DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme
Volume I, Nomor I, Tahun 2012, Halaman 1-12
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING (Studi Kasus: Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal) Prassanti Kusuma Wardhani, Waridin 1 Jurusan IESP Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851
ABSTRACT The times require people to eat nutritious foods. This has sparked a growing number of eating meat, because it was thought that the meat or animal protein has high nutrition. Chicken as one of the meat-producing cattle in great demand by the public, is because the price of chicken meat is relatively cheap. This is what makes the demand for chicken meat increased. Increased demand for poultry meat makes the need for increased production, mainly related to the efficiency of production factors. This study aims to analyze the level of efficiency in the cattle business in the District of broiler Limbangan, Kendal District. Another aim is to determine the condition of revenue in the broiler business in the area of research. Sampling method using random sampling with a sample of 47 respondents, and methods of analysis used is the production function frontier. The variables in broiler livestock business which significantly affect the seed variables (DOC), feed, fuel and spacious cage. While not a significant variable is the variable of drugs and vitamins, and labor power variables. Calculation results show that broiler livestock business has the technical efficiency (ET) of 0.96, the efficiency of the price (EH) of -4.205 and economic efficiency (EE) of -4.037. See the value of technical efficiency means less of broiler livestock business is done inefficiently. Broiler livestock business in the District Limbangan profitable, it can be seen from the R / C ratio of 1.071. In this study, the value of RTS is equal to 1.0028. This value indicates that the cattle business is in a state of Increasing returns to scale. So the broiler business is still feasible to be developed. Key words: Broiler chickens, Efficiency, Frontier, R / C, RTS
PENDAHULUAN Kebutuhan manusia akan protein hewani sangat besar, rata-rata konsumsi negara maju dan berkembang lebih dari 20 kg perkapita pertahun. Singapura dan Malaysia sendiri rata-rata konsumsi daging masyarakatnya adalah 28 kg perkapita pertahun dan 36 kg perkapita pertahun, jauh dari Indonesia yang rata-rata konsumsi daging masyarakatnya hanya 4,11 kg perkapita pertahun. Konsumsi protein hewani berkaitan dengan tingkat intelektualitas dan perkembangan seseorang. (http://www.jurnas.com/halaman/15/2011-10-14/185472, 19 Oktober 2011). Sebenarnya untuk mendapatkan protein yang berkualitas, orang dapat mengkonsumsi sumber protein nabati, di samping sumber protein hewani, terutama dari jenis kacangkacangan, seperti kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah. Akan tetapi, umumnya protein yang berasal dari sumber protein nabati hanya mengandung beberapa jenis asam amino tertentu yang tidak lengkap. Sumber protein hewani biasanya lebih lengkap kandungan asam aminonya. (Georgius, 2007). Keunggulan protein hewani membuat industri atau usaha peternakan memiliki potensi yang besar untuk berkembang, dikarenakan konsumsi daging masyarakat Indonesia yang masih rendah masih dapat ditingkatkan. Usaha peternakan di Indonesia sangat bermacam-macam jenis hewan 1
Prassanti Kusuma Wardhani, Waridin
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 2
yang diusahakan, diantaranya sapi, kambing, kuda, kerbau, babi, ayam, unggas lainnya dan daging lainnya. Hanya daging sapi, kambing dan ayamlah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, namun diantara ketiga daging tersebut daging ayamlah yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1
NO 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 1 Konsumsi Daging Per Kapita (Kg) Tahun 2007-2010 Indonesia Jenis Daging 2007 2008 2009 Sapi 0,42 0,36 0,31 Kerbau 0,05 Kambing 0,05 0,05 Babi 0,26 0,21 0,21 Ayam 4,11 3,22 3,07 Unggas Lainnya 0,05 0,05 0,05 Daging Lainnya 0,05 0,05 0,05
2010 0,36 0,05 0,21 3,54 0,05 0,05
Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2007-2010.
Daging ayam menjadi primadona untuk konsumsi masyarakat dikarenakan harganya yang relatif murah dibandingkan daging sapi dan kambing. Alasan tersebut dapat digunakan untuk memacu peningkatan usaha peternakan khususnya ayam ras pedaging yang bertujuan memberikan protein hewani yang terjangkau oleh masyarakat sehingga konsumsi daging Indonesia dapat meningkat. Usaha ternak ayam ras pedaging memiliki peluang usaha yang bagus dibandingkan
dengan usaha pertanian lainnya karena didukung oleh: 1.
Kebutuhan yang besar akan daging ayam ras pedaging berarti sebagai peningkatan permintaan daging ayam dan ini berarti berkah bagi subsektor peternakan, apalagi bila usaha peternakan ini diorientasikan dengan peningkatan konsumsi daging nasional yang masih dinilai rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya.
