187
PENINGKATAN VIABILITAS BENIH JATI (Tectona grandis L.f) DENGAN TEHNIK INVIGORASI BENIH MENGGUNAKAN BIOMATRICONDITIONING Pseudomonas fluorescens Oleh: La Ode Afa 1)
ABSTRACT The purpose this experiment was to study effect invigorations technical at seed viability Tectona grandis. Result of the experiment indicated that treatment “seed invigoration technical” significantly to improving capacity seedling by 32.65%, maximum growth potential by 29.41%, T50 by 17.31% and leaf area 4 MST by 89.45% to control, and cannot affected significantly to speed, uniformity seedling and leaf area 8 MST. By and large the treatment biopriming + Pseudomonas fluorescens PG01 in improving seed viability Tectona grandis. Key words: Biomatriconditioning, Invigoration, Pseudomonas fluorescens, Seedling dan Viability
PENDAHULUAN Jati (Tectona grandis L.f) merupakan salah satu dari sekian banyak jenis pohon di hutan tropis. Jenis pohon ini sangat terkenal di Indonesia bahkan di dunia Internasional karena jenis pohon ini mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Bagian dari tanaman jati yang mempunyai nilai ekonomis tinggi adalah batangnya yang digunakan dalam bentuk kayu jati. Kayu jati banyak digunakan antara lain untuk bahan bangunan, mebel, geladak kapal dan peti. Oleh karena itu, pengembangan dan peningkatan produktivitasnya baik kualitas maupun kuantitas perlu terus diupayakan. Salah satu upaya pengembangan dan peningkatan produktivitas tanaman jati adalah dengan penggunaan benih bermutu tinggi, hal ini karena sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dan sampai saat ini benih masih merupakan bahan perbanyakan utama dalam pengembangan jati. Namun demikian, proses pengembangan benih jati masih menemukan beberapa kendala. Kendala utama dalam pengembangan penanaman jati adalah dalam hal persentase perkecambahan benih yang rendah. Hal ini disebabkan karena buah jati termasuk dalam
1
jenis buah batu yang memiliki kulit keras (Mahfud, 2002). Selain itu dapat juga disebabkan karena kegagalan sel-sel embrio yang sudah berkembang untuk menembus perikarp yang keras dan tebal (Yadav, 1992 dalam Rizain, 1999) dan karena ketidakseimbangan cadangan makanan dalam benih, adanya inhibitor perkecambahan dalam mesokarp dan after ripening (Gupta & Pattanath, 1975). Oleh karena itu, jika hambatan-hambatan perikarp bisa diatasi, benih memungkinkan akan segera berkecambah. Beberapa cara pemecahan dormansi benih yang disebabkan oleh kulit keras telah dilakukan antara lain dengan invigorasi dalam air dingin dan air panas kemudian dijemur di bawah terik sinar matahari, selama satu minggu (Mahfud, 2002). Invigorasi benih pada prinsipnya adalah untuk memobilisasi sumberdaya yang dimiliki ditambah dengan benih (internal) sumberdaya dari luar (eksternal) untuk memaksimumkan perbaikan pertumbuhan dan hasil tanaman (Ilyas, 1995). Perlakuan invigorasi yang lain adalah perendaman benih atau hidrasi terkontrol oleh potensial air yang rendah dari media imbibisi yang berupa padatan lembab atau yang disebut dengan
) Staf Pengajar Pada Fakultas Pertanian18 Universitas Kendari. 2008, ISSN 0854-0128 AGRIPLUS, Volume NomorHaluoleo, : 03 September
187
188
matriconditioning. Media padatan lembab yang digunakan adalah serbuk gergaji dan abu arang sekam, yang diketahui memiliki daya pegang air yang tinggi, dan memiliki kemampuan melekat pada permukaan benih, sehingga memperlancar penyerapan air, dan oksigen dalam benih. Berdasarkan hambatan perkecambahan benih jati yang tidak hanya disebabkan oleh kulit benih yang keras tetapi juga karena adanya inhibitor perkecambahan dalam mesokarp dan after ripening maka alternatif lain yang bisa dikombinasikan dengan perlakuan matriconditioning untuk meningkatkan persentase perkecambahan benih jati adalah dengan perlakuan Biomatriconditioning menggunakan rizobakteri yakni kelompok bakteri yang hidup dan berkembang di daerah rizosfer tanaman antara lain Strain Pseudomonas fluorescensputida. Kelompok ini diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman dapat meningkat. Hellriegel dan Wilfarth (1889) dalam Khaerul (2004) merupakan peneliti pertama yang melaporkan manfaat dari kelompok bakteri ini