ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO (Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)
IRA TRIA FINANDA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN IRA TRIA FINANDA. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari). Dibimbing oleh NOVINDRA.
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor perikanan Indonesia dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu perikanan laut dan perikanan darat yang didalamnya terdapat usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Salah satu komoditas unggulan budidaya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Budidaya lele dumbo mencakup kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembesaran adalah kegiatan pemeliharaan lele untuk mencapai ukuran konsumsi. CV Jumbo Bintang Lestari merupakan suatu perusahaan perikanan di Kabupaten Bogor yang sedang menjalankan usaha pembesaran lele dumbo yang memiliki pangsa pasar di Jabodetabek. CV Jumbo Bintang Lestari saat ini memasok lele ukuran konsumsi hingga 6-7 ton per hari ke pasar Jabodetabek. Harga penjualan lele dumbo masih tergolong rendah sementara biaya yang digunakan selama pembesaran cukup tinggi. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari menjadi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan dapat disebabkan oleh penggunaan input-input produksi yang kurang efisien. Seperti penggunaan faktor produksi pupuk, probiotik, dan kapur serta padat tebar yang tidak terkontrol. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil usaha pembesaran tersebut. Untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan oleh usaha pembesaran tersebut maka dibutuhkan studi mengenai efisiensi produksi. Berdasarkan hasil dari penelitian diketahui bahwa elastisitas faktor produksi padat penebaran memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produksi pembesaran lele dumbo, yaitu sebesar 0,211, berarti setiap penambahan satu persen padat penebaran akan meningkatkan jumlah produksi sebesar 0,211 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini disebabkan karena penggunaan benih lele dumbo sesuai dengan karakteristik kolam pada CV Jumbo Bintang Lestari. Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 semua faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo. Berdasarkan analisis efisiensi dapat diketahui bahwa, untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi penggunaan padat penebaran harus dikurangi. Untuk pakan pelet dan pakan tambahan agar mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi maka penggunaannya perlu ditambahkan. Sedangkan untuk pupuk, probiotik, dan kapur agar mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, maka penggunaannya harus berdasarkan dosis yang boleh digunakan. Total biaya adalah Rp 1.711.554.792 terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai. Sedangkan total penerimaan adalah Rp 1.924.951.900,00, berasal dari penjualan lele dumbo hasil pembesaran. Total pendapatannya adalah Rp 213.397.108 per periode pembesaran. Nilai rasio penerimaan total di CV Jumbo Bintang Lestari adalah
1,12, nilai tersebut dapat diartikan setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,12. Nilai tersebut cukup rendah, namun masih memberikan keuntungan sehingga layak untuk lebih dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi lebih besar dari 11,08 persen. Kata Kunci: lele dumbo, efisiensi produksi, pendapatan
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO (Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari)
IRA TRIA FINANDA H44060351
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Penelitian
:
Nama NRP
: :
Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari) Ira Tria Finanda H44060351
Menyetujui, Pembimbing,
Novindra, SP NIP: 19811102 200701 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
EFISIENSI
PRODUKSI
DAN
PENDAPATAN
USAHA
PEMBESARAN LELE DUMBO (Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
BAHAN
RUJUKAN
YANG
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ira Tria Finanda lahir pada tanggal 14 Maret 1988 di Kota Jambi. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Muhammad Najmi, S.Pd dan Farida Yetti, S.Pd. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN 97 Kota Jambi dengan lulus tahun 2000, kemudian melanjutkan ke SLTPN 14 Kota Jambi dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMAN 3 Kota Jambi sampai dengan tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Program mayor yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan program minor adalah Ekonomi Pembangunan. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain adalah Organisasi Daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Jambi sebagai bendahara dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai anggota divisi Badan Olahraga dan Seni periode tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan kampus lainnya yaitu panitia acara Olimpiade Mahasiswa IPB sebagai anggota divisi Acara dan Produksi pada tahun 2008, serta sebagai penari daerah pada acara Economic Contest, Sportakuler, dan Agro Industry Day.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “ Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari)”. Skripsi ini ditulis dengan harapan dapat memberikan informasi tentang pendapatan yang diperoleh CV Jumbo Bintang Lestari sehingga dapat membantu pemilik dalam pengambilan keputusan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang dapat memperbaiki penyusunan skripsi sangat diharapkan oleh penulis.
Bogor, Januari 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari) dengan baik. Dengan bimbingan dari Bapak Novindra, SP, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, papa dan mama, untuk segenap kasih sayang, cinta, pengorbanan, kesabaran, nasehat, dan doa yang tiada henti bagi penulis agar selalu dalam lindunganNya serta memperoleh hasil yang terbaik. 2. Bapak Novindra, SP selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 3. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun bagi skripsi ini. 4. Bapak Aken Hafian selaku pemilik, Bapak Uwen dan Bapak Dian serta segenap karyawan CV Jumbo Bintang Lestari yang telah memberikan izin dan membantu mengumpulkan data selama penulis penelitian.
5. Bapak Jono selaku pegawai Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Bapak Irwan selaku pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang telah membantu dalam pengumpulan data. 6. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga selaku dosen pembimbing akademik dan segenap dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu, kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan. 7. Kakakku Yulia Finanda, S.Pi tersayang yang selalu memberikan dorongan, semangat dan keceriaan serta selalu menemani penulis dalam berbagi pengalaman hidup. 8. Suci Nurul Hidayat yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, dan motivasi, serta berbagi cerita dengan penulis. 9. Neza F. R, Ervina A dan Dyah Ayu Y. W atas kekeluargaan kita selama ini, serta Ladies Nova, Tasya, Putri, Pipit, Sasa, atas keceriaan dan berbagi pengalaman hidup. 10. Teman-teman kosan, kak nayu, kak popy, kak dita, kak dwi, tria, alfin, nela, teti yang telah menemani penulis. 11. Teman-teman seperjuangan Mba Intan, Mba Ayis, Pipit, Edo, dan Dithe yang telah bersama-sama mengikuti bimbingan, serta teman-teman ESL 43 atas semangat yang selalu ada.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………..
xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..
xv
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….
1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………… 1.2. Perumusan Masalah …………………………………………… 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………........ 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………...... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………….......
1 5 6 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….. 2.1. Ikan Lele Dumbo ……………………………………………… 2.2. Habitat dan Tingkah Laku Lele Dumbo ………………………. 2.3. Teknik Pembesaran Lele Dumbo ……………………………… 2.4. Penelitian Terdahulu ………………………………………....... 2.4.1. Penelitian Tentang Lele Dumbo ……………………...... 2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan………………………………………………
8 9 12 16 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………...
20
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ………………………………….. 3.1.1. Fungsi Produksi dan Elastisitas ………………………... 3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi………………………………………………… 3.1.3. Konsep Penerimaan, Biaya dan Pendapatan …………… 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ………………………….......
20 20
IV. METODE PENELITIAN ……………………………………….... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………….. 4.2. Jenis dan Sumber Data ………………………………………… 4.3. Penentuan Jumlah Pengamatan ……………………………....... 4.4. Pengumpulan Data …………………………………………….. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………....... 4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi ………………………………………………... 4.5.1.1. Uji Kriteria Ekonometrika……………………... 4.5.2. Analisis Efisiensi Produksi …………………………….. 4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C Rasio)…………………………………………………… 4.5.4. Analisis Sensitivitas ……………………………………. 4.5.5. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran ………….
18
25 29 30 32 32 32 32 33 33 33 42 49 49 51 51
xi
V. GAMBARAN UMUM ……………………………………………..
56
5.1. Lokasi Perusahaan dan Sejarah Perkembangan ……………...... 5.2. Tata Laksana Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari ………………………………………………... 5.3. Deskripsi Produk dan Pemasaran ……………………………… 5.4. Harapan CV Jumbo Bintang Lestari …………………………...
56
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI …………………………………………….
58 66 67
6.1. Analisis Fungsi Produksi ……………………………………… 6.2. Uji Kriteria Ekonometrika …………………………………...... 6.3. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ……………………….....
69 69 74 74
VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI ……….
78
VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI ……………...
83
8.1. Analisis Biaya Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari ………………………………………………... 8.2. Analisis Penerimaan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari ………………………………………… 8.3. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari ………………………………………… 8.4. Analisis Rasio Penerimaan dengan Biaya …………………….. 8.5. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele Dumbo Ukuran Konsumsi …………………………………….. IX. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………...
83 86 87 88 89
9.1. Kesimpulan ……………………………………………………. 9.2. Saran ……………………………………………………………
90 90 91
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….....
92
LAMPIRAN ……………………………………………………………
94
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun 20062009 (dalam ton) ………………………………………………..
4
Hasil Pendugaan Sementara Fungsi Produksi Cobb Douglas Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari …………………………………………………………………..
70
3.
Akar Ciri dan Vektor Ciri ………………………………………
70
4.
Analisis Sidik Ragam Fungsi Produksi Cobb Douglas (Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari..................................
71
Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas (Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari..................................
72
6.
Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial ………………..
73
7.
Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari ………………….................................................
78
Analisis Perhitungan Nilai Penyusutan per Satu Periode Pembesaran (2 bulan) pada Tahun 2010………………………...
83
Analisis Perhitungan Biaya Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari per Satu Periode Pembesaran (2 bulan) pada Tahun 2010 ………………………………………………..
85
10. Penerimaan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari per Satu Periode Pembesaran (2 bulan) pada Tahun 2010 ……………………………………………………..
87
11. Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari ………………………………………………….
88
12. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele Dumbo Ukuran Konsumsi Sebesar 11,08 persen (Rp) …………
89
2.
5.
8. 9.
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Ikan Lele Dumbo ………………………………………...
8
2.
Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal …………………………………………
23
Kerangka Pemikiran Operasional ………………………..
31
3.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; LnX 3; Ln X4; Ln X5; Ln X6 ……………………………………
95
2.
Hasil Pembakuan Peubah-Peubah Ln X …………………
96
3.
Skor Komponen Utama ………………………………….
97
4.
Regression Analysis: Ln Y versus W1 …………………..
99
5.
Uji Normalitas …………………………………………...
99
6.
Uji Heteroskedastisitas …………………………………..
100
7.
Rekapitulasi Data Analisis Efisiensi Produksi Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari…..
101
Rekapitulasi Data Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari…...
104
9.
CV Jumbo Bintang Lestari ………………………………
107
10.
Persiapan Kolam Pembesaran …………………………...
107
11.
Seleksi dan Penebaran Benih Lele Dumbo ……………...
108
12.
Pemberian Pupuk Cair Super ACI ………………………
108
13.
Pemberian Pakan ………………………………………...
108
14.
Proses Pemanenan ……………………………………….
109
15.
Penanganan Pascapanen …………………………………
109
16.
Probiotik …………………………………………………
109
8.
xv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (www.indonesia.go.id). Sektor perikanan Indonesia dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu perikanan laut dan perikanan darat yang didalamnya terdapat usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Perikanan budidaya merupakan suatu sektor yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat dalam menghasilkan ikan konsumsi. Dibandingkan dengan subsektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya memiliki tingkat kesulitan yang lebih rendah. Salah satu komoditas unggulan budidaya yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Lele dumbo banyak dipilih sebagai komoditas budidaya karena memiliki beberapa keunggulan yaitu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sebab merupakan bahan konsumsi yang banyak dibutuhkan masyarakat secara terus-menerus. Selain itu, harga lele dapat dijangkau lapisan masyarakat ekonomi lemah hingga lapisan masyarakat ekonomi atas. Selanjutnya usaha budidaya lele memiliki resiko yang cukup ringan dibandingkan dengan komoditas perikanan yang lain, budidaya tidak memerlukan teknologi yang tinggi namun cukup sederhana, mudah, dan dapat dilakukan setiap orang. Keunggulan-keunggulan lain yang dimiliki lele dumbo adalah masa pemeliharaan yang cepat, siklus hidup cepat, benih relatif lebih murah dan mudah
diperoleh, relatif tahan terhadap penyakit, serta permintaan pasar yang stabil (Darseno, 2010). Budidaya lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan adalah proses pemeliharaan sampai menghasilkan benih lele dengan ukuran tertentu (3 cm sampai 10 cm). Kegiatan pendederan adalah proses pemeliharaan benih lele yang akan digunakan pada kegiatan pembesaran. Sedangkan kegiatan pembesaran adalah kegiatan pemeliharaan lele untuk mencapai ukuran konsumsi (Anggraeni, 2008). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan juga semakin meningkat. Tentu saja permintaan lele yang juga mengandung protein hewani yang tinggi akan mengalami peningkatan pula. Permintaan lele yang terus meningkat disebabkan semakin banyak peminat produk lele baik segar maupun olahan, untuk konsumsi rumah tangga, rumah makan, hingga konsumsi warung pecel lele yang mampu memperbaiki citra lele sebagai produk perikanan yang higienis. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengalokasikan sejumlah dana untuk mendongkrak target produksi perikanan hingga 10 juta ton pada tahun 2011. Tentu saja sektor perikanan darat dalam hal ini produksi lele juga akan meningkat karena diadakannya pelatihan wirausaha pemula khusus ikan air tawar yaitu lele yang berasal dari alokasi dana tersebut. KKP telah menetapkan lima lokasi pengembangan lele yang akan dipacu berproduksi hingga 30 ton per hari. Daerah
2
sentra-sentra produksi tersebut berada di Bogor, Boyolali, Pacitan, dan Gunung Kidul. Terdapat empat upaya yang akan dilakukan KKP dari sisi ekonomi untuk menggalakkan produksi hingga konsumsi lele. Pertama, menggiatkan budidaya lele skala kecil hingga menengah yang disebar di beberapa sentra utama. Kedua, berupaya untuk memasyarakatkan lele sehingga konsumsi terhadap lele meningkat. Ketiga, mengembangkan industri pengolahan lele. Keempat, menjadikan lele sebagai sumber pangan yang merambah berbagai kalangan (www.indonesia.go.id). Sebagai ikan konsumsi, mayoritas lele dipasarkan dalam bentuk hidup. Ukuran lele konsumsi secara umum adalah 1 kg setara dengan 6–10 ekor. Permintaan lele untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) setiap hari sekitar 150 ton lele konsumsi. Konsumen terbesar lele adalah warung tenda atau warung pecel lele. Kebutuhan rata-rata per unit warung tenda di Jabodetabek berkisar antara 7–8 kg per hari (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Juli 2009). Konsumsi lele yang semakin meningkat dan produk olahannya secara langsung mendorong peningkatan produksi lele. Produksi lele di Indonesia meningkat cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2008 produksi lele mencapai 114.371 ton dan pada tahun 2009 meningkat hingga 75 persen menjadi 200 ribu ton. Target produksi lele sampai tahun 2014 akan ditingkatkan dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 35 persen (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Februari 2010).
3
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi lele sehingga sangat berpotensi untuk pengembangan usaha budidaya lele. Perkembangan produksi lele di Kabupaten Bogor dari tahun 2006 sampai tahun 2009 yang mengalami peningkatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Produksi Lele di Kabupaten Bogor Tahun 20062009 (dalam ton) Pertumbuhan/Tahun Tahun Produksi (ton) (%) 2006 6.487,07 2007 6.373,75 -1,75 2008 9.744,80 52,89 2009 18.315,02 87,95 Rata-rata Pertumbuhan 46,36 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi lele untuk konsumsi di Kabupaten Bogor mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 1,75 persen. Namun dalam kurun waktu tahun 2007 hingga 2009 pertumbuhan produksi terus mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi lele pada tahun 2007 sebesar 6.373,75 ton mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 9.744,80 ton (pertumbuhan sebesar 52,89 persen). Begitu pula dengan produksi lele dari tahun 2008-2009 mengalami peningkatan dari 9.774,80 ton menjadi 18. 315,02 ton (pertumbuhan sebesar 87,95 persen). Adapun rata-rata pertumbuhan produksi lele dari tahun 2006 hingga 2009 sebesar 46,36 persen. Rata-rata pertumbuhan produksi lele yang besar tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor adalah pemasok utama lele untuk wilayah Jabodetabek. Sentra produksi lele terbesar di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Parung, Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan Ciseeng (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010).
4
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat peluang usaha pembesaran lele khususnya lele dumbo di Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan Parung. CV Jumbo Bintang Lestari merupakan salah satu perusahaan perikanan di Kabupaten Bogor yang sedang menjalankan usaha pembesaran lele dumbo. Waktu pemeliharaan kegiatan pembesaran lele dumbo yang relatif singkat, membuat perputaran uang juga berlangsung cukup cepat. Walaupun kegiatan pembesaran lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hal inilah yang membuat alokasi penggunaan input yang efisien sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal. 1.2. Perumusan Masalah Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu usaha budidaya perikanan yang berpotensi menguntungkan sehingga pengembangan usaha tersebut
memberikan
prospek
yang
menjanjikan.
Pengembangan
usaha
pembesaran lele dumbo selain meningkatkan produksi hasil namun perlu juga memperhatikan peningkatan pendapatan yang diterima perusahaan. Jika usaha pembesaran tersebut
dapat memperoleh pendapatan
yang tinggi maka
pembudidaya dapat memperbesar skala usahanya. Perusahaan perikanan lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari merupakan pemasok lele terbesar dari Kabupaten Bogor yang memiliki pangsa pasar di Jabodetabek (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Juli 2009). CV Jumbo Bintang Lestari saat ini memasok lele ukuran konsumsi hingga 6-7 ton per hari ke pasar Jabodetabek. Harga lele dumbo untuk pasar Jabodetabek berkisar antara Rp 12.300 per kg sampai Rp 13.000 per kg. Harga penjualan lele dumbo masih tergolong rendah sementara biaya yang digunakan selama pembesaran cukup
5
tinggi. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari menjadi rendah. Tingginya biaya yang dikeluarkan dapat disebabkan oleh penggunaan input-input produksi yang kurang efisien. Seperti penggunaan faktor produksi pupuk, probiotik, dan kapur serta padat tebar yang tidak terkontrol. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil usaha pembesaran tersebut. Untuk meningkatkan pendapatan dan memaksimalkan keuntungan yang didapatkan oleh usaha pembesaran tersebut maka dibutuhkan studi mengenai efisiensi produksi. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari? 2. Bagaimana tingkat efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari? 3. Bagaimana pendapatan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari. 2. Menganalisis efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari. 3. Menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari.
6
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam pengembangan ilmu ekonomi pertanian. 2. Bagi CV Jumbo Bintang Lestari diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efisien atau tidaknya produksi yang mereka jalankan saat ini, sehingga diharapkan dapat menjadi masukan bagi bahan evaluasi dan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi CV Jumbo Bintang Lestari. 3. Bagi para pelaku usaha dan pemerintahan diharapkan dapat menjadi motivasi untuk membuat usaha pembesaran lele dumbo dengan memanfaatkan potensi yang ada di Kabupaten Bogor. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah: 1. Hasil pembesaran berupa lele dumbo ukuran konsumsi diasumsikan terjual seluruhnya. 2. Penelitian ini dilakukan di CV Jumbo Bintang Lestari dan hanya pada unit usaha pembesaran lele dumbo dengan mengambil sampel selama dua bulan. 3. Data yang digunakan untuk menganalisis efisiensi produksi adalah kolam pembesaran lele dumbo selama pembesaran di CV Jumbo Bintang Lestari untuk satu periode pembesaran dua bulan. 4. Data yang digunakan untuk menganalisis pendapatan usaha adalah sebanyak 94 kolam yang ada di CV Jumbo Bintang Lestari. 5. Analisis pendapatan dilakukan pada satu periode pembesaran selama dua bulan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, menurut Mahyuddin (2008) lele dumbo dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum: Chordata Kelas: Pisces Subkelas: Telestoi Ordo: Ostariophysi Subordo: Siluroidea Famili: Clariidae Genus: Clarias Spesies: Clarias gariepinus
Sumber: Anonim (2009)
Gambar 1. Ikan Lele Dumbo Secara umum lele dumbo dikenal sebagai catfish atau ikan berkumis. Tubuh lele dumbo menurut Mahyuddin (2008) adalah licin, berlendir, tidak bersisik, dan bersungut atau berkumis. Secara anatomi dan morfologi lele terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala (cepal), badan (abdomen), dan ekor (caudal). Lele dumbo merupakan jenis ikan yang berasal dari hasil persilangan antara lele lokal yang berasal dari Kenya, yaitu di Benua Afrika dengan lele lokal yang berasal dari Taiwan. Ikan lele dumbo memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan lele lokal.
Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal menurut Prihartono et al (2002) adalah: 1. Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat, pada umur 24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr. 2. Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 23 kg. 3. Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir. 4. Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka. Menurut Khairuman dan Amri (2009) jika terkena sinar warna lele dumbo berubah menjadi pucat, dan bila terkejut warnanya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut lele dumbo sekitar seperempat dari panjang total tubuhnya. Disekitar mulut terdapat empat pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba. Di bagian tubuhnya dilengkapi dengan sirip tunggal dan sirip berpasangan. Sirip tunggal berupa sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur yang berfungsi sebagai alat bantu berenang. Sementara sirip yang berpasangan adalah sirip dada dan sirip perut. Sirip dada juga dilengkapi dengan sirip yang keras dan runcing, yang disebut patil. Patil berguna sebagai senjata dan alat bantu bergerak. 2.2. Habitat dan Tingkah Laku Lele Dumbo Habitat lele dumbo menurut Darseno (2010) adalah perairan tawar, seperti sungai-sungai, rawa, telaga, waduk, danau, dan genangan-genangan air yang cukup dalam. Lele dumbo menyukai perairan yang tenang (tidak mengalir deras)
9
dan cukup terlindung. Pada siang hari, lele dumbo lebih banyak berdiam diri dan memilih tempat yang tersembunyi atau gelap. Pada malam hari, justru mulai sibuk beraktivitas dan mencari makan. Hal ini dikarenakan ikan ini tergolong binatang noktural atau binatang yang aktif pada malam hari. Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) memiliki insang tambahan yang sering disebut dengan arborescent atau labirin. Insang tambahan ini memungkinkan lele dumbo dapat hidup di dalam lumpur atau di air yang hanya mengandung sedikit oksigen. Lele dumbo juga mampu hidup di luar air (darat) selama beberapa jam, asalkan udara di sekitarnya cukup lembab. Semua kelebihan tersebut membuat ikan ini tidak memerlukan kualitas air yang jernih atau air mengalir ketika dipelihara di dalam kolam. Oleh karena itu, lele dumbo dapat juga dipelihara di perairan yang kualitas airnya sangat buruk. Para ahli perikanan tetap memberi syarat dari kualitas air (kimia maupun fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses membudidayakan lele dumbo. Beberapa syarat tersebut adalah: 1. Suhu yang cocok untuk memelihara lele dumbo adalah 20-300 C. 2. Suhu optimum untuk kehidupan lele dumbo adalah 270 C. 3. Kandungan oksigen terlarut di dalam air minimum sebanyak 3 ppm (milligram per liter). 4. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ditoleransi lele dumbo adalah 6,5-8. 5. Kandungan karbondioksida (CO2) dibawah 15 ppm, NH3 sebesar 0,05 ppm, NO2 sebesar 0,25 ppm, dan NO3 sebesar 250 ppm. Lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) di habitat aslinya memijah pada awal musim hujan. Rangsangan untuk memijah terjadi akibat
10
peningkatan kedalaman air. Peningkatan kedalaman air ini ditiru di kolam budidaya untuk merangsang lele dumbo agar memijah diluar musim hujan. Proses pemijahan alami di alam terjadi dalam beberapa tahapan. Awalnya ketika musim hujan datang, induk lele dumbo yang sudah siap memijah (matang kelamin dan matang gonad) akan mencari lokasi yang sesuai. Setelah itu, lele dumbo betina meletakkan telur-telurnya di pinggir perairan lokasi pemijahan. Pada saat bersamaan, lele dumbo jantan menyemprotkan spermanya ke telur-telur tersebut. Telur-telur yang telah dibuahi akan menempel di bebatuan atau di tanaman air yang ada di sekitar. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu sekitar 48 jam atau 2-3 hari, tergantung dari suhu perairan. Semakin tinggi suhu perairan, semakin cepat telur menetas. Jumlah benih yang dihasilkan dari pemijahan alami sangat sedikit. Hal ini disebabkan sebagian besar benih yang baru menetas mengalami kematian akibat tidak tahan dengan kondisi perairan yang ekstrim. Sebagian benih yang masih hidup akan menjadi mangsa hewan predator. Pakan alami lele dumbo adalah binatang-binatang renik seperti kutu air dari kelompok Daphnia, Cladocera, dan Copepoda. Pada dasarnya lele dumbo termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Lele dumbo juga dikenal sebagai ikan kanibal atau biasa memangsa sesamanya yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil. Namun, ketika dibudidayakan di kolam, lele dumbo dapat memakan pakan buatan seperti pelet dan pakan dari limbah peternakan. Lele dumbo merupakan ikan yang sangat responsif terhadap pakan. Artinya hampir semua pakan yang diberikan sebagai ransum atau pakan seharihari akan disantap dengan lahap. Hal ini menyebabkan lele dumbo menjadi cepat besar dalam masa pemeliharaan yang singkat. Keunggulan ini dimanfaatkan para
11
pembudidaya lele dumbo dengan memberi pakan yang mengandung nutrisi yang tinggi untuk meningkatkan laju pertumbuhannya. Kandungan gizi yang terdapat dalam lele dumbo menurut Khairuman dan Amri (2009) cukup tinggi. Setiap 100 gr dagingnya mengandung 18,2 gr protein. Dengan begitu, 500 gr lele dumbo berukuran kecil (kira-kira 4 ekor) mengandung 12 gr protein, energi 149 kal, lemak 8,4 gr, dan karbohidrat 6,4 gr. Komposisi gizi sebesar ini jarang dimiliki oleh daging-daging sumber protein lainnya. 2.3. Teknik Pembesaran Lele Dumbo Teknik pembesaran lele dumbo memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Darseno (2010) adalah: 1. Persiapan kolam tanah Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dasar dan dinding kolam harus kedap air dan kuat menahan air kolam secara permanen. Tanah dipilih yang tidak porous (dapat menahan air), berstruktur kuat, dan tidak berbatu-batu. Jenis tanah yang baik untuk dijadikan kolam adalah tanah liat atau lempung. Kolam tanah biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan luasan menyesuaikan lahan yang ada. Ketinggian air di kolam tanah idealnya sekitar 1 m dari permukaan tanah dengan kedalaman kolam 1-1,5 m. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor). Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).
12
2. Pengondisian Kolam a. Pengapuran Tanah Setelah kolam selesai dibuat diperlukan pengondisian kolam agar siap untuk ditebari benih lele dumbo. Pemberian kapur ke dalam kolam bertujuan untuk menaikkan pH atau menetralisir tingkat keasaman tanah. Selain itu, pengapuran juga berguna untuk membasmi hama, parasit, dan sumber penyakit yang mungkin dapat menyerang lele dumbo. Kapur yang digunakan berupa kapur yang biasa digunakan pada pertanian, seperti CaCO3, dolomit, kapur tohor (CaO), dan kapur mati Ca(OH)2. Dosis yang digunakan sekitar 60 gr/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH) tanah. Semakin tinggi tingkat keasaman tanah, semakin banyak kapur yang ditebarkan. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata di dasar dan dinding kolam. b. Pengeringan Kolam Pengeringan kolam bertujuan untuk membasmi hama dan sumber penyakit yang dapat menyerang lele dumbo. Lama pengeringan sekitar 4 hari dengan asumsi tidak turun hujan atau pada musim kemarau. Proses pengeringan tidak boleh membuat dasar kolam retak-retak, karena akan menyebabkan penyerapan air sangat cepat. Akibatnya air di dalam kolam akan cepat berkurang. Proses pengeringan yang dilakukan pada musim penghujan, tidak perlu menunggu dasar kolam benar-benar kering. c. Pengisian Air Pengisian air dilakukan setelah dasar kolam cukup kering. Ketinggian air yang diperlukan untuk pembesaran lele dumbo sekitar satu
13
meter. Air yang digunakan dapat bersumber dari sumur atau sungai dan disedot dengan menggunakan diesel. Setelah proses pengisian air selesai, kolam didiamkan selama 2 hari tanpa ada kegiatan apapun. d. Pemupukan Setelah kolam didiamkan selama 2 hari, selanjutnya dilakukan pemupukan terhadap air. Pupuk yang digunakan adalah jenis pupuk panas, yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan, dalam hal ini kotoran ayam. Dosisnya sekitar 0,5-1 kg/m2. Pada budi daya lele dumbo, pemberian pupuk urea dan TSP dalam rangkaian pengondisian air kolam tidak diperlukan, sebab kandungan utama yang dimiliki pupuk urea adalah nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat keasaman air. Fungsi pemupukan dalam budidaya lele dumbo adalah sebagai berikut: 1) merangsang pertumbuhan pakan alami, 2)menstabilkan suhu air, 3) menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri patogen. 3. Penebaran Benih Penebaran benih baru bisa dilakukan setelah 2 hari melewati masa pemupukan pada air. Penebaran dilakukan secara bergiliran dengan tujuan menciptakan waktu panen yang bervariasi. Penghitungan benih lele dumbo dilakukan dengan menggunakan metode sampling, untuk ukuran benih seragam. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Penebaran benih ke dalam kolam menggunakan wadah berbahan plastik. Penebaran benih dilakukan perlahan-lahan dan sangat hati-hati agar benih tidak stres. Posisi orang yang akan menebarkan benih turun ke dalam kolam, lalu wadah plastik yang berisi benih lele dumbo ditidurkan di atas
14
permukaan air. Secara perlahan-lahan wadah benih lele dumbo dimiringkan sedikit dan biarkan benih lele dumbo keluar dengan sendirinya. Jumlah benih yang ditebar tergantung dari luas kolam dan ukuran benih. 4. Pemberian Pakan Benih lele dumbo yang baru ditebar dipuasakan selama 5 hari. Hal ini dilakukan agar benih yang masih stres dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, sehingga belum diberikan pakan pabrikan. Setelah dipuasakan, benih lele dumbo diberi pakan pelet rendam selama 3-4 hari dengan komposisi satu gelas air untuk 1 kg pelet dan direndam selama 5-10 menit. Periode pemberian pakan berupa pelet biasa diaplikasikan sejak periode pemberian pakan pelet rendam berakhir hingga masa panen. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 25% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan l : 9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 1 : 1 : 1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pelet. 5. Pengaturan dan Pemeliharaan Air Air yang ada di dalam kolam selama sepuluh hari diupayakan agar tidak kemasukan atau terkontaminasi air dari luar kolam. Air dari luar kolam dapat mengubah pH air, suhu, warna air, dan kandungan mikrobiotik serta akan mengundang patogen atau penyebab penyakit. Jika terjadi hujan yang cukup deras, sebaiknya air di dalam kolam dikurangi setinggi 20–25 cm. Selanjutnya lakukan pemupukan ulang dengan dosis 25 persen dari pupuk yang diberikan pada awal pengondisian kolam. Setelah melewati sepuluh hari, baru dilakukan
15
penggantian atau penambahan air. Penambahan air sedikit demi sedikit dilakukan secara berkala. Penggantian atau penambahan air dilakukan setiap lima hari sekali hingga masa panen. 6. Pemanenan lkan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200-250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan jaring. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan di dasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan yang dipasang dikolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum lele dumbo tersebut diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan lele dumbo dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit. 2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian
terdahulu
merupakan
penelitian
yang telah
dilakukan
sebelumnya yang berkaitan dengan analisis efisiensi produksi dan pendapatan usaha pembesaran lele dumbo. Penelitian terdahulu bertujuan untuk membedakan antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
16
2.4.1. Penelitian Tentang Lele dumbo Rohaeni (2006) melakukan penelitian mengenai kelayakan investasi pengembangan usaha pembesaran lele dumbo di Agro Niaga Insani, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan sumber data primer dan sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Usaha yang meliputi analisis pendapatan usaha, R/C, Payback Period dan analisis kelayakan usaha yang terdiri atas NPV, Net B/C, IRR serta analisis sensitivitas. Perhitungan analisis usaha menghasilkan pendapatan usaha (keuntungan) sebesar Rp 58.451.900, R/C sebesar 1,39 dan Payback Period sebesar 2,98, sedangkan perhitungan
analisis
kelayakan
usaha
menghasilkan
NPV
sebesar
Rp
118.976.123,41, Net B/C sebesar 1,89 dan IRR sebesar 34,80 persen. Analisis sensitivitas
dilakukan
sampai
pada
persentase
perubahan
harga
yang
menyebabkan usaha tidak layak. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah kenaikan harga pakan sebesar 25,5 persen dan penurunan harga jual sebesar 9,8 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan pada pembesaran lele dumbo di Argo Niaga Insani menguntungkan dan layak untuk dilakukan dan di kembangkan. Anggraeni (2008) melakukan penelitian mengenai nilai tukar dan tingkat kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Nilai tukar pembudidaya dalam penelitian ini telah memperhitungkan
seluruh
pendapatan
dan
pengeluaran
rumah
tangga
pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara alami tertinggi terjadi pada bulan Maret 2007 yaitu
17
162,50. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara suntik yang tertinggi terjadi pada bulan Maret dan April 2007 yaitu 212,73. Nilai tukar pembudidaya benih ikan lele dumbo cara alami dan sutik yang terendah masing-masing terjadi pada bulan Oktober dan November 2007 masing-masing sebesar 55,42 dan 74,30. Analisis tingkat kesejahteraan menurut
BPS 2003 menyatakan tingkat
kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo termasuk tinggi. Merujuk kriteria kemiskinan Bank Dunia kesejahteraan pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan berada dibawah garis kemiskinan (100 persen pembudidaya benih cara alami dan 85 persen pembudidaya benih cara suntik). 2.4.2. Penelitian Tentang Efisiensi Produksi dan Pendapatan Wibawa (2008) melakukan penelitian mengenai efisiensi penggunaan input dan analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. Hasil dari analisis fungsi produksi adalah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale. Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK2 dan TK3. Pada kondisi optimal ini jumlah benih yang digunakan sebesar 170 ekor per m2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124 ekor per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal sebesar Rp 22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada kondisi optimal sebesar Rp 70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar
18
Rp 1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar
603,00
persen. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41 persen.
Sedangkan dari hasil finansial dapat
disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo layak untuk dilaksanakan.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas, konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, biaya, dan pendapatan. 3.1.1. Fungsi Produksi dan Elastisitas Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut faktor-faktor produksi. Secara umum faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja dan modal. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan (dependent variable) biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan (independent variable) biasanya berupa input. Secara umum untuk menghasilkan suatu output diperlukan lebih
dari
satu
input.
Fungsi
produksi
yang
baik
hendaknya
dapat
dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik dan ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1990): Y= f (X1, X2, ....., Xi, ....., Xn) Keterangan: Y = output X1, X2, Xi, Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi.
Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering digunakan (Soekartawi, 1990) sebagai berikut: a. Fungsi Produksi Linear Rumus matematis dari fungsi produksi linear adalah sebagai berikut: Y = f (X1, X2, Xi, ...., Xn) Dimana: Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable); dan X = variabel yang menjelaskan (independent variable) Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana adalah bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model. Dalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dengan mudah dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan dalam model tersebut (Soekartawi, 1990). Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasa menggunakan garis linear berganda atau garis regresi berganda (multiple regression). Berbeda dengan garis regresi linear sederhana (simple regression), maka jumlah variabel X yang dipakai
21
dalam regresi berganda ini lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, ....., Xi, ..... Xn); atau Y = a + b1X1 + b2X2 + ..... + biXi + ..... + bnXn Dimana: Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable) X = variabel yang menjelaskan (independent variable) Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. b. Fungsi Produksi Kuadratik Rumus matematis dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan sebagai berikut: Y = f (Xi); atau dapat dituliskan Y = a + bX + cX2 Dimana: Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga. Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Dalam proses produksi pertanian, di mana berlaku hukum kenaikkan hasil yang semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut: Y = a + bX – cX2
22
Nilai parameter c yang negatif menunjukkan kaidah kenaikan hasil yang berkurang tersebut. Fungsi produksi kuadratik juga disebut dengan fungsi produksi polinominal kuadratik. Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi Soekartawi (1990). Hubungan antara output dengan satu input variabel (input lainnya tetap) ditunjukkan pada Gambar 2. Y (output)
Produksi Total
I
II 𝜀>1
0< 𝜀 < 1
III 𝜀<0 Produksi rata-rata Produksi marjinal
X (input)
Sumber : Soekartawi (1990)
Gambar 2. Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal Gambar 2 menjelaskan hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal yang terdiri dari tiga daerah yang menunjukkan elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda. Daerah produksi I
mempunyai nilai
elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum dicapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak oleh karena itu daerah I disebut daerah irrasional. Produksi rata-rata dan produksi total
23
semakin meningkat dan pada daerah ini produksi marginal mencapai maksimum (Soekartawi, 1990). Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi bernilai antara nol sampai satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah yang rasional karena produsen memiliki kesempatan untuk menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai keuntungan maksimum. Pada daerah II produksi marginal dan produksi rata-rata semakin menurun tetapi produksi total semakin meningkat sampai mencapai nilai maksimum (Soekartawi, 1990). Pada daerah II berlaku Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing Return atau Diminishing Productivity). Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus menerus pada faktor produksi tetap maka akan dicapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan jumlah produksi/satuan yang besarnya semakin berkurang. Daerah produksi III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Pada daerah III produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata mengalami penurunan. Jika lama kelamaan faktor produksi terus ditambah maka produksi marginal bisa semakin negatif (Soekartawi, 1990).
24
Elastisitas produksi menurut Soekartawi (1990) adalah (Ep) merupakan persentase perubahan dari ouput sebagai akibat dari persentase perubahan input. Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut: Ep =
Ep
∆𝑌 ∆𝑋 𝑌
/
𝑋
; atau
∆𝑌 𝑋 =
*
∆𝑋 𝑌
Karena
∆𝑌 ∆𝑋
adalah Produk Marginal, maka besarnya Ep tergantung dari
besar kecilnya Produk Marginal dari suatu input, misalnya input X. 3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Konsep efisiensi menurut Soekartawi (2002) mengandung tiga pengertian yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis ditujukan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misal karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitasnya akan semakin tinggi. Efisiensi menurut Soekartawi (2002) diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian terjadi agar petani mampu membuat suatu upaya jika nilai
25
produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P) tersebut atau secara matematis dapat dituliskan: NPMx = Px; atau 𝑁𝑃𝑀 𝑥 𝑃𝑥
=1
Efisiensi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau allocative efficiency, atau sering disebut sebagai price efficiency. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan sebelum analisis efisiensi ini dikerjakan, yaitu: 1. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi; dan 2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya untuk mencapai indikator efisiensi. Penggunaan input yang optimum Soekartawi (2002) dapat dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
ΔY.Py = ΔX. Px; atau
𝛥𝑌 𝛥𝑋
=
𝑃𝑥 𝑃𝑦
;
Dimana: Y X
ΔY ΔX Py Px
ΔY ΔX
= output = input = tambahan output = tambahan input = harga output = harga input = produk marginal
26
Keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PT) dan biayabiaya (B). Biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (BT) dan biaya tetap total(BTT). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Kt = PT – B = PT – BT – BTT Karena PT adalah produksi total dikalikan harga dan biaya produksi adalah banyaknya input dikalikan harganya, maka persamaan dapat dituliskan: Kt = Py.Y – (PxiXi + ….. + Pxn.Xn) - (PxkiXki + ….. + Pxkn.Xkn) Dimana: Py Y Pxi…n Xi…n PxiXi Pxki…n Xki..n Pxki.Xki Kt
= harga produksi Y = jumlah produksi output = harga input tidak tetap Xi…n = jumlah input tidak tetap dari Xi…n = biaya tetap = harga input tetap Xki…n = jumlah input tetap dari Xki..n = biaya tetap total = keuntungan
Biaya tetap total dianggap konstanta sehingga keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Persamaan di atas menjadi: 𝛿𝜋 𝛿𝑋 𝑖
Py
Dimana
= Py
𝛿𝑌 𝛿𝑋 𝑖
𝛿𝑌 𝛿𝑋 𝑖
𝛿𝑌 𝛿𝑋 𝑖
− Px = 0
; i = 1, 2, 3, …..n
= Pxi
adalah produk marjinal faktor produksi ke-i
Sehingga Py.PMxi = Pxi
27
Dimana: Py.PMxi = nilai produk marjinal xi (NPMxi) Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal xi (BKMxi) Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi: PMxi =
𝑃𝑋 𝑖 𝑃𝑦
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya nilai marjinal produk. Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut: NPMxi = BKMxi 𝑁𝑃𝑀 𝑥𝑖 𝐵𝐾𝑀 𝑥𝑖
=1
Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi, maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila: 𝑁𝑃𝑀 𝑥 1 𝐵𝐾𝑀𝑥 1
=
𝑁𝑃𝑀 𝑥 2 𝐵𝐾𝑀𝑥 2
= …. =
𝑁𝑃𝑀 𝑥𝑛 𝐵𝐾𝑀𝑥𝑛
=1
Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, menunjukkan kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.
