ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI
IRVAN ANGGIT PRADITA
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Irvan Anggit Pradita NIM F14090048
ABSTRAK IRVAN ANGGIT PRADITA. Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari. Dibimbing oleh M. Faiz Syuaib. Kelapa sawit adalah komoditas utama perkebunan di Indonesia. Faktor penting yang harus diperhatikan untuk menghasilkan produk kelapa sawit (CPO dan PKO) yang berkualitas dan maksimal maka harus diperhatikan cara pemanenan manual yang benar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi beban kerja dan energi yang digunakan dalam kegiatan pemanenan, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui kapasitas ideal pekerja. Beban kerja dan energi dianalisis berdasarkan pengukuran denyut jantung. Subjek yang diamati berjumlah delapan pekerja yang berumur di bawah 30 tahun dan delapan pekerja berumur lebih dari 30 tahun. Penelitian ini didesain berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan. Untuk subjek yang berumur > 30 tahun dapat terlihat bahwa laju konsumsi energi pemanenan menggunakan egrek di lahan R2 (6.23 kkal/tandan) mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada lahan R3 (7.71 kkal/tandan) begitu juga pada subjek yang berumur < 30 tahun dengan nilai R2 (6.47 kkal/tandan) dan R3 (7.99 kkal/tandan). Kemudian pada pemanenan menggunakan dodos mempunyai laju konsumsi energi juga lebih rendah pada subjek yang berumur > 30 tahun (5.33 kkal/tandan) dibandingkan dengan subjek yang berumur < 30 tahun (5.70 kkal/tandan). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai laju konsumsi energi (beban kerja) yang lebih besar. Besarnya laju konsumsi energi sangat dipengaruhi oleh keterampilan, sehingga tingkat kejerihan yang dihasilkan akan lebih besar. Dengan semakin besar laju konsumsi energi maka kapasitas ideal yang dihasilkan akan semakin rendah. Kata kunci: kelapa sawit, laju konsumsi energi, pemanenan
ABSTRACT IRVAN ANGGIT PRADITA. Analysis of Load and Capacity of Work on Manual Harvesting Activity of Oil Palm in PT. Astra Agro Lestari. Supervised by M. Faiz Syuaib. Oil palm is one of the main plantation commodities in Indonesia. The important factors that must be considered to produce palm oil (CPO and PKO) with a maximum quality is the manual harvesting method. The aims of this research is to identify the labour work load and energy cost in the harvesting activities, and based on that to find out the ideal working capacity of the harvesting worker. The work load and work energy cost analysis were conducted based on heart rate measurement. Eight workers of under 30 years of age and eight workers of over 30 years of age were observed as the subjects. The tree height and relief of the land were the main working variables which took a place in the experimental design. In the case of subjects aged > 30 years old, it can be seen that the harvesting energy consumption rate using egrek in R2 land (6.23 kcal /stem) has a lower value than the R3 land (7.71 kcal/stem) as well as in the case of subjects aged < 30 years old with a value of R2 (6.47 kcal/stem) and R3 (7.99 kcal/stem). Moreover, the energy consumption rate of harvest activity using dodos is also lower for the subjects aged > 30 years old (5.33 kcal/stem) compared to subjects aged < 30 years old (5.70 kcal/stem). Based on this value, it noteworthly shows that the subject aged < 30 years old has the greater energy consumption rate (work load). The amount of energy consumption rate is highly influenced by the skill level of workers which then resulted a greater fatigue level. Briefly, the greater energy consumption rate, the lower ideal capacity most likely to be generated. Keywords: energy comsumption rate, harvest, palm oil
ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI
IRVAN ANGGIT PRADITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari Nama : Irvan Anggit Pradita NIM : F14090048
Disetujui oleh
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2012. Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kakakku Nita dan Novi serta adikku Alvin yang selalu memberikan motivasi dan bantuannya selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Desrial, M. Eng dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji, atas masukan dan saran-sarannya. 4. Keluarga Bapak Supri selaku kepala kebun yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung. 5. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian. 6. Happy, Stevy, Ni Wayan, kurnia, Haning, Ilham, Bani selaku teman satu bimbingan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. 7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46 (2009) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah. 8. Teman-teman (Adem, Adi, Naufal, Aynal, Fansuri, Faiz, Yuni, Fifa, Baiq, Aya) atas perhatian dan semangatnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juli 2013 Irvan Anggit Pradita
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kelapa Sawit
2
Ergonomika
6
Kapasitas Fisik
7
Metode Step Test
9
Beban Kerja
9
METODOLOGI PENELITIAN
9
Waktu dan Tempat Penelitian
9
Bahan dan Alat
10
Subjek
10
Metode Penelitian
10
Prosedur Analisis Data
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Penelitian Pendahuluan
20
Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step Test)
22
Pengukuran Konsumsi Energi Kerja
31
Menentukan Kapasitas Pemanenan
48
Uji Statistik
56
SIMPULAN DAN SARAN
61
DAFTAR PUSTAKA
62
DAFTAR TABEL 1. Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit 13 2. Konversi BME ekivalen ̇ O2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) 17 3. Karakteristik fisik subjek dan nilai BME 23 4. Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test. 27 5. Nilai IRHRST dan WECST 28 6. Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST 30 7. Parameter Tinggi pohon dan kondisi lahan 31 8. Identifikasi subjek berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan 32 9. Rata-rata nilai denyut jantung saat aktivitas pemanenan 36 10. Nilai IRHR saat aktivitas pemanenan 39 11. Tingkat Beban Kerja Kualitatif 40 12. Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan (WEC) 43 13. Nilai konsumsi energi total pada saat pemanenan (TEC) 44 14. Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan yang ternormalisasi (TEC’) 45 15. Uji statistik untuk IRHR 58 16. Uji statistik untuk TEC’ 58 17. Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan egrek 59 18. Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan dodos 59 19. Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) dengan menggunakan egrek 60 20. Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) dengan menggunakan dodos 60
DAFTAR GAMBAR 1. KKS normal dan KKS tidak normal 2. Pemanenan menggunakan dodos dan egrek 3. Sensor HRM, Receiver HRM, dan Heart Rate Interface 4. Tahapan Penelitian 5. Tahapan kalibrasi step test 6. Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation 7. Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu 8. Bagan pengolahan data 9. Diagram alir perhitungan kapasitas 10. Grafik denyut jantung saat Step Test 11. Grafik hubungan antara IRHTST dengan WECST 12. Elemen kerja pemanenan kelapa sawit 13. Grafik denyut jantung saat pemanenan
4 6 10 11 13 14 15 16 19 25 29 33 34
14. Grafik denyut jantung subjek A1 pada U1 dan U5 15. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R2 (egrek) dan R1 (dodos) 16. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R3 (egrek dan R1 (dodos) 17. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R4 (kkal/tandan) 18. Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan F3 (kkal/tandan) 19. Total laju konsumsi energi (kkal/tandan) 20. Kapasitas kerja (tandan/hari dan tandan/jam)
35 50 50 51 51 53 55
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Time study sheet Grafik rekaman HR saat kalibrasi dengan metode step test Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST Garfik rekaman HRwork aktivitas pemanenan Total konsumsi energi pada saat pemanenan berdasarkan rata-rata berat badan (A TEC (kal/menit) Waktu baku Total laju konsumsi energi(kkal/tandan) Kapasitas kerja Perhitungan uji statistik
64 65 70 74 79 80 81 82 84
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada awalnya pembangunan perkebunan kelapa sawit berkembang lambat. Perkebunan kelapa sawit berkembang spektakuler dalam tiga dekade terakhir ini, hal ini didukung oleh temuan dari hasil-hasil penelitian pemuliaan sejak tahun 1960-an, serangga penyerbuk tahun 1970-an, dan pengembangan kultur teknis serta pertumbuhan daya terima konsumen domestik dan dunia atas CPO (Crude Palm Oil) dan produk turunannya. Indonesia yang semula memiliki 199 ribu ha pada tahun 1969 dengan produktivitas hanya 2.5 ton CPO/ha/tahun, sekarang telah memiliki 3.0 juta ha pada tahun 2000 dengan produksi di atas 6.5 juta ton dan produktivitas rata-rata 4.5 ton CPO/ha/tahun (Fauzi 2012). Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (KPO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang terbesar dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dan produk turunannya. Minyak kelapa sawit juga menghasilkan berbagai produk turunan yang kaya akan manfaat sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai industri. Mulai dari industri makanan, farmasi, sampai industri kosmetik. Bahkan limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan untuk industri mebel, oleokimia, hingga pakan ternak. Dengan demikian, kelapa sawit memiliki arti penting bagi perekonomian di Indonesia. Untuk mendapatkan CPO dan PKO yang maksimal dan berkualitas maka harus diperhatikan cara pemanenan yang benar. Panen adalah kegiatan puncak dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun TBS di tempat pengumpulan hasil (TPH) berikut brondolannya. Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dapat dicapai. Selain memerlukan keahlian khusus pemanenan juga memerlukan tenaga kerja yang intensif. Dalam proses pemanenan kelapa sawit harus diperhatikan juga mengenai kematangan tandan dengan melihat brondolan yang jatuh diatas tanah. Selain harus memperhatikan kematangan tandan pemanen juga harus berjalan menaiki bukit dengan membawa egrek/dodos dan angkong yang mengingat kondisi topografi yang tidak rata sehingga mengakibatkan kelelahan fisik pada pekerja panen. Pekerjaan pemanenan seperti ini yang terlalu berat dan melebihi kemampuan pekerja sehingga dapat mengakibatkan beban kerja fisik pada pekerja yang dapat menimbulkan kelelahan yang terakumulasi. Kelelahan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan seseorang merasa sakit atau bahkan mengalami cedera. Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran besar konsumsi energi atau beban kerja kuantitatif dan besarnya kejerihan atau beban kerja kualitatif pada pekerja dengan mengukur denyut jantung saat melakukan pemanenan. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai fungsi dari beban kerja.
2 Dengan mengetahui besarnya beban kerja pemanen, diharapkan pemanen dapat lebih memperhatikan lagi kenyamanan saat melakukan pekerjaan, sehingga tidak menimbulkan kelelahan bahkan cedera. Pendekatan dengan keilmuan ergonomi dinilai tepat untuk mengkaji permasalahan dan menganalisis tingkat kelelahan pada pekerja panen dengan pendekatan analisis denyut jantung. Penerapan ergonomi dalam kerja diharapkan mampu meningkatkan produktivitas panen melalui peningkatan keselamatan, efektivitas, efisiensi dan kenyamanan kerja. Peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat terjadi apabila terjadi kesesuaian antara kemampuan pekerja dengan pekerjaannya. Apabila tuntutan pekerjaan lebih besar dari pada kemampuan tubuh maka terjadi rasa tidak nyaman, lelah, kecelakaan, cedera, rasa sakit, dan produktivitas menurun. Sedangkan apabila tuntutan pekerjaan lebih kecil dari pada kemampuan tubuh maka terjadi understress antara lain: kejenuhan, kelesuan, dan kurang produktif. Faktor kemampuan tubuh antara lain: (a) karakteristik seseorang yang berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status kesehatan, dan kesegaran tubuh, (b) kemampuan fisiologis: kemampuan cardiovascular, serat otot, dan panca indra, (c) kemampuan psikologi: kemampuan mental, waktu reaksi dan kemampuan adaptasi, dan kestabilan emosi. Dari ketiga faktor tersebut merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dianalisis dalam penelitian ini.
Tujuan Penelitian
1. 2. 3. 4.
Tujuan dari penelitian kali ini adalah: Mengetahui laju konsumsi energi yang dibutuhkan pemanen pada setiap elemen proses pemanenan. Mengetahui tingkat beban kerja pada masing-masing tahap proses pemanenan. Menentukan kapasitas kerja ideal pemanenan kelapa sawit. Membandingkan tingkat beban dan kapasitas kerja ideal pada pekerja yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun) dan dibawah 30 tahun (< 30 tahun).
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit,
3 bahkan saat ini telah menempati posisi pertama di dunia. Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia (Fauzi 2012). Secara umum, tanaman kelapa sawit tumbuh pada daerah tropis dengan kondisi suhu udara sedang sampai panas dengan kelembaban udara 80% dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun. Temperatur yang cocok berkisar 22oC–33oC dengan lama penyinaran 6 jam/hari. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, namun secara ekonomis tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah sampai ketinggian 400 m dpl. Penanaman kelapa sawit sebaiknya pada daerah dengan kemiringan lereng 0o-2o (21%). Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah, tetapi tanah yang paling cocok adalah tanah jenis latosol. Tekstur tanah yang baik adalah tekstur lempung atau liat dengan komposisi pasir 20%-60%, debu 10%-40% dan liat 20%-50% dengan lapisan top soil (solum) yang dalam, lebih dari 80 cm serta memiliki pH tanah 4.0-6.0 (Fauzi 2012). Budidaya kelapa sawit dimulai dari persiapan lahan. Metode yang biasa digunakan dalam persiapan lahan adalah cara mekanis, cara kimiawi, dan cara manual. Cara mekanis adalah membuka lahan dengan menebang seluruh pohon dan semak belukar yang ada lalu sisa-sisanya dibakar tiga hingga empat kali sampai habis, sedangkan cara kimiawi merupakan cara konvensional, cara ini diambil bila kondisi lahan hanya tertutup ilalang. Metode ini dilakukan dangan membasmi gulma atau ilalang dengan pestisida. Selain itu terdapat juga cara manual yang dilakukan dengan peralatan sederhana, dilakukan bila keadaan lahan masih bersih. Cara ini juga sering dipilih jika terjadi keterbatasan dana serta alat mekanis. Kemudian setelah persiapan lahan dilakukan dilanjutkan dengan proses pembibitan. Proses pembibitan ini juga bisa dilakukan bersamaan dengan persiapan lahan. Pembibitan adalah suatu proses menumbuhkan dan mengembangkan benih menjadi bibit yang siap ditanam. Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman. Pembibitan dilakukan dengan metode dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery), kemudian dipindahkan ke pembibitan utama (Main Nursery). Pada pembibitan Pre Nursery, pembibitan dilakukan selama 3 bulan dengan menggunakan polybag kecil (babybag). Setelah bibit berumur 3 bulan, bibit kemudian dipindahkan ke pembibitan Main Nursery yang dipelihara selama 9 sampai 12 bulan sampai bibit siap untuk ditanam. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pembibitan antara lain: a. Seleksi Kecambah Kelapa Sawit (KKS) Sebelum kecambah ditanam ke dalam polybag kecil harus diseleksi terhadap pertumbuhan plumula (bakal batang berbentuk tajam dan lancip serta berwarna putih kekuningan) dan radikula (bakal akar berbentuk tumpul dan
4 kasar). Seleksi ini bertujuan agar kecambah yang akan ditanam benar-benar tumbuh dengan normal. Berikut ini adalah gambar kecambah kelapa sawit normal dan tidak normal:
(a)
(b)
Gambar 1 (a) KKS normal dan (b) KKS tidak normal Sebelum dilakukan seleksi KKS dilakukan perendaman selama 10 detik terlebih dahulu dengan campuran antara 10 liter air dengan fungisida Dithane M-45 sebanyak satu sendok makan yang diaduk secara merata. Perendaman ini dilakukan untuk memberikan kekebalan pada kecambah selama 30 menit. b. Pembibitan Awal (Pre Nursery) Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat dimana KKS yang sudah diseleksi ditanam, dipelihara sampai umur 3 bulan, yang selanjutnya akan dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung bahan organik dan diambil dari lahan yang bebas dari serangan penyakit yang kemudian diayak/disaring untuk dicampur dengan pupuk Rock Phosphat dengan dosis 375 gr/ 100 kg tanah. Kecambah yang sudah lolos seleksi ditanam ditengah kantong dalam lubang yang dibuat dengan jari sedalam 2 cm dengan posisi plumula berada diatas. c. Pembibitan Utama (Main Nursery) Bibit di Main Nursery dipertahankan sampai berusia 9 – 12 bulan untuk siap dipindahkan / ditanam di lahan. Tanah yang digunakan sebaiknya tanah lapisan atas yang gembur, subur, bersih, banyak mengandung bahan organik, bebas dari sisa batuan kecil, kayu, bertekstur baik dan diambil dari lahan yang bebas dari serangan penyakit. Kemudian tanah yang sudah disiapkan dicampur dengan pupuk Rock Phosphat secara merata dengan dosis 375 gr/ 100 kg tanah. Pengisian tanah diusahakan tidak terlalu penuh untuk menjaga agar air maupun pupuk tidak melimpah keluar. Pembuatan lubang harus sempurna ditengah agar pertumbuhan akar tanaman merata. Besarnya lubang yang harus disiapkan adalah lebih besar sedikit dari diameter dan tinggi babybag yang akan dipindahkan ke polybag besar. Bibit dimasukkan ke dalam lubang setelah plastik babybag dilepas. Setelah dilakukan penanaman, perlu dilakukan kegiatan perawatan yang merupakan aspek penting dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Kegiatan perawatan terdiri dari pemberian pupuk dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman secara bertahap dan tepat waktu agar pertumbuhan optimal.
5 Kegiatan selanjutnya adalah pemanenan. Pemanenan adalah kegiatan puncak dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Panen merupakan serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan buah segar (TBS) di tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan brondolannya. Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi produksi minyak dan inti sawit maksimal dapat dicapai. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemanenan adalah sebagai berikut: a. Kriteria Matang Panen Kriteria matang panen adalah syarat kondisi tandan yang ditetapkan untuk layak panen. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah menjadi berwarna merah atau orange. Sedangkan secara fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal (Fauzi 2012). Matang panen juga dapat dilihat dari membrondolnya buah dari tandannya. Jadi dapat dipastikan jika ada brondolan maka buah tersebut telah matang, sehingga brondolan buah ini dapat dijadikan dasar untuk memanen tandan buah. Pada proses pemanenan kelapa sawit terdapat kriteria buah yang akan dipanen, yaitu: a. Fraksi 1: setiap satu kg tandan terdapat satu buah brondolan yang jatuh ke tanah. b. Fraksi 2: setiap satu kg tandan terdapat dua buah brondolan yang jatuh ke tanah. c. Fraksi 3: setiap satu kg tandan terdapat tiga buah brondolan yang jatuh ke tanah. Dari ketiga kriteria fraksi tersebut yang dipakai biasanya adalah fraksi 1, selain itu juga ciri buah yang dapat dipanen adalah berwarna merah muda dan terdapat minimal 10 brondolan yang telah jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun. Apabila sudah terdapat lebih dari sepuluh brondolan yang jatuh di piringan dan ketiak pelepah daun itu berarti buah sudah busuk atau terdapat lebih dari 75% brondolan yang jatuh ke piringan dan ketiak pelepah daun, sedangkan apabila tidak ada brondolan yang jatuh maka buah tersebut dapat dikatakan buah mentah. Buah yang dapat dipanen adalah buah matang yang telah membrondol secara alamiah, yang ditunjukkan dengan adanya brondolan normal di piringan. Standar ini berlaku untuk kondisi buah yang normal dan sehat. b. Cara Panen Cara panen ini dibedakan berdasarkan tinggi tanaman, untuk tanaman yang tingginya kurang dari empat meter (<3 m) maka alat yang digunakan adalah dodos dengan lebar mata pisau kira-kira 11 cm. Dodos ini mempunyai gagang berbentuk silinder yang terbuat dari kayu. Apabila tinggi pohon lebih dari empat meter (>3 m) maka alat yang digunakan adalah egrek. Pisau egrek (sickle) ini dipasang pada ujung bambu atau pipa aluminium yang akan digunakan sebagai gagang egrek, lalu diikat dengan
6 kuat. Gagang egrek dapat diatur sesuai dengan ketinggian pohon yang akan dipanen buahnya. Pada panen dengan menggunakan alat dodos, pemotongan pelepah (penyangga buah) harus hati-hati, sangat disarankan para pemanen melaksanakan curi buah dan membiarkan 2 – 3 pelepah dibawah buah yang dipanen tetap utuh (tidak dipotong) untuk menjaga jumlah pelepah 56 – 64 pelepah per pohon. Pada panen dengan menggunakan egrek karena pohon sudah tinggi, pemanen terpaksa memotong pelepah di bawah buah yang akan dipanen untuk dapat memotong buah tersebut. Kemudian setelah TBS dipanen segera dikumpulkan dan diangkut ke TPH terdekat. TBS disusun secara rapi di TPH dan disusun berderet lima tandan per baris untuk memudahkan perhitungan. Penyusunan buah di TPH harus dalam keadaan tangkai yang sudah terpotong/ berbentuk ‘V’ sehingga tidak ada tangkai yang ikut terbawa ke pabrik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rendemen dari minyak kelapa sawit yang dihasilkan.
