169
PENGARUH SUHU ZONA PERAKARAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KADAR KLOROFIL TANAMAN SELADA SISTEM HIDROPONIK Oleh : Candra Ginting 1)
ABSTRACT Amount of oxygen able to be dissolved in nutrient solution decreases with increasing temperature. Insufficient oxygen reduces the permeability of roots to water and there will also be an accumulation of toxins. Both water and minerals cannot be absorbed in sufficient quantities to support plant growth. The objective of this experiment was to get optimum nutrient solution temperature for the best growth and chlorophyll content in lettuce. The setting at 15, 20 and 25 oC artificial temperatures in nutrient solution or rooting medium with NFT hydroponic system were conducted. The temperature levels (15, 20 and 25 oC) and daily effective time (4, 12 and 24 h) as treatments were put in the factorial experiment design. There are relationships between temperature and electrical conductivity and oxygen dissolves (predicted). Increasing in nutrient solution temperature caused increasing in electrical conductivity. In contrast, increasing in temperature was predicted decreasing in oxygen dissolve in medium or rooting zone. There is crossing point of two regression lines between 25 to 30 oC in temperature, where were found positions of electrical conductivity between 2.5 to 3.0 mS and oxygen dissolve between 7 to 8 mg.L-1. More dry matter and chlorophyll content of lettuce were found in about 25 oC of nutrient solution temperature which was controlled at the day only. Key words : lettuce, temperature, root zone
PENDAHULUAN Bercocok tanam di dalam suatu bangunan tertutup seperti rumah kaca di daerah tropis mengalami kendala suhu tinggi karena adanya efek rumah kaca. Masalah tersebut semakin nyata di kota-kota yang terletak di dataran rendah dalam hal ini suhu di dalam rumah kaca dapat melebihi 40oC. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya sayuran akan mengalami hambatan apabila dibudidayakan pada kondisi suhu tersebut. Upaya yang sudah banyak dilakukan untuk mengatasi keadaan tersebut adalah berupa pengaturan sirkulasi udara dengan memperbanyak ventilasi pada bangunan. Cara ini dalam kenyataannya masih kurang efektif untuk memberikan kondisi sebagaimana dikehendaki oleh tanaman. Oleh karena itu dapat ditempuh cara lain yaitu melalui pengendalian suhu zona perakaran tanaman. Pendinginan buatan di daerah perakaran telah dilakukan oleh Feng Zhang dan Smith (1995); Udomprasert, et al. (1995) dan
Kollenback et al. (1996). Suhu tinggi dapat mengakibatkan tanaman mengalami cekaman (Levitt, 1980) yang selanjutnya menurunkan pertumbuhan tanaman seperti yang terjadi pada tanaman kentang (Abbas dan Lorenzen, 1995). Di samping itu, suhu juga mempengaruhi aktivitas enzim rubisco dan akumulasi pigmen (Ruter dan Ingram, 1992). Pendinginan buatan terhadap suhu zona perakaran yang efektif adalah dilakukan dalam sistem hidroponik NFT (Morgan, 2005). Sistem ini dilaksanakan dengan mengalirkan larutan nutrisi yang suhunya telah dikendalikan ke daerah perakaran tanaman. Dengan demikian akar tanaman dapat menyerap air dan hara pada suhu seperti yang dikehendaki. Setelah melewati daerah perakaran tanaman larutan nutrisi kembali ke tangki semula yang sudah terpasang alat pengendali suhu. Suhu dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia air yang berfungsi sebagai pelarut nutrisi atau sebagai media (Sharp, 1990). Semakin tinggi suhu medium semakin rendah kandungan
