LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007
Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia 2007-2012
Oleh : Prajogo U. Hadi Dewa K. Swástica Frans Betsí M. D. Nur Khoeriyah Agustin Masdjidin Siregar Deri Hidayat Mohamad Maulana
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007
RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pada tahun 2006 terjadi lonjakan harga dan langka pasok pupuk, terutama Urea. Hal ini diduga disebabkan oleh tiga kemungkinan, yaitu kurangnya produksi pupuk, distribusinya kurang baik, atau keduanya. Jika masalah tersebut terjadi terjadi secara berkepanjangan, dikhawatirkan ketahanan pangan nasional, produksi pertanian nasional, devisa negara dan pendapatan petani akan terganggu. 2. Sehubungan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran dan jumlah permintaan aktual pupuk di tingkat nasional; (2) Memproyeksikan penawaran, permintaan dan neraca pupuk untuk periode 2007-2012; (3) Mengidentifikasi perilaku petani dalam menggunakan pupuk; dan (4) Merumuskan kebijakan yang berkenaan dengan penawaran dan permintaan pupuk di masa mendatang. 3. Penawaran (produksi) pupuk 2007-2012: (a) Pupuk Urea: Sesuai dengan rencana jangka panjang produsen pupuk, produksi pupuk Urea diproyeksikan akan terus meningkat dari 5,654,682 ton pada tahun 2006 menjadi 5,731,700 ton pada tahun 2007 dan menjadi 7,740,000 ton pada tahun 2012. Produksi tersebut merupakan 70.42% dari kapasitas terpasang pabrik pada tahun 2006 kemudian menjadi 71.38% pada tahun 2007 dan menjadi 90% pada tahun 2012. Kapasitas pabrik direncanakan baru akan ditambah pada tahun 2012 sehingga kapasitas pabrik akan meningkat dari 8,030,000 ton menjadi 8,600,000 ton. (b) Pupuk ZA: produksi pupuk ZA diproyeksikan akan meningkat dari 625,000 ton pada tahun 2006 menjadi 637,000 ton per tahun selama 2007-2012. Produksi tersebut merupakan 96,15% dari kapasitas terpasang pabrik pada tahun 2006, kemudian menjadi 98% selama 2007-2012. Tidak ada rencana penambahan kapasitas pabrik selama periode 5 tahun kedepan tersebut. (c) Pupuk SP36: produksi pupuk SP36 diproyeksikan akan meningkat dari 648,499 ton pada tahun 2006 menjadi 950,000 ton per tahun selama 20072012. Produksi tersebut merupakan 64,85% dari kapasitas terpasang pabrik pada tahun 2006, kemudian menjadi 95% selama 2007-2012. Tidak ada rencana penambahan kapasitas pabrik selama periode 5 tahun kedepan tersebut. (d) Pupuk NPK: produksi pupuk NPK diproyeksikan akan meningkat dari 412,663 ton pada tahun 2006 menjadi 900,000 ton pada tahun 2007 dan kemudian menjadi 2,646,000 ton pada tahun 2012. Produksi tersebut merupakan 89.71% dari kapasitas terpasang pabrik pada tahun 2006, kemudian menjadi 90% selama 2007-2012. Ada rencana penambahan kapasitas pabrik cukup besar selama periode 5 tahun kedepan tersebut. (e) Permasalahan yang perlu diantisipasi dalam lima tahun mendatang adalah pasokan gas bumi, yang merupakan bahan baku utama pembuatan pupuk nitrogen, terutama Urea. 4. Permintaan Pupuk di Sektor Pertanian: (a) Pupuk Urea: permintaan pupuk Urea di sektor pertanian dipengaruhi secara signifikan oleh luas areal tanaman pangan (+), HET riil pupuk Urea sendiri (-) dan HET riil pupuk SP36 (-). Apabila HET riil Urea dan SP36 dipertahankan tetap seperti pada tahun 2006, maka permintaan Urea akan meningkat 2.16%/tahun, sehingga pada tahun 2012 permintana pupuk Urea akan menjadi sekitar 5.01 juta ton (untuk mempertahankan HET rill tersebut, HET nominal ix
