BAB IV PEMBAHASAN
IV.1
Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan
Sesudah Akuisisi IV.1.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk dengan menggunakan Rasio Keuangan IV.1.1.1 Liquidity Ratio (Rasio Likuiditas) Liquidity Ratio adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan didalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang akan segera jatuh tempo. Tabel IV.1: Data Aktiva Lancar, Kewajiban Lancar, Persediaan, serta Kas dan Setara Kas PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010 (dalam Jutaan Rupiah) Tahun
Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar
Persediaan
Kas dan Setara Kas
2002
442.678
447.946
140.674
221.780
2003
664.208
518.263
190.645
361.128
2004
1.243.319
1.028.286
146.655
970.156
2005
691.345
407.551
189.813
316.665
2006
492.195
563.599
191.861
195.440
2007
1.647.854
1.027.958
413.813
1.012.772
2008
1.975.656
1.016.167
781.363
867.676
2009
1.714.426
938.976
610.031
788.549
2010
2.051.177
1.061.852
624.694
1.240.781
Sumber: Laporan Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk periode 2002-2010
70
Tabel IV.2: Rasio Likuiditas PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi
Sebelum Akuisisi
(2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Setelah Akuisisi
Akuisisi
Tahun
Rasio Lancar
Rasio Kas
Rasio Cepat
2002
0,99
0,50
0,67
2003
1,28
0,70
0,91
2004
1,21
0,94
1,07
2005
1,70
0,78
1,23
2006
0,87
0,35
0,53
2007
1,60
0,99
1,20
2008
1,94
0,85
1,18
2009
1,83
0,84
1,18
2010
1,93
1,17
1,34
Sumber: Penulis Gambar IV.1: Rasio Likuiditas PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Dari Tabel IV.1 diatas dapat dilihat bahwa rasio lancar (Current Ratio) terendah terjadi ketika PT Astra Agro Lestari Tbk melakukan akuisisi tiga perusahaan perkebunan besar sekaligus, yaitu 0.87, dikarenakan di tahun 2006, penurunan aktiva lancarnya sebesar 29% (Lampiran L14) sedangkan nilai kewajiban lancarnya mengalami peningkatan sebesar 38% (Lampiran L14). Sedangkan Rasio Lancar tertinggi terjadi 71
ketika memasuki tahun kedua setelah akuisisi yaitu di tahun 2008 sebesar 1.94, hal ini dikarenakan oleh terjadinya penurunan jumlah kewajiban lancar sebesar 1.15% (Lampiran L14) tetapi aktiva lancar mengalami kenaikan sebesar 20% (Lampiran L14). Pada tahun 2002-2006 terjadi fluktuasi naik-turun rasio lancar, akan tetapi setelah akuisisi yaitu di tahun 2007-2010 terlihat rasio lancar PT Astra Agro Lestari Tbk cenderung lebih stabil dan semakin membaik karena nilai rasio lancar semakin mendekati norma standar rasio lancar, yaitu 2.0. Rasio Lancar sendiri menggambarkan bagaimana pinjaman jangka pendek perusahaan dijamin oleh aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan analisis rasio ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa kewajiban jangka pendek perusahaan sudah dapat dijamin oleh aktiva lancar perusahaan baik sebelum maupun sesudah melakukan akuisisi. Namun semakin membaik seiring sengan dilakukannya akuisisi karena rasio lancar semakin mendekati norma standar. Dengan kata lain dapat disimpulkan perusahaan cukup baik dalam menjaga likuiditasnya baik sebelum maupun sesudah melakukan akuisisi. Berlanjut ke rasio likuiditas selanjutnya yaitu Rasio Kas (Cash Ratio). Dari gambar IV.1 menunjukkan bahwa trend Rasio Kas setelah akuisisi lebih baik daripada sebelum akuisisi. Persentase rata-rata rasio kas sebelum akuisisi (Lampiran L14) adalah 0.73 ,sedangkan persentase rata-rata rasio kas setelah akuisisi (Lampiran L14) adalah 0.96; yang dimana hampir mendekati norma standar 1.0 dan berarti nilai kas perusahaan mampu untuk menutupi seluruh hutang jangka pendeknya. Dari Tabel IV.2 dapat diketahui juga bahwa Rasio Cepat (Quick Ratio) baik sebelum ataupun setelah akuisisi cenderung mengalami peningkatan. Rasio Cepat 72
terendah dan paling buruk terjadi ketika PT Astra Agro Lestari Tbk melakukan akuisisi, yaitu senilai 0.53. Rata-rata rasio lancar pada tahun sebelum akuisisi (Lampiran L14) senilai 0.97. Namun pada tahun-tahun setelah akuisisi (Lampiran L14), rasio cepat terlihat semakin membaik yaitu terlihat dengan rata-rata rasio cepat sebesar 1.22 yang berarti perusahaan semakin mampu untuk menjaga likuiditasnya dan dapat menjamin kewajiban jangka pendek perusahaan dengan aktiva lancar yang ada di dalam perusahaan di luar persediaan. IV.1.1.2 Activity Ratio (Rasio Aktivitas) Activity
Ratio
adalah
kelompok
rasio
yang
menggambarkan
tingkat
pendayagunaan daripada harta atau sarana-sarana modal yang dimiliki perusahaan. Berikut perhitungan rasio aktivitas PT Astra Agro Lestari Tbk. Tabel IV.3: Data Penjualan, Rata-Rata Piutang Usaha, Harga Pokok Produksi, Rata-Rata Persediaan, dan Total Aset PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010 (dalam Jutaan Rupiah)
Sebelum Akuisisi
Tahun
Setelah Akuisisi
Akuisisi
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
Persediaan
Aset
1.224.723
131.017
2.611.048
Rata-Rata
Total
2002
2.031.478
Rata-Rata Piutang Usaha 42.099
2003
2.543.157
67.435
1.548.702
165.660
2.843.823
2004
3.472.524
72.127
1.910.934
168.650
3.382.821
2005
3.370.936
78.461
1.907.582
168.234
3.191.715
2006
3.757.987
57.869
2.277.740
190.837
3.496.955
2007
5.960.954
66.339
2.773.747
302.837
5.352.986
2008
8.161.217
64.005
4.357.818
597.588
6.519.791
2009
7.424.283
83.219
4.322.498
695.697
7.571.399
8.843.721
100.380
5.234.372
617.363
8.791.799
2010
Sumber: Laporan Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk periode 2002-2010