28
3.1.3. Konsep Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Pendapatan kotor usahatani menurut (Soekartawi et al, 1986) adalah hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, Pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani. Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai usahatani yang menunjukkan kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Terdapat empat pengelompokkan biaya menurut Hernanto (1996), yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan benih, biaya tenaga kerja, dan biaya obat-obatan. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai dikeluarkan. Biaya ini juga dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.
29
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Usaha pembesaran lele dumbo merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh CV Jumbo Bintang Lestari selain sebagai pemasar lele dumbo dan produksi pakan ikan. Pada penelitian ini total penerimaan yang diteliti hanya penerimaan dari hasil penjualan lele dumbo. Untuk menghasilkan semua output tersebut dibutuhkan input–input yang merupakan penggunaan faktor-faktor produksi. Penggunaan faktor-faktor produksi diantaranya yaitu padat penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur. Faktor produksi tersebut berupa biaya yang harus dibayar oleh usaha tersebut. Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Namun, diduga terdapat inefisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Analisis efisiensi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap model produksi pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari agar dapat menentukan arah dari usaha tersebut. Selain analisis efisiensi, diperlukan juga analisis pendapatan secara keseluruhan untuk melihat keuntungan yang didapat oleh pembudidaya dilihat dari selisih penerimaan dan biaya secara keseluruhan, kemudian melihat juga imbangan penerimaan dan biaya. Hasil dari analisis efisiensi dan analisis pendapatan akan dapat melihat perubahan kesejahteraan pembudidaya CV Jumbo Bintang Lestari. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
30
Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari
Hasil Produksi Budidaya Lele Dumbo (Yi) yaitu Penjualan Lele Dumbo Hasil Pembesaran(Y1)
Penerimaan TR= ∑ TRi
Faktor Produksi (Xi) yaitu Padat Penebaran (X1), Pakan Pelet (X2), Pakan Tambahan (X3), Pupuk (X4), Probiotik (X5), Kapur (X6)
Inefisiensi penggunaan faktor-faktor produksi
Biaya TC = ∑ TCi
Analisis Produksi: - Cobb Douglas - NPM dan BKM
Faktor-Faktor Produksi yang Berpengaruh Pendapatan Π = TR - TC
Efisiensi Produksi
R/C Rasio Skala Usaha Produksi
Rekomendasi Keterangan: ---------- Hubungan tidak langsung Hubungan langsung Sumber: Penulis (2010)
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
31
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi kasus penelitian ini dilakukan pada perusahaan perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa Cibinong Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini dipilih secara tertuju (purposive) dengan memperhatikan bahwa usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari sudah berdiri cukup lama dengan skala usaha yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan AprilJanuari 2011. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha, tenaga kerja dan pengamatan secara langsung di CV Jumbo Bintang Lestari. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan dan catatan produksi di CV Jumbo Bintang Lestari bulan Mei sampai Juni tahun 2010 dan dari kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kantor pemerintahan lain yang terkait dengan penelitian. 4.3. Penentuan Jumlah Pengamatan Data sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 59 kolam yang terdapat pada CV Jumbo Bintang Lestari untuk melihat efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Selain itu digunakan data kolam lele dumbo dalam satu periode pembesaran selama dua bulan yaitu 94 kolam serta data laporan penerimaan dan pengeluaran digunakan untuk
menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Pemilihan jumlah pengamatan diambil secara purposive. 4.4. Pengumpulan Data Waktu dalam mengumpulkan data adalah selama dua bulan yaitu pada bulan Mei sampai Juni. Lokasi dalam mengumpulkan data yaitu di perusahaan perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam pengumpulan data adalah pemilik usaha pembesaran lele dumbo dan tenaga kerja setempat. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan usaha pembesaran lele dumbo di daerah penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi, efisiensi produksi, dan analisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo. Analisis dilakukan dengan bantuan Microsoft excell 2007, program komputer Minitab 15 dan E-Views. 4.5.1. Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas menurut Soekartawi (2002) adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel dependen yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan
33
dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah dalam regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan: Y = aX1b1 X2b2 ... Xibi ... Xnbn eu = a πXibi eu ……………………………………………………..……. (1) Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka : Y = f (X1, X2, …, Xi, …, Xn) ………………………………………….. (2) Dimana : Y X a,b u e
= variabel yang dijelaskan = variabel yang menjelaskan = besaran yang akan diduga = kesalahan (disturbance term) = logaritma natural; e = 2, 718
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (1), maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas, adalah: Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u ……………………………... (3) Dengan demikian persamaan di atas dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, untuk itu ada ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi CobbDouglas, yaitu : 1.
Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2.
Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Artinya, jika dalam suatu pengamatan diperlukan
34
lebih dari satu model (model yang digunakan adalah Cobb-Douglas), maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3.
Tiap variabel X adalah perfect competition.
4.
Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi
usahatani yaitu: a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik. b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to Scale. Akan tetapi fungsi Cobb-Douglas ini juga memiliki kelemahan (limitasi). Soekartawi (2002) menyatakan kelemahan dari fungsi Cobb-Douglas umumnya terletak pada permasalahan pendugaan yang melibatkan kaidah metode kuadrat terkecil, misalnya kesalahan pengukuran variabel, multikolinearitas, dan sebagainya. Secara garis besar, permasalahan yang umum dijumpai (kelemahan) dalam fungsi Cobb-Douglas adalah : 1.
Spesifikasi variabel yang keliru. Hal ini akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen (bebas) yang dipakai.
35
2.
Kesalahan pengukuran variabel. Kesalahan ini terletak pada validitas data, apakah data yang dipakai sudah benar atau sebaliknya, terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3.
Bias terhadap variabel manajemen. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi. Tetapi variabel ini kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan fungsi Cobb-Douglas karena variabel ini erat hubungannya dengan penggunaan variabel independen yang lain. Misalnya dalam bidang pertanian, manajemen dalam menggunakan pupuk, bibit, alokasi pengeluaran uang untuk kegiatan berproduksi yang lain dan alokasi penggunaan tanah, akan mendorong besaran efisiensi teknik dari fungsi produksi ke arah atas. Variabel manajemen erat hubungannya dengan proses pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input, maka menghilangkan variabel ini dalam fungsi pendugaan akan menghasilkan hasil dugaan yang bias.
4.
Multikolinearitas, dalam praktek masalah kolinearitas ini sulit dihindarkan walaupun pada umumnya telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel independen tidak terlalu tinggi, misalnya dengan memperbaiki spesifikasi dari variabel yang dipakai.
5.
Data, data yang dipakai merupakan limitasi yang tidak kalah penting dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas. Misalnya :
-
Bila data cross-section yang dipakai maka data harus mempunyai cukup variasi.
36
-
Pengukuran atau definisi dari data yang dipakai sulit dilakukan (dalam hal tertentu). Misalnya data tentang upah tenaga kerja, apakah upah riil atau upah yang diluangkan (opportunity cost).
-
Data tidak boleh ada yang bernilai nol atau negatif karena logaritma dari bilangan tersebut adalah tak terhingga. Dalam praktek kenyataan seperti itu sulit dihindarkan, karenanya diperlukan cara untuk memperbaiki pendugaan seperti :
a. Besaran dari variabel yang bernilai nol atau negatif diubah nilainya menjadi variabel dummy, misalnya pengamatan yang bernilai nol atau negatif diberi penimbang nol “0”, dan pengamatan lain diberi penimbang satu “1”. b. Menambahkan sesuatu bilangan yang sama untuk setiap nilai X, sehingga dengan demikian pengamatan yang bernilai nol atau negatif tidak akan menjadi nol atau negatif lagi. c. Mengganti pengamatan yang bernilai nol tersebut dengan bilangan yang kecil sekali. 6.
Asumsi, asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas tidak selalu mudah berlaku begitu saja. Misalnya :
-
Asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama. Padahal, belum tentu teknologi di daerah penelitian adalah sama.
-
Sampel dianggap price takers, padahal untuk sampel petani yang subsisten mungkin tidak selalu demikian. Kondisi Returns to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output
jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut
37
Soekartawi (2002) skala usaha perlu diketahui agar mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteilti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. Jika jumlah elastisitas produksi dari fungsi CobbDouglas dilambangkan dengan ∑bi, maka kondisi usahatani dapat dibedakan menjadi: 1.
Increasing returns to scale, bila ∑bi > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsional lebih besar.
2.
Constant retuns to scale, bila ∑bi = 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang diperoleh.
3.
Decreasing returns to scale, bila ∑bi < 1. Artinya proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan output produksi. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas pada kondisi hukum kenaikan yang
semakin berkurang atau law of diminishing returns untuk setiap input i, sehingga informasi yang diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan output produksi yang lebih besar (Soekartawi, 2002). Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi produksi dan analisis regresi. Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut: 1.Identifikasi variabel bebas dan terikat
38
Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses pembesaran lele dumbo. Faktor-faktor tersebut adalah padat penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur. Faktor-faktor produksi ini merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil pembesaran lele dumbo. 2.Analisis regresi Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah bentuk fungsi produksi Cobb Douglas, yaitu: Y = b0X1b1X2b2X3b3X4b4X5b5 X6b6eu …………………………………… (4) dengan mentransformasikan fungsi Cobb Douglas kedalam bentuk linier logaritma, maka model fungsi produksi pembesaran lele dumbo dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Lnbo + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3+ b4 LnX4 + b5 LnX5 + b6 LnX6 + u ln e ……………………………………………………. (5) dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 b0 bi
= Produksi lele dumbo (kg/m2) = Padat penebaran (ekor/m2) = Jumlah pakan pelet yang diperlukan oleh lele dumbo (kg/m2) = Jumlah pakan tambahan yang diperlukan oleh lele dumbo (kg/m2) = Pupuk (liter /m2) = Probiotik (kg/m2) = Kapur (kg/m2) = variabel dari intersept = koefisien regresi masing-masing variabel
3. Pengujian Hipotesis Pengujian–pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1. Uji F (Pengujian terhadap model penduga)
39
Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = .....= bi = 0 H1 min ada satu dari b ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F: F-hitung =
𝑅 2 (𝑛−𝑘) (1−𝑅 2 ) (𝑘−1)
………………………………………….. (6)
dimana: k = Jumlah variabel termasuk intersept n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji : F-hitung > F-tabel (k-1, α) pada taraf nyata α : Tolak H0, berarti variabel penjelas berpengaruh nyata secara bersama-sama. F-hitung < F-tabel (k-1, α) pada taraf nyata α : Terima H0, berarti variabel penjelas tidak berpengaruh nyata secara bersama-sama. Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui berapa besar keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut: R2 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖 (𝑆𝑆𝐸) 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑆𝑆𝑇)
R2 = 1 -
𝑒𝑖 2 𝑌𝑖 2
……………………………………………………….. (7)
40
R2 sering menurut Juanda (2009) secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), dan untuk membandingkan validitas hasil analisis model regresi. Akan tetapi ada beberapa masalah dengan penggunaan R2, yaitu: 1. Semua hasil analisis statistik berdasarkan asumsi awal bahwa model tersebut benar, kita tidak memiliki prosedur untuk membandingkan spesifikasi alternatif. 2. R2 sensitif terhadap jumlah peubah bebas dalam model. Penambahan peubah bebas baru kedalam persamaan regresi tidak pernah mengurangi R2, bahkan cenderung menaikkan R2. 3. Interpretasi dan penggunaan R2 menjadi sulit jika suatu model diformulasikan mempunyai intersep = 0. Dalam kasus ini, nilai R2 dapat diluar selang 0 sampai dengan 1. Kesulitan R2 sebagai ukuran goodness of fit adalah bahwa R2 menyinggung keragaman Y yang dijelaskan dan tidak dijelaskan, tapi tidak menerangkan derajat bebas atau jumlah peubah penjelas dalam model. Solusi alaminya adalah menggunakan ragam (variance), bukan keragaman (variation dari JK) yang menghilangkan ketergantungan goodness of fit terhadap jumlah peubah bebas dalam model. Secara matematis R2 terkoreksi (oleh jumlah peubah bebas) adalah sebagai berikut: R2 terkoreksi = 1 −
𝑉𝑎𝑟 (𝜀) 𝑉𝑎𝑟 (𝑌)
Atau R2 tekoreksi = 1 - (1 - R2)
=1−
𝑛 −1 𝑛−𝑘
𝑒𝑖 2
𝑛 −1
(𝑌𝑖−𝑌)2
𝑛 −𝑘
………………………………………(8)
Dari persamaan (8) terlihat bahwa:
41
1. Jika k=1 maka R2 sama dengan R2 terkoreksi. 2. Jika k>1 maka R2 ≥ R2 terkoreksi. 3. R2 terkoreksi dapat bernilai negatif. R2 terkoreksi mempunyai karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit dari pada R2. Jika peubah baru ditambahkan, R2 selalu naik, tapi R2 terkoreksi dapat naik atau turun. Penggunaan R2 terkoreksi menghindari dorongan peneliti untuk memasukkan sebanyak mungkin peubah bebas tanpa pertimbangan yang logis. 2. Uji t (Pengujian untuk masing-masing parameter) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas
yang
berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. Hipotesis : H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t : t-hitung =
𝑏𝑖 −0 𝑠𝑏𝑖
…………………………………………………… (9)
t tabel = t α/2 (n-k) Kriteria uji : t-hitung > t-tabel (α), maka tolak H0, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. t-hitung < t-tabel(α), maka terima H0, artinya Xi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. 4.5.1.1. Uji Kriteria Ekonometrika Menganalisa hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi digunakan analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-asumsi 42
yang digunakan dalam metode kuadrat terkecil biasa (OLS) antara lain (Gujarati, 2002) adalah: 1. E(ui | Xi) = 0 untuk tiap i, yang berarti rata-rata hitung dari simpangan (deviasi) yang berhubungan dengan setiap Xi tertentu sama dengan nol. 2. Cov (ui, uj) = 0 i ≠ j, yang berarti tidak ada autokorelasi atau tidak ada korelasi (hubungan) antara kesalahan pengganggu ui dan uj. 3. Var (ui | Xi) = 𝜎 2 untuk tiap i, yang berarti setiap error mempunyai varian yang sama atau penyebaran yang sama (homoskedastisitas). 4. Cov (ui, Xi) = 0, yang berarti tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu dengan setiap variabel yang menjelaskan (Xi). 5. N (0; 𝜎2), yang berarti kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian 𝜎2. 6. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan. Untuk memenuhi asumsi dalam analisis regresi agar hasil analisis tidak bias atau BLUE (Best Linear Unbiased Estimate), maka dilakukan juga uji multikolinearitas, normalitas, dan heteroskedastisitas. 1. Multikolinearitas Untuk mengetahui adanya multikolienaritas yaitu dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF). VIF merupakan suatu cara mendeteksi multikolinearitas dengan melihat sejauh mana sebuah variabel penjelas dapat diterangkan oleh semua variabel penjelas lainnya di dalam persamaan regresi. VIF adalah suatu estimasi berapa besar multikolinearitas meningkatkan varian pada
43
suatu koefisien estimasi sebuah variabel penjelas. Menghitung VIF untuk koefisien b1 adalah sebagai berikut: VIF (Xi) =
1 (1−𝑅 2 𝑖 )
………………………………………………….. (10)
dimana, R2i = koefisien determinasi dari model regresi antara satu variabel bebas dengan variabel bebas lainnya, jika VIF (Xi) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinearitas. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi multikolinearitas adalah dengan menggunakan metode analisis komponen utama. Analisis komponen utama (Gasperz, 1995) dalam Ulpah (2006) pada dasarnya mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. Dengan menggunakan konsep aljabar linear tentang diagonalisasi matriks, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam ∑) dengan dimensi pxp, simetrik dan non singular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V. Atau dapat dituliskan sebagai: V R V = D …………………………………………………………….(11) λ1 ≥ λ2 ≥ … ≥ λp ≥ 0 adalah akarciri-akarciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V, v1, v2, …, vp adalah vektorciri-vektorciri R. Adapun λ1, λ2, … ,λp dapat diperoleh melalui persamaan berikut: | R - λ I | = 0 …………………………………………………………… (12) 44
dengan I adalah matriks identitas. Adapun vektorciri-vektorciri v1, v2, …, vp dapat diperoleh melalui persamaan berikut: | R - λ I | vj = 0, dimana vj = (v1j, v2j, …, vpj) …………………………. (13) Bila peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran berbeda, perlu dibakukan. Dalam hal ini komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam ∑ digunakan apabila semua peubah yang diamati, diukur dalam satuan yang sama. Misalkan x1, x2, …, xp adalah peubah acak berdimensi p yang mengikuti sebaran normal ganda dengan vektor nilai tengah µ dan matriks peragam ∑ serta matriks korelasi R, dapat ditulis dalam = (xbentuk vektor X 1, x2, …, xp). p peubah asal tadi dapat diturunkan p buah komponen utama untuk menerangkan komponen total sistem, dan seringkali keragaman total itu dapat diterangkan secara memuaskan oleh sejumlah kecil komponen utama, misal k buah komponen dimana k
45
komponen utama yang akar cirinya lebih besar dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut kecil sekali. Adapun pembakuan yang dimaksud adalah dengan mengurangkan setiap peubah bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku, dinotasikan:
𝑍=
𝑋 𝑗 −𝑋 𝑆
…………………………………………………………... (15)
Misalkan suatu persamaan regresi dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Y = Xβ + ε Jika suatu matriks pengamatan X yang telah dibakukan dilambangkan dengan Z sehingga Z (bentuk korelasi) dan Vdiperoleh akar ciri (λ) dan vektor ciri (V) dari Z
V = I karena V orthogonal, persamaan regresi asal dapat dituliskan
sebagai berikut: Y = Xβ + ε Y = β0 β + ε1 + ZVV Y = β0 1 + Wα + ε dengan βW = ZV dan α = V W = Z V ……………………………………………………………… (16) ZVZ (ZV) = V W = (ZV) W ………………………………………… Persamaan (17) akan menghasilkan diagonal (λ1, λ2, … ,λp) yang setara dengan Var(Wi) = λi dan Cov(Wi-1, Wi) = 0. Hal ini menunjukkan bahwa komponen utama tidak saling berkorelasi dan komponen utama ke-i memiliki keragaman sama dengan akarciri ke-i. Sedangkan ragam koefisien regresi γ dari m komponen utama adalah:
46
(17)
𝑚 2
𝑉𝑎𝑟 𝛾𝑖 = 𝑠 ∗
𝑔=1
2 𝑎𝑖𝑔 𝜆𝑔
dimana i = 1, 2, …, p; g = 1, 2, …, m ……………………………………… (18) Sedangkan 𝑎ig adalah koefisien pembobot komponen utama (vektor ciri), λg adalah akar ciri. Serta s*2 adalah:
s*2 =
𝐾𝑇𝐺 𝐽𝐾𝑇
=
𝑠2 (𝑦 −𝑦 )2
………………………………………………... (19)
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis regresi komponen utama adalah: 1. Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z. 2. Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R. 3.
Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri.
4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W. 5. Transformasi balik. 2. Normalitas Salah satu pengujian yang dilakukan dalam persamaan regresi untuk menguji apakah nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X adalah uji normalitas (Gujarati, 2002). Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera (JB). Uji JB mengukur perbedaan antara Skewness (kemenjuluran) dan Kurtosis (keruncingan) data dari sebaran normal, serta memasukkan ukuran keragaman. Hipotesis yang digunakan : H0 : Error term menyebar normal H1 : Error term tidak menyebar normal Uji statistik yang digunakan :
47
JB =
𝑁−𝐾 6
𝑆2 + 1 4 𝑘 − 3
2
.................................................................... (20)
Dimana : S K k N
= Kemenjuluran = Keruncingan = Banyaknya koefisien penduga = Banyaknya data pengamatan
Kaidah pengujian : Jika JB < χ22 maka tolak H0 JB > χ22 maka terima H0 Jika dilakukan perhitungan dengan komputer maka dapat dilihat nilai probabilitas pada output perhitungannya. Apabila nilai probabilitasnya lebih kecil dari α maka artinya tolak H0. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih besar dari α maka artinya terima H0. 3. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah kondisi tidak terpenuhinya asumsi dasar metode pendugaan metode kuadrat terkecil, yaitu homoskedastisitas yang mensyaratkan bahwa penyebaran dari varians adalah sama atau ragam galat konstan dalam setiap pengamatan (Gujarati, 2002). Jadi jika ragam galat untuk tiap pengamatan tidak sama, maka disebut heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan dugaan ragam menjadi underestimate (statistik uji-t menjadi overestimate) dan selang kepercayaan bagi parameter koefisien menjadi tidak benar. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity Test, sebagai berikut : Hipotesis yang digunakan : H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada heteroskedastisitas 48
Uji Statistik yang digunakan : 1
ω=n
e2i −
e′e 2 n
......... ..................................................................... (21)
Dimana : ω e
= Nilai statistik white = galat
Kaidah pengujian : Jika ω < χ2α(K) maka tolak H0 Jika ω > χ2α(K) maka terima H0 4.5.2. Analisis Efisiensi Produksi Efisiensi merupakan upaya penggunaan input yang minimum untuk mendapatkan output tertentu (Soekartawi, 2002). Kondisi efisiensi produksi dapat diketahui dari nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM) tersebut atau secara matematik dapat dituliskan: NPMx = BKMx atau
𝑁𝑃𝑀 𝑥 𝐵𝐾𝑀𝑥
= 1 …………………………………………... (22)
Kenyataanya NPMx tidak selalu sama dengan BKMx. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. (NPMx / BKMx) > 1 artinya penggunaan input X belum efisien sehingga untuk mencapai efisien, input X perlu ditambah. 2. (NPMx / BKMx) < 1 artinya penggunaan input tidak efisien sehingga untuk menjadi efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi. 4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C Rasio) Pendapatan usahatani menurut Soekartawi (2002) dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas seluruh biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas
49
biaya total (pendapatan total). Penerimaan usaha pembesaran lele dumbo nilai dari total penjualan lele dumbo yang dibesarkan. Tingkat pendapatan usaha pembesaran lele dumbo dapat dinyatakan dalam persamaan matematik sebagai berikut: Itotal
= NP - (BT + BN) …………………………………………… (23)
dimana: Itotal = tingkat pendapatan bersih total NP-BT = tingkat pendapatan bersih tunai NP = nilai produk yang merupakan hasil perkalian jumlah output dengan harga BT = biaya tunai (Rp) BN = biaya non tunai (Rp) Perbedaan biaya tunai dan tidak tunai terletak pada secara langsung atau tidaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh pembudidaya. Rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima pembudidaya dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. R/C rasio atas biaya total =
Total Penerimaan Total Biaya
=
Q . Pq BT +BN
………………….. (24)
dimana: Q Pq BT BN
= total produksi = harga produk = biaya tunai = biaya non-tunai
Kriteria yang digunakan yaitu: 1. R/C > 1 maka setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar lebih dari satu rupiah sehingga dapat disimpulkan usaha pembesaran menguntungkan.
50
2. R/C < 1 maka setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar kurang dari satu rupiah sehingga dapat disimpulkan usaha pembesaran merugikan. 3. R/C = 1 maka setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar satu rupiah sehingga dapat disimpulkan usaha pembesaran berada pada keuntungan normal. 4.5.4. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan menguji hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya, baik input maupun output. Analisis sensitivitas yang digunakan adalah penurunan harga lele dumbo ukuran konsumsi sebesar 11,08 persen. Hal tersebut diperkirakan akan memengaruhi keuntungan yang diperoleh dari usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari (R/C = 1) atau ketika usaha pembesaran lele dumbo tidak memperoleh keuntungan lagi (impas). 4.5.5. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran 1. Produksi Lele Dumbo (Y) Produksi lele dumbo adalah total pembesaran pada sejumlah kolam dengan luasan tertentu dalam satu periode pembesaran. Produksi lele dumbo dinyatakan dalam kilogram. Harga jual adalah harga yang diterima pembudidaya pada saat panen dan berlaku di daerah penelitian. Harga dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram.
51
2. Padat Penebaran (X1) Padat penebaran yang dimaksud adalah hasil dari jumlah benih lele dumbo yang digunakan dalam pembesaran dibagi dengan luas kolam tempat pembudidaya melakukan pembesaran lele dumbo dalam satu periode pembesaran diukur dalam satuan ekor per m2. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga benih
dalam rupiah per ekor selama periode pembesaran.
Mahyuddin (2008) mengatakan bahwa padat penebaran tidak boleh terlalu tinggi untuk mengurangi tingkat kematian lele. Padat penebaran benih lele di kolam berkisar 200-400 ekor/m2 dengan ukuran benih 5-7 cm/ekor. 3. Pakan Pelet (X2) Input pakan pelet adalah jumlah pakan yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Pakan pelet yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pakan pelet per kilogram dalam rupiah. Menurut Mahyuddin (2008) penentuan jumlah pakan pelet per hari untuk lele dumbo dapat dihitung berdasarkan bobot total benih dan umur tebar. Persentase pakan per hari adalah 5 persen dari total bobot benih. Namun menjelang panen (2 minggu sebelum panen), persentase pakan diturunkan menjadi 2-3 persen. 4. Pakan Tambahan (X3) Input pakan tambahan adalah jumlah pakan yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Pakan tambahan yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pakan tambahan per kilogram dalam rupiah. Penggunaan pakan tambahan tergantung dari telah efisien atau belum penggunaan pakan pelet.
52
5. Pupuk (X4) Input pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Pupuk yang digunakan diukur dalam satuan liter. Biaya korbanan marjinalnya adalah pupuk per liter dalam rupiah. Menurut Darseno (2010) penggunaan pupuk pabrikan (urea dan TSP) tidak boleh berlebihan, sebab kandungan utama yang dimiliki oleh pupuk urea adalah nitrogen. Sedangkan air kolam yang kotor sudah mengandung nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat keasaman air. 6. Probiotik (X5) Input probiotik adalah jumlah probiotik yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Probiotik yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga probiotik per kilogram dalam rupiah. 7. Kapur (X6) Input kapur adalah jumlah kapur yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Kapur yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga kapur per kilogram dalam rupiah. Menurut Darseno (2010), penggunaan kapur sebaiknya adalah 0,006 kg/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH) tanah. 8. Panen pembesaran lele dumbo adalah jumlah lele dumbo yang dibesarkan selama periode pembesaran dalam satuan kilogram. 9.
Periode pembesaran adalah suatu tahapan pembesaran benih lele dumbo sampai mencapai ukuran konsumsi.
53
10. Lama pembesaran adalah lama waktu berlangsung dimulai sejak benih lele dumbo dengan ukuran tertentu dibesarkan sampai mencapai ukuran konsumsi. 11. Biaya produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan pembudidaya untuk kegiatan usaha pembesaran. Dalam penelitian ini digunakan perhitungan biaya berdasarkan atas biaya keseluruhan tunai dan tidak tunai. 12. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan secara tetap oleh pembudidaya yang tidak berdasarkan pada berapapun output yang dipanen. 13. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya yang mempengaruhi pada jumlah output yang dipanen. 14. Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Perhitungan ini dilakukan pada faktor produksi tetap yang berumur lebih dari satu tahun, misalnya kolam, gudang, kantor dan lainnya. Perhitungan dilakukan dengan cara metode garis lurus menggunakan dasar pikiran bahwa benda yang dipergunakan dalam pembesaran menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Dengan rumus sebagai berikut: Penyusutan =
Nilai Baru −Nilai Sisa Masa Pemakaian
15. Rasio penerimaaan dan pengeluaran (R/C ratio) ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membesarkan. 16. Fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan hubungan fisik antara faktor produksi dan hasil produksi (panen lele dumbo) pada tingkat tertentu. 17. Faktor produksi adalah faktor yang mempengaruhi pembesaran lele dumbo, antara lain : luas kolam, padat tebar, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur.
54
18. Elastisitas produksi adalah perubahan produksi karena adanya perubahan harga produksi. 19. Efisiensi produksi adalah upaya penggunaan input yang minimum untuk mendapatkan output tertentu.
55
V. GAMBARAN UMUM CV JUMBO BINTANG LESTARI 5.1. Lokasi Perusahaan dan Sejarah Perkembangan Perusahaan CV Jumbo Bintang Lestari merupakan suatu perusahaan perikanan yang bergerak dalam bidang budidaya khususnya pembesaran lele dumbo. Perusahaan CV Jumbo Bintang Lestari terletak di Desa Cibinong, Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Bapak Aken Hafian sebagai pemilik CV Jumbo Bintang Lestari memilih lokasi tersebut awalnya karena dekat dengan rumah serta didasarkan pada harga lahan yang relatif masih murah, sehingga modal yang digunakan untuk investasi cukup rendah. Lokasi CV Jumbo Bintang Lestari yang dekat dengan jalan raya memudahkan perusahaan untuk mendistribusikan lele dumbo ke pasar. Selain itu, CV Jumbo Bintang Lestari terletak di daerah sekitar Jabodetabek sehingga jarak antara CV Jumbo Bintang Lestari dan pasar Jabodetabek tidak terlalu jauh. Jabodetabek diketahui merupakan daerah-daerah dengan tingkat permintaan lele yang tinggi. CV Jumbo Bintang Lestari sengaja memilih lokasi pada daerah dataran rendah, karena lokasi tersebut memiliki suhu yang optimal dalam pembesaran lele dumbo yaitu 280C. Lokasi kolam dipilih pada daerah yang dekat dengan sungai atau sumber mata air serta dengan kontur wilayah yang tidak berombak, sehingga memudahkan dalam hal pengairan dan tata ruang kolam. Jenis tanah yang dipilih untuk pembuatan kolam adalah tanah yang memiliki tingkat porositas rendah (tingkat kepadatan tanah tinggi) agar kolam tidak boros air. Usaha pembesaran lele dumbo yang dirintis oleh Bapak Aken Hafian berawal dari kesenangannya memelihara binatang. Usaha dimulai dari dua kolam
di halaman rumahnya yang dilakukan sejak tahun 1997. Dua kolam pembesaran lele dumbo tersebut dikelola secara profesional sehingga usahanya terus berkembang. Benih lele dumbo diperoleh dari Indramayu, Losarang, dan Cirebon serta sebagian dari CV Jumbo Bintang Lestari sendiri. Namun perusahaan lebih berkonsentrasi pada usaha pembesaran lele dumbo. CV Jumbo Bintang Lestari lebih memilih jenis lele dumbo dibandingkan lele jenis yang lain disebabkan karena lokasi saat ini dirasa lebih cocok untuk pembesaran lele dumbo. CV Jumbo Bintang Lestari saat ini memasok lele dumbo ukuran konsumsi hingga 6-7 ton/hari untuk pasar Jabodetabek, meskipun pernah memasok hingga 12-13 ton per hari pada tahun 2007. Jumlah produksi sengaja diturunkan untuk menjaga agar semua kegiatan usaha dapat terkontrol dengan baik oleh seluruh staf. Pemilik memiliki visi dan misi yang ingin dicapai dalam menjalankan usahanya. Visi CV Jumbo Bintang Lestari dalam menjalankan usaha pembesaran lele adalah mensosialisasikan manfaat mengkonsumsi ikan khususnya lele dumbo serta mengubah citra lele dumbo yang dimasa lalu terkesan jorok dan tidak higienis sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat dalam mengkonsumsi lele dumbo maupun berbudidaya lele dumbo. Misi yang dilakukan agar visi tersebut dapat terwujud adalah dengan melakukan sosialisasi manfaat lele dumbo. Saat ini misi tersebut telah berjalan dengan baik karena pemilik sering mengikuti talk show festival lele di berbagai tempat sebagai pembicara. Terbukti bahwa saat ini peminat lele khususnya lele dumbo semakin meningkat. Visi dan misi CV Jumbo Bintang Lestari dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh keahlian tenaga kerjanya.
57
5.2. Tata Laksana Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Usaha pembesaran lele dumbo yang dilakukan CV Jumbo Bintang Lestari ini bersifat komersil yaitu salah satu tujuannya adalah memperoleh keuntungan. Luas lahan awalnya adalah 10 Ha di Desa Cibinong Kecamatan Gunung Sindur. Seiring dengan berjalannya waktu dan permintaan lele yang semakin meningkat, pemilik merasa bahwa perluasan kolam sudah tidak mungkin lagi dilakukan di wilayah tersebut. Pada tahun 2007 pemilik mulai menambah lokasi kolam yaitu di Desa Padurenan Kecamatan Parung seluas 4 Ha. Lokasi pengembangan tersebut dipilih karena wilayah tersebut masih memiliki sumber air bersih yang merupakan media utama budidaya ikan serta harga lahan yang relatif masih murah. Lahan dibeli secara bertahap dari masyarakat sekitar yang awalnya disewa terlebih dahulu. Total lahan yang dimiliki CV Jumbo Bintang Lestari adalah 14 Ha dengan jumlah kolam sekitar 500 unit. Usaha perluasan kolam ini dilakukan untuk menjaga kelangsungan dan kekuatan pasokan sehingga CV Jumbo Bintang Lestari dapat mengontrol harga. Usaha pembesaran lele dumbo ini telah dirintis pemilik selama 13 tahun. Namun pada tahun 2007 CV Jumbo Bintang Lestari baru menjadi sebuah CV dengan memiliki manajemen yang lebih tersistem. Sistem manajemen yang diterapkan dalam CV Jumbo Bintang Lestari bersifat kekeluargaan dan saling percaya. Namun tetap terdapat suatu struktur organisasi agar dapat diketahui tugas dan wewenang masing-masing karyawan. Secara garis besar struktur organisasi yang ada pada CV Jumbo Bintang Lestari adalah pemilik sebagai general manajer, yang membawahi manajer budidaya, manajer pemasaran, manajer produksi pakan, dan kepala kantor. Setiap manajer tersebut membawahi karyawan yang
58
bekerja pada bidang masing-masing. Tenaga kerja tetap berjumlah 50 orang dan tenaga kerja borongan berjumlah 16 orang. Tenaga kerja borongan hanya bekerja pada saat pemanenan dilakukan. Selain sebagai pembudidaya, pemilik juga merintis usaha sebagai pemasar atau supplier lele ke pedagang besar di pasar Jabodetabek. Hal ini dilakukan agar menjamin
hasil
budidayanya
dapat
terjual
seluruhnya.