(a)
(b)
Gambar 2 (a) pemanenan menggunakan dodos dan (b) egrek c. Rotasi Panen dan Sistem Panen Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang. Biasanya rotasi ini menggunakan sistem 6/7 yang artinya bahwa 6 kali panen dalam 7 hari. Sistem panen yang biasa dilakukan di kebun adalah sistem ancak giring dan ancak tetap. Sistem pada ancak giring apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanenan pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, dan begitu seterusnya, sedangkan ancak tetap apabila diterapakan pada areal perkebunan yang sempit, topografi terbuka atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini pemanenan diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah. Ergonomika Pada dasarnya ergonomi mempelajari interaksi antara manusia dengan sistem kerja dimana mereka beraktifitas atau bekerja. Dapat pula dikatakan bahwa terdapat dua halyang menjadi pokok bahasan dalam pendekatan ergonomi yaitu manusia dan sistem kerjanya. Manusia sebagai pelaku kerja tentunya memiliki kemampuan dan keterbatasan. Amatlah penting mengkaji manusia sebagai elemen
7 yang berinteraksi dengan sistem kerja, secara khusus dengan alat/mesin dan lingkungan kerja. Agar didapatkan kecocokan tersebut maka interaksi manusia dan sistem kerja harus berada pada kondisi yang optimal. Apabila tercipta kondisi kerja yang terdapat kesesuaian maka produktivitas kerja akan meningkat. Istilah ‘ergonomi’ berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam). Menurut syuaib (2003) ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan alat, metode, dan lingkunagan dimana mereka melakukan aktivitas agar tercapai kesesuaian yang optimal. Kajian keilmuan yang cukup dekat dengan kajian ergonomi diantaranya anthtropometri, biomekanik, fisiologi, psikologi, perencanaan kerja, keteknikan, biologi manajemen, fisika dan lain-lain. Fisiologi berkenaan dengan fungsi hidup manusia. Dalam pendekatan ergonomi, fisiologi terutama diperlukan untuk menganalisis kebutuhan dan konsumsi energi pada suatu aktivitas. Fisiologi kerja dalam ergonomik berkenaan dengan kondisi dan reaksi fisiologis yang diakibatkan karena adanya beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan aktifitas/kerja. Biomekanik adalah suatu bidang ergonomika yang berhubungan dengan pengukuran dinamik tubuh manusia, yang di antaranya menyangkut selang gerak anggota tubuh, kecepatan gerak, kekuatan dan aspek gerak anggota tubuh lainnya. Dalam sistem otot rangka, otot bekerja menggerakkan tulang untuk berotasi pada sendinya. Sistem ini dapat dideskripsikan menyerupai tuas sederhana, dengan otot umumnya beraksi pada jarak yang relatif pendek dari sendi untuk menghasilkan gaya eksternal pada jarak yang lebih besar. Otot beraksi untuk menghasilkan keuntungan mekanis dengan hanya berkontraksi untuk menghasilkan gerak pada anggota gerak tubuh manusia. Salah satu disiplin ilmu terapan yang banyak digunakan dalam analisis ergonomi adalah anthropometri. Anthropometri merupakan suatu bidang ergonomika yang menyangkut masalah pengukuran statik manusia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos (manusia) dan metron (pengukuran) (Herodian 2007). Data-data anthropometri sering kali digunakan untuk optimasi dimensi berbagai macam alat atau benda yang sering digunakan oleh manusia. Aplikasi anthropometri dalam pendekatan ergonomi diantaranya digunakan untuk perancangan ruang kerja, desain produk yang nyaman bagi pengguna, dan lain sebagainya. Kapasitas Fisik Dalam ilmu ergonomika, kerja diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Sedangkan dalam pengertian ilmu fisika kerja diartikan sebagai hasil dari gaya dikalikan dengan jarak. Manusia menggunakan otot hampir untuk seluruh jenis pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Konsumsi oksigen akan meningkat secara linier sesuai dengan beban kerja yang dialami. Hal ini menunjukkan bahwa semakin berat beban kerja yang dialami maka akan semakin meningkat penyerapan oksigen. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Prinsipnya terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu :
8 C6H1206 + 6O6
6CO2 +6H2O + Energi
Energi yang dihasilkan dari proses pemecahan makanan (C6H1206) tidak langsung digunakan untuk melakukan kerja melainkan melalui suatu proses yang cukup komplek. Menurut Sanders (1993), secara umum konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kkal. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi cara yang termudah untuk dilakukan adalah pengukuran denyut jantung. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Karena pengukuran denyut jantung lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan dengan mengukur dengan metode oksigen, maka pengukuran denyut jantung yang sering digunakan untuk mengukur beban kerja/konsumsi energi. Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja merupakan salah satu sub disiplin dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang disebabkan beban/tekanan eksternal saat melakukan aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang diantaranya adalah: 1. Cardiovascular (Denyut Jantung) 2. Respiratory (Pernafasan) 3. Body Temperature (Suhu Tubuh) 4. Muscular Act ( Aktivitas Otot) Alat yang digunakan untuk mengukur denyut jantung adalah Heart Rate Monitor (HRM). HRM ini adalah alat dengan metode pengukuran yang paling nyaman digunakan untuk mengukur suatu beban kerja fisiologis (physiological strain). Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat laju denyut jantung dapat menunjukan beban kerja baik secara fisik maupun mental, karena terdapat korelasi yang linier terhadap konsumsi energi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu dari laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis. Menurut syuaib (2003) terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas. BME adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. WEC adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantungnya saat beristirahat.
9 Metode Step Test Pengukuran beban kerja fisik yang paling mudah untuk dilakukan pada kondisi lapang adalah dengan menggunakan parameter atau metode denyut jantung. Namun, pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode ini memiliki kelemahan, yaitu denyut jantung berbeda-beda menurut waktu dan individunya, serta denyut jantung tidak saja dipengaruhi oleh kerja fisik akan tetapi juga beban mental sehingga diperlukan metode sistem kalibrasi data yang akurat (Kastaman dan Herodian 1998). Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah, selain sepeda dari ergometer. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan sepeda ergometer. Beban Kerja Kerja dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot mereka hampir untuk seluruh jenis kegiatan atau pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Jumlah energi yang dibutuhkan manusia untuk melakukan kerja tergantung dari tingkat pekerjaan yang dikerjakan. Beban kerja fisik dapat dilihat ketika pekerja melakukan pekerjaannya. Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin cepat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh (Singleton 1972 diacu dalam Hermana 1999). Kebutuhan bahan bakar bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh. Setiap peningkatan penggunaan tenaga mekanis akan meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar, hal ini berarti meningkatkan kerja jantung untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Laju denyut jantung yang tinggi tetapi diikuti oleh konsumsi oksigen yang rendah biasanya akan menunjukan kelelahan pada otot, terutama untuk pekerjaan statis (Zander 1972 dan Sanders 1987 diacu dalam Herodian 1999).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilaksanakan di Perkebunan Kelapa Sawit Astra Agro Lestari (PT. Waru Kaltim Plantation dan PT. Pasang Kayu) dan Laboratorium Ergonomika, TMB, FATETA, IPB mulai dari bulan Februari hingga Juni 2013.
10 Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan data di lapangan, studi pustaka, dan analisis data perhitungan. Bahan dan Alat Alat dan perlengkapan yang digunakan meliputi: a. Heart Rate Monitor (HRM) b. Heart Rate Monitor Interface c. digital metronome d. stop watch e. time study sheet f. bangku step test g. alat tulis, perangkat komputer, dan beberapa perlengkapan yang mendukung. c a b
Gambar 3 (a) Sensor HRM, (b) Receiver HRM, dan (c) Heart Rate Interface Subjek Subjek yang diukur untuk memperoleh denyut jantung adalah pekerja yang melakukan pekerjaan pemanenan kelapa sawit. Subjek terdiri dari 16 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Dari 16 orang tersebut 8 diantaranya adalah berumur > 30 tahun dan 8 orang pemanen berumur < 30 tahun. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahap, tahapan itu terdiri dari penelitian pendahuluan, pengambilan data dilapangan, dan pengolahan data. Pengambilan data di lapang bertujuan untuk mendapatkan data primer, meliputi denyut jantung dan beberapa pengukuran fisik tubuh dan kapasitas pemanenan. Sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur, seperti tabel konversi Basal Metabolic Energy (BME) ekuivalen ( ̇ O2) berdasarkan luas tubuh (ml/menit). Pengukuran denyut jantung pekerja dilakukan dengan menggunakan HRM. Untuk pengolahan data bertujuan untuk melihat nilai atau hasil beban kerja serta nilai konsumsi energi dalam kkal/tandan dan tandan/hari. Untuk lebih jelas kerangka penelitian yang akan dilakukan ditunjukan pada Gambar 4.
11 Mulai Observasi pendahuluan (mempelajari kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode, pengumpulan data subjek: umur, berat badan, dan tinggi badan) Pengambilan data (pengukuran denyut jantung saat step testdan saat aktivitas pemanenan) Pengolahan Data (perhitungan IRHR, perhitungan BME)
Beban kerja kualitatif (kejerihan): - IRHR kerja
Beban kerja kuantitatif (besar konsumsi energi): - WEC (kkal/menit) - TEC (kkal/menit) - TEC’ (kkal/kg bb.menit)
Kapasitas Kerja: - (kkal/tandan) - (tandan/hari) - (tandan/jam) Analisis dan Analisis dan Kesimpulan Kesimpulan Selesai Gambar 4 Tahapan penelitian Prosedur Analisis Data Observasi Pendahuluan Observasi pendahuluan ini mempunyai tujuan mengamati proses pemanenan kelapa sawit untuk menyesuaikan metode pengambilan data yang tepat dengan mengamati proses pemanenan hingga pengumpulan buah di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) terdekat. Selain mengamati proses pemanenan juga melakukan wawancara yang berisi tentang keluhan sakit/kecelakaan yang pernah diderita oleh pemanen. Pada tahapan ini akan dipilih 16 orang pemanen, yang terdiri dari 8 orang pemanen yang berumur dibawah 30 tahun (< 30 tahun) dan 8 orang pemanen yang berumur diatas 30 tahun (> 30 tahun). Setelah itu dilakukan
12 pengukuran karakteristik fisik subjek yang meliputi usia, berat badan, dan tinggi badan yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai Basal Metabolic Energy (BME). Pengumpulan Data Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat HRM yang dilengkapi juga dengan stopwatch dan time study sheet yang digunakan untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan oleh pekerja panen berdasarkan waktu, seperti pada lampiran 1. Alat HRM ini diatur untuk merekam denyut jantung pekerja setiap 5 detik sekali selama pekerja melakukan pemanenan. Heart Rate ini terdiri dari (1) rubber belted electrode, sebagai sensor dan transmitter yang diikatkan pada dada subjek, dan (2) digital data receiver and memory, yang dipasangkan pada pergelangan tangan subjek. Pemasangan rubber belted electrode dan digital data receiver and memory dilakukan sebelum subjek melakukan aktivitas pemanenan. Pengambilan data dilapangan terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain: a. Step Test Step Test dilakukan dengan cara naik turun bangku setinggi 30 cm (Herodian 1994). Ritme kecepatan langkah yang diukur menggunakan digital metronome yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Pembebanan tersebut dimulai dari frekuensi yang paling ringan sampai berat. Dalam pengukuran masing-masing frekuensi step test dilakukan selama 5 menit dengan diselingi istirahat selama 5-10 menit. Dengan memperhitungkan faktor-faktor berat badan subjek (w), frekuensi step test (f), dan tinggi bangku step test (h), maka konsumsi energi untuk masing-masing step test dapat dihitung menggunakan Persamaan 1 (Herodian 2007): WECST =[w x g x 2f x h] / (4.2x1000) ………….………(1) Keterangan : WECST w g h f 4.2
= Work Energy Cost saat step test (kkal/menit) = berat badan (kg) = percepatan gravitasi = tinggi bangku step test (m) = frekuensi step test (siklus/menit) = faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kalori
13 Mulai Istirahat (Rest) 1 : 5-10 menit Step Test 1 : 5 menit, 15 langkah/menit Istirahat (Rest) 2 : 5-10 menit Step Test 2 : 5 menit, 20 langkah/menit Istirahat (Rest) 3 : 5-10 menit Step Test 3 : 5 menit, 25 langkah/menit Istirahat (Rest) 4 : 5-10 menit Step Test 4 : 5 menit, 30 langkah/menit Istirahat (Rest) 5 : 5-10 menit Selesai Gambar 5 Tahapan kalibrasi step test b. Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Setelah melakukan step test pekerja panen langsung melakukan aktivitas pemanenan kelapa sawit. Menurut Syuaib et al. (2012), aktivitas pemanenan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 1 Kegiatan dalam proses pemanenan kelapa sawit Kegiatan Simbol Mencari tandan matang Ve Persiapan alat Pr Memotong tangkai tandan dengan egrek/dodos CuE/CuD Memotong dan menyusun pelepah Ba Memotong tangkai tandan Ck Mengambil brondolan Br Mengangkat buah ke angkong Lo Membawa tandan menggunakan angkong MoAT Mendorong angkong kosong MoA Berjalan MoK Membongkar tandan dari angkong Un
14 Untuk pengukuran denyut jantung di PT. Waru Kaltim Plantation dilakukan sampai pemanen melakukan pengumpulan buah ke TPH sebanyak empat kali ulangan untuk pemanenan menggunakan egrek dan satu kali ulangan untuk pemanenan menggunakan dodos dengan kapasitas angkong sampai terisi penuh yang tergantung dari ukuran dan berat kelapa sawit yang dipanen, dengan setiap kali ulangan diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit. Setiap ulangan terdiri dari seluruh elemen kerja mulai dari Ve hingga Un di TPH. Adapun rancangan pengambilan data dan diagram alir pengukuran denyut jantung dapat dilihat pada Gambar 6.
A1
U1
U2
U3
Q A2 >30 tahunta
U1 2
A3
U1
B2 B3
U3
U2
U1
U3
U5 5
U5 4 U5 U5 4
5
U5 U
U4 3
U3 2
U5 4
U4 3
5
4
U4 3
2 U2
1
U4 3
2
1
3
U3
U2
U1 2
U4 3
2
1
U4
U3
U2
U5 4
3
2
1
1 <30 tahun
U2
U1
B1
U3 2
1
4
Subjek
U2
U1
A4
3
1
3
U4
U U5
4
B4 U1 U2 U3 U4 U5 4 1 2 3 4 Gambar 6 Rancangan pengambilan data di PT. Waru Kaltim Plantation U Keterangan Gambar 6 : A1 = umur > 30 A2 = umur > 30 A3 = umur > 30 A4 = umur > 30 B1 = umur < 30 B2 = umur < 30 B3 = umur < 30 B4 = umur < 30
tahun ke 1 tahun ke 2 tahun ke 3 tahun ke 4 tahun ke 1 tahun ke 2 tahun ke 3 tahun ke 4
U1 = pengulangan 1 U2 = pengulangan 2 U3 = pengulangan 3 U4 = pengulangan 4 U5 = pengulangan 5
Pengambilan data denyut jantung di PT. Pasang Kayu di mulai dengan melakukan aktivitas mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian diikuti dengan memotong pelepah dan menyusunnya. Setelah dalam satu blok dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Dalam melakukan aktivitas
15 pemanenan juga diselingi istirahat selama ± 10 menit atau sampai kondisi denyut jantung benar-benar dalam kondisi stabil yaitu sekitar 60-80/menit. Subjek < 30
>30 A5 5
A A6 A A7 A A8 A 8 6 7
B5 5
B B6 6
B B7 B B8 B 7 8
Ve Pr CuE Ck
Belum
Ba Selesai Mo MoAK Lo Br
MoAT Un Selesai Gambar 7 Rancangan pengambilan data di PT. Pasang Kayu Keterangan Gambar 7: A5 = umur > 30 A6 = umur > 30 A7 = umur > 30 A8 = umur > 30
tahun ke 5 tahun ke 6 tahun ke 7 tahun ke 8
B5 = umur < 30 B6 = umur < 30 B7 = umur < 30 B8 = umur < 30
tahun ke 5 tahun ke 6 tahun ke 7 tahun ke 8
16 Sebagai tambahan, sebaiknya dua jam sebelum melakukan kalibrasi maupun aktivitas pemanenan, subjek diharapkan makan terlebih dahulu dan ketika pengambilan data subjek tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Jika hal itu terjadi maka ditakutkan data yang terekam pada HRM kurang baik. Ketika istirahat subjek diusahakan berada ditempat yang teduh dengan posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar proses recovery berlangsung secara optimal. c. Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan menghitung nilai BME dan nilai IRHR yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung besarnya beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 8. BME
Rata-rata BB
Karakteristik Subjek
Kalibrasi (Metode Step Test)
IRHR
WEC
Aktivitas Kerja
Istirahat
Pemanenan
Plot grafik IRHR dan WEC
IRHR
y=ax+b
WEC TEC TEC’ A TEC
Gambar 8 Bagan pengolahan data Pengolahan data untuk menghitung nilai BME dilakukan dengan menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing subjek. Pada umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat dicari dengan mengukur dimensi tubuh (tinggi dan berat badan), selanjutnya diperoleh luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam laju konsumsi oksigen ( ̇ O2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan persamaan Du’ Bois (Syuaib 2003) pada Persamaan (2): A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 .…………..……..……(2)
17 Dimana : A H W
= luas permukaan tubuh (m2) = tinggi badan (cm) = berat badan (kg)
Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan (2), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2 Konversi BME ekivalen ̇ O2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/menit) 1/100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 m2 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
136 148 161 173 186 198 210 223 235
137 150 162 174 187 199 212 224 236
138 151 162 176 188 200 213 225 238
140 152 164 177 189 202 214 226 239
141 153 166 178 190 203 215 228 240
142 155 167 179 192 204 217 229 241
143 156 168 181 193 205 218 230 243
145 157 169 182 194 207 219 231 244
146 158 171 183 195 208 220 233 245
147 159 172 184 197 209 221 234 246
*) untuk perempuan, nilai ̇ O2 harus dikalikan 0.95 Sumber: Syuaib (2003)
Untuk menghindari objektivitas nilai denyut jantung (HR) perlu dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang subjektif karena pada umumnya nilai HR sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, psikologis, dan lingkungan. Untuk menormalisasi nilai denyut jantung maka dilakukan perbandingan antara HR relatif saat kerja terhadap HR pada saat istirahat (Syuaib 2003). Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut: IRHR= Dimana:
HR work HRrest
…………………….….…. (3)
= Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm) = Denyut janutng saat istirahat (bpm)
Tingkat beban kerja secara kualitatif dapat diketahui dengan melakukan perbandingan denyut jantung maksimal (HRmax) dengan denyut jantung minimal (HRmin) dari masing-masing subjek. Perbandingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Tingkat beban kerja kualitatif=
…………….... (4)
Denyut jantung maksimal (HRmax) dari masing-masing subjek dicari dengan mempertimbangkan umur dan faktor keamanan dari masing-masing subjek. Penggunaan faktor keamanan bertujuan untuk menghindari hal-hal
18 yang tidak diinginkan (misalnya: pingsan). Besarnya faktor keamanan yang digunakan adalah 90%. Berikut ini adalah persamaan untuk mencari HRmax dari masing-masing subjek: HRmax= (220 - Umur) x Faktor Keamanan …….……. (5) Setelah mendapatkan nilai IRHR pada saat step test maka dapat diperoleh persamaan hubungan beban kerja dengan nilai IRHR. Untuk mendapatkan nilai beban kerja harus dilakukan perhitungan WECST (Work Energy Cost Step Test) yaitu energi yang digunakan pada saat step test dengan menggunakan Persamaan (1). Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC (Work Energy Cost) pada saat melakukan aktivitas yaitu dengan cara membuat fungsi korelasi antara WECST terhadap IRHR. Fungsi korelasi tersebut didapat dari rangkaian kalibrasi step test. Dengan membuat grafik korelasi antara WECST dengan IRHR maka diperoleh persamaan dengan bentuk umum bagi seorang subjek adalah sebagai berikut: Y= aX + b ……………………………..... (6) Dimana:
Y X
= IRHR = WEC (kkal/min)
Dengan membalikan persamaan tersebut dengan X (WEC) sebagai daerah hasil maka dengan memasukan nilai IRHR subjek saat melakukan kerja kedalam persamaan korelasi tersebut maka diperoleh nilai daya yang dikeluarkan oleh subjek tersebut. Secara umum setiap orang memiliki karakteristik fisik dan fisiologi yang berbeda dan spesifik. Termasuk didalamnya BME (Basal Metabolic Energy). Oleh karena itu untuk mengetahui energi sebenarnya yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas kerja tertentu, maka perlu dihitung TEC (Total Energy Cost). Berikut adalah persamaan untuk memperoleh nilai TEC (Total Energy Cost): TEC = WEC+ BME ………………….……… (7) Dimana:
WEC = Work Energy Cost (kkal/min) TEC = Total Energy Cost (kkal/min) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)
Karena berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya yang diterima oleh subjek pada waktu melakukan aktivitas kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) dapat menggunakan Persamaan (8) sebagai beriku: TEC’ = TEC / w …...................................... (8) Dimana :
TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal / kg.min) TEC = Total Energy Cost (kkal / min) W = berat badan (kg)
19 Setelah nilai-nilai beban kerja fisik telah diketahui, maka untuk mendapatkan nilai kapasitas kerja dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Gambar 9. Aktivitas Pemanenan Waktu Baku (menit/tandan)
A TEC (kkal/menit)
Konsumsi Energi per elemen (kkal/tandan) Kapasitas Kerja (tandan/hari)