73
Tabel IV.4: Rasio Aktivitas PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Sebelum Akuisisi
Tahun
Setelah Akuisisi
Akuisisi
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Perputaran Piutang Usaha 48,25 37,71 48,14 42,96 64,94 89,86 127,51 89,21 88,10
Rata-Rata Penagihan (hari) 7 10 7 8 6 4 3 4 4
Perputaran Persediaan 9,35 9,35 11,33 11,34 11,94 9,16 7,29 6,21 8,48
Perputaran Total Aktiva 0,78 0,89 1,03 1,06 1,07 1,11 1,25 0,99 1,01
Sumber: Penulis Gambar IV.2: Rasio Aktivitas :Perputaran Persediaan (Invetory Turnover) dan Perputaran Piutang Usaha (Account Receivable Turnover) PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
74
Gambar IV.3: Rasio Aktivitas :Perputaran Total Aktiva (Total AssetsTurnover) PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Berdasarkan Gambar IV.2, dapat diketahui bahwa perputaran piutang usaha sebelum akuisisi menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2002 hingga 2006, meskipun di tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 22%, yang dikarenakan besarnya kenaikan rata-rata piutang usaha perusahaan sebesar 60% lebih besar daripada kenaikan penjualan yang dimiliki yaitu sebesar 25% (Lampiran L15). Dan di tahun 2005 perputaran piutang usaha mengalami penurunan sebesar 11% yang disebabkan karena penjualan turun sebesar 3% sedangkan rata-rata piutang usaha meningkat sebesar 9%. Dari Gambar IV.2, dapat diketahui bahwa peningkatan perputaran piutang dagang terjadi setelah akuisisi ,dan puncaknya di tahun 2008 yang disebabkan karena penjualan yang mengalami peningkatan sebesar 37%, sedangkan rata-rata piutang dagang sebesar 4% (Lampiran L15). Dengan semakin meningkatnya nilai rasio ini setelah melakukan akuisisi maka berarti modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah. Namun di tahun 2009 terlihat perputaran piutang usaha mengalami penurunan yang dimana disebabkan adanya penurunan penjualan dan naiknya rata-rata piutang usaha. Dan penurunan perputaran piutang usaha di tahun 2010 sendiri disebabkan karena adanya 75
kenaikan penjualan sebesar 19% yang diiringi dengan kenaikan piutang usaha sebesar 21% (Lampiran L15). Dari Tabel IV.4 diketahui bahwa sepanjang tahun 2007 sampai dengan 2010, rata-rata penagihan piutang lebih cepat yaitu selama 4 hari dibandingkan tahun sebelum akuisisi (2002-2005) yaitu selama 8 hari. Hal ini menunjukkan kondisi yang baik bagi perusahaan karena semakin cepat waktu penagihan piutang berarti semakin cepat pencairan piutang maka semakin cepat pula piutang berubah menjadi kas. Terjadinya peningkatan pada rata-rata perputaran piutang dagang setelah akuisisi dan cepatnya periode pengumpulan atau penagihan piutang usaha menjadi indikasi bahwa perusahaan memiliki pelanggan yang semakin sadar dan bertanggung jawab dalam melakukan kewajiban keuangannya kepada perusahaan dan perusahaan mempunyai manajemen pengumpulan piutang yang semakin baik. Dari Tabel IV.4 juga dapat diketahui bahwa rata-rata perputaran persediaan (inventory turnover) sebelum akuisisi lebih besar dibandingkan setelah akuisisi. Hal ini disebabkan karena pada dibandingkan dengan saat sebelum akuisisi, baik harga pokok produksi maupun jumlah persediaan setelah akuisisi (2007-2010) mengalami peningkatan sehingga membuat rasio perputaran persediaan mengalami penurunan (Lampiran L15). Dari sini dapat disimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan persediaan yang ada semakin perlu diperhatikan, yang ditunjukkan dengan semakin lambatnya perputaran persediaan. Ini mencerminkan kinerja manajemen persediaan yang belum optimal. Hal ini menjadi indikasi bagi perusahaan untuk menghindari
76
penumpukan barang dalam jumlah yang banyak di tangan dengan berupaya untuk mempercepat likuiditas persediaan. Dan dari Gambar IV.3 dapat disimpulkan bahwa sebelum akuisisi (2002-2005) perputaran total aktiva cenderung meningkat dan setelah akuisisi (2007-2010) mengalami peningkatan di tahun kedua setelah akuisisi (2008), namun menurun di tahun 2009 yang disebabkan karena total aktiva yang meningkat namun penjualan menurun (mengacu pada Tabel IV.3). Kemudian di tahun 2010 rasio ini mulai mengalami peningkatan kembali yaitu 1.01 yang menunjukkan bahwa kinerja manajemen yang membaik dalam mengelola seluruh asetnya secara efektif. IV.1.1.3 Leverage Ratio (Rasio Hutang) Leverage Ratio adalah kelompok rasio yang menggambarkan tingkat pendayagunaan daripada harta atau sarana-sarana modal yang dimiliki perusahaan Tabel IV.5: Data Total Ekuitas, Total Aset dan Total Kewajiban PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010 (dalam Jutaan Rupiah) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Total Ekuitas 1.306.936 1.515.543 2.065.335 2.622.642 2.748.567 4.060.602 5.156.245 6.226.365 7.211.687
Total Assets 2.611.048 2.843.823 3.382.821 3.191.715 3.496.955 5.352.986 6.519.791 7.571.399 8.791.799
Total Kewajiban 1.262.760 1280.774 1229.991 488.377 657.846 1.150.575 1.183.215 1.144.783 1.334.542
Sumber: Laporan Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk periode 2002-2010
77
Tabel IV.6: Rasio Leverage PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Sebelum Akuisisi
Tahun
Setelah Akuisisi
Akuisisi
Debt to Equity Ratio
Debt to Total Asset Ratio
2002
97%
48%
2003
85%
45%
2004
60%
36%
2005
19%
15%
2006
24%
19%
2007
28%
21%
2008
23%
18%
2009
18%
15%
19%
15%
2010