Selain
sebagai
pembudidaya dan pemasar, CV Jumbo Bintang Lestari juga menjadi produsen pakan lele berupa pelet yang dijual dengan label yang sama. Tambahan bisnis ini diperoleh pemilik karena berhasil menemukan formula pakan pelet yang tepat setelah melalui serangkaian penelitian. CV Jumbo Bintang Lestari bekerjasama dengan pabrik pakan untuk memproduksi pelet sesuai dengan formula yang ditemukan, namun hak distribusi tetap oleh CV Jumbo Bintang Lestari. Pakan yang diproduksi mempunyai keunggulan yaitu cepat menambah bobot ikan dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Teknik pembesaran lele dumbo yang diterapkan oleh CV Jumbo Bintang Lestari adalah sebagai berikut: 1. Persiapan Kolam Sarana utama yang diperlukan dalam usaha pembesaran lele dumbo adalah kolam. Kolam yang digunakan untuk pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari memiliki kedalaman 1,5 m. Kedalaman kolam ini sudah sesuai dengan kedalaman yang dianjurkan, yaitu sekitar 1-1,5 m menurut Mahyuddin (2008). Ketinggian air dari dasar kolam adalah 1 m. Kolam pembesaran lele dumbo dibuat sedalam 1,5 m dengan tujuan agar mencegah lele dumbo loncat keluar kolam atau pindah ke kolam lain yang terdekat, karena kebiasaan lele
59
dumbo adalah sering meloncat secara vertikal. Luas kolam yang digunakan oleh CV Jumbo Bintang Lestari untuk pembesaran lele dumbo beragam yaitu sebesar 30 m2, 60 m2, 84 m2, dan 180 m2 namun dengan ketinggian air yang sama. Beberapa kolam tergolong kecil, sehingga oksigen yang terdapat di dalam kolam menjadi sedikit. Namun untuk pembesaran lele dumbo tidak masalah menurut Mahyuddin (2008) karena lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan (labirin) yang digunakan untuk mengambil oksigen langsung ke udara. Pada masing-masing kolam dipasangi pipa pralon sepanjang 1 m dengan diameter 3-4 inci. Pemasangan pipa pralon bertujuan untuk menjaga kestabilan ketinggian air agar tetap 1 m dari dasar kolam. Ujung pipa pralon di bungkus dengan tujuan agar tidak ada lele dumbo yang keluar melalui pipa saat ketinggian air bertambah. Menurut Mahyuddin (2008), dasar dan dinding kolam harus kedap air dan kuat menahan air secara permanen. Oleh sebab itu, CV Jumbo Bintang Lestari memadatkan tanah di dasar kolam agar kedap air, sedangkan untuk seluruh dinding kolam ditutupi dengan karung yang telah diisi tanah. Karung yang digunakan merupakan karung bekas pakan pelet. Sebelum benih ditebarkan, kolam dipersiapkan terlebih dahulu selama 3-4 hari. Kolam dikeringkan beberapa hari namun tetap dijaga agar permukaan kolam tidak sampai retak-retak agar nantinya kolam tidak boros air. Selanjutnya seluruh permukaan kolam ditaburi kapur. Tanah kolam menurut Darseno (2010) yang mengandung unsur logam tinggi cenderung bersifat asam. Oleh sebab itu, diperlukan pengapuran terhadap kolam. Hal ini bertujuan untuk menaikkan pH atau menetralisir tingkat keasaman tanah. Selain itu, pengapuran berguna untuk membasmi hama, parasit, dan sumber penyakit yang mungkin dapat menyerang
60
lele. Kapur yang digunakan oleh CV Jumbo Bintang Lestari adalah kapur Dolomit dengan dosis 10 kg setiap kolam yang digunakan hanya satu kali diawal persiapan kolam. Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di dasar dan dinding kolam. Kemudian dilakukan pemupukan pada kolam dengan menggunakan pupuk buatan yaitu pupuk cair Super ACI dengan dosis 40 ml per kolam digunakan sekali diawal persiapan kolam, lalu setiap dua minggu sekali dengan dosis yang sama hingga panen. Pemupukan dilakukan dengan cara disiram secara merata ke permukaan kolam. Sebelumnya pupuk dicampur terlebih dahulu dengan air. Fungsi pemupukan dalam budidaya lele dumbo adalah sebagai berikut: 1) merangsang pertumbuhan pakan alami, 2) menstabilkan suhu air, 3) menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri patogen. Pengisian air kolam dilakukan setelah kegiatan pemupukan selesai. Setelah proses pengisian air selesai, kolam dibiarkan dulu selama 2 hari. Hal ini bertujuan agar tumbuh pakan alami di kolam. Setelah itu baru dilakukan penebaran benih. 2. Penebaran Benih Sistem penebaran benih di CV Jumbo Bintang Lestari dilakukan secara bergiliran dengan tujuan menciptakan waktu panen yang bervariasi. Penghitungan benih lele dumbo dilakukan dengan metode sampling dengan menggunakan baskom plastik berlubang. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran benih yang seragam. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat cuaca tidak panas. Penebaran benih dilakukan perlahan-lahan dan sangat hati-hati agar benih tidak stres. Posisi orang yang akan menebarkan benih turun ke dalam
61
kolam, lalu wadah plastik yang berisi benih lele dumbo ditidurkan di atas permukaan air. Secara perlahan-lahan wadah benih lele dumbo dimiringkan sedikit dan biarkan benih lele dumbo keluar dengan sendirinya. Jumlah benih yang ditebar tergantung dari luas kolam dan ukuran benih namun rata-rata kepadatan benih yang ditebar adalah 174-433 ekor/m2. Padat penebaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembesaran lele dumbo. Padat penebaran lele dumbo yang baik akan menghasilkan panen lele dumbo yang baik pula, sebaliknya jika padat penebaran tidak sesuai dengan kapasitas kolam maka akan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pada lele dumbo. 3. Pemeliharaan Selama pemeliharaan lele dumbo diberi pakan pelet dan pakan tambahan. Pakan pelet merupakan pakan utama yang digunakan dalam usaha pembesaran lele dumbo. Pakan pelet yang diberikan merupakan pelet yang diproduksi sendiri oleh CV Jumbo Bintang Lestari dengan komposisi yaitu, protein kasar minimal 32 persen, kadar air maksimal 12 persen, lemak kasar minimal 5 persen, serat kasar maksimal 6 persen dan abu maksimal 8 persen. Menurut Mahyuddin (2008) komposisi pakan pelet yang baik adalah kandungan protein minimal 30 persen, lemak 4-16 persen, karbohidrat 15-20 persen, mineral (fosfor) 0,5-0,8 persen, dan air maksimal 12 persen. Terlihat bahwa komposisi pakan pelet yang diproduksi oleh CV Jumbo Bintang Lestari telah mencukupi syarat-syarat pakan pelet yang baik. Pemberian pakan pelet dilakukan pada pagi dan sore hari dengan rata-rata 25 kg pelet per hari pada masing-masing kolam. Pemberian pakan dilakukan
62
secara bertahap agar setiap ekor lele dumbo memperoleh pakan dalam jumlah yang cukup. Hal ini dilakukan agar ukuran lele dumbo yang dipanen sama rata. Pakan diberikan dengan sistem sampai kenyang, dapat dilihat jika lele dumbo sudah tidak mau makan lagi. Pakan pelet yang diberikan diusahakan dalam waktu maksimal 15 menit harus habis jangan sampai mengambang di permukaan kolam. Hal ini bertujuan agar tidak mencemari lingkungan dan kolam. Pakan tidak diberikan saat hujan sebab tingkat keasaman air sedang tinggi. Pakan tambahan merupakan pakan sampingan yang digunakan oleh CV Jumbo Bintang Lestari. Pakan tambahan berupa limbah dari peternakan (bangkai ayam dan telur) dan limbah dari pabrik makanan (sisa sosis). Menurut Mahyuddin (2008) pemberian pakan tambahan (alternatif) selain pakan pelet merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keuntungan bagi pembudidaya. Pakan tambahan yang dapat diberikan pada lele dumbo adalah ikan rucah, keong mas, bekicot, limbah peternakan ayam atau burung puyuh, belatung, limbah penetasan telur, dan limbah pemindangan ikan. Lele sangat membutuhkan protein hewani untuk pertumbuhannya. Kelebihan pakan tambahan adalah harganya murah dan mengandung protein yang cukup untuk kebutuhan lele. Sementara itu kelemahan pakan tambahan adalah kurang praktis jika dibandingkan dengan pakan buatan seperti pelet. Selain itu, pakan tambahan sebelum diberikan pada lele juga memerlukan perlakuan khusus. Selain pemberian pakan, pengontrolan dilakukan dengan pemberian probiotik merek Tiger Bac. Pemberian probiotik menurut Mahyuddin (2008) bertujuan untuk memperbaiki kualitas air kolam, meningkatkan nafsu makan lele dumbo, dan meminimalkan serangan penyakit. Tiger Bac diberikan sebanyak 20
63
gr per kolam setiap satu minggu sekali hingga panen. Lama pemeliharaan lele dumbo di kolam pembesaran adalah 1-2,5 bulan atau tergantung dari ukuran benih yang ditebar dan tergantung dari kebutuhan. 4. Pemanenan Pemanenan dilakukan ketika ukuran lele dumbo telah mencapai ukuran konsumsi yaitu 7-10 ekor/kg. Tingkat kehidupan lele dumbo mulai dari ditebar hingga panen sebesar 80%. Jika satu kolam ditebar bibit sebanyak 25.000 ekor (gr) maka akan memperoleh hasil panen sebesar 2.000 kg. Teknik yang dilakukan ketika dilakukan pemanenan adalah lele dumbo dipuasakan dahulu sehari sebelum dipanen agar tidak banyak kotoran yang terangkut ketika proses pemanenan sedang berlangsung. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dengan tujuan agar tidak terlalu siang saat akan dipasarkan. Proses pemanenan dimulai dengan terlebih dahulu membersihkan eceng gondok yang menutupi permukaan kolam. Selanjutnya air kolam dikuras dengan bantuan pompa air. Sambil terus dikuras, lele dumbo ditangkap dengan menggunakan jaring. Lalu jaring dibawa ke salah satu sudut kolam. Di atas pematang kolam, telah disiapkan keranjang plastik untuk menampung lele dumbo. Kemudian lele dumbo dipindahkan dari jaring ke keranjang plastik dengan menggunakan seser atau hapa. Proses penangkapan lele dumbo harus dilakukan dengan hati-hati agar menghindari terjadinya luka pada kulit lele dumbo. Kemudian lele dumbo dimasukkan ke dalam wadah penampungan untuk seleksi. Seleksi dilakukan untuk membagi lele dumbo kebeberapa ukuran yaitu ukuran pedaging (konsumsi), big size, dan sortir. Tenaga kerja yang melakukan pemanenan adalah tenaga kerja borongan bukan tenaga kerja tetap. Setelah proses
64
pemanenan selesai, lalu kolam kembali dikondisikan untuk pemeliharaan lele dumbo berikutnya dengan perlakuan yang sama seperti persiapan kolam pada awalnya. 5. Hama dan Penyakit Selama proses pembesaran, lele dumbo dapat terserang berbagai penyakit terutama disebabkan oleh faktor lingkungan seperti curah hujan yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan keasaman air kolam. Akan tetapi pengobatan baru dilakukan hanya jika lele sedang terserang penyakit. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat tetracilin atau new aerobacter dengan dosis 1 gr/kg pakan. Saat ini CV Jumbo Bintang Lestari lebih mengutamakan pencegahan penyakit secara alami dengan pemberian pisang batu pada lele dumbo dan menanam tanaman kihujan di pinggiran kolam. Namun, jika terlanjur terdapat lele dumbo yang mati di dalam kolam, maka lele dumbo tersebut harus segera dibuang agar penyakitnya tidak menular. Selain penyakit, juga terdapat pemangsa bagi benih lele dumbo berumur dibawah satu bulan seperti burung, ular, musang bahkan pencurian oleh manusia. Pencegahan yang dilakukan oleh CV Jumbo Bintang Lestari adalah dengan memberi penerangan lampu pada setiap sudut kolam, serta menyebar soang (angsa) yang bebas berkeliaran di sekitar kolam. Alasan menggunakan soang adalah suaranya yang nyaring dan keberadaannya yang dapat diterima oleh masyarakat sekitar yang mayoritas beragama Islam. Namun, selain untuk menjaga kolam lele dumbo, keberadaan soang juga disebabkan atas kecintaan pemilik terhadap binatang.
65
Keunikan lain pada kolam pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari adalah terdapat tanaman eceng gondok yang sering dianggap mengganggu oleh sebagian pembudidaya ikan namun oleh pemilik dijadikan sebagai salah satu faktor yang menguntungkan. Eceng gondok memiliki empat fungsi yaitu sebagai peneduh bagi lele di dalam kolam, penyerap racun, tempat fitoplankton menempel dan menjadi sumber tambahan makanan bagi lele, serta sebagai penyamar karena menutupi hampir seluruh area kolam. Warna air kolam pembesaran semakin lama akan semakin menghitam pekat seiring dengan semakin menumpuknya limbah dari lele itu sendiri. Limbah dapat berasal dari kotoran lele dumbo dan dari pakan yang terbuang serta lendir badan lele dumbo. Tumpukkan limbah dapat meningkatkan tingkat kematian pada lele dumbo. Hal tersebut dapat dicegah dengan melakukan pergantian air secara rutin. Setelah melewati sekitar 10 hari masa pemeliharaan, baru dilakukan penggantian atau penambahan air. Sebab, selama waktu tersebut ada kemungkinan volume air di kolam berkurang. Hal itu dikarenakan perembesan atau penguapan air. Penggantian atau penambahan air dilakukan setiap seminggu sekali. 5.3. Deskripsi Produk dan Pemasaran Perusahaan
perikanan
lele
dumbo
CV
Jumbo
Bintang
Lestari
menghasilkan produk berupa lele ukuran konsumsi yang diperoleh setelah dibesarkan selama 1-2,5 bulan. Setelah melalui proses seleksi ukuran, lele dumbo dimasukkan ke dalam karung untuk ditimbang. Tujuannya agar tidak ada air yang ikut ditimbang. Walaupun tanpa air, lele dumbo tetap kuat atau dapat bertahan hidup. CV Jumbo Bintang Lestari menggunakan sistem pengangkutan terbuka.
66
Oleh sebab itu, setelah proses penimbangan selesai lele dumbo dimasukkan ke dalam tong-tong khusus yang telah diberi air. Tong-tong tersebut diberi air agar dapat menjaga kualitas lele dumbo tetap segar sampai ke pasar yang dituju. Lalu proses pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil pick up dan truk. Harga jual lele dumbo bersifat fluktuatif atau berubah sesuai dengan harga pasar yang sedang berlaku. Harga lele dumbo ukuran konsumsi saat ini adalah Rp 11.100/kg dengan jumlah 7-10 ekor/kg. Selain menghasilkan lele ukuran konsumsi, CV Jumbo Bintang Lestari juga menghasilkan lele dumbo ukuran BS dan sortir. Istilah BS adalah ukuran besar atau big size yaitu 5-6 ekor/kg, sedangkan sortir adalah ukuran kecil yaitu sekitar 11-20 ekor/kg. Kedua ukuran tersebut dijual dengan harga yang relatif lebih rendah yaitu hanya Rp 8.800/kg untuk BS dan Rp 9.600/kg untuk ukuran sortir. Masing-masing ukuran mempunyai segmen konsumen sendiri. Lele dumbo ukuran konsumsi sebagian besar dipasok ke pasar Jabodetabek. Khusus untuk ukuran BS dan sortir dipasarkan oleh Bandar di pasar Muara Angke. 5.4. Harapan CV Jumbo Bintang Lestari Saat ini CV Jumbo Bintang Lestari telah menyerap 50 orang karyawan tetap dan 16 orang pekerja borongan yang bekerja pada saat panen saja. Sebagian besar karyawan berasal dari masyarakat sekitar, sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan pengembangan usaha yang semakin baik, menjadikan CV Jumbo Bintang Lestari sebagai perusahaan lokal di Gunung Sindur yang sukses di pasaran lele di Jabodetabek. Harapan lain yang ingin dicapai pemilik adalah mengembangkan industri pengolahan lele dumbo untuk menjamin pemasaran hasil budidayanya. Selain itu,
67
ada gagasan untuk menjadikan limbah kolam sebagai bahan pupuk dan mengolah eceng gondok agar lebih berdaya guna dan bernilai. Jika usaha tersebut berkembang maka akan dapat lebih banyak lagi menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Sehingga pada akhirnya perekonomian masyarakat di sekitarnya juga akan berkembang.
68
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usaha pembesaran lele dumbo pada CV Jumbo Bintang Lestari adalah padat penebaran (X1), pakan pelet (X2), pakan tambahan (X3) yaitu limbah peternakan (bangkai ayam dan telur) dan atau limbah pabrik makanan (sisa sosis), pupuk (X4), probiotik (X5), dan kapur (X6). Model fungsi produksi usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari diduga adalah: Ln Y = - 2,11 + 0,634 Ln X1 + 0,336 Ln X2 + 0,092 Ln X3 + 0,116 Ln X4 - 0,247 Ln X5 + 0,133 Ln X6 ………………………………………….. (1) Maka fungsi Cobb Douglas yang belum dilogaritmakan adalah: Y = 2,846X10,634X20,336X30,092X40,116X5-0,247X60,133 ……………………………... (2) Dimana: Y X1 X2 X3 X4 X5 X6
= Produksi Lele Dumbo (kg/m2) = Padat Penebaran (ekor/m2) = Jumlah pakan pelet yang diperlukan oleh lele dumbo (kg/m2) = Jumlah pakan tambahan yang diperlukan oleh lele dumbo (kg/m2) = Pupuk (liter/m2) = Probiotik (kg/m2) = Kapur (kg/m2)
Hasil pendugaan sementara fungsi produksi Cobb Douglas usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pendugaan Sementara Fungsi Produksi Cobb Douglas Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Variabel Konstanta Padat Penebaran (X1) Pakan Pelet (X2) Pakan Tambahan (X3) Pupuk (X4) Probiotik (X5) Kapur (X6)
Koefisien Regresi -2,11 0,634 0,336 0,092 0,116 -0,247 -0,133
Simpangan Baku Koefisien 1,046 0,1495 0,07613 0,03033 0,2070 0,1799 0,1581
T-Hitung -2,01 4,24 4,42 3,03 0,56 -1,38 0,84
P-Value
VIF
0,049 0,000* 0,000* 0,004* 0,578 0,175 0,406
3,9 2,1 1,6 34,8 29,5 21,9
Keterangan : *Nyata pada tingkat α = 0,05 R-Sq = 80,9% R-Sq (adj) = 78,7% Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa padat penebaran, pakan pelet, dan pakan tambahan signifikan pada taraf nyata α = 0,05. Namun nilai VIF untuk pupuk, probiotik, dan kapur sangat tinggi (lebih dari 10) yaitu sebesar 34,8 untuk pupuk, 29,5 untuk probiotik, dan 21,9 untuk kapur. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadi multikolinearitas antar peubah bebas. Sehubungan dengan terjadinya multikolineraitas tersebut, maka upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan metode analisis komponen utama. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan terlebih dahulu membakukan (menstandarisasi) peubah-peubah Ln X tersebut menjadi Z. Hasil pembakuan terlihat pada Lampiran 2. Sedangkan nilai akar ciri dan vektor ciri dari matriks Z ini terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Akar Ciri dan Vektor Ciri Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 4.1973 0.8725 0.6470 0.2332 0.0319 0.0181 Proportion 0.700 0.145 0.108 0.039 0.005 0.003 Cumulative 0.700 0.845 0.953 0.992 0.997 1.000
70
Tabel 3. (Lanjutan) Variable PC1 PC2 Z1 0.431 0.100 Z2 0.346 0.161 Z3 0.204 -0.969 Z4 0.465 0.120 Z5 0.469 -0.008 Z6 0.465 0.099
PC3 -0.250 -0.818 -0.094 0.305 0.263 0.312
PC4 -0.851 0.422 0.004 0.149 0.270 0.052
PC5 PC6 0.120 0.054 -0.077 -0.034 -0.055 -0.084 0.261 -0.765 0.510 0.615 -0.806 0.158
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Dari keenam komponen utama yang diturunkan dari matriks korelasi antar peubah bebas, hanya terdapat satu komponen utama yang memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data, yaitu komponen utama pertama (atau dilihat dari nilai Eigenvalue yang lebih besar dari 1). Dengan demikian komponen utama pertama yang merupakan kombinasi linear dari Z dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: W1 = 0,431 Z1 + 0,346 Z2 + 0,204 Z3 + 0,465 Z4 + 0,469 Z5 + 0,465 Z6 ………. (3) Matriks W berisi skor komponen utama yang diperoleh dari persamaan (16) yang terdapat pada metode penelitian terlihat pada Lampiran 3. Selanjutnya peubah tak bebas Y diregresikan terhadap skor komponen utama W1, hasilnya terlihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Analisis Sidik Ragam Fungsi Produksi Cobb Douglas (Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Jumlah Derajat Sumber Kuadrat MS F-Hitung Peluang Bebas Tengah Regresi 1 2,5476 2,5476 101,75 0,000 Standar Error 57 1,4271 0,0250 Total 58 3,9747 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Hasil pendugaan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa F-hitung sebesar 101,75 nyata pada taraf 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas padat penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur secara
71
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo pada taraf 5 persen. Hasil pendugaan fungsi produksi Cobb Douglas (menggunakan analisis komponen utama) usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas (Menggunakan Analisis Komponen Utama) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Simpangan Koefisien Variabel Baku T-Hitung P-Value VIF Regresi Koefisien Konstanta 3,14 0,02060 152,59 0,000 W1 0,102 0,01014 10,09 0,000* 1,000 Keterangan : *nyata pada tingkat α = 0,05 R-Sq = 64,1% R-Sq (adj) = 63,5% Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Pada Tabel 5 hasil pendugaan model menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 64,1 persen dengan nilai R2 terkoreksi sebesar 63,5 persen. Nilai R2 terkoreksi tersebut berarti bahwa sebesar 63,5 persen dari variasi produksi lele dumbo dapat dijelaskan oleh faktor padat penebaran (X1), pakan pelet (X2), pakan tambahan (X3) ), pupuk (X4), probiotik (X5), dan kapur (X6). Sedangkan 36,5 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Selanjutnya dilakukan transformasi balik W menjadi Z, sehingga diperoleh persamaan regresi dalam peubah baku sebagai berikut: Ln Y = 3,14 + 0,102 W1 Ln Y = 3,14 + 0,102 (0,431 Z1 + 0,346 Z2 + 0,204 Z3 + 0,465 Z4 + 0,469 Z5 + 0,465 Z6) Ln Y = 3,14 + 0,044 Z1 + 0,035 Z2 + 0,021 Z3 + 0,047 Z4 + 0,048 Z5 + 0,047 Z6 ……………………………………………………………….(4) Berikut adalah nilai simpangan baku yang dicari dengan menggunakan persamaan (18) dan (19) yang terdapat pada metode penelitian, maka hasil yang diperoleh dapat terlihat pada Tabel 6.