2.
Potensi yang dimiliki subsektor peternakan adalah, Dari aspek ketersediaan lahan, pengembangan peternakan di Indonesia berpotensi sangat besar. Berdasarkan analisis potensi wilayah, potensi lahan untuk pengembangan peternakan mencapai 88, 2 juta ha, yang terdiri dari lahan perkebunan, lahan tegalan, lahan hutan alang-alang, lahan hutan, dan lahan persawahan. (Anonim, 2003 dalam Georgius, 2007).
3.
Nilai jual produk peternakan yang tinggi
Enam Provinsi yang cocok untuk pengembangan subsektor peternakan ayam pedaging adalah provinsi dengan populasi ayam pedaging terbesar, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau dan banten. Secara rinci populasi masing- masing dapat dilihat pada Tabel 2
No 1 2 3 4 5 6
Provinsi Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sumatera Utara Riau Banten
Tabel 2 Provinsi dengan Populasi Ayam Ras Pedaging Terbesar Populasi (ekor) 2005 2006 2007 2008 352.434.300 343.954.090 377.549.055 417.373.596 142.602.400 119.525.124 148.854.817 140.005.968 62.043.412 61.258.115 64.552.829 54.643.212 35.568.236 42.763.530 78.152.052 42.891.621 27.440.958 20.965.808 27.491.937 30.679.920 6.475.796 7.684.690 26.405.564 40.011.606
2009* 455.258.900 144.206.177 58.351.000 44.178.369 32.397.338 42.012.187
Sumber: Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2005-2009.
2
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 3
Berdasarkan tabel 1.2 Jawa Tengah sebagai Provinsi yang berada di posisi Ke tiga, dalam mengusahakan peternakan ayam pedaging. Namun peternakan daging ayam yang ada sekarang ini belum optimal, karena jumlahnya populasinya yang sedikit dan produksinya yang kecil relatif menurun. Ini dapat dilihat dari Tabel 3 Tabel 3 Populasi, Produktivitas dan Produksi Daging Ayam di Jawa Tengah tahun 2003-2009 Produktivitas Produksi Daging Pertumbuhan Tahun Populasi (ekor) (ekor/kg) (Kg) (%) 2003 66.646.915 1,04 69.216.456 2004 50.356.308 1,25 62.768.348 -9,32 2005 62.043.402 1,05 65.039.687 3,62 2006 61.258.115 1,47 90,264,713 38,78 2007 64.552.869 1,11 71.459.661 -20,83 2008 54.643.212 1,44 77.868.000 8,97 2009 58.350.965 1,62 94.520.496 21,39
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jawa Tengah Dalam Angka 2005-2010. Berdasarkan tabel 1.3 juga diketahui Jawa Tengah belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sendiri. Menurut dinas peternakan Jawa Tengah produksi daging ayam di Jawa Tengah adalah sebesar 71.459.661 Kg pada tahun 2007. Bila diketahui konsumsi rata-rata pertahun daging ayam tiap penduduk tahun 2007 adalah 4,11 kg, maka dengan jumlah penduduk 33.779.500 jiwa, konsumsi total daging ayam Provinsi Jawa Tengah adalah 138.833.745 Kg. Terdapat kekurangan sekitar 67.374.084 kg, hampir separuh dari kebutuhan daging ayam atau dua kali lipat dari total produksi daging ayam tahun 2007. Produksi daging ayam yang di bawah tingkat kebutuhan akan daging ayam, merupakan permasalahan bagi pemerintah Jawa Tengah. Permasalahan ini muncul karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap peternakan, padahal sub sektor ini sangat menjanjikan, terlihat dari besarnya kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah. Sumbangan sub sektor peternakan dalam PDRB Jawa Tengah rata-rata tiap tahunnya mencapai 2 % lebih dan selalu meningkat. Sumbangan-sumbangan terhadap sektor peternakan ini tidak lepas dari sentra-sentra peternakan ayam ras pedaging di Jawa Tengah salah satunya Kabupaten Kendal. Kabupaten Kendal adalah daerah sentra peternakan ayam ras pedaging yang besar bahkan sejak sebelum terjadi flu burung. Dan sekarang daerah-daerah lain mulai ikut juga mengembangkan ayam pedaging. Tapi sampai sekarang kabupaten Kendal masih tetap merupakan sentra pengembangan ayam ras pedaging. Ini terlihat pada Tabel 4
