazard berkembang ketika provisi dari asuransi memberikan kesempatan kepada pemegang
polis
asuransi
bertindak
ceroboh sehingga
memungkinkan terjadinya kondisi-kondisi buruk yang tidak diharapkan. Kondisi ini dianalogikan dengan sikap IMF yang memberikan bantuan kepada negara-negara yang mengalami guncangan perekonomian, sehingga menimbulkan sikap kehatihatian yang rendah dari negara tersebut dalam melawan krisis. Jika sikap ketidakhatihatian yang dilakukan oleh penerima asuransi dikategorikan sebagai moral hazard langsung, maka IMF sebagai pihak yang memberikan kesempatan terjadinya moral hazard disebut telah melakukan moral hazard secara tidak langsung. Mengacu
kepada
definisi
tersebut,
ketidakhati-hatian
bank
dalam
menyalurkan dana pihak ketiga dapat dikategorikan sebagai tindakan moral hazard. Dengan definisi tersebut kita juga dapat menganalisis sejumlah kasus yang ditemukan pada perbankan konvensional seperti kasus kredit macet sebesar Rp 2,7 triliun di Bank Mandiri, dan masuknya Bank Persyarikatan dalam kategori bank dalam pengawasan khusus dari sudut pandang moral hazard. Berkembangnya praktik moral hazard di perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem dimana risiko tidak terdistribusi secara merata antara pemilik 2
dana dengan pihak bank. Risiko pemilik dana lebih besar dibandingkan dengan risiko yang ditanggung oleh pihak bank (Nasution, 2005). Keberadaan sistem penjaminan pun tidak menjamin keamanan dana nasabah. Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, keberadaan program penjaminan pemerintah dan asuransi deposito telah menyebabkan kasus moral hazard di perbankan semakin berkembang (Khan dan Ahmed: 2001). Moral hazard juga terjadi akibat kurangnya pengawasan dari instansi terkait. Dalam kasus perbankan, Bank Indonesia sebagai bank sentral harus melakukan pengawasan dan kontrol yang ketat atas kebijakan-kebijakan dan regulasi-regulasi yang telah ditetapkan dalam manajemen perbankan. Selain itu kurang tegasnya dalam menjalani peraturan-peraturan yang ada terutama dalam hal sanksi atas pelanggaranpelanggaran yang dilakukan individu atau kelompok. Dan yang paling parah bila petugas atau instansi pengontrol atau pengawas yang memang melakukan kegiatannya di luar tanggung jawabnya atau lepas dari tanggung jawabnya dengan melakukan kolusi atas jabatan dan wewenangnya. (Tri Susanto. 2010). Indikasi moral hazard terjadi jika pada saat NPL/NPF meningkat pada saat GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi tersebut NPL/NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang melakukan monitoring (Mustofa Edwin, 2007)
3
Dalam pendistribusian risiko, bank syariah menawarkan konsep yang lebih baik dibandingkan dengan konsep perbankan konvensional. Perbankan syariah menolak keberadaan bunga dalam operasionalnya, dan menjadikan sistem bagi hasil yang dikenal dengan profit and loss sharing (PLS) sebagai pengganti bunga. Secara teori keberadaan sistem profit and loss sharing yang juga berimplikasi kepada risiko, semestinya membuat perbankan syariah lebih stabil dalam menghadapi masalah moral hazard di perbankan, khususnya dalam pembiayaan. Hal ini terkait dengan konsekuensi penerapan akad mudharabah dalam perjanjian bank dengan deposan, dimana kesalahan manajemen dalam pengelolaan dana akan mengakibatkan bank sebagai mudharib harus menanggung seluruh risiko kerugian usaha. Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia masih terdapat masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank sebagai akibat dari diterapkannya sistem bunga yang diyakini sebagai riba yang diharamkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep alternatif sistem perbankan yang dapat menampung tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dengan sistim bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing), yang mengedepankan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, baik dalam memperoleh keuntungan maupun dalam menghadapi risiko.Bukti konkrit yang perlu diambil ibroh (pelajaran) ketika bunga diterapkan oleh perbankan konvensional, sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang memporakporandakan sendi-sendi kehidupan bangsa, yang pada akhirnya Indonesia sangat terpuruk dalam berbagai sektor kehidupan. Salah satu sektor yang sangat mencengangkan adalah ketika perbankan konvensional dengan sistim bunganya 4
mengalami kebangkrutan sejak tahun 1997, tidak kurang sekitar 30 bank ditutup atau dilikuidasi dan selanjutnya ada 55 bank masuk dalam kategori pengawasan oleh BPPN. Untuk membantu bank bank tersebut pemerintah terpaksa membantu dengan mengucurkan bantuan kredit yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sampai sekarang belum dapat dapat di lunasi oleh kreditornya. Kondisi ini sangat berbeda dengan perbankan yang beroperasi sesuai dengan prinsip Syari’ah, hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga simpanan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal dan tingkat keuntungan yang di peroleh bank syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank syari`ah selamat dari negative spread. Justru krisis moneter menjadi langkah awal bank syariah untuk menunjukan eksistensinya, kalau bank syariah mampu bertahan dalam keadaan krisis. Bank syariah bukannya ikut ambruk sebagaimana halnya perbankan konvensional pada umumnya, malahan krisis ekonomi dan moneter justru telah membawa dampak yang positif bagi perkembangan bank Syari’ah. Sampai dengan tahun 2010 jumlah bank umum syariah adalah 10 buah, unit usaha syariah sebanyak 23 buah dan BPRS sebanyak 105 buah. Sejumlah kalangan ekonom dan praktisi perbankan mengakui dan menyatakan bahwa Bank Syari’ah merupakan bank yang tahan banting (resistent) terhadap badai krisis ekonomi dan moneter. Oleh karena itu lembaga perbankan yang semacam ini perlu dikembangkan pada masa yang akan datang, salah satunya mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin yang menyatakan bahwa :
5
“Pengalaman selama krisis ekonomi ini memberikan suatu pelajaran yang berharga bagi kita bahwa prinsip risk sharing (berbagi risiko), atau profit and loss sharing (bagi hasil), merupakan prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi, penyaluran dana melalui prinsip Syari’ah dengan menggunakan prinsip bagi hasil atau berbagi risiko antara pemilik dana dengan pengguna dana sudah diperjanjikan secara jelas sejak awal, sehingga jika terjadi kesulitan usaha karena krisis ekonomi misalnya, maka risiko kesulitan usaha tersebut otomatis ditanggung bersama oleh pemilik dana dan pengguna dana” (Syahril Sabirin dalam Sjahdeini : 1999: vi.). Di balik perkembangan bank syariah yang secara kuantitas semakin berkembang, tetapi dalam pelaksanaanya, prinsip dasar dalam kegiatan perbankan syariah yaitu sistem bagi hasil kurang diminati dalam kegiatan pembiayaan perbankan syariah. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah secara nasional pada tahun 2008 hanya sebesar 16,25% dan 19,40% bila dibandingkan dengan pembiayaan murabahah (jual beli) yang sebesar 58,87%, dari total pembiayaan sebesar 2,16 trilyun. Meskipun pertumbuhan pembiayaan sangat cepat, tak berarti perbankan syariah tidak lagi menerapkan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah terkesan lebih ekspansif menyalurkan dana ke sektor riil karena menerapkan sistem bagi hasil, risiko ditanggung bank dan nasabah. Sementara perbankan konvensional masih trauma akibat krisis ekonomi.
6
Tabel 1,1 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah (dalam juta rupiah)
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Namun ada sejumlah tindakan perbankan syariah yang bisa mengakibatkan pembengkakan kredit macet. Salah satunya, mulai mengucurkan
pembiayaan ke
sektor yang dinilai rawan kredit macet. Contohnya, sektor properti seperti apartemen. Sekarang, bisnis properti dianggap sudah jenuh sehingga potensi macetnya sangat besar. Di samping itu, sektor ini juga mulai ditinggalkan perbankan konvensional (Adiwarman, 2004). Banyaknya pembiayaan properti yang macet menjadi penyebab utama terus meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah non performing financing (NPF) perbankan syariah. Karena itu, perbankan syariah diminta menghentikan pembiayaan
7
properti tersebut sementara waktu. “Meningkatnya NPF, kesalahannya di properti. Karena itu, pembiayaan properti bank syariah tolong direm dulu'' (Wibowo, 2007). Peranan
perbankan
yang
sangat
strategis
dalam
mencapai
tujuan
pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini memerlukan pengkajian yang seksama atas konsep-konsep perbankan yang selama ini dioperasionalkan, baik secara konseptual maupun dalam aplikasinya, sehingga tercipta suatu sistem perbankan yang tangguh di era-globalisasi pada masa yang akan datang. Keberadaan bank Syari’ah di Indonesia belum sepenuhnya diterima, masih ada sebagian masyarakat yang menyamakan dengan bank konvensional. Berdasar latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang membahas tentang “Analisis Pengaruh Moral Hazard terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berusaha untuk mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu : 1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang indikasi moral hazard yang dinyatakan dalam rasio NPF dan PDB terhadap pembiayaan Bank Syariah di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1
Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang indikasi moral hazard yang dinyatakan dalam rasio NPF dan PDB terhadap pembiayaan di Bank-bank Syariah di Indonesia. 8
D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini di harapkan akan memperoleh manfaat antara lain : a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi Bank Indonesia, khususnya Direktorat Perbankan Syariah dalam mensosialisasikan perbankan syariah. b. Bagi perkembangan Ekonomi Islam khususnya perbankan syariah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat. c. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media dan wahana untuk belajar dan mengembangkan ilmu memecah masalah secara ilmiah dan memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan disiplin ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan penerapannya di lapangan.