) Staf Pengajar Pada JurusanVolume Budidaya Pertanian Fakultas Universitas Kendari. AGRIPLUS, 18 Nomor : 03 Pertanian September 2008, Haluoleo, ISSN 0854-0128
1
169
170
oksigen terlarut di dalamnya. Misalnya perubahan suhu dari 20oC menjadi 30oC terjadi perubahan oksigen terlarut dari 9,62 menjadi 7,8 mg.l-1, sebaliknya terjadi peningkatan aktivitas respirasi 2 kali. Kelarutan oksigen dlam larutan nutrisi dapat berkurang oleh karena dipegang oleh hara yang besarnya dapat mencapai 0,3% (Morgan, 2000b). Aerasi atau kandungan oksigen dalam larutan hara atau medium dapat mempengaruhi jumlah hara yang diserap oleh akar tanaman. Apabila kandungan oksigen rendah, maka hara kalium dapat keluar dari sel akar kembali ke dalam larutan hara yang mengakibatkan tanaman mengalami cekaman hara dan nisbah hara di dalam formula menjadi tidak seimbang (Morgan, 2000a). Pada kondisi suplai oksigen rendah, tanaman mengalami hambatan dalam penyerapan hara dan air yang mengakibatkan adanya gangguan fisiologis seperti “tip burn” (Morgan, 2000b; Morgan, 2005). Hubungan langsung antara penangkapan oksigen oleh sistem akar dan jumlah hara dan air yang dapat diserap telah ditemukan pada tanaman tomat dan beberapa tanaman lainnya (Morgan, 2000a). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan besaran suhu zona perakaran yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman selada yang diujikan pada suhu lingkungan tinggi.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di dalam rumah kaca kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada di Banguntapan, Bantul. Percobaan pada musim kemarau mulai tanggal 5 September sampai 3 Oktober 2005, sedangkan musim penghujan mulai tanggal 9 Januari sampai 6 Pebruari 2006. Bahan yang digunakan adalah benih selada, air sumur setempat dan formula diracik dengan komposisi (mg.l-1) sbb: N 53,5; P 80; K 300; Ca 160; Mg 80; S 123; Fe 1,0; Mn 0,51; Cu 0,51; B 0,26; Zn 0,18 dan Mo 0,01. Ciri lain nutrisi berupa nisbah NO3-/NH4+ = 12, daya hantar listrik dan pH diukur pada suhu 27oC masing-masing 2,7 mS dan 7,0. Mesin pendingin dirakit sebanyak 9 unit dan evaporatornya masing masing ditempatkan dalam ember kapasitas 40 liter.
Instalasi pertanaman berupa talang pvc berpenutup panjang 2 m dipasang di atas meja meja yang tingginya 1 m. Talang diletakkan dengan kemiringan 4%. Pada ujung talang dilubangi dan dihubungkan dengan pipa pvc untuk tempat keluar larutan nutrisi kembali ke dalam tangki. Di bagian pangkal terpasang pipa pvc diameter 2,5 cm yang diberi lubang kecil dan dihubungkan dengan pompa aquatik yang ditempatkan di dalam ember yang telah diisi larutan nutrisi, debit 1,5 L.menit-1. Mesin pendingin difungsikan, tiap tiga unit diset suhu masing masing 15oC, 20oC dan 25oC. Setiap unit dalam set suhu yang sama masing masing berbeda waktu efektifnya yaitu 24 jam, 12 jam dan 4 jam. Dengan demikian terdapat 9 unit kombinasi perlakuan ditambah 1 unit tanpa pengendalian suhu dan masing masing diulang 3 kali serta tiap ulangan terdapat 10 populasi tanaman sehingga jumlah seluruhnya adalah 300 tanaman. Variabel pengamatan adalah berat kering akar dan tajuk dilakukan tiap minggu. Kadar klorofil dalam daun diamati tiap 2 minggu. Analisis data dilakukan berdasarkan model matematis sebagai berikut: Xijr = µ + αi+βj+(αβ)ij+Еijr, dimana Xijr adalah variabel yang diamati, i adalah faktor suhu (i = 1,2,3), j adalah faktor waktu (j = 1,2,3), r adalah ulangan (r = 1,2,3), µ adalah nilai tengah umum, αi adalah pengaruh faktor suhu, βj adalah pengaruh faktor waktu (αβ)ij adalah pengaruh interaksi kedua faktor, Еijr adalah galat. Analisis beda nyata dilakukan dengan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan suhu medium, daya hantar listrik dan oksigen terlarut Suhu medium mempengaruhi daya hantar listrik dan oksigen terlarut didalamnya. Suhu meningkat mengakibatkan daya hantar listrik medium naik, sebaliknya apabila suhu menurun menyebabkan dhl turun. Lain halnya dengan kandungan oksigen terlarut, dalam hal ini
