ANALISA PENERAPAN PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PPh 21 DALAM RANGKA PELAPORAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PERDAGANGAN RETAIL PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA (CABANG BEKASI)
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi
Nama NIM
: WINDHY EKASWARA : 4320411-196
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
ANALISA PENERAPAN PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PPh 21 DALAM RANGKA PELAPORAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PERDAGANGAN RETAIL PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA (CABANG BEKASI)
SKRIPSI Program Studi Akuntansi
Nama NIM
: WINDHY EKASWARA : 430411-196
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ..................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................
ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .............................................................
xi
Bab I
Bab II
PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul ......................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................
3
C. Batasan Masalah .................................................................
3
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................
3
E. Sistematika Pembahasan .....................................................
5
LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak .................................................................
7
B. Fungsi Pajak .......................................................................
8
C. Pajak Penghasilan ...............................................................
10
1. Pengertian Pajak Penghasilan .......................................
10
2. Subjek Pajak ..................................................................
10
3. Pengecualian Subjek Pajak ...........................................
12
4. Kewajiban Pajak Subjektif ............................................
13
5. Objek Pajak ...................................................................
15
6. Pengecualian Objek Pajak .............................................
17
7. Tarif Umum Pajak Penghasilan (Psl 17 UU PPh)..........
20
D. Pajak Penghasilan Pasal 21 ................................................
21
1. Subjek Pajak dan Pengecualian Subjek Pajak PPh Pasal 21 .................................................................
21
2. Pemotong Pajak dan Pengecualian Pemotong Pajak PPh Pasal 21 ................................................
24
3. Objek Pajak dan Pengecualian Objek Pajak PPh Pasal 21 .................................................................
26
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ................
30
5. Cara Penghitungan PPh Pasal 21 ..........................
31
6. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 ......................
38
a) Contoh
Penghitungan
PPh
Pasal
21
Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap dengan gaji bulanan ................................... b) Contoh
Penghitungan
PPh
Pasal
38
21
Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap dengan Gaji Mingguan ..............................
41
c) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel ........................... d) Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai
44
Harian, Tenaga Harian Lepas, Penerimaan Upah Satuan, dan Penerimaan Upah Borongan ................................................... e) Contoh
Penghitungan
PPh
21
45
atas
Penghasilan Karyawati Kawin ..................
47
f) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Sifatnya Tidak Tetap ....
48
g) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan
yang
Sebagian
atau
Seluruhnya di Peroleh Dalam Mata Uang Asing ..........................................................
51
h) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 yang di Tanggung Oleh Pemberi Kerja ............. i) Contoh
Penghitungan
PPh
Pasal
52
21
Terhadap Pegawai Tetap yang Menerima Tunjangan Pajak ........................................
54
j) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penerimaan Dalam Bentuk Natura ............
55
k) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon Yang dibayar Sekaligus ..
56
l) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua ............
57
m) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Lainnya yang Menjadi Obyek
BAB III
Pajak PPh Pasal 21 ....................................
58
E. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ..................................
58
F. Surat Setoran Pajak (SSP) ...................................................
60
1. Pengertian SSP ............................................................
60
2. Fungsi SSP ..................................................................
60
3. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak ................
60
4. Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak ........
60
G. Surat Pemberitahuan (SPT) ................................................
61
1. Pengertian SPT ............................................................
61
2. Fungsi SPT ..................................................................
61
3. Jenis SPT .....................................................................
62
4. Batas Waktu Penyampaian SPT ..................................
62
5. Pembetulan SPT ..........................................................
64
H. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Terkait ............................
65
1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 ..........
65
2. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21 ....
67
METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum ...............................................................
72
1. Kegiatan Perusahaan ...................................................
72
BAB IV
2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas ........................
73
B. Metode Penelitian ...............................................................
77
C. Definisi Operational variable .............................................
77
D. Metode Pengumpulan Data ................................................
78
E. Metode Analisis Data .........................................................
80
1. Metode Analisis Kuantitatif ........................................
80
2. Metode Analisis Kualitatif ..........................................
80
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sumber Penghasilan dan Biaya Karyawan .......................
81
B. Sistem dan Prosedur Penggajian .......................................
81
C. Analisa Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Karyawan ..........................................................................
82
1. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 ............
83
a. Untuk Pegawai Tetap yang Menerima Gaji Bulanan ...........................................................
83
b. Untuk Pegawai Tidak Tetap ............................
84
c. Perhitungan Pajak Penghasilan 21, THR dan Bonus yang Diterima oleh Pegawai Tetap ......
84
2. Contoh Kasus Perhitungan PPh 21 Untuk Pegawai Tetap yang Memperoleh Gaji Bulanan dan Menerima THR, Bonus ................................................................
86
3. Contoh Kasus Perhitungan Pajak Penghasilan Untuk Pegawai Tidak Tetap ...................................................
96
a. Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, dan Upah Borongan ......................
96
b. Pegawai yang Menerima Uang Jasa atas Pengunduran Diri ............................................
98
D. Analisa Pembayaran/Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Karyawan ......................................................
BAB V
100
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................
102
B. Saran ..................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
105
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat, hidayah, dan ridho yang diberikan-Nya, sehingga pada saat ini akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Mercu Buana. Skripsi ini merupakan hasil dan pembahasan penelitian yang berjudul “Analisa Penerapan Perhitungan dan Pemotongan PPh 21 Dalam Rangka Pelaporan Pajak pada Perusahaan Perdagangan Retail PT. Sumber Alfaria Trijaya (Cabang Bekasi). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan baik dalam pembahasan maupun penyajiannya yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca sekalian. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Drs. Hadri Mulya, MSi selaku Dekan pada Universitas Mercu Buana. 2. Bapak/Ibu dosen Universitas Mercu Buana yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
3. Seluruh keluarga terutama Papa dan mamah yang sudah mengasuh, membesarkan dan mendidik aku, dan memberikan dorongan moril maupun materil serta doa yang tak terhingga, sehingga terselesainya skripsi ini. 4. Kepada seluruh Staff dan Pimpinan PT. Sumber Alfaria Trijaya Cabang Bekasi atas kerjasamanya dalam mencari dan memberikan data-data dan informasi yang mendukung sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. 5. Terima kasih juga buat teman saya Iwan Kurniawan yang telah membantu didalam memberikan saran-saran dan pengetahuannya didalam
menyusun
skripsi ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Akhir kata, penulis mohon maaf jika dalam penulisan ini ada kesalahan yang tidak disadari, untuk itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 06 Oktober 2007
Penulis
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 2.1
Tarif Umum Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri .........
20
Tabel 2.2
Tarif Umum Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT .....
20
Tabel 2.3
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Setahun ....................
30
Tabel 2.4
Batas Waktu Penyampaian SPT-Masa ....................................
63
Tabel 2.5
Batas Waktu Penyampaian SPT-Tahunan ..............................
64
Gambar 3.1
Struktur
Organisasi
Pada
PT.
SUMBER
ALFARIA
TRIJAYA Cabang Bekasi .......................................................
76
BAB I PENDAHULUAN
A.
Alasan Pemilihan Judul Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Agar dapat merealisasikan tujuan tersebut dibutuhkan banyak perhatian, terutama dalam hal pembiayaan pembangunan. Selama ini pembangunan nasional Indonesia dibiayai dari sektor migas. Namun beberapa tahun terakhir ini pendapatan Negara dari sektor migas menurun, yang disebabkan oleh tidak stabilnya harga minyak di pasaran dunia. Hal ini menyebabkan pemerintah tidak lagi dapat mengandalkan penerimaan pendapatan dari sektor migas. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan, pemerintah menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu sumber penerimaan yang berasal dari non migas berupa pajak. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pemungutan perpajakan di Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “segala pajak untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang”, pemerintah Indonesia terus menerus melaksanakan pembaharuan sistem perpajakan karena ketentuan yang lama sebagai
warisan hukum kolonial Belanda sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. Dengan adanya reformasi di bidang perpajakan diharapkan pula porsi pendapatan Negara dari sektor pajak khususnya pajak atas penghasilan (PPh 21) akan meningkat. Melihat akan pentingnya peranan pajak terhadap penerimaan negara, maka tanggung jawab tercapainya penerimaan dari sektor pajak sesuai dengan rencana dalam setiap tahunnya banyak tergantung pada aparat pajak dan masyarakat (wajib pajak). Hal tersebut tentu saja harus di dukung oleh seperangkat perundangan di bidang perpajakan yang dapat menjamin kepastian hukum dalam pengenaan dan pemungutan pajak. Terjadinya perkembangan yang sangat pesat terutama dalam bidang perekonomian, termasuk berkembangnya bentuk-bentuk
dan
praktek penyelenggaraan kegiatan usaha ternyata menyebabkan banyak hal yang belum cukup tertampung dalam undang-undang perpajakan hasil reformasi tahun 1983. Hal ini tentu saja akan melemahkan pelaksanaan undang-undang jika paraturan yang lama tidak mengakomodasinya. Untuk mengantisipasi hal ini, maka dilakukan perubahan undang-undang perpajakan termasuk di dalamnya UU No.17 tahun 2000 yang merupakan perubahan dari UU No.10 tahun 1994 yang merupakan perubahan ke dua dari UU No.7 tahun 1983 yang sebelumnya telah dilakukan perubahan berdasarkan UU No. 7 tahun 1991. Seseorang yang bekerja akan memperoleh penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, atau yang lainnya. Berdasarkan peraturan yang
berlaku maka perusahaan menghitung, memotong, dan melaporkan sendiri pajaknya serta pajak penghasilan karyawannya. Atas dasar itulah penulis merasa tertarik untuk menulis tentang “Analisa Penerapan Perhitungan dan Pemotongan PPh 21 Dalam Rangka Pelaporan Pajak pada Perusahaan Perdagangan Retail PT. Sumber Alfaria Trijaya (Cabang Bekasi)“ sebagai judul skripsi. B.
Perumusan Masalah Pemenuhan kewajiban perpajakan telah diatur berdasarkan undangundang perpajakan dan peraturan lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan tersebut kemungkinan ada yang tidak sesuai dengan peraturan maupun undang-undang. Skipsi ini mengambil perumusan masalah mengenai : 1. Bagaimana perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21 atas gaji karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya (Cabang Bekasi)? 2. Apakah perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21 atas gaji karyawan sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku?
C.
Batasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini penulis hanya membatasi masalah pada penerapan pajak penghasilan pasal 21 (perhitungan, pemotongan dan pelaporan) atas pendapatan karyawan pada divisi Distric Center (Gudang) periode Januari sampai dengan Desember 2006.
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan PPh 21 atas gaji karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya Cabang. 2. Untuk mengetahui apakah perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak atas gaji karyawan sudah sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. 3. Untuk mengetahui apakah PPH 21 sudah dilaksanakan dengan baik dan benar.
Manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain adalah : 1. Bagi Penulis Adalah untuk mengetahui penerapan teori-teori yang pernah dipelajari di bangku kuliah terutama tentang PPh pasal 21. 2. Bagi Perusahaan Adalah sebagai bahan pertimbangan maupun masukan berupa pikiran, pembahasan dan saran untuk lebih memahami pentingnya peranan pajak dalam pembangunan, sehingga dalam menghitung maupun menetapkan pajak harus sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan, tanpa harus merugikan karyawannya sendiri maupun negara. 3. Bagi Pembaca Adalah untuk memberikan gambaran umum tentang PPh pasal 21 sehingga diharapkan akan meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak guna pemenuhan kewajiban perpajakan.
E.
