ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA
Oleh : Roni Eka Putra A14103698
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
RONI EKA PUTRA. A14103698. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Dibawah bimbingan ANNA FARIYANTI. Negara Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia 71,33 persen digunakan untuk usaha pertanian. Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, penyedia bahan baku industri dan sumber devisa bagi negara. Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas dari pertanian dibutuhkan ketersediaan input yang mudah untuk diperoleh. Salah satu input yang memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas adalah pupuk. Pupuk sebagai salah satu input pertanian memegang peranan penting dalam menentukan produktivitas dari hasil kegiatan pertanian. Dalam usaha meningkatkan produktivitas hasil pertanian, petani cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk. Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak selalu menguntungkan kepada pihak petani. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan pupuk di Indonesia dan (2) Menganalisis pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap permintaannya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder selama 30 tahun mulai dari tahun 1976 hingga 2005 yang berasal dari instansi terkait, data tersebut adalah (1)Jumlah Permintaan Pupuk Urea (2)Jumlah Permintaan Pupuk SP-36 (3)Harga Pupuk Urea (4)Harga pupuk SP-36 (5)Harga Gabah (6)Luas lahan Pertanian (7)Jumlah Produksi Padi dan (8)Luas lahan panen padi. Dalam melakukan penelitian ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36. Analisis dilakukan dengan membangun dua buah model, yaitu model permintaan pupuk Urea dan model permintaan pupuk SP-36. Dalam menganalisis data digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas yang terlebih dahulu diuji dengan asumsi OLS (Ordinary Least Square) dan dianalisis menggunakan program Minitab 14. Setelah melakukan pengolahan data dengan menggunakan regresi fungsi Cobb-Douglas maka diperoleh hasil dari model yang dibuat. Hasil pengolahan data diinterpretasikan untuk menjelaskan konsep elastisitas. Pada model permintaan pupuk Urea diduga dipengaruhi oleh harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Dari hasil analisis diketahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk Urea
yaitu; harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, dan jumlah produksi padi dimana variabel-variabel ini mempunyai nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Variabel luas lahan mempunyai pengaruh yang signifikan atau nyata terhadap permintaan pupuk Urea pada taraf nyata yang digunakan. Sedangkan keragaman model bisa diterangkan sebesar 90,90 persen (koefisien determinasi). Pada model permintaan SP-36 dipengaruhi oleh tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, dan jumlah produksi padi dimana keempat variabel tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, sedangkan variabel luas lahan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan yang digunakan. Sehingga variabel yang mempengaruhi permintaan pupuk SP-36 terdiri dari empat variabel itu saja. Keragaman model dapat dijelaskan sebesar 98,35 persen (koefisien determinasi). Pada pengujian pengaruh perubahan harga Urea dan SP-36 terhadap permintaanya dapat diketahui nilai elastisitas tiap variabel yang memepengaruhi permintaan tiap jenis pupuk tersebut. Pada permintaan pupuk Urea diketahui bahwa permintaan pupuk Urea mempunyai sifat yang inelastis terhadap harga pupuk rea dengan nilai 0,0873. Pada variabel harga pupuk SP-36 nilai elastisitas silang memiliki nilai negatif yang menandakan kedua jenis pupuk merupakan pupuk komplementer, harga gabah juga inelastis dengan nilai 0,1815, luas lahan elastis dan produksi padi juga elastis dengan nilai sebesar 3,0080. Sementara itu pada model permintaan SP-36 dapat diketahui bahwa elastisitas harga Urea dengan permintaan SP-36 menunjukkan nilai negatif yang menandakan kedua jenis pupuk merupakan pupuk komplementer. Permintaan pupuk Urea bersifat inelastis terhadap harga pupuk SP-36 dengan nilai 0,31983, harga gabah juga bersifat inelastis dengan nilai sebesar 0,15812, luas lahan bersifat elastis dengan nilai sebesar 3,763 danproduksi padi juga elastis dengan nilai sebesar 5,02714. Dari pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaruh perubahan harga pupuk pada model permintaan pupuk Urea adalah ; (a)harga pupuk Urea inelastis (b)harga pupuk SP-36 bernilai -0,1023 yang menandakan bahwa kedua jenis pupuk merupakan pupuk yang saling melengkapi (komplemen) (c)harga gabah bersifat inelastis (d)jumlah produksi padi bersifat elastis. Sedangkan pengaruhnya pada model permintaan SP-36; (a)harga Urea memiliki nilai elastisitas silang sebesar -0,32014 yang menandakan kedua jenis pupuk merupakan jenis pupuk yang saling melengkapi (b)harga SP-36 bersifat inelastis (c)harga gabah, inelastis (d)jumlah produksi padi bersifat elastis. Pemerintah selaku regulator hendaknya dapat meninjau ulang kebijakan harga eceran tertinggi (HET) pupuk yang dirasa akan merugikan pihak petani dan juga menyesuaikan kenaikan harga dasar gabah pada tingkat yang seimbang dengan kenaikan harga. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dibentuk model permintaan pupuk dengan menambahkan variable lain seperti harga produk pertanian lain yang bisa mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA
Oleh: RONI EKA PUTRA A14103698
Skripsi Sebagai Salah Satu Sayarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Nama NRP
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia : Roni Eka Putra : A14103698
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Anna Fariyanti, MS NIP. 131 918 115
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan: 21 Maret 2007
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, April 2007
Roni Eka Putra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simpang Kajai Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat pada tanggal 23 Juni 1982. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Bahron Djamil dan Ibu Nur Elmi. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Talamau pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Manajemen Hutan Produksi, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan studi S1 di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia izin dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai suatu bentuk tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan pupuk Urea dan Sp-36 diIndonesia, berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dan elastisitas permintaannya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintan Pupuk adalah harga setiap jenis pupuk, tingkat permintaan pupuk, harga gabah dan luas lahan panen padi. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.
Bogor, April 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menulis laporan penelitian ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kedua orang tua, adik dan keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dan dorongan kepada penulis untuk selalu berusaha menjadi lebih baik. 2. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini. 3. Muhammad Firdaus, SP, MSi, Ph.D selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran pada penulis untuk kesempurnaan laporan penelitian ini. 4. Tanti Novianty, SP, MSi selaku dosen komisi pendidikan yang telah memberikan
koreksi,
masukan
dan
saran
bagi
penulis
guna
menyempurnakan penelitian ini. 5. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis pada saat pelaksanaan kolokium. 6. Ridwan yang telah meyediakan waktu dan menyumbangkan saran dan kritik dalam penelitian ini dan juga sebagai Pembahas seminar.
7. Staf
Departemen Pertanian yang telah membantu penulis dalam
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. 8. Ibu Sri Martati, selaku staff senior Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia atas bantuan penyediaan data untuk penelitian ini. 9. Seluruh staf instansi-instansi lain (BPS, BULOG, PSE) yang telah membantu menyediakan data yang penulis butuhkan untuk penelitian ini. 10. Teman-teman semua atas ide dan masukan serta persahabatannya. 11. Semua pihak yang tidak dicantumkan namanya, namun ikut membantu dalam penulisan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v I
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
1 1 5 7 8 9
II
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 10 2.1 Perkembangan Kebijakan Pemerintah tentang Pupuk .......................... 10 2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 20 3.1 Kerangka Teoritis................................................................................... 20 3.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan ......................... 20 3.1.2 Pembentukan Kurva Permintaan .................................................. 23 3.1.4 Elastisitas Permintaan................................................................... 27 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 29 IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 31 4.1 Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 31 4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 32 4.3 Evaluasi Model Pendugaan ................................................................... 34 V GAMBARAN UMUM PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA................................................................................................ 5.1 Perkembangan Permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia ......... 5.2 Perkembangan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia ............................ 5.3 Perkembangan Harga Gabah di Indonesia ............................................ 5.4 Perkembangan Produksi Padi di Indonesia .......................................... 5.5 Perkembangan Luas Lahan Panen Padi di Indonesia ........................... 5.6 Persentase Perubahan Laju Harga Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia .............................................................................................. 5.7 Rasio Harga Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Harga Gabah di Indonesia ............................................................................................... VI ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK ............................................................................ 6.1 Analisis Permintaan Pupuk Urea di Indonesia .................................... 6.1.1 Penentuan Model Permintaan Pupuk Urea .................................. 6.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan pupuk Urea .......
42 42 42 42 46 47 48 49 51 51 51 53
6.2 Analisis Permintaan Pupuk SP-36 di Indonesia .................................. 6.2.1 Penentuan Model Permintaan Pupuk SP-36 ................................ 6.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk SP-36 .... 6.3 Elastisitas Permintaan Pupuk di Indonesia ........................................... 6.3.1 Elastisitas Permintaan pupuk Urea di Indonesia.......................... 6.3.2 Elastisitas Permintaan pupuk SP-36 di Indonesia........................ 6.4 Implikasi terhadap Kebijakan ..............................................................
58 58 60 65 65 68 72
VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 77 7.1 Kesimpulan ........................................................................................... 77 7.2 Saran ..................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79 LAMPIRAN........................................................................................................ 80
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman
Perkembangan Produksi Pupuk di Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 1990-2004 ……………………………………………............
3
Hubungan Elastisitas Harga dari Permintaan dengan Total Pengeluaran .........................................................................................
28
3
Persentase Perubahan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia ................
48
4
Rasio Harga Urea Dan Sp-36 Terhadap Harga Gabah ………............
49
5
Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk Urea ...…………...
53
6
Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk SP-36…………….
60
7
Nilai logaritma natural dari variabel dependen dan independent ……
88
8
Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output computer) ............................................................................................
92
Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output computer) ............................................................................................
107
2
9
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Halaman
Pembentukan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu……………………………………… ............
24
2
Konstruksi Kurva Permintaan Individu …………………………..
26
3
Bagan Alur Kerangka Operasional ……………………………….
30
4
Perkembangan Tingkat Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 ……..
43
5
Perkembangan Harga Pupuk Urea dan SP-36 ……………………
44
6
Perkembangan Harga Gabah ……………………………………..
45
7
Perkembangan Produksi Padi di Indonesia ………………………
46
8
Perkembangan Luas Lahan Panen Padi …………………………..
47
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Model Permintaan Urea I …………………………………………
80
2
Model Permintaan Urea tanpa Variabel Luas Lahan ……………..
83
3
Model Permintaan Urea tanpa Variabel Jumlah Produksi Padi………………………………………………………………...
84
4
Model Permintaan Urea dengan Menggunakan tiga Variabel Bebas. …………………… ……………………………………….
85
5
Nilai ln (Logaritma Natural) dari variable dependen dan independen ………………………………………………………..
86
6
Pembuatan Model Permintaan Urea dengan Regresi Komponen Utama …………………….. ……………………………………...
87
7
Model Permintaan Pupuk SP-36 ………………………………….
96
8
Model Permintaan Pupuk SP-36 tanpa Menggunakan Variabel Luas Lahan ………………………………………………………..
99
9
Model Permintaan Pupuk SP-36 tanpa Menggunakan Variabel Jumlah Produksi Padi ……………………………………………..
100
10
Model Permintaan SP-36 dengan Menggunakan tiga Variabel …..
101
11
Analisis Regresi Komponen Utama pada Model Permintaan SP36 ………………………………………………………………….
102
I PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang Negara Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia 71,33 persen digunakan untuk usaha pertanian. Pada tahun 2004 luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian mencapai 52,36 juta hektar (BPS, 2005/2006). Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, penyedia bahan baku industri dan sumber devisa bagi negara. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 diketahui bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) berada pada posisi ketiga (15,83 %) yaitu berada dibawah sektor perdagangan, hotel dan restoran (15,95 %) dan sektor industri (26,08 %). Kemampuan sektor pertanian dalam mendukung perekonomian Indonesia tidak terlepas dari produktivitas dari sektor pertanian itu sendiri. Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas dari pertanian dibutuhkan ketersediaan input yang mudah untuk diperoleh. Salah satu input yang memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas adalah pupuk Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 505/Kpts/Sr.130/12/2005 pasal 1 menjelaskan bahwa pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung.
Pupuk yang umum digunakan dalam jumlah signifikan khususnya tanaman pangan adalah Urea, SP-36 dan KCL. Penggunaan pupuk Urea di sektor ini sebesar 77,9 persen dari jumlah kebutuhan pupuk sektor pertanian, sedangkan SP36 adalah 78,8 persen dan KCL 41,1 persen. Diantara tanaman pangan, padi sawah merupakan pemakai pupuk yang terbesar, diperkirakan lebih dari 70 persen (Deptan, 2000). Untuk memenuhi kebutuhan pupuk di Indonesia maka pemerintah telah mendirikan Industri pupuk Keberadaan industri pupuk di Indonesia diawali dengan pembangunan PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri) di Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 1963. Alasan pendirian industri pupuk di Indonesia terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di sektor pertanian. Dengan demikian, keberadaan industri pupuk di dalam negeri memiliki peranan sangat strategis dalam menunjang program pembangunan perekonomian Indonesia, sejalan dengan perkembangan pembangunan di sektor pertanian, perkebunan maupun industri kimia lainnya. Saat ini terdapat lima perusahaan industri pupuk nasional yaitu PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Nanggroe Aceh Darussalam, PT. Pupuk Sriwijaya (PUSRI) di Sumatera Selatan, PT. Pupuk Kujang di Jawa Barat, PT. Pupuk Petrokimia Gresik (Petrogres) di Jawa Timur dan PT. Pupuk Kalimantan Timur,Tbk (PKT) di Kalimatantan Timur.
Meskipun kapasitas produksi pupuk
Urea nasional jauh di atas kebutuhannya, namun hampir setiap tahun, khususnya menjelang musim tanam padi Indonesia selalu dilanda masalah kelangkaan pupuk di berbagai daerah. Kelangkaan pupuk ini disebabkan oleh turunnya produksi pupuk akibat gangguan pasokan gas dari Pertamina kepada perusahaan pupuk dan
adanya gangguan teknis pabrik. Berkurangnya pasokan gas dari Pertamina kepada perusahaan industri pupuk telah mengakibatkan terjadinya kehilangan produksi pupuk. 1 Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan produksi pupuk di Indonesia selama 15 tahun. Perkembangan produksi pupuk nasional dari tahun 1990 hingga 2004 cenderung fluktuatif. Kontribusi rata-rata produksi pupuk nasional didominasi oleh Urea, yaitu sebesar 79,95 persen dan kemudian diikuti oleh SP36 yaitu sebesar 12,29 persen dari total produksi, sedangkan produksi pupuk ZA dan NPK masing-masing berada di urutan ketiga dan keempat. Produksi Urea terbesar terdapat pada tahun 2000 dengan peningkatan produksi sebesar 6,1 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan untuk produksi SP-36 terbesar terjadi pada tahun 1992, kemudian produksi SP-36 selalu mengalami penurunan. Tabel 1. Perkembangan Laju Produksi Pupuk di Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 1990-2004 Urea
SP-36
ZA
NPK
ton
1990
5.050.532
1991
4.973.195
-1,5
1.087.452
-15,05
574.566
-12,92
-
6.635.213
1992
4.950.271
-0,5
1.308.312
20,31
614.246
6,91
-
6.872.829
3,58
1993
5.132.724
3,7
1.101.336
-15,82
529.582
-13,78
-
6.763.642
-1,59
1994
5.289.110
3
1.049.170
-4,74
520.130
-1,78
-
6.858.410
1,4
1995
5.894.714
11,5
866.917
-17,37
655.577
26,04
-
7.417.208
8,15
1996
6.199.977
5,2
986.043
13,74
639.978
-2,38
-
7.825.998
5,51
1997
6.305.712
1,7
788.603
-20,02
438.266
-31,52
-
7.532.581
-3,75
1998
6.154.714
-2,4
642.957
-18,47
283.751
-35,26
-
7.081.422
-5,99
1999
5.969.314
-3
854.060
32,83
457.401
61,2
-
7.281.339
2,82
2000
6.334.878
6,1
468.962
-45,09
491.051
7,36
30.096
2001
5.315.889
-16
653.915
39,44
447.996
-8,77
56.182
2002
6.006.221
13
552.948
-15,44
419.650
-6,33
65.469
16,53
7.044.288
8,81
2003
5.731.118
-4,6
687.657
24,36
479.281
14,21
113.942
74,04
7.011.998
-0,46
2004
5.667.415
-1,1
738.225
7,35
572.599
19,47
201.978
77,26
7.180.217
2,4
Jumlah Kontribusi rata-rata (%)
84.975.784
15
13.066.619
-13,97
7.783.891
22,45
467.667
254,51
106.293.961
4,78
79,95
%
ton
%
1.280.062
12,29
(ton)
%
ton
659.817
7,32
%
-
0,44
Sumber : APPI (2006), diolah 1
Total
Tahun
http://www.depdag.go.id/ind/publikasi/majalahINDAG/2004_16.pdf
(ton)
%
6.990.411
86,68
-5,08
7.324.987
0,6
6.473.982
-11,6
100
Fluktuasi perkembangan laju produksi pupuk di Indonesia yang terjadi selama 15 tahun pada Tabel 1 untuk jenis pupuk Urea terjadi penurunan jumlah produksi terbesar pada tahun 2001 yaitu menurun sebesar 16 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi terbesar untuk pupuk Urea tejadi pada tahun 2002 dimana produksi pupuk Urea meningkat sebesar 13 persen disbanding tahun sebelumnya. Untuk jenis pupuk SP-36 peningkatan laju produksi terbesar terjadi pada tahun 2001 yaitu meningkat sebesar 24, 36 persen dari tahun sebelumnya dan laju peningkatan produksi terkecil terjadi pada tahun 2004, sedangkan penurunan laju produksi terbesar untuk pupuk SP-36 terjadi pada tahun 2000 dimana produksi pupuk SP-36 mengalami penurunan sebesar 45,09 persen. Sementara itu untuk pupuk ZA laju penpeningkatan produksi terbesar terjadi pada tahun 1999, dimana produksi pupuk ZA meningkat sebesar 61,2 persen dan laju peninkatan produksi terkecil terjadi pada tahun 1992, dan penurunan jumlah produksi terbesar terjadi pada tahun 1998. Untuk pupuk NPK dari data yang digunakan tidak terjadi penurunan jumlah produksi. Produksi pupuk NPK selalu meningkat dan peningkatan laju produksi terbesar terjadi pada tahun 2001 dimana produksi pupuk NPK mengalami peningkatan sebesar 86,68 persen dari tahun sebelumnya. Sebelum tahun 1998, seluruh pupuk terutama pupuk Urea masih mendapatkan subsidi dari pemerintah. Pemberian subsidi ini bertujuan untuk mensukseskan program pengadaan pangan serta menciptakan stabilitas politik nasional. Bagi petani yang lemah dalam permodalan, subsidi ini merupakan bantuan yang sangat dibutuhkan. Untuk pendistribusiannya dilibatkan berbagai pihak yaitu PT. Pusri, KUD, Perusahaan swasta dan PT. Pertani. PT. Pusri
menangani pendistribusian dari Lini I sampai Lini III, selanjutnya dari Lini III ke Lini IV penyaluran pupuk untuk tanaman pangan menjadi tanggung jawab KUD, sedangkan pendistribusian pupuk untuk pertanian non pangan menjadi tanggung jawab beberapa penyalur swasta dan PT. Pertani. I. 2 Perumusan Masalah Pupuk sebagai salah satu input pertanian memegang peranan penting dalam menentukan produktivitas dari hasil kegiatan pertanian. Pemakaian pupuk untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian yang diusahakan perlu didukung oleh kemudahan dalam memperoleh pupuk, baik distribusi yang baik serta harga yang terjangkau sehingga antara input dan output dari pertanian tersebut memiliki hubungan yang positif. Sebagaimana diketahui petani, pupuk memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Akan tetapi petani cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk. Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak selalu menguntungkan kepada pihak petani. Kenaikan harga pupuk yang dianggap tidak seimbang dengan kenaikan harga gabah, sehingga menyebabkan petani kesulitan untuk membeli pupuk dengan harga yang tidak seimbang dengan penjualan hasil pertanian. Dalam perkembangannya petani mengalami kesulitan mendapatkan pupuk yang disebabkan oleh kelangkaan pupuk yang sering terjadi pada saat musim tanam, sehingga petani harus membeli pupuk dengan harga tinggi, kemudian diikuti kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Keadaan ini membuat petani semakin sulit untuk memperoleh pupuk.
