STUDI WAKTU DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN WARU KALTIM PLANTATION (WKP), KALIMANTAN TIMUR
RR. STEVY SUSETYANING PALUPI
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Waktu dan Optimasi Tata Laksana Kerja Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Waru Kaltim Plantation (WKP), Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Rr. Stevy Susetyaning Palupi NIM F14090092
ABSTRAK RR. STEVY SUSETYANING PALUPI. Studi Waktu dan Optimasi Tata Laksana Kerja Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Waru Kaltim Plantation (WKP), Kalimantan Timur. Dibimbing oleh SAM HERODIAN dan M. FAIZ SYUAIB. Pemanenan merupakan salah satu kegiatan penting dalam budidaya kelapa sawit. Optimasi produktivitas kerja diperlukan untuk mengoptimalkan tenaga kerja pemanenan dan meminimumkan biaya pemanenan. Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan waktu baku, membandingkan waktu baku pemanenan dengan lokasi studi lain, menentukan kapasitas panen potensial, dan menentukan tata laksana kerja pemanenan yang ideal. Waktu baku pemanenan tanpa angkong dan waktu baku pemanenan menggunakan angkong hampir sama dengan selisih yang sangat kecil yaitu 0.06 detik. Kapasitas panen potensial dodos lebih besar daripada kapasitas panen potensial egrek. Hasil analisis waktu dan analisis optimasi tata laksana kerja menunjukkan bahwa optimasi yang paling efisen dalam menghemat waktu baku pemanenan adalah optimasi keempat dimana menggunakan alat tomasun untuk menghilangkan sisa tangkai, menyatukan elemen kerja yang mungkin dilakukan secara bersamaan, dan menghilangkan avoidable delay. Elemen kerja pemanenan yang membutuhkan waktu paling lama adalah elemen kerja memungut brodolan. Kata kunci: pemanenan, kapasitas, optimasi, studi waktu, sawit
ABSTRACT RR. STEVY SUSETYANING PALUPI. Time Study and Optimization of Oil Palm Harvesting Procedure in Waru Kaltim Plantation (WKP) East Kalimantan. Supervised by SAM HERODIAN and M. FAIZ SYUAIB.
Harvesting is the most important and burdensome work in the oil-palm plantation and production process. The optimization of the labor productivity is required to hire people as needed in order to efficiently labor productivity and minimize the cost of harvesting. The purpose of this study is to determine the standard time, comparing the standard harvesting time with other study location, determine the potential crop capacity, and determine the governance ideal harvesting work. Standard time for moving without „angkong‟ (wheelbarrow) and moving with „angkong‟ almost the same with a very small margin of 0.06 seconds. Potential harvesting capacities „dodos‟ (shovel like cutting tool) was larger than the capacity of potential harvest „egrek‟ (sickle like cutting tool). Results of the time analysis and working procedure optimization analysis shows that most efficient optimization in saving time harvesting is the fourth optimization where using the tool tomasun to eliminate the remaining stalk, integrating elements of work that may be done simultaneously, and eliminate avoidable delay. The harvesting work element that needs maximum period of a work element is picking up the scattering loose fruits „brondolan‟. Keywords: harvest, capacity, optimization, palm oil
STUDI WAKTU DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN WARU KALTIM PLANTATION (WKP), KALIMANTAN TIMUR
RR. STEVY SUSETYANING PALUPI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Studi Waktu dan Optimasi Tata Laksana Kerja Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Waru Kaltim Plantation (WKP), Kalimantan Timur Nama : Rr. Stevy Susetyaning Palupi NIM : F14090092
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sam Herodian, MS Pembimbing I
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M. Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Studi Waktu dan Optimasi Tata Laksana Kerja Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Waru Kaltim Plantation (WKP), Kalimantan Timur dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2013. Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua dan kakakku tercinta yang selalu memberikan doa, dorongan, motivasi dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. PT. Astra Agro Lestari, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian. 5. Happy, Bani, Irvan, Ni Wayan, Kurnia, Haning, Ilham, Heru, Iqbal, Aynal selaku teman satu bimbingan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. 6. Teman-teman seperjuangan di departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 46 (2009), Riris, Vina, Eti, Kristen, Rahma, Tiara, Citta, Aya, GL, Gina Annisa, Riri, Selvi, Awan, Dian, Mona, Jeni, Koi atas kebersamaannya selama di bangku kuliah. 7. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, Dila, Dias, Juli dan Senior tercinta Kak Yuta, Kak Dadang, Kak Tri, Kak Raizumi yang selalu memberikan masukan, perhatian dan semangatnya. 8. Girls‟ Generation (SNSD) yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini serta sumber dari mimpiku yang telah tercapai dan mimpi-mimpiku berikutnya dikemudian hari. Semoga kita bisa bersama untuk waktu yang panjang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, September 2013
Rr. Stevy Susetyaning Palupi
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
2
Tujuan
2
Ruang Lingkup Permasalahan
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ergonomi
2
Teknik Tata Cara Kerja
3
Studi Waktu
4
METODOLOGI PENELITIAN
5
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Alat
5
Subjek dan Objek Penelitian
5
Metode Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan Kelapa Sawit
9 9
Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja
11
Perbandingan Waktu Baku Pemanenan dengan Lokasi Studi Lain
26
Analisis Optimasi Tata Laksana Kerja
36
SIMPULAN DAN SARAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42
DAFTAR TABEL 1. Derajat kematangan buah kelapa sawit 2. Peralatan yang digunakan pada aktivitas pemanenan kelapa sawit 3. Elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit 4. Waktu baku masing-masing elemen kerja untuk egrek 5. Waktu baku masing-masing elemen kerja untuk dodos 6. Waktu baku di lokasi studi Kalimantan 7. Waktu baku di lokasi studi Sulawesi 8. Waktu baku di lokasi studi Riau 9. Perbandingan waktu baku alat panen egrek E3 (6-12 meter) 10. Perbandingan waktu baku alat panen dodos 11. Waktu baku pemanenan di Kalimantan 12. Kapasitas panen potensial berdasarkan waktu baku 13. Tabulasi alternatif pola kerja panen hasil optimasi
9 10 12 22 24 27 27 28 29 32 35 36 39
DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir tahapan penelitian 2. Peralatan yang digunakan pada pemanenan kelapa sawit 3. Elemen kerja mengidentifikasi tandan matang 4. Elemen kerja menyiapkan egrek 5. Elemen kerja memotong tandan dan pelepah 6. Elemen kerja mencacah dan memindahkan pelepah 7. Elemen kerja memungut brondolan 8. Elemen kerja memuat TBS ke angkong 9. Pemanen sedang mengangkong 10. Elemen kerja membuang sisa tangkai TBS 11. Elemen kerja membongkar dan merapikan TBS di TPH 12. Bagan proses dari pemanenan kelapa sawit 13. Histogram efisiensi waktu pemanenan 14. Perbandingan pola kerja eksisting (P0) dengan sekuen optimum (P2)
8 10 12 13 13 14 14 15 15 16 16 18 40 40
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta pembagian wilayah blok pemanenan di perkebunan WKP 2. Time study sheet
43 44
0
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanenan merupakan salah satu kegiatan penting dalam budidaya kelapa sawit. Tujuan dari pemanenan dari kelapa sawit itu sendiri adalah untuk mendapatkan produksi dan rendemen minyak yang tinggi dengan kadar asam lemak bebas yang rendah. Menurut Putranti (2012), keberhasilan panen terletak pada tenaga pemanen, alat panen serta sistem panen yang diterapkan. Sistem panen yang digunakan akan mempengaruhi pembagian ancak panen, penentuan tenaga panen, pengawasan panen, serta pengangkutan tandan buah segar (TBS). Pemanenan merupakan suatu sistem kerja dengan komponen-komponen yang saling berkaitan diantaranya manusia, peralatan dan mesin yang digunakan, serta lingkungan kerja. Komponen-komponen tersebut harus diperhatikan baik secara individual maupun keterkaitannya satu sama lain agar didapatkan sistem kerja yang baik dan optimal. Sistem kerja terbaik dan optimal dapat diukur dan ditinjau dengan pengukuran kerja yang mencakup pengukuran waktu, pengukuran tenaga, pengukuran psikologi, dan pengukuran sosiologi. Pengukuran dengan kriteria waktu merupakan salah satu pengukuran yang paling banyak digunakan karena relatif paling mudah untuk dilakukan baik secara pengambilan maupun pengolahan data. Pengukuran waktu dilakukan dengan cara mengamati pekerja dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen atau siklus dengan menggunakan alat-alat penghitung waktu (Sutalaksana et al, 2004). Studi terhadap waktu melibatkan teknik dalam penetapan waktu baku untuk melakukan pekerjaan berdasarkan metode kerja tertentu dengan memperhatikan faktor kelelahan, faktor pekerja, dan keterlambatan yang tidak dapat dihindarkan. Pengukuran waktu baku dilakukan untuk mencari kriteria waktu optimal untuk melakukan sebuah pekerjaan dengan kondisi lingkungan kerja tertentu. Metode kerja yang tepat dapat menciptakan produktivitas optimal, meminimalkan kelelahan kerja, menghindarkan dari kecelakaan yang timbul akibat kerja, dan mendapatkan pola kerja yang lebih baik. Beban kerja yang terlalu berat, yakni melebihi kapasitas kemampuan tubuh manusia, dapat menimbulkan kelelahan terakumulasi. Kelelahan tersebut dapat menyebabkan sakit atau bahkan cedera. Intensitas kerja dan beban kerja yang sesuai akan menghasilkan produktivitas yang optimal. Optimasi produktivitas kerja merupakan hal yang diinginkan oleh perusahaan. Produk yang optimum dan berkualitas akan meningkatkan profit perusahaan. Menurut Wignjosoebroto (2006), produktivitas kerja merupakan rasio jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang dipekerjakan. Peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat dari peningkatan hasil keluaran kerja per jam ataupun satuan waktu yang telah dihabiskan. Perangkat yang digunakan dalam peningkatan produktivitas adalah metode kerja, studi terhadap waktu (time study) dan gaji atau upah.
2
Tujuan Penelitian Studi waktu dan optimasi tata laksana kerja yang dilakukan pada aktivitas pemanenan kelapa sawit ini bertujuan : 1. Menentukan waktu baku pada setiap elemen kerja pemanenan di lokasi studi. 2. Membandingkan waktu baku pemanenan dengan lokasi studi lain yaitu Riau dan Sulawesi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Menentukan kapasitas panen potensial per orang per hari berdasarkan waktu baku. 4. Menentukan tata laksana kerja pemanenan yang ideal berdasarkan optimasi sekuensial elemen-elemen kerja pemanenan.
Ruang Lingkup Permasalahan Berdasarkan tujuan penelitian, untuk lebih memusatkan perhatian pada pemecahan masalah maka perlu dilakukan pembatasan masalah dengan beberapa batasan masalah yang akan dibahas antara lain : 1. Analisis waktu kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit. Proses pemanenan kelapa sawit yang dimaksud adalah proses pekerjaan memotong tandan buah masak sampai meletakkan hasilnya pada tempat pengumpulan hasil (TPH). 2. Pengamatan terhadap lingkungan pemanen saat memanen kelapa sawit. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik seperti topografi lahan untuk menganalisis faktor kesulitan pada aktivitas pemanenan kelapa sawit.
TINJAUAN PUSTAKA Ergonomi Istilah ergonomika berasal dari Yunani yaitu Ergo (kerja) dan nomos (hukum atau ilmu). Ergonomika adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan kerjanya. Disiplin ilmu ergonomika bertujuan untuk mempelajari tentang kemampuan dan keterbatasan manusia pada tempat kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja dengan cara memperbaiki hubungan manusia dengan produk, sistem, dan lingkungan (Syuaib 2003). International Ergonomics Association (IEA) mendefinisikan ergonomika sebagai suatu disiplin ilmu yang difokuskan pada hubungan antara manusia dengan elemen lain pada suatu sistem dan kontribusinya terhadap desain, pekerjaan, produk, dan lingkungan dengan tujuan untuk menyelaraskan dengan kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia (Syuaib 2003). Menurut Nurmianto (2004), ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomi
3
berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja, meningkatkan variasi pekerjaan, dll. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, serta desain stasiun kerja untuk alat peraga visual. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja. Adapula contoh lain seperti desain suatu perkakas kerja (handstools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kesalahan, sehingga didapatkan optimasi, efisiensi kerja, dan hilangnya resiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat (Nurmianto 2004).