Tahun 2008 2009 2010
Urutan ke 1 Kab. Kendal 5.646.750 ekor Kab. Semarang 11.872.193 ekor Kab. Semarang 12.725.506 ekor
Tabel 4 5 Kabupaten dengan Populasi Ayam Ras Pedaging Terbesar Urutan ke 2 Urutan ke 3 Urutan ke 4 Kab. Batang 5.364.000 ekor Kab. Batang 6.430.900 ekor Kab. Kendal 6.758.497 ekor
Kab. Banyumas 5.013.790 ekor Kab. Kendal 5.782.509 ekor Kab. Banyumas 5.695.722 ekor
Kab. Tegal 3.981.336 ekor Kab. Banyumas 5.478.193 ekor Kab. Purbalingga 4.789.600 ekor
Urutan ke 5 Kab. Cilacap 3.648.768 ekor Kab. Tegal 3.084.968 ekor Kab. Sukoharjo 4.397.284 ekor
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jawa Tengah Dalam Angka 2009-2011 Produksi dan populasi ayam pedaging Kabupaten Kendal cukup besar. Namun produksi dan populasi yang ada tidak pernah menentu atau fluktuatif yang disebabkan banyak faktor. Ini terlihat dari tabel 5
3
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 4
Tabel 5 Kondisi Populasi, produksi daging dan produktivitas ayam ras pedaging kabupaten Kendal tahun 2006 - 2010 Populasi Produksi Daging Produktivitas Pertumbuhan No Tahun (ekor) (kg) (kg/ekor) (%) 0,51 11,51 1 2006 4.826.250 2.473.748 0,54 16,69 2 2007 5.385.750 2.886.552 3 2008 5.646.750 2.750.799 0,59 -4,70 4 2009 5.782.510 2.849.425 0,49 3,59 0,61 45,51 5 2010 6.758.497 4.146.280
Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Kendal Dalam angka 2006-2010. Daerah-daerah yang menjadi 5 penyumbang terbesar dalam jumlah populasi ayam ras pedaging Kabupaten Kendal adalah kecamatan limbangan dengan populasi 3.415.823 ekor, kecamatan Boja 1.788.954 ekor, kecamatan Sukorejo 737.216 ekor, kecamatan Pageruyung 307.033 ekor, dan kecamatan Pegandon 182.195 ekor. Diketahui bahwa Kecamatan Limbangan dengan populasi terbesar dan sentra pengembangan ayam ras pedaging di Kabupaten Kendal, maka Kecamatan limbangan memiliki potensi peningkatan produksi ayam pedaging. Saat ini skala usaha tiap usaha masih kecil, sehingga diperlukan berbagai upaya agar usaha ternak ayam ras pedaging dapat mencapai economic of scale.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Penggunaan faktor – faktor produksi (Input) yang berbeda – beda pada usaha ternak ayam, menghasilkan output yang berbeda pula. Perbedaan prilaku ini karena tiap perusahan memiliki cara pikir yang berbeda. Perbedaan ini kadang ada yang berhasil ada juga yang tidak, sehingga ini berpengaruh pada pendapatan peternak. Alokasi kombinasi dari berbagai faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan efisiensi. Efisiensi penggunaan dari berbagai input diharapkan akan meningkatkan pendapatan dari peternak. Yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Model Kerangka Pemikiran Teoritis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging INPUT: Pakan, DOC, Tenaga kerja, Obat & Vit, Listrik, Bahan bakar, Luas Kandang
Pendapatan Peternak
OUTPUT: Jumlah ayam yang siap di jual
Efisiensi penggunaan Fkator –faktor produksi Hipotesis adalah suatu jawaban duga yang dianggap besar kemungkinannya untuk menjadi jawaban yang benar (Surakhman, 1994)r. Dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah: 1.
Diduga penggunaan input produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal belum efisien secara teknis.
4
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 5
2.
Diduga penggunaan input produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal belum efisien secara harga atau alokatif.
3.
Diduga penggunaan input produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal belum efisien secara ekonomi.