Kenaikan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pada tahun 2006 didasari atas alasan belum adanya kenaikan harga pupuk sejak tahun 2003 sementara biaya transportasi, biaya bahan baku, dan biaya bongkar muat sudah mengalami kenaikan. Maka dari itu pemerintah menaikkan harga pupuk. Selama ini pun meski sudah ada ketentuan HET, harga pupuk yang harus dibayar petani di pasaran hampir selalu di atasnya. Keadaan ini disebabkan oleh sering terjadinya kelangkaan pupuk sehingga pihak distributor menaikkan harga pupuk di pasaran, sehingga harga jual pupuk berada di atas harga eceran tertinggi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Pupuk yang merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam proses produksi padi disamping input bibit, tenaga kerja, sewa lahan dan sebagainya. Input pupuk merupakan komponen pengeluaran biaya usahatani yang terbesar setelah upah tenaga kerja. Rata-rata pengeluaran pupuk dari penanaman padi sebesar 27.78 persen dari total biaya produksi yang dikeluarkan (BPS, 1999). Dalam sektor pertanian terutama tanaman pangan seperti padi jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk Urea dan SP-36 dan kadang-kadang menggunakan pupuk ZA sebagai pengganti Urea. Jenis-jenis pupuk yang sering digunakan dalam usahatani padi ini merupakan pupuk yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dalam kenyataannya petani masih mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk tersebut yang disebabkan oleh kelangkaan dan kenaikan harga pupuk tersebut. Keadaan ini sudah diketahui pemerintah sejak lama, dimana pemerintah telah melaksanakan program untuk mengatasi masalah harga pupuk di pasaran. Kemudian pemerintah juga mengeluarkan kebijakan penetapan harga eceran
tertinggi untuk pupuk bersubsidi dengan alasan untuk menyeimbangkan biaya produksi dan biaya penjualan pupuk tersebut dimana harga input seperti gas alam dan upah angkut sudah mengalami kenaikan. Kenaikan harga eceran tertinggi ini diharapkan dapat menyeimbangkan harga input dan harga output dalam industri pupuk nasional. Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga pupuk bersubsidi ini bisa menjadi keputusan yang memberatkan pihak petani, dimana kenaikan harga pupuk ini akan mempengaruhi struktur biaya usahatani padi. Dengan keadaan seperti ini, apakah kenaikan harga pupuk akan menyebabkan permintaan pupuk petani menurun? Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia ? 2. Bagaimana pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap permintaannya?
I. 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia 2. Menganalisis pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap permintaannya
I. 4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi tentang faktor-faktor permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia sehingga berguna untuk mengetahui tingkat permintaan pupuk, dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan. Penelitian ini juga diharapkan sebagai media informasi dan acuan bagi penelitian lebih lanjut. I.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup fungsi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Sedangkan peramalan permintaan pupuk di tingkat industri tidak dilakukan karena keterbatasan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan data seperti data permintaan pupuk yang digunakan merupakan data permintaan pupuk Urea dan SP-36 untuk sektor pertanian secara umum karena ketersediaan data tiap jenis pupuk lain seperti ZA dan KCL tidak mencukupi jumlah data selama 30 tahun terakhir (1976-2005), sedangkan data luas lahan yang digunakan adalah data luas lahan panen padi di Indonesia karena luas lahan pertanian lain seperti luas lahan jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar dan lainlain terdapat kekosongan data pada tahun tertentu , selain itu data hasil pertanian yang digunakan juga terdapat keterbatasan yaitu hanya menggunakan harga gabah saja, sedangkan harga hasil pertanian lain seperti jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar dan lain-lain tidak digunakan karena data yang tersedia tidak tersedia untuk tahun-tahun tertentu dalam kurun waktu 30 tahun (1976-2005). Dalam menganalisis faktor-faktor permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia, harga semua variabel yang digunakan dalam analisis ini merupakan harga nominal.
Hasil penelitian ini akan memberi gambaran umum mengenai kondisi permintaan terhadap pupuk Urea dan SP-36 sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap kedua jenis pupuk tersebut. Penghitungan nilai elastisitas permintaan dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran umum mengenai seberapa besar persentase perubahan jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 terhadap satu persen perubahan harga pupuk tersebut.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Kebijakan Pemerintah tentang Pupuk Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 505/Kpts/SR.130/12/2005 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian Tahun Anggaran 2006 Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di tingkat pengecer resmi atau kelompok tani. Menurut Hardjowigeno (1995) pupuk dalam pengertian sehari-hari adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah, sedangkan pemupukan adalah penambahan bahan tersebut ke dalam tanah agar tanah menjadi lebih subur, oleh karena itu pemupukan pada umumnya diartikan sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah. Pemupukan dalam arti luas sebenarnya juga termasuk penambahan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat tanah, misalnya pemberian pasir pada tanah liat, penambahan tanah mineral pada tanah organik, pengapuran dan sebagainya. Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan menambah unsur hara yang diperlukan tanaman (Sarief, 1986). Tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi, diperlukan unsur hara atau makanan yang cukup. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman adalah N, P, dan K. Unsur N, P, dan K di dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus berkurang karena diambil untuk pertumbuhan
tanaman dan terangkut pada waktu panen, tercuci, menguap dan proses erosi. Untuk mencukupi kekurangan kekurangan unsur hara N, P, dan K tersebut perlu dilakukan pemupukan (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Departemen Pertanian (1995) ada lima aspek yang dipertimbangkan petani dalam mengkonsumsi pupuk, yaitu : 1. Aspek teknis (jenis tanaman, pola tanam, keadaan lahan) 2. Aspek ekonomis (harga pupuk, harga output, luas lahan, produksi dan modal) 3. Aspek sosial (pengalaman dan pengetahuan usahatani, saran sesama anggota tani, saran PPL) 4. Aspek kelembagaan (kebijakan penyaluran pupuk, penyaluran kredit usahatani, efisiensi pemupukan, ketepatan waktu penyaluran pupuk) 5. Aspek ekologis (iklim/cuaca, ketersediaan irigasi) Lebih lanjut Hardjowigeno (1995) mengelompokkan pupuk menjadi dua yaitu
pupuk
alam
dan
pupuk
buatan.
Lingga
(1998)
menambahkan
pengelompokkan pupuk berdasarkan asal bahan, cara pemberian, serta unsur hara yang dikandung. Berdasarkan asalnya, pupuk terdiri atas dua jenis yaitu pupuk buatan (N, P, K), serta pupuk alam atau pupuk organik (misalnya pupuk kandang, kompos, hijau, serta humus). Pupuk dapat dibedakan berdasarkan cara pemberiannya, yaitu pupuk akar (misalnya TSP, KCl, Zn dan kompos), serta pupuk daun. Penggolongan pupuk berdasarkan unsur hara yang dikandung terbagi atas tiga jenis, yaitu pupuk tunggal, pupuk majemuk dan pupuk lengkap.
Keberadaan industri pupuk sebagai salah satu pusat perekonomian yang sangat strategi telah membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang selalu berubah-ubah yang disesuaikan dengan keadaan perekonomian Indonesia. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyangkut pengadaan dan penyaluran, daerah pengadaan, tanggungjawab pengaadan dan penyaluran, persyaratan distributor serta pengawasan pelaksanaan di lapangan. Tahun 1989, pemerintah menetapkan SK. Menteri Perdagangan No 60/KP/IV/1989 tanggal 1 April 1989 tentang sistem pemasaran dan distribusi pupuk bersubsidi. Pokok-pokok ketentuannya antara lain : pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai dengan lini IV menjadi tanggung jawab PT. Pusri. Selanjutnya penyaluran dilakukan oleh KUD penyalur dan PT. Pertani sebagai penyangga. Pada tahun 1995, pemerintah mencabut SK. Menteri Perdagangan No 60/KP/IV/1989 tanggal 1 April 1989, kemudian diganti dengan SK. Menteri Perdagangan No 182/KP/VIII/1995 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk untuk tanaman pangan. Berbagai kebijakan lain pun yang berkaitan dengan industri pupuk terus berkembang. Pada tanggal 1 Desember 1998, Menteri Pertanian mengumumkan bahwa tataniaga pupuk tidak diatur lagi dan subsidi pupuk dihapuskan. Pada tanggal 14 Maret 2001 pemerintah mengatur kembali tataniaga pupuk Urea melalui Keputusan Menperindag No. 93/MPP/Kep/3/2001, tentang pengadaan dan penyaluran pupuk Urea untuk sektor pertanian.
Pada tanggal 11 Februari 2003 pemerintah memberlakukan subsidi pupuk yang tertuang dalam SK. Menperindag No.70/MPP/Kep/2/2003. Dalam surat keputusan ini pola pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian, yaitu dengan pola rayonisasi distribusi pupuk bagi produsen pupuk. Menindaklanjuti surat keputusan Menperindag No.70/MPP/Kep/2/2003 di atas Menperindag mengeluarkan SK. No. 306/MPP/Kep/4/2003 yang mengatur tentang syarat-syarat bagi importir serta tatacara pengadaan pupuk bersubsidi dan subsidi melalui impor. Dalam rangka lebih meningkatkan kelancaran pengadaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi, maka pemerintah menerbitkan Surat Keputusan No. 356/MPPKep/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 yang menegaskan kembali tanggung jawab masing-masing produsen, distributor, pengecer serta pengawasan terhadap pelaksanaan di lapangan (PT. Pusri, 2005). Pada tahun 2005 Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran
2006
melalui
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
:
505/Kpts/Sr.130/12/2005 kemudian diikuti Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 03/M-DAG/PER/2/2006 Tentang Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi yang mulai berlaku 16 Februari 2006. Dalam keputusan itu, pemerintah mengawasi distribusi pupuk hingga tingkat kabupaten. Sedangkan di tingkat distributor dan pengecer diawasi distributor 2. Sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian Nomor: 505/Kpts/SR.130/12/2005 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2006 pasal 6
2
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2006/02/06/brk,20060206-74126,id.html
Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut : a. Pupuk Urea = Rp.1050,- per kg b. Pupuk ZA = Rp.950,- per kg c. Pupuk SP-36 = Rp.1400,- per kg d. Pupuk NPK = Rp.1600,- per kg Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Urea, SP-36 dan ZA dalam kemasan 50 kg, dan untuk pupuk NPK dalam kemasan 50 kg atau 20 kg yang dibeli oleh petani di kios pengecer resmi secara tunai. 2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Tentang Pupuk Penelitian sebelumnya pernah membahas tentang permasalahan pupuk di Indonesia. Penelitian Heriyanto (2006) menganalisis saluran pemasaran dan efisiensi tataniaga pupuk. Dalam penelitian tersebut penulis menyatakan bahwa struktur pasar pupuk urea yang terbentuk adalah oligopoli. Analisis marjin tataniaga yang dilakukan menunjukkan bahwa marjin tataniaga pada dua saluran tataniaga tidaklah sama. Nilai marjin tataniaga I lebih kecil disebabkan karena total persentase biaya tataniaga yang lebih kecil dibandingkan dengan saluran tataniaga II. Selain itu tingkat keuntungan keuntungan yang diambil oleh lembaga tataniaga I lebih kecil dibandingkan saluran II. Pada analisis keterpaduan pasar, diketahui bahwa pasar pupuk Urea antara tingkat produsen, distributor dan pengecer tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Ketidak terpaduan kedua pasar karena perbedaan harga di tingkat produsen tidak mempengaruhi harga di tingkat distributor dan pengecer. Sulistyantoro (2005), dalam penelitiannya menyatakan bahwa dua sistem distribusi yang dilakukan Perusahaan PT. Pupuk Kujang yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak langung. Sistem distribusi langsung oleh PT. Pupuk Kujang dilakukan pada sektor industri dan perkebunan. Sistem distribusi tidak langsung dilakukan pada sektor pangan dan ekspor. Perusahaan PT. Pupuk Kujang menggunakan tiga pola pemasaran untuk sektor pangan yaitu : 1
PT Pupuk Kujang
Distributor
Pedagang Besar
Pengecer
2
PT Pupuk Kujang
Distributor
Pedagang Besar
Konsumen
3
PT Pupuk Kujang
Distributor
Pengecer
Konsumen
Konsumen
PT. Pupuk Kujang memenuhi kebutuhan sektor pangan, sektor industri, sektor perkebunan dan ekspor. PT. Pupuk Kujang adalah fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, fungsi fasilitas yaitu penanggungan resiko dan infromasi pasar. Distributor melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan, fungsi fasilitas yaitu penanggungan resiko dan informasi pasar. Pedagang besar melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan dan pengemasan, fungsi fasilitas yaitu sortasi, penanggungan resiko dan informasi pasar. Pengecer melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan, fungsi fasilitas yaitu sortasi, penanggungan resiko dan informasi pasar.
Darwis et al, (2004) dalam penelitiannya menerangkan bahwa berbagai kebijakan distribusi pupuk yang dikeluarkan pemerintah selama ini secara umum bertujuan untuk lebih meningkatkan efisiensi dalam distribusi. Namun, pada kenyataannya masih dijumpai berbagai kasus terjadinya kelangkaan pupuk, dimana petani kesulitan mendapatkan pupuk pada saat membutuhkan. Dari beberapa kasus mengindikasikan bahwa kelangkaan pupuk terjadi akibat sistem distribusi yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Akibat lainnya adalah petani harus membeli pupuk dengan harga lebih mahal, terlebih semenjak diberlakukannya kebijakan pengurangan dan penghapusan subsidi harga pupuk. Secara umum, harga pupuk bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat penggunaan pupuk pada petani. Faktor-faktor yang lebih menentukan adalah harga jual produk pertanian, kemampuan menyediakan modal, dan kesuburan lahan yang dimiliki petani. Dalam penelitiannya jumlah pembelian pupuk oleh petani dipengaruhi oleh : harga pupuk, harga gabah, modal, petugas penyuluh dan pendapatan usahatani. 2.2.2 Penelitian Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditi telah pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya Barus (2005) dan Ariningsih et al, (2004). Barus (2005) dengan judul Analisis yang Mempengaruhi Permintaan Beberapa Sayuran Organik (Studi Kasus di PT. Amani Mastra, Bekasi). Adapun tujuan yang ingin diperoleh: (1) mengkaji karakteristik konsumen sayuran organik Amani, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik Amani, (3) menentukan elastisitas permintaan terhadap sayuran organik Amani.
Permintaan sayuran organik yang diulas dalam studi (penelitian) Barus (2005) adalah wortel, tomat dan brokoli organik. Selain itu, jenis data yang diolah adalah data primer berupa hasil wawancara 60 konsumen (pengunjung) di Carrefour MT. Haryono, Jakarta Timur. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif untuk melihat karakteristik konsumen sayuran organik Amani, sedangkan analisis regresi berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wortel, tomat dan brokoli organik Amani. Model regresi yang diterapkan berjumlah dua model yaitu linier berganda dan linier-log. Barus (2005) juga melakukan penghitungan elastisitas untuk mengetahui besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan wortel, tomat, dan brokoli organik adalah pendapatan rumah tangga, usia, jumlah anggota keluarga, lama pendidikan formal, frekuensi pembelian, dummy harga, jenis kelamin, dan informasi. Hasil yang diperoleh adalah bahwa model regresi linier berganda merupakan model regresi terbaik untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik tersebut. Model ini memenuhi asumsi OLS, kesesuaian tanda koefisien regresi dengan hipotesis dan kesignifikansian variabel bebas secara keseluruhan. Adapun variabel bebas yang secara individu berpengaruh nyata terhadap permintaan masing-masing sayuran adalah sebagai berikut: (1) wortel organik: pendapatan, usia, dan frekuensi pembelian; (2) tomat organik: pendapatan, usia; (3) brokoli organik: pendapatan dan frekuensi pembelian. Ariningsih et al, (2004) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang merah menggunakan model ekonometrika
yang dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan yang bersifat dinamik. Persamaan-persamaan dalam model menggunakan bentuk persamaan linear additive, yang berjumlah 14 persamaan, terdiri dari 10 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas denga 14 peubah current endogenous. Persamaan untuk permintaan bawang merah yang digunakan adalah : QDlt = f0 + f1 PBlt + f2 PDBMt + f3JPDKt + f4DT3t + f5DK + U5t....... Data yang digunakan adalah data sekunder deret waktu triwulanan dari tahun 1992-2000. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa peubah yang berpengaruh nyata pada permintaan adalah jumlah penduduk, dummy triwulan III, dan dummy krisis. Jumlah penduduk mempunyai dampak positif dan sangat nyata pada taraf 1 persen. Dalam jangka pendek permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dengan nilai elastisitas 5,33 persen. Artinya dalam jangka pendek apabila jumlah penduduk naik 1 persen maka permintaan bawang merah akan naik 5,33 persen. Tingkat konsumsi bawang merah Indonesia per kapita dari tahun ke tahun relatif tetap, sehingga peningkatan permintaan bawang merah tiap tahunnya akan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Harga bawang merah berdampak negatif terhadap permintaan tetapi tidak nyata. Andari (2001) dalam penelitiannya mengenai dampak penghapusan subsidi pupuk terhadap permintaan pupuk di Jawa Barat menggunakan data primer dan kemudian menganalisisnya dengan menggunakan persamaan fungsi Cobb-Douglas yang sudah ditransformasikan kedalam logaritma natural, sehingga memebentuk persamaan linier ln Q = ln A + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + α1 D1 + α2 D2 + u, persamaan ini menggunakan dumy musiman, yaitu musim hujan dan musim kering.
Dari hasil penelitiannya Andari (2001) menyatakan bahwa kenaikan harga pupuk yang cukup besar telah mendorong beberapa petani untuk melakukan penyesuaian terhadap penggunaan pupuk, namun karena peningkatan harga pupuk itu sendiri juga diikuti oleh kenaikan harga padi maka rata-rata penggunaan pupuk Urea relatif tetap. Dari hasil pendugaan fungsi produksi padi di Jawa Barat dalam kondisi skala usaha yang tetap. Dalam fungsi input yang diperoleh menunjukkan tidak terdapat perbedaan permintaan pupuk sebelum dan setelah subsidi dihapuskan. Setelah subsidi dihapuskan pendapatan petani lebih rendah namun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata, tampaknya petani lebih mengutamakan pada memepertahankan produksi yang tinggi dibanding dengan memaksimalkan keuntungan. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu dari segi jumlah data yang digunakan, cakupan luas data dan alat analisis yang digunakan serta perbedaan hal-hal lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data untuk seluruh Indonesia dengan menggunakan data tahunan deret waktu selama 30 tahun, berbeda dengan penelitian mengenai pupuk sebelumnya yang hanya mengkaji pada satu cakupan wilayah tertentu saja. Penelitian ini menggunakan persamaan regresi fungsi Cobb-Douglas guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia disertai dengan elastisitas faktor-faktor tersebut.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Istilah permintaan mengacu pada keseluruhan hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam makna jumlah yang diminta. Pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan. Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian kontinyu yang harus dinyatakan dalam banyaknya persatuan waktu (Lipsey, et al, 1995). Hubungan antara harga suatu barang dan kuantitas yang akan diminta adalah berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Hubungan fundamental ini dikenal sebagai hukum permintaan. Bilas (1989) menyatakan bahwa, secara sederhana hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai kuantitas (jumlah) yang akan dibeli per unit waktu menjadi semakin besar apabila harga semakin rendah, ceteris paribus (keadaaan lain tetap sama). Menurut Lipsey, et al, (1995), hubungan antara jumlah yang diminta dengan harga dinyatakan dalam bentuk grafik oleh sebuah kurva permintaan yang menunjukkan berapa banyak yang akan diminta pada tiap tingkat harga pasar, dengan faktor lain tetap sama. Fungsi permintaan adalah sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan dan preferensi (Nicholson, 2002).