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
171
Oksigen terlarut Y= 13,4 - 0,2 X
10 8
3
6
Daya hantar listrik Y = 0,8 + 0,1 X
2
4
1
2
0
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Suhu medium (o C)
Gambar 1. Hubungan antara suhu medium, daya hantar listrik dan oksigen terlarut Berat kering Berat kering tanaman merupakan ukuran biomassa yang dibentuk selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berat kering tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang sesungguhnya sehingga dalam melakukan analisis pertumbuhan tanaman pertumbuhan tanaman senantiasa dihubungkan dengan berat kering. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada dua minggu pertama pertambahan berat kering berlangsung sangat lambat, namun setelah memasuki umur 3 dan 4 minggu setelah tanam pertambahan berat kering berlangsung lebih cepat. Umur 1 minggu setelah tanam, suhu relatif rendah daerah perakaran 15oC yang berlangsung selama 24 jam menurunkan berat kering baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. Suhu 20oC yang berlangsung selama 12 jam meningkatkan berat kering pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan suhu lingkungan perakaran tidak berpengaruh secara nyata terhadap berat kering.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
O2 terlarut (mg.l-1 )
4 Daya hantar listrik (mS)
ketika suhu naik menyebabkan oksigen terlarut turun, sebaliknya apabila suhu turun mengakibatkan oksigen terlarut naik sesuai dengan yang dilaporkan oleh Morgan (2000b). Kenyataan ini menjadi faktor yang sangat penting diperhatikan dalam praktek budidaya sistem hidroponik. Perubahan daya hantar listrik dan oksigen terlarut yang terjadi akibat perubahan suhu tersebut tidak terlepas dari adanya perubahan sifat fisika kimia air sebagai pelarut. Suhu meningkat menyebabkan bentuk tiga dimensi molekul air menjadi lebih terbuka sehingga ion-ion yang dikelilingi oleh molekul air lebih mobil sehingga daya hantar listrik meningkat. Apabila suhu menurun bentuk tiga dimensi molekul air lebih tertutup akibatnya ion ion yang dikelilinginya kurang mobil. Di samping itu, suhu lebih rendah mengakibatkan oksigen terlarut meningkat dan sebagian ion atau hara berpegangan dengan oksigen seperti yang dilaporkan Morgan (2000b). Gambar 1 menunjukkan bahwa hubungan antara suhu medium, daya hantar listrik dan oksigen terlarut sangat dekat yang ditunjukkan koefisien regressi sebesar 0,9. Dua buah garis lurus berpotongan pada suatu titik yang berada di antara suhu 25 - 30oC dimana oksigen terlarut berada diantara 7 – 8 mg.l-1 dan daya hantar listrik berada diantara 2,5 – 3,0 mS. Pada suhu di bawah 20oC, nilai daya hantar listrik kurang dari 2,0 mS, sebaliknya oksigen terlarut lebih dari 9 mg.l-1. Oksigen terlarut dan daya hantar listrik medium sangat penting bagi sistem perakaran agar dapat menyerap hara dan air dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Oksigen dibutuhkan untuk menghasilkan energi berupa ATP, sedangkan hara diserap dan digunakan untuk proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh tanaman.
