IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi kasus penelitian ini dilakukan pada perusahaan perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa Cibinong Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini dipilih secara tertuju (purposive) dengan memperhatikan bahwa usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari sudah berdiri cukup lama dengan skala usaha yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan AprilJanuari 2011. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha, tenaga kerja dan pengamatan secara langsung di CV Jumbo Bintang Lestari. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan dan catatan produksi di CV Jumbo Bintang Lestari bulan Mei sampai Juni tahun 2010 dan dari kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kantor pemerintahan lain yang terkait dengan penelitian. 4.3. Penentuan Jumlah Pengamatan Data sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 59 kolam yang terdapat pada CV Jumbo Bintang Lestari untuk melihat efisiensi produksi usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Selain itu digunakan data kolam lele dumbo dalam satu periode pembesaran selama dua bulan yaitu 94 kolam serta data laporan penerimaan dan pengeluaran digunakan untuk
menganalisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Pemilihan jumlah pengamatan diambil secara purposive. 4.4. Pengumpulan Data Waktu dalam mengumpulkan data adalah selama dua bulan yaitu pada bulan Mei sampai Juni. Lokasi dalam mengumpulkan data yaitu di perusahaan perikanan usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam pengumpulan data adalah pemilik usaha pembesaran lele dumbo dan tenaga kerja setempat. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder dari hasil penelitian. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan usaha pembesaran lele dumbo di daerah penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Sementara, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi, efisiensi produksi, dan analisis pendapatan usaha pembesaran lele dumbo. Analisis dilakukan dengan bantuan Microsoft excell 2007, program komputer Minitab 15 dan E-Views. 4.5.1. Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Produksi Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas menurut Soekartawi (2002) adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel dependen yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan
33
dipengaruhi oleh variasi dari X. Kaidah-kaidah dalam regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan: Y = aX1b1 X2b2 ... Xibi ... Xnbn eu = a πXibi eu ……………………………………………………..……. (1) Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka : Y = f (X1, X2, …, Xi, …, Xn) ………………………………………….. (2) Dimana : Y X a,b u e
= variabel yang dijelaskan = variabel yang menjelaskan = besaran yang akan diduga = kesalahan (disturbance term) = logaritma natural; e = 2, 718
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (1), maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas, adalah: Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u ……………………………... (3) Dengan demikian persamaan di atas dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, untuk itu ada ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi CobbDouglas, yaitu : 1.
Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2.
Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Artinya, jika dalam suatu pengamatan diperlukan
34
lebih dari satu model (model yang digunakan adalah Cobb-Douglas), maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3.
Tiap variabel X adalah perfect competition.
4.
Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi
usahatani yaitu: a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik. b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to Scale. Akan tetapi fungsi Cobb-Douglas ini juga memiliki kelemahan (limitasi). Soekartawi (2002) menyatakan kelemahan dari fungsi Cobb-Douglas umumnya terletak pada permasalahan pendugaan yang melibatkan kaidah metode kuadrat terkecil, misalnya kesalahan pengukuran variabel, multikolinearitas, dan sebagainya. Secara garis besar, permasalahan yang umum dijumpai (kelemahan) dalam fungsi Cobb-Douglas adalah : 1.
Spesifikasi variabel yang keliru. Hal ini akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen (bebas) yang dipakai.
35
2.
Kesalahan pengukuran variabel. Kesalahan ini terletak pada validitas data, apakah data yang dipakai sudah benar atau sebaliknya, terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3.
Bias terhadap variabel manajemen. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi. Tetapi variabel ini kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan fungsi Cobb-Douglas karena variabel ini erat hubungannya dengan penggunaan variabel independen yang lain. Misalnya dalam bidang pertanian, manajemen dalam menggunakan pupuk, bibit, alokasi pengeluaran uang untuk kegiatan berproduksi yang lain dan alokasi penggunaan tanah, akan mendorong besaran efisiensi teknik dari fungsi produksi ke arah atas. Variabel manajemen erat hubungannya dengan proses pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input, maka menghilangkan variabel ini dalam fungsi pendugaan akan menghasilkan hasil dugaan yang bias.
4.
Multikolinearitas, dalam praktek masalah kolinearitas ini sulit dihindarkan walaupun pada umumnya telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel independen tidak terlalu tinggi, misalnya dengan memperbaiki spesifikasi dari variabel yang dipakai.
5.
Data, data yang dipakai merupakan limitasi yang tidak kalah penting dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas. Misalnya :
-
Bila data cross-section yang dipakai maka data harus mempunyai cukup variasi.
