STUDI GERAK DAN APLIKASINYA UNTUK PENINGKATAN EFEKTIVITAS DAN KESELAMATAN KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL
NUGRAHANING SANI DEWI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Gerak dan Aplikasinya untuk Peningkatan Efektivitas dan Keselamatan Kerja Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual adalah benar karya saya dengan arahan dan bimbingan Dr Ir M. Faiz Syuaib, M.Agr sebagai pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Nugrahaning Sani Dewi NIM F14090045
ABSTRAK NUGRAHANING SANI DEWI. Studi Gerak dan Aplikasinya untuk Peningkatan Efektivitas dan Keselamatan Kerja Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual. Dibimbing oleh M. FAIZ SYUAIB. Pemanenan kelapa sawit secara manual berpotensi menimbulkan permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja. Pada penelitian ini studi gerak dengan menggunakan analisis sudut gerak dan kesesuaiannya terhadap selang alami gerakan (SAG) telah dilakukan. Manfaat yang diharapkan adalah kerja gerak pemanenan lebih aman dan efektivitas kerja dapat ditingkatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola distribusi resiko gerakan, tingkat resiko gerak pada anggota tubuh pemanen dan membuat good practice model dengan melakukan simulasi posisi dan gerakan yang aman untuk mengurangi resiko dan meningkatkan produktivitas. Hasil analisis SAG terhadap prosedur pemanenan yang dilakukan saat ini menunjukkan bahaya resiko ergonomi yang secara umum terjadi pada semua anggota tubuh bagian atas, yaitu leher, bahu dan lengan bawah. Penggunaan dodos terbukti lebih aman dibandingkan egrek untuk tinggi target potong < 3 m dan optimal digunakan pada tinggi 1 m. Good practice model untuk penggunaan egrek menunjukkan bahwa posisi ideal pemanen berada pada 30-45o relatif dari posisi target pelepah atau tandan yang akan dipotong dengan rumus jarak aman pemanen terhadap pohon π = 0.5 β β π‘ + 0.3, dimana h merupakan tinggi target potong dan t merupakan tinggi pemanen. Kata kunci: ergonomika, kelapa sawit, pemanenan, SAG, studi gerak. ABSTRACT NUGRAHANING SANI DEWI. Motion Study and The Application to Increase the Effectiveness and Safety of Oil Palm Manual Harvesting. Supervised by M. FAIZ SYUAIB. Oil palm harvesting activities may cause manual occupational safety and health problems. Motion study using natural range of motion (ROM) is needed to repair the process of harvesting so the movement can be more efficient and the fatigue can be reduced. Manual harvesting activities by using conventional tools named βdodosβ and βegrekβ were studied in this research. The aims of this research is to know the movement pattern and the risks distribution of the work motions, determine the level of the motion risks of harvesting procedure to minimize the risk. The result of ROM analysis show that the ergonomic risk occur in all of the upper body, such as the neck, shoulder and forearm. It is revealed that βdodosβ more effective than βegrekβ for 3 m bunchesβs height and be optimum for 1 m bunchesβs height. The good practice models for βegrekβ revealed that the ideal position of harvester is 30-45o relative from the position of the bunch and the formula for the distance is π = 0.5 β β π‘ + 0.3, where d is the distance between harvesterβs position and the tree, h is bunchesβs height and t is the harvesterβs height. Keywords : ergonomic, harvesting, motion study, oil palm, ROM.
STUDI GERAK DAN APLIKASINYA UNTUK PENINGKATAN EFEKTIVITAS DAN KESELAMATAN KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT
NUGRAHANING SANI DEWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Studi Gerak dan Aplikasinya untuk Peningkatan Efektivitas dan Keselamatan Kerja Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual Nama NIM
: Nugrahaning Sani Dewi : F14090045
Disetujui oleh
Dr Ir M Faiz Syuaib, M.Agr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taβala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah ergonomika dengan judul Studi Gerak dan Aplikasinya untuk Peningkatan Efektivitas dan Keselamatan Kerja Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual. Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih sayangnya hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Dr Ir M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr Ir Sam Herodian, MS dan Dr Ir Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen penguji, atas masukan dan saran-sarannya. 4. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian. 5. Rekan-rekan Laboratorium Ergonomika dan seluruh teman-teman TMB angkatan 46 yang selalu memberikan masukan dan semangat selama penyusunan skripsi ini. 6. Teman-teman kosan sinabung (Kak Nura, Kak Esa, Sari, Fitri, Nadia, dan Grevi) atas perhatian dan semangatnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Juni 2013 Nugrahaning Sani Dewi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA METODE
3 11
Waktu dan Tempat
11
Peralatan dan Subjek Penelitian
11
Pelaksanaan Penelitian
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
Analisis Elemen Gerak dan Resiko Gerakan Cutting
24
Simulasi Posisi dan Gerak Kerja yang Aman
42
SIMPULAN DAN SARAN
51
Simpulan
53
Saran
54
DAFTAR PUSTAKA
54
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit Selang gerak dari beberapa zona gerakan Karakteristik subjek penelitian tingkat resiko gerakan Dimensi batang egrek dan dodos Daftar parameter pengukuran tubuh Data antropometri pemanen pada ketiga lokasi penelitian Data selang gerak pemanen dengan menggunakan dodos (D) pada lahan datar (F) Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E1) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi pohon 0-3m Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E2) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi pohon 3-6 m Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E3) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi pohon 6-12 m Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E3) pada lahan rolling (R) untuk kategori tinggi pohon 6-12 m Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E4) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi pohon 12-18 m Jarak aman yang terbentuk dari simulasi posisi dan gerak kerja yang aman untuk ketinggian target potong 3, 6, 12 dan 18 m
4 10 12 16 19 21 28 33 34 36 38 39 51
DAFTAR GAMBAR 1 Anggota tubuh manusia 2 Sistem penghubung (link) dari anggota gerak atas bagian kanan (right upper limb) 3 Selang Alami Gerakan (SAG) tubuh manusia 4 Bagan alir penelitian 5 Tahapan proses pemanenan kelapa sawit 6 Kondisi lahan : (a) lahan datar (F) (b) lahan berbukit (R) 7 Bagian-bagian egrek :egrek, pisau egrek dan klem 8 Gambar ortogonal egrek 9 Pisau dodos yang digunakan pemanen 10 Gambar ortogonal dodos 11 Model antropometri pemanen kelapa sawit pada posisi berdiri normal tampak samping 12 Parameter simulasi posisi dan gerak kerja yang aman 13 Tiga tahapan gerakan cutting dengan menggunakan dodos yang dilakukan oleh subjek A5 14 Manekin subjek A5 15 Tiga tahapan gerakan cutting dengan menggunakan egrek yang dilakukan oleh subjek C4 16 Manekin subjek C4 17 Grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada leher dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar
6 7 9 13 14 15 16 17 17 18 22 23 25 25 29 30 40
18 Grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada bahu dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar 19 Grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada leher dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar 20 Perbandingan Penggunaan Dodos dan Egrek Terhadap Besarnya Sudut Gerak Kerja pada Leher, Bahu dan Lengan Bawah untuk Ketinggian Target Potong < 3 m dan Lahan Datar (F) 21 Simulasi posisi dan jarak pemotongan dengan dodos untuk subjek persentil 5 pada ketinggian pohon : (a) 1 m, (b) 2 m dan (c) 3 m 22 Gaya maksimal saat menarik (kiri) dan saat mendorong (kanan) dalam pentuk presentase berat badan 23 Simulasi posisi dan jarak pada egrek untuk ketinggian maksimal 3m 24 Simulasi posisi dan jarak pada egrek untuk ketinggian maksimal 6 m 25 Simulasi posisi dan jarak pada egrek untuk ketinggian maksimal 12 m 26 Simulasi posisi dan jarak pada egrek untuk ketinggian maksimal 18 m 27 Gambaran perumusan jarak yang aman dalam contoh simulasi posisi dan gerak kerja yang aman untuk tinggi target potong 6 m dengan menggunakan tinggi pemanen persentil 5 28 Radius kerja pemanen untuk setiap kategori tinggi pohon
40 41
42 44 46 47 48 49 50
51 53
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan faktor penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat suatu pekerjaan. Undangundang No. 13 Tahun 2003 melindungi setiap pekerja/ buruh untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Agar dapat bekerja dengan optimum dan memacu produktivitas yang tinggi, pekerja harus memperhatikan faktor keselamatan dan kesehatan kerja dan memastikan bekerja dalam kondisi yang aman. Tidak terkecuali pada proses budidaya kelapa sawit yang memiliki banyak resiko kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Hasil penelitian Hendra dan Rahardjo (2009) tentang keluhan Musculoskeletal Disorders (MSD) pada pemanen kelapa sawit menyatakan bahwa resiko pekerjaan pemanenan (panen dan muat) mempunyai kategori tinggi (skor 8-10) berdasarkan metode Rapid entire Body Assessment (REBA). Selain itu, Syuaib et al. (2012) dalam Laporan Hasil Kajian Ergonomi untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktivitas Kerja Panen-muat Sawit di Kebun PT Astra Agro Lestari menyatakan bahwa pekerjaan memotong tandan dan pelepah (cutting) menyebabkan zona bahaya yang beresiko pada leher, bahu, lengan/ siku dan pergelangan kaki. Menurut data BPS (2010), jumlah produksi minyak kelapa sawit pada tahun 2009 sebesar 13,872,602 ton kemudian meningkat pada tahun 2010 menjadi sebesar 14,038,148 ton. Hal ini berdampak pada terus ditingkatkannya produktivitas kelapa sawit yang mencapai 19.844.901 ton dan menempatkan Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia (Ditjebun 2010). Kunci daya saing minyak kelapa sawit terletak pada mutu. Bukan hanya mutu produk yang dihasilkan saja tetapi juga mutu pengolahan, mutu management, mutu lingkungan, mutu personal, serta mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diterapkan pada perusahaan. Banyak sedikitnya kecelakaan kerja yang terjadi pada suatu perusahaan akan mempengaruhi image perusahaan yang berdampak langsung pada daya saing kelapa sawit di pasaran. Aktivitas kerja di perkebunan kelapa sawit khususnya pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara manual dan mengandalkan tenaga manusia. Kegiatan pemanenan tentu saja berpotensi untuk menimbulkan banyak permasalahan K3 terhadap pemanen, seperti resiko nyeri otot akibat keseleo atau terkilir karena mengangkat dan membawa beban berlebihan, melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang dan bekerja dengan postur tubuh yang salah serta resiko- resiko lain yang menyebabkan kelelahan kerja. Beban kerja fisik yang terlalu berat, yakni yang melebihi kapasitas kemampuan tubuh manusia akan menimbulkan kelelahan yang dapat terakumulasi. Apalagi kegiatan pemanenan kelapa sawit dilakukan di lahan perkebunan yang sangat bervariasi situasi dan kondisi lingkungannya serta keragaman tinggi pohonnya. Kondisi topografinya ada yang berupa lahan datar, rawa dan berbukit. Kelelahan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan seseorang merasa sakit atau cedera. Bahkan apabila tidak memperhatikan faktor keselamatan dan prosedur yang benar dalam proses pemanenan akan menyebabkan berbagai resiko yang berakibat fatal.
2 Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan K3 bagi pemanen kelapa sawit. Salah satunya dengan memahami keterbatasan manusia dari beban kerja yang dibebankan pada anggota tubuh manusia, dan daya fisik manusia saat pemanen bekerja untuk meminimumkan kelelahan pada sistem kerangka otot agar produktivitas kerja dapat meningkat. Untuk itu diperlukan studi gerak yang diperlukan untuk perbaikan proses pemanenan agar mempermudah pekerja. Gerakan yang dihasilkan lebih efisien sehingga kelelahan kerja dapat dikurangi. Studi gerak adalah metode pendekatan ergonomika yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas panen melalui peningkatan keselamatan, efektivitas, efisiensi dan kenyamanan kerja. Rohman (2008) telah melakukan studi gerak pada proses pemanenan tebu yang bertujuan untuk membuat sistem dan metode yang lebih baik dengan menguraikan siklus kerja berdasarkan 17 gerakan THERBLIGS. Sedangkan studi gerak yang akan diterapkan disini menggunakan analisis sudut gerakan yang menyesuaikan selang alami gerakan (SAG) yang berasal dari Openshaw (2006) dan digolongakan berdasarkan data Mc Cormick (1993). Metode ini juga dilakukan oleh Sari (2012) untuk menganalisis segmen gerakan mencangkul untuk mendesain ganggang cangkul. Gerakan dengan SAG yang benar akan mendukung peredaran darah yang lancar dan kelenturan tubuh sehingga menghasilkan kenyamanan kerja, peningkatan produktifitas, mengurangi kelelahan dan kelainan pada otot (Openshaw 2006).
Perumusan Masalah 1. Tuntutan tingginya produktivitas kelapa sawit dewasa ini belum diiringi peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja pada proses pemanenan kelapa sawit . 2. Pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara manual dan mengandalkan tenaga manusia yang memiliki keterbatasan kapasitas kerja. 3. Tingginya resiko kerja pada proses pemanenan kelapa sawit. 4. Masih sangat terbatasnya data dan penelitian mengenai ergonomika, keselamatan dan kesehatan kerja pada proses pemanenan kelapa sawit.
Tujuan Penelitian Studi gerak yang dilakukan pada proses kegiatan pemanenan kelapa sawit bertujuan untuk : 1. Menentukan tingkat resiko gerak pada anggota tubuh pemanen. 2. Mengetahui pola distribusi resiko gerak pada anggota tubuh pemanen saat melakukan kegiatan pemanenan kelapa sawit yaitu pemotongan pelepah dan tandan kelapa sawit secara manual dengan dodos dan egrek. 3. Membuat model simulasi posisi dan gerakan yang aman untuk mengurangi resiko kerja. 4. Membuat good practice model berupa prosedur, posisi dan gerak yang ideal.
