Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
Atas nama:
Mei 2015.
Tanda Penerbit Laporan: Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
Atas nama: Forest Heroes, Rainforest Foundation Norway, SumOfUs, KKI Warsi dan Yayasan Merah Putih (YMP).
Penulis: Albert ten Kate, Adriani Zakaria.
Nomor proyek: 3152
Tanggal: Mei 2015
Foto sampul depan: Penebangan oleh PT Adau Agro Kalbar, Kalimantan Barat, April 2015, © Aidenvironment (foto drone).
Aidenvironment Barentszplein 7 1013 NJ Amsterdam The Netherlands + 31 (0)20 686 81 11
[email protected] www.aidenvironment.org
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
2
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
Daftar Isi Ringkasan eksekutif
4
1. 1.1 1.2 1.3
Fakta dasar mengenai perusahaan Bisnis kelapa sawit Struktur kepemilikan Pelanggan utama
7 7 10 11
2. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
Penilaian kesinambungan Kebijakan kesinambungan Deforestasi Pengrusakan lahan gambut Penghancuran habitat gajah Hutan lahan gambut Tripa Konservasi keanekaragaman hayati Isu-isu sosial Perkebunan tebu di Papua
13 13 15 18 21 25 26 28 31
3.
Para pemangku kepentingan menuntut kesinambungan
33
Kesimpulan
35
Glosarium dan istilah yang digunakan
36
Referensi
37
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
3
Ringkasan eksekutif Bisnis kelapa sawit dan struktur kepemilikan Astra Agro Lestari adalah perusahaan produsen minyak sawit yang memiliki lahan terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini menguasai 298.000 hektar perkebunan yang telah sangat berkembang di daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Mayoritas kepemilikan Astra dipegang oleh Jardine Matheson Holdings Ltd, perusahaan yang berbasis di Bermuda, yang dikuasai oleh keluarga Keswick dari Skotlandia. Astra telah melakukan ekspansi yang cukup agresif selama delapan tahun terakhir dengan perkebunan baru seluas total 10.000 hektar per tahun. Baru-baru ini Astra mendapatkan perkebunan baru di Kalimantan Barat dan Tengah. Pelanggan utama Astra adalah Kuala Lumpur Kepong (KLK), Musim Mas, Wilmar dan Golden-Agri Resources. Empat perusahaan ini memberikan kontribusi sebesar 71% terhadap pendapatan Astra di tahun 2014.
Penilaian kesinambungan Untuk laporan ini, telah dilakukan suatu penilaian kesinambungan yang komprehensif yang difokuskan pada kebijakan dan kegiatan yang dilakukan Astra di lapangan, terkait dengan deforestasi, konversi hutan gambut, keanekaragaman hayati dan sengketa tanah. Berikut ini adalah beberapa temuan yang penting: ·
Sejak akhir tahun 2013, gerakan untuk menyempurnakan kebijakan kesinambungan telah dimunculkan oleh perkebunan/pedagang utama minyak sawit, dengan fokus untuk meniadakan deforestasi, melindungi kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) dan cadangan karbon tinggi (High Carbon Stock/HCS), menghindari lahan gambut dan menghormati konsep Persetujuan Bebas, Didahulukan, Diinformasikan (Free, Prior, and Informed Consent/FPIC) di masyarakat. Sementara itu, Astra belum membuat komitmen publik, di atas kertas, untuk menjawab isu-isu ini.
·
Sejauh ini Astra merupakan perusahaan minyak sawit swasta yang bukan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Para pelanggan utama Astra telah membuat komitmen yang jauh melampaui kriteria RSPO.
·
Direktur Astra adalah Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Dalam kapasitas mewakili GAPKI seringkali ia mengecilkan arti dari dampak minyak sawit terhadap kesinambungan, bahkan ia bertindak lebih jauh dengan menyangkal bahwa perkebunan kelapa sawit telah menghancurkan habitat orang-utan, dan ia berhasil melemahkan peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan gambut dan langkah konservasi hutan kritis lainnya.
·
Sejak tahun 2009, Astra telah menanam kelapa sawit di lahan gambut seluas 27.000 hektar di Kalimantan Selatan. Di satu perkebunan lahan gambut saja ada sekitar 228 titik api kebakaran selama periode 2011-2014, yang menunjukkan bahwa pencegahan dan respon kebakaran Astra tidak optimal. Drainase lahan gambut yang dilakukan Astra saja telah menyebabkan emisi gas rumah kaca tahunan dengan total kira-kira sebesar 2 juta ton CO2, setara dengan emisi karbon tahunan dari 830.000 mobil.
·
Tahun 2008, Astra melanggar batas habitat gajah sekitar 250 hektar di kecamatan Sampoiniet di Aceh. Sekarang, Astra berencana mengoperasikan pabrik minyak sawit di daerah tersebut.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
4
Umumnya satu pabrik minyak sawit menerima suplai dari 5.000 hektar lahan kelapa sawit, namun area tanam Astra hanya seluas 1.100 ha, yang berarti sisanya akan disuplai dari kawasan yang dilindungi atau habitat gajah. Memang banyak gajah Sumatera, spesies yang kritis hampir punah (Critically Endangered), yang telah dibunuh di daerah Sampoiniet. Astra belum mengungkapkan apakah mereka telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko yang menyangkut hukum dan reputasi mereka, terkait dengan kawasan yang dilindungi, habitat gajah dan kematian gajah. ·
Saat ini Astra melakukan deforestasi di Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah.
·
Sekitar 660 ha hutan primer di Sulawesi Tengah telah ditebang selama periode 2007-2014. Dari informasi terbatas yang tersedia bagi publik, diperkirakan sekitar 3.000 hektar hutan primer di Sulawesi Tengah berisiko ditebang oleh Astra dalam waktu dekat.
·
Total deforestasi yang dilakukan Astra selama periode 2006-2014 telah melebihi 14.000 hektar.
·
Tekanan yang dilakukan oleh LSM terhadap induk perusahaan Jardine Matheson menyebabkan Astra menjual perkebunan hutan lahan gambut yang terletak di dalam ekosistem yang terkenal di dunia, Leuser, di Sumatera, pada tahun 2010.
·
Astra mengklaim telah mengkonservasi 26.000 hektar kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) namun tidak memberikan informasi apa pun mengenai definisi mereka tentang penunjukkan kawasan HCV atau sasaran dan kegiatan konservasi mereka, sehingga hal ini sulit untuk diverifikasi.
·
Astra melakukan beberapa kegiatan untuk mendukung pembangunan masyarakat, dengan fokus pada pendidikan, kesehatan dan pengembangan usaha kecil (kelapa sawit dan lain-lain). Perusahaan ini memiliki sekitar 60.000 hektar kawasan petani kelapa sawit (smallholders). Namun demikian, Astra juga terlibat dalam sengketa lahan dengan komunitas dan masyarakat adat, seperti dengan Orang Rimba di Sumatera.
·
Selama beberapa tahun Astra telah mengincar peluang untuk mendiversifikasi usahanya di perkebunan tebu. Mereka telah mengeksplorasi kemungkinan pengembangan di Papua, namun sejauh ini proyek tersebut masih terhambat karena adanya penolakan dari masyarakat adat Marind dan faktor ekonomi.
Gagal memenuhi tuntutan kesinambungan dari para pemangku kepentingan Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri-Resources, ketiganya berkontribusi terhadap 47% pendapatan Astra di tahun 2014. Tiga perusahaan ini telah mengadopsi kebijakan yang mempersyaratkan semua suplier mereka untuk mematuhi kebijakan produksi dan pemanfaatan sumber daya yang bertanggung jawab. Pesannya adalah “Tidak Deforestasi, Tidak Gambut, Tidak Eksploitasi.” Astra jelas melanggar kebijakan ini, dan berisiko diberhentikan sebagai suplier. Jika Astra kehilangan satu atau lebih pelanggan utamanya, maka hal ini akan membawa dampak yang serius terhadap penghasilan bersih dan harga sahamnya. Pasar global semakin menuntut agar minyak kelapa sawit dihasilkan dengan cara-cara yang bertanggung jawab, dan minimnya langkah pengamanan yang dilakukan Astra (termasuk tidak adanya sertifikasi RSPO) akan sangat membatasi akses perusahaan ini ke pasar internasional. Perusahaan-perusahaan yang menguasai Astra juga berisiko dikucilkan atau tidak diikutsertakan dalam investasi yang dilakukan oleh perusahaan pengelola dana surplus pemerintah terbesar di dunia, Dana Pensiun Global Pemerintah Norwegia (GPFG). Dana pensiun ini merupakan pemain utama di bidang investasi yang bertanggung jawab sosial (Socially Responsible Investing/SRI). Pada akhir tahun 2013, GPFG secara resmi telah mengeluarkan dua perusahaan minyak sawit terkait dengan "kerusakan lingkungan yang sangat parah". Sebagai tambahan, Dana pensiun ini telah
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
5
melepaskan 27 perusahaan kelapa sawit karena melakukan “praktik-praktik produksi yang tidak berkesinambungan”. Astra Agro Lestari sendiri dikeluarkan dari dana pensiun pada tahun 2011. Ironisnya, setelah itu dana pensiun malah meningkatkan kepemilikan saham di perusahaanperusahaan yang menguasai Astra. Nilai pasar dari investasi yang dilakukan GPFG pada perusahaanperusahaan yang menguasai Astra berjumlah lebih dari 541 juta dolar AS pada akhir 2014. Dengan merusak lahan gambut dan menebang hutan tropis, Astra telah gagal memenuhi persyaratan dana pensiun dalam hal mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang parah. Astra juga tidak berhasil memenuhi harapan dana pensiun terkait dengan transparansi dan kepatuhan terhadap standar internasional tentang kesinambungan.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
6
1.
Fakta dasar mengenai perusahaan
1.1
Bisnis kelapa sawit
Astra Agro Lestari adalah perusahaan minyak sawit yang sangat besar Dalam hal luas area perkebunan di Indonesia, Astra Agro Lestari merupakan perusahaan minyak sawit swasta kedua terbesar.1 Hingga 31 Desember 2014 perusahaan ini telah menguasai lahan seluas 298.000 hektar yang seluruhnya telah ditanami pohon kelapa sawit. Perusahaan ini telah cukup lama bergerak di bisnis kelapa sawit. Sepuluh tahun lalu, di akhir tahun 2004, perusahaan ini menguasai perkebunan kelapa sawit seluas 196.000 hektar.2 Perusahaan ini telah terdaftar di Bursa Saham Indonesia sejak tahun 1997. Saat ini mereka memiliki sekitar 35.000 pegawai permanen di perusahaan perkebunan yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, dan di kantor pusat di Jakarta. Pendapatan Astra di tahun 2014 mencapai 16,3 triliun rupiah (setara dengan 1,3 miliar dolar AS).3 Daerah perkebunan Astra tersebar di pulau Kalimantan (47%), Sumatera (36%) dan Sulawesi (17%).4
Ekspansi dalam beberapa tahun terakhir Dalam delapan tahun terakhir, mulai dari akhir 2006 hingga akhir 2014, lahan yang ditanami pohon kelapa sawit oleh Astra telah bertambah menjadi 82.000 hektar; rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar lebih dari 10.000 hektar. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan bahwa sebagian besar ekspansi yang dilakukan oleh Astra terjadi pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dengan sedikit penurunan di tahun 2010 karena terjadinya penjualan perusahaan perkebunan Astra, PT Surya Panen Subur di tahun tersebut (lihat Bagian 2.5). Menurut Astra, kawasan perkebunan PT SPS memiliki daerah tanam seluas 3.000 ha pada akhir 2009.5 Tren selama tiga tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan penanaman baru oleh Astra. Tahun 2012 ada tambahan seluas sekitar 6.000 hektar di Kalimantan Selatan, sementara di tahun 2013 ekspansi terjadi di Kalimantan Selatan (6.000 hektar) dan Sulawesi Tengah (2.000 hektar). Astra tidak memberikan informasi yang spesifik mengenai penanaman baru (17.000 hektar) yang terjadi di Kalimantan pada tahun 2014.6 Gambar 1. Penanaman baru per tahun oleh Astra, 2007-20147
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
7
Ekspansi berlanjut Astra memperkirakan belanja kapitalnya untuk tahun 2015 adalah sebesar 3,5 triliun rupiah (285 juta dolar AS). Sekitar 40 persen dari dana tersebut akan digunakan untuk penanaman baru, penanaman kembali, dan perawatan kebun-kebun yang belum matang, sekitar 30 persen untuk membangun pabrik minyak sawit baru dan sisanya untuk fasilitas pendukung seperti jalan, jembatan dan peralatan.8 Selain itu Astra juga akan mengalokasikan 50 miliar rupiah untuk pengembangan usaha baru di bisnis karet.9 Pada Juli 2014, Astra membeli semua saham PT Palma Plantasindo, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Paser, provinsi Kalimantan Timur. Dari daftar yang dibuat oleh provinsi diketahui bahwa perusahaan ini memiliki Ijin Usaha Perkebunan (IUP) untuk lahan seluas 10.000 hektar.10 Sebuah artikel suratkabar pada bulan Agustus 2014 menyebutkan bahwa perusahaan perkebunan baru milik Astra, yaitu PT Adau Agro Kalbar (PT AAK) dan PT Adau Hijau Lestari (PT AHL), telah melakukan penanaman di lahan seluas 3.700 di kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.11 Sebelumnya Astra melaporkan bahwa mereka telah mendapatkan hak untuk mengambil alih semua saham di PT AAK pada bulan Juli 2011,.12 Berdasarkan daftar yang dibuat oleh provinsi Kalimantan Barat, PT AAK telah mendapatkan Ijin Usaha Perkebunan (IUP) pada tanggal 22 November 2012 untuk lahan seluas 16.224 hektar, sementara PT AHL telah mendapatkan IUP pada tanggal 31 Januari yang mencakup 5.132 hektar.13 Baru-baru ini Astra mulai melakukan ekspansi ke perkebunan karet. Pada tahun 2014, perusahaan tersebut merencanakan penanaman pohon karet di areal seluas 2.000 hektar di Kalimantan Selatan.14 Aidenvironment mencatat total deforestasi sebesar 1.400 ha yang terjadi antara 2013 dan bulan Maret 2015 di dalam areal PT Mitra Barito Gemilang (PT MBG)15, sebuah anak perusahaan Astra yang fokus pada usaha perkebunan karet. Daerah konsesi PT MBG terletak di kabupaten Barito Utara, Kalimantan Selatan. Pada bulan April 2015 Astra menyatakan rencana penanaman karet atas 1.000 – 2.000 ha di tahun-tahun mendatang, setelah mencadangkan 15.000 hektar untuk tujuan tersebut. Astra mengharapkan adanya sinergi dengan anak perusahaan Astra Otoparts, yang bergerak di bidang komponen otomotif termasuk ban (karet).16 Anehnya, perusahaan perkebunan baru PT AAK, PT AHL dan PT MBG tidak disebut dalam laporan keuangan konsolidasi Astra untuk tahun 2013 dan 2014, yang biasanya mencakup pembukuan anak perusahaan yang di bawah kendalinya.17 Sepertinya Astra enggan menyatakan perkembangan baru kepada masyarakat luas, termasuk para pemegang sahamnya.