Teknik Tata Cara Kerja Teknik tata cara kerja menurut Sutalaksana (1979) adalah suatu ilmu yang terdiri dari prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan (desain) terbaik dari sistem kerja. Wignjosoebroto (2003) juga menjelaskan bahwa prinsip-prinsip dan teknik kerja ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen yang ada dalam sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuankemampuannya, bahan baku, mesin, dan peralatan kerja lainnya, serta lingkungan kerja fisik yang ada sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi kerja yang tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai serta akibat psikologis atau sosiologis yang ditimbulkannya. Menurut Meyers (1992) teknik tata cara kerja merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendapatkan metode terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup teknik tata cara kerja dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu pengaturan kerja dan pengukuran kerja. Pengaturan kerja berisi prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem kerja untuk mendapatkan alternatif-alternatif sistem kerja terbaik. Pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan pengaturan terhadap pekerja, bahan, peralatan, dan perlengkapan serta lingkungan kerja adalah apa yang dipelajari melalui ergonomika, studi gerakan, dan ekonomi gerakan. Setelah mendapatkan beberapa alternatif terbaik, langkah berikutnya adalah memilih satu diantara yang terbaik. Ada empat kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang kebaikan suatu sistem kerja yaitu waktu, tenaga, psikologis dan sosiologis. Berdasarkan keempat kriteria tersebut dipilih satu sistem kerja terbaik yang memiliki syarat memungkinkan waktu penyelesaian sangat singkat, tenaga yang diperlukan untuk penyelesaian kerja tersebut sedikit dan mudah, serta dampak-dampak psikologis dan sosiologis yang mungkin ditimbulkan sangat sedikit. Teknik tata cara kerja terdiri dari dua elemen dasar pemikiran, yaitu pemikiran ke arah usaha pencapaian efisiensi kerja dan pemikiran untuk mempertimbangkan perilaku manusia sebagai unsur pokok suksesnya usaha kerja
4
mereka. Pemikiran mengenai efisiensi akan menghasilkan langkah-langkah kerja secara lebih sistematis dengan urutan-urutan yang logis. Sedangkan pertimbangan mengenai perilaku manusia akan menuju pada faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi perilaku manusia pekerja di dalam usaha memenuhi kepuasan kerja dan kebutuhannya. Bagian dari teknik tata cara kerja yang mempelajari cara-cara pengukuran sistem kerja disebut dengan pengukuran kerja (work measurement atau time study). Sedangkan bagian yang mengatur sistem dan metode kerja terdahulu dikenal dengan studi gerakan (motion atau method study).
Studi Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat penghitung waktu. Pengukuran waktu dilakukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Peranan penentuan waktu bagi suatu pekerjaan sangat besar di dalam sistem produksi seperti untuk sistem upah perangsang, penjadwalan kerja dan mesin, pengaturan tata letak pabrik, penganggaran dan sebagainya (Sutalaksana 1979). Studi terhadap waktu dapat menunjukkan ukuran kerja yang melibatkan teknik dalam penetapan waktu standar yang diijinkan untuk melakukan tugas yang telah diberikan berdasarkan ukuran suatu metode kerja dengan memperhatikan faktor kelelahan pekerja dan kelambatan yang tidak dapat dihindarkan. Analisis studi waktu dapat menggunakan beberapa teknik untuk menetapkan sebuah standar yaitu dengan cara studi waktu menggunakan stopwatch, pengolahan data dengan menggunakan komputerisasi, data standar, dasar mengenai data gerakan, pengambilan contoh kerja, dan penghitungan berdasarkan masa lalu. Setiap teknik mempunyai penerapan tersendiri pada setiap kondisi. Studi analisis waktu harus dapat diketahui ketika hal ini harus menggunakan teknik tertentu dan kemudian menggunakan teknik tersebut secara benar (Niebel 1988). Menurut Woodson (1992), waktu terkadang menjadi salah satu faktor yang mendesak dalam analisis usaha manusia di dalam teknik sebelum produk dipasarkan. Disamping itu waktu yang mendesak tersebut sering digunakan untuk pendahuluan, bukan untuk menunjukkan unjuk kerja dari analisis yang diperlukan. Hasil dari studi waktu ini adalah waktu standar yang merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaian suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Sutalaksana 1979).
5
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Juni 2013. Penelitian ini dilaksanakan di 2 tempat yaitu perkebunan Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur sebagai tempat pengamatan serta pengukuran lapangan dan Laboratorium Ergonomika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, FATETA, IPB untuk analisis detail lebih lanjut. Pengambilan data dilakukan pada proses pemanenan kelapa sawit. Objek penelitian ini adalah pekerja yang memanen kelapa sawit.
Alat
1.
2.
3.
4.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Stopwach Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu dan elemen kerja yang terlihat pada video. Digital Video Camera Digital Video Camera yang digunakan untuk merekam semua proses pemanenan oleh pekerja. Data tersebut akan digunakan sebagai data utama dalam penelitian ini. Komputer Komputer digunakan untuk menampilkan video yang terekam agar analisa gerakan dapat dilakukan dengan teliti. Lembar Pengamatan Lembar pengamatan digunakan sebagai tempat mencatat hasil-hasil pengamatan. Form ini digunakan untuk mencatat waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan satu siklus pekerjaan dengan membaginya ke dalam beberapa elemen kerja. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini berjumlah 14 orang yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Subjek penelitian adalah pekerja yang berprofesi sebagai pemanen kelapa sawit di perkebunan yang bersangkutan. Objek penelitian dapat dibagi berdasarkan ketinggian pohon (< 3 meter dan 6-12 meter), alat (dodos dan egrek), topografi dan kondisi lahan (berbukit, datar, teras).
6
Metode Penelitian Tahap Pendahuluan Tahap pendahuluan adalah tahap observasi awal mengenai lingkungan, budaya dan kondisi kerja tempat penelitian. Selain itu dilakukan pula kegiatan percobaan pengambilan data di lapangan. Tujuan dari dilakukannya pendahuluan ini adalah untuk mengetahui kemungkinan permasalahan yang terjadi selama melakukan penelitian. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan observasi lahan yang sedang dilakukan proses pemanenan kemudian dilakukannya simulasi pengambilan data yang dibutuhkan dan juga dilakukan evaluasi terhadap metode yang telah direncanakan tersebut. Pada tahap ini juga dilakukan perekaman proses pemanenan kelapa sawit secara keseluruhan menggunakan digital video camera dengan tujuan untuk mendapatkan perkiraan lama waktu pengambilan gambar untuk setiap pekerja. Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu pada proses evaluasi adalah pemilihan pekerjaan yang akan diukur, kemudian dilakukan penentuan terhadap elemen-elemen kerja dari setiap tahap pemanenan agar dapat ditentukan titik awal dan titik selesai dari setiap elemen. Penguraian pekerjaan menjadi elemen-elemen tertentu perlu dilakukan karena beberapa alasan diantaranya untuk memperjelas catatan mengenai cara kerja yang dibakukan selain itu dilakukan untuk memungkinkan penyesuaian bagi setiap elemen dengan keterampilan kerja operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya. Alasan lainnya yaitu untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja dan untuk memungkinkan dikembangkannya data waktu standar di tempat kerja yang bersangkutan.
Tahap Pengambilan Data Tahap pengambilan data dilakukan dengan cara mengambil gambar dan video dengan menggunakan digital video camera. Pengambilan data dilakukan dengan cara merekam proses pemanenan kelapa sawit menggunakan digital video camera, pengamatan langsung dan pencatatan data. Data yang diperlukan adalah proses pemanenan, metode kerja, lama waktu menyelesaikan setiap kegiatan, dan jumlah tenaga kerja. Dalam metode ini juga diamati mengenai tingkat kenyamanan untuk mengetahui keadaan pekerja yang dipengaruhi oleh lingkungan dan juga tingkat kelelahan serta faktor ergonomika yang lainnya. Lingkungan, kondisi lahan dan topografi dicatat selama terjadi pengukuran kerja untuk keperluan menentukan faktor kesulitan. Tahap Pengolahan Data Tahap pengolahan data, data-data hasil perekaman proses pemanenan dengan digital video camera digunakan sebagai sumber data utama. Hasil rekaman diputar menggunakan komputer. Video yang berisi aktivitas pekerja dianalisis dan dibagi menjadi beberapa elemen kerja pada pemanenan kelapa
7
sawit berdasarkan pola keseragaman kerja. Langkah pengolahan selanjutnya adalah menghitung waktu setiap elemen-elemen kerja dengan menggunakan stopwatch. Data-data yang telah diperoleh dari video dicatat dalam time sheet dan dilakukan pengolahan data menggunakan software spreadsheet. Waktu yang didapat setelah dilakukan pengolahan data adalah waktu normal pada setiap-setiap elemen pekerjaan. Waktu baku didapat dari waktu normal yang paling minimum dikali dengan (1+faktor kesulitan). Faktor kesulitan ini dilihat dari kondisi lahan, topografi, dan ketinggian pohon. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. ∑
………............................................…………………..
(1)
FK = Waktu kerja aktual – Wn .................................................... Wn
(2)
Wb = Wn x (1 + FK) …………………………...........................
(3)
Wn =
Keterangan: N Wn FK Wb
: Banyaknya data : Waktu pekerja ke-I (s) : Waktu normal (s) : Faktor kesulitan : Waktu baku (s)
Tahap Analisis Hasil Perhitungan Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengolahan data adalah menganalisis hasil perhitungan dan keterkaitannya dengan sistem kerja, apakah sistem kerja yang ada di perkebunan sudah sesuai dengan waktu baku atau waktu standar yang didapatkan. Waktu standar dapat digunakan sebagai acuan untuk perbaikan yang mungkin dilakukan dengan cara menghilangkan operasi-operasi yang tidak perlu serta dalam bentuk rekomendasi berupa urutan aktivitas pemanenan kelapa sawit yang lebih baik, penggunaan mesin yang lebih ekonomis, dan penghilangan waktu menunggu antar operasi (Sutalaksana 1979). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas serta tujuan paling utama adalah kenyamanan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dari pekerja. Perbaikan sistem kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan karena kebersihan terjamin, pekerja bekerja secara teratur dan waktu menunggu berkurang. Dengan meningkatkan kualitas ini diharapkan produk dapat dipasarkan lebih luas sehingga meningkatkan keuntungan (Alwi dalam Anggraini 2006).
8
Mulai Tahap Pendahuluan Pengolahan Data
Rekaman Video Proses Pemanenan
Faktor Kesulitan Per Elemen Kerja
Konversi Video ke Waktu
Analisa Elemen Kerja
Waktu Normal Per Elemen Kerja (s)
Analisis Faktor Kesulitan
Waktu Baku per elemen kerja (s) Total Waktu Baku Kerja (s/tandan)
Kapasitas Tandan (tandan/jam)
Jam Kerja Efektif (jam/hari)
Kapasitas panen (tandan/hari)
Optimasi Sekuensial Kerja T Sekuen Optimal Y Rekomendasi Tata Laksana Kerja Optimal
Selesai
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan Kelapa Sawit Pemanenan adalah serangkaian kegiatan mulai dari mengidentifikasi kematangan buah sesuai kriteria matang panen, memotong tandan buah, mengumpulkan dan mengutip brondolan sampai dengan menyusun tandan di TPH beserta dengan brondolannya. Tujuan dari pemanenan adalah untuk mendapatkan produksi dan rendemen minyak yang tinggi serta kadar asam lemak bebas yang rendah. Keberhasilan panen terletak pada tenaga pemanen yang sesuai, alat panen yang digunakan serta sistem panen yang tepat dan efisien untuk diterapkan. Sistem panen yang digunakan akan mempengaruhi pembagian ancak panen, penentuan tenaga panen, pengawasan panen, serta pengangkutan tandan buah segar (TBS). Kematangan buah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas buah dan minyak yang dihasilkan oleh buah tersebut. Penentuan waktu panen juga akan mempengaruhi kualitas buah melalui kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam prosentase tinggi. Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. Berdasarkan hal tersebut di atas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen. Klasifikasi derajat kematangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Derajat kematangan buah kelapa sawit Fraksi
Jumlah brondolan yang jatuh
Sangat mentah, tidak ada buah yang memberondol, warna buah hitam. Bagian buah luar ada yang memberondol 1%0 12.5%. 1 12.5%-25% buah luar memberondol. 2 25%-50% buah luar memberondol. 3 50%-75% buah luar memberondol. 4 75%-100% buah luar memberondol. 5 Buah bagian dalam ikut memberondol. Sumber : Budidaya Kelapa Sawit 00
Derajat Kematangan Sangat mentah Mentah Kurang matang Matang 1 Matang 2 Lewat matang 1 Lewat matang 2
Kelapa sawit yang dipanen di perkebunan Waru Kaltim Plantation (WKP) harus memiliki kriteria matang panen yaitu tandan buah berwarna merah oranye dengan minimal 10 butir brondolan yang ada di piringan atau buah sudah berada pada fraksi dua. Fraksi dua artinya dua brondolan di piringan setiap 1 kilogram bobot tandan. Hal tersebut berlaku untuk pokok tanaman dengan umur panen yang paling muda yaitu sekitar 3 tahun dan dengan umur maksimal pokok yang dapat dipanen.