172
Tabel 1. Berat kering (g/tanaman) pada berbagai suhu (oC) dan lama periode (jam) pengendalian lingkungan akar selama dua musim pertanaman umur 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah tanam. Musim
Kemarau
Lama
15
4 12 24
0,022 gh 0,028 fgh 0,018 h
20
4 12 24
4 12 24 Tanpa pengendalian 25
1
2
3
4
0,123 efg 0,123 efg 0,067 g
1,45 a 0,55 a 0,31 a
3,45 a 1,86 a 1,13 a
0,032 efgh 0,073 a 0,039 defg
0,090 fg 0,127 efg 0,163 efg
1,66 a 1,62 a 1,39 a
4,02 a 4,23 a 3,62 a
0,039 defg 0,026 gh 0,360 efg 0,046 def
0,093 fg 0,073 g 0,110 efg 0,240 de
1,44 a 1,21 a 1,30 a 1,68 a
4,22 a 3,41 a 3,47 a 3,54 a
15
4 12 24
0,066 ab 0,034 efgh 0,032 efgh
0,510 ab 0,413 bc 0,223 def
1,53 a 1,02 a 0,85 a
3,99 a 3,90 a 2,76 a
20
4 12 24
0,050 cde 0,046 def 0,038 defg
0,463 ab 0,553 a 0,300 cd
1,18 a 1,79 a 1,12 a
3,87 a 4,99 a 3,06 a
0,045 def 0,047 de 0,065 abc 0,055 bcd
0,473 ab 0,380 bc 0,590 a 0,493 ab
1,28 a 1,34 a 1,48 a 1,35 a
4,61 a 3,59 a 4,36 a 3,93 a
Hujan
4 12 24 Tanpa pengendalian 25
Interaksi Koefisien keragaman Keterangan:
Umur
Suhu
(+) 22,05
(+) 26,63
(-) 17,83
(-) 14,08
Dalam suatu kolom, angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%, (+) = terjadi interaksi, (-) = tidak terjadi interaksi.
Umur 2 minggu setelah tanam, suhu lingkungan perakaran tidak meningkatkan sacara nyata berat kering baik yang berlangsung pada musim kemarau maupun musim penghujan. Sebaliknya menurunkan berat kering pada suhu 15oC selama 24 jam, 20oC selama 4 jam dan 25oC yang berlangsung 4 sampai 12 jam pada musim kemarau, 15 dan 20oC yang berlangsung selama 24 jam pada musim penghujan. Umur 3 dan 4 minggu setelah tanam, berat kering tidak
berbeda secara nyata pada suhu lingkungan perakaran 15 sampai 25oC yang berlangsung 4 sampai 24 jam baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
173
Tabel 2. Berat kering (g/tanaman) pada berbagai suhu (oC) dan lama periode (jam) pengendalian lingkungan akar umur 3 dan 4 minggu setelah tanam. Suhu 15 20 25
Lama 4 12 24 4 12 24 4 12 24
Tanpa pengendalian
Umur 3
4
1,490 ab 0,785 c 0,578 c 1,418 b 1,708 a 1,255 b 1,360 b 1,275 b 1,390 b 1,518 ab
3,722 c 2,883 d 1,943 e 3,947 bc 4,610 a 3,338 cd 4,417 ab 3,502 cd 3,923 bc 3,737 c
Keterangan: Dalam suatu kolom, angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa umur 3 minggu setelah tanam, berat kering tidak meningkat secara nyata pada suhu daerah perakaran 15 sampai 25oC yang berlangsung 4 sampai 24 jam, bahkan suhu 15oC yang berlangsung 12 sampai 24 jam menurunkan berat kering secara nyata. Umur 4 minggu setelah tanam, suhu daerah perakaran 20oC yang berlangsung selama 12 jam dan suhu 25oC