Sistematika Pembahasan Adapun sistematika pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, yaitu penulis dalam memilih penerapan PPh pasal 21 sebagai sumber penulisan skripsi, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penulisan , dan sistematika pembahasan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS Bab ini menguraikan teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, diantara pengertianpengertian
dasar
mengenai
pengertian
pajak,
pajak
penghasilan pasal 21, subjek dan objek pajak PPh PASAL 21, penghasilan tidak kena pajak (PTKP) PPh pasal 21, cara penghitungan PPh pasal 21, contoh penghitungan PPh pasal21, Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP), hak dan kewajiban pajak yang terkait. BAB III
GAMBARAN UMUM Bab ini membahas tentang sejarah singkat PT. Sumber Alfaria Trijaya Cabang Bekasi, struktur organisasi, kegiatan usaha, dan perhitungan PPh pasal 21.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menganalisis dan membahas tentang karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya Cabang Bekasi. Yang mencakup tentang : sumber penghasilan dan biaya karyawan, sistem dan prosedur penggajian, penghitungan pajak penghasilan karyawan dan setoran masa
PPh 21, pelaporan dan
penyetoran pajak atas gaji karyawan. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan penulis atas hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Di samping itu penulis mencoba memberikan
saran-saran
permasalahan
yang
bermanfaat
bagi
yang
dibahas perusahaan
berkenaan
serta pada
masyarakat pembaca pada umumnya.
dengan
diharapkan khususnya
dapat dan
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Pajak Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang tentunya sangat membutuhkan banyak dana untuk membangun sarana dan prasarana umum dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakatnya. Dengan adanya kepentingan-kapentingan bersama ini maka akan membutuhkan biaya dalam penyelenggaraannya, dimana biaya tersebut tentunya bersumber dari warga masyarakat sendiri. Pada masyarakat modern, biaya diperoleh dengan pemberian sejumlah uang dari hasil pendapatan mereka kepada negara atau dikenal dengan pembayaran pajak. Adapun pengertian pajak bermacam-macam, antara lain : 1.
Menurut Mardiasmo (2005 : 1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum ”.
2. Menurut Sumyar (2001 : 24) “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak untuk membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan “.
3. Pajak adalah “ pungutan baik yang bersifat langsung atau tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dari penduduk atau barang, untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Erly Suandy 2005 : 8). 4. Menurut Siti Resmi (2003 : 1) “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang dan barang, yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum “. 5. Menurut Wirawan (2001 : 4-5) “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum “.
B.
Fungsi Pajak Pajak di dalam masyarakat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgeter atau fungsi finansial dan fungsi regulerend atau fungsi mengatur. 1. Fungsi budgeter atau fungsi finansial. Fungsi budgeter adalah fungsi pajak untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam Kas negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Atau dengan kata lain fungsi budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Apabila kita melihat pos-pos dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kita mengenal adanya dua macam penerimaan, yaitu penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan. Penerimaan
dalam negeri terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam dan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam terdiri dari berbagai jenis pajak dan penerimaan bukan pajak serta penerimaan dari penjualan bahan bakar. Dari penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam, maka penerimaan dari pos pajak-lah yang menduduki porsi jumlah penerimaan terbesar. Oleh Karena itu pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya dalam pembangunan di Indonesia. 2. Fungsi regulerend (fungsi mengatur) Fungsi regulerend adalah fungsi pajak untuk mengatur suatu keadaan dalam masyarakat di bidang sosial, ekonomi, maupun politik sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. Dalam fungsinya yang mengatur, pajak merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Beberapa penerapan fungsi mengatur antara lain : 4. Pemberlakuan tarif progresif dengan maksud apabila hal ini diterapkan
pada
Pajak
Penghasilan
maka
semakin
tinggi
penghasilan wajib pajak, tarif pajak yang dikenakan juga semakin tinggi sehingga kebijaksanaan ini berpengaruh besar terhadap usaha pemerataan pendapatan nasional. Dalam hubungan Ini pajak dikenal juga berperan sebagai alat dalam redistribusi pendapatan.
5. Pemberlakuan bea masuk tinggi bagi barang-barang import dengan tujuan untuk melindungi (proteksi) terhadap produsen dalam negeri, sehingga mendorong perkembangan industri dalam negeri. 6. Pemberian fasilitas tax-holiday atau pembebasan pajak untuk beberapa jenis industri tertentu dengan maksud mendorong atau memotivisir para investor atau calon investor untuk meningkatkan investasinya. 7. Pengenaan pajak untuk jenis barang-barang tertentu dengan maksud agar menghambat konsumsi barang-barang tersebut atau kalau pajak tersebut diterapkan pada barang mewah sebagai mana PPnBM (Pajak Penjualan atas barang Mewah) mempunyai maksud antara lain menghambat perkembangan gaya hidup mewah. Di samping fungsi bugeter dan fungsi mengatur pajak juga dapat digunakan
untuk
menanggulangi
inflasi.
Pajak
di
tangan
pemerintah bila tepat penggunaannya merupakan alat yang ampuh untuk mengatur perekonomian negara.
C.
Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan “ Pajak Penghasilan adalah Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak dalam suatu tahun pajak “ (Menurut Siti Resmi 2005 : 74 ) 2. Subjek Pajak
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. . Yang menjadi Subjek Pajak adalah : a. 1) Orang pribadi 2)
Warisan
yang
belum
terbagi
sebagai
satu
kesatuan
menggantikan yang berhak. b. Badan terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya. c. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi : a. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari : 1) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu : a) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau b) Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. 2) Subjek Pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 3) Subjek Pajak warisan, yaitu : Warisan
yang
belum
dibagi
sebagai
satu
kesatuan,
menggantikan yang berhak. b. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari : 1) Subjek Pajak orang pribadi, yaitu : Orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang : a) menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b) dapat
menerima
atau
memperoleh
penghasilan
dari
Indonesia bukan dari menjalankan uasaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 2) Subjek Pajak badan, yaitu : Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di
Indonesia yang : a) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b) dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
3. Pengecualian Subjek Pajak Yang tidak termasuk subjek pajak adalah : a. Badan perwakilan negara asing Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertwempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat : b. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. c. Organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri
Keuangan
Nomor
611/KMK.04/1994
tanggal
23
Desember 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 Juni 1998, dengan syarat : 1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. 2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. d. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 Juni 1998, dengan syarat : 1) Bukan warga negara Indonesia. 2) Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. 4. Kewajiban Pajak Subjektif Yang dimaksud dengan Kewajiban Pajak Subjektif adalah saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak bagi subjek pajak. (Gunadi, 2001:23) a. Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi 1) Dimulai sejak orang pribadi dilahirkan, berada, atau berniat tinggal di Indonesia. Terhadap orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, kewajiban pajak subjektifnya mulai timbul pada hari pertama berada di Indonesia. 2) Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. b. Warisan yang Belum Terbagi 1) Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi (saat meninggalnya pewaris). 2) Berakhir pada saat warisan tersebut dibagi kepada ahli warisnya. c. Badan
1) Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 2) Berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. d. Sujek Pajak Luar Negeri 1) Dimulai pada saat orang pribadi atau badan di luar negeri menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau menerima atau mremperoleh penghasilan dari Indonesia. 2) Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan
atau
menerima
atau
memperoleh
penghasilan dari Indonesia. e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) 1) Dimulai pada saat BUT tersebut berada di Indonesia. 2) Berakhir pada saat BUT tersebut tidak lagi berada di Indonesia. 5. Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan menurut pasal 4 (1) UU PPh No.17 Tahun 2000, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama atau bentuk apapun. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkanaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha. d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. e. Penerimaan kembali kekayaan pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. g. Deviden, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi : a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya. b. Penghasilan dari usaha atau kegiatan. c. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya. d. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti : 3. Keuntungan karena pembebasan utang. 4. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 5. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 6. Hadiah undian. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Obyek Pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja. 6. Pengecualian Objek Pajak Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah : a. 1) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
tidak
hubungan
dengan
usaha,
pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. b. Warisan c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadii sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : 1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. 2) Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. 3) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannnya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 4) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
6) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau penberian ijin usaha. 7) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan b) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
7. Tarif Umum Pajak Penghasilan (Pasal 17 UU PPh) a. Tarif Umum Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri TABEL 2.1 TARIF UMUM WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK Sampai dengan RP 25.000.000,00 RP Di atas 25.000.000,00 s.d Rp 50.000.000,00 Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,00 Di atas Rp
TARIF PPH SAMPAI DENGAN TAHUN 2000 10%
TARIF PPH SAMPAI DENGAN TAHUN 2001 5%
15%
10%
30%
15%
100.000.000,00 s.d Rp 200.000.000,00 Di atas Rp 200.000.000,00
25%
35%
Sumber Data setelah diolah Pasal 17 UU PPh No.10 Tahun 1994 dan No.17 Tahun 2000.
b. Tarif Umum Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT TABEL 2.2 TARIF UMUM WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DAN BUT LAPISAN LAPISAN PENGHASILAN KENA PENGHASILAN KENA PAJAK S.D TAHUN PAJAK MULAI 2000 TAHUN 2001 dengan Sampai Sampai dengan Rp 50.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp Di atas RP Di atas 50.000.000,00 s.d 25.000.000,00 s.d Rp Rp 50.000.000,00 100.000.000,00 Di atas Rp Rp Di atas 50.000.000,00 100.000.000,00
TARIF PPH
10%
15%
30%
Sumber data setelah diolah pasal 17 UU PPh No.10 Tahun 1994 dan No.17 Tahun 2000.
D.
Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Subjek Pajak dan Pengecualian Subjek Pajak PPh Pasal 21 a. Subjek Pajak PPh Pasal 21 Subjek Pajak PPh Pasal 21 adalah penerima penghasilan yang atas penghasilannya tersebut dipotong PPh Pasal 21. Yang termasuk ke dalam kategori penerima penghasilan berdasarkan pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PJ./2000 adalah : 1) Pejabat Negara, adalah : a) Presiden dan Wakil Presiden.
b) Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. c) Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. d) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahamah Agung. e) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung. f) Menteri dan Menteri Negara. g) Jaksa Agung. h) Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi. i) Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten. j) Walikota dan Wakil Walikota. 2) Pegawai Negeri Sipil (PNS), adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1974. 3) Pegawai, adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN atau BUMD. 4) Pegawai Tetap, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teraur dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
5) Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri, adalah orang pribadi yang tidak bertampat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan atau imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. 6) Pegawai Lepas, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja uang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 7) Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasik orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua. 8) Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya. 9) Penerima Upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan. b. Pengecualian subjek pajak PPH pasal 21 Yang termasuk dalam pengertian panerima pengahasilan yang atas penghasilan yang diterima/diperolehnya dipotong PPh pasal 21 berdasrkan pasal 4 keputusan Direktur Jenderal Pajak NO. KEP545/PJ/2000 adalah:
1) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat : a) Bukan warga negara Indonesia, dan b) Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh pengahsilan lain di luar jabatannya di Indonesia. c) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 2) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 sepanjang : a) Bukan warga negara Indonesia, dan b) Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. 2. Pemotong Pajak dan Pengecualian Pemotong Pajak PPh Pasal 21 a. Yang termasuk pemotong pajak PPh pasal 21 adalah : 1) Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Pemberi kerja yang
dimaksud
termasuk
juga
badan
dan
organisasi
internasional yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. 2) Bendaharawan Pemerintah yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa,
dan
kegiatan.
Termasuk
bendaharawan
pemerintah adalah bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi lembaga-lembaga
negara
atau
lainnya,
lembaga dan
pemerintah,
Kedutaan
Besar
Republik Indonesia di luar negeri. 3) Dana pensiun, PT Taspen, PT Jamsostek, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT). 4) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa, termasuk juga tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan atas nama persekutuannya.
5) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri. 6) Yayasan (termasuk yayasan yang bergerak di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi dalam bentuk apapun dalam segala kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. 7) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan. 8) Penyelenggara
kegiatan
(termasuk
badan
pemerintah,
organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan)
yang
membayar
honorarium,
hadiah
atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. b. Pengecualian Pemotong Pajak PPh Pasal 21 adalah : Badan Perwakilan Negara Asing dan Organisasi-organisasii internasional yang bukan merupakan subjek pajak
3. Objek Pajak dan Pengecualian Objek Pajak PPh Pasal 21 a. Objek Pajak Yang termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PJ./2000 adalah : 1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun. 3) Upah harian, upah minggian, upah satuan, dan upah borongan.
4) Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenisnya. 5) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari: a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris. b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, pragawan/pragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. c) Olahragawan. d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah. f) Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer, dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, dan pemasaran. g) Agen iklan.
h) Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan. i) Pembawa pesanan atau yng menemukan langganan. j) Peserta perlombaan. k) Petugas penjaja barang dagangan. l) Petugas dinas luar suransi. m) Paserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan. n) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 6) Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara dan PNS. 7) Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 8) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak. b. Pengecualian Objek Pajak PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan pasal 7 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PJ./2000 adalah :
1) Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, suransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 2) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuai yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak. 3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. 4) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan pemerintah. 5) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja. 6) Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri dari PT Taspen dan PT Asabri kepada para pensiunan yang berhak menerimanya. 7) Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) TABEL 2.3 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) SETAHUN
KMK KMK PMKNo137/ No361/KMK.04/1998 No564/KMK.04/2004 KMK.04/2005 Tgl. 27-1-1998 Tgl. 29-11-2004 Tgl. 30-122005
Uraian
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Tambahan untuk WP yang kawin Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda serta anak angkat, max 3 orang Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan suami
2.880.000
12.000.000
13.200.000
1.440.000
1.200.000
1.200.000
1.440.000
1.200.000
1.200.000
2.880.000
12.000.000
13.200.000
Sumber data setelah diolah pasal 17 UU PPh No.10 Tahun 1994 dan No.17 Tahun 2000.
Besarnya PTKP setahun yang berlaku adalah : B. Rp 13.200.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. C. Rp 1.200.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. D. Rp 13.200.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat : 1) Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang pasal 21, dan
2) Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain. E. Rp 1.200.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang). Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya 5. Cara Penghitungan PPh pasal 21 Pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagaimana ditunjukkan pada contoh dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000. Dan disesuaikan dengan peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 yang peraturan pelaksanaannya diatur dalam keputusan Menteri Keuangan
Nomor 486/KMK.03/2003 tanggal 9 Desember 2003 serta beberapa peraturan Menteri Keuangan yaitu : 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.04/2004 tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak tanggal 29 Nopember 2004 untuk Tahun Pajak 2005. 2. Peraturan
Menteri
keuangan
Nomor
10/PMK.03/2002
tentang
perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.03/2002 tentang bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan tanggal 31 Januari 2005. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 tentang penetapan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan, tanggal 30 Desember 2005 mulai tahun pajak 2006. Dengan
diterbitkannya
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
564/PMK.03/2004, maka pajak penghasilan yang ditanggung pemerintah untuk pegawai tetap dan tidak tetap tidak berpengaruh lagi terhadap penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang. Cara Menghitung PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur Pegawai Tetap a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dicari penghasilan
sebulan. Penghasilan neto
sebulan diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua yang dibayar oleh pegawai, kemudian disetahunkan. Biaya Jabatan yang diperkenankan dikurangkan sebesar 5% x penghasilan bruto dengan maksimum Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) sebulan. Sedangkan biaya untuk memperoleh pension bagi para pensiunan dikurangkan sebesar 5% x pension bruto dengan maksimum Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun atau Rp 36.000,00 ( tiga puluh enam ribu rupiah) sebulan. b. 1) Untuk memperoleh penghasilan neto setahun penghasilan neto sebulan dikalikan 12. 2) Dalam hal seorang pegawai tetap kewajiban pajak sujektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto yang disetahunkan tersebut dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember. 3) Penghasilan neto yang disetahunkan pada angka 1) atau 2) di atas, selanjutnya dikurangi dengan Pendapatan Tidak Kena
Pajak (PTKP) untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak. Atas dasar Penghasilan Kena Pajak tersebut kemudian dihitung PPh Pasal 21 setahun. 4) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan, jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dibagi dengan 12. 5) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2, jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan bekerja. c. 1) Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21 jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut : a) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4. b) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26. 2) Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan dengan cara seperti huruf b di atas. 3) PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan dalam angka 2) dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh 21 sebulan dalam angka 2) di bagi 26.
d. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga di bayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 4 (empat) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut : 1) rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 4 bulan) ; 2) hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 ; 3) PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan ; 4) PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan yang dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong berdasarkan huruf b. 5) Apabila kepada pegawai disamping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel) seperti tersebut pada angka 4, maka cara penghitungan PPh Pasal 21nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan pada angka 4 dengan memperhatikan ketentuan pada angka 3. e. Pemotongan PPh Pasal 21 atas lembur dan penghasilan lain yang sejenis yang diterima atau diperoleh pegawai bersamaan dengan
gaji bulanannya, yaitu dengan menggabungkan pada gaji bulanannya. f. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama adalah sebagai berikut : 1) terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember. 2) penghasilan neto yang disetahunkan tersebut ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja pegawai yang bersangkutan pensiun
sesuai
dengan
yang
tercantum
dalam
bukti
pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun ; 3) untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut ; 4) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 pada huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun ; 5) PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut pada angka 4) dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1). g. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagaimana berikut : 1) terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun ; 2) selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara seperti tersebut dalam huruf b angka angka 1), 3) dan 4)
Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur a. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut : 1) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
2) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. 3) selisih antara PPh Pasal 21 menurut perhitungan angka 1 (satu) dan angka 2 (dua) adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. b. Dalam hal penerimaan penghasilan tersebut pada angka 1 adalah mantan pegawai, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh atas jumlah penghasilan bruto. c. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, Premi Asuransi Kematian yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai. d. Atas penarikan dana dari dana pensiun lembaga keuangan oleh peserta program pensiun dipotong PPh Pasal 21 oleh dana pensiun lembaga keuangan yang bersangkutan dari jumlah bruto yang dibayarkan tanpa memperhatikan penghasilan lainnya dari peserta yang bersangkutan. 6. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21
a) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap Dengan Gaji Bulanan 1) Iwan bekerja pada perusahaan PT ABC dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 60.000,00. Iwan menikah dan mempunyai 1 anak. Perhitungan PPh Pasal 21 : Gaji sebulan
Rp. 2.500.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan: 5% X Rp. 2.500.000,00 Rp. 2. Iuran Pensiun
Rp.
108.000,00 60.000,00 (Rp.
Penghasilan neto sebulan
168.000,00 )
Rp. 2.332.000,00
Penghasilan neto setahun adalah : 12 X Rp. 2.332.000,00
Rp. 27.984.000,00
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan WP kawin
Rp. 1.200.000,00
Tambahan untuk 1 anak Rp. 1.200.000,00 (Rp. 15.600.000,00) Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 12.384.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 12.384.000,00 = Rp. 619.200,00
PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 619.200,00 : 12
= Rp. 51.600,00
Catatan : Biaya Jabatan adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak. 2) Yosep Chiang mulai bekerja pada 1 Mei 2000. Ia bekerja di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2002. Selama Tahun 2002 menerima gaji per bulan Rp. 4.000.000,00 dan pada bulan Juni 2002 menerima bonus sebesar Rp. 10.000.000,00. Yosep menikah dan mempunyai 3 anak. Perhitungan PPh Pasal 21 : Gaji 6 bulan = 6 X Rp. 4.000.000,00
Rp. 24.000.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 24.000.000,00 = (Rp. 1.200.000,00) (Maksimum diperkenankan) 6 X Rp. 108.000,00 = (Rp. 648.000,00) Penghasilan neto atas gaji 6 bulan
Rp. 21.648.000,00
Penghasilan neto setahun(2X21.648.000)Rp. 46.704.000,00 Bonus
Rp. 10.000.000,00
Penghasilan neto atas gaji dan bonus Rp. 56.704.000,00 2. PTKP setahun (K/3)
(Rp. 18.000.000,00)
Penghasilan kena Pajak setahun
Rp. 38.704.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 25.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00 10% X Rp. 13.704.000,00 = Rp. 1.370.400,00 PPh Pasal 21 setahun
= Rp. 2.620.400,00
PPh Pasal 21 untuk 6 bulan : Rp. 2.620.400,00 X (6/12) = Rp. 1.310.200,00 Catatan : Cara penghitungan di atas berlaku juga bagi pegawai yang meninggal dunia dalam tahun berjalan, dengan terdapat pula bagian tahun takwim.
b) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap Dengan Gaji Mingguan a. Ali menikah dengan satu anak, bekerja pada perusahaan PT Cahya menerima gaji mingguan Rp. 500.000,00 Penghitungan PPh Pasal 21 : Gaji sebulan = 4 X Rp. 500.000,00
Rp. 2000.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 2.000.000,00 Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun adalah
(Rp. 100.000,00) Rp. 1.900.000,00
12 x Rp. 1.900.000,00
Rp. 22.800.000,00
2. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan karena menikah
Rp. 1.200.000,00
Tambahan untuk 1 anak
Rp. 1.200.000,00
T. PTKP
(Rp. 15.600.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 7.200.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 7.200.000,00 = Rp. 360.000,00 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 360.000,00 : 12
= Rp. 30.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji/upah mingguan : Rp. 30.000,00 : 4
= Rp. 7.500,00
b. Jajang pegawai pada perusahaan PT Indorama memperoleh gaji mingguan sebesar Rp. 450.000,00 Jajang kawin dan mempunyai seorang anak. PT Indorama masuk program Jamsostek, premi Asuransi Kecelakaan dan premi Asuransi Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing Rp. 30.000,00 dan Rp. 15.000,00 sebulan. PT Indorama membayar iuran THT tiaptiap bulan sebesar Rp. 12.000,00 dan Jajang membayar iuran pensiun sebesar Rp. 5.000,00 dan THT sebesar Rp. 8.000,00. Penghitungan PPh 21 : Penghasilan sebulan = 4 X Rp. 450.000,00 Rp. 1.800.000,00
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja
Rp.
30.000,00
Premi Asuransi Kematian
Rp.
15.000,00
Penghasilan bruto
Rp. 1.845.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 1.845.000,00
Rp. 92.250,00
2. Iuran Pensiun
Rp. 5.000,00
3. Iuran THT
Rp. 8.000,00 (Rp.
Penghasilan neto sebulan
105.250,00 )
Rp. 1.739.750,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 X Rp. 1.739.750,00
Rp. 20.877.000,00
4. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan karena menikah Rp. 1.200.000,00 Tambahan untuk 1 anak
Rp. 1.200.000,00 (Rp. 15.600.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp.
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 5.277.000,00 = Rp. 263.850,00 PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 263.850,00 : 12
= Rp. 21.987,05
PPh Pasal 21 atas gaji/upah mingguan :
5.277.000,00
Rp. 21.987,05 : 4
= Rp.
5.496,76
Catatan : Dalam hal Jajang menerima gaji harian, untuk PPh Pasal 21 nya, dicari terlebih dahulu gaji sebulan yakni gaji sehari dikalikan dengan 26.
c) Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel a.
Iwan sebagaimana contoh 1 di atas pada bulan Juni 2002 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp. 2.600.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2002. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, maka Iwan menerima rapel sejumlah Rp. 500.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari sampai dengan Mei 2002). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut maka terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d Mei 2002 dengan asumsi penghasilan Iwan untuk masa Januari sampai dengan Mei 2002 sama besarnya setiap bulan. Untuk bulan-bulan berikutnya maka PPh Pasal 21 setiap bulannya : Gaji sebulan
Rp. 2.600.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 2.600.000,00
Rp. 130.000,00
2. Iuran Pensiun
Rp. 60.000,00 (Rp.
Penghasilan neto sebulan
190.000,00)
Rp. 2.410.000,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 X Rp. 2.410.000,00
Rp. 28.920.000,00
3. PTKP (K/1)
(Rp. 15.600.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 13.320.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 13.320.000,00 = Rp.
