246
STUDI IDENTIFIKASI DAERAH BERPOTENSI RAWAN BENCANA KEBAKARAN HUTAN PADA KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) NIPA-NIPA Oleh : Zulkarnain 1) dan Ld. Muh. Abdih M. 2) ABSTRACT This study aims to identify areas potentially prone to fires in the area of Tahura Nipa-Nipa. This research was conducted from March to April 2010 in Regions of Tahura Nipa-Nipa with an area 7877.5 ha. The instrument used is a set of computer equipment, survey equipment and stationery. Processing of spatial data using Geographic Information System (GIS) Arcview project is 3.2. Variable research to identify potentially vulnerable areas of forest fires is the type of soil, elevation, and land use. These data are analyzed by using quantitative descriptive analysis. The results showed that the region is potentially prone to fires in the area of Tahura Nipa-Nipa grouped into 4 classes, where the level of fire-prone forests with high criteria covering 1548.13 or 20%, while the area of 3712.79 hectares or 47%, lower area of 1106.37 Ha or 14%, not prone area of 1510.26 Ha or 19%. From the results of this research is necessary to the management of areas that are potentially vulnerable to forest fires. Prevention efforts as early as possible is very important to be done to prevent catastrophic forest fires in the Tahura Nipa-Nipa. Key words: Forest fires riks, geographic information system, forest park.
PENDAHULUAN Kawasan Pelestarian Alam Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa merupakan salah satu kawasan Konservasi di Provinsi Sulawesi tenggara yang ditetapkan berdasarkan Kepmenhut No. 103/Kpts-II/1999 Tanggal 1 Maret 1999 dengan luas 7.877,5 Ha. Kawasan ini mempunya fungsi strategis perlindungan sistem penyangga kehidupan antara lain pemeliharaan tata air, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta keunikan panorama alam yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk konservasi, koleksi, edukasi, dan rekreasi. Namun disisi lain kerusakan dan gangguan terhadap Tahura Nipa-Nipa terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat yang dicirikan dengan pergeseran proporsi luasan pada tiap unit penutupan lahan hutan dari tahun ke tahun. Fenomena yang terlihat jelas di lapangan adalah perambahan tahura menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Saat ini sebagian hutan telah berubah fungsi dari fungsi ekologi menjadi fungsi ekonomi dan sosial, karena adanya warga yang secara turun-temurun bermukim dan mengolah hutan. Hingga saat ini lebih
dari 300 KK memanfaatkan kawasan konservasi Tahura Nipa-Nipa sebagai lokasi permukiman (berita2.com, 2009) . Kondisi di atas tentu akan berimplikasi pada besarnya potensi bencana yang mungkin terjadi akibat dari menurunnya kualitas dan kuantitas kawasan Tahura NipaNipa. Melihat besarnya gangguan yang diakibatkan oleh faktor manusia, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan terjadinya bencana kebakaran hutan. Meskipun penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut: (1) Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah, (2) Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit, (3) Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
AGRIPLUS, Nomor : 03 Universitas September 2010, Kendari. ISSN 0854-0128 ) Staf Pengajar Pada JurusanVolume Kehutanan20 Fakultas Pertanian Haluoleo, ) Alumni Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
1 2
246
247
Hingga saat ini memang belum pernah terjadi kebakaran hutan di wilayah Tahura Nipa-Nipa, namun deteksi dini terhadap wilayah yang berpotensi rawan kebakaran merupakan langkah yang bijak, mengingat fenomena yang terjadi saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai studi dan pemetaan wilayah berpotensi rawan kebakaran di Tahura Nipa-Nipa Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diharapkan mampu memberikan masukan guna penentuan kebijakan pengelolaan Tahura Nipa-Nipa ke depan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2010 di Kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa, Kota Kendari dan Kabupaten Konawe dengan luas 7.877,5 Ha. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang terdiri
dari perangkat keras dan perangkat lunak berupa Software analisis ArcView 3.2 dengan bantuan extensions Image Analyst, Spatial Analyst dan Geoprocessing. Peralatan survey yaitu, Global Position System (GPS), Abney Level, Kompas, Altimeter, Parang, Meteran dan Kamera Digital Serta seperangkat Alat Tulis Kantor. Adapun bahan yang digunakan adalah Peta Topografi Lembar Sultra skala 1 : 50.000. Hasil Interpretasi Citra satelit Landsat 7 ETM+ pada Tahura Nipa-Nipa tahun 2005, Peta jenis tanah Tahura Nipa-Nipa skala 1:50.000, Peta Fungsi Kawasan dan Peta Produktivitas Lahan serta Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 1999. Variabel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini mencakup : Jenis tanah. Variabel ini diidentifikasi pada jenis tanah yang digunakan berdasarkan data peta jenis tanah yang sudah ada. Klasifikasi dan nilai skor faktor jenis tanah lapangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi dan nilai skor faktor jenis tanah lapangan di Kawasan Tahura Nipa-Nipa No. Kelas Jenis tanah 1. I Aluvial, glei, planosol, hidromerf, laterik air tanah 2. II Latosol 3. III Brown forest soil, Non calcic brown Mediteran. 4. IV Andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolic. 5. V Regosol, litosol, organosol, rensina.