Astra bergerak ke hilir Dulunya Astra adalah perusahaan yang mudah untuk dikarakterisasi: tipikal perusahaan kelapa sawit hulu. Perusahaan ini akan mengelola perkebunan kelapa sawit, berusaha mendapatkan lebih banyak lahan untuk menanam lebih banyak pohon kelapa sawit, dan mengangkut panen Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik minyak sawit miliknya yang berlokasi dekat dengan perkebunan. Pada tahun 2013, minyak kelapa sawit (CPO) yang dihasilkan dari pabriknya masih berkontribusi terhadap 90% total pendapatan Astra.18 Baru-baru ini mereka memasuki bisnis minyak sawit di hilir dengan membangun kilang pertama di Mamuju, Sulawesi Barat. Kilang tersebut memproduksi RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil atau minyak kelapa sawit melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau), olein, stearin dan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate atau asam lemak kelapa sawit hasil penyulingan). Bersama dengan raksasa kelapa sawit Malaysia, Kuala Lumpur Kepong (KLK), Astra membuat usaha patungan (joint venture) pemasaran pada Agustus 2013.19 Usaha patungan ini fokus pada penjualan produk minyak sawit rafinasi (refined) dari kilang penyulingan dan perkebunan/pabrik milik Astra di Sulawesi Barat. Usaha patungan Astra-KLK Pte. Ltd., dengan
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
8
kepemilikan KLK sebesar 51%, menjual produknya ke para pelanggan di China dan Filipina20, dan perusahaan Jepang Mitsui juga merupakan pelanggan besar.21 Tahun 2014, 19% dari pendapatan Astra Agro Lestari dihasilkan dari penjualan produk-produk kelapa sawit ke Astra-KLK.22 Pada November 2014 diumumkan telah terbentuknya usaha patungan lain bersama KLK. Usaha patungan 50/50 ini dipusatkan di Dumai (provinsi Riau). Baru-baru ini KLK membangun kilang minyak dan sebuah pabrik oleochemical di Dumai. Terkait dengan transaksi ini, KLK menuliskan bahwa: “Rencana Transaksi adalah untuk mengembangkan sinergi keahlian yang dimiliki kedua pihak di industri ini. Melalui Rencana Transaksi ini, KLK akan membawa keahliannya di hilir, sementara AAL [Astra] akan membawa pengetahuannya mengenai pasar lokal guna mensuplai sumber daya dan juga bahan mentah berkualitas bagus dalam jumlah besar.”23 Kilang ini akan menerima suplai dari perkebunan/pabrik milik KLK dan Astra yang dekat dengan lokasi kilang. Pada akhir Januari 2015 Astra mengumumkan bahwa transaksi tersebut sudah final. Mereka membayar 75 miliar rupiah (6 juta dolar AS) untuk mendapatkan 50% saham perusahaan patungan yang bernama PT Kreasijaya Adhikarya (PT KJA).24 Foto: Penebangan oleh PT Adau Agro Kalbar, Kalimantan Barat, April 2015.
© Aidenvironment (foto drone).
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
9
1.2
Struktur kepemilikan
Jardine adalah induk utama PT Astra International Tbk adalah entitas induk langsung (direct parent entity) dari Astra Agro Lestari. Sementara Jardine Matheson Holdings Ltd, yang disatukan di Bermuda, adalah entitas induk utama (ultimate parent entity). Gambar 2 menunjukkan struktur kepemilikan Astra Agro Lestari yang telah disederhanakan. Ekuitas dengan bunga di Astra Agro Lestari hanya dapat dibeli di empat bursa saham: Bermuda, London, Singapura dan Jakarta. Gambar 2. Struktur kepemilikan Astra Agro Lestari yang telah disederhanakan dan perseroan induk (controlling companies)25
Bisnis Jardine Jardine dikendalikan oleh keluarga Keswick dari Skotlandia yang merupakan keturunan langsung dari para pemilik awal Jardine. Tahun 2014, Tiongkok Raya dan Asia Tenggara berkontribusi terhadap 93% pendapatan Jardine. Komponen bisnis utama mereka terdiri dari penjualan/layanan kendaraan bermotor (sekitar 40% dari pendapatannya) dan bisnis retail (sekitar 28%).26 Bisnis retail dilakukan oleh anak perusahaannya, Dairy Farm, dan mencakup lebih dari 6.100 outlet – termasuk supermarket/hypermarket (seperti Giant), minimarket (seperti 7-Eleven), toko produk kesehatan dan kecantikan, toko perabotan rumah tangga (seperti Ikea) dan restoran (seperti Maxim’s).27 Jardine Restaurant Group (JRG) merupakan salah satu pemegang waralaba Pizza Hut terbesar di dunia dengan operasi di Taiwan, Hong Kong, Macau dan Vietnam. Selain itu, JRG juga mengoperasikan outlet Kentucky Fried Chicken di empat negara yang sama.28 Pendapatan sisanya dihasilkan dari jaringan Hotel Mandarin Oriental, pertambangan, properti, jasa logistik dan IT, engineering dan konstruksi, jasa keuangan dan agribisnis (Astra). Astra Agro Lestari berkontribusi terhadap 3,4 persen pendapatan Jardine Matheson pada tahun 2014.29
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
10
1.3
Pelanggan utama
Rincian pendapatan Astra Tabel 1 menunjukkan rincian pendapatan Astra selama tahun 2014, dibagi dalam tiga kategori: penjualan minyak kelapa sawit (CPO), penjualan kernel dan penjualan melalui produk-produk refinasi Astra-KLK. Tabel 1: Rincian pendapatan Astra selama 201430 2014 (Jutaan rupiah) 11.384
Penjualan kernel Penjualan melalui Astra-KLK Pte. Ltd.
Kategori pendapatan Penjualan CPO
70
Harga ratarata (Rp/kg) 8.282
Penjualan (1.000) ton 1.375
1.866
11
5.095
366
3.014
19
42
0
16.306
100
Lainnya Total
%
Lelang CPO Astra menampilkan hasil dari pelelangan CPO-nya, yang dilakukan setiap hari dari Senin hingga Jumat kecuali untuk hari libur nasional Indonesia, di website mereka.31 Informasi ini memberikan gambaran yang jelas mengenai pelanggan utama Astra. Dengan menggunakan informasi ini, sekitar 93% dari volume penjualan CPO Astra dapat dikaitkan dengan masing-masing pelanggan, seperti yang diperlihatkan di Tabel 2.32 Tabel 2: Pembeli CPO Astra tahun 201433 Ton x 1.000 339
25
Wilmar
269
20
Golden Agri-Resources
146
11
Best Group
91
7
Permata Hijau Group
88
6
Kuala Lumpur Kepong (KLK)
75
5
Apical Group
43
3
Grup perusahaan Musim Mas
Lainnya Tidak dapat dikaitkan dengan CPO-buyer Total penjualan
%
233
17
1.282
93
93
7
1.375
100
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
11
Empat pelanggan utama Astra Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri-Resources adalah pembeli utama CPO Astra. Kuala Lumpur Kepong (KLK) juga merupakan pembeli CPO dalam jumlah besar. Selain itu, usaha patungan AstraKLK Pte. Ltd., 51% dimiliki oleh KLK, memiliki andil dalam 19% pendapatan Astra di tahun 2014. Kontribusi empat perusahaan tersebut terhadap pendapatan Astra dapat dikalkulasi dengan menggunakan dua asumsi. Asumsi yang pertama adalah bahwa keempat perusahaan tersebut adalah bagian dari penjualan CPO Astra yang tidak dapat dikaitkan dengan CPO-buyer, dalam proporsi seperti kontribusi mereka dalam pembelian CPO yang bisa dilacak. Asumsi yang kedua adalah bahwa keempat perusahaan tersebut telah membeli kernel dari Astra dalam proporsi yang sama dengan kontribusi mereka dalam pembelian CPO. Gambar 3 menunjukkan hasil dari penghitungan yang menunjukkan kontribusi keempat perusahaan tersebut terhadap 71% pendapatan Astra di tahun 2014. Gambar 3. Rincian pendapatan Astra tahun 2014 berdasarkan pelanggan
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
12
2.
Penilaian kesinambungan
2.1
Kebijakan kesinambungan
Tidak ada kebijakan kesinambungan di atas kertas Sejak akhir tahun 2013 perusahaan minyak sawit besar yang mewakili lebih dari 90% perdagangan minyak sawit global telah mengadopsi kebijakan sourcing yang bertanggung jawab, termasuk perlindungan kawasan HCS dan HCV, lahan gambut, dan penegakan hak asasi manusia, kondisi pekerja yang adil, dan penghormatan terhadap masyarakat lokal. Perusahaan ini termasuk Wilmar International, Golden Agri-Resources, Musim Mas, IOI Corporation, Apical Group, Cargill, dan lainnya.34 Astra belum menjadi bagian dari gerakan ini. Dalam korespondensi terbaru antara Astra dan LSM Forest Heroes, Astra tidak mengungkapkan kebijakan kesinambungan yang berarti, selain komitmen dasar untuk mematuhi hukum dan peraturan setempat dan tidak membakar hutan. Dalam laporan kesinambungan tahun 2011 (sejak itu Astra tidak lagi mempublikasikan laporan kesinambungan), perusahaan ini mengatakan bahwa mereka mempromosikan pengolahan minyak sawit yang ramah-lingkungan, kondisi kerja yang baik, pembangunan masyarakat dan perlindungan kawasan “Nilai Konservasi Tinggi”. Namun demikian tidak jelas standar apa yang digunakan Astra untuk kawasan ini.35 Penilaian mengenai kegiatan Astra di lapangan ditampilkan di bagian berikutnya dari bab ini. Sebagai Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), direktur senior Astra, Joko Supriyono, telah seringkali mengecilkan arti dari dampak minyak sawit terhadap kesinambungan. Ia pernah menyatakan bahwa “tidak relevan menuduh perkebunan kelapa sawit menyebabkan kematian orang-utan”36 dan minyak sawit “sebenarnya tidak terlibat dalam pengrusakan hutan dan lahan gambut”.37 GAPKI sangat berpengaruh di pemerintah Indonesia dan dikatakan memiliki pengaruh secara langsung terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam moratorium awal mengenai perijinan baru untuk gambut dan hutan primer pada tahun 2011, dan memastikan bahwa yang disetujui adalah versi yang lebih lemah.38 Baru-baru ini GAPKI berhasil meyakinkan pemerintah untuk melunakkan peraturan mengenai lahan gambut (lihat bagian 2.3). Bahkan pada bulan Februari 2015, Joko Supriyono menjadi Ketua GAPKI untuk periode 20152018.39
Bukan anggota RSPO Astra sejauh ini merupakan perusahaan minyak sawit swasta terbesar yang bukan merupakan anggota dari Roundtable on Sustainable Palm oil (RSPO). Pada Januari 2014 Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, mantan menteri pertanian Indonesia yang ditunjuk menjadi penasihat RSPO, dikutip pernah menyatakan: “Saya juga masih bingung mengapa mereka tidak mau bergabung dengan kita.”40 Dengan tidak bergabung dalam RSPO, Astra menempatkan pasar internasional mereka yang baru terbentuk (melalui Astra-KLK) dan pasar internasional yang akan segera terbentuk (melalui usaha patungan dengan KLK di Dumai) dalam risiko. Sebagai contoh, tahun 2014 perusahaan perdagangan Jepang Mitsui membeli produk minyak sawit senilai 50 juta dolar AS dari Astra-KLK.41 Mitsui bermaksud untuk hanya "menangani/mensuplai" produk minyak sawit yang telah bersertifikat RSPO mulai pada tahun 2021.42 Dalam jangka panjang, tidak bergabungnya Astra sebagai anggota RSPO adalah tidak sejalan dengan kebijakan Mitsui, dengan demikian Astra harus mendapatkan sertifikasi RSPO untuk fasilitas dan perkebunannya jika tidak ingin kehilangan pelanggan utama. Secara umum permintaan untuk produk-produk yang bersertifikat RSPO diperkirakan akan meningkat di tahuntahun ke depan.43 Ini artinya Astra membatasi diri mereka dengan tidak berusaha menjangkau
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
13
semua kemungkinan pelanggan yang ada di pasar internasional. Para pelanggan utama Astra telah membuat komitmen yang jauh melampaui kriteria RSPO.
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Perusahaan perkebunan di Indonesia diharuskan untuk mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Namun demikian, standar ISPO masih jauh lebih lemah dibandingkan dengan komitmen No Deforestation, No Peat, No Exploitation yang diberlakukan oleh perusahaan minyak sawit besar ataupun dengan persyaratan RSPO. Proses sertifikasi ISPO juga sudah terlambat dari jadwal yang direncanakan. Ada tenggat waktu untuk memenuhi semua persyaratan pada akhir 2014;44 namun, Astra baru hanya melakukan penilaian ISPO terhadap 20 dari sekitar 45-50 perusahaan perkebunan miliknya.45 Sayangnya, penilaian ini tidak tersedia untuk publik.