3 Ruang Lingkup Penelitian Agar dapat fokus dalam pemecahan masalah, maka diperlukan batasan masalah dalam penelitian ini. Berikut ini adalah batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas, yaitu : 1. Proses pemanenan kelapa sawit yang yang diteliti adalah pemotongan pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS). 2. Pola distribusi resiko gerakan dianalisis dari data 2 dimensi.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanenan Kelapa Sawit Pemanenan adalah pemotongan tandan buah segar dari pohon hingga pengangkutan ke pabrik (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2007). Pemanenan yang menghasilkan produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman. Baik dan buruknya pemeliharaan tanaman kelapa sawit akan tercermin dari pemanenan dan produksi (Lubis 1992). Selanjutnya Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2007) menambahkan bahwa keberhasilan panen didukung oleh pengetahuan pemanen tentang persiapan panen, kriteria matang panen, rotasi panen, sistem panen, dan sarana panen. Keseluruhan faktor tersebut merupakan kombinasi yang tak terpisahkan satu sama lain. Persiapan Panen Hal-hal yang perlu dilakukan di dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah yaitu mempersiapkan kondisi areal, penyediaan tenaga potong buah, pembagian seksi potong buah dan penyediaan alat-alat kerja. Alatalat kerja untuk pemootong buah yang digunakan berbeda berdasarkan tinggi tanaman. Penggolongan alat kerja tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat untuk memotong Tandan Buah Segar (TBS) berupa dodos dan egrek, alat untuk bongkar muat TBS yaitu gancu dan tojok/tombak serta alat untuk membawa TBS ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) yang terdiri dari angkong, goni, pikulan, dan keranjang (Pahan 2008). Kriteria Matang Panen dan Sistem Panen Kiswanto et al. (2008) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak sekitar 5,5 bulan setelah penyerbukan. Kemudian, kelapa sawit dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri-ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/ jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau
4 sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Disamping itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir (Kiswanto et al. 2008). Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir dengan panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan kelapa sawit pada umumnya menggunakan rotasi panen 7 hari, artinya satu areal panen harus dimasuki oleh pemanen tiap 7 hari. Pada sistem panen yang dilakukan, dikenal istilah seksi panen dan ancak. Pada sistem panen yang dilakukan, dikenal dua istilah panen yaitu seksi panen dan ancak. Seksi panen adalah luasan panen yang harus dituntaskan dalam 1 hari. Jumlah seksi panen disusun menjadi 6 seksi yaitu A, B, C, D, E, F sehingga rotasi panen per bulan bervariasi 3,5-4,5 kali. Penetapan seksi panen dilakukan searah atau berlawanan dengan arah jarum jam sedangkan luasan setiap seksi ditentukan berdasarkan perhitungan potensi produksi masing-masing blok dari hasil sensus produksi semester. Sedangkan ancak adalah luasan panen yang harus dituntaskan 1 pemanen dalam 1 hari. Luasan ancak 2.5-3 ha untuk Tanaman Menghasilkan (TM) tua dan 2-2.5 Tanaman Menghasilkan (TM) muda, penentuan ancak berdasarkan topografi, ketersediaan pemanen dan produktivitas pemanen (Pahan 2008). Tahapan Proses Pemanenan Menurut Syuaib et al. (2012) aktivitas pemanenan kelapa sawit dapat diuraikan menjadi 9 elemen kerja yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elemen Kerja Mengidentifikasi/ verifikasi tandan matang Menyiapkan alat panen Memotong tandan dan pelepah Mencacah dan memindahkan pelepah Memuat tandan ke angkong Memungut brondolan Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain Membongkar dan merapihkan tandan di Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) Membuang sisa Tandan Buah Segar (TBS)/ cangkam kodok
Lambang Huruf Ve Pr CuD/CuE Ba Lo Br Mo Un Ck
5 Ergonomika The International Ergonomics Association (IEA) mendefinisikan ergonomika sebagai disiplin ilmu yang mempelajari pemahaman dasar tentang interaksi antara manusia dan bagian lain dari sistem yang berkontribusi pada rancangan tugas, pekerjaan, produk dan lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia. Sanders dan Cormick (1993) menyatakan bahwa yang dilakukan ergonomika atau disebut juga dengan human factor adalah mengubah alat dan lingkungan yang digunakan pekerja agar lebih cocok dengan kemampuan (capabilities), keterbatasan (limitation), dan kebutuhan seseorang (needs). Implementasi dari ilmu ergonomika untuk merancang sebuah sistem yang lebih baik adalah dengan menghilangkan aspek-aspek dari sebuah sistem yang menghasilkan hal-hal yang tidak diinginkan, tidak dapat dikontrol dan tidak dapat diperhitungkan, seperti ketidakefisienan (inefficiency), kelelahan kerja (fatigue), kecelakaan kerja (accidents), cidera (injuries), kesalahan kerja (errors), kesulitan pengguna dan rendahnya semangat kerja (low morale and apathy). Di dalam ergonomika kesalahan-kesalahan tersebut dianggap sebagai permasalahan sebuah sistem daripada permasalahan yang ditimbulkan oleh manusia (people problems). Pada kasus proses pemanenan kelapa sawit kita dapat mengubah sistem kerja agar lebih cocok dengan karakteristik pemanen dan berbagai keterbatasannya untuk mengurangi ketidakefisienan (inefficiency), kelelahan kerja (fatigue), kecelakaan kerja (accidents), cidera (injuries), dan kesalahan kerja (errors).
Tubuh Manusia dan Selang Alami Gerakan (SAG) Tubuh manusia adalah sebuah sistem mekanis yang mengikuti aturan hukum-hukum fisika (Bridger 2002). Postur tubuh dan mekanisme kontrol keseimbangan tubuh penting untuk setiap aktivitas dasar kita. Kerusakan sistem inilah yang membuat kita memiliki keterbatasan fisik. Pemahaman akan keterbatasan fisik inilah yang menjadi dasar aplikasi ergonomika. Tubuh manusia secara garis besar terdiri atas bagian tubuh atas (upper body) dan bagian tubuh bawah (lower body) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Anggota tubuh atas terdiri dari kepala, punggung dan anggota gerak atas (upper limbs) sedangkan anggota tubuh bawah terdiri dari anggota gerak bawah (lower limbs) yang berupa tungkai atas (upper leg), tungkai bawah (lower leg) dan telapak kaki (foot). Upper limbs sendiri terdiri dari bahu (shoulder), lengan bawah (lower arm) dan telapak tangan (hand).
.
6
Gambar 1 Anggota tubuh manusiaa a
Sumber : www.ergosystemconsulting.com
Jung et al. (1995) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tubuh manusia terdiri dari multiβlink system. Tubuh manusia terdiri dari banyak sudut derajat bebas yang memberikan fleksibilitas gerakan. Hal ini juga diungkapkan oleh Chaffin dan Anderson (1984) yang diacu oleh (Nurmianto 2004) yang menyebutkan bahwa tubuh manusia terdiri dari 6 penghubung (link) yaitu: 1. Link lengan bawah, dibatasi sendi pergelangan tangan dan siku. 2. Link lengan atas, dibatasi sendi siku dan bahu. 3. Link punggung, dibatasi sendi bahu dan pinggul. 4. Link tungkai atas (paha), dibatasi sendi pinggul dan lutut. 5. Link tungkai bawah (betis), dibatasi sendi lutut dan mata kaki. 6. Link kaki, dibatasi sendi pergelangan kaki dan telapak kaki. Lebih rinci lagi Jung et al. (1995) menjelaskan bahwa upper limb dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian kanan dan kiri. Setiap upper limb terdiri dari 4 penghubung (link) yaitu badan (trunk), lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan tangan (hand). Keempat link tersebut mempunyai 8 derajat bebas
7 pada hip joint (trunk flexion, trunk lateral bending, trunk rotation), shoulder joint (flexion-extention, abduction-adduction, dan rotation) dan wirst joint (flexionextention). Contoh sistem dari upper limb bagian kanan dijelaskan pada Gambar 2. Sedangkan link yang menghubungkan tungkai atas dan tungkai bawah adalah sendi lutut sedangkan link yang menghubungkan tungkai bawah dengan telapak kaki adalah sendi pergelangan kaki.
Gambar 2 Sistem penghubung (link) dari anggota gerak atas bagian kanan (right upper limb) ( Jung et al. 1995) Selang Gerak Alami (SAG) Menurut Saladin (2011), range of motion (ROM) atau biasa kita sebut dengan selang gerak adalah jumlah derajat bebas yang dapat dicapai oleh tulang relatif terhadap sendi pada tulang. Misalnya pergelangan kaki mempunyai ROM sekitar 74o dan lutut memiliki ROM sekitar 130o-140o. Selang gerak ini berakibat pada fungsional anggota tubuh seseorang dan kualitas hidupnya. Sedangkan menurut Openshaw (2006), tubuh manusia memiliki Selang Alami Gerakan (SAG) atau natural range of motion. Gerakan dengan SAG yang benar akan mendukung peredaran darah yang lancar dan kelenturan tubuh sehingga menghasilkan kenyamanan kerja, peningkatan produktifitas, mengurangi kelelahan dan kelainan pada otot. Dalam melakukan gerakan, pengguna seharusnya menghindari gerakan yang berulang dan gerakan yang ekstrim pada SAG selama periode waktu yang lama. Hal-hal tersebut tentunya akan meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
8 Terdapat empat zona yang dihadapi manusia ketika duduk atau berdiri (Openshaw 2006), yaitu: 1. Zona 0, yaitu merupakan zona yang dianjurkan untuk melakukan sebagian besar gerakan. Pada zona ini terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi. 2. Zona 1 (zona hijau), yaitu zona dimana terjadi pergerakan sendi yang lebih besar dari zona 0, merupakan zona yang masih dianjurkan untuk melakukan sebagian besar gerakan. 3. Zona 2 (zona kuning), yaitu zona dimana terdapat banyak posisi tubuh yang ekstrim. Pada zona ini terdapat lebih besar tekanan pada otot dan sendi. 4. Zona 3 (zona merah), yaitu zona dimana terdapat sangat banyak posisi tubuh yang ekstrim, sebaiknya dihindari jika memungkinkan, terutama ketika mengangkat beban berat atau kegiatan yang dilakukan berulangulang. Zona-zona diatas merupakan selang gerak dimana anggota gerak tubuh dapat bergerak secara bebas. Pada SAG terdapat gerakan pergelangan tangan, punggung, tulang belakang dan kaki. Gerakan-gerakan tersebut terdiri atas gerakan fleksi (flexion), ekstensi (extension), deviasi ulnar (ulnar deviation), adduksi (adduction), abduksi (abduction), membengkok kesamping (lateral bend) dan berputar (rotation). Gerakan fleksi (flexion) adalah pergerakan dari segmen tubuh dikerenakan penurunan sudut pada sendi, seperti membengkokkan pergelangan tangan, bahu, punggung dan kaki. Ekstensi (extension) merupakan pergerakan yang berlawanan arah dengan fleksi yang disebabkan penambahan sudut pada sendi, seperti meluruskan pergelangan tangan, bahu, punggung dan kaki. Adduksi (adduction) merupakan pergerakan segmen tubuh terhadap garis tengah tubuh seperti ketika memindahkan lengan dari posisi horizontal ke posisi vertikal. Abduksi (abduction) merupakan pergerakan segmen tubuh yang menjauhi garis tengah tubuh seperti mengangkat lengan ke samping. Sanders dan McCormick (1993) menyatakan bahwa Selang Alami Gerakan (SAG) merupakan sejumlah gerakan yang melalui bagian tertentu yang terjadi pada sendi dan dinyatakan dalam derajat pergerakan seperti dijelaskan pada Gambar 3a dan Tabel 2. Selain itu contoh gerakan SAG lainnya berdasarkan Chaffin (1999) dan Woodson (1992) diacu dalam Openshaw (2006) diberikan pada Gambar 3 b.
9
(a)
(b) Gambar 3 Selang Alami Gerakan (SAG) tubuh manusia a
Sumber (a) Houy (1983) diacu dalam Sanders dan McCormick (1993) (b) Chaffin (1999) dan Woodson (1992) diacu dalam Openshaw (2006)
10 Tabel 2 Selang gerak dari beberapa zona gerakana Selang dari zona gerakan (dalam Β°) Gerakan
Siku terhadap lengan tangan**
Zona 0
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Fleksi
0-28
29-62
63-124
125+
Supinasi
0-21
22-48
49-96
97+
Pronasi
0-13
14-29
30-59
60+
Ekstensi
0-7
8-16
17-32
33+
Fleksi
0-6
7-13
14-26
27+
Fleksi
0-21
22-48
49-94
95+
Adduksi
0-5
7-12
13-23
24+
Abduksi
0-12
13-27
28-53
54+
Fleksi
0-22
23-50
51-99
100+
Fleksi
0 β 10
11 β 25
26 β 50
51+
Ekstensi
0β9
10 β 23
24 β 45
46+
Deviasi Radial
0β3
4β7
8 β 14
15+
Deviasi Ulnar
0β5
6 β 12
13 β 24
25+
Fleksi
0 β 19
20 β 47
48 β 94
95+
Ekstensi
0β6
7 β 15
16 β 31
32+
Adduksi
0β5
6 β 12
13 β 24
25+
Abduksi
0 β 13
14 β 34
35 β 67
68+
Fleksi
0 β 10
11 β 25
26 β 45
46+
Ekstensi
0β5
6 β 10
11 β 20
21+
Rotasi
0 β 10
11 β 25
26 β 45
46+
Membengkok ke samping
0β5
6 β 10
11 β 20
21+
Fleksi
0β9
10 β 22
23 β 45
46+
Ekstensi
0β6
7 β 15
16 β 30
31+
Rotasi
0β8
9 β 20
21 β 40
41+
Membengkok ke samping
0β5
6 β 12
13 β 24
25+
Lengan tangan**
Pergelangan kaki** Lutut**
Pinggul**
Pergelangan tangan*
Bahu*
Punggung*
Leher*
a
Sumber : *)Chaffin (1999) dan Woodson (1992) diacu dalam Openshaw (2006) ** ) Diolah berdasarkan data bersumber dari Houy 1983 diacu dalam Sanders dan McCormick 1993
11
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2013 di Laboratorium Ergonomika Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Sedangkan observasi dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2012 di PT Astra Agro Lestari, tbk yang bertempat di tiga anak perusahaannya yaitu PT Sari Lembah Subur, Riau, PT Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur dan PT Pasangkayu, Sulawesi Barat.
Peralatan dan Subjek Penelitian Peralatan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat komputer dan alat tulis. Komputer dan alat tulis ini digunakan untuk proses pengolahan data. Beberapa perangkat lunak yang digunakan adalah spreadsheet, Computer Aided Design (CAD) dan media capture photo. Subjek Subjek yang digunakan untuk mendapatkan data antropometri pemanen kelapa sawit berjumlah 48 pemanen di PT Sari Lembah Subur, Riau, 43 pemanen di PT Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur, dan 50 pemanen di PT Pasangkayu, Sulawesi Barat. Sedangkan subjek yang diteliti untuk mengetahui tingkat resiko gerakan pada proses pemanenan kelapa sawit berjumlah 9 pemanen di PT Sari Lembah Subur, Riau, 5 pemanen di PT Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur, dan 11 pemanen di PT Pasangkayu, Sulawesi Barat. Karakteristik dari subjek dapat dilihat pada Tabel 3.
12 Tabel 3 Karakteristik subjek penelitian tingkat resiko gerakan Subjek
Umur (Tahun)
Tinggi Badan (cm)
Berat Badan (kg)
1
A1
27
167.0
61
2
A2
25
162.5
62
3
A3
29
159.0
55
A4
33
146.5
51
A5
39
160.0
64
6
A6
40
156.0
51
7
A7
29
157.0
48
8
A8
35
149.5
50
9
A9
36
159.5
57
10
B1
20
163.0
48
B2
33
155.0
59
B3
45
160.0
58
13
B4
21
170.0
60
14
B5
40
163.0
63
15
C1
32
154.2
55
16
C2
35
162.3
69
17
C3
28
171.0
63
18
C4
40
168.5
60
19
C5
35
175.0
62
C6
52
150.7
53
21
C7
32
155.8
52
22
C8
29
168.9
56
23
C9
38
156.0
55
24
C10
35
170.0
67
25
C11
34
178.0
60
No
Lokasi Penelitian
4 5
PT Sari Lembah Subur
11 12
20
PT Waru Kaltim Plantation
PT Pasangkayu
Pelaksanaan penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan, pengolahan data, analisis data, simulasi posisi dan gerakan yang aman. Secara umum akan dijelaskan pada bagan alir berikut ini.