10
Perkebunan Waru Kaltim Plantation (WKP) menggunakan sistem panen ancak giring tetap. Pada sistem ini, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanenan pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, dan begitu seterusnya. Sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan pemanenan dan hasil panen lebih cepat sampai ke TPH dan pabrik. Namun ada kecenderungan pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal karena pemanenannya menggunakan sistem borongan. Rotasi panen merupakan waktu yang dibutuhkan antara panen terakhir dengan panen berikutnya dalam satu seksi panen yang sama. Seksi panen merupakan luasan areal panen yang dibagi menjadi beberapa bagian yang harus selesai dipanen dalam satu hari. Rotasi panen di afdeling OA menggunakan rotasi 6/7 yang artinya areal dibagi menjadi 6 seksi dan dipanen selama 6 hari dalam 7 hari. Rotasi panen bisa berubah tergantung kondisi kerapatan buah. Peralatan yang digunakan pada kegiatan pemanenan diantaranya egrek, dodos, angkong, gancu, karung plastik, terpal. Fungsi masing-masing peralatan yang digunakan pada aktivitas pemanenan kelapa sawit tersaji dalam Tabel 2, sedangkan gambar masing-masing peralatan dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 2 Peralatan yang digunakan pada aktivitas pemanenan kelapa sawit No Alat Fungsi Memotong tandan kelapa sawit dengan tinggi 1 Egrek pohon lebih dari 3 meter Memotong tandan kelapa sawit dengan tinggi 2 Dodos pohon kurang dari 3 meter 3 Angkong Alat angkut tandan buah segar (TBS) dan brondolan 4 Gancu Alat muat dan bongkar TBS 5 Parang Memotong pelepah menjadi 3 bagian Memotong tangkai TBS menjadi bentuk “V” atau 6 Kapak cangkam kodok 7 Karung Plastik Menampung brondolan
Egrek
Dodos
11
Gancu
Angkong
Kapak Gambar 2 Peralatan yang digunakan pada pemanenan kelapa sawit Organisasi panen terdiri atas mandor panen, dan pemanen yang dibentuk agar pelaksanaan panen bisa berjalan efektif dan efisien. Satu orang mandor panen membawahi 15-20 pemanen. Tenaga panen dilakukan oleh tenaga manual. Satu orang pemanen yang terampil biasanya dapat memanen tandan buah sawit kurang lebih 80 tandan/hari untuk buah besar atau kurang lebih 150 tandan/hari untuk buah kecil. Luas ancak panen yang harus diselesaikan pada taksasi normal antara 3 - 4 ha bergantung pada kemampuan masing-masing pemanen.
Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja Aktivitas pemanenan kelapa sawit merupakan kegiatan kontinyu yang dalam prosesnya terdapat kegiatan atau elemen-elemen kerja yang bersifat sekuensial, dalam hal ini membentuk pola keseragaman kerja tertentu. Untuk mempermudah menganalisis aktivitas pemanenan kelapa sawit tersebut dilakukan proses perekaman dalam bentuk video agar tampak jelas perubahan tiap elemen kerjanya. Menurut Syuaib et al (2012), adanya pembagian operasi pada kegiatan pemanenan dapat dijadikan beberapa elemen kerja guna mempermudah menganalisa aktivitas pemanenan kelapa sawit. Aktivitas pemanenan kelapa sawit diuraikan menjadi 9 elemen kerja berdasarkan pola keseragaman kerja tertentu dengan pengulangan tiap elemen kerjanya. Elemen kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
12
Tabel 3 Elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit Lambang No Elemen Kerja Huruf 1 Mengidentifikasi/verifikasi tandan matang Ve 2 Menyiapkan alat panen Pr 3 Memotong tandan dan pelepah CuD/CuE 4 Mencacah dan memindahkan pelepah Ba 5 Memuat tandan ke angkong Lo 6 Memungut brondolan Br 7 Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain Mo 8 Membongkar dan merapihkan tandan di TPH Un 9 Membuang sisa TBS/cangkam kodok Ck Sumber : Syuaib et al. 2012
Elemen Kerja Mengidentifikasi Buah Matang (Verifikasi: Ve) Elemen ini dilakukan untuk menilai kematangan buah berdasarkan penglihatan subjektif dari pemanen. Elemen kerja ini dimulai dengan melihat jumlah brondolan yang ada di piringan dengan ketentuan yang ditetapkan yakni sebanyak minimal 10 butir berondolan serta dengan melihat indikasi warna buah matang yaitu merah oranye dan berakhir ketika buah yang matang telah ditemukan. Elemen kerja mengidentifikasi buah matang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Elemen kerja mengidentifikasi tandan matang
Elemen Kerja Menyiapkan Alat Panen (Preparasi: Pr) Elemen ini dilakukan untuk menyesuaikan panjang alat panen (egrek) dengan ketinggian buah yang akan dipanen. Elemen kerja ini dimulai pada saat pemanen mengambil egrek dan melonggarkan pengunci dengan memutar baut pengunci kemudian dilanjutkan dengan memanjangkan/memendekkan fiber egrek tersebut dan berakhir dengan mengencangkan kembali penguncinya. Elemen kerja menyiapkan alat panen dapat dilihat pada Gambar 4.
13
Gambar 4 Elemen kerja menyiapkan egrek
Elemen Kerja Memotong Pelepah dan Tandan (Cutting Egrek: CuE/Cutting Dodos: CuD) Elemen kerja ini dilakukan untuk memisahkan buah dari pohonnya dengan cara memotong tangkai tandan sawit tersebut. Elemen kerja ini dimulai dengan pemanen mengarahkan egrek ke pelepah/tandan dan kemudian memotong pelepah/tandan sampai pelepah/tandan tersebut jatuh ke tanah. Dari hasil pengamatan, gerakan ini biasanya tidak dilakukan dalam sekali tarikan, tetapi berulang-ulang sampai pelepah dan tandan benar-benar terpotong. Gerakan ini dilakukan oleh kedua tangan. Ketinggian pohon dibedakan menjadi 2 bagian yaitu ketinggian pohon < 3 m (D) dipanen dengan menggunakan dodos dan ketinggian pohon > 3 m (E) dipanen menggunakan egrek. Elemen kerja memotong tandan dengan egrek dan dodos dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5 (a) Elemen kerja memotong tandan dan pelepah dengan egrek, (b) elemen kerja memotong tandan dengan dodos.
14
Elemen Kerja Mencacah dan Memindahkan Pelepah (Branching: Ba) Elemen kerja ini dilakukan untuk memotong atau mencacah pelepah menjadi 3 bagian dan menyusunnya di tempat yang sudah ditentukan yaitu gawangan mati. Elemen kerja ini dimulai dengan pemanen yang menggerakan tangannya untuk mengambil parang/kapak serta mencacah pelepah kemudian memindahkannya ke gawangan mati dan berakhir ketika pemanen melepas pelepah atau sudah tidak lagi menyentuh pelepah tersebut. Elemen kerja mencacah dan memindahkan pelepah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Elemen kerja mencacah dan memindahkan pelepah
Elemen Kerja Memungut Brondolan (Brondolan: Br) Elemen kerja ini dilakukan untuk mengumpulkan brondolan yang tercecer di tanah baik akibat indikasi buah matang atau akibat dari proses pemotongan tandan. Elemen kerja ini dimulai dengan pemanen yang mengambil karung dilanjutkan dengan tangan dan mata mulai bergerak memilih, memisahkan dan mengumpulkan brondolan yang tercampur dengan tanah, daun kering, sampah yang ada di piringan dan berakhir saat brondolan telah diambil semuanya. Elemen kerja memungut brondolan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Elemen kerja memungut brondolan
15
Elemen Kerja Memuat TBS ke Angkong (Loading: Lo) Elemen kerja ini dilakukan untuk memindahkan TBS dari tanah ke dalam angkong agar dapat diangkut menggunakan angkong. Elemen kerja ini dimulai dengan pemanen menggerakan tangannya untuk mengambil gancu dan menancapkan gancu tersebut ke TBS kemudian memindahkannya ke dalam angkong dan berakhir ketika pemanen melepas TBS atau sudah tidak lagi menyentuh TBS tersebut. Elemen kerja memuat TBS ke angkong dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Elemen kerja memuat TBS ke angkong
Elemen Kerja Perpindahan (Moving: Mo) Elemen kerja ini dilakukan untuk memudahkan pemindahan buah baik dari pohon ke pohon ataupun dari sekitar pohon ke TPH (Tempat Pengumpulan Hasil). Elemen kerja ini dimulai dengan pemanen berjalan menuju pohon berikutnya atau menuju TPH untuk membongkar muatan angkong dan berakhir ketika sudah tidak melakukan perpindahan lagi. Perpindahan pada aktivitas pemanenan kelapa sawit dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA), perpindahan dengan membawa TBS (MoT), perpindahan dengan membawa angkong dan tandan (MoAT), dan perpindahan tanpa membawa angkong dan tandan (MoK). Perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA) dan perpindahan tanpa membawa tandan dan angkong (MoK) termasuk kelambatan yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable delay). Elemen kerja perpindahan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Pemanen sedang mengangkong
16
Elemen Kerja Membuang Sisa Tangkai TBS (Cangkam kodok: Ck) Elemen kerja ini dilakukan untuk memangkas kelebihan tangkai yang ada pada tandan agar berat tandan bisa diukur dengan optimal. Elemen kerja ini dimulai ketika pemanen mulai mengarahkan kapak ke tangkai TBS kemudian memotong tangkai TBS sampai tangkai tersebut terpotong membentuk huruf “V” atau membentuk seperti mulut kodok/cangkam kodok. Elemen kerja membuang sisa tangkai TBS dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Elemen kerja membuang sisa tangkai TBS Elemen Kerja Membongkar dan Merapikan TBS di TPH (Un) Elemen kerja ini dilakukan untuk mengeluarkan brondolan dan TBS dari angkong ke TPH dan merapikannya agar mudah diangkut ke truk oleh para pemuat buah. Elemen kerja ini dimulai ketika pemanen membongkar muatan angkong baik dengan mengangkat angkong agar buah jatuh ke tanah maupun memindahkan buah satu per satu dari angkong ke TPH kemudian menyusun dan merapikannya. Elemen kerja ini berakhir ketika TBS sudah tersusun rapi di TPH. Elemen kerja membongkar dan merapikan TBS di TPH dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Elemen kerja membongkar dan merapikan TBS di TPH
17
Analisis Waktu Pemanenan Aktivitas pemanenan kelapa sawit dimulai dari pemanen membawa angkong, egrek/dodos, gancu, kapak, dan karung. Selanjutnya pemanen mengidentifikasi/mencari tandan buah yang matang dengan melihat brondolan yang ada di piringan berjumlah 10 butir. Setelah memastikan buah matang, pemanen memotong pelepah terlebih dahulu yang menyangga tandan kemudian memotong tandan sawit. Biasanya memanen dengan menggunakan egrek harus menurunkan pelepah (songgo dua) terlebih dahulu untuk memudahkan pada saat memotong tandan karena terkadang tandan yang sudah dipotong tersangkut di pelepah pohon dan juga meminimalkan brondolan tertinggal di ketiak pelepah. Pemanenan dengan menggunakan dodos, pemanen langsung memotong tandan sawit tersebut. Aktivitas yang dilakukan setelah menurunkan pelepah dan tandan yaitu pemanen memindahkan pelepah dan menyusunnya di gawangan mati. Proses pemanenan dilanjutkan dengan mengambil brondolan, memasukkan brondolan ke dalam karung, dan memindahkan karung yang telah berisi brondolan ke angkong. Brondolan yang tertinggal di sekitar piringan tidak boleh lebih dari 2 biji. Tandan buah segar (TBS) dipindahkan ke angkong dengan menggunakan gancu. Pemanen kemudian pindah ke pohon berikutnya. Angkong terisi penuh dengan TBS selanjutnya dibawa pemanen beserta muatannya menuju tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanen menyusun TBS dan brondolan dengan rapi di atas terpal. Penggunaan terpal bertujuan untuk mengurangi jumlah kotoran yang dapat terbawa ke pabrik dan juga mempengaruhi rendemen minyak. Pemanen memotong tangkai TBS yang masih panjang dengan menggunakan kapak (tomasun) dan sisa tangkai tidak boleh lebih dari 2 cm. Setelah TBS dipanen, pemanen diwajibkan untuk mencatat hasil kerja di kupon pemanen yang terdiri atas nomor blok, nomor pemanen, dan jumlah tandan yang dipanen. Bagan proses dari pemanenan kelapa sawit dari verifikasi sampai dengan bongkar buah dapat dilihat pada Gambar 12. Waktu Normal Waktu normal adalah waktu yang dibutuhkan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaanya dalam situasi dan kondisi kerja alamiah yang normal atau paling mudah (tanpa faktor kesulitan karena kondisi ekstrim ataupun kemudahan karena intervensi teknologi secara khusus) (Syuaib et al. 2012). Waktu normal dipakai untuk perhitungan waktu baku, diambil dari waktu normal paling minimum dari waktu rata-rata pemanen dengan kondisi yang bersifat alami yaitu topografi, kondisi lahan, dan ketinggian pohon yang dianggap paling normal untuk dilakukan pemanenan tanpa intervensi yang dapat mempengaruhi lama dari pemanen tersebut melakukan pemanenan.
18
Mulai
Mengidentifikasi/verifikasi tandan masak (Ve) Menyiapkan peralatan (Pr) Memotong tandan dan pelepah (Cu)
Mencacah dan memindahkan pelepah ke gawangan mati (Ba) T Satu barisan tanaman selesai di panen?