selama 4 jam meningkatkan berat kering secara nyata. Nisbah akar tajuk Pertumbuhan akar dan tajuk mempunyai arti fisiologis karena dapat menggambarkan suatu jenis toleransi terhadap lingkungan, yang biasa dinyatakan sebagai nisbah akar tajuk. Kondisi lingkungan sangat kuat mengendalikan besarnya nisbah akar tajuk (Gardner et al, 1991). Tabel 3 menunjukkan bahwa umur 1 minggu setelah tanam, suhu daerah perakaran tidak berpengaruh secara nyata terhadap nisbah akar tajuk baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. Umur 2 minggu setelah tanam, suhu daerah perakaran 15 sampai 25oC yang berlangsung 4 sampai 24 jam tidak berpengaruh secara nyata terhadap nisbah akar tajuk pada musim penghujan, akan tetapi pada musim kemarau suhu 15 sampai 20oC yang berlangsung selama 24 jam dan suhu 25oC yang berlangsung 4 sampai 12 jam. Umur 3 minggu setelah tanam, suhu relatif rendah daerah perakaran 15oC yang berlangsung selama 24 jam meningkatkan nisbah akar tajuk baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. Suhu lebih tinggi 20oC selama 12 jam justru menurunkan nisbah akar tajuk secara nyata pada musim penghujan. Umur 4 minggu setelah tanam, suhu daerah perakaran 25oC yang berlangsung selama 24 jam menurunkan nisbah akar tajuk pada musim kemarau. Suhu 15oC yang berlangsung selama 24 jam dan suhu 25oC selama 4 jam meningkatkan nisbah akar tajuk pada musim penghujan.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
174
Tabel 3. Nisbah akar tajuk (g.g-1) pada berbagai suhu (oC) dan lama periode (jam) pengendalian lingkungan akar selama dua musim pertanaman umur 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah tanam. Musim
Kemarau
Umur
Suhu
Lama
15
4 12 24
0,28 a 0,32 a 0,30 a
0,51 bcde 0,52 bcde 0,56 bc
20
4 12 24
0,28 a 0,30 a 0,24 a
0,38 cdefg 0,53 bcde 0,55 bcd
0,14 e 0,19 bcde 0,15 e
0,16 bcd 0,16 bcd 0,16 bcd
0,35 a 0,19 a 0,25 a
0,75 a 0,57 b 0,42 bcdef
0,15 e 0,18 bcde 0,17 de
0,14 bcdef 0,09 f 0,10 ef
0,18 a
0,37 efg
0,17 cde
0,15 bcde
4 12 24 Tanpa pengendalian 25
1
2
3 0,18 bcde 0,22 bcd 0,34 a
4 0,12 cdef 0,14 bcdef 0,15 bcde
15
4 12 24
0,24 a 0,31 a 0,30 a
0,22 g 0,27 fg 0,38 defg
0,21 bcd 0,22 bc 0,34 a
0,14 bcdef 0,18 bc 0,27 a
20
4 12 24
0,23 a 0,26 a 0,33 a
0,29 fg 0,28 fg 0,30 fg
0,22 bc 0,15 e 0,18 bcde
0,17 bcd 0,11 def 0,15 bcde
0,25 a 0,24 a 0,30 a
0,26 fg 0,29 fg 0,27 fg
0,19 bcde 0,21 bcd 0,23 b
0,19 b 0,17 bc 0,14 bcdef
0,22 a
0,30 fg
0,22 bc
0,13 cdef
(+) 23,41
(+) 13,49
(+) 20,64
Hujan
4 12 24 Tanpa pengendalian 25
Interaksi Koefisien keragaman
(-) 38,32
Keterangan: Dalam suatu kolom, angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%, (+) = terjadi interaksi, (-) = tidak terjadi interaksi.