72
Tabel 6. Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Simpangan Peubah Koefisien t-hitung Baku 0,016684381 0,210769 12,63274* Z1 0,013393958 0,116729 8,715041* Z2 0,007897015 0,031643 4,006929* Z3 0,01800055 0,104888 5,826945* Z4 0,018155393 0,099862 5,500413* Z5 0,01800055 0,100986 5,610188* Z6 Keterangan : *nyata pada tingkat α = 0,05 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Analisis signifikansi koefisien parsial baku regresi komponen utama pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa semua koefisien regresi nyata secara statistik pada taraf nyata sebesar 5 persen (t-hitung lebih besar dari pada t-tabel = 1,96). Untuk memperoleh persamaan penduga dengan menggunakan peubah asli, maka persamaan (4) ditransformasi ke peubah asalnya menjadi:
X1 X1 X2 X2 + 0,035292 Ln Y = 3,14 + 0,043962 S 2 + 0,020808 S1 X3 X3 X4 X4 X5 X5 + 0,04743 + 0,047838 S3 S S 5 + 0,04743 4 X6 X6 S 6
Ln Y = 3,05 + 0,211 Ln X1 + 0,117 Ln X2 + 0,032 Ln X3 + 0,105 Ln X4 + 0,099 Ln X5 + 0,101 Ln X6 ………………………………………….. (5) Maka fungsi Cobb Douglas yang merupakan fungsi setelah dilakukan analisis komponen utama yang belum dilogaritmakan adalah: Y = 1,021X10,211X20,117X30,032X40,105X50,099X60,101 ……………………………… (6)
73
6.2. Uji Kriteria Ekonometrika 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas untuk model fungsi produksi pembesaran lele dumbo (Lampiran 5), diperoleh bahwa nilai probability dari uji normalitas sebesar 0,959. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata sebesar 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah berdistribusi normal. 2. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas untuk model fungsi produksi pembesaran lele dumbo (Lampiran 6), diperoleh bahwa nilai probability dari uji heteroskedastisitas sebesar 0,523. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata sebesar 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa varian homogen atau tidak ada heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. 6.3. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha Dalam model fungsi produksi Cobb Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, sedangkan penjumlahan dari nilai–nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model fungsi produksi lele dumbo yang diduga menunjukkan bahwa hasil dari penjumlahan koefisien regresi masing-masing faktor produksi adalah 0,665. Jumlah nilai elastisitas berada antara nol dan satu, maka dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran lele dumbo berada pada skala kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa penambahan 1 persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan produksi sebesar 0,665 persen atau proporsi penambahan input
74
produksi melebihi proporsi penambahan output produksi. Pengaruh dari masingmasing variabel independen terhadap produksi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Padat Penebaran (X1) Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglas menunjukkan elastisitas faktor produksi padat penebaran sebesar 0,211, berarti setiap penambahan satu persen padat penebaran akan meningkatkan jumlah produksi sebesar 0,211 persen, dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai koefisien regresi produksi 0,211 menunjukkan elastisitas (0 < Ep < 1), terlihat bahwa penggunaan padat penebaran pada daerah rasional (daerah II). Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) sebesar 0,05 padat penebaran berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo, sehingga penambahan padat penebaran sebesar satu satuan akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi lele dumbo dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). 2. Pakan Pelet (X2) Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass menunjukkan elastisitas faktor produksi pakan pelet sebesar 0,117. Hal ini berarti jika terjadi penambahan satu persen pakan pelet akan meningkatkan produksi lele dumbo sebesar 0,117 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai koefisien regresi produksi 0,117 menunjukkan elastisitas (0 < Ep < 1), terlihat bahwa penggunaan pakan pelet pada daerah rasional (daerah II). Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 pakan pelet berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo sehingga penambahan pakan pelet sebesar satu satuan akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi lele dumbo dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
75
3. Pakan Tambahan (X3) Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass menunjukkan elastisitas faktor produksi pakan tambahan sebesar 0,032. Hal ini berarti jika terjadi penambahan satu persen pakan tambahan
akan meningkatkan produksi lele
dumbo sebesar 0,032 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai koefisien regresi produksi 0,032 menunjukkan elastisitas (0 < Ep < 1), terlihat bahwa penggunaan pakan tambahan pada daerah rasional (daerah II). Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 pakan tambahan berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo sehingga penambahan pakan tambahan sebesar satu satuan akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi lele dumbo dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). 4. Pupuk (X4) Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass menunjukkan elastisitas faktor produksi pupuk sebesar 0,105. Hal ini berarti jika terjadi penambahan satu persen pupuk akan meningkatkan produksi lele dumbo sebesar 0,105 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai koefisien regresi produksi 0,105 menunjukkan elastisitas (0 < Ep < 1), terlihat bahwa penggunaan pupuk pada daerah rasional (daerah II). Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo sehingga penambahan pupuk sebesar satu satuan akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi lele dumbo dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). 5. Probiotik (X5) Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass menunjukkan elastisitas faktor produksi probiotik sebesar 0,099. Hal ini berarti jika terjadi penambahan
76
satu persen probiotik akan meningkatkan produksi lele dumbo sebesar 0,099 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai koefisien regresi produksi 0,099 menunjukkan elastisitas (0 < Ep < 1), terlihat bahwa penggunaan probiotik pada daerah rasional (daerah II). Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 probiotik berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo sehingga penambahan probiotik sebesar satu satuan akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi lele dumbo dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). 6. Kapur (X6) Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglass menunjukkan elastisitas faktor produksi kapur sebesar 0,101. Hal ini berarti jika terjadi penambahan satu persen kapur akan meningkatkan produksi lele dumbo sebesar 0,101 persen dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Nilai koefisien regresi produksi 0,101 menunjukkan elastisitas (0 < Ep < 1), terlihat bahwa penggunaan kapur pada daerah rasional (daerah II). Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 kapur berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo sehingga penambahan kapur sebesar satu satuan akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi lele dumbo dengan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
77
VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI Tingkat efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi dapat dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) per periode pembesaran. Faktor-faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktor-faktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan rupiah. Penggunaan faktor produksi yang optimal dan telah mencapai keuntungan yang maksimum yaitu ketika rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Pada kondisi tersebut usaha pembesaran lele dumbo dapat dikatakan telah efisien secara ekonomi. Rasio NPM dan BKM usaha pembesaran lele dumbo untuk masingmasing faktor produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Variabel Padat Penebaran (ekor/m2) Pakan Pelet (kg/m2) Pakan Tambahan (kg/m2) Pupuk (ltr/m2) Probiotik (kg/m2) Kapur (kg/m2) Produksi Rata-rata (kg/m2) Harga Output (kg)
Pengunaan Rata-rata Aktual
Koefisien Regresi
272
0,210769
206,456
20,398
0,116729
1.524,925
5,952 0,002 0,002 0,132
0,031643 0,104888 0,099862 0,100986
1.416,720 12.406.325,493 12.948.334,098 203.926,477
NPM
BKM 243 6.400 1.625 120.000 151.000 400
NPM/ BKM
Pengunaan Input Optimal
0,850
231
0,238
4,860
0,872 103,386 85,751 509,816
5,189 0,233 0,176 67,276 24,007 11.100
Sumber: Data Primer, diolah (2010)
Tabel 7 menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada usaha pembesaran lele dumbo yang menunjukkan bahwa penggunaan faktorfaktor produksi dalam usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari tidak efisien secara ekonomi. Hal ini dikarenakan nilai-nilai rasio NPM terhadap BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa
penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha pembesaran lele dumbo belum optimal pada suatu hasil produksi. Padat penebaran mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 206,456/ekor. Biaya korbanan marjinal padat penebaran adalah Rp 243/ekor. Nilai NPM tersebut memiliki arti bahwa setiap penambahan padat penebaran sebanyak 1 ekor/m2 akan meningkatkan penerimaan sebanyak Rp 206,456. Adapun rasio antara NPM dan BKM dari padat penebaran adalah 0,850 (< 1), berarti bahwa padat penebaran belum efisien dalam penggunaannya. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi padat penebaran harus dikurangi hingga mencapai 231 ekor/m2. Hal ini didukung oleh pernyataan Mahyuddin (2008) yang mengatakan bahwa padat penebaran tidak boleh terlalu tinggi untuk mengurangi tingkat kematian lele. Apabila populasi atau padat penebaran terlalu padat, lele akan rentan terserang berbagai macam penyakit. Selain itu, padat penebaran yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperebutkan makanan dan melemahkan kondisi tubuh lele. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara diketahui bahwa penggunaan yang berlebihan dikarenakan pembudidaya kurang mengontrol perhitungan padat penebaran tiap kolam sehingga padat penebaran tiap kolam menjadi berbeda-beda yaitu antara 174-433 ekor/m2. Nilai produk marjinal untuk pakan pelet adalah Rp 1.524,925/kg dan biaya korbanan marjinalnya sebesar Rp 6.400/kg. Nilai NPM tersebut berarti bahwa setiap penambahan pakan pelet sebanyak satu kilogram akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 1.524,925. Rasio NPM dan BKM pakan pelet adalah 0,238 (< 1), berarti bahwa penggunaan pakan pelet belum efisien.
79
Untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi maka penggunaan aktual pakan pelet perlu dikurangi hingga mencapai 4,860 kg/m2. Menurut Mahyuddin (2008) penentuan jumlah pakan pelet per hari untuk lele dumbo dapat dihitung berdasarkan bobot total benih dan umur tebar. Misalkan bobot total benih lele yang memiliki padat tebar 5.250 ekor adalah 157,5 kg (30 gr/ekor). Kebutuhan pakan per hari pada tahap awal 5% x 157,5 kg = 7,9 kg. Setelah 10 hari masa pemeliharaan, dimisalkan lele mengalami kenaikan ratarata 15 gr/ekor (dicari dengan metode sampling), maka bobot total lele menjadi (45 gr/ekor x 5.250)/1000 = 236 kg. Sehingga diperoleh kebutuhan pakan per hari menjadi 5% x 236 kg = 11,8 kg dengan asumsi persentase pakan 5%. Begitu seterusnya, setiap periode 10 hari sekali dilakukan penimbangan ulang bobot lele secara sampling. Namun menjelang panen (2 minggu sebelum panen), persentase pakan diturunkan menjadi 2-3%. Berdasarkan metode tersebut diperoleh hasil bahwa rata-rata penggunaan pakan pelet pada satu periode pembesaran adalah 32,601 kg/m2. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode perhitungan bobot total benih dan umur tebar, penggunaan pakan pelet di CV Jumbo Bintang Lestari sebaiknya perlu ditambah dari 20,398 kg/m2 menjadi 32,601 kg/m2. Namun Mahyuddin (2008) menambahkan bahwa penggunaan pakan pelet dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai nafsu makan lele. Pakan tambahan mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 1.416,720/kg dan biaya korbanan marjinalnya adalah Rp 1.625/kg. Nilai NPM ini berarti bahwa penambahan satu kilogram pakan tambahan akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 1.416,720. Rasio NPM dan BKM pakan
80
tambahan adalah 0,872 (< 1) yang artinya penggunaan pakan tambahan belum efisien. Untuk menjadi efisien maka penggunaan aktual pakan tambahan harus dikurangi hingga mencapai 5,189 kg/m2. Penggunaan pakan tambahan dapat dikurangi jika penggunaan pakan pelet sudah efisien. Sebab, pakan tambahan merupakan pakan sampingan yang digunakan oleh CV Jumbo Bintang Lestari. Pakan tambahan tersebut adalah limbah dari peternakan (bangkai ayam dan telur) dan limbah dari pabrik makanan (sisa sosis). Jumlah pakan tambahan yang digunakan tidak teratur sebab pakan tambahan hanya digunakan jika ada limbah peternakan atau limbah pabrik makanan yang dijual kepada CV Jumbo Bintang Lestari. Akan tetapi, karena penggunaan pakan pelet sebagai pakan utama pun masih kurang, maka pakan tambahan sebaiknya perlu ditambahkan. Nilai produk marjinal untuk pupuk adalah Rp 12.406.325,493/liter dan biaya korbanan marjinalnya sebesar Rp 120.000/liter. Nilai NPM ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk sebanyak satu liter akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 12.406.325,493. Rasio NPM dan BKM pupuk adalah 103,386 (> 1), berarti bahwa penggunaan pupuk belum efisien. Untuk mencapai kondisi efisien maka penggunaan aktual pupuk perlu ditambah hingga mencapai 0,233 liter/m2. Namun, berdasarkan dosis pupuk yang boleh digunakan, maka secara aktual untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, penggunaan pupuk sebaiknya adalah 0,002 liter/m2. Menurut Darseno (2010) penggunaan pupuk pabrikan (urea dan TSP) tidak boleh berlebihan, sebab kandungan utama yang dimiliki oleh pupuk urea adalah nitrogen. Sedangkan air kolam yang kotor sudah mengandung nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat keasaman air.
81
Probiotik mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 12.948.334,098/kg dan biaya korbanan marjinalnya adalah Rp 151.000/kg. Nilai NPM ini berarti bahwa penambahan satu kilogram probiotik akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 12.948.334,098. Rasio NPM dan BKM probiotik adalah 85,751 (> 1) yang artinya penggunaan probiotik belum efisien. Untuk menjadi efisien maka penggunaan aktual probiotik harus ditambah hingga mencapai 0,176 kg/m2. Namun, sama halnya dengan penggunaan pupuk, berdasarkan dosis probiotik yang boleh digunakan, maka secara aktual untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, penggunaan probiotik sebaiknya adalah 0,002 kg/m2. Kapur mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 203.926,477/kg dan biaya korbanan marjinalnya adalah Rp 400/kg. Nilai NPM ini berarti bahwa penambahan satu kilogram kapur akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 203.926,477. Rasio NPM dan BKM kapur adalah 509,816 (> 1) yang artinya penggunaan kapur belum efisien. Untuk menjadi efisien maka penggunaan aktual kapur harus ditambah hingga mencapai 67,276 kg/m2. Sama halnya dengan penggunaan pupuk dan probiotik, berdasarkan dosis kapur yang boleh digunakan, maka secara aktual untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, penggunaan probiotik sebaiknya adalah 0,132 kg/m2. Akan tetapi dilihat dari kondisi di CV Jumbo Bintang Lestari, penggunaan rata-rata aktual kapur tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan dosis yang sebaiknya digunakan. Menurut Darseno (2010), penggunaan kapur sebaiknya adalah 0,006 kg/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH) tanah. Penggunaan rata-rata aktual kapur yang tinggi di CV Jumbo Bintang Lestari disebabkan oleh tidak terkontrolnya penebaran kapur saat persiapan kolam dilakukan.
82
VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 8.1. Analisis Biaya Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari Biaya merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha pembesaran lele dumbo, karena biaya dapat menunjukkan kondisi usaha yang dijalankan. Biaya yang terdapat di perusahaan perikanan CV Jumbo Bintang Lestari terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tunai (biaya tetap dan biaya variabel) dan biaya tidak tunai. Biaya-biaya tersebut dihitung selama dua bulan atau satu periode pembesaran lele dumbo. Biaya tetap terdiri dari gaji tenaga kerja tetap, listrik, dan transportasi yang harus dibayar tetap berapapun lele dumbo yang dihasilkan. Biaya variabel merupakan biaya yang akan berubah jika produksi lele dumbo berubah. Tabel 8. Analisis Perhitungan Nilai Penyusutan per Satu Periode Pembesaran (2 bulan) pada Tahun 2010 Investasi Ember Plastik
Biaya per unit (Rp)
Umur Teknis
Nilai Sisa Unit
Nilai (%)
Nilai
Th
Bln
Nilai Penyusutan (Rp)
7.000
13
91.000
0%
0
1
12
15.166,67
Keranjang Plastik
80.000
4
320.000
0%
0
1
12
53.333,33
Baskom Plastik Berlubang
80.000
16
1.280.000
0%
0
1
12
213.333.33
Seser
55.000
2
110.000
0%
0
-
2
110.000,00
Hapa
240.000
4
960.000
0%
0
1
12
160.000,00
Jaring
360.000
1
360.000
0%
0
1
12
60.000,00
Pipa
9.250
94
869.500
0%
0
1
12
144.916,67
Sabit
30.000
5
150.000
0%
0
1
12
25.000,00
Cangkul
50.000
13
650.000
0%
0
3
36
36.111,11
Terpal
48.000
1
48.000
0%
0
1
12
8.000,00
Kayu
131.250
1
131.250
0%
0
1
12
21.875,00
Mesin Satelit
7.500.000
1
7.500.000
10%
750.000
5
60
225.000,00
Mesin Diesel
2.500.000
6
15.000.000
10%
1.500.000
3
36
750.000,00
Alat Timbang
750.000
3
2.250.000
5%
112.500
2
24
178.125,00
Gentong
120.000
40
4.800.000
0%
0
5
60
160.000,00
1.000.000
4
4.000.000
10%
400.000
10
120
60.000,00
Kolam Penampungan Sementara
Tabel 8. (Lanjutan) Selang Spiral 2 Inch
3.000.000
6
18.000.000
0%
0
2
24
1.500.000,00
Selang Sedot
1.260.000
6
7.560.000
0%
0
2
24
630.000,00
190.000.000
1
190.000.000
10%
19.000.000
10
120
2.850.000,00
80.000.000
5
400.000.000
10%
40.000.000
10
120
6.000.000,00
200.000.000
1
200.000.000
10%
20.000.000
10
120
3.000.000,00
2.000.000
3
6.000.000
10%
600.000
10
120
90.000,00
Mobil Truk Pick Up Gedung Kantor Gudang
Total
16.290.861,11
Sumber: Data Primer, diolah (2010)
Biaya non tunai yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan yang terdiri dari berbagai jenis peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun dan biaya sewa kolam milik pribadi. Berdasarkan Tabel 8 total biaya penyusutan adalah Rp 16.290.861,11. Biaya penyusutan tersebut berasal dari investasi yang mengalami penyusutan setiap tahunnya. Jumlah biaya penyusutan dalam usaha pembesaran lele dumbo tidak tergantung pada produksi lele dumbo yang dihasilkan. Nilai penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi tiap sarana produksi usaha pembesaran lele dumbo memiliki beban pemakaian yang sama setiap bulannya. Tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan dalam biaya non tunai sebab pemilik tidak terjun langsung di seluruh tahapan proses produksi. Pemilik hanya memantau dan memperkerjakan orang untuk membantu proses seluruh tahapan proses produksinya. Biaya penyusutan yang terbesar jika dilihat dari persentase biaya total adalah biaya penyusutan mobil pick up yaitu sebesar Rp 6.000.000,00. Mobil tersebut digunakan untuk memasok lele dumbo. Pemasokan lele dumbo dilakukan langsung oleh CV Jumbo Bintang Lestari ke pasar-pasar Jabodetabek. Biaya penyusutan yang terbesar kedua adalah biaya penyusutan gedung kantor yaitu sebesar Rp 3.000.000,00. Gedung kantor digunakan selain sebagai tempat administrasi penjualan lele dumbo, juga merupakan tempat penampungan lele
84
sementara, tempat penyortiran lele dumbo, dan tempat penimbangan lele dumbo. Sedangkan biaya penyusutan terkecil adalah biaya penyusutan pembelian terpal yaitu sebesar Rp 8.000. Tabel 9. Analisis Perhitungan Biaya Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari per Satu Periode Pembesaran (2 bulan) pada Tahun 2010 Uraian A
Satuan
Harga per Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
292
2.147.342
627.023.864
36,63
Biaya variabel 1.
Sarana Produksi a.
Benih
b.
Pakan Pelet
kg
6.400
141.238,5
903.926.400
52,81
c.
Pakan Tambahan
kg
1.625
41.812
67.944.500
3,97
d.
Pupuk
liter
120.000
1,52
182.400
0,10
e.
Probiotik
kg
151.000
12,9
1.947.900
0,11
f.
Kapur
kg
400
940
376.000
0,02
1.132.737,5
16
18.123.800
1,06
2.000.000
0,12
1.623.027.264
94,83
2.000.000
0,12
5.136.666,67
0,30
2.
Tenaga Kerja Borongan
3.
Transportasi
ekor
orang
Total biaya variabel B
Biaya tetap 1.
Listrik
2.
Iuran PBB
3.
Tenaga Kerja Tetap a.
Lapang
orang
2.250.000
6
13.500.000
0,79
b.
Kantor
orang
4.000.000
7
28.000.000
1,64
c.
Keamanan
orang
1.200.000
3
3.600.000
0,21
d.