.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank Syariah Bank syariah yaitu bank yang menjalankan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu pada Al-Qur’an dan AlHadits. (Siamat, 2004 : 183). Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang tata cara beroperasinya dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dana, memberikan dan mengenakan imbalan didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islami atau prinsip syariah, yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadits atau dengan kata lain, Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasian disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Mufraini, 2008 : 17). Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah (Rodoni, 2008 : 14). Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi yang disesuaikan dengan prinsip syariah (Sudarsono, 2003: 27). 10
UU No.10 Tahun 1998 menyebutkan tentang pengertian prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang disesuaikan dengan syariah, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau dengan adanya pilihan memindahkan kepemilikan barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain. B. Tujuan Perbankan Syariah Sistem perbankan Islam, seperti halnya aspek-aspek lain dari pandangan hidup Islam, merupakan sarana pendukung untuk mewujudkan tujuan dari sistem sosial dan ekonomi Islam. Beberapa tujuan dan fungsi penting yang diharapkan dari sistem perbankan Islam (Capra, 2000:2) adalah: 1) Kemakmuran ekonomi yang meluas dengan tingkat kerja yang penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum (economic well-being with full employment and optimum rate of economic growth). 2) Keadilan sosial-ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata (socioeconomic justice and equitable distribution of income and wealth). 3) Stabilitas nilai uang untuk memungkinkan alat tukar tersebut menjadi suatu unit perhitungan yang terpercaya, standar pembayaran yang adil dan nilai simpan yang stabil (stability in the value of money). 4) Mobilisasi dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan cara-cara 11
tertentu yang menjamin bahwa pihak-pihak yang berkepentingan mendapatkan bagian pengembalian yang adil (mobilisation of savings). 5) Pelayanan efektif atas semua jasa-jasa yang biasanya diharapkan dari sistem perbankan (effective other services). Mungkin ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa tujuan dan fungsi dari sistem keuangan dan perbankan Islam seperti yang diungkapkan di atas adalah sama dengan yang ada dalam kapitalisme. Walaupun nampak ada kesamaan, dalam kenyataannya terdapat perbedaan yang penting dalam hal penekanan, yang muncul dari perbedaan dua sistem tersebut dalam komitmennya terhadap nilai-nilai spiritual, keadilan sosial-ekonomi serta dalam persaudaraan sesama manusia (Capra, 2000: 3). Tujuan-tujuan dalam Islam adalah suatu bagian tak terpisahkan dari ideologi dan kepercayaan Islam. Hal tersebut merupakan suatu input penting sebagai bagian dari suatu output tertentu. Tujuan-tujuan tersebut membawa kesucian dan dalam hal yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tujuan tujuan tersebut bukanlah semata-mata sebagai alat tawar politik dan kebijaksanaan. Akan tetapi, strategi yang sangat penting bagi terwujudnya suatu tujuan yang merupakan suatu keunikan yang dapat disumbangkan oleh Islam. Sistem perbankan Islam ditegakkan atas kemutlakan larangan dari pembayaran atau penerimaan setiap yang ditentukan (predetermined) atas pinjaman atau kredit. Dengan demikian konsep bunga (interest) atas hutang secara tegas dilarang. Sistem perbankan Islam lebih condong pada upaya untuk mendorong
penerapan
sharing
risiko,
mempromosikan
kewirausahaan
(entrepreneurship), melemahkan perilaku spekulatif, dan menekankan kesucian akad. 12
Saluran permodalan yang mungkin bisa digunakan untuk masyarakat Islam dalam membuka usaha adalah perusahaan perorangan (sole proprietorship),perusahaan patungan (partnership) (termasuk mudharabah dan syirkah) dan perusahaan perseroaan (joint stock company). Koperasi juga dapat memainkan peranan penting dalam perekonomian islam selama tidak menjalankan transaksi-transaksi yang dilarang (Capra, 2000: 5).
B. Moral Hazard
Penggunaan istilah moral hazard pada awalnnya digunakan dalam bidang asuransi. Dalam kamus Inggris makna moral hazard diterangkan sebagai the hazard arising from the uncertainty or honesty of the insured. Sebagai contoh : bila seorang pengusaha yang mengambil asuransi resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia terjepit hutang dan menjelang jatuh tempo maka kecenderungannya akan mengambil jalan pintas dan melakukan ketidakjujuran, ia akan membakar sendiri gudangnya untuk mendapatkan dana asuransi sebagai ganti ruginya. Moral hazard muncul karena seorang individu atau lembaga yang tidak konsekuen secara penuh dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya, dan karenanya cenderung untuk bertindak kurang hati-hati untuk melepas tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya kepada pihak lain.(Tri Susanto, 2010).
Moral hazard di dunia perbankan sudah sering terjadi bahkan menjadi kebiasaan dari para bankir, seperti korupsi dan penyimpangan baik di bank BUMN
13
maupun bank swasta. Dhani Gunawan, peneliti senior Bank Indonesia, menyatakan bahwa korupsi di lembaga perbankan pada umumnya dapat menjelma dalam tiga bentuk. Pertama, bentuk langsung, Kedua, tidak langsung dan Ketiga, samar-samar ( Hendi, dalam Safri Haliding, 2010). Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas 2 tingkatan. Pertama, moral hazard pada tingkat bank dan yang kedua adalah moral hazard di tingkat nasabah. Moral hazard di tingkat bank dapat dibedakan atas beberapa diantaranya : 1) Moral Hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending behavior yang menyebabkan timbulnya moral hazard dan adverse selection di tingkat nasabah, yang disebut juga moral hazard tidak langsung (mengacu kepada pengertian moral hazard yang dikemukakan oleh Dreher (2004). 2) Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini termasuk dalam moral hazard langsung (mengacu kepada pengertian moral hazard yang dikemukakan oleh Dreher (2004). 3) Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank sebagai lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada sektor riil. 4) Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam kategori moral hazard dan lainnya.
14
Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip ilahiyah yang dalam operasionalnya memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Meskipun prinsip syariah dalam perbankan berasal dari nilai-nilai ilahiah namun sebagaimana kegiatan perekonomian lainnya, perbankan syariah pun tidak lepas dari masalah korupsi (Gunawan, 2005), termasuk juga masalah moral hazard dan adverse selection. Seperti perbankan konvensional, moral hazard di bank syariah setidaknya dapat dibedakan menjadi moral hazard pada bank dan juga moral hazard pada nasabah. Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib tidak berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi menimbulkan moral hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian. Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian, atau ketidakpatuhan
bank
syariah
terhadap
prinsip-prinsip
syariah,
juga
dapat
dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral hazard pada nasabah umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang berbasis pada equity financing (mudharabah dan musyarakah) atau biasa dikenal dengan profit loss sharing. Akad mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap masalah moral hazard. Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu global yang menyebabkan bank syariah lebih memilih dengan pembiayaan dengan basis debt financing (murabahah, 15
ishtisna, dan salam). Pada penelitian ini, moral hazard hanya dibatasi pada peran bank sebagai mudharib yang bertanggung jawab terhadap dana yang diamanahkan oleh pihak shahibul maal (mengacu kepada definisi dari Vaubel (1993) yang dikutip oleh Dreher (2004). Indikasi moral hazard lainnya terjadi jika pada saat NPL/NPF meningkat pada saat harga rumah meningkat. Idealnya ketika harga rumah meningkat maka permintaan untuk kredit rumah akan menurun, jumlah penyaluran kredit rumah juga akan
turun
sehingga
jika
pada
kondisi
tersebut
NPL/NPF
meningkat,
mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring. Indikasi moral hazard yang terakhir dapat dilihat dari kebijakan kredit atau pembiayaan bank yang berhati-hati atau kurang berhati-hati yang menyebabkan terjadinya peningkatan NPL/NPF. Jika bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring berarti bank kurang melakukan antisipasi terhadap terjadinya moral hazard di sisi debitur. Moral hazard atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah tindakan pelaku ekonomi yang menimbulkan kemudharatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Untuk menjustifikasikan apakah suatu tindakan ekonomi merupakan moral hazard ataukah bukan, perlu mempelajari prinsip-prinsip dari transaksi yang Islami, yang dihalalkan ataupun yang diharamkan. (Hariyanto, 2009)
16
Prinsip transaksi Islami :
1. Ada kerelaan antar pihak yang bertransaksi. 2. Adil
(keseimbangan
dalam
pandangan
berbagai
segi
antar
pelaku
ekonomi/tidak mezalimi dan tidak dizalimi (lâ tazhlimûna walâ tuzhlamûn) dan terdapat empat batasan : a)
tidak boleh ada mafsadah (no externalities) = tidak zalim terhadap lingkungan
b) tidak boleh ada gharar (uncertainty with zero sum game) = tidak zalim
terhadap pasangan pelaku transaksi c)
tidak boleh ad maisîr (uncertainty with zero sum game in utility exchange) = gharar akibat pertukaran manfaat
d) tidak boleh ada riba (exchange of liability) = gharar akibat pertukaran
kewajiban 3. Jelas ( dalam status transaksi, ukuran, timbangan, kualitas, harga) 4. Tidak memakan hak orang lain secara paksa 5. Bermanfaat
Prinsip transaksi yang terlarang dalam Islam:
1. Terdapat unsur pemaksaan 2. Terdapat unsur kezaliman 3. Gharar/tidak jelas
17
4. Memakan hak orang lain 5. Mengandung mudharat
D. Pembiayaan Bank Syariah Dalam penyaluran dana secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam 3 kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu : 1) Jual beli (Ba’i) yang terdiri dari Murabahah, Salam, Istisna. 2) Bagi Hasil yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah. 3) Sewa (Ijarah). 1) Jual Beli (Ba’i) Suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja, juga termasuk kegiatan usaha jual beli, di mana dilakukan pada waktu bersamaan baik antara penjual dengan bank maupun antara bank dengan nasabah sebagai pembeli, sehingga bank tidak memiliki persediaan barang yang dibiayainya : Berdasarkan jenisnya terdiri dari : a. Al- Murabahah : Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai
tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara pesanan.
18
b. Al-Salam : Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka secara penuh. c.
Al-Istishna : Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima
pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. 2) Bagi Hasil (Profit Sharing) Suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang diberikan berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara bank dan nasabahnya. Berdasarkan jenisnya terdiri dari : a. Al-Musyarakah : Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. b. Al-Mudharabah : Akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). c. Al-Muzara’ah : Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada
19
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. d. Al-Musaqah : Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. 3) Sewa (Ijarah) Prinsip sewa ini didasarkan pada : a. Al-Ijarah : Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. b. Ijarah wa iqtina : Akad sewa-menyewa barang antara bank (muajir) dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
20
E. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu . No
Peneliti
Judul
Metode
Variabel
Keterangan
1
Mustafa
Profit Sharing dan
Error
1.Non
Edwin,
Moral Hazard
Correction Financing(NPF)
Syariah
Ranti Wilasih
Penyaluran Dana
Model
tidak
Performing 1.
(Y1),
Pada
Pihak Ketiga Bank
2.Gross
Umum Syariah di
Product (GDP) (X1). hazard
Indonesia
3.Rasio
Bank Mandiri
ditemukan
Domestic indikasi
moral
rata-rata dikarenakan
return PLS terhadap pembiayaan BSM rata-rata
return lebih
difokuskan
pembiayaan
(LRR) pada
pembiayaan
(X2) 4.Rasio
murabahah alokasi sehingga
pembiayaan
berhati-hati dalam
murabahah terhadap melakukan alokasi pembiayaan maintenance PLS (LRF) (X3)
lebih
terhadap
21
pembiayaan ini. 2.