Kapasitas Output Kerja (kkal/hari) Jam Kerja (jam/hari)
Kapasitas Kerja (tandan/jam) Gambar 9 Diagram alir perhitungan kapasitas A TEC (kkal/menit) dapat dihitung dari TEC’ (kkal/(kg bb.menit)) dengan mengalikan berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga akan didapatkan A TEC (kkal/menit). kapasitas kerja dapat dihitung dari A TEC (kkal/menit) dan waktu baku (menit/tandan) dari aktivitas pemanenan kelapa sawit. Besarnya energi yang diperlukan pemanen pada setiap tandannya dapat dihitung dengan Persamaan (9) sebagai berikut: Energi setiap elemen (kkal/tandan) =
............ (9)
Kapasitas kerja dapat diketahui dengan mencari energi rata-rata yang dibutuhkan dalam setiap harinya berdasarkan AKG. Besarnya kapasitas kerja (tandan/hari) dapat dicari dengan Persamaan (10) sebagai berikut: Kapasitas kerja (tandan/hari) =
..... (10)
Dengan mengetahui jam kerja pada setiap harinya maka kapasitas kerja (tandan/jam) dapat dihitung dengan mengalikan antara kapasitas kerja (tandan/hari) dengan jam kerja (jam/hari). Adapun persamaan dapat dilihat sebagai berikut: Kapasitas kerja (tandan/jam) = kapasitas kerja x Jam kerja
….... (11)
Setelah diketahui nilai IRHR, TEC’, dan kapasitas masing-masing subjek, maka perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah variabel yang digunakan berpengaruh atau tidak terhadap model yang digunakan. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t. Uji ini berfungsi untuk membuktikan
20 adanya pengaruh perbedaan subjek terhadap beban kerja saat melakukan aktivitas, adapun langkah-langkahnya yaitu: 1. Menentukan hipotesis (H1) dan (H0) 2. Menentukan jumlah subjek (n) baik untuk subjek yang berumur < 30 tahun maupun yang > 30 tahun 3. Menghitung nilai rata-rata ( ) dan standar deviasi (S) untuk subjek yang berumur < 30 tahun maupun yang > 30 tahun 4. Menghitung S gab = √ 5. Menghitung nilai t hitung = t =
̅
̅ √(
)
(
)
6. Menentukan titik kritis (t α ; 6), nilai t kritis ditentukan dari hasil hitungan dengan menggunakan tabel (t student table). 7. Kesimpulan, jika - t α ; 6 < t hitung < t α ; 6 maka terima H0 Namun, jika t hitung > t α ; 6 atau t hitung > - t α ; 6 maka tolak H0
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Sebelum mengambil data denyut jantung dari para pemanen dilakukan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan kelapa sawit. Dengan melakukan pengamatan terlebih dahulu diharapkan dapat menyesuaikan metode pengambilan data yang cocok dalam proses pemanenan sehingga dapat memperkecil kesalahan dalam pengambilan data denyut jantung dari masingmasing pekerja panen. Penelitian pendahuluan ini meliputi pengamatan tentang cara pemanenan kelapa sawit, alat yang digunakan, sistem rotasi pemanen, transportasi menuju ke lahan, lama waktu yang digunakan dalam masing-masing aktivitas pemanenan, dan lain-lain. Pemanenan kelapa sawit dilakukan secara manual dengan menggunakan egrek atau dodos yang penggunaannya tergantung dari ketinggian masing-masing pohon. Biasanya untuk ketinggian pohon diatas empat meter pemanen menggunakan egrek untuk memotong tangkai kelapa sawit sedangkan untuk pohon yang tingginya kurang dari empat meter menggunakan alat dodos untuk memotong tangkai kelapa sawit. Setiap harinya pemanen mulai bekerja pada pukul 6 pagi sampai 2 siang. Untuk menuju ke lahan yang akan dipanen biasanya pemanen berjalan kaki/mengendarai motor dengan membawa peralatan panen seperti: egrek, dodos, angkong, kampak, parang, dan lain-lain dengan menempuh jalan dengan kondisi yang berbukit/naik turun. Setelah tiba di lahan yang akan dipanen biasanya pemanen istirahat sejenak sambil sarapan di lahan tersebut. Setelah selesai kemudian pemanen menyiapkan alat yang akan digunakan untuk pemanenan kelapa sawit. Selanjutnya pemanen mencari tandan buah segar (TBS) yang siap panen dengan melihat brondolan yang jatuh ke tanah sambil membawa alat panen. Biasanya pemanenan kelapa sawit dengan menggunakan egrek akan memotong beberapa pelepah untuk memudahkan dalam proses pemotongan
21 tangkai tandan. Berbeda dengan menggunakan dodos yang disarankan pemanen untuk menggunakan sistem ‘curi buah’ sehingga tidak ada pelepah yang terpotong. Setelah tandan jatuh ke tanah pemanen akan memotong dan menyusun pelepah dilanjutkan dengan mengumpulkan brondolan yang jatuh. Setelah brondolan terkumpul semua kemudian pemanen akan memotong tangkai mepet dengan tandan buah. Pemanen akan meninggalkan tandan buah segar tersebut untuk mencari buah yang matang terlebih dahulu dan memanennya sehingga apabila dirasa cukup untuk satu kapasitas angkong sampai terisi penuh maka pemanen akan mengangkutnya ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dengan menggunakan angkong. Sehingga dalam satu kali ke TPH akan membawa beberapa tandan buah segar yang tergantung dari ukuran masing-masing tandan tersebut, kondisi tersebut dilakukan di PT. Waru Kaltim Plantation, sedangkan aktivitas pemanenan di PT. Pasang Kayu di mulai dari mencari tandan matang, persiapan alat dan memotong tangkai dengan menggunakan egrek terlebih dahulu dalam satu blok kemudian diikuti dengan memotong dan menyusun pelepah. Setelah dalam satu blok dipanen semua kemudian dilanjutkan dengan aktivitas mengambil brondolan dan membawa TBS yang di panen ke TPH. Perbedaan kondisi tersebut dikarenakan kebiasaan dari masing-masing tempat yang berbeda dan juga bisa berubah sesuai dengan tingkat kesulitan dari lahan tempat TBS yang akan dipanen. Berdasarkan pola kerja tersebut maka pengambilan data denyut jantung dimulai dari rumah masing-masing pekerja panen hingga aktivitas pemanenan di lahan yang disesuaikan pada kebiasaan masing-masing tempat. Pada waktu dirumah pekerja panen akan melakukan kalibrasi step test sebelum melakukan aktivitas pemanenan di lahan. Kalibrasi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara peningkatan denyut jantung dengan peningkatan beban kerja, sehingga data denyut jantung terendah dari masing-masing pemanen akan diketahui dari pengukuran kalibrasi step test tersebut. Di lahan aktivitas sarapan ditiadakan karena dapat mengakibatkan data yang diambil kurang akurat sehingga disarankan pekerja panen untuk makan dua jam sebelum pengukuran berlangsung. Selain itu selama pengukuran pekerja panen juga tidak diperkenankan melakukan pekerjaan lain, seperti: banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Pemilihan subjek yang akan dihitung beban kerjanya berjenis kelamin laki-laki dengan dengan jumlah 16 orang yang 8 diantaranya berumur > 30 tahun dan 8 orang berumur < 30 tahun. Pemilihan ini secara umum berdasarkan dari kemampuan fisik manusia yang berada pada top performance ketika berusia 25 sampai 35 tahun sedangkan pada umur 35 sampai 40 tahun performance kerja seseorang akan menurun secara bertahap dan akan menurun drastis ketika berumur 40 tahun. Dari masing-masing pekerja panen yang diukur pasti memiliki perbedaan baik itu mengenai lokasi pemanenan ataupun tinggi pohon, karena lokasi pemanenan berubah-berubah setiap harinya yang sudah ditentukan berdasarkan sistem rotasi dari masing-masing lahan/blok. Tetapi sebagian besar lahan adalah berbukit sehingga kondisi lahannya relatif sama, yang membedakan hanyalah tinggi pohon. Untuk itu subjek diminta melakukan pemanenan yang tinggi pohonnya relatif seragam.
22 Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test) Sebelum dilakukan pengukuran denyut jantung dengan menggunakan HRM harus dipastikan bahwa alat benar-benar terpasang tepat didada dan menyuntuh kulit sehingga denyut jantung dari pemanen yang diukur dapat dideteksi secara otomatis oleh sensor yang berada di dada yang akan mengirim (transmitter) data denyut jantung ke receiver yang digunakan pada pergelangan tangan. Pemasangan yang tepat ditandai dengan berkedipnya lambang jantung pada receiver yang dipasang di pergelangan tangan. Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif (kejerihan) (Syuaib 2003). Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan terminologi TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). TEC adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas, sedangkan energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh adalah BME, sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan. Energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang merupakan nilai dari WEC. Beban kerja kualitatif merupakan suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja seseorang sehingga digunakan istilah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR merupakan indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantungnya saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas. Sebelum pengukuran denyut jantung pada kalibrasi step test dilakukan pengukuran karakteristik fisik yang meliputi tinggi dan berat badan dari pekerja panen. Berdasarkan pengukuran karakteristik fisik tersebut akan digunakan untuk menghitung BME dengan pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dengan mengkonversi berdasarkan luas permukaan tubuh. Adapun data karakteristik fisik dan nilai BME dari masing-masing subjek yang diukur dapat dilihat pada Tabel 3.
23 Tabel 3 Karakteristik fisik subjek dan nilai BME Subjek A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
Usia (tahun)
> 30
< 30
w (kg)
H (cm)
A (m2)
53 55 62.5 50 52 55 67 51 48 48.5 60 54 52 48 63 45
159 162.6 168 151.5 155.8 160.2 162.3 165 163 159.5 170 165.1 160 147.3 161.7 153.1
1.55 1.60 1.72 1.46 1.51 1.58 1.73 1.56 1.51 1.49 1.71 1.60 1.54 1.4 1.68 1.4
VO2 BME (ml/menit) (kkal/menit) 192 0.96 198 0.99 213 1.07 181 0.91 187 0.94 195 0.98 214 1.07 193 0.97 187 0.94 184 0.92 212 1.06 198 0.99 190 0.95 173 0.87 208 1.04 173 0.87
Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek A3 dan B1: A3, A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 A = 168 0.725 × 62.5 0.425 × 0.007246 = 1.72 m2 ̇ O2 = 213 (Tabel 2) BME = = 1.07 kkal/menit B1, A = H 0.725 × w 0.425 × 0.007246 A = 163 0.725 × 48 0.425 × 0.007246 = 1.51 m2 ̇ O2 = 187 (Tabel 2) BME = = 0.94 kkal/menit Berdasarkan nilai BME yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin besar berat badan atau semakin besar tinggi subjek maka akan semakin besar BME-nya. Nilai BME tersebut diperoleh dari masing-masing subjek pekerja panen yang tergantung dari karakteristik fisik subjek antara lain tinggi dan berat badan. Nilai BME yang diperoleh berdasarkan tabel 1 adalah nilai BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (ml/min), sehingga perlu adanya konversi ke dalam satuan kkal/menit. Kemudian setelah nilai BME diketahui dari masing-masing subjek dilanjutkan menghitung nilai IRHR, WEC ST, WECwork, TEC, serta TEC’. Pengambilan data denyut jantung dilakukan dari pukul 06.00 sampai dengan selesai di lahan lokasi pemanenan yang setiap subjek berbeda tergantung dari blok yang akan dipanen. Pengukuran dimulai dari rumah para pekerja panen
24 hingga sampai ke blok yang akan dipanen. Lamanya perjalanan dari rumah ke blok yang akan dipanen tergantung dari lokasi jauh atau tidaknya blok yang akan dipanen tersebut, sehingga ada pekerja panen yang menggunakan motor untuk menuju lokasi blok panen yang jauh. Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah. Dengan metode step test, dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang. Tujuan dilakukannya step test ini adalah untuk menganalisa ketidakstabilan denyut jantung, hal ini dikarenakan dalam pengukuran denyut jantung dilapangan tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Selain itu, bervariasinya karakter denyut jantung pada setiap orang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Dengan metode step test beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, harus diperhatikan sebagi faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Untuk mengetahui beban kerja yang pasti dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja (denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Kalibrasi ini dilakukan pada masing-masing pekerja dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja. Dalam melakukan step test digunakan bangku dengan tinggi ±30 cm dengan frekuensi bertahap yang berbeda. Tahapan frekuensi yang digunakan adalah 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Dengan setiap tahapan frekuensi yang dilakukan selama 5 menit terdapat selang istirahat selama 5 menit, kecuali pada lama waktu istirahat pertama yang berbeda tergantung dari masing-masing subjek yang diukur. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai denyut jantung yang terendah ketika tidak melakukan suatu pekerjaan apapun. Dalam melakukan step test digunakan digital metronome untuk mengatur langkah sehingga setiap frekuensi step test pelu diatur agar sesuai dengan frekuensi yang telah ditentukan. Hasil pengukuran denyut jantung pekerja A3 dan B1 pada waktu kalibrasi step test dapat dilihat pada Gambar 10 dan untuk subjek lainnya dapat dapat dilihat pada Lampiran 2.
25
HR (denyut/menit)
140
A3
120 100 80 60 40
20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
180
B1
HR (denyut/menit)
160 140 120 100 80 60 40 20 0
Waktu (menit) Gambar 10 Grafik denyut jantung saat Step Test Keterangan Gambar 10: R1 : Rest 1 ST1 : Step test 1 (15 langkah/menit) R2 : Rest 2 ST2 : Step test 2 (20 langkah/menit) R3 : Rest 3 ST3 : Step test 3 (25 langkah/menit) R4 : Rest 4 ST4 : Step test 4 (30 langkah/menit) R5 : Rest 5 Kedua grafik tersebut menunjukkan bahwa pengukuran pada waktu istirahat awal (R1) denyut jantung subjek terlihat naik-turun tidak beraturan, artinya denyut jantung tersebut kurang stabil. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian
26 subjek dengan pengukuran dan alat ukur yang digunakan. Selain itu, pada step test pertama (ST1) denyut jantung masih kurang stabil, hal ini dikarenakan subjek juga masih mengalami penyesuaian terhadap langkah kaki dan bunyi digital metronome saat melakukan step test. Namun, seiring berjalannya waktu pengukuran, denyut jantung sudah mulai stabil yang membentuk pola yang diharapkan. Berdasarkan dari gambar diatas dapat terlihat bahwa denyut jantung akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi. Hal ini disebabkan karena kelelahan otot dan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Lain halnya dengan denyut jantung pada waktu istirahat diantara step test yang lebih rendah. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa denyut jantung saat ST1 lebih rendah dari ST2, denyut jantung saat ST2 lebih rendah dari ST3, dan denyut jantung saat ST3 lebih rendan dari ST4. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadinya kenaikan beban kerja pada subjek tersebut. Dari masing-masing subjek memiliki peningkatan denyut jantung yang berbeda-beda, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi dari masing-masing subjek, misalnya karakteristik fisik subjek yang meliputi umur, berat badan, tinggi subjek, dan sikap kerja dari tiap-tiap subjek. Selain itu pengalaman dalam bekerja juga dapat mempengaruhi besarnya denyut jantung yang dihasilkan. Dari keseluruhan grafik denyut jantung dapat diketahui bahwa subjek dengan umur > 30 tahun denyut jantungnya lebih rendah dari subjek dengan umur < 30 tahun. Besarnya denyut jantung pada pekerja dengan umur < 30 tahun dapat disebabkan karena tekanan emosional, kelelahan, dan juga pengalaman bekerja yang belum lama. Pada umumnya subjek bekerja dari umur muda sehingga pekerja dengan umur > 30 tahun memiliki pengalaman bekerja yang lebih lama dari pekerja yang berumur < 30 tahun. Sehingga dapat diartikan bahwa pekerja dengan umur > 30 tahun merupakan pekerja berpengalaman sedangkan pekerja dengan umur < 30 tahun merupakan pekerja pemula. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan IRHR yang merupakan indeks perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas terhadap denyut jantung saat beristirahat. Untuk mengambil data denyut jantung pada waktu melakukan aktivitas dan istirahat dilakukan dengan mengambil data yang dianggap stabil dalam waktu minimal kurang lebih 30 detik atau 6 data. Untuk pengambilan data denyut jantung pada waktu istirahat biasanya terdapat pada R1 karena subjek belum melakukan suatu aktivitas sehingga denyut jantung akan rendah dari pada R2, R3, R4, dan R5. Tetapi tidak semuanya denyut jantung yang terendah terdapat pada R1, hal ini dikarenakan pada R1 kondisi subjek belum stabil dan masih menyesuaikan dengan kondisi alat sehingga tidak menutup kemungkinan kondisi denyut jantung terendah terdapat pada R2, R3, R4, atau R5. Data denyut jantung pada waktu istirahat diambil dari denyut jantung yang terendah dan stabil. Kemudian untuk data denyut jantung yang digunakan pada waktu melakukan aktivitas pada masing-masing frekuensi step test diambil denyut jantung yang tertinggi dan stabil dengan data denyut jantung yang diambil tidak boleh pada menit-menit awal karena pada menit awal tersebut terjadi proses anaerob. Sebagai contoh besarnya HRrest dan HRwork ST2 pada subjek A3 berturut-turut sebesar 60.2 dan 97.25, sehingga dari besarnya nilai tersebut didapatkan perbandingan nilai HRwork dengan HRrest sebesar 1.61 yang merupakan nilai IRHR.
27 Nilai IRHR dari masing-masing subjek berbeda walaupun melakukan aktivitas yang sama. Pada waktu melakukan Step test disetiap frekuensi yang berbeda terdapat waktu untuk istirahat selama 5 menit, hal ini bertujuan untuk menstabilkan denyut jantung subjek menjadi sekitar 60-80 denyut/menit. Pada Tabel 4 denyut jantung pada waktu istirahat (HRrest) khususnya pada subjek B2 denyut jantung lebih rendah dari yang lainnya. Rendahnya kondisi denyut jantung tersebut sangat berkaitan dengan sistem jantung dari subjek yang lebih baik. Berikut ini adalah nilai dari denyut jantung dari masing-masing subjek: Tabel 4 Nilai HR Subjek pada saat istirahat dan step test Subjek A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
Usia
> 30
< 30
HRrest 68.36 58.18 60.2 72.56 62.87 63.77 59.15 60 78.68 53.29 77.33 53.78 58.93 68.6 73.07 61.9
HR1 98.14 81.44 89.95 100.53 88.56 87.56 106.33 83.75 114.23 82.64 110.38 100.63 90.53 97.8 116.9 87.77
HR 2 104.2 90.43 97.25 102.17 96.7 93.3 115.36 90.95 126.27 88.77 121.55 113.57 103.45 105.75 134.39 96.03
HR3 112 96.4 107.82 109.42 104.42 104.59 129.67 105.61 144.35 99.06 127.88 132.78 116.5 111.17 155.17 108.5
HR4 131.87 109.78 121.18 121.45 112.25 119.87 148.86 124.39 163.18 111.42 146.73 148.29 129.56 132.2 172.36 128.54
Untuk mengetahui laju konsumsi energi yang diperlukan dalam melakukan step test maka dihitung nilai WECST dari masing-masing subjek. Nilai WECST tersebut dihitung dengan pendekatan prinsip tenaga yang diasumsikan subjek berjalan menaiki tangga dengan membawa beban tubuhnya sendiri yang dipengaruhi oleh faktor berat badan, tinggi bangku step test, gaya gravitasi, dan frekuensi yang digunakan dalam kalibrasi step test. Berikut ini contoh perhitungan nilai WECST dari subjek B2: WECST1
1.02 kkal/menit
WECST2
1.36 kkal/menit
WECST3
1.70 kkal/menit
WECST4
2.04 kkal/menit
28 Dari masing-masing subjek terdapat empat buah WEC ST, dimana satu dengan yang lainnya memiliki nilai yang berbeda. Dari empat frekuensi yang digunakan semakin besar frekuensinya maka nilai WECST juga akan semakin besar. Pengaruh nilai WECST selain dari besarnya frekuensi yang digunakan juga dipengaruhi oleh berat badan dari subjek, sehingga apabila berat badan subjek semakin besar atau gemuk maka nilai WEC ST yang dihasilkan juga semakin besar pula. Nilai IRHR dan nilai WECST pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai IRHRST dan WECST Subjek A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
IRHRST
WECST (kkal/menit)
ST1
ST2
ST3
ST4
WECST1
WECST2
WECST3
WECST4
1.44 1.40 1.49 1.39 1.41 1.37 1.80 1.40 1.45 1.55 1.43 1.87 1.54 1.43 1.60 1.42
1.52 1.55 1.61 1.41 1.54 1.46 1.95 1.52 1.61 1.67 1.57 2.11 1.76 1.54 1.84 1.55
1.64 1.66 1.79 1.51 1.66 1.64 2.19 1.76 1.84 1.86 1.65 2.47 1.98 1.62 2.12 1.75
1.93 1.89 2.01 1.67 1.79 1.88 2.52 2.07 2.07 2.09 1.90 2.76 2.2 1.93 2.36 2.08
1.11 1.16 1.31 1.05 0.99 1.05 1.28 0.97 1.01 1.02 1.26 1.13 0.99 0.92 1.20 0.86
1.48 1.54 1.75 1.4 1.32 1.40 1.71 1.3 1.34 1.36 1.68 1.51 1.32 1.22 1.61 1.15
1.86 1.93 2.19 1.75 1.66 1.75 2.13 1.62 1.68 1.7 2.1 1.89 1.66 1.53 2.01 1.43
2.23 2.31 2.63 2.10 1.99 2.10 2.56 1.95 2.02 2.04 2.52 2.27 1.99 1.83 2.41 1.72
Berdasarkan tabel diatas, besarnya nilai IRHR ST berbeda-beda dari masingmasing subjek, hal ini dikarenakan setiap subjek memiliki respon beban kerja yang berbeda-beda. Selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis yang berkaitan dengan cardio-vaskular (jantung) dari masing-masing subjek. Karena perbedaan respon fisiologi dari masing-masing subjek berbeda maka perlu pemetaan hubungan antara IRHR ST dengan WECST. Selanjutnya nilai IRHRST di masukan dalam grafik sebagai nilai dari sumbu y dan WEC ST sebagai nilai dari sumbu x, sehingga dari hubungan tersebut didapatkan grafik yang akan membentuk garis linier dengan persamaan y = ax + b, dimana y merupakan nilai IRHR dan x merupakan nilai WECST. Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST untuk subjek A4 dan B4 dapat dilihat pada Gambar 11 dan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
29 y = 0.3047x + 1.0113 R² = 0.9764
IRHR
A4 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
WEC ST (kkal/menit) y = 0.7732x + 0.9896 R² = 0.9984
IRHR
B4 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
WEC ST (kkal/menit) Gambar 11 Grafik hubungan antara IRHT ST dengan WECST Setiap subjek memiliki grafik dan persamaan yang berbeda karena tergantung dari respon denyut jantung sebagai akibat dari beban kerja yang diterima. Persamaan daya dari masing-masing subjek dapat dilihat dari Tabel 6.