Penilaian praktik di lapangan Bagian berikutnya dari bab ini mengungkapkan hasil penilaian terhadap praktik yang dilakukan Astra di lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah melacak dan memetakan lokasi perkebunan berdasarkan beberapa dokumen, dan menggunakan citra satelit (Landsat) dan overlay untuk memeriksa tanda-tanda adanya deforestasi, pembukaan lahan gambut, titik api (kebakaran) dan penghancuran habitat spesies yang terancam punah. Kemudian dilakukan juga studi pustaka (desk research) dan beberapa permintaan informasi ke LSM. Penilaian mengenai kondisi kerja Astra di lapangan belum dilakukan. Studi ini difokuskan pada deforestasi, konversi lahan gambut, keanekaragaman hayati dan sengketa tanah.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
14
2.2
Deforestasi
Sulawesi Tengah: hilangnya hutan primer Selama periode 2007-2014, Astra telah membuka hampir 9.000 hektar hutan di Sulawesi Tengah. Dari jumlah hutan yang ditebang ini seluas 660 ha adalah hutan hujan tropis yang sebelumnya tidak terjamah (hutan primer).46 Pemerintah daerah maupun Astra tidak memberitahukan kepada publik mengenai batas-batas yang jelas dari konsesi perusahaan perkebunan Astra di Sulawesi Tengah, namun dari informasi yang tersedia, ini adalah estimasi yang paling mendekati. Hutan yang hilang dikalkulasi dengan cara menghamparkan (overlay) peta tutupan hutan baseline dari Kementerian Kehutanan tahun 2006 dengan citra Landsat 8 terbaru, yang menunjukkan daerah-daerah yang mengalami deforestasi sejak tahun 2006. Gambar 4 menunjukkan lokasi dan perusahaan perkebunan dimana terjadi deforestasi. Gambar 4. Deforestasi oleh Astra di Sulawesi Tengah
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
15
Pembangunan yang tengah berjalan di Sulawesi Tengah Saat ini tengah terjadi pembukaan hutan di beberapa perkebunan milik Astra. Mereka memiliki lima perusahaan perkebunan di Sulawesi Tengah. Tabel 3 berikut ini menunjukkan estimasi hutan yang tersisa di dalam kawasan perkebunan Astra dan area yang disisihkan untuk konservasi. Dari informasi yang tersedia (batas-batas yang jelas dari konsesi tidak diketahui oleh publik) tampaknya ada sekitar 3.000 hektar hutan primer di PT Cipta Agro Nusantara dan PT Rimbunan Alam Sentosa yang terancam dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Tabel 3: Hutan yang tersisa dan daerah HCV Astra di Sulawesi Tengah47 Kawasan yang disisihkan untuk HCV (ha) 1.047
Hutan yang tersisa (ha)
Hutan primer (ha)
3.942
0
117
4.844
1.582
PT Sawit Jaya Abadi 2 (PT SJA 2)
3.281
1.087
33
PT Sawit Jaya Abadi 1 (PT SJA 1)
1.693
366
0
264
1.820
1.453
6.402
12.059
3.068
Perusahaan perkebunan PT Agro Nusa Abadi (PT ANA) PT Cipta Agro Nusantara (PT CAN)
PT Rimbunan Alam Sentosa (PT RAS) Total
Foto: Penebangan oleh PT Sawit Jaya Abadi 2, Sulawesi Tengah, November 2014
© Aidenvironment. Koordinat: S 1°57'41.72"; E 120°48'57.85"
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
16
Total deforestasi pada periode 2006-2014 Total deforestasi yang dilakukan Astra selama periode 2006-2014 mencapai seluas 14.000 hektar dan dari jumlah ini 60% berada di Sulawesi Tengah. Tabel 4 menunjukkan perusahaan perkebunan dimana Astra telah melakukan deforestasi untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Hilangnya hutan-hutan dalam kategori berikut: Kepadatan Tinggi, Kepadatan Sedang, Kepadatan Rendah dan Hutan yang Tumbuh Kembali, diklasifikasikan sebagai deforestasi. Hal ini sejalan dengan standar saat ini yang diberlakukan oleh para perusahaan pelopor untuk tidak mengikutsertakan kelapa sawit dalam jenis hutan ini. Standar ini dibuat oleh Golden Agri-Resources (GAR), The Forest Trust (TFT) dan Greenpeace.48 Tabel 4: Deforestasi oleh Astra pada periode 2006-201449 Deforestasi (ha)
Yang merupakan hutan primer
Perusahaan perkebunan
Provinsi
PT Agro Nusa Abadi (PT ANA)
Sulawesi Tengah
3.876
PT Cipta Agro Nusantara (PT CAN)
Sulawesi Tengah
2.094
520
PT Sawit Jaya Abadi 2 (PT SJA 2)
Sulawesi Tengah
1.499
120
PT Sawit Jaya Abadi 1 (PT SJA 1)
Sulawesi Tengah
1.222
20
PT Kimia Tirta Utama (PT KTU)
Riau
1.973
PT Eka Dura Indonesia (PT EDI)
Riau
1.398
PT Subur Abadi Plantations (PT SAP)
Kalimantan Timur
1.309
PT Adau Agro Kalbar (PT AAK)
Kalimantan Barat
1.000
PT Surya Panen Subur (PT SPS)
Aceh
Total
Lihat Bagian 2.5 14.371
660
Tabel di atas ini belum mencakup deforestasi untuk pengembangan perkebunan karet. Dari tahun 2013 sampai bulan Maret 2015, anak perusahaan Astra, PT Mitra Barito Gemilang (PT MBG) di kabupaten Barito Utara, Kalimantan Selatan telah melakukan deforestasi atas 1.400 ha untuk pengembangan perkebunan karet.50 Foto: Penebangan oleh PT Subur Abadi Plantations, Kalimantan Timur, Oktober 2009
© Aidenvironment.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
17
2.3
Pengrusakan lahan gambut
Astra menghancurkan lahan gambut di Kalimantan Selatan Astra diperkirakan telah menanam pohon kelapa sawit di lahan gambut seluas 32.400 hektar. Tabel 5 menunjukkan angka-angka per perusahaan. Perkebunan tua milik Astra jarang ada yang berlokasi di lahan gambut, namun sejak 2009 terjadi penanaman di lahan gambut seluas sekitar 27.000 hektar. Semua perkebunan ini berlokasi di Kalimantan Selatan. Penanaman terbaru di lahan gambut, dan juga merupakan kawasan yang mengalami konversi yang paling luas, terjadi atas nama PT Tri Buana Mas. Perkebunan ini diperoleh Astra pada Mei 201151, dan penanaman di lahan gambut seluas sekitar 15.000 hektar terjadi dari tahun 2012 hingga akhir 2014. Tabel 5. Penanaman kelapa sawit di lahan gambut oleh Astra52 Perusahaan perkebunan PT Tri Buana Mas (PT TBM)
Provinsi Kalimantan Selatan
Penanaman 2012 - 2014
Area (ha) 14.700
PT Subur Agro Makmur (PT SAM)
Kalimantan Selatan
2009 - 2013
9.000
PT Persada Dinamika Lestari (PT PDL)
Kalimantan Selatan
2009 - 2011
2.900
PT Eka Dura Indonesia (PT EDI)
Riau, Sumatera
sebelum 2006
4.100
PT Kimia Tirta Utama (PT KTU)
Riau, Sumatera
sebelum 2006
Total
1.700 32.400
Kebijakan gambut Astra Astra tidak memiliki kebijakan tentang perlindungan lahan gambut, meskipun kenyataannya pelanggan utama mereka (Wilmar, Musim Mas, Golden Agri-Resources dan KLK) dan banyak dari para pesaingnya telah mengadopsi kebijakan untuk tidak menghancurkan lahan gambut pada kedalaman berapa pun. Selain itu RSPO juga berpandangan negatif mengenai konversi lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. Prinsip 7.4 dari Prinsip & Kriteria RSPO 2013 tentang penanaman baru menyatakan: “Menghindari penanaman ekstensif di lahan terjal, dan/atau lahan marginal dan rapuh (fragile), termasuk gambut.”53 Sementara kata "ekstensif" itu sendiri bebas untuk diterjemahkan, prinsip ini kemungkinan akan mencegah anggota aktif RSPO dari membeli konsesi yang memiliki lahan gambut sekitar 50-100%. Mulai dari akhir 2014, direktur senior Astra, Joko Supriyono memimpin suara penolakan kalangan bisnis terhadap peraturan terbaru pemerintah Indonesia tentang lahan gambut. Sebagai Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ia mengancam akan melakukan hak uji formal (formal judicial review) terhadap peraturan tersebut.54 Salah satu ketentuan dari peraturan tersebut mempersyaratkan agar ketinggian muka air tanah di perkebunan lahan gambut dipertahankan setidaknya pada 40 cm di bawah permukaan gambut.55 Tindakan ini akan melindungi beberapa lahan gambut dari pengembangan kelapa sawit dan mengurangi emisi gas rumah kaca, meskipun emisi gas rumah kaca dari perkebunan kelapa sawit lahan gambut masih akan tetap tinggi. Menurut Joko Supriyono, peraturan ini akan merugikan investasi dan para pekerja di sektor kelapa sawit, dan baru-baru ini pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana untuk merevisi persyaratan guna mengakomodasi bisnis.56
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
18
Emisi gas rumah kaca Ketika lahan gambut dikeringkan, karbon yang tersimpan akan bereaksi dengan oksigen di udara untuk mengeluarkan karbondioksida ke atmosfir. Proses oksidasi ini menyebabkan emisi CO2 tahunan sebesar 35 hingga lebih dari 80 ton CO2 per hektar (tergantung dari jenis gambut, kedalaman drainase, temperatur tanah dan faktor lain). Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca drainase harus diperkecil. Namun demikian, bahkan dengan drainase yang paling optimal sebesar 40-60 cm di lapangan, perkebunan kelapa sawit masih tetap menghasilkan jejak karbon yang tinggi, sekitar 60 ton CO2/ha/tahun.57 Ini artinya Astra menghasilkan emisi CO2 sebesar 2.0 juta ton per tahun untuk 32.400 ha melalui drainase lahan gambut (selain emisi N2O). Ini setara dengan emisi CO2 tahunan dari 830.000 mobil.58
Frekuensi kebakaran Dalam laporan kesinambungan tahun 2010 Astra menyatakan: “Tahun 2010, Perusahaan berhasil mencapai zero burning (tanpa bakar), dan tidak ada kebakaran lahan.”59 Tahun 2010 frekuensi kebakaran di Indonesia pada umumnya rendah60 dan Astra saat itu memiliki sedikit perkebunan baru yang tengah beroperasi. Sayangnya, pencapaian ini hanya bertahan sebentar, seperti terungkap dalam bukti-bukti di bawah ini. Pembakaran biomassa untuk pembukaan lahan dan pembakaran gambut yang telah dikeringkan merupakan sumber emisi gas rumah kaca terbesar kedua di daerah rawa gambut.61 Frekuensi kebakaran selama periode 2011-2014 didapatkan dari PT Tri Buana Mas (PT TBM).62 PT TBM dipilih karena proses pembukaan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut seringkali disertai dengan kebakaran. Lahan gambut yang telah rusak rentan terhadap api karena tingginya tingkat kekeringan, bertambahnya bahan bakar yang mudah terbakar (melalui drainase) dan juga kelembaban yang rendah yang ditimbulkan dari berkurangnya kanopi pohon. Pemicu kebakaran bisa tidak disengaja dan disengaja.63 Setelah mempertimbangkan semuanya, pencegahan dan respon kebakaran pada PT Tri Buana Mas dalam periode 2011-2014 ada di tingkat yang rendah. Gambar 5 di bawah ini menunjukkan bahwa ada 228 titik api di dalam wilayah PT TBM pada periode 2011-2014. Frekuensi kebakaran tersebar secara merata sepanjang tahun, dan umumnya hampir semua kebakaran terjadi saat musim kering antara Agustus-Oktober. Gambar 5 menunjukkan lokasi titik api untuk masing-masing tahun. Sulit untuk menghubungkan kebakaran dengan tingkat pengembangan perkebunan, karena citra satelit pada tahun-tahun tersebut tidak dengan jelas menunjukkan kapan drainase dan penanaman terjadi. Kebakaran yang terjadi tahun 2011, setelah akuisisi PT TBM oleh Astra, memberi kesan bahwa Astra telah mulai melakukan pengeringan karena kebakaran tersebut mengelilingi kanal-kanal drainase utama di perkebunan. Kebakaran 2014 sebagian besar berlokasi di area yang belum ditanami pohon kelapa sawit. Yang mengejutkan adalah jumlah kebakaran, terutama tahun 2013, di lokasi yang seharusnya merupakan kawasan konservasi utama Astra.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
19
Gambar 5. Titik api tahun 2011-2014 di dalam perkebunan PT Tri Buana Mas
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
20
2.4
Penghancuran habitat gajah
Satu perusahaan perkebunan misterius PT Tunggal Perkasa Plantation 3 (PT TPP 3) berlokasi di kecamatan Sampoiniet, kabupaten Aceh Jaya, provinsi Aceh, Sumatera. PT TPP 3 tidak disebutkan dalam laporan tahunan Astra dari tahun 2005 hingga 2014. Namun ia disebutkan dalam daftar kawasan Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value) milik Astra. Berdasarkan daftar ini PT TPP 3 memiliki bank tanah seluas 4.994 ha, dimana sekitar 3.230 ha telah dikonservasi oleh Astra.64 Pada September 2014 sebuah artikel di Tribun News Aceh menyebutkan bahwa PT TPP 3 memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan seluas 4.100 hektar, di mana sekitar 1.105 hektar ditanami dengan kelapa sawit.65 PT TPP 3 tidak dapat ditemukan dalam semua daftar perijinan pemerintah di kawasan tersebut, yang tersedia untuk publik.