36
-
Pengukuran atau definisi dari data yang dipakai sulit dilakukan (dalam hal tertentu). Misalnya data tentang upah tenaga kerja, apakah upah riil atau upah yang diluangkan (opportunity cost).
-
Data tidak boleh ada yang bernilai nol atau negatif karena logaritma dari bilangan tersebut adalah tak terhingga. Dalam praktek kenyataan seperti itu sulit dihindarkan, karenanya diperlukan cara untuk memperbaiki pendugaan seperti :
a. Besaran dari variabel yang bernilai nol atau negatif diubah nilainya menjadi variabel dummy, misalnya pengamatan yang bernilai nol atau negatif diberi penimbang nol “0”, dan pengamatan lain diberi penimbang satu “1”. b. Menambahkan sesuatu bilangan yang sama untuk setiap nilai X, sehingga dengan demikian pengamatan yang bernilai nol atau negatif tidak akan menjadi nol atau negatif lagi. c. Mengganti pengamatan yang bernilai nol tersebut dengan bilangan yang kecil sekali. 6.
Asumsi, asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas tidak selalu mudah berlaku begitu saja. Misalnya :
-
Asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama. Padahal, belum tentu teknologi di daerah penelitian adalah sama.
-
Sampel dianggap price takers, padahal untuk sampel petani yang subsisten mungkin tidak selalu demikian. Kondisi Returns to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output
jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut
37
Soekartawi (2002) skala usaha perlu diketahui agar mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteilti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. Jika jumlah elastisitas produksi dari fungsi CobbDouglas dilambangkan dengan ∑bi, maka kondisi usahatani dapat dibedakan menjadi: 1.
Increasing returns to scale, bila ∑bi > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsional lebih besar.
2.
Constant retuns to scale, bila ∑bi = 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang diperoleh.
3.
Decreasing returns to scale, bila ∑bi < 1. Artinya proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan output produksi. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas pada kondisi hukum kenaikan yang
semakin berkurang atau law of diminishing returns untuk setiap input i, sehingga informasi yang diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan output produksi yang lebih besar (Soekartawi, 2002). Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi produksi dan analisis regresi. Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut: 1.Identifikasi variabel bebas dan terikat
38
Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses pembesaran lele dumbo. Faktor-faktor tersebut adalah padat penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur. Faktor-faktor produksi ini merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil pembesaran lele dumbo. 2.Analisis regresi Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah bentuk fungsi produksi Cobb Douglas, yaitu: Y = b0X1b1X2b2X3b3X4b4X5b5 X6b6eu …………………………………… (4) dengan mentransformasikan fungsi Cobb Douglas kedalam bentuk linier logaritma, maka model fungsi produksi pembesaran lele dumbo dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Lnbo + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3+ b4 LnX4 + b5 LnX5 + b6 LnX6 + u ln e ……………………………………………………. (5) dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 b0 bi
= Produksi lele dumbo (kg/m2) = Padat penebaran (ekor/m2) = Jumlah pakan pelet yang diperlukan oleh lele dumbo (kg/m2) = Jumlah pakan tambahan yang diperlukan oleh lele dumbo (kg/m2) = Pupuk (liter /m2) = Probiotik (kg/m2) = Kapur (kg/m2) = variabel dari intersept = koefisien regresi masing-masing variabel
3. Pengujian Hipotesis Pengujian–pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1. Uji F (Pengujian terhadap model penduga)
39
Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = .....= bi = 0 H1 min ada satu dari b ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F: F-hitung =
𝑅 2 (𝑛−𝑘) (1−𝑅 2 ) (𝑘−1)
………………………………………….. (6)
