Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
UU Ormas: Kepentingan Negara atau Masyarakat?
Pada 2 Juli 2013 yang lalu, setelah ditunda beberapa kali, akhirnya DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjadi Undang-Undang melalui rapat paripurna. Pembahasan undangundang ini berjalan sangat lama. Sejak tahun 2006, rangkaian tanggapan dan penyikapan terhadap RUU Ormas telah disuarakan berbagai pihak dari segala penjuru. Disahkannya RUU ini masih menuai banyak kontroversi. Pengesahan RUU Ormas dilakukan melalui mekanisme voting dengan hasil 311 anggota Dewan setuju RUU Ormas disahkan. Dengan rincian, 107 anggota Fraksi Partai Demokrat, 75 anggota Fraksi Partai Golkar, 62 anggota Fraksi PDI Perjuangan, 35 anggota Fraksi PKD, 22 anggota Fraksi PPP, dan 10 Anggota Fraksi PKB. Sementara itu, 50 orang menyatakan menolak mengesahkan RUU itu, yakni 26 anggota Fraksi PAN, 18 anggota Fraksi Gerinda, dan 6 anggota Fraksi Hanura. Fraksi PAN sejak awal menentang pengesahan RUU ini meskipun subtansinya sudah tidak dipersoalkan lagi. Oleh karena Fraksi PAN mengkhawatirkan RUU Ormas akan membatasi kebebasan masyarakat, padahal UUD 1945 telah menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul. Di sisi lain, PAN juga menganggap RUU Ormas masih belum memisahkan antara perkumpulan dengan organisasi. Selain itu, yang menjadi pertimbangan Fraksi PAN adalah sikap akhir beberapa organisasi keagamaan besar seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, KWI, PGI yang menegaskan meminta penundaan bahkan pemberhentian pembahasan RUU Ormas. Muhamadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia yang menolak disahkannya RUU Ormas menyatakan, bahwa UU Ormas berparadigma totaliter dan menganut paham kekuasaan yang absolute untuk memgontrol ketat warga masyarakat, serta memosisikan rakyat sebagai objek dan negara sebagai superior. Definisi ormas dalam undang-undang tersebut masih sangat umum, sehingga tidak memiliki kategorisasi sosiologis seperti ormas yang mapan, ormas yang programnya homogen, paguyuban, arisan, pengajian ibu-ibu di RT, geng motor, organisasi lokal, kesamaan hobi atau ormas yang baru berdiri tanpa tujuan tertentu. Selain itu, RUU Ormas dianggap diskriminatif karena tidak mengatur ormas-ormas yang menjadi sayap partai politik, padahal mereka bukan parpol (tidak diatur dalam UU Parpol). Pengesahan RUU ormas menjadi undang-undang tak hanya ditolak oleh 3 Fraksi di DPR RI, tetapi juga ribuan masyarakat lainnya. Hal tersebut terlihat dari aksi demonstrasi yang marak dilakukan menjelang pengesahan RUU tersebut menjadi undang-undang. Pada sidang paripurna, ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
Indonesia (FSPMI) menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI untuk menolak pengesahan RUU tersebut. Walaupun telah ditolak banyak kalangan, seperti buruh, pengiat HAM dan ormas besar (Muhamandiyah dan Nahdatul Ulama), namun DPR RI tetap mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang. Pansus DPR RI mengklaim sudah melakukan sejumlah perbaikan terhadap rancangan yang ada melalui penambahan atau penghapusan materi. Saat pengesahan, Ketua Pansus RUU Ormas menjabarkan beberapa pasal yang mengalami perubahan: 1. Pasal 7 yang awalnya mengatur bidang kegiatan organisasi akhirnya dihapuskan, hal tersebut diharapkan bidang kegiatan organisasi nantinya diserahkan sesuai AD/ART Ormas, dengan demikian, ormas bebas menjalankan bidang apapun sesuai AD/ART. 2. Bab IX Pasal 35, yang awalnya mengatur tentang kepentingan organisasi akhirnya dihapus dan diserahkan kepada tiap anggota yang berhak dan diatur kembali dalam AD/ART ormas. 3. Pasal 47 ayat (2) dan (3) ada penambahan syarat bagi ormas yang didirikan Warga Negara Asing (WNA) dan badan hukum asing, yakni salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara harus dijabat oleh Warga Negara Indonesia, dengan adanya syarat ini, maka diharapkan ormas bisa lebih produktif dan tidak menjadi kontra produktif. 