Pembukaan area tahun 2008 Perkebunan ini terlacak dengan mengidentifikasi perkebunan kelapa sawit di sekitar Sampoiniet melalui Google Earth dan mendapatkan konfirmasi dari sumber-sumber setempat. Gambar 6 menunjukkan citra Landsat dari PT TPP 3 (hanya area yang ditanami baru-baru ini saja) pada 1 Juli 2008 dan 10 Agustus 2008. Pada citra sebelah kiri tertanggal 1 Juli 2008, tidak terlihat adanya penebangan sama sekali, sementara citra Landsat tanggal 10 Agustus 2008 menunjukkan adanya penebangan besar-besaran (daerah berwarna pink). Sebelum ditanami kelapa sawit daerah ini merupakan hutan sekunder yang telah mengalami beberapa perubahan pengusahaan. Saat ini area yang ditunjukkan dalam Gambar 6 kebanyakan ditanami kelapa sawit. Gambar 6. Astra membuka area PT Tunggal Perkasa Plantation 3 tahun 2008
Pelanggaran batas habit gajah dan harimau Dari peta nilai konservasi yang dibuat oleh koalisi LSM Eyes on the Forest Sumatra, PT TPP 3 telah melanggar batas habitat harimau dan juga gajah.66 Gambar 7 di bawah ini menunjukkan habitat yang telah ditanami dengan kelapa sawit. Pelanggaran batas habitat gajah mencapai hingga 250 hektar. Sementara itu, Astra mengklaim bahwa mereka telah menyisakan lahan seluas 3.230 ha di perkebunan PT TPP 3 untuk konservasi keanekaragaman hayati.67 Astra tidak memberitahu lokasi dari daerah konservasi ini begitu juga dengan rencana konservasinya, sehingga sulit untuk mengevaluasi apakah Astra telah menjalankan apa yang menjadi komitmennya. Astra telah membuat inventaris kawasan konservasi dan mencatat keberadaan gajah Sumatera di sana, sementara harimau tidak ditemukan. Dalam laporan kesinambungan tahun 2011, Astra
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
21
mengungkapkan bahwa spesies hewan dan tanaman berikut, yang ada di dalam daftar merah IUCN untuk spesies yang terancam punah (IUCN Red List of Threatened Species), ditemukan di area konservasi PT TPP 3: Gajah Sumatera, Trenggiling dan Dipterocarpus cornutus semuanya adalah spesies yang kritis (Critically Endagered), sementara Owa Ungko adalah spesies yang terancam (Endangered), dan Beruk serta Rusa Sambar keduanya tercatat sebagai spesies yang rentan (Vulnerable).68 Rencana tata ruang provinsi Aceh memasukkan sebuah peta konsesi milik satu perusahaan bernama PT. Beuna Coklat Corp.69, yang wilayahnya tepat sesuai dengan klaim bank tanah Astra seluas total 4.994 ha untuk PT TPP 3. Peta dari keseluruhan konsesi ditunjukkan di Gambar 7. Sangat besar kemungkinannya bahwa daerah yang tidak ditanami di konsesi ini menjadi kawasan konservasi Astra. Gambar 7. PT TPP 3 dan pelanggaran batas habitat gajah dan harimau70
Gajah Sumatera: spesies yang kritis Gajah Sumatera merupakan satu dari tiga subspesies gajah Asia, dan berdasarkan daftar merah IUCN untuk spesies yang terancam punah gajah ini adalah spesies yang kritis.71 Gajah sering terlihat di dekat desa dan lahan tanam di kecamatan Sampoiniet, dan mereka tertarik dengan buah kelapa sawit. Inilah yang menyebabkan konflik dengan manusia dan seringkali berakibat pada kematian gajah karena diracun, ditangkap, dan juga kerugian ekonomi, seperti rusaknya areal kelapa sawit. Sebaliknya, batas-batas habitat gajah telah dilanggar oleh berbagai kegiatan pertanian, dan gajah diburu untuk diambil gadingnya.72 Sampoiniet menjadi berita internasional pada Juli 2013, ketika presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan "untuk mengadili para pelaku” menyusul ditemukannya gajah berusia 30 tahun yang mati dan gadingnya diambil. Gajah tersebut, yang diberi nama Papa Genk, berkeliaran di kebun kelapa sawit.73 Setelah pembunuhan tersebut dilaporkan, kedua pasang gading diserahkan ke pihak berwajib beberapa minggu kemudian tanpa diketahui siapa pengirimnya.74
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
22
Catatan dari WWF-Indonesia memperlihatkan bahwa 36 ekor gajah mati telah ditemukan di provinsi Aceh sejak tahun 2012. Sebagian besar karena racun, namun beberapa di antaranya dibunuh dengan cara lain di dalam perkebunan kelapa sawit. Menurut perkiraan WWF, kematian gajah dalam tiga tahun terakhir di pulau Sumatera mencakup hampir 10 persen dari total jumlah gajah Sumatera yang masih hidup di alam bebas (yang diperkirakan sebanyak+ 1.700 ekor).75
Perlindungan dan manajemen rantai suplai Astra? Suratkabar Tribun News Aceh pada September 2014 mengungkapkan bahwa Astra tengah membangun pabrik kelapa sawit di Sampoiniet.76 Dua bulan sebelumnya, pada Juli 2014 jurubicara Astra mengatakan kepada suratkabar Medan Bisnis bahwa mereka telah membangun pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 45 ton tandan buah segar per jam, namun pabrik tersebut belum dapat dioperasikan.77 Pabrik ini akan menerima pasokan tandan buah segar dari PT TPP 3. Berdasarkan pengalaman dan aturan yang berlaku, dibutuhkan sedikitnya 5.000 hektar pohon kelapa sawit yang telah matang untuk memasok pabrik agar dapat memberikan keuntungan. Karena PT TPP 3 tidak memiliki hektar lahan yang mencukupi untuk memasok pabrik tersebut, beberapa tambahan pasokan akan didapatkan dari luar, dari pihak ketiga, termasuk dari petani kelapa sawit (smallholders). Tribun News Aceh, pada akhir 2013, melaporkan bahwa tengah dibentuk suatu kemitraan antara PT TPP 3 dan petani kelapa sawit untuk pengembangan 2.000 hektar kawasan kelapa sawit.78 Tidak jelas kawasan mana yang akan berkontribusi terhadap pemasokan tersebut dan juga bagaimana dengan suplai sisanya. Kelapa sawit terkadang ditanam di kawasan yang dilindungi atau di habitat gajah.79 Mengingat banyaknya bentang alam yang sensitif di wilayah tersebut, seringnya terjadi pembunuhan gajah, dan tidak transparannya rencana perusahaan, Astra tengah mengambil risiko yang besar terkait dengan reputasi dan aspek hukum. Foto. Pembukaan areal hutan dengan alat berat untuk pembangunan jalan di PT TPP 3, di luar areal penanaman, Aceh, 28 Maret 2015
© Aidenvironment. Koordinat: N 4°55'31.68", E 95°26'55.37"
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
23
Foto. Menatap daerah tanam PT TPP 3 dari area yang ditebangi, Aceh, 28 Maret 2015
© Aidenvironment. Koordinat: N 4°55'31.68", E 95°26'55.37"
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
24
2.5
Hutan lahan gambut Tripa
Ekosistem Leuser Hutan lahan gambut Tripa di provinsi Aceh adalah bagian dari Ekosistem Leuser di bagian utara Sumatera yang sudah terkenal di dunia. Tripa adalah rumah bagi orang-utan Sumatera yang terancam punah, tanah gambutnya menyimpan jutaan ton karbon, dan memiliki peran yang sangat vital bagi mata pencaharian masyarakat di sekitar. Rencana tata ruang nasional yang dibuat tahun 2008 di bawah,Peraturan Pemerintah 26/2008, melarang terjadinya kerusakan lebih jauh di ekosistem Tripa karena lokasinya yang berada di dalam kawasan Ekosistem Leuser; sebuah cagar biosfer dunia (UNESCO World Heritage Biosphere Reserve) yang oleh pemerintah Indonesia dianggap memiliki “nilai konservasi dan strategis” khusus.80 Pembukaan lahan oleh Astra tahun 2007-2009 Ekosistem Tripa dan Leuser terancam oleh pengembangan kelapa sawit. Tahun 2007, perusahaan perkebunan Astra PT Surya Panen Subur (PT SPS) mulai membuka lahan dan melakukan penanaman di dalam ekosistem Tripa, dan dari tahun 2007 hingga 2009 perusahaan ini telah melakukan pembukaan lahan gambut seluas ribuan hektar. LSM Yayasan Ekosistem Lestari telah melakukan dua kali penerbangan di atas rawa gambut Tripa pada Juni 2009, dan melaporkan kebakaran di perkebunan, pembukaan lahan yang sangat luas dan banyaknya pohon yang mati. Sekitar pertengahan 2009, sebuah koalisi kelompok lingkungan hidup mengambil langkah untuk menghentikan Astra, dan mengirimkan petisi kepada pimpinan Jardine Matheson.81
Astra menjual karena tekanan Astra merespon hal ini dengan menjual PT SPS pada Oktober 2010, setelah adanya perjanjian bersyarat pada Agustus 2010, dan pemilik baru membayar sebesar 27 juta dolar AS. Astra beralasan bahwa total area yang ditanami tidak memenuhi skala ekonomis untuk dikelola oleh Astra. PT SPS dibeli oleh PT Agro Maju Raya (Amara) dan PT Hamparan Sawit Nusantara.82 Amara didirikan pada pertengahan 2010 dengan tujuan awal membeli PT SPS. Per Oktober 2010, pada saat penjualan oleh Astra, daerah tanam PT SPS mencapai sekitar 3.600 hektar. Hingga akhir tahun 2012 daerah yang ditanami telah bertambah hingga menjadi 8.000 hektar. Pemilik baru juga membangun pabrik kelapa sawit untuk mengolah panen buah tandan segar menjadi minyak kelapa sawit.83 Terlihat jelas bahwa skala ekonomi perkebunan bukanlah alasan dari dijualnya PT SPS oleh Astra. Baru-baru ini presiden direktur Amara mengatakan bahwa alasannya adalah tekanan dari Jardine, yang dipicu oleh LSM.84
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
25
2.6
Konservasi keanekaragaman hayati
Kawasan Nilai Konservasi Tinggi (HCV) Astra Meskipun Astra bukanlah anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), yang mewajibkan pengidentifikasian dan pengelolaan kawasan Nilai Konservasi Tinggi (HCV), sepertinya sejak tahun 2006 Astra sudah mulai mencadangkan sebagian kawasan konsesinya untuk konservasi keanekaragaman hayati.85 Pada awal tahun 2006 Astra menandatangani perjanjian dengan WWF Indonesia, yang diikuti dengan dilakukannya penilaian kawasan HCV di dalam perkebunan PT Karyanusa Eka Daya di Kalimantan Timur.86 Sejak itu Astra telah memperluas kawasan HCV-nya. Dalam laporan kesinambungan tahun 2009 perusahaan ini mengatakan: “Sejak tahun 2006, Perusahaan telah melakukan identifikasi dan penilaian HCV di daerah-daerah baru sebelum memulai pembukaan lahan mana pun. Perusahaan berkomitmen untuk mengkonservasi kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi di setiap perkebunan baru.”87 Tidak jelas standar atau pendekatan teknis seperti apa yang diterapkan Astra untuk mengidentifikasi kawasan HCV, namun saat ini Astra melaporkan kawasan HCV seluas total 26.299 ha88 di seluruh perkebunannya, setara dengan 9% dari daerah yang ditanami kelapa sawit.
Kegiatan konservasi kebanyakan tidak jelas Sejak mempublikasikan laporan kesinambungan tahun 2011 pada Mei 2012, Astra belum memberikan informasi baru apa pun terkait dengan kegiatan konservasinya. Karena itu, hampir tidak ada informasi yang tersedia tentang kawasan HCV di wilayah ekspansi Astra yang terbaru di Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat. Selain itu tidak tersedia informasi mengenai kegiatan konservasi Astra di PT Tunggal Perkasa Plantation 3. Sebenarnya, Astra belum memberikan informasi apa pun terkait dengan sasaran dan kegiatan konservasinya di sekitar 17.000 ha dari 26.000 ha kawasan peruntukan HCV. Kebanyakan informasi yang tersedia untuk publik adalah mengenai kawasan konservasi Astra di dalam PT Sukses Tani Nusasubur (PT STN) dan PT Karyanusa Eka Daya (PT KED). Wilayah ini, bersama-sama, menjadi bagian dari program Astra Agro Biodiversity Conservation (AABC), di mana spesies pohon yang terancam telah ditambahkan ke dalam keanekaragaman hayati di kawasan berhutan. Wilayah PT STN terdiri dari ekosistem Karst, suatu formasi batu kapur yang ketika terjadi erosi menyebabkan timbulnya tanah amblas (sinkholes), lorong vertikal, hilangnya sungai dan mata air, hingga sistem drainase dan gua bawah tanah yang rumit.89
Penanaman pohon bakau Selain menyisihkan kawasan HCV, Astra juga melakukan program Konservasi Bakau. Per Juni 2014 Astra telah menanam 157.000 pohon bakau di sepanjang pantai Sulawesi Barat, di kabupaten Mamuju Utara. Perusahaan mentargetkan untuk menanam hingga 400.000 pohon pada tahun 2020.90 Menurut Astra, rawa gambut “memainkan peran yang sangat penting dalam menstabilkan wilayah pantai, melemahkan intrusi air laut, memecah kekuatan angin topan, menghasilkan nutrisi, memberikan kayu dan makanan hewan, dan menciptakan tempat pembibitan untuk beragam spesies ikan dan kerang.”91
Spesies di daftar merah IUCN Pada akhir tahun 2011 Astra telah memonitor dan mengidentifikasi 490 spesies tanaman kayu, 57 spesies mamalia, 267 spesies burung, 30 spesies reptil dan 24 spesies binatang amphibi di dalam kawasan konservasinya di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Beberapa spesies diidentifikasi sebagai spesies yang dilindungi berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dan daftar merah International Union for the Conservation of Nature and Natural
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
26
Resources (IUCN) dan juga konvensi perdagangan internasional untuk spesies tumbuhan dan satwa liar (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES).92 Dalam laporan kesinambungan tahun 2010 dan 2011 Astra memberikan daftar kawasan HCV miliknya, dan semua spesies hewan dan tumbuhan yang telah diinventarisir yang masuk dalam daftar merah IUCN untuk spesies yang terancam punah (IUCN Red List of Threatened Species) yang ada di kawasan tersebut.93
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
27
2.7
Isu-isu sosial
Pembangunan masyarakat Astra melakukan beberapa kegiatan untuk mendukung pembangunan masyarakat, yang fokus pada pendidikan, kesehatan dan usaha kecil. Melalui program kegiatan yang menghasilkan pendapatan (Income Generating Activities/IGA) mereka mendukung beberapa usaha kecil seperti penanaman kelapa sawit (kadang-kadang dicampur dengan menanam kacang tanah dan jagung), peternakan sapi, peternakan ayam, perikanan darat dan hortikultura.94 Sebagai tambahan, dari 298.000 hektar penanaman kelapa sawit oleh Astra, lebih dari 62.000 hektar (20,9%95) dikelola oleh petani kelapa sawit. Sumatera berkontribusi terhadap 48.000 hektar perkebunan plasma, sementara Sulawesi dan khususnya Kalimantan memiliki relatif sedikit petani kelapa sawit Astra. Perkebunan plasma merupakan kemitraan antara Astra dan masyarakat. Setelah tiga atau empat tahun saat tanaman telah memasuki usia matang, atau saat koperasi plasma sudah terbentuk dengan kuat, perkebunan diserahterimakan kepada petani kelapa sawit untuk dikelola sendiri. Pengembangan perkebunan plasma dibiayai sendiri atau dapat dibiayai oleh bank atau perusahaan. Petani lokal seringkali bergabung di dalam koperasi. Setelah serah terima perkebunan plasma oleh Astra, petani diwajibkan untuk menjual panen mereka ke perusahaan.96 Sejak tahun 2007, peraturan menteri menyebutkan bahwa petani kelapa sawit harus mendapatkan 20% dari total kawasan yang dikelola oleh perusahaan.97 Hal ini ditegaskan kembali pada Oktober 2014 dengan UU Perkebunan yang baru. Perusahaan akan kehilangan ijin dalam masa tiga tahun sejak dikeluarkan jika mereka gagal menyediakan lahan untuk petani kelapa sawit.98 Namun demikian, pada praktiknya, sanksi ini jarang diterapkan. Sepanjang tahun, pertumbuhan kawasan petani kelapa sawit tidak mampu mengejar pertumbuhan perkebunan yang dikelola oleh Astra itu sendiri (perkebunan nukleus). Pada akhir tahun 2006 Astra memiliki lahan petani kelapa sawit seluas 55.000 ha, yaitu 26% dari total kawasan yang ditanami.99
Sengketa lahan Baru-baru ini Astra terlibat sengketa lahan yang besar dengan masyarakat.Tiga dari sengketa tersebut dijelaskan di bawah ini. Bagian berikutnya yaitu tentang rencana Astra untuk perkebunan tebu di Papua juga terkait dengan sengketa lahan. Kegiatan yang dijelaskan di bawah ini merupakan pelanggaran nyata terhadap persyaratan dari para pelanggan terbesar Astra, yaitu agar suplier mereka menghormati hak tenurial lahan, termasuk hak masyarakat adat dan komunitas setempat untuk memberikan atau tidak memberikan Persetujuan Bebas, Didahulukan, Diinformasikan (Free, Prior, and Informed Consent) terhadap semua pembangunan atau operasi baru di tanah mereka, tempat dimana hak-hak hukum, komunal, atau adat ada pada mereka.