13
Mulai Penelitian Pendahuluan (Pengamatan prosedur kerja dan metode pemotongan tandan atau pelepah melalui video pemanenan, penentuan subjek dan objek, mempelajari data antropometri dan data dimensi alat panen) Pengolahan Data
Video Panen (resolusi 230 k pixel)
Rekaman Video (Motion Picture) Proses Pemotongan Tandan dan Pelepah
Data Dimensi Alat Panen
Data Antropometri
Pemotongan Video (Capture Photo)
Foto (Still Picture)
Model Manekin Pemanen
Analisis Data
Analisis Gerak (Motion Analysis)
Pola dan Data Sudut Gerak Tubuh
Pemilihan Parameter Antropometri yang Dibutuhkan
Analisis Resiko Gerakan Berdasarkan Selang Alami Gerakan (SAG)
Tingkat dan Distribusi Resiko Gerakan Setiap Bagian Tubuh pemanen
Simulasi Posisi dan Gerak kerja Good practice model (Prosedur, posisi dan gerak yang ideal)
Selesai Gambar 4 Bagan alir penelitian
14 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengamati dan mempelajari prosedur kerja dan metode pemotongan tandan dan pelepah dari rekaman video proses pemanenan. Selain itu, kita juga memepelajari data antropometri pemanen dan mengamati alat-alat yang digunakan dalam proses pemanenan. Rekaman video, data antropometri dan dimensi alat pemanenan bersumber dari penelitian Syuaib et al. (2012). Rekaman video proses pemanenan Dari rekaman video yang ada, selanjutnya dipilih rekaman video yang menunjukkan proses pemanenan dengan jelas untuk dijadikan sampel. Langkah berikutnya adalah menentukan subjek pemanen dari rekaman video yang sudah kita pilih. Dari pengamatan rekaman video diketahui tahapan proses pemanenan, metode kerja, ketinggian pohon kelapa sawit, kondisi lingkungan kerja seperti kondisi lahan, topografi dan cuaca pada saat itu. Video proses pemanenan kelapa sawit pada penelitian ini diambil di tiga lokasi yang merupakan anak perusahaan dari PT Agro Lestari, tbk yaitu PT Sari Lembah Subur, Riau, PT Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur dan PT Pasangkayu, Sulawesi Barat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada ketiga lokasi pengambilan data, tahapan proses pemanenan hampir sama, yang berbeda adalah variasi urutan tahapan proses pemanenannya saja. Secara umum, tahapan proses pemanenan kelapa sawit ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Tahapan proses pemanenan kelapa sawit Tahap Verifikasi (Ve) yaitu menentukan kematangan Tandan Buah Segar (TBS) dengan berjalan di area kebun untuk melihat tingkat kematangan TBS baik melalui jumlah berondolan yang jatuh di tanah ataupun melihat warna dari TBS apabila tinggi tanaman masih dapat dijangkau oleh penglihatan pemanen. Setelah melakukan verifikasi kematangan buah, pemanen menentukan pohon mana yang akan diambil TBS dan melakukan persiapan alat (Pe) seperti mengatur panjang
15 egrek untuk tanaman yang mempunyai tinggi lebih dari 3 m. Setelah alat sudah siap, alat ditegakkan sampai pisau egrek ataupun dodos menyentuh TBS untuk selanjutnya dilakukan pemotongan TBS dan pelepah (Cu). TBS dan pelepah yang berhasil dipotong dirapikan (Ba) dan dibuang pangkal tandannya. Pembuangan pangkal tandan TBS di PT Pasangkayu biasa disebut dengan cangkam kodok (Ck) oleh para pemanen karena bekas pemotongannya menyerupai mulut katak. Berondolan yang jatuh berserakan dikutip oleh para pemanen untuk dikumpulkan kembali di karung atau angkong (Br). Selanjutnya TBS yang sudah dibuang pangkal tandannya dibawa dengan menggunakan angkong (Lo) ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH). Setelah sampai pada TPH, TBS diangkat dari angkong dengan menggunakan gancu sejenis alat yang terbuat dari batang besi kolom berbentuk sabit yang ujungnya tajam. TBS tersebut kemudian ditata dan diberi tanda untuk diangkut (Un) oleh para petugas pengangkut dengan menggunakan truk. Dari semua tahapan proses pemanenan tadi yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah tahapan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah yang merupakan inti kegiatan dari proses pemanenan. Dari rekaman video dapat diketahui bahwa kondisi lahan berupa lahan kering yang berupa tanah mineral dengan bentuk topografi berbukit (rolling) dengan kemiringan 8-40%, dan datar (flat) dengan kemiringan 0-8 % berdasarkan pengukuran lereng dilapangan oleh tim konsultan PT Agrimu Karsawidya tahun 1995. Gambar 6 menunjukan dua macam kondisi lahan dalam proses pemanenan, yaitu lahan datar (F) dan lahan berbukit (R).
(a)
(b) Gambar 6 Kondisi lahan : (a) lahan datar (F) (b) lahan berbukit (R)
16 Data dimensi alat panen Berdasarkan pengamatan di tiga lokasi penelitian, alat yang digunakan untuk melakukan kegiatan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah hampir sama. Untuk tinggi pohon kurang dari 3 meter, alat yang digunakan adalah dodos dan untuk tinggi diatas 3 m menggunakan egrek. Lebih lanjut, gambar egrek yang ada ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Bagian-bagian egrek (a) egrek (b) pisau egrek (c) klem pada pipa egrek Egrek yang digunakan oleh pemanen diberikan langsung dari perusahaan sehingga untuk dimensi panjang dan diameter pipa yang dimiliki setiap pemanen sama. Egrek terdiri dari 3 bagian yaitu pipa, pisau egrek dan klem penyambung. Pipa terdiri dari 3 sambungan yang tiap sambungannya berukuran panjang 3 m, dengan diameter pipa 1, 2 dan 3 secara berurutan adalah 4.4 cm, 3.8 cm dan 3.2 cm yang ditunjukkan pada Tabel 4. Sedangkan untuk panjang pisau egrek adalah 30 cm. Berikut ini disajikan Gambar 8 yang menunjukkan gambar ortogonal egrek beserta dimensinya.
No 1 2 3 4
Tabel 4 Dimensi batang egrek dan dodos Diameter Luar Tebal Bagian-bagian Alat (cm) (mm) Pipa Sambungan Egrek 1 4.4 2 Pipa Sambungan Egrek 2 3.8 1.5 Pipa Sambungan Egrek 3 3.2 1.5 Pipa Dodos 3.2 1.5
Jenis Bahan Pipa Aluminium Pipa Aluminium Pipa Aluminium Pipa Galvanis
17
Gambar 8 Gambar ortogonal egrek (Arisandy 2013) Dodos terdiri dari 2 bagian yaitu pipa dodos dan pisau dodos. Batang pipa terbuat dari pipa galvanis dan mempunyai panjang yaitu 2.75 m. Berdasarkan Tabel 4 dodos mempunyai diameter luar sebesar 3.2 cm dan tebal 1.5 mm. Sedangkan panjang pisaunya adalah 21 cm. Gambar 9 menunjukkan pisau dodos yang ada di lapangan, sedangkan Gambar 10 menunjukkan gambar ortogonal dodos beserta dimensinya.
18
Gambar 9 Pisau dodos yang digunakan pemanen
Gambar 10 Gambar ortogonal dodos (Arisandy 2013) Data antropometri Data antropometri berasal dari 141 pemanen di tiga lokasi pengambilan data dan terdiri dari 51 parameter pengukuran. Pengukuran tubuh dilakukan pada posisi berdiri dan duduk. Daftar parameter data pengukuran tubuh yang dijelaskan pada Tabel 5.
19 Tabel 5 Daftar parameter pengukuran tubuh Posisi dan Ilustrasi Pengukuran
Posisi Berdiri
Posisi Duduk
No
Parameter Pengukuran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Berat badan Tinggi badan Tinggi mata Tinggi bahu Tinggi siku tangan Tinggi pinggang Tinggi pinggul Tinggi genggaman tangan (knuckle) Tinggi ujung tangan Jangkauan tangan keatas terbuka Jangkauan tangan keatas menggenggam Jangkauan tangan kedepan terbuka Jangkauan tangan kedepan menggenggam Jengkal 2 tangan kesamping terbuka Jengkal 2 tangan kesamping menggenggam Jengkal 2 siku Panjang telapak kaki Lebar telapak kaki Lebar telapak tangan Diameter genggaman tangan Panjang telapak tangan Keliling genggaman tangan Panjang ibu jari Panjang jari telunjuk Panjang jari tengah Panjang jari manis Panjang jari kelingking Panjang jengkal tangan Tinggi duduk Tinggi mata Tinggi bahu Tinggi siku tangan Jangkauan tangan keatas terbuka Jangkauan tangan keatas menggenggam Tinggi lutut Tinggi lipatan lutut dalam Jangkauan tangan kebawah terbuka Jangkauan tangan kebawah menggenggam Panjang lengan atas Panjang lengan bawah terbuka Panjang lengan bawah tergenggam Jarak pantat lutut Jarak pantat lipatan lutut dalam Panjang leher Lebar leher Lebar bahu (biacromial) Lebar bahu (bideltoid) Lebar pinggul Tebal dada Tinggi dudukan paha Panjang lengan
20 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari pengolahan rekaman video, data antropometri dan data dimensi alat panen. Rekaman video proses pemanenan Rekaman video yang berisi tahapan dan proses pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah diputar dengan menggunakan media capture photo untuk selanjutnya dibagi menjadi elemenelemen gerak dengan mengubah data video (motion picture) menjadi bagianbagian foto (still photo) pergerakan pemanen setiap 5 detik gerakan. Setiap subjek diambil 24 foto yang terdiri atas 8 kali pengulangan, setiap pengulangan terdiri dari 3 foto. Tiga foto tersebut merupakan step gerakan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah yang terdiri dari 3 gerakan yang berbeda. Data antropometri Pengukuran antropometri pemanen kelapa sawit dari tiga lokasi penelitian menghasilkan data antropometri yang kemudian digabungkan. Data antropometri dari 141 pemanen tersebut diolah untuk dicari rata-rata, data ukuran tubuh minimum dan maksimum pemanen. Selain itu kita menggunakan ukuran presentil dalam data antropometri yang berguna untuk menunjukkan bahwa ukuran tubuh pemanen tersebut termasuk dalam kelompok rata-rata, diatas atau dibawah rata-rata. Presentil yang digunakan adalah presentil 5, 50 dan 90. Presentil ke 5 menunjukkan bahwa 5% populasi memiliki ukuran tubuh kurang dari atau sama dengan nilai ukuran tubuh tersebut. Sedangkan presentil 95 berarti terdapat 5% pemanen yang memiliki ukuran tubuh tebesar yaitu kurang dari atau sama dengan ukuran tubuh tersebut. Hasil pengukuran data antropometri ditunjukkan pada Tabel 6. Dari 51 parameter pengukuran tubuh yang ada, selanjutnya kita memilih parameter pengukuran tubuh yang akan digunakan sebagai model manekin. Parameter pengukuran tubuh yang digunakan adalah lebar leher, panjang leher, tinggi mata, tinggi bahu, tinggi pinggang, tinggi lutut, panjang lengan atas, panjang lengan bawah, dan panjang telapak tangan. Parameter pengukur tubuh tersebut menjadi dasar pembuatan manekin pemanen. Model antropometri pemanen kelapa sawit dibuat dengan posisi berdiri normal untuk presentil 5, presentil 50 dan presentil 95 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
21 Tabel 6 Data antropometri pemanen pada ketiga lokasi penelitian (n=141)a 5
Persentil 50
95
82.00 175.00 165.70 145.10 199.50 108.00 97.80 93.40 82.10 222.20 215.00 87.20 89.30 196.50 169.70 99.00 28.00 13.00
46.00 149.50 137.40 123.00 91.20 83.50 77.60 60.00 51.50 187.80 178.00 66.50 57.70 152.50 135.50 73.00 22.00 9.30
55.00 160.00 149.10 133.50 99.50 93.50 86.00 68.10 57.90 202.00 192.00 77.00 66.00 167.30 147.00 84.60 24.40 10.50
71.00 170.00 160.00 141.20 109.00 103.50 95.00 76.00 63.00 217.80 208.00 85.00 73.50 178.00 157.90 93.00 26.50 11.50
12.50 10.40 71.90 31.00 63.00 97.00 12.00 110.40 9.10 24.40 93.00 80.50 78.20 30.00 153.40 133.40 58.00 51.00 87.00 73.10 36.50 50.00 46.00 60.00 51.00 22.00 20.00 86.00 54.00 38.40 26.00 58.00 86.50
8.10 5.50 16.40 23.60 5.60 6.60 7.20 6.80 5.20 17.50 76.00 64.00 50.40 16.70 114.20 105.00 44.50 36.00 67.20 56.00 26.00 39.40 30.00 48.10 37.90 16.60 14.60 23.00 38.50 28.00 17.60 10.16 46.70
9.10 7.40 18.00 27.00 6.20 8.80 9.80 9.00 7.00 20.50 82.30 71.20 56.10 21.00 125.40 114.30 49.00 40.30 73.70 62.00 31.00 44.00 34.00 53.50 43.40 18.00 15.90 31.40 42.90 32.00 20.30 26.50 55.50
11.10 8.50 20.00 29.20 7.20 9.90 11.20 10.50 8.50 23.00 88.20 77.00 60.80 26.00 135.60 126.80 53.00 45.00 79.00 69.20 35.00 48.00 39.30 58.00 49.00 20.00 19.00 35.50 48.00 35.90 24.00 53.50 80.00
Ratarata
SD
Min
Maks
1 Berat badanb 2 Tinggi badan 3 Tinggi mata 4 Tinggi bahu 5 Tinggi siku tangan 6 Tinggi pinggang 7 Tinggi pinggul 8 Tinggi genggaman tangan (knuckle) 9 Tinggi ujung tangan 10 Jangkauan tangan keatas terbuka 11 Jangkauan tangan keatas menggenggam 12 Jangkauan tangan kedepan terbuka 13 Jangkauan tangan kedepan menggenggam 14 Jengkal 2 tangan kesamping terbuka 15 Jengkal 2 tangan kesamping menggenggam 16 Jengkal 2 siku 17 Panjang telapak kaki 18 Lebar telapak kaki Posisi Duduk
56.16 160.07 148.78 133.03 101.21 93.42 85.83 68.34 57.84 201.78 192.08 76.11 65.85 165.64 147.29 84.25 24.33 10.45
7.94 6.60 7.05 5.93 12.61 6.50 5.59 5.54 4.67 9.46 9.51 6.15 5.17 13.98 7.41 6.07 1.45 0.76
38.00 139.50 127.00 115.90 85.60 68.40 70.00 52.70 42.20 175.60 166.00 61.20 54.90 60.60 127.00 56.50 20.50 8.40
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
9.45 7.17 18.33 26.71 6.74 9.04 9.41 9.43 6.98 20.28 82.22 70.82 56.23 21.30 125.40 115.04 48.68 40.49 73.28 62.43 30.74 43.80 34.20 53.28 43.58 18.16 16.12 31.22 42.77 31.88 20.46 24.88 59.91
1.13 1.01 4.80 1.75 4.80 7.54 1.35 8.65 1.04 1.90 3.82 3.85 3.67 3.11 6.74 6.65 2.98 2.94 3.88 3.88 3.00 2.63 2.98 3.06 3.33 1.05 1.25 5.81 3.55 2.61 1.87 14.79 11.46
7.50 4.90 8.20 21.50 5.20 6.00 6.50 6.00 4.70 9.20 73.00 61.70 48.40 14.40 105.40 91.90 40.20 33.00 63.20 53.00 21.20 38.00 29.00 45.60 36.00 15.00 14.00 21.00 25.00 26.00 15.90 9.40 42.80
No
Parameter Pengukuran
Posisi Berdiri
a
Lebar telapak tangan Diameter genggaman tangan Panjang telapak tangan Keliling genggaman tangan Panjang ibu jari Panjang jari telunjuk Panjang jari tengah Panjang jari manis Panjang jari kelingking Panjang jengkal tangan Tinggi duduk Tinggi mata Tinggi bahu Tinggi siku tangan Jangkauan tangan keatas terbuka Jangkauan tangan keatas menggenggam Tinggi lutut Tinggi lipatan lutut dalam Jangkauan tangan kebawah terbuka Jangkauan tangan kebawah menggenggam Panjang lengan atas Panjang lengan bawah terbuka Panjang lengan bawah tergenggam Jarak pantat lutut Jarak pantat lipatan lutut dalam Panjang leher Lebar leher Lebar bahu (biacromial) Lebar bahu (bideltoid) Lebar pinggul Tebal dada Tinggi dudukan paha Panjang lengan
Sumber : Syuaib et al. (2012) Satuan panjang dalam cm dan satuan berat dalam kg
b
22
Gambar 11 Model antropometri pemanen kelapa sawit pada posisi berdiri normal tampak samping Analisis Data Sampel foto dianalisis elemen gerak dan resiko yang terjadi di setiap gerakannya. Setiap gerakan dicari dan digambar sudutnya dengan menggunakan. Computer Aided Design (CAD). Data sudut yang terbentuk dari gerakan setiap subjek dikumpulkan dan diolah pada spreadsheet. Setelah semua data sudut gerakan terkumpul, tahapan selanjutnya adalah membandingkan sudut-sudut gerakan pemanen pada saat pemanenan kelapa sawit dengan referensi berupa selang alami gerak dari Chaffin (1999) dan Woodson (1992) yang diacu dalam Openshaw (2006) untuk dipetakan distribusi resiko gerakan yang terjadi di setiap bagian tubuh. Dari analisis elemen gerak akan didapat informasi mengenai tingkat dan distribusi resiko gerakan setiap bagian tubuh pemanen. Informasi inilah yang akan menjadi dasar simulasi posisi dan gerak kerja yang akhirnya akan menghasilkan prosedur, jarak dan gerakan yang ideal. Gerakan ideal artinya gerakan memanen yang aman yang dilakukan subjek sesuai dengan Selang Alami Gerakan (SAG) sehingga gerakan yang dilakukan nantinya akan mengurangi atau bahkan menghilangkan resiko terjadinya cidera. Simulasi Posisi dan Gerak Kerja yang Aman Simulasi posisi dan gerak kerja yang aman dibuat dari informasi mengenai tingkat dan distribusi resiko gerakan setiap bagian tubuh pemanen, model manekin pemanen dan data dimensi alat. Dalam pembuatan simulasi ini ditentukan parameter-parameter yang mengatur 3 unsur utama yang berpengaruh dalam ergonomi yaitu pengguna (user), alat dan lingkungan kerjanya. Parameterparameter tersebut dijelaskan dalam Gambar 12.