Untuk
kasus
Bank
Muamalat,
rasio
alokasi
pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan profit loss
sharing
(mudharabah dan musyarakah) mengakibatkan terjadinya macet.
kredit
Hal
ini
mengindikasikan terjadinya
moral
hazard
Bank
di
Muamalat,
yaitu
ketidakhati-hatian dari pihak Bank Muamalat
22
sehingga mengakibatkan terjadinya hazard
moral di
sisi
debitur.
2
Desty
Indikasi Moral
Error
1.NPL/NPF (Y1)
Setyowati
Hazard dalam
Correction 2.GDP
Penyaluran Dana
Model
1. Indikasi moral
nominal hazard
(X1).
di
bank
umum
Pihak Ketiga:
3.Perubahan
harga konvensional yang
(Studi Komparatif
rumah (X2)
ditunjukan
Bank Umum
4.Rasio suku bunga meningkatnya
Konvensional dan
kredit
Bank Umum
terhadap
Syariah di
modal kerja (X3)
Indonesia Tahun
5.Rasio
jumlah estate
terhadap
2003:1–2007:9)
pinjaman real estate kredit
konstruksi
terhadap
oleh
konsumsi kredit macet akibat kredit dari GDP dan rasio alokasi kredit real
jumlah dalam
jangka
pinjaman konstruksi panjang. (X4) 6.Rasio
2. Indikasi moral margin hazard di bank
23
murabahah
(X5) umum syariah
terhadap
PLS yang ditunjukan
mudharabah (X4).
oleh meningkatnya
7.Rasio pembiayaan
kredit macet akibat
murabahah terhadap
dari GDP dan rasio
mudharabah (X6).
alokasi pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah dalam jangka panjang dan rasio margin murabahah terhadap loss profit sharing mudharabah dalam jangka panjang dan jangka pendek
3
Sugih Waluya
Analisis Faktor-
Error
1.Pembiayaan (Y1).
Romdlon
faktor yang
Correction 2.CAR (X1)
Dalam jangka pendek, hanya
24
mempengaruhi
Model
3.BOPO (X2)
variabel BOPO
Pembiayaan di
4.ROE (X3)
saja yang
Bank Syariah
5.NPF (X4)
mempengaruhi
(Studi pada Bank
pembiayaan pada
Syariah Mandiri
BMI, sedangkan
dan Bank
pada BSM dalam
Muamalat)
jangka pendek tidak terdapat pengaruh yang signifikan.
F. Keterkaitan antar variabel 1. Menurut
Dwi
Nurapriyani
(2010).
NPF
berpengaruh
terhadap
pembiayaan. Peningkatan jumlah NPF akan meningkatkan jumlah PPAP (Penyisihan Penghapusan Aset Produktif) yang perlu dibentuk oleh pihak bank. Jika hal ini berlangsung terus maka akan mengurangi modal bank. Karena NPF dapat mempengaruhi jumlah modal, maka peningkatan nilai NPF akan menurunkan jumlah pembiayaan 2. Menurut Nurhayati Siregar (2007). Variabel NPF berpengaruh negatif dan signifikan dalam penyaluran dana. Artinya kenaikan NPF akan menyebabkan penyaluran dana berkurang atau sebaliknya menurunnya
25
NPF akan menaikkan jumlah penyaluran dana bank syariah kepada masyarakat. 3. Menurut Ari Cahyono (2009). PDB tidak mempengaruhi pembiayaan pada Bank Syariah. Berdasarkan penelitian dengan metode yang sama menunjukkan bahwa PDB memberikan pengaruh positif yang paling besar terhadap Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri. G. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini untuk menghitung semua rasio keuangan tersebut akan dihitung dengan menggunakan software MS Excel 2007 dengan memasukkan rumus masing-masing, setelah itu dilakukan pengujian persyaratan analisis yaitu uji asumsi klasik, kemudian untuk melihat hubungan diantara variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat dari masing-masing bank menggunakan ECM dengan bantuan software Eviews 6.
26
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Cari Data
Statisitik Perbankan Syariah Bank Indonesia Manual Input
Data yang dibutuhkan
NPF, PDB, Pembiayaan
Uji Linieritas
Uji Perilaku data = -Uji Stasioneritas -Uji Derajat Integrasi -Uji Kointegrasi
Uji Asumsi Klasik = - Uji Heteroskedastisitas - Uji Autokorelasi
- Uji Multikolinieritas
Uji ECM
Uji F dan Uji t Kesimpulan dan Implikasi
Selesai 27
G. Hipotesis H0 : b1 = 0,
artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara NPF terhadap
pembiayaan. Ha :b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara NPF terhadap pembiayaan. H0 : b1 = 0,
artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara GDP terhadap
pembiayaan. Ha : b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara GDP terhadap pembiayaan. Simultan H0 : b1 =b2 =b3 =b4 = 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah : a. jika nilai Fhitung > nilai Fkriris maka H0 ditolak atau menerima H1 artinya bahwa secara bersama-bersama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. b. jika nilai Fhitung < nilai Fkritis maka H0 diterima atau menolak H1. Dalam kasus ini artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh moral hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia. Hingga 2010, sudah ada 10 BUS yaitu : Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, BCA Syariah, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, BNI Syariah. Pada penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah NPF dan PDB. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah pembiayaan. Adapun data yang digunakan adalah Januari 2008 sampai Desember 2010. B. Metode Penentuan Sampel Skripsi ini disusun dengan melakukan pemilihan sampel menggunakan metode non probabilitas berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yaitu tipe pemilihan sampel secara tak acak yang infonya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu (disesuaikan dengan tujuan/masalah penelitian). C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dan dibuat oleh pihak lain yang dikumpulkan dalam kurun waktu tertentu dari suatu sampel. Penulis memperoleh data sekunder ini dari : 29
a. Bank Indonesia b. Badan Pusat Statistik (BPS) c. Internet Library (database website dalam internet). Penulis juga mengambil data dari buku-buku perpustakaan, seperti teori- teori yang berhubungan dan mendukung dalam analisis penelitian ini. D. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode koreksi kesalahan atau dikenal dengan nama error correction model (ECM), yaitu suatu teknik untuk mengoreksi ketidak seimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang (Nachrowi, 2006:371). Dengan kata lain, metode ECM merupakan metode analisis data yang memperlihatkan dan menjelaskan hubungan jangka panjang dan jangka pendek dari variabel penelitian yang disebabkan karena adanya ketidak seimbangan hubungan pada model dan ketidak normalan serta ketidak stasioneran data. a. Persyaratan analisis Pada tahapan ini akan melalui berbagai pengujian, adapun pengujian yang dimaksud adalah sebagai berikut; 1. Uji Linieritas Uji linieritas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak (Insukindro, 2001: 100). Spesifikasi model yang digunakan merupakan hasil dari pemilihan model yang dianggap tepat sesuai dengan landasan teori. Akan tetapi dalam prakteknya 30
seringkali model yang dipilih belum tepat digunakan dalam penelitian, sehingga perlu adanya deteksi terhadap model tersebut. Pendeteksian terhadap model tesebut ditunjukkan oleh uji linieritas, dan dari uji ini akan diperoleh informasi mengenai bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan dalam model empiris. Untuk mengetahui suatu model linier atau tidak, dapat dilakukan dengan cara Uji Ramsey (RESET), yaitu suatu pengujian yang dikembangkan oleh Ramsey dengan mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi atau dikenal dengan sebutan uji kesalahan spesifikasi regresi (Regression Specification Error Test = RESET) (A. Widarjono, 2009:170-171). Dalam pengujian Ramsey (RESET) ini, yang perlu diperhatikan adalah nilai F hitung, dengan hipotesis : H0 = Model tidak linier H1 = Model linier Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α tertentu berarti signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya model kurang tepat atau tidak linier. Sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F kritisnya pada α tertentu, berarti tidak signifikan dan menolak hipotesis H0 yang menyatakan bahwa model tidak linier. Selain itu, Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas Obs* R2, yaitu sebagai berikut : 31
- Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0 dengan demikian, model dikatakan linier. - Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, dan menolak H1, maka model tidak linier. 2. Uji Perilaku Data Uji perilaku data merupakan pengujian yang dilakukan terhadap data time series sebelum dilakukan pemodelan, pengujian ini meliputi uji linieritas, uji stasioneritas, uji derajat integrasi, dan uji kointegrasi. Uji perilaku data dilakukan untuk melihat linieritas data yang menunjukkan spesifikasi model dan stasioner atau tidaknya data-data pada level yang menunjukkan hubungan seimbang atau tidaknya pada
jangka pendek serta untuk melihat adanya hubungan jangka
panjang pada data penelitian. Tahapan dari uji perilaku data ini adalah :
1) Uji Stasioneritas Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tertentu (Widarjono, 2005:354).
32
Data yang stasioner pada dasarnya tidak memiliki variasi yang terlalu besar selama periode observasi dan memiliki kecendrungan untuk mendekati nilai rataratanya (Insukindro, 2001:121). Untuk melihat data stasioner atau tidak, dalam penelitian ini digunakan uji akar unit (unit root test). Apabila hasil uji akar unit menunjukkan data belum stasioner pada level maka data penelitian akan dilakukan diferensiasi tingkat pertama (first difference) hingga data menjadi stasioner (uji derajat integrasi) dan terbebas dari regresi lancung. -
Uji Akar Unit (unit root test)
Uji akar unit merupakan pengujian yang formal dan dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Menurut Nachrowi (2006:353), untuk mempermudah pemahaman tentang unit root test, maka perlu memahami model berikut : Yt = ρYt-1 + ut Jika ρ = 1, maka model menjadi random walk tanpa trend. Disini akan menghadapi masalah dimana varian Yt tidak stasioner. Dengan demikian, Yt dapat disebut mempunyai unit root atau data tidak stasioner. Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Data yang stasioner adalah data time series yang tidak mengandung akar unit dan sebaliknya. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat dilakukan dengan uji Dickey-Fuller dan uji Philips-Perron (PP) yang merupakan bagian dari uji akar unit.