666.000,00
PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 666.000,00 : 12
= Rp.
96.500,00
PPh Pasal 21 Jan s.d Mei 2002 seharusnya adalah : 5 x Rp. 96.500,00
Rp. 482.500,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Jan s.d Mei 2002 = 5 X Rp 50.750,00 Rp. PPh Pasal 21 untuk uang rapel
Rp.
(253.750,00) 228.750,00
d) Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Harian, Tenaga Harian Lepas, Penerima Upah Satuan, dan Penerima Upah Borongan 1) a. Somad (tidak menikah) pada bulan Maret 2002 bekerja pada perusahaan PT United, menerima upah sebesar Rp. 110.000,00 per hari, selama 5 hari
Penghitungan PPh Pasal 21 Upah sehari
Rp. 110.000,00
Upah sehari tidak dikenakan pajak
(Rp. 110.000,00) Nihil
PPh Pasal 21 = 5% X Rp. Nihil = Rp. Nihil b. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah : Oleh karena jumlah upah sebulan belum melebihi Rp 1.000.000, sebulan maka seluruh PPh Pasal 21 terutang tersebut ditanggung pemerintah. Namun dalam kasus ini PPh Pasal 21 terutang Nihil, maka PPh 21 selama 5 hari juga nihil. 2) a. Eddy, buruh harian pada PT. Segar, menerima upah sehari 130.000, bekerja bulan Januari 2006 selama 20 hari, status belum kawin. UMP DKI Jakarta missal Rp 830.000,00 Perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut : 1. PPh Pasal 21 terhutang : Upah sehari
Rp 130.000,00
PTKP (TK) sehari : 1/360 x Rp 13.200.000,00
(Rp 36.666,66)
Penghasilan kena pajak sehari
Rp 93.333.34
Dibulatkan
Rp 93.000,00
PPh Psal 21 terutang sehari = 5% x 93.000,00=Rp 4.650 2. PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah :
Batas upah sehari DTP : 1/26 x Rp 1.000.000,00 =
Rp 38.461,53
PTKP (TK) sehari : 1/360 x Rp 13.200.000,00 (Rp 36.666,00) Ph Kena Pajak Sehari
Rp 1.794,87
Dibulatkan
Rp 1.700,00
PPh Pasal 21 DTP sehari = 5% x Rp 1.700= Rp 85,00 3. PPh Pasal 21 yang harus dipotong pemberi kerja : 20 hari x ( Rp 4.650,00 - Rp 85 ) = Rp 4.565,00 e) Contoh Perhitungan PPH Pasal 21 atas Penghasilan Karyawati Kawin a. Wiwit karyawati yang bekerja pada PT Sinar Mentari Jaya dengan status menikah tetapi belum memiliki anak. Wiwit menerima gaji Rp. 1.500.000,00 sebulan. PT Sinar Mentari Jaya mengikuti program pensiun dan Jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp. 40.000,00 sebulan. Setiap bulan, Wiwit membayar iuran pensiun dan iuran THT masing-masing sebesar Rp. 30.000,00 dan Rp. 6.000,00 sebulan. Berdasarkan surat keterangan Pemda
tempat Wiwit bertempat tinggal diketahui bahwa
suami Wiwit tidak mempunyai penghasilan apapun. Premi Asuransi Kecelakaan dan Asuransi Kematian masing-masing
sebesar Rp. 15.000,00 dan Rp. 5.000,00 dibayar oleh pemberi kerja. Gaji sebulan
Rp. 1.500.000,00
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja
Rp.
15.000,00
Premi Asuransi Kematian
Rp.
5.000,00
Penghasilan bruto
Rp. 1.520.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 1.250.000,00 Rp. 76.000,00 2. Iuran Pensiun
Rp. 30.000,00
3. Iuran THT
Rp. 6.000,00 (Rp. 112.000,00) Rp. 1.408.000,00
Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun adalah : 12 X Rp. 1.408.000,00
Rp. 1.896.000,00
4. PTKP Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan WP kawin
Rp. 1.200.000,00 (Rp. 14.400.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp.
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 2.496.000,00 = Rp. 124.800,00 PPh Pasal 21 sebulan :
2.496.000,00
Rp. 124.800,00 : 12
= Rp. 10.400,00
f) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Sifatnya Tidak Tetap a. Karyawati Anis (tidak kawin) bekerja pada PT Tiga Saudara dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 1.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program Jamsostek. Premi Asuransi Kecelakaan dan premi Asuransi Kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar Rp. 20.000,00 dan Rp. 10.000,00 sebulan. Perusahaan juga membayar iuran THT sebesar Rp. 15.000,00 setiap bulan. Anis membayar iuran pensiun Rp. 30.000,00 dan iuran THT sebesar Rp. 6.000,00 setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima bonus sebesar Rp. 2.000.000,00. PPh Pasal 21 atas bonus : 1) PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus : Gaji setahun (12 X Rp. 1.750.000,00)
Rp. 21.000.000,00
Bonus
Rp. 2.000.000,00
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja 12 X Rp. 20.000,00
Rp.
240.000,00
12 X Rp. 10.000,00
Rp.
120.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 23.360.000,00
Premi Asuransi Kematian
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 23.360.000,00 = Rp. 1.168.000,00 2. Iuran Pensiun setahun 12 X Rp. 30.000,00
= Rp. 360.000,00
3. Iuran THT 12 X Rp. 6.000,00
= Rp. 72.000,00 (Rp. 1.600.000,00)
Penghasilan neto setahun 4. PTKP setahun untuk WP Penghasilan Kena Pajak
Rp. 21.760.000,00 (Rp. 13.200.000,00) Rp.
8.560.000,00
PPh Pasal 21 terutang atas gaji dan bonus 5% X Rp. 8.560.000,00 = Rp. 428.000,00 2) PPh Pasal 21 atas Gaji : Gaji setahun (12 X Rp. 1.750.000,00)
Rp. 21.000.000,00
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja 12 X Rp. 20.000,00
Rp.
240.000,00
12 X Rp. 10.000,00
Rp.
120.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 21.360.000,00
Premi Asuransi Kematian
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan (5% X Rp. 21.360.000,00) = Rp. 1.068.000,00
2. Iuran Pensiun setahun (12 X Rp. 30.000,00)
= Rp.
360.000,00
= Rp.
72.000,00
3. Iuran THT (12 X Rp. 6.000,00)
(Rp. 1.500.000,00) Penghasilan neto setahun
Rp. 19.860.000,00
4. PTKP setahun untuk WP
(Rp. 13.200.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 6.660.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 6.660.000,00
= Rp. 333.000,00
PPh Pasal 21 atas Bonus adalah : Rp. 428.000,00 - Rp. 333.000,00 = Rp.
95.000,00
g) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Yang Sebagian Atau Seluruhnya Diperoleh Dalam Mata Uang Asing a. Richard adalah seorang karyawan PT Multitec memperoleh gaji pada
bulan Maret 2002 dalam mata uang asing sebesar US$
2,000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Maret 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp. 8.000,00 per US$ 1,00 Forest Gump berstatus menikah dengan satu anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah : US$ 2,000 X Rp. 8.000,00
Rp. 16.000.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 16.000.000,00= Rp. 800.000,00 Max. diperkenankan
( Rp. 108.000,00)
Penghasilan neto sebulan
Rp. 15.892.000,00
Penghasilan neto setahun: 12 X Rp. 15.892.000,00
Rp. 190.704.000,00
2. PTKP : Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan karena menikah
Rp. 1.200.000,00
Tambahan untuk 1 anak
Rp. 1.200.000,00 (Rp. 15.600.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 175.104.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun : 5% X Rp. 25.000.000,00
= Rp. 1.250.000,00
10% X Rp. 25.000.000,00
= Rp. 2.500.000,00
15% X Rp. 50.000.000,00
= Rp. 7.500.000,00
25% X Rp. 75.104.000,00
= Rp.18.776.000,00 Rp. 22.526.000,00
PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 22.526.000,00 : 12
= Rp. 1.877.166,66
h) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Yang Ditanggung Oleh Pemberi Kerja a. Boy Sinaga adalah seorang pegawai PT Berastagi dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp. 2.200.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 50.000,00. Gaji sebulan
Rp. 2.200.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% X Rp. 2.200.000,00=Rp. 110.000,00 (Max. b. Jabatan 108.000)
(Rp. 108.000,00)
2. Iuran Pensiun
(Rp. 50.000,00)
Penghasilan netto sebulan
Rp. 2.360.000,00
Penghasilan neto setahun 12 X Rp. 2.360.000,00
Rp.28.320.000,00
3. PTKP Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan karena menikah Rp. 1.200.000,00 Tambahan untuk 3 anak
Rp. 3.600.000,00 (Rp. 18.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 10.320.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp.10.320.000,00 = Rp 516.000,00 PPh Pasal 21 sebulan: Rp. 516.000,00 : 12
= Rp.
43.000,00
PPh Pasal 21 sebesar Rp. 43.000,00 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jumlah sebesar Rp. 43.000,00 tidak boleh mengurangi Penghasilan Kena Pajak dari pemberi kerja dan tidak dikenakan pajak kepada Boy Sinaga sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21. Catatan : Apabila pemberi kerja bukan Wajib Pajak atau bukan Pemerintah seperti halnya organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan, maka kenikmatan berupa pajak ditambahkan ke dalam penghasilan dari pegawai yang bersangkutan.
i) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap Pegawai Tetap yang Menerima Tunjangan Pajak a. Joko (status menikah dengan 3 orang anak) bekerja pada PT Wijaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 1.800.000,00 sebulan. Kepada Joko diberikan tunjangan pajak sebesar Rp. 10.000,00 sebulan. Iuran pensiun yang dibayar oleh Joko adalah sebesar RP. 12.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan
Rp. 1.800.000,00
Tunjangan Pajak
Rp.
Penghasilan bruto sebulan
Rp. 1.810.000,00
10.000,00
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan 5% X Rp. 1.810.000,00 Rp. 90.500,00 2. Iuran Pensiun sebulan
Rp. 12.000,00 (Rp.
Penghasilan neto sebulan
102.500,00)
Rp. 1.707.500,00
Penghasilan neto setahun : 12 x Rp. 1.707.500,00
Rp 20.490.000,00
3. PTKP Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan karena menikah Rp. Tambahan untuk 3 anak
1.200.000,00
Rp. 3.600.000,00 (Rp. 18.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 11.850.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun : 5% x Rp. 8.640.000,00
= Rp. 432.000,00
PPh Pasal 21 sebulan : Rp. 432.000,00 : 12
= Rp.
36.000,00
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp. 36.000,00 – Rp. 10.000,00 = Rp. 26.000,00 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut yaitu dengan dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja atau pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp. 26.000,00 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja atau pemotong pajak maka jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja atau pemotong pajak.
j) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penerimaan dalam Bentuk Natura a. Santo adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang bukan Wajib Pajak, memperoleh gaji sebesar
Rp. 2.150.000,00 sebulan beserta beras 50 kg.