30 Tabel 6 Persamaan korelasi nilai IRHR ST terhadap WECST Subjek
Persamaan
R2
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
y = 0.3905x + 0.9838 y = 0.3712x + 0.9850 y = 0.3761x + 0.9904 y = 0.3047x + 1.0113 y = 0.3959x + 1.0065 y = 0.3997x + 0.967 y = 0.5758x + 1.0065 y = 0.5239x + 0.9362 y = 0.5218x + 0.9619 y = 0.5220x + 0.9954 y = 0.3415x + 0.9936 y = 0.7732x + 0.9896 y = 0.6015x + 0.9761 y = 0.4713x + 0.9842 y = 0.5654x + 0.9675 y = 0.5936x + 0.9471
0.9722 0.9904 0.9948 0.9764 0.9994 0.9734 0.9941 0.9519 0.9852 0.9946 0.9882 0.9984 0.9964 0.9694 0.9945 0.9624
Perubahan nilai IRHRST terhadap beban kerja (WECST) dapat dilihat dari kemiringan garis yang berbeda-beda dari tiap subjek. Slope garis dapat dilihat dari nilai a pada persamaan y = ax + b, yang artinya setiap perubahan nilai y disebabkan oleh perubahan a satuan nilai x. Semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap tingkat beban kerja (WEC), dan begitu pula sebaliknya. Jadi penambahan beban sedikit akan menyebabkan peningkatan IRHR yang cukup besar. Nilai slope (a) paling besar tedapat pada subjek B4, yaitu sebesar 0.7732. Hal ini menandakan bahwa penambahan beban step test dari frekuensi yang berbeda menyebabkan meningkatnya nilai IRHR menjadi lebih berat dari sebelumnya. Nilai b yang dihasilkan dari persamaan diatas umumnya mendekati nilai 1. Nilai b yang bernilai 1 menunjukan bahwa kondisi denyut jantung saat bekerja sama dengan denyut jantung saat istirahat. Ketika nilai x = 0 menunjukan bahwa subjek dalam keadaan istirahat sehingga nilai y (IRHR) adalah sebesar b (contoh: pada subjek A4, A5, A7 nilai konstanta b masing-masing sebesar 1.0113, 10065, 10065). Pada hasil hubungan kolerasi antara IRHRST dan WECST diperoleh titik-titik yang mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan atau kolerasi positif yang tinggi antara IRHR ST dan WECST. Korelasi positif dimaksudkan bahwa semakin besar nilai x, maka akan semakin besar nilai y, begitu juga sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi x terhadap variasi/keragaman. Koefisien determinasi juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi linier sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak x dan y. Pada hasil hubungan korelasi antara WECST dan IRHRST diperoleh titik-titik yang menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang
31 tinggi antara WECST dan IRHRST. Nilai dari koefisien determinasi tersebut adalah berkisar dari nol sampai dengan satu (0
Kondisi Lahan/Topografi
Kondisi 0-3 meter 3-6 meter 6-12 meter 12-24 meter Datar/ Flat Berbukit/ Rolling
Simbol 1 2 3 4 F R
Dengan parameter tinggi pohon dan kondisi lahan maka pembagian analisis data pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 8.
32 Tabel 8 Identifikasi subjek berdasarkan tinggi pohon dan kondisi lahan Umur
>30
<30
Subjek
Tinggi Pohon dan Kondisi Lahan
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
R2 R2 R3 R3 R3 R4 F2 F3 R2 R3 R3 R3 R4 F3 F3 F3
*)Tidak ada subjek yang melakukan pemanenan di lahan F4 dan F1
Pada saat pengambilan data denyut jantung terdapat waktu istirahat, waktu istirahat tersebut bertujuan untuk menghindari kelelahan yang terakumulasi, karena dalam pengukuran denyut jantung akan menghasilkan limbah metabolisme berupa asam laktat yang tertimbun didalam darah dan jaringan otot sehingga dapat mengakibatkan kelelahan. Untuk membebaskan asam laktat tersebut maka diperlukan waktu untuk istirahat, karena asam laktat akan teroksidasi sehingga terurai menjadi CO2 dan H2O yang mudah dikeluarkan dari tubuh. Dalam kegiatan pemanenan terdiri dari beberapa kegiatan yang harus dilakukan, kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
33
Gambar 12 Elemen kerja pemanenan kelapa sawit Pengambilan data denyut jantung pada waktu kerja (HRwork) sama halnya dengan pengambilan denyut jantung pada saat kalibrasi step test yaitu dengan merata-ratakan denyut jantung minimal 6 data atau 30 detik pada saat subjek melakukan aktivitas pemanenan mulai dari mencari buah (Ve) yang akan dipanen menggunakan egrek hingga membongkar tandan di TPH (Un) dan saat melakukan pemanenan dengan menggunakan dodos. Berikut ini gambar yang memperlihatkan grafik hasil pengukuran denyut jantung saat proses pemanenan pada subjek A1 yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan R2. Untuk denyut jantung hasil pengukuran subjek yang lainnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
34
A1
160
HR (denyut/menit)
140 120 100 80 60 40
3:02:30
2:57:30
2:52:30
2:47:30
2:42:30
2:37:30
2:32:30
2:27:30
2:22:30
2:17:30
2:12:30
2:07:30
2:02:30
1:57:30
1:52:30
1:47:30
1:42:30
1:37:30
1:32:30
1:27:30
1:22:30
1:17:30
0
1:12:30
20
Waktu
Gambar 13 Grafik denyut jantung saat pemanenan Keterangan Gambar 13 : U1 : Ulangan 1 R1 : Rest 1 U2 : Ulangan 2 R2 : Rest 2 U3 : Ulangan 3 R3 : Rest 3 U4 : Ulangan 4 R4 : Rest 4 U5 : Ulangan 5 R5 : Rest 5 Berdasarkan pada grafik diatas, terdapat empat kali ulangan untuk pemanenan dengan menggunakan alat egrek dan satu kali ulangan untuk pemanenan dengan menggunkan alat dodos dengan masing-masing ulangan terdapat waktu istirahat untuk memulihkan kembali kondisi fisik subjek. Untuk pengukuran denyut jantung pada kerja pertama (U1) sampai dengan kerja keempat (U4) merupakan pemanenan dengan menggunakan alat egrek sedangkan untuk pengukuran denyut jantung pada kerja yang kelima (U5) merupakan pemanenan dengan menggunakan alat dodos. Peningkatan denyut jantung dari istirahat ke kerja sangat terlihat pada semua subjek, hal ini dikarenakan beban kerja akan bertambah sehingga denyut jantung dari subjek akan meningkat, lain halnya pada waktu istirahat maka denyut jantung akan mengalami penurunan dari kondisi sebelumnya pada waktu melakukan kerja. Untuk lebih jelas grafik pengukuran denyut jantung pada ulangan 1 dan 5 (U1 dan U5) dapat dilihat pada Gambar 14. Untuk nilai denyut jantung dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 8.
160 140 120 100 80 60 40 20 0 2:47:50 2:48:00 2:48:10 2:48:20 2:48:30 2:48:40 2:48:50 2:49:00 2:49:10 2:49:20 2:49:30 2:49:40 2:49:50 2:50:00 2:50:10 2:50:20 2:50:30 2:50:40 2:50:50 2:51:00 2:51:10 2:51:20 2:51:30 2:51:40 2:51:50 2:52:00 2:52:10 2:52:20 2:52:30 2:52:40 2:52:50 2:53:00 2:53:10 2:53:20 2:53:30 2:53:40 2:53:50 2:54:00 2:54:10 2:54:20 2:54:30 2:54:40 2:54:50 2:55:00 2:55:10
HR (denyut/menit)
1:09:50 1:10:15 1:10:40 1:11:05 1:11:30 1:11:55 1:12:20 1:12:45 1:13:10 1:13:35 1:14:00 1:14:25 1:14:50 1:15:15 1:15:40 1:16:05 1:16:30 1:16:55 1:17:20 1:17:45 1:18:10 1:18:35 1:19:00 1:19:25 1:19:50 1:20:15 1:20:40 1:21:05 1:21:30 1:21:55 1:22:20 1:22:45 1:23:10 1:23:35 1:24:00 1:24:25 1:24:50 1:25:15 1:25:40 1:26:05 1:26:30 1:26:55 1:27:20 1:27:45 1:28:10
HR (denyut/menit) 160 140 120 100 80 60 40 20 0
A1 (Ulangan 1/U1)
Pr
Ve CuE
CuD Ve
Ba Ve CuE Ve
CuD Ba Ve CuD Ve CuD
Pr
Ba
CuE MoA Lo MoAT
Ve CuD Ve
Br
CuD
35
Gambar 14 Grafik denyut jantung subjek A1 pada U1 dan U5
Lo
Ba CuD
MoAT Ck
Waktu
A1 (Ulangan 5/U5) Ba Ve
Waktu
36
Tabel 9 Rata-rata nilai denyut jantung saat aktivitas pemanenan umur
Subjek A1 A2
Parameter Kondisi R2
Rata-rata STDEV > 30
A3 A4 A5
A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 < 30
B5 B6 B7 B8
R3 Rata-rata STDEV R4 F2 F3 R2 R3 Rata-rata STDEV R4 F3 Rata-rata STDEV
HR Ve 112.03 80.46 96.25 22.32 110.53 106.81 121.32 112.89 7.54 102.7 140.55 104.55 134.92 106.13 135.59 132.1 124.61 16.1 113.25 101.83 120.57 113.81 112.07 9.49
*) Elemen CuD dilakukan di lahan R1
Pr 105.39 82.21 93.8 16.39 109.06 111.53 116.75 112.45 3.93 99.98 106.91 134.21 101.87 138.71 134.98 125.19 20.28 107.36 99.52 120.62 111.28 110.47 10.57
CuE 112.93 97.08 105.01 11.21 123.04 131.47 123.79 126.1 4.67 108.7 148.21 118.51 147.16 117.33 160.57 142.08 139.99 21.7 130.07 113.06 127.35 121 120.47 7.16
Ba 120.15 94.52 107.34 18.12 121.24 124.2 122.65 122.7 1.48 109.25 151.41 117.02 148.49 118.19 155.31 140.43 137.98 18.68 129.53 114.05 126.72 120.89 120.55 6.34
Ck 133.83 91.9 112.87 29.65 125.13 114.77 123.01 120.97 5.47 107.17 154.61 115.89 149.03 116.57 150.28 142.62 136.49 17.67 118.71 112.15 127.39 120.53 120.02 7.63
Br 113.32 79.2 96.26 24.13 116.33 110.23 111.3 112.62 3.26 95.69 133.3 113.64 139.14 104.26 132.27 131.09 122.54 15.84 107.31 87.99 116.3 102.15 20.02
Lo 114.07 93.35 103.71 14.65 117.69 118.3 127.5 121.16 5.5 112.8 136.37 122.09 153.18 117.6 150.8 133.7 134.03 16.6 117.26 108.04 136.22 136.67 126.98 16.4
MoAT 125.62 91.71 108.67 23.98 121.89 116.16 118.96 119 2.87 108.52 141.46 120.77 151.46 117.88 159.58 139.78 139.08 20.86 117.11 113.48 130.43 135.69 126.53 11.61
MoA 107.05 83.89 95.47 16.38 121.7 102.6 112.26 112.19 9.55 102.91 120.98 107.97 150.02 107.58 146.08 130.3 127.99 19.35 121.36 102.92 115.17 106 108.03 6.37
MoK 102.78 79.17 90.98 16.69 112.73 102.91 99 104.88 7.07 130.23 105.67 139.11 98.9 139.81 126.21 121.64 20.83 129.39 102.19 115.61 104 107.27 7.28
*CuD 129.13 101.29 115.21 19.69 120.38 139.26 129.82 13.35 172.05 148.92 164.73 147.88 153.84 9.44 -
Un 77.93 77.93 132.83 117.76 125.3 10.66 120.65 158.27 139.81 148.04 145.23 145.23 124 148.46 126.7 151.63 142.26 13.57
37 Dari tabel diatas untuk elemen kerja membongkar tandan di TPH (Un) pada subjek A1, A4, B2, dan B3, tidak dapat diketahui denyut jantungnya hal ini dikarenakan pada waktu pengukuran subjek tersebut bekerja sangat cepat sehingga data HRwork yang terekam minimal kurang dari 6 data atau 30 detik. Kondisi denyut jantung yang terekam kurang dari 6 data atau 30 detik juga terjadi pada subjek A6 dengan elemen berjalan (Mok), pada subjek A7 dengan elemen persiapan alat (Pr), dan pada subjek B7 dengan elemen mengambil brondolan (Br) sehingga data denyut jantung kurang akurat untuk mewakili elemen kerja tersebut. Pada elemen memotong tangkai tandan dengan dodos (CuD) pada subjek A5, A6, A7, A8, B5, B6, B7, dan B8 nilai HRwork tidak ada karena pada kondisi di PT. Pasang Kayu tidak terdapat aktivitas pemanenan dengan menggunakan dodos. Berdasarkan tabel diatas bahwa dari subjek yang berumur > 30 tahun dan subjek yang berumur < 30 tahun bervariasinya kondisi denyut jantung tersebut mungkin saja terjadi karena setiap ulangan yang dilakukan tidak akan sama dan sangat sulit untuk mengkondisikan kerja yang dilakukan oleh subjek agar menghasilkan denyut jantung yang sama pada setiap ulangannya. Denyut jantung rata-rata dari setiap tahap proses pemanenan mulai dari Ve hingga Un selalu lebih tinggi pada subjek yang berumur < 30 tahun untuk masingmasing kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama. Perbedaan dari nilai HRwork pada setiap tahap proses pemanenan dikarenakan tingkat dari beban kerja yang diterima dari masing-masing subjek berbeda. Konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin banyak kebutuhan untuk aktivitas otot pada setiap tahap proses pemanenan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsi dan diekspresikan sebagai kalori kerja. Kalori kerja tersebut menunjukan ketegangan otot tubuh dari masing-masing subjek yang sangat berhubungan dengan jenis pekerjaannya, tingkat usaha kerjanya, dan kebutuhan waktu untuk istirahat. Pada subjek yang berumur < 30 tahun waktu istirahat yang diperlukan untuk mengembalikan kondisi denyut jantung dalam keadaan normal (60-80 denyut/menit) membutuhkan waktu yang relatif lama, hal ini dikarenakan subjek tersebut belum terbiasa dalam melakukan setiap tahap proses pemanenan. Dari nilai denyut jantung untuk setiap subjek memiliki respon yang berbeda-beda terhadap setiap tahapan proses pemanenan. Perbedaaan besarnya nilai denyut jantung dari setiap tahapan proses pemanenan dikarenakan intensitas dan lamanya kerja fisik yang dilakukan, sehingga dapat menyebabkan kelelahan fisik yang berbeda pula. Selain itu faktor fisik dan psikologis dari masing-masing subjek juga sangat berpengaruh. Apabila denyut jantung tinggi, maka faktor fisik lebih berpengaruh terhadap denyut jantung dibandingkan faktor psikologis. Selain itu besarnya nilai denyut jantung juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang meliputi kondisi lingkungan ataupun topografi yang tidak nyaman sehingga akan menyebabkan peningkatan denyut jantung. Faktor eksternal tersebut merupakan beban tambahan yang berasal dari lingkungan yang mempunyai suatu potensi bahaya, seperti tinggi pohon dan kondisi topografi. Pada subjek yang berumur > 30 tahun untuk subjek A2 mempunyai nilai denyut jantung yang terendah pada setiap tahap proses pemanenan mulai dari Ve hingga Un dibandingkan dengan subjek yang lainnya, hal ini dikarenakan subjek A2 mempunyai respon denyut jantung yang rendah terhadap setiap tahap proses pemanenan walaupun dilakukan pada kondisi topografi yang berbukit dengan tinggi pohon 3-6 meter (R2). Besarnya nilai denyut jantung dapat dipengaruhi
38 oleh tinggi pohon dan kondisi topografi, apabila semakin besar nilai denyut jantung maka semakin tinggi dan susahnya kondisi topografinya. Namun pada subjek A8 dan A7 yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan topografinya sama yaitu datar ternyata denyut jantung pada setiap tahap proses pemanenan lebih rendah pada subjek A8 dibandingkan dengan subjek A7, padahal pada subjek A8 melakukan aktivitas pemanenan pada kondisi pohon yang lebih tinggi yaitu sekitar 6-12 meter. Berdasarkan rata-rata untuk kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama dapat dilihat bahwa subjek yang melakukan pemanenan di R3 mempunyai denyut jantung yang lebih tinggi dari pada R2, namun untuk subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4 denyut jantung lebih kecil dari R3 tetapi lebih besar dari R2, kecuali pada elemen Br yang nilainya lebih kecil dari R2 dan R3, hal ini dikarenakan rendahnya denyut jantung yang melakukan pemanenan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut karena mengingat jumlah subjek berjumlah satu. Kemudian pada subjek yang berumur < 30 tahun nilai denyut jantung terlihat bahwa semakin tinggi pohon denyut jantungnya semakin kecil untuk kondisi lahan yang berbukit. Sehingga pemanenan di lahan R4 lebih rendah dari pada melakukan di lahan R2 dan R3. Rendahnya denyut jantung pada pemanenan di lahan R4 juga disebabkan jumlah subjek hanya satu sehingga sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut. Besarnya nilai denyut jantung yang tidak sebanding dengan tinggi pohon dan kondisi topografi dapat disebabkan oleh kebiasaan dan ketrampilan dari masing-masing subjek yang berbeda sehingga didapatkan nilai denyut jantung yang sangat bervariasi. Denyut jantung pada waktu istirahat (HRrest) diambil dari denyut jantung terendah dari masing-masing subjek sehingga denyut jantung terendah biasanya terdapat pada waktu subjek saat istirahat yang pertama (R1) pada kalibrasi step test karena belum melakukan aktivitas. Namun pada pengambilan data HRrest dari masing-masing subjek berbeda, kondisi ini dibuktikan untuk subjek A1, A2, A5, A6, A8, B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B8 kondisi HRrest terdapat pada waktu istirahat yang pertama (R1) sedangkan pada subjek A3, A4, A7, dan B1 kondisi HRrest terdapat pada waktu istirahat yang kedua (R2). Perbedaan pada waktu pengambilan data HRrest tersebut dikarenakan subjek pada saat memakai alat HRM butuh waktu untuk menyesuaikan, sehingga akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan denyut jantung yang terendah pada waktu HRrest. Setelah diperoleh denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan (HRwork) kemudian dilanjutkan untuk mencari IRHR dengan membandingkan nilai HRwork dengan HRrest. Adapun contoh perhitungan nilai IRHR pada subjek A3 dengan nilai HRrest sebesar 60.20 sebagai berikut: HRrest = 60.2 IRHR Ve =
1.84
IRHR Br
=
1.93
IRHR Pr
=
1.81
IRHR Lo
=
1.95
IRHR CuE
=
2.04
IRHR MoAT =
2.02
IRHR Ba
=
2.01
IRHR MoA
=
2.02
IRHR Ck
=
2.08
IRHR MoK
=
1.87
IRHR CuD
=
2.00
IRHR Un
=
2.21
Tabel 10 Nilai IRHR saat aktivitas pemanenan umur
Subjek
Tinggi Pohon
A1 A2
R2 Rata-rata STDEV
A3 A4 A5 >30
Rata-rata STDEV A6 A7 A8
<30
R3
*) Elemen CuD dilakukan di lahan R1
Pr 1.54 1.41 1.48 0.09 1.81 1.54 1.86 1.74 0.17 1.57 1.78 1.64 0.14 9% 1.71 1.91 1.79 2.51 2.07 0.38 1.82 1.45 1.65 1.8 1.63 0.17 1.81 0.19 11%
CuE 1.65 1.67 1.66 0.01 2.04 1.81 1.97 1.94 0.12 1.7 2.51 1.98 1.96 0.34 17% 1.87 2.2 2.08 2.64 2.31 0.3 2.21 1.65 1.74 1.95 1.78 0.16 2.04 0.25 12%
Ba 1.76 1.62 1.69 0.09 2.01 1.71 1.95 1.89 0.16 1.71 2.56 1.95 1.96 0.35 18% 1.89 2.22 2.01 2.61 2.28 0.31 2.2 1.66 1.73 1.95 1.78 0.15 2.04 0.24 12%
Ck 1.96 1.58 1.77 0.27 2.08 1.58 1.96 1.87 0.26 1.68 2.61 1.93 1.97 0.37 19% 1.89 2.19 1.94 2.65 2.26 0.36 2.01 1.63 1.74 1.95 1.78 0.16 1.99 0.21 10%
IRHR Br 1.66 1.36 1.51 0.21 1.93 1.52 1.77 1.74 0.21 1.5 2.25 1.89 1.78 0.31 18% 1.77 1.96 1.71 2.44 2.03 0.37 1.82 1.28 1.88 1.58 0.42 1.8 0.19 10%
Lo 1.67 1.6 1.64 0.05 1.95 1.63 2.03 1.87 0.21 1.77 2.31 2.03 1.92 0.26 13% 1.95 2.21 1.95 2.6 2.25 0.33 1.99 1.57 1.86 2.21 1.88 0.32 2.02 0.16 8%
MoAT 1.84 1.6 1.72 0.16 2.02 1.6 1.89 1.84 0.22 1.7 2.39 2.01 1.93 0.28 15% 1.93 2.21 2.06 2.6 2.29 0.28 1.99 1.65 1.79 2.19 1.88 0.28 2.02 0.19 9%
MoA 1.57 1.44 1.5 0.09 2.02 1.41 1.79 1.74 0.31 1.61 2.05 1.8 1.74 0.21 12% 1.93 2.02 1.89 2.42 2.11 0.28 2.06 1.5 1.58 1.71 1.6 0.11 1.92 0.23 12%
MoK 1.5 1.36 1.43 0.1 1.87 1.42 1.57 1.62 0.23 2.2 1.76 1.75 0.33 19% 1.77 1.86 1.81 2.35 2 0.3 2.2 1.49 1.58 1.68 1.58 0.1 1.89 0.27 14%
*CuD 1.89 1.74 1.81 0.1 2 1.92 1.96 0.06 1.89 0.11 6% 2.19 2.79 2.13 2.75 2.56 0.37 2.47 0.36 14%