Sumber: Penulis Gambar IV.4: Rasio Leverage PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Mengacu pada Tabel IV.6 dan Lampiran L16 dapat diketahui bahwa rata-rata Debt to equity Ratio sebelum akuisisi sebesar yaitu 65% sedangkan rata-rata Debt to Equity Ratio setelah akusisi sebesar 22%. Dengan semakin menurunnya persentase hutang terhadap modal sendiri maka hal ini menunjukkan bahwa tingkat resiko yang 78
dihadapi perusahaan dalam menghadapi hutangnya semakin kecil, karena struktur modal kerja perusahaan tidak banyak didanai oleh hutangnya. Debt to Total Asset Ratio sendiri menunjukkan seberapa besar bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. Semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi risiko bagi investor maupun kreditur karena lebih besarnya nilai kewajiban perusahaan dibandingkan dengan akrtiva yang dimiliki. Dari Tabel IV.6 dan Lampiran L16 dapat diketahui bahwa diketahui bahwa rata-rata rasio ini sebelum akuisisi sebesar 36% dan menurun setelah akusisi menjadi 17%. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum akuisisi, aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang cukup besar, namun sesudah akuisisi rasio ini justru mengalami penurunan yang menunjukkan bahwa semakin kecil nilai aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Penurunan rasio Debt to Total Asset Ratio ini sendiri disebabkan karena peningkatan hutang perusahaan setelah akuisisi tidak sebesar peningkatan aktiva perusahaan (Lampiran L16). Dari sisi Leverage ini, dapat dikatakan bahwa PT Astra Agro Lestari Tbk setelah melakukan akuisisi perusahaan memiliki resiko yang lebih kecil untuk tidak dapat melunasi pinjaman-pinjamannya. IV.1.1.4 Profitability Ratio (Rasio Profitabilitas) Profitability Ratio menurut Bambang Riyanto (2001:331) adalah kelompok rasio yang mengukur tingkat efektivitas dari manajemen perusahaan, yang tercermin dari hasil yang dicapai perusahaan dalam penjualan dan investasi yang dilakukan perusahaan tersebut.
79
Tabel IV.7: Data Laba Kotor , Total Penjualan, Laba Bersih setelah Pajak , Total Ekuitas dan Total Aset PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010 (dalam Jutaan Rupiah)
Laba Kotor (Gross Profit)
Total Penjualan
Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
Total Ekuitas
Total
2002
395.017
2.031.478
229.498
1.306.936
2.611.048
2003
518.018
2.543.157
280.660
1.515.543
2.843.823
2004
1.234.814
3.472.524
800.764
2.065.335
3.382.821
2005
1.149.603
3.370.936
790.410
2.622.642
3.191.715
2006
1.154.194
3.757.987
787.318
2.748.567
3.496.955
2007
2.914.275
5.960.954
1.973.428
4.060.602
5.352.986
2008
3.949.435
8.161.217
2.631.019
5.156.245
6.519.791
2009
2.500.426
7.424.283
1.660.649
6.226.365
7.571.399
2010
2.964.040
8.843.721
2.016.780
7.211.687
8.791.799
Tahun
Aset
Tabel IV.8: Rasio Profitabilitas PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010) Tahun
Gross Profit Margin
Net Profit Margin
Return on Equity
Return onTotal Assets
2002
19%
11%
18%
9%
2003
20%
11%
19%
10%
2004
36%
23%
39%
24%
2005
34%
23%
30%
25%
2006
31%
21%
29%
23%
2007
49%
33%
49%
37%
2008
48%
32%
51%
40%
2009
34%
22%
27%
22%
2010
34%
23%
28%
23%
80
Gambar IV.5: Rasio Profitabilitas PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum Akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akusisi (2007-2010)
Gross Profit Margin Ratio mengukur presentase dari setiap penjualan setelah dikurangkan dengan harga pokok penjualan terhadap penjualan perusahaan. Dilihat dari gross profit margin yang dihasilkan perusahaan, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan akusisi, perusahaan telah melakukan langkah yang tepat karena dengan akuisisi ini, rata-rata gross profit margin perusahaan meningkat
menjadi 41%
dibandingkan sebelum perusahaan melakukan akusisi yang hanya sebesar 27% (Lampiran L17). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penjualan perusahaan yang sangat signifikan setelah akuisisi (Tabel IV.7). Selain itu, meningkatnya harga-harga komoditi seperti kelapa sawit juga ikut berperan besar dalam mendongkrak penjualan perusahaan. Dari Tabel IV.8 dan Lampiran L17, diketahui bahwa rata-rata Net Profit Margin perusahaan sebelum akuisisi sebesar 17% sedangkan setelah akuisisi rata-rata rasio ini meningkat menjadi sebesar 28%. Tetapi di tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 10% (di tahun 2008 sebesar 32% menjadi 22% di tahun 2009) dibandingkan tahun 81
sebelumnya yang disebabkan karena menurunnya penjualan yang diikuti dengan menurunnya laba bersih setelah pajak (Lampiran L17). Dari data diatas menunjukkan bahwa perusahaan masih dapat membiayai semua biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Berlanjut ke Return on Total Assets, dilihat dari Tabel IV.8 dan Lampiran L17, diketahui bahwa rata-rata setelah akuisisi rasio ini lebih besar. Akan tetapi memasuki tahun ketiga akuisisi, rasio ini mengalami penurunan yang disebabkan penurunan earning after tax (laba bersih setelah pajak) tetapi terjadi kenaikan pada total aktiva. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan perusahaan yang cukup baik di dalam menghasilkan laba yang berkaitan dengan investasi yang dilakukan perusahaan, akan tetapi pihak manajemen perlu meningkatkan kemampuan untuk mendapatkan pendapatan bersih dengan sejumlah total aktiva yang ada dengan adanya penurunan nilai ROA di tahun 2009 yang disebabkan adanya penurunan laba sebesar 37% meskipun terjadi peningkatan total aset, tetapi hanya sebesar 16% (Lampiran L17). Akan tetapi di tahun 2010 terlihat ROA meningkat meskipun hanya sebesar 1% (Tabel IV.8). Hal ini cukup menandakan bahwa pihak perusahaan berusaha meningkatkan tingkat efisiensi atas aset yang diinvestasikan di dalam perusahaan untuk menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Dari Gambar IV.5 diketahui juga bahwa kondisi pergerakan rasio Return on Equity mengalami fluktuasi akan tetapi setelah akuisi, rata-rata rasio ini lebih besar dibandingkan sebelum melakukan akuisisi. ROE ini sendiri meningkat karena lebih besarnya peningkatatan rata-rata laba bersih setelah akuisisi sebesar 294% dibandingkan rata-rata peningkatan ekuitas setelah akuisisi yang hanya sebesar 202% (Lampiran L17). 82