Y Berpindah tanpa beban (MoK) atau berpindah dengan angkong (MoA)
Memungut brondolan (Br)
Pohon berikutnya
Memuat TBS ke angkong (Lo) T Angkong penuh? Y Membawa angkong dan TBS (MoAT) Membongkar dan merapihkan TBS di TPH (Un) Memotong sisa tangkai TBS (Ck)
Selesai Gambar 12 Bagan proses dari pemanenan kelapa sawit
19
Faktor Kesulitan Faktor kesulitan merupakan faktor eksternal (di luar faktor individual pekerja) yang mempengaruhi tingkat kesulitan (atau kemudahan apabila berlaku sebaliknya) pekerjaan yang dikerjakan ole pekerja karena adanya perubahan kondisi kerja dari kondisi yang didefinisikan sebagai “kondisi normal” (Syuaib et al. 2012). Faktor kesulitan bernilai (+) dipengaruhi oleh topografi (teras, flat, rolling), lahan (basah/kering), dan ketinggian pohon (<3 meter, 3-6 meter) yang memperlambat kerja pemanen dan faktor kesulitan dapat bernilai (-) karena kondisi pengukuran atau lingkungan sekitar sudah tidak bersifat alami atau dapat berupa intervensi teknologi yang digunakan. Hasil dari penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Syuaib et al. (2012) adalah adanya indikasi faktor kesulitan pada 3 elemen kerja pemanenan kelapa sawit yaitu elemen kerja mengidentifikasi buah matang (Ve), memotong pelepah dan tandan (CuE/CuD), dan memungut brondolan (Br). Namun apabila ditinjau dari segi ketinggian pohon, elemen kerja menyiapkan alat panen (Pr) seharusnya termasuk faktor kesulitan yang mempengaruhi waktu kerja yang alami dikarenakan pada proses persiapan alat panen semakin tinggi pohon yang akan dipanen maka waktu yang diperlukan untuk menyiapkan alat semakin lama sehingga preparasi merupakan elemen kerja pemanenan yang dipengaruhi oleh faktor kesulitan berupa ketinggian pohon. Hal tersebut perlu dibuktikan pada penelitian berikutnya. Penelitian yang dilakukan di PT WKP ini memiliki kondisi kebun sawit dengan topografi rolling, lahan kering, dan ketinggian pohon <3 meter sampai >12 meter dengan detail klasifikasi ketinggian pohon <3 meter (D/E1), 3-6 meter (E2), 6-12 meter (E3), dan >12 meter (E4). Data pada ketinggian pohon E2 dan E4 terlalu sedikit dan ekstrim sehingga tidak dapat dibandingkan dengan data D/E1 dan E3. Pada kondisi ini faktor kesulitan dianggap seragam dikarenakan variasi yang ada hanya berupa alat panen yaitu dodos/egrek dan ketinggian pohon D/E3 dengan alat panen yang berbeda.
Waktu Baku Waktu baku adalah waktu kerja optimum yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankannya dalam sistem dan kondisi kerja tertentu (Syuaib et al. 2012). Waktu baku dapat digunakan untuk menentukan jumlah pekerja yang harus dipekerjakan pada bagian atau proses-proses tertentu agar produktivitas perusahaan meningkat. Selain itu waktu baku juga dapat digunakan untuk menentukan pola kerja yang optimal agar pekerjaan yang dilakukan efektif dan efisien. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan lebih kepada perusahaan dengan kesesuaian jumlah sumber daya manusia yang dialokasikan ke bagian-bagian perusahaan tersebut sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih efektif. Hasil dari penelitian ini didapatkan waktu baku sama dengan waktu normal karena faktor kesulitan dianggap seragam atau bernilai 0. Waktu baku dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 menunjukkan waktu baku untuk alat egrek sedangkan Tabel 5 menunjukkan waktu baku untuk alat dodos.
20
Tabel 4 merupakan waktu baku dengan alat kerja egrek untuk masingmasing elemen kerja dengan 14 subjek yang diteliti. Dari tabel di bawah dapat dilihat bahwa elemen kerja mengidentifikasi tandan matang (Ve) dengan waktu minimum sebesar 4.25 detik dilakukan oleh subjek J dan waktu maksimum sebesar 6.00 detik dilakukan oleh subjek G. Nilai rata-rata untuk elemen kerja Ve adalah sebesar 4.90 detik dengan nilai koefisien keragaman (CV) 0.10. Nilai CV memiliki standar keragaman sebesar 0.4 atau 40% untuk membatasi nilai keragaman dari suatu sebaran data. Nilai CV sebesar 0.1 menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Ve relatif baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengambilan data untuk Ve dilakukan dengan dengan tepat dan benar sehingga data relatif seragam. Waktu baku untuk elemen kerja ini adalah sebesar 4.25 detik. Elemen kerja menyiapkan alat panen (Pr) didapatkan waktu minimum sebesar 14.50 detik dilakukan oleh subjek K dan waktu maksimum sebesar 22.00 detik dilakukan oleh subjek C dengan waktu rata-rata sebesar 14.50 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 3.05 sehingga nilai CV untuk elemen kerja ini adalah sebesar 0.18 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk Pr dapat dikatakan relatif baik dan pengambilan data dilakukan dengan tepat dan benar sehingga data seragam. Waktu baku untuk elemen kerja Pr adalah sebesar 14.50 detik. Elemen kerja mencacah dan memindahkan pelepah (Ba) mempunyai waktu minimum sebesar 19.00 detik dilakukan oleh subjek G dan waktu maksimum sebesar 75.00 detik dilakukan oleh subjek A dengan waktu rata-rata sebesar 38.72 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 15.33 sehingga nilai CV sebesar 0.40 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Ba relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 19.00 detik. Elemen kerja memotong sisa tangkai tandan (Ck) memiliki waktu minimum sebesar 5.00 detik dan waktu maksimum sebesar 11.92 detik. Waktu minimum diperoleh dari dari rata-rata waktu pemanen K dan waktu maksimum diperoleh dari waktu rata-rata pemanen E. Nilai standar deviasi diperoleh sebesar + 2.12 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.27 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Ck relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 5.00 detik. Elemen kerja memotong pelepah dan tandan CuE3 (6-12 meter) dilakukan dengan menggunakan egrek. Elemen kerja CuE3 memiliki waktu minimum sebesar 32.25 detik dilakukan oleh subjek C dan waktu maksimum sebesar 82.83 detik dilakukan oleh subjek K dengan waktu rata-rata sebesar 59.88 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 15.98 sehingga nilai CV sebesar 0.27 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja CuE3 seragam dan relatif baik. Waktu baku untuk elemen kerja ini adalah sebesar 32.25 detik. Elemen kerja memungut brondolan (Br) didapatkan waktu minimum sebesar 33.00 detik dilakukan oleh subjek M dan waktu maksimum sebesar 147.00 detik dilakukan oleh subjek G dengan waktu rata-rata sebesar 62.30 detik. Nilai standar deviasi untuk elemen ini adalah sebesar + 39.66 sehingga nilai CV didapatkan sebesar 0.64. Nilai ini menunjukkan bahwa 64% data pada elemen kerja Br beragam. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor keterampilan pemanen. Faktor lingkungan misalnya tingkat kematangan buah yang berbeda dan topografi lahan yang berbukit. Semakin matang buah maka brodolan yang dihasilkan semakin banyak sesuai dengan umur tandan tersebut.
21
Selain itu lahan yang berbukit menyebabkan brondolan yang jatuh sulit untuk dijangkau seluruhnya oleh pemanen karena pemanen cenderung mengambil brondolan yang ada di piringan pohon dan yang terlihat saja. Hal tersebut yang menyebabkan data waktu didapatkan relatif beragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 33.00 detik. Elemen kerja memuat tandan ke angkong (Lo) memiliki waktu minimum sebesar 6.20 detik diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek M dan waktu maksimum sebesar 9.22 detik diperoleh dari waktu rata-rata subjek L dengan waktu rata-rata sebesar 7.74 detik. Nilai standar deviasi yang didapatkan sebesar + 1.40 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.18 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Lo relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 6.20 detik. Elemen kerja perpindahan (Mo) dibagi menjadi 4 macam yaitu perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA), perpindahan dengan membawa TBS (MoT), perpindahan dengan membawa angkong dan tandan (MoAT), dan perpindahan tanpa membawa angkong dan tandan (MoK). Perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA) dan perpindahan tanpa membawa tandan dan angkong (MoK) termasuk kelambatan yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable delay). Dari Tabel 4 waktu minimum untuk MoT adalah sebesar 7.50 detik dilakukan subjek M dan waktu maksimum sebesar 18.50 detik dilakukan oleh subjek N dengan waktu rata-rata sebesar 13.88 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 4.82 sehingga nilai CV sebesar 0.35 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoT relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen kerja MoT adalah sebesar 7.50 detik. Sedangkan untuk elemen kerja MoAT didapatkan waktu minimum adalah sebesar 12.56 dilakukan subjek B dan waktu maksimum sebesar 21.00 detik dilakukan oleh subjek M dengan waktu rata-rata sebesar 15.71 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 3.72 sehingga nilai CV sebesar 0.24 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoT relatif baik dan seragam. Hasil waktu yang diperoleh MoT lebih cepat dibandingkan dengan MoAT karena elemen kerja MoT biasanya dilakukan ketika TBS yang dipanen dekat dengan TPH sehingga langsung ditempatkan di TPH sedangkan elemen kerja MoAT biasanya dilakukan ketika buah yang dipanen ada di dalam kebun atau jauh dari TPH sehingga akan lebih efektif apabila TBS dipanen terlebih dahulu baru kemudian diangkut ke TPH secara bersamaan sehingga MoAT membutuhkan waktu lebih lama. Elemen kerja membongkar dan merapikan TBS di TPH (Un) memiliki waktu minimum sebesar 6.89 detik diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek I dan waktu maksimum sebesar 13.00 detik diperoleh dari waktu rata-rata subjek M dengan waktu rata-rata sebesar 9.30 detik. Nilai standar deviasi yang didapatkan sebesar + 2.64 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.28 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Un relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 6.89 detik. Keterlambatan yang dapat dihindarkan (Avoidable Delay) adalah kegiatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh pemanen pada saat melakukan pemanenan karena dapat mengurangi efektivitas kerja dari pemanen. Kegiatan tersebut misalnya mengobrol, merokok, beristirahat terlalu lama, membetulkan helmet, minum, mengangkat handphone, berdiri diam, dan bercanda dengan pekerja yang lain.