antara lain dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacangkacangan karena bakteri ini mampu mengahasilkan hormon tumbuh seperti IAA. (thakuria et al., 2004, Patten & Glick, 2002 dalam Sutariati et al., 2006), juga menghasilkan sitokinin (Garcia de Salamone & Nelson, 2004 dalam Sutariati et al., 2006). Pseudomonas Kemampuan fluorescens menghasilkan hormon tumbuh merupakan suatu alternatif bioteknologi yang diduga akan dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih jati yang diketahui mempunyai dormansi benih yang antara lain disebabkan oleh inhibitor perkecambahan dan after ripening, meskipun penelitian yang terkait dengan ini masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian untuk meningkatkan viabilitas benih jati dengan teknik Biomatriinvigorasi menggunakan conditioning Pseudomonas fluorescens sangat penting untuk dilakukan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Unit Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari, yang berlangsung mulai Juni sampai September 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jati, serbuk gergaji, abu arang sekam, aquades, tanah, pasir, dan bakteri Pseudomonas fluorescens, agar-agar, aluminium foil. Sedangkan alatalat yang digunakan adalah kotak perkecambahan, oven, timbangan analitik, gelas ukur, pipet, toples plastik, cawan petri, erlenmeyer, autoclave, laminar air flow cabinet, mistar dan alat tulis menulis. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, terdiri atas 10 perlakuan invigorasi benih yaitu Kontrol (M0), Priming/Hidrasi (M1), Matriconditioning dengan serbuk gergaji (M2), Matriconditioning dengan abu arang Biopriming dengan sekam (M3), Pseudomonas fluorescens (M4), Biomatriconditioning dengan Pseudomonas fluorescens + serbuk gergaji (M5), dan Biomatriconditioning dengan Pseudomonas flurescens + abu arang sekam (M6). Keseluruhan perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga total unit percobaan adalah 21 unit. matriconditioning yang Media digunakan dalam penelitian adalah serbuk gergaji dan abu arang sekam. Sebelum digunakan media disterilkan terlebih dahulu selama 24 jam pada suhu 1000C. Benih jati yang digunakan adalah benih yang berasal dari Kabupaten Muna. Priming (Hidrasi) benih dilakukan dengan cara membenamkan benih dalam air selama 3 x 24 jam, setiap 1 x 24 jam air diganti. Matriconditioning dengan serbuk gergaji, menggunakan perbandingan benih:media:air, 1:0,7:1, benih dibenamkan dalam media selama 7 x 24 jam pada suhu kamar. Matriconditioning dengan abu arang sekam, menggunakan perbandingan benih : media : air, 1:0,7:1, benih dibenamkan dalam media
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
189
selama 7 x 24 jam pada suhu kamar. Pseudomonas Biopriming dengan fluorescens, benih direndam selama 3 x 24 jam, dalam air yang telah bercampur dengan Pseudomonas fluorescens. isolate Biomatriconditioning dengan Pseudomonas fluorescens + serbuk gergaji, dilakukan dengan cara membenamkan benih dalam media serbuk gergaji yang mengandung Pseudomonas fluorescens selama 7 x 24 jam. Biomatriconditioning dengan Pseudomonas fluorescens + abu arang sekam, dilakukan dengan cara membenamkan benih dalam media abu arang sekam yang mengandung Pseudomonas fluorescens selama 7 x 24 jam. Isolat Pseudomonas fluorescens yang digunakan sebelumnya ditumbuhkan dalam media TSA padat, dan diinkubasi selama 48 jam. Benih jati didesinfeksi dengan natrium hipoklorit 2% selama lima menit, dicuci tiga kali dengan air steril, dan dikering-anginkan dalam laminar air flow cabinet selama satu jam. Benih yang telah di kering-anginkan (1 g) direndam selama 24 jam dalam suspensi masing-masing isolat rizo-bakteri 50 ml) pada suhu 26oC. Setelah perlakuan, benih kembali dikering-anginkan dalam laminar air flow cabinet dan disimpan hingga siap digunakan. Benih dikecambahkan di dalam kotak pengecambahan yang sudah disiapkan dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 6 cm. Media yang