kedua jenis pupuk tersebut perlu dinaikkan 8.19%/tahun). Tetapi jika HET nominal Urea dan SP36 dinaikkan 10%/tahun, maka permintaan Urea hanya akan meningkat 0.70%/tahun sehingga pada tahun 2012 permintaan akan menjadi sekitar 4.60 juta ton. Permintaan akan menurun cepat (4.12%/tahun) jika HET nominal kedua jenis pupuk itu dinaikkan 15%/tahun, dan akan menurun lebih cepat lagi (5.79%/tahun) jika HET nominal Urea dan SP36 masing-masing dinaikkan 15% dan 10%/tahun. Dalam hal ini total efek peningkatan harga Urea dan SP36 lebih besar daripada efek peningkatan luas areal tanaman pangan. (b) Pupuk ZA: permintaan pupuk ZA di sektor pertanian dipengaruhi secara signifikan oleh luas areal tanaman hortikultura (+), luas areal tanaman perkebunan (+) dan HET riil pupuk ZA sendiri (-). Apabila HET riil ZA dipertahankan tetap seperti pada tahun 2006, maka permintaan ZA akan meningkat 7.10%/tahun sehingga pada tahun 2012 permintaan akan naik menjadi 831.5 ribu ton (untuk mempertahankan HET rill tersebut, HET nominal ZA perlu dinaikkan 8.19%/tahun). Tetapi jika HET nominal ZA dinaikkan 10%/tahun, maka permintaan ZA akan meningkat lebih lambat yaitu 6.08%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 menjadi 785.2 ribu ton. Permintaan ZA masih akan meningkat 2.71%/tahun jika HET nominal ZA dinaikkan 15%/tahun sehingga pada tahun 2012 permintaan menjadi 646.9 ribu ton. Dalam hal ini efek peningkatan harga ZA lebih kecil daripada total efek peningkatan luas areal tanaman hortikultura dan perkebunan. (c) Pupuk SP36: permintaan pupuk SP36 di sektor pertanian dipengaruhi secara signifikan oleh luas areal tanaan pangan (+), luas areal tanaman hortikultura (+), luas areal tanaman perkebunan (+), HET riil pupuk SP36 sendiri (-) dan HET riil Urea (-). Apabila harga HET riil SP36 dan Urea dipertahankan tetap seperti pada tahun 2006, maka permintaan SP36 akan meningkat 9.02%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 menjadi sekitar 1.15 juta ton (untuk mempertahankan HET rill tersebut, HET nominal kedua jenis pupuk tersebut perlu dinaikkan 8.19%/tahun). Tetapi jika HET nominal kedua jenis pupuk itu dinaikkan 10%/tahun, maka permintaan SP36 akan meningkat 6.94%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 akan menjadi 1.02 juta ton. Permintaan SP36 masih akan meningkat 0.03%/tahun jika HET nominal kedua jenis pupuk itu dinaikkan 15%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 hanya naik menjadi 684.05 ribu ton. Apabila HET nominal Urea dan SP36 dinaikkan masing-masing 15% dan 10%/tahun, maka permintaan SP36 akan meningkat 3.65%/tahun sehingga pada tahun 2012 permintaan akan menjadi 846.62 ribu ton. Dalam hal ini total efek peningkatan harga SP36 dan Urea lebih kecil daripada total efek peningkatan luas areal tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. (d) Pupuk NPK: permintaan pupuk NPK di sektor pertanian dipengaruhi secara signifikan oleh luas areal tanaman pangan (+) dan HET riil pupuk NPK yang diproksi dengan HET riil Urea (-). Apabila HET riil NPK dipertahankan tetap seperti pada tahun 2006, maka permintaan NPK akan meningkat 5.64%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 akan menjadi sekitar 264.1 ribu ton (untuk mempertahankan HET rill tersebut, HET nominal NPK perlu dinaikkan 8.19%/tahun). Tetapi jika HET nominal NPK dinaikkan 10%/tahun, maka permintaan akan meningkat lebih lambat yaitu 4.87%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 akan menjadi 252.7 ribu ton. Permintaan NPK masih akan meningkat 2.31%/tahun jika HET nominal NPK dinaikkan 15%/tahun sehingga permintaan pada tahun 2012 akan menjadi 217.9 ribu ton. Dalam hal ini efek peningkatan harga NPK lebih kecil daripada efek peningkatan luas areal tanaman pangan. x