20
22
Tabel 4 Waktu baku masing-masing elemen kerja untuk alat egrek Elemen Kerja
A 5.00
Ve Pr Cu
Subjek
E3
B
C
D 5.00
5.17
5.00
15.50
22.00
69.00
68.29
32.25
75.00
30.11
34.00
Ck
8.84
9.33
Br
46.43
55.00
Lo
8.78
9.00
Ba
Mo
F
G
H
6.00
4.50
I 4.36
17.00 69.83
63.00
33.00
5.14 14.50
M
N 4.57
4.90
+ 0.51
0.10
4.25
16.80
+ 3.05
0.18
14.50
59.88
+ 15.98
0.27
32.25
54.60
82.83
74.25
73.00
19.00
45.50
39.50
30.43
31.00
38.00
55.00
28.33
38.72
+ 15.33
0.40
19.00
7.17
9.00
5.00
6.00
6.25
7.40
7.88
+ 2.12
0.27
5.00
49.33
33.33
72.00
33.00
62.30
+ 39.66
0.64
33.00
6.43
6.80
9.22
6.20
7.74
+ 1.40
0.18
6.20
11.92 147.0
13.00
12.56
13.80
K
18.00
15.00
18.00
A
10.00
17.00
15.29
8.10
6.89 20.75
4.25 15.00
L
Waktu Baku (s)
44.11
16.50
13.00
K
CV
49.50
AT
22.00
J
SD (s)
64.80
T
Un AD
E
Rata-rata (s)
7.50
17.00
13.88
+ 4.82
0.35
7.50
15.50
21.00
15.71
+ 3.72
0.24
12.56
18.38
19.00
17.68
+ 1.55
0.09
15.00
16.66
+ 5.01
0.30
10.00
9.30
+ 2.64
0.28
6.89
16.80
+ 5.18
0.31
9.33
24.00 9.20
12.00
18.50
9.33
13.00 24.00
16.67
16.67
23
Elemen kerja perpindahan tanpa membawa angkong dan tandan (MoK) memiliki waktu minimum sebesar 15.00 detik dan waktu maksimum sebesar 19.00 detik dengan waktu rata-rata sebesar 17.68 detik. Waktu minimum diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek B dan waktu maksimum diperoleh dari waktu rata-rata subjek M. Nilai standar deviasi diperoleh sebesar + 1.55 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.09 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoK relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 15.00 detik. Elemen kerja perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA) waktu minimumnya adalah sebesar 10.00 detik dan waktu maksimum sebesar 19.00 detik dengan waktu rata-rata sebesar 24.00 detik. Waktu minimum diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek A dan waktu maksimum diperoleh dari waktu rata-rata subjek K. Nilai standar deviasi diperoleh sebesar + 5.01 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.30 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoA relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 10.00 detik. Elemen kerja MoK dan MoA seharusnya dapat diminimumkan karena pergerakannya yang kurang efektif dan efisien. Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling banyak secara keseluruhan dengan menggunakan egrek adalah elemen kerja memungut brondolan (Br). Hal tersebut dikarenakan banyaknya brondolan yang ada di tanah, kedua banyaknya serasah dan kotoran yang tercampur dengan brondolan sehingga menghabiskan banyak waktu untuk mengambil brondolan tersebut. Selain itu lahan yang berbukit menyebabkan brondolan yang jatuh sulit untuk dijangkau seluruhnya oleh pemanen karena pemanen cenderung mengambil brondolan yang ada di piringan pohon dan yang terlihat saja. Alat yang dapat mengurangi atau meniadakan waktu baku memungut brondolan misalnya alat yang dapat menangkap TBS yang jatuh ke tanah beserta seluruh brondolannya yaitu berupa lembaran busa setebal 40 mm yang dilapisi dengan bahan sejenis terpal terbuat dari Polyethylene Teraphthalate di atasnya dan bahan yang terbuat dari nilon (Polyamide) di bawahnya, berukuran 2 m x 2 m, dijahit ditengahnya, dan di sudutnya dibentuk busur dengan radius 0.5 m untuk penempatan pada pohon yang akan dipanen (Adetan E et al. 2007). Alat ini dapat mengurangi impact yang terjadi akibat TBS tersebut jatuh ke tanah dan brondolan yang jatuh tidak tercecer sehingga lebih cepat dalam proses pemungutan. Elemen yang paling sedikit membutuhkan waktu adalah elemen kerja mengidentifikasi tandan matang (Ve). Hal tersebut dikarenakan pemanen hanya memerlukan waktu beberapa detik saja untuk melihat jumlah brondolan yang ada di tanah dan hanya sekilas untuk melihat kematangan buah berdasarkan warna sehingga waktu yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. Keahlian dan pengalaman pekerja juga mempengaruhi lamanya waktu untuk mengidentifikasi tandan matang tersebut. Tabel 5 merupakan waktu baku dengan alat kerja dodos untuk masingmasing elemen kerja dengan 5 subjek yang diteliti. Dari tabel di bawah dapat dilihat bahwa elemen kerja mengidentifikasi tandan matang (Ve) dengan waktu minimum sebesar 3.00 detik dilakukan oleh subjek N dan waktu maksimum sebesar 4.57 detik dilakukan oleh subjek E. Nilai rata-rata untuk elemen kerja Ve adalah sebesar 3.78 detik dengan nilai koefisien keragaman (CV) 0.20. Nilai CV sebesar 0.2 menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Ve relatif
24
baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengambilan data untuk Ve dilakukan dengan dengan tepat dan benar sehingga data relatif seragam. Waktu baku untuk elemen kerja ini adalah sebesar 3.00 detik. Tabel 5 Waktu baku masing-masing elemen kerja untuk alat dodos Elemen Kerja Ve Pr Cu Ba Ck Br Lo Mo Mo Un Hr
D
AT T A k
Subjek B
E
I
J
N
4.44 0 38.73 18.50 7.33 1.75 1.50 8.75
4.57 0 19.25 17.00 8.00 1.25
3.89 0 26.78 12.83 6.00 1.75
3.00 0 20.33 24.25
21.92
18.00
3.00 0 16.44 12.00 7.80 2.00 1.75 8.50 15.00 7.60 8.50 5.80 9.00
8.43 24.00 8.84 13.50
12.00
Ratarata (s) 3.78 0 24.31 16.92 7.28 1.69 1.63 8.63 18.31 8.01 16.25 7.32 11.50
SD (s) 0.76 8.91 4.93 0.90 0.31 0.18 0.18 3.47 0.59 10.96 2.15 2.29
CV 0.20 0.37 0.29 0.12 0.19 0.11 0.02 0.19 0.07 0.67 0.29 0.20
Waktu Baku (s) 3.00 0 16.44 12.00 6.00 1.25 1.50 8.50 15.00 7.60 8.50 5.80 9.00
Elemen kerja menyiapkan alat panen (Pr) didapatkan waktu baku 0 detik. Hal ini dikarenakan dodos merupakan alat solid yang tidak diperlukan untuk disesuaikan panjang pendeknya terhadap tinggi buah yang akan dipanen, selain itu pohon yang dipanen menggunakan dodos tingginya relatif pendek sehingga tidak memerlukan penambahan panjang pada alat. Elemen kerja mencacah dan memindahkan pelepah (Ba) mempunyai waktu minimum sebesar 12.00 detik dilakukan oleh subjek N dan waktu maksimum sebesar 24.25 detik dilakukan oleh subjek R dengan waktu rata-rata sebesar 16.92 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 4.93 sehingga nilai CV sebesar 0.29 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Ba relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 12.00 detik. Elemen kerja memotong sisa tangkai tandan (Ck) memiliki waktu minimum sebesar 6.00 detik dan waktu maksimum sebesar 8.00 detik. Waktu minimum diperoleh dari dari rata-rata waktu pemanen I dan waktu maksimum diperoleh dari waktu rata-rata pemanen E. Nilai standar deviasi diperoleh sebesar + 0.90 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.12 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Ck relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 6.00 detik. Elemen kerja memotong pelepah dan tandan CuD (< 3 meter) dilakukan dengan menggunakan dodos. Elemen kerja CuD memiliki waktu minimum sebesar 16.44 detik dilakukan oleh subjek N dan waktu maksimum sebesar 38.73 detik dilakukan oleh subjek B dengan waktu rata-rata sebesar 24.31 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 8.91 sehingga nilai CV sebesar 0.37 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja CuD seragam dan relatif baik. Waktu baku untuk elemen kerja ini adalah sebesar 16.44 detik.
25
Elemen kerja memungut brondolan (Br) didapatkan waktu minimum sebesar 1.25 detik dilakukan oleh subjek E dan waktu maksimum sebesar 2.00 detik dilakukan oleh subjek N dengan waktu rata-rata sebesar 1.69 detik. Nilai standar deviasi untuk elemen ini adalah sebesar + 0.31 sehingga nilai CV didapatkan sebesar 0.19. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Br seragam dan relatif baik. Waktu baku untuk elemen kerja ini adalah sebesar 1.25 detik. Elemen kerja memuat tandan ke angkong (Lo) memiliki waktu minimum sebesar 1.50 detik diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek B dan waktu maksimum sebesar 1.75 detik diperoleh dari waktu rata-rata subjek N dengan waktu rata-rata sebesar 1.63 detik. Nilai standar deviasi yang didapatkan sebesar + 0.18 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.11 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Lo relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 1.50 detik. Elemen kerja perpindahan (Mo) pada dodos sama sepertihalnya egrek dibagi menjadi 4 macam yaitu perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA), perpindahan dengan membawa TBS (MoT), perpindahan dengan membawa angkong dan tandan (MoAT), dan perpindahan tanpa membawa angkong dan tandan (MoK). Perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA) dan perpindahan tanpa membawa tandan dan angkong (MoK) termasuk keterlambatan yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable delay). Tabel 5 waktu minimum untuk MoT adalah sebesar 15.00 detik dilakukan subjek N dan waktu maksimum sebesar 21.92 detik dilakukan oleh subjek E dengan waktu rata-rata sebesar 18.31 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 3.47 sehingga nilai CV sebesar 0.19 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoT relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen kerja MoT adalah sebesar 15.00 detik. Elemen kerja MoAT didapatkan waktu minimum adalah sebesar 8.50 dilakukan subjek N dan waktu maksimum sebesar 8.75 detik dilakukan oleh subjek B dengan waktu rata-rata sebesar 8.63 detik. Nilai standar deviasi didapatkan + 0.18 sehingga nilai CV sebesar 0.02 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoT relatif baik dan seragam. Elemen kerja membongkar dan merapikan TBS di TPH (Un) memiliki waktu minimum sebesar 5.80 detik diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek N dan waktu maksimum sebesar 8.84 detik diperoleh dari waktu rata-rata subjek B dengan waktu rata-rata sebesar 7.32 detik. Nilai standar deviasi yang didapatkan sebesar + 2.15 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.29 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja Un relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 5.80 detik. Elemen kerja perpindahan tanpa membawa angkong dan tandan (MoK) memiliki waktu minimum sebesar 8.50 detik dan waktu maksimum sebesar 24.00 detik dengan waktu rata-rata sebesar 16.25 detik. Waktu minimum diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek N dan waktu maksimum diperoleh dari waktu rata-rata subjek B. Nilai standar deviasi diperoleh sebesar + 10.96 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.67. Nilai ini menunjukkan bahwa 67% data pada elemen kerja Br beragam. Hal ini disebabkan oleh jumlah data yang relatif sedikit, hanya 2 subjek yang melakukan elemen ini. Selain itu faktor lingkungan juga dapat menyebabkan data elemen ini menjadi beragam misalnya faktor peletakan angkon dan pohon yang dipanen jauh sehingga pemanen memerlukan waktu lebih untuk
26
mengambil angkong dan kembali ke pohon yang dipanen. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 8.50 detik. Elemen kerja perpindahan dengan membawa angkong kosong (MoA) waktu minimumnya adalah sebesar 7.60 detik dan waktu maksimum sebesar 8.43 detik dengan waktu rata-rata sebesar 8.01 detik. Waktu minimum diperoleh dari dari rata-rata waktu subjek N dan waktu maksimum diperoleh dari waktu rata-rata subjek B. Nilai standar deviasi diperoleh sebesar + 0.59 sehingga didapatkan nilai CV sebesar 0.07 yang menunjukkan bahwa keragaman data untuk elemen kerja MoA relatif baik dan seragam. Waktu baku untuk elemen ini adalah sebesar 7.60 detik. Elemen kerja MoK dan MoA seharusnya dapat diminimumkan karena pergerakannya yang kurang efektif dan efisien. Perbandingan waktu baku dodos dan egrek secara keseluruhan waktu baku elemen kerja dodos membutuhkan waktu lebih kecil daripada waktu baku egrek. Hal ini dikarenakan memotong menggunakan dodos relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan memotong menggunakan egrek. Selain itu tinggi pohon yang dipotong menggunakan dodos lebih rendah daripada tinggi pohon yang dipotong dengan menggunakan egrek sehingga TBS yang akan dipanen lebih jelas terlihat dan lebih mudah dijangkau. TBS yang dipanen menggunakan dodos relatif lebih kecil, ringan, dan jumlahnya lebih banyak sedangkan TBS yang dipanen menggunakan egrek relatif lebih besar, berat dan jumlahnya lebih sedikit dengan berat yang mencapai 30 kg. Namun ada beberapa elemen kerja pada waktu baku dodos lebih besar dibandingkan dengan waktu baku egrek yaitu Ck dan MoT. Elemen kerja Ck selisihnya tidak terlalu besar sehingga dapat diabaikan sedangkan untuk elemen kerja MoT memiliki selisih waktu yang cukup besar karena pemanen menggunakan alat dodos langsung mengangkut buah ke TPH walaupun jaraknya cukup jauh sehingga hal tersebut menyebabkan waktu yang diperlukan cukup lama. Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling banyak secara keseluruhan dengan menggunakan dodos adalah elemen kerja memotong tandan dan pelepah (Cu). Hal ini dikarenakan pada saat pemanenan, tandan yang akan dipanen lebih banyak yang terjepit di antara pelepah atau tandan tersebut memiliki tangkai yang pendek. Selain itu pada pemanenan sebelumnya sering kali terjadi proses pencurian buah dimana tandan dipotong langsung tanpa memotong pelepah terlebih dahulu sehingga sering timbul kesulitan dalam memanen karena pemanen harus memotong pelepah lebih banyak. Selain itu pada saat memotong tandan maupun pelepah pemanen harus berhati-hati agar tidak tertimpa pelepah ataupun tandan.
Perbandingan Waktu Baku Pemanenan dengan Lokasi Studi Lain Hasil waktu baku dari perhitungan analisis waktu pada Tabel 5 dan Tabel 6 digunakan sebagai pembanding dengan waktu baku lokasi studi lain pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan sebagai penelitian pendahuluan dengan metode yang sama. Waktu baku dari lokasi studi lain (Sulawesi dan Riau) dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
27
Tabel 6 Waktu baku di lokasi studi Kalimantan Elemen Kerja Ve Pr Cu Ba Ck Br Lo MoT MoAT Un MoK MoA AD Total waktu baku per tandan tanpa angkong Total waktu baku per tandan dengan angkong
Waktu Baku (s) R-K-D R-K-E3 3.00 4.25 0.00 14.50 16.44 32.25 12.00 19.00 6.00 5.00 1.25 33.00 1.50 6.20 15.00 7.50 8.50 12.56 5.80 6.89 8.50 15.00 7.50 10.00 9.00 9.33 78.49
152.92
71.04
152.98
Tabel 7 Waktu baku lokasi studi lain di Sulawesi Elemen Kerja Ve Pr Cu Ba Ck Br Lo MoT MoAT Un MoK MoA AD
Waktu Baku (s) F-K-D R-K-E3 8.20 10.85 0.00 12.32 18.89 29.82 15.67 15.67 6.15 6.15 15,50 16.26 4.67 4.67 7.00 7.00 24.25 24.25 3.50 3.50 4.67 4.67 6.00 6.00 11.57 11.57
Total waktu baku per tandan tanpa angkong
95.81
122.48
Total waktu baku per tandan dengan angkong
114.40
141.06
Sumber : Lestari 2013
28
Tabel 8 Waktu baku lokasi studi lain di Riau Elemen Kerja Ve Pr Cu Ba Ck Br Lo MoT MoAT Un MoK MoA AD
Waktu Baku (s) T-K-D 3.21 6.45 29.86 9.53 1.74 51.48 3.75 8.68 13.52 6.56 15.07 9.39 10.83
Total waktu baku per tandan tanpa angkong
147.17
Total waktu baku per tandan dengan angkong
146.34
Sumber : Putranti 2012 Perbandingan Waktu Baku dengan Alat Panen Egrek Tabel 9 menunjukkan perbandingan waktu baku lokasi studi yang berbeda yaitu Kalimantan dan Sulawesi dengan alat panen egrek. Elemen kerja Ve di Kalimantan lebih cepat daripada di Sulawesi. Hal tersebut menunjukkan bahwa elemen kerja Ve lebih mudah dilakukan di Kalimantan. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan Ve tersebut adalah kemampuan pemanen dalam menilai kematangan buah misalkan terlebih dahulu melihat jumlah brondolan dibandingkan dengan warna buah. Selain itu dapat pula faktor lingkungan seperti kondisi kebun yang tidak terlalu gelap sehingga pemanen langsung dapat membedakan buah yang matang dan yang tidak. Sebaliknya pemanen di Sulawesi membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan elemen kerja Ve dikarenakan faktor keterampilan pemanen yang kurang cepat dalam menentukan kematangan buah yang akan dipanen. Selain faktor lingkungan misalnya lahan dengan topografi berbukit dan lereng curam juga dapat memperlambat pemanen dalam menentukan buah mana yang siap dipanen. Brondolan yang tidak terlihat atau jatuh jauh dari pohonnya yang disebabkan kondisi topografi yang berlereng juga dapat mengurangi kecepatan pemanen dalam menentukan buah yang akan dipanen.