Di dalam teori permintaan, harga barang yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan, ceteris paribus. Adanya asumsi yang menganggap faktor lain tetap sama tentu sangat berbeda dalam kenyataan sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan analisa bagaimana faktor penting lainnya akan mempengaruhi permintaan. Bilas (1989) menyatakan bahwa harga barang tersebut, harga barangbarang lain, pendapatan, selera, dan kekayaan merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi kuantitas yang diminta. Selanjutnya Lipsey, et al (1995) menyebutkan
bahwa
harga
komoditi
itu
sendiri,
rata-rata
penghasilan
rumahtangga, harga komoditi lain, selera, distribusi pendapatan di antara rumahtangga, dan besarnya populasi merupakan variabel penting yang mempengaruhi banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumahtangga pada periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Nicholson (2002) kuantitas yang diminta itu tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi, ceteris paribus. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan menurut Rahardja & Manurung, 2001 dalam Barus (2005) adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan per kapita, selera atau kebiasaan, jumlah penduduk, perkiraan harga di masa mendatang, distribusi pendapatan dan usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah permintaan secara matematis ditulis sebagai berikut: Dx = f(Px│, Py, Y/kap, T, Pop, Pp, Ydist, Adv) - +/- +/- + + + + + dimana: Dx Px Py Y/kap T
= permintaan barang X = harga barang X = harga barang Y (substitusi atau komplemen) = pendapatan per kapita = selera
Pop Pp Ydist Adv
= jumlah penduduk = perkiraan harga barang X periode mendatang = distribusi pendapatan = upaya produsen meningkatkan penjualan (promosi)
Perubahan permintaan yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu pergerakan sepanjang kurva permintaan atau movement along a demand curve (increase or decrease in quantity demand) dan pergeseran kurva permintaan atau shift/change in demand (increase or decrease in demand). Apabila satu atau beberapa kondisi dari ceteris paribus (selain harga barang yang diminta) berubah, maka kurva permintaan akan bergeser, sedangkan pergerakan sepanjang kurva permintaan tidak perlu ada perubahan dalam kondisi ceteris paribus atau hanya disebabkan perubahan harga barang yang diminta. Pengaruh perubahan harga suatu barang terhadap kuantitas sejenis barang yang diminta akan memiliki dua efek yang berbeda pada pilihan individu yaitu efek substitusi dan efek pendapatan. Kedua efek ini bisa dijelaskan dengan kurva kepuasan sama (kurva indiferens). Jika harga barang X turun, ceteris paribus, maka konsumen akan lebih banyak mengkonsumsi barang X dan mengurangi konsumsi barang Y (efek substitusi). Perpindahan akan terjadi di sepanjang kurva indiferens yang sama. Akibat harga barang X turun, pendapatan (daya beli) riil konsumen atau individu akan meningkat dan menambah kosumsi barang X (efek pendapatan). Individu akan berpindah ke kurva indiferens yang baru. Perubahan harga barang lain terhadap kuantitas barang yang diminta terlebih dahulu harus dilihat keterkaitan atau hubungan antar barang tersebut: barang itu merupakan barang komplemen atau barang substitusi. Dua barang bersifat komplemen jika kenaikan harga satu barang akan menurunkan kuantitas
permintaan barang lainnya. Misalkan, harga barang Y meningkat maka kurva permintaaan barang X akan bergeser ke kiri. Sebaliknya barang substitusi adalah sifat dua barang yang jika salah satunya meningkat, kuantitas barang lainnya yang diminta akan meningkat. Sehingga kurva permintaan barang X akan bergeser ke kanan jika harga barang Y meningkat. Saat pendapatan meningkat dengan asumsi faktor lain tetap sama, maka kuantitas yang diminta juga bertambah untuk barang normal. Akibatnya kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Lain halnya untuk barang inferior, jika pendapatan meningkat justru akan mengurangi kuantitas yang diminta, terlihat dari pergeseran kurva permintaaan ke kiri 3.1.2 Pembentukan Kurva Permintaan Permintaan untuk suatu barang dapat dilihat dari dua sudut, yaitu permintaan individu dan permintaan pasar. Oleh karena itu di dalam analisa perlu dibedakan antara kurva permintaan individu dan kurva permintaan pasar (Sukirno, 1982). Nicholson (2002) menyatakan bahwa kurva permintaan pasar (market demand curve) secara sederhana merupakan penjumlahan secara horizontal setiap kurva permintaaan individu pada setiap tingkat harga (Gambar 1). Kurva permintaan pasar itu menunjukkan hubungan antara kuantitas total yang diminta dengan harga pasar dari barang tersebut, ketika semua faktor lain dianggap konstan. Permintaan pasar (market demand) tidak lebih merupakan efek kombinasi dari berbagai pilihan ekonomi konsumen. Jadi, adalah hal penting untuk dapat membuat kurva permintaan dari seorang konsumen atau individu. Menurut Bilas (1989), terdapat dua pendekatan (ancangan) pokok dalam menelaah teori permintaan konsumen (individu). Pertama yaitu ancangan klasik,
mempergunakan utilitas marjinal yang terukur (measurable marginal utility dan biasa disebut ancangan utilitas kardinal (cardinal utility approach). Pendekatan kedua yaitu ancangan kurva indiferens (indiference curve approach) dan biasanya dinamakan ancangan ordinal (ordinal approach).
Gambar 1. Pembentukan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu (Nicholson, 2002) Awalnya kurva permintaan individu sebenarnya diterangkan atau dibentuk dari konsep utilitas marjinal. Konsep ini bermanfaat sekali dalam memahami hukum dasar permintaan dengan kemiringan ke bawah. Menurut Samuelson & Nordhaus (1993) dalam beberapa puluh tahun terakhir, para pakar ekonomi menolak gagasan tentang utilitas yang dapat diukur melalui angka-angka terhadap konsumsi
dan
telah
mengembangkan
pendekatan
alternatif
lain
untuk
menganalisis permintaan tanpa mengaitkannya dengan utilitas marjinal. Pendekatan alternatif tersebut menggunakan kurva kepuasan sama atau kurva indiferens (indifference curve). Pendekatan alternatif ini memberikan kaidah mengenai perilaku konsumen dan dapat menurunkan kurva permintaan tanpa perlu menyatakan utilitas konsumen. Yang berlaku dalam teori permintaaan
modern ini adalah apakah konsumen lebih menyukai kombinasi barang tertentu daripada kombinasi lainnya. Analisa pendekatan kurva indiferens atau ordinal approach meliputi penggambaran dua kurva, yaitu kurva indiferens dan garis/kendala anggaran. Penjelasan teori permintaan dengan pendekatan ini menegaskan bahwa individu akan berusaha memperoleh utilitas yang paling maksimum dari keterbatasan pendapatannya dengan membelanjakan semua pendapatannya yang tersedia dan memilih sekelompok barang dimana MRS (Marginal Rate of Substitusion) atau tingkat substitusi marjinal adalah sama dengan rasio harga dari kedua barang itu. Maksimisasi
utilitas
dapat
ditunjukkan
dalam
bentuk
grafik
sebagai
persinggungan antara kendala anggaran individu dengan kurva indiferens tertinggi, yang dapat dibeli dengan pendapatannya (Nicholson, 2002). Pembentukan kurva permintaan individu terlihat pada Gambar 2 yang menunjukkan bagaimana menyusun atau mengkonstruksi kurva permintaan seseorang untuk barang X, dengan asumsi faktor lain dianggap konstan.
Kuantitas Y per minggu
Kendala Anggaran (I3) = Px1.X + Py.Y Kendala Anggaran (I2) = Px2.X + Py.Y Kendala Anggaran (I3) = Px3.X + Py.Y
U1 U2 U3
0
X1
X2
X3
Kuantitas X per minggu
(a) Peta Kurva Indiferens Individu Harga
Px1 Px2 Px3 Dx
0
X1
X2
X3 (b) Kurva Permintaan
Kuantitas X per minggu
Gambar 2. Konstruksi Kurva Permintaan Individu (Nicholson, 2002) (a). Pilihan maksimisasi utilitas individu untuk barang X dan Y ditunjukkan oleh tiga harga X (X1, X2, X3). (b). Hubungan antara Px dan X digunakan untuk membentuk kurva permintaan individu, ceteris paribus.
3.1.3 Elastisitas Permintaan Elastisitas dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana respon perubahan kuantitas yang diminta akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Koefisien elastisitas itu sendiri dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan dalam variabel yang tak bebas (dependent variable) dibagi dengan persentase perubahan dalam variabel bebas (independen variable). Nicholson (2002) menyatakan bahwa elastisitas adalah ukuran persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh 1 persen perubahan variabel lainnya. Elastisitas Harga dari Permintaan (℮D) Perubahan P (harga barang) akan menyebabkan perubahan Q (kuantitas yang dibeli) dan elastisitas harga dari permintaaan akan mengukur hubungan ini. Secara khusus, elastisitas harga dari permintaan didefinisikan sebagai persentase perubahan jumlah yang diminta atas suatu barang yang disebabkan oleh perubahan harga barang itu sebesar 1 persen (Nicholson, 2002). Dalam bentuk matematis, ℮D =
Persentase perubahan Q P ∂Q x = Q Persentase perubahan P ∂P
Jika ℮D = 1, maka dikatakan kurva permintaan itu ber-elastisitas satu (unitary elasticity), jika ℮D >1, kurva permintaan adalah elastis, dan jika ℮D < 1 kurva permintaan adalah inelastis (Bilas, 1989). Menurut Samuelson & Nordhaus (1993) permintaan bersifat elastis terhadap harga bila perubahan harga sebesar 1 persen menyebabkan perubahan yang diminta lebih dari 1 persen. Sebaliknya permintaaan bersifat inelastis terhadap harga bila perubahan harga sebesar 1 persen menyebabkan perubahan jumlah yang diminta sebesar kurang dari 1 persen.
Elastisitas harga dari permintaaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hubungan Elastisitas Harga dari Permintaan dengan Total Pengeluaran Elastisitas Harga dari Perubahan Harga Jumlah Permintaan Permintaan (℮D) Naik / Turun10 % Naik / Turun > 10 % > 1 (Elastis)
= 1 (Elastis Satu)
Naik 10 %
Naik < 10 %
< 1 (Inelastis)
Naik 10 %
Naik < 10 %
Elastisitas Harga Silang dari Permintaan (℮c)
Elastisitas silang (cross elasticity of demand) dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan dalam kuantitas yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain Konsepnya adalah, persentase perubahan kuantitas yang diminta (Q) sebagai akibat dari perubahan 1 persen perubahan harga barang-barang lainnya (sebuah harga barang lain sebagai P’). Secara matematis, ℮q,P’ =
Persentase perubahan Q ∂ Q P' = x Persentase perubahan I ∂P' Q
Jika harga barang-barang ini saling bersubsitusi, elastisitas harga silang dari permintaan akan positif. Sebaliknya jika dua barang saling melengkapi (komplementer), elastisitas harga silang akan negatif (Nicholson, 2002).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kebijakan
penghapusan
subsidi
pupuk,
merupakan
upaya
untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pembangunan. Sementara, kenaikan harga pupuk sebagai akibat penghapusan subsidi tersebut diharapkan dapat menjadi dorongan pada petani agar dapat menggunakan pupuk secara lebih efisien (Darmawan et al., 1995) dalam Darwis et al.,(2004). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga pupuk akan menyebabkan harga input usahatani jadi meningkat, sehingga berpengaruh pada jumlah permintaan pupuk, maka diduga variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan pupuk di tingkat petani adalah harga pupuk itu sendiri, tingkat permintaan pupuk lain, harga pupuk lain, harga gabah sebagai output dari suatu usahatani, luas lahan pertanian, dan harga gabah. Hubungan antara jumlah permintaan pupuk yang selanjutnya disebut variabel tak bebas (dependent variable) dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya atau disebut variabel
bebas (independent variable) dirumuskan dalam bentuk fungsi permintaan. Fungsi permintaan yang dimaksud adalah model regresi berupa fungsi produksi CobbDouglas yang ditransformasikan kedalam bentuk linear dengan menarik
logaritmanya sehingga parameter dari fungsi tersebut dapat diduga dengan metode kuadrat terkecil Ordinary Least Square (OLS). Analisis permintaan pupuk dengan menggunakan model tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah permintaan pupuk di tingkat petani di Indonesia dan juga dilakukan penghitungan elastisitas untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap permintaan pupuk di tingkat petani. Alur pemikiran tentang hal diatas dapat dilihat pada Gambar 3.
Kebijakan Pemerintah Kenaikan HET Pupuk bersubsidi
Kenaikan harga input (pupuk) usahatani
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk di Indonesia : - Harga Pupuk itu sendiri - Harga Pupuk Lain - Harga Gabah - Luas Lahan Panen Padi - Jumlah Produksi Padi
Permintaan Pupuk
-. Analisis Regresi Fungsi Cobb- Douglas -. Analisis Elastisitas Permintaan Pupuk Urea dan SP-36
Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Operasional
IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instasi dan lembaga yang terkait dengan ruang lingkup penelitian ini. Adapun data tersebut antara lain : 1. Jumlah permintaan pupuk Urea di Indonesia 2. Jumlah permintaan pupuk SP-36 di Indonesia 3. Harga pupuk Urea di Indonesia 4. Harga pupuk SP-36 di Indonesia 5. Harga gabah di Indonesia 6. Jumlah produksi padi di Indonesia 7. Luas lahan panen padi di Indonesia Data di atas diperoleh dari instansi-instansi pemerintahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Instansi-instansi tersebut adalah antara lain : • Departemen Pertanian Republik Indonesia • Badan Pusat Statistik • Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), dan • Perum BULOG • Instansi-instansi Pusat Penelitian • Media informasi lain seperti perpustakaan dan internet
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deret waktu (time series) dengan periode waktu 30 tahun terakhir, yaitu dimulai dari tahun 1976
hingga tahun 2005.
4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini maka data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode deskriptif dan
metode
kuantitatif.
Metode
analisis
deskriptif
digunakan
untuk
mendeskripsikan jumlah permintaan pupuk setiap tahunnya yang dikaitkan dengan adanya kenaikan harga eceran tertinggi pupuk. Analisis kuantitatif dilakukan guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk dan mengetahui tingkat elastisitas permintaan pupuk. Dalam menganalisis data digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas. Persamaan Cobb-Douglas ini diperoleh dari transformasi fungsi
penawaran dan permintaan ke dalam bentuk logaritma natural. Fungsi CobbDouglas dipilih karena koefisien dari masing-masing variabel sekaligus
menunjukkan elastisitasnya. Fungsi ini dapat ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi linear dengan menarik logaritmanya sehingga parameter dari fungsi dapat diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil Ordinary Least Square (OLS). Persamaan fungsi produksi ini adalah : b3 b4 b5 Qij = Ax1b1x b2 2 x3 x 4 x5 x + u
Dimana : Qij ij A X1 X2 X3 X4 X5 a u b1
= Permintaan pupuk i = Bilangan 1 dan 2, dimana i1= pupuk Urea dan i2=pupuk SP-36 = Konstanta = Harga pupuk Urea = Harga Pupuk SP-36 = Harga Gabah = Luas Lahan Panen Padi = Jumlah Produksi Padi = Bilangan natural 2,7182 = Galat sisa = Parameter harga pupuk Urea
b2 b3 b4 b5
= Parameter harga pupuk SP-36 = Parameter harga gabah = Parameter luas lahan panen padi = parameter jumlah produksi padi
Fungsi Cobb-Douglas diatas ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural, diperoleh persamaan linear :
lnQt = ln A + b1 ln x1 + b2 ln x2 + b3 ln x3 + b4 ln x4 + b5 ln x5 + u
•
b1 < 0, hipotesa awalnya adalah diduga harga pupuk Urea (untuk permintaan pupuk Urea) berlawanan dengan jumlah permintaan pupuk Urea itu sendiri dan begitu juga untuk harga pupuk SP-36 terhadap permintaannya. Artinya jika harga pupuk Urea atau pupuk SP-36 meningkat, maka permintaan terhadap pupuk tersebut akan berkurang, ceteris paribus.
•
b2 < 0, hipotesa awalnya adalah diduga harga pupuk SP-36 mempunyai hubungan yang berlawanan dengan jumlah permintaan pupuk Urea atau sebaliknya harga pupuk Urea mempunyai hubungan yang berlawanan dengan permintaan pupuk SP-36. Artinya jika harga salah satu pupuk mengalami peningkatan, maka jumlah permintaannya akan berkurang terhadap kedua jenis pupuk, ceteris paribus
•
b3 > 0, hipotesa awalnya adalah diduga harga gabah mempunyai hubungan positif dengan jumlah permintaan masing-masing pupuk.(Urea dan SP-36). Artinya, jika harga gabah mengalami peningkatan maka pendapatan petani juga akan meningkat, sehingga diasumsikan permintaan masing-masing pupuk meningkat, ceteris paribus.
•
b4 > 0, hipotesa awalnya adalah diduga luas lahan panen padi mempunyai hubungan positif dengan jumlah permintaan masing-masing pupuk (Urea dan SP-36). Artinya jika luas lahan pertanian berkurang, maka jumlah permintaan masing-masing pupuk juga akan berkurang, ceteris paribus
•
b5 > 0, hipotesa awalnya adalah diduga jumlah produksi padi mempunyai hubungan positif dengan jumlah permintaan masing-masing pupuk.(Urea dan SP-36). Artinya, jika harga produksi mengalami peningkatan maka pendapatan petani juga akan meningkat, sehingga diasumsikan permintaan masing-masing pupuk meningkat, ceteris paribus.
4.3 Evaluasi Model Pendugaan
Evaluasi model pendugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diduga terpenuhi secara teori ekonomi dan statistik. Untuk itu kriteria pemilihan model terbaik dalam analisis regresi linier berganda harus sesuai dengan kriteria sebagai berikut: (1)
Kriteria Ekonomi
Penentuan parameter model regresi berdasarkan teori ekonomi yang ada, kemudian diuji berdasarkan teori ekonomi pula. Teori ekonomi yang digunakan untuk menerangkan hasil analisis ini adalah teori permintaan dan elastisitas. Teori permintaan adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan pupuk Urea dan SP-36 di tingkat petani di Indonesia dan teori elastisitas permintaan dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah tentang harga pupuk terhadap permintaan pupuk di tingkat petani di Indonesia. Perhitungan nilai elastisitas yang dilakukan adalah perhitungan elastisitas harga
dari permintaan, ℮D =
Persentase perubahan Q ∂Q P x = , jika ℮D = 1, maka Persentase perubahan P ∂P Q
dikatakan kurva permintaan itu ber-elastisitas satu (unitary elasticity), jika ℮D >1, kurva permintaan adalah elastis, dan jika ℮D < 1 kurva permintaan adalah inelastis.
Elastisitas
harga
silang
dari
permintaan
dilakukan
dengan
memperhitungkan persentase perubahan dalam kuantitas yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain. ℮q,P’ =
∂ Q P' Persentase perubahan Q = x Persentase perubahan P' ∂P' Q
Jika harga barang-barang ini saling bersubsitusi, elastisitas harga silang dari permintaan akan positif. Sebaliknya jika dua barang saling melengkapi (komplementer), elastisitas harga silang akan negatif
(2)
Kriteria Statistik
Pengujian suatu model meliputi uji pengaruh parameter secara individual, pengujian parameter secara keseluruhan, dan koefisien determinasi (R2) sebagai suatu ukuran kebaikan-suai (goodness of fit). Statistik uji yang digunakan untuk mengukur signifikan parameter secara individual adalah uji-t, sedangkan untuk signifikan parameter secara keseluruhan adalah uji-F. Dalam penelitian ini, uji-t berguna untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel bebas (explanatory variable) terhadap permintaaan pupuk, sedangkan uji-F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (explanatory variable) secara serentak (bersama-sama) berpengaruh nyata terhadap permintaaan pupuk. Kemudian koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai pengukur tingkat kebaikan model. Koefisien tersebut menjelaskan variasi
total dalam varibel tak bebas (Y) yang dijelaskan oleh explanatory variable dalam model. Semakin tinggi keragaman yang dapat diterangkan oleh model tersebut, semakin besar koefisien determinasi. Pengujian hipotesis baik untuk uji-t maupun uji-F yaitu dengan melihat tingkat signifikansi (α) yaitu probalitas kesalahan menolak hipotesis yang ternyata benar. Jika dikatakan α = 5%, berarti resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%. Semakin kecil α berarti semakin mengurangi resiko salah (Santoso, 2000 dalam Nurlianti, 2002). Uji statistik t-student dalam penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut: H0 : βi = 0, i = 1, 2, 3, 4, 5, ; variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk. H1 : βi ≠ 0, variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk. Uji statistik t dapat dirumuskan sebagai: t hitung = βi
dengan df = n-k-1
S(βi) dimana: = koefisien kuadrat terkecil untuk varibel bebas ke i βi S(βi) = estimasi standar deviasi (galat baku) varibel bebas ke i n = jumlah pengamatan k = jumlah variabel bebas dalam model Keputusan pengujiannya adalah: a.