23 Pemanen οΌ Antropometri pemanenο persentil 5 οΌ Sudut gerak pemanenο leher, bahu dan lengan bawah οΌ Sudut pandang optimalο 15o (Grandjean et al. 1984)
Alat Panen οΌ Jenis alatο dodos atau egrek οΌ Panjang alatο dodos (2.75 cm) dan egrek (1 sambungan = 3 m)
Lingkungan Kerja οΌ Tinggi target potong οΌ (pelepah atau tandan)ο 3 m, 6 m, 12 m, 18 m οΌ Kondisi lahanο datar (F)
Gambar 12 Parameter simulasi posisi dan gerak kerja yang aman Dalam simulasi, model pemanen dibuat dengan parameter antropometri, Sudut gerak pemanen, dan sudut pandang optimal. Data antropometri yang digunakan menggunakan persentil lima yang menunjukkan 5% populasi memiliki ukuran tubuh kurang dari atau sama dengan nilai ukuran tubuh tersebut. Misalnya untuk tinggi pemanen persentil 5 adalah 149.5 cm yang berarti 5 % pemanen memiliki ukuran tubuh kurang dari atau sama dengan 149.5 cm. Simulasi dilakukan dengan tujuan mencari kondisi yang paling tidak menguntungkan yang mungkin terjadi sehingga dihasilkan jarak pemotongan yang paling maksimum yang bisa dilakukan pemanen agar gerakannya tetap aman. Semakin tinggi atau besarnya ukuran tubuh pemanen maka proses cutting akan lebih mudah. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pemanen maka jarak pandang pemanen dengan posisi tandan atau pelepah lebih dekat dari pemanen yang memiliki tinggi tubuh yang pendek. Sehingga area kerja pemanen juga dapat lebih dekat dari posisi pohon yang dapat mengurangi melintingnya egrek saat egrek dibentangkan terlalu panjang karena jarak orang dengan posisi pohon jauh. Maka dari itu diambil persentil 5 dengan tujuan dapat mencari posisi maksimal sebagai batasan jarak aman posisi pemanenan. Hal ini menunjukkan bahwa 95 % populasi dapat menggunakan jarak aman posisi pemanenan tersebut. Sudut gerak kerja yang paling diperhatikan adalah pada bagian leher, bahu dan lengan bawah, selain karena sebagian besar gerakan pemanenan dilakukan pada anggota tubuh atas,
24 pada bagian-bagian tersebut diindikasikan memiliki resiko gerak yang tinggi. Menurut Grandjean et al. (1984), zona pandang optimal agar mata dapat fokus pada suatu titik atau benda adalah 15o. Sehingga untuk semua simulasi yang dilakukan, area pandang pemanen berada pada selang 15o. Alat panen yang digunakan dalam pembuatan simulasi terdiri dari dodos dan egrek. Panjang masing-masing alat tersebbut juga diperhatikan. Dodos memiliki panjang 2.75 m dan untuk setiap sambungan batang egrek memiliki panjang 3 m. Untuk unsur lingkungan kerja, tinggi posisi tandan dan pelepah sangat berpengaruh dalam menentukan jarak posisi antara pemanen dengan pohon. Tinggi posisi tandan dan pelepah atau target potong yang digunakan adalah maksimum untuk ketinggian 3, 6, 12 dan 18 m. Kondisi lahan yang dibuat untuk simulasi adalah lahan datar (F) karena terkadang untuk lahan rolling dengan posisi tandan yang menghadap ke lereng atau bukit akan memudahkan pemanen. Dengan kondisi tersebut pemanen akan mempunyai posisi lebih tinggi dari pangkal batang sehingga jarak pandang menjadi semakin dekat dengan target potong. Hal ini akan mengurangi resiko gerak pada leher. Sehingga kondisi lahan yang dipakai dibuat normal yaitu lahan datar (F).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Elemen Gerak dan Resiko Gerakan Pemotongan Tandan Kelapa Sawit dan Pelepah (Cutting) Kegiatan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah dalam penelitian ini dilakukan di dua lahan yaitu lahan datar (flat) dengan kemiringan 0-3% yang diberi simbol F, dan lahan berbukit (rolling) dengan kelerengan 15-25 %, diberi simbol R. Kegiatan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah ini menggunakan alat pemotong sesuai dengan tinggi posisi target potong yaitu tandan atau pelepah kelapa sawit. Penggunaan dodos yang dilakukan untuk tinggi targrt potong 0-3 m diberi simbol D. Pohon kelapa sawit dengan tinggi target potong 0-3 m terkadang dipanen juga dengan menggunakan egrek dengan gagang pendek dan diberi simbol E1. Penggunaan egrek untuk tinggi target potong 3-6 m, 6-12 m, dan 12-18 m berturut-turut diberi simbol E2, E3 dan E4. Cutting Menggunakan Dodos (D) Gerakan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah dengan menggunakan dodos dalam penelitian ini diambil 3 tahapan gerakan yaitu gerakan mengangkat dodos (a), gerakan mendorong dodos (b) dan gerakan ketiga adalah gerakan mendorong dodos sampai dodos menancap pada pelepah atau tandan kelapa sawit (c) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Kemudian dibuat pula manekin dari pemanen yang ditunjukkan pada Gambar 14.
25
(a) (b) (c) Gambar 13 Tiga tahapan gerakan cutting dengan menggunakan dodos yang dilakukan oleh subjek A5
Gambar 14 Manekin subjek A5 a
o
Satuan sudut dalam derajat ( ) Keterangan :
b
Zona 0 (gerakan dalam kategori nyaman) Zona 1 (gerakan dalam kategori aman) Zona 2 (gerakan dalam kategori hati-hati) Zona 3 (gerakan dalam kategori bahaya)
26 Gambar 12 merupakan salah satu contoh 3 tahapan gerakan cutting dengan menggunakan dodos yang dilakukan oleh subjek A5. Pada gerakan pertama, subjek mengangkat dodos dengan punggung pada posisi normal terhadap bidang vertikal. Bahu kiri membengkok ke depan atau shoulder flexion (Sf) sebesar 16o terhadap punggung. Sedangkan bahu kanan membengkok ke belakang atau shoulder extention (Se) sebesar 61o terhadap badan diikuti lengan bawah yang membengkok ke depan (Ef) sebesar 83o terhadap lengan atas. Selain itu pemanen juga mengalami limb flextion (lf) pada tungkai atas bagian kanan dan kiri terhadap garis vertikal secara berurutan sebesar 2o dan 23o. Sedangkan tungkai bawah bagian kanan dan kiri membengkok atau disebut dengan knee flexion (Kf) secara berurutan sebesar 11o dan 19o. Pada bagian leher mengalami head extention (He) terhadap badan sebesar 19o. Berdasarkan SAG, subjek A5 mengalami zona 3 atau zona merah untuk bahu kiri dan bahu kanan yang merupakan zona posisi tubuh yang ekstrim dan harus dihindari. Sedangkan lengan bawah bagian kanan berada pada zona 2 atau zona kuning yang merupakan zona posisi tubuh yang tidak dianjurkan. Tungkai atas bagian kanan dan kiri berturut-turut berada pada zona 0 dan zona 1 atau zona hijau yang merupakan zona aman dan tungkai bawah bagian kanan dan kiri berturut-turut keduanya berada pada zona hijau. Sedangkan leher berada pada zona kuning. Gerakan kedua merupakan gerakan mendorong dodos, namun belum mencapai letak pelepah dan tandan kelapa sawit. Pada gerakan ini untuk subjek A5, punggung sudah mulai membengkok ke depan yang disebut dengan back flexion (Bf) terhadap garis vertikal sebesar 9o. Bahu kanan mengalami shoulder extention (Se) terhadap badan sebesar 35o diikuti oleh lengan bawah yang membengkok ke depan (Ef) terhadap lengan atas sebesar 71o. Selain itu bahu bagian kiri membengkok ke depan (Sf) terhadap badan sebesar 37o. Tungkai atas bagian kanan dan kiri, keduanya membengkok ke depan (Lf) terhadap badan sebesar 22o dan 24o secara berurutan. Sedangkan kedua tungkai bawah membengkok ke belakang (Kf) sebesar 3o dan 19o secara berurutan. Pada gerakan kedua ini, gerakan A5 termasuk pada zona 0 untuk punggung, zona 3 untuk bahu kanan dan zona 1 untuk bahu kiri. Sedangkan untuk lengan bawahbagian kanan berada pada zona 2 dan lengan bawah bagian kiri berada pada zona 3. Leher mengalami ekstensi (He) terhadap badan sebesar 28o yang masuk pada zona 2. Gerakan ketiga merupakan gerakan mendorong sampai dodos menancap pada pelepah atau tandan kelapa sawit sampai pelepah atau tandan kelapa sawit berhasil terpotong. Leher A5 pada gerakan ini kepala mengalami ekstensi (He) sebesar 30o yang masih tergolong dalam zona 2. Sedangkan kedua bahu bagian kanan dan kiri membengkok ke depan (Sf) terhadap badan masing-masing sebesar 17o dan 76o yang keduanya tergolong dalam zona 2. Sedangkan untuk lengan bawah bagian kanan dan kiri juga mengalami fleksi terhadap lengan atas sebesar 109o dan 85o berurutan dan keduanya tergolong pada zona 2. Punggung membengkok ke depan (Bf) terhadap garis vertikal sebesar 8o yang tergolong pada zona 0. Tungkai atas bagian kanan dan kiri membengkok ke depan (Lf) terhadap garis vertikal sebesar 3o dan 8o secara berurutan yang tergolong pada zona 0, sedangkan tungkai bawah bagian kanan dan kiri mengalami fleksi (Kf) sebesar 21o dan 9o yang juga tergolong pada zona 0. Dari ketiga gerakan tesebut dapat dilihat bahwa dari gerakan ke-1 sampai ke-3 mengalami peningkatan sudut ekstensi pada leher terhadap badan dari 19o
27 sampai 30o. Walaupun antara selang tersebut masih dalam zona yang sama yaitu zona 2, hal ini menjadi indikasi potensi terjadinya peningkatan resiko pada leher yang akan memasuki zona 3 pada selang sudut ekstensi lebih dari 31o jika leher terus dipaksakan membengkok ke belakang. Selain itu terjadi pula pengurangan sudut ekstensi pada bahu kanan dari gerakan pertama ke gerakan kedua yaitu dari sudut 51o ke 35o. Pada gerakan ketiga, bahu kanan terus bergerak kedepan dari bahu yang tadinya membengkok ke belakang yang kita sebut sebagai gerakan ekstensi sampai pada posisi gerakan terakhir bahu mengalami fleksi sebesar 17o. Gerakan bahu yang mengayun ke depan tersebut menyebabkan bahu kanan yang tadinya berada pada zona 3 menjadi berangsur berkurang menjadi zona 2. Sedangkan pada bahu kiri mengalami peningkatan sudut fleksi dari 16o sampai dengan 76o yang mengalami peningkatan resiko gerak yaitu dari zona 1 menjadi zona 2. Peningkatan sudut fleksi bahu kiri diikuti dengan pengurangan sudut fleksi lengan bawah, dari sudut 176o sampai dengan 85o berkurang hampir 90o yang menandakan pengurangan resiko gerak dari zona 3 ke zona 2. Perubahan juga terjadi pada punggung yang pada gerakan 1 masih berada pada posisi normal kemudian berangsur membengkok bergerak kedepan menyebabkan gerakan fleksi dari sudut 9o kemudian punggung mulai membengkok ke belakang menyebabkan gerakan ekstensi dengan sudut8o. Hal ini menerangkan bahwa pada saat gerakan mendorong dodos, pemanen mendorong dengan membungkuk ke depan kemudian setelah dodos menancap pada tandan kelapa sawit, pemanen menegakkan punggung kembali sampai menyebabkan ekstensi saat mulai mendongkel tandan kelapa sawit. Semua hal yang telah dijelaskan terjadi pada bagian tubuh upper limb sedangkan pada kegiatan dodos ini bagian tubuh bawah seperti tungkai atas dan tungkai bawah tidak banyak mengalami perubahan gerakan-gerakan yang mencolok dan berada pada zona aman yaitu 0-1. Hal ini menandakan bahwa kegiatan cutting dengan dodos, bagian tubuh yang banyak berperan adalah bagian tubuh atas. Rekap data selang gerak pemanen di 3 lokasi dengan menggunakan dodos pada lahan datar ditunjukkan pada Tabel 7. Dapat dilihat dari data tersebut bahwa hampir semua anggota tubuh bagian atas dan leher berada pada zona tidak aman yaitu zona 2 dan 3 sedangkan anggota tubuh bagian bawah berada pada zona aman yaitu 0 dan 1. Hal ini menegaskan kembali bahwa dalam proses cutting, resiko gerakan yang terbesar tersebar pada bagian anggota tubuh bagian atas karena anggota tubuh bagian atas yaitu bahu dan lengan tangan bagian bawah banyak berperan dalam pergerakan mendorong sampai mendongkel tandan kelapa sawit serta pelepah sedangkan leher membentuk gerakan ekstensi (mendongak) untuk melihat posisi tandan kelapa sawit atau pelepah. Hal ini sering kali menyebabkan terjadinya posisi ekstrim yang membentuk susut-sudut fleksi atau ekstensi yang melebihi batas zona aman dan berpotensi menimbulkan cidera apabila dilakukan dalam jangka waktu lama dan berulang-ulang. Terjadi gerakan leher yang membengkok ke belakang (extention) pada semua subjek dan hampir semua gerakan ekstensi tersebut tergolong dalam zona 3 dengan sudut terbesar yang bisa dibentuk adalah 69o pada subjek B5. Sedangkan gerakan leher membengkok ke depan (flexion) hanya terjadi pada satu subjek saja yaitu A1. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan leher yang umumnya dilakukan oleh pemanen adalah membengkokkan leher ke belakang (extention), sangat jarang yang membengkokkan leher ke depan. Fenomena ini disebabkan karena hampir semua
28 letak pelepah atau tandan kelapa sawit melebihi tinggi pemanen sendiri sehingga pemanen harus mendongak untuk melihat pelepah dan tandan kelapa sawit.Bagian tubuh yang hampir semuanya tergolong dalam zona tiga adalah lengan tangan bagian bawah baik kanan maupun kiri. Hal ini dikarenakan pada gerakan awal mendorong dodos, lengan tangan menekuk terlalu dalam agar menghasilkan gaya dorong yang maksimal pada gerakan kedua dan ketiganya. Sedangkan sebagian besar bahu pemanen mengalami fleksi terlihat dari banyaknya data terjadinya bahu fleksi daripada bahu ekstensi. Gerakan bahu pemanen yang biasa dilakukan adalah dengan menggerakan bahu ke depan. Gerakan bahu fleksi yang termasuk dalam zona 3 banyak dialami oleh bahu sebelah kiri yang menendakan bahu kiri memiliki resiko gerak yang lebih tinggi dibandingkan bahu kanan. Hal ini dikarenakan banyak pemanen yang memakai tangan kiri pada pegangan dodos sebelah atas, dan tangan kanan untuk pegangan dodos bagian bawah sehingga bahu kiri lebih berpotensi untuk berada pada posisi ekstrim. Berbeda degan anggota tubuh bagian atas lainnya, punggung untuk kegiatan cutting dengan dodos berada pada zona 1 dan 2, kebanyakan data menunjukkan bahwa kebiasaan gerakan punggung yang dilakukan pemanen adalah fleksi atau dengan membungkuk ke depan. Untuk anggota tubuh bagian bawah yaitu tungkai atas hampir semuanya berada pada zona 1 sedangkan pada bagian lutut kebawah atau bagian tungkai bawai banyak yang tergolong pada zona 2 karena lutut membengkok ke dalam (flextion) untuk membuat tumpuan agar dapat menumpu seluruh badan. Lutut bagian kanan atau kiri yang menjadi tumpuan bervariasi setiap individunya. Tabel 7 Data selang gerak pemanen dengan menggunakan dodos (D) pada lahan datar (F) untuk tinggi target potong maksimal 3 m S
Ratarata maks
C1 A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B5
Ef R 135 78 186 153 155 146 165 132 88
Sf L
R
Se L
R
L
Bf Be Hf He
173 68 131 135 130 23 96 51 56 45 36 41 141 53 104 32 99 22 166 7 81 58 30 21 163 144 91 25 6 10 173 54 109 55 24 149 90 55 26 41 132 110 50 25 166 85 108 33
Satuan sudut dalam derajat (o) b Keterangan : S = Subjek Ef = Lengan bawah fleksi Sf = Lengan atas (bahu) fleksi Se = Lengan atas (bahu) ekstensi Bf = Punggung fleksi Be = Punggung ekstensi
32 12 4 18 15 13 9 4
41 28 52 29 61 54 51 56 69
a
Zona 0 (nyaman) Zona 1 (aman) Zona 2 (hati-hati) Zona 3 (bahaya)
Lf
Kf
R
L
R
L
44 34 25 28 48 46 39 48 17
31 33 26 36 44 13 29 25 52
68 71
58 46
30 53 47 61 64 59
33 71 38 89 58 72
29 Hanya ada 2 subjek dari 9 subjek yang bagian lehernya termasuk dalam zona 2 selebihnya masuk dalam zona 3 selain itu hampir semua bahu yang mengalami ekstensi tergolong dalam zona 3. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hampir semua zona merah dialami oleh leher, bahu dan lengan bawah. Hal ini mengindikasi bahwa telah terjadi kesalahan yang sistematik dalam sistem kerja cutting ini sehingga menyebabkan posisi ekstrim pada leher, bahu, dan lengan tangan bagian bawah. Prosedur pada sistem kerja perlu diperbaiki untuk mengurangi terjadinya resiko kerja. Cutting Menggunakan Egrek (E) Kegiatan pemotongan tandan kelapa sawit dan pelepah atau cutting dengan menggunakan egrek sebagian besar dilakukan pada tinggi target potong di atas 3 m karena dodos sudah tidak bisa dunakan kan lagi karena keterbatasan panjang alat. Namun ada beberapa kasus penggunaan egrek untuk tinggi target potong di bawah 3 m dengan menggunakan egrek pendek. Gerakan cutting dengan menggunakan egrek dibagi menjadi 3 elemen posisi gerakan dalam penelitian ini yaitu gerakan posisi awal saat egrek sudah siap untuk ditarik yang berarti pisau egrek sudah dalam posisi mengait tandan kelapa sawit atau pelepah (a), gerakan menarik egrek yang pertama (b) dan yang terakhir adalah gerakan menarik egrek yang kedua sampai tandan kelapa sawit atau pelepah berhasil terpotong (c). Menurut pengamatan, sebagian besar tandan kelapa sawit bisa terpotong apabila dilakukan dua kali tarikan. Hanya ada beberapa kasus yang terjadi dengan hanya menggunakan 1 tarikan saja sehingga dalam penelitian ini digunakan diambil 2 gerakan penarikan egrek. Gambaran cutting dengan menggunakan egrek dapat dilihat pada gambar 15 dan manekin pemanennya ditunjukkan pada gambar 16.