Dari ROE yang dicapai perusahaan tampaknya perusahaan telah dapat memenuhi keinginan dari para investor untuk dapat meningkatkan return dari investasi yang ditanamkan oleh investor. Hal ini terbukti dengan tingkat ROE yang diprediksi meningkat jika dibandingkan dengan saat perusahaan belum melakukan akuisisi Berdasarkan analisis diatas, dapat dikatakan bahwa dari sisi profitabilitas menunjukkan peningkatan meski terdapat penurunan di tahun ketiga setelah akuisisi namun kembali mengalami perbaikan di tahun 2010 dengan tetap atau meningkatnya persentase rasio-rasio yang menggambarkan sisi profitabilitas perusahaan. IV.1.2 Analisis Rasio Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk dengan menggunakan Metode EVA IV.1.2.1 Biaya Modal (Cost of Capital) Biaya modal dalam penelitian ini mempunyai beberapa komponen, diantaranya: a) Biaya Hutang (Cost of Debt) Biaya hutang merupakan bagian dari modal perusahaan dengan komponennya termasuk kewajiban yang ada biaya bunganya akibat penggunaan hutang. Rumus: Kdt = Kd (1-T) Kd (biaya bunga) diperoleh dari biaya bunga yang timbul bagi perusahaan dibagi dengan seluruh kewajiban yang ada baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pajak yang digunakan (T) adalah pajak penghasilan yang dikenakan pemerintah kepada perusahaan, diperoleh dengan membagi biaya pajak dengan pendapatan perusahaan sebelum pajak
83
Tabel IV.9 Analisis Biaya Hutang setelah Pajak (Kdt) dalam Jutaan Rupiah
Analisis Cost of debt after tax periode 2002 sampai dengan 2010 menunjukkan besarnya biaya yang harus ditanggung perusahaan karena penggunaan dana yang berasal dari pinjaman secara rata-rata biaya hutang sebelum akuisisi lebih kecil yaitu 0.18 dibandingkan rata-rata setelah akuisisi sebesar 6.23. b) Biaya Ekuitas Analisis biaya ekuitas dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu CAPM, DCF, Premi Risiko. Pada penelitian ini digunakan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM) untuk menghitung biaya ekuitas. Rumus untuk menghitung biaya ekuitas dengan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM):
Ks = Krf +β(Km-Krf) Dimana Ks adalah biaya ekuitas, Krf adalah tingkat pengembalian bebas resiko yang digunakan dalam perhitungan adalah rata-rata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) periode bulanan. Maka dari itu sebelum menghitung biaya ekuitas, kita perlu menghitung rata-rata suku bunga SBI. 84
Tabel IV.10 Perhitungan Rata-rata Suku Bunga SBI (Krf)
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Km adalah market rate of return yang merupakan tingkar pengembalian yang diharapkan terhadap portofolio pasar yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan IHSG sebagai tingkat pengembalian pasar karena IHSG merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham di pasar modal (Lampiran L18). Beta merupakan ukuran sensitivitas pergerkan return suatu saham terhadap return pasar. Dalam penelitian ini Beta (β) dihitung dengan menggunakan fungsi Slope dalam Microsoft Excel (Lampiran L18). Adapun berikut perhitungan biaya Ekuitas menggunakan metode CAPM:
85
Tabel IV.11 Perhitungan Biaya Ekuitas AALI 2002-2010
Sumber: Yahoo Finance (Lampiran L18) Kondisi finansial global yang mengalami krisis sejak kuartal terakhir tahun 2008 banyak berdampak terhadap perekonomian Indonesia yang menyebabkan tidak stabilnya nilai tukar mata uang, menurunnya harga saham di pasar efek, dan kenaikan suku bunga pnjaman. Hal-hal tersebut berpengaruh negatif terhadap kegiatan usaha dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada umumnya. Kondisi pasar yang semakin lesu tercermin pada rendahnya imbal hasil pasar yang bernilai negatif di tahun 2008 (Tabel IV.11),padahal BI rate tahun 2008 bernilai positif (9.18%). Hal ini berarti imbal hasil pasar berada di bawah imbal hasil bebas risiko (risk free rate), suatu kondisi yang mengindikasikan bahwa investor cenderung menahan keputusannya untuk membeli saham perusahaan di tahun 2008. Dari Tabel IV.11 terlihat rata-rata Beta (β) perusahaan setelah akuisisi (tahun 2007-2010) lebih dari 1 artinya harga saham lebih fluktuatif daripada pasar.
86
c) Komposisi Hutang dan Ekuitas Untuk mendapatkan perhitungan nilai besarnya biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) secara keseluruhan, maka terlebih dahulu diperhitungkan besarnya struktur permodalan yang dipergunakan sebagai sumber dana dalam pembiayaan operasional perusahaan. Tabel IV.12 Komposisi Hutang dan Ekuitas
Sumber: Laporan Keuangan AALI yang diolah kembali d) Biaya Modal rata-rata Tertimbang (WACC) Biaya modal rata-rata tertimbang atau WACC merupakan perhitungan biaya modal secara keseluruhan berdasarkan proporsi dari masing-masing komponen modal.