Klasifikasi Tidak peka Kurang peka Agak peka Peka Sangat peka
Skor 1 2 3 4 5
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. 683/Kpts/Um/8/1981.
Elevasi atau ketinggian. Variable ini digunakan untuk membedakan dataran rendah, pegunungan bawah, dan dataran tinggi. Klasifikasi dan nilai skor faktor elevasi lapangan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi dan nilai skor faktor elevasi lapangan di Kawasan Tahura Nipa-Nipa No. Kelas Elevasi Klasifikasi Skor 1. I 0 -25 Dataran Rendah 1 2. II 25 – 1000 Lahan Kering 2 3.
III 1000 -3000 Dataran Tinggi
Sumber : Whitten, et al. (2000).
3
Penggunaan lahan. Variabel ini diidentifikasi untuk mengetahui pemanfaatan lahan. Kriteria pengkodean yang digunakan dalam analisis tingkat kerentanan kebakaran hutan dan lahan adalah perkebunan = 1, permukiman = 4, hutan lebat = 0, belukar = 3, kebun campuran = 2, dan tegalan = 5 (B.J. Pratondo, et al., 2006). Pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, dan kegiatan survei lapangan dengan bantuan peta kerja yang telah dibuat dari hasil overlay peta penutupan lahan yang ada. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mencatat sifat-sifat fisik di lapangan dan mengoreksi data
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
248
sekunder hasil interpretasi citra satelit, serta peta-peta lain dengan keadaan lokasi penelitian. Pengolahan data Spasial kawasan rawan kebakaran menggunakan perangkat lunak (software) SIG yaitu ArcView 3.2. Analisis spasial meliputi analisis vektor dan raster, dimana model data vektor dapat menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, area atau polygon beserta atribut-atributnya. Data-data spasial di matching sehingga dihasilkan tingkat kerentanan kebakaran hutan dan lahan. Nilai terendah = 0 + 1 + 2 = 3; Nilai tertinggi = 5 + 2 + 4 = 11; Kelas interval = 4 (Sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah) dan Rentang kelas = (11 – 3)/4 = 2.
mengenai wilayah yang berpotensi rawan kebakaran hutan pada Kawasan Tahura NipaNipa.
Gambar 1. Peta Kawasan Tahura Nipa-Nipa
Tabel 3. Interval kelas rawan kebakaran pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa No. 1. 2. 3. 4.
Kelas interval Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah
Skor ≥9 7 – 8.9 5 – 6.9 ≤ 4.9
Sumber : Laela dan Sigit (2008).
Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif, berupa angka-angka atau tabulasi data dari variabel. Hasil dari analisis ini, akan memberikan data dan informasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tanah Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari badan pertanahan nasional Provinsi Sulawesi Tenggara, peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1992 dan Google Earth tahun 2010 diketahui jenis tanah di lapangan di peroleh dua kelas yaitu (1) Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning, Litosol dengan klasifikasi agak peka dan (2) Podsolik Merah Kuning klasifikasi peka.
Tabel 4. Jenis tanah pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa No. 1. 2.
Jenis tanah Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning, Litosol Podsolik Merah Kuning Jumlah
Luasan
Persen (%)
177,742
2
7.699,820 7.877,562
98 100
Sumber : Google Earth 2010, Peta RBI Tahun 1992 dan data Primer 2010.