33
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit pada data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller. Kelebihan metode ini adalah mengasumsikan bahwa proses terbentuknya error term dari suatu variable tidak mengikuti suatu fungsi tertentu. Hal ini berarti prosedur ADFtest dapat secara luas diterapkan sepanjang tidak ada keharusan mengasumsikan bahwa error term memilki bentuk fungsional tertentu.Pengujian ADF memasukkan unsur adanya autokorelasi didalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi (A. Widarjono, 2009:322) dan dapat diformulasikan sebagai berikut : ΔYt = γYt-1 + et ΔYt = α0 + γYt-1 + et Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah : Ho : γ = 0 = data tidak stasioner H1 : γ ≠ 0 = data stasioner Hipotesis diatas menjelaskan bahwa apabila hasil uji Augmented DickyFuller menyatakan nilai ADF statistik lebih negatif atau lebih besar dari pada nilai critical value pada derajat kepercayaan tertentu (α = 1%, 5%, dan10%), maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tersebut tidak stasioner ditolak. Dan sebaliknya, bila nilai ADF statistik lebih kecil pada nilai critical value pada derajat kepercayaan tertentu (α = 1%, 5%, dan10%), maka hipotesis nol diterima. Apabila diketahui bahwa data tidak stasioner, maka data harus distasionerkan melalui proses differensiasi data, atau dikenal dengan uji derajat integrasi. 34
2) Uji Derajat Integrasi Pengujian derajat integrasi dilakukan apabila uji stasioneritas dengan menggunakan unit root test pada level menunjukkan bahwa data tidak stasioner, sehingga perlu distasionerkan dengan cara mendiferensiasikan data variabel penelitian. Seperti halnya uji akar unit diatas, uji derajat integrasi-pun dilihat dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller dengan formulasi dasar : ∆2
= ∆
+
∆2
=
+ ∆
∆2
=
+
+ + ∆
+
Dimana : ∆2
=∆
−∆
Seperti pada uji akar unit sebelumnya, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistic ADF (PP) yang diperoleh dari koefisien γ dengan nilai kritis distribusi statistic Mackinnon (A. Widarjono, 2009:324). Dengan hipotesis : Ho : γ = 0 = ADF (PP) value < Nilai Kritis = data tidak stasioner H1 : γ ≠ 0 = ADF (PP) value > Nilai Kritis = data stasioner Apabila nilai statistik ADF (PP) lebih besar atau lebih negatif dari nilai kritisnya (critical value) pada differensiasi tingkat pertama (first difference) maka H0 ditolak, artinya data telah stasioner. Akan tetapi, bila nilai statistic ADF (PP) lebih kecil dari nilai kritisnya pada diferensiasi tingkat pertama maka H0 diterima
35
dan menunjukkan bahwa data tidak stasioner pada first difference, sehingga perlu dilakukan diferensiasi tingkat yang lebih tinggi lagi (second difference) sehingga data menjadi stasioner. 3) Uji Kointegrasi Kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi (Insukindro, 2001:121). Uji kointegrasi dari dua atau lebih data time series menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantaranya. Data time series dikatakan terkointegrasi jika residu dari tingkat regresi stasioner, maka tingkat regresi akan memberikan estimasi yang tepat untuk hubungan jangka panjang. Dalam melihat suatu model yang memiliki kointegrasi atau tidak, dapat dilakukan dengan menjalankan uji sebagai berikut :
-
Uji Johansen
-
Uji CRDW
-
Uji EG
Dalam penelitian ini, untuk melihat ada atau tidaknya kointegrasi, dilakukan dengan uji Engle-Granger (EG) atau uji Augmented Engle-Granger yaitu pengujian yang dilakukan dengan memanfaatkan Uji Augmented DickyFuller dengan cara mengestimasi model regresi kemudian menghitung nilai
36
residual-nya. Apabila nilai residual-nya stasioner maka regresi tersebut merupakan regresi kointegrasi (Nachrowi, 2006:367). Dengan kata lain, pengujian Augmented Dicky-Fuller dari nilai residual menghasilkan estimasi nilai statistik ADF kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya. Adapun proses pengujiannya adalah sebagai berikut :
-
Mengestimasi model regresi
-
Mencari nilai residualnya dan menghitungnya
Setelah mendapat nilai residualnya, maka akan dilakukan uji DF-ADF yang merupakan pengujian Engle-Granger untuk memperoleh hasil apakah model penelitian tersebut terkointegrasi atau tidak, maka hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : H0 = ADF value < Nilai Kritis = model tidak terkointegrasi H1 = ADF value > Nilai Kritis = model terkointegrasi 3. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik atau dikenal dengan Uji data, pengujian asumsi klasik dilakukan agar hasil analisis regresi memenuhi kriteria BLUE (best linier unbiased estimator). Uji asumsi klasik terdiri dari, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas,
37
1) Uji Multikolinieritas Salah satu uji asumsi klasik adalah tidak ada hubungan linier antar variabel independen. Adanya hubungan antar variabel independen dalam satu regresi disebut dengan Multikolinieritas (Agus Widarjono, 2009:103). Dengan demikian, multikolinieritas dapat diartikan sebagai hubungan linier antar variabel independen yang terjadi pada suatu regresi. Terjadinya multikolinieritas dalam suatu hasil regresi penelitian tidak dapat dihindari, artinya sulit untuk menemukan dua variabel bebas yang secara matematis tidak berkorelasi sealipun secara substansi tidak berkorelasi. Multikolinieritas adalah situasi dimana terdapat korelasi variabelvariabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan linier antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna (perfect) dan hubungan linier yang kurang sempurna (imperfect). Salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, kita menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Dalam penelitian ini peneliti akan multikolienieritas dengan menguji koefisien korelasi (r) antarvariabel independen. Sebagai aturan (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,85 maka diduga ada multikolinieritas
38
dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas.
2) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari dari residual adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data cross section. Sementara itu data time series jarang mengandung unsur heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Widarjono, 2005:146). Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai uji dibawah ini, yaitu:
-
Metode Grafik
-
Uji Arch
-
Uji Glejser
-
Uji Korelasi Spearman
-
Uji Goldfeld-Quandt
-
Uji Bruesch-Pagan-Godfrey
-
Uji White.
39
Dari uji yang dipaparkan diatas, untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model, peneliti menggunakan uji Arch.
3) Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain (Widarjono, 2005:177). . Untuk mengidentifikasi pada suatu model apakah terdapat autokorelasi atau tidak Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1997): H=
(
)
=
[
]
……………………………………… (3.6)
Dimana : d
= Durbin Watson
N
= Ukuran Sampel
Var
= Varian
40
Jika nilai yang dihitung < nilai kritis h dari tabel distribusi normal, berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi. Selain itu digunakan juga Uji Durbin-Watson, yaitu salah satu uji yang banyak digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, durbinwatson dilambangkan dengan d nilai ini akan berada dikisaran 0 – 4, pengambilan keputusan pada durbin-watson yaitu :
-
Bila (du) > DW (4-du) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi
-
Bila DW < dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif
-
Bila DW > (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol berarti ada autokorelasi negatif
-
Bila (du) > DW > atau (4-dui) > DW > (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan
4. Uji Error Correction Model (ECM)
Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan dalam jangka panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini
41
tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 1993: 12-16). Error correction model atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan adalah suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Menurut Sargan, Engel dan Granger, ECM adalah teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau. Dalam penelitian ini, model ECM yang digunakan telah terbebas dari ketidakstasioneritasan model melalui uji stasioneritas, uji derajat integrasi, uji kointegrasi dan uji asumsi klasik, sehingga model ECM yang digunakan sudah layak untuk dipakai dan di analisis. Analisis yang digunakan bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Proses menuju model ECM yang layak digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjangnya, yaitu sebagai berikut , Model Ekonometrik: Y = a +b1 x1 +b2 x2 +b2 x2 ……….(3) Fint = a0 + b1npft + b2pdbt + b3ECt + e…(3)
42
Dimana : = konstanta b
= Koefisien regresi
npf
= non performing finance (pembiayaan bermasalah)
pdb
= produk domestik bruto
ECt
= Error Correction (koreksi kesalahan)
e
= Error term
Berdasarkan pada model diatas, maka Model ECM pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berukut : ∆fint = β0 + β1∆ npft + β2 ∆pdbt + β3 npf t-1 + β4pdbt-1+β5 EC t-1 + et β adalah koefisien regresi pengganti α pada persamaan terdahulu. Setelah pengujian diatas dilakukan, maka model yang terbentuk akan dilakukan uji EC (Error Correction). 1) Uji Error Correction (EC) Error correction (EC) atau koreksi kesalahan merupakan bagian dari ECM. Nilai EC ini diperoleh dari penjumlahan variabel independent bulan sebelumnya dikurangi dengan variabel dependen bulan sebelumnya, sehingga model yang dapat diperoleh dari ECM diatas untuk menghitung EC ini adalah : =
(−1) + Rumus
ECt
(−1) + fint (-1) diatas
digunakan
untuk
menghitung
besarnya
ketidakseimbangan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila
43
nilai ECt positif dan secara statistik signifikan, maka model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid. 5. Uji t Uji t merupakan pengujian terhadap variabel independen secara parsial (individu) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Pada penelitian kali ini penulis menggunakan uji hipotesis satu sisi, karena memiliki landasan teori atau dugaan kuat terhadap hubungan tiap variabel. Berikut bentuk pengujian hipotesisnya : H0 : β1 = 0
: artinya bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : β1 ≠ 0
: artinya bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah : a. jika nilai thitung > nilai ttabel maka H0 ditolak dan menerima Ha, artinya bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. b. jika nilai thitung < nilai ttabel maka H0 diterima dan menolak Ha, artinya bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
44
6. Uji F Uji F merupakan pengujian untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Cara pengujian hampir sama dengan uji t H0 : β1 =β2 =β3 =β4 = 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah : a. jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka H0 ditolak atau menerima H1 artinya bahwa secara bersama-bersama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. b. jika nilai Fhitung < nilai Ftabel maka H0 diterima atau menolak H1. Dalam kasus ini artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. 7.
Koefisien Determinasi (R2)R2
atau koefisien determinasi digunakan untuk
menghitung seberapa besar presentase total variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebas. Atau dengan kata lain koefisien regresi menerangkan bagaimana garis regresi yang dibentuk sesuai dengan datanya (Widarjono, 2005:38).
45
E. Operasional variabel Penelitian Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel spesifikasi tersebut menunjukkan pada dimensi-dimensi dan indikator dari variabel. Penelitian melalui pengamatan penelitian terdahulu. Variabel Independen : 1) NPF Non performing financing (NPF) adalah pembiayaan yang masuk ke dalam kategori kredit kurang lancar, diragukan, dan macet berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Pada dasarnya NPF dan NPL ini memiliki pengertian yang sama yang membedakan hanya istilah kredit digunakan di bank konvensional dan pembiayaan digunakan di bank syariah. NPF = Pembiayaan yang diberikan dengan kolektabilitas 3 s/d 5
x 100%
Total pembiayaan yang diberikan Besar NPF maksimal 5%, semakin besar nilai NPF, ini menunjukkan bahwa bank tersebut tidak professional dalam pengelolaan kreditnya. 2) PDB PDB adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. PDB didalamya merupakan pendapatan faktor produksi milik bangsa Indonesia yang berada di dalam negeri
46
ditambah milik bangsa asing di dalam negeri. PDB dihitung biasanya dengan menggunakan dua keterangan menurut patokan harga yang dipakai, yaitu : - Harga Konstan PDB hkx = 100 X PDBhbx IHKx - Harga Berlaku PDB hbx = PDB hkx x IHK x 100 Hkx = Harga konstan Hbx = Harga berlaku IHK = Indeks harga konsumen 100 = Indeks harga konsumen tahun dasar X = Tahun tertentu Variabel Dependen : 1) Pembiayaan Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah semua pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah defisit. Pembiayaan = Pembiayaan margin + pembiayaan bagi hasil + pembiayaan lainnya.