87
Tabel IV.13 Perhitungan WACC
Pada perhitungan untuk tahun 2002 diperoleh proporsi struktur modal perusahaan terdiri dari 41.08% hutang dan 58.92% ekuitas. Artinya, modal AALI hanya terdiri dari sedikit hutang sebesar 41.08% dibandingkan ekuitas sebesar 58.92% Sama halnya, perhitungan proporsi struktur modal dan penjelasan untuk tahun 2003 sampai dengan 2010. WACC bernilai 28,92%, sama artinya sebagai tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor maupun kreditor atas biaya modal yang ditanam mereka yaitu sebesar 28,92%. Di tahun 2008, WACC bernilai negatif karena sedang melemahnya perdagangan saham di pasar modal karena adanya krisis ekonomi global yang terjadi sehingga membuat investor enggan untuk melakukan investasi dan mengharapkan return yang diperoleh. IV.1.2.2 Modal yang diinvestasikan (Invested Capital atau IC) Ada dua cara untuk melakukan perhitungan IC yaitu dengan pendekatan operasional dan pendekatan keuangan. Pada penelitian ini digunakan cara pendekatan keuangan dengan rumus: 88
IC =hutang jangka pendek yaang menanggung bunga + hutang jangka panjang yang menanggung bunga + hutang jangka panjang lainnya (pajak ditangguhkan dan provisi) + ekuitas pemegang saham (termasuk hak minoritas) Perhitungan IC dibawah ini menggunakan penyesuaian, dimana IC harus ditambahkan dengan bad debt reserve, accumulation goodwill amortization, deffered tax liabilities net. Tabel IV.14 Perhitungan Modal yang diinvestasikan (IC) dalam Jutaan Rupiah
Dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah modal yang diinvestasikan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 23%. IV.1.2.3 Net Operating Profit After Tax (NOPAT) Menurut Young dan O’Bryne (2001), NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak yang berasal dari usaha nrmal perusahaan dimana dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: NOPAT= Pendapatan Operasi + Pendapatan Bunga + Pendapatan Ekuitas + pendapatan lainnya – kerugian lainnya – pajak penghasilan – pembebasan pajak atas biaya bunga 89
Perhitungan NOPAT di bawah ini menggunakan penyesuaian dimana NOPAT harus ditambahkan dengan : increase in bad debt, goodwill amortization, deffered tax. Tabel IV.15 Perhitungan NOPAT dalam Jutaan Rupiah
Sumber: Laporan Keuangan AALI yang diolah kembali Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa NOPAT setelah akuisisi meningkat secara signifikan. Secara rata-rata NOPAT sebelum akuisisisi sebesar Rp 709.004 (dalam jutaan Rupiah), namun setelah akuisisi rata-rata NOPAT menjadi Rp 2.224.152 (dalam jutaan Rupiah). Ini artinya terdapat kenaikan sebesar 214% pada rata-rata NOPAT. Net Operating Profit After Tax sendiri mengalami kenaikan dikarenakan adanya kenaikan rata-rata operating income setelah akuisisi meningkat sebesar 211% dibandingkan dengan rata-rata operating income sebelum akuisisi (dari sebesar Rp 956054 di tahun sebelum akuisisi dan menjadi Rp 2973080 dalam jutaan Rupiah, setelah akuisisi) dan diiringi kenaikan rata-rata beban pajak penghasilan (income tax) setelah akuisisi menjadi Rp 934.863 (dalam jutaan Rupiah) dari Rp 280.213 (dalam jutaan Rupiah) pada saat sebelum akuisisi.
90
IV.1.2.4 Economic Value Added (EVA) Tabel IV.16 Perhitungan EVA dalam Jutaan Rupiah
Sumber: Laporan Keuangan AALI yang diolah kembali Gambar IV.6 Grafik Pergerakan EVA
Dilihat dari Gambar IV.6 sebelum akuisisi, Nilai EVA PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menunjukkan nilai positif, namun di tahun 2005 terjadi penurunan nilai EVA sehingga menyebabkan nilai EVA menjadi negatif, yang berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan perusahaan lebih kecil daripada tingkat pengembalian yang diminta investor atas investasinya. 91
Kemudian memasuki tahun 2006 terlihat nilai EVA kembali positif, namun di tahun 2007, EVA kembali bernilai negatif. Hal inidisebabkan karena lebih besarnya nilai Cost of Capital (COC) dibandingkan dengan nilai NOPAT yang dihasilkan perusahaan di 2007. Di tahun 2008 hingga 2010, nilai EVA PT Astra Agro Lestari Tbk kembali bernilai positif yang berarti bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan melebihi biaya modal atau tingkat pengembalian yang diminta oleh investor atas investasi yang dilakukannya. Keadaan ini menunjukkan bahwa AALI bisa memberikan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan, yang sejalan dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi memasuki tahun 2009 nilai EVA PT Astra Agro Lestari Tbk kembali mengalami penurunan yang disebabkan karena menurunnya nilai NOPAT perusahaan sebesar 31% (Dari Rp 2758646 di tahun 2008 menjadi Rp 1911257 – dalam jutaan rupiah di tahun 2009) . Penurunan nilai NOPAT di tahun 2009 ini tak lepas dari dampak krisis yang terjadi di tahun 2008 yang menyebabkan kenaikan harga komoditas energi serta tekanan inflasi dunia. Namun memasuki tahun 2010 terlihat nilai EVA perusahaan semakin meningkat dan membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata nilai EVA sebelum akuisisi bernilai negatif dan senilai Rp335.146 (dalam jutaan rupiah) sedangkan rata-rata nilai EVA setelah akuisisi bernilai positif sebesar Rp 3.265.281(dalam jutaan rupiah). Hal ini berarti terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada nilai EVA setelah dilakukannya akuisisi. Berdasarkan motivasi akuisisi (Weston dan Weaver,2001:83) dan tujuan akuisisi (Sjahrial,2007) rata-rata nilai EVA yang positif dan semakin meningkat setelah akuisisi menunjukkan bahwa akuisisi yang dilakukan AALI menghasilkan sinergi bagi perusahaan. 92