dimana: k = Jumlah variabel termasuk intersept n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji : F-hitung > F-tabel (k-1, α) pada taraf nyata α : Tolak H0, berarti variabel penjelas berpengaruh nyata secara bersama-sama. F-hitung < F-tabel (k-1, α) pada taraf nyata α : Terima H0, berarti variabel penjelas tidak berpengaruh nyata secara bersama-sama. Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui berapa besar keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut: R2 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖 (𝑆𝑆𝐸) 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑆𝑆𝑇)
R2 = 1 -
𝑒𝑖 2 𝑌𝑖 2
……………………………………………………….. (7)
40
R2 sering menurut Juanda (2009) secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), dan untuk membandingkan validitas hasil analisis model regresi. Akan tetapi ada beberapa masalah dengan penggunaan R2, yaitu: 1. Semua hasil analisis statistik berdasarkan asumsi awal bahwa model tersebut benar, kita tidak memiliki prosedur untuk membandingkan spesifikasi alternatif. 2. R2 sensitif terhadap jumlah peubah bebas dalam model. Penambahan peubah bebas baru kedalam persamaan regresi tidak pernah mengurangi R2, bahkan cenderung menaikkan R2. 3. Interpretasi dan penggunaan R2 menjadi sulit jika suatu model diformulasikan mempunyai intersep = 0. Dalam kasus ini, nilai R2 dapat diluar selang 0 sampai dengan 1. Kesulitan R2 sebagai ukuran goodness of fit adalah bahwa R2 menyinggung keragaman Y yang dijelaskan dan tidak dijelaskan, tapi tidak menerangkan derajat bebas atau jumlah peubah penjelas dalam model. Solusi alaminya adalah menggunakan ragam (variance), bukan keragaman (variation dari JK) yang menghilangkan ketergantungan goodness of fit terhadap jumlah peubah bebas dalam model. Secara matematis R2 terkoreksi (oleh jumlah peubah bebas) adalah sebagai berikut: R2 terkoreksi = 1 −
𝑉𝑎𝑟 (𝜀) 𝑉𝑎𝑟 (𝑌)
Atau R2 tekoreksi = 1 - (1 - R2)
=1−
𝑛 −1 𝑛−𝑘
𝑒𝑖 2
𝑛 −1
(𝑌𝑖−𝑌)2
𝑛 −𝑘
………………………………………(8)
Dari persamaan (8) terlihat bahwa:
41
1. Jika k=1 maka R2 sama dengan R2 terkoreksi. 2. Jika k>1 maka R2 ≥ R2 terkoreksi. 3. R2 terkoreksi dapat bernilai negatif. R2 terkoreksi mempunyai karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit dari pada R2. Jika peubah baru ditambahkan, R2 selalu naik, tapi R2 terkoreksi dapat naik atau turun. Penggunaan R2 terkoreksi menghindari dorongan peneliti untuk memasukkan sebanyak mungkin peubah bebas tanpa pertimbangan yang logis. 2. Uji t (Pengujian untuk masing-masing parameter) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas
yang
berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. Hipotesis : H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t : t-hitung =
𝑏𝑖 −0 𝑠𝑏𝑖
…………………………………………………… (9)
t tabel = t α/2 (n-k) Kriteria uji : t-hitung > t-tabel (α), maka tolak H0, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. t-hitung < t-tabel(α), maka terima H0, artinya Xi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pembesaran lele dumbo. 4.5.1.1. Uji Kriteria Ekonometrika Menganalisa hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi digunakan analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-asumsi 42
yang digunakan dalam metode kuadrat terkecil biasa (OLS) antara lain (Gujarati, 2002) adalah: 1. E(ui | Xi) = 0 untuk tiap i, yang berarti rata-rata hitung dari simpangan (deviasi) yang berhubungan dengan setiap Xi tertentu sama dengan nol. 2. Cov (ui, uj) = 0 i ≠ j, yang berarti tidak ada autokorelasi atau tidak ada korelasi (hubungan) antara kesalahan pengganggu ui dan uj. 3. Var (ui | Xi) = 𝜎 2 untuk tiap i, yang berarti setiap error mempunyai varian yang sama atau penyebaran yang sama (homoskedastisitas). 4. Cov (ui, Xi) = 0, yang berarti tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu dengan setiap variabel yang menjelaskan (Xi). 5. N (0; 𝜎2), yang berarti kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian 𝜎2. 6. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan. Untuk memenuhi asumsi dalam analisis regresi agar hasil analisis tidak bias atau BLUE (Best Linear Unbiased Estimate), maka dilakukan juga uji multikolinearitas, normalitas, dan heteroskedastisitas. 1. Multikolinearitas Untuk mengetahui adanya multikolienaritas yaitu dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF). VIF merupakan suatu cara mendeteksi multikolinearitas dengan melihat sejauh mana sebuah variabel penjelas dapat diterangkan oleh semua variabel penjelas lainnya di dalam persamaan regresi. VIF adalah suatu estimasi berapa besar multikolinearitas meningkatkan varian pada