METODE PENELITIAN Populasi disini adalah seluruh peternak yang ada di Kecamatan Limbangan sebagai sentra pengembangan ayam ras pedaging dengan jumlah 88 peternak. Sedangkan populasi dengan menggunakan rumus n = maka sampel yang diambil adalah 47 sampel. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ada beberapa metode, antara lain adalah (i) Wawancara, Metode ini digunakan untu mendapatkan data primer. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian dengan menggunakan kuesioner, digunakan untuk mendapatkan data yang hanya dapat diperoleh dengan melakukan wawancara dengan responden. Metode kedua (ii) Observasi, Digunakan untuk mendukung data yang diperoleh dari hasil wawancara. Observasi dengan cara memandang dan mengamati secara langsung kondisi dari lingkungan sosial yang diamati. Peneliti melalui teknik ini dapat memperoleh data yang relatif lebih banyak dan akurat, karena peneliti dapat secara langsung mengamati perilaku dan kejadian-kejadian dalam lingkungan sosial yang diteliti. Serta metode (iii) Dokumenter, dokumenter digunakan untuk mendapatkan data sekunder. Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian antara lain, jurnal, laporan dari lembaga-lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan, serta artikel. Metode Analisis yang digunakan adalah analisis statististik. Analisis statistik digunakan untuk menguji model fungsi produksi dan efisiensi. Untuk menganalisis efisiensi produksi maka terlebih dahulu dilakukan analisis faktor produksi yang mengikuti model fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk matematis fungsi produksi ayam ras pedaging adalah sebagai berikut: Ln Y = 0 + 1 ln X1 + 2 ln X2 + 3 ln X3 + 4 lnX4 + 5 lnX5 + 6 lnX6 + 7 lnX7 + (Vi – Ui) ............................................................................................................................(1)
Y = Produksi X1 = Bibit X2 = Pakan X3 = Obat & vitamin X4 = tenaga kerja X5 = Listrik X6 = Bahan Bakar X7 = Kandang Efisiensi dilakukan melalui pendekatan rasio varians sebagaimana dikembangkan Battese dan Cora (1977) dalam Coelli (1996). Efisiensi teknis biasanya dapat pula diestimasi dengan memakai fungsi produksi frontier stokastik seperti yang dilakukan oleh Aigner, at al (1977). Banyak peneliti-peneliti lain baik yang berasal dari perguruan tinggi maupun lembaga penelitian dalam dan luar negeri mengembangkan pendekatan Aigner tersebut. Salah satu diantaranya yang paling menonjol adalah Battese dan Coelli (1988,1992,1995). = (U2) / (V2 + U2) .................................................................................(2)
5
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 6
Dimana, 0 1, Bila mendekati satu, V2 mendekati nol dan Ui adalah tingkat kesalahan menunjukkan inefisiensi. Dalam penelitian ini perbedaan antara pengelolaan dan hasil efisiensi adalah bagian yang terpenting karena kekhususan dalam pengelolaan selanjutnya analisa tersebut untuk mengidentifikasi pengaruh dari perbedaan beberapa faktor. Sedangkan Joundrow, et.al (1982) mengukur tingkat efisiensi teknis (technical efficiency – TE) sebagai berikut: TE = exp (-E [ui / εi]) dimana, ..................................................................(3) E (Ui / εi ) = (u v/) f (i -1) / 1- F (i -1) – (i -1) ..............(4) = Penjumlahan Vi dan Ui = Persamaan untuk (V2 + U2) 1/2 = Rasio dari u atas v f dan F adalah standar normal density dan fungsi distribusi evaluasi atas (i -1. Nilai TE berkisar antara 0 dan 1, 0 TE 1, jika TE mendekati 1 maka semakin efisien secara teknis, jika mendekati 0 maka semakin inefisien secara teknis. Efisiensi harga merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi sebesarnya, efisiensi harga akan terjadi jika nilai produksi marginal sama dengan harga input tersebut. artinya alokasi sarana produksi telah mencapai titik optimal atau telah efisien. Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan harga input pada titik kombinasi tersebut sama dengan satu (Widodo, 1989 dalam Sahara. 2005), sehingga dapat ditulis : NPMx = Px , atau ......................................................................................(5) = 1 ..........................................................................................................(6) Dan dapat juga ditulis seperti dibawah ini: = Px , atau .................................................................................................(7) = 1 ............................................................................................................(8) Dengan b = elastisitass Y = Produksi Py = Harga produk Y X = Jumlah faktor produksi X Px = Harga faktor produksi X
jika
x harus ditambah jika < 1, maka penggunaan input x tidak efisien dan untuk mencapai efisien input
> 1, maka penggunaan input x belum efisien dan untuk mencapai efisien input
x harus dikurangi.