Santo berstatus menikah dengan 1 orang anak. Untuk menentukan nilai uang, beras dihitung berdasarkan harga pasar yaitu Rp. 2.300,00/kg. Penghitungan bruto PPh Pasal 21 : Gaji sebulan
Rp. 2.150.000,00
Beras: 50 X Rp. 2.300,00
Rp. 115.000,00
Penghasilan bruto sebulan Pengurangan :
Rp. 2.265.000,00
1. Biaya Jabatan 5% X Rp. 2.265.000,00
(Rp. 108.000,00)
Penghasilan neto sebulan
Rp. 2.157.000,00
Penghasilan neto setahun : 12 X Rp. 2.157.000,00
Rp.25.884.000,00
2. PTKP Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
Tambahan karena menikah
Rp. 1.200.000,00
Tambahan untuk 1 anak
Rp. 1.200.000,00 (Rp. 15.600.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 10.284.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 10.284.000,00
= Rp. 514.200,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp. 514.200,00 : 12
= Rp. 42.850,00
k) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon Yang Dibayarkan Sekaligus a. Herry Widodo telah bekerja pada PT Raya selama 5 tahun. Pada bulan Juni 2002 ia berhenti bekerja karena pengurangan pegawai dan menerima pesangon sebesar Rp. 80.000.000,00. Penghasilan bruto Dikecualikan dari pemotongan
Rp. 80.000.000,00 (Rp. 25.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 55.000.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% X Rp. 25.000.000,00
= Rp. 1.250.000,00
10% X Rp.30.000.000,00
= Rp. 3.000.000,00
PPh 21 terutang
Rp. 4.250.000,00
Pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final
l) Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 atas Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua. a. Beni pada tanggal 1 Oktober 2002 telah memasuki usia pensiun. Beni menerima tebusan dari dana Pensiun Purna Karya sebesar Rp. 55.000.000,00. Penghasilan bruto
Rp. 55.000.000,00
Dikecualikan dari pemotongan
(Rp. 25.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 30.000.000,00
PPh Pasal 21 terutang 5% X Rp. 30.000.000,00 =
Rp. 1.500.000,00
Pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final m) Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Lainnya yang Menjadi Objek PPh Pasal 21 a. Dr. Khorul adalah seorang penceramah yang memberikan suatu ceramah pada suatu lokakarya sehari yang diselenggarakan
oleh suatu yayasan, honorarium yang dibayarkan kepada Dr. Khorul adalah sebesar Rp. 1.500.000,00 PPh Pasal 21 yang terutang: 5% X Rp.1.500.000,00 = Rp. 75.000,00 b. Ade, MBA., adalah seorang komisaris di PT Mekar Indah, yang bukan pegawai tetap. Dalam bulan Desember 2002 menerima honorarium sebesar Rp. 70.000.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang adalah : 5% X Rp. 25.000.000,00
= Rp. 1.250.000,00
10% X Rp. 25.000.000,00
=
Rp. 2.500.000,00
15% X Rp. 20.000.000,00
=
Rp. 3.000.000,00
PPh Pasal 21 yang dipotong c.
Rp. 6.750.000,00
Ir. Rudy adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2003 menerima honorarium sebesar Rp. 20.000.000,00 dari PT Total Construction sebagai imbalan jasa teknik yang dilakukannya. Penghitungan PPh Pasal 21 : 15% (50% X Rp. 20.000.000,00) = Rp. 1.500.000,00
E.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) NPWP adalah singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak, yang terdiri dari 15 angka yang diberikan oleh kantor wajib pajak. Dilihat dari undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), NPWP adalah satu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan, pertama, sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Dan,
kedua, untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi.
Dapat
disimpulkan
bahwa
setiap
kita
berhubungan dengan pajak maka NPWP adalah identitas kita. Kapan NPWP harus dimiliki? NPWP wajib diperoleh apabila seseorang telah memiliki kewajiban perpajakan yaitu kewajiban berupa mengjtung pajak, memotong pajak, atau memunggut pajak, lalu menyetorkan
pajaknya,
mempertanggungjawabkan.
dan
melaporkan
Sederhananya,
kalau
pajak Anda
serta memiliki
penghasilan maka Anda wajib memiliki NPWP, karena penghasilan Anda tentunya kena pajak sepanjang penghasilan tersebut diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Dimana kita memperoleh NPWP? Untuk memiliki NPWP Anda dapat mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang berada di lingkungan tempat Anda tinggal dengan menyiapkan fotokopi KTP atau SIM dan mengisi aplikasi yan ada di KPP, NPWP akan selesai dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari. Apabila masih terdapat ketidak jelasan mengenai prosedur untuk mendapatkan NPWP, Anda dapat mendatangi Kantor Pelayanan Pajak setempat. Berdasarkan penjelasan mengenai NPWP di atas, dapat kita simpulkan bahwa dengan memiliki NPWP Anda telah memiliki identitas sebagai pembayar pajak. Selaun itu, dengan memiliki NPWP Anda dapat dengan bangga mengatakan bahwa Anda telah turut membangun bangsa.
F.
Surat Setoran Pajak (SSP) 1. Pengertian SSP Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau oleh bank Badan Usaha Milik Negara atau bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 2. Fungsi SSP a. sebagai sarana untuk membayar pajak. b. Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak. 3. Tempat Pembayaran dan Penyertoran Pajak a. Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran. b. Kantor Pos c. Bank-bank BUMN atau BUMD d. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 4. Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak Batas waktu pembayaran atau penyetoran pajak diatur sebagai berikut : a. Pembayaran Masa b. Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan surat-surat tersebut. c. Pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT itu disampaikan.
G.
Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian SPT Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan. 2. Fungsi SPT Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan : a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau
badan lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang. b. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. 3. Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu : a. SPT-Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. b. SPT-Tahunan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.
4. Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut : TABEL 2.4 BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT-MASA JENIS PAJAK YANG BATAS WAKTU MENYAMPAIKAN SPT PENYAMPAIAN SPT-MASA PPh pasal 21 Pemotongan PPh pasal 21 Tanggal 20 bulan takwin berikutnya setelah Mas Pajak berakhir PPh pasal 22 Impor. Wajib Pajak 14 hari setelah berakhirnya Masa PPN dan PPn BM Pajak. PPH pasal 22 Impor. Direktorat Bea dan Cukai 7 hari setelah batas waktu PPN dan PPn BM atas penyetoran pajak berakhir. impor (Ditjen Bea Cukai) PPh pasal 22 – Bendaharawan Tanggal 14 bulan takwin Bendaharawan berikutnya setelah masa pajak berakhir. PPh pasal 22 – bahan Pertamina 20 hari setelah Masa Pajak Bakar berikutnya. PPh pasal 22 – Pemungut Pajak 20 hari setelah Masa pajak Pemungutan oleh berakhir. badan tertentu PPh pasal 23 Pemotong PPh pasal 23 Tanggal 20 bulan takwin berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPh pasal 25 Wajib Pajak yang Tanggal 20 bulan takwin setelah mempunyai NPWP Masa Pajak berakhir. PPh pasal 26 Pemotong PPh pasal 26 Tanggal 20 bulan takwin setelah Masa Pajak berakhir. PPN dan PPn BM Pengusaha Kena Pajak Tanggal 20 bulan takwin setelah Masa Pajak berakhir. PPN dan PPn BM Bendaharawan Pemerintah 14 hari setelah Masa Pajak Bendaharawan berakhir. PPN dan ppn BM Selain bendaharawan 20 hari setelah Masa pajak selain bendaharawan pemerintah berakhir. Sumber : Buku Perpajakan, Mardiasmo, 2005, hlm 20-21
TABEL 2.5 BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT-TAHUNAN JENIS PAJAK SPT Tahunan PPh
PPh Pasal 21 Tahunan
YANG MENYAMPAIKAN SPT Wajib Pajak yang mempunyai NPWP
BATAS WAKTU PENYAMPAIAN Selambatnya 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya).
Pemotong PPh Pasal 21
Selambatnya 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Sumber : Buku Perpajakan, Mardiasmo, 2005, Hlm 21 5. Pembetulan SPT Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT, Wajib Pajak dapat melakukan
pembetulan
SPT
atas
kemauan
sendiri
dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun pajak, atau Tahun Pajak, dengan syarat Dirjen Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (2 tahun) telah berakhir, sepanjang Direktur jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak kepada Wajib Pajak masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan
ketidak
benaran
pengisian
SPT
yang
telah
disampaikan. Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut : a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau
c. Jumlah harta menjadi lebih besar; atau d. Jumlah modal menjadi lebih besar.
H.
Hak dan Kewajiban Pihak yang Terkait 1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 3. Hak-hak Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah : 1) Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final. 2) Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak, jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasanalasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dapat dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
3) Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut. Apabila badan peradilan pajak belum terbentuk, mak permohonan banding dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak. Putusan Badan Peradilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. 4. Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah : 1) Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi subyek pajak dalam negeri. Surat pernytaan tersebut dibuat
untuk
mendapartkan
pengurangan
PTKP.
Surat
pernyataan tersebut harus diserahkan pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun. 2) Wajib Pajak juga berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim.
3) Wajib Pajak berkewajiban memasukkan SPT tahunan, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
2. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21 a. Hak-hak Pemotong Pajak PPh Pasal 21 adalah : 1) Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan Pasal 21. Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pengajuan permohonan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. 2) Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam satu bulan takwim dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berilutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. 3) Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
4) Pemotong Pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan terulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 5) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil. 6) Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut b. Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21 adalah : 1) Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat untuk memperoleh NPWP.
2) Pemotong Pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang
diperlukan
dalam
rangka
pemenuhan
kewajiban
perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor penyiuluhan Pajak Setempat. 3) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya. 4) Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberutahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. 5) Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima pesangon dan penerima dana pensiun. 6) Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPH Pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima
pensiun
bulanan,
dengan
menggunakan
formulir
yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap tersebut berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. 7) Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undangundang No.7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 tahun 2000. 8) Pemotong
Pajak
wajib
mengisi,
menandatangani,
dan
menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Apabila Pemotong pajak adalah badan, maka SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus ditandatangani oleh
pengurus atau direksi. Apabila SPT
Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang
selain Pemotong Pajak terdaftar, maka SPT tersebut harus dilampiri Surat Kuasa Khusus. 9) Pemotong Pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan. 10) Pemotong Pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar dari pada PPh Pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Gambaran Umum PT. Sumber Alfaria Trijaya (Perusahaan) didirikan di indonesia berdasarkan akta Notaris Gde Kertayasa, SH, No. 21, tanggal 22 Februari 1989. Akta pendirian ini disahkan oleh Menteri kehakiman Republik Indonesia dalam surat Keputusan No. C27158.HT.01.01.Th.89 tanggal 7 Agustus 1989 dan telah didaftarkan pada buku Register Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 11/EG/1999 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 59 tanggal 23 Juli 1999, tambahan No. 4414. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris Frans Elsius Muliawan, SH No. 11 tanggal 12 Juli 2004, yang telah dilaporkan dan dicatatkan pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan No. C-23692.HT.01.04.TH.2004 tanggal 23 September 2004 dan telah didaftarkan pada Daftar Perusahaan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kotamadya Tangerang pada tanggal 22 Oktober 2004 No. 0239/BH.3006/VIII/2004. Pada saat ini akta tersebut sedang dalam proses diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia. 1. Kegiatan Perusahaan Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan, Ruang lingkup kegiatan perusahaan meliputi usaha dalam bidang perdagangan umum.
Perusahaan berkedudukan di Tangerang. Kegiatan usaha perusahaan dimulai pada tahun 1989. Saat ini perusahaan melakukan kegiatan usaha perdagangan eceran (retail) dengan mengoperasikan jaringan minimarket yang berlokasi di beberapa tempat di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Cirebon, Cilacap, Semarang, dan Surabaya, dengan jumlah toko (gerai) sebanyak Kurang lebih 1.750 Gerai untuk seluruh cabang. 2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Jabatan atau posisi berdasarkan Stuktur Organisasi dari PT. Sumber Alfaria Trijaya (Cabang) disusun berdasarkan kebutuhan perusahaan di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang terdiri dari : a. Branch Manager Branch Manager mempunyai tugas : 1) Merencanakan tujuan yang akan dicapai Perusahan 2) Memimpin dan mengarahkan para Manager yang berda dibawahnya. 3) Mengorganisasikan kegiatan
dan
mengendalikan
pelaksanaan
di perusahaan
b. Human Resource Development Manager Human Resource Development Manager mempunyai tugas : 1) Mengarahkan dan mengawasi tugas dan tanggung jawab koordinator dan staff dalam lingkup Departementnya. 2) Membuat peraturan dan prosedur kepegawaian.