43
suatu koefisien estimasi sebuah variabel penjelas. Menghitung VIF untuk koefisien b1 adalah sebagai berikut: VIF (Xi) =
1 (1−𝑅 2 𝑖 )
………………………………………………….. (10)
dimana, R2i = koefisien determinasi dari model regresi antara satu variabel bebas dengan variabel bebas lainnya, jika VIF (Xi) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinearitas. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi multikolinearitas adalah dengan menggunakan metode analisis komponen utama. Analisis komponen utama (Gasperz, 1995) dalam Ulpah (2006) pada dasarnya mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. Dengan menggunakan konsep aljabar linear tentang diagonalisasi matriks, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam ∑) dengan dimensi pxp, simetrik dan non singular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V. Atau dapat dituliskan sebagai: V R V = D …………………………………………………………….(11) λ1 ≥ λ2 ≥ … ≥ λp ≥ 0 adalah akarciri-akarciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V, v1, v2, …, vp adalah vektorciri-vektorciri R. Adapun λ1, λ2, … ,λp dapat diperoleh melalui persamaan berikut: | R - λ I | = 0 …………………………………………………………… (12) 44
dengan I adalah matriks identitas. Adapun vektorciri-vektorciri v1, v2, …, vp dapat diperoleh melalui persamaan berikut: | R - λ I | vj = 0, dimana vj = (v1j, v2j, …, vpj) …………………………. (13) Bila peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran berbeda, perlu dibakukan. Dalam hal ini komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam ∑ digunakan apabila semua peubah yang diamati, diukur dalam satuan yang sama. Misalkan x1, x2, …, xp adalah peubah acak berdimensi p yang mengikuti sebaran normal ganda dengan vektor nilai tengah µ dan matriks peragam ∑ serta matriks korelasi R, dapat ditulis dalam = (xbentuk vektor X 1, x2, …, xp). p peubah asal tadi dapat diturunkan p buah komponen utama untuk menerangkan komponen total sistem, dan seringkali keragaman total itu dapat diterangkan secara memuaskan oleh sejumlah kecil komponen utama, misal k buah komponen dimana k
45
komponen utama yang akar cirinya lebih besar dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut kecil sekali. Adapun pembakuan yang dimaksud adalah dengan mengurangkan setiap peubah bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku, dinotasikan:
𝑍=
𝑋 𝑗 −𝑋 𝑆
…………………………………………………………... (15)
Misalkan suatu persamaan regresi dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Y = Xβ + ε Jika suatu matriks pengamatan X yang telah dibakukan dilambangkan dengan Z sehingga Z (bentuk korelasi) dan Vdiperoleh akar ciri (λ) dan vektor ciri (V) dari Z
V = I karena V orthogonal, persamaan regresi asal dapat dituliskan
sebagai berikut: Y = Xβ + ε Y = β0 β + ε1 + ZVV Y = β0 1 + Wα + ε dengan βW = ZV dan α = V W = Z V ……………………………………………………………… (16) ZVZ (ZV) = V W = (ZV) W ………………………………………… Persamaan (17) akan menghasilkan diagonal (λ1, λ2, … ,λp) yang setara dengan Var(Wi) = λi dan Cov(Wi-1, Wi) = 0. Hal ini menunjukkan bahwa komponen utama tidak saling berkorelasi dan komponen utama ke-i memiliki keragaman sama dengan akarciri ke-i. Sedangkan ragam koefisien regresi γ dari m komponen utama adalah:
46
(17)
𝑚 2
𝑉𝑎𝑟 𝛾𝑖 = 𝑠 ∗
𝑔=1
2 𝑎𝑖𝑔 𝜆𝑔
dimana i = 1, 2, …, p; g = 1, 2, …, m ……………………………………… (18) Sedangkan 𝑎ig adalah koefisien pembobot komponen utama (vektor ciri), λg adalah akar ciri. Serta s*2 adalah:
s*2 =
𝐾𝑇𝐺 𝐽𝐾𝑇
=
𝑠2 (𝑦 −𝑦 )2
………………………………………………... (19)
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis regresi komponen utama adalah: 1. Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z. 2. Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R. 3.
Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri.