(a)
(b)
(c)
Gambar 15 Tiga tahapan gerakan cutting dengan menggunakan egrek yang dilakukan oleh subjek C4
30
Gambar 16 Manekin subjek C4 a
Satuan sudut dalam derajat (o) Keterangan :
b
Zona 0 (gerakan dalam kategori nyaman) Zona 1 (gerakan dalam kategori aman) Zona 2 (gerakan dalam kategori hati-hati) Zona 3 (gerakan dalam kategori bahaya)
Gambar 14 merupakan contoh dari rangkaian gerakan cutting dengan menggunakan egrek pada lahan datar untuk tinggi target potong 3-6 m (E2) yang dilakukan oleh subjek C4. Pada gerakan pertama (a) leher subjek C4 membengkok ke belakang (extention) membentuk sudut sebesar 37o terhadap badan yang sudah melebihi zona aman dan termasuk dalam zona 3. Gerakan ekstensi juga terjadi di punggung pemanen walaupun sudut yang dihasilkan cukup kecil yaitu 4 o terhadap garis vertikal yang masih termasuk zona aman yaitu zona 0. Kedua bahu pemanen membengkok ke depan (flexion) sebesar 71o dan 126o berturut-turut terhadap badan untuk bahu kanan dan kiri yang termasuk dalam zona 2 dan 3. Gerakan tersebut diikuti oleh lengan bawah yang juga membengkok ke dalam (flextion) terhadap lengan atas sebesar 93o dan 13o yang tergolong dalam zona 2 dan zona 0 berturut-turut untuk bagian kanan dan kiri. Hal ini menandakan bahwa bahu kiri pada posisi awal berada pada posisi lebih tinggi dari bahu kanan dan memiliki posisi lebih ekstrim dari bahu kanan, kebalikannya lengan bawah bagian kanan memiliki posisi lebih ekstrim dari lengan bawah bagian atas yang hanya tergolong pada zona 0. Sedangkan pada bagian tubuh bawah yaitu tungkai atas dan tungkai bawah relatif aman yaitu berada pada zona 0 untuk bagian kedua tungkai atas dan tungkai bawah sebelah kiri. Hal ini sama halnya dengan kegiatan cutting dengan menggunakan dodos bahwa bagian anggota tubuh yang berperan dalam proses cutting adalah bagian tubuh atas terlihat dari sebaran posisi ekstrim yang dialami anggota tubuh atas. Pada gerakan kedua yaitu tarikan egrek pertama, bagian leher masih terus membengkok ke belakang dengan menambah sudut ekstensinya menjadi 49o terhadap badan. Hal ini terjadi karena pemanen akan terus memastikan letak
31 tandan kelapa sawit atau pelepah yang berada lebih tinggi dari tinggi tubuhnya sehingga leher mendongak. Untuk posisi awalan menarik egrek ini, bahu membungkuk ke depan (flextion) sebesar 7o terhadap garis vertikal untuk mendapatkan gaya tarikan yang besar. Kedua bahu masih membengkok ke depan (flextion) sebesar 78o dan 138o terhadap badan yang berarti terjadi peningkatan sudut fleksi dari gerakan pertama. Hal ini dikarenakan untuk menarik egrek, posisi tangan harus lebih tinggi dari posisi awal agar mendapat gaya menarik ke bawah yang lebih besar. Pada posisi ini kedua bahu tergolong dalam zona 2 dan 3 berturut-turut untuk bagian kanan dan kiri. Selain itu lengan bawah bagian kanan dan kiri juga masih membengkok ke dalam (flexion) dengan sudut fleksi yang meningkat dari posisi awal yaitu sebesar 99o dan 17o terhadap lengan atas. Pada posisi tersebut, berturut-turut untuk bagian kanan dan kiri lengan bawah masih tergolong pada zona 2 dan 0 yang menandakan posisi ekstrim masih dialami oleh bawah bagian kanan dan bahu bagian kiri. Sama halnya dengan posisi awal, pada gerakan kedua ini anggota tubuh bagian bawah masih tergolong pada zona aman yaitu zona 0 untuk kedua tungkai atas, tungkai bawah bagian kiri dan tungkai bawah bagian kanan masuk dalam zona 1. Pada posisi tarikan kedua, karena letak posisi tandan kelapa sawit atau pelepah sudah dipastikan pada gerakan pertama dan kedua, posisi leher mulai bergerak ke depan walupun masih dalam posisi membengkok ke belakang (ekstensi) dengan pengurangan sudut ekstensi menjadi sebesar 4o. Pada posisi tersebut leher masih tergolong pada posisi ekstrim yaitu zona 3. Penambahan sudut fleksi pada punggung terjadi pada gerakan ketiga ini. Punggung terus membungkuk ke depan sebesar 9o terhadap badan untuk memaksimalkan gaya tarikan. Kedua bahu masih mengalami fleksi dengan sudut fleksi yang lebih kecil dari gerakan kedua yaitu sebesar 43o dan 112o terhadap badan. Hal ini dikarenakan untuk posisi terakhir dalam gerakan menarik egrek, bahu akan mengayun ke bawah sebagai konsekuensi kegiatan menarik sehingga sudut fleksinya mengecil dan mengurangi posisi ekstrim yang terjadi walaupun masih tergolong dalam zona 2 dan 3. Kedua lengan bawah juga mengalami fleksi sebesar 142o dan 61o terhadap lengan atas. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa posisi lengan bawah terus membengkok ke dalam yang berarti mengalami penambahan sudut fleksi serta meningkatkan zona dari zona 2 dan 0 menjadi zona 3 dan 1. Hal ini menunjukkan bahwa lengan bawah mengalami peningkatan posisi ekstrim yang meningkatkan resiko cidera. Berbeda dengan gerakan pertama dan kedua, pada gerakan ketiga anggota tubuh bagian bawah (lower limb) mulai mengalami peningkatan sudut fleksi. Hal ini dapat dilihat dari kedua tungkai atas yang mengalami fleksi sebesar 23o dan 39o terhadap badan berturut-turut untuk bagian kanan dan kiri. Dari data dapat terlihat terjadinya peningkatan zona dari zona 0 ke zona 1. Hal ini dikarena untuk kegiatan menarik, posisi kaki akan menjadi tumpuan agar tarikan menjadi maksimal. Tungkai atas yang mengalami peningkatan sudut fleksi ini juga diikuti oleh peningkatan sudut ke dalam (flextion) pada tungkai bawah menjadi sebesar 75o dan 44o terhadap tungkai atas yang meningkatkan posisi ekstrim. Pada gerakan pertama dan kedua, bagian tungkai bawah masih berada pada zona 0 dan 1 berturut-turut untuk bagian kanan dan kiri sedangkan pada gerakan ketiga ini, tungkai bawah mengalami peningkatan zona menjadi zona 1 dan 2.
32 Cutting dengan menggunakan egrek dilakukan pada tinggi target potong 03 m (E1), 3-6 m (E2), 6-12 m (E3) dan 12-18 m (E4). Kegiatan ini dilakukan dengan variasi lahan datar (F) dan berbukit atau rolling (R). Berikut ini adalah rekap data dan pembahasan gerakan cutting dengan menggunakan egrek dengan variasi tinggi pohon dan lahan. Cutting Menggunakan Egrek (E1) pada Lahan Datar (F) Tabel 8 menunjukkan rekap data kegiatan cutting yang dilakukan oleh 9 subjek di dua lokasi yaitu Sulawesi dan kalimantan. Hal ini dikarenakan pada daerah Kalimantan untuk tinggi pohon 0-3 m dipanen dengan menggunakan dodos. Dari rekap data tersebut dapat dilihat bahwa distribusi zona 3 dan 2 yang banyak mengalami posisi ekstrim terjadi bagian anggota tubuh atas, sama dengan hasil analisis resiko gerakan cutting dengan menggunakan dodos. Sedangkan untuk bagian lower limb hampir semua berada pada zona 1 dan hanya sedikit data termasuk zona 2. Dapat dilihat pada bagian leher, semua leher subjek melakukan gerakan membengkok ke belakang (extention), tidak ada yang membengkokkan lehernya ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan tinggi pohon yang semuanya melebihi tinggi pemanen, pemanen harus melakukanan pengamatan letak tandan kelapa sawit atau pelepah dengan mendongakkkan leher ke atas dengan sudut ekstensi di atas zona aman yaitu semuanya berada pada zona 3. Hal tersebut juga terjadi pada bagian bahu dan lengan bawah yang hampir semua tergolong dalam zona 3 dan beberapa data tergolong zona 2. Hal ini dikarena pada proses cutting bagian anggota tubuh yang banyak berperan dalam proses menarik adalah bahu dan lengan tangan bagian bawah. Apalagi dalam proses menarik lengan tangan bagian bawah terus membengkok kedalam (flexion) semaksimal mungkin agar mendapat gaya tarik yang maksimal juga. Sebagian besar pemanen menggerakkan bahunya ke depan sehingga membentuk gerakan fleksi, terlihat dari data bahwa hampir semua pemanen melakukan gerakan fleksi pada bahu, sedangkan gerakan ekstensi hanya dilakukan oleh 4 subjek saja.Bagian bahu sebelah kiri rata-rata memiliki besar sudut yang lebih besar dari pada bahu sebelah kanan yangmengindikasikan hampir semua pemanen memliki cara menarik egrek yang sama yaitu posisi tangan kiri berada pada bagian atas pegangan egrek dan tangan kanan berada pada posisi bawah pegangan egrek sehingga membentuk sudut fleksi pada bahu yang lebih besar. Hal ini menyebabkan resiko posisi ekstrim pada bahu sebelah kiri kebih besar dari bahu kanan. Hampir sama dengan kasus cutting menggunakan dodos, pada posisi awal punggung membungkuk untuk mendapatkan gaya dorong yang maksimal, pada kasus egrek punggung sebagian besar juga membungkuk untuk mendapatkan gaya tarikan maksimal. Namun besarnya resiko gerak pada punggung ini masing tergolong aman. Sama halnya dengan kasus dodos, distribusi posisi ekstrim yaitu zona 3 yang semuanya hampir terdapat pada bagian tubuh bagian atas terutama bagian leher, bahu dan lengan bagian bawah mengindikasikan terjadinya kesalahan sistematik pada sistem kerja yang tidak dipengaruhi oleh kesalahan setiap individu pemanen. Prosedur sistem kerja pada saat cutting menggunakan egrek ini perlu diperbaiki agar bagian leher, bahu dan lengan tangan bagian bawah posisi ekstrimnya dapat dikurangi.