Efisiensi ekonomis merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga dari seluruh input. Efisiensi ekonomis akan tercapai bila kedua efisiensi yang lain yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif/harga juga telah tercapai. Karena setelah kedua efisiensi itu tercapai maka kesejahteraan masyarakat juga akan tercapai. Secara matematis efisiensi ekonomis dapat ditulis sebagai berikut: 6
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 7
EE = ET.EH ......................................................................................................(9) EE = Efisiensi ekonomis ET = Efisiensi teknis EH = Efisiensi Harga HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Profil Sosial Ekonomi Responden Berdasarkan wawancara langsung dan penelitian lapangan kepada 47 responden, maka didapatkan hasil yang bervariasi dari 47 responden tersebut. Umur responden berada diantara 38-57 tahun, diamana 6,38 persen responden atau sebanyak 3 orang berumur kurang dari 40 tahun. Untuk responden dengan usia 40-50 tahun ada 29 responden atau 61,70 dan responden dengan umur lebih dari 50 tahun terdapat 31,92 persen reponden atau 15 responden. Maka diketahui bahwa responden palin banyak berada pada usia antara 40-50 tahun dengan 29 responden. Pengalaman yang dimiliki oleh para peternak rata-rata 5-10 tahun dimana dari 47 peternak ada 40 atau 85,11 persen peternak yang pengalaman beternaknya 5-10 tahun. Biasanya peternak yang pengalamannya dibawah lima tahun adalah peternak baru atau peternak pemula yang mencoba bidang peternakan. Sebagian peternak telah menikah dimana ada 91,49 persen peternak telah menikah. Pola usaha ternak ayam ras pedaging di daerah penelitian 100 persen adalah kemitraan, sehingga sistem pemasarannya 100 persen dilakukan oleh inti atau PT dimana peternak bergabung. Sebagian besar dari peternak menjadikan usaha ternak ini merupakan sumber mata pencaharian yang utama, ada 40 peternak atau 85,11 persen yang menjadikan usaha ternak merupakan mata pencahariannya yang utama. Yang lainnya adalah merupakan usaha sampingan, dimana ada 4 peternak atau 8,51 persen yang merupakan pegawai negeri dan 3 peternak atau 6,38 persen yang merupakan wiraswasta.
Hasil Analisis
Hasil analisis fungsi produksi frontier dari usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan kabupaten Kendal dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Hasil Estimasi Fungsi Produksi pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Di Kecamatan Limbangan No Variabel Koefisien T-ratio Keputusan 1 Konstanta 0,6930 10, 524 2 Bibit (LnX1) 1,0578 12,065** Signifikan 3 Pakan (LnX2) 0,0405 13,524** Signifikan 4 Obat dan Vitamin (LnX3) -0,0884 -0,888 Tidak signifikan 5 Tenaga kerja (LnX4) 0,0016 0,111 Tidak signifikan 6 Listrik (LnX5) -0,0422 -5,224* Signifikan 7 Bahan Bakar (LnX6) 0,0195 1,461* Signifikan 8 Luas Kandang (LnX7) 0,0140 1,214 Tidak signifikan 9 Sigma Square 0,0030 6,357 10 Gamma 0,99 116,855 11 Log Likelihood 99,21 12 RTS 1,0028 13 Mean Technical Eff 0,96 14 Responden 47
Sumber: Data Primer diolah, 2012 Keterangan: t-Tabel (α = 10%) = 1,303* t-Tabel (α = 1%) = 2,423**
7
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 8
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan adalah variabel bibit (DOC), pakan, listrik, dan bahan bakar. Variabel bibit, pakan dan listrik signifikan pada α = 1%, sedangkan variabel bahan bakar signifikan di α = 10%. Variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini adalah obat dan vitamin, tenaga kerja dan luas kandang, baik pada α = 1% ataupun α = 10%. Bila dilihat dari rata-rata efisiensi teknisnya sebesar 0,96 dapat dikatan bila usaha ternak ayam ras pedaging di daerah penelitian tidak efisien, sehingga penggunaan inputnya harus ditambah. Bibit (DOC), pakan, listrik, bahan bakar menunjukkan pengaruh yang signifikan, ini berarti bahwa penggunaan faktor-faktor tersebut banyak atau sedikit mempengaruhi output yang akan dihasilkan. Bila semakin banyak penggunaan faktor-faktor tersebut maka hasil yang didapatkan juga akan meningkat, sebaliknya juga terjadi bila semakin sedikit faktor-faktor tersebut yang digunakan maka output yang dihasilkan juga akan menurun. Hal sebaliknya terjadi pada variabel listrik yang memiliki tanda negatif yang berarti penggunaan variabel ini akan menurunkan hasil. Jadi dapat dikatakan bahwa output yang didapatkan dalam usaha ternak ayam ras pedaging tergantung dari penggunaan bibit (DOC), pakan, listrik dan bahan bakar. Penggunaan obat dan vitamin, tenaga kerja dan luas kandang mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap produksi ayam ras pedaging. Ini dapat dilihat dari nilai t-ratio yang bernilai lebih kecil