4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W. 5. Transformasi balik. 2. Normalitas Salah satu pengujian yang dilakukan dalam persamaan regresi untuk menguji apakah nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X adalah uji normalitas (Gujarati, 2002). Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera (JB). Uji JB mengukur perbedaan antara Skewness (kemenjuluran) dan Kurtosis (keruncingan) data dari sebaran normal, serta memasukkan ukuran keragaman. Hipotesis yang digunakan : H0 : Error term menyebar normal H1 : Error term tidak menyebar normal Uji statistik yang digunakan :
47
JB =
𝑁−𝐾 6
𝑆2 + 1 4 𝑘 − 3
2
.................................................................... (20)
Dimana : S K k N
= Kemenjuluran = Keruncingan = Banyaknya koefisien penduga = Banyaknya data pengamatan
Kaidah pengujian : Jika JB < χ22 maka tolak H0 JB > χ22 maka terima H0 Jika dilakukan perhitungan dengan komputer maka dapat dilihat nilai probabilitas pada output perhitungannya. Apabila nilai probabilitasnya lebih kecil dari α maka artinya tolak H0. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih besar dari α maka artinya terima H0. 3. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah kondisi tidak terpenuhinya asumsi dasar metode pendugaan metode kuadrat terkecil, yaitu homoskedastisitas yang mensyaratkan bahwa penyebaran dari varians adalah sama atau ragam galat konstan dalam setiap pengamatan (Gujarati, 2002). Jadi jika ragam galat untuk tiap pengamatan tidak sama, maka disebut heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan dugaan ragam menjadi underestimate (statistik uji-t menjadi overestimate) dan selang kepercayaan bagi parameter koefisien menjadi tidak benar. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity Test, sebagai berikut : Hipotesis yang digunakan : H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada heteroskedastisitas 48
Uji Statistik yang digunakan : 1
ω=n
e2i −
e′e 2 n
......... ..................................................................... (21)
Dimana : ω e
= Nilai statistik white = galat
Kaidah pengujian : Jika ω < χ2α(K) maka tolak H0 Jika ω > χ2α(K) maka terima H0 4.5.2. Analisis Efisiensi Produksi Efisiensi merupakan upaya penggunaan input yang minimum untuk mendapatkan output tertentu (Soekartawi, 2002). Kondisi efisiensi produksi dapat diketahui dari nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM) tersebut atau secara matematik dapat dituliskan: NPMx = BKMx atau
𝑁𝑃𝑀 𝑥 𝐵𝐾𝑀𝑥
= 1 …………………………………………... (22)
Kenyataanya NPMx tidak selalu sama dengan BKMx. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. (NPMx / BKMx) > 1 artinya penggunaan input X belum efisien sehingga untuk mencapai efisien, input X perlu ditambah. 2. (NPMx / BKMx) < 1 artinya penggunaan input tidak efisien sehingga untuk menjadi efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi. 4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C Rasio) Pendapatan usahatani menurut Soekartawi (2002) dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas seluruh biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas
49
biaya total (pendapatan total). Penerimaan usaha pembesaran lele dumbo nilai dari total penjualan lele dumbo yang dibesarkan. Tingkat pendapatan usaha pembesaran lele dumbo dapat dinyatakan dalam persamaan matematik sebagai berikut: Itotal
= NP - (BT + BN) …………………………………………… (23)
dimana: Itotal = tingkat pendapatan bersih total NP-BT = tingkat pendapatan bersih tunai NP = nilai produk yang merupakan hasil perkalian jumlah output dengan harga BT = biaya tunai (Rp) BN = biaya non tunai (Rp) Perbedaan biaya tunai dan tidak tunai terletak pada secara langsung atau tidaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh pembudidaya. Rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima pembudidaya dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. R/C rasio atas biaya total =
Total Penerimaan Total Biaya
=
Q . Pq BT +BN
………………….. (24)
dimana: Q Pq BT BN
= total produksi = harga produk = biaya tunai = biaya non-tunai
Kriteria yang digunakan yaitu: 1. R/C > 1 maka setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar lebih dari satu rupiah sehingga dapat disimpulkan usaha pembesaran menguntungkan.
50
2. R/C < 1 maka setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar kurang dari satu rupiah sehingga dapat disimpulkan usaha pembesaran merugikan. 3. R/C = 1 maka setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha pembesaran lele dumbo akan memberikan penerimaan sebesar satu rupiah sehingga dapat disimpulkan usaha pembesaran berada pada keuntungan normal. 4.5.4. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan menguji hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya, baik input maupun output. Analisis sensitivitas yang digunakan adalah penurunan harga lele dumbo ukuran konsumsi sebesar 11,08 persen. Hal tersebut diperkirakan akan memengaruhi keuntungan yang diperoleh dari usaha pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari (R/C = 1) atau ketika usaha pembesaran lele dumbo tidak memperoleh keuntungan lagi (impas). 4.5.5. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran 1. Produksi Lele Dumbo (Y) Produksi lele dumbo adalah total pembesaran pada sejumlah kolam dengan luasan tertentu dalam satu periode pembesaran. Produksi lele dumbo dinyatakan dalam kilogram. Harga jual adalah harga yang diterima pembudidaya pada saat panen dan berlaku di daerah penelitian. Harga dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram.
