Analisa Media Edisi November 2013 EdEEEEEE
Perlindungan Setengah Hati Tenaga Kerja Indonesia
Memberikan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehiduan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang dituangkan dalam alenia keempat pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Untuk itu, merupakan kewajiban dari pemerintah Negara Indonesia untuk menghormati, melindungi dan mewujudkan hak asasi manusia sebagaimana dijamin kontitusi. Salah satu hak yang telah dijamin oleh konstitusi adalah hak tiap warga negaranya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat 2). Hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta mendapatkan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja juga dijamin dalam pasal 28D, ayat 2, Undang-Undang Dasar 1945. Itu artinya negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap warga negaranya. Hak untuk bekerja dijamin oleh konstitusi karena pada dasarnya kerja melekat pada tubuh manusia. Hidup didunia memang harus bekerja, kalau tidak maka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya. Disisi lain bekerja juga dapat dimaknai sebagai sarana mengaktualisasikan diri, sehingga seseorang merasa dirinya lebih beharga bagi diri dan keluarga maupun lingkungannya. Dengan arti lain bekerja menjadi salah satu hal yang bisa dilakukan oleh warga negara untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya seperti yang diatur dalam pasal 28A Undang-Undang dasar 1945. Oleh karena itu, hak atas pekerjaan menjadi hak asasi yang melekat pada setiap diri seseorang yang wajib dijunjung tinggi. Namun, walau hak bekerja merupakan hak dasar bagi setiap warga negara, pemerintah Negara Indonesia belum bisa menyediakan lapangan kerja sesuai dengan kebutuhan warga negaranya. Hal tersebut terbukti dengan masih tingginya angka pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik per Agustus 2013 angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,39 juta orang atau sekitar 6,25 persen dari total angkatan bekerja sebanyak 118,19 juta orang. Sedangkan orang yang bekerja mencapai 110,80 juta orang. Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2013 sebesar 5,92 persen dibandingkan TPT Agustus 2012 meningkat 6,14 persen.
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi November 2013 EdEEEEEE
Ketidakmampuan negara dalam menyediakan lapangan kerja bagi warga negaranya kemudian dijawab dengan mengirim tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Tak heran saat ini, berdasarkan data dari Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat setidaknya ada 6,5 juta jumlah TKI yang bekerja di 142 negara. Dari jumlah tersebut, TKI berasal dari 392 Kabupaten/Kota. Padahal di Indonesia hanya terdapat 500 Kabupaten/Kota, artinya hanya 108 Kabupaten/Kota yang tidak mengirimkan warganya menjadi buruh migran di luar negeri. Dari 6,5 juta tenaga kerja Indonesia di luar negeri, ada sebanyak 2,2 juta jiwa yang bekerja di Malaysia dan 1,5 juta jiwa lainnya bekerja di Arab Saudi. Data yang ada adalah data tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang tercatat di BNP2TKI, yang melalui jalur yang dianggap resmi oleh pemerintah. Padahal diluar sana ada jutaan buruh migran lainnya yang tidak tercatat. Mereka yang tidak tercatat ini seringkali berangkat melalui jalur mandiri atau memang sebelumnya sudah ada saudara yang ada di negara tujuan. Atau bisa jadi mereka memang diselundupkan oleh agen-agen nakal yang ada di Indonesia, sehingga tidak melalui jalur resmi. Mereka itulah yang kemudian sering dikatakan sebagai tenaga kerja illegal, karena dianggap tidak melalui jalur resmi dan masuk ke negara orang tanpa menggunakan surat-surat yang resmi pula. Tingginya jumlah tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri, dijawab oleh pemerintah negara Indonesia dengan melahirkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN). Undang-undang tersebut untuk menjawab kewajiban negara dan menjawab bahwa bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya. Selain itu negara juga mengakui bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat dan kemampuan. Dengan lahirnya undang-undang tersebut negara juga menyadari bahwa selama ini ada banyak tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang sering dijadikan objek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenangan-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Memang kewajiban dari negaralah untuk menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia. Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudukan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi November 2013 EdEEEEEE