Un 1.34 1.34 2.21 1.87 2.04 0.24 1.89 2.68 2.33 2.06 0.5 24% 1.88 2.7 2.7 2.1 2.16 1.73 2.45 2.12 0.36 2.2 0.35 16%
39
R4 F2 F3 RATA-RATA STDEV CV B1 R2 B2 B3 R3 B4 Rata-rata STDEV B5 R4 B6 B7 F3 B8 Rata-rata STDEV RATA-RATA STDEV CV
Ve 1.64 1.38 1.51 0.18 1.84 1.47 1.93 1.75 0.24 1.61 2.38 1.74 1.8 0.34 19% 1.71 1.99 1.75 2.46 2.07 0.36 1.92 1.48 1.65 1.84 1.66 0.18 1.84 0.19 10%
40 Klasifikasi tingkat beban kerja kualitatif dapat dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut: Tabel 11 Tingkat Beban Kerja Kualitatif Kategori 1
Nilai IRHR Ringan Sedang Berat Sangat berat
Pada subjek yang berumur > 30 tahun untuk aktivitas pemanenan di lahan R2 tergolong kategori sedang kecuali pada elemen Pr, MoK, dan Un yang tergolong kategori ringan. Kemudian pemanenan pada lahan R3 tergolong kategori sedang kecuali pada elemen Un yang tergolong kategori berat. Semua elemen pemanenan di lahan R2 mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada pemanenan di lahan R3 walaupun mempunyai kategori kejerihan yang sama. Kemudian pemanenan pada lahan R4 untuk semua elemen tergolong sedang, pada elemen Ve, Pr, CuE, Ba, Lo, MoA, dan Un lebih besar dari pada melakukan pemanenan di lahan R2 tetapi lebih rendah dari lahan R3. Pemanenan pada lahan F2 semua elemen tergolong berat sedangan pemanenan pada lahan F3 semua elemen tergolong sedang kecuali pada elemen Lo, MoAT, dan Un yang tergolong berat. Dari berbagai kondisi diatas dapat dilihat untuk lahan R2 dan R3 pada elemen Pr bahwa semakin tinggi pohon maka denyut jantung akan semakin tinggi pula, sehingga pada lahan R3 dengan tinggi pohon sekitar 6-12 meter mempunyai nilai kejerihan yang lebih tinggi, tetapi pada lahan R4 nilai kejerihan berada di antara R2 dan R3, walupun pada lahan R3 dan R4 pada elemen Pr termasuk kategori sedang, rendahnya pemanenan di R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut, terlihat bahwa HRwork yang dihasilkan pada waktu melakukan aktivitas lebih rendah dibandingkan dengan melakukan pemanenan di lahan R3, rendahnya denyut jantung tersebut sangat dipengaruhi oleh beban psikologis sehingga sangat mempengaruhi tingkat kejerihan. Selanjutnya pada kondisi pemanenan di lahan F2 semua elemen termasuk kedalam kategori berat sedangkan pemanenan pada lahan F3 tergolong kategori sedang kecuali pada elemen Lo, MoAT, dan Un yang tergolong kategori berat. kondisi ini dapat juga disebabkan karena pengaruh subjek (keterampilan) cukup besar sehingga subjek yang memanen di lahan F2 termasuk ke dalam kategori berat pada semua elemen. Selain itu pada subjek yang melakukan pemanenan di lahan F2 dan F3 mempunyai HRwork yang lebih rendah sehingga pengaruh beban psikologis lebih besar dibandingkan beban fisik yang mengakibatkan data yang dihasilkan tidak akurat. Kemudian pada subjek yang berumur < 30 tahun untuk pemanenan pada lahan R3 semua elemen tergolong berat sedangkan pemanenan pada lahan R2 tergolong dalam kategori sedang kecuali pada elemen CuD yang tergolong dalam kategori berat. Pemanenan pada lahan R4 pada elemen Ve, Pr, Br, Lo, dan MoAT tergolong kategori sedang kecuali pada elemen CuE, Ba, MoA, MoK, dan Un yang tergolong kategori berat. Nilai kejerihan pada pemanenan di lahan R2 lebih rendah dari pada lahan R3 pada semua elemen, akan tetapi pada lahan R4 nilai
41 kejerihan berada diantara R2 dan R3, sehingga dapat diketahui rendahnya pemanenan di R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut, sehingga data yang dihasilkan juga tidak akurat. Selanjutnya, pada lahan F3 semua elemen tergolong dalam kategori sedang kecuali pada elemen Un yang tergolong berat, sehingga nilai kejerihan pada lahan F lebih rendah dibandingkan dengan lahan R. Secara umum tingkat kejerihan pada semua subjek yang termasuk dalam kategori ringan sampai berat adalah pada elemen Ve, Br, MoA, dan MoK, kemudian yang termasuk kategori ringan sampai sangat berat adalah pada elemen Pr dan Un, yang termasuk kategori sedang sampai berat adalah Lo, dan yang termasuk kategori sedang sampai sangat berat adalah CuE, Ck, Ba, MoAT, dan CuD. Dari semua elemen terlihat bahwa pada kegiatan Un mempunyai nilai CV yang lebih besar dibandingkan dengan elemen yang lainnya, hal ini berarti elemen tersebut mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap tinggi pohon dan kondisi lahan karena mengingat Un merupakan elemen kerja yang terakhir. Berdasarkan kondisi diatas menunjukan bahwa tingkat kejerihan subjek dari setiap elemen pemanenan yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun. Bervariasinya nilai kejerihan dari masing-masing subjek juga disebabkan karena beban yang dirasakan masing-masing subjek berbeda satu dengan yang lainnya. Ketika subjek termasuk klasifikasi kerja ringan maka faktor non fisik sangat besar pengaruhnya terhadap denyut jantung begitu pula sebaliknya. Klasifikasi tingkat beban kerja tersebut juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan kerja) dan faktor internal (keterampilan, kebiasaan, tingkat konsentrasi, dan keseriusan). Dari klasifikasi tingkat beban kerja tersebut dapat dilihat bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai pengalaman yang kurang sehingga akan mempengaruhi ketrampilan dalam melakukan kegiatan pemanenan. Nilai IRHR dapat diindikasikan sangat mencerminkan tingkat keahlian/ketrampilan dari masing-masing subjek. Keahlian/ketrampilan biasanya diperoleh dari pengalaman kerja yang sesuai dengan kemampuan fisiologis dan kognitif manusia. Secara fisiologis tubuh manusia akan melakukan adaptasi dengan suatu pekerjaan hingga terbiasa, sedangkan secara kognitif subjek yang berpengalaman akan lebih terbiasa untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang sering dilakukannya. Heart Rate (HR) secara ergonomika merupakan indikator psychophisiology. Oleh karena itu, denyut jantung dapat mengindikasikan beban fisik dan psikologis. Pada saat subjek termasuk klasifikasi kerja ringan atau denyut jantung berada pada tingkat yang rendah maka faktor psikologis lebih besar pengaruhnya terhadap denyut jantung dibandingkan dengan faktor fisik, sedangkan apabila subjek termasuk klasifikasi kerja berat atau denyut jantung berada pada tingkat tinggi maka faktor fisik lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor psikologis. Hal ini bisa terlihat dari variasi denyut jantung subjek yang berumur < 30 tahun yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang berumur > 30 tahun untuk semua elemen pemanenan sehingga dapat mengindikasikan adanya beban fisik yang besar pada subjek yang berumur < 30 tahun. Beban psikologis yang besar juga dapat diakibatkan oleh rasa tidak tenang, cemas, takut, tingkat beban pikiran, tingkat konsentrasi dan tingkat ketegangan, sehingga keterlibatan kontraksi otot dan sumber energi (kalori) yang mendukung dalam kegiatan pemanenan relatif kecil. Faktor tersebut juga disebut dengan
42 faktor internal, selain itu juga terdapat faktor yang mempengaruhi denyut jantung yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan kerja seperti kondisi kerja, faktor alat, dan pengaruh lingkungan. Besarnya energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas pemanenan (WECwork) dapat dihitung dengan memasukan nilai IRHR sebagai nilai y pada persamaan daya yang didapatkan dari persamaan garis linier. Sehingga akan didapatkan nilai x yang merupakan nilai dari WECwork. Selanjutnya untuk menghitung nilai TEC yaitu dengan menjumlahkan antara WECwork dengan BME yang berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing subjek (berat badan dan tinggi badan). Besarnya nilai WECwork, TEC dan TEC’ adalah berbanding lurus, sehingga apabila niai WECwork semakin tinggi maka nilai TEC dan TEC’ yang dihasilkan juga semakin tinggi. Berat badan dari masing-masing subjek sangat berpengaruh terhadap konsumsi energinya. Oleh karena itu subjek yang memiliki berat badan yang besar secara umum akan mengkonsumsi energi yang lebih besar dibandingkan subjek yang memiliki berat badan yang kecil. Berat badan yang besar ditunjukan oleh subjek A3 dan A7 berturut-turut sebesar 67 kg dan 62.5 kg sehingga nilai TEC yang lebih besar dari pada subjek yang lainnya. Pada dasarnya berat badan seseorang juga akan menjadi beban bagi dirinya sendiri karena berat badan mencerminkan kebutuhan oksigen yang diperlukan. Oleh sebab itu untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang sebenarnya diterima oleh seseorang saat melakukan aktivitas maka pengaruh berat badan harus dihilangkan. Sehingga nilai TEC harus dibagi dengan berat badan yang akan menghasilkan TEC’ dalam satuan kkal/kg bb.menit. Contoh perhitungan WECwork, TEC, dan TEC’ untuk setiap tahap proses pemanenan adalah sebagai berikut (subjek B3 pada elemen kerja CuD dengan berat badan 60 kg): IRHRWORK Persamaan
: 2.13 : y = ax + b y = 0.3415x + 0.9936 2.13 = 0.3415x + 0.9936 1.1364 = 0.3415x WECwork : x = 3.33 kkal/menit TEC = BME + WECwork TEC = 1.06 + 3.33 = 4.39 kkal/menit TEC’ = = 0.07313 kkal/(kg bb. menit) = 73.13 kal/(kg bb.menit) Besarnya WECwork pada elemen CuD pada subjek B3 merupakan nilai yang tertinggi yaitu sebesar 3.33 kkal/menit, berdasarkan nilai IRHR nilainya tidak jauh berbeda dengan subjek yang lainnya, selain itu juga bukan merupakan nilai IRHR yang tertinggi, sehingga nilai WECwork dipengaruhi oleh persamaan daya. Pada subjek B3 mempunyai slope atau nilai a yang rendah yaitu sebesar 0.3415 sehingga akan dihasilkan nilai WECwork yang besar. Besarnya WECwork akan berbanding terbalik dengan slope atau nilai a. Pada subjek B3 juga memiliki berat badan yang relatif besar yaitu 60 kg, sehingga berat badan tersebut akan menjadi beban bagi dirinya sendiri maka konsumsi energi juga akan semakin besar. Nilai WECwork, TEC, dan TEC’ pada masing-masing subjek berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 12, 13, dan 14.
Tabel 12 Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan (WEC) umur
Subjek
Parameter Kondisi
A1 A2
R2 Rata-rata STDEV
> 30
A3 A4 A5
A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 < 30
R3 Rata-rata STDEV R4 F2 F3 R2 R3
Rata-rata STDEV B5 R4 B6 F3 B7 B8 Rata-rata STDEV
Pr 1.43 1.15 1.29 0.195 2.18 1.73 2.15 2.02 0.255 1.5 1.61 1.43 1.76 2.34 1.97 2.02 0.298 1.41 0.99 1.21 1.43 1.21 0.221
CuE 1.71 1.84 1.78 0.092 2.8 2.63 2.43 2.62 0.185 1.85 2.6 1.98 1.74 2.31 3.17 2.14 2.54 0.553 2.05 1.41 1.37 1.7 1.49 0.178
Ba 1.98 1.72 1.85 0.183 2.72 2.3 2.39 2.47 0.223 1.87 2.7 1.94 1.77 2.34 2.97 2.1 2.47 0.451 2.03 1.44 1.36 1.69 1.5 0.176
Ck 2.49 1.6 2.05 0.631 2.89 1.87 2.4 2.39 0.511 1.79 2.79 1.9 1.79 2.28 2.78 2.15 2.4 0.332 1.73 1.38 1.37 1.68 1.48 0.178
WEC (kkal/menit) Br Lo 1.73 1.75 1.01 1.67 1.37 1.71 0.504 0.06 2.51 2.56 1.67 2.03 1.93 2.58 2.03 2.39 0.429 0.312 1.33 2.01 2.17 2.26 1.83 2.1 1.55 1.89 1.84 2.32 2.1 2.8 1.87 2.08 1.94 2.4 0.14 0.366 1.4 1.69 0.63 1.25 1.59 1.57 2.12 1.1 1.65 0.662 0.439
MoAT 2.19 1.67 1.93 0.366 2.75 1.94 2.24 2.31 0.412 1.84 2.41 2.05 1.85 2.33 3.13 2.08 2.52 0.549 1.68 1.42 1.45 2.1 1.65 0.383
MoA 1.49 1.23 1.36 0.184 2.74 1.32 1.97 2.01 0.711 1.62 1.8 1.65 1.85 1.96 2.62 1.85 2.15 0.416 1.8 1.1 1.08 1.29 1.15 0.118
MoK 1.33 1.01 1.17 0.225 2.35 1.34 1.44 1.71 0.556 2.08 1.57 1.54 1.65 2.38 1.76 1.93 0.397 2.03 1.07 1.09 1.23 1.13 0.09
*CuD 2.32 2.04 2.18 0.199 2.68 2.98 2.83 0.21 2.35 3.45 3.33 2.28 3.02 0.644 -
Un 0.95 0.95 3.23 2.19 2.71 0.739 2.31 2.9 2.66 1.76 2.21 2.21 1.88 2.5 1.36 2.53 2.13 0.671
43
*) Elemen CuD dilakukan di lahan R1
Ve 1.68 1.07 1.37 0.428 2.25 1.51 2.33 2.03 0.451 1.61 2.38 1.54 1.44 1.91 2.22 1.9 2.01 0.186 1.57 1.06 1.21 1.5 1.26 0.224
44
Tabel 13 Nilai konsumsi energi total pada saat pemanenan (TEC) umur
Subjek A1 A2
Parameter Kondisi R2 Rata-rata STDEV
> 30
A3 A4 A5
A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 < 30
B5 B6 B7 B8
R3 Rata-rata STDEV R4 F2 F3 R2 R3 Rata-rata STDEV R4 F3
Rata-rata STDEV *) Elemen CuD dilakukan di lahan R1
Ve 2.64 2.06 2.35 0.407 3.32 2.42 3.27 3 0.503 2.58 3.45 2.50 2.38 2.83 3.28 2.89 3.00 0.248 2.52 1.93 2.25 2.37 2.18 0.228
Pr 2.39 2.14 2.27 0.174 3.25 2.64 3.08 2.99 0.319 2.48 2.58 2.37 2.68 3.40 2.96 3.01 0.367 2.36 1.85 2.25 2.30 2.13 0.243
CuE 2.67 2.83 2.75 0.113 3.87 3.54 3.37 3.59 0.257 2.82 3.67 2.95 2.68 3.23 4.23 3.13 3.53 0.609 3.00 2.27 2.41 2.56 2.42 0.144
Ba 2.94 2.71 2.83 0.162 3.79 3.21 3.32 3.44 0.309 2.84 3.77 2.90 2.71 3.26 4.03 3.09 3.46 0.502 2.98 2.30 2.40 2.56 2.42 0.129
Ck 3.45 2.59 3.02 0.61 3.96 2.78 3.33 3.36 0.591 2.76 3.86 2.86 2.73 3.20 3.84 3.14 3.39 0.387 2.68 2.25 2.41 2.55 2.4 0.152
TEC (kkal/menit) Br Lo 2.69 2.71 2.00 2.66 2.34 2.69 0.482 0.039 3.58 3.63 2.58 2.94 2.86 3.52 3.01 3.36 0.514 0.37 2.31 2.98 3.24 3.33 2.79 3.06 2.49 2.83 2.76 3.24 3.16 3.86 2.86 3.07 2.93 3.39 0.207 0.415 2.35 2.64 1.50 2.12 2.63 2.43 2.99 1.97 2.58 0.662 0.437
MoAT 3.15 2.66 2.90 0.345 3.82 2.85 3.17 3.28 0.496 2.81 3.48 3.02 2.79 3.25 4.19 3.07 3.51 0.602 2.63 2.29 2.49 2.96 2.58 0.347
MoA 2.45 2.22 2.34 0.163 3.81 2.23 2.90 2.98 0.793 2.59 2.87 2.61 2.79 2.88 3.68 2.84 3.14 0.474 2.75 1.96 2.12 2.15 2.08 0.103
MoK 2.29 2.00 2.15 0.204 3.42 2.25 2.37 2.68 0.642 3.15 2.54 2.48 2.57 3.44 2.75 2.92 0.463 2.98 1.94 2.13 2.10 2.05 0.103
*CuD 3.28 3.03 3.15 0.178 3.75 3.89 3.82 0.097 3.29 4.37 4.39 3.27 4.01 0.642 -
Un 1.94 1.94 4.30 3.12 3.71 0.834 3.29 3.97 3.63 2.70 3.20 3.20 2.83 3.37 2.40 3.40 3.05 0.57
Tabel 14 Nilai konsumsi energi pada saat pemanenan yang ternormalisasi (TEC’) umur
Subjek
Parameter Kondisi
A1 A2
R2 Rata-rata STDEV
> 30
A3 A4 A5
A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 < 30
R3 Rata-rata STDEV R4 F2 F3 R2 R3
*) Elemen CuD dilakukan di lahan R1
Pr 45.06 38.96 42.01 4.32 52.06 52.72 59.29 54.69 4.00 45.06 50.57 49.28 55.16 56.71 54.75 55.54 1.04 45.3 38.64 35.69 51.06 41.80 8.16
CuE 50.4 51.48 50.94 0.77 61.94 70.76 64.73 65.81 4.51 51.28 54.82 57.8 55.86 66.63 70.51 57.91 65.01 6.45 57.62 47.37 38.28 56.94 47.53 9.33
Ba 55.5 49.32 52.41 4.37 60.67 64.19 63.85 62.9 1.94 51.67 56.23 56.87 56.53 67.27 67.19 57.17 63.88 5.81 57.33 48.01 38.03 56.88 47.64 9.43
TEC' (kal/(kg bb. menit)) Ck Br Lo MoAT 65.17 50.67 51.20 59.36 47.11 36.42 48.34 48.34 56.14 43.55 49.77 53.85 12.76 10.07 2.02 7.8 63.42 57.2 58.16 61.13 55.65 51.55 58.85 56.91 64.13 55.08 67.6 61 61.07 54.61 61.54 59.68 4.71 2.86 5.26 2.400 50.18 42.00 54.20 51.15 57.63 48.29 49.64 51.87 56.17 54.76 60.04 59.21 56.8 51.78 58.91 58.04 66.07 56.94 66.83 67.03 64.01 52.65 64.34 69.88 58.15 53.01 56.88 56.88 62.74 54.2 62.68 64.6 4.11 2.38 5.18 6.84 51.46 45.28 50.68 50.59 46.78 31.21 44.13 47.64 38.29 41.68 39.46 56.66 54.1 66.42 65.83 47.24 42.66 50.75 50.98 9.19 16.18 13.63 13.5
MoA 46.24 40.37 43.31 4.15 60.99 44.65 55.83 53.82 8.36 47.15 42.89 51.23 58.04 59.4 61.36 52.66 57.81 4.57 52.90 40.83 33.6 47.87 40.77 7.14
MoK 43.22 36.4 39.81 4.82 54.65 44.92 45.58 48.38 5.44 46.95 49.79 51.77 52.97 57.40 50.84 53.74 3.35 57.26 40.36 33.77 46.66 40.26 6.45
*CuD 61.84 55.02 58.43 4.82 60.06 77.81 68.94 12.55 68.49 90.05 73.13 60.49 74.56 14.83 -
Un 35.36 35.36 68.86 60.07 64.47 6.21 59.80 59.23 71.09 56.30 59.31 59.31 54.33 70.18 38.03 75.47 61.22 20.26
45
Rata-rata STDEV B5 R4 B6 F3 B7 B8 Rata-rata STDEV
Ve 49.76 37.49 43.62 8.67 53.1 48.46 62.83 54.79 7.33 47.00 51.47 49.10 49.64 58.32 54.74 53.46 55.51 2.52 48.50 40.13 35.67 52.59 42.80 8.77
46 Pada subjek yang berumur > 30 tahun yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan R2 mempunyai nilai WEC yang lebih kecil untuk semua elemen dari pada di lahan R3. Akan tetapi untuk subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4 mempunyai nilai WEC yang lebih rendah dari pada di lahan R3 tetapi lebih tinggi dari lahan R2, kecuali pada elemen Ck, MoAT, dan Br yang lebih rendah dari pada melakukan aktivitas pemanenan di lahan R2 dan R3. Kondisi ini dapat diindikasikan karena pada elemen Br dipengaruhi oleh tinggi pohon, biasanya semakin tinggi pohon brondolan yang jatuh ke tanah akan semakin menyebar, sehingga subjek akan mengambil brondolan yang terjangkau mengingat kondisi pemanenan dilakukan pada lahan yang berbukit, maka laju konsumsi energi yang diperlukan akan lebih ringan dibandingkan dalam melakukan aktivitas pemanenan di lahan R2 dan R3. Kemudian pada elemen Ck dan MoAT di tentukan oleh ukuran dan berat tandan yang dipanen, sehingga berdasarkan nilai WEC untuk ukuran dan berat tandan yang dipanen di lahan R4 lebih kecil dari pada di lahan R2 dan R3 sehingga dengan semakin kecil ukuran tandan maka tangkai yang akan dipotong juga akan semakin kecil. Dengan semakin kecil tangkai maka energi yang dikeluarkan untuk memotong tangkai (Ck) akan semakin ringan. Begitu pula halnya dengan semakin kecil tandan maka energi untuk MoAT juga semakin ringan, sehingga pada elemen Un untuk R4 energi yang dihasilkan lebih rendah dari pada R3. Selain itu rendahnya nilai untuk lahan R4 disebabkan pengaruh oleh karakteristik dari subjek sehingga data yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh subjek tersebut, karena mengingat jumlah pemanenan di lahan R4 berjumlah satu. Sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Selanjutnya untuk aktivitas pemanenan di lahan F2 mempunyai nilai WEC yang lebih tinggi dari pada melakukan pemanenan di lahan F3, kondisi ini mungkin dikarenakan pada waktu pemanenan subjek belum terbiasa, selain itu juga subjek yang diukur jumlahnya kurang mencukupi sehingga data yang diambil dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing subjek. Selain itu juga pada pemanenan di lahan F3 nilai WEC lebih besar dari pada dilahan R2, hal tersebut juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik (ketrampilan) dari masingmasing subjek. Pada subjek yang berumur < 30 tahun nilai WEC pada lahan R3 lebih besar dari pada di lahan R2 untuk semua elemen pemanenan, tetapi pada lahan R4 nilai WEC lebih rendah dari pada R3 tetapi lebih tinggi dari pada lahan R2 kecuali pada elemen Pr, Ck, Br, Lo, MoAT, dan MoA dengan nilai WEC yang lebih rendah dari pada di lahan R2 dan R3. Seharusnya semakin tinggi pohon semakin besar energi yang diperlukan untuk pemanenan, kondisi ini dapat diindikasikan bahwa pada lahan R4 tandan yang dipanen mempunyai ukuran yang lebih kecil dari pada lahan R2 dan R3 sehingga akan berpengaruh terhadap energi yang diperlukan untuk Ck, Lo, MoAT. Kemudian selain itu pohon yang semakin tinggi juga lebih mudah dalam melakukan pemanenan karena subjek akan mencari tempat yang strategis dan mudah untuk memotong tangkai sehingga alat panen akan semakin pendek, sehingga dengan semakin pendek alat panen (egrek) maka untuk mendirikan alat akan semakin mudah, kondisi ini dibuktikan bahwa pada elemen Pr membutuhkan energi yang lebih rendah dibandingkan energi yang dikeluarkan untuk pemanenan di lahan R2 dan R3. kemudian dengan semakin tinggi pohon maka brondolan yang jatuh ke tanah juga akan menyebar sehingga mempersulit dalam pengambilan brondolan sampai tuntas yang mengingat kondisi