1. Seruan Orang Rimba PT Sari Aditya Loka (PT SAL) berlokasi di kabupaten Sarolangin di provinsi Jambi di Sumatera. Perkebunan ini mencakup lahan seluas 20.000 hektar termasuk plasma, dan didirikan pada 1988.100 PT SAL berlokasi di dalam kawasan Orang Rimba semi-nomaden. Orang Rimba adalah masyarakat adat dari provinsi Jambi. Mereka berjumlah sekitar 4.500 orang, dan hidup tersebar di empat kabupaten di Jambi. Populasi yang terbesar ada di dalam dan di sepanjang Taman Nasional Bukit Duabelas. PT SAL milik Astra berlokasi bersebelahan dengan taman nasional.101 Adat dan budaya Orang Rimba sangat berhubungan erat dengan hutan, yang menjadi dasar tumpuan mata pencaharian tradisional mereka. Banyak kelompok Orang Rimba yang telah kehilangan tanah adat mereka karena program perkebunan kelapa sawit dan transmigrasi. Kelompok-kelompok ini
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
28
tidak lagi bisa menjalankan kehidupan tradisional mereka seperti berburu, meramu/mengumpulkan dan bercocok tanam. Sebagai akibatnya banyak Orang Rimba yang kemudian menjadi miskin dan saat ini kebanyakan bertahan hidup dengan mengumpulkan sampah, menangkap hewan seperti ular, kadal dan babi hutan, mengumpulkan kacang-kacangan, pisang, jengkol (sebagian merupakan hasil perkebunan masyarakat), dan kadang-kadang mencuri. Sejak tahun 1977 ada 14 Orang Rimba yang tewas karena berkonflik dengan warga desa.102 Konflik tersebut muncul akibat adanya perbedaan sosial antara Orang Rimba dan warga desa yang hidup saling berdekatan, kebencian lama warga desa terhadap Orang Rimba, dan pencurian yang dilakukan oleh Orang Rimba karena mereka tidak memiliki mata pencaharian.103 LSM Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencoba untuk memperbaiki situasi Orang Rimba, dan telah membuat peta lokasi kelompok Orang Rimba yang ada saat ini, yang telah kehilangan tanah dan hutan adat mereka. Sekitar 434 orang dari 102 keluarga hidup dalam kondisi yang sulit di dalam perkebunan kelapa sawit PT SAL, mereka tidur di gubuk-gubuk sementara dan seringkali diusir oleh pekerja perkebunan. Perkebunan ini berlokasi di tanah adat mereka, tempat dimana mereka memiliki ikatan spritual yang kuat dan karenanya tidak akan mereka tinggalkan. KKI Warsi telah meminta agar Astra memberikan plot-plot lahan kecil kepada keluarga Orang Rimba yang terkena dampak, untuk ditanami karet atau kelapa sawit sehingga mereka dapat hidup dengan layak dan memberi makan anak-anak mereka. Opsi lain adalah agar Astra memberikan bantuan dalam hal pendidikan/pelatihan, kesehatan dan pembangunan ekonomi Orang Rimba.104 Astra jarang sekali bersedia untuk berbicara dengan KKI Warsi, jadi LSM ini berharap ada jalur lain yang akan membawa isu ini ke manajemen Astra.105 Foto. Keluarga Orang Rimba yang tinggal di dalam perkebunan kelapa sawit (PT KDA, bukan milik Astra), Jambi, Juni 2014
© Aulia Erlangga, dibuat untuk KKI Warsi
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
29
2. Masyarakat meminta kompensasi Selama beberapa tahun terakhir perusahaan perkebunan Astra PT Waru Kaltim Plantation (PT WKP) di kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur menjadi lokasi banyaknya demonstrasi dan aksi masyarakat yang mengklaim bahwa Astra telah memanfaatkan tanah adat mereka. Mereka ingin tanah mereka kembali, dan meminta kompensasi atas tahun-tahun yang telah dihabiskan Astra di tanah mereka. Pada Juli 2011, Ramli yang menjadi koordinator aksi dikutip mengatakan: “Kasus ini sudah berlangsung lama, tapi mereka [PT WKP] tampaknya tidak peduli pada kami, karena itulah kami berdemo di perkebunan. Kami tidak akan berhenti hingga tuntutan kami dipenuhi.”106 Pada Juni 2013 sekitar 300 orang dari empat desa (Kelurahan Waru, Apiapi, Sesulu dan Bangun Mulya) melakukan demonstrasi lain. Masyarakat mengajukan klaim sebesar 80 miliar rupiah sebagai kompensasi atas 1.800 ha yang dimanfaatkan oleh PT WKP sejak tahun 1983, tanpa mendapatkan ijin dari masyarakat.107 Masyarakat sudah meminta kompensasi ini selama empat tahun. Astra tampaknya hanya mau memberikan kompensasi dalam jumlah yang kecil.108 Bulan berikutnya, Juli 2013 polisi dan tentara mengawal Astra dan mengamankan kegiatan panen kelapa sawit di lahan seluas 1.800 hektar. Manajer hubungan masyarakat PT WKP mengatakan, “Pengamanan dilakukan untuk mencegah gangguan dari masyarakat yang tidak menyetujui keputusan perusahaan untuk memanen di lahan ini,” dan menambahkan bahwa lahan tersebut masih tetap milik mereka.109 Pada Agustus 2013 penduduk desa Bangun Mulya memblokade pintu masuk PT WKP karena isu yang lain. Warga desa meminta perusahaan bertindak mengatasi debu jalanan yang mengganggu mereka dan memperbaiki kerusakan jalan yang disebabkan oleh truk kelapa sawit perusahaan.110
3. Serangan ke pemukiman masyarakat Pada Juli 2011, masyarakat di sekitar perkebunan PT Tunggal Perkasa Plantations (PT TPP) milik Astra di provinsi Riau melakukan protes terhadap kemungkinan perpanjangan ijin HGU (Hak Guna Usaha) PT TPP, dan meminta lahan untuk petani sawit. Pada saat itu, HGU untuk area seluas 10.244 hektar tersebut akan berakhir pada 31 Desember 2012.111 PT TPP mendapatkan perpanjangan HGU-nya pada 9 September 2013. Pada tahun itu sekitar September/Oktober para pekerja PT TPP (menurut dugaan dihasut oleh Astra) menyerang pemukiman masyarakat yang menempati kawasan konsesi PT TPP. Beberapa orang cedera, barakbarak masyarakat dibakar dan 23 sepeda motor milik warga dihancurkan.112 Pada Agustus 2014, Astra menyatakan mereka memiliki hak untuk beroperasi di seluruh kawasan HGU. Masyarakat meminta agar 20% dari kawasan tersebut dialokasikan untuk lahan petani kelapa sawit.113
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
30
2.8
Perkebunan tebu di Papua
Proyek MIFEE Kawasan pangan dan energi terpadu di Merauke atau Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) dibentuk oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2009. MIFEE bertujuan untuk memproduksi pangan dan energi dengan mengembangkan pertanian yang didasarkan pada beras, kelapa sawit, tebu, kakao, dan kedelai di kabupaten Merauke, Papua. Sekitar 1,6 juta ha lahan telah dialokasikan, termasuk kawasan hutan primer, hutan yang dilindungi, lahan gambut dan daerah aliran sungai. Respon suku-suku asli Papua, seperti Marind, Muyu, Mandobo, Mappi dan Ayu terhadap proyek MIFEE sangat negatif.114
Astra dan MIFEE Di bulan Maret 2013, Astra mengatakan bahwa mereka tengah mengkaji ulang rencana membuka kawasan lahan seluas 20.000 hektar di Merauke untuk perkebunan tebu dan pabrik gula. Tofan Mahdi, Kepala Hubungan Masyarakat mengatakan, “Kami masih mendiskusikan potensinya dan tengah melakukan studi lebih jauh. Lahan dan volume produksi adalah faktor penentu utama.”115 Pada Juni 2013 Tofan Mahdi mengumumkan bahwa infrastruktur yang mahal juga menjadi faktor penting yang lain.116 Bulan April 2014, publik mengetahui bahwa perusahaan PT Dharma Agro Lestari (PT DAL) milik Astra telah menerima ijin lokasi untuk 50.000 hektar lahan untuk perkebunan tebu di kecamatan Tubang pada tahun 2011,117 dan Ijin Usaha Perkebunan (IUP) pada April 2013.118
Adu domba dan kuasai LSM Awas MIFEE pada Agustus 2013 melaporkan bahwa PT DAL telah mendirikan camp di Kampung Welbuti. Menurut laporan, mereka mencoba untuk memenangkan suara rakyat dengan menawarkan layanan kesehatan dan pendidikan.119 LSM Pusaka melaporkan bahwa pada bulan Agustus 2014 Astra telah mengembangkan kebun percontohan di desa Alaku, kecamatan Okaba.120 Warga di beberapa desa di kecamatan Tubang, Ilwayab dan Okaba menuduh PT Astra dan PT Mayora (perusahaan lain yang berniat membuka perkebunan tebu di kawasan ini) melakukan strategi dengan bebas membujuk atau merekrut beberapa individu tertentu menjadi pro-perkebunan dan mempromosikan kepentingan mereka, yang menyebabkan timbulnya konflik di desa-desa. Di beberapa desa, perusahaan dilaporkan merekrut perantara untuk bertindak atas nama mereka, yang berkolaborasi dengan karyawan keamanan untuk menuduh orang lain sebagai pemberontak dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kekerasan militer dan tekanan indiskriminasi terhadap tersangka anggota OPM di Papua Barat sudah diketahui luas, dan seringkali menyebabkan kepanikan di desadesa.121 Dalam hal ini, tampaknya Astra tidak menghormati prinsip-prinsip Persetujuan Bebas, Didahulukan, Diinfomasikan di masyarakat.
Penolakan dari desa-desa yang bersatu Di kawasan yang sama, warga dari kampung Woboyu menjadi khawatir ketika mereka mendengar berita bahwa warga kampung Welbuti setuju bekerja sama dengan Astra untuk memetakan batasbatas tanah adat. Saat itu ada kesepakatan di antara seluruh desa-desa untuk sama sekali tidak bekerja sama dengan perusahaan tersebut.122 Pada Agustus 2013, sekitar 100 orang dari kecamatan Okaba, Ilwayap dan Tubang menduduki kantor PT Mayora dan Astra, dan dengan tegas menolak
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
31
kehadiran perusahaan tersebut di daerah mereka.123 “Kami bersatu dalam aspirasi dan ekspresi untuk menolak,” kata ketua forum yang mewakili masyarakat dan kaum intelektual.124 Pada Mei 2013, forum ini sudah mengirimkan pernyataan yang menolak investasi korporasi kepada Bupati Merauke.125
Kembalikan hak adat Pada tanggal 25 Juli 2013, 26 LSM Indonesia dan Forest Peoples Programme mengirimkan sebuah permohonan kepada Komite Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial (UN CERD) melalui Prosedur Aksi Darurat dan Peringatan Dini (Urgent Action and Early Warning Procedures), untuk mempertimbangkan lebih jauh situasi masyarakat adat di Merauke.126 Pada 2 September 2013, LSM Forest Peoples Programme, Pusaka, Sawit Watch dan Down to Earth menyerukan penundaan proyek MIFEE sambil menunggu ganti rugi untuk masyarakat setempat.127 Pada 30 Agustus 2013, pimpinan UN CERD Alexei Avtonomov menulis surat kepada Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Perserikatan Bangsa Bangsa. Diantaranya Komite menyampaikan bahwa Mahkamah Agung Indonesia telah memutuskan pada tanggal 16 Mei 2013 bahwa beberapa ketentuan dalam UU Kehutanan No. 41/1999 tidak konstitusional karena adanya pengklasifikasian hutan adat sebagai bagian dari hutan negara. UU Kehutanan ini menyebabkan masyarakat adat, seperti mereka yang terkena dampak proyek MIFEE, kehilangan hak atas tanah mereka karena diterapkannya hak kepemilikan negara.128
Status proyek Astra saat ini Rencana Astra untuk mengembangkan perkebunan tebu mendapat penolakan dari masyarakat adat di kecamatan Tubang, yang juga mendapat dukungan dari Mahkamah Agung terkait dengan hak adat mereka atas hutan. Saat ini Astra belum melakukan pembukaan lahan di dalam kawasan konsesinya, dan masih belum jelas juga apakah bisnis ini dapat dilaksanakan. Namun demikian, tidak ada juga laporan bahwa Astra telah meninggalkan proyek tersebut.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
32
3.