Office Girl
orang
600.000
2
1.200.000
0,07
53.436.666,7
3,12
16.290.861,1
0,95
18.800.000
1,10
Total biaya non tunai
35.090.861,1
2,05
Total Biaya
1.711.554.792
100,00
Total biaya tetap C
Persentase (%)
Jumlah
Biaya Non Tunai 1.
Nilai Penyusutan
2.
Kolam
Biaya Rata-Rata Total
unit
200.000
94
9.443,7
Sumber: Data Primer, diolah (2010)
85
Berdasarkan Tabel 9 total biaya variabel adalah Rp 1.623.027.264. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh CV Jumbo Bintang Lestari terdiri dari biaya sarana produksi, tenaga kerja borongan, dan transportasi. Biaya variabel yang terbesar adalah biaya pakan pelet sebesar 52,81 persen yaitu Rp 903.926.400 yang termasuk dalam sarana produksi. Pada CV Jumbo Bintang Lestari pakan pelet digunakan sebagai pakan utama. Pakan pelet diberikan kepada lele dumbo mulai dari awal pembesaran hingga panen. Biaya variabel yang terkecil adalah kapur sebesar 0,02 persen yaitu Rp 376.000. Kapur yang digunakan adalah kapur Dolomit. Komponen biaya yang terakhir adalah biaya tetap. Biaya tetap total adalah Rp 53.436.666,7 yang terdiri dari biaya listrik, iuran PBB, dan tenaga kerja tetap. Biaya tetap yang terbesar jika dilihat dari persentase biaya total adalah biaya gaji tenaga kerja kantor sebesar 1,64 persen yaitu Rp 28.000.000. Tenaga kerja kantor terdiri dari manajer budidaya, manajer pemasaran, manajer produksi pakan, dan kepala kantor serta 3 orang bagian administrasi. Biaya tetap terkecil adalah gaji office girl yaitu sebesar Rp 1.200.000. 8.2. Analisis Penerimaan Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari Penerimaan CV Jumbo Bintang Lestari yang dihitung selama penelitian hanya penerimaan dari hasil penjualan lele dumbo hasil pembesaran. CV Jumbo Bintang Lestari melakukan penjualan lele dumbo secara langsung ke pasar-pasar Jabodetabek. Harga lele dumbo beragam disesuaikan dengan ukuran lele dumbo pada saat dipanen. Penerimaan usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari dapat dilihat pada Tabel 10.
86
Tabel 10. Penerimaan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari per Satu Periode Pembesaran (2 bulan) pada Tahun 2010 Satuan
Harga per Satuan (Rp/kg)
Jumlah
Nilai (Rp/kg)
Persentase (%)
Penerimaan 1. Penerimaan Lele Ukuran Konsumsi
kg
11.100
135.945
1.508.989.500
78,39
2.
Penerimaan Lele Big Size
kg
8.800
23.563
207.354.400
10,77
3.
Penerimaan Lele Sortir
kg
9.600
21.730
208.608.000
10,84
1.924.951.900
100.00
Uraian A
Penerimaan Total
Sumber: Data Primer, diolah (2010)
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa penerimaan total selama satu periode pembesaran adalah Rp 1.924.951.900. Penerimaan penjualan lele dumbo yang terbesar adalah penjualan lele dumbo ukuran konsumsi sebesar 78,39 persen yaitu Rp 1.508.989.500. Lele dumbo ukuran konsumsi merupakan ukuran yang paling banyak diminta oleh konsumen khususnya konsumen lele dumbo olahan segar. Sedangkan lele dumbo ukuran big size dan sortir merupakan ukuran lele yang kurang diminati oleh konsumen. Oleh sebab itu, penerimaan dari penjualan lele ukuran big size dan sortir cenderung sedikit. Penerimaan penjualan lele dumbo ukuran big size hanya sebesar 10,77 persen yaitu Rp 207.354.400 dan untuk lele ukuran sortir sebesar 10,84 persen yaitu Rp 208.608.000. 8.3. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari Pendapatan pada CV Jumbo Bintang Lestari merupakan selisih penerimaan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan juga disebut keuntungan atau laba dari suatu usaha. Total pendapatan usaha pembesaran lele dumbo pada CV Jumbo Bintang Lestari per satu periode pembesaran adalah Rp 213.397.108 maka pendapatan per bulan adalah Rp 106.698.554. Jika dilihat dari total pendapatan usaha pembesaran lele dumbo pada CV Jumbo Bintang Lestari maka keputusan pemilik untuk menjadikan usaha pembesaran lele dumbo 87
sebagai mata pencaharian utama sudah tepat karena pendapatannya cukup besar. Pendapatan pada CV Jumbo Bintang Lestari selama satu periode pembesaran dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Uraian Penerimaan (Rp) Biaya total (Rp) Biaya variabel Biaya tetap Biaya non tunai pendapatan atas biaya tunai (Rp) pendapatan atas biaya total (Rp) R/C rasio atas biaya tunai R/C rasio atas biaya total
Nilai 1.924.951.900 1.711.554.792 1.623.027.264 53.436.666,7 35.090.861,1 248.487.969 213.397.108 1,15 1,12
Sumber: Data Primer, diolah (2010)
8.4. Analisis Rasio Penerimaan dengan Biaya Perhitungan R/C atas biaya tunai dilakukan melalui pembagian penerimaan total dengan penjumlahan biaya tunai (biaya variabel dan biaya tetap). Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada CV Jumbo Bintang Lestari adalah 1,15 yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,15. Sedangkan nilai R/C rasio penerimaan total terhadap biaya total per satu periode pembesaran adalah 1,12. Nilai tersebut berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,12. Nilai rasio 1,12 dilihat cukup rendah disebabkan karena total penerimaan yang diperoleh CV Jumbo Bintang Lestari ini tidak jauh dibandingkan total biayanya. Hal ini terjadi karena harga jual lele dumbo yang rendah sedangkan total biaya produksi yang dikeluarkan relatif tinggi. Harga jual
88
lele dumbo ukuran konsumsi adalah Rp 11.100/kg sedangkan biaya produksi (pembesaran lele dumbo) sebesar Rp 9.443,7/kg. Namun hal ini masih tetap memberikan nilai yang layak bagi usaha untuk lebih dikembangkan sebab masih memberikan keuntungan bagi pembudidaya. 8.5. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele Dumbo Ukuran Konsumsi Penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi sebesar 11,08 persen menyebabkan penerimaan yang diperoleh CV Jumbo Bintang Lestari jadi menurun sehingga total penerimaan sama dengan total biaya sebesar Rp 1.711.554.792. Penurunan harga tersebut dapat disebabkan oleh fluktuasi harga lele dumbo di pasar. Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Lele Dumbo Ukuran Konsumsi Sebesar 11,08 persen (Rp) Perubahan Uraian Sebelum Setelah (%) Penerimaan 1.924.951.900 1.711.554.792 -14,14 Biaya Total 1.711.554.792 1.711.554.792 Pendapatan atas biaya total 213.397.108 0 -100 R/C rasio atas biaya total 1,12 1,00 -10,71 Sumber: Data Primer, diolah (2010)
Berdasarkan Tabel 12 penerimaan total menjadi berkurang sebesar 14,14 persen. Hal ini menyebabkan pendapatan atas biaya total (keuntungan) berkurang hingga 100 persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa usaha CV Jumbo Bintang Lestari sudah tidak layak untuk dikembangkan karena tidak lagi memperoleh keuntungan ekonomi (impas) dengan nilai R/C rasio mengalami penurunan sebesar 10,71 persen. Oleh sebab itu, penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi yang belum menimbulkan kerugian adalah sebesar 11,08 persen.
89
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Model fungsi produksi yang digunakan untuk menduga usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari adalah model fungsi Cobb Douglas setelah dilakukan analisis komponen utama adalah: Y = 1,021X10,211X20,117X30,032X40,105X50,099X60,101 Dari model tersebut dapat dijelaskan bahwa: Elastisitas faktor produksi padat penebaran memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produksi pembesaran lele dumbo, yaitu sebesar 0,211, berarti setiap penambahan satu persen padat penebaran akan meningkatkan jumlah produksi sebesar 0,211 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Hal ini disebabkan karena penggunaan benih lele dumbo sesuai dengan karakteristik kolam pada CV Jumbo Bintang Lestari. Berdasarkan uji-t pada taraf nyata (α) 0,05 semua faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo. 2. Berdasarkan analisis efisiensi dapat diketahui bahwa: Untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi penggunaan padat penebaran harus dikurangi. Untuk pakan pelet dan pakan tambahan agar mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi maka penggunaannya perlu ditambahkan. Sedangkan untuk pupuk, probiotik, dan kapur agar mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, maka penggunaannya harus berdasarkan dosis yang boleh digunakan. 3. Total biaya adalah Rp 1.711.554.792 terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai. Sedangkan total penerimaan adalah Rp 1.924.951.900,00, berasal dari
penjualan lele dumbo hasil pembesaran. Total pendapatannya adalah Rp 213.397.108 per periode pembesaran. Nilai rasio penerimaan total di CV Jumbo Bintang Lestari adalah 1,12, nilai tersebut dapat diartikan setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,12. Nilai tersebut cukup rendah, namun masih memberikan keuntungan sehingga layak untuk lebih dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga yang menyebabkan usaha tidak layak adalah penurunan harga jual lele dumbo ukuran konsumsi lebih besar dari 11,08 persen. 9.2. Saran Usaha pembesaran lele dumbo menghasilkan keuntungan yang cukup baik, berikut beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian: 1. Pemilik lebih menurunkan kepadatan tebar lele dumbo untuk mengurangi tingkat kematian lele. Selain itu pemilik sebaiknya dapat lebih mengontrol penggunaan input produksi pembesaran lele dumbo agar hasil produksi optimal agar skala usaha dapat ditingkatkan. 2. Pemilik beserta tenaga kerja perlu mengikuti pelatihan mengenai Prosedur Operasi Baku (POB) dari budidaya lele dumbo. Sehingga penggunaan faktor produksi padat penebaran tidak berlebihan, penggunaan faktor produksi pakan pelet dan pakan tambahan tidak kekurangan, serta penggunaan faktor produksi pupuk, probiotik, dan kapur dapat sesuai dengan dosis yang dianjurkan. 3. Pemerintah
diharapkan
memberikan
dukungan
terhadap
usaha-usaha
pembesaran lele dumbo dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan serta bantuan modal bagi para wirausahawan budidaya lele.
91
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, M. 2008. Nilai Tukar dan Tingkat Kesejahteraan Pembudidaya Benih Ikan Lele Dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. 2010. Gambar Lele Dumbo. www.1797535_leledumbo.jpg. Diakses pada tanggal 1 April 2010. Darseno. 2010. Budidaya dan Bisnis Lele. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2009. Buku Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan 2008. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Bogor. ----------------------------------------------------------------. 2010. Komoditas Unggulan 2009. http://disnakan.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=vie w&id=187&Itemid=254&limit=1&limitstart=1. Diakses pada tanggal 1 April 2010. Gujarati, D. 2002. Basic Econometrics. McGraw Hill, Singapore. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Warta Pasar Ikan. Edisi Juli 2009, Jakarta. --------------------------------------. 2010. Warta Pasar Ikan. Edisi Februari 2010, Jakarta. Khairuman, T. S., dan K. Amri. 2009. Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya, Jakarta. Prihartono, E. J. Rasidik, dan U. Arie. 2002. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya, Jakarta. Rohaeni, A. 2006. Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di Agro Niaga Insani, Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon, dan J. B. Hardaker . 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi (Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb Douglass). PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. ---------------. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression). Makalah. Program Studi Statistika. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wibawa, A. E. 2008. Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. www.indonesia.go.id. Profil Republik Indonesia. http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view &id=112&Itemid=1722 . Diakses pada tanggal 1 April 2010. www.indonesia.go.id. KKP Anggarkan Rp 5 Miliar untuk Wirausaha Pemula. http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view &id=12919&Itemid=696. Diakses pada tanggal 1 April 2010.
93
LAMPIRAN
Lampiran 1. Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; LnX 3; Ln X4; Ln X5; Ln X6 The regression equation is LnY = - 2,11 + 0,634 LnX1 + 0,336 LnX2 + 0,0918 LnX3 + 0,116 LnX4 - 0,247 LnX5 + 0,133 LnX6 Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
Coef -2,105 0,6341 0,33616 0,09180 0,1160 -0,2473 0,1325
S = 0,120758
SE Coef 1,046 0,1495 0,07613 0,03033 0,2070 0,1799 0,1581
R-Sq = 80,9%
T -2,01 4,24 4,42 3,03 0,56 -1,38 0,84
P 0,049 0,000 0,000 0,004 0,578 0,175 0,406
VIF 3,9 2,1 1,6 34,8 29,5 21,9
R-Sq(adj) = 78,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 52 58
SS 3,21641 0,75829 3,97469
MS 0,53607 0,01458
F 36,76
P 0,000
Seq SS 2,81816 0,25591 0,11125 0,00033 0,02051 0,01024
Unusual Observations Obs 19 23 58
LnX1 5,51 5,39 5,62
LnY 3,3992 2,8510 2,7621
Fit 3,1298 2,8574 3,0937
SE Fit 0,0367 0,1095 0,0331
Residual 0,2694 -0,0064 -0,3316
St Resid 2,34R -0,12 X -2,85R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1,60997
95
Lampiran 2. Hasil Pembakuan Peubah-Peubah Ln X Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 0,17868 -0,44749 1,51151 0,93996 0,76232 -0,14426 0,17171 -1,37345 0,93996 0,76232 0,61244 0,95781 0,1181 0,93996 0,76232 0,53445 0,58298 -0,39357 0,19587 0,05993 -1,57534 -0,57981 -0,31938 -1,98302 -1,80979 0,55168 0,5317 -1,10831 0,19587 0,05993 0,06751 -0,3047 -0,79103 0,93996 0,76232 0,35369 -0,2848 -0,31938 0,19587 0,05993 0,90698 0,69307 0,1181 0,93996 1,00819 -1,3873 -0,61374 -1,21322 -1,98302 -1,80979 2,33565 2,88066 0,1181 1,97934 1,93052 0,04527 -0,48945 -0,05424 0,19587 0,05993 -1,15899 -2,14788 0,1181 -1,48955 -1,53104 -1,68427 -0,27379 -0,01421 -1,98302 -1,80979 1,19366 2,08947 -0,05424 0,19587 0,05993 0,39237 -0,45445 0,22302 0,19587 0,05993 1,02181 0,37291 0,6605 0,19587 0,3058 0,69882 1,89339 1,26437 0,93996 1,00819 -0,37045 0,59567 -0,59663 -0,2976 -0,21882 0,33234 0,55231 -1,99004 0,93996 1,00819 -0,2912 -0,78365 1,27709 -0,2976 -0,21882 -2,21434 -0,68264 -0,74563 -1,48955 -1,53104 -0,91132 -1,16937 -3,6607 -1,48955 -2,97799 0,06328 0,34568 0,41336 0,19587 0,3058 -0,27415 -0,48945 -2,50171 -0,2976 -0,21882 -0,90829 -1,37746 -1,21322 -1,48955 -1,53104 -0,37045 -1,10659 1,27709 -0,2976 -0,21882 0,0865 -1,1925 0,41336 -0,2976 -0,21882 0,33374 -0,35162 0,68314 0,44649 0,48357 -2,03743 -2,43075 -1,21322 -1,48955 -1,28517 0,80657 1,11313 0,45744 0,93996 0,76232 0,1117 -0,10771 -0,05424 0,19587 0,05993 0,00582 0,20611 -0,05424 0,19587 0,05993 1,04773 0,98947 0,45744 0,44649 0,48357 0,35867 -1,02285 -0,39357 0,19587 0,05993 -0,18865 -1,4645 0,22302 -0,2976 -0,21882 1,09914 0,44 0,22302 -0,2976 -0,21882 -0,30146 0,26265 0,6605 0,19587 0,3058 -0,47582 0,5317 0,6605 0,19587 0,3058 -0,30146 0,98947 0,1181 -1,48955 -1,28517 -1,47223 -0,06514 -0,01421 -1,48955 -1,28517
Z6 0,72783 0,72783 0,72783 0,01143 -1,6113 0,01143 0,72783 0,01143 0,72783 -1,6113 2,20366 0,01143 -1,6113 -1,6113 0,01143 0,01143 0,01143 0,72783 0,01143 0,72783 0,01143 -1,6113 -1,6113 0,01143 0,01143 -1,6113 0,01143 0,01143 0,72783 -1,6113 0,72783 0,01143 0,01143 0,72783 0,01143 0,01143 0,01143 0,01143 0,01143 -1,6113 -1,6113
96
-0,47582 0,86331 -0,35657 -0,51219 0,15549 -0,14978 -0,22033 -0,47582 -1,0494 1,97581 -2,02292 0,61824 -0,27415 -0,30146 0,88385 2,82601 0,15258 1,29209
0,42669 0,87501 -0,82233 -0,16782 -0,03025 -0,41982 -0,25844 -0,25189 -0,78878 0,40528 -0,62398 -0,9736 0,11944 0,25141 0,14858 2,10235 -0,25844 1,90706
0,83961 0,6605 -0,39357 0,7347 1,27709 -0,39357 0,45744 0,45744 0,7347 2,56558 -0,15915 0,68314 1,14477 -0,93597 -0,31938 -0,04212 -0,79103 0,56236
0,19587 0,19587 -0,2976 0,44649 0,19587 0,19587 0,44649 0,19587 -1,48955 1,97934 -1,48955 0,44649 0,19587 1,97934 -0,2976 1,97934 0,93996 -0,2976