Terima H0, jika –t tabel < t hit < t
tabel
artinya variabel-variabel bebas yang
diuji tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk. b.
Tolak H0, jika t hit < -t
tabel
atau t hit > t tabel artinya variabel-variabel bebas
yang diuji berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk.
Uji statistik Fisher (F) dalam penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut: H0 : β1 = β2 =….= β6 = 0, variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk. H1 : paling tidak salah satu βi ≠ 0, i = 1, 2, …,6 ; variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk. Uji-F dirumuskan seperti berikut: F=
Jumlah Kuadrat Regresi / (k) dengan derajat bebas δ1 = k, δ2 = n-k-1 Jumlah Kuadrat Error / (n - k - 1)
Keputusan pengujiannya adalah: a.
F hit > F tabel maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari permintaan pupuk
b.
F hit < F tabel maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari permintaan pupuk.
(3)
Kriteria Ekonometrika
Asumsi utama yang harus dipenuhi dalam model regresi linier adalah: 1 Asumsi Kenormalan
Penerapan metode OLS untuk model regresi linier tidak membuat asumsi apapun mengenai distribusi probabilitas dari gangguan ui. Namun karena tujuan penaksiran dan pengujian hipotesis maka ditetapkan bahwa tiap ui didistribusikan secara normal (Gujarati, 1997). Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secar normal. Untuk mengetahui dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probality-nya pada tes normalitas. Bila pada grafik Kormogorov-Smirnov
titik-titik residual yang tergambar segaris dan nilai P-value lebih besar dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi secara normal. 2 Homoskedastisitas
Satu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa gangguan (disturbances)
ui
yang
muncul
dalam fungsi
regresi
populasi
adalah
homoskedastik, yaitu semua gangguan tersebut mempunyai varians yang sama. Pelanggaran dari asumsi ini adalah heterokedastisitas. Menurut Gujarati (1997) ada beberapa metode informal dan formal untuk mendeteksi heteroskedastisitas, yaitu:
Sifat dasar masalah.
Pada kenyataannya, dalam data cross-sectional yang meliputi unit yang heterogen, heteroskedastisitas mungkin lebih merupakan kelaziman (aturan) daripada perkecualian.
Metode Grafik
Jika tidak ada informasi empiris mengenai sifat heteroskedastisitas, dalam praktek analisis regresi dapat dilakukan atas asumsi tidak ada heteroskedastisitas dan kemudian melakukan pengujian sesudahnya dari kuadrat residual yang ditaksir ℮i2 untuk melihat jika residual tadi menunjukkan suatu pola yang sistematis. Untuk melihat ada atau tidaknya pola tersebut maka ℮i2 dipetakan terhadap Yi atau satu dari variabel bebas. Jika tidak ada pola yang sistematis maka tidak ada heteroskedastisitas.
3 Multikolinearitas
Pada mulanya model regresi yang baik seharusnya tidak ada hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas. Tetapi dalam pengertian luas dikenal multikolinearitas yang kurang sempurna yaitu menunjukkan bahwa variabel bebas (X) tidak merupakan kombinasi linier yang pasti dari X lainnya karena juga ditentukan oleh unsur kesalahan (Gujarati,1997). Santoso (2000) dalam Nurlianti (2002) mengungkapkan bahwa multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa cara berikut:
Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Pedoman suatu
model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF kurang dari sepuluh.
Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi
yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel bebas haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi multikolinearitas. Pengaruh multikolinieritas pada pemodelan regresi dengan metode kuadrat terkecil menyebabkan pendugaan koefisien regresi yang kurang baik. Masalah multikolinieritas dapat diatasi dengan beberapa metode salah satunya metode Regresi Komponen Utama. Analisis regresi komponen utama merupakan merupakan suatu analisis kombinasi antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Analisis regresi komponen utama ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan peubah bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar peubah bebasnya. Untuk teknis penghitungannya dapat dilihat pada lampiran.
4 Autokorelasi
Suatu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun (Gujarati, 1997). Untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilakukan dengan beberapa pengujian berikut:
Metode Grafik
Meskipun residual ℮i tidak sama dengan ui tetapi keduanya berhubungan, sehingga jika ada autokorelasi diantara u akan tercermin dalam ℮. Untuk memeriksa autokorelasi, residual, ℮i, dipetakan terhadap waktu dalam suatu deretan waktu. Apabila hasil grafik menunjukkan suatu pola sistematis seperti trend linier, siklus, atau linier kuadratis maka berarti terdapat autokorelasi.
Percobaan d dari Durbin-Watson
Statistik d dari Durbin-Watson dirumuskan seperti berikut: t= N
d=
(e ∑ =
t
2
− e t -1 )
2
t
t= N
e ∑ =
t
2 t
1
Mekanisme tes Durbin-Watson adalah sebagai berikut: 9 Dapatkan nilai kritis dL dan dU 9 Jika hipotesis H0 adalah bahwa tidak ada autokorelasi, maka jika
d < dL atau d > 4 - dL berarti menolak H0 (ada autokorelasi positif atau negatif)
dU < d < 4 - dU berarti tidak menolak H0 (tidak ada autokorelasi positif
atau negatif) dL ≤ d ≤ dU atau 4 - dU ≤ d ≤ 4 - dL berarti pengujian tidak meyakinkan
(daerah keragu-raguan).
V GAMBARAN UMUM PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA
Negara Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris, hal ini ditunjukkan dengan luas lahan yang digunakan untuk sektor pertaniannya. Sektor pertanian Indonesia terus berkembang seiring dengan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta jiwa, pertanian merupakan sektor yang diharapkan bisa dijadikan tulang punggung untuk menopang perekonomian dan menjaga stabilitas ketahanan pangan di Indonesia. Pertumbuhan sektor pertanian Indonesia terutama tanaman pangan tidak selalu berjalan dengan baik. Banyak permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk lebih mengembangkan kemampuan sektor pertanian Indonesia terutama tanaman pangan untuk mampu menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik. 5.1 Perkembangan Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usahatani, terutama dalam meningkatkan produksi tanaman pangan. Dalam tujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian terutama tanaman pangan, pupuk memegang peran yang sangat penting. Seperti terlihat pada Gambar 4 perkembangan permintaan pupuk Urea dan SP-36 selama 30 tahun terakhir cenderung meningkat. Perkembangan permintaan pupuk Urea dan SP-36 yang cenderung meningkat ini bisa menggambarkan kesadaran petani akan pentingnya penggunaan pupuk untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Dalam usaha meningkatkan produktivitas sektor pertanian perlu didukung adanya kemudahan dalam memperoleh sarana-sarana produksi yang diharapkan
n)
dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian secara signifikan.
5000000 4500000 4000000 3500000
Gambar 4. Perkembangan Permintaan Pupuk Urea dan SP-36
Dari Gambar 4 dapat diketahui tingkat permintan tertinggi terhadap pupuk Urea terjadi pada tahun 2003 dengan jumlah 4.369.953 ton, sedangkan tingkat permintaan terkecil terhadap pupuk Urea terdapat pada tahun 1976 sebesar 348.554 ton. Sedangkan permintaan tertinggi untuk pupuk SP-36 terjadi pada tahun 1988, dan tingkat permintaan pupuk SP-36 terkecil terjadi pada tahun 1976. Perkembangan permintaan terhadap pupuk Urea selama 30 tahun terakhir terlihat memiliki kecenderungan yang selalu meningkat, meskipun pada tahun tertentu terlihat adanya penurunan permintaan, akan tetapi secara umum permintaan terhadap pupuk Urea selalu meningkat. Sedangkan pada permintaan pupuk SP-36 terlihat bergejolak, dimana pada tahun-tahun tertentu terjadi kenaikan dan ada kalanya menurun dan bahkan cenderung tetap.
5.2 Perkembangan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia
Pupuk Urea dan SP-36 merupakan pupuk yang paling banyak digunakan dalam sektor pertanian, terutama tanaman pangan. Kebutuhan akan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia yang selalu berkembang juga diikuti oleh perkembangan harga yang cenderung selalu meningkat, seperti terlihat pada Gambar 5. 3500000
Harga pupuk
3000000 2500000 2000000
Series2
1500000
Series1
1000000
Gambar 5. Perkembangan Harga Nominal Pupuk Urea dan SP-36
Kecenderungan harga yang selalu meningkat ini dipengaruhi oleh keadaan perekonomian Indonesia yang masih belum stabil. Pada Gambar 5 terlihat perkembangan harga pupuk Urea dan SP-36 selama 30 tahun. Harga Urea tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu dengan harga Rp 1.275,- per kilogram nya, sedangkan harga terkecil terjadi pada tahun 1979 hingga 1982. Untuk harga SP-36 tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp 1.820,- per kilogram, dan harga terendah terjadi pada tahun 1976. Keberadaan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam hal ini harga pupuk akan membantu memudahkan petani dalam memperoleh pupuk sehingga dapat meningkatkan produktivitas hasil usahataninya. Adanya kebijakan subsidi pupuk selama ini merupakan langkah yang diharapkan dapat memudahkan petani memperoleh pupuk. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga pupuk telah mengalami perkembangan, kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) oleh pemerintah belum bisa dikatakan dapat membantu kestabilan harga di tingkat petani. Dari beberapa daerah diketahui sering terjadi penjualan harga pupuk melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Seperti terlihat pada Gambar 5, pada beberapa tahun terakhir diketahui terjadi penurunan harga pupuk, sedangkan pada kenyataannya harga pupuk tersebut berbeda-beda untuk tiap daerah. 5.3 Perkembangan Harga Gabah di Indonesia
Gabah sebagai salah satu output dari sektor pertanian tanaman pangan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Sebagai hasil dari suatu usahatani harga gabah menjadi perhatian penting karena dipengaruhi oleh perkembangan harga input seperti harga pupuk yang cenderung meningkat.
Series1
2004
di Indonesia gabah selama kurun 2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
1982
1980
1978
1976
Harga (rp/kg)
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 6. Perkembangan Harga Nominal Gabah Gambar 0 Pada Gambar 6 diketahui laju perkembangan harga
waktu 30 tahun dimulai dari tahun 1976 hingga 2005. Harga gabah tertinggi terjadi pada tahun 2005. Sedangkan harga terkecil pada tahun 1976. Perkembangan tingkat harga gabah ini tidak murni dibentuk oleh mekanisme pasar, melainkan adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan harga dasar gabah guna menstabilkan harga gabah di pasaran. 5.4 Perkembangan Produksi Padi di Indonesia
Perkembangan produksi padi di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini memang diharapkan dapat terus berjalan, namun tingkat produksi padi selama ini masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri, sebagai buktinya masih sering dilakukannya impor beras yang didasari oleh kekurangan persediaan beras dalam negeri. 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
Produksi Padi (000)ton
Gambar 7. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia
Pada Gambar 7 terlihat produksi padi tertinggi terdapat pada tahun 2005 dengan total produksi padi sebesar 54.151.000 ton sedangkan produksi terkecil terdapat pada tahun 1976 sebesar 23.301.000 ton. Apabila dicermati, laju pertumbuhan produksi padi ini agak lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pada saat ini melebihi 200 juta jiwa. Tingkat kebutuhan pangan yang selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kurang didukung oleh peningkatan jumlah produksi yang seimbang. Sehingga jumlah produksi dalam negeri masih belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. 5.5 Perkembangan Luas Lahan Panen Padi di Indonesia
Lahan merupakan salah satu faktor produksi dalam suatu usahatani. Luas lahan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi produktivitas usahatani. Oleh karena itu perlu diperhatikan luasan lahan yag digunakan untuk sektor pertanian, terutama tanaman pangan. Pada Gambar 8 disajikan perkembangan luas lahan panen padi selama kurun waktu 30 tahun, mulai dari tahun 1976 hingga 2005. 14000,0 12000,0 10000,0 8000,0 Luas Lahan (000) ha
6000,0 4000,0 2000,0
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
1982
1980
1978
1976
0,0
Gambar 8. Perkembangan Luas Lahan Panen Padi
Pada Gambar 8 dapat diketahui luas lahan padi terbesar terdapat pada tahun 1999 dengan luas total sebesar 11.963.204 hektar . Sedangkan luas lahan panen padi terkecil terdapat pada tahun 1977. Luas lahan pertanian sebagai sarana pertumbuhan laju produksi pertanian tanaman pangan dapat mempengaruhi tingkat produksi pertanian. Pada gambar di atas dapat diketahui laju perkembangan luas lahan pertanian di Indonesia yang mengalami peningkatan namun laju perkembangan luas lahan ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun-tahun tertentu terjadi penurunan luas lahan. Keadaan ini bisa menyebabkan penurunan jumlah produksi, yang akan berdampak pada ketahanan pangan nasional. Perkembangan luas lahan pertanian seperti ini disebabkan oleh sering terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan industri, perumahan dan lain-lain. 5.6 Persentase Perubahan Laju Harga Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia
Pada Tabel 3 di sajikan persentase laju perubahan harga Urea dan harga SP-36 di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Tabel 3. Persentase Perubahan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia Tahun % Perubahan Harga Urea % Perubahan Harga SP-36 0,0 21,9 1996 35,0 7,2 1997 0,0 13,8 1998 60,0 4,2 1999 0,0 56,2 2000 9,1 14,8 2001 10,6 5,7 2002 3,5 2,3 2003 -21,4 -19,7 2004 0,0 -8,6 2005 96,8 97,7 Sumber : APPI (2006), diolah
Pada Tabel 3 dapat diketahui laju perkembangan harga pupuk Urea dan pupuk SP-36 di Indonesia selama 10 tahun dari tahun 1996 hingga tahun 2005. Perkembangan harga Urea terbesar terjadi pada tahun 1999. Ini menunjukkan pada tahun 1999 terjadi kenaikan harga pupuk Urea yang sangat tinggi dari tahun sebelumnya. Kenaikan harga sebesar 60 persen ini berlangsung hingga tahun 2000. Kenaikan harga pupuk Urea pada tahun 1999 merupakan dampak dari kebijakan penghapusan subsidi yang dikeluarkan pemerintah pada bulan Desember 1998. Pada tahun 2000 tidak terjadi kenaikan harga pupuk Urea. Sedangkan pada awal 2003 kembali memeberlakukan subsidi pupuk, pada tahun 2003 terjadi perubahan harga sebesar 3,5 persen. Sedangkan pada 2004 terjadi penurunan harga sebesar 21,4 persen. Harga ini berlaku hingga 2005, dimana pada tahun ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang mulai berlaku pada tahun 2006. Pada pupuk SP-36 juga terjadi perubahan harga dengan total persentase perubahan sebesar 97,7 persen selama 10 tahun. Perubahan harga tertinggi terjadi pada tahun 2000, dimana pada tahun ini harga SP-36 meningkat sebesar 56,2 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada dua tahun terakhir yakni pada tahun 2004 dan 2005 terjadi penurunan harga. 5.7 Rasio Harga Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Harga Gabah di Indonesia
Di bawah ini merupakan rasio harga pupuk Urea terhadap harga gabah dan rasio harga pupuk SP-36 terhadap harga gabah. Dimana pupuk Urea dan SP-36 merupakan salah satu faktor produksi dalam pertanian, sedangkan gabah merupakan hasil dari usahatani.
Tabel 4. Rasio Harga Urea Dan Sp-36 Terhadap Harga Gabah Rasio Harga Tahun Urea / Gabah SP-36 / Gabah 0,58 1,07 1996 0,76 0,99 1997 0,40 0,60 1998 0,83 0,52 1999 0,67 0,95 2000 0,73 1,12 2001 0,82 1,19 2002 0,74 1,06 2003 0,61 0,88 2004 0,58 0,77 2005 Sumber : BULOG dan APPI (2006), diolah Pada Tabel 4 terlihat rasio harga pupuk Urea dan pupuk SP-36 terhadap
harga gabah selama sepuluh tahun terakhir. Rasio harga pupuk Urea terhadap gabah terkecil terdapat pada tahun 1998 yaitu sebesar 0,40. Hal ini dapat diartikan bahwa harga gabah pada tahun 1998 cukup tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sedangkan harga pupuk Urea pada tahun 1998 tidak mengalami kenaikan jika dibandingkan dari tahun 1997, dimana harga pupuk Urea pada tahun 1997 dan 1998 adalah tetap sedangkan harga gabah mengalami peningkatan. Sedangkan rasio harga pupuk Urea terhadap harga gabah terbesar terjadi pada tahun 2002. Dari rasio tersebut dapat dilihat bahwa harga pupuk Urea dan harga gabah mengalami kenaikan, akan tetapi perubahan kenaikan harga pupuk Urea tidak sebanding dengan kenaikan harga gabah. Pada rasio harga pupuk SP-36 terhadap harga gabah terbesar terjadi pada tahun 2002, dengan nilai rasio sebesar 1,19. Rasio harga terkecil terjadi pada tahun 1999. Nilai rasio perbandingan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap harga gabah akan optimal pada nilai yang semakin kecil, dimana harga input sebanding dengan kenaikan harga output.
VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA
Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi CobbDouglas. Hasil pengolahan data yang dilakukan diinterpretasikan untuk
menjelaskan konsep elastisitas. Model yang dihasilkan terlebih dahulu dievaluasi melalui pengujian pelanggaran asumsi OLS, kesesuaian tanda koefisien regresi dengan hipotesa atau teori, tingkat kesignifikansian peubah bebas secara keseluruhan dan nilai R2. Hasil analisis regresi dalam penelitian ini terdiri atas dua model yakni model permintaan pupuk Urea dan model permintaan pupuk SP-36. 6.1 Analisis Permintaan Pupuk Urea di Indonesia 6.1.1 Penentuan Model Permintaan Pupuk Urea
Dalam membangun model permintaan untuk pupuk Urea diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain ; harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, jumlah produksi padi, dan luas lahan panen padi. Model dibuat dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persamaan Cobb-Douglas ini diperoleh dari transformasi fungsi penawaran dan permintaan ke dalam bentuk logaritma natural. Kemudian model tersebut diolah dengan menggunakan program komputer microsoft excel dan Minitab 14. Pada mulanya model permintaan pupuk Urea yang dibentuk dengan menggunakan variabel bebas; harga pupuk Urea, harga SP-36, harga gabah, jumlah produksi padi, dan luas lahan panen padi. Setelah dilakukan analisis regresi dengan menggunakan variabel bebas tersebut diperoleh hasil yang tidak memenuhi syarat uji ekonometrik. Hasil yang diperoleh terdapat multikolinearitas, dimana pada model tersebut terdapat kolerasi yang kuat antara variabel bebas yang ada.(Lampiran 1). Nilai VIF yang menandakan adanya multikolinearitas
melebihi ketentuan nilai yang bisa diterima, dimana terdapat nilai VIF yang lebih dari sepuluh. Semua variabel bebas yang digunakan mempunyai nilai VIF yang lebih dari sepuluh. Untuk mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi maka dilakukan pengurangan salah satu variabel bebas (Lampiran 2), sehingga variabel bebas yang digunakan sebanyak empat varibel bebas karena variabel luas lahan dikeluarkan dari model. Akan tetapi hasil yang diperoleh masih belum memenuhi syarat. Kemudian dilanjutkan pengurangan variabel lainnya secara bergantian, akan tetapi hasil yang diperoleh masih belum memenuhi syarat (Lampiran 3). Pada akhirnya variabel bebas yang digunakan adalah harga Urea, harga SP-36 dan harga gabah (Lampiran 4). Pada model dengan menggunakan hanya tiga variabel bebas masih belum memenuhi syarat ekonometrika. Setelah diketahui bahwa model di atas tidak memenuhi syarat uji ekonometrik ,maka untuk mengatasi terjadinya multikolinieritas pada hasil regresi tersebut maka hasil regresi awal dengan menggunakan variabel bebas; harga Urea, harga SP-36, harga gabah, jumlah produksi padi dan luas lahan panen padi dilanjutkan dengan melakukan regresi komponen utama. Pada regresi ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan sehingga ditemukan hasil regresi yang baik, dimana pada hasil regresi tersebut dianggap sudah tidak terdapat masalah multikolinearitas. Setelah melanjutkan dengan menggunakan dengan regresi komponen utama, maka diperoleh hasil yang sudah memenuhi syarat ekonometrika (Lampiran 6) 6.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk Urea
Permintaan pupuk Urea diduga dipengaruhi oleh harga pupuk Urea itu sendiri, harga pupuk SP-36, harga gabah, jumlah produksi padi dan luas lahan panen padi. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea, dipilih model fungsi regresi Cobb-Douglas. Tabel 5. Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk Urea Variabel Koefisien T Hitung P-Value Konstanta 16,32 Harga Urea -0,0873 -1,85 0,0747** Harga SP-36 -0,1023 -2,63 0,0134* Harga Gabah 0,1815 2,11 0,0441* Luas Lahan Padi -1,9956 -0,95 0,3486 Produksi Padi 3,0080 4,61 0,0001* R-Sq = 90,90% R-Sq (adj) = 89,01% F Hitung = 47,976 P-Value = 0.000 Keterangan : * = signifikan pada taraf nyata 5 % **
VIF
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
= signifikan pada taraf nyata 10 %
Ada beberapa evaluasi model untuk permintaan pupuk Urea. Pertama, untuk mengetahui uji normalitas dapat dilihat dari grafik Kolmogorof-Smirnov (Lampiran 1). Titik-titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-value >0,15 lebih besar dari taraf nyata lima persen, yang berarti residual model permintaan pupuk Urea terdistribusi normal. Kedua, asumsi homoskedastisitas atau masalah heteroskedastisitas diperiksa menggunakan uji Breusch Pagan (Lampiran 1). Ketiga, masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF. Pada Tabel 5 terlihat bahwa semua variabel bebas (penjelas) mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Keempat, untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi maka dilakukan uji Durbin-Watson. Uji Durbin-Watson menghasilkan nilai sebesar 1,29 dan berada pada selang dU < d < 4 – dU (dL = 1,07 dan dU = 1,83). Berdasarkan hipotesa awal, hal ini berarti tidak ada autokorelasi positif maupun negatif (tidak menolak H0).