5. Permintaan Pupuk di Sektor Industri: Jenis pupuk yang digunakan di sektor industri hanya Urea. Permintaan Urea di sektor ini diproyekskan akan meningkat rata-rata 5%/tahun, sehingga permintaan tersebut akan naik dari 1.09 juta ton pada tahun 2006 menjadi 1.14 juta ton pada tahun 2007 dan akan menjadi 1.46 juta ton pada tahun 2012. 6. Permintaan Pupuk Total: Untuk pupuk ZA, SP36 dan NPK, permintaan total sama seperti yang telah disebutkan pada butir (2) karena tidak ada penggunaan di sektor lain. Sedangkan untuk Urea, permintaan total merupakan penjumlahan permintaan di sektor pertanian dan sektor industri. Pada tahun 2012, permintaan total Urea adalah 6.47 juta ton jika HET riil Urea dan SP36 tidak dinaikkan (HET nominal dinaikkan 8.19%); 6.05 juta ton jika HET nominal kedua jenis pupuk itu dinaikkan 10%; dan 4.88 juta ton jika HET nominal kedus jenis pupuk itu dinaikkan 15%; dan 4.55 juta ton jika HET nominal Urea dan SP36 masing-masing dinaikkan 15% dan 10%/tahun. . 7. Neraca Penawaran-Permintaan: (a) Pupuk Urea: surplus produksi akan terus meningkat pada semua skenario. Pada tahun 2012, produksi Urea akan mengalami surplus sekitar 1.27 juta ton (16.45%) jika HET riil Urea dan SP36 tidak dinaikkan (HET nominal dinaikkan 8.19%/tahun). Surplus produksi akan terus meningkat menjadi 1.69 juta ton (21.79%) jika HET nominal kedua jenis pupuk itu dinaikkan 10%/tahun, dan akan meningkat lagi menjadi 2.86 juta ton jika HEt nominal kedua jenis pupuk itu dinaikkan 15%/tahun, dan akan meningkat lagi menjadi 3.19 juta ton jika HET nominal Urea dan SP36 masing-masing dinaikkan 15% dan 10%/tahun. (b) Pupuk ZA: surplus produksi akan terus menurun dan akhirnya terjadi defisit. Jika HET riil ZA tidak dinaikkan (HET nominal naik 8.19%/tahun) atau HET nominal naik 10%/tahun, defisit produksi sudah mulai terjadi pada tahun 2009. Defisit tersebut akan terus meningkat sehingga pada tahun 2012 menjadi 193,994 ton (30.45%) jika HET nominal naik 8.19%/tahun atau menjadi 147,701 ton (23.19%) jika HET nominal naik 10%/tahun. Jika HET nominal naik 15%/tahun, maka produksi masih mengalami surplus selama tahun 2007-2011 namun terus menurun sehingga pada 2012 terjadi defisit 9.36 ribu ton (1.47%). (c) Pupuk SP36: surplus produksi akan terus menurun. Jika HET riil SP36 dan Urea tidak dinaikkan (HET nominal naik 8.19%/tahun), maka defisit produksi mulai terjadi pada tahun 2010 sebesar 14.496 ton (1.53%) dan terus meningkat menjadi 196,398 ton (20.67%) pada tahun 2012. Jika HET nominal kedua jenis pupuk tersebut dinaikkan 10%/tahun, maka defisit produksi mulai terjadi pada tahun 2011 sebesar 4.783 ton (0.5%) dan terus meningkat menjadi 71,033 ton (7.48%) pada tahun 2012. Jika HET nomi al kedua jenis pupuk itu dinaikkan 15%/tahun, maka produksi terus mengalami surplus selama tahun 2007-2012 walaupun terus menurun, yaitu menjadi 266 ribu ton (28.11%) pada tahun 2012. Jika HET nominal Urea dan SP36 masing-masing dinaikkan 15% dan 10%/tahun, maka surplus produksi lebih kecil dan terus menurun selama tahun 2007-2012, yaitu menjadi 103.4 ribu ton (10.88%) pada tahun 2012. (d) Pupuk NPK: surplus produksi akan terus meningkat selama 2007-2012. Makin tinggi kenaikan HET nominal NPK, makin besar pula surplus produksi. Jika HET nominal NPK naik 8.19% (HET riil tetap), 10% atau 15%/tahun, maka surplus produksi pada tahun 2012 adalah 2.68 juta ton (91.02%), 2.69 juta ton (91.40%), dan 2.72 juta ton (92.59%).