Tabel 4 menunjukkan jenis tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah yang terluas dalam kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa dengan luasan 7.699 Ha atau 98 %, sedangkan jenis tanah Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning, Litosol
memiliki luasan yakni 177,742 Ha atau 2% berada di sekitar Desa Labibia. Jenis tanah podsolik merah kuning masuk dalam kategori peka terhadap kebakaran, sehingga mudah menyebabkan terjadinya kebakaran.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
249
Jenis tanah podsolik merah kuning terbentuk pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi antara 2.500 sampai 3.000 tiap tahun, berada pada ketinggian 25 mdpl, memiliki daya simpan air yang terbatas dan rendah akan bahan organik sehingga proses infiltrasi yang terjadi di dalam tanah kurang baik dimana permeabilitas lambat sampai baik dan peka terhadap erosi sehingga laju sedimentasi pada saat hujan semakin cepat karena kurang mampu menyerap dan menyimpan air. Kemasaman tanah umumnya tinggi dengan PH kurang dari 5,5. Tekstur tanah adalah liat, struktur blok di lapisan bawah, konsistensi teguh, sehingga tanah ini tergolong kering sehingga apabila terjadi kebakaran pada lahan hutan yang berupa alang-alang dan semak belukar maka dengan cepat terjadi penyebaran api pada kawasan hutan.
Gambar 2. Peta Jenis Tanah pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa Elevasi Hasil pengolahan data dan overlay peta diketahui elevasi di kawasan Tahura Nipa-Nipa berkisar 25 – 450m dpl. Menurut Whitten, et al. (2000) ketinggian tersebut masuk dalam klasifikasi dataran sedang/lahan kering (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil pengolahan data dan overlay elevasi pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa Elevasi atau ketinggian
Kriteria
Luas (Ha) 7877.5
Persentase (%) 100
Dataran Sedang Sumber: Google Earth 2010, Peta RBI tahun 1992 dan data primer 2010. 25 – 450
Tabel 5 menunjukkan kelas elevasi berada di ketinggian 25 - 450 mdpl yang merupakan daerah dataran sedang/lahan kering dengan luasan 7877.5 Ha atau 100% dari total luasan kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Peta elevasi hasil analisis dan survei lapangan disajikan pada Gambar 3. Elevasi memiliki peranan dalam menentukan kondisi terjadinya kebakaran hutan. Bahan bakar yang berada pada elevasi yang lebih rendah, mengering lebih cepat dibandingkan dengan bahan bakar yang terdapat pada elevasi yang lebih tinggi. Kawasan hutan Tahura Nipa-Nipa yang berada pada daerah dataran sedang/lahan kering berindikasi mudah terjadi kebakaran. Selain itu fenomena perkebunan dan perladangan berpindah oleh masyarakat sekitar hutan, yang diawali pembukaan lahan dan pembersihan lahan dengan pembakaran dapat menyebabkan terjadinya kebakaran, karena suhu yang panas akan memudahkan terbakarnya bahan organik yang telah kering. Menurut Kadarusman (2009) kebakaran yang terjadi di permukaan terutama dipengaruhi oleh bahan bakar dan angin. Kebakaran yang dimulai dekat dengan dasar dari suatu lereng yang naik dengan normal, di waktu tengah hari dengan kondisi berangin, akan menjalar lebih cepat dan membakar areal yang lebih besar dari pada kebakaran yang dimulai dari dekat puncak lereng karena tidak ada lereng yang dapat dijalari. Oleh karena itu kebakaran dapat terjadi pada kelerengan 0 – 40% dimana pada kelerengan ini sering digunakan untuk pembukaan lahan dan tanaman komoditi pada kawasan Tahura NipaNipa. Alang-alang dan semak belukar akibat perladangan berpindah dan berada pada daerah
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
250
ketinggian dengan angin yang bertiup akan mempercepat penyebaran kebakaran.
Gambar 3. Peta Elevasi pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa
selatan dari kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Peta penggunaan lahan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa
Penggunaan lahan Hasil interpretasi Citra 2008, peta RBI tahun 1992 dan survei lapangan tahun 2010 menunjukkan penggunaan lahan di kawasan Tahura Nipa-Nipa yakni perkebunan, belukar, kebun campuran, semak, pemukiman, tegalan, alang-alang dan hutan lebat, selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
Bencana kebakaran hutan lebih besar terjadi karena penggunaan lahan selain hutan lebih mendominasi. Pengaruh suhu udara yang panas pada musim kemarau akan mempercepat penyebaran api terutama kawasan non hutan yang berupa alang-alang dan semak belukar serta perkebunan.