dari t-Tabel baik pada α = 1% ataupun α = 10%. Ketidak signifikanan variabel ini berarti bahwa varibel tidak mempengaruhi hasil dari produksi. Tanda negatif dari koefisien pada variabel obat dan vitamin ini dikarenakan penggunaan obat dan vitamin yang berlebihan maka akan menurunkan hasil produksi. Tidak signifikannya obat dan vitamin dikarenakan: (1). pemilihan obat yang salah, (2). dosis dan aplikasi yang tidak sesuai, (3). diagnosis yang salah, (4). bakteri tidak sensitif karena resisten dan karena (5). manajemen yang tidak baik dalam penggunaan obat dan vitamin yang berlebihan akan menyebabkan kematian ayam. Ketidaksignifikanan variabel tenaga kerja disebabkan banyak sedikitnya tenaga kerja yang dipakai untuk usaha ayam ras pedaging tidak mempengaruhi hasil yang diperoleh, karena pertumbuhan ayam tidak dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya tenaga kerja yang dipakai. Usaha ayam ras pedaging hanya membutuhkan tenaga kerja untuk proses pemeliharaan. Ketidaksignifikanan variabel luas kandang dalam mempengaruhi hasil produksi dikarenakan pada kenyataannya memang begitu, walaupun luas kandang ditambah tanpa diikuti dengan pembahan bibit maka penambahan luas kandang hanya usaha sia-sia karena hasil yang didapat tetap stabil. Tabel 7 Nilai Efisiensi Harga dan Efisiensi Ekonomi Pada Usaha ternak Ayam Ras Pedaging No Variabel Koefisien NPM Efisiensi 1 Bibit (DOC) 1,0578 4,394013955 EH= -4,205 2 Pakan 0,0405 0,065956893 3 Obat dan vitamin -0,0884 -2,630325122 4 Tenaga kerja 0,0016 0,08523472 ET= 0,96 5 Listrik -0,0422 -33,48536871 6 Bahan bakar 0,0195 2,120306663 7 Luas kandang 0,0140 0,016134151 EE = -4,037 Jumlah 1,0028 178212766
Sumber: Data Primer diolah, 2012 Sesuai dengan data dari tabel 4.10, maka dapat dijelaskan mengenai kondisi usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal. Nilai rata-rata Efisiensi Harga (EH) sebesar -4,205 yang berarti bahwa penggunaan input pada usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan belum efisien, sehingga penggunaan dari faktor produksi perlu ditambah. Tanda negatif dalam efisiensi harga berarti penambahan input akan mengakibatkan penurunan output, tapi bila dilihat nilai NPM masing-masing variabel hanya variabel listrik dan obat dan vitamin yang penambahannya menyebabkan penurunan output. Tanda negatif dalam dua variabel ini berhubungan dengan sifat dari kedua variabel dimana variabel obat dan vitamin yang berfungsi pengobatan dalam penyakit ayam, sehingga penambahan pemakaiannya tidak akan efisien hanya
8
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 9
membuang-buang obat dan vitamin saja, sedang dalam variabel listrik penambahan listrik atau dalam hal ini lampu hanya sia-sia karena sudah ada ketentuannya. Apabila dilihat dari masingmasing efisiensi harga, maka input yang belum efisien dan penggunaannya harus di tambah adalah bibit dan bahan bakar Sedangkan input yang tidak efisien dan penggunaanya perlu dikurangi adalah pakan, obat dan vitamin, tenaga kerja, listrik Berdasarkan nilai efisiensi teknis (ET) dan efisiensi harga (EH) maka efisiensi ekonomi dapat diketahui yaitu sebesar -4,037 Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak belum efisien, dengan demikian perlu dilakukan peminimalan dalam penggunaan faktor-faktor namun yang menghasilkan output yang maksimal agar tercapai kondisi yang efisien. pengeluaran dan R/C ratio usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan dapat dilihat pada tabel Berikut ini: Tabel 8 Pendapatan dan Biaya Rata-rata Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Dalam Satu Periode Masa Panen No Keterangan Rata-rata Persentase (%) 1 2 3
Penerimaan Biaya Total (3+4) Biaya Variabel -Bibit(DOC) -Pakan -Obat dan Vitamin -Tenaga kerja -Bahan Bakar
205.700.255,3 192.022.606,4 188.199.521,3 49.442.340,43 126.110.638,3 6.902.393,617 3.855.319,149 1.888.829,787
4
Biaya tetap -Penyusutan Kandang + Peralatan -listrik Pendapatan bersih (1-2) R/C ratio (1/2)
3.823.085,106 3.564.255,319 258.829,7872 13.677.648,9 1,071
5 6
100 26,27 67,01 3.67 2,05 1 100 93,23 6,77