3) Membuat
Perencanaan
dan
strategi
administrasi
kepegawaian. c. Admin Manager Admin Manager mempunyai tugas : 1) Membuat perencanaan dan strategi keuangan perusahaan. 2) Mengarahkan kordinator dan staff yang berada di bawahnya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. 3) Membuat Sistem dan Prosedur serta kebijakan Administrasi keuangan perusahaan. d. Information Tehnik (IT) Manager Information Tehnik (IT) Manager memiliki tugas : 1) Membuat Perencanaan dan strategi serta pengembangan dalam pengelolaan data software. 2) Mengarahkan kordinator dan staff yang berada dibawahnya dalam mejalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. 3) Membuat
system
dan
prosedur
dalam
penggunaan
perangkat keras (komputer) dan software oleh seluruh pegawai dilingkup Cabang Bekasi. e. Manager Operational Manager Operational mempunyai tugas : 1) Membuat perencanaan dan strategi operational toko.
2) Mengawasi serta mengarahkan tugas dan tanggung jawab area koordinator agar bisa menjalankan fungsinya dengan baik. 3) Bertanggung jawab atas semua aktivitas operational toko f. Busdev Manager Busdev Manager mempunyai tugas : 1) Membuat perencanaan dan strategi atas property toko. 2) Mengawasi serta mengarahkan koordinator dan staff yang berada dibawahnya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. 3) Membuat system dan prosedur dalam melakukan tender pembangunan property toko. g. DC (Gudang) Manager DC (Gudang) Manager mempunyai tugas : 1) Bertanggung
jawab
penuh
atas
semua
pengelolaan
persediaan di gudang. 2) Membuat perencanaan dan strategi dalam menangani keluar masuknya persediaan barang digudang. 3) Membuat system dan prosedur administrasi gudang. 4) Mengawasi dan mengarahkan koordinator dan staff gudang untuk menjalankan fungsi dan tangung jawabnya sesuai dengan tugas yang telah diberikan olehnya.
Berikut juga akan digambarkan struktur organisasi PT. Sumber Alfaria Trijaya di cabang, sebagai berikut : Gambar 3.1 Struktur Organisasi Pada PT. SUMBER ALFARIA TRIJAYA CABANG BEKASI
HO (Head Office)
BM ( Branch Manager)
Manager PGA
Manager IT
Manager DC
SPV PGA
SPV IT
SPV DC
OFFICER
OFFICER
OFFICER
STAFF
STAFF
STAFF
Sumber data PT. Sumber Alfaria Trijaya (cabang Bekasi)
Admin Manager
1. SPV FIN 2. SPV ACC 3. SPV TAX 4. SPV IC
Manager Area
Manager
SPV AREA
SPV Development
OFFICER
KEP. TOKO
OFFICER
STAFF
Pramuniaga
STAFF
B. Metode Penelitian Metode penelitian berisi penjelasan tentang metode penelitian yang digunakan, apakah berupa penelitian deskriptif, penelitian korelasional, atau penelitian klausal. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang menggambarkan keadaan setiap variabel dan terbatas hanya pada profil konsep, dengan tujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari populasi (obyek) penelitian. Penelitian jenis ini tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan (korelasi) atau pengaruh, dan juga tidak perlu menguji hipotesis.
C. Definisi Operational Variabel Variabel penelitian yang dapat diamati dan diukur adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21. PT.
Sumber
Alfaria
Trijaya (Cabang Bekasi) melakukan
perhitungan sebagaimana yang ada dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomer 17 tahun 2000 dan surat keputusan nomor KMK. 04/2005 berlaku mulai tanggal 30 Desember 2005 tentang penghasilan kena pajak yang dihitung dengan cara mengurangi penghasilan netto yang telah disetahunkan dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Pemotongan PPh pasal 21 yang dilakukan PT. Sumber Alfaria Trijaya (cabang Bekasi) sesuai dengan ketentuan dalam pajak penghasilan
pasal 21 (PPh 21) yaitu pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak (karyawan) berupa gaji, tunjangan makan, tunjangan lembur, THR dan bonus. 2. Pelaporan Pajak Pembayaran pajak yang dilakukan PT. Sumber Alfaria Trijaya (cabang Bekasi) dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) melalui bank BCA cabang Tanjung Priok, Jakarta Utara dan untuk melaporkannya menggunakan surat pemberitahuan pajak (SPT PPh 21) ke kantor pelayanan pajak Bekasi.
D. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan untuk penelitian dengan cara : a. Riset Kepustakaan (Library Research) Yaitu mengadakan penelitian untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan cara : 1) Mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. 2) Mempelajari literatur-literatur dan kumpulan bahan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, khususnya tentang pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas gaji karyawan dalam suatu perusahaan.
3) Membaca buku-buku yang erat hubungannya dengan masalah skripsi ini b. Riset Lapangan (Field Research) Yaitu
melakukan
penelitian
langsung
pada
perusahaan
untuk
memperoleh data yang diperlukan sebagai bahan penelitian antara lain dengan cara : 1) Wawancara Yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada pejabat dan karyawan perusahaan. 2) Observasi Yaitu peninjauan secara langsung untuk mengetahui tata cara perhitungan, pemotongan, dan pelaporan pajak oleh perusahaan. c. Sumber Data Data dalam skripsi ini diperoleh dari : 1. Data Primer Data primer adalah data-data yang dikumpulkan penulis lewat interview dan observasi langsung ke lapangan, baik pada pimpinan perusahaan maupun karyawan perusahaan. 2. Data Sekunder Data sekunder diperlukan secara langsung dari sumber data tetapi juga dari sumber-sumber yang dikelola seperti buku-buku, refrensi dan majalah.
E. Metode Analisis Data 1. Metode analisis kuantitatif Penelitian yang menggunakan angka dan melakukan analisa
data
berdasarkan angka. 2. Metode analisis kualitatif Penelitian yang berdasarkan kondisi realita, komplek dan rinci melalui pengungkapan fakta.
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Sumber Penghasilan dan biaya Karyawan Pada dasarnya yang menjadi penghasilan bagi pegawai/karyawan adalah terdiri dari gaji pokok, upah lembur, tunjangan jabatan, tunjangan makan. Karyawan yang memperoleh penghasilan setiap bulan akan di potong PPh pasal 21 atas penghasilannya, bagi karyawan tersebut merupakan biaya yang harus dikeluarkan dan merupakan pengurang dari penghasilan yang diterimanya.
B.
Sistem dan Prosedur Penggajian PT. Sumber Alfaria Trijaya branch Bekasi memiliki sistem penggajian yaitu terdiri dari gaji pokok yang jumlahmya tetap setiap bulan, uang lembur yang dihitung berdasarkan jumlah jam karyawan tersebut bekerja dengan tarif
lembur per jam, uang makan yang dihitung
berdasarkan jumlah kehadiran karyawan dikali dengan uang makan per hari. Total penjumlahan dari gaji pokok, uang lembur, uang makan adalah merupakan penghasilan karyawan dalam satu bulan. Prosedur penggajian PT. Sumber Alfaria Trijaya branch Bekasi yaitu dengan menggunakan system transfer melalui bank yang dibayarkan setiap tanggal 28. Setelah gaji dibayarkan atau ditransfer, karyawan akan mendapatkan dokumen tanda terima gaji (Slip Gaji) dan slip transfer bank
akan menjadi bukti bahwa perusahaan telah mengeluarkan biaya untuk pembayaran gaji.
C.
Analisa Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Karyawan Penghasilan atas gaji karyawan merupakan salah satu objek pajak penghasilan pasal 21, dimana pajak yang dikenakan terhadap penghasilan karyawan ini adalah sebagai beban karyawan sendiri, akan tetapi dalam pemungutannya dilakukan oleh pihak pemberi kerja yang memberikan penghasilan. Jumlah pegawai tetap yang ada pada PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi devisi gudang adalah 223 orang dan 63 orang dengan status pegawai tidak tetap. Untuk pegawai yang menerima Uang Jasa (mengundurkan diri bukan PHK) berjumlah 10 orang. Penghitungan PPh pasal 21 di PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi atas gaji pegawai/karyawan untuk bulan Januari sampai dengan bulan Desember dilakukan penghitungan yang sama setiap bulannya. Untuk penghitungan PPh pasal 21 terhutang pada bulan Desember ditambahkan dengan penghitungan bonus kemudian untuk perhitungan THR (tunjangan hari raya) dilakukan pada masa (bulan) dimana THR tersebut dibagikan kepada karyawan. Dalam penghitungannya perusahaan telah sesuai dengan Undang-undang pajak penghasilan yaitu dengan membatasi Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu K/3 atau kawin dengan maksimal tiga orang tanggungan yang berjumlah Rp. 3.600.000,00 per tahun. Dan dalam
penerapannya PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi memberlakukan penerapan PTKP atas karyawan bardasarkan pada keadaan karyawan tersebut. Di sini penulis akan menyajikan contoh penghitungan PPh pasal 21
yang
dipotong
oleh
perusahaan
terhadap
penghasilan
pegawai/karyawan yang diterapkan oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya.
1. Cara menghitung pajak penghasilan pasal 21 a. Untuk Pegawai Tetap Yang Menerima Gaji Bulanan Gaji Pokok
xxx
Upah Lembur
xxx
Tunjangan Jabatan
xxx
Tunjangan lain-lain
xxx
Penghasilan Bruto
xxx
Pengurangan - Biaya Jabatan 5% x Penghasilan bruto ( Maksimum Rp 1.296.000/thn )
(xxx)
- Iuran Pensiun, iuran THT
(xxx)
Penghasilan netto sebulan
xxx
Penghasilan Netto Setahun : Penghasilan netto sebulan x 12 bulan (disetahunkan)
xxx
PTKP : - Untuk sendiri
(Rp 13.200.000)
(xxx)
- Untuk Kawin
(Rp 1.200.000)
(xxx)
- Untuk Tanggungan (Rp 1.200.000)
(xxx)
(Maksimum 3 tanggungan) Penghasilan Kena Pajak (PKP)
xxx
Pajak Penghasilan Pasal 21 terhutang : Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = xxx
b. Untuk Pegawai Tidak tetap Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
138/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 tarif sebesar 5% ditetapkan atas upah harian, upah satuan, upah mingguan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 110.000,00, tetapi tidak melebihi Rp 1.100.000,00 dalam satu bulan takwim atau tidak dibayar bulanan. -
PPh Pasal 21 atas upah harian = 5% x (upah harian - Rp 110.000)
-
PPh Pasal 21 atas upah harian yang melebihi Rp 1.100.000 dalam satu bulan dan tidak dibayar bulanan = 5% x (Upah sehari – (PTKP/360) = PPh 21/ perhari. Jumlah hari x PPh 21/perhari = PPh 21 yang terutang.
c. Perhitungan Pajak penghasilan 21 atas THR dan bonus yang diterima oleh pegawai Tetap. 1. Menghitung terlebih dahulu PPh 21 yang disetahunkan tanpa THR dan bonus seperti perhitungan pada huruf a diatas.