47 lahan yang berbukit, sehingga subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4 energi yang dibutuhkan akan semakin kecil dibandingan pada lahan R2 dan R3. Pada elemen kerja MoK di lahan R4 mempunyai nilai yang lebih besar dari pada di lahan R2 dan R3, hal ini dikarenakan dalam kegiatan MoK biasanya subjek melintasi jalur yang tidak semestinya dilewati oleh angkong/memotong jalan sehingga yang dilewati akan lebih curam. Dengan semakin curamnya jalan yang dilewati maka akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan. Rendahnya pemanenan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut yang mengingat jumlah subjek hanya satu sehingga data yang di hasilkan kurang akurat. Selanjutnya nilai WEC pada lahan F3 lebih rendah dari pada lahan R2, R3, dan R4, kecuali pada elemen Un yang mempunyai nilai lebih tinggi dari pada R2 dan R4. Kondisi ini mungkin bisa dikarenakan oleh pengaruh kerja sebelumnya, karena pada elemen Un merupakan elemen kerja yang terakhir dalam pemanenan, sehingga ada indikasi bahwa lahan F mempunyai laju konsumsi energi yang dibutuhkan lebih rendah diandingkan dengan lahan R. Pada subjek yang berumur >30 dan <30 tahun terlihat bahwa yang melakukan pemanenan di lahan R4 selain dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing subjek juga sangat dipengaruhi oleh prosedur kerja, faktor alat, dan faktor lingkungan. Dari semua subjek terlihat bahwa laju konsumsi pemanenan menggunakan dodos lebih besar dibandingkan dengan semua elemen, hal ini dikarenakan pada pemanenan menggunakan dodos terdapat kegiatan tidak boleh memotong pelepah sehingga subjek harus memotong tangkai yang terjepit diantara pelepah, oleh sebab itu pemanenan menggunakan dodos laju konsumsi energinya lebih besar karena selain memerlukan ketrampilan dalam memotong tagkai tandan juga kekuatan fisik yang besar khususnya kekuatan dorongan dalam memotong tangkai tandan tersebut. Berdasarkan tabel diatas mempunyai hubungan yang berbanding lurus antara WECwork, TEC, dan TEC’. Semakin besar nilai WECwork maka semakin besar pula nilai TEC dan TEC’. Setiap subjek mempunyai aktivitas yang sama dalam pemanenan yang membedakan hanyalah pada kondisi lahan dan tinggi pohon. Berdasarkan dari kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama dapat terlihat bahwa setiap subjek mempunyai respon fisiologis yang berbeda. Perbedaan respon fisiologis dari masing-masing subjek dapat dikarenakan pengaruh lingkungan fisik (suhu dan kelembaban), kemampuan fisiologis (kemampuan cardiovascular/jantung), dan karakteristik dari masing-masing subjek. Berdasarkan nilai TEC yang didapat menunjukan bahwa nilai tersebut sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh tinggi badan dan berat badan dari masingmasing subjek atau tergantung dari nilai BME. Semakin besar berat badan dan tinggi badan maka beban yang dirasakan bagi dirinya sendiri juga akan semakin besar, begitu pula sebaliknya seperti pada subjek B6 dan B8 yang mempunyai nilai BME sebesar 0.87 kkal/menit. Nilai tersebut merupakan nilai yang paling rendah diantara subjek yang lain sehingga beban yang dirasakan bagi dirinya juga relatif rendah. Dari besarnya nilai TEC dan TEC’ dapat diketahui bahwa nilai TEC’ lebih seragam dibandingkan dengan nilai TEC. Kondisi tersebut dikarenakan faktor berat badan pada TEC’ dari masing-masing subjek sudah dihilangkan sehingga secara umum energi yang dikonsumsi relatif sama. Berbeda dengan nilai TEC yang faktor berat badan dan tinggi badan masih ada, sehingga nilainya lebih bervariasi yang tergantung dari masing-masing subjek.
48 Nilai IRHR mencerminkan beban kerja subjek yang bersifat relatif terhadap kemampuan diri seseorang yang diperoleh dari perbandingan antara kerja dengan istirahat sehingga IRHR dapat diindikasikan keahlian/ketrampilan subjek dalam melakukan pekerjaan. Subjek yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan denyut jantungnya akan lebih rendah atau cepat turun dibandingkan subjek yang belum terbiasa melakukan pekerjaan. Besarnya konsumsi energi (WEC work) merupakan jumlah energi yang dikeluarkan ketika seseorang melakukan aktivitas atau respon terhadap suatu pekerjaan sehingga energi yang dikeluarkan akan sama namun memiliki dampak yang berbeda dari masing-masing subjek, karena besarnya nilai WECwork cenderung dipengaruhi oleh beban fisik saja sedangkan besarnya IRHR selain dipengaruhi oleh beban fisik juga sangat dipengaruhi oleh beban mental. Kerja fisik maupun kerja non fisik dari masing-masing subjek memiliki penyesuaian yang berbeda-beda terhadap suatu pekerjaan. Kerja fisik memerlukan energi fisik otot sebagai sumber tenaganya. Setelah melakukan kerja fisik, seseorang bisa saja mengalami kelelahan. Kerja fisik dapat dilihat dari indikator berupa konsumsi energi dan kerja jantung. Kerja fisik yang cukup berat memerlukan konsumsi energi yang besar, selain itu kerja jantung dan paru-paru juga akan semakin berat. Menentukan Kapasitas Pemanenan Konsumsi energi (banyaknya kalori) orang sedang bekerja merupakan faktor utama yang membatasi prestasi. Oleh sebab itu jumlah energi yang diperlukan oleh berbagai jenis pekerjaan perlu diketahui, termasuk jumlah kalori yang dibutuhkan oleh orang yang istirahat. Energi dihasilkan oleh proses metabolisme, yang memerlukan makanan, minuman, dan oksigen. Konsumsi energi pada berbagai jenis pekerjaan dapat diketahui, begitu pula jenis makanan dan minuman yang harus disediakan untuk keperluan pengadaan energi termasuk dapat diperhitungkan dalam hal ini disebut Angka Kecukupan Gizi (AKG), agar cukup untuk bekerja secara efektif dan efisien. Setelah diperoleh nilai A TEC (kkal/menit) kemudian untuk mencari jumlah tandan yang dipanen dalam satu hari (tandan/hari) harus diketahui waktu baku (detik/tandan) dan AKG yang diperlukan dari masing-masing subjek. Waktu baku dapat dilihat pada lampiran 5. Jumlah energi yang dianjurkan dikonsumsi agar hampir semua orang hidup sehat beraktivitas dengan baik ditetapkan dalam forum Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG). Dari semua subjek yang berumur < 30 tahun dan > 30 tahun mempunyai rata-rata umur antara 20-48 tahun, sehingga dari WKNPG rata-rata nilai AKG untuk umur 19-49 tahun adalah sebesar 2500 kkal/menit. Besarnya nilai AKG yang dianjurkan dalam satu hari tidak semuanya digunakan untuk melakukan aktivitas, sehingga proses konversi dari makanan kebentuk lainnya bukanlah proses yang mempunyai effisiensi yang 100%, karena sekitar 70% energi dari makanan akan hilang dalam bentuk panas yang dikeluarkan dari tubuh, sehingga dapat dikatakan sebesar 30% dari energi tersebut akan dipakai untuk melakukan aktivitas pemanenan, sehingga dari 2500 kkal/hari yang dipakai dalam melakukan aktivitas pemanenan hanya sebesar 750 kkal/hari (WKNPG 2004).
49 Untuk menghitung jumlah energi dan tandan yang dihasilkan, maka TEC’(kkal/menit.BB) dikalikan dengan rata-rata berat badan pada subjek yang melakukan pemanenan pada kondisi lahan dan tinggi pohon yang sama, sehingga dari nilai TEC’ (kkal/kg bb. menit) akan dihasilkan A TEC (kkal/menit) (dapat dilihat pada Lampiran 5). Dengan diketahuinya waktu baku (detik/tandan) dan A TEC (kkal/detik) maka akan didapat laju konsumsi per tandan (kkal/tandan). untuk waktu baku dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut ini adalah gambar yang menunjukan laju konsumsi energi per tandan (kkal/tandan) dari masing-masing lahan.
Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan)
50
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Ve
Pr
CuE
Ba
Ck
Br
Lo
MoAt
MoA
MoK
CuD
Un
Elemen kerja
Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan)
Gambar 15 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R2 (egrek) dan R1 (dodos) 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Ve
Pr
CuE
Ba
Ck
Br Lo Elemen kerja
MoAt
MoA
MoK
CuD
Un
Gambar 16 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R3 (egrek) dan R1 (dodos)
Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan)
51 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Ve
Pr
CuE
Ba
Ck
Br Elemen kerja
Lo
MoAt
MoA
MoK
Un
Laju konsumsi energi per elemen (kkal/tandan)
Gambar 17 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan R4 (kkal/tandan) 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Ve
Pr
CuE
Ba
Ck
Br Elemen kerja
Lo
MoAt
MoA
MoK
Un
51
Gambar 18 Laju konsumsi energi untuk masing-masing elemen kerja pada lahan F3 (kkal/tandan)
52 Dari gambar diatas terlihat bahwa pemanenan menggunakan egrek pada lahan R2 dan R3 mempunyai laju konsumsi energi yang tinggi pada elemen kerja MoAT, kondisi ini dikarenakan pada lahan R2 dan R3 pengaruh ukuran tandan dan kondisi lahan lebih besar, selain itu dalam kegiatan MoAT juga diperlukan kekuatan fisik yang besar untuk membawa TBS ke TPH dengan melewati lahan yang berbukit. Berbeda dengan pemanenan dilahan F3 mempunyai laju konsumsi energi yang lebih besar pada elemen CuE, hal ini dikarenakan dalam pemanenan dilahan yang datar (F) laju konsumsi energi yang diperlukan pada elemen kerja MoAT tidak terlalu besar dibandingakan dengan elemen kerja CuE, sehingga ada indikasi bahwa pada lahan yang datar kegiatan MoAT akan semakin rendah laju konsumsi energinya. Pada lahan R4 pada elemen kerja CuE mempunyai laju konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan elemen kerja yang lainnya sehingga ada indikasi bahwa semakin tinggi pohon maka laju konsumsi energi yang diperlukan semakin besar, selain itu pada pemanenan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari subjek tersebut sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Pada elemen kerja Br terlihat bahwa semakin tinggi pohon laju konsumsi energi yang dibutuhkan akan semakin besar, hal ini dikarenakan semakin tinggi pohon brondolan yang jatuh ke tanah akan semakin menyebar sehingga pemanen membutuhkan waktu dan laju konsumsi energi yang besar untuk mengambil brondolan tersebut, karena mengingat kondisi lahan yang berbukit sehingga lebih sulit dalam mengambil brondolan dibandingakan dengan lahan yang datar, kondisi ini dibuktikan pada lahan F3 mempunya laju konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan R2 dan R3. Pada elemen kerja CuD terlihat bahwa mempunyai laju konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan elemen kerja CuE, hal ini dikarenakan sangat dipengaruhi oleh waktu yang diperlukan, sehingga semakin besar waktu yang diperlukan maka akan semakin besar juga laju konsumsi energinya. Kondisi ini terlihat bahwa pada elemen kerja CuD membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan elemen kerja CuE, walaupun laju konsumsi energi (kkal/menit) CuE lebih besar dibandingkan dengan CuD, sehingga waktu juga sangat berpengaruh terhadap laju konsumsi energi yang dibutuhkan (kkal/tandan). Untuk mengetahui total laju konsumsi energi (Ve hingga Un) dari pemanenan menggunakan egrek maupun dodos dapat dilihat pada Gambar 19. Untuk mengetahui total laju konsumsi energi (kkal/tandan) pemanenan menggunakan egrek maupun dodos pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Lampiran 7.
Total laju konsumsi energi (kkal/tandan)
53 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
7.717.99 6.236.47
6.73 5.936.14
6.36 5.17
R2
R3 R4 F2 F3 Parameter kondisi (lahan dan tinggi pohon)
5.33
5.7
R1
Gambar 19 Total laju konsumsi energi (kkal/tandan) Besarnya laju konsumsi energi yang digunakan dalam kegiatan pemanenan untuk satu tandan dengan menggunakan egrek sangat tergantung dari kondisi lahan dan tinggi pohon. Pada lahan berbukit (R) untuk subjek yang berumur > 30 dan < 30 tahun menunjukan bahwa semakin tinggi pohon yang dipanen semakin besar pula energi yang dikeluarkan, hal ini ditunjukan pada pemanenan di lahan R3 yang lebih besar membutuhkan energi dari pada R2. Namun, kegiatan pemanenan di lahan R4 membutuhkan energi berturut-turut sebesar 5.93 kkal/tandan dan 6.14 kkal/tandan, dimana nilai tersebut lebih rendah dari pada subjek yang melakukan pekerjaan pemanenan di lahan R2 dan R3. Kondisi ini disebabkan karena pada pemanenan yang dilakukan di lahan R4 sangat dipengaruhi oleh karakteristik subjek masing-masing, sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Laju konsumsi energi yang diperlukan dalam pemanenan pada lahan yang datar (F) akan lebih rendah dari pada lahan yang berbukit (R), hal ini dikarenakan kondisi lahan yang datar lebih mudah sehingga kondisi lahan sangat berpengaruh dibandingan dengan tinggi pohon, seperti pada subjek yang berumur < 30 tahun yang melakukan pemanenan dilahan R3 yang lebih tinggi dari pada pemanenan di lahan F3. Pada subjek yang berumur < 30 tahun yang melakukan pemanenan di lahan F3 mempunyai nilai yang lebih kecil dari subjek yang melakukan pemanenan di lahan R4, lain halnya pada subjek yang berumur > 30 tahun yang melakukan pemanenan di lahan F2 dan F3 mempunyai laju konsumsi energi yang lebih besar dari pada melakukan pemanenan di lahan R4. Besarnya laju konsumsi energi yang melakukan pemanenan di lahan F2 dan F3 juga dapat dikarenakan jumlah subjek yang diukur jumlahnya kurang mencukupi sehingga pengaruh dari masing-masing subjek lebih besar, seperti pengaruh kemampuan fisiologis yang berkaitan dengan cardiovascular, sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Energi yang dikeluarkan pada subjek yang berumur > 30 tahun lebih rendah dari pada subjek yang berumur < 30 tahun pada kondisi lahan R2, R3, dan R4, hal tersebut dikarenakan subjek yang berumur < 30 tahun belum terbiasa sehingga akan berpengaruh terhadap
54 keterampilam dalam melakukan pemanenan. Dari besarnya laju konsumsi energi yang diperlukan dalam satu tandan (kkal/tandan) dapat terlihat bahwa bentuk lahan/relief mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada tinggi pohon. Pemanenan dengan menggunakan dodos membutuhkan energi yang berbeda dari pada dengan menggunakan egrek. Laju konsumsi energi yang dikeluarkan dalam melakukan pemanenan menggunakan egrek selalu lebih besar dari pada menggunakan dodos, hal tersebut dikarenakan alat pemanen dodos hanya digunakan pada tinggi pohon sekitar 0-3 meter, sehingga untuk kegiatan menyiapkan alat (Pr) tidak ada. Tetapi berdasarkan laju konsumsi energi energi (kkal/menit) kegiatan pemanenan CuD selalu lebih tinggi dari pada CuE, sehingga kegiatan pemanenan Pr sangat berpengaruh besar terhadap kebutuhan energi per tandannya (kkal/tandan). Untuk subjek yang berumur > 30 tahun rata-rata mempunyai laju konsumsi energi yang lebih kecil yaitu sebesar 5.33 kkal/tandan dari pada subjek yang berumur < 30 tahun yaitu sebesar 5.70 kkal/tandan. Kondisi ini juga dibuktikan pada pemanenan menggunakan egrek. Hal tersebut dikarenakan subjek yang berumur < 30 tahun belum terbiasa dalam melakukan kegiatan pemanenan sehingga perlu latihan untuk lebih trampil dalam pemanenan khususnya dalam hal ‘curi buah’ (tanpa memotong pelepah), karena dalam pemanenan dengan menggunakan dodos tidak boleh memotong pelepah sehingga pemanen harus mempunyai ketrampilan dalam memotong tangkai yang terjepit diantara pelepah. Kegiatan curi buah ini yang yang menyebabkan laju konsumsi energi (kkal/menit) yang dipakai dalam kegiatan pemanenan CuD lebih tinggi. Dengan membandingkan besarnya nilai AKG dari masing-masing subjek (kkal/hari) dengan energi yang diperlukan untuk memanen satu tandan (kkal/tandan) akan didapatkan jumlah tandan yang dipanen dalam satu hari (tandan/hari). Kegiatan pemanenan dalam satu hari memiliki waktu efektif sekitar 4 jam/hari (50 % jam kerja), sehingga jumlah tandan yang dipanenen dalam satu jam (tandan/jam) dapat diketahui. Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk menentukan jumlah tandan pada subjek B1 dengan pemanenan menggunakan egrek. Jumlah tandan per hari = = = 116 tandan/hari Jumlah tandan per jam =
= 29 tandan/jam
Untuk mengetahui kapasitas kerja (tandan/hari dan tandan/jam) pemanenan menggunakan egrek maupun dodos pada masing-masing subjek dapat dilihat pada Lampiran 8.