51
2. Padat Penebaran (X1) Padat penebaran yang dimaksud adalah hasil dari jumlah benih lele dumbo yang digunakan dalam pembesaran dibagi dengan luas kolam tempat pembudidaya melakukan pembesaran lele dumbo dalam satu periode pembesaran diukur dalam satuan ekor per m2. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga benih
dalam rupiah per ekor selama periode pembesaran.
Mahyuddin (2008) mengatakan bahwa padat penebaran tidak boleh terlalu tinggi untuk mengurangi tingkat kematian lele. Padat penebaran benih lele di kolam berkisar 200-400 ekor/m2 dengan ukuran benih 5-7 cm/ekor. 3. Pakan Pelet (X2) Input pakan pelet adalah jumlah pakan yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Pakan pelet yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pakan pelet per kilogram dalam rupiah. Menurut Mahyuddin (2008) penentuan jumlah pakan pelet per hari untuk lele dumbo dapat dihitung berdasarkan bobot total benih dan umur tebar. Persentase pakan per hari adalah 5 persen dari total bobot benih. Namun menjelang panen (2 minggu sebelum panen), persentase pakan diturunkan menjadi 2-3 persen. 4. Pakan Tambahan (X3) Input pakan tambahan adalah jumlah pakan yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Pakan tambahan yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pakan tambahan per kilogram dalam rupiah. Penggunaan pakan tambahan tergantung dari telah efisien atau belum penggunaan pakan pelet.
52
5. Pupuk (X4) Input pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Pupuk yang digunakan diukur dalam satuan liter. Biaya korbanan marjinalnya adalah pupuk per liter dalam rupiah. Menurut Darseno (2010) penggunaan pupuk pabrikan (urea dan TSP) tidak boleh berlebihan, sebab kandungan utama yang dimiliki oleh pupuk urea adalah nitrogen. Sedangkan air kolam yang kotor sudah mengandung nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat keasaman air. 6. Probiotik (X5) Input probiotik adalah jumlah probiotik yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Probiotik yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga probiotik per kilogram dalam rupiah. 7. Kapur (X6) Input kapur adalah jumlah kapur yang digunakan selama proses pembesaran dalam satu periode pembesaran. Kapur yang digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga kapur per kilogram dalam rupiah. Menurut Darseno (2010), penggunaan kapur sebaiknya adalah 0,006 kg/m2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (pH) tanah. 8. Panen pembesaran lele dumbo adalah jumlah lele dumbo yang dibesarkan selama periode pembesaran dalam satuan kilogram. 9.
Periode pembesaran adalah suatu tahapan pembesaran benih lele dumbo sampai mencapai ukuran konsumsi.
53
10. Lama pembesaran adalah lama waktu berlangsung dimulai sejak benih lele dumbo dengan ukuran tertentu dibesarkan sampai mencapai ukuran konsumsi. 11. Biaya produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan pembudidaya untuk kegiatan usaha pembesaran. Dalam penelitian ini digunakan perhitungan biaya berdasarkan atas biaya keseluruhan tunai dan tidak tunai. 12. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan secara tetap oleh pembudidaya yang tidak berdasarkan pada berapapun output yang dipanen. 13. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya yang mempengaruhi pada jumlah output yang dipanen. 14. Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Perhitungan ini dilakukan pada faktor produksi tetap yang berumur lebih dari satu tahun, misalnya kolam, gudang, kantor dan lainnya. Perhitungan dilakukan dengan cara metode garis lurus menggunakan dasar pikiran bahwa benda yang dipergunakan dalam pembesaran menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Dengan rumus sebagai berikut: Penyusutan =
Nilai Baru −Nilai Sisa Masa Pemakaian
15. Rasio penerimaaan dan pengeluaran (R/C ratio) ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membesarkan. 16. Fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan hubungan fisik antara faktor produksi dan hasil produksi (panen lele dumbo) pada tingkat tertentu. 17. Faktor produksi adalah faktor yang mempengaruhi pembesaran lele dumbo, antara lain : luas kolam, padat tebar, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur.
54
18. Elastisitas produksi adalah perubahan produksi karena adanya perubahan harga produksi. 19. Efisiensi produksi adalah upaya penggunaan input yang minimum untuk mendapatkan output tertentu.
55