digunakan yaitu tanah, pasir, pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Sebelum digunakan media dicampur secara merata dan disterilkan dengan oven pada suhu 1000C selama 1 hari. Benih dikecambahkan sebanyak 25 benih per kotak dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm. Pengamatan dilakukan pada peubah Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh, Kecepatan Tumbuh, Keserempakan Tumbuh, Luas daun dan T50. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan teknik invigorasi benih berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun 4 MST, berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan T50, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kecepatan perkecambahan, keserempakan tumbuh, dan luas daun 8 MST. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan tehnik invigorasi terhadap peningkatan viabilitas benih jati (Tectona grandis L.F) pada berbagai peubah pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh perlakuan tehnik invigorasi terhadap viabilitas benih jati No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Peubah yang diamati Daya berkecambah (%) Potensi tumbuh (%) Kecepatan perkecambahan (%/etmal) Keserempakan tumbuh (%) T50 (hari) Luas daun 4 MST (Minggu setelah tanam) Luas daun 8 MST
Hasil uji F * * tn tn * ** tn
Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata * = Berpengaruh nyata ** = Berpengaruh sangat nyata
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
190
Pemanfaatan rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman atau populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman merupakan metode baru dalam bidang pertanian. Aktivitas rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu pertumbuhan. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitan dengan kemampuan rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman menekan aktifitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik (Kloepper, 1993). Beberapa penelitian juga mengindikasikan adanya pengaruh positif pemanfaatan rizobakteri sebagai pemacu (Pseudomonas pertumbuhan tanaman fluorescens) pada berbagai tanaman seperti kacang-kacangan (buncis, kacang tanah,
kacang panjang, dan kedelai), kapas, berbagai tanaman sayuran dan juga tanaman pohonpohonan (apel dan jeruk). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan rizobakteri memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa rizobakteri. Hal ini ditunjukkan dari hasil rata-rata semua peubah pengamatan pada setiap perlakuan dengan rizobakteri. Pada peubah daya kecambah dan potensi tumbuh maksimum (Tabel 2 dan 3) menunjukkan bahwa pada perlakuan biopriming dengan P. fluorescens PG01 dimana benih direndam selama 3x24 jam memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karen pemanfaatan rizobakteri P. fluorescens PG01 sebagai rizobakteri pemacu tumbuh tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam dua kategori yaitu (i) sebagai pemacu atau perangsang pertumbuhan dengan mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (AIA), giberelin, sitokinin dan etilen pada lingkungan akar, (ii) mampu menambat N2 dari udara secara simbiosis (Kloepper, 1993).
Tabel 2. Rata-rata daya berkecambah (%) benih jati yang diberi perlakuan invigorasi benih. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7
Perlakuan M0 (Kontrol) M1 (Priming) M2 (Biopriming PG01) M3 (Matric SG) M4 (Matric AS) M5 (Biomatric PG01 + SG) M6 (Biomatric PG01 + AS)
Daya Berkecambah (%) 49bc 49bc 65a 48bc 39c 59ab 44c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α 0,05, PG (Pseudomonas), SG (Serbuk Gergaji), dan AS (Abu Arang Sekam).
Perlakuan biopriming dengan P. fluorescens PG01 dapat meningkatkan daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum, dengan persentase peningkatan masingmasing 32,65% untuk daya berkecambah dan
29,41% untuk potensi tumbuh maksimum dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sejalan dengan pendapat Karssen et al., (1989) mengemukakan bahwa selama proses priming terjadi peningkatan aktivitas enzim sehingga
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
191
menyebabkan perubahan molekuler, selanjutnya benih yang telah mengalami conditioning menunjukkan proses Tabel 3. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
peningkatan aktivitas phosphatase dan esterase serta dapat menghilangkan asam absisak pada benih (Khan et al., 1978).