Kapasitas kerja (tandan/hari)
55 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
153 127122
121116
112
118
142 132
97 94
R2
R3 R4 F2 F3 Parameter kondisi (lahan dan tinggi pohon)
R1
Kapasitas kerja (tandan/jam)
40 35
38
30
25
30 29
36 33
32 31 28
29
24 23
20 15 10 5 0 R2
R3 R4 F2 F3 Parameter kondisi (lahan dan tinggi pohon)
R1
Gambar 20 Kapasitas kerja (tandan/hari dan tandan/jam) Pada subjek yang berumur > 30 dan < 30 tahun yang melakukan pemanenan menggunakan egrek jumlah tandan yang dipanen dalam satu hari (tandan/hari) di lahan R2 lebih besar dari pada R3, hal tersebut dikarenakan kondisi lahan yang berbukit dengan tinggi pohon 3-6 meter (R2) lebih mudah dilakukan sehingga laju konsumsi energi (kkal/tandan) yang dikeluarkan lebih kecil dibandingakan pemanenan di lahan R3. Begitu juga pada subjek yang berumur < 30 tahun yang melakukan pemanenan di lahan F3 mempunyai jumlah tandan yang lebih banyak dibandingkan dengan lahan R2 dan R3, sehingga terlihat bahwa pemanenan kelapa sawit untuk kondisi lahan lebih berpengaruh dibandingkan dengan tinggi pohon. Pemanenan menggunakan dodos dapat dilihat bahwa jumlah tandan yang dipanen pada subjek yang berumur < 30 tahun rata-
56 rata mempunyai jumlah yang lebih kecil dari pada subjek yang berumur > 30 tahun, hal tersebut juga terjadi pada pemanenan menggunakan egrek. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh laju konsumsi energi (kkal/tandan) pada subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar sehingga dengan semakin besarnya energi (kkal/tandan) yang di perlukan maka akan semakin kecil jumlah tandan yang dihasilkan baik dalam satu hari (tandan/hari) maupun dalam satu jam (tandan/jam). Nilai AKG, waktu dan energi (kkal/tandan) yang digunakan dalam pemanenan mempunyai hubungan terhadap jumlah tandan yang dipanen. Apabila semakin kecil energi (kkal/tandan) maka jumlah tandan (tandan/hari) akan semakin besar. Sehingga dari kondisi tersebut dapat diketahui bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai ketrampilan yang lebih rendah sehingga akan mempengaruhi energi yang diperlukan, karena kerja pada dasarnya ada yang memerlukan kekuatan fisik saja dan ada yang memerlukan ketrampilan saja atau memerlukan kekuatan fisik dan ketrampilan. Secara keseluruhan aktivitas pemanenan kelapa sawit memerlukan fisik yang kuat dan keterampilan yang tinggi, sehingga berdasarkan jumlah tandan yang diperoleh dapat diartikan bahwa subjek yang berumur < 30 tahun mempunyai tingkat ketrampilan yang lebih rendah dibandingakan dengan subjek yang berumur > 30 tahun. Dari kondisi tersebut kapasitas ideal dapat terus ditingkatkan khususnya pada subjek yang berumur < 30 tahun dengan meningkatkan ketrampilan dalam pemanenan sehingga kapasitas yang dihasilkan akan terus bertambah, karena secara fisiologis tubuh manusia akan melakukan adaptasi dengan suatu pekerjaan hingga terbiasa, sehingga akan sangat mempengaruhi ketrampilan. Ketrampilan akan didapat dari pengalaman yang cukup lama dalam melakukan aktivitas pemanenan. Sehingga untuk menghasilkan kapasitas yang besar pengalaman merupakan faktor utama dalam menentukan kapasitas pemanenan. Pada subjek yang sudah berpengalaman walaupun pekerjaan tergolong berat, tapi karena sudah terbiasa maka konsumsi energinya akan lebih sedikit dari pada subjek yang lainnya, seperti pada subjek yang berumur > 30 tahun yang mengkonsumsi energi yang lebih kecil. Selain itu kapasitas pemanenan juga dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan fisik untuk meningkatkan VO2 dan latihan kerja untuk lebih mengefisienkan metode kerja. Uji Statistik Setelah diketahui nilai IRHR, TEC’, dan kapasitas pemanenan dari masingmasing subjek, maka perlu dilakukan uji statistik untuk pembuktian adanya pengaruh subjek terhadap beban kerja saat melakukan aktivitas pemanenan kelapa sawit. Pada uji statistik ini hanya dilakukan pada lahan R3, kecuali pada elemen CuD dilakukan di lahan R1, hal ini dikarenakan uji statistik bisa dilakukan apabila terdapat minimal 2 subjek. Pada pemanenan di lahan R3 untuk kegiatan Un pada subjek yang berumur < 30 tahun hanya dilakukan oleh satu subjek saja, sehingga uji statistik tidak dapat dilakukan pada kondisi ini. Uji statistik yang digunakan adalah uji t dengan menggunakan uji t pada selang kepercayaan 90% atau dengan taraf nyata 10%. Uji t ini berfungsi untuk mengamati perbedaan antara rata-rata dua sampel yang tidak berhubungan satu sama lain dalam hal ini subjek yang berumur < 30 tahun dan > 30 tahun. Contoh perhitungan terdapat pada Lampiran 9.
57 IRHR dan TEC’ Dari data IRHR subjek yang berumur > 30 tahun dan subjek yang berumur < 30 tahun dapat dianalisis sebagai berikut: H0: Nilai IRHR subjek yang berumur > 30 tahun lebih kecil atau sama dengan subjek yang berumur < 30 tahun H1: Nilai IRHR subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun Kemudian berdasarkan data TEC’ subjek yang berumur > 30 tahun dan subjek yang berumur < 30 tahun dapat dianalisis sebagai berikut: H0: Nilai TEC’ subjek yang berumur > 30 tahun lebih kecil atau sama dengan subjek yang berumur < 30 tahun H1: Nilai TEC’ subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun
58
Tabel 15 Uji statistik untuk IRHR UJI T IRHR
Ve
Pr
Jumlah Subjek ( > 30) Jumlah Subjek ( < 30) Rata-rata ( > 30) Rata-rata ( < 30) STDEV ( > 30) STDEV ( < 30) SGAB t hitung
3 3 1.75 2.07 0.2416 0.3575 0.305 1.545
3 3 1.74 2.07 0.173 0.3841 0.298 1.684
CuE
Ba
Ck
3 3 3 3 3 3 1.94 1.89 1.87 2.31 2.28 2.26 0.1183 0.1594 0.2589 0.2971 0.3061 0.36 0.226 0.244 0.314 1.978 1.943 1.618
Br 3 3 1.74 2.03 0.2082 0.3699 0.3 1.701
Lo
MoAT
MoA
MoK
CuD
3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1.87 1.84 1.74 1.62 1.96 2.25 2.29 2.11 2 2.56 0.2115 0.2168 0.3062 0.2307 0.0568 0.3269 0.2765 0.2784 0.2983 0.3714 0.275 0.248 0.293 0.267 0.305 1.695 2.23 1.548 1.754 2.15
Tabel 16 Uji statistik untuk TEC’ UJI T TEC'
Ve
Pr
CuE
Ba
Ck
Jumlah Subjek ( > 30) Jumlah Subjek ( < 30) Rata-rata ( > 30) Rata-rata ( < 30) STDEV ( > 30) STDEV ( < 30) SGAB t hitung
3 3 54.79 55.51 0.0073 0.0025 0.005 0.16
3 3 54.69 55.54 0.004 0.001 0.003 0.356
3 3 65.81 65.01 0.0045 0.0065 0.006 0.176
3 3 62.9 63.88 0.0019 0.0058 0.004 0.275
3 3 61.07 62.74 0.0047 0.0041 0.004 0.464
Br
Lo
MoAT
MoA
MoK
CuD
3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 54.61 61.54 59.68 53.82 48.38 68.94 54.2 62.68 64.6 57.81 53.74 74.56 0.0029 0.0053 0.0024 0.0084 0.0054 0.0126 0.0024 0.0052 0.0068 0.0046 0.0033 0.0148 0.003 0.005 0.005 0.007 0.005 0.014 0.191 0.269 0.176 0.725 1.452 0.436
59 Berdasarkan Tabel 15 dan 16 untuk uji statistik pada IRHR dan TEC’ dapat diketahui bahwa titik kritis untuk Ve, Pr, CuE, Ba, Ck, Br, Lo, MoAT, MoA, MoK ( t α ; 4 ) sebesar 1.533 (dari t student table), sedangkan titik kritis untuk CuD (t α ; 3) sebesar 1.638 (dari t student table). Berdasarkan nilai IRHR dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung > t tabel) sehingga tolak H0, sedangkan pada TEC’ diketahui bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel (t hitung < t tabel) sehingga terima H0. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan untuk IRHR sudah cukup bukti yang menunjukan bahwa nilai IRHR subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun pada taraf nyata 10 %. Artinya nilai IRHR sangat dipengaruhi oleh umur. Kemudian untuk nilai TEC’ yang menyatakan bahwa belum cukup bukti yang menunjukan bahwa nilai TEC’ subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun pada taraf nyata 10 %. Artinya bahwa ada indikasi nilai TEC’ tidak dipengaruhi oleh umur. Konsumsi Energi Kerja a. Konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan egrek dan dodos Dari data konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan egrek dan dodos subjek yang berumur > 30 tahun dan subjek yang berumur < 30 tahun dapat dianalisis sebagai berikut: H0 : Nilai konsumsi energi kerja (kkal/tandan) subjek yang berumur > 30 tahun lebih kecil atau sama dengan subjek yang berumur < 30 tahun H1 : Nilai konsumsi energi kerja (kkal/tandan) subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun Tabel 17 Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan egrek Subjek
Jumlah subjek (n)
Rata-rata
Standar deviasi (S)
S gab
t hitung
> 30 tahun < 30 tahun
3 3
7.71 7.99
0.43 0.33
0.383
0.895
Tabel 18 Uji statistik untuk konsumsi energi kerja (kkal/tandan) dengan pemanenan menggunakan dodos Subjek
Jumlah subjek (n)
Rata-rata
Standar deviasi (S)
S gab
t hitung
> 30 tahun < 30 tahun
4 4
5.33 5.70
0.64 0.26
0.488
1.071
Titik kritis dari Tabel 17: t α ; 4 = 1.533 (dari t student table) Titik kritis dari Tabel 18: t α ; 6 = 1.440 (dari t student table) t hitung < t tabel = terima H0
60 Keputusan dari uji statistik ini adalah terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum cukup bukti yang menunjukan bahwa nilai konsumsi energi kerja subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun pada taraf nyata 10 %. Artinya bahwa ada indikasi nilai konsumsi energi kerja (kkal/tandan) tidak dipengaruhi oleh umur. b. Jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari)) Dari data jumlah tandan (tandan/hari) dengan pemanenan menggunakan egrek dan dodos subjek yang berumur > 30 tahun dan subjek yang berumur < 30 tahun dapat dianalisis sebagai berikut: H0 : Jumlah tandan (tandan/hari) subjek yang berumur > 30 tahun lebih besar atau sama dengan subjek yang berumur < 30 tahun H1 : Jumlah tandan (tandan/hari) subjek yang berumur < 30 tahun lebih kecil dari pada subjek yang berumur > 30 tahun Tabel 19 Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) dengan menggunakan egrek Subjek
Jumlah subjek (n)
Rata-rata
Standar deviasi (S)
S gab
t hitung
> 30 tahun < 30 tahun
3 3
97 94
5.31 3.98
4.692
0.783
Tabel 20 Uji statistik untuk jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) dengan menggunakan dodos Subjek
Jumlah subjek (n)
Rata-rata
Standar deviasi (S)
S gab
t hitung
> 30 tahun < 30 tahun
4 4
142 132
17.47 6.07
13.078
1.081
Titik kritis dari Tabel 19: t α ; 4 = 1.533 (dari t student table), t hitung < t tabel = terima H0. Titik kritis dari Tabel 20: t α ; 6 = 1.440 (dari t student table), t hitung < t tabel = terima H0. Keputusan uji statistik dari tabel 19 dan tabel 20 adalah terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum cukup bukti yang menunjukan bahwa besarnya jumlah tandan (tandan/hari) subjek yang berumur < 30 tahun lebih besar dari pada subjek yang berumur > 30 tahun pada taraf nyata 10 %. Artinya bahwa ada indikasi jumlah tandan (tandan/hari) tidak dipengaruhi oleh umur.
61
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Laju konsumsi energi untuk pemanenan menggunakan egrek dan dodos adalah sebagai berikut: a. Laju konsumsi energi pada pemanenan menggunakan egrek di lahan R2 (lahan berbukit, tinggi pohon 3-6 m) dan R3 (lahan berbukit, tinggi pohon 612 m) berturut-turut untuk subjek yang berumur > 30 tahun sebesar 6.23 kkal/tandan dan 7.71 kkal/tandan, sedangkan pada subjek yang berumur < 30 tahun sebesar 6.47 kkal/tandan dan 7.99 kkal/tandan. Artinya subjek yang berumur < 30 tahun lebih banyak mengkonsumsi energi. b. Laju konsumsi energi pada pemanenan menggunakan egrek di lahan F3 (lahan datar, tinggi pohon 6-12 m) dan R3 berturut-turut sebesar 6.14 kkal/tandan dan 5.17 kkal/tandan. Artinya kondisi lahan lebih berpengaruh dibandingkan tinggi pohon. c. Laju konsumsi energi pada pemanenan menggunakan dodos sebesar 5.33 kkal/tandan untuk subjek yang berumur > 30 tahun dan 5.70 kkal/tandan untuk subjek yang berumur < 30 tahun. Artinya subjek yang berumur < 30 tahun lebih banyak laju konsumsi energinya. 2. Tingkat kejerihan (IRHR) dari subjek yang berumur < 30 dan > 30 tahun adalah sebagai berikut: a. Subjek yang berumur < 30 tahun lebih jerih dibandingkan dengan subjek yang berumur > 30 tahun. b. Tingkat kejerihan pada subjek yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan datar (F) mempunyai tingkat kejerihan yang lebih rendah dari pada melakukan pemanenan di lahan berbukit (R). c. Dari tingkat kejerihan dapat diketahui adanya indikasi keahlian, sehingga semakin rendah indeks kejerihan maka semakin trampil subjek tersebut, seperti pada subjek yang berumur > 30 tahun. 3. Nilai kapasitas ideal (tandan/hari) untuk pemanenan menggunakan egrek dan dodos adalah sebagai berikut: a. Kapasitas ideal pada pemanenan menggunakan egrek di lahan R2 dan R3 berturut-turut untuk subjek yang berumur > 30 tahun sebesar 121 tandan/hari dan 97 tandan/hari, sedangkan pada subjek yang berumur < 30 tahun sebesar 116 tandan/hari dan 94 tandan/hari. Artinya subjek yang berumur < 30 tahun lebih sedikit nilai kapasitas idealnya. b. Nilai kapasitas ideal pada pemanenan menggunakan dodos sebesar 142 tandan/hari untuk subjek yang berumur > 30 tahun dan 132 tandan/hari untuk subjek yang berumur < 30 tahun. Artinya subjek yang berumur < 30 tahun lebih sedikit kapasitas ideal yang dipanen. c. Nilai kapasitas ideal pada lahan F mempunyai jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan lahan R. 4. Berdasarkan tinggi pohon dapat diketahui bahwa semakin tinggi pohon laju konsumsi energinya semakin besar sehingga kapasitas ideal yang dihasilkan akan semakin rendah baik pada subjek yang berumur > 30 ataupun < 30 tahun.
62 5. Berdasarkan uji-t untuk tingkat kejerihan (IRHR) pada subjek yang berumur < 30 tahun berbeda nyata dengan subjek yang berumur > 30 tahun. Artinya subjek yang berumur < 30 tahun lebih jerih pada selang kepercayaan 90 %.
Saran 1. Dalam pengambilan data denyut jantung perlu adanya waktu istirahat diantara elemen kerja sehingga data yang didapatkan tidak berpengaruh terhadap elemen kerja sebelumnya karena mengingat elemen kerja satu dengan yang lainnya sangat berhubungan. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, terutama perlu diperbanyak jumlah subjek dan kondisi lahan yang bervariasi agar dihasilkan data yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Astrand PO, Rodahl K. 1977. Texbook of Work Physiology. McGraw-Hill, Inc. Bridger RS. 2003. Introduction to Ergonomics. Taylor & Francis. London & New York. Fauzi Y. 2012. Kelapa sawit (Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisi Usaha dan Pemasaran). Jakarta: Penebar Swadaya. Hermana F. 1991. Analisis Tingkat Beban Kerja Fisik Berbagai Aktivitas di Lahan Perkebunan Karet PT. Brahma Binabakti, Propinsi Jambi. [skripsi, Pembimbing: Sam Herodian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Herodian S. 1994. Study of Farm Work Technology of Rice Production in Indonesia and Japan. Disertasi. Tokyo University of Agricultural and Technology. Tokyo. Japan. Herodian S, Lenny S, Kusen M. 1999. Panduan Praktikum Ergonomika. Bogor: The Faculty of Agricultural Engineering and Technology Bogor Agricultural University (IPB). Herodian S. 2007. Pengembangan Laboratorium Virtual Mata Kuliah Ergonomika Dan Keselamatan Kerja Berbasis E-Learning. Bogor: Ergonomika dan Elektronika Pertanian, TMB, IPB. Kastaman R dan Sam Herodian. 1998. Studi Kalibrasi Data Pengukuran Beban Kerja dengan Menggunakan Metode Step Test dan Ergometer. Bul Keteknikan Pertanian 12(1): 35-45 Kroemer KHE dan E.Grandjean. 1997. Fitting the Task to The Human, (5th ed). London : Taylor and Francis. Lestari K. 2013. Studi Waktu dan Aplikasinya untuk Optimasi Tata Laksana kerja Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Pasang Kayu, Sulawesi Barat. [skripsi, Pembimbing: M Faiz Syuaib]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurmianto E. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Guna Widya.Surabaya.