Tabel 6. Pengunaan lahan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa
Daerah berpotensi rawan kebakaran hutan Berdasarkan hasil pengolahan data dan overlay peta diketahui persentase rawan bencana kebakaran di diperoleh empat kelas yaitu tinggi, sedang, rendah, dan tidak rawan yang selengkapnya disajikan pada Tabel 7.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengunaan lahan Perkebunan Kebun campuran Pemukiman Tegalan Belukar Hutan lebat Jumlah
Luas 1180,606 787,437 666,452 896,462 2834,605 1512,000 7877,562
Persen (%) 15 10 8 11 36 19 100
Sumber:Google Earth 2010, Peta RBI tahun 1992, Analisis Citra tahun 2008 dan data primer 2010.
Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan lahan belukar mendominasi areal penelitian dengan luas 2.834,605 Ha atau 36% berada di sekitar bagian tengah Tahura NipaNipa, sedangkan areal terkecil adalah dengan luas 666,452 Ha atau 8% berada di sebelah
Tabel 7. Tingkat rawan bencana kebakaran hasil pengolahan data dan overlay pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa Luasan
Persen (%)
1.
Tingkat rawan bencana kebakaran Tinggi
1548,135
20
2. 3.
Sedang Rendah
3712,792 1106,371
47 14
4.
Tidak rawan
1510,264
19
Jumlah
7.877,562
100
No.
Sumber: Google Earth 2010, Peta RBI tahun 1992, Analisis Citra Satelit tahun 2008 dan data primer 2010.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
251
446250
450000
453750
457500
o
461250
122 40'
9573750
9573750
Lapulu
PETA
PEMBAGIAN BLOK TAMAN HUTAN RAYA NIPA-NIPA
TELUK LASOLO
PROVINSI SULAWESI TENGGARA SELUAS 7.877,5 HA SKALA 1 : 75.000 U
Tombawatu Batugong
Teromaroma
u
at
Jalan usaha tani dan jalan setapak
At
Sungai Kampung/pemukiman
Kampung Baru Telaga Biru #
## Y
TORONIPA
Bokori
Labibia
#
#
#
Mekar Bajoe #
# Leppe
Kedudukan kecamatan
#
Kedudukan desa/kelurahan Blok lindung seluas 3.319,2 Ha Blok pemanfaatan seluas 3.147,5 Ha Blok koleksi tanaman 699,5 Ha Blok lainnya 711,3 Ha
#
Tapulaga
Aal
#
# Sorue
#
1. Peta RBI Skala 1 : 50.000 Tahun 1992 2. Peta Tata Batas Taman Hutan Raya Nipa-Nipa Skala 1 : 25.000 Tahun 1997 3. Peta Tata Batas Blok Taman Hutan Raya Nipa-Nipa Skala 1 : 15.000 Tahun 2008
Sorue
# Purirano
Kemaraya Watuwatu # Tipulu #
Mangga Dua #
#
360000
450000
Mata
540000
LOKASI YANG DIPETAKAN
# Puunangka Gunung Jati Punggaloba# Benubenua # Y # # Sodooha Kendari Caddi Mayaria BENU-BENUA Sanua # Y # Kampung Butung KANDAI
9540000
KEN DARI
P. Bokori
Jaya
9540000
#
Las ol o
ah
aL la
Sumber Data
9562500
Mandonga
Aala a
a
9562500
u n d ap e
a
aa Ko r umb
#
Anggilowu #
Aa
Y #
MANDONGA Alolama
A
Tonggkuno
A a l a a Salok
e r ata asi
Wambalata
al
#
Aa l a a Wa tuw a tu
M
Punggolaka
# Y o
Bajoe Indah
Labibia
Jalan raya
Mat andahi
ow
A a l aa
nu a
a w a pu
aS
L am eo
Aa la
Aa la a
S Aalaa o r o p i a
P
o ng
i g oos
a W a wob ung i
#
Aa
A a la
Anggalano
La l an u
KETERANGAN
Atowatu
Roda
la
laa
a
o mb u
op
A alaa Tona s
A
A a la a Ta ng g
a Aa l aa Sor u e
Ra
ala a
9566250 03 55'
Soropia
03 55 ' 9566250
o
# # Wawobungi
a
pa
Sawapudo Lalanu
#
#
#
#
Waworaha
Nii Tanasa Toli-Toli
Y # a ak
Aa
Lalombonda Rapambinopaka # TANASA
bi n
9570000
#
l
Bumi Indah #
9570000
Matandahi Puuwonua # oa Wambenanua Aa la a T
l am
TELUK KENDARI
446250
450000
o
360000
450000
540000
DIBUAT OLEH: BALAI TAMAN HUTAN RAYA NIPA-NIPA DINAS KEHUTANAN PROV. SULTRA DESEMBER 2009
A o
122 30'
945000 0
P. Bungkutoko
Aa laa
a Aa la
un d
ng
al a a W
o
A be li
ey a go
A
atu
gg u Wan
a
al
9558750
Talia Pudai Sukamaju
um b
04 00'
u mb
0 4 0 0'
l A a Tekaleano
A
94 50000
Wuawua
a
a a Nok a
Kadia
9558750
Jenis tanah yang ada pada kawasan Tahura Nipa-Nipa didominasi oleh jenis Podsolik merah kuning yang merupakan tanah yang kering sehingga pada waktu kebakaran memudahkan api untuk menjadi lebih besar. Elevasi atau ketinggian pada kawasan Tahura Nipa-Nipa dengan ketinggian 25 – 400 Mdpl. Menunjukkan bahwa wilayah Tahura relatif
o
122 30'
lo aA A ala
Gambar 5. Peta Potensi Rawan Kebakaran Hutan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa
mempunya kondisi kering sehingga suhu pada kawasan ini pada musim kemarau panas.