Para pemangku kepentingan menuntut kesinambungan
No Deforestation, No Peat, No Exploitation Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri-Resources bersama-sama berkontribusi terhadap 47% pendapatan Astra (lihat Gambar 3). Wilmar, Musim Mas dan Golden Agri-Resources, semuanya telah mengadopsi kebijakan kesinambungan yang telah dilanggar oleh Astra karena menolak mengadopsi kebijakan tentang deforestasi, penghancuran hutan gambut dan hak asasi manusia dan hak-hak pekerja. Jika Astra masih terus menolak mematuhi hal ini maka ia berisiko kehilangan para pelanggan, yang nantinya akan membawa dampak serius terhadap pendapatan bersih dan harga sahamnya. Pada tanggal 5 Desember 2013, Wilmar International mengadopsi kebijakan tidak deforestasi, tidak gambut, dan tidak eksploitasi. Kebijakan ini secara jelas berlaku pada seluruh rantai suplai minyak sawit Wilmar, termasuk suplier pihak ketiga. Wilmar meminta para suplier untuk segera menghentikan pembukaan di seluruh kawasan Nilai Konservasi Tinggi (HCV), Cadangan Karbon Tinggi (HCS) dan lahan gambut (berapa pun kedalamannya) Sebagai tambahan, Wilmar meminta seluruh supliernya untuk menegakkan hak asasi manusia dan hak pekerja dan mengakui hak masyarakat setempat untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (FPIC) terhadap pembangunan baru di tanah mereka. Wilmar mempersyaratkan suplier pihak ketiga untuk menerapkan kebijakan dan praktik yang sama pada akhir 2015.129 Pada Januari 2015, perusahaan ini mengumumkan sebagian besar suplier (hingga di tingkat pabrik kelapa sawit) yang melakukan pengiriman ke kilang minyak dan perusahaan oleochemical milik mereka.130 Pada Desember 2014, Musim Mas131 juga mengumumkan kebijakan kesinambungan yang baru, yang berlaku untuk operasinya sendiri dan meminta suplier pihak ketiga untuk menaati praktik tidak deforestasi, tidak gambut, tidak eksploitasi, dan meminta mereka untuk membuat kebijakan demi mencapai tujuan tersebut pada akhir tahun 2016. Musim Mas baru-baru ini mempublikasikan daftar awal dari suplier CPO-nya.132 Pada bulan Februari 2014, Golden Agri-Resources mengumumkan bahwa supplier pihak ketiga juga harus mematuhi kebijakan kesinambungan tersebut.133
Kuala Lumpur Kepong (KLK) Usaha patungan Astra-KLK Pte. Ltd., 51% dimiliki oleh KLK, memiliki andil dalam 19% pendapatan Astra di tahun 2014. Pembelian CPO KLK dari Astra memberikan tambahan 5% terhadap andil atau kontribusi KLK terhadap pendapatan Astra. KLK diposisikan untuk menjadi pelanggan yang lebih besar lagi sekarang karena usaha patungannya saat ini, dengan Astra di Sulawesi, telah diikuti dengan usaha patungan lain di Sumatera. Pada Desember 2014, Kuala Lumpur Kepong (KLK) mempublikasikan kebijakan kesinambungan yang baru. Namun demikian, persyaratan KLK yang berhubungan langsung dengan suplier pihak ketiga masih belum jelas, karena tidak adanya rencana implementasi tentang bagaimana hal tersebut akan menjamin kepatuhan dari seluruh rantai suplainya.134 Tambahan lagi, analisa yang dilakukan baru-baru ini mengungkapkan bahwa meskipun ada kebijakan tersebut, KLK masih memiliki isu-isu serius yang belum diselesaikan, dalam hal operasinya dan pembelian dari sejumlah suplier pihak ketiga yang tidak diumumkan, yang berisiko tinggi melakukan produksi yang tidak bertanggung jawab.135 Pada bulan Maret 2015, KLK mengatakan bahwa perusahaan itu sedang “dalam proses pengerjaan ketertelusuran untuk rantai pemasokannya”. Penerbitan laporan perkembangan pertama tentang pelaksanaan kebijakan kesinambungan direncanakan untuk akhir bulan Mei 2015.136
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
33
Kemitraan yang dibentuk Astra dengan KLK baru-baru ini dapat dipandang sebagai upaya terakhirnya untuk memasukkan minyak sawit yang dihasilkan dengan tidak bertanggung jawab ke pasar internasional dan menghindari kepatuhan terhadap kebijakan Wilmar dan Musim Mas. Dengan demikian, sebelum KLK memperkuat kebijakan untuk mencakup seluruh rantai suplainya, ia akan menjadi pihak yang membuat Astra masih melakukan deforestasi.
Dana Pensiun Global Pemerintah Norwegia Perusahaan pengelola dana surplus pemerintah terbesar di dunia, Norwegian Government Pension Fund Global (GPFG), merupakan pemain utama di bidang Investasi Bertanggung jawab Sosial. Dana pensiun ini memandang perusahaan dan sektor-sektor dengan “praktik sosial dan lingkungan yang tidak berkesinambungan” sebagai sebuah risiko terhadap sasaran keuangan jangka-panjangnya, dan telah melakukan penjualan strategis ekuitas di sektor minyak sawit, batu bara dan pertambangan. Hingga akhir 2013, Dana pensiun ini telah melepaskan 27 perusahaan minyak sawit karena melakukan “praktik produksi yang tidak berkesinambungan.”137 Astra Agro Lestari dilepaskan oleh GPFG pada tahun 2011.138 Namun demikian, GPFG merupakan pemegang saham besar di induk perusahaan Astra: Jardine Matheson, Jardine Strategic, Jardine Cycle & Carriage dan Astra International. Nilai pasar dari investasi GPFG di perusahaan-perusahaan yang menguasai Astra adalah sebesar 4,1 miliar kroner Norwegia (setara dengan 541 juta dolar AS) pada akhir 2014.139 Sejak akhir tahun 2010, GPFG telah menambah kepemilikan saham di perusahaan-perusahaan yang menguasai Astra. Hingga akhir tahun 2014, nilai pasar dari investasi ini 148% lebih tinggi dibandingkan dengan di akhir 2010.140 Induk perusahaan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan anak perusahaan, dengan demikian jelas ada risiko bahwa induk perusahaan Astra akan dikeluarkan secara resmi dari GPFG, meskipun dana pensiun ini tidak lagi melakukan investasi di Astra Agro Lestari. Selain analisa risiko yang dilakukan oleh dana pensiun dan pelaksanaan hak kepemilikan, Parlemen Norwegia telah membuat panduan untuk mengobservasi perusahaan-perusahaan dan mengeluarkannya dari GPFG.141 Perusahaan-perusahaan yang kedapatan oleh Dewan Etik independen GPFG telah menyebabkan “kerusakan lingkungan yang parah” dapat dikeluarkan dari dana pensiun. Dalam penilaiannya terhadap perusahaan minyak sawit yang lain, Dewan Etik telah memberikan penekanan pada skala konversi hutan atau lahan gambut, dan hilangnya nilai keanekaragaman hayati.142 Bulan Maret 2015, Norges Bank Investment Management (NBIM, yang bertanggung jawab mengelola GPFG Norwegia) mengeluarkan sebuah laporan mengenai harapannya terhadap perusahaan tempat mereka berinvestasi, dalam hal manajemen risiko perubahan iklim. Isu-isu deforestasi hutan tropis telah dimasukkan dalam laporan ini. Laporan tersebut berbunyi: ·
·
“Perusahaan-perusahaan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap hutan tropis harus menyampaikan informasi mengenai dampak operasi mereka terhadap iklim serta ‘jejak kaki’ hutan tropisnya. Perusahaan-perusahaan juga wajib menjelaskan cara yang digunakan untuk memantau dampaknya terhadap hutan tropis dari waktu ke waktu. Dan terakhir, perusahaan harus menjelaskan apakah dan bagaimana mereka melakukan praktik terbaik dan mematuhi standar internasional untuk produksi komoditas pertanian yang berkesinambungan atau pengelolaan hutan yang lestari.” “Perusahaan-perusahaan yang melaksanakan kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap hutan tropis harus menilai dampaknya melalui, misalnya, analisis siklus hidup, dan memiliki strategi untuk mengurangi deforestasi sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan sendiri atau dari rantai pasokannya.”143
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
34
Kesimpulan Kebijakan dan praktik bisnis Astra semakin bertentangan dengan transformasi yang sedang terjadi yang menuju ke lingkungan hidup yang berkesinambungan dan sourcing yang bertanggung jawab di sektor minyak sawit. Mereka belum bergabung dengan gelombang kebijakan yang terjadi baru-baru ini No deforestation, No Peat, No Exploitation yang disokong oleh para pelanggannya dan oleh perkebunan dan pedagang utama. Mereka masih tetap menolak bergabung dengan RSPO, yang semakin besar pengaruhnya di pasar internasional. Kedua perkembangan ini dapat mempengaruhi bisnis Astra secara negatif. Perusahaan mengakibatkan beberapa hubungan komersial jangkapanjangnya dalam risiko, dan berpotensi membatasi akses ke pasar internasional di masa depan. Astra mendapatkan separuh pendapatannya dari para pelanggan yang telah memiliki kebijakan untuk membuat Astra menaati No deforestation, No Peat, No Exploitation. Astra dan induk perusahaannya, Jardine Matheson, menghadapi risiko besar terhadap reputasi mereka akibat deforestasi, konversi lahan gambut, hilangnya keanekaragaman hayati dan sengketa lahan. Sebagai pemilik Astra, Jardine Matheson memiliki tanggung jawab terhadap para pemegang sahamnya untuk meminta Astra mengadopsi kebijakan produksi dan sourcing yang bertanggung jawab. Astra harus segera mengadopsi kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation, menaati benchmark baru untuk produksi yang bertanggung jawab, termasuk: perlindungan hutan yang bernilai konservasi tinggi dan memiliki cadangan karbon yang tinggi (seperti yang didefinisikan oleh HCS steering group), perlindungan lahan gambut dengan kedalaman berapa pun, tidak ada pembakaran, ketaatan terhadap norma internasional tentang hak asasi manusia dan hak pekerja, pengakuan hak masyarakat untuk memberikan atau tidak memberikan Persetujuan Bebas, Didahulukan, Diinfomasikan, transparansi dan keterlacakan. Kebijakan ini harus diterapkan pada seluruh operasi global Astra, suplier pihak ketiga dan mitra usaha patungan, dan perusahaan harus mendapatkan verifikasi dari pihak ketiga yang independen dan kredibel mengenai kepatuhan terhadap kebijakan tersebut. Induk perusahaan Astra berisiko dikeluarkan secara resmi dari perusahaan pengelola dana surplus pemerintah, Dana Pensiun Global Pemerintah Norwegia (GPFG), terkait dengan komitmen Dana Pensiun untuk tidak melakukan investasi pada perusahaan yang menyebabkan “kerusakan lingkungan yang parah”. Bahkan tanpa perintah untuk mengeluarkan secara resmi pun, perusahaan yang menguasai Astra berkemungkinan dikeluarkan dari Dana Pensiun karena risiko bisnis yang terkait dengan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan Astra Agro Lestari. Astra Agro Lestari sendiri telah dikeluarkan pada tahun 2011. Nilai pasar investasi GPFG di perusahaan yang menguasai Astra adalah sebesar lebih dari 541 juta dolar AS pada akhir tahun 2014. Jika GPFG mengeluarkan perseroan induk Astra (controlling companies), maka mereka tidak hanya akan kehilangan pemegang saham yang penting, tapi juga sekumpulan badan-badan investasi yang secara rutin mengikuti contoh yang ditunjukkan GPFG.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
35
Glosarium dan istilah yang digunakan
CO2
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (konvensi perdagangan internasional untuk spesies tumbuhan dan satwa liar) Carbon dioxide (karbondioksida)
CPO
Crude Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)
dolar AS
Dolar Amerika Serikat (United States Dollar)
FFB
Fresh Fruit Bunches (tandan buah segar/TBS)
FPIC
HGU
Free, Prior, and Informed Consent (Persetujuan Bebas, Didahulukan, Diinfomasikan) Indonesian Palm Oil Producers Association (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Norwegian Government Pension Fund Global (Dana Pensiun Global Pemerintah Norwegia) High Carbon Stock (Cadangan Karbon Tinggi). Standar terbaru HCS-untuk industri mencakup Hutan dengan Kepadatan Tinggi, Kepadatan Sedang, Kepadatan Rendah dan Hutan yang Tumbuh Kembali, dan tidak mengikutsertakan kelapa sawit ke dalam jenis hutan ini. Kategori Scrub and Cleared/lahan terbuka dianggap sebagai stok karbon rendah dan kemungkinan cocok untuk pengembangan kebun kelapa sawit. Standar ini dibuat oleh Golden Agri-Resources (GAR), The Forest Trust (TFT) dan Greenpeace.144 High Conservation Value (Nilai Konservasi Tinggi). HCV tidak berhenti hanya sampai perlindungan spesies dan ekosistem. RSPO telah mengidentifikasi dan mendefinisikan enam kategori kawasan HCV.145 Kawasan HCV juga termasuk jasa-jasa ekosistem yang penting untuk aliran air dan penahanan erosi, lokasi-lokasi yang penting bagi pemenuhan kebutuhan dasar penduduk setempat atau masyarakat adat, dan lokasi yang memiliki nilai budaya tinggi. Right to Exploit (Hak Guna Usaha)
ISPO
Indonesian Sustainable Palm Oil System
IUCN
International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
IUP
Plantation Business Permit (Ijin Usaha Perkebunan)
KKI Warsi
Komunitas Konservasi Indonesia Warsi
RSPO
Roundtable on Sustainable Palm Oil
WWF
World Wide Fund for Nature
YMP
Yayasan Merah Putih
CITES
GAPKI GPFG
HCS
HCV
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
36
Referensi 1
Golden Agri-Resources, dimana PT SMART Tbk terdaftar di Bursa Saham Indonesia, merupakan perusahaan swasta terbesar yang mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 471.100 hektar di Indonesia. Sumber: Golden Agri-Resources Ltd, “Company Presentation”, November 2014, page 8, http://bit.ly/1yIzPBy
2
PT Astra Agro Lestari and subsidiaries, “Consolidated financial statements 31 December 2005 and 2004”, http://bit.ly/1xBhPs6
3
Astra Agro Lestari, “Annual report 2014”, pages 5, 27 and 148, http://bit.ly/1wQU65u Digunakan nilai tukar yang sama dengan yang digunakan dalam laporan keuangan Astra 31 Desember 2014: 12.440 rupiah untuk satu dolar AS.