47
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Bank Syariah Awal tahun 1980-an, diskusi mengenai ekonomi Islam mulai dilakukan. Bahkan uji coba dalam relatif terbatas telah dilakukan, diantaranya adalah Baitul Mal wa Tamwil Salman Bandung dan Koperasi Ridho Gusti Jakarta. Prakarsa lebih khusus bagi pendirian bank Islam baru dimulai tahun 1990. MUNAS IV MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada Agustus 1990 membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Muamalat (Antonio, 2001:24). Pemulihan ekonomi global yang semakin menguat di akhir tahun 2009 memberikan optimisme perkembangan ekonomi di tahun 2010 meskipun sempat diwarnai oleh krisis Yunani yang terjadi awal triwulan II 2010 namun krisis tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi perbankan syariah nasional. Kondisi perbankan syariah nasional yang masih dalam perkembangan awal dan belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global serta tidak signifikannya eksposur valas yang dimiliki perbankan syariah nasional, berdampak pada terhindarnya bank syariah dari pengaruh langsung krisis tersebut. Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 26,55% (yoy) dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang juga relatif tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 48
2009. Secara umum efektivitas fungsi intermediasi perbankan syariah tetap terjaga seiring pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relatif tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara lebih luas sehingga masih memiliki fundamental
yang
cukup
kuat
untuk
memanfaatkan
potensi
membaiknya
perekonomian nasional. Sampai dengan triwulan III 2010 jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha syariah meningkat seiring dengan munculnya pemain-pemain baru baik dalam bentuk Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS yang pada akhir tahun 2009 berjumlah 6 BUS bertambah 4 BUS dimana 2 BUS merupakan hasil konversi Bank Umum Konvensional dan 2 BUS hasil spin off Unit Usaha Syariahnya (UUS) sehingga jumlah UUS di tahun 2010 ini berkurang menjadi 23 UUS. Peningkatan jaringan kantor BUS dan UUS sampai triwulan III 2010 meningkat sebanyak 387 kantor, peningkatan ini terutama dari pembukaan kantor cabang terutama kantor cabang pembantu. Sedangkan untuk layanan syariah mengalami penurunan sebanyak 652 menjadi 1140 pada triwulan III 2010. Penurunan ini dikarenakan adanya penutupan 2 UUS akibat spin off yang secara kelembagaan juga menutup layanan syariahnya. Namun demikian, penurunan jangkauan layanan syariah ini tidak akan menurunkan jangkauan layanan bank syariah kepada nasabah, mengingat penyebaran jaringan kantor bank syariah yang luas dan diperkirakan akan semakin bertambah di akhir tahun 2010 menyusul dikeluarkannya izin usaha PT. Bank Maybank Syariah pada Oktober 2010. 49
Tabel 4.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Kelompok Bank
III
IV
III
I 2009
II 2009
2009
2009
I 2010
II 2010
2010
Bank Umum Syariah
5
5
5
6
8
10
10
Unit Usaha Syariah
26
25
24
25
25
23
23
888
899
924
998
1208
1279
1388
1486
1543
1667
1792
1787
1140
1140
Jumlah Kantor BUS & UUS Jumlah Layanan Syariah
Sumber : Outlook Perbankan Syariah Bank Indonesia Dari segi penyaluran dana perbankan syariah dalam bentuk pembiayaan meningkat signifikan dengan laju pertumbuhan 34,85% (yoy) lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2009 sebesar 18,16% (yoy). Peningkatan pembiayaan ini mengindikasikan peningkatan kinerja sektor riil mengingat bahwa pembiayaan yang diberikan (PYD) perbankan syariah sebagian besar disalurkan ke sektor riil. Membaiknya kinerja sektor riil terutama didukung oleh semakin kondusifnya perekonomian nasional pasca krisis, menguatnya kinerja ekspor dan dukungan pemerintah dalam pengembangan sektor tersebut.
50
Gambar 4.1 Perkembangan DPK Bank Syariah
Sumber : Outlook Perbankan Syariah Bank Indonesia 2010 Dari segi penghimpunan dana sampai dengan pertengahan tahun 2010 kinerja penghimpunan dana Perbankan Syariah sempat melambat hingga pertengahan 2010, namun memasuki triwulan III 2010 mulai mengalami perkembangan dengan laju pertumbuhan 39,16% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2009 sebesar 35,19% (yoy). (Lihat Gambar 4.1) Tingginya pertumbuhan DPK tersebut didorong oleh semakin kompetitifnya imbal bagi hasil yang ditawarkan bank syariah, meskipun secara umum sepanjang tahun 2010 suku bunga Deposito Bank Konvensional
cenderung
meningkat
namun
dengan
peningkatan
kinerja
pembiayaannya.
51
B. Analisa dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Non Performing Financing (NPF) Gambar 4.2 Perkembangan NPF Bank Syariah di Indonesia
NPF NPF 6.5
3.6
4.05
3.95
4.01
2.5
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (data diolah) Pertumbuhan pembiayaan yang masih cukup tinggi dalam kondisi sektor riil yang kurang kondusif akibat meningkatnya tekanan inflasi, berdampak pada meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalah (NPF). Hal ini terlihat pada tahun 2005, NPF sebesar 2,5% meningkat menjadi 3,6% di tahun 2006,
Pembiayaan
bermasalah biasanya bergerak secara proporsional dengan pertumbuhan pembiayaan itu sendiri. Di tengah risiko bisnis yang meningkat akibat krisis finansial global, hal itulah yang menyebakan rasio NPF meningkat berada pada posisi 4,05% di tahun 2007. Situasi ekonomi awal tahun 2009 masih diliputi ketidakpastian, terutama pasca
52
merebaknya krisis keuangan global akhir tahun 2008. Situasi ini dianggap akan memberikan tekanan pada pembiayaan bermasalah dan kualitas aset secara umum. NPF tercatat 4,01% di 2009, meningkat dibandingkan posisi tahun 2008 sebesar 3,95%. Sementara itu, penurunan daya beli masyarakat berdampak pada memburuknya kualitas kredit konsumsi sebagaimana tercermin pada peningkatan rasio NPF pada tahun 2010 sebesar 6,5%. h. Produk Domestik Bruto (PDB) Gambar 4.3 Perkembangan PDB PDB
439,484.10
466,101.00
493,331.00
519,392.00
2005
2006
2007
2008
547,365.00
2009
585,103.00
2010
PDB
Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah) Dari gambar di atas terlihat bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dapat dilihat di tahun 2005 PDB menunjukkan angka Rp 439.484.10 lalu meningkat menjadi Rp 466.101 di 2006 dan terus meningkat di tahun 2007 menjadi Rp 493.331. Angka ini terus meningkat sampai pada tahun 2010 53
yaitu sebesar Rp 585.103. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahunnya walau sempat terjadi krisis keuangan global pada 2008 Indonesia tetap bisa bertahn dengan menjadi salah satu dari 3 negara di dunia bersama Cina dan India yang pertumbuhan ekonominya tetap positif yaitu sebesar 6,1%. i. Pembiayaan Gambar 4.4 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan Pembiayaan 52,874 42,340 33,857 27,944 15,231
2005
20,445
2006
2007
2008
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (data diolah)
2009
2010
(dalam Miliar Rupiah)
Jumlah pembiayaan yang disalurkan pada tahun 2005 menjadi Rp 15,231 milyar, tahun 2006 menjadi Rp 20,45 milyar. Peningkatan ini terutama didorong oleh pemulihan perekonomian nasional, sehingga membuka peluang lebih banyak bagi kegiatan usaha. Lalu jumlah pembiayaan yang disalurkan meningkat sebesar Rp 27,94 milyar di tahun 2007. Peningkatan ini terutama didorong oleh kondisi makroekonomi yang relatif stabil, sehingga membuka peluang lebih banyak bagi 54
kegiatan usaha. Salah satu ciri khas pembiayaan adalah dukungan kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebanyak 67,31% disalurkan ke UMKM. Secara umum pembiayaan tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan akibat strategi pembiayaan yang lebih ekspansif dibanding dengan tahun sebelumnya. Pembiayaan tahun 2010 mencapai Rp 52,874 milyar tumbuh dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat Rp 42,34 milyar. Peningkatan disebakan kondisi ekonomi yang belum cukup baik pasca krisis. Selain itu, jika dilihat berdasarkan akad, portofolio pembiayaan pun mengalami perbaikan dengan meningkatnya presentasi piutang jual beli. Peningkatan pembiayaan dengan akad jual beli merupakan hal yang menggembirakan, karena imbal hasilnya lebih tinggi. 2. Prasyarat Analisis Data a. Uji Linieritas Uji Linieritas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah model fungsi regresi yang digunakan sudah benar atau tidak. Pengujian ini merupakan pengujian seleksi model fungsi regresi, yaitu model linier, model semilog, dan model double log. Dalam penelitian ini digunakan model linier karena model regresi linier tidak mempunyai batas akibat perubahan nilai variable bebasnya. Akan tetapi bila dilihat model logaritma, ternyata mempunyai batas minimum dan maksimal (Nachrowi 2006 : 64). Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis 55
H0 : model tidak linier Ha : model linier Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probabilitas obs*R2 > 0,05 maka signifikan, H0 ditolak (model linier)
Bila probabilitas obs*R2 > 0,05 maka tidak signifikan H0 ditolak (model tidak linier). Tabel 4.2 Hasil Uji Ramsey Reset Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
0.010386 0.011682
Prob. F(1,32) Prob. Chi-Square(1)
0.9195 0.9139
Dari uji Linieritas (uji Ramsey RESET Test) pada tabel 4.2, nilai probabilitasnya adalah 0,9139 lebih besar dari α = 0,05, artinya tidak ada permasalahan linieritas, maka H0 ditolak (model linier). b. Uji Perilaku Data 1) Stasioneritas Data Dalam penelitian ini, uji stasioneritas dideteksi dengan menggunakan uji akar unit (unit root test). Didalam uji akar unit, untuk melihat suatu data stasioner atau tidak dilihat dengan membandingkan nilai uji statistik dengan nilai kritis pada berbagai tingkat kepercayaan (α = 1%, 5%, 10%). Uji statistik yang digunakan sebagai pembanding dengan nilai kritis, adalah uji Augmented Dicky-Fuller, yaitu
56
suatu uji yang memasukkan unsur adanya autokorelasi didalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen beupa kelambanan differensi (Agus Widarjono, 2009:322). Alasan dipilihnya uji Augmented Dicky-Fuller adalah karena uji ADF lebih akurat dalam menaksir ada atau tidaknya akar unit pada suatu data dan dengan mempertimbangkan adanya autokorelasi yang sering terjadi pada suatu penelitian. Tahap pertama, dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui pada derajat ke berapa data yang digunakan stasioner. Uji akar-akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien tertentu adalah satu (mempunyai akar unit). Penelitian ini menggunakan uji akar-akar unit yang dikembangkan oleh Dicky-Fuller. Uji akar unit dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend untuk metode. Dicky-Fuller. Langkah – langkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis : H0 : Data tersebut tidak stasioner pada derajat nol Ha : Data tersebut stasioner pada derajat nol Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka H0 ditolak, data stasioner pada derajat nol
Jika ADF tes statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka H0 diterima , data tidak stasioner pada derajat nol.