Nilai R2 sebesar 90,90 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman permintaan pupuk Urea sebesar 90,90 persen. Sisanya yaitu 9,1 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yang dikehendaki yaitu 0,05 sehingga model yang dihasilkan cukup baik. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan pupuk Urea. Untuk mengetahui apakah secara statistik peubah-peubah bebas yang terpilih berpengaruh nyata atau tidak secara individu terhadap peubah tak bebas maka dilihat dari nilai P-value pada uji t. Dari hasil analisis data (Tabel 5), variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk Urea adalah harga Urea, harga SP-36, harga gabah dan produksi padi, sedangkan variabel sisanya yaitu luas lahan tidak berpengaruh secara uji statistik, karena nilai P-valuenya melebihi taraf nyata yang digunakan.
1. Harga Urea
Nilai koefisien regresi variabel tingkat harga Urea memiliki nilai negatif sebesar -0,0873. Artinya, setiap kenaikan harga pupuk Urea sebesar satu persen akan mengurangi jumlah permintaan pupuk Urea sebesar 0,0873 persen, ceteris paribus. Berdasarkan uji t yang ditunjukkan oleh P-valuenya sebesar 0,0873, variabel harga urea berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk Urea karena lebih kecil dari taraf nyata 10
persen. Hasil uji ini telah sesuai dengan teori dimana permintaan suatu produk berbanding terbalik dengan harga barang itu sendiri. Apabila harga mengalami kenaikan, maka permintaan akan mengalami penurunan. Perubahan harga suatu barang akan mengakibatkan perubahan terhadap tingkat permintaan barang tersebut. Harga Urea yang meningkat mengakibatkan menurunnya permintaan terhadap pupuk Urea itu sendiri. 2. Harga SP-36
Nilai koefisien regresi variabel tingkat harga SP-36 bernilai negatif sebesar -0,1023. Artinya, jika terjadi kenaikan harga SP-36 sebesar satu persen maka akan menyebabkan penurunan Pupuk Urea sebesar 0,1023 persen, ceteris paribus. Pada selang kepercayaan 90 persen, variabel tingkat harga pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan pupuk Urea. Ini ditunjukkan oleh nilai P-value nya sebesar 0,0134 pada uji t yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Harga SP-36 juga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan pupuk Urea, dimana kedua jenis pupuk ini merupakan jenis pupuk yang bersifat saling melengkapi (barang komplementer), dapat dilihat dari koefisien yang bertanda negatif. Yakni apabila terjadi kenaikan harga pupuk SP-36 dan menyebabkan penurunan permintaan pupuk SP-36 itu sendiri dan akan berpengaruh kepada tingkat permintaan pupuk Urea. 3. Harga Gabah
Nilai koefisien regresi variabel harga gabah menunjukkan nilai sebesar 0,1815. Artinya, jika terjadi kenaikan harga gabah sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan pupuk Urea sebesar 0,1815
persen, ceteri paribus. Pada taraf nyata 10 persen variabel harga gabah ini berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat permintaan pupuk Urea. Dimana gabah merupakan hasil dari suatu usahatani yang menggunakan pupuk. Kenaikan harga pupuk yang diimbangi dengan kenaikan harga gabah yang sesuai akan mempengaruhi petani dalam membeli pupuk. Ini disebabkan oleh pertimbangan harga input dan harga output, dimana dalam hal ini pupuk merupakan salah satu input dan gabah merupakana outputnya 4. Luas Lahan
Nilai koefisien regresi luas lahan memiliki nilai sebesar -1,9956. Artinya setiap peningkatan luas lahan sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan permintaan pupuk Urea sebesar 1,9956 persen. Pada selang kepercayaan 90 persen, variabel luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan pupuk Urea. Ini ditunjukkan oleh nilai P-valuenya sebesar 0,3486 pada uji t yang lebih besar dari taraf nyata 10
persen. Pengaruh yang tidak signifikan ini dipengaruhi oleh perkembangan luas lahan yang cenderung kecil dan bahkan ada yang menurun dari tahun ke tahun selama kurun waktu 30 tahun tidak seimbang dengan kenaikan permintaan terhadap pupuk Urea. Ini bisa juga disebabkan oleh bentuk data permintaan pupuk Urea yang digunakan, dimana data permintaan pupuk Urea merupakan permintaan pupuk untuk sektor pertanian secara umum, sedangkan luas lahan yang digunakan merupakan luas lahan panen padi saja, sehingga luas lahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat permintaan pupuk.
5. Produksi Padi
Berdasarkan hasil analisis regesi yang dilakukan, terlihat bahwa nilai koefisien regresi variabel jumlah produksi padi bernilai positif sebesar 3,0080. Artinya, setiap kenaikan produksi padi sebesar satu persen maka akan menyebabkan kenaikan permintaan pupuk Urea sebesar 3,0080 persen. Pada uji t dengan taraf nyata 10 persen, variabel produksi padi berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat permintaan pupuk Urea. Ini ditunjukkan oleh nilai P-valuenya yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen.
Jumlah
produksi
padi
yang
meningkat
dianggap
dapat
menyebabkan peningkatan permintaan terhadap pupuk Urea, karena sebagai pupuk sebagai salah satu faktor produksi yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas hasil usahatani. Pengaruh nyata variabel ini menunjukkan bahwa petani mempertimbangkan pembelian pupuk Urea apabila jumlah produksi usahataninya dapat meningkat dengan lebih baik apabila menggunakan pupuk Urea. 6.2 Analisis Permintaan Pupuk SP-36 di Indonesia 6.2.1 Penentuan Model Permintaan Pupuk SP-36
Dalam membangun model permintaan untuk pupuk SP-36 sama dengan model permintaan untuk pupuk Urea, dimana pada model permintaan SP-36 diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain ; harga pupuk SP-36, harga pupuk Urea, harga gabah, jumlah produksi padi, dan luas lahan panen padi. Model dibuat dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persamaan Cobb-Douglas ini diperoleh dari transformasi fungsi penawaran dan permintaan ke dalam bentuk logaritma natural. Kemudian model tersebut diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft excel dan Minitab 14 .
Pada mulanya model permintaan pupuk SP-36 yang dibentuk dengan menggunakan variabel bebas ; Harga pupuk SP-36, harga Urea, harga gabah, jumlah produksi padi, jumlah petani, dan luas lahan panen padi. Dengan menggunakan variabel bebas tersebut diperoleh hasil yang tidak memenuhi syarat uji ekonometrik. Hasil yang diperoleh terdapat multikolinearitas, dimana pada model tersebut terdapat kolerasi yang kuat antara variabel bebas yang ada (Lampiran5). Variabel bebas yang digunakan mempunyai besaran VIF yang melebihi nilai yang bisa ditolerir. Setelah diketahui bahwa model di atas tidak memenuhi syarat uji ekonometrik dimana nilai VIF nya lebih besar dari sepuluh maka untuk memperoleh model yang lebih baik maka dilakukan dengan membuang salah satu variabel bebas. Pada awalnya variabel yang dikeluarkan dari model
adalah
variabel luas lahan, sehingga variabel bebas yang digunakan adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah dan jumlah produksi padi. Setelah dilakukan analisis regresi dengan menggunakan hanya empat variabel bebas tersebut, diketahui masih terdapat multikolinearitas pada model tersebut (Lampiran 6). Kemudian dilakukan lagi analisis regresi dengan mengeluarkan variabel jumlah produksi padi dan memasukkan kembali variabel luas lahan, sehingga variabel bebas yang digunakan sebanyak empat variabel bebas yaitu harga Urea, harga SP-36, harga gabah, dan luas lahan (Lampiran 7). Setelah dilakukan analisis regresi diketahui masih terdapat multikolinieritas pada model tersebut. Selanjutnya dilakukan lagi analisis regresi dengan menggunakan tiga variabel bebas saja, yaitu dengan menggunakan variabel harga Urea, harga SP-36
dan harga gabah. Pada model dengan menggunakan tiga variabel bebas ini masih belum bisa mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi pada model tersebut. Kemudian untuk mengatasi masalah multikoliniearitas yang terjadi pada model dilakukan dengan melakukan analisis regresi komponen utama. Dalam analisis komponen utama ini analisis dilakukan beberapa tahap sehingga diperoleh model yang baik yang sudah memenuhi syarat ekonometrika (Lampiran 9).
6.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk SP-36
Permintaan pupuk SP-36 diduga dipengaruhi oleh tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36 itu sendiri, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea, dipilih model regresi Cobb-Douglas (Lampiran 9). Tabel 6. Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk SP-36 Variabel Koefisien T Hitung P-Value Konstanta 27,82364 Harga Urea -0,32014 -7,1927 0,0000* Harga SP-36 -0,31983 -8,7332 0,0000* Harga Gabah 0,15812 1,9461 0,0614** Luas Lahan Padi -3,76300 -1,9064 0,0666** Produksi Padi 5,02714 8,1769 0,0000* R-Sq = 98,35% R-Sq (adj) = 98,00% F Hitung = 286,561 P-Value = 0,000 Keterangan : * = signifikan pada taraf nyata 5% ** = signifikan pada taraf nyata 10 %
VIF
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Sama halnya dengan evaluasi model permintaan pupuk Urea, pada evaluasi tingkat permintaan SP-36 juga dilakukan uji seperti halnya pada permintaan pupuk Urea. Pertama, untuk mengetahui uji normalitas dapat dilihat dari grafik Kolmogorof-Smirnov (Lampiran 5). Titik-titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-value sebesar 0,099 lebih besar dari taraf nyata lima persen, yang berarti residual model permintaan pupuk Urea terdistribusi
normal.
Kedua,
asumsi
homoskedastisitas
atau
masalah
heteroskedastisitas diperiksa menggunakan uji Breusch Pagan (Lampiran 5). Ketiga, masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF. Pada Tabel 6 terlihat bahwa semua variabel bebas (penjelas) mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Keempat, untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi maka dilakukan uji Durbin-Watson. Uji Durbin-Watson menghasilkan nilai sebesar 1,3 dan berada pada selang dU < d < 4 – dU (dL = 1,07 dan dU = 1,83). Berdasarkan hipotesa awal, hal ini berarti tidak ada autokorelasi positif maupun negatif (tidak menolak H0). Nilai R2 sebesar 98,35 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman permintaan pupuk SP-36 sebesar 98,35 persen. Sisanya yaitu 1,65 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yang dikehendaki yaitu 0,05 sehingga model yang dihasilkan cukup baik. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan pupuk SP-36.
Untuk mengetahui apakah secara statistik peubah-peubah bebas yang terpilih berpengaruh nyata atau tidak secara individu terhadap peubah tak bebas maka dilihat dari nilai P-value pada uji t. Dari hasil analisis data (Tabel 6), variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36 adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah dan produksi padi dimana variabel tersebut mempunyai nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan. Sedangkan variabel luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan pupuk SP-36. 1. Harga Urea
Nilai koefisien regresi variabel tingkat harga Urea bernilai negatif sebesar -0,32014. Artinya setiap kenaikan harga Urea sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan tingkat permintaan pupuk SP-36 sebesar 0,32014, ceteris paribus. Berdasarkan tanda koefisien yang bernilai negatif menunjukkan bahwa elastisitas harga silang antara pupuk Urea dan SP-36 bersifat kompelemen, yaitu kedua jenis pupuk saling melengkapi satu sama lainnya. Berdasarkan uji t yang ditunjukkan oleh P-valuenya sebesar 0,0000, ini berarti variabel harga urea berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36 karena lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan. Ini memperlihatkan hubungan kedua jenis pupuk yang saling melengkapi, dimana apabila harga pupuk Urea mengalami kenaikan dan menyebabkan penurunan terhadap tingkat permintaan pupuk Urea, sehingga berdampak kepada permintaan pupuk SP-36, dimana pemakaian kedua jenis pupuk harus seimbang, sesuai dengan aturan penggunaan yang telah diketahui petani.
2. Harga SP-36
Nilai koefisien regresi variabel tingkat harga SP-36 memiliki nilai negatif sebesar -0,31983. Artinya, setiap kenaikan harga pupuk SP-36 sebesar satu persen akan mengurangi jumlah permintaan pupuk SP-36 sebesar 0,31983 persen, ceteris paribus. Berdasarkan uji t yang ditunjukkan oleh P-valuenya sebesar 0,0000, variabel harga SP-36 berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36 itu sendiri karena lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Keadaan ini sesuai dengan teori dimana permintaan suatu barang berbanding terbalik dengan harga barang tersebut. Apabila harga pupuk SP-36 mengalami kenaikan, maka permintaan terhadap pupuk SP-36 akan mengalami penurunan. 3. Harga Gabah
Nilai koefisien regresi variabel harga gabah menunjukkan nilai sebesar 0,15812. Artinya, jika terjadi kenaikan harga gabah sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan pupuk SP-36 sebesar 0,15812 persen, ceteris paribus. Berdasarkan uji t yang dilakukan variabel ini berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk SP-36. Pengaruh nyata ini menandakan bahwa harga jual gabah menjadi bahan pertimbangan bagi petani dalam membeli pupuk. Keadaan ini disebabkan karena pupuk digunakan sebagai input dalam usahatani sedangkan gabah adalah outputnya. 4. Luas Lahan
Nilai koefisien regresi luas lahan memiliki nilai negatif sebesar 3,76300. Artinya setiap peningkatan luas lahan sebesar satu persen
akan menyebabkan peningkatan tingkat permintaan pupuk SP-36 sebesar 3,76300 persen. Dari hasil pembuktian secara statistik diketahui bahwa tingkat luas lahan berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan pupuk SP-36. Ini ditunjukkan oleh nilai P-valuenya yang bernilai 0.0666 pada uji t dimana nilainya lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Akan tetapi kesimpulan ini bisa diabaikan karena selang kepercayaan yang kurang kuat yakni 90 persen sedangkan pada selang kepercayaan yang lebih kuat 95 persen tidak signifikan. Sehingga ini bisa diabaikan. Pengaruh yang tidak signifikan ini dipengaruhi oleh perkembangan luas lahan yang cenderung kecil dan bahkan ada yang menurun dari tahun ke tahun selama kurun waktu 30 tahun tidak seimbang dengan kenaikan permintaan terhadap pupuk SP-36. Ini bisa juga disebabkan oleh bentuk data permintaan pupuk Urea yang digunakan, dimana data permintaan pupuk SP-36 merupakan permintaan pupuk untuk sektor pertanian secara umum, sedangkan luas lahan yang digunakan merupakan luas lahan panen padi saja, sehingga luas lahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat permintaan pupuk. 5. Produksi Padi
Berdasarkan hasil analisis regesi yang dilakukan, terlihat bahwa nilai koefisien regresi variabel harga gabah bernilai positif sebesar 5,02714. Artinya, setiap kenaikan harga gabah sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan permintaan pupuk SP-36 sebesar 5,02714 persen. Pada uji t dengan taraf nyata 5 persen, tingkat harga gabah berpengaruh nyata terhadap perubahan tingkat permintaan pupuk
SP-36. Ini ditunjukkan oleh nilai P-valuenya 0,000 dimana nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen.
6.3 Elastisitas Permintaan Pupuk di Indonesia 6.3.1 Elastisitas Permintaan Pupuk Urea di Indonesia
Dalam analisis permintaan pupuk Urea faktor-faktor yang mempengaruhi permintaannya adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan produksi padi. a. Harga pupuk Urea
Harga pupuk Urea mempunyai nilai elastisitas 0,0873. Ini menunjukkan permintaan pupuk Urea bersifat inelastis terhadap harga pupuk Urea. Nilai ini menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan harga pupuk Urea, maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan permintaan terhadap pupuk Urea itu sendiri. Sebagaimana teori ekonomi bahwa permintaan suatu barang berbanding terbalik dengan harga barang itu sendiri. Hal ini berarti apabila harga pupuk Urea mengalami kenaikan satu persen maka permintaan pupuk Urea akan mengalami penurunan sebesar 0,0873 persen. Harga pupuk menjadi faktor yang menentukan bagi petani dalam membeli pupuk. Sifat permintaan pupuk Urea yang inelastis terhadap harga pupuk Urea tersebut dapat membawa dampak negatif terhadap kemampuan sektor
pertanian
dalam
memberikan
kontribusinya
terhadap
perekonomian Negara. Sifat inelastis ini menandakan bahwa kenaikan harga pupuk Urea tidak menyebabkan petani mengurangi permintaan terhadap pupuk Urea, sehingga petani harus menanggung biaya produksi yang lebih besar. b. Harga pupuk SP-36
Variabel harga pupuk SP-36 menununjukkan nilai elastisitas sebesar 0,1023. Nilai koefisien yang bernilai negatif menandakan bahwa kedua jenis pupuk ini merupakan pupuk kompelemen. Keadaan ini sesuai dengan penggunaan pupuk Urea dan SP-36 dimana pupuk SP-36 merupakan pupuk yang digunakan sebagai pupuk pelengkap dalam penggunaan pupuk Urea pada pertanian, pupuk Urea digunakan untuk menunjang pertumbuhan daun dan SP-36 untuk pertumbuhan akar tanaman. Apabila terjadi kenaikan harga pupuk Urea sebesar satu persen maka permintaan pupuk SP-36 juga akan mengalami penurunan sebesar 0,1023 persen. Keadaan ini diawali dengan penurunan permintaan pupuk Urea, apabila permintaan terhadap pupuk Urea menurun maka pengunaan pupuk SP-36 juga akan menurun karena disesuaikan dengan penggunaan pupuk Urea yang mengalami penurunan. c. Harga Gabah
Variabel harga gabah mempunyai nilai elastisitas sebesar 0,1815, ini menunjukkan bahwa permintaan pupuk Urea bersifat inelastis terhadap harga gabah. Perubahan harga gabah akan meyebabkan terjadi perubahan terhadap permintaan pupuk Urea. Apabila harga gabah mengalami kenaikan sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan permintaan terhadap pupuk Urea sebesar 0,1815 persen. Hal ini menunjukkan bahwa harga gabah yang menarik akan merangsang petani untuk menggunakan pupuk Urea sesuai dengan aturan penggunaan yang proporsional untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Sehingga
permintaan
pupuk
akan
mengalami
kenaikan
karena
ketertarikan petani untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, dimana harga jual produk hasil pertaniannya berada pada tingkat harga yang menarik . d. Luas Lahan
Pada model permintaan Urea varibel luas lahan menunjukkan nilai elastisitas sebesar 1,9956. Nilai ini menunjukkan bahwa permintaan pupuk Urea bersifat inelastis terhadap perubahan luas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila luas lahan meningkat sebesar 1 persen, maka permintaan pupuk Urea akan mengalami penurunan sebesar 1,9956 persen. Interpretasi nilai elastisitas ini tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dimana apabila luas lahan mengalami kenaikan maka seharusnya kebutuhan akan pupuk juga akan meningkat. Secara uji statistik juga diperkuat oleh nilai P-value yang tidak signifikan. Jadi, interpretasi elastisitas permintaan pupuk Urea terhadap variabel luas lahan bisa diabaikan. Keadaan ini bisa disebabkan karena bentuk data yang merupakan data permintaan pupuk secara umum sedangkan data luas lahan yang digunakan adalah luas lahan panen padi. Pada tahun tertentu permintaan pupuk secara umum meningkat, sedangkan pada data luas lahan panen padi tidak terjadi peningkatan atau sebaliknya
e. Produksi Padi
Pada model permintaan pupuk Urea variabel produksi padi memiliki nilai elastisitas sebesar 3,0080. Ini menunjukkan bahwa permintaan Urea bersifat elastis terhadap perubahan produksi padi. Artinya, apabila terjadi kenaikan jumlah produksi sebesar 1 persen, maka permintaan pupuk Urea akan meningkat sebesar 3,0080 persen. Kenaikan produksi sebagai output dari hasil pertanian menyebabkan permintaan akan pupuk Urea juga mengalami peningkatan. Dimana pupuk sebagai salah satu faktor produksi yang diketahui dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian. 6.3.2 Elastisitas Permintaan Pupuk SP-36 di Indonesia
Dalam model permintaan pupuk SP-36 faktor-faktor yang mempengaruhi permintaannya adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. a. Harga pupuk Urea
Variabel harga pupuk Urea menunjukkan nilai elastisitas sebesar negatif 0,32014. Nilai elastitas yang bernilai negatif ini menunjukkan hubungan antara kedua jenis pupuk dimana kedua jenis pupuk merupakan pupuk yang saling melengkapi (barang kompelenter). Kesimpulan ini sesuai dengan keadaan sebenarnya, dimana pupuk SP-36 digunakan oleh petani sebagai pelengkap dalam penggunaan pupuk Ure, dimana pupuk
Urea digunakan sebagai pupuk daun sedangkan SP-36 merupakan pupuk akar. Apabila terjadi kenaikan harga pupuk Urea maka akan terjadi penurunan permintaan pupuk Urea itu sendiri, sehingga permintaan terhadap pupuk SP-36 juga akan mengalami penurunan, karena penggunaan kedua jenis pupuk ini harus sebanding sesuai dengan aturan penggunaan yang sudah diketahui oleh petani. b. Harga pupuk SP-36
Harga pupuk SP-36 mempunyai nilai elastisitas 0,31983. Ini menunjukkan permintaan pupuk SP-36 bersifat inelastis terhadap terhadap harga pupuk SP-36. Nilai elastisitas yang menyatakan bahwa permintaan pupuk SP-36 bersifat inelastis terhadap harga pupuk SP-36 itu sendiri menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan harga pupuk SP36, maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan permintaan terhadap pupuk SP-36 itu sendiri. Sebagaimana teori ekonomi bahwa permintaan suatu barang berbanding terbalik dengan harga barang itu sendiri. Hal ini berarti apabila harga pupuk SP-36 mengalami kenaikan sebesar 1 persen maka permintaan pupuk SP-36 akan mengalami penurunan sebesar 0,31983 persen. Harga pupuk menjadi faktor yang menentukan bagi petani dalam membeli pupuk, karena daya beli petani akan menentukan tingkat permintaan petani akan pupuk tersebut. Dimana apabila terjadi kenaikan harga pupuk, sedangkan daya beli petani masih kurang maka permintaan akan mengalami penurunan.