Nisbah akar tajuk mengalami peningkatan berarti pertumbuhan akar lebih dominan dibanding tajuk hal ini disebabkan akar mengalami hambatan dalam menyerap hara. Sebaliknya apabila nisbah akar tajuk mengalami penurunan berarti pertumbuhan tajuk lebih dominan dibanding akar, dalam hal ini akar mampu menyerap hara secara optimal untuk
mendukung pertumbuhan tajuk (Marschner, 1986). Klorofil Semua organisme penghasil oksigen mempunyai klorofil-a, sedangkan tanaman tingkat tinggi memiliki tambahan klorofil-b. Kedua jenis
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
175
klorofil tersebut mempunyai perbedaan dalam hal struktur molekul dan panjang gelombang sinar yang diserap. Klorofil-a cenderung menyerap sinar dengan panjang gelombang 700 nm atau ke arah sinar infra merah (Hipkins, 1984 dalam Wilkins, 1984). Tabel 4 menunjukkan bahwa 2 minggu setelah tanam, kadar klorofil secara umum pada musim penghujan relatif lebih tinggi dibanding musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan perbedaan intensitas sinar matahari, berdasarkan pengamatan selama percobaan intensitas sinar matahari pada musim penghujan hanya 1/3 dari intensitas sinar pada musim kemarau. Intensitas sinar rendah mendorong terjadinya pembentukan klorofil lebih banyak agar tanaman mampu menangkap sinar secara optimal untuk menghasilkan bahan kering yang tetap tinggi. Kenyataan menunjukkan bahwa bahan kering yang dihasilkan pada musim kemarau tidak berbeda dengan musim penghujan (Tabel 1). Loepold dan Kriedemann (1975) menyatakan bahwa dalam kloroplas terjadi mekanisme menghindar terhadap intensitas sinar tinggi, sebaliknya memposisikan diri untuk menangkap sinar sacara optimal pada kondisi intensitas sinar rendah. Pada musim kemarau, suhu daerah perakaran 15 sampai 25oC yang berlangsung 4 samapai 24 jam tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar klorofil total. Namun demikian suhu 15oC yang berlangsung 12 sampai 24 jam, suhu 20oC selama 4 jam dan suhu 25oC yang berlangsung 4 sampai 12 jam menurunkan kadar klorofil. Pada musim penghujan, suhu daerah perkaran 25oC yang berlangsung selama 24 jam meningkatkan kadar klorofil. Tabel 5 menunjukkan bahwa umur 4 minggu setelah tanam, suhu lingkungan akar 15oC yang berlangsung singkat selama 4 jam tidak
menurunkan kadar klorofil baik pada musim kemarau maupun musim penghujan, akan tetapi bila berlangsug lebih lama 12 sampai 24 jam menurunkan kadar klorofil pada musim kemarauu dan selama 24 jam pada musim penghujan. Suhu lebih tinggi 20oC yang berlangsung selama 12 sampai 24 jam dan suhu 25oC yang berlangsung 4 sampai 24 jam mampu meningkatkan kadar klorofil pada musim kemarau. Pada musim penghujan, suhu 20oC yang berlangsung selama 12 jam merupakan satu-satunya kondisi lingkungan akar yang mampu meningkatkan kadar klorofil. Suhu lingkungan akar atau medium antara 20 – 25oC merupakan kondisi yang dapat menyediakan oksigen dan daya hantar listrik yang menggambarkan ketersediaan hara secara cukup dan seimbang (Gambar 1). Di samping itu, kondisi tersebut juga memungkinkan sistem enzim bekerja secara efektif (Salisbury dan Ross, 1992). Dengan demikian serapan hara dapat berlangsung dengan baik, khususnya yang berkaitan langsung dengan pembentukan klorofil yaitu Mg sebagai inti, S dan K berperan dalam proses pembentukan tetapi bukan sebagai konstituen (Marschner, 1986). Suhu daerah perakaran relatif rendah 15oC yang berlangsung lama sekitar 24 jam menurunkan kadar klorofil baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. Kondisi tersebut mengakibatkan akar mengalami hambatan dalam penyerapan hara, hal ini dibuktikan dengan nisbah akar tajuk yang lebih tinggi (Tabel 3). Namun demikian suhu lingkungan akar 15oC yang berlangsung singkat sekitar 4 jam tidak menurunkan kadar klorofil secara nyata karena lamanya suhu tersebut tidak sampai menimbulkan cekaman terhadap akar (Levitt, 1980).