4
Astra Agro Lestari, “Annual report 2014”, page 6, http://bit.ly/1wQU65u
5
Astra Agro Lestari, “Annual reports 2009 and 2010”, http://bit.ly/1wQU65u
6
Astra Agro Lestari, “Annual reports 2011 - 2014”, http://bit.ly/1wQU65u
7
Astra Agro Lestari, “Annual reports 2007 - 2014”, http://bit.ly/1wQU65u
8
Kontan, “Ini ringkasan berita Bursa hari ini”, 1 December 2014, http://bit.ly/1y3aGfU
9
Indonesia Business Daily, “Astra Agro Lestari Allocates IDR50 Billion For Rubber Business”, 14 April 2015, http://bit.ly/1OvfjqV
10
PT Astra Agro Lestari and subsidiaries, “Consolidated financial statements 30 June 2014, unaudited”, 23 July 2014, http://bit.ly/1zjvX9Y Province of East Kalimantan, “List of plantation companies with a Plantation Business Permit (IUPB, IUP-P, AND IUP), http://bit.ly/ZA4mlk
11
Tribun Pontianak, “Astra Agro Lestari Komitmen Dukung ISPO”, 21 August 2014, http://bit.ly/1JCNRYx Detikfinance, “Astra Agro Akuisisi Lahan Sawit Baru 16.000 Hektar di Kalbar”, 26 February 2013, http://bit.ly/1wRfc3V
12
PT Astra Agro Lestari and subsidiaries, “Consolidated financial statements 30 June 2011, unaudited”, http://bit.ly/1vd1zrw
13
Province of West Kalimantan, “List of plantation companies with a Plantation Business Permit (IUPB, IUP-P, AND IUP), http://bit.ly/1zKh7am
14
Kontan, “Kebun karet Astra Agro kian melar”, 28 April 2014, http://bit.ly/1fIuWdP
15
Landsat family
16
Indonesia Business Daily, “Astra Agro Lestari Allocates IDR50 Billion For Rubber Business”, 14 April 2015, http://bit.ly/1OvfjqV
17
Astra Agro Lestari, “Annual report 2013”, lampiran 5/3 and 5/4, http://bit.ly/1wQU65u Astra Agro Lestari, “Annual report 2014”, page 139 and 140, http://bit.ly/1wQU65u
18
Astra Agro Lestari, “Annual report 2013”, 7 April 2014, page 4 and 5, http://bit.ly/1s6Zm1T
19
PT Astra Agro Lestari Tbk, “Annual Report 2013”, 7 April 2014, page 6, http://bit.ly/1s6Zm1T
20
Astra Agro Lestari, “Annual Report 2014”, page 27, http://bit.ly/1wQU65u
21
KLK, announcement on Bursa Malaysia, “Sales of palm oil to a related party, Mitsui & Co (Asia Pacific) Pte Ltd., 12 December 2014, http://bit.ly/1ur7xdF
22
Astra Agro Lestari, “Consolidated financial statements 31 December 2014”, 25 February 2015, http://bit.ly/1JRyuOF
23
Bursa Malaysia, “Announcement by KLK”, 10 November 2014, http://bit.ly/1x21Ilz
24
Indonesia Stock Exchange, “Announcement by Astra Agro Lestari, establishment of Joint Venture company”, 28 January 2015, http://bit.ly/15RFysH
25
Astra Agro Lestari, “Annual report 2014”, March 2015, page 11, http://bit.ly/1s6Zm1T
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
37
26
Jardine Matheson, “Annual Report 2014”, April 2015, page 57, http://bit.ly/1GaeKkk
27
Dairy Farm website, “Our Group operates under well-known brands”, http://bit.ly/1CpSfZv
28
Jardines, “Jardine Restaurant Group”, http://bit.ly/1bBRIJa
29
Jardine Matheson, “Annual Report 2014”, April 2015, page 57, http://bit.ly/1GaeKkk Jardine Matheson, website “Group Companies”, http://bit.ly/1G9uipx, as viewed on 30 March 2015.
30
Astra Agro Lestari, “Investor Bulletin January 2015 (unaudited)”, http://bit.ly/1JF0FwF Astra Agro Lestari, website “Consolidated financial statements 31 December 2014 and 2013”, 25 February 2015, http://bit.ly/1JRyuOF
31
Astra Agro Lestari, “CPO Auction Result”, http://bit.ly/1Cy3y1W
32
Beberapa links untuk hasil lelang dalam sehari diperinci di website Astra.
33
Astra Agro Lestari, “CPO Auction Result”, http://bit.ly/1Cy3y1W Astra Agro Lestari, “Investor Bulletin January 2015”, http://bit.ly/1JF0FwF
34
Wilmar, “No Deforestation, No Peat, No Exploitation Policy”, 5 December 2013, http://bit.ly/1hDCOBB Wilmar International, “Sustainability dashboard, supply chain map”, http://bit.ly/15gcDgR, as viewed in 3 February 2015.Golden Agri-Resources, “GAR sustainability dashboard”, http://bit.ly/1DsN1er, as viewed on 8 February 2015. Musim Mas Group, “Musim Mas affirms its commitment to sustainability”, 4 December 2014, http://bit.ly/1vyEi9C Musim Mas Group, “Mapping supply chain: a preliminary list of CPO suppliers”, http://bit.ly/1M1VDfS Golden Agri-Resources Ltd, presentation “Full Year 2013 Results Performance”, 28 February 2014, page 15, http://bit.ly/1vZomgt Golden Agri-Resources Ltd, The Forest Trust (TFT) and Greenpeace, presentation “High Carbon Stock Forest Conservation”, 12 February 2014, http://bit.ly/1lW0vZC
35
Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2011”, May 2012, appendix, http://bit.ly/1ykLgja
36
Jakarta Post, letter by Mr Supriyono “Oil palm plantations and orang-utans”, 9 January 2012, http://bit.ly/1DRkAWx
37
Metro TV, “GAPKI Nilai Moratorium tidak Prorakyat”, 17 May 2013, http://bit.ly/1AEs9vb
38
Wetlands, article by Helena Varkkey, “Oil Palm Plantations and Transboundary Haze: Patronage Networks and Land Licensing in Indonesia’s Peatlands”, 12 May 2013, http://bit.ly/1FTrGJX
39
Kompas, “Joko Supriyono Terpilih jadi Ketua Umum GAPKI 2015-2018”, 27 February 2015, http://bit.ly/1aerko4
40
Jakarta Globe, “RSPO Wants to Add More Members From Indonesia”, 29 January 2014, http://bit.ly/1OBpNFe
41
KLK, announcement on Bursa Malaysia, “Sales of palm oil to a related party, Mitsui & Co (Asia Pacific) Pte Ltd., 12 December 2014, http://bit.ly/1ur7xdF
42
Mitsui and Co., Ltd, “Annual Communication of Progress 2013/2014”, December 2014, http://bit.ly/1urb2AE
43
WWF-World Wide Fund for Nature, "2013 Palm Oil Buyers Scorecard', November 2013, http://bit.ly/1k0nEI7 RSPO, “New record sales of Certified Sustainable Palm Oil bridge the gap between supply and demand”, 14 August 2014, http://bit.ly/1A1nI3Q
44
Minister of Agriculture, “Guidelines for sustainable palm plantation in Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO”, 29 March 2011, http://bit.ly/1B3DjPc
45
ISPO, “Public announcement upcoming assessments”, http://bit.ly/1Ca3OkL
46
Perbandingan Landsat 8 tahun 2014 dengan peta tutupan hutan awal baseline dari Kementerian Kehutanan Tahun 2006
47
Astra Agro Lestari, “Conserving Biodiversity in Plantations”, http://bit.ly/16I86oK, as viewed on 23 January 2015. Perbandingan Landsat 8 tahun 2014 dengan peta tutupan hutan awal (baseline) Kementerian Kehutanan tahun 2006.
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
38
48
Wilmar, “No Deforestation, No Peat, No Exploitation Policy”, http://bit.ly/1hDCOBB, 5 December 2013. Golden Agri-Resources, presentation “High Carbon Stock Forest Conservation”, http://bit.ly/1lW0vZC, 12 February 2014. Greenpeace, “The HCS Approach: No Deforestation in practice”, http://bit.ly/1FMFFDd, 10 March 2014.
49
Perbandingan Landsat 8 tahun 2014 dengan peta baseline tutupan hutan dari Kementerian Kehutanan tahun 2006.
50
Landsat family
51
Astra Agro Lestari, “Annual report 2011”, http://bit.ly/17q0FCT
52
Perbandingan daerah tanam perusahaan perkebunan (Landsat dan Google Earth) dengan peta lahan gambut Kementerian Pertanian Indonesia dan Wetland International. Peta lahan gambut Kalimantan dan Sumatera dari Kementerian Pertanian Indonesia, 2012. Wetlands International Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC), “Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan, 2000 – 2002”, http://bit.ly/1hc6CSo, 2004.
53
RSPO, “Principles and Criteria for the Production of Sustainable Palm Oil”, 25 April 2013, http://bit.ly/1tosTWh
54
Jakarta Post, “Peatland rule sparks protests”, 6 October 2014, http://bit.ly/1FSWeLL Antara Riau, “Regulasi Gambut Ancam Investasi Sawit Rp136 Triliun”, 4 October 2014, http://bit.ly/17OyXjc Kabar Bisnis, “Aturan soal gambut bikin pengusaha CPO bersungut-sungut”, 6 October 2014, http://bit.ly/1GOwJMZ
55
Indonesian Ministry of Environment, “Government Regulation 209/2014 about protection and ecosystem management of peat”, 15 September 2014, http://bit.ly/1aKEXeH
56
Jakarta Post, “Govt to mend peatland ruling amid protests”, 31 December 2014, http://bit.ly/1xIOdql
57
RSPO, “Manual on Best Management Practices for existing oil palm cultivation on peat”, April 2013, http://bit.ly/1FUCTfh
58
Central Agency for Statistics in the Netherlands, “Emissions passenger cars in 2013”, http://bit.ly/1zf8cj8, http://bit.ly/1IyzRM3, as viewed on 9 January 2015.
59
Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2010”, May 2011, page 92, http://bit.ly/1ykLgja
60
Global Environmental Research, Nina Yulianti, Hiroshi Hayasaki (both Graduate School of Engineering, Hokkaido University, Japan) and Aswin Usup (University of Palangka Raya, Indonesia), “Recent Forest and Peat Fire Trends in Indonesia. The Latest Decade by MODIS Hotspot Data.”, 2012, http://bit.ly/1IIurQO
61
RSPO, “Manual on Best Management Practices for existing oil palm cultivation on peat”, April 2013, http://bit.ly/1FUCTfh
62
NASA’s Earth Observing System, “FIRMS MODIS Fire Archive Download”, http://1.usa.gov/1wjSgWd, Figures PT TBM downloaded on 13 January 2015.
63
Nature Geoscience, Merritt R. Turetsky, Brian Benscoter, Susan Page, Guillermo Rein, Guido R. van der Werf and Adam Watts, progress article “Global vulnerability of peatlands to fire and carbon loss”, 23 December 2014, http://bit.ly/14Rf4WT
64
Astra Agro Lestari, website “Conserving Biodiversity in Plantations”, http://bit.ly/16I86oK
65
Tribun News Aceh, “Astra Agro Lestari Akan Bangun Pabrik di Aceh Jaya”, 5 September 2014, http://bit.ly/152BCo7
66
NGO coalition Eyes on the Forests, “Conservation Values”, http://bit.ly/1pqEYbk
67
Astra Agro Lestari, website “Conserving Biodiversity in Plantations”, http://bit.ly/16I86oK
68
IUCN, “The IUCN Red List of Threatened Species, version 2014.3”, http://bit.ly/1la2F6O, as viewed on 23 January 2015. Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2011”, May 2012, appendix, http://bit.ly/1ykLgja
69
Aceh spatial plan, “PT Beuna Coklat Corp”, http://bit.ly/1FZhX4Y
70
Penanaman kelapa sawit seperti terlihat dari citra Landsat dan Google Earth. NGO coalition Eyes on the Forests, “Conservation Values”, http://bit.ly/1pqEYbk
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
39
71
Gopala, A., Hadian, O., Sunarto, Sitompul, A., Williams, A., Leimgruber, P., Chambliss, S.E. & Gunaryadi, D., “The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. Elephas maximus ssp. sumatranus.”, 2011, http://bit.ly/1u5R7rh, as viewed on 15 January 2015.