0,3058 0,3058 -0,21882 0,48357 0,3058 0,3058 0,48357 0,3058 -1,28517 1,93052 -1,28517 0,48357 0,3058 1,93052 -0,21882 1,93052 0,76232 0,05993
0,01143 0,01143 0,01143 0,72783 0,01143 0,01143 0,72783 0,01143 -1,6113 2,20366 -1,6113 0,72783 0,01143 2,20366 0,01143 2,20366 0,72783 0,01143
Lampiran 3. Skor Komponen Utama W1 W2 W3 W4 1,363408 -1,34006 0,893156 0,048546 0,850607 1,523813 0,739299 0,573878 1,753046 0,280604 -0,23356 0,267583 0,476756 0,55327 -0,49444 -0,1641 -3,46598 -0,3261 -0,68476 0,226164 0,320824 1,239551 -0,3895 -0,20309 0,895755 0,903724 1,021066 0,194754 0,113549 0,323367 0,253545 -0,3764 1,903813 0,265577 -0,0262 -0,02834 -3,5787 0,553734 -0,61991 0,048502 4,879539 1.025726 -1,15296 0,160505 -0,03634 0,002435 0,47317 -0,19941 -3,37951 -0,90398 0,676095 -0,63965 -3,34489 -0,58351 -0,93652 0,449186 1,351712 0,533258 -1,92356 -0,08764 0,182026 -0,22586 0,33153 -0,4789 0,944395 -0,45535 -0,47936 -0,59703 2,462962 -0,67298 -1,06375 0,659828 -0,31105 0,604252 -0,48298 0,461576 1,177651 2,228735 0,431348 0,393204 -0,37249 -1,42635 0,448805 -0,18115
W5 0,020445 0,091906 0,040652 0,113196 -0,26831 0,158289 0,12206 0,154156 0,221658 -0,19427 -0,22294 0,118404 0,148911 -0,32157 0,057902 0,142169 0,255477 0,04177 -0,25588 0,278864 -0,24284
W6 -0,23678 -0,0339 -0,14529 -0,06973 0,111644 -0,00721 -0,0549 -0,05574 0,030802 0,197718 0,037638 -0,08741 -0,0549 0,069718 -0,1147 -0,09323 0,026572 -0,11766 0,104584 0,181339 -0,00052
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
97
-3,50373 -4,38246 0,471048 -1,03319 -3,27595 -0,51845 -0,527 0,934328 -4,01236 1,959694 0,124446 0,187369 1,660551 -0,15486 -0,77864 0,436143 0,335284 0,353171 -1,80839 -2,70549 0,35332 1,04978 -0,75446 0,643456 0,556697 -0,05022 0,68153 0,040606 -2,62092 4,366201 -3,16603 0,841818 0,396172 2,616986 0,13189 4,789102 0,948468 1,227
0,063523 2,952716 -0,31633 2,285694 0,535827 -1,48635 -0,6171 -0,56321 0,250893 -0,00382 0,07062 0,110571 -0,05667 0,276843 -0,50404 -0,06792 -0,60587 -0,58 -0,31426 -0,47341 -0,77055 -0,39033 0,180286 -0,66843 -1,20491 0,321108 -0,385 -0,50945 -1,27355 -1,78172 -0,47822 -0,63491 -1,09563 1,359188 0,389278 1,104798 0,919713 -0,14323
-0,1767 -0,21029 -0,19384 0,559829 0,108617 0,732768 0,769982 0,630115 1,317333 -0,44114 0,144324 -0,08582 -0,62421 0,862914 1,079259 -0,80078 -0,05788 -0,23428 -2,03996 -0,87186 -0,16526 -0,85033 0,654162 0,686724 0,009187 0,561583 0,713885 0,425713 -0,45641 0,31143 -0,26327 1,067586 0,006789 1,756921 -0,45746 -0,62409 0,961935 -2,0077
0,873606 -0,84244 0,20605 -0,08565 -0,53267 -0,25007 -0,67836 -0,19481 0,049734 0,169267 -0,09476 0,127818 -0,23692 -0,69252 -0,55981 -0,85138 0,482245 0,744181 0,021789 0,57212 0,700519 -0,25019 -0,14814 0,602681 -0,02786 0,061105 0,315072 0,412593 -0,09032 -0,56924 0,804154 -0,69947 0,400363 1,290122 -0,79329 -0,58589 0,141912 -0,31956
-0,043 -0,42759 0,156157 -0,05676 0,192566 -0,22753 -0,1189 -0,19374 0,263475 0,033435 0,097032 0,060219 -0,19886 0,21553 -0,12058 -0,11254 0,10529 0,063707 0,135961 0,083871 0,061983 0,197884 -0,15635 -0,31211 0,148869 0,233568 -0,25499 0,135032 0,149226 -0,20969 0,068718 -0,11183 0,093088 -0,27942 -0,08629 -0,09557 0,128704 -0,0786
-0,08962 -0,64874 -0,00317 0,306608 0,043449 0,006361 0,106117 0,043821 0,170409 -0,16865 -0,097 -0,11349 0,054784 -0,02384 0,116674 0,120086 -0,04055 -0,05916 0,034176 0,018838 -0,07053 0,000782 0,137173 -0,01216 -0,05759 0,079333 0,029813 -0,01517 0,003729 -0,10127 0,020709 0,080493 -0,07469 0,075121 0,163993 0,10414 -0,05193 0,22289
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
98
Lampiran 4. Regression Analysis: Ln Y versus W1 The regression equation is Ln Y = 3,14 + 0,102 W1 Predictor Constant W1
Coef 3,14327 0,10230
S = 0,158231
SE Coef 0,02060 0,01014
R-Sq = 64,1%
T 152,59 10,09
P 0,000 0,000
VIF 1,000
R-Sq(adj) = 63,5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 57 58
SS 2,5476 1,4271 3,9747
MS 2,5476 0,0250
F 101,75
P 0,000
Unusual Observations Obs 11 55 57 58
w1-1 4,88 2,62 4,79 0,95
LnY 3,6763 2,9087 3,8286 2,7621
Fit 3,6424 3,4110 3,6332 3,2403
SE Fit 0,0536 0,0336 0,0528 0,0227
Residual 0,0339 -0,5023 0,1955 -0,4782
St Resid 0,23 X -3,25R 1,31 X -3,05R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1,99956
Lampiran 5. Uji Normalitas 12 Series: Residuals Sample 1 59 Observations 59
10 8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6 4 2
Jarque-Bera Probability
0 -0.250
-0.125
0.000
0.125
7.43E-16 -0.011471 0.269374 -0.331573 0.114341 -0.084058 3.074568 0.083148 0.959278
0.250
99
Lampiran 6. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.884382 11.06013
Probability Probability
0.568232 0.523773
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 12/07/10 Time: 15:39 Sample: 1 59 Included observations: 59 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNX1 LNX1^2 LNX2 LNX2^2 LNX3 LNX3^2 LNX4 LNX4^2 LNX5 LNX5^2 LNX6 LNX6^2
-0.260260 0.111349 -0.010522 0.092868 -0.017266 0.007857 -0.004978 -0.117047 -0.009035 0.144459 0.010205 0.002316 -0.001764
2.296385 0.696410 0.061971 0.127757 0.021527 0.015586 0.004888 0.511374 0.039733 0.462224 0.033259 0.139928 0.031470
-0.113335 0.159889 -0.169790 0.726908 -0.802050 0.504071 -1.018548 -0.228887 -0.227404 0.312530 0.306830 0.016554 -0.056039
0.9103 0.8737 0.8659 0.4710 0.4266 0.6166 0.3137 0.8200 0.8211 0.7561 0.7604 0.9869 0.9556
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.187460 -0.024507 0.018898 0.016428 157.7784 2.009349
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.012852 0.018671 -4.907744 -4.449981 0.884382 0.568232
100
101 Lampiran 7. Rekapitulasi Data Analisis Efisiensi Produksi Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari Luas No Kolam (m2) 1. 60 2. 60 3. 60 4. 84 5. 180 6. 84 7. 60 8. 84 9. 60 10. 180 11. 30 12. 84 13. 180 14. 180 15. 84 16. 84 17. 84 18. 60 19. 84 20. 60 21. 84 22. 180
Benih Padat (ekor) (ekor/m2) 16.580 15.500 18.150 25.000 34.500 25.090 16.200 24.075 19.300 35.880 13.000 22.575 37.630 33.725 28.685 24.270 27.675 18.480 20.700 17.120 21.045 30.195
276 258 303 298 192 299 270 287 322 199 433 269 209 187 341 289 329 308 246 285 251 168
Pakan Pakan Pakan Lama Pelet Pupuk Pupuk Probitik Probiotik Kapur Kapur Panen Pelet Tambahan Tambahan Pembesaran (kg/m2) (ltr) (ltr/m2) (kg) (kg/m2) (kg) (kg/m2) (kg) (kg) (kg) (kg/m2) (hari) 1.020 17,000 800 13,333 0,2 0,003 0,16 0,003 10 0,167 56 1.480 1.230 20,500 120 2,000 0,2 0,003 0,16 0,003 10 0,167 58 1.425 1.560 26,000 320 5,333 0,2 0,003 0,16 0,003 10 0,167 59 1.785 1.950 23,214 320 3,810 0,2 0,002 0,16 0,002 10 0,119 59 1.980 2.940 16,333 720 4,000 0,16 0,001 0,14 0,001 10 0,056 49 3.060 1.920 22,857 200 2,381 0,2 0,002 0,16 0,002 10 0,119 59 2.205 1.065 17,750 176 2,933 0,2 0,003 0,16 0,003 10 0,167 59 1.375 1.500 17,857 336 4,000 0,2 0,002 0,16 0,002 10 0,119 59 1.900 1.440 24,000 320 5,333 0,2 0,003 0,18 0,003 10 0,167 63 1.905 2.910 16,167 400 2,222 0,16 0,001 0,14 0,001 10 0,056 52 2.915 1.395 46,500 160 5,333 0,16 0,005 0,14 0,005 10 0,333 51 1.185 1.410 16,786 400 4,762 0,2 0,002 0,16 0,002 10 0,119 60 2.263 1.830 10,167 960 5,333 0,2 0,001 0,16 0,001 10 0,056 60 3.021 3.225 17,917 880 4,889 0,16 0,001 0,14 0,001 10 0,056 50 3.300 3.075 36,607 400 4,762 0,2 0,002 0,16 0,002 10 0,119 56 2.835 1.425 16,964 480 5,714 0,2 0,002 0,16 0,002 10 0,119 60 1.950 1.830 21,786 640 7,619 0,2 0,002 0,18 0,002 10 0,119 64 2.265 2.070 34,500 680 11,333 0,2 0,003 0,18 0,003 10 0,167 66 2.200 1.957,5 23,304 280 3,333 0,16 0,002 0,14 0,002 10 0,119 52 2.515 1.380 23,000 80 1,333 0,2 0,003 0,18 0,003 10 0.167 66 1.520 1.290 15,357 960 11,429 0,16 0,002 0,14 0,002 10 0,119 52 1.835 2.850 15,833 544 3,022 0,2 0,001 0,16 0,001 10 0,056 58 2.575
Panen (kg/m2) 24,667 23,750 29,750 23,571 17,000 26,250 22,917 22,619 31,750 16,194 39,500 26,940 16,783 18,333 33,750 23,214 26,964 36,667 29,940 25,333 21,845 14,306
102 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 42. 44. 45. 46. 47.
180 84 84 180 84 84 60 180 60 84 84 60 84 84 84 84 84 180 180 84 84 84 60 84 84
39.625 22.660 21.120 39.650 20.700 22.770 17.125 31.330 18.900 22.890 22.390 19.875 24.100 21.500 28.125 21.000 20.250 45.000 35.250 20.250 26.775 20.760 14.355 23.100 21.675
220 270 251 220 246 271 285 174 315 273 267 331 287 256 335 250 241 250 196 241 319 247 239 275 258
2.460 1.815 1.410 2.310 1.170 1.140 1.050 1.680 1.635 1.582,5 1.740 1.575 1.200 1.050 1.867,5 1.770 1.920 4.725 3.435 1.860 2.130 1.275 1.110 1.620 1.440
13,667 21,607 16,786 12,833 13,929 13,571 17,500 9,333 27,250 18,839 20,714 26,250 14,286 12,500 22,232 21,071 22,857 26,250 19,083 22,143 25,357 15,179 18,500 19,286 17,143
80 544 80 400 960 544 464 400 400 400 400 400 320 480 480 640 640 960 880 720 640 320 480 960 320
0,444 6,476 0,952 2,222 11,429 6,476 7,733 2,222 6,667 4,762 4,762 6,667 3,810 5,714 5,714 7,619 7,619 5,333 4,889 8,571 7,619 3,810 8,000 11,429 3,810
0,2 0,2 0,16 0,2 0,16 0,16 0,16 0,2 0,2 0,2 0,2 0,16 0,2 0,16 0,16 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,16 0,16 0,2 0,2
0,001 0,002 0,002 0,001 0,002 0,002 0,003 0,001 0,003 0,002 0,002 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,003 0,002 0,002
0,08 0,18 0,14 0,16 0,14 0,14 0,14 0,18 0,16 0,16 0,16 0,14 0,16 0,14 0,14 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,14 0,14 0,18 0,18
0,000 0,002 0,002 0,001 0,002 0,002 0,002 0,001 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
0,056 0,119 0,119 0,056 0,119 0,119 0,167 0,056 0,167 0,119 0.119 0,167 0,119 0,119 0,119 0,119 0,119 0,056 0,056 0,119 0,119 0,119 0,167 0,119 0,119
60 64 50 58 50 49 49 66 57 57 58 50 56 49 52 63 64 64 65 65 66 50 50 63 65
3.115 1.752 1.455 3.100 1.725 1.600 1.425 2.485 1.835 1.625 1.940 2.127 2.230 1.680 2.140 1.760 1.730 4.300 3.440 1.880 2.168 2.045 1.475 2.332 1.493
17,306 20,857 17,321 17,222 20,536 19,048 23,750 13,806 30,583 19,345 23,095 35,450 26,548 20,000 25,476 20,952 20,595 23,889 19,111 22,381 25,810 24,345 24,583 27,762 17,774
103 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59.
60 84 180 30 180 60 84 30 84 30 60 84
15.256 20.250 38.500 12.060 31.425 18.172 21.120 7.500 26.890 14.400 16.490 29.280
254 241 214 402 175 303 251 250 320 480 275 349
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
1.080 1.515 2.760 660 2.901 870 1.695 630 1.710 1.102,5 1.080 2.910
18,000 18,036 15,333 22,000 16,117 14,500 20,179 21,000 20,357 36,750 18,000 34,643
400 560 1440 800 800 464 880 80 336 144 176 600
6,667 6,667 8,000 26,667 4,444 7,733 10,476 2,667 4,000 4,800 2,933 7,143
0,16 0,2 0,2 0,16 0,2 0,16 0,2 0,16 0,16 0,16 0,2 0,16
0,003 0,002 0,001 0,005 0,001 0,003 0,002 0,005 0,002 0,005 0,003 0,002
0,14 0,18 0,18 0,14 0,18 0,14 0,18 0,14 0,14 0,14 0,16 0,16
0,002 0,002 0,001 0,005 0,001 0,002 0,002 0,005 0,002 0,005 0,003 0,002
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
0,167 0,119 0,056 0,333 0,056 0,167 0,119 0,333 0,119 0,333 0,167 0,119
53 65 66 50 65 50 66 52 52 50 58 53
1.520 1.927 3.575 1.290 3.175 1.265 1.735 550 1.955 1.380 950 2.760
25,333 22,940 19,861 43,000 17,639 21,083 20,655 18,333 23,274 46,000 15,833 32,857
Lampiran 8. Rekapitulasi Data Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Lestari No
Luas (m2)
Benih (ekor)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
30 180 180 60 84 30 84 30 60 60 84 30 180 84 60 180 60 60 84 180 180 84 60 84 60 60 30 180 180 30 30 84 84 180 180 84 30 84 180
12.060 31.425 30.750 18.172 21.120 7.500 26.890 14.400 16.490 16.050 29.280 13.000 32.165 27.675 16.580 55.900 15.500 18.150 25.000 34.275 34.500 25.090 16.200 24.075 19.300 15.960 7.875 35.560 35.880 13.000 12.900 23.600 22.575 37.630 33.725 28.685 13.800 24.270 37.080
Padat Penebaran (ekor/m2) 402 175 171 303 251 250 320 480 275 268 349 433 179 329 276 311 258 303 298 190 192 299 270 287 322 266 263 198 199 433 430 281 269 209 187 341 460 289 206
Pakan Pakan Pelet Tambahan (kg) (kg) 660 800 2.901 800 1.785 560 870 464 1.695 880 630 80 1.710 336 1.102,5 144 1.080 176 1.020 176 2.910 600 180 80 2.670 800 1.830 640 1.020 800 3.990 1.520 1.230 120 1.560 320 1.950 320 1.050 880 2.940 720 1.920 200 1.065 176 1.500 336 1.440 320 1.365 240 405 160 3.270 640 2.910 400 1.395 160 420 80 900 160 1.410 400 1.830 960 3.225 880 3.075 400 675 480 1.425 480 2.370 480
Pupuk (kg)
Probiotik (kg)
Kapur (kg)
Panen (kg)
0,16 0,2 0,24 0,16 0,2 0,16 0,16 0,16 0,16 0,12 0,16 0,08 0,2 0,2 0,16 0,12 0,16 0,16 0,16 0,08 0,16 0,16 0,16 0,16 0,2 0,12 0,08 0,24 0,16 0,16 0,08 0,08 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,12
0,14 0,18 0,22 0,14 0,18 0,14 0,14 0,14 0,16 0,12 0,14 0,06 0,2 0,18 0,16 0,12 0,16 0,16 0,16 0,08 0,14 0,16 0,16 0,16 0,18 0,12 0,06 0,22 0,14 0,14 0,08 0,06 0,16 0,16 0,14 0,16 0,16 0,16 0,1
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1.290 3.175 2.325 1.265 1.735 550 1.955 1.380 950 1.340 2.760 730 2.770 2.265 1.480 4.325 1.425 1.785 1.980 3.397 3.060 2.205 1.375 1.900 1.905 1.635 905 3.235 2.915 1.185 1.060 1.731 2.263 3.021 3.300 2.835 1.150 1.950 3.285
104
40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82.
30 60 84 60 180 180 180 60 30 30 84 180 60 60 180 180 30 84 60 30 60 84 30 84 30 180 84 84 60 180 60 84 84 60 60 84 84 84 30 84 84 180 180
15.010 18.480 20.700 17.120 34.210 34.500 30.400 16.200 9.100 11.799 21.045 30.195 15.640 15.000 39.625 41.800 14.200 23.000 16.600 14.280 18.400 22.660 8.400 21.120 13.230 39.650 20.700 22.770 17.125 31.330 18.900 22.890 22.390 15.540 19.875 24100 21.500 28.125 9.225 21000 20.250 45.000 35.250
500 308 246 285 190 192 169 270 303 393 251 168 261 250 220 232 473 274 277 476 307 270 280 251 441 220 246 271 285 174 315 273 267 259 331 287 256 335 308 250 241 250 196
1.275 2.070 1.957,5 1.380 2.160 975 1.020 420 240 840 1.290 2.850 780 210 2.460 525 367,5 990 240 585 1.485 1.815 210 1.410 600 2.310 1.170 1.140 1.050 1.680 1.635 1.582,5 1.740 825 1.575 1.200 1.050 1.867,5 615 1.770 1.920 4.725 3.435
80 680 280 80 320 560 500 240 80 336 960 544 480 240 80 120 112 640 144 320 80 544 160 80 160 400 960 544 464 400 400 400 400 320 400 320 480 480 160 640 640 960 880
0,12 0,2 0,16 0,2 0,12 0,12 0,08 0,04 0,08 0,12 0,16 0,16 0,12 0,08 0,16 0,08 0,08 0,12 0,08 0,08 0,12 0,2 0,08 0,16 0,12 0,16 0,16 0,16 0,16 0,2 0,16 0,16 0,16 0,12 0,16 0,16 0,16 0,16 0,12 0,2 0,2 0,2 0,2
0,12 0,18 0,14 0,18 0,1 0,1 0,08 0,04 0,06 0,1 0,14 0,16 0,12 0,08 0,16 0,06 0,08 0,12 0,06 0,06 0,12 0,18 0,06 0,14 0,1 0,16 0,14 0,14 0,14 0,18 0,16 0,16 0,16 0,12 0.14 0,16 0,14 0,14 0,1 0,18 0,18 0,18 0,18
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
105
1.510 2.200 2.515 1.520 2.965 2.035 2.115 1.400 765 1.220 1.835 2.575 1.230 935 3.115 2.005 840 1.642 1.098 1.105 1.975 1.752 695 1.455 1.085 3.100 1.725 1.600 1.425 2.485 1.835 1.625 1.940 1.187 2.127 2.230 1.680 2.140 1.030 1.760 1.730 4.300 3.440
83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94.
84 84 60 60 180 84 60 84 84 60 84 180
20.250 26.775 15.000 15.000 34.000 20.760 14.355 23.100 21.675 15256 20.250 38.500
241 319 250 250 189 247 239 275 258 254 241 214
1.860 2.130 600 210 810 1.275 1.110 1.620 1.440 1.080 1.515 2.760
720 640 176 240 320 320 480 960 320 400 560 1.440
0,2 0,2 0,12 0,08 0,08 0,16 0.16 0,2 0,2 0,16 0,2 0,2
0,18 0,18 0,1 0,08 0,08 0,14 0,14 0,18 0,18 0,14 0,18 0,18
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
106
1.880 2.168 1.135 940 2.005 2.045 1.475 2.332 1.493 1.520 1.927 3.575
Lampiran 9. CV Jumbo Bintang Lestari
Lampiran 10. Persiapan Kolam Pembesaran
107
Lampiran 11. Seleksi dan Penebaran Benih Lele Dumbo
Lampiran 12. Pemberian Pupuk Cair Super ACI
Lampiran 13. Pemberian Pakan
108
Lampiran 14. Proses Pemanenan
Lampiran 15. Penanganan Pascapanen
Lampiran 16. Probiotik
109