IV.1.3 Analisis Kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk dengan menggunakan Analisis Rasio dari Laporan Arus Kas IV.1.3.1 Current Cash Debt Coverage Ratio-Likuiditas Rasio ini menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban lancarnya dari kas yang tersedia dalam aktivitas operasinya dalam suatu periode. Tabel IV.17 Rasio Current Cash Debt Coverage PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum akuisisi(2002-2005) dan Setelah Akuisisi (2007-2010) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Arus Kas Bersih dari Operasi 651329 732631 1290850 803373 1029222 2596413 2087429 1984894 2946657
Hutang Lancar
Current Cash Debt Coverage
427516 447946 518263 1028286 407551 563599 1027958 1016167 938976 1061852
1,49 1,52 1,67 1,12 2,12 3,26 2,04 2,03 2,95
Sumber:Laporan Arus Kas AALI yang diolah Gambar IV. 7 Current Cash Debt Coverage Ratio PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010
93
Dari gambar IV.8 dapat diketahui bahwa pada likuiditas untuk tahun setelah akuisisi lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelum akuisisi karena terdapat peningkatan arus kas operasi. Hal ini disebabkan karena rata-rata arus kas operasi setelah akuisisi lebih besar daripada rata-rata arus kas operasi sebelum akuisisi dengan tingkat kenaikan arus kas bersih dari aktivitas operasi setelah akuisisi sebesar 176% yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan rata-rata kewajiban lancar setelah akuisisi yaitu sebesar 68%. Dengan adanya kenaikan nilai rasio ini berarti kemampuan kas bersih dari aktivitas operasi untuk menjamin hutang lancar semakin membaik. Suatu perusahaan dikatakan memiliki kecukupan arus kas dari aktivitas operasi untuk membayar hutang lancar perusahaan jika memiliki current cash debt coverage sebesar 40%. Dari tabel IV.17 dapat dilihat rasio ini melebihi 40%, yang melebih standar kecukupan arus kas operasi dalam membiayai hutang lancar perusahaan. IV.1.3.2 Cash Return on Sales Ratio-Profitabilitas Rasio ini berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mengubah setiap rupiah penjualan menjadi kas atau mengukur persentase arus kas per rupiah penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik pula kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berupa kas.
94
Tabel IV.18 Rasio Cash Return on Sales PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum akuisisi(2002-2005) dan Setelah Akuisisi (2007-2010) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Arus Kas Bersih Penjualan Cash Return on dari Operasi Bersih Sales Ratio 651329 2031478 0,32 732631 2543157 0,29 1290850 3472524 0,37 803373 3370936 0,24 1029222 3757987 0,27 2596413 5960954 0,44 2087429 8161217 0,26 1984894 7424283 0,27 2946657 8843721 0,33 Sumber:Laporan Arus Kas AALI yang diolah
Gambar IV. 8 Cash Return on Sales Ratio PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010
Dilihat dari Gambar IV. 9 dapat disimpulkan bahwa pergerakan Cash Return on Sales baik sebelum maupun setelah akuisisi cenderung naik turun atau tidak stabil. Namun secara rata-rata Cash Return on Sales setelah akuisisi (2007-2010) naik menjadi 0.32 dibandingkan sebelum akuisisi (2002-2006) sebesar 0.30. Hal ini diakibatkan karena peningkatan rata-rata arus kas bersih dari aktivitas operasi perusahaan setelah akuisisi lebih besar yaitu 176% dibandingkan peningkatan penjualan bersih perusahaan 95
setelah akuisisi yang sebesar 166%. Meskipun di tahun kedua setelah akuisisi (2008) Cash Return on Sales Ratio mengalami penurunan, terlihat di tahun-tahun selanjutnya nilai rasio ini terus meningkat meski secara perlahan. Di tahun 2010, arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi perusahaan meningkat sebesar 48% diiringi dengan peningkatan penjualan bersih sebesar 19% sehingga memberikan efek positif yaitu kenaikan Cash Return on Sales. IV.1.3.3 Cash Debt Coverage Ratio-Solvabilitas Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh kewajibannya dari kas bersih yang dihasilkan dari aktivitas operasi tanpa harus melikuidasi atau menjual aset yang dioperasikan. Tabel IV.19 Rasio Cash Debt Coverage PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akuisisi (2007-2010)
Sumber:Laporan Arus Kas AALI yang diolah
96
Gambar IV.10 Cash Debt Coverage Ratio PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010
Kemampuan kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi perusahaan untuk membayar total kewajibannya mengalami peningkatan setelah akuisisi. Di tahun sebelum akuisisi pergerakan rasio ini juga selalu mengalami kenaikan, namun di tahun setelah akuisisi, tepatnya di tahun 2008-2009 terdapat penurunan Cash Debt Coverage Ratio meskipun besarnya masih diatas nilai rasio Cash Debt Coverage sebelum akuisisi. Nilai terkecil rasio ini setelah akuisisi yaitu sebesar 3.47, yang disebabkan karena penurunan baik dari arus kas bersih aktivitas operasi maupun total hutang usaha perusahaan. Walaupun mengalami penurunan namun perusahaan masih solvabel karena perusahaan mampu untuk membayar seluruh kewajibannya, karena masih berada diatas norma standar yaitu sebesar 0,2. IV.1.3.4 Overall Cash Flow Ratio Rasio
ini
berguna
untuk
mengetahui
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan kas dari aktivitas operasi (operating) yang dapat digunakan untuk aktivitas pendanaan (financing) dan investasi (investing).