72
Bunga Kata blogspot, “Mengungkap Mafia Gading Gajah”, 17 December 2014, http://bit.ly/1tiHbK2
73
Jakarta Post, “Death of Aceh wild elephant creates national outcry”, 19 July 2013, http://bit.ly/1tiEnwE South China Morning Post, “The Tale of Papa Genk”, 27 October 2013, http://bit.ly/1HBMI36
74
Flora and Fauna International, “Elephant killed by poachers in Indonesia”, 24 September 2013, http://bit.ly/1zRuwAf
75
WWF-Indonesia, “WWF-Indonesia Minta Perhatian Serius Pemerintah untuk Perlindungan Gajah Sumatera”, 16 April 2015, http://bit.ly/1DsOosG
76
Tribun News Aceh, “Astra Agro Lestari Akan Bangun Pabrik di Aceh Jaya”, 5 September 2014, http://bit.ly/152BCo7
77
Medan Bisnis Daily, “Astra Agro Lestari Perkuat Produksi Sawit di Aceh”, 22 July 2014, http://bit.ly/1xrNs1e
78
Tribun News Aceh, “Mengoptimalkan Pola Kemitraan Perkebunan Selasa”, 17 December 2013, http://bit.ly/1BtvuC2
79
Komisi Kepolisian Indonesia, “Ratusan Hektare Sawit Dilumat Gajah”, 13 April 2011, http://bit.ly/1x3Tiaf
80
Rainforest Action Network, report “Truth and Consequences, Palm Oil Plantations Push Unique Orangutan Population to Brink of Extinction”, 2012, http://bit.ly/1BlV9gS Rainforest Action network, “The Last Place on Earth Exposing the Threats to the Leuser Ecosystem: A Global Biodiversity Hotspot Deserving Protection”, 11 November 2014, http://bit.ly/1qCMcXe
81
Mongabay, “Multinational corporation continues destruction of orangutan habitat in Indonesia”, 9 July 2009, http://bit.ly/1BOJaax Wetland International, “TRIPA letter to Sir Henry Keswick”, 2009, http://bit.ly/15HwYw6 The Independent, “Oil boom threatens the last orang-utans”, 23 June 2009, http://ind.pn/1xQVcPj Yayasan Ekosistem Lestari, “Report flight over around Tripa peat swamp (AAL concession)”, 10-11 June 2009, http://bit.ly/1sl1mXu The Telegraph, “Urgent action needed over Sumatran peat forest logging”, 20 October 2008, http://bit.ly/1y6iLCK
82
Astra Agro Lestari, “Annual report 2010”, appendices 5/15 and 5/49, http://bit.ly/17q0FCT
83
TÜV Nord Indonesia, “Announcement of audit for ISPO certification of PT SPS”, 22 July 2013, http://bit.ly/1nAdMYZ
84
Acehterkini, “PT Astra Di Rawa Tripa Dijual Karena LSM Asing”, 18 October 2014, http://bit.ly/1wKfVQU
85
RSPO, “FAQ on RSPO’s Compensation Procedure”, http://bit.ly/1y66Sct, as viewed on 23 January 2015. RSPO, “Principles and Criteria for the Production of Sustainable Palm Oil, including Major and Minor Indicators”, 2013, http://bit.ly/1BOm0CR
86
World Wildlife Fund Indonesia, “The Private Sector's Participation in Environmental Management Increases, WWF-Indonesia and Astra Agro Signed MoU on HCVF”, 10 February 2006, http://bit.ly/1AwCcmx
87
Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2009”, http://bit.ly/1ykLgja
88
Astra Agro Lestari, “Conserving Biodiversity in Plantations”, http://bit.ly/16I86oK, as viewed on 23 January 2015.
89
Astra Agro Lestari, “Astra Agro Biodiversity Conservation”, http://bit.ly/1EpqnVI, as viewed on 28 January 2015. Kaltim Post, “Relakan 1.406 Ha Lahan Produktif untuk Konservasi Spesies Langka”, 24 June 2014, http://bit.ly/1Cx0Jw3 Agrofarm, “Konservasi, Mengakrabi Alam di Kebun Sawit Labangka, Kaltim”, 6 October 2014, http://bit.ly/1Eprc0X
90
Astra Agro Lestari, “PT Letawa wins Kalpataru Award 2014”, 11 June 2014, http://bit.ly/1Cfd35B Kontan, “Astra Agro tanam 35.000 pohon bakau di Mamuju”, 5 June 2014, http://bit.ly/1z0WesP
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
40
91
Astra Agro Lestari, “Astra Mangrove Conservation”, undated, http://bit.ly/1CL1O3P, as viewed on 28 January 2015.
92
Astra Agro Lestari, “Biodiversity”, http://bit.ly/1JqYJG8, as viewed on 23 JANUARY 2015.
93
Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2010”, May 2011, page 126, http://bit.ly/1ykLgja Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2011”, April 2012, appendix, http://bit.ly/1ykLgja
94
Astra Agro Lestari, “Sustainability report 2011”, April 2012, pages 74, 126 and 127, http://bit.ly/1ykLgja
95
Astra Agro Lestari, “Annual report 2014”, page 57, http://bit.ly/1wQU65u
96
Astra Agro Lestari, “Annual report 2013”, 7 April 2014, http://bit.ly/1s6Zm1T Astra Agro Lestari, “Annual report 2011”, http://bit.ly/17q0FCT
97
Ministry of Agriculture, “Regulation 98/2013, guidelines for the licensing of plantations”, http://bit.ly/1oIKtAn, 30 September 2013. Indonesian Ministry of Agriculture, “Regulation 26/2007, guidelines for the licensing of plantations”, http://bit.ly/QUlXQT, 28 February 2007, article 11.
98
Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan (Plantation Act)”, 17 October 2014, articles 58, 59 and 60, http://bit.ly/18s134h
99
Astra Agro Lestari, “Annual report 2007 ”, http://bit.ly/1wQU65u
100 PT Sari Aditya Loka (PT SAL) 1, “Company profile”, http://bit.ly/15A2cVv 101
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, “Map of Taman Nasional Bukit Duabelas and andjacent palm oil plantations”, http://bit.ly/16kvCYj Ministry of Environment and Forestry, “National parks in Indonesia, Bukit Duabelas”, http://bit.ly/1zR2NQQ
102 Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, report “Orang Rimba di sekitar areal PT Sari Aditya Loka (SAL)”, 2014. Bloody Redemption, “Dinamika bhineka tunggal ika dalam arus globalisasi: suku anak rimba”, May 2012, http://bit.ly/1GXxas0 103 E-mail from Diki Kurniawan, Executive Director of KKI Warsi, 6 March 2015. 104 Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, report “Orang Rimba di sekitar areal PT Sari Aditya Loka (SAL)”, 2014. 105 E-mail from Diki Kurniawan, Executive Director of KKI Warsi, 29 January 2015. 106 Suara Borneo, “Rabu Nanti Masyarakat Waru Kembali Demo PT WKP.”, 24 July 2011, http://bit.ly/1uujeef 107 Koran Kaltim, “Tuntut Kompensasi, Warga Empat Desa di Waru Demo”, 12 June 2013, http://bit.ly/1BqMxn4 108 Tempo, “Warga Kutai Dayak Tuntut Astra Agro Rp 80 Miliar”, July 2013, http://bit.ly/1Co4yUg 109 Antara News, “Kegiatan Panen Sawit PT WKP Dikawal Polisi Dan TNI”, 4 July 2013, http://bit.ly/1BVi5nA 110
Koran Kaltim, “Warga Blokir Kendaraan PT WKP”, 23 August 2013, http://bit.ly/1D21XxL
111
Metro TV, “Demo dugaan mafia pertanahan”, 27 July 2011, http://bit.ly/1EmKggd Riau Terkini, “Perpanjangan HGU PT TPP Munculkan Polemik”, 24 February 2011, http://bit.ly/1zMNUym
112
Lidik Krimsus News, “Pemkab Inhu, Memihak Masyarakat dalam Sidang Gugatan di-PTUN Jakarta Timur”, 7 March 2014, http://bit.ly/15BxRWS Perkebunan die Nusantara, “HGU PT Tunggal Perkasa Plantation Masih Panjang”, 22 October 2013, http://bit.ly/1BqYEAz Bagasan Riau, “Warga: “SK Perpanjangan HGU PT. Tunggal Perkasa Plantations Pemicu Konflik Warga Dan Buruh Perusahaan””, 21 December 2013, http://bit.ly/1wxpSzW Go Riau, “Masyarakat Tanah Merah Kuasai Kebun PT TPP”, 18 July 2013, http://bit.ly/1Kj97jw
113
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, “PAP DPD RI Menggelar Rapat Koordinasi Dengan BPN RI”, 28 August 2014, http://bit.ly/1GWWEpj
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
41
114
South Pacific Study, Herman Hidayat (Indonesian Institute of Sciences) and Sota Yamamoto (Research Center for the Pacific Islands, Kagoshima University, Japan), “Papua’s threatened forests: conflict of interest government versus local indigenous people”, 28 March 2014, http://bit.ly/1CGXxy9
115
Kontan, “AALI Masih Kaji Investasi Papua”, 14 March 2013, http://bit.ly/15HOKik
116
IDN Financials, video “Astra Agro's diversification and expansion plan”, 11 June 2013, http://bit.ly/1COwHGv
117
OAPS Network, “Keluarkan 16 Izin Untuk Investasi, Romanus Mbaraka Langgar Visi-Misi”, 21 April 2014, http://bit.ly/12sQSJf Tahun 2011 ijin lokasi untuk 26.098 hektar di kabupaten Malind juga diberikan ke perusahaan Astra PT. Bhakti Agro Lestari, namun sejak saat itu tidak banyak yang didengar tentang perusahaan ini.
118
Awas MIFEE, “MIFEE during Romanus’s Term of Office: New Permits and Deforestation Threats.”, 6 April 2014, http://bit.ly/1654lK1
119
Awas MIFEE, “Astra Agro Lestari, PT Dharma Agro Lestari”, 7 August 2013, http://bit.ly/1wIsCuF
120 Pusaka, “Orang Marind Dipinggiran Isikla Memetakan Tanah Adat”, 14 January 2015, http://bit.ly/1DpmcWp 121
Awas MIFEE, “Three Years of MIFEE (part 2): First Villages Feel the Impact as the Plantation Menace Spreads”, 23 October 2013, http://bit.ly/160gEGU
122 Awas MIFEE, “Three Years of MIFEE (part 2): First Villages Feel the Impact as the Plantation Menace Spreads”, 23 October 2013, http://bit.ly/160gEGU 123 Awas MIFEE, “Breaking News: Mayora and Astra Offices Occupied in Merauke”, 12 August 2013, http://bit.ly/1Ki6pLm 124 Bintang Papua, “Masyarakat Tolak Eksistensi Mayora Group dan Astra”, 14 August 2013, http://bit.ly/1CWcKM2 125 FORMASI SSUMAWOMA, “Statement rejecting corporate investment”, 25 May 2013, http://bit.ly/1zmv8LA 126 Forest Peoples Programme, “Request for Further Consideration of the Situation of the Indigenous Peoples of Merauke, Papua Province, Indonesia, under the United Nations Committee on the Elimination of Racial Discrimination’s Urgent Action and Early Warning Procedures”, 25 July 2013, http://bit.ly/1KfyFOL 127
Forest Peoples Programme, Pusaka, Sawit Watch and Down to Earth, press release “Starvation and poverty in Indonesia: civil society organisations appeal for suspension of MIFEE project in Papua pending redress for local communities”, 2 September 2013, http://bit.ly/1CkSIvQ
128 Chairman of UN CERD, Alexei Avtonomov, letter to the Permanent Representative of Indonesia to the United Nations, 30 August 2013, http://bit.ly/1tIZ84R 129 Wilmar, news release “Wilmar International Announces Policy to Protect Forests and Communities”, 5 December 2013, http://bit.ly/IOviVF Wilmar, “No Deforestation, No Peat, No Exploitation Policy”, 5 December 2013, http://bit.ly/1hDCOBB 130 Wilmar International, “Dashboard”, http://bit.ly/15gcDgR, as viewed on 30 January 2015. 131
Musim Mas Group, “Musim Mas Ups The Ante on Sustainability”, 4 December 2014, http://bit.ly/1AEiJCN Musim Mas Group: “Sustainability Policy”, December 2014, http://bit.ly/14Jalqk
132 Musim Mas Group, “Mapping supply chain: a preliminary list of CPO suppliers”, http://bit.ly/1M1VDfST 133 Golden Agri-Resources Ltd, presentation “Full Year 2013 Results Performance”, 28 February 2014, page 15, http://bit.ly/1vZomgt Golden Agri-Resources Ltd, The Forest Trust (TFT) and Greenpeace, presentation “High Carbon Stock Forest Conservation”, 12 February 2014, http://bit.ly/1lW0vZC 134 Kuala Lumpur Kepong, “KLK Sustainability policy”, 1 December 2014, http://bit.ly/1sVA89Z 135 Chain Reaction Research, “Analysis: Palm Oil Producer KLK’s Profitable Business Model at Serious Risk”, 26 February 2015, http://bit.ly/1zVLFUP
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
42
136 Kuala Lumpur Kepong, “Response to CRR”, 13 March 2015, http://bit.ly/1NDEf0G 137
The Government Pension Fund Global, “Report on responsible investments”, 5 February 2015, page 72, http://bit.ly/1vZpeBW
138 The Government Pension Fund Global , “Holding of equities by the end of 2010, 2011, 2012 and 2013”, http://bit.ly/1xhQGdx 139 Norges Bank Investment Management, “Holding of equities by the end of 2014”, http://bit.ly/1NtHIgw 140 The Government Pension Fund Global , “Holding of equities by the end of 2010, 2011, 2012 and 2013”. Norges Bank Investment Management, “Holding of equities by the end of 2014”, http://bit.ly/1NtHIgw 141
Council on Ethics for the Norwegian Government Pension Fund Global, “Guidelines for observation and exclusion of Companies from the Government Pension Fund Global”, January 2015, http://bit.ly/1vch82N
142 Council on Ethics for the Norwegian Government Pension Fund Global, “Annual report 2013”, March 2014, http://bit.ly/1C9GLq2 143 Norges Bank Investment Management, “Climate change strategy, expectations to companies”, 13 March 2015, http://bit.ly/19zCUZH 144 Wilmar, “No Deforestation, No Peat, No Exploitation Policy”, http://bit.ly/1hDCOBB, 5 December 2013. Golden Agri-Resources, presentation “High Carbon Stock Forest Conservation”, http://bit.ly/1lW0vZC, 12 February 2014. Greenpeace, “The HCS Approach: No Deforestation in practice”, http://bit.ly/1FMFFDd, 10 March 2014. 145 RSPO, “Principles and Criteria for the Production of Sustainable Palm Oil”, 25 April 2013, available at http://bit.ly/1tosTWh
Penilaian kesinambungan Astra Agro Lestari
43