219
PENGARUH PENGGUNAAN GELATIN KULIT KAMBING DENGAN PLASTICIZER GLISEROL PADA PERBANDINGAN KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP SIFAT-SIFAT KIMIA EDIBLE FILM Oleh: Muhammad Irfan Said1, Suharjono Triatmojo2, Yuny Erwanto2, Achmad Fudholi3
ABSTRACT This study aims to determine the effect the use gelatin goatskin with plasticizer of glycerol on the comparison of different concentrations of the chemical properties of edible film. Research using gelatin material which is extracted from goat skin Bligon and plasticizer of glycerol. Research carried out experimentally by applying a 3x3 Factorial Completely Randomized Design (CRD) with 3 replications. Factor I: 3 concentrations of gelatin (9, 10 and 11 percents) and factor II: 3 concentrations of glycerol (80, 90 and 100 percents, calculated from the percentage of gelatin). The use of goat skin gelatin with different concentrations of glycerol in comparison to the manufacture of edible film had no significant effect (P> 0.05) on chemical properties (moisture content and ash content) edible film. Comparison of 10% gelatin: 90% glycerol in the manufacture of edible film properties show better with particular regard to the ability and the nature of the film to inhibit the process of mass transfer of water vapor. Key words: Edible Fim, Gelatin, Plasticizer, Glycerol, Goat Skin
PENDAHULUAN Edible film merupakan sebuah lapisan tipis (film) yang dibentuk dari bahan yang dapat dikonsumsi manusia (edible), berfungsi untuk menghambat transfer massa (kelembaban, oksigen, karbondioksida, aroma, lipid dan zat terlarut lainnya) (Krochta dan Johnson, 1997), melindungi makanan dan dari invasi uap air dan oksigen (Liu dan Han, 2005), mencegah kehilangan air dalam makanan (Krochta et al., 1994) serta bersifat ramah lingkungan (Kim dan Ustunol, 2001); (Simelane dan Ustunol, 2005). Edible film dapat dibuat dari bahan protein, polisakarida atau lemak (wax) maupun penggabungan dari bahan-bahan tersebut (Caner et al., 1998). Selama ini bahan baku edible film yang banyak digunakan adalah dari golongan pati, sedangkan golongan protein dari ternak masih jarang digunakan. Salah satu bahan baku edible film dari golongan protein asal ternak yang memiliki sifat-sifat yang baik dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku adalah gelatin (Klahorst, 1999).
Untuk meningkatkan ekstensibilitas, fleksibilitas dan ketahanan edible film terhadap pengaruh lingkungan, maka bahan baku gelatin harus ditambahkan plasticizer dengan perbandingan yang tepat. Plasticizer berperan dalam memperbaiki sifat-sifat edible film dengan cara menginterupsi interaksi antar rantai polimer (Brody, 2005), menghalangi terjadinya interaksi antara molekul dan meningkatkan jumlah molekul yang bebas (Mali et al., 2004) serta melemahkan kekuatan ikatan intermolekuler pada rantai polimer yang ada diseberangnya (Gounga et al., 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan gelatin dari bahan baku kulit kambing dengan plasticizer jenis gliserol pada perbandingan konsentrasi berbeda terhadap sifat-sifat kimia edible film. BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian Materi utama penelitian menggunakan gelatin yang diekstrak dari kulit kambing Bligon jantan dengan teknik hidrolisis (Ockerman dan Hansen, 2000). Bligon adalah jenis kambing yang merupakan hasil
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor 03 September 2010, ISSN90245 0854-0128 Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Jl.Perintis: Kemerdekaan Km.10, Makassar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna 3 Bulaksumur, Yogyakarta 55281 3) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara Yogyakarta 55281 1) 2)
219
220