97
Tabel IV.20 Overall CashFlow Ratio PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum akuisisi (2002-2005) dan Setelah Akuisisi (2007-2010)
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Arus Kas Bersih dari Operasi 651329 732631 1290850 803373 1029222 2596413 2087429 1984894 2946657
Arus Kas Keluar Investasi 189532 158230 331277 589759 648658 822966 1292093 1293490 1536107
Arus Kas Keluar Pendanaan 432803 459761 512189 877844 940125 1038151 1586474 798492 1083520
Overall Cash Flow Ratio 1,05 1,19 1,53 0,55 0,65 1,40 0,73 0,95 1,12
Sumber: Laporan Arus Kas AALI yang diolah Gambar IV.11 Overall CashFlow Ratio PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010
Dari Gambar IV.11 dapat diketahui bahwa pergerakan nilai overall cash flow ratio cenderung kurang stabil. Pada tahun 2005 (sebelum akuisisi), kas bersih dari aktivitas operasi hanya mampu membiayai 0.55 atau 55% pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan sedangkan pada tahun 2007 (setelah akuisisi), kas bersih dari aktivitas operasi mampu membiayai 1.40 atau 140% pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas investasi dan pendanaan. Di tahun 2010 terlihat semakin membaik dengan kemampuan kas bersih operasi yang meningkat
98
menjadi 1.12 atau 112% sehingga berarti perusahaan masih mengalami kelebihan kas yang berasal dari aktivitas operasi perusahaan. IV.1.3.5 Pola Arus Kas Pola arus kas positif dan negatif di dalam aktivitas operasi, investasi dan pendanaan dapat memberikan gambaran tentang kesehatan keuangan suatu perusahaan. Dengan demikian untuk mengetahui kesehatan keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk sebelum dan setelah akuisisi perlu dilakukan analisis dari pola arus kas yang dihasilkan. Dilihat dari laporan arus kas PT Astra Agro Lestari Tbk menghasilkan arus kas dengan pola arus kas positif dari aktivitas operasi. Pola arus kas dari aktivitas operasi yang positif ini menggambarkan bahwa perusahaan mampu melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar deviden, dan untuk memperluas perusahaan dengan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan luar yang besar nilainya. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan perolehan dan atau pelepasan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Arus kas dari aktivitas investasi PT Astra Agro Lestari Tbk memiliki pola negatif yang berarti perusahaan ini adalah perusahaan yang kinerjanya baik sebab memiliki uang kas lebih yang dapat digunakan untuk melakukan investasi. PT Astra Agro Lestari Tbk melakukan aktivitas investasi dengan melakukan pembelian aktiva tetap, perkebunan, tanaman,serta akuisisi. Arus kas dari aktivitas pendanaan umumnya berasal dari penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan transaksi pendanaan jangka panjang dengan pemegang saham perusahaan dan bank. Arus kas dari aktivitas pendanaan PT Astra 99
Agro Lestari Tbk memiliki pola negatif yang berarti perusahaan memilik uang kas lebih yang dapat digunakan untuk membayar pinjaman jangka pendek dan pembayaran dividen kepada pemegang saham. Berdasarkan pola arus kas PT Astra Agro Lestari Tbk yang positif dalam aktivitas operasi, negatif dalam aktivitas investasi dan pendanaan berarti perusahaan memiliki kinerja yang baik, karena perusahaan menggunakan kas yang dihasilkan dari operasi untuk membeli aktiva tetap, melakukan akuisisi, dan membayar hutang atau membayar dividen tanpa perlu mengandalkan pinjaman kas yang berlebihan dari pihak luar. IV.2
Analisis Kesehatan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan Sesudah
Akuisisi Berikut analisis terhadap tingkat kesehatan PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010: Tabel IV.21 Harga Saham PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010
Sumber: Yahoo Finance Tabel IV.22 Analisis Z-Score 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
X1
-0,002
0,052
0,064
0,087
-0,020
0,116
0,147
0,102
0,113
X2
0,194
0,244
0,354
0,549
0,537
0,596
0,657
0,707
0,721
X3
0,212
0,229
0,399
0,370
0,337
0,546
0,606
0,334
0,341
X4
1,875
2,077
3,964
15,800
30,162
38,322
13,043
31,295
31,557
X5
0,778
0,894
1,027
1,056
1,075
1,114
1,252
0,981
1,016
Z
2,870
3,300
5,294
12,631
21,012
26,881
12,173
21,974
22,219
Sumber:Penulis 100
Gambar IV.23 Analisis Z-Score PT Astra Agro Lestari Tbk 2002-2010
IV.2.1 Analisis Rasio Working Capital / Total Assests (X1) Selama tahun 2002 dan 2006 rasio working capital / total assets (X1) PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) bernilai negatif. Hal ini disebabkan karena working capital perusahaan terus menerus menunjukkan nilai negatif akibat current liabilities perusahaan lebih besar dari current assets yang dimiliki perusahaan. Namun di tahun 2003 dan 2007 ,rasio capital / total assets (X1) ini mengalami peningkatan sehingga menjadi bernilai positif, yang disebabkan oleh meningkatnya working capital perusahaan akibat adanya peningkatan current asset yang lebih besar daripada peningkatan current liabilities perusahaan. Kemudian pada tahun 2004 dan 2005 rasio ini terus mengalami peningkatannya. Bahkan setelah akuisisi rasio ini terus mengalami peningkatannya, meski di tahun 2009 mengalami sedikit penurunan. Hal tersebut disebabkan karena adanya penurunan baik dari current asset maupun current liabilities namun terjadi peningkatan pada nilai total assets, yang disebabkan adanya peningkatan jumlah non-current assets. Berdasarkan analisis tersebut dapatdikatakan bahwa AALI memiliki likuiditas yang semakin membaik meskipun di tahun 2002 (sebelum akuisisi) dan 2006 (saat 101