c. Harga Gabah
Pada model permintaan pupuk SP-36 variabel harga gabah memiliki nilai elastisitas sebesar 0,15812. Ini menunjukkan bahwa permintaan Urea bersifat inelastis terhadap perubahan harga gabah. Artinya, apabila terjadi kenaikan harga gabah sebesar 1 persen, maka permintaan pupuk SP-36 akan mengalami peningkatan sebesar sebesar 0,15812 persen. Gabah yang merupakan output dari usahatani yang menggunakan pupuk SP-36 juga mempengaruhi permintaan pupuk SP-36, dimana apabila harga jual gabah cukup menarik dan menjanjikan keuntungan yang menarik maka akan mendorong petani untuk menggunakan pupuk pada jumlah yang lebih baik dengan tujuan agar produktivitas hasil panen dari usahatani yang dilakukan bisa lebih meningkat. d. Luas Lahan
Pada model permintaan SP-36 varibel luas lahan menunjukkan nilai elastisitas sebesar 3,76300. Nilai ini menunjukkan bahwa permintaan pupuk SP-36 bersifat elastis terhadap perubahan luas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila luas lahan meningkat sebesar 1 persen, maka permintaan pupuk SP-36 akan mengalami penurunan sebesar 3,76300 persen. Interpretasi nilai elastisitas ini tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal ini bisa disebabkan oleh data yang digunakan, dimana data permintaan pupuk yang digunakan adalah data permintaan pupuk secara umum, sedangkan data luas lahan yang digunakan merupakan luas lahan panen padi. Pada uji t, kesimpulan ini
tidak signifikan pada selang kepercayaan 95 persen, akan tetapi pada selang kepercayaan yang lebih kecil 90 persen hasil ini berpengaruh nyata, akan tetapi pada selang kepercayaan yang lebih lemah ini bisa saja diabaikan, dimana dapat diartikan bahwa luas lahan tidak mempengaruhi tingkat permintaan pupuk SP-36 pada model yang digunakan, disebabkan oleh bentuk data yang digunakan. e. Produksi Padi
Pada model permintaan pupuk SP-36 variabel produksi padi memiliki nilai elastisitas sebesar 5,02714. Ini menunjukkan bahwa permintaan Urea bersifat elastis terhadap perubahan produksi padi. Artinya, apabila terjadi kenaikan jumlah produksi sebesar 1 persen, maka permintaan pupuk SP-36 akan meningkat sebesar 5,02714 persen. Kenaikan produksi padi akan menyebabkan permintaan akan pupuk SP36 juga mengalami peningkatan.
6.4 Implikasi Terhadap Kebijakan
Pada model tingkat permintaan pupuk Urea dimana dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu harga pupuk Urea itu sendiri, tingkat harga SP-36, luas lahan dan tingkat harga gabah serta jumlah produksi padi. Setelah melakukan uji statistik diketahui variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi tingkat permintaan pupuk Urea di Indonesia. Kenaikan harga pupuk yang terjadi di Indonesia hendaknya diperhatikan oleh pemerintah, karena keberadaan pupuk dalam menunjang produktivitas hasil pertanian sangat menentukan. Keberadaan sektor pertanian yang vital di Indonesia menjadikan sektor pertanian merupakan salah satu pusat perhatian pemerintah. Dimana dalam hal ini pemerintah yang berlaku sebagai regulator mempunyai hak dalam membuat kebijakan tentang harga pupuk. Perkembangan tingkat harga pupuk Urea dan SP-36 merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan petani dalam memperoleh pupuk yang akan digunakan dalam usahataninya. Diketahui dari model, tingkat harga pupuk mempengaruhi jumlah permintaan terhadap pupuk tersebut. Jika harga pupuk mengalami peningkatan, maka jumlah permintaan terhadap pupuk akan mengalami penurunan sehingga berdampak pada jumlah pemakaian pupuk pada usahatani. Kebijakan kenaikan harga eceran tertinggi untuk pupuk bersubsidi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah hendaknya memepertimbangkan kesejahteraan petani di Indonesia sehingga terjadi keseimbangan antara harga beli input produksi dan harga jual outputnya. Apabila mengacu kepada analisis elastisitas yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa kebijakan untuk menaikkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi tidak efektif, dimana harga pupuk menunjukkan
nilai yang inelastis. Hal ini menggambarkan keadaan dimana petani tidak mengurangi permintaan pupuknya yakni pupuk Urea dan pupuk SP-36 sehingga petani harus menanggung kerugian dalam kenaikan biaya produksinya apabila tidak terjadi kenaikan harga output pertaniannya yaitu gabah. Apabila harga gabah tidak mengalami kenaikan untuk mengikuti kenaikan harga eceran tertinggi pupuk, maka kebijakan pemerintah utnuk menaikkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi akan tidak efektif dan hanya akan merugikan pihak petani. Dalam hal penentuan harga pupuk pemerintah hendaknya tidak hanya memikirkan keuntungan bagi produsen, akan tetapi perlu juga memperhatikan tingkat keuntungan yang akan diperoleh petani. Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap kenaikan harga pupuk hendaknya memberikan jalan keluar bagi petani untuk memudahkan petani dalam membeli pupuk sehingga kenaikan harga pupuk tidak terlalu merugikan pihak petani. Adanya kebijakan tentang kenaikan harga eceran tertinggi (HET) merupakan kebijakan yang sangat menyulitkan, baik bagi para petani maupun bagi pemerintah. Di satu sisi, kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk Urea dan SP-36 harus dilakukan karena meningkatnya biaya produksi pupuk. Di sisi lain, petani merasa kesulitan dalam memperoleh pupuk yang disebabkan karena harga eceran yang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang dibutuhkan untuk menjalankan usahataninya. Kebijakan harga eceran tertinggi (HET) pupuk yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun 2005 yang disebabkan oleh adanya kenaikan biaya produksi pupuk, mengakibatkan kenaikan biaya input usahatani. Apabila kenaikan
harga pupuk yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak diiringi dengan kenaikan harga dasar gabah sebagai output dari usahatani, maka kebijakan tersebut akan menyulitkan petani. Dengan kebijakan kenaikan harga erceran tertinggi (HET) membuat petani seolah-olah hanya bisa melakukan usaha tanpa bisa memperoleh keuntungan dari usaha yang dilakukannya tersebut. Sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk harga pupuk dan harga gabah. Apabila kebijakan yang dibuat tidak berimbang, maka akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak, dalam hal ini produsen pupuk dan petani selaku produsen padi. Adanya campur tangan pemerintah terhadap penentuan harga pupuk dan gabah hendaknya bisa membuat kedua pihak tersebut tidak merasa tertekan ataupun dirugikan. Selama ini harga gabah yang terjadi bukanlah diakibatkan oleh mekanisme pasar, melainkan adanya campur tangan pemerintah. Sehingga seharusnya pemerintah memikirkan kebijakan yang lebih baik agar harga gabah dan harga pupuk bisa lebih seimbang. Apabila terjadi ketimpangan akibat adanya kebijakan, dalam hal ini kenaikan harga pupuk yang tidak diikuti oleh kenaikan harga gabah yang seimbang dan petani tidak diberikan sebuah jalan keluar yang baik dalam menanggapi kebijakan tersebut maka keputusan kenaikan harga eceran tertinggi itu tidak tepat karena akan merugikan pihak petani. Kenaikan harga pupuk harus diikuti oleh kenaikan harga gabah, sehingga terjadi keseimbangan yang baik. Keadaan ini bsa dilihat dari rasio perbandingan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap harga gabah. Nilai rasio yang semakin kecil menunjukkan keseimbangan yang baik, dimana kenaikan harga pupuk juga
diiringi kenaikan harga dasar gabah, sehingga resiko kenaikan harga input produksi lahan sawah petani diimbangi oleh nilai jual gabah yang meningkat pula. Dalam hal penetapan harga jual gabah pemerintah juga merupakan pihak yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menentukan harga yang seimbang, sehingga terjadi keseimbangan dalam harga faktor produksi dan harga output. Pemerintah diharapkan mempertimbangkan keseimbangannya kembali dengan harga eceran pupuk, dimana pemerintah mempunyai andil dalam menetapkan harga dasar gabah dan harga eceran pupuk Urea dan SP-36. Perlu diperhatikan keseimbangan kenaikan harga pupuk dengan kenaikan harga gabah. Apabila harga pupuk mengalami kenaikan yang cukup besar sedangkan harga gabah gabah tidak mengalami kenaikan atau mengalami kenaikan yang kurang dari perubahan kenaikan harga eceran pupuk, maka dikhawatirkan dapat mempengaruhi daya beli petani terhadap pupuk yang akan digunakan sebagai salah satu faktor produksi dalam usahataninya, sehingga akan berdampak pada penurunan produktivitas hasil pertanian. Bahkan, keadaan yang selalu menyulitkan petani ini bisa saja mempengaruhi minat petani dalam melakukan usahataninya sehingga beralih kepada bidang usaha lain dan menjual lahan pertaniannya kepada pihak-pihak tertentu sehingga terjadi konversi lahan pertanian menjadi lahan-lahan industri, perumahan dan lain-lainnya seperti yang sering terjadi di Indonesia. Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab atas segala bentuk kebijakan hendaknya memperhatikan semua pihak yang akan terkena dampak dari suatu kebijakan tersebut, sehingga kebijakan yang telah dibuat dapat menciptakan keadaan yang lebih baik, tanpa ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan.
VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil beberapa kesimpulan penting yaitu : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan pupuk Urea dan SP-36 adalah harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah dan jumlah produksi padi, sedangkan luas lahan panen padi tidak mempengaruhi permintaan terhadap pupuk Urea dan SP-36. 2. Pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 kecuali untuk luas lahan panen padi dan jumlah produksi padi memiliki sifat yang inelastisdan dapat diketahui bahwa pupuk Urea dan pupuk SP-36 merupakan pupuk yang saling melengkapi (komplementer) dimana pupuk Urea mempunyai fungsi untuk merangsang pertumbuhan daun pada tanaman dan pupuk SP-36 merupakan pupuk akar. Saran
Adapun saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah selaku regulator hendaknya dapat meninjau ulang efektivitas kebijakan harga eceran tertinggi (HET) pupuk karena sifat harga pupuk yang inelastis yang dirasa hanya akan merugikan pihak petani dan pemerintah juga harus menetapkan harga gabah pada tingkat yang seimbang dengan kenaikan harga pupuk Urea dan pupuk SP-36. Selain itu pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada petani
berupa program yang dapat membantu petani untuk membeli pupuk pada harga yang sudah ditetapkan seperti adanya program Kredit Usaha Tani. 2. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dibentuk model permintaan pupuk dengan menambahkan variabel lain seperti harga produk pertanian lain seperti harga kedelai, jagung, ubi dan ubi jalar dan lain-lain yang menggunakan pupuk sebagai salah satu faktor produksinya dan juga menambahkan luas lahan pertanian lain seperti luas lahan
kedelai,
jagung, ubi dan ubi jalar dan tanaman lain yang bisa mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36 agar model yang dibangun bisa lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Andari, T. Tj. 2001. Dampak Penghapusan Subsidi Pupuk Terhadap Permintaan Pupuk dan Produksi Padi di Jawa Barat. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arianingsih, et al,. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Badan Pusat Statistik. 1983. Indikator Ekonomi 1983. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Indikator Ekonomi 2005. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Indikator Pertanian 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Indikator Ekonomi 2006. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Barus, M.A. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beberapa Sayuran Organik (Studi Kasus di PT Amani Mastra, Bekasi). Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bilas, Richard A. 1989. Teori Mikroekonomi. Ed ke-2. Hutauruk, G., editor penerjemah. Penerbit Erlangga, Jakarta. BPS, 1976-2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statitik. Jakarta BPS, 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Badan Pusat Statitik. Jakarta Darwis,Valeriana et al. 2004. Kebijakan Distribusi, Tingkat Harga dan Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Departemen Perdagangan. 2006. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 03/M-DAG/PER/2/2006 Tentang Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi. Departemen Pertanian. 2005. SK. Menteri Pertanian Nomor : 505/Kpts/Sr.130/12/2005 Tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2006. Gujarati, D., Zain, S. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta
Hardjowigeno. 1995. Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Suatu Peluang dan Tantangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heriyanto, D. 2006. Analisis Efisiensi Tataniaga Pupuk Urea PT. Pupuk Sriwidjaja Setelah Adanya Kebijakan Subsidi. Program Sarjana Ekstensi Manajem Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy, W.H et al. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lingga, Pinus. 1998. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Lipsey, R.G., Courant, P.N., Purvis, D.D., Steiner, P.O. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Ed ke-10. Binarupa Aksara, Jakarta Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Ed ke-8. Penerbit Erlangga, Jakarta. Nurlianti, L. 2002. Analisis Permintaan Telur Ayam Ras oleh Pedagang Martabak Telur di Kota Bogor.(Skripsi). Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Perum BULOG. 1991. Statistik Bulog. Volume I. BULOG. Jakarta Perum BULOG. 1993. Statistik Bulog. Volume I. BULOG. Jakarta Perum BULOG. 2005. Buku I Statistik Harga 2001-2004. BULOG. Jakarta PT. Pupuk Sriwidjaya. 2005. Perkembangan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Harga Ekspor Pupuk Urea di Indonesia. http://www.pusri.co.id PT. Pupuk Sriwidjaya. 2005. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Pupuk di Indonesia. http://www.pusri.co.id Samuelson, P.A., Nordhaus, W.D. 1993. Mikroekonomi. Ed ke-14. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sulistyantoro, E. 2005. Analisis Efisiensi Pemasaran Pupuk Urea. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Model Permintaan terhadap Pupuk Urea Regression Analysis: Demand Urea versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand Urea = 12,9 - 0,774 Harga Urea + 0,118 Harga SP-36 + 0,701 Harga Gabah + 2,41 Prod_Padi - 1,52 Luas Lahan
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
Coef 12,90 -0,7738 0,1183 0,7011 2,4101 -1,524
S = 0,155007
SE Coef 13,50 0,1937 0,1508 0,1714 0,3767 1,049
R-Sq = 94,3%
T 0,96 -4,00 0,78 4,09 6,40 -1,45
P 0,349 0,001 0,440 0,000 0,000 0,159
VIF 48,1 38,0 37,2 11,4 16,5
R-Sq(adj) = 93,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
DF 1 1 1 1 1
DF 5 24 29
SS 9,6177 0,5766 10,1944
MS 1,9235 0,0240
F 80,06
P 0,000
Seq SS 4,4077 0,3964 3,1138 1,6491 0,0507
Unusual Observations
Obs 1 4 24
Harga Urea 11,3 11,2 13,8
Demand Urea 12,7615 14,1527 14,9597
Fit 13,2454 13,8744 14,8849
SE Fit 0,0896 0,0688 0,1285
Residual -0,4839 0,2782 0,0749
St Resid -3,83R 2,00R 0,86 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,28528
Uji Breusch Pagan Regression Analysis: RESI_2 versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is RESI_2 = 0,06 + 0,0375 Harga Urea - 0,0035 Harga SP-36 - 0,0220 Harga Gabah - 0,150 Prod_Padi + 0,087 Luas Lahan
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
Coef 0,058 0,03750 -0,00346 -0,02200 -0,14950 0,0874
S = 0,0398795