xi
8. Perilaku Petani dalam Menggunakan Pupuk; (a) Tanaman Pangan (padi dan jagung hibrida): (i) Di daerah yang aksesibilitasnya terhadap sumber pupuk kurang baik (Sumatera Barat) petani menggunakan takaran pupuk per hektare jauh lebih rendah dari takaran rekomendasi nasional, sedangkan di daerah yang aksesibilitasnya lebih baik (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) melebihi takaran rekomendasi; (ii) Petani di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, sudah mulai menggunakan pupuk majemuk (NPK); (iv) Petani di Sumatera barat membayar harga pupuk jauh diatas HET, sedangkan petani di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur membayar sama dengan atau sedikit di atas HET; dan (v) Faktor yang paling kuat mempengaruhi petani dalam menentukan takaran pupuk per hektare adalah kondisi tanaman, kebiasaan petani, dan kemampuan modal petani, sedangkan faktor ekonomi seperti harga pupuk, harga harapan hasil panen dan biaya selain pupuk, kurang dipertimbangkan petani. (b) Tanaman Hortikultura (kentang, kubis dan bawang merah): (i) Petani kentang, kubis dan bawang merah umumnya menggunakan pupuk lebih banyak dari yang dianjurkan, baik jenis maupun takaran per hektarenya; (ii) Petani juga menggunakan pupuk non-subsidi (TSP dan KCl) dengan takaran yang cukup banyak; (iii) Petani kentang dan kubis bahkan sudah menggunakan pupuk NPK dengan takaran per hektare cukup besar; (iv) Petani membayar harga pupuk diatas HET, terutama NPK; dan (v) Faktor yang paling kuat mempengaruhi petani dalam menentukan takaran pupuk per hektare adalah kondisi tanaman, kebiasaan petani, dan kemampuan modal petani, sedangkan faktor ekonomi seperti harga pupuk, harga harapan hasil panen dan biaya selain pupuk, kurang dipertimbangkan petani. (c) Tanaman Perkebunan (kelapa sawit, tebu, tembakau): (i) Petani kelapa sawit, tebu dan tembakau menggunakan takaran pupuk per hektare cukup besar, tetapi pupuk NPK baru digunakan dalam takaran sangat kecil; (ii) Petani kelapa sawit di Sumatera Utara dan petani tembakau di Jawa Timur membayar harga pupuk di atas HET, terutama NPK, sedangkan petani tebu di Jawa Timur membayar sama atau sedikit di atas HET; (iii) Faktor penting yang mempengaruhi petani dalam menentukan takaran pupuk per hektare adalah kondisi tanaman, kebiasaan petani, dan kemampuan modal petani, sedangkan faktor ekonomi seperti harga pupuk, harga harapan hasil panen dan biaya selain pupuk, kurang dipertimbangkan petani, kecuali petani tebu di Jawa Timur yang cukup memperhatikan harga pupuk. (d) Perikanan (tambak ikan dan udang): (i) Takaran penggunaan pupuk pada tambak udang di Jawa Timur jauh lebih besar dibanding pada tambak ikan bandeng di Jawa Barat; (ii) Pupuk NPK dan KCl tidak digunakan untuk tambak; (iii) Dibanding HET, harga pupuk yang dibayar petani sedikit lebih untuk Urea, tetapi jauh lebih mahal untuk SP36; dan (iii) Faktor terpenting yang mempengaruhi petani dalam menentukan takaran pupuk per hektare di Jawa Barat adalah kebiasaan petani, sedangkan di Jawa Timur adalah anjuran PPL, meniru petani lain dan kemampuan modal petani, sedangkan faktor ekonomi seperti harga pupuk, harga harapan hasil panen dan biaya selain pupuk, kurang dipertimbangkan. 9. Implikasi Kebijakan (a) Untuk mengurangi beban pemerintah dalam memberikan subsidi pupuk, maka HET nominal perlu dinaikkan maksimum 8% per tahun agar pemakain pupuk, terutama Urea, tidak turun. Menurut petani, harga pupuk tidak banyak berpengaruh terhadap takaran pemakaian pupuk per hektar. Namun kenaikan harga pupuk tentu harus ada batasnya karena jika kenaikan harga itu terlalu xii