Sumber: Data Primer diolah, 2012 Hasil perhitungan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa biaya variabel tertinggi adalah pakan. Biaya untuk pakan mengambil porsi 67,27 persen dari total biaya variabel. Untuk biaya tetap, biaya tertingginya di tempati oleh penyusutan kandang dan peralatan dengan 93,23 persen dari total biaya tetap. Berdasarkan tabel juga diketahui bahwa rata-rata penerimaan peternak ayam ras pedaging sebesar Rp. 205.700.255,3. Total biaya yang dikeluarkan oleh peternak adalah Rp. 192.022.606,4. Dengan melihat penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran, dapat dinyatakan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging memberikan keuntungan. Nilai R/C ratio yang diperoleh untuk usaha ternak ayam ras pedaging ini dengan membandingkan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar 1,071. Nilai R/C 1,071 memiliki arti bahwa setiap pengeluaran Rp. 1 maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 1,071 rupiah. Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh yang bernilai lebih dari 1, maka dapat dikatan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan menguntungkan untuk diteruskan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data mengenai usaha ternak ayam ras pedaging di Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal yang diperoleh, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan nilai efisiensi teknis sebesar 0,96 maka dapat dikatakan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging di daerah penelitian tidak efisien secara teknis sehingga penggunaan
9
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 10
input harus dikurangi. Apabila dilihat dari efisiensi harga (EH) dan efisiensi ekonomi (EE), maka usaha ternak ayam ras pedaging juga tidak efisien dengan nilai efisiensi harga sebesar -4,205 dan efisiensi ekonomi sebesar -4,037. Dengan melihat nilai ketiga efisiensi ini dapat dikatakan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging tidak efisien. 2. Variabel-variabel dalam usaha ternak ayam ras pedaging yang berpengaruh secara signifikan adalah variabel bibit (DOC), pakan, bahan bakar dan luas kandang. Dengan demikian dapat menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, bahan bakar dan luas kandang akan mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Sedangkan variabel yang tidak signifikan adalah obat dan vitamin, tenaga kerja dan listrik. 3. Dalam usaha ternak ayam ras pedaging diketahui bahwa nilai Return to Scale (RTS) adalah sebesar 1,0028. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging yang dijalankan di daerah penelitian yaitu Kecamatan Limbangan, berada pada kondisi Increasing Return to Scale (IRS) sehingga dapat dikatakan bahwa usaha ayam ras pedaging masih layak dijalankan dengan memperbaiki sistem produksi sehingga ketidakefisienan usaha ayam ras pedaging dapat dikurangi. 4. Nilai R/C dapat diketahui adalah sebesar 1,071. Dari nilai R/C yang diperoleh dengan nilai lebih dari 1, maka dapat dikatan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging di kecamatan Limbangan menguntungkan untuk dilanjutkan. 5. Berdasarkan pembahasan dapat diketahui bahwa rata-rata penerimaan yang diterima oleh peternak adalah Rp. 205.700.255,3 dengan total biaya yang dikeluarkan oleh peternak adalah sebesar Rp. 192.022.606,4. Sehingga pendapatan bersih rata-rata dari 47 responden yang diteliti adalah sebesar Rp. 13.677.648,9. Apabila dilihat secara harfiah dari nilai penerimaan yang lebih besar daripada pengeluaran, maka dapat dinyatakan bahwa usaha ternak ayam ras pedaging ini menguntungka. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran yang konstruktif agar pengelolaan usaha ternak ayam ras pedaging di daerah penelitian dapat lebih efisien sehingga dapat meningkatkan pendapatan para peternak ayam ras pedaging di Kecamatan limbangan Kabupaten Kendal. Beberapa saran tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pencapaian efisiensi teknis dapat dilakukan dengan penngurangan dan penambahan faktor produksi sesuai dengan pengaruh masing-masing faktor produksi pada hasil produksi. 2. Pencapaian efisiensi harga dan ekonomi yang bernilai kurang dari satu menggambarkan bahwa penggunaan faktor-faktor yang berlebihan sehingga tidak efisien, sehingga perlu dikurangi penggunaannya terutama yang sifat dari faktor produksi tersebut hampir sama. Semisal penggunaan listrik dan bahan bakar yang sifatnya hampir sama yaitu menghangatkan. Penggunaan listrik dapat dilakukan di awal masa pemeliharaan saja yang selanjutnya diteruskan dengan menggunakan bahan bakar, karena beberapa peternak sejak awal pemeliharaan untuk pemanasan menggunakan baik listrik dan bahan bakar sehingga penggunaan bahan bakar semakin banyak. 3. Perhitungan Return to Scale (RTS) yang mempunyai nilai 1,0028 menunjukkan bahwa usaha ternak yang dijalankan di daerah penelitian pada kondisi Increasing Return to Scale (IRS) sehingga dapat dikatakan kondisi ini layak untuk diteruskan. Untuk itu dibutuhkan kerjasama antara peternak dengan perusahaan inti, pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan atau mempertahankan nilai RTS yang sudah dicapai. Kerjasama dapat berupa pendampingan dalam masa pemeliharaan yang dilakukan oleh inti dan pemberian pelatihan-pelatihan tentang usaha ternak oleh pemerintah.