4. Pasal 52 huruf D mencantumkan penjelasan tentang kegiatan politik. Di bagian penjelasan, yang dimaksud dengan kegiatan politik dijabarkan menjadi kegiatan yang mengganggu stabilitas politik dalam negeri, penggalangan dana dan propaganda politik. Dengan adanya penjelasan ini, hal yang dilarang adalah praktik politik praktis dan intervensi politik terhadap parpol. 5. Pasal 59 ayat 1 huruf A yang awalnya terdapat kerancuan, akhirnya Pansus merumuskan dan melakukan penyempurnaan sehingga rumusannya menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara RI menjadi bendera atau lambang ormas. Peraturan ini terkait dengan larangan dalam Pasal 57 Ayat C Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan. 6. Pasal 59 Ayat 5, ketentuan yang dihilangkan diatur dalam Pasal 60 Ayat 2 huruf D, sehingga rumusannya menjadi "melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Pasal ini muncul agar pemerintah dan aparat hukum bisa mengantisipasi ormas yang melakukan kegiatan di luar wewenangnya seperti aksi sweeping. 7. Pasal 65 Ayat 3, terkait sanksi penghentian sementara yang awalnya pemerintah daerah harus meminta persetujuan dari Forkominda, akhirnya karena Forkominda tidak ada di tingkat kabupaten, maka diganti dengan pertimbangan Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan dan Kepala Kepolisian setempat. Sanksi penghentian sementara bagi ormas ini hanya mencakup sanksi bagi kegiatan publik yang dilakukan ormas. Sementara itu, untuk
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
kegiatan internal seperti melakukan rapat-rapat tetap bisa dilakukan. Penghentian sementara dilakukan maksimal selama enam bulan. 8. Pasal 83 huruf B tentang ketentuan peralihan. Pasal tersebut tetap mencantumkan keistimewaan bagi ormas-ormas yang sudah ada sejak zaman kemerdekaan. Ormas-ormas tersebut tidak perlu lagi melakukan pendaftaran karena dianggap sebagai aset bangsa. Untuk mendukung implementasi Undang-Undang ini, pemerintah akan menerbitkan enam Peraturan Pemerintah. Ada pun tiga PP sudah disiapkan, yakni PP Pendaftaraan Ormas, PP Pemberdayaan dan PP Tata Cara Penyelenggaraan Izin Operasional Ormas. Sementara itu, tiga PP lainnya saat ini masih dalam kajian, antara lain PP soal Sistem Informasi, PP Tata Cara Pengawasan, dan PP Penjatuhan sanksi. Di Indonesia saat ini ada sekitar 139.957 ormas yang terdaftar di Kemendagri, dengan rincian: 65.577 ormas tercatat di Kemendagri, 25.406 tercatat di Kemensos dan 48.886 tercatat di Kemenkumham. Data tersebut belum ditambah ormas yang terdaftar di kementerian Kemenlu, Kemenhut dan lainnya. Berbagai alasan diberikan mereka yang mendukung Undang-Undang Ormas. Menteri Agama Suryadharma Ali misalnya, menilai bahwa Undang-Undang tersebut penting untuk menjadi kedaulatan negara. Menurutnya, UU Ormas yang disahkan cukup mengakomodir ormas agar tidak bertindak sewenang-wenang dalam melakukan kegiatannya. Sementara itu Mantan Ketua Umum PBNU yang juga kader dari PPP, KH. Hasyim Muzadi, berpendapat bahwa UU Ormas perlu untuk keseimbangan antara hak masyarakat dan wewenang pemerintah, tetap dalam pengaturan. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, fraksinya mendukung pengesahaan RUU Ormas menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal yang perlu dikhawatirkan dengan RUU tersebut. Menurut Hidayat, sikap fraksinya merupakan hasil konsultasi dengan berbagai pihak. Pasal-pasal yang menuai perdebatan telah terjawab, misalnya perdebatan mengenai definisi ormas telah jelas diterangkan. Senada dengan Faksi PKS, Faksi Partai Golkar yang juga mendukung pengesahaan RUU Ormas menjadi undang-undang menganggap bahwa RUU ini sudah matang tidak ada alasan lain untuk menunda pengesahaannya. Mengapa harus ditolak? Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin tiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat sebagaimana diatur dalam pasal 28E ayat (3). Namun kebebasan itu telah terancam dengan disahkannya UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Kelahiran undang-undang ini disinyalir menampakan watak represif penguasa atas kebebasan berpendapat yang terbuka lebar sejak reformasi 1998. Penguasa negeri ini mulai terusik kenyamannya dan takut menerima kritik oleh masyarakat.