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
176
Tabel 4. Kadar klorofil-a, b dan total (µg/berat kering daun) pada berbagai suhu (oC) dan lama periode (jam) pengendalian lingkungan akar selama dua musim musim pertanaman umur 2 minggu setelah tanam. Musim
a
Klorofil b
4 12 24
0,75 hi 0,74 i 0,32 i
0,34 hi 0,21 hi 0,15 i
1,09 hi 0,69 i 0,47 i
4 12 24
0,51 i 0,74 hi 1,37 ghi
0,24 hi 0,32 hi 0,71 ghi
0,74 i 1,06 hi 2,08 ghi
0,51 i 0,22 i 0,83 hi 2,06 fgh
0,23 hi 0,28 hi 0,40 hi 1,02 fgh
0,74 i 0,50 i 1,24 hi 3,08 fgh 5,90 de 8,73 bc 4,01 efg
Suhu
Lama
15
20
Kemarau
4 12 24 Tanpa pengendalian 25
15
4 12 24
3,93 de 5,42 bc 2,57 efg
1,97 de 3,31 ab 1,44 efg
20
4 12 24
4,83 cd 6,44 ab 3,11 ef
2,46 cd 3,56 ab 1,61 ef
7,29 cd 10,00 ab 4,71 ef
5,52 bc 3,97 de 6,96 a 5,35 bcd
3,09 bc 2,21 de 3,98 a 3,12 bc
8,61 bc 6,18 de 10,94 a 8,46 bc
29,09
28,59
Hujan
4 12 24 Tanpa pengendalian 25
Koefisien keragaman
Total
28,34
Keterangan: Dalam suatu kolom, angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
177
Tabel 5. Kadar klorofil-a, b dan total (µg/berat kering daun) pada berbagai suhu (oC) dan lama periode (jam) pengendalian lingkungan akar selama dua musim pertanaman umur 4 minggu setelah tanam. Musim
Kemarau
a
Klorofil b
Total
4 12 24
47,3 bcde 28,0 g 11,9 h
33,1 defg 20,1 hi 6,5 j
80,4 bcde 48,1 g 18,4 h
4 12 24
43,8 cdef 54,9 bcd 51,6 bcde
25,3 fghi 41,0 bcd 44,4 bc
69,1 efg 96,0 bc 96,4 bc
4 12 24 Tanpa pengendalian
53,4 bcd 50,8 bcde 52,0 bcde 42,3 def
35,0 cde 49,3 ab 44,5 bc 27,8 efgh
88,6 bcde 100,0 b 96,5 bc 70,1 def 90,4 bcde 95,7 bc 50,4 fg
Suhu
Lama
15
20
25
15
4 12 24
53,4 bcd 55,6 bc 33,9 fg
37,0 cde 40,2 bcd 16,6 i
20
4 12 24
52,7 bcd 74,2 a 25,7 g
41,2 bcd 56,6 a 24,3 ghi
4 12 24 Tanpa pengendalian
59,3 b 39,7 ef 54,6 bcd 45,7 cdef
38,3 cd 34,2 def 37,3 cde 34,9 cde
97,6 b 73,9 cde 91,9 bcd 80,6 bcde
14,8
14,82
14,58
Hujan 25
Koefisien keragaman
93,9 bc 130,8 a 50,0 fg
Keterangan: Dalam suatu kolom, angka diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
KESIMPULAN DAN SARAN Kadar klorofil tanaman selada meningkat pada suhu lingkungan perakaran 20 sampai 25oC yang berlangsung sekitar 12 jam berlaku baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. Suhu relatif tinggi lebih dari 25oC dan suhu relatif rendah sekitar 15oC daerah perakaran yang berlangsung cukup lama sekitar
24 jam cenderung menurunkan kadar klorofil baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. Apabila menanam selada secara hidroponik disarankan agar suhu medium atau daerah perakaran dipertahankan antara 20 sampai 25oC berlangsung selama siang hari.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
178