10
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 11
REFERENSI Alabi R.A and Aruna M.B. 2005. Technical Efficiency Of Family Poultry Production in NigerDelta, Nigeria. Department of Agricultural Economics and Extension, Ambrose Alli University. http://hrcak.srce.hr/ojs/index.php/jcea/article/view/332. Di akses 15 Maret 2010. Amiruddin Syam. 2002. Efisiensi Produksi Komoditas Lada di Propinsi Bangka Belitung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=efisiensi%20produksi%20komoditas%20lada %20di%20propinsi%20bangka%20belitung%20amiruddin%20syam&source=web&cd=4& ved=0CDYQFjAD&url=http%3A%2F%2Fejournal.unud.ac.id%2Fabstrak%2F(2)%2520so ca-amiruddinkomoditaa%2520lada(1).pdf&ei=gQyOT4SBO8HOrQfAh4SUCQ&usg=AFQjCNHQhf3_ -ZLgAud7UbunuoLONrLs0w&cad=rja. Diakses 18 Januari 2010. Anastasia Astuti Ayu Asri. 2008. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Tembakau Rakyat kabupaten Kendal (Studi Kassus di Desa Pucangrejo dan Desa Poncorejo Kecamatan Gemuh Kabupaten kendal). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. skripsi (tidak dipublikasikan). Badan Pusat Statistik (BPS), 2005. Statistik Indonesia. , 2006. Statistik Indonesia. , 2007. Statistik Indonesia. , 2008. Statistik Indonesia. , 2009. Statistik Indonesia. , 2007. Susenas. , 2008. Susenas. , 2009. Susenas. , 2010. Susenas. , 2005. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2006. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2007. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2008. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2009. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2010. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2011. Jawa Tengah Dalam Angka. , 2006. Kabupaten Kendal Dalam Angka. , 2007. Kabupaten Kendal Dalam Angka. , 2008. Kabupaten Kendal Dalam Angka. , 2009. Kabupaten Kendal Dalam Angka. , 2010. Kabupaten Kendal Dalam Angka. , 2010. Kecamatan Limbangan Dalam Angka. Fadilah. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial . Jakarta : Agromedia Pustaka. Georgius Hartono. 2007. Analisis Penawaran Ayam Pedaging (Broiler) di Tingkat Petani. Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=georgius%20hartono%20analisis%20penawara n%20ayam%20pedaging%20(broiler)%20di%20tingkat%20petani&source=web&cd=1&v ed=0CCQQFjAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.unud.ac.id%2Fabstrak%2Fgeorgiushart ono100302007.pdf&ei=xRKOT4rLFsytrAeG27mxCQ&usg=AFQjCNHj8I9Kr2QwN3WJ Yq0rFSrHvY2jXw&cad=rja diakses 05 Desember 2009 Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometric. New York. The McGrow Hill Companies Inc. Nicholson, Walter. 1995. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasannya, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. Nicholson, Walter. 2002. Teori Mikroekonomi Intermediate, Terjemahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
11
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 12
Maria H Tutuarima. 2009. Analisis Efisiensi Produksi: Pendekatan Frontier pada usahatani Cabai di Desa Pengaradan Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, skripsi (tidak dipublikasikan). McEachern, William. 2001. Ekonomi Mikro: Pendekatan Kontemporer. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Miller, R. J and Roger E Meiners. 2000. Teori Mikroekonomi Intermediate. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Prima Saraswati Arifah. 2009. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Pada Usahatani Jagung Di Kabupaten Magelang (Studi Kasus di Desa Ngluwar Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, skripsi (tidak dipublikasikan). Rita Yunus. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Tesis. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=rita%20yunus%20analisis%20efisiensi&source =web&cd=2&ved=0CDIQFjAB&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F18874%2F 1%2FRita_Yunus.pdf&ei=hxCOT7XJH8zHrQfhuvi0CQ&usg=AFQjCNEX85d4dF0Jo4Ift LgWupJKiIvgqA&cad=rja diakses 8 November 2011 Sadono Sukirno. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada. Samuelson, Paul dan William Nordhaus. 1997. Mikroekonomi. Jakarta: Penenrbit Erlangga. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pendekatan Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Unang, Ir. MSc. 2003. Profitability and Efficiency of The Boiler Industry In Tasikmalaya. Faculty of Agriculture University of Siliwangi Tasikmalaya. http://www.stanford.edu/group/FRI/indonesia/research/broilers.pdf. diakses 19 April 2010
12