33 Tabel 8 Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E1) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi target potong maksimal 3 m S
Ratarata Maks
a
C2 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9
Ef
Sf
R
L
R
127 138 159 112 151 125 154 143 161 157
119 157 135 151 129 173 126 158 150 163
130 95 139 129 51 90 141 44 64 124
Se L
R
99 8 148 84 94 90 25 117 116 103 45 145 7 118
L
Bf
33 12 18 17 17 24 20 24 16 24
Be
2
12 22 12
Hf
Lf
He
59 47 44 50 56 63 63 40 61 53
Kf
R
L
R
L
29 9 28 44 14 16 30
39 37 20 20 18 26 33
34 29 45 41 52 41 77
73 43 37 35 38 38 64
11 29
8 55
56
57
o
Satuan dalam derajat ( ) Keterangan : S = Subjek Ef = Lengan bawah fleksi Sf = Lengan atas (bahu) fleksi Se = Lengan atas (bahu) ekstensi Bf = Punggung fleksi Be = Punggung ekstensi Hf = Leher fleksi He = Leher ekstensi Lf = Tungkai atas (paha) fleksi Kf = Tungkai bawah fleksi R = Bagian anggota tubuh sebelah kanan L = Bagian anggota tubuh sebelah kanan b
Zona 0 (nyaman) Zona 1 (aman) Zona 2 (hati-hati) Zona 3 (bahaya)
Cutting Menggunakan Egrek (E2) pada Lahan Datar (F) Kegiatan cutting pada lahan datar dengan menggunakan egrek pada tinggi pohon kelapa sawit berkisar antara 3-6 m dilakukan oleh 3 subjek di daerah sulawesi. Pada Tabel 9 dapat dilihat bhwa sebagian besar anggota tubuh yang termasuk zona 3 atau zona posisi yang ekstrim terdapat pada bagian anggota tubuh atas (upper limb) terutama bahu, lengan tangan bagian bawah dan leher. Sebagian besar pemanen membengkokkan kedua bahunya ke depan (flexion), hanya 1 yang selain melakukan gerakan fleksi pada bahu terkadang melakukan gerakan ekstensi pada bahu juga. Gerakan ekstensi pada bahu ini hanya terjadi pada bahu sebelah kiri sedangkan bahu sebelah kanan semuanya mengalami fleksi yang sudutnya sebagian besar tergolong pada zona 3 dan hanya satu subjek yang tergolong pada zona 2,dengan nilai yang hampir mendekati zona 3. Terlihat bahwa bahu sebelah kiri nilai sudut fleksinya lebih besar dari sudut fleksi pada bahu kanan yang mengindikasikan bahwa pemanen menggunakan tangan kiri untuk memegang pegangan egrek bagian atas dan menggunakan tangan bawah untuk memegang bagian pegangan egrek bawah. Hal ini sama dengan kasus
34 cutting dengan menggunakan dodos dan E1. Bahu kiri sudut fleksi maksimalnya tergolong pada zona 3 di setiap subjek yang diteliti. Untuk kedua lengan tangan, baik kanan maupun kiri semuanya tergolong dalam zona 3. Lengan tangan bagian bawah mempunyai sudut fleksi yang besar karena harus menekuk ke dalam agar mendapat gerakan tarik yang maksimal. Pada bagian leher semuanya berada pada zona 3 dengan semua leher mengalami gerakan ekstensi, tidak ada yang melakukan gerakan fleksi atau leher menunduk. Hal ini sama dengan kasus cutting dengan dodos dan egrek (E1). Tabel 9 Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E2) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi target potong 3-6 m S Ratarata Maks a
Ef R
Sf L
R
Se L
R
C3 166 170 153 161 C4 142 144 78 138 C5 168 173 153 161
L 55
Bf
Be
15 25 31
5 44
Hf
He
Lf R
Kf L
R
L
44 50 31 75 66 23 124 75 68 50 124 81
63 72 72
o
Satuan dalam derajat ( ) Keterangan : S = Subjek Ef = Lengan bawah fleksi Sf = Lengan atas (bahu) fleksi Se = Lengan atas (bahu) ekstensi Bf = Punggung fleksi Be = Punggung ekstensi Hf = Leher fleksi He = Leher ekstensi Lf = Tungkai atas (paha) fleksi Kf = Tungkai bawah fleksi R = Bagian anggota tubuh sebelah kanan L = Bagian anggota tubuh sebelah kanan b
Zona 0 (nyaman) Zona 1 (aman) Zona 2 (hati-hati) Zona 3 (bahaya)
Bahu masih tergolong pada zona 1 yang artinya kegiatan punggung yang membungkuk oleh pemanen masih dalam batas keamanan karena besarnya sudut fleksi masih berada pada zona aman. Hanya 1 subjek yang melakukan gerakan baik fleksi mau pun ekstensi pada punggung, selebihnya fleksi. Hal ini menendakan dalam kegitan menarik egrek, pemanen harus membungkuk unntuk mendapatkan gaya tarik yang maksimal. Sedangkan anggota tubuh bagian bawah seperti tungkai atas hasilnya bebeda dengan hasil analisis selang gerak pada kasus cutting dengan menggunakan dodos dan egrek pada ketinggian 0-3 m. Pada ketinggian 3-6 m ini sudah terlihat terjadinya peningkatan zona dari zona 1 ke zona 2 pada bagian tungkai bawah. Terlihat untuk kedua tungkai bawah mengalami fleksi (membengkok ke dalam) sebagai konsekuensi dari gerakan pemanen yang menjadikan lutut sebagai tumpuan pada saat menarik egrek. Besarnya sudut lipatan lutut ini bertambah seiring bertambahnya tinggi pohon karena tenaga yang diperlukan untuk menarik egrek pada pohon yang lebih tinggi seharusnya lebih besar dari pohon yang lebih pendek sehingga membutuhkan
35 gaya tari yang besar. Gaya tarik yang besar ini harus ditumpu dengan kaki yang kuat sehingga biasanya pemanen membuat kuda-kuda pada kaki pada saat menarik egrek sehingga berat tubuh yang ikut terbawa saat menarik egrek dapat ditumpu oleh kedua lutut. Zona 3 juga terlihat pada 2 subjek dari 3 subjek yang ada pada bagian tungkai atas sebelah kiri. Hal ini menunjukkan bahwa tungkai atas sebelah kiri membengkokkan kaki ke depan (flextion) untuk membentuk tumpuan yang kuat juga. Berbeda dengan tungkai atas sebelah kiri, bagian kanan masih tergolong dalam zona aman yaitu zona 1. Cutting Menggunakan Egrek (E3) pada Lahan Datar (F) Tabel 10 menunjukkan rekap data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek pada lahan datar dan ketinggian target potong 6-12 m. Data dari 8 subjek pada 3 lokasi dapat dilihat secara keseluruhan bahwa anggota tubuh bagian atas banyak tergolong dalam zona 3 dan 2 terutama bagian tubuh leher, bahu dan lengan bagian bawah. Hal ini sama dengan kasus dodos, E1 dan E2. Anggota tubuh bagian atas banyak berperan dalam kegiatan menarik egrek dan leher mendongak untuk melihat letak tandan kelapa sawit atau pelepah. Keadaan inilah yang menyebabkan pada posisi tersebut banyak anggota tubuh seperti leher, bahu kanan dan kiri serta lengan bawah bagian kanan dan kiri mengalami posisi ekstrim. Semua subjek mengalami gerakan ekstensi pada leher, kesemuanya berada pada zona ekstrim yaitu zona 3. Sebagian besar subjek mengalami fleksi pada bahu, hanya 2 subjek yang melakukan baik fleksi maupun ekstensi pada bahu. Bahu kanan maupun bahu kiri terlihat bervariasi besaran sudutnya. Tidak dapat dikatakan secara umum letak posisi tangan mana yang memegang pipa egrek diatas atauppun dibawah. Hal ini dikarenakan besaran sudut fleksi pada setiap bahu yang berbeda-beda. Misalnya untuk subjek C6, C8, dan A3 memiliki sudut fleksi yang lebih besar pada bahu kiri daripada bahu kanan yang mengindikasikan bahwa subjek tersebut meletakkan tangan kiri pada posisi atas dan tangan kiri pada pada posisi bawah pegangan pada pipa egrek. Sedangkan untuk subjek C1, C9, B4, B5 dan B3 memiliki gaya menarik egrek yang berlawanan dengan kasus sebelumnya. Pada kasus ini, subjek meletakkan tangan kanan pada bagian atas pegangan pipa egrek dan tangan kiri di bagian bawah. Pada bagian lengan bawah, hampir semuanya berada pada zona 3 dengan sudut fleksi yang lebih besar pada lengan bawah bagian kanan. Untuk bagian punggung juga bervariasi, ada yang mengalami gerakan fleksi dan ada yang mengalami baik gerakan fleksi maupun ekstensi dengan perbandingan data yang sebagian besar menunjukkan lebih banyak gerakan fleksi daripada ekstensi. Yang menarik adalah pada ketinggian pohon kelapa sawit yang sudah berada pada selang 6-12 ini adalah terjadinya peningkatan zona pada bagian tubuh punggung pemanen. Pada ketinggian 3-6 m (E2), zona pada punggung masih termasuk pada zona aman yaitu zona 1 sedangkan pada ketinggian 6-12 (E3) posisi punggung sudah banyak yang mencapai zona 2 bahkan ada 1 subjek yang mencapai zona merah. Hampir semua gerakan punggung yang ekstensi tergolong pada zona 2 dan 3 sedangakan pada gerakan fleksi hampir semua tergolong pada zona 2 dan sisanya zona 1. Hal ini mengindikasikan bahwa seiring bertambahnya tinggi pohon, untuk gaya tarik yang maksimum, punggung akan membungkuk ke depan lebih dalam.
36 Salah satu anggota tubuh bagian bawah yaitu semua tungkai atas tergolong dalam zona hijau yang berarti masih aman. Sedangkan pada tungkai bawah terutama tungkai bawah sebelah kiri berada pada zona kuning yang artinya besarnya sudut yang terbentuk pada tungkai bawah bagian kiri lebih besar daripada bagian kanan. Hal ini mengindikasikan bahwa lutut sebelah kiriyang menjadi tumpuan kaki saat melakukan proses pemotongan. Tabel 10 Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E3) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi target potong 6-12 m S
C6 C8 C1 Rata- C9 rata Maks A3 B4 B5 B3
Ef R
120 168 161 152 171 144 133 110
Sf L
R
Se L
R
90 48 124 154 89 137 127 98 81 138 130 117 117 87 126 37 161 133 113 131 123 83 119 95 40
Satuan dalam derajat (o) b Keterangan : S = Subjek Ef = Lengan bawah fleksi Sf = Lengan atas (bahu) fleksi Se = Lengan atas (bahu) ekstensi Bf = Punggung fleksi Be = Punggung ekstensi Hf = Leher fleksi He = Leher ekstensi Lf = Tungkai atas (paha) fleksi Kf = Tungkai bawah fleksi R = Bagian anggota tubuh sebelah kanan L = Bagian anggota tubuh sebelah kanan
L
45
3
Bf
21 30 31 34 22 26 24 31
Be
12 44 13 18 6
Hf
He
67 68 42 95 52 49 66 66
Lf
Kf
R
L
R
L
26 48 44 46 24 25 42 47
33 50 48 37 23 47 17 30
56 81 47 58 35 36 40 41
60 68 52 61 69 38 43 60
a
Zona 0 (nyaman) Zona 1 (aman) Zona 2 (hati-hati) Zona 3 (bahaya)
Cutting Menggunakan Egrek (E3) pada Lahan Rolling (R) Dari data yang diambil saat proses cutting yang dilakukan oleh 4 subjek pada lahan berbukit (rolling) dengan ketinggian target potong 6-12 m, menunjukkan bahwa hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan kondisi E3 pada lahan datar. Sebagian besar zona 3 dan 2 berada pada anggota tubuh bagian atasyaitu leher, bahu dan lengan bawah. Pada bagian leher, semua subjek mengalami kondisi ekstrim dimana pada bagian ini mengalami zona merah. Sedangkan untuk bagian bahu kiri semuanya berada pada zona merah dengan besaran sudut yang lebih besar dari bahu kanan. Hal ini mengindikasikan bahwa gaya memegang egrek pada subjek di kondisi E3 dan lahan rolling menempatkan tangan kiri di atas tangan kanan. Pada bagian lengan bawah sebagian besar juga
37 berada pada zona merah, sisanya berada pada zona kuning. Untuk lengan bawah sebelah kiri besaran sudutnya lebih besar dari lengan bawah bagian kiri. Hal ini sesuai dengan indikasi bahwa gaya pemotongan pemanen meletakkan tangan kiri di atas tangan bawah yang menyebabkan besarnya sudut yang terbentuk pada lengan bawah sebelah kanan lebih besar daripada sebelah kiri. Bagian leher, bahu dan lengan tangan bagian bawah ini harus diperbaiki posisinya karena kesemuanya berada pada zona yang tidak aman dan posisi ekstrim yang dapat menyebabkan cidera. Hampir sama pada kondisi E3 pada lahan datar, bagian punggung pemanen sudah mengalami peningkatan zona dari yang tadinya sebagian besar zona hijau pada E2, menjadi sebagian besar zona kuning di E3. Ada 2 subjek yang mengalami baik punggung ekstensi maupun fleksi, namun dua subjek lainnya hanya mengalami punggung fleksi. Karena berada pada lahan miring yang mempunyai kemiringan lebih dari 5%, sulit bagi pemanen untuk melakukan gerak ekstensi yang nantinya akan mengganggu keseimbangan berdiri pemanen. Sehingga biasanya pemanen menghindari punggung yang membengkok ke belakang dengan naik beberapa tingkat di lereng untuk dapat melihat buah dengan jelas sehingga pemanen tidak perlu membengkokkan punggung terlalu dalam ke belakang untuk melihat buah yang terlihat jauh dari pandangan pemanen. Posisi tubuh pemanen yang membungkuk ke depan atau punggung yang mengalami fleksi dinilai lebih mudah untuk menjaga keseimbangan dan dapat meningkatkan kekuatan tarik karena membuang berat tubuhnya ke depan sehingga tarikan lebih kuat. Anggota tubuh bagian bawah seperti tungkai atas dan tungkai bawah berada pada zona hijau dan kuning. Untuk bagian tungkai atas semuanya masih tergolong pada zona aman yang masih termasuk zona hijau. Sedangkan pada tungkai bawah 3 dari 4 subjek berada pada zona kuning dan sisanya zona hijau. Besarnya sudut yang terbentuk pada tungkai bawah bagian kanan rata-rata lebih besar dibandingkan dengan bagian kiri. Hal ini menunjukkan bahwa hmpir semua pemanen membuat kuda-kuda pada lutut sebelah kanan. Sehingga hampir semua beban tubuh tertumpu pada lutut sebelah kanan. Walaupun masih berada pada zona kuning, jika dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, ada indikasi lutut sebelah kanan mempunyai resiko cidera yang lebih tinggi daripada lutut sebelah kiri. Berikut disajikan rekap data besarnya sudut gerak pada kondisi E3 lahan rolling di Tabel 11.
38 Tabel 11 Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E3) pada lahan rolling (R) untuk kategori tinggi target potong 6-12 m S
Ratarata Maks
C7 B1 B2 B3
Ef R
171 102 148 131
Sf L
R
Se L
136 73 138 145 130 115 158 126 76 132 140 84
R
Bf
Be
22 14 10 40 27
23
L
Satuan dalam derajat (o) b Keterangan : S = Subjek Ef = Lengan bawah fleksi Sf = Lengan atas (bahu) fleksi Se = Lengan atas (bahu) ekstensi Bf = Punggung fleksi Be = Punggung ekstensi Hf = Leher fleksi He = Leher ekstensi Lf = Tungkai atas (paha) fleksi Kf = Tungkai bawah fleksi R = Bagian anggota tubuh sebelah kanan L = Bagian anggota tubuh sebelah kanan
16
Hf
He
65 44 66 70
Lf
Kf
R
L
R
L
39 34 33 27
39 28 23 17
79 52 66 29
41 65 69 42
a
Zona 0 (nyaman) Zona 1 (aman) Zona 2 (hati-hati) Zona 3 (bahaya)
Cutting Menggunakan Egrek (E4) pada Lahan Datar (F) Data besarnya sudut selang gerak pada kondisi lahan datar dengan ketinggian target potong 12-18 m (E4) hanya diambil pada 2 subjek yang semuanya diambil di sulawesi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Hal ini dikarenakan keterbatasan sampel yang diambil di lapangan. Hampir sama dengan semua kasus di D, E1, E2, dan E3, zona tidak aman yaitu zona merah dan kuning sebagaian besar terdapat pada anggota bagian tubuh atas yaitu leher, bahu, dan lengan bawah. Semua subjek hanya mengalami gerakan ekstensi pada bagian leher. Tidak ada subjek yang mengalami fleksi pada daerah leher dikarenakan semakin tinggi pohon jarak pandang mata semakin jauh sehingga secara alami leher akan mendongak ke atas sehingga menyebabkan gerakan ekstensi. Pada bagian tubuh leher, semua subjek mengalami posisi ekstrem yang semuanya berada pada zona merah. Begitu pula dengan bahu yang hampir semuanya berada pada zona merah terutama untuk bahu sebelah kanan. Sedangkan untuk bagian lengan bawah, sebagian besar juga berada pada zona merah. Besarnya sudut selang gerak pada lengan bawah sebelah kiri lebih besar daripada sebelah kanan . hal ini mengindikasikan gaya pemotongan pemanen sebagian besar meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya. Sehingga bahu sebelah kanan akan membentuk sudut selang gerak yang lebih besar daripada bahu sebelah kiri. Berbeda dengan lengan bawah yang mempunyai sudut selang gerak yang lebih besar di lengan bawah sebelah kiri. Untuk bagian punggung, dari 2 subjek ada yang berada pada zona kuning dan hijau. Karena sedikitnya sampel maka sulit
39 diketahui kecenderungan penambahan atau pengurangan sudut pada punggung untuk dibandingkan dengan kondisi ketinggian pohon lainnya. Bagian anggota tubuh bawah pada 2 subjek semuanya berada pada zona hijau atau zona aman. Sudut yang terjadi baik pada bagian tubuh tungkai atas dan tungkai bawah rata-rata kurang dari 40o yang mengindikasikan sedikit perubahan gerakan dari posisi normal. Hal ini berbeda dengan kondisi D, E1, E2, dan E3yang menunjukkan semakin tingginya ketinggian pohon, besarnya sudut selang gerak pada bagian tubuh bawah semakin bertambah walaupun gerakan maksimalnya hanya berada pada zona kuning. Hal ini mungkin dikarenakan sedikitnya sampel yang diambil pada kondisi E4 sehingga perubahan yang terjadi tidak terlihat. Berikut ini disajikan tabel yang menunjukkan rekap data besarnya sudut selang gerak pada lahan datar untuk kategori tinggi pohon 12-18 m. Tabel 12 Data selang gerak pemanen dengan menggunakan egrek (E4) pada lahan datar (F) untuk kategori tinggi target potong 12-18 m S Ratarata Maks a
Ef R
Sf L
R
Se L
R
C10 130 153 76 133 C11 159 119 121 132
L
Bf
Be
19
4
26
Hf
He
Lf
Kf
R
L
R
L
72
22
29
43
36
58
23
37
42
48
o
Satuan dalam derajat ( ) Keterangan : S = Subjek Ef = Lengan bawah fleksi Sf = Lengan atas (bahu) fleksi Se = Lengan atas (bahu) ekstensi Bf = Punggung fleksi Be = Punggung ekstensi Hf = Leher fleksi He = Leher ekstensi Lf = Tungkai atas (paha) fleksi Kf = Tungkai bawah fleksi R = Bagian anggota tubuh sebelah kanan L = Bagian anggota tubuh sebelah kanan b
Zona 0 (nyaman) Zona 1 (aman) Zona 2 (hati-hati) Zona 3 (bahaya)
Hubungan Antara Besarnya Sudut Gerak Kerja pada Leher, Bahu dan Lengan Bawah dengan Ketinggian Target Potong untuk Penggunaan Egrek pada Lahan Datar (F) Dari semua data yang sudah diolah dan dianalisis terlihat bahwa bagian tubuh yang dari semua kondisi lahan dan ketinggian pohon berada pada zona bahaya atau zona merah adalah bagian leher, bahu dan lengan bawah. Leher berada pada posisi ekstrim yang apabila terjadi secara terus menerus dan berulang-ulang akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan yang berlebihan akan menimbulkan cidera. Berikut ini disajikan Gambar 17 yang merupakan grafik hubungan antara besarnya sudut gerak kerja pada leher dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar.