persilangan kambing Kacang dan Peranakan Ettawah. Plasticizer yang digunakan adalah gliserol (Brataco chemika). Bahan-bahan pendukung dalam proses pembuatan edible film maupun uji kualitas antara lain : aquades, aluminium foil, plastik bening, NaCl 40% (b/v) dan silika gel. Peralatan Penelitian Peralatan-peralatan utama penelitian antara lain : panci teflon bundar ukuran diameter plat 22 cm, timbangan analitik (Sartorius TE 214S), water bath digital (Memmert Tipe WNB7-45), oven digital (Memmert), beker gelas, gelas ukur, corong gelas, pengaduk kaca, termometer, pisau cutter, gunting dan pipet volume. Peralatanperalatan untuk uji kualitas antara lain: oven digital (Memmert) (kadar air) ; tanur (Thermolyne type 48000 Furnace) (kadar abu) dan tabung acrylic berdiameter 45 mm dan tinggi 21 mm serta desikator (perpindahan massa uap air). Metode Penelitian Proses penyiapan larutan film Larutan film dibuat dengan melarutkan gelatin dan gliserol ke dalam aquades sesuai kombinasi perlakuan yang telah ditetapkan. Perlakuan yang diterapkan adalah 3 level konsentrasi gelatin (G), yakni: G1=9%; G2=10% dan G3=11% (b/v) serta 3 level konsentrasi plasticizer gliserol (P), yakni: P1=80%; P2=90% dan P3=100% (b/v) (persentase penggunaan plasticizer gliserol mengacu pada jumlah persen gelatin yang digunakan dalam campuran). Kombinasi perlakuan G1P1 dibuat dengan melarutkan 9
gram gelatin dalam 100 ml aquades. Kedalam larutan gelatin ditambahkan gliserol sebanyak (80% x 9 gram = 7,2 gram). Perhitungan ini juga berlaku untuk kombinasi perlakuan lainnya hingga keseluruhannya diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan yang diterapkan dilakukan pengulangan sampel sebanyak 3 kali. Proses pembuatan edible film Proses pembuatan edible film dilakukan secara casting menurut metode Carvalho et al. (2007) dan Sobral (2001) dengan sedikit modifikasi seperti pada Gambar 1. Larutan film yang telah dibuat, selanjutnya dimasukkan ke dalam water bath dan dipanaskan pada suhu 70oC selama 45 menit sambil diaduk hingga partikel gelatin dan gliserol tercampur secara sempurna (homogen). Larutan kemudian dituang pada wadah cetakan teflon setipis mungkin dalam keadaan panas dan selanjutnya ditempatkan pada oven dalam posisi rata. Teflon yang berisi larutan film kemudian dikeringkan pada suhu 55oC selama 18-20 jam hingga terbentuk lapisan tipis. Teflon kemudian dikeluarkan dari oven dan dikondisikan dengan suhu ruangan selama kurang lebih 10 menit. Secara perlahan-lahan lapisan tipis yang terbentuk dikelupas (peeling) dengan ujung pisau yang tumpul hingga keseluruhan lapisan film terlepas. Film kemudian dibungkus dengan plastik bening dan dimasukkan ke dalam wadah plastik yang sebelumnya diberi dengan silika gel untuk mencegah kerusakan film oleh kelembaban dan selanjutnya film siap untuk diuji.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
221
Larutan Film
.
Level Konsentrasi Gelatin (G) G1 = 9% ; G2 = 10% ; G3 = 11%
Level Konsentrasi Plasticizer (P) P1 = 80% ; P2 = 90% ; P3 = 100%
Kombinasi perlakuan G1P1 ; G1P2 ; G1P3 ; G2P1 ; G2P2 ; G2P3 ; G3P1 ; G3P2 ; G3P3
Pengadukan
Metode Casting
Pencampuran
70oC, 45 menit
Pencetakan
Teflon diameter 19 cm
Pengeringan
55oC, 18-20 jam
Pengelupasan (peeling) Dikondisikan pada suhu ruangan, 10 menit
Edible Film
Uji Kualitas
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan Edible film dan perlakuan penelitian (Carvalho et al., 2007); (Sobral, 2001) (Modifikasi) Cara analisis Kadar air (Sudarmadji, 1997); (AOAC, 1995). Penentuan kadar air menggunakan oven digital (Memmert). Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah pengeringan. Wadah cawan kosong dioven
pada suhu 100-105oC selama ± 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, ditimbang. Sampel ± 0,5 gram dimasukkan ke dalam cawan, dioven pada suhu 100-105oC selama 24 jam sampai beratnya konstan. Cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit, ditimbang. Kadar
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
222
air (%) = (berat sampel basah (gr) - berat sampel kering (gr))/berat sampel basah (gr) x 100%. Kadar abu (AOAC, 1995). Contoh yang telah diuapkan airnya (sisa analisis kadar air) dipijarkan dalam tanur (Thermolyne type 48000 Furnace) bersuhu 660oC, sebelumnya berat cawan dan contoh diketahui. Proses tanur dilakukan selama kurang lebih 3 jam sampai semua contoh berubah warna menjadi abu-abu. Contoh selanjutnya ditimbang dengan memperhitungkan berat cawan dan sampel awal. Kadar abu (%) = berat abu (gr)/berat sampel (gr) x 100%. Perpindahan Massa Uap air (PMUA) (gr.H2O.cm-2) ditentukan secara gravimetrik dengan memodifikasi metode Xu et al. (2005). Alat pengukur tabung acrylic berdiameter 4,5 cm (r = 2,25 cm) dengan tinggi 2,1 cm. Sampel film yang akan diuji diletakkan pada bagian mulut berisi 10 gram silika gel biru (RH=0%). Cawan ditempatkan pada desikator yang berisi larutan garam jenuh (NaCl) 40% b/v (RH=75%) pada suhu 25%. Uap air yang terdifusi melalui film akan diserap oleh silika gel sehingga akan menambah berat silika gel tersebut. Pertambahan berat silika gel diidentikkan dengan pertambahan berat cawan yang diukur setiap jam selama 7 jam. PMUA (gr.H2O.cm-2) = W/A, dimana: W = pertambahan berat uap air dalam cawan setiap jam (gr.H2O); A = luas permukaan film