Undang-Undang No. 39 tahun 2004 juga mengatur beberapa kewajiban pemerintah seperti dalam pasal 5 ayat 1 yaitu Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di Luar Negeri. Dan ayat 2 yaitu Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada Pemerintah Darah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sementara itu dalam pasal 6 mengatur tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di Luar Negeri. Dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut, ada beberapa kewajiban dari pemerintah, yaitu: a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; c. membentuk dan mengembangkan sitem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan e. memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan. Walau pemerintah bisa melimpahkan sebagian wewenang dan tugas perlindungan kepada pemerintah daerah seperti yang diatur dalam pasal 5 ayat 2, UU No. 39 Tahun 2004, namun nyatanya pemerintah daerah masih minim menerapkan peraturan daerah (Perda) yang memastikan terhadap perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal daerahnya. Padahal hampir 80% langkah awal perlindungan TKI justru harus dilakukan didalam negeri yaitu di daerah asal. Kurangnya perlindungan dalam negeri itulah yang kemudian membawa persoalan kepada TKI ketika ia bekerja di negara tujuan. Salah satu persoalan yang saat ini mencuat adalah apa yang dialami oleh Wilfrida Soik, seorang TKI asal Kolo Ulun, Fatu Rika, Raimanuk, Belu, Nusa Tenggara Timur yang terancam hukuman mati di Malaysia. Wilfrida terancam hukuman mati atas tuduhan pembunuhan terhadap majikan yang dijaganya, Yeap Seok Pen (60 tahun). Ia didakwa melanggar pasal 302 Penal Code (Kanun Keseksaan) Malaysia dengan ancaman hukuman mati. Wilfrida ditangkap polisi daerah Pasir Mas, di sekitar kampung Chabang, Tok Uban, Kelantan, pada tanggal 7 Desember 2010. Sementara itu menurut penuturan Wilfrida, peristiwa yang terjadi pada 7 Desember 2010 lalu tersebut adalah upaya membela diri dari tindakan kekerasan majikannya dengan melawan dan mendorongnya hingga jatuh dan berakhir dengan kematian majikannya. Selama dua bulan bekerja, Wilfrida sering menerima amarah dan pukulan bertubi-tubi dari majikannya.
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi November 2013 EdEEEEEE
Wilfrida sendiri diberangkatkan ke Malaysia pada 23 Oktober 2010 melalui jalur Jakarta – Batam - Johor Bahru – Kelantan. Dari Johor Bahru, Wilfrida dibawa langsung ke Kota Bharu, Kelantan. Pada saat diberangkatkan, umur Wilfrida baru 17 tahun. Namun, pihak yang memberangkatkan memalsukan umur Wilfrida menjadi 21 tahun. Dalam paspor, tanggal lahir Wilfrida, 8 Juni 1989. Padahal berdasarkan surat baptis yang dikeluarkan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Kolo Ulun, Fatu Rika, Kecamatan Raimanuk, Belu, menyebutkan Wilfrida dilahirkan pada 12 Oktober 1993. Sejak tanggal 7 Desember 2010, Wilfrida menjalani masa penahanan di Penjara Pengkalan, Chepa, Kota Bharu, Kelantan. Wilfrida sendiri telah mengikuti beberapa kali persidangan di Makamah Tinggi Kota Bahru. Sidang pertama dilakukan pada 20 Februari 2011. Sementara beberapa sidang lainnya yang telah dijalani yaitu: 24-27 Maret 2013, 24 Juni 2013, 5 agustus 2013, 26 Agustus 2013, dan 30 September 2013. KBRI Kuala juga telah menunjuk pengacara dari kantor pengacara Raftizi % Rao untuk membela Wilfrida. Jika melihat perjalanan Wilfrida hingga sampai ke Malaysia, Wilfrida adalah anak dibawah umur yang menjadi korban sindikat perdagangan manusia yang melibatkan dua negara dengan modus penipuan, pemalsuan dokumen dan penempatan PRT Migran saat Indonesia sedang moratorium pengiriman PRT Migran ke Malaysia. Ada beberapa pihak yang diduga terlibat dalam sindikat tersebut yaitu PT Mitra Sinergi (yang melakukan perekrutan terhadap Wilfrida) serta Agendi Pekerjaan (AP) Master Sdn. Bhd dan Ap Sentosa Sdn Bhd yang sering memanfaatkan penggunaan JP (Job Perfomance) visa untuk perekrutan illegal sebagai rekanan Malaysia. Dalam kasus ini, perekrut juga telah melanggar pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No. 39 tahun 2004, dimana jelas dikatakan bahwa perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan diperkejakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun. Sebagai seseorang yang masih dibawah umur, seharusnya Wilfrida diadili dengan menggunakan akta Kanak-Kanak, dimana tidak mengenal hukuman mati. Tapi karena Wilfrida menggunakan surat-surat palsu, maka ada beberapa upaya yang harus dilakukan untuk membuktikan bahwa ia masih dibawah umur ketika melakukan pembunuhan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan tulang untuk menunjukkan bahwa Wilfrida masih di bawah umur 18 tahun saat menyerang majikan perempuannya hingga tewas. Hasil pemeriksaan medis tersebut juga telah disampaikan oleh tim pembela Wilfrida kepada hakim pimpinan sidang dan jaksa penuntut umum dalam sidang lanjutan yang digelar di Mahkamah Tinggi Kota Bahru, Kelanyan, Malaysia pada 17 November 2013. Pemeriksaan tulang Wilfrida sendiri dilakukan oleh tim beranggotakan 7 orang ahli pimpinan Dato’ DR Zahari bin Noor (Head of Departement of Forensic Medicine Pulau Pinang). Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2013. Hasil
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi November 2013 EdEEEEEE
pemeriksaan medit tersebut juga untuk memperkuat Tim Pengacara Pembela KBRI Kuala Lumpur, Raftfizi & Rao yang disampaikan pada beberapa sidang sebelumnya. Kasus yang dialami Wilfrida tentu saja juga menambah daftar panjang TKI yang menanti vonis hukuman mati di Malaysia. Berdasarkan data dari KBRI Malaysia, saat ini terdapat 174 orang WNI yang menanti vonis hukuman mati. Selain itu, saat ini ada sebanyak 1772 orang dipenjara di Malaysia. Jumlah tersebut baru dari 4 negara bagian di Malaysia, Kuala Lumpur, Selangor, Kedah, Trengganu. Jumlah tersebut belum ditambah di 5 negara bagian lainnya. Sementara itu, berdasarkan data dari Migrant Care, saat ini ada 265 TKI yang hingga kini masih menjalani proses hukum di sejumlah pengadilan di luar negeri dengan dakwaan hukuman mati. Dari data tersebut sebanyak 213 TKI di antaranya di Malaysia, 33 orang di arab Saudi, 18 TKI di China dan 1 orang di Iran. Dalam kasus yang dialami oleh Wilfrida, bukti keterangan baptis Wilfrida yang menerangkan umur yang sesungguhnya saat berangkat ke Malaysia merupakan peluang bisa dibebaskannya Wilfrida dari hukuman mati, mengingat pemerintah Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang perlindungan hakhak anak. Dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip perlindungan anak yang terkandung dalam konvensi tersebut, pemerintah Indonesia pernah berhasil membebaskan dia PRT migran Indonesia, yakni Siti Aminah (tahun 2005) dan Fitria (tahun 2012) dari ancaman hukuman mati di Singapura karena keduanya terbukti masih dibawah umur. Kasus yang dialami Wilfrida juga menambah daftar panjang TKI yang bermasalah di luar negeri. Berdasarkan data dari Migrant Care, selama tahun 2013 setidaknya ada 398.270 kasus yang menimpa buruh migran di berbagai negara tujuan. Dari data tersebut mayoritas korban adalah perempuan yang bekerja di sector rumah tangga, khususnya yang bekerja di Malaysia dan arab Saudi.
Jenis Masalah Meninggal Dunia Ancaman hukuman mati Overstayers Gaji tidak dibayar Beban kerja tidak sesuai Kekerasan seksual Kekerasan fisik Hilang kontak Deportasi Sakit PHK Masalah DPTLN
Jumlah 1249 265 197361 15208 6310 4302 3245 567 8514 987 1430 157602
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id
Analisa Media Edisi November 2013 EdEEEEEE
Lain-lain Total
1230 398.270
Sumber: Migrant Care, diolah dari KBRI, Kemenakertrans, BNP2TKI, media, dan pengaduan keluarga.
Dengan banyaknya persoalan yang dihadapi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri memperlihatkan bahwa Undang-Undang No. 39 tahun 2004 belum bisa memberi perlindungan secara menyeluruh bagi seluruh TKI di Luar Negeri. Disisi lain, keberadaan BNP2TKI yang juga merupakan mandat dari UU tersebut belum terlalu memberikan manfaat bagi perlindungan TKI di luar negeri. Berbagai pihak harus sama-sama melakukan refleksi dan menjalankan mandatnya dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap TKI di luar negeri.
*****
Jl. SMA 14 No. 17 RT 009/09, Cawang, Jakarta Timur 13630 Tel. 021-8004712, Fax. 021-8004713 Email:
[email protected] Website: www.kalyanamitra.or.id