akuisisi) perusahaan tidak memiliki aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Akan tetapi setelah akuisisi, nilai rasio ini positif yang menunjukkan bahwa nilai modal kerja perusahaan dapat menghasilkan kapitalisasi yang akan meningkatkan nilai aktiva perusahaan sehingga perusahaan dapat melakukan produksi secara secara maksimal. IV.2.2 Analisis Rasio Retained Earning / Total Assests (X2) Rasio ini semakin menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dan selalu bernilai positif. Hal ini terjadi karena selama tahun 2002-2010, perusahaan selalu mendapatkan laba atau tidak pernah mengalami kerugian, meskipun di tahun 2006 nilai rasio ini menurun usaha AALI menurun. Namun setelah tahun-tahun selanjutnya 20072010 (setelah akuisisi) nilai rasio ini terus mengalami peningkatan dan bernilai positif. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa baik sebelum ataupun setelah melakukan akuisisi, AALI memiliki kemampuan yang baik bahkan semakin membaik dalam membiayai pembelanjaan aktiva perusahaan melalui sisa keuntungan yang diinvestasikan kembali supaya tidak memerlukan tambahan pembiayaan dari luar perusahaan berupa hutang. IV.2.3 Analisis Rasio Earnings Before Interest and Taxes / Total Assests (X3) Selama tahun 2002-2010 rasio Retained Earning/Total Assests AALI menunjukkan nilai positif. Di tahun 2005 terlihat nilai rasio ini semakin menurun yang disebabkan menurunnya jumlah earnings before interest and tax dan total aset perusahaan. Di tahun 2006 semakin menurun yang disebabkan adanya peningkatan total aset dan penurunan earnings before interest and tax (laba sebelum pajak dan beban bunga). Memasuki tahun 2007 dan 2008 terlihat nilai rasio ini semakin meningkat. Di 102
tahun 2009 terjadi penurunan nilai rasio ini yang disebabkan karena adanya peningkatan total aset sebesar 16% tetapi laba sebelum pajak dan beban bunga menurun sebesar 36%. Namun di tahun 2010 nilai rasio ini mulai meningkat kembali meski tidak meningkat secara tajam. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat dilihat bahwa setelah akuisisi perusahaan memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola aktiva yang dimilikinya untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak, namun kondisinya cenderung tidak stabil karena mengalami peningkatan dan penurunan secara bergantian. IV.2.4 Analisis Rasio Market Value of Equity / Book Value of Total Debt (X4) Dari 2002 hingga 2010, rasio Market Value of Equity / Book Value of Total Debt AALI menunjukkan nilai positif dan terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh terus meningkatnya market value of equity. Memasuki tahun 2005 market value of equity meningkat sebesar 58% yang diiringi dengan penurunan nilai book value of total debt sebesar 60%. Dimana hingga tahun 2007 nilai rasio ini terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun memasuki tahun 2008 market value of equity mengalami penurunan sebesar 65% yang dikarenakan adanya penurunan nilai harga saham AALI dari Rp28000/lembar saham beredar (tahun 2007) menjadi Rp 9800/lembar saham beredar, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan secara drastis dari rasio Market Value of Equity / Book Value of Total Debt. Penurunan nilai harga saham AALI ini tidak terlepas dari dampak yang timbulkan krisis yang terjadi di tahun 2008 yang menyebabkan lesunya perekonomian dunia yang menyebabkan penurunan harga saham pada banyak bidang usaha, tidak terlepas usaha agriculture AALI ini.
103
Memasuki tahun 2009, harga saham AALI kembali memulih menjadi Rp 22750/lembar saham beredar dan kembali meningkat di tahun selanjutnya menjadi Rp 26200/lembar saham beredar. Yang pada akhirnya kondisi tersebut meningkatkan nilai rasio Market Value of Equity / Book Value of Total Debt. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat dikatakan bahwa setelah akuisisi sebenarnya perusahaan memiliki kemampuan yang cukup baik untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai pasar sendiri, hanya saja ketika terjadi krisis di tahun 2008 mempengaruhi harga pasar ekuitas dari AALI sendiri mengalami penurunan yang mengakibatkan rasio Market Value of Equity / Book Value of Total Debt menurun secara signifikan, namun perusahaan masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban (debt) dari nilai pasarnya sendiri. IV.2.5 Analisis Rasio Sales / Total Assests (X5) Rasio Sales/Total assets AALI menunjukkan nilai positif dan terus menerus mengalami peningkatan. Namun di tahun 2009 mengalami penurunan yang disebabkan oleh karena penurunan jumlah penjualan (total sales) sebesar 9%, tetapi total assets meningkat sebesar 16%. Kemudian di tahun 2010, nilai rasio ini kembali meningkat. Di tahun 2009 peningkatan penjualan sebesar 19% yang lebih besar daripada peningkatan total aset yang hanya sebesar 16%.Secara rata-rata nilai rasio Sales/Total assets setelah akuisisi 1.091 meningkat dibandingkan sebelum akuisisi yang bernilai 0.939. Peningkatan nilai rasio yang terus menerus sebenarnya berarti baik bagi perusahaan, namun AALI juga harus memperhatikan nilai total assets yang lebih besar dari sales perusahaan menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan masih kurang efektif (tahun 2009).
104
IV.2.6 Analisis Z-Score Sepanjang tahun 2002-2010, nilai z-score AALI terus mengalami peningkatan, meski terjadi penurunan yang sangat signifikan di tahun 2008.Di tahun 2002-2007 nilai Z-score meningkat, namun memasuki tahun 2008, nilai z-score menurun secara tajam. Penurunan nilai z-score ini sendiri dikarenakan menurunnya rasio market value of equity/book value of total debt, yang dimana di tahun ini harga saham AALI menurun tajam dari tahun sebelumnya sehingga menyebabkan rendahnya nilai market value of equity dari perusahaan. Di tahun 2002, nilai z-score yang hanya 2,547 yang berarti berada dalam wilayah grey area (1.81 ≤ Z ≤ 2.99). Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen harus bekerja keras untuk memepertahankan keberadaan perusahaan karena masih terdapat kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Namun di tahun-tahun selanjutnya nilai z-score mengalami peningkatan yang menandakan tingkat kesehatan perusahaan yang semakin membaik. Di tahun 2009 nilai z-score mengalami peningkatan yang disebabkan karena nilai market value of equity yang kembali memulih dan meningkat. Secara umum,setelah akuisisi rata-rata nilai z-score AALI lebih besar dari sebelum akuisisi, yang mengindikasikan bahwa kesehatan keuangan perusahaan dalam kondisi yang aman artinya jauh dari potensi terjadinya kebangkrutan.
105