57
Tabel 4.3 Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada Tingkat Level Level NO. Variabel ADF Value Nilai Kritis 1 FIN -2.933388 -2.948404 2 NPF -2.578425 -2.948404 3 PDB -0.607650 -2.948404 Sumber : EViews 6 (Data diolah)
Keterangan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
Berdasarkan data yang diuji pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua variable menunjukkan ketidakstasioneran pada Level. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai ADF Value test lebih kecil dari Mac.Kinnon Critical Value 5% ( ADF test < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah H0 diterima yaitu semua data tidak stasioner pada tingkat Level sehingga harus dilanjutkan pada tingkat berikut sampai data menjadi stasioner yaitu dengan menggunakan Uji Derajat Integrasi. 2) Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit Augmented Dicky-Fuller bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensiasi data. Uji stasioner data melalui proses diferensiasi ini disebut uji derajat integrasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat ke berapa (langkah pertama dia atas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat nol (Insukindro, 1992). Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis :
58
H0 : Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1,2,… dan seterusnnya. Ha : Data tersebut stasioner pada derajat 1,2,… dan seterusnya. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Jika ADF test statistic > ADF tabel (critical value α = 5%) maka H0 ditolak, data tersebut stasioner pada derajat 1,2,… dan seterusnya.
Jika ADF test statistic < ADF tabel (critical value α = 5%) maka H0 diterima, data tersebut stasioner pada derajat 1,2,… dan seterusnya. Tabel 4.4 Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller tingkat First Difference Level ADF Value Nilai Kritis NO. Variabel 1 FIN -9.691678 -2.951125 2 NPF -9.416229 -2.951125 3 PDB -6.214463 -2.951125 Sumber : Eviews 6 (Data diolah)
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner
Berdasarkan data yang diuji pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semua variabel stasioner pada first difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai ADF test lebih besar dari Mac.Kinnon Critical Value 5% (ADFtest > 5%). Kesimpulan dari data yang diolah adalah H0 ditolak yaitu semua varibel sudah stasioner pada tingkat first difference, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada tingkat berikutnya (second difference) dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi.
59
3) Uji Kointegrasi Dua variabel yang tidak stasioner sebelum dideferensiasi namun stasioner pada tingkat diferensiasi petama, besar kemungkinan akan terjadi kointegrasi, yang berarti terdapat hubungan jangka panjang diantara keduanya (Wing Wahyu W., 2009:10.7). Melihat kepada hasil Uji Stasioneritas dengan unit root test, data variabel penelitian tidak stasioner pada derajat level melainkan stasioner pada derajat integrasi (differensi pertama), sehingga dapat dikatakan bahwa data variabel penelitian tersebut memiliki hubungan jangka panjang. Dalam penelitian ini, untuk melihat suatu data memiliki hubungan jangka panjang atau tidak tehadap data lain dilakukan dengan menggunakan uji Kointegrasi dari Engle-Granger dengan cara menghitung atau mendapatkan nilai residual dari persamaan regresi, kemudian nilai residual tersebut dilihat kestasioneritasannya, apakah residual tersebut stasioner pada level, I(1), I(2), .... dan seterusnya. Jika hasilnya stasioner, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara variabel penelitian tersebut. Uji kointegrasi Engle-Granger dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Hipotesis : H0 : Data tidak terkointegrasi pada level, I(1), I(2), .... dan seterusnya H1 : Data terkointegrasi pada level, I(1), I(2), .... dan seterusnya.
60
Dengan kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
Jika nilai ADF test > dari nilai kritis pada tingkat α = 5%, maka data variabel penelitian telah terkointegrasi (memiliki hubungan jangka panjang)
Jika nilai ADF test < dari nilai kritis pada tingkat α = 5%, maka data variabel penelitian tidak terkointegrasi (tidak memiliki hubungan jangka panjang).
Hasil uji kointegrasi dari Engle-Granger dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.483251 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.0011
Sumber : EViews 6 (Data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.5 diatas, dapat dilihat bahwa nilai ADF test statistik sebesar -4,483251 > dari nilai kritis pada α = 5% yaitu sebesar -2,948404 sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel penelitian memiliki hubungan jangka panjang (terkointegrasi), maka hipotesis H0 ditolak.
61
c.
Uji Asumsi Klasik 1) Hasil Uji Heteroskedastisitas Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalaui Uji Arch. Dengan
langkah-langkah sebagai berikut : Hipotesis : H0 : tidak terjadi Heteroskedastisitas Ha : terjadi Heteroskedastisitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan criteria :
Bila probabilitas Obs*R < 0,05 → H0 ditolak, terjadi heteroskedastisitas
Bila probabilitas Obs*R > 0,05 → H0 diterima, tidak terjadi heteroskedastisitas Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.063387 0.067100
Prob. F(1,33) Prob. Chi-Square(1)
0.8028 0.7956
Sumber : Eviews 6 (Data Diolah) Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas sebesar 0,7956 dengan Obs*R-squared 0,067100 yaitu di atas 0,05. Hal ini berarti dalam model tidak terjadi heteroskedastisitas berarti H0 diterima.
62
2) Uji Autokorelasi Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson, selain dengan melihat nilai statistik DurbinWatson juga dapat digunakan uji Langrange Multiplier Test (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R2 dengan α = 0,05 (Gujarati: 2006) Langkahlangkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis : H0 : Model tidak terdapat autokorelasi Ha : Terdapat autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probabilitas Obs*R2 < 0,05 → H0 ditolak, model terjadi autokorelasi
Bila probabilitas Obs*R2 > 0,05 → H0 diterima, model tidak terjadi autokorelasi Tabel 4.7 Hasil Langrange Multiple Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.981570 2.144002
Prob. F(2,31) Prob. Chi-Square(2)
0.3861 0.3423
Dari tabel 4.6 pada tabel Uji LM dapat dilihat bahwa nilai Probabilitas ChiSquared 0,3423 atau lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti dalam model ini tidak terjadi autokorelasi, atau berarti H0 diterima. 63
3) Uji Multikolinieritas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi, maka terdapat multikolinieritas dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi pada regresi linier berganda, karena jumlah variable bebasnya lebih dari satu. Sedangkan pada regresi sederhana, tidak mungkin adanya kasus ini disebabkan variable bebasnya hanya terdiri satu variabel. Untuk mengetahui adanya korelasi antar variable independen atau tidak, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas
FIN
NPF
PDB
FIN
1
0.5527
0.601993
NPF
0.5527
1
0.837937
PDB
0.601993
0.837937
1
Sumber : Eviews 6 (data diolah) Berdasarakan tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak terdapat kolinieritas antar variabel independen. Hal ini menginformasikan model regresi ECM yang diajukan dapat dikatakan terbebas multikolinieritas karena nilai matriks korelasi (correlation matrix) dari semua variabel adalah kurang dari 0,85 sehingga terbebas multikolinieritas.
64
3. Analisis Data a. Analisis ECM Tabel 4.9 Hasil Analisis ECM dengan variabel dependen pembiayaan Dependent Variable: D(FIN) Method: Least Squares Date: 09/16/11 Time: 05:27 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
D(NPF) D(PDB) NPF(-1) PDB(-1) EC C
-0.400710 6.132939 -0.211113 5.731725 0.749943 1.524219
R-squared 0.863996 Adjusted R-squared 0.254340 S.E. of regression 10178893 Sum squared resid 3.00E+15 Log likelihood -611.1259 F-statistic 3.319433 Prob(F-statistic) 0.017178
Std. Error
t-Statistic
0.233657 -2.171495 1.139723 0.538108 0.310945 -2.678934 1.725374 0.741935 0.185350 4.046090 11.85807 1.285385 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0086 0.5946 0.0026 0.4641 0.0004 0.2088 1173553. 11787725 35.26434 35.53097 35.35638 2.093397
Berdasarkan output data diolah hasil regresi ECM didapat hasil sebagai berikut : D(FIN) =
0,400710*D(NPF) + 6,132939*D(PDB) + 0,211113*NPF(-1) + 5,731725*PDB(-1) + 0,749943*EC.