29
Tabel 9 Perbandingan waktu baku dengan alat panen egrek Elemen Kerja Ve Pr Cu Ba Ck Br Lo MoT MoAT Un MoK MoA AD Total waktu baku per tandan tanpa angkong Total waktu baku per tandan dengan angkong
Waktu Baku (s) Kalimantan Sulawesi 4.25 10.85 14.50 12.32 32.25 29.82 19.00 15.67 5.00 6.15 33.00 16.26 6.20 4.67 7.50 7.00 12.56 24.25 6.89 3.50 15.00 4.67 10.00 6.00 9.33 11.57 152.92
122.48
152.98
141.06
Elemen kerja Pr di Sulawesi lebih cepat daripada di Kalimantan. Hal tersebut dapat dikarenakan faktor alat yang digunakan. Egrek yang digunakan di Kalimantan memiliki 2 jenis sambungan yaitu sambungan yang menggunakan tali karet dan sambungan yang menggunakan baut. Egrek yang menggunakan tali karet cukup lama untuk dilepas dan dipasang kembali dan harus menggunakan sistem ikatan. Sedangkan di Sulawesi egrek yang digunakan sambungannya berupa baut yang lebih mudah untuk dikendorkan dan dikencangkan kembali karena cukup diputar searah atau berlawanan arah jarum jam. Selain itu dapat pula berpengaruh faktor keterampilan pemanen dalam menentukan jarak buah yang akan dipanen dengan panjang egrek yang tepat. Pemanen di Sulawesi lebih cepat dalam melakukan elemen kerja Pr sehingga dapat dikatakan pemanen di Sulawesi lebih terampil dalam menentukan jarak buah yang akan dipanen dengan panjang egrek yang digunakan. Elemen kerja Cu di Sulawesi lebih cepat daripada di Kalimantan. Hal tersebut dapat dikarenakan faktor keterampilan pemanen misalnya pemanen di Sulawesi lebih terampil dalam menentukan sudut potong dan titik potong egrek pada pangkal tandan yang akan dipotong. Selain itu banyaknya tarikan yang digunakan untuk memanen juga mempengaruhi lamanya pemanenan. Semakin banyak tarikan pada egrek maka waktu yang dibutuhkan untuk memanen akan semakin lama. Sedangkan pemanen di Kalimantan kurang terampil dalam menentukan sudut potong dan titik potong tersebut atau dapat dikatakan pengalaman kerjanya masih kurang bila dibandingkan dengan pengalaman kerja pemanen di Sulawesi. Faktor pemotongan pelepah juga dapat mempengaruhi lamanya elemen kerja Cu tersebut misalnya pemanen sebelumnya tidak
30
memotong pelepah (prunning) lebih dahulu atau dapat dikatakan mencuri buah, maka pemanen berikutnya harus melakukan prunning sebanyak dua kali sebelum memotong buah. Elemen kerja Ba di Sulawesi lebih cepat daripada di Kalimantan. Hal tersebut dapat dikarenakan pemanen yang di Sulawesi memotong pelepah dengan membagi menjadi 2 bagian sedangkan di Kalimantan dibagi menjadi 3-4 bagian sehingga pemanen di Kalimantan membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu pemanen di Kalimantan membutuhkan waktu lebih lama untuk meletakkan pelepah yang dicacah di gawangan mati dengan jumlah potongan pelepah yang lebih banyak. Pemanen di Kalimantan memerlukan 3-4 kali berjalan dari pohon ke gawangan mati sedangkan pemanen di Sulawesi hanya membutuhkan 2 kali. Elemen kerja Ck di Kalimantan lebih cepat dibandingkan di Sulawesi. Hal tersebut dikarenakan faktor alat yang digunakan dan keterampilan pemanen misalnya pemanen di Kalimantan menggunakan kapak dan cukup menggunakan 2 kali ayunan sedangkan di Sulawesi menggunakan parang dan terkadang membutuhkan lebih dari 2 ayunan sehingga waktu yang dibutuhkan lebih lama. Selain itu pemanen di Kalimantan lebih terampil dalam menggunakan kapak sehingga waktu yang diperlukan lebih cepat. Elemen kerja Br di Sulawesi lebih cepat daripada di Kalimantan. Hal tersebut dikarenakan faktor keterampilan pemanen dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan misalnya lahan yang ada di Sulawesi memiliki topografi lereng curam sehingga brondolan yang jatuh dari pohon akan menggelinding dan bertebaran d piringan saja namun juga di luar piringan sehingga sulit untuk dijangkau seluruhnya. Sedangkan faktor keterampilan pemanen misalnya pemanen di Sulawesi tidak terlalu menghiraukan brondolan yang ada di luar piringan dan hanya mengambil brondolan di sekitar piringan saja sehingga waktu yang dibutuhkan relatif cepat sebaliknya pemanen kalimantan berusaha untuk mengambil brondolan secara keseluruhan baik yang ada di piringan maupun yang ada di luar piringan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Elemen kerja Lo di Sulawesi lebih cepat daripada di Kalimantan. Hal tersebut dikarenakan faktor pemanen misalnya pemanen di Kalimantan saat melakukan elemen kerja Lo selalu menata terlebih dahulu posisi tandan yang ada di dalam angkong agar dapat memuat lebih banyak tandan sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama sedangkan di Sulawesi tidak semua pemanen melakukan hal tersebut dan jumlah tandan yang diangkut tidak sebanyak yang ada di Kalimantan sehingga waktu yang dibutuhkan tidak banyak. Elemen kerja MoT di Kalimantan dan Sulawesi relatif sama sehingga tidak ada perbedaan faktor yang mempengaruhi lama dari elemen kerja ini. Elemen kerja MoAT di Kalimantan lebih cepat daripada di Sulawesi. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan misalnya jarak pohon yang dipanen dengan TPH di Kalimantan lebih dekat sedangkan di Sulawesi lebih jauh sehingga memerlukan waktu lebih lama. Selain itu topografi lahan juga dapat memepengauhi misalnya topografi di Sulawesi lebih curam dibandingkan Kalimantan sehingga waktu yang dibutuhkan lebih lama. Elemen kerja Un di Sulawesi lebih cepat daripada di Kalimantan. Hal tersebut dikarenakan pada saat mengbongkar TBS pemanen mengeluarkan tandan satu per satu dan langsung menata TBS tersebut di TPH sedangkan di Kalimantan
31
pemanen membongkar dulu TBS yang ada di angkong baru kemudian menata satu per satu TBS tersebut sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Elemen kerja MoK dan MoA di Sulawesi lebih cepat dibandingkan di Kalimantan. Hal ini dikarenakan faktor pemanen misalnya di Kalimantan setelah melakukan Cu, egrek yang digunakan ditinggal menggantung di atas pohon kemudian pemanen tersebut melakukan pekerjaan lain misalnya berjalan untuk mengambil angkong sehingga waktu yang dibutuhkan akan menjadi lebih lama ketika akan mengambil egrek tersebut kembali untuk memotong pohon yang lain. Begitu pula dengan elemen kerja MoA. Pemanen tersebut mengambil angkong kosong atau tanpa muatan untuk kembali ke tempat terakhir pemotongan atau tempat egrek menggantung akan membutuhkan waktu lebih lama sehingga dapat dikatakan faktor peletakan alat yang akan digunakan juga mempengaruhi lama dari elemen kerja MoK dan MoA. Waktu baku secara keseluruhan yang digunakan untuk memanen di Sulawesi lebih cepat dibandingkan di Kalimantan. Hal tersebut terutama dikarenakan elemen kerja Br, MoK, MoA di Kalimantan membutuhkan waktu lebih lama daripada elemen kerja yang lainnya.
Perbandingan Waktu Baku dengan Alat Panen Dodos Tabel 10 menunjukkan perbandingan waktu baku lokasi studi yang berbeda yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Riau dengan alat panen dodos dan topografi lahan yang berbeda. Kalimantan memiliki topografi lahan rolling atau berbukit, Sulawesi memiliki topografi lahan flat atau datar, dan Riau memiliki topografi lahan teras. Tabel 10 menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk melakukan elemen kerja Ve di Sulawesi lebih lama dibandingkan dengan Kalimantan dan Riau. Hal tersebut menunjukkan bahwa elemen kerja Ve lebih sulit dilakukan di Sulawesi dibandingkan dengan di Kalimantan dan Riau. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan Ve tersebut adalah kemampuan pemanen dalam menilai kematangan buah misalkan terlebih dahulu melihat jumlah brondolan dibandingkan dengan warna buah. Selain itu faktor pengalaman pekerja juga mempengaruhi lamanya waktu untuk mengidentifikasi tandan matang tersebut. Selain faktor lingkungan misalnya lahan dengan topografi berbukit dan lereng curam juga dapat memperlambat pemanen dalam menentukan buah mana yang siap dipanen. Brondolan yang tidak terlihat atau jatuh jauh dari pohonnya yang disebabkan kondisi topografi yang berlereng juga dapat mengurangi kecepatan pemanen dalam menentukan buah yang akan dipanen. Elemen kerja Pr menggunakan alat panen dodos tidak diperlukan dikarenakan alat tersebut merupakan alat yang solid yang tidak bisa diubah panjang pendeknya sehingga waktu baku untuk elemen ini dengan menggunakan alat dodos seharusnya 0. Namun dari hasil penelitian di Riau didapatkan waktu baku untuk elemen kerja Pr menggunakan alat dodos. Hasil tersebut perlu cek ulang apakah hasil tersebut sudah tepat dan valid. Elemen kerja Cu di Riau membutuhkan waktu lebih lama daripada di Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini dikarenakan pada saat pemanenan di Riau, tandan yang akan dipanen lebih banyak yang terjepit di antara pelepah atau tandan
32
tersebut memiliki tangkai yang pendek. Selain itu pada pemanenan sebelumnya sering kali terjadi proses pencurian buah dimana tandan dipotong langsung tanpa memotong pelepah terlebih dahulu sehingga sering timbul kesulitan dalam memanen karena pemanen harus memotong pelepah lebih banyak. Faktor topografi lahan juga mempengaruhi lama dari elemen kerja ini yaitu lebar lahan pada topografi teras sebesar 1 sampai 1.5 meter sehingga pemanen harus mengatur posisi yang aman dan sesuai agar tidak menyebabkan kecelakaan kerja. Selain itu pada saat memotong tandan maupun pelepah pemanen harus berhatihati agar tidak tertimpa pelepah ataupun tandan dan agar tidak terjatuh karena lahan yang sempit. Tabel 10 Perbandingan waktu baku dengan alat panen dodos Waktu Baku (s) Elemen Kerja Ve Pr Cu Ba Ck Br Lo MoT MoAT Un MoK MoA AD Total waktu baku per tandan tanpa angkong Total waktu baku per tandan dengan angkong
Kalimantan (R) 3.00 0.00 16.44 12.00 6.00 1.25 1.50 15.00 8.50 5.80 8.50 7.50 9.00
Sulawesi (F) 8.20 0.00 18.89 15.67 6.15 15.50 4.67 7.00 24.25 3.50 4.67 6.00 11.57
Riau (T)
78.49
95.81
147.17
71.04
114.40
146.34
3.21 6.45 29.86 9.53 1.74 51.48 3.75 8.68 13.52 6.56 15.07 9.39 10.83
Elemen kerja Ba di Sulawesi membutuhkan waktu lebih lama daripada di Kalimantan dan Riau. Hal ini dikarenakan pelepah yang dipotong oleh pemanen di Kalimatan tidak terlalu banyak sehingga dalam proses pencacahan tidak memerlukan waktu yang lama. Pemanen di Riau membutuhkan waktu paling sedikit karena pemanen di Riau cenderung tidak mencacah pelepah atau hanya membuang pelepah di gawangan mati. Pemanen di Sulawesi mencacah pelepah dan meletakan pelepah di gawangan mati yang letaknya sedikit lebih jauh sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama daripada di Riau dan Kalimantan. Selain itu hal yang dapat memperlambat pekerjaan tersebut adalah pemanen lebih berhati-hati dalam memindahkan pelepah karena pada bagian pelepah terdapat duri.