Rata-rata potensi tumbuh maksimum benih jati yang diberi perlakuan invigorasi benih. Perlakuan M0 (Kontrol) M1 (Priming) M2 (Biopriming PG01) M3 (Matric SG) M4 (Matric AS) M5 (Biomatric PG01 + SG) M6 (Biomatric PG01 + AS)
Potensi Tumbuh Maksimum (%) 51bc 49bc 66a 48bc 44c 59ab 47bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α 0,05, PG (Pseudomonas), SG (Serbuk Gergaji), dan AS (Abu Arang Sekam)
Rizobakteri P. fluorescens PG01 yang digunakan akan bersimbiosis setelah pertumbuhan kecambah di lapangan yakni mengkolonisasi akar, sehingga setelah radikel Pseudomonas sebagai muncul peran fasilitator penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah dan pemacu pertumbuhan dengan mensisntesis berbagai zat pengatur tumbuh seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen pada lingkungan akar, akan mampu mempercepat pertumbuhan kecambah. Hal ini sejalan dengan pendapat Fravel (1988) bahwa sebutan rizobakteri pada bakteri Pseudomonas sehubungan dengan kemampuannya mengkolonisasi disekitar daerah akar dengan cepat. biomatriconditioning Perlakuan dengan P. fluorescens PG01 + serbuk gergaji, diindikasikan mampu meningkatkan kecepatan perkecambahan dan keserempakan tumbuh, dengan persentase peningkatan masing-masing 31,82% untuk kecepatan perkecambahan dan 47,36% untuk keserempakan tumbuh dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena kemampuan
serbuk gergaji untuk melekat pada permukaan benih, daya larutnya dalam air rendah sehingga tetap utuh selama conditioning dan memiliki daya pegang air yang tinggi, sehingga memperlancar penyerapan air, oksigen dalam benih (Khan et al., 1990), selain itu penggunaan serbuk gergaji sebagai matriconditioning dapat melunakkan kulit benih, menyebabkan air dan oksigen dapat meresap ke dalam benih sehinga memudahkan proses perkecambahan dan mampu mengimbibisi secara terkontrol selama priming (Khan ,1992). Hal ini sejalan dengan pendapat Pranoto et al., (1990) bahwa terdapat beberapa faktor penting yang dibutuhkan untuk proses perkecambahan benih diantaranya air, oksigen, suhu dan cahaya. Selain itu, Sutariati (2002) juga mengemukakan bahwa pada benih cabai, terjadi peningkatan daya berkecambah dan kecepatan perkecambahan pada benih yang diberi perlakuan teknik invigorasi menggunakan matriconditioning serbuk gergaji.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
192
Tabel 4. Rata-rata T50 benih jati yang diberi perlakuan invigorasi benih. NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perlakuan M0 (Kontrol) M1 (Priming) M2 (Biopriming PG01) M3 (Matric SG) M4 (Matric AS) M5 (Biomatric PG01 + SG) M6 (Biomatric PG01 + AS)
T 50(Hari) 51,70a 47,62ab 52,08a 44,07b 42,86b 47,75ab 43,84b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α 0,05, PG (Pseudomonas), SG (Serbuk Gergaji), dan AS (Abu Arang Sekam).
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan biopriming dengan P. fluorescens PG01 dengan perendaman selama 3x24 jam mampu mempercepat waktu untuk mencapai 50% dari total pemunculan kecambah dengan persentase peningkatan sebesar 17,31% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga
karena kemampuan rizobakteri P. fluorescens sebagai agens hayati untuk menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan tanaman sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% dari total pemunculan kecambah.
Tabel 5. Rata-rata luas daun pada umur 4 MST yang diberi perlakuan invigorasi benih NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perlakuan M0 (Kontrol) M1 (Priming) M2 (Biopriming PG01) M3 (Matric SG) M4 (Matric AS) M5 (Biomatric PG01 + SG) M6 (Biomatric PG01 + AS)
Luas Daun (cm2) 2,75c 5,21a 4,35ab 4,79a 3,39bc 3,29bc 4,79a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata α 0,05, MST (Minggu Setelah Tanam), PG (Pseudomonas), SG (Serbuk Gergaji), dan AS (Abu Arang Sekam).