65
Keterangan :
D(NPF)
= Perubahan rasio pembiayaan bermasalah periode t
D(PDB)
= Perubahan Produk Domestik Bruto periode t
NPF(-1)
= Rasio Pembiayaan Bermasalah t-1
PDB (-1)
= Produk Domestik Bruto periode t-1
Berdasarkan tabel dan persamaan di atas, terlihat bahwa pada tingkat kepercayaan α = 0,05, hanya variabel NPF saja yang mempengaruhi pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan juga jangka panjang, Hal ini bisa dilihat dari nilai t-statistik sebesar -2,171495 yang lebih besar dari 2 dan nilai probabilitasnya yaitu 0,0086 yang lebih kecil dari 0,05 dalam jangka pendek, dan t statistic sebesar -2,678934 dengan probabilitas 0,0026 Sehingga rasio NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pembiayaan. Artinya, apabila terjadi kenaikan 1% rasio NPF, maka akan mengakibatkan penurunan pembiayaan sebesar 0,4% pada jangka pendek dan penurunan pembiayaan sebesar 0,2% pada jangka panjang.. Dari informasi di atas, dapat disimpulkan pada saat rasio NPF meningkat sebesar 1% akan menyebabkan penurunan pembiayaan sebesar 0,4%. dalam jangka pendek dan 0,2% pada jangka panjang dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. Informasi di atas berarti bahwa pengaruh variabel NPF terhadap pembiayaan mempunyai arah koefisien yang negatif. Semakin tinggi NPF, maka akan menyebabkan pembiayaan semakin menurun dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio ini memperlihatkan presentase pembiayaan bermasalah terhadap total 66
pembiayaan yang diberikan oleh bank, jika rasio NPF suatu bank selalu tinggi maka akan mempengaruhi permodalan bank tersebut karena dengan NPF yang tinggi akan membuat bank mempunyai kewajiban untuk memenuhi PPAP yang terbentuk. Bila hal ini terus menerus terjadi maka mungkin saja modal bank tersebut akan tersedot untuk membayar PPAP, karena itulah bank menginginkan NPF yang rendah. (Sugih, 2009 : 83). Nilai NPF yang rendah akan meningkatkan nilai profitabilitas bank syariah. Pada penelitian ini arah koefisiennya adalah negatif. Artinya pada saat rasio NPF meningkat akan menyebabkan penurunan pembiayaan. Begitu juga dengan variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pembiayaan. Walaupun begitu, pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel PDB ini sekalipun tidak signifikan tetapi ada pengauhnya walupun lemah, hal ini dilihat dari koefisiennya yang mengarah ke arah positif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya setiap kenaikan 1% rasio PDB maka akan menaikkan pembiayaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada penelitian ini alokasi pembiayaan murabahah lebih besar daripada pembiayaan profit and loss sharing (mudharabah dan musyarakah) hal ini dapat mengakibatkan peningkatan kredit macet karena ketidakhati-hatian bank, dengan meningkatnya kredit macet, hal ini apabila tidak diantisipasi dengan baik dapat berpotensi mengarah kepada indikasi moral hazard pada bank-bank syariah pada sisi debitur. Ditambah dengan nilai koefisien rasio NPF yang negatif sehingga dapat menurunkan pembiayaan (Lihat Gambar) 67
Gambar 4.5 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah 23,255
2010 17,009
2009
26,321
13,616
2008 9,984
2007 6,397
2006
5,022
2005 0
5,000
37,508
22,486
16,553
12,624 9,487
10,000
15,000
20,000
Profit Sharing
25,000
30,000
35,000
40,000
Murabahah
Sumber : Statistik Perbankan Syariah (data diolah). Pengujian ini juga secara simultan signifikan, dimana nilai probabilita lebih kecil dari nilai alpha, yaitu 0,017178 < 0,05. Hal ini berarti bahwa kemampuan variabel bebas secara bersama-sama dalam menerangkan variasi perubahan variabelvariabel terikat adalah sebesar 86% sisanya yaitu 14% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Nilai koefisien dari Error Correction (EC) sebesar 0,749943 menunjukkan adanya fenomena keseimbangan jangka pendek menuju jangka panjang. Berdasarkan nilai t-statistik sebesar 4,046090 dengan probabilita 0,0004 dapat dikatakan bahwa variabel EC signifikan pada tingkat kepercayaan α = 0,05 atau 5%. Artinya pengujian dalam model ini terdapat fenomena keseimbangan jangka pendek yang mendukung keseimbangan jangka panjang. 68
4. Uji Hipotesis a. Uji F (Simultan) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk mempengaruhi pembiayaan secara simultan atau tidak, dengan kriteria pengujian tingkat signifikan α = 0,05. Pada tabel 4.8 terlihat bahwa Fhitung 3,319433 dengan probabilita 0,017178. Oleh karena probabilita < 0,05 yaitu 0,017178 < 0,05 begitupun dengan Fhitung > Ftabel yaitu 3,319433 > 3,294536817 maka H0 ditolak dan menerima Ha. Artinya dapat dikatakan secara bersama-sama (simultan) variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang. b. Uji t Untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas (NPF, dan PDB) terhadap pembiayaan secara parsial, maka digunakan uji t. Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Pengujian Hipotesis 1 H0 : b1 = 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang antara NPF terhadap pembiayaan. Ha : b1 ≠ 0 terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang antara NPF terhadap pembiayaan.
69
Pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek nilai t
hitung
untuk
variabel NPF adalah -2,171495 dengan probabilita 0,0086. Oleh karena 0,0086 < 0,05 dan t hitung > t tabel yaitu -2,171495 < 2,036933334 maka H0 diterima dan menolak H1 maka dapat dikatakan rasio NPF terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pembiayaan. 2) Pengujian Hipotesis 2 H0 : b1 = 0, tidak terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang antara PDB terhadap pembiayaan. Ha : b1 ≠ 0, terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang antara PDB terhadap pembiayaan. Pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek nilai t
hitung
untuk variabel
PDB adalah 0,538108 dengan probabilita 0,5946. Oleh karena 0,5946 > 0,05 dan t hitung
tabel
yaitu 0,538108 < 2,03693333 maka H0 diterima dan menolak H1 maka
dapat dikatakan rasio PDB terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pembiayaan. 5. Koefisien Determinasi Dari hasil pengujian regresi, terlihat bahwa nilai R2 adalah 0,863996 (86%) Angka di atas menunjukkan kemampuan variabel bebas mempengaruhi variabel terikat adalah sebesar 86%. Hal tersebut berarti bahwa sebesar 86% variabel dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel lain di luar model. Di samping itu F-statistik signifikan sebesar 0,017178 pada tingkat kepercayaan α = 0,05.
70
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengujian data yang dilakukan secara statistik, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, hanya variabel NPF saja yang secara signifikan mempengaruhi pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia. Sedangkan variabel PDB tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia. 2. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,863996. Berarti bahwa kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sebesar 86% dalam jangka pendek dan jamgka panjang, sedangkan sisanya yaitu 14% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk ke dalam variabel penelitian ini. 3. Pada penelitian ini, nilai koefisien dari EC sebesar 0,749943 menunjukkan adanya fenomena keseimbangan jangka pendek menuju jangka panjang. Berdasarkan nilai t-statistik sebesar 4,046090 dengan probabilita 0,0004 dapat dikatakan bahwa variabel EC signifikan pada tingkat kepercayaan α = 0,05
71
atau 5%. Artinya pengujian dalam model ini terdapat fenomena keseimbangan jangka pendek yang mendukung keseimbangan jangka panjang. 4. Terlalu fokusnya bank-bank syariah terhadap salah satu jenis kredit atau pembiayaan menyebabkan kredit atau pembiayaan lain mengalami kredit macet. Bank Muamalat terlalu fokus pada pembiayaan murabahah mengakibatkan pembiayaan yang berbasis bagi hasil seperti mudharabah atau musyarakah menjadi kurang diperhatikan. Kredit konsumsi dan pembiayaan murabahah inilah yang menyebabkan kredit macet meningkat. 5. Pada penelitian ini alokasi pembiayaan murabahah lebih besar daripada pembiayaan profit and loss sharing (mudharabah dan musyarakah) hal ini dapat mengakibatkan peningkatan kredit macet karena ketidakhati-hatian bank, dengan meningkatnya kredit macet, hal ini apabila tidak diantisipasi dengan baik dapat berpotensi mengarah kepada indikasi moral hazard pada bank syariah pada sisi debitur. Ditambah dengan nilai koefisien rasio NPF yang negatif sehingga dapat menurunkan pembiayaan.
72
B. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan hal-hal sebagai berikut 1. Bank syariah perlu mengetahui lebih spesifik apakah pembiayaan murabahah lebih berpotensi menyebabkan kredit macet dibandingkan pembiayaan musyarakah dan mudharabah, sehingga dapat diketahui pembiayaan mana yang lebih berpotensi moral hazard di sisi debitur. 2. Pembiayaan yang disalurkan, harus dianalisis lebih rinci, hal ini untuk mengantisipasi pembiayaan macet. Sehingga tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) akan semakin rendah. 3. Bank syariah harus lebih meningkatkan porsi jumlah pembiayaan berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah lebih tinggi dari pembiayaan berbasis margin seperti murabahah. Walaupun dari segi keuntungan, pembiayaan berbasis margin lebih menguntungkan dibanding pembiayaan berbasis bagi hasil. Karena walau bagaimanapun pembiayaan berbasis bagi hasil bersentuhan langsung dengan sektor riil. Sehingga ekonomi sektor riil ini akan lebih bergairah dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat.
73
C. Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Peneltitan Selanjutnya. Dalam penelitian ini, penulis mencatat beberapa kekurangan dan keterbatasan yang sekaligus merupakan kelemahan dari penelitian ini: a. Penulis kekurangan beberapa teori yang mendukung dalam penelitian ini, sehingga penulis kurang dapat mengembangkan penelitian ini. b. Penulis harus mengurangi beberapa variabel dalam penelitian ini karena kurangnya teori yang mendukung variabel tersebut. c. Dalam penelitian ini semua pembiayaan yang macet dianggap sebagai tindakan moral hazard dari nasabah. Padahal tidak semua kredit macet merepresentasikan kondisi moral hazard. Berdasarkan kelemahan-kelemahan diatas, maka untuk selanjutnya penulis menyarankan: a. Perlunya penelitian lanjutan mengenai moral hazard di bank syariah dengan model dan juga variabel yang berbeda sehingga dapat diketahui dengan pasti penyebab terjadinya pembiayaan macet di bank syariah. b. Perlu lebih diketahui juga secara spesifik apakah pembiayaan murabahah lebih berpotensi menyebabkan kredit macet dibandingkan pembiayaan mudharabah sehingga dapat diketahui pembiayaan mana yang lebih menyebabkan moral hazard disisi debitur.
74
DAFTAR PUSTAKA Antonio, Muhammad Syafei. “Bank Syariah dari Teori ke Praktik”, Gema Insani Pers, Jakarta, 2001.
Capra, Umer M, “Sistem Moneter Islam. Edisi terjemahan”. Gema Insani, Jakarta, 2000. Dreher, Axel, “Does the IMF cause Moral Hazard? A Critical review of the Evidence”, 2004.
D. Nachrowi, Nachrowi dan Hardius Usman, “Penggunaan Teknik Ekonometri”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Haliding, Safri, “Moral Bankir dan Corporate Governance Syariah”, 2010 from http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=482: moral-bankir-dan-corporate-governance-syariah&catid=70:opini&Itemid=104
Hariyanto, Muhsin, “Moral Hazard dalam Transkasi Ekonomi : Perspektif Al-Qur’an dan Hadits”, 2009 from http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/?p=203. Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank”. BPFE UGM, Yogyakarta, 1993.
Karim, Adiwarman, “Ekonomi Makro Islami”. Edisi Kedua. Jakarta IIIT Indonesia, 2004. Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, “Risk Management an Analysis of Issues in Islamic Financial Industy”. Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank, 2001.
Morris, Goldstein, “The Asian Financial Crisis. Policy Brief 98-1. Institute for International Economics”. 75
Mufraini, Arief, “Modul Perbankan Syariah Landasan Teori dan Praktek”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, Jakarta, 2008. Nasution, Mustafa Edwin dan Ranti Wiliasih, “Profit Sharing dan Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah Di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. VII No. 02, hal 105129, 2007. Nasution, Mustafa Edwin, “Moral Hazard dalam Perbankan Syariah”. Paper. Jakarta, 2005. Riyadi, Slamet, “Banking Assets and Liability Management Edisi Ketiga”, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2009.