2. Menghitung PPh 21 yang disetahunkan di tambah dengan bonus dan THR seperti ilustrasi berikut dibawah ini : Gaji Pokok
xxx
Upah Lembur
xxx
Tunjangan Jabatan
xxx
Tunjangan lain
xxx
Tunjangan THR
xxx
Tunjangan Bonus
xxx
Penghasilan Bruto perbulan
xxx
Pengurangan - Biaya Jabatan 5% x Penghasilan bruto ( Maksimum Rp 108.000/bln ) - Iuran Pensiun, iuran THT
xxx xxx (xxx)
Penghasilan neto Sebulan Penghasilan Netto Setahun :
xxx
Penghasilan netto sebulan x 12 bulan xxx PTKP - Untuk sendiri
(Rp 13.200.000)
xxx - Untuk Kawin
(Rp 1.200.000)
xxx
- Untuk Tanggungan (Rp 1.200.000) xxx (Maksimum 3 tanggungan) - Tambahan penghsilan istri di gabung dgn suami xxx (xxx) Penghasilan Kena Pajak (PKP)
xxx
PPh 21 Atas THR dan Bonus Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 =
xxx
3. Selisih antara perhitungan PPh 21 angka 2 dan 1 di atas adalah PPh 21 atas bonus dan THR.
2. Contoh Kasus Perhitungan PPh 21 untuk Pegawai Tetap yang memperoleh Gaji Bulanan dan menerima THR dan Bonus Kasus 1
Pak Selamat merupakan Koordinator pada divisi gudang pada PT. Sumber Alfaria Trijaya yang telah mempunyai istri dan 2 orang anak dan pada akhir tahun 2006, pak Selamat menerima THR dan Bonus yang masing-masing jumlahnya sebesar 1 bulan dari gaji. Berikut penghitungan pajak penghasilan pasal 21 : Gaji setahun
Rp. 30.243.624,00
Tunjangan Jabatan
Rp
Tunjangan lain-lain
Rp. 2.100.000,00
Penghasilan Bruto setahun
1.200.000,00
Rp. 33.543.624,00
Pengurangan : - Biaya Jabatan = 5% x Rp. 33.543.624,00
= (Rp. 1.677.181,00)
(Maksimal pertahun)
= (Rp. 1.296.000,00)
Iuran THT = 2% x Rp. 30.243.624,00
= (Rp
604.872,00)
Rp. 31.642.752,00
Penghasilan Netto setahun PTKP (K/2) - Untuk WP sendiri
(Rp. 13.200.000,00)
- Untuk Kawin
(Rp. 1.200.000,00)
- Tanggungan 2 anak (2 x Rp. 1.200.000) =
(Rp. 2.400.000,00)
Penghasilan Kena Pajak 14.842.752,00 Pajak Penghasilan pasal 21 yang terhutang selama setahun : 5% x Rp. 14.842.752,00
= Rp. 742.137,00
Rp.
Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama sebulan sebesar : Rp. 742.137,00 : 12
= Rp. 61.844,00
Perhitungan PPh 21 atas THR dan Bonus Pak Selamat : Gaji setahun
Rp. 30.243.624,00
Tunjangan Jabatan
Rp
Tunjangan lain-lain
Rp. 2.100.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 33.543.624,00
THR / Bonus
Rp
Penghasilan Bruto
Rp 38.584.228,00
1.200.000,00
5.040.604,00
Pengurangan : - Biaya Jabatan = 5% x Rp. 38.584.228,00
= (Rp. 1.929.211,00)
(Maksimal pertahun)
= (Rp. 1.296.000,00)
Iuran THT = 2% x Rp. 30.243.624,00
= (Rp
604.872,00)
Rp. 1.900.872,00 Penghasilan Netto setahun
Rp. 36.683.356,00
PTKP (K/2) - Untuk WP sendiri
(Rp. 13.200.000,00)
- Untuk Kawin
(Rp. 1.200.000,00)
- Tanggungan 2 anak (2 x Rp. 1.200.000) =
(Rp. 2.400.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp.
19.883.356,00 Pajak Penghasilan pasal 21 atas Gaji ditambah bonus dan THR : 5% x Rp. 19.883.356,00
= Rp. 994.167,00
PPh 21 atas bonus : PPh atas gaji ditambah bonus dan THR :
Rp 994.167,00
PPh atas Gaji
(Rp 742.137,00)
:
PPh 21 atas bonus
Rp 252.030,00
Kasus 2 Pak Amin Ma’arifat merupakan karyawan pada PT. Sumber Alfaria Trijaya sebagai driver, ia sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak, pada akhir tahun 2006 pak Ma’arifat mendapat bonus dan THR. Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas gaji : Gaji setahun
Rp. 16.285.028,00
Tunjangan Lembur (selama 1 thn)
Rp 2.714.171,00
Tunjangan lain-lain
Rp. 1.920.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 20.919.199,00
Pengurangan : - Biaya Jabatan = 5% x Rp. 20.919.199,00 =
(Rp 1.045.959,00)
- THT = 2% x Rp. 16.285.028,00
(Rp. 325.700,00)
Penghasilan Netto setahun
=
Rp 19.411.831,00
PTKP (K/1) - Untuk WP sendiri
(Rp. 13.200.000,00)
- Untuk Kawin
(Rp.
- Tanggungan 3 anak (3 x Rp.1.200.000)=
(Rp. 3.600.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 1.411.831,00
1.200.000,00)
Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama setahun : 5% x Rp. 1.411.831,00 = Rp. 70.591,00 Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama sebulan sebesar : Rp. 70.591,00 : 12 = Rp. 5.883,00 Perhitungan PPh 21 atas Bonus dan THR Pak Ma’arifat : Gaji setahun
Rp. 16.285.028,00
Tunjangan Lembur (selama 1 thn)
Rp 2.714.171,00
Tunjangan lain-lain
Rp. 1.920.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 20.919.199,00
Bonus /THR
Rp
Penghasilan Bruto
Rp 23.633.371,00
2.714.172,00
Pengurangan : Biaya Jabatan
: 5% x Rp 23.633.371,00
=
(Rp
1.181.668,00)
THT
: 2% x 16.285.028,00
= (Rp
325.700,00)
Penghasilan Netto Setahun
Rp 22.126.003,00
PTKP (K/3) : WP
(Rp 13.200.000,00)
WP Kawin
(Rp 1.200.000,00)
Tanggungan (3 anak x 1.200.000,00)
(Rp 3.600.000,00)
Penghasilan kena pajak sebesar
Rp 4.126.003,00
PPh 21 atas gaji dan Bonus ditambah THR Pak Ma’arifat adalah : 5 % x Rp 4.126.003,00 = Rp 206.300,00 PPh 21 atas bonus dan THR : PPh 21 atas gaji dan bonus ditambah THR
:
Rp 206.300,00
PPh 21 atas Gaji
: (Rp 70.591,00)
PPh 21 atas Bonus dan THR
:
Rp 135.709,00
Kasus 3 Ibu Rita Liana merupakan karyawan bagian Administrasi Gudang pada PT. Sumber Alfaria Trijaya, ia sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak dan pada akhir tahun 2006 ibu Rita mendapat THR dan Bonus. Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas gaji : Gaji setahun
Rp. 15.121.812,00
Tunjangan lain-lain
Rp. 1.920.000,00
Tunjangan Lembur (selama 1 tahun)
Rp 2.520.302,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 19.562.114,00
Pengurangan : - Biaya Jabatan = 5% x Rp. 22.082.416,00
(Rp. 1.104.120,00)
Maksimal (1.296.000) - THT = 2% x Rp. 15.121.812,00 Penghasilan Netto setahun
(Rp.
302.436,00)
Rp 18.155.558,00
PTKP (K/2) : - Untuk WP sendiri
(Rp. 13.200.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 4.955.558,00
Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama setahun : 5% x Rp. 4.955.558,00 = Rp. 247.778,00 Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama sebulan : Rp. 247.778,00 : 12 = Rp. 20.648,00 Perhitungan PPh 21 atas gaji, Bonus dan THR Ibu Rita Liana : Gaji setahun
Rp. 15.121.812,00
Tunjangan lain-lain
Rp. 1.920.000,00
Tunjangan Lembur (selama 1 tahun)
Rp 2.520.302,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 19.562.114,00
Bonus dan THR
Rp. 2.520.302,00
Penghasilan Bruto setelah bonus
Rp. 22.082.416,00
Pengurangan : Biaya Jabatan : 5 % x 22.082.416,00=
(Rp
1.104.120,00)
(Rp
302.436,00)
(Max. pertahun Rp. 1.296.000,00) THT
: 2 % x 15.121.812,00
Penghasilan Netto Setahun
Rp. 20.675.860,00
PTKP : WP sendiri
(Rp 13.200.000,00)
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Rp
7.475.860,00
PPh 21 atas Gaji, Bonus dan THR Ibu Rita Liana : 5 % x Rp. 7.475.860,00
Rp 373.793,00
PPh 21 atas Bonus dan THR : PPh 21 atas Gaji, bonus dan THR
: Rp 373.793,00
PPh 21 atas gaji
: (Rp 247.778,00)
PPh 21 atas Bonus dan THR
Rp 126.015,00
Kasus 4 Pak Heryanto A. Hasim
merupakan karyawan pada PT. Sumber
Alfaria Trijaya dengan Jabatan Ware House Coordinator, ia belum menikah pada akhir tahun 2006 mendapat Bonus dan THR Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas gaji : Gaji setahun
Rp. 30.243.624,00
Tunjangan Jabatan
Rp
Tunjangan lain-lain
Rp. 1.920.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 34.563.624,00
1.200.000,00
Pengurangan : - Biaya Jabatan = 5% x Rp. 34.563.624,00 =
(Rp. 1.728.181,00)
(Maximal Diperkenankan 1.296.000/Thn)=
(Rp 1.296.000,00)
- THT
= 2% x Rp. 30.243.624,00 =
Penghasilan Netto setahun
(Rp.
604.872,00)
Rp. 32.662.752,00
PTKP (TK) : - Untuk WP sendiri
(Rp. 13.200.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 19.462.752,00
Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama setahun : 5% x Rp. 19.462.752,00 = Rp. 973.137,00 Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama sebulan : Rp. 973.137,00 : 12 = Rp. 81.094,00
PPh 21 atas Gaji, bonus dan THR Pak Heryanto A. Hasyim : Gaji setahun
Rp. 30.243.624,00
Tunjangan Jabatan
Rp
Tunjangan lain-lain
Rp. 1.920.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp. 34.563.624,00
Bonus/THR
Rp
Penghasilan Bruto
Rp 39.604.228,00
1.200.000,00
5.040.604,00
Pengurangan : - B. Jabatan : 5 % x 39.604.228,00 = Rp 1.980.211 (Di perkenankan 1.296.000,00/ pertahun) - THT
: 2 % x 30.243.624,00
Penghasilan Netto Setahun
(Rp 1.296.000,00) (Rp
604.872,00)
Rp 37.703.356,00
PTKP (TK) : Wp Sendiri
(Rp 13.200.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 24.503.356,00
PPh 21 atas Gaji, Bonus dan THR Pak heryanto A. hasyim : 5 % x 24.503.356,00 = Rp 1.225.167,00
PPh 21 atas Bonus dan THR : PPh 21 atas Gaji, bonus dan THR
Rp 1.225.137,00
PPh 21 atas Gaji
(Rp 973.137,00)
PPh 21 Atas Bonus dan THR
Rp
252.000,00
Kasus 5 Dady Kurniadi merupakan karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya pada divisi gudang , ia telah menikah dan memiliki 1 orang anak pada akhir tahun 2006, mendapat Bonus dan THR. Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 : Gaji setahun
Rp. 13.958.596,00
Tunjangan Lembur
Rp. 2.326.433,00
Tunjangan lain-lain
Rp.
Penghasilan Bruto
Rp. 18.205.029,00
1.920.000,00
Pengurangan : - Biaya Jabatan : 5% x Rp. 18.205.029,00 - THT = 2% x Rp. 13.958.596,00 Penghasilan Netto setahun
= (Rp.
910.251,00)
= (Rp.
279.171,00)
Rp. 17.015.607,00
PTKP (K/1) - Untuk WP sendiri
Rp. 13.200.000,00
- Untuk WP kawin
Rp.
1.200.000,00
- Tanggungan 1 anak
Rp.
1.200.000,00
(Rp. 15.600.000,00) Penghasilan Kena Pajak
Rp. 1.415.607,00
Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama setahun : 5% x Rp. 1.415.607,00 = Rp 70.780,00 Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang selama sebulan : Rp 70.780,00 : 12 = Rp 5.898
PPh 21 atas Gaji,bonus dan THR Dady Kurniadi : Gaji setahun
Rp. 13.958.596,00
Tunjangan Lembur
Rp. 2.326.433,00
Tunjangan lain-lain
Rp.