aa
Tabel 7 menunjukkan daerah rawan bencana kebakaran dengan kelas sedang memiliki luasan yang terluas yakni 3712,792 Ha atau 47% berada pada wilayah sebelah Utara dan Selatan sedang memiliki luasan terkecil yakni 1510,264 Ha atau 14% berada sekitar bagian tengah dari kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Peta Rawan Bencana Kebakaran hasil analisis dan survei lapangan disajikan pada Gambar 5. Bencana kebakaran hutan dengan tingkat kerawanan tinggi dengan persentase luasan 20%, hal ini terjadi karena penggunaan lahan yang ada pada kawasan Tahura NipaNipa mudah cepat terbakar dimana semak belukar dan alang-alang merupakan bahan bakar utama terjadinya kebakaran hutan yang besar. Umumnya kebakaran pada pembukaan lahan baru bisa mencapai sangat tinggi apabila bahan bakar sudah kering sehingga dalam waktu singkat dapat mencakup kawasan hutan, terutama apabila tidak dilakukan pengawasan pada saat pembakaran lahan.
453750
457500
461250
o
122 40'
Gambar 6. Peta Pembagian Blok pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa Berdasarkan pembagian bloknya, maka potensi kebakaran dengan kriteria tinggi berada pada blok koleksi tanaman, blok pemanfaatan dan blok lainnya. Potensi dengan kriteria sedang berada pada blok perlindungan dan pemanfaatan, sedangkan kriteria tidak rawan berada pada blok perlindungan. Besarnya potensi kebakaran yang dapat terjadi terutama pada blok perlindungan dan koleksi tanaman, membutuhkan pengawasan, perhatian dan penanganan yang khusus sehingga plasma nutfah yang ada di kawasan Tahura Nipa-Nipa tidak terdegradasi akibat ancaman kebakaran hutan Secara administratif, potensi rawan kebakaran dengan kriteria tinggi berada pada daerah Kemaraya, Watu-Watu, Tipulu, Sodoha dan Gunung Jati yang merupakan daerah pemukiman masyarakat yang masuk dalam blok lainnya dan blok pemanfaatan, Kondisi penutupan lahan yang buruk dan kelerengan 0-25% membutuhkan pengawasan terutama pada aktivitas pembakaran lahan perkebunan. Begitu pula halnya dengan wilayah Sawopudo, Soropia, Toli-Toli dan Lalomboda yang sebagian besar penggunaan lahannya berupa tegalan dan berada pada blok pemanfaatan perlu dilakukan pengawasan terhadap proses pembukaan lahan. Faktor utama penyebabnya kebakaran hutan masih menjadi perdebatan namun
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
252
berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan di hutan yang kering, sengaja dibakar untuk membuka lahan, atau mengeksploitasi hutan secara besar-besaran dan terus-menerus. Oleh karena itu kebakaran bisa terjadi dengan mudah melihat variabel yang ada dari penelitian ini. Maka dengan adanya peta potensi rawan kebakaran ini diharapkan dapat akan lebih memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam menentukan kebijakan terhadap pengelolaan Tahura Nipa-Nipa. Tentu saja potensi sumberdaya manusia, peralatan dan dana merupakan modal yang besar yang seharusnya dapat dipadukan untuk upaya pengendalian dan antisipasi kebakaran hutan dan lahan di kawasan Tahura NipaNipa.