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan priming, diperoleh luas daun yang lebih tinggi dengan persentase peningkatan sebesar 89,45% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sejalan dengan pendapat Come et al., (1997) yang menyatakan bahwa perkecambahan benih yang diberi perlakuan invigorasi akan lebih cepat dan seragam, dan kurang sensitif terhadap pengurangan oksigen daripada benih yang tidak diberi perlakuan invigorasi. Selanjutnya Hardegree dan
Emmerich (1992) mengemukakan bahwa selama conditioning benih akan menyerap air, tetapi radikula tidak muncul dan mampu mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan biomatriconditioning dengan P. fluorescens PG01 + serbuk gergaji memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan biomatriconditioning dengan P. fluorescens
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
193
PG01 + abu arang sekam. Hal ini disebabkan karena rizobakteri P. fluorescens PG01 memiliki dinding sel yang tipis sehingga apabila diintegrasikan dengan abu arang sekam yang mempunyai kadar silika tinggi dan morfologinya tajam akan meyebabkan pelukaan pada sel rizobakteri P. fluorescens PG01. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa benih yang diberi perlakuan memberikan respon yang berbeda dengan
A
benih yang tidak diberi perlakuan teknik invigorasi dengan P. fluorescens PG01. Walaupun perbedaannya tidak signifikan, namun dari segi penampakan morfologi (performansi) perbedaan tersebut sangat nampak. Salah satu contohnya warna daun dan ukuran luas daun, dimana benih yang diberi perlakuan utamanya dengan pemanfaatan rizobakteri P. fluorescens PG01 terlihat berwarna hijau tua dan ukurannya pun lebih luas (Gambar 1).
B
Gambar 1. Performnasi benih jati umur 56 hari setelah tanam yang mendapat perlakuan invigorasi benih : kontrol (A) dan Biopriming Pseudomonas fluorescens PG01 (B).
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) secara umum teknik invigorasi biopriming dengan P. fluorescens PG01 berpengaruh terhadap viabilitas benih jati; (2) Perlakuan biopriming dengan P. fluorescens PG01 mampu meningkatkan daya berkecambah 32,65%, potensi tumbuh maksimum 29,41%, T50 17,31% dan luas daun 89,45% dibandingkan dengan kontrol. Saran Untuk mengetahui efektifitas perlakuan biopriming terhadap viabilitas benih jati perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkombinasikan berbagai konsentrasi suspensi dan lama perendaman dan perlu pengamatan sampai pada pertumbuhan bibit.
Ucapan terimakasih Terimakasih kami sampaikan pada saudari Sashariwati yang telah membantu secara teknis pelaskanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Come, D., N. Ozbingol and F. Corbineau. 1997. Beneficial effect of priming on seed quality. abstr. P. 69. In. The Second International Conference on Seed Science and Technology. Guangzhou. China. Fravel, D.R. 1988. Role of antibiosis in the biocontrol of plant diseases. Annu. Rev. phytopathology. 26:75-91. Gupta, B. N. and P. G. Pattanath. 1975. Factors affecting germination behaviour of teak seeds of eighteen Indian origin. Indian Forester 101 (10) : 584:587.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128
194
Hardegree, P and W. F. Emmerich. 1992. Effect of matric-priming duration and priming water potensial on germination of four grasses. J. Exp. Bot. 43:353-361. Ilyas, S. 1995. Perubahan Fisiologis Benih Dalam Proses Seed Conditioning. Keluarga Benih 6(2): 70-79. Khaerul, U. 2001. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[email protected] [29 oktober 2006]. Khan, A.A., H. Miura, J. Prusinski and S. Ilyas. 1990. Matriconditioning of seed to improve emergence. Proceedings of the Symposium on Stand Establishment of Horticultural Crops. April 4-6. Minneapolis, Minnesota. Khan, A.A. 1992. Matriconditioning of vegetable seeds improve stand establishmend in early field plantings. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(1):4147. Kloepper, J.W. 1993. Plant growth promoting rhizobacteria as biological control agents.p. 255-247. In F.B. Meeting, Jr. (Ed.). Soil Microbial Ecology, Applications in Agricultural and Enviromental Management. Marcel Dekker, Inc. New York.
Mahfud. 2002. Budidaya Tanaman Jati. Pusat Penelitian Pengembangan dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pranoto, H. S., W. Q. Mugnisjah, dan E. Murniati. 1990. Biologi Benih. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor. UPT Produksi Media Informasi, Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Rizain, A.W. 1999. Pengaruh Tipe Penyerbukan terhadap Produksi Benih dan Peran Perlakuan Invigorasi terhadap Peningkatan Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis L.f.). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutariari, G.A.K. 2002. Peningkatan Performansi Benih Cabai (Capsicum annuum L.). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://tumoutou.net/702-05123/gustiayu-ks.htm [4 November 2007]. Sutariati, G.A.K. Widodo. Sudarsono. Ilyas, S. 2006. Pengaruh Perlakuan Rizobacteri Pemacu Pertumbuhan Bibit Tanaman Cabai. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Buletin Agronomi 34:46-54.
AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN 0854-0128