tinggi, maka petani juga akan mengurangi jumlah pemakaian pupuk karena terbatasnya modal. Hal ini sejalan dengan hasil analisis fungsi permintaan bahwa kenaikan HET nominal sampai 8.19% belum berpengaruh terhadap permintaan pupuk. Tetapi jika kenaikan itu mencapai 10%, apalagi 15% per tahun, maka dampaknya bagi petani akan signifikan. Jika ini terjadi, maka ketahanan pangan nasional dan produksi nasional pertanian akan turun karena menurunnya produktivitas, walaupun luas areal cenderung meningkat. (b) Petani sudah mulai mengenal pupuk majemuk NPK. Ini merupakan mpmentuam yang tepat bagi pemerintah untuk menggalakkan pemakain pupuk NPK dan dalam waktu yang bersamaan membatasi pasokan pupuk tunggal. Dalam kaitan itu, maka kapasitas pabrik untuk produksi pupuk ZA dan SP36 tidak perlu ditambah. Kekurangan (defisit) produksi kedua jenis pupuk tunggal tersebut dapat ditutup dengan surplus produksi NPK yang cukup besar. Dengan lebih banyak memasok pupuk NPK ke kios pupuk dan membatasi pasokan pupuk tunggal, maka penggunaan pupuk majemuk NPK diharapkan akan makin luas sehingga produktivitas dan kualitas hasil petani akan makin tinggi. Namun ini bukan berarti bahwa pupuk NPK akan menggantikan seluruh pupuk tunggal, melainkan hanya sebagian saja. Dengan menggunakan NPK, petani secara otomatis menggunakan pupuk SP36 dan KCl, yang selama ini kurang mereka perhatikan karena efeknya terhadap tanaman tidak segera terlihat secara visual. Untuk itu, kegiatan penyuluhan kepada petani mengenai manfaat pupuk majemuk perlu dilakukan secara lebih intensif, baik petani tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. (c) Pupuk nitrogen adalah pupuk utama yang digunakan di sektor pertanian, perikanan dan industri, terutama Urea. Namun produksi pupuk nitrogen sangat tergantung pada jumlah pasokan dan harga gas bumi. Untuk itu, maka pemerintah perlu mengantisipasi kebutuhan gas bumi untuk pabrik pupuk karena kelangkaan pasokan gas akan menjadi faktor penghambat krusial bagi kelangsungan hidup pabrik pupuk nitrogen. Berkaitan dengan itu, maka kontrak-kontrak penjualan gas oleh produsen gas dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri (untuk industri, rumah tangga, dan lain-lain) maupun di luar negeri, maka kecukupan pasokan gas ke pabrik pupuk perlu lebih diutamakan (sebagai kewajiban layanan publik, Public Service Obligation). Jika pasokan gas terganggu, maka produksi pupuk terganggu, sehingga ketahanan pangan nasional terganggu, yang akhirnya berujung pada lemahnya ekonomi nasional. (d) Salah satu faktor penyebab tingginya deviasi harga pembelian pupuk petani dari HET adalah terlalu rendahnya HET itu sendiri sehingga pelaku distribusi pupuk (distributor dan kios) meningkatkan harga jualnya untuk menutup biaya angkutan yang makin mahal dan menambah marjin keuntungan. Faktor lain adalah kurangnya aksesibilitas petani terhadap sumber pupuk. (e) Produksi nasional Urea akan cukup untuk memenuhi permintaan untuk sektor pertanian, sektor perikanan dan sektor industri selama 2007-2012, jika tidak terjadi gejolak pasokan gas bumi untuk industri pupuk. Logikanya, tidak akan terjadi langka pasok pupuk Urea lagi di masa depan. Namun langka pasok di suatu daerah tertentu bisa saja terjadi karena kesalahan dalam menghitung kebutuhan pupuk aktual di setiap daerah, kesalahan dalam proses distribusinya, munculnya spekulan, dan lain-lain. Untuk menghindari terjadinya masalah tersebut, maka kebijakan pemerintah tahun 2007 berupa stok pupuk Urea sebesar 200.000 ton yang siap distribusiksn secara cepat ke berbagai daerah yang mengalami langka pasok Urea perlu dilanjutkan. (f) Sebagian petani menggunakan takaran pupuk hingga melebihi takaran rekomendasi, padahal ini merupakan pemborosan pupuk (inefisiensi biaya xiii
usahatani). Disamping itu, pemakaian pupuk secara berlebihan juga dapat menimbulkan kerusakan struktur tanah, kerusakan lingkungan karena residu pupuk kimia yang melebihi batas, dan kelangkaan pupuk bagi petani lainnya. Oleh karena itu, petani perlu disadarkan agar tidak melebihi batas takaran rekomendasi dalam penggunaan pupuk kimia, dan lebih banyak menggunakan pupuk organik.
xiv