sedangkan yang tergolong dalam kriteria tidak rawan seluas 1510,264 Ha atau 19% berada pada wilayah bagian tengah dari kawasan Tahura Nipa-Nipa, yang masuk dalam blok perlindungan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan upaya antisipasi sedini mungkin dapat di upayakan sehingga bencana dapat dihindarkan. Di lain pihak perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bahaya bencana alam yang lain seperti tanah longsor, banjir dan sebagainya sehingga bencana yang akan terjadi dapat diantisipasi. Penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan daerah-daerah yang teridentifikasi berpotensi rawan bencana kebakaran perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, sosek dan aspek lainnya, sehingga dapat ditemukan pendekatan yang tepat untuk mengelola daerah-daerah tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Pada Kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa terdapat wilayah seluas 1548,13 Ha atau 20% dari total luas Tahura Nipa-Nipa yang berpotensi tinggi dapat terjadi kebakaran hutan, yang berada pada blok koleksi tanaman, blok pemanfaatan dan blok lainnya, tepatnya pada daerah-daerah Kemaraya. Watu-Watu, Tipulu, Sodoha dan Gunung Jati yang merupakan daerah pemukiman dan kebun masyarakat, serta daerah Sawopudo, Soropia, Toli-Toli dan Lalomboda yang sebagian besar penggunaan lahannya berupa tegalan. Besarnya potensi kebakaran yang dapat terjadi pada wilayah tersebut, membutuhkan pengawasan, perhatian dan penanganan yang khusus sehingga plasma nutfah yang ada di kawasan Tahura Nipa-Nipa tidak terdegradasi akibat ancaman bahaya kebakaran hutan. Daerah berpotensi kebakaran hutan dengan kriteria sedang memiliki luas 3712,79 Ha atau 47% didominasi di sekitar bagian tengah dan sebagian berada di sebelah barat dan timur dari kawasan Tahura. Kriteria rendah seluas 1106,37 Ha atau 14% berada pada bagian sebelah barat dan timur,
Anonim, 2009. Kawasan Konservasi Berubah Jadi http://www.berita2.com/ Pemukiman. lingkungan/konservasi--pelestarian/407kawasan-konservasi-berubah-jadipemukiman.html. (12 April 2010). Annas,
Sebab Kebakaran. 2007. http://Insidewinme.blogspot.com/2007/11/ sebab-kebakaran-hutan.html. (12 April 2010).
Arief, Arifin., 2001. Hutan dan Kehutanan . Penerbit Kanisius. Yogyakarta Pratondo, B.J., 2006. Aplikasi Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) untuk Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. http://Searchwinds.com/redirect? id. 2398762. (12 April 2010). Brandt, J. 1988. The transformation of rainfall energy by a tropical rainforest canopy in relation to soil erosion. Journal of Biogeography 15: 41-8. Hardjowigeno. S dan Widiatmaka,. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
253
Hamilton, L.S. 1987 What are the impacts of deforestation in the Himalayas on the Ganges-Brahmaputra lowlands and delta? Relations between assumptions and facts. Mountain Research and Development 7: 256-63. Hasrul, Yos. 2007. Nestapa Warga Kampung Baru di Bukit Tahura. RIC-Sulawesi. Kendari. ---------------.4 Agustus 2008. Tahura Murhum dan Cengkraman Makelar Tanah. http://mahacalaunhalu.wordpress.com/20 08/08/04/tahura-murhum-dalamcengkraman-makelar-tanah. (12 April 2010). Kadarusman. Januari 2009. Empat Variabel Yang Mempengaruhi Cuaca Kebakaran From http://kadarusmankhts.files.wordpress.co m/2009/01/perilaku-kebakaranmodule.pdf. (12 April 2010).
Laela Qodariah dan Sigit Wijanarko. 2 Juni 2008. Pengelolaan Pengendalian Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat (Di Hutan Jati Perhutani). Http://Elqodara.Multiply. com/journal/item/20. (12 April 2010). Prahasta, Eddy., 2005. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika . Bandung. Purwadhi, FSH. 1999. Sistem Informasi Geografis. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Syumanda, Rully. Juni 2007. Kebakaran Hutan dan Lahan - Kebutuhan Akan Kebijakan Yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan. http://Rullyumanda. Blogspot.com/2007/06/ kebakaran hutan dan lahan kebutuHan.html. (12 April 2010).
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128