Sudut Gerak Kerja (o)
40 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
E1 (< 3 m) E2 (3-6 m) E3 (6-12 m) E4 (12-18 m)
Ketinggian target potong
Gambar 17 Grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada leher dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar Dari grafik diatas terlihat adanya korelasi antara besarnya sudut gerak kerja dengan ketinggian target potong. Semakin tinggi ketinggian target potongnya maka sudut gerak yang terbentuk pada leher semakin besar. Dengan kata lain, semakin tinggi target potong, maka pemanen akan membengkokkan lehernya ke belakang (ekstensi) lebih dalam lagi. Kegiatan leher yang melakukan gerak ekstensi ini dilakukan agar pandangan pemanen dapat mencapai keberadaan atau posisi tandan kelapa sawit atau pelepah sehingga dapat memotong dengan tepat. Ada indikasi bahwa kegiatan ini beresiko apabila tinggi pohon yang harus dipanen semakin tinggi. Selain lengan bawah, bahu merupakan salah satu bagian anggota tubuh gerak atas yang banyak berperan dapat gerakan pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit. Menurut hasil analisis gerak dan resiko kerja berdasarkan Selang Gerak Alami (SAG), bagian bahu banyak mengalami gerakan yang masuk dalam zona bahaya. Gambar 18 menunjukan grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada bahu dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar. 160 Sudut Gerak Kerja (o)
140 120 100
E1 (<3 m)
80
E2 (3-6 m)
60
E3 (6-12 m)
40
E4 (12-18 m)
20 0
Ketinggian target potong
Gambar 18 Grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada bahu dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar
41
Dari grafik di atas terlihat bahwa tidak ada pola yang konsisten untuk besarnya sudut gerak kerja dengan ketinggian target potong. Pada ketinggan target potong < 3 m sampai dengan 6 m, besarnya sudut gerak kerja pemanen pada bahu terus naik. Namun, saat ketinggian lebih dari 6 m, besarnya sudut gerak turun dan meningkat sampai ketinggian 18 m. Hal ini dikarenakan penggunaan dua sambungan batang egrek yang hanya mempunyai panjang 6 m untuk tinggi pohon maksimal 6 m terlalu dipaksakan sehingga panjang egrek kurang. Kurangnya panjang egrek ini membuat pemanen akan mendekati pohon dan bahu akan cenderung membengkok ke depan (fleksi) agar mencapai sisa pegangan egrek. Akibatnya sudut gerak kerja pada bahu meningkat. Ketika pemanen memanen pada ketinggian target potong lebih dari 6 m, pemanen memanjangkan egrek menjadi 3 sambungan sehingga masih ada sisa batang egrek yang dengan leluasa dapat dikendalikan. Hal ini membuat bahu menurun dan besarnya sudut gerak kerja menurun. Peristiwa ini juga terjadi pada lengan bawah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. 165 Sudut Gerak Kerja (o)
160 155 150
E1 (< 3 m)
145
E2 (3-6 m)
140
E3 (6-12 m)
135
E4 (12-18 m)
130 125 120
Ketinggian target potong
Gambar 19 Grafik hubungan besarnya sudut gerak kerja pada lengan bawah dengan ketinggian target potong untuk penggunaan egrek pada lahan datar Seperti halnya yang terjadi pada bahu, pada lengan bawah juga terjadi nilai sudut gerak kerja yang paling besar pada ketinggian target potong maksimal 6 m. Penggunaan egrek dua sambungan yang panjangnya tidak cukup untuk kendali tarikan pada tangan membuat lengan bawah menekuk terlalu dalam (fleksi) saat melakukan gerakan tarikan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan panjang egrek sangat berperan dalam mempengaruhi resiko gerak yang akan diterima untuk anggota tubuh khususnya untuk bahu dan lengan bawah. Penentuan panjang egrek yang tepat untuk setiap ketinggian target potong perlu diperhatikan untuk mengurangi resiko gerak.
42 Perbandingan Penggunaan Dodos dan Egrek Terhadap Besarnya Sudut Gerak Kerja pada Leher, Bahu dan Lengan Bawah untuk Ketinggian Target Potong < 3 m dan Lahan Datar (F) Penggunaan dodos dan egrek pada tinggi target potong < 3 m di lahan datar (F) dibandingkan terhadap besarnya sudut gerak kerja pada anggota tubuh atas yang paling beresiko berada pada zona bahaya yaitu leher, bahu dan lengan bawah. Hasil dari perbandingan ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20 Perbandingan Penggunaan Dodos dan Egrek Terhadap Besarnya Sudut Gerak Kerja pada Leher, Bahu dan Lengan Bawah untuk Ketinggian Target Potong < 3 m dan Lahan Datar (F) Dari grafik di atas terlihat bahwa penggunaan dodos mengakibatkan lebih kecilnya sudut gerak kerja dibandingkan penggunaan egrek pada semua anggota tubuh atas yang beresiko masuk dalam zona bahaya yaitu leher, bahu dan lengan bawah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan egrek lebih beresiko mengakibatkan peningkatan sudut gerak kerja dibandingkan dodos. Sehingga penggunaan dodos terbukti lebih aman daripada egrek untuk leher, bahu dan lengan bawah sehingga mengurangi resiko gerak.
Simulasi Posisi dan Gerak Kerja yang Aman Dari pengamatan yang ada di lapangan, prosedur pemanenan untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan peningkatan produktivitas kerja yang ada di lapangan saat ini belum diatur, yang ada hanya sebatas Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan oleh perusahaan seperti pakaian lengan panjang, helm, sepatu boots dan sarung pisau egrek. Berdasarkan hasil pengolahan data sudut selang gerak pada saat proses cutting, dapat diambil kesimpulan bahwa prosedur pemanenan pada proses cutting harus diperbaiki karena banyak bagian tubuh yang berada pada zona tidak aman terutama untuk anggota tubuh bagian atas seperti leher, bahu dan lengan tangan bagian bawah.
43 Jarak antara posisi pemanen terhadap pohon menjadi sangat penting karena menyangkut keamanan pemanen. Arah jatuhnya pelepah maupun tandan kelapa sawit agak sulit untuk diprediksi terutama bagi pemanen yang belum mempunyai cukup pengalaman. Berdasarkan informasi yang didapat di lapangan ada beberapa kasus kecelakaan yang terjadi di lapangan, salah satunya terjadi akibat kejatuhan pelepah bahkan tandan kelapa sawit apalagi pada pohon yang tinggi, arah jatuh tandan sulit untuk diprediksi. Agar dapat menghemat tenaga, biasanya pemanen melakukan kegiatan cutting pada jarak yang dekat dengan pohon. Menarik dengan jarak yang jauh dari pohon, pemanen akan mendapat kesulitan karena egrek yang digunakan akan lebih panjang sehingga egrek akan melenting. Padahal dengan jarak yang dekat dengan pohon, resiko kecelakaan kerja akibat kejatuhan pelepah ataupun tandan akan lebih besar. Maka dari itu perlu dilakukan simulasi posisi dan jarak yang aman bagi pemanen untuk menghasilkan good practice model. Simulasi posisi dan jarak dilakukan pada kondisi lahan datar untuk penggunaan egrek dan dodos dengan kategori ketinggian maksimum 3 m, 6 m, 12 m dan 18 m. Setiap simulasi digambarkan untuk gerakan awal pemotongan dan gerakan akhir pemotongan. Simulasi digambarkan dengan menggunakan satuan cm. Simulasi Posisi dan Gerak Kerja yang Aman pada Penggunaan Dodos Gerakan mendorong pada penggunaan dodos menjadi kelebihan tersendiri bagi kegiatan cutting. Menurut Rohmert (1966) yang diacu dalam Sanders (1992), pada hampir semua posisi lengan tangan, gaya untuk mendorong ketika dalam posisi berdiri lebih besar dari gaya menarik. Sehingga dengan menggunakan dodos, gaya yang dihasilkan tangan untuk mendorong lebih besar. Simulasi posisi dan jarak yang aman bagi penggunaan dodos dilakukan pada tiga kategori ketinggian target potong yaitu 1, 2 dan 3 m untuk mencari penggunaan dodos yang efektif. Sekarang ini dodos selalu digunakan untuk proses cutting pada ketinggian target potong kurang dari 3 m. Dengan panjang dodos 2.75 m, kita ingin mencari tahu digunakan pada ketinggian berapakah dodos itu akan efektif. Berikut ini ditunjukkan Gambar 21 yang menggambarkan simulasi posisi dan gerak kerja yang aman pada penggunaan dodos untuk semua kategori ketinggian target potong.
44
Gambar 21 Simulasi posisi dan gerakan pemotongan yang aman dengan dodos untuk subjek persentil 5 pada ketinggian target potong : (a) 1 m, (b) 2 m dan (c) 3 m
45 Untuk panjang dodos yang sama, simulasi dilakukan untuk tiga kategori tinggi target potong yaitu 1, 2 dan 3 m. Simulasi yang dilakukan difokuskan pada sudut gerak kerja yang disesuaikan dengan Selang Gerak Alami (SAG) agar semuanya memasuki zona aman atau berkurang tingkatan zonanya menjadi lebih aman dari sebelumnya. Pada gerakan akhir pemotongan disimulasikan bahwa pisau dodos berhasil memotong tangkai tandan yang berdiameter 7 cm, yang menyisakan panjang pisau sebesar 5.4 cm yang menembus keluar tangkai tandan. Dengan jarak pegangan tangan kanan dengan kiri atau sebaliknya pada pegangan dodos yang sebesar 70 cm, tidak menimbulkan sisa batang dodos pada pegangan untuk ketinggian pohon 3 m. Hal ini berarti pegangan tangan paling bawah maksimal berada di ujung batang dodos. Sedangkan pada ketinggian target potong 2 m, batang dodos yang tersisi pada pegangan adalah 81.4 cm untuk awal gerakan dan 72.3 cm untuk akhir gerakan. Pengurangan batang yang tersisa ini terjadi akibat batang dodos yang harus menusuk tangkai tandan ke depan melewati tangkai yang berdiameter 7 cm. Begitu pula pada ketinggian pohon 1 m, terjadi pengurangan batang pegangan yang awal gerakan panjangnya 116.0 cm menjadi 106.3 cm pada akhir gerakan. Sisa batang pegangan pada dodos yang terpanjang terjadi pada ketinggian pohon 1 m. Hal ini dikarenakan tinggi pohon yang paling pendek sehingga jarak pemanen ke pohon semakin dekat yang menyebabkan pegangan dodos juga maju ke depan. Sisa panjang pegangan pada batang dodos ini tidak efisien dari segi ekonomi, tenaga dan keamanan. Dari segi ekonomi, batang dodos yang terlalu panjang akan membutuhkan biaya batang dodos yang lebih besar dari panjang yang optimal. Sedangkan dari tenaga, sisa panjang batang dodos ini akan membuat berat dodos bertambah sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk mendorong dodos menjadi lebih besar. Kemudian dari segi keamanan, panjang batang dodos yang melebihi pegangan maksimalnya dapat menyodok atau menusuk perut atau bagain tubuh lainnya, apalagi batang dodos yang terbuat dari besi gallvanis. Apabila tidak hati-hati, batang besi yang sisa ini dapat memukul perut secara tidak langsung saat mendorong. Dari semua syarat tersebut dihasilkan jarak yang aman bagi pemanen untuk melakukan posisi cutting tentunya dengan posisi gerak yang aman menurut SAG. Jarak yang aman untuk melakukan cutting dengan menggunakan dodos berada pada area kurang dari 2 m dari posisi pohon. Semakin pendek pohon maka posisi pemanen akan semakin dekat dengan posisi pohon. Untuk tinggi pohon 3m, jarak aman yang terbentuk adalah 1.9 m, tinggi ohon 2 m dan 1 m berturut-turut adalah 1.5 m dan 1.4 m. Menurut Rohmert (1966) dalam Kroemer dan Grandjean (1997), pada pekerjaan dengan posisi berdiri, gaya mendorong yang paling besar terletak pada bidang vertikal dan bagian paling bawah bidang horizontal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22.
46
Gambar 22 Gaya maksimal saat menarik (kiri) dan saat mendorong (kanan) dalam pentuk presentase berat badan (Rohmert 1966) dalam (Sanders 1992) Dalam simulasi posisi dan jarak pada penggunaan dodos untuk kategori tinggi 1, 2 dan 3 m, posisi tangan yang paling mendekati bagian paling bawah bidang horizontal adalah pemotongan pada tinggi pohon 1 m. Hal ini menerangkan bahwa semakin rendah tinggi pohon maka lengan atas posisinya akan semakin menurun sehingga menurut Rohmert (1966) dalam (Sanders 1992) akan menghasilkan gaya mendorong yang maksimal. Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan dodos yang ideal hendaknya dilakukan untuk tinggi pohon 1 m agar menghasilkan gaya dorong yang maksimal. Selain itu dapat diamati bahwa pada penggunaan dodos ini hampir semua model di buat dengan punggung dalam posisi normal atau membungkuk ke depan (fleksi) hal ini dikarenakan agar punggung tetap pada posisi aman. Gerakan mendorong yang disertai punggung membengkok ke belakang atau ekstensi akan sangat berbahaya karena pada posisi tersebut punggung akan mempunyai perubahan gerak yang besar dari sebelum dan setelah mendorong ke depan. Selain itu untuk posisi mendorong dengan posisi punggung ekstensi tidak akan menghasilkan gaya dorong yang maksimal. Simulasi Posisi dan Gerak Kerja yang Aman pada Penggunaan Egrek Simulasi posisi dan jarak pada penggunaan egrek dilakukan untuk 4 kategori yaitu tinggi target potong yaitu maksimal tinggi 3 m (E1), 6 m (E2), 12 m (E3) dan 18 m (E4). Pada keadaan yang ada di lapang, egrek yang maksimumnya terdiri dari 4 sambungan yang setiap sambungannya mempunyai panjang 3 m, disesuaikan dengan tinggi target potong yang ada. Pohon kelapa sawit yang mempunyai tinggi 3 m, menggunakan 1 sambungan egrek saja sedangkan pohon yang mempunyai ketinggian 3-6 m menggunakan dua sambungan egrek dan seterusnya. Namun, semakin tinggi pohon dan panjang egrek sudah mulai mencapai maksimal untuk dipanjangkan lagi, biasanya posisi orang sudah mulai mendekati posisi pohon sehingga tingkat keamanan pemanen akan berkurang. Hal ini dikarenakan pemanen akan sulit memperkirakan arah jatuhnya tandan atau
47 pun pelepah sehingga resiko kejatuhan tandan atau pelepah semakin besar. Halhal inilah yang menyebabkan pentingnya informasi jarak yang aman dan panjang egrek yang optimal untuk setiap ketinggian target potong. Di setiap simulasi terdiri dari dua gerakan yaitu gerakan awal saat pemanen mulai mengaitkan egrek pada tandan atau pelepah. Tinggi pisau egrek yang berada di atas pelepah atau tandan yang belum terpotong adalah 4.4 cm. Gerakan kedua adalah gerakin akhir pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit yaitu menarik egrek sampai batang pelepah atau tandan terpotong. Besarnya sudut dalam antara batang tandan atau pelepah dibuat sebesar 40o agar pisau dapat masuk di sela-sela pelepah atau batang tandan.