Rodoni, Ahmad., Hamid, Abdul. “Lembaga Keuangan Syariah”, Zikrul Hakim, Jakarta, 2008. Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Ketiga”, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2004.
Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Edisi Kelima”, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2005.
Sjahdeini, Sutan Remy, “Perbankan Islam Dalam Tata Hukum Perbankan Di Indonesia”, Grafiti, Jakarta, 1999.
Sudarsono, Heri, “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah", Ekonisia, Yogyakarta, 2003. Sugih Waluya Romdlon , “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Syariah (Studi Komparatif pada Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri)” (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009). Susanto, Tri, “Moral Hazard”, 2010, from http://aguzato.blogspot.com/2010/03/penggunaan-istilah-moral-hazard-pada.html
76
Vaubel, Roland, “The Moral Hazard of IMF Lending”, World Economy 6 : 291-304, 1983. Widarjono, Agus, “Ekonometrika, Teori dan Aplikasi Edisi Pertama”, Ekonisia, Yogyakarta, 2005.
Widarjono, Agus, “Ekonometrika : Pengantar dan aplikasinya (Dilengkapi dengan Aplikasi EViews)”, Ekonisia, Yogyakarta, 2009. Wu, Chang dan Selvili, “Banking System, Real Estate Markets, and Non Performing Loans”, Internasional Real Estate Review, 2003.
Wibowo, Drajat, “Biayai Properti, NPF Bank Syariah Naik”, Republika, 2007. Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews”, Penerbit: UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2007.
,
77
LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar variabel yang digunakan Tahun Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10
Pembiayaan 27,106,630.00 27,878,279.00 29,629,456.00 31,021,785.00 32,293,151.00 34,099,667.00 35,189,987.00 36,571,761.00 37,680,587.00 38,097,341.00 38,528,984.00 38,194,974.00 38,201,000.00 38,843,000.00 39,308,000.00 39,726,000.00 40,715,000.00 42,195,000.00 42,828,000.00 43,890,000.00 44,523,000.00 45,246,000.00 45,726,000.00 46,886,000.00 47,140,000.00 48,479,000.00 50,206,000.00
NPF 4.18 4.07 4.17 4.39 4.94 4.23 4.17 4.04 4.12 4.49 4.97 3.95 4.39 4.61 5.14 5.17 8.22 4.39 5.15 5.61 5.72 5.51 5.54 4.01 7.36 7.48 7.37
PDB 497,324.30 501,283.60 505,243.00 509,948.30 514,653.60 519,359.00 525,761.70 532,164.40 538,567.00 532,023.00 525,479.00 518,935.00 521,847.30 524,759.60 527,672.00 531,801.30 535,930.60 546,060.00 547,127.00 554,194.00 561,265.00 568,332.00 575,399.00 582,466.00 1,651,173.37 1,576,148.63 1,501,124.26
78
Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10
51,651,000.00 5,223,000.00 55,801,000.00 57,633,000.00 60,275,000.00 60,970,000.00 62,995,000.00 65,942,000.00 68,181,000.00
7.19 7.13 6.92 7.16 7.18 7.43 7.48 7.53 6.50
1,528,390.10 1,555,654.10 1,582,918.10 1,611,396.33 1,639,874.56 1,668,352.89 1,669,075.60 1,669,798.40 1,670,522.12
Lampiran 2 Daftar Tabel Tabel 1.1 Komposisi Pembiaayan Bank Syariah
79
Tabel 4.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Kelompok Bank
III
IV
III
I 2009
II 2009
2009
2009
I 2010
II 2010
2010
Bank Umum Syariah
5
5
5
6
8
10
10
Unit Usaha Syariah
26
25
24
25
25
23
23
888
899
924
998
1208
1279
1388
1486
1543
1667
1792
1787
1140
1140
Jumlah Kantor BUS & UUS Jumlah Layanan Syariah
Lampiran 3 Output Eviews 6 Uji Linieritas Tabel 4.2 Hasil Uji Ramsey Reset Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
0.010386 0.011682
Prob. F(1,32) Prob. Chi-Square(1)
0.9195 0.9139
Test Equation: Dependent Variable: FIN
80
Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:19 Sample: 2008M01 2010M12 Included observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPF PDB C FITTED^2
3529754. 30.74256 30511870 -1.82E-08
20505431 191.1510 56618016 1.79E-07
0.172138 0.160829 0.538907 -0.101910
0.8644 0.8732 0.5937 0.9195
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.370421 0.311398 10361513 3.44E+15 -630.4916 6.275884 0.001795
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
43024322 12486456 35.24953 35.42548 35.31094 1.489584
Uji Stasioneritas Data Tingkat Level 1. Pembiayaan Null Hypothesis: FIN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.933388 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.0517
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FIN) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:22 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments
81
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
FIN(-1) C
-0.450897 20248991
0.153712 6747716.
-2.933388 3.000866
0.0061 0.0051
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.206822 0.182786 10656091 3.75E+15 -614.9906 8.604763 0.006056
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1173553. 11787725 35.25661 35.34548 35.28729 2.324447
2. NPF Tingkat Levell Null Hypothesis: NPF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.578425 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.1069
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(NPF) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:26 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPF(-1) C
-0.325511 1.883658
0.126244 0.726167
-2.578425 2.593971
0.0146 0.0140
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.167681 0.142460 1.033581 35.25354 -49.78916 6.648275
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.066286 1.116136 2.959381 3.048258 2.990061 2.492920
82
Prob(F-statistic)
0.014575
3. PDB Tingkat Level Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.607650 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.8563
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:27 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDB(-1) C
-0.037711 66329.96
0.062060 62241.36
-0.607650 1.065690
0.5476 0.2943
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.011065 -0.018902 183163.0 1.11E+12 -472.7678 0.369239 0.547579
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
33519.94 181456.1 27.12959 27.21846 27.16027 2.128276
83
Uji Derajat Integrasi First Difference 1. Pembiayaan Null Hypothesis: D(FIN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.691678 -3.639407 -2.951125 -2.614300
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FIN,2) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:29 Sample (adjusted): 2008M03 2010M12 Included observations: 34 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(FIN(-1)) C
-1.491882 1747210.
0.153934 1822811.
-9.691678 0.958525
0.0000 0.3450
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.745888 0.737947 10579159 3.58E+15 -597.1428 93.92863 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
43157.38 20665999 35.24369 35.33348 35.27431 2.303563
84
2. NPF Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.416229 -3.639407 -2.951125 -2.614300
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(NPF,2) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:30 Sample (adjusted): 2008M03 2010M12 Included observations: 34 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(NPF(-1)) C
-1.484119 0.119171
0.157613 0.174023
-9.416229 0.684796
0.0000 0.4984
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.734804 0.726516 1.010674 32.68679 -47.57429 88.66537 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.027059 1.932616 2.916135 3.005920 2.946754 2.204350
85
3. PDB Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.214463 -3.639407 -2.951125 -2.614300
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,2) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:31 Sample (adjusted): 2008M03 2010M12 Included observations: 34 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PDB(-1)) C
-1.093828 37624.99
0.176013 32494.80
-6.214463 1.157877
0.0000 0.2555
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.546868 0.532707 186140.8 1.11E+12 -459.7781 38.61955 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-95.16412 272299.7 27.16342 27.25320 27.19404 2.020762
Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) t-Statistic
Prob.*
86
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
-4.483251 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.0011
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:33 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID01(-1) C
-0.778827 363613.1
0.173719 1663410.
-4.483251 0.218595
0.0001 0.8283
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.378526 0.359693 9830886. 3.19E+15 -612.1695 20.09954 0.000084
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
699362.2 12285663 35.09540 35.18428 35.12608 2.031883
Uji AsumsiKlasik Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.063387 0.067100
Prob. F(1,33) Prob. Chi-Square(1)
0.8028 0.7956
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:36 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
9.97E+13
6.68E+13
1.492119
0.1452
87
RESID^2(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
-0.043866 0.001917 -0.028328 3.84E+14 4.86E+30 -1223.974 0.063387 0.802781
0.174232
-0.251769
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.8028 9.57E+13 3.78E+14 70.05565 70.14453 70.08633 2.000050
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.981570 2.144002
Prob. F(2,31) Prob. Chi-Square(2)
0.3861 0.3423
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:37 Sample: 2008M01 2010M12 Included observations: 36 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPF PDB C RESID(-1) RESID(-2)
-496368.1 1.222054 1872027. 0.204540 0.126279
2298903. 6.186795 8954052. 0.184236 0.187901
-0.215915 0.197526 0.209070 1.110206 0.672051
0.8305 0.8447 0.8358 0.2754 0.5065
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.059556 -0.061792 10210672 3.23E+15 -629.3922 0.490785 0.742451
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.07E-10 9909109. 35.24401 35.46394 35.32077 1.938350
88
Uji Multikoinieritas FIN
NPF
PDB
FIN
1
0.5527
0.601993
NPF
0.5527
1
0.837937
PDB
0.601993
0.837937
1
Analisis ECM
Method: Least Squares Date: 09/16/11 Time: 05:27 Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments Variable
Coefficien t Std. Error t-Statistic
Prob.
D(NPF) D(PDB) NPF(-1) PDB(-1) EC C
-0.400710 6.132939 -0.211113 5.731725 0.749943 1.524219
0.233657 -2.171495 1.139723 0.538108 0.310945 -2.678934 1.725374 0.741935 0.185350 4.046090 11.85807 1.285385
0.0086 0.5946 0.0026 0.4641 0.0004 0.2088
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.863996 0.254340 10178893 3.00E+15 -611.1259 3.319433 0.017178
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1173553. 11787725 35.26434 35.53097 35.35638 2.093397
89
Lampiran 4 Daftar Gambar Gambar 4.1 Perkembangan DPK Bank Syariah
Gambar 4.2 Perkembangan NPF Bank Syariah
90
NPF NPF 6.5
4.05
3.6
4.01
3.95
2.5
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 4.3 Perkembangan PDB
PDB
439,484.10
2005
466,101.00
2006
493,331.00
519,392.00
2007
2008
547,365.00
2009
585,103.00
2010
PDB
Gambar 4.4 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah
91
Pembiayaan Pembiayaan 52,874 42,340 33,857 27,944 20,445
15,231
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 4.5 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah
23,255
2010 17,009
2009
26,321
13,616
2008 9,984
2007 6,397
2006
5,022
2005 0
5,000
37,508
22,486
16,553
12,624 9,487
10,000
15,000
20,000
Profit Sharing
25,000
30,000
35,000
40,000
Murabahah
92