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
Ketakutan tersebut memperlihatkan bahwa para penguasa negeri ini cenderung mementingkan dirinya dan keluarganya tanpa memikirkan rakyatnya. Itu terbukti dengan maraknya pejabat publik yang melakukan korupsi untuk memperkaya diri dan keluarganya. Namun pejabat publik yang melakukan korupsi tidak disertai dengan hukuman yang maksimal, sehingga tak menjadi pembelajaran bagi lainnya. Banyaknya pejabat publik yang diadili karena kasus korupsi tak lepas dari peran masyarakat. Masyarakat yang kritis berani mempertanyakan apa yang menjadi hakhaknya, termasuk penggunaan anggaran negara. Masyarakat menginginkan kesejahteraan bagi semua, tidak hanya kesejahteraan segelintir orang, karena tujuan didirikannya negara ini ialah mensejahterakan rakyatnya, seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kekritisan masyakat dianggap sebagai ancaman bagi penguasa negeri ini, maka anggota DPR RI belomba-lomba menggunakan wewenangnya untuk mengeluarkan UU Ormas dengan tujuan mengebiri kebebasan berkumpul dan berpendapat warganya. Padahal dalam kehidupan berdemokrasi dibutuhkan saluran suara publik untuk diartikulasi sebagai kuputusan-keputusan politik. Definisi Ormas dalam UU No. 17 tahun 2013 masih sangat luas. Dalam undangundang ini, yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila (Pasal 1 ayat (1) UU No. 17 tahun 2013). Jika mengacu pada definisi tersebut, segala macam organisasi bisa masuk baik organisasi yang bersifat sosial maupun non profit. Selain itu, ada banyak organisasi lain seperti asosiasi atau perkumpulan keilmuan/profesi/hobi baik beriuran maupun tidak, pengajian, paguyuban keluarga, yayasan yang mengelola lembaga pendidikan dan rumah sakit, panti asuhan, dan banyak lagi kategori ormas yang akan diatur dalam pasal ini. Pasal 1 UU No. 17 Tahun 2013, diperkuat juga dengan Pasal 4, mengatakan bahwa ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis. Maka definisi ormas menjadi hal yang sangat luas dan tidak jelas. Wewenang pemerintahlah untuk menentukan ormas tersebut bisa diterima atau tidak, karena tiap ormas mempunyai kewajiban mendaftarkan diri pada pemerintah dengan berbagai persyaratan. Pemerintah akan menseleksi apakah ormas tersebut boleh melakukan aktivitas di negeri ini atau tidak. Dengan demikian, peluang diskriminasi sangat terbuka lebar dalam proses seleksi tersebut. Selain itu, proses pendaftaraan juga sering memakan uang yang banyak (menjadi ladang baru untuk korupsi bagi para pejabat pemerintah). Demikian dengan Pancasila yang dituangkan dalam pasal 2 terkesan dipaksakan. Dalam pasal tersebut, diatur bahwa asas ormas tidak bertentangan dengan Pancasila
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pemaksaan Pancasila sebagai asas organisasi telah membuat Menteri Dalam Negeri Soeparjo Rustam, pada tahun 1987, membubarkan Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM), dan berbagai organisasi lain dengan alasan tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas yang lama). Undang-Undang Ormas juga mengatur tentang hak dan kewajiban ormas yang ada. Beberapa kewajiban ormas yang harus dipatuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 21: a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat; d. Menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat; e. Melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan f. Berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara. UU ini juga mengatur tentang keuangan ormas dan mewajibkan ormas membuat laporan keuangan ke publik dan sumber pendanaannya dari mana, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 dan 38 berikut: Pasal 37: 1) Keuangan Ormas dapat bersumber dari: a. b. c. d. e. f.