Gambar 23 Simulasi posisi dan gerak kerja yang aman pada egrek untuk ketinggian target potong maksimal 3 m Gambar 23 menunjukkan hasil simulasi posisi dan gerak kerja yang aman pada penggunaan egrek untuk ketinggian maksimal 3 m. Terlihat penggunaan egrek 1 sambungan untuk pohon dengan tinggi 3 m batang egreknya sudah melewati bagian perut. Kelebihan panjang batang egrek ini akan mengurangi keselamatan kerja karena pada saat menarik egrek, sisa batang egrek dibawah kendali tangan berpotensi mengenai bagian tubuh lain seperti perut dan tungkai atas. Sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan batang pohon adalah 26o. Jarak yang dihasilkan dari simulasi ini adalah sekitar 1.5 m. Jadi area yang aman untuk melakukan kerja pemotongan tandan atau pelepah kelapa sawit pada pohon dengan tinggi target potong 3 m, berada pada radius 1.5 m dari bagian luar batang. Kemudian disimulasikan pula jarak dan posisi pemanen saat memanen pada pohon dengan kategori tinggi target potong maksimal 6 m seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Panjang egrek terdiri atas 2 sambungan yaitu 6 m.
48 Sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan pohon adah 26o. Dengan tinggi maksimal target potong 6m, dan sudut gerak yang terbentuk masih dibawah zona bahaya, jarak yang terbentuk adalah 2.5 m. Jadi area panen berada pada radius 2.5 m dari bagian luar pohon.
Gambar 24 Simulasi posisi dan gerak kerja yang aman pada egrek untuk ketinggian target potong maksimal 6 m Simulasi jarak dan posisi selanjutnya dilakukan untuk kategori tinggi pohon maksimal 12 m. Sambungan yang digunakan pada egrek berjumlah 4 sambungan yang mempunyai total panjang 12 m agar dapat terjangkau oleh tangan pemanen. Sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan pohon sebesar 26o. Dari simulasi yang dilakukan, jarak yang terbentuk agar sudut gerak pemanen yang aman adalah sepanjang 5.5 m. Gambar 25 menunjukkan hasil gambar simulasi posisi dan gerak kerja yang telah dibuat.
49
Gambar 25 Simulasi posisi dan gerak kerja yang aman pada egrek untuk ketinggian target potong maksimal 12 m Simulasi posisi dan jarak yang terakhir dilakukan untuk tinggi maksimum target potong 18 m. Makin tinggi target potong maka panjang egrek yang dibutuhkan semakin panjang. Sambungan batang egrek yang berjumlah 6 sambungan dengan total panjang 18 m, sudah tidak dapat digunakan dalam proses cutting ini. Panjang egrek yang dibutuhkan agar masih dapat terjangkau oleh tangan pemanen adalah 19 m. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan penambahan panjang batang egrek sepanjang 1 m. Sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan batang pohon adalah 26o. Gambar 26 menunjukkan hasil gambar simulasi posisi dan gerak kerja yang telah dibuat.
50
Gambar 26 Simulasi posisi dan gerak kerja yang aman pada egrek untuk ketinggian target potong maksimal 18 m Dari gambar simulasi di atas, diketahui jarak antara posisi pemanen dengan pohon yang terbentuk agar sudut gerak pemanen berada di bawah zona bahaya adalah 8 m. Walaupun demikian, jarak pemanenan sepanjang 8.5 m, jarang terjadi di lapangan. Jarak antara posisi pemanen dengan pohon ini sangat panjang yang menyebabkan pemanen akan mengalami kesulitan dalam proses pemotongan. Karena saat pemanen melakukan gerakan tarikan untuk memotong tandan atau pelepah, batang egrek akan melenting kuat. Lentingan yang terjadi menyebabkan egrek lepas dari kaitan target potong. Akibatnya egrek akan jatuh dan pemanen akan mulai mendirikan batang egrek kembali untuk melakukan pemotongan tandan dan pelepah. Begitu seterusnya sampai tandan atau pelepah bisa berhasil terpotong. Sedangkan sudut gerak kerja pemanen pada simulasi ini sudah di maksimalkan sampai zona hati-hati. Jika jarak posisi antara pemanen dan pohon dimajukan menjadi kurang dari 8 m akan menyebabkan sudut gerak pemanen memasuki zona bahaya yang artinya terjadi peningkatan resiko gerak. Hal ini memang sering terjadi di lapangan, sehingga pemanenan kelapa sawit dengan tinggi target potong maksimal 12 m akan berbahaya jika dilakukan dari jarak kurang dari 8 m. Maka dari itu ada indikasi bahwa pemotongan dengan menggunakan egrek untuk tinggi target potong lebih dari 12 m termasuk dalam kategori bahaya jika masih menggunakan cara manual menggunakan tenaga manusia. Dengan kata lain, pemanenan untuk ketinggian target potong > 12 m tidak layak untuk dilakukan secara manual dengan metode yang ada saat ini.
51 Jarak Kerja yang Aman Saat Proses Cutting Dari simulasi yang dilakukan diatas, dapat disimpulkan radius kerja yang aman saat proses pemotongan tandan kelapa sawit maupun pelepah. Untuk penggunaan dodos area panen yang aman sekitar 1.4-1.9 m. Sedangkan untuk penggunaan egrek, jarak yang terbentuk ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13 Jarak aman yang terbentuk dari simulasi posisi dan gerak kerja yang aman untuk ketinggian target potong 3, 6, 12 dan 18 m Sudut Antara Jarak antara Tinggi Target Tinggi Pemanen Batang Egrek No Pemanen dan Potong (h) (t) Pohon (d) dan Pohon (ο±) o 1 3 1.3 26 1.5 o 2 6 1.3 26 2.5 3 12 1.3 26o 5.5 o 4 18 1.3 26 8.5 a
Satuan panjang dalam m dan satuan sudut dalam derajat (o)
Dari tabel diatas, jarak aman yang terbentuk antara pemanen dan pohon (d) membentuk sebuah pola yang dapat dirumuskan. Rumus jarak yang terbentuk dapat dijelaskan pada Gambar 27.
Gambar 27 Gambaran perumusan jarak yang aman dalam contoh simulasi posisi dan gerak kerja yang aman untuk tinggi target potong 6 m dengan menggunakan tinggi pemanen persentil 5 Keterangan : h : Tinggi target potong (m) t : Tinggi pemanen (m) x : Jarak antara titik O (titik perpotongan batang egrek dengan garis sejajar ujung kepala pemanen) dan pohon (m) a : Jarak antara titik O dengan titik berdiri pemanen (m); panjangnya kurang lebih sama dengan panjang lengan bawah yaitu 0.3 m d : Jarak antara titik berdiri pemanen dengan pohon (m) ο± : Sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan pohon ( o)
52 Gambar 27 menunjukkan ilustrasi perumusan jarak yang aman dalam simulasi posisi dan gerak kerja yang aman. Saat pemanen melakukan gerakan memotong batang atau pelepah menggunakan egek, akan terbentuk garis segitiga siku-siku yang menghubungkan garis batang egrek sebagai bidang miring dan garis pohon serta garis jarak pemanen dengan pohon sebagai bidang tegak lurus terhadap sudut siku-siku. Perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku dapat diterapkan dalam kasus ini. Sehingga untuk mendapatkan nilai x yang merupakan Jarak antara titik O (titik perpotongan batang egrek dengan garis sejajar ujung kepala pemanen) dan pohon kita dapat menggunakan perbandingan trigonometri jika nilai ο± (Sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan pohon), tinggi target potong (h) dan tinggi pemanen (t) diketahui. Dari simulasi yang telah dilakukan, diketahui pemanen memiliki tinggi saat memanen yaitu 1.4 m dan tinggi target potong 3, 6, 12 dan 18 m. Sedangkan sudut yang terbentuk antara batang egrek dengan pohon (ο±) adalah 26o. Rumus untuk mendapatkan nilai x ditunjukkan dalam Persamaan 1. π₯ = β β π‘ π‘ππ 26o
(1)
Jarak aman yang merupakan jarak antara posisi pemanen berdiri dengan pohon (d) didapat dari penambahan jarak x dengan jarak a yang merupakan jarak antara titik O dengan posisi pemanen berdiri. Jika diketahui nilai a kurang lebih sama dengan panjang lengan bawah yaitu 0.3 m dan hasil dari tan 26o adalah 0.5, maka persamaan jarak aman (d) dalam satuan meter dapat dirumuskan dalam Persamaan 2. π = 0.5 β β π‘ + 0.3
(2)
Jarak aman cutting juga menunjukkan radius kerja pemanen untuk setiap kategori tinggi pohon. Diameter tanaman dewasa kelapa sawit berkisar antara 4070 cm tergantung dengan keadaan lingkungan tumbuh (Lubis 1992). Dalam simulasi yang dilakukan digunakan diameter pohon sawit yaitu 40 cm sebagai pusat area kerja. Untuk melakukan pemotongan tandan atau pelepah dengan menggunakan egrek agar mencapai sudut potong pisau ideal sebesar 30o (Intara 2005) posisi ideal pemanen berada pada 30-45o relatif dari posisi pelepah atau tandan . Sedangkan jarak aman bagi pemanen agar sudut gerak kerjanya dibawah zona bahaya atau aman adalah 1.5 m, 2.5 m, 5.5 m, dan 8.5 m untuk tinggi maksimal target potong berturut-turut 3, 6, 12 dan 18 m. Radius jarak kerja pemanen untuk setiap kategori tinggi target potong dan posisi relatif pemanen terhadap target potong disajikan pada Gambar 28.
53
Gambar 28 Radius jarak kerja pemanen untuk setiap kategori tinggi target potong dan posisi relatif pemanen terhadap target potong Gambar 28 menunjukkan radius kerja pemanen untuk kategori tinggi target potong 3, 6, 12 dan 18 m. Untuk tinggi target potong maksimal 3 m, radius kerja pemanen untuk melakukan proses cutting berada pada 1.7 m dari pusat batang. Selanjutnya untuk tinggi target potong maksimal 3 m, radius kerja pemanen untuk maksimal tinggi target potong 6 m berada pada 2.7 m dari pusat batang. Sedangkan untuk maksimal tinggi target potong 12 dan 18 m berada pada radius kerja 5.7 dan 8.7 m dari pusat batang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan beberapa poin sebagai berikut : Zona gerak berbahaya secara umum terjadi pada anggota tubuh bagian atas, 1. yaitu leher, bahu dan lengan bawah sehingga perlu adanya perbaikan prosedur kerja untuk mengurangi resiko gerak. 2. Semakin tinggi pohon, maka tingkat resiko pada leher semakin tinggi. Dodos terbukti dapat digunakan untuk selang tinggi pohon < 3 m dan 3. optimal digunakan pada tinggi pohon 1 m. Penggunaan dodos terbukti lebih efektif dari egrek untuk kategori tinggi pohon < 3 m.
54 4.
Good practice model untuk penggunaan egrek menunjukkan bahwa posisi ideal pemanen berada pada 30-45o relatif dari posisi target pelepah atau tandan yang akan dipotong dengan rumus jarak aman pemanen terhadap pohon π = 0.5 β β π‘ + 0.3, dimana h merupakan tinggi target potonh dan t merupakan tinggi pemanen. Rumus tersebut dapat dijabarkan untuk setiap kategori tinggi target potong sebagai berikut : a. 1.5 m untuk maksimal tinggi target potong 3 m b. 2.5 m untuk maksimal tinggi target potong 6 m c. 5.5 m untuk maksimal tinggi target potong 12 m d. 8.5 m untuk maksimal tinggi target potong 18 m
Saran Penelitian ini masih berdasarkan gerakan pemanen saja dan belum memperhatikan faktor pembebanan yang diterima oleh pemanen. Hendaknya penelitian ini dilanjutkan dengan memperhatikan faktor pembebanan yang terjadi sebagai akibat dari suatu gerakan. Analisis biomekanika dapat diaplikasikan untuk mencari faktor pembebanan yang diterima oleh sistem kerangka-otot manusia untuk mengatasi masalah postur dan pergerakan manusia di lingkungan kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Part of Body.[internet].[diunduh 2013 Juli 5]. Tersedia pada :http// www.ergosystemconsulting.com/part of body. Arisandy IR. 2013.Studi Antropometri Pemanen Kelapa Sawit dan Aplikasinya pada Penggunaan Egrek dan Dodos [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bridger RS. 2003. Introduction to Ergonomics. Taylor & Francis. London & Newyork: 548 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Minyak Kelapa Sawit tahun 19952010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [Ditjebun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia 2007 β 2010. Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. Harrianto R. 2003. Aplikasi Ergonomi Individu Pekerja di Tempat Kerja. Jurnal Kedokteran Trisakti 22 (1) : 17-23. Hendra, Rahardjo S. 2009. Risiko Ergononomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX Semarang, 17-18 November 2009. [IEA]International Ergonomic Association. 2000. What is Ergonomic.[Internet].[diunduh 2013 Juli 5]. Tersedia pada: http// www.iea.cc /what is ergonomic.
55 Intara YI. 2005. Analisis Gaya Spesifik Pemotongan Parenkim Pelepah dan Batang Tandan Sawit [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Jung ES, Dohyung K, Min KC. 1995. Upper Body Reach Posture Prediction for Ergonomic evaluation Models. International Journal of Industrial ergonomic 16 (1995)95-107. Kiswanto, Jamhari HP, Bambang W. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.Bogor Kroemer KHE, Grandjean E. 1997. Fitting the Task to The Human, (5th ed). London: Taylor and Francis. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqcuin.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat β Bandar Kuala. Marihat Ulu. Myers M. 1998. Agriculture and Natural Resource Based Industries. ILO Encyclopaedia of Occupational Healht and Safety) Edisi Keempat Vol III; the ILO; Geneva. Nurmianto E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed ke-2. Surabaya: Guna Widya. Openshaw S, Taylor E. 2006. Ergonomics and Design A Reference Guide. [ebook] Allsteel inc.[diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.allsteeloffice.com/ergo. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta. Niaga Swadaya. Phillips CA. 2000. Human Factor Engineering. John Wiley &Sons, Inc.,New York. [PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2007. Budidaya Kelapa Sawit.Pusat Penelitian Kela Sawit. Jakarta. Rohman AMH. 2008. Studi Gerak dan Waktu dengan Analisis Biomekanika pada Proses Panen Tebu di PG. Bungamayang, Lampung [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Saladin KS. 2011. Human Anatomy Third Edition. McGraw Hill. New Delhi Sanders SM, Mc Cormick. 1993.Human Factor Engineering and Design Seventh Edition. McGraw Hill. New Delhi. Sari TN. 2012. Analisis Gagang Cangkul Berdasarkan Antropometri Petani Pria dan Beban Kerja Penggunanya pada Lahan Sawah di Kecamatan Wedung, Demak, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Syuaib MF, Herodian S, Hidayat DA, Filβaini R, Sari TN, Putranti KA. 2012. Laporan Hasil Kajian Ergonomika untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktivitas Kerja Panen-muat Sawit di kebun PT Astra Agro Lestari. FATETA. IPB. Syuaib M.F. 2003. Ergonomics Study on The Process of Mastering Tractor Operation [disertasi]. Tokyo: Tokyo University of Agriculture and Technology. Sutalaksana I Z, Ruhana A, Jann HT. 2004. Teknik Tata Cara Kerja. Departemen Teknik Industri, ITB, Bandung.
56
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 30 Maret 1991 sebagai anak tunggal atas pasangan Haryoto dan Utari. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pekalongan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai sekretaris Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAPEKA), anggota Himpunan Mahasiswa Pertanian (HIMATETA) dan pengurus Departemen Sosial dan Lingkungan di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEMF). Selain aktif di organisasi, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mekanika Fluida. Pada bulan Juni-Agustus 2012 penulis melakukan Praktik Lapangan di PT Pasangkayu, Sulawesi Barat dengan Judul: Aspek Keteknikan pada Kegiatan Panen-Muat Kelapa Sawit dengan Pendekatan Ergonomi di PT Pasangkayu, Sulawesi Barat. Penulis juga merupakan salah alumni program Summer Course dan Winter course 2012 dimana kegiatan ini diprakarsai oleh Institut Pertanian Bogor dan Ibaraki University, Jepang. Pada kegiatan tersebut penulis berhasil mendapatkan juara untuk kategori The Best Poster dengan judul paper : Workload Analysis on Oil-Palm (Elaeis guineensis Jacq) Harvesting Activity in Oil-Palm Plantation, West Sulawesi, Indonesia. Pada tahun 2013 penulis berhasil lolos seleksi untuk mengikuti The First Annual International Scholars Conference in Taiwan 2013 (AISC) di Taichung, Taiwan dengan paper yang berjudul : Designing Melinjo Pilling Machine as a Solution for Post-harvest Handling of Melinjo (Gnetum gnemon. L).