SE Coef 3,473 0,04982 0,03880 0,04410 0,09693 0,2698
R-Sq = 31,6%
T 0,02 0,75 -0,09 -0,50 -1,54 0,32
P 0,987 0,459 0,930 0,622 0,136 0,749
VIF 48,1 38,0 37,2 11,4 16,5
R-Sq(adj) = 17,4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
DF 1 1 1 1 1
DF 5 24 29
SS 0,017666 0,038169 0,055835
MS 0,003533 0,001590
F 2,22
P 0,085
Seq SS 0,002743 0,000800 0,007405 0,006550 0,000167
Unusual Observations
Obs 1 2 24
Harga Urea 11,3 11,3 13,8
RESI_2 0,23412 0,00005 0,00561
Fit 0,08789 0,08286 0,02561
SE Fit 0,02306 0,02215 0,03306
Residual 0,14623 -0,08280 -0,02000
St Resid 4,49R -2,50R -0,90 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,92243
Probability Plot of RESI1 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1 0,0 RESI1
0,1
0,2
0,3
0,4
-1,37964E-14 0,1410 30 0,134 >0,150
Lampiran 2. Model Permintaan Urea Tanpa Variabel Luas Lahan Regression Analysis: Demand Urea versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand Urea = - 6,51 - 0,796 Harga Urea + 0,088 Harga SP-36 + 0,695 Harga Gabah + 1,99 Prod_Padi
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi
Coef -6,515 -0,7957 0,0884 0,6952 1,9880
S = 0,158416
SE Coef 1,970 0,1973 0,1527 0,1751 0,2452
R-Sq = 93,8%
T -3,31 -4,03 0,58 3,97 8,11
P 0,003 0,000 0,568 0,001 0,000
VIF 47,8 37,3 37,2 4,6
R-Sq(adj) = 92,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi
DF 1 1 1 1
DF 4 25 29
SS 9,5670 0,6274 10,1944
MS 2,3917 0,0251
F 95,30
P 0,000
Seq SS 4,4077 0,3964 3,1138 1,6491
Unusual Observations
Obs 1 24
Harga Urea 11,3 13,8
Demand Urea 12,7615 14,9597
Fit 13,2825 14,9487
SE Fit 0,0878 0,1234
Residual -0,5210 0,0110
St Resid -3,95R 0,11 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,23393
Lampiran 3. Model Permintaan Urea Tanpa Variabel Jumlah Produksi Padi Regression Analysis: Demand Urea versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand Urea = - 45,3 - 1,07 Harga Urea + 0,028 Harga SP-36 + 1,10 Harga Gabah + 3,65 Luas Lahan
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Luas Lahan
Coef -45,33 -1,0739 0,0283 1,1034 3,647
S = 0,249795
SE Coef 16,06 0,3028 0,2420 0,2570 1,076
R-Sq = 84,7%
T -2,82 -3,55 0,12 4,29 3,39
P 0,009 0,002 0,908 0,000 0,002
VIF 45,2 37,6 32,2 6,7
R-Sq(adj) = 82,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Luas Lahan
DF 1 1 1 1
DF 4 25 29
SS 8,6344 1,5599 10,1944
MS 2,1586 0,0624
F 34,59
P 0,000
Seq SS 4,4077 0,3964 3,1138 0,7166
Unusual Observations
Obs 1 23 24
Harga Urea 11,3 12,9 13,8
Demand Urea 12,7615 15,2717 14,9597
Fit 13,5085 15,8074 15,0975
SE Fit 0,1283 0,1220 0,2001
Residual -0,7469 -0,5357 -0,1378
St Resid -3,49R -2,46R -0,92 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,18350
Lampiran 4. Model Permintaan Urea dengan Menggunakan tiga variabel Bebas (Harga Urea, Harga SP-36 dan Harga Gabah) Regression Analysis: Demand Urea versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand Urea = 9,04 - 1,26 Harga Urea + 0,111 Harga SP-36 + 1,55 Harga Gabah
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah
Coef 9,0438 -1,2551 0,1115 1,5537
S = 0,295902
SE Coef 0,8289 0,3530 0,2851 0,2605
R-Sq = 77,7%
T 10,91 -3,56 0,39 5,96
P 0,000 0,001 0,699 0,000
VIF 43,8 37,2 23,6
R-Sq(adj) = 75,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah
DF 1 1 1
DF 3 26 29
SS 7,9179 2,2765 10,1944
MS 2,6393 0,0876
F 30,14
P 0,000
Seq SS 4,4077 0,3964 3,1138
Unusual Observations
Obs 1 23 24
Harga Urea 11,3 12,9 13,8
Demand Urea 12,7615 15,2717 14,9597
Fit 13,5614 15,8023 14,9404
SE Fit 0,1509 0,1445 0,2305
Residual -0,7999 -0,5306 0,0194
St Resid -3,14R -2,06R 0,10 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 0,748236
Lampiran 5. Nilai ln (logaritma natural) dari variabel dependen dan independen Data
Tabel 7. Nilai logaritma natural dari variabel dependen dan independen
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan SD
Y1
Y2
X1
X2
X3
Ln D_Urea 12.7615 13.3689 13.6265 14.1527 14.3697 14.589 14.5277 14.6828 14.7746 14.7727 14.8228 14.8437 14.8859 14.8889 14.9066 14.9458 15.0423 14.9452 15.0059 15.1267 15.1811 15.0166 15.2717 14.9597 15.1917 15.1854 15.2679 15.2903 15.2883 15.2413 14.7645 0.5929
Ln D_SP36 11.4416 11.816 12.3221 12.4928 13.089 13.5037 13.4768 13.6345 13.7659 13.8614 13.9774 13.9899 14.0904 14.0611 14.0488 14.0434 14.0702 13.9752 13.9329 13.8831 13.7105 13.4053 13.6749 12.8865 13.3427 13.3776 13.3063 13.5724 13.6089 13.5278 13.4630 0.6693
Ln P_Urea 11.2898 11.2898 11.2898 11.1563 11.1563 11.1563 11.1563 11.4076 11.4076 11.5129 11.5129 11.7361 11.813 12.0137 12.0137 12.2549 12.3014 12.3884 12.4684 12.4684 12.4684 12.8992 12.8992 13.8155 13.8155 13.9108 14.0225 14.0585 13.8643 13.8643 12.3137 1.0305
Ln P_SP36 11.0562 11.2898 11.2898 11.258 11.1563 11.1563 11.1563 11.2028 11.4076 11.4259 11.5129 11.6848 11.7361 11.8758 12.0436 12.2667 12.4875 12.569 12.6682 12.8347 13.0815 13.1568 13.3047 13.3475 14.1721 14.3322 14.3907 14.4143 14.2342 14.152 12.4221 1.1760
Ln P_Gabah 4.32665 4.37475 4.40648 4.66946 4.83063 4.89821 5.00857 5.14482 5.21085 5.2456 5.1217 5.22886 5.40789 5.51878 5.59842 5.68698 5.79909 5.82895 5.8861 5.99146 6.10925 6.2634 6.90776 7.09008 7.31322 7.31322 7.31322 7.45298 7.45298 7.50233 5.8301 1.0240
X4 Ln Luas Lahan 15.9718 15.9389 16.0048 15.9907 16.0133 16.0543 16.0115 16.0306 16.0942 16.1083 16.1169 16.1103 16.1318 16.1699 16.1841 16.1459 16.2228 16.1194 16.1889 16.2525 16.2639 16.2329 16.2777 16.2973 16.2806 16.2579 16.2589 16.2568 16.294 16.2852 16.1522 0.1115
X5 Ln Prod_Padi 10.0563 10.0582 10.157 10.1767 10.2973 10.3974 10.4372 10.4717 10.5489 10.5722 10.5898 10.5986 10.6377 10.7083 10.7184 10.7075 10.7839 10.7827 10.7502 10.8146 10.8416 10.8072 10.8044 10.837 10.8571 10.829 10.8491 10.8616 10.8984 10.8995 10.6250 0.2577
Lampiran 6. Pembuatan model Permintaan Urea dengan Regresi Komponen Utama A. Hasil Regresi Demand Urea dengan P_Urea Ln_P_SP36, Ln_P_Gabah, Ln_Luas Lahan, dan Ln_Prod_Padi
Regression Analysis: ln D_Urea versus ln_P_Urea, ln_P_SP36, ... The regression equation is ln D_Urea = 17.7 - 0.774 ln_P_Urea + 0.118 ln_P_SP36 + 0.701 ln_P_Gabah - 1.52 ln_Luas Lahan + 2.41 ln_Prod_Padi Predictor Constant ln_P_Ure ln_P_SP3 ln_P_Gab ln_Luas ln_Prod_
Coef 17.74 -0.7738 0.1183 0.7011 -1.524 2.4101
S = 0.1550
SE Coef 13.66 0.1937 0.1508 0.1714 1.049 0.3767
R-Sq = 94.3%
T 1.30 -4.00 0.78 4.09 -1.45 6.40
P 0.206 0.001 0.440 0.000 0.159 0.000
VIF 48.1 38.0 37.2 16.5 11.4
R-Sq(adj) = 93.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 24 29
SS 9.6177 0.5766 10.1944
Durbin-Watson statistic = 1.29
MS 1.9235 0.0240
F 80.06
P 0.000
Uji Normalitas Normal Probability Plot of the Residuals (response is ln D_Ure) 2
Normal Score
1
0
-1
-2 -0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
Residual
Pengujian Normaliats
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
RESI1 Average: -0.0000000 StDev: 0.141012 N: 30
Uji Homogenitas
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.092 D-: 0.134 D : 0.134 Approximate P-Value > 0.15
Residuals Versus the Fitted Values (response is ln D_Ure)
0.3 0.2
Residual
0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 13.5
14.5
Fitted Value
15.5
Hasil diatas menun jukkan bahwa terjadi multikolinieiritas atau korelasi yang kuat antar variable X. Lihat table korelasi di bawah.
Correlations: ln_P_Urea, ln_P_SP36, ln_P_Gabah, ln_Luas Lahan, ln_Prod_Padi
ln_P_Ure ln_P_SP3 ln_P_Gab ln_P_SP3 0.985 0.000 ln_P_Gab
0.977 0.000
0.973 0.000
ln_Luas
0.886 0.000
0.891 0.000
0.920 0.000
ln_Prod_
0.804 0.000
0.811 0.000
0.865 0.000
ln_Luas
0.945 0.000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Salah satu cara untuk menghilangkan pengaruh multikolinieritas tersebut adalah dengan mengkonversikan analisis regresi berganda menjadi regresi Analisis Komponen Utama (AKU).
Tahap 1. Mencari akar Ciri (Eigen Value) dan vector Ciri dengan PCA (Pricipal Componen Analysis)
Hasil nilai PCA Principal Component Analysis: ln_P_Urea, ln_P_SP36, ln_P_Gabah, ln_Luas Laha, ln Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Ciri Cumulative
4.6247 0.925
0.2986 0.060
0.0424 0.008
0.0213 0.004
0.0130 0.003
0.925
0.985
0.993
0.997
1.000
Variable ln_P_Ure ln_P_SP3 Vektor Ciri ln_P_Gab ln_Luas ln_Prod_
PC1 -0.450 -0.451
PC2 0.424 0.396
PC3 -0.035 0.033
PC4 -0.030 -0.627
PC5 0.784 -0.495
-0.458 -0.449 -0.427
0.206 -0.375 -0.693
-0.294 0.799 -0.522
0.729 0.140 -0.235
-0.360 -0.014 0.097
Akar
Hasil diatas menunjukkan bahwa kelima variable bebas hanya bisa dikelompokkan menjadi 1 kelompok utama, karena nilai eigen value (akar ciri) terbesar (lebih besar dari 1) berada pada kolom pertama. Sedangkan kolom berikutnya jauh lebih kecil (0.2986, 0.0424, dst).
Tabel 8. Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output computer) : SK(W1) 3.31253 3.33061 2.88754 2.86453 2.54067 2.17959 2.23647 1.91381 1.42186 1.25792 1.2162 1.01671 0.73201 0.27078 0.0969 0.03801 -0.55322 -0.21784 -0.54223 -1.01587 -1.25387 -1.3583 -1.87895 -2.51035 -2.89269 -2.85787 -2.96647 -3.06606 -3.12272 -3.07968
SK(W2) 0.95164 1.14546 0.66465 0.64645 0.24438 -0.14902 -0.08997 -0.10047 -0.43958 -0.49316 -0.56508 -0.39528 -0.48771 -0.6537 -0.65602 -0.30614 -0.65399 -0.23401 -0.30235 -0.612 -0.61607 -0.18575 -0.14909 0.12538 0.45012 0.6951 0.70331 0.72768 0.36316 0.37205
SK(W3) 0.286465 0.039618 0.302812 0.090044 -0.04137 0.030405 -0.3887 -0.3681 -0.08165 -0.04085 0.023197 -0.07549 -0.05313 0.042235 0.105495 -0.17364 0.195393 -0.55266 -0.00495 0.295044 0.295302 0.085808 0.231898 0.223696 0.022714 -0.08182 -0.11755 -0.1986 -0.0049 -0.08672
SK(W4) -0.02038 -0.15361 -0.13847 0.03398 0.121376 0.12966 0.118346 0.175753 0.122941 0.131303 -0.00854 -0.04666 0.042532 0.024589 0.000429 -0.10039 -0.11288 -0.26605 -0.16389 -0.15662 -0.21464 -0.16505 0.27353 0.348733 0.028798 -0.06216 -0.11365 -0.04179 0.072938 0.139862
SK(W5) 0.133412 0.022818 0.040658 -0.13092 -0.10227 -0.0935 -0.11213 0.022276 -0.06605 0.001193 0.013651 0.077568 0.063582 0.140337 0.043688 0.102753 0.024952 0.058548 0.036862 -0.05396 -0.19063 0.042286 -0.25312 0.372107 -0.04419 -0.04686 0.020942 -0.00579 -0.06849 -0.04972
Tahap 2. Meregresikan koefisien PCA dengan Y (ln D_Urea) Regression Analysis: ln D_Urea versus SK(W1), SK(W2), ... The regression equation is ln D_Urea = 14.8 - 0.222 SK(W1) - 0.502 SK(W2) - 0.638 SK(W3) + 0.290 SK(W4) - 0.891 SK(W5)
Predictor Constant SK(W1) SK(W2) SK(W3) SK(W4) SK(W5)
Coef 14.7645 -0.22161 -0.50160 -0.6384 0.2903 -0.8908
S = 0.155023
SE Coef 0.0283 0.01339 0.05268 0.1398 0.1974 0.2525
R-Sq = 94.3%
T 521.65 -16.56 -9.52 -4.57 1.47 -3.53
P 0.000 0.000 0.000 0.000 0.154 0.002
VIF 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
R-Sq(adj) = 93.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 24 29
SS 9.6178 0.5768 10.1946
MS 1.9236 0.0240
F 80.04
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.28582
Yang tidak signifikan dihilangkan, sehingga modelnya menjadi :
Regression Analysis: ln D_Urea versus SK(W1), SK(W2), SK(W3) The regression equation is ln D_Urea = 14.8 - 0.222 SK(W1) - 0.502 SK(W2) - 0.638 SK(W3)
Predictor Constant SK(W1) SK(W2) SK(W3)
Coef 14.7645 -0.22161 -0.50160 -0.6384
S = 0.188906
SE Coef 0.0345 0.01631 0.06419 0.1703
R-Sq = 90.9%
T 428.09 -13.59 -7.81 -3.75
P 0.000 0.000 0.000 0.001
VIF 1.0 1.0 1.0
R-Sq(adj) = 89.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 3 26 29
SS 9.2668 0.9278 10.1946
MS 3.0889 0.0357
Durbin-Watson statistic = 1.07080
F 86.56
P 0.000
Tahap 3. Membuat Model Regresi PCA
Regresi awal : ln D_Urea = 14.8 - 0.222 SK(W1) - 0.502 SK(W2) - 0.638 SK(W3)
Nilai vektor ciri model: Variable ln_P_Urea ln_P_SP36 ln_P_Gabah ln_Luas Lahan ln_Prod_Padi
PC1 -0.450 -0.451 -0.458 -0.449 -0.427
PC2 0.424 0.396 0.206 -0.375 -0.693
PC3 -0.036 0.034 -0.294 0.799 -0.522
PC4 -0.030 -0.627 0.729 0.140 -0.235
PC5 0.784 -0.495 -0.360 -0.014 0.097
Mengkalikan koefisien regresi PCA dengan vektor ciri (Perkalian Matriks) -0.450 -0.451 -0.458 -0.449 -0.427
0.424 0.396 0.206 -0.375 -0.693
-0.036 0.034 -0.294 0.799 -0.522
5x3
x
-0.222 -0.502 -0.638
3x1
=
-0.0900 -0.1204 0.1859 -0.2225 0.7755
5x1
Sehingga persamaan akhirnya : ln D_Urea = 14.7645 - 0.0900 Z1 - 0.1204 Z2 + 0.1859 Z3 - 0.2225 Z4 + 0.7755 Z5
Tahap 4. Menghitung nilai t hitung
Untuk itu maka diperlukan data R2 dan s yang berasal dari tahap 2. Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC1 = 4.6247 Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC2 = 0.2986 Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC3 = 0.0424 KTG = S2 = 0.188906 2 = 0.0357 JKT = 10.1946 s *2 =
s2 0.0357 = = 0.003502 2 ∑ ( y − y ) 10.1946
Sehingga ragam untuk masing-masing variable adalah : ⎡ − 0.450 2 0.424 2 − 0.036 2 ⎤ var ( Z1) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.003502) × (0.6764) = 0.002369 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247
⎡ − 0.4512 0.39602 0.03402 ⎤ var ( Z 2) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.003502) × (0.5964) = 0.002089 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 ⎡ − 0.4582 0.20602 − 0.29402 ⎤ var ( Z 3) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.003502) × (2.226) = 0.007795 4 . 6247 0 . 2986 0 . 0424 ⎣ ⎦ ⎡ − 0.4492 − 0.37502 0.79902 ⎤ var (Z 4) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.003502) × (15.57117) = 0.05453 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 ⎡ − 0.4272 − 0.69302 − 0.5222 ⎤ var (Z 5) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.003502) × (8.07427) = 0.02823 4 . 6247 0 . 2986 0 . 0424 ⎣ ⎦ Dan standar error atau galat baku dari masing-masing variable adalah : s ( Z1) = var ( Z1) = 0.002369 = 0.04867 s ( Z 2) = var ( Z 2) = 0.002089 = 0.0457 s ( Z 3) = var ( Z 3) = 0.007795 = 0.08829 s ( Z 4) = var ( Z 4) = 0.05453 = 0.2335 s ( Z 5) = var ( Z 5) = 0.02827 = 0.1681 Nilai galat baku yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari t hitung tiap variable dengan rumus : b t hit = zi s zi
Dengan demikian nilai t hitung untuk masing-masing variable z adalah : Variabel z1 z2 z3 z4 z5
Koef. Regresi PCA -0.0900 -0.1204 0.1859 -0.2225 0.7755
Standar Error 0.04867 0.04570 0.08829 0.23351 0.16815
t hitung -1.8486 -2.6344 2.1051 -0.9527 4.6118
P 0.0747 0.0134 0.0441 0.3486 0.0001
Tahap 5. Metranformasikan koefisien Regresi PCA ke Regresi Berganda Sebelum mentranformasikan, maka setiap variable Z dalam persamaan regresi PCA harus diubah nilai standarisasinya ke bentuk umum dengan rumus : X −μ Z= i
σ
Berdasarkan data awal, diketahui bahwa persamaan akhir regresi adalah : ln D_Urea = 14.7645 - 0.0900 Z1 - 0.1204 Z2 + 0.1859 Z3 - 0.2225 Z4 + 0.7755 Z5
⎛ Ln _ P _ Urea − 12.3137 ⎞ ⎛ Ln _ P _ SP36 − 12.4221⎞ ⎟ − 0.1204⎜ ⎟ 1.0305 1.1760 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ Ln _ P _ Gabah − 5.8301⎞ + 0.1859⎜ ⎟ 1.0240 ⎝ ⎠ ⎛ Ln _ Luas _ Lahan − 16.1522 ⎞ ⎛ Ln _ Pr od _ Padi − 10.625 ⎞ − 0.2225⎜ ⎟ + 0.7755⎜ ⎟ 0.1115 0.2577 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
ln_ D _ Urea = 14.7645 − 0.0900⎜
ln D_Urea = 16.31925 - 0.08731 ln_P_Urea - 0.10238 ln_P_SP36 + 0.1815 ln_P_Gabah - 1.99561 ln_Luas Lahan + 3.008 ln_Prod_Padi
Sehingga hasil regresi berganda akhir adalah : ln D_Urea = 16.31925 - 0.08731 ln_P_Urea - 0.10238 ln_P_SP36 + 0.1815 ln_P_Gabah - 1.99561 ln_Luas Lahan + 3.008 ln_Prod_Padi
Tahap 6. Menggabungkan data untuk membentuk Model Regresi akhir
Model regresi yang dibentuk Regression Analysis: ln D_Urea versus ln_P_Urea, ln_P_SP36, ... The regression equation is
ln D_Urea = 16.31925 - 0.08731 ln_P_Urea - 0.10238 ln_P_SP36 + 0.1815 ln_P_Gabah - 1.99561 ln_Luas Lahan + 3.008 ln_Prod_Padi Predictor Coef Constant 16.31925 ln_P_Urea -0.0873 -0.1023 ln_P_SP36 0.1815 ln_P_Gabah ln_Luas Lahan -1.9956 3.0080 ln_Prod_Padi S = 0.196621