63 Palupi SS. 2013. Studi Waktu dan Aplikasinya untuk Optimasi Tata Laksana kerja Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur. [skripsi, Pembimbing: Sam Herodian dan M Faiz Syuaib]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Putranti KS. 2012. Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di perkebunan Sari Lembah Subur, Riau. [skripsi, Pembimbing: M Faiz Syuaib dan Sam Herodian]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanders SM and Mc Cornick EJ. 1993. Human Factor Engineering and Design Seventh Edition. McGraw Hill. New Delhi. Saulia L. 2001. Pengembangan Metode Pengukuran Beban Kerja Lokal dengan Menggunakan Elektromiograf (EMG). [tesis, Pembimbing: Sam Herodian dan I Dewa Made S]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Syuaib MF, Moriizumi S, Shimizu H. 2002. Ergonomic study on the process of mastering tractor operation (Rotary tillage operation using walking type tractor). Journal of the Japanese Society of Agricultural Machinery. Vol. 64, No. 4. Syuaib MF. 2003. Ergonomic Study on the Process of Mastering Tractor Operation. Disertasi. Tokyo University of Agricultural and Technology. Tokyo. Japan. Syuaib MF, Herodian S, Hidayat DA, Fil’aini R, Sari TN, Putranti KA. 2012. Laporan Hasil Kajian Ergonomika untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktivitas Kerja Panen-muat Sawit di Kebun PT. Astra Agro Lestari. FATETA. IPB. WKNPG (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi). 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
64 Lampiran 1 Time study sheet Nama Umur Tinggi badan Berat badan 0:00:00
Catatan:
: : : :
Tanggal Lokasi Lahan
: : :
65 Lampiran 2 Grafik rekaman HR saat kalibrasi dengan metode step test
A1
HR (denyut/menit)
160 140
R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00
Waktu (menit)
A2
HR (denyut/menit)
140 120
R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
HR (denyut/menit)
140 120
A4 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
100 80 60 40 20
0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
66
HR (denyut/menit)
140 120
A5 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST4
R4
ST4
R5
100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00 0:50:00
Waktu (menit)
HR (denyut/menit)
140 120
A6 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
HR (denyut/menit)
160 140
A7 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100
80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
67
A8
HR (denyut/menit)
140 120
R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
HR (denyut/menit)
120 100
B2 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
80
60 40 20 0 0:00:05 0:05:05 0:10:05 0:15:05 0:20:05 0:25:05 0:30:05 0:35:05 0:40:05 0:45:05
Waktu (menit)
HR (denyut/menit)
160 140
B3 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
68
HR (denyut/menit)
160 140
B4 R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
B5
HR (denyut/menit)
160
R1
140
ST2
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00
Waktu (menit)
HR (denyut/menit)
160 140
B6 R1
ST2
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00 0:50:00
Waktu (menit)
69
HR (denyut/menit)
B7
200 R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 ST4 R5 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00 0:50:00
Waktu(menit)
B8 HR (denyut/menit)
160 140
R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120
100 80 60 40 20 0 0:00:00 0:05:00 0:10:00 0:15:00 0:20:00 0:25:00 0:30:00 0:35:00 0:40:00 0:45:00 0:50:00
Waktu (menit)
70
IRHR
Lampiran 3 Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST y = 0.3905x + 0.9838 R² = 0.9722
A1
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
IRHR
WEC ST (kkal/menit) y = 0.3712x + 0.985 R² = 0.9904
A2
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
IRHR
WEC ST (kkal/menit) y = 0.3761x + 0.9904 R² = 0.9948
A3
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
IRHR
WEC ST (kkal/menit) y = 0.3959x + 1.0065 R² = 0.9994
A5
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
WEC ST (kkal/menit)
2.00
2.50
71
y = 0.3997x + 0.967 R² = 0.9734
IRHR
A6 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
IRHR
WEC ST (kkal/menit) y = 0.5758x + 1.0065 R² = 0.9941
A7
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
WEC ST (kkal/menit)
y = 0.5239x + 0.9362 R² = 0.9519
IRHR
A8 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
WEC ST (kkal/menit)
y = 0.5218x + 0.9619 R² = 0.9852
IRHR
B1 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
WEC ST (kkal/menit)
2.00
2.50
IRHR
72
y = 0.522x + 0.9954 R² = 0.9946
B2
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
WEC ST (kkal/menit)
y = 0.3415x + 0.9936 R² = 0.9882
IRHR
B3 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
IRHR
WEC ST (kkal/menit)
y = 0.6015x + 0.9761 R² = 0.9964
B5
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
IRHR
WEC ST (kkal/menit)
y = 0.4713x + 0.9842 R² = 0.9694
B6
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
WEC ST (kkal/menit)
1.50
2.00
IRHR
73
y = 0.5654x + 0.9675 R² = 0.9945
B7
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
IRHR
WEC ST (kkal/menit)
y = 0.5936x + 0.9471 R² = 0.9624
B8
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
WEC ST (kkal/menit)
1.50
2.00
HR (denyut/menit) 1:27:10 1:32:10 1:37:10 1:42:10 1:47:10 1:52:10 1:57:10 2:02:10 2:07:10 2:12:10 2:17:10 2:22:10 2:27:10 2:32:10 2:37:10 2:42:10 2:47:10 2:52:10 2:57:10 3:02:10 3:07:10 3:12:10 3:17:10 3:22:10 3:27:10 3:32:10 3:37:10 3:42:10
HR (denyut/menit) 140
160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
0:46:00 0:51:00 0:56:00 1:01:00 1:06:00 1:11:00 1:16:00 1:21:00 1:26:00 1:31:00 1:36:00 1:41:00 1:46:00 1:51:00 1:56:00 2:01:00 2:06:00 2:11:00 2:16:00 2:21:00 2:26:00 2:31:00 2:36:00 2:41:00 2:46:00 2:51:00 2:56:00 3:01:00 3:06:00 3:11:00 3:16:00 3:21:00 3:26:00
HR (denyut/menit)
74
Lampiran 4 Grafik rekaman HRwork aktivitas pemanenan
U1 R1 U2 R2
U1
U1 R1 U2
R1
U3
A2
120
R2
U2 R2
R3
U3
U3
Waktu
U4
R3
R3 U4
R4 U5
U4 R4
R4
U5
U5
R5
100
80
60
40
20
0
Waktu
A3
R5
Waktu
A4
R5
1:01:15 1:08:35 1:15:55 1:23:15 1:30:35 1:37:55 1:45:15 1:52:35 1:59:55 2:07:15 2:14:35 2:21:55 2:29:15 2:36:35 2:43:55 2:51:15 2:58:35 3:05:55 3:13:15 3:20:35 3:27:55 3:35:15 3:42:35 3:49:55 3:57:15 4:04:35 4:11:55
HR (denyut/menit) 0:50:05 1:00:00 1:09:55 1:19:50 1:29:45 1:39:40 1:49:35 1:59:30 2:09:25 2:19:20 2:29:15 2:39:10 2:49:05 2:59:00 3:08:55 3:18:50 3:28:45 3:38:40 3:48:35 3:58:30 4:08:25 4:18:20 4:28:15 4:38:10 4:48:05 4:58:00
HR (denyut/menit) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
160
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
1:02:10 1:07:05 1:12:00 1:16:55 1:21:50 1:26:45 1:31:40 1:36:35 1:41:30 1:46:25 1:51:20 1:56:15 2:01:10 2:06:05 2:11:00 2:15:55 2:20:50 2:25:45 2:30:40 2:35:35 2:40:30 2:45:25 2:50:20 2:55:15 3:00:10 3:05:05
HR (denyut/menit)
75
A5
Waktu
A6
140
120
100
80
60
40
20
0
Waktu
A7
Waktu
1:46:05 1:52:35 1:59:05 2:05:35 2:12:05 2:18:35 2:25:05 2:31:35 2:38:05 2:44:35 2:51:05 2:57:35 3:04:05 3:10:35 3:17:05 3:23:35 3:30:05 3:36:35 3:43:05 3:49:35 3:56:05 4:02:35 4:09:05 4:15:35 4:22:05 4:28:35 4:35:05
HR (denyut/menit 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
1:02:40 1:07:00 1:11:20 1:15:40 1:20:00 1:24:20 1:28:40 1:33:00 1:37:20 1:41:40 1:46:00 1:50:20 1:54:40 1:59:00 2:03:20 2:07:40 2:12:00 2:16:20 2:20:40 2:25:00 2:29:20 2:33:40 2:38:00 2:42:20 2:46:40 2:51:00 2:55:20
HR (denyut/menit) 0:58:40 1:06:35 1:14:30 1:22:25 1:30:20 1:38:15 1:46:10 1:54:05 2:02:00 2:09:55 2:17:50 2:25:45 2:33:40 2:41:35 2:49:30 2:57:25 3:05:20 3:13:15 3:21:10 3:29:05 3:37:00 3:44:55 3:52:50 4:00:45 4:08:40 4:16:35
HR (denyut/menit)
76
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
A8
Waktu
U1
U1 R1 U2
R1 R2 U3 R3
B1
U2 R2 U3 U4
R3
Waktu R4
U4 R4
U5
U5
R5
Waktu
B2
R5
1:24:50 1:30:15 1:35:40 1:41:05 1:46:30 1:51:55 1:57:20 2:02:45 2:08:10 2:13:35 2:19:00 2:24:25 2:29:50 2:35:15 2:40:40 2:46:05 2:51:30 2:56:55 3:02:20 3:07:45 3:13:10 3:18:35 3:24:00 3:29:25 3:34:50 3:40:15 3:45:40
HR (denyut/menit) 1:39:45 1:46:20 1:52:55 1:59:30 2:06:05 2:12:40 2:19:15 2:25:50 2:32:25 2:39:00 2:45:35 2:52:10 2:58:45 3:05:20 3:11:55 3:18:30 3:25:05 3:31:40 3:38:15 3:44:50 3:51:25 3:58:00 4:04:35 4:11:10 4:17:45 4:24:20 4:30:55
HR (denyut/menit) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
0:54:25 0:57:05 0:59:45 1:02:25 1:05:05 1:07:45 1:10:25 1:13:05 1:15:45 1:18:25 1:21:05 1:23:45 1:26:25 1:29:05 1:31:45 1:34:25 1:37:05 1:39:45 1:42:25 1:45:05 1:47:45 1:50:25 1:53:05 1:55:45 1:58:25 2:01:05
HR (denyut/menit)
77
U1 R1
U1
R1
U2 R2 U3 R3 U4
B3
U2 R2 U3
Waktu
R4
R3 U4
U5 R5
Waktu
B4
R4 U5 R5
Waktu
B5
1:07:15 1:11:10 1:15:05 1:19:00 1:22:55 1:26:50 1:30:45 1:34:40 1:38:35 1:42:30 1:46:25 1:50:20 1:54:15 1:58:10 2:02:05 2:06:00 2:09:55 2:13:50 2:17:45 2:21:40 2:25:35 2:29:30 2:33:25 2:37:20 2:41:15 2:45:10 2:49:05
HR (denyut/menit) 1:39:30 1:45:55 1:52:20 1:58:45 2:05:10 2:11:35 2:18:00 2:24:25 2:30:50 2:37:15 2:43:40 2:50:05 2:56:30 3:02:55 3:09:20 3:15:45 3:22:10 3:28:35 3:35:00 3:41:25 3:47:50 3:54:15 4:00:40 4:07:05 4:13:30 4:19:55
HR (denyut/menit) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
1:09:25 1:14:25 1:19:25 1:24:25 1:29:25 1:34:25 1:39:25 1:44:25 1:49:25 1:54:25 1:59:25 2:04:25 2:09:25 2:14:25 2:19:25 2:24:25 2:29:25 2:34:25 2:39:25 2:44:25 2:49:25 2:54:25 2:59:25 3:04:25 3:09:25 3:14:25
HR (denyut/menit)
78
B6
Waktu
B7
Waktu
B8
Waktu
Lampiran 5 Total konsumsi energi pada saat pemanenan berdasarkan rata-rata berat badan (A TEC (kal/menit)) umur
Subjek
Parameter Kondisi
Rata-rata BB
A1 A2
R2
54
Rata-rata STDEV > 30
< 30
A3 A4 A5
A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4
B5 B6 B7 B8
R3
54.83
Rata-rata STDEV R4 F2 F3 R2
55 67 51 48
R3
57.67
Rata-rata STDEV R4
52
F3
52
Rata-rata STDEV
Ve 2686.92 2024.45 2355.68 468.43 2911.56 2656.99 3444.94 3004.5 402.11 2584.77 3448.37 2503.86 2382.93 3159.24 2965.15 2895.75 3006.71 136.57 2522.01 2086.88 1854.93 2734.89 2225.57 456.08
Pr 2433.49 2103.9 2268.7 233.05 2854.46 2890.82 3251.32 2998.87 219.38 2478.06 2578.93 2365.61 2988.05 3071.94 2965.43 3008.47 56.11 2355.72 2009.48 1855.93 2655.33 2173.58 424.21
CuE 2721.35 2779.86 2750.6 41.37 3396.32 3880.17 3549.58 3608.69 247.28 2820.16 3673.27 2947.92 2681.06 3608.96 3819.07 3136.62 3521.55 349.52 2996.39 2463.17 1990.39 2961 2471.52 485.36
Ba 2996.9 2663.24 2830.07 235.93 3326.6 3519.48 3501.28 3449.12 106.49 2841.73 3767.22 2900.53 2713.48 3643.69 3639.27 3096.8 3459.92 314.48 2981.2 2496.34 1977.8 2957.54 2477.23 490.15
Ck 3518.99 2544.21 3031.6 689.27 3477.5 3051.42 3516.54 3348.49 258 2760.13 3861.17 2864.58 2726.59 3578.59 3467.45 3149.53 3398.52 222.68 2676.15 2432.68 1991.19 2946.22 2456.7 477.97
A TEC (kal/menit) Br Lo 2736.02 2764.57 1966.84 2610.29 2351.43 2687.43 543.89 109.09 3136.48 3189.07 2826.46 3226.87 3020.42 3706.76 2994.45 3374.23 156.63 288.6 2309.76 2981.01 3235.52 3325.65 2793.01 3061.8 2485.68 2827.57 3084.3 3619.99 2851.84 3485.23 2871.5 3080.98 2935.88 3395.4 128.91 280.51 2354.35 2635.21 1623.14 2294.96 2167.61 2813.2 3453.79 1478.78 2638.78 1412.14 708.68
MoAT 3205.58 2610.29 2907.93 420.93 3351.81 3120.48 3344.95 3272.41 131.63 2813.1 3475.09 3019.81 2785.8 3631.01 3785.34 3080.98 3499.11 370.24 2630.92 2477.24 2051.93 3422.97 2650.71 701.79
MoA 2496.78 2180.18 2338.48 223.87 3344.37 2448.04 3061.09 2951.17 458.17 2593.01 2873.81 2612.65 2785.8 3217.62 3323.89 2852.34 3131.28 247.34 2750.71 2123.4 1747.05 2489.29 2119.91 371.13
MoK 2333.94 1965.83 2149.88 260.29 2996.65 2463.37 2499.3 2653.11 298.05 3145.39 2539.48 2484.89 2869 3109.36 2753.87 2910.74 181.38 2977.31 2098.94 1755.84 2426.39 2093.73 335.31
*CuD 3339.37 2971.11 3155.24 260.4 3293.33 4266.63 3779.98 688.23 3287.3 4877.58 3961.41 3276.46 4038.48 803.34 -
Un 1909.4 1909.4 3775.89 3294.11 3535 340.67 3288.97 3968.62 3625.48 2702.5 3212.45 3212.45 2825.26 3649.34 1977.4 3924.24 3183.66 1053.65
*)Elemen CuD dilakukan di lahan R1
79
80 Lampiran 6 Waktu Baku (Lestari (2013) dan Palupi (2013)) No
Elemen Kerja
1
Ve
2
Pr
3
Cu
4 5 6
Ba Ck Br
7 8 9 10 11 12
Lo MoA MoT MoAT MoK Un
Parameter Kondisi F-K-H1 F-K-H2 F-K-H3 F-K-H4 R-K-H1 R-K-H2 R-K-H3 R-K-H4 F-K-E1 F-K-E2 F-K-E3 F-K-E4 R-K-E2 R-K-E3 R-K-E4 F-K-D F-K-E1 F-K-E2 F-K-E3 F-K-E4 R-K-E1 R-K-E2 R-K-E3 R-K-E4 F-K-E1 F-K-E2 F-K-E3 F-K-E4 R-K-E1 R-K-E2 R-K-E3 R-K-E4 -
Waktu Baku (detik/tandan) Sulawesi Kalimantan 8.20 8.26 8.31 9.41 3.6 10.81 4.17 10.85 4.69 11.96 4.17 7.00 10.16 13.49 14.06 8.99 14 12.32 16.25 12.90 14 18.89 20.25 22.63 29.40 33.21 6.95 23.06 15 29.82 16.27 33.64 15.25 15.67 17 6.15 12.67 15.50 19.63 17.43 12.92 9.67 18.45 23.67 16.26 24.18 11.74 23.67 4.67 7.3 6.00 9.6 7.00 15.5 24.25 26.17 4.67 11.5 3.50 6.2
81 Lampiran 7 Total laju konsumsi energi (kkal/tandan)
Egrek umur
> 30
< 30
umur
> 30
<30
Parameter Energi Energi Subjek Kondisi (kal/tandan) (kkal/tandan) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
R2
R3 R4 F2 F3 R2 R3 R4 F3
6687.81 5773.35 8212.1 7440.88 7481.33 5926.34 6725.42 6362.83 6473.39 8154.74 8214.85 7614.58 6142.79 5089.05 3794.86 6637.28
6.69 5.77 8.21 7.44 7.48 5.93 6.73 6.36 6.47 8.15 8.21 7.61 6.14 5.09 3.79 6.64
kkal/tandan Rata- Standar rata Deviasi 6.23
0.65
7.71
0.43
5.93 6.73 6.36 6.47
-
7.99
0.33
6.14
-
5.17
1.42
Dodos Subjek A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4
Energi Energi (kal/tandan) (kkal/tandan) 5270.09 4546.25 6120.5 5396.75 5513.89 5954.13 5890.04 5434.19
5.27 4.54 6.12 5.39 5.51 5.95 5.89 5.43
kkal/tandan Rata-rata Standar Deviasi
5.33
0.64
5.7
0.26
82
Lampiran 8 Kapasitas kerja
Egrek umur
Parameter Egrek Egrek Subjek Kondisi (tandan/hari) (tandan/jam)
A1 A2 A3 A4 > 30 A5 A6 A7 A8 B1 B2 B3 < B4 30 B5 B6 B7 B8
R2
R3 R4 F2 F3 R2 R3 R4 F3
112 130 91 101 100 127 112 118 116 92 91 98 122 147 198 113
28 32 23 25 25 32 28 29 29 23 23 25 31 37 49 28
Tandan/hari Standar Rata-rata Deviasi
Tandan/jam Standar Rata-rata Deviasi
121
12.56
30
3.14
97
5.31
24
1.33
127 112 118 116
-
32 28 29 29
-
94
3.98
23
0.99
122
-
31
-
153
42.57
38
10.64
83
Dodos umur
> 30
<30
Subjek A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4
Tandan/hari Dodos Dodos Standar (tandan/hari) (tandan/jam) Rata-rata Deviasi 142 36 165 41 142 17.47 123 31 139 35 136 34 126 31 132 6.07 127 32 138 35
Tandan/jam Standar Rata-rata Deviasi 36
4.37
33
1.52
83
84
Lampiran 9 Perhitungan uji statistik 1.
IRHR UJI T IRHR
Ve
Jumlah Subjek ( > 30) Jumlah Subjek ( < 30) Rata-rata ( > 30) Rata-rata ( < 30) STDEV ( > 30) STDEV ( < 30)
Pr
CuE
Ba
Ck
Br
Lo
MoAT
MoA
MoK
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1.75 1.74 1.94 1.89 1.87 1.74 1.87 1.84 1.74 1.62 1.96 2.07 2.07 2.31 2.28 2.26 2.03 2.25 2.29 2.11 2 2.56 0.2416 0.173 0.1183 0.1594 0.2589 0.2082 0.2115 0.2168 0.3062 0.2307 0.0568 0.3575 0.3841 0.2971 0.3061 0.36 0.3699 0.3269 0.2765 0.2784 0.2983 0.3714
Elemen kerja Ve S gab
=√
=√
= 0.305
CuD
Statistik uji :
–
t
( x1 x2 ) ( 1 2 ) 1 1 S gab ( ) ( ) n1 n2 √
= 1.545
85
Elemen kerja Pr S gab =√
–
–
=0.226
√
= 1.978
Statistik uji:
=√
=√
–
=0.244
√
= 1.943
Elemen kerja Ck S gab
Statistik uji:
=√
=√
–
=0.314
√
= 1.618
Elemen kerja Br S gab
Statistik uji:
=√
=√
= 1.684
Elemen kerja Ba S gab
√
Statistik uji:
=√
=√
= 0.298
Elemen Kerja CuE S gab
Statistik uji:
=√
–
=0.30
√
= 1.701
Elemen kerja Lo S gab =√
Statistik uji:
=√ –
=0.275
√
= 1.695
86
Elemen kerja MoAT S gab =√
–
√
= 2.230
Statistik uji:
=√
=√
–
=0.293
√
= 1.548
Elemen kerja MoK S gab
Statistik uji:
=√
=√
= 0.248
Elemen kerja MoA S gab
Statistik uji:
=√
–
=0.267
√
= 1.754
Elemen kerja CuD S gab =√
Statistik uji:
=√ –
=0.305
√
= 2.150
2.
TEC’ UJI T TEC'
Ve
Jumlah Subjek ( > 30) Jumlah Subjek ( < 30) Rata-rata ( > 30) Rata-rata ( < 30) STDEV ( > 30) STDEV ( < 30)
3 3 0.055 0.056 0.0073 0.0025
Pr
CuE
Ba
Ck
Br
Lo
MoAT
MoA
MoK
CuD
3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0.055 0.066 0.063 0.061 0.055 0.062 0.06 0.054 0.048 0.069 0.056 0.065 0.064 0.063 0.054 0.063 0.065 0.058 0.054 0.075 0.004 0.0045 0.0019 0.0047 0.0029 0.0053 0.0024 0.0084 0.0054 0.0126 0.001 0.0065 0.0058 0.0041 0.0024 0.0052 0.0068 0.0046 0.0033 0.0148
Elemen kerja Ve S gab
=√
=√
Statistik uji :
–
t
( x1 x2 ) ( 1 2 ) 1 1 S gab ( ) ( ) n1 n2 √
= 0.160
= 0.005 87
88 Elemen kerja Pr S gab =√
–
–
= 0.006
√
= 0.176
Statistik uji:
=√
=√
–
= 0.004
√
= 0.275
Elemen kerja Ck S gab
Statistik uji:
=√
=√
–
= 0.004
√
= 0.464
Elemen kerja Br S gab
Statistik uji:
=√
=√
= 0.356
Elemen kerja Ba S gab
√
Statistik uji:
=√
=√
= 0.003
Elemen kerja CuE S gab
Statistik uji:
=√
–
=0.003
√
= 0.191
Elemen kerja Lo S gab =√
Statistik uji:
=√ –
= 0.005
√
= 0.269
89
Elemen kerja MoAT S gab
Statistik uji:
=√
=√
–
–
= 0.007
√
= 0.725
Elemen kerja MoK S gab
Statistik uji:
=√
=√
–
= 0.005
√
= 1.452
Elemen kerja CuD S gab
Statistik uji:
=√
=√
3.
= 0.176
Statistik uji:
=√
=√
√
Elemen kerja MoA S gab
= 0.005
–
= 0.014
√
= 0.436
KONSUMSI ENERGI KERJA a. Konsumsi energi kerja (kkal/tandan) Pemanenan menggunakan egrek Subjek > 30 tahun n1 =3 _ X1 = 7.71 S1 = 0.43 S gab = √
Subjek < 30 tahun: n2 =3 _ X2 = 7.99 S2 = 0.33 = 0.383
Statistik uji : √
= 0.895
90 Pemanenan menggunakan dodos Subjek > 30 tahun n1 =4 _ X1 = 5.33 S1 = 0.64
Subjek < 30 tahun: n2 =4 _ X2 = 5.7 S2 = 0.26
S gab = √
= 0.488
Statistik uji : √
= 1.071
b. Jumlah tandan berdasarkan konsumsi energi per hari (tandan/hari) Pemanenan menggunakan egrek Subjek > 30 tahun n1 =3 _ X1 = 97 S1 = 5.31
Subjek < 30 tahun: n2 =3 _ X2 = 94 S2 = 3.98
S gab = √
= 4.692
Statistik uji : = 0.783
√
Pemanenan menggunakan dodos Subjek > 30 tahun n1 =4 _ X1 = 142 S1 = 17.47
Subjek < 30 tahun: n2 =4 _ X2 = 132 S2 = 6.07
S gab = √
= 13.078
Statistik uji : √
= 1.081
91
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 16 November 1991 dari ayah Tukirin dan ibu Susiana Harijanti. Penulis adalah putra ketiga dari empat bersaudara. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri 05 Kajen pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menamatkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Kajen, dan SMA Negeri 1 Kajen pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAPEKA) dan anggota Himpunan Mahasiswa Pertanian (HIMATETA), Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan, seperti ketua divisi publikasi dan dokumentasi pada acara Agricultural Engineering Goes To Village (AEGTV) 2011, Workshop PKM-T HIMATETA pada tahun 2011, serta ketua divisi dana sosial SAPA HIMATETA pada tahun 2011. Pada bulan Juni-Agustus 2012 penulis melakukan Praktik Lapangan di PT. Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur dengan Judul: Aspek Keteknikan pada Kegiatan Panen-Muat Kelapa Sawit dengan Pendekatan Ergonomi di PT. Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Beban dan Kapasitas Kerja pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual di PT. Astra Agro Lestari”.