Penghasilan Bruto Setahun
Rp. 18.205.029,00
Bonus Dan THR
Rp
2.326.432,00
Penghasilan Bruto
Rp
20.531.461,00
1.920.000,00
Pengurangan : B. Jabatan : 5% x Rp 20.531.461,00
(Rp
1.026.573,00)
THT
(Rp
279.171,00)
Rp
19.225.717,00
: 2 % x Rp 13.958.596,00
Penghasilan Netto setahun PTKP (K1) : WP Sendiri
Rp 13.200.000,00
WP Kawin
Rp 1.200.000,00
Tanggungan anak 1
Rp 1.200.000,00 (Rp
15.600.000,00)
Penghasila kena pajak
Rp
3.625.717,00
PPh 21 atas Gaji, Bonus dan THR Dady Kurniadi : 5% x Rp 3.625.717,00
= 181.285,00
PPh 21 Atas Bonus dan THR : PPh21 atas Gaji, Bonus dan THR = 181.285,00 PPh 21 atas Gaji
= (70.780,00 )
PPh21 atas Bonus dan THR
= 110.505,00
3. Contoh Kasus Perhitungan Pajak Penghasilan untuk Pegawai Tidak Tetap a. Pegawai yang menerima upah harian, upah mingguan dan upah borongan Kasus 1 Wahyu bekerja di PT. Sumber Alfaria Trijaya pada divisi Gudang dan memperoleh upah Rp. 900.000,00 selama 15 hari ia bekerja. Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 : Penghasilan sehari : Rp. 900.000,00 : 15 hari = Rp. 60.000,00 Penghasilan sehari dibawah Rp. 110.000,00 dan belum melebihi 1.100.000 dalam 1 bulan takwim maka PPh 21 atas upah harian wahyu adalah Nihil. Pajak Penghasilan pasal 21 yang terhutang : 5% x Rp. Nihil = Rp.Nihil
138/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 maka ia tidak mendapat potongan pajak penghasilan, karena upah yang ia terima tidak melebihi batas maksimum gaji (Rp.110.000,00) perhari dan 1.100.000 dalam 1 bulan takwim atau tidak dibayar secara bulanan.
Kasus 2 Pak Sarto bekerja di PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi pada divisi Gudang selama 22 hari dan memperoleh upah Rp. 1.320.000,00. Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 : Penghasilan sehari : Rp. 1.320.000,00 : 22 hari = Rp. 60.000,00 Penghasilan sehari di bawah Rp. 110.000,00 tetapi telah melebihi Rp 1.100.000,00 dalam 1 bulan takwim, maka PPh 21 adalah : 5% x (60.000 – (1/360 x 13.200.000))= Rp 1.167 perhari Pajak penghasilan pasal 21 yang terhutang : 22 x 1.167 = Rp. 25.666,00
Kasus 3 Pak Mardi Kardo bekerja sebagai Driver di PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi pada divisi Gudang
dengan upah Rp.
1.800.000,00 selama 30 hari. Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 : Penghasilan sehari : Rp1.800.000,00 : 30 hari = Rp. 60.000,00
Penghasilan sehari di bawah Rp. 110.000,00 tetapi telah melebihi Rp 1.100.000,00 dalam 1 bulan takwim, maka PPh 21 adalah : 5% x ( 60.000,00 x (1/360 x 13.200.000)) = Rp 1.167 perhari PPh 21 terhutang atas penghasilan pak Mardi adalah : 30 x Rp 1.167 = Rp 35.010,00 b. Pegawai yang menerima Uang Jasa atas Pengunduran Diri. Kasus 1 Wasis telah bekerja pada PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi, pada tahun 2006 ia berhenti bekerja atas keinginan sendiri untuk itu perusahaan memberikan
uang jasa, sisa cuti yang
diuangkan ditambah dengan gaji terakhir dengan total sebesar Rp. 4.025.000,00 Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 : Penghasilan Bruto
Rp. 4.025.000,00
PTKP : WP Sendiri (1/12 x 13.200.000)
(Rp 1.100.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 2.925.000,00
Pajak Penghasilan pasal 21 yang terhutang : 5% x Rp. 2.925.000,00 = Rp. 146.250,00
Kasus 2 Nursofa telah bekerja pada PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi, Pada tahun 2006 ia berhenti bekerja atas keinginan sendiri
untuk itu perusahaan memberikan
uang jasa, sisa cuti yang
diuangkan ditambah dengan gaji terakhir dengan total sebesar Rp. 4.017.000,00 Berikut perhitungan pajak penghasilan pasal 21 : Penghasilan Bruto
Rp. 4.017.000,00
PTKP : WP Sendiri (1/12 x 13.200.000,00)
(Rp 1.100.000,00)
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 2.917.000,00
Pajak Penghasilan pasal 21 yang terhutang : 5% x Rp. 2.917.000,00 = Rp. 145.850,00
Kasus 3 Heri telah bekerja pada PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi. Pada tahun 2006 ia berhenti bekerja atas keinginan sendiri untuk itu perusahaan memberikan uang jasa, sisa cuti yang diuangkan ditambah dengan gaji terakhir dengan total
sebesar Rp.
3.850.000,00 Berikut Perhitungan Pajak penghasilan Pasal 21 : Penghasilan Bruto
Rp. 3.850.000,00
PTKP : WP sendiri (1/12 x 13.200.000) Penghasilan Kena Pajak
(Rp 1.100.000,00) Rp. 2.750.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terhutang : 5% x Rp. 2.750.000,00 = Rp 137.500,00 Dari uraian dan penjelasan di atas jelas bahwa perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21 atas pegawai/karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi Divisi Gudang telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21 (Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan). Semua hak dan kewajiban pegawai/karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi telah dilaksanakan dengan baik, begitu juga hak dan kewajiban perusahaan kepada pegawai/karyawannya, dalam hal ini penggajian dan tunjangantunjangan yang diberikan telah dilaksanakan dengan baik pula.
D.
Analisa Pembayaran/Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Karyawan Setelah semua penghitungan dan pemotongan PPh pasal 21 dilaksanakan atas seluruh karyawan, selanjutnya PT. Sumber Alfaria Trijaya membayar/menyetorkan PPh pasal 21 di bank persepsi yang di tunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal pembayaran/penyetoran
PT.
Sumber
Alfaria
Trijaya
membayar/menyetorkan PPh 21 yang terhutang di Bank Central Asia Cabang Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan memberikan Surat Setoran Pajak (SSP) dari Direktorat Jenderal Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP)
khusus dari bank yang digunakan sebagai bukti pembayaran/penyetoran dari bank. Kemudian setelah pembayaran/penyetoran dilakukan maka atas Surat Setoran Pajak (SSP) tersebut PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang bersangkutan yaitu di Kantor Pelayanan Pajak Bekasi. Dalam melaporkan PPh pasal 21 bulanan atau SPT masa PPh pasal 21 dengan melampirkan daftar rekapitulasi seluruh gaji karyawan. Di dalam pembayaran/penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 semua sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang Perpajakan, yaitu untuk pembayaran/penyetoran SPT masa dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya dari masa pajak yang terhutang dan untuk pelaporan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Untuk PPh 21 tahunan dibayar/disetorkan selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun berikutnya dan dilaporkan dengan menggunakan SPT Tahunan 1721 selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Selama melakukan penelitian di PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi penulis tidak menemui adanya penyimpangan atau kesalahan dalam penghitungan, pemotongan, pembayaran/penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21, artinya semua yang dilakukan sudah sesuai dengan Peraturan atau Undang-undang Perpajakan yang berlaku.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan selama melakukan
penelitian
mengenai
penghitungan,
pembayaran/penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 21
pemotongan, di PT. Sumber
Alfaria Trijaya cabang Bekasi dan setelah penulis bandingkan dengan Peraturan Perpajakan
yang berlaku, penulis mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut : 1. PT. Sumber Alfaria Trijaya melakukan penghitungan dan pemotongan PPh
pasal
21
atas
penghasilan
pegawai/karyawan
melalui
penghitungan PPh pasal 21 masa dan tahunan untuk tahun 2006, yaitu : Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung jumlah penghasilan bruto pegawai/karyawan setahun yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang diberikan oleh perusahaan, dikurangi dengan biaya jabatan dan biaya lainnya sebagai pengurang penghasilan yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan. Hasilnya adalah penghasilan netto pegawai/karyawan setahun. Penghasilan netto ini selanjutnya dikurangi dengan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diperkenankan, sesuai dengan status dan jumlah tanggungan pegawai/karyawan yang bersangkutan, sehingga diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP). Pada akhirnya Penghasilan Kena Pajak
(PKP) inilah yang dikenakan tarif pasal 17 Undang-undang No. 17 tahun 2000 yaitu untuk memperoleh besarnya pajak terutang PPh pasal 21. 2. PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang Bekasi
telah menghitung dan
memotong PPh pasal 21 yang terutang atas karyawannya
sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 3. Pembayaran/penyetoran dan pelaporan SPT PPh pasal 21 telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam hal pembayaran/penyetoran PT. Sumber Alfaria Trijaya membayar/menyetorkan PPh pasal 21 yang terutang di Bank BCA Cabang Tanjung Priok. Dan telah membayar/menyetor SPT sesuai dengan batas waktu yang telah diberikan yaitu pada tanggal 10 bulan berikutnya untuk SPT masa dan tanggal
25 Maret tahun
berikutnya untuk SPT tahunan. Dan dalam hal pelaporan PT. Sumber Alfaria Trijaya branch Bekasi telah melaporkan SPT masa PPh pasal 21 dan SPT Tahunan 1721 dengan baik dan benar di Kantor Pelayanan Pajak Bekasi, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk SPT masa dan tanggal 31 Maret pada tahun berikutnya untuk SPT tahunan 1721.
B.
Saran Dari beberapa kesimpulan di atas, penulis memberikan saran yang mungkin dapat menjadi pertimbangan PT. Sumber Alfaria Trijaya Branch
Bekasi
dalam
melakukan
perhitungan,
pemotongan,
pembayaran/penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21
atas penghasilan
karyawannya yaitu : 1. Penulis menyarankan agar PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang bekasi dapat mempertahankan apa yang telah dicapai dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 2. Dapat berlaku adil dalam memotong pajak penghasilan atas gaji karyawannya agar tidak ada kerugian baik terhadap PT. Sumber Alfaria Trijaya cabang bekasi maupun terhadap pegawai/karyawannya. 3. Memperhatikan kebutuhan informasi bagi staf pajak perusahaan dengan cara mengikutsertakan mereka dalam setiap seminar maupun pelatihan perpajakan, agar setiap parubahan yang terjadi dalam sistem perpajakan di Indonesia dapat di ikuti dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Erly
Suandy (2005), Empat
Hukum
Pajak,
Jakarta : Penerbit
Salemba
Mardiasmo (2005), Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta : Penerbit Andi Muhammad Rusjdi (2004), KUP Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, Jakarta : Penerbit Indeks Primandita Fitriandi, Tejo Birowo, Yuda Aryanto (2005), Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap, Jakarta : Penerbit Salemba Empat Supramono, (2005), Perpajakan Indonesia (Mekanisme Perhitungan), Yogyakarta : Penerbit Andi Rimsky. K.Judisseno (2004), Perpajakan Edisi Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama R. Santoso Brotodihardjo, (2003), Pengantar Bandung : Penerbit Refika Aditama
Revisi,
Ilmu
dan
Jakarta
Hukum
:
Pajak,
Siti Resmi (2003), Perpajakan Teori dan Kasus, Jakarta : Penerbit Salemba Empat Sumyar (2004), Dasar-dasar Hukum Pajak dan Perpajakan, Yogyakarta : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta Undang-Undang Pajak Untuk Tahun 2005 (PTKP 2005), Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media