T
P
-1.8486 -2.6344 2.1051 -0.9527 4.6118
R-Sq = 90.90%
0.0747 0.0134 0.0441 0.3486 0.0001
R-Sq(adj) = 89.01%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 24 29
SS 9.27291 0.92776 10.20067
MS 1.85458 0.03866
F 47.976
P 0.000
Lampiran 7. Model Permintaan Pupuk SP-36 Regression Analysis: Demand SP-36 versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand SP-36 = 28,8 - 0,799 Harga Urea - 0,015 Harga SP-36 + 0,328 Harga Gabah + 4,86 Prod_Padi - 3,78 Luas Lahan
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
Coef 28,75 -0,7993 -0,0147 0,3283 4,8564 -3,779
S = 0,193349
SE Coef 16,84 0,2416 0,1881 0,2138 0,4699 1,308
R-Sq = 93,1%
T 1,71 -3,31 -0,08 1,54 10,33 -2,89
P 0,101 0,003 0,939 0,138 0,000 0,008
VIF 48,1 38,0 37,2 11,4 16,5
R-Sq(adj) = 91,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
DF 1 1 1 1 1
DF 5 24 29
SS 12,0933 0,8972 12,9906
MS 2,4187 0,0374
F 64,70
P 0,000
Seq SS 0,4238 0,3527 4,9491 6,0556 0,3121
Unusual Observations
Obs 18 21 24
Harga Urea 12,4 12,5 13,8
Demand SP-36 13,9752 13,7105 12,8865
Fit 14,2909 14,0509 13,1435
SE Fit 0,1241 0,1112 0,1603
Residual -0,3157 -0,3405 -0,2570
St Resid -2,13R -2,15R -2,38RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,29552
Uji Bresuch Pagan Regression Analysis: RESI_2 versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is RESI_2 = 1,65 + 0,0472 Harga Urea + 0,0129 Harga SP-36 - 0,0714 Harga Gabah + 0,119 Prod_Padi - 0,168 Luas Lahan
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
Coef 1,650 0,04718 0,01289 -0,07142 0,11945 -0,1684
S = 0,0350502
SE Coef 3,052 0,04379 0,03410 0,03876 0,08519 0,2371
R-Sq = 14,4%
T 0,54 1,08 0,38 -1,84 1,40 -0,71
P 0,594 0,292 0,709 0,078 0,174 0,484
VIF 48,1 38,0 37,2 11,4 16,5
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi Luas Lahan
DF 1 1 1 1 1
DF 5 24 29
SS 0,004966 0,029484 0,034451
MS 0,000993 0,001229
F 0,81
P 0,555
Seq SS 0,000002 0,000004 0,002129 0,002211 0,000620
Unusual Observations
Obs 21 24
Harga Urea 12,5 13,8
RESI_2 0,11592 0,06606
Fit 0,03283 0,02359
SE Fit 0,02016 0,02906
Residual 0,08309 0,04247
St Resid 2,90R 2,17RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2,00113
Probability Plot of RESI1 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 0,1 RESI1
0,2
0,3
0,4
0,5
-7,46070E-15 0,1759 30 0,146 0,099
Lampiran 8. Model Permintaan SP-36 Tanpa menggunakan Variabel Luas Lahan Regression Analysis: Demand SP-36 versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand SP-36 = - 19,4 - 0,854 Harga Urea - 0,089 Harga SP-36 + 0,314 Harga Gabah + 3,81 Prod_Padi
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi
Coef -19,399 -0,8535 -0,0887 0,3138 3,8096
S = 0,219940
SE Coef 2,735 0,2739 0,2120 0,2431 0,3405
R-Sq = 90,7%
T -7,09 -3,12 -0,42 1,29 11,19
P 0,000 0,005 0,679 0,209 0,000
VIF 47,8 37,3 37,2 4,6
R-Sq(adj) = 89,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Prod_Padi
DF 1 1 1 1
DF 4 25 29
SS 11,7812 1,2093 12,9906
MS 2,9453 0,0484
F 60,89
P 0,000
Seq SS 0,4238 0,3527 4,9491 6,0556
Unusual Observations
Obs 1 21 24
Harga Urea 11,3 12,5 13,8
Demand SP-36 11,4416 13,7105 12,8865
Fit 11,8198 14,1851 13,3019
SE Fit 0,1219 0,1150 0,1714
Residual -0,3781 -0,4746 -0,4154
St Resid -2,07R -2,53R -3,01RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 0,886198
Lampiran 9. Model Permintaan SP-36 Tanpa menggunakan Variabel Jumlah Produksi Padi Regression Analysis: Demand SP-36 versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand SP-36 = - 88,6 - 1,40 Harga Urea - 0,196 Harga SP-36 + 1,14 Harga Gabah + 6,64 Luas Lahan
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Luas Lahan
Coef -88,58 -1,4040 -0,1961 1,1390 6,641
S = 0,442250
SE Coef 28,43 0,5361 0,4284 0,4549 1,906
R-Sq = 62,4%
T -3,12 -2,62 -0,46 2,50 3,48
P 0,005 0,015 0,651 0,019 0,002
VIF 45,2 37,6 32,2 6,7
R-Sq(adj) = 56,3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah Luas Lahan
DF 1 1 1 1
DF 4 25 29
SS 8,1009 4,8896 12,9906
MS 2,0252 0,1956
F 10,35
P 0,000
Seq SS 0,4238 0,3527 4,9491 2,3754
Unusual Observations
Obs 1 18 23 24
Harga Urea 11,3 12,4 12,9 13,8
Demand SP-36 11,4416 13,9752 13,6749 12,8865
Fit 12,2578 13,1100 14,5287 13,5720
SE Fit 0,2272 0,1110 0,2160 0,3542
Residual -0,8162 0,8652 -0,8538 -0,6855
St Resid -2,15R 2,02R -2,21R -2,59RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 0,779510
Lampiran 10. Model Permintaan SP-36 dengan menggunakan tiga variabel (Harga Urea, Harga SP-36 dan Harga Gabah) Regression Analysis: Demand SP-36 versus Harga Urea; Harga SP-36; ... The regression equation is Demand SP-36 = 10,4 - 1,73 Harga Urea - 0,045 Harga SP-36 + 1,96 Harga Gabah
Predictor Constant Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah
Coef 10,416 -1,7338 -0,0446 1,9588
S = 0,528604
SE Coef 1,481 0,6307 0,5094 0,4654
R-Sq = 44,1%
T 7,03 -2,75 -0,09 4,21
P 0,000 0,011 0,931 0,000
VIF 43,8 37,2 23,6
R-Sq(adj) = 37,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Harga Urea Harga SP-36 Harga Gabah
DF 1 1 1
DF 3 26 29
SS 5,7256 7,2650 12,9906
MS 1,9085 0,2794
F 6,83
P 0,002
Seq SS 0,4238 0,3527 4,9491
Unusual Observations
Obs 1 24
Harga Urea 11,3 13,8
Demand SP-36 11,4416 12,8865
Fit 12,3543 13,2859
SE Fit 0,2695 0,4118
Residual -0,9127 -0,3994
St Resid -2,01R -1,21 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 0,395727
Lampiran 11. Analisis Regresi dengan Regresi Komponen Utama pada Model Permintaan SP- 36
Regression Analysis: ln D_SP36 versus ln_P_Urea, ln_P_SP36, ... The regression equation is ln D_SP36 = 31.0 - 0.799 ln_P_Urea - 0.015 ln_P_SP36 + 0.328 ln_P_Gabah - 3.78 ln_Luas Lahan + 4.86 ln_Prod_Padi Predictor Constant ln_P_Ure ln_P_SP3 ln_P_Gab ln_Luas ln_Prod_
Coef 31.02 -0.7993 -0.0147 0.3283 -3.779 4.8564
S = 0.1933
SE Coef 17.04 0.2416 0.1881 0.2138 1.308 0.4699
R-Sq = 93.1%
T 1.82 -3.31 -0.08 1.54 -2.89 10.33
P 0.081 0.003 0.939 0.138 0.008 0.000
VIF 48.1 38.0 37.2 16.5 11.4
R-Sq(adj) = 91.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 24 29
SS 12.0933 0.8972 12.9906
Durbin-Watson statistic = 1.30
MS 2.4187 0.0374
F 64.70
P 0.000
Uji Normalitas Normal Probability Plot of the Residuals (response is ln D_SP3) 2
Normal Score
1
0
-1
-2 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
Residual
Pengujian Normaliats
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
RESI2 Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.128 D-: 0.146 D : 0.146 Approximate P-Value: 0.099
Average: -0.0000000 StDev: 0.175893 N: 30
Uji Homogenitas
Residuals Versus the Fitted Values (response is ln D_SP3)
0.3 0.2
Residual
0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 12
13
Fitted Value
14
0.3
Hasil diatas menun jukkan bahwa terjadi multikolinieiritas atau korelasi yang kuat antar variable X. Lihat table korelasi di bawah.
Correlations: ln_P_Urea, ln_P_SP36, ln_P_Gabah, ln_Luas Lahan, ln_Prod_Padi
ln_P_Ure ln_P_SP3 ln_P_Gab ln_P_SP3 0.985 0.000 ln_P_Gab
0.977 0.000
0.973 0.000
ln_Luas
0.886 0.000
0.891 0.000
0.920 0.000
ln_Prod_
0.804 0.000
0.811 0.000
0.865 0.000
ln_Luas
0.945 0.000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Salah satu cara untuk menghilangkan pengaruh multikolinieritas tersebut adalah dengan mengkonversikan analisis regresi berganda menjadi regresi Analisis Komponen Utama (AKU).
Tahap 1. Mencari akar Ciri (Eigen Value) dan vector Ciri dengan PCA (Pricipal Componen Analysis)
Hasil nilai PCA Principal Component Analysis: ln_P_Urea, ln_P_SP36, ln_P_Gabah, ln_Luas Laha, ln Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Ciri Cumulative
4.6247 0.925
0.2986 0.060
0.0424 0.008
0.0213 0.004
0.0130 0.003
0.925
0.985
0.993
0.997
1.000
Variable ln_P_Ure ln_P_SP3 Vektor Ciri ln_P_Gab ln_Luas ln_Prod_
PC1 -0.450 -0.451
PC2 0.424 0.396
PC3 -0.035 0.033
PC4 -0.030 -0.627
PC5 0.784 -0.495
-0.458 -0.449 -0.427
0.206 -0.375 -0.693
-0.294 0.799 -0.522
0.729 0.140 -0.235
-0.360 -0.014 0.097
Akar
Hasil diatas menunjukkan bahwa kelima variable bebas hanya bisa dikelompokkan menjadi 1 kelompok utama, karena nilai eigen value (akar ciri) terbesar (lebih besar dari 1) berada pada kolom pertama. Sedangkan kolom berikutnya jauh lebih kecil (0.2986, 0.0424, dst).
Tabel 9. Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output computer) : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
SK(W1) 3.31253 3.33061 2.88754 2.86453 2.54067 2.17959 2.23647 1.91381 1.42186 1.25792 1.2162 1.01671 0.73201 0.27078 0.0969 0.03801 -0.55322 -0.21784 -0.54223 -1.01587 -1.25387 -1.3583 -1.87895 -2.51035 -2.89269 -2.85787 -2.96647 -3.06606 -3.12272 -3.07968
SK(W2) 0.95164 1.14546 0.66465 0.64645 0.24438 -0.14902 -0.08997 -0.10047 -0.43958 -0.49316 -0.56508 -0.39528 -0.48771 -0.6537 -0.65602 -0.30614 -0.65399 -0.23401 -0.30235 -0.612 -0.61607 -0.18575 -0.14909 0.12538 0.45012 0.6951 0.70331 0.72768 0.36316 0.37205
SK(W3) 0.286465 0.039618 0.302812 0.090044 -0.04137 0.030405 -0.3887 -0.3681 -0.08165 -0.04085 0.023197 -0.07549 -0.05313 0.042235 0.105495 -0.17364 0.195393 -0.55266 -0.00495 0.295044 0.295302 0.085808 0.231898 0.223696 0.022714 -0.08182 -0.11755 -0.1986 -0.0049 -0.08672
SK(W4) -0.02038 -0.15361 -0.13847 0.03398 0.121376 0.12966 0.118346 0.175753 0.122941 0.131303 -0.00854 -0.04666 0.042532 0.024589 0.000429 -0.10039 -0.11288 -0.26605 -0.16389 -0.15662 -0.21464 -0.16505 0.27353 0.348733 0.028798 -0.06216 -0.11365 -0.04179 0.072938 0.139862
SK(W5) 0.133412 0.022818 0.040658 -0.13092 -0.10227 -0.0935 -0.11213 0.022276 -0.06605 0.001193 0.013651 0.077568 0.063582 0.140337 0.043688 0.102753 0.024952 0.058548 0.036862 -0.05396 -0.19063 0.042286 -0.25312 0.372107 -0.04419 -0.04686 0.020942 -0.00579 -0.06849 -0.04972
Tahap 2. Meregresikan koefisien PCA dengan Y Regression Analysis: ln D_SP36 versus SK(W1), SK(W2), ... The regression equation is ln D_SP36 = 13.5 - 0.121 SK(W1) - 0.996 SK(W2) - 1.06 SK(W3) - 0.073 SK(W4) - 0.632 SK(W5)
Predictor Constant SK(W1) SK(W2) SK(W3) SK(W4) SK(W5)
Coef 13.4630 -0.12086 -0.99637 -1.0606 -0.0725 -0.6322
S = 0.193360
SE Coef 0.0353 0.01670 0.06571 0.1743 0.2462 0.3150
R-Sq = 93.1%
T 381.36 -7.24 -15.16 -6.08 -0.29 -2.01
P 0.000 0.000 0.000 0.000 0.771 0.056
VIF 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
R-Sq(adj) = 91.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 24 29
SS 12.0935 0.8973 12.9908
MS 2.4187 0.0374
F 64.69
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.29603
Yang tidak signifikan dihilangkan, sehingga modelnya menjadi :
Regression Analysis: ln D_SP36 versus SK(W1), SK(W2), SK(W3) The regression equation is ln D_SP36 = 13.5 - 0.121 SK(W1) - 0.996 SK(W2) - 1.06 SK(W3)
Predictor Constant SK(W1) SK(W2) SK(W3)
Coef 13.4630 -0.12086 -0.99637 -1.0606
S = 0.201074
SE Coef 0.0367 0.01736 0.06833 0.1813
R-Sq = 91.9%
T 366.73 -6.96 -14.58 -5.85
P 0.000 0.000 0.000 0.000
VIF 1.0 1.0 1.0
R-Sq(adj) = 91.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 3 26 29
SS 11.9396 1.0512 12.9908
MS 3.9799 0.0404
Durbin-Watson statistic = 1.65289
F 98.44
P 0.000
Tahap 3. Membuat Model Regresi PCA
Regresi awal : ln D_SP36 = 13.5 - 0.12086 SK(W1) - 0.99637 SK(W2) - 1.0606 SK(W3)
Nilai vektor ciri model: Variable ln_P_Urea ln_P_SP36 ln_P_Gabah ln_Luas Lahan ln_Prod_Padi
PC1 -0.450 -0.451 -0.458 -0.449 -0.427
PC2 0.424 0.396 0.206 -0.375 -0.693
PC3 -0.036 0.034 -0.294 0.799 -0.522
PC4 -0.030 -0.627 0.729 0.140 -0.235
PC5 0.784 -0.495 -0.360 -0.014 0.097
Mengkalikan koefisien regresi PCA dengan vektor ciri (Perkalian Matriks) -0.450 -0.451 -0.458 -0.449 -0.427
0.424 0.396 0.206 -0.375 -0.693
-0.036 0.034 -0.294 0.799 -0.522
5x3
x
-0.12086 -0.99637 -1.06060
3x1
=
-0.3299 -0.3761 0.1619 -0.4195 1.2957
5x1
Sehingga persamaan akhirnya : ln D_SP36 = 14.7645 - 0.3299 Z1 - 0.3791 Z2 + 0.1619 Z3 - 0.4195 Z4 + 1.2957 Z5
Tahap 4. Menghitung nilai t hitung
Untuk itu maka diperlukan data R2 dan s yang berasal dari tahap 2. Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC1 = 4.6247 Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC2 = 0.2986 Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC3 = 0.0424 KTG = S2 = 0.201074 2 = 0.0404 JKT = 12.9908 s *2 =
0.0404 s2 = = 0.031098 2 ∑ ( y − y ) 12.9908
Sehingga ragam untuk masing-masing variable adalah : ⎡ − 0.450 2 0.424 2 − 0.036 2 ⎤ var ( Z1) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.031098) × (0.6764) = 0.0021036 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 ⎡ − 0.4512 0.3960 2 0.0340 2 ⎤ var ( Z 2) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.031098) × (0.5964) = 0.001855 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 ⎡ − 0.4582 0.20602 − 0.29402 ⎤ var (Z 3) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.031098) × (2.226) = 0.006923 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 ⎡ − 0.4492 − 0.37502 0.79902 ⎤ var (Z 4) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.031098) × (15.57117) = 0.048425 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 ⎡ − 0.4272 − 0.69302 − 0.5222 ⎤ var (Z 5) = s *2 ⎢ + + ⎥ = (0.0.031098) × (8.07427) = 0.02511 0.2986 0.0424 ⎦ ⎣ 4.6247 Dan standar error atau galat baku dari masing-masing variable adalah : s ( Z1) = var ( Z1) = 0.0021036 = 0.04586 s ( Z 2) = var ( Z 2) = 0.001855 = 0.04307 s ( Z 3) = var ( Z 3) = 0.006923 = 0.08320 s ( Z 4) = var ( Z 4) = 0.048425 = 0.2200 s ( Z 5) = var ( Z 5) = 0.02511 = 0.1585 Nilai galat baku yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari t hitung tiap variable dengan rumus : b t hit = zi s zi
Dengan demikian nilai t hitung untuk masing-masing variable z adalah : Variabel z1 z2 z3 z4 z5
Koef. Regresi PCA -0.3299 -0.3761 0.1619 -0.4195 1.2957
Standar Error 0.0459 0.0431 0.0832 0.2201 0.1585
t hitung -7.1927 -8.7332 1.9461 -1.9064 8.1769
P 0.0000 0.0000 0.0614 0.0666 0.0000
Tahap 5. Metranformasikan koefisien Regresi PCA ke Regresi Berganda Sebelum mentranformasikan, maka setiap variable Z dalam persamaan regresi PCA harus diubah nilai standarisasinya ke bentuk umum dengan rumus : X −μ Z= i
σ
Berdasarkan data awal, diketahui bahwa persamaan akhir regresi adalah : ln D_SP36 = 14.7645 - 0.3299 Z1 - 0.3791 Z2 + 0.1619 Z3 - 0.4195 Z4 + 1.2957 Z5
⎛ Ln _ P _ SP36 − 12.4221 ⎞ ⎛ Ln _ P _ Urea − 12.3137 ⎞ ⎟ ⎟ − 0.3791⎜ 1.0305 1.1760 ⎠ ⎝ ⎠ ⎝
ln_ D _ SP36 = 13.4630 − 0.32995⎜
⎛ Ln _ P _ Gabah − 5.8301 ⎞ ⎟ 1.0240 ⎝ ⎠
+ 0.1619⎜
⎛ Ln _ Luas _ Lahan − 16.1522 ⎞ ⎛ Ln _ Pr od _ Padi − 10.625 ⎞ ⎟ + 1.2957⎜ ⎟ 0.1115 0.2577 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
− 4195⎜
ln D_SP36 = 27.82364 - 0.32014 ln_P_Urea - 0.31983 ln_P_SP36 +
0.15812 ln_P_Gabah - 3.76300 ln_Luas Lahan + 5.02714 ln_Prod_Padi
Sehingga ahsil regresi berganda akhir adalah : ln D_SP36 = 27.82364 - 0.32014 ln_P_Urea - 0.31983 ln_P_SP36 +
0.15812 ln_P_Gabah - 3.76300 ln_Luas Lahan + 5.02714 ln_Prod_Padi
Tahap 6. Menggabungkan data untuk membentuk Model Regresi akhir
Model regresi yang dibentuk Regression Analysis: ln D_Urea versus ln_P_Urea, ln_P_SP36, ... The regression equation is ln D_SP36 = 27.82364 - 0.32014 ln_P_Urea - 0.31983 ln_P_SP36 +
0.15812 ln_P_Gabah - 3.76300 ln_Luas Lahan + 5.02714 ln_Prod_Padi Predictor Constant ln_P_Urea ln_P_SP36 ln_P_Gabah ln_Luas Lahan ln_Prod_Padi S = 0.209306
Coef
T
27.82364 -0.32014 -0.31983 0.15812 -3.76300 5.02714
P
-7.1927 0.0000 -8.7332 0.0000 1.9461 0.0614 -1.9064 0.0666 8.1769 0.0000
R-Sq = 98.35%
R-Sq(adj) = 98.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 24 29
SS 62.7700 1.0514 63.8214
MS 12.554 0.0438
F 286.561
P 0.000