DAFTAR PUSTAKA Abbas, M.L. and J.H., Lorenzen, 1995. Effect of High Temperature on Plant Growth and Carbohydrate Metabolism in Potato. Plant Physiol. 109:637-643. Feng Zhang and D.L. Smith, 1995. Preincubation of Bradyrhizobium japonicum with Genistein Acceleases Nodule Development of Soybean at Suboptimal Root Zone Temperatures. Plant Physiol. 108:961-968. Fryer. M.J., K. Oxborough, B. Martin, D.R. Ort and N.R. Baker, 1995. Factors Associated with Depression of Photosynthetic Quantum Efficiency in Maize at Low Growth Temperature. Plant Physiol. 108:761-767. Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. German, A., Bollero, Donald G., Bullock and S.E. Hollinger, 1996. Soil Temperature and Planting Date Effects on Corn Yield, Leaf Area, and Plant Development. Agron. J. 88:385-390. Halim Ben-Haj-Salah and Franqcois Tardieu, 1995. Temperature Affects Expansion of Maize Leaves without Change in Spatial Distribution of Cell Lenght (Analysis of the Coordination between Cell Division and Cell Expansion. Plant Physiol. 109:861-870. Kimura, A., T. Hamada, E.H. Morita and H. Hayashi, 2002. A High Temperature-Sensitive Mutant of Synechoccus sp. PCC 7002 with Modifications in the Endogenous Plasmid, pAQ1. Plant Cell Physiol. 43 (2) : 217 – 223. Klock, K.A., H.G. Taber, and W.R. Graves, 1997. Root Respiration and Phosphorus Nutrition of Tomato Plants grown at a 36 o C Rootzone Temperatur. J. AMER.Soc.HORT.Sci. 122(2):175-178. Kollenback, R.L., A.G. Matches and J.R. Mahan, 1996. Stainfoin Regrowth Declines as Metabolic Rate Increases with Temperature, Crop Sci. 36:91-97.
Leopold, A.C. and P.E. Kriedemann, 1975. Plant Growth and Development 2 nd Edition. Mc Graw-Hill Book Company. New York.. Marschner, 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press. New York. Mengel, K. and E.A. Kirkby, 1978. Principles of Plant Nutrition. International Potash Institute. Switzerland. Morgan, L., 2000a. Nutrient Ratios and Uptake in Hydroponic Systems, Practical Hydroponic and Greenhouses, March/April : 32 – 33. Morgan, L., 2000b. The Importance of Oxygen in Hydroponic, Practical Hydroponic and Greenhouses, May/June : 50 – 64. Morgan, L., 2005. Powering up the Root System, Growing Edge, Volume 15, Number 4. New Moon Publishing Cornvallis, Oregon. Ruter, J.M. and D.L. Ingram, 1992. High Root-zone Temperatures Influence Rubisco Activity and Pigment Accumulation in Leaves of Rotundifolia Holly. J.AMER.Soc.HORT.Sci. 117 (1) : 154 – 157. Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company.California. Sundstrom, A.C., 1982. Simple Hidroponics for Australian Home Gardeners. Thomas Nelson. Melbourne Australia. Tewari, A.K. and B.C.Tripathy, 1998. Temperature Stress Induced Impairment of Chlorophyll Biosynthetic Reactions in Cucumber and Wheat. Plant Physiol. 117:851-858. Udomprasert, N., P.H. Li, D.W. Davis and A.H. Markhart III, 1995. Effects of Root Temperatures of Leaf Gas Exchange and Growth at High Air Temperature in Phaseolus acutifolius and Phaseolus vulgaris. Crop Sci. 35 : 490 – 495. Wilkins, M.B., 1984. Advanced Plant Physiology. Pitman Publishing Limited. London. Yos Sutiyoso, 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128