33
Elemen kerja Ck di Riau membutuhkan waktu lebih sedikit dibandingkan di Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini dikarenakan di Riau digunakan alat khusus untuk memotong tangkai tandan dengan sekali ayunan yaitu tomasun. Sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi menggunakan kapak dan parang untuk memotong tangkai tandan yang membutuhkan 2-3 ayunan untuk membentuk potongan cangkem kodok atau „v‟. Selain itu ketajaman alat untuk memotong tersebut juga perlu diperhatikan agar proses pemotongan dapat berlangsung lebih cepat. Kalimantan dan Sulawesi menggunakan parang dan kapak untuk melakukan elemen kerja Ck sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama daripada di Riau. Elemen kerja Br di Riau membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan di Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini dikarenakan banyak terdapat kotoran atau serasah yang bercampur dengan brondolan sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk memilih brondolan tersebut. Selain itu faktor topografi lahan juga mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan untuk memungut brondolan terutama pada topografi teras. Topografi teras lebih sulit untuk elemen kerja ini karena brondolan jatuh menyebar bahkan bisa terjatuh di teras bagian bawah untuk itu diperlukan waktu lebih untuk mengambil brondolan tersebut. Elemen kerja di Kalimantan memerlukan waktu paling sedikit karena brondolan yang ada tidak banyak sehingga lebih cepat dalam elemen kerja Br tersebut. Elemen kerja Lo di Kalimantan membutuhkan waktu lebih sedikit dibandingkan dengan di Sulawesi dan Riau. Hal ini dikarenakan pemanen di Kalimantan tidak banyak mengangkut buah dengan menggunakan angkong lebih cenderung mengangkut tandan langsung ke TPH sehingga dalam proses memuat buah ke angkong tidak memerlukan banyak waktu. Sedangkan elemen kerja di Riau dan Sulawesi lebih lama karena jumlah tandan yang dipanen lebih banyak dan lebih berat sehingga memerlukan waktu lebih untuk mengangkut ke dalam angkong. Selain itu kurang kuatnya tancapan gancu pada tandan dapat mengakibatkan gancu tidak menancap dalam di tandan sehingga perlu diulang kembali. Pemanen di Kalimantan selalu menata terlebih dahulu posisi tandan yang ada di dalam angkong agar dapat memuat lebih banyak tandan sehingga waktu yang dibutuhkan juga menjadi lebih lama. Elemen kerja MoT di Kaliamantan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan di Riau dan Sulawesi. Hal ini dikarenakan pemanen biasanya langsung membawa buah hasil panen ke TPH sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Elemen kerja MoAT di Sulawesi membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan di Kalimantan dan Riau. Hal ini dikarenakan jarak tempuh antara pohon yang dipanen dan TPH cukup jauh sehingga perpindahan dengan menggunakan angkong menjadi lebih lama. Selain itu berat tandan dan jarak tandan terhadap angkong jauh mempengaruhi lamanya waktu perpindahan tandan menuju angkong. Pemanen yang membawa angkong dengan muatan penuh menemui banyak kesulitan dengan jalan yang terjal dan sering kali berhenti sejenak untuk beristirahat dan baru kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya sehingga waktu yang digunakan menjadi lebih lama. Elemen kerja Un di Sulawesi membutuhkan waktu lebih sedikit dibandingkan di Kalimantan dan Riau. Hal ini dikarenakan jumlah tandan yang diangkut dalam sekali angkut menggunakan angkong lebih sedikit sehingga waktu yang diperlukan untuk membongkar TBS di TPH menjadi lebih sedikit. Selain itu
34
tandan yang diletakkan di TPH tidak ditata terlebih dahulu dan cukup ditaruh saja tanpa dirapikan sehingga tidak membutuhkan waktu banyak untuk mengerjakan elemen kerja ini. Elemen kerja MoK dan MoA di Sulawesi membutuhkan waktu yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan di Kalimantan dan di Riau. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang datar sehingga pemanen mudah dalam melakukan perpindahan. Selain itu pemanen berpindah tanpa membawa apapun dan pindah membawa angkong dapat dilakukan seefektif mungkin misalkan selalu membawa alat panen dan tidak meninggalkannya di sembarang tempat yang bila dilakukan akan membutuhkan waktu lebih untuk mengambil alat tersebut terlebih dahulu baru mengerjakan pekerjaan yang seharusnya. Secara keseluruhan, total waktu baku per tandan tanpa angkong di Riau merupakan yang paling lama dan di Kalimantan yang paling cepat sehingga dapat dikatakan penggunaan waktu baku pemanenan tanpa angkong di Kalimantan merupakan yang paling efisien sedang penggunaan waktu baku di Riau merupakan yang paling tidak efisien. Begitu pula dengan total waktu baku per tandan dengan angkong di Riau merupakan yang paling lama dan di Kalimatan yang paling cepat sehingga dapat disimpulkan penggunaan waktu baku pemanenan dengan angkong di Kalimantan merupakan yang paling efisien sedang penggunaan waktu baku di Riau merupakan yang paling tidak efisien. Elemen yang terlihat jelas memperlambat kerja secara keseluruhan di Riau adalah elemen kerja Pr, Cu dan Br.
Kapasitas Panen Potensial Berdasarkan Waktu Baku Kapasitas adalah jumlah output maksimum yang dihasilkan oleh suatu kegiatan atau unit produksi tertentu dalam selang waktu tertentu. Kapasitas dapat dinyatakan dalam unit produk yang dihasilkan per satuan waktu. Kapasitas dirancang untuk mengetahui jumlah sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk menghasilkan output yang maksimum sehingga produktivitas kerja dari masing-masing sumber daya dapat dihasilkan dengan optimal. Kapasitas panen didapatkan dari perhitungan waktu baku yang dihasilkan dan efektifitas jam kerja panen di lokasi studi. Tujuannya penghitungan kapasitas panen ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak TBS yang dapat dipanen per harinya dengan yang nantinya digunakan sebagai acuan perusahaan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dengan jumlah output yang maksimum. Kapasitas ini didapatkan dalam satuan tandan per jam yang kemudian dikali dengan waktu kerja efektif pekerja dalam sehari sehingga kapasitas tandan yang akan didapat berupa kapasitas tandan per hari. Tabel kapasitas panen berdasarkan waktu baku dapat dilihat pada Tabel 12. Pemanenan tanpa angkong dapat dilakukan apabila TBS yang dipanen terletak di dekat TPH sehingga tidak memerlukan angkong untuk mengangkutnya. Sedangkan pemanenan dengan angkong dilakukan untuk membantu proses pengangkutan TBS dari dalam kebun ke TPH. Letak TPH selalu di dekat jalan besar yang dapat dilakui oleh truk agar nantinya memudahkan dalam proses pengangkutan ke pabrik. Panen di lahan yang sulit untuk dilalui angkong dilakukan 2 kali proses pengangkutan yakni tanpa angkong dan juga dengan
35
angkong. Proses pengangkutan tersebut dilakukan pengangkutan tanpa angkong terlebih dahulu (dipanggul atau diangkat) untuk mencapai lahan yang dapat dilalui angkong, baru kemudian diangkut menggunakan angkong sampai ke TPH. Kapasitas panen tanpa angkong adalah kapasitas yang dihitung berdasarkan elemen kerja perpindahan tanpa angkong (MoT dan MoK) dan kapasitas panen dengan angkong dihitung berdasarkan elemen kerja perpindahan dengan menggunakan angkong (MoAT dan MoA). Tabel 11 Waktu baku pemanenan di Kalimantan Waktu Baku (s) Elemen Kerja R-K-D R-K-E3 Ve 3.00 4.25 Pr 0.00 14.50 Cu 16.44 32.25 Ba 12.00 19.00 Ck 6.00 5.00 Br 1.25 33.00 Lo 1.50 6.20 MoT 15.00 7.50 MoAT 8.50 12.56 Un 5.80 6.89 MoK 8.50 15.00 MoA 7.50 10.00 AD 9.00 9.33 Total waktu baku per tandan tanpa angkong
78.49
152.92
Total waktu baku per tandan dengan angkong
71.04
152.98
Tabel 11 menunjukkan bahwa total waktu baku per tandan tanpa angkong dan total waktu baku per tandan dengan angkong alat panen egrek tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan angkong tidak membawa dampak yang signifikan pada proses pemanenan di lokasi studi tersebut dengan mengabaikan faktor-faktor lain seperti tenaga, beban kerja, dan kondisi lahan. Hal itu ditunjukkan pada elemen kerja yang berhubungan dengan angkong yaitu MoAT dan MoA apabila dijumlahkan hasilnya hampir sama dengan elemen kerja berhubungan dengan waktu baku tanpa angkong yaitu MoT dan UDK. Waktu baku untuk elemen kerja MoK > MoA dan MoAT > MoT. Penggunaan waktu baku MoAT > MoT dikarenakan manuver angkong dengan topografi berbukit memembuat pemanen kesulitan untuk mengontrol jalannya angkong sedangkan MoK > MoA dikarenakan pemanen yang berusaha beristirahat di sela-sela waktu kerjanya. Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah tandan/jam tanpa angkong adalah 46 tandan untuk dodos dan 24 tandan untuk egrek. Begitu pula jumlah tandan/jam dengan angkong yaitu 51 tandan untuk dodos dan 24 tandan untuk egrek. Jumlah
36
tandan/jam dikalikan dengan waktu kerja efektif (jam/hari) akan didapatkan kapasitas panen harian (tandan/hari). Kapasitas panen harian dengan waktu kerja efektif 4 jam/hari adalah 183 tandan menggunakan dodos tanpa menggunakan angkong dan 203 tandan dengan angkong serta 96 tandan menggunakan egrek dengan dan tanpa angkong. Kapasitas panen menggunakan dodos lebih banyak menggunakan egrek dikarenakan tandan buah yang dipanen menggunakan dodos lebih kecil dan ringan dibandingkan dengan menggunakan egrek sebaliknya tandan buah yang dipanen menggunakan egrek lebih besar dan berat. Selain itu pemanenan menggunakan dodos lebih mudah dibandingkan dengan egrek karena tinggi pohon yang lebih pendek sehingga tandan buah yang akan dipanen lebih jelas terlihat dan lebih mudah dijangkau. Tabel 12 Kapasitas panen potensial berdasarkan waktu baku Kondisi Lahan R-K-D R-K-E3
Jumlah Tandan/jam Tanpa Angkong 46 24
Dengan Angkong 51 24
Waktu Kerja Efektif (Jam/hari) 4 4
Kapasitas Panen Potensial (tandan/hari) Tanpa Dengan Angkong Angkong 183 203 96 96
Analisis Optimasi Tata Laksana Kerja Optimasi merupakan usaha atau proses yang digunakan untuk mendapatkan metode terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan teknik tata cara kerja atau tata laksana kerja adalah sistem kerja dalam rangka penyelesaian suatu pekerjaan yang didalamnya memuat tata kerja dan prosedur kerja sehingga optimasi tata laksana kerja adalah usaha atau proses yang dilakukan untuk memperoleh metode kerja terbaik dari suatu sistem kerja. Sistem kerja yang dimaksud pada penelitian ini adalah proses pemanenan kelapa sawit. Analisis optimasi ini dilakukan berdasarkan waktu baku masing-masing elemen kerja dengan variasi kerjanya. Selain itu diperlukan pula kapasitas panen potensial harian agar diperoleh waktu baku dalam satu hari efektif kerja untuk mempermudah analisis optimasi tersebut. Hasil analisis optimasi tersebut dapat dibagi menjadi 4 cara optimasi yakni optimasi pertama yaitu intervensi alat berupa tomasun, optimasi kedua berupa integrasi elemen kerja pemanenan yang mungkin dilakukan, optimasi ketiga yang merupakan penggabungan optimasi pertama dan kedua, dan optimasi keempat berupa eliminasi elemen kerja AD dari hasil optimasi ketiga. Hasil optimasi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Pola umum yang digunakan di perkebunan WKP adalah Ve-Pr-Cu-Ba-CkVe-Pr-Cu-Ba-Ve-Pr-Cu-Ba-....-Mo-Lo-Br-Un-Ck atau disebut dengan pola acuan. Pola tersebut menghasilkan waktu baku 3600 detik untuk 46 tandan tanpa angkong dan 51 tandan dengan angkong menggunakan alat panen dodos. Pola acuan untuk egrek menghasilkan 3600 detik untuk 24 tandan baik tanpa angkong maupun dengan angkong. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan total waktu setara satu jam kerja (3600 detik) dengan prosedur yang normal tanpa intervensi dapat
37
menghasilkan 46 TBS tanpa angkong dan 51 TBS dengan angkong untuk dodos dan 24 TBS untuk egrek. Alternatif pola kerja hasil optimasi pertama (P1) menggunakan alat tomasun yang ada di Riau sebagai intervensi teknologi yang dapat mempercepat elemen kerja Ck. Waktu baku untuk elemen kerja Ck yang ada di Kalimantan yaitu 5.00 detik untuk egrek dan 6.00 detik untuk dodos disubstitusi dengan waktu baku yang ada di Riau yaitu sebesar 1.24 detik, sehingga total waktu baku berubah dari yang awalnya 5.00 detik (egrek) dan 6.00 detik (egrek) menjadi 1.24 detik. Dengan demikian untuk aktivitas waktu kerja setara 1 jam menjadi 3405 detik untuk dodos tanpa angkong, 3384 detik dengan angkong, dan 3523 detik untuk egrek. Dengan demikian terjadi potensi efisiensi waktu kerja sebesar 5-6% untuk dodods yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan bantuan alat tomasun adalah sebanyak 5-6% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Sedangkan potensi efisiensi waktu kerja untuk panen menggunakan egrek adalah sebesar 2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan bantuan alat tomasun adalah sebanyak 2% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Alternatif pola kerja hasil optimasi kedua (P2) adalah integrasi penyatuan sekuen/elemen kerja yang mungkin dilakukan. Hal tersebut misalnya adalah elemen kerja Ve dan MoK dilakukan secara bersamaan sehingga saat pemanen akan mengambil angkong atau berjalan tanpa membawa apapun akan secara bersamaan melakukan verifikasi untuk menentukan kematangan buah. Untuk memperjelas sekuen kerja dari analisis optimasi kedua ini dapat dilihat pada Gambar 14. Proses kerjanya dimulai saat pemanen datang ke kebun dan berhenti di posisi „mulai‟ sambil meninggalkan angkong di tempat tersebut. Kemudian pemanen memotong tandan dan pelepah seperti pada arah panah sampai dengan kembali di posisi semula. Setelah itu pemanen mengangkut angkong untuk mengambil TBS yang telah dipanen. Apabila dalam satu deretan angkong sudah penuh maka dapat di bongkar di TPH 1, namun belum penuh maka dapat dilanjutkan memuat TBS ke angkong dan di bongkar di TPH 2. Hal tersebut dilakukan secara kontinyu untuk deretan selanjutnya. Hasil perhitungan didapatkan perubahan total waktu secara keseluruhan yakni 3210 detik untuk dodos tanpa angkong, 3544 detik dengan angkong, dan 3247 detik untuk egrek. Hasil tersebut dapat dihitung efisiensinya yang dapat dilihat pada Tabel 14 yaitu sebanyak 11% untuk dodos. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan penyatuan elemen kerja yang dilakukan secara bersamaan adalah sebanyak 11% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Sedangkan efisiensi untuk panen menggunakan egrek adalah sebesar 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan dua elemen kerja dilakukan secara bersamaan adalah sebanyak 10% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Optimasi ini hanya dapat dilakukan apabila memiliki keadaan khusus misalnya kondisi lahan datar, kapasitas angkong yang besar, dan jumlah buah yang dipanen atau kerapatan panen tinggi. Alternatif pola kerja hasil optimasi ketiga (P3) adalah gabungan dari P1 dan P2 yaitu menggunakan alat tomasun sebagai intervensi teknologi dan intregasi dua elemen kerja berupa penyatuan dua elemen kerja yaitu MoK dan Ve sekaligus.