Iuran anggota; Bantuan/sumbangan masyarakat; Hasil usaha Ormas; Bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing; Kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau Anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.
2) Keuangan ormas sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dikelola secara transparan dan akuntabel. 3) Dalam hal melaksanakan pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), Ormas menggunakan rekening bank nasional. Pasal 38: 1) Dalam hal ormas menghimpun dan mengelola dana iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, Ormas wajib
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau ART. 2) Dalam hal ormas menghimpun dan mengelola bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, ormas wajib mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara berkala. 3) Sumber keuangan ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. Masih banyak pasal yang kabur tafsir di dalam UU ini yang diatur dalam Pasal 59: 1) Ormas dilarang: a. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; b. Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera ormas; c. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau d. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik. 2) Ormas dilarang: a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; c. Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau e. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Ormas dilarang: a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; atau b. Mengumpulkan dana untuk partai politik.
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi Juli 2013 EdEEEEEE
4) Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Jika melanggar ketentuan-ketentuan yang ada, maka ormas akan mendapatkan sanksi administratif baik oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Sanksi administrasi bisa bersifat peringatan tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah, penghentian sementara kegiatan, pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan badan hukum. Penutup Dengan adanya pasal-pasal kontroversi dan kabur tafsir tersebut, seharusnya Undang-Undang Ormas dibatalkan. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah. Justru presiden dengan cepat melakukan penandatangan terhadap UU yang ada. Dengan makin cepatnya disahkannya UU tersebut, terlihat dengan jelas bahwa UU Ormas memang dilahirkan untuk mengontrol organisasi masyarakat yang ada selama ini. Disahkannya UU Ormas agar dapat menertibkan organisasi masyarakat yang selama ini melakukan kekerasan dan pengrusakan. Ini menjadi tanda tanya besar, mengingat pengrusakan yang selama ini dilakukan oleh ormas, harusnya bisa ditindak dengan hukum yang sudah ada, seperti KHUP, UU Terorisme, UU pendanaan terorisme, UU tentang pencucian uang. Namun selama ini aparat penegak hukum tidak menggunakan undang-undang yang ada. UU ormas yang telah disahkan tentu sangat bertentangan dengan konstitusi, karena UU ormas telah menabrak aturan yang ada sehingga tumpang tindih. Aturan bersifat normatif, seperti UU Yayasan dan aturan hukum tentang perkumpulan. Jika pemerintah merasa aturan tentang perkumpulan ataupun yayasan tidak menjawab persoalan hukum kekinian, maka selayaknya aturan tersebut diperbaharui atau disempurnakan, bukan dengan membuat aturan yang bersifat kabur tafsir, seperti UU Ormas ini.
*****
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id