38
Dari hasil tersebut didapatkan perubahan total waktu secara keseluruhan yakni 3015 detik untuk dodos tanpa angkong, 3329 detik dengan angkong, dan 3170 detik untuk egrek. Hasil tersebut dapat dihitung efisiensinya yaitu sebanyak 16% untuk dodos. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan bantuan alat tomasun dan dua elemen kerja dilakukan secara bersamaan adalah 16% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Sedangkan efisiensi untuk panen menggunakan egrek adalah sebesar 12%. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan bantuan alat tomasun dan dua elemen kerja dilakukan secara bersamaan adalah sebanyak 12% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Alternatif pola kerja hasil optimasi keempat (P4) adalah hasil eliminasi AD (Avoidable Delay) pada optimasi ketiga. Keterlambatan yang dapat dihindarkan (Avoidable Delay) misalnya mengobrol, merokok, beristirahat terlalu lama, membetulkan helmet, minum, mengangkat handphone, berdiri diam, dan bercanda dengan pekerja yang lain, sebisa mungkin dihilangkan agar efektivitas kerja pemanen meningkat. Dari hasil tersebut didapatkan perubahan total waktu secara keseluruhan yakni 2611 detik untuk dodos tanpa angkong, 2882 detik dengan angkong dan 2960 detik untuk egrek. Hasil tersebut dapat dihitung efisiensinya yaitu sebanyak 27% untuk dodos. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan pekerjaan memanen dengan optimasi ketiga yang telah dieliminasi elemen kerja AD adalah 27% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Sedangkan efisiensi untuk panen menggunakan egrek adalah sebesar 18%. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang dapat dihemat untuk melakukan perkerjaan memanen dengan dengan optimasi ketiga yang dimodifikasi dengan elemen kerja AD yang diminimumkan adalah sebanyak 18% dari waktu keseluruhan dari pola acuan. Efisiensi pada analisis optimasi ini dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu intervensi teknologi dengan menggunakan tomasun, integrasi elemen kerja pemanenan yang mungkin dilakukan, penggabungan intervensi teknologi dan integrasi elemen kerja dan eliminasi elemen kerja AD. Eliminasi elemen kerja AD dilakukan agar tidak ada waktu yang terbuang karena gerakan-gerakan yang tidak perlu seperti mengobrol, merokok, beristirahat terlalu lama, membetulkan helmet, minum, mengangkat handphone, berdiri diam, dan bercanda dengan pekerja yang lain sehingga efektivitas kerja pemanen dapat meningkat. Salah satu cara yang dapat mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara sistem pengawasan oleh kelompok kerja tertentu misalnya mandor. Pengurangan UD sampai seminimum mungkin dapat dilakukan dengan cara perbaikan prosedur. Perbaikan prosedur dapat dilakukan dengan melakukan integrasi atau penyatuan sekuen kerja. Elemen kerja atau dua pekerjaan dilakukan secara bersamaan agar waktu yang digunakan pemanen menjadi lebih efektif sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Selain itu perbaikan prosedur kerja juga dapat dilakukan dengan cara pembagian elemen kerja lebih dari satu orang. Misalnya pekerjaan pemanenan dibagi menjadi dua bagian. Pemanen satu bertugas pada elemen kerja Ve sampai Ba dan pemanen dua bertugas Mo sampai Ck. Hal tersebut dapat mengurangi waktu yang terbuang dengan memberikan tugas pada gerakan yang menganggur.
39
Intervensi teknologi dapat dilakukan pada alat yang digunakan dan metode yang digunakan. Penggunaan alat yang sesuai misalnya untuk memotong tangkai tandan menggunakan tomasun dapat mengurangi waktu baku dengan efektivitas cukup tinggi. Selain itu penggunaan metode kerja misalnya urutan pemanenan dengan sekuen kerja tertentu juga dapat memperbaiki efektivitas kerja dari pemanen tersebut. Tabel 13 Tabulasi alternatif pola kerja panen hasil optimasi berdasarkan waktu baku pemanenan *) Total Waktu Baku untuk Dengan Alternatif Produktifitas Potensi Efisiensi Waktu Kerja Angkong/ Pola Setara Pola Tanpa Kerja Acuan Angkong Dodos Egrek Dodos Egrek (1) (2) (3) (4) (5) (6) (5) : [3600-(3)] (6) : [3600-(4)] 3600 3600 tanpa Pola 3600 3600 angkong Acuan dengan (P0) 3600 3600 angkong tanpa Optimasi 3405 3523 5% 2% angkong Pertama dengan (P1) 3384 3523 6% 2% angkong tanpa Optimasi 3210 3247 11% 10% angkong Kedua dengan (P2) 3544 3247 2% 10% angkong tanpa Optimasi 3015 3170 16% 12% angkong Ketiga dengan (P3) 3329 3170 8% 12% angkong tanpa Optimasi 2611 2960 27% 18% angkong Kempat dengan (P4) 2882 2960 20% 18% angkong *) Produktivitas pola eksisting (Pola acuan : P0) adalah : - 46 TBS/jam untuk panen menggunakan dodos tanpa angkong - 51 TBS/jam untuk panen menggunakan dodos dengan angkong - 24 TBS/jam untuk panen menggunakan egrek tanpa angkong - 24 TBS/jam untuk panen menggunakan egrek dengan angkong
40
Efisiensi Waktu 30
27
25
Efisiensi (%)
20
18 16
15 11
Dodos Egrek
12 10
10 5 5
2
0 P1
P2
P3
P4
Gambar 13 Histogram efisiensi waktu pemanenan
(1) (2) T P H 1
U n
(5)
(3)
(4) (6) (7)
A2
A1
T P H 2
U n (10)
(8)
A3 (9)
Sebelum Optimasi (3) T P (4) H 1
A1
U n
(2) (1)
U n
(5)
(6)
Setelah Optimasi
Gambar 14
Keterangan :
(7)
T P H 2 A2
Proses perbandingan pola kerja eksisting (P0) dengan sekuen optimum (P2) : Contoh alur kerja untuk 2 baris pohon sawit Ve + Cu Mok MoAT
A 1
MoA Pohon Angkong
41
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Total waktu baku per tandan tanpa angkong adalah 78.49 detik untuk dodos dan 152.92 detik untuk egrek, sedangkan total waktu baku per tandan dengan angkong untuk dodos adalah 71.04 detik dan 152.98 detik untuk egrek. 2. Elemen kerja pemanenan kelapa sawit yang membutuhkan waktu paling lama yaitu memungut brondolan. 3. Total waktu baku panen dengan alat panen egrek lebih besar dibandingkan dengan total waktu baku panen dengan alat panen dodos. 4. Waktu baku yang digunakan untuk memanen dengan alat egrek di Sulawesi (141.06 detik) lebih cepat daripada di Kalimantan (152.98 detik). Sedangkan waktu baku yang digunakan untuk memanen dengan alat dodos di Kalimantan (71.04 detik) lebih cepat daripada di Sulawesi (114.40 detik) dan Riau (146.34 detik). Waktu baku di Riau merupakan waktu paling lama diantara ketiganya. 5. Kapasitas panen potensial untuk dodos (183 tandan) lebih besar bila dibandingkan dengan kapasitas potensial untuk egrek (96 tandan). 6. Ada 4 alternatif pola kerja panen hasil optimasi berdasarkan waktu baku yaitu pola optimasi dengan intervensi teknologi, pola optimasi dengan integrasi elemen kerja, pola optimasi hasil penggabungan intervensi tekonologi dan integrasi elemen kerja, dan pola optimasi eliminasi Avoidable Delay. 7. Tata laksana kerja yang paling optimal berdasarkan waktu baku adalah optimasi keempat dengan menggunakan intervensi teknologi berupa tomasun, integrasi dua elemen yang mungkin dilakukan secara bersamaan, dan eliminasi elemen kerja AD (Avoidable Delay) dengan efisiensi sebesar 22% untuk dodos dan 18% untuk egrek.
Saran 1. Perlu adanya validasi data di studi penelitian Riau berkaitan waktu baku elemen kerja Pr. 2. Perlu adanya tim kerja pemanenan dalam satu ancak agar pekerjaan menjadi lebih optimal dengan pembagian kerja dan sistem kerja hasil penelitian. 3. Perlu adanya teknologi atau inovasi pada alat pemotongan sisa tangkai tandan yaitu tomasun agar waktu yang digunakan lebih singkat dan dapat meningkatkan efektivitas kerja pemanen. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut di lokasi studi Kalimantan untuk mengetahui keragaman data berdasarkan tinggi pohon.
42
DAFTAR PUSTAKA Adetan D, Adekoya L, dan Oladejo K. 2007. An Improved Pole-and-Knife Method of Harvesting the Oil Palms. Agricultural Engineering International : the CIGR Ejournal. Manuscript PM 06 027. Volume IX Anggraini D. 2006. Desain Studi Gerak dan Wktu pada Proses Sortasi Udang di PT. Kelola Mina Laut Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Meyer ME, dan David L Danner. 1992. Motion and Time Study Improving Productivity. SevenEdition. Precentice Hall, Inc. New Jersey Niebel BW. 1988. Motion and Time Study. Irwin. Homewood: Illionis. Nurmianto E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Prima Printing: Surabaya Putranti AK. 2012. Studi Waktu (Time Study) pada Aktivtas Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agro Media Pustaka. Sulistyadi K dan Susanti SL. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Fakultas Teknik, Universitas Sahid : Jakarta Sutalaksana IZ dan Jann H. T. 2004. Teknik Tata Cara Kerja. Departemen Teknik Industri. ITB: Bandung Syuaib MF. 2003. Ergonomics Study on The Process of Mastering Tractor Operation [Disertasi]. Tokyo : Tokyo University of Agriculture and Technology. Syuaib MF, Herodian S, Hidayat DA, Fil‟aini R, Sari TN, Putranti KA. 2012. Kajian Ergonomi untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktivitas Panen Kelapa Sawit di PT. Astra Agro Lestari. FATETA. IPB Wignjoesoebroto S. 2003. Ergonomika Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Guna Widya: Surabaya Woodson WE. 1992. Human Factors Design Handbook. Mc-Graw-Hill, Inc: USA
43
Lampiran 1 Peta pembagian wilayah blok pemanenan di perkebunan Waru Kaltim Plantation
44
Lampiran 2 Time study sheet Nama : Umur : Tinggi badan : Berat badan : Waktu 0:00:00
Tanggal Lokasi Lahan
Kegiatan
: : :
45
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 9 Januari 1991 sebagai anak kedua dari dua bersaudara atas pasangan Edy Susilo Harwanto dan Tarwiyatiningsih. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Salatiga dari tahun 1997 hingga tahun 2003, selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di SMP Negeri 1 Salatiga dari tahun 2003 hingga tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Salatiga dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai bendahara Paguyuban Putra Atlas Semarang (Patra Atlas Semarang), anggota Himpunan Mahasiswa Pertanian (HIMATETA) dan pengurus Departemen Kajian Strategis di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F). Pada bulan Juni-Agustus 2012 penulis melakukan Praktik Lapangan di PT Waru Kaltim Plantation (WKP), Kalimantan Timur dengan Judul: Aspek Ergonomika dan K3 pada Proses Panen Muat kelapa Sawit di PT. Waru Kaltim Plantation (WKP), Kalimantan Timur.