persentimeter persegi = (π.r2) = 3,14 x (2,25)2 = 15,90 cm2. Desain penelitian dan analisis data Penelitian dilaksanakan secara eksperimental berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial 3 x 3 dengan ulangan 3 kali. Perlakuan yang diterapkan yakni faktor I terdiri atas 3 level konsentrasi gelatin (9%; 10% dan 11%) (b/v) dan faktor II terdiri atas 3 level konsentrasi plasticizer gliserol (80%, 90% dan 100%). Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam dengan bantuan program statistik SPSS Versi 15,0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan Duncan’S Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991). Data yang ditampilkan dalam bentuk grafik dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kadar air menunjukkan jumlah total air yang terdapat dalam suatu bahan baik berupa air terikat maupun air bebas dibandingkan dengan berat bahan tersebut. Nilai kadar air edible film pada penerapan konsentrasi gelatin dan plasticizer berbeda selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar air (%) edible film yang dibuat dengan perbandingan gelatin kulit kambing dengan plasticizer gliserol berbeda Konsentrasi Gelatin Konsentrasi Plasticizer Gliserol (%) Kulit Kambing (%) 80 90 100 9 16,03±0,91de 17,52±2,06hi 16,67±1,84gh 10 15,03±2,23a 16,53±0,47fg 15,31±0,51bc ef cd 11 16,43±0,56 15,79±0,98 15,22±1,45ab Keterangan: a-i Huruf yang berbeda pada baris/kolom yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa penerapan level konsentrasi gelatin dan plasticizer yang berbeda dalam pembuatan edible film menghasilkan kadar air
yang bervariasi dengan kisaran nilai 15,03% 17,52%. Kadar air tertinggi diperoleh dari edible film dengan campuran 9% gelatin dengan 90% plasticizer, sedangkan kadar air
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
223
terendah diperoleh dari edible film dengan campuran 10% gelatin dengan 80% plasticizer. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggunaan level konsentrasi plasticizer dan gelatin yang berbeda maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air edible film. Bila dibandingkan bahan baku gelatin, maka kadar air yang dimiliki edible film jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada edible film terdapat campuran plasticizer yang salah satu sifatnya adalah higroskopis (Anonim, 2004). Dengan sifat ini menyebabkan plasticizer dapat menarik air dari lingkungannya sehingga kadar air edible film menjadi lebih tinggi. Kadar air edible film yang diperoleh
tidak jauh berbeda dengan kadar air edible film hasil penelitian beberapa peneliti terdahulu, yakni, yakni rata-rata 12,59% dari bahan baku pati aren (Mangunsong, 2009) dan 11,48-13,03% dengan bahan dasar pati garut butirat (Lestari, 2008). Kadar Abu Penentuan kadar abu merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemurnian suatu bahan. Abu merupakan residu anorganik dari hasil pembakaran bahan-bahan organik (Sudarmadji, 1997). Nilai kadar abu edible film pada penerapan konsentrasi gelatin dan plasticizer berbeda selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar abu (%) Edible film yang dibuat dengan perbandingan gelatin kulit kambing dengan Plasticizer gliserol berbeda Konsentrasi gelatin kulit kambing (%) 9 10 11 Keterangan:
a-i
80 1,15±0,21fg 1,57±0,99gh 0,72±0,48a
Konsentrasi Plasticizer gliserol (%) 90 100 1,03±0,20cd 2,15±1,42hi 1,10±0,27ef 0,76±0,20ab bc 0,98±0,59 1,07±0,25de
Huruf yang berbeda pada baris/kolom yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan
Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa penerapan level konsentrasi gelatin dan plasticizer yang berbeda dalam pembuatan edible film menghasilkan kadar abu yang bervariasi dengan kisaran nilai 0,72% -2,15%. Kadar abu tertinggi diperoleh dari edible film dengan campuran 9% gelatin dengan 100% plasticizer, sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari edible film dengan campuran 11% gelatin dengan 80% plasticizer. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggunaan level konsentrasi plasticizer dan gelatin yang berbeda maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar abu edible film. Hal ini disebabkan karena gelatin maupun plasticizer gliserol yang digunakan memiliki komposisi paling tinggi adalah senyawa organik (protein
dan lemak) (Ockerman dan Hansen, 2000); (Talja et al., 2007), sedangkan komponen senyawa anorganiknya yang merupakan komponen dari abu jumlahnya sangat sedikit. Perpindahan Massa Uap Air (PMUA) Sifat fungsional yang paling penting dari edible film adalah kemampuannya dalam mengendalikan perpindahan massa, pelindungan secara mekanis serta berkaitan dengan nilai sensori. Nilai PMUA edible film pada penerapan konsentrasi gelatin dan plasticizer berbeda selengkapnya disajikan pada Gambar 2, 3 dan 4. Berdasarkan Gambar 2, 3 dan 4 terlihat bahwa terdapat kecenderungan terjadinya penurunan jumlah massa uap air yang berpindah melewati edible film dengan bertambahnya waktu. Hal tersebut disebabkan
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
224
karena dengan bertambahnya waktu, maka edible film mengalami proses kejenuhan dengan uap air sehingga jumlah uap air yang diserap dari lingkungannya semakin menurun. Sifat higroskopis yang dimiliki oleh plasticizer menyebabkan edible film sangat peka terhadap partikel air yang berada dilingkungannya. Peningkatan plasticizer gliserol, meningkatkan fleksibilitas edible film dan laju transmisi uap air (Navarro-Tarazaga et al., 2008); (Bourtoom et al., (2006). Gambar 4. Grafik perpindahan massa uap air (gr.H2O.cm-2) Edible film pada konsentrasi Plasticizer gliserol 100%
Gambar 2. Grafik perpindahan massa uap air (gr.H2O.cm-2) Edible film pada konsentrasi Plasticizer gliserol 80%
Penggunaan plasticizer menyebabkan perubahan beberapa sifat fisik dan fungsional dari edible film, diantaranya adalah meningkatkan fleksibilitas, sensitifitas terhadap uap air serta sifat-sifat fungsional yang lain. Pengurangan plasticizer akan berpengaruh terhadap rantai biopolimer yang saling berdekatan, sensitifitas terhadap uar air dan fleksibilitas bahan (Bergo dan Sobral, 2007). Nilai laju transmisi uap air suatu bahan dipengaruhi oleh struktur bahan pembentuk dan konsentrasi plasticizer. Nilai laju transmisi uap air menentukan permeabilitas uap air edible film (McHugh dan Krochta, 1994). KESIMPULAN
Gambar 3. Grafik perpindahan massa uap air (gr.H2O.cm-2) Edible film pada konsentrasi Plasticizer gliserol 90%
Hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) Penerapan gelatin kulit kambing dan plasticizer gliserol dengan perbandingan konsentrasi berbeda pada pembuatan edible film tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sifat kimia (kadar air dan kadar abu) edible film. (2) Penerapan konsentrasi dengan perbandingan 10% gelatin : 90% plasticizer gliserol dalam pembuatan edible film memperlihatkan sifat-sifat yang lebih baik khususnya berkaitan dengan kemampuan film untuk menghambat proses perpindahan massa uap air.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
225
emulsion edible film. J.Food Sci, 66 (7), 985-990.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia atas dukungan pembiayaan melalui program Hibah Penelitian untuk Mahasiswa Program Doktor.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Glycerol. http://www.bartleby.com [Diakses 18 Oktober 2008] AOAC. 1995. Association of Official Analytical Chemists. Official Methods of Analysis. Benjamin Franklin Inc, Washington DC. Bergo, P and P.J.A. Sobral. 2007. Effect of plasticizer on physical properties of pigskin gelatin films. Food Hydrocolloids, (21), 1285-1289. Bourtoom, T., M. S. Chinnan, P. Jantawat and Effect of R.Sanguandeekul. 2006. plasticizer type and concentration on the properties of edible film from watersoluble fish proteins in surimi wash-water. Food Sci. and Techn. Internl, 12 (2), 119126. Brody, A.L. 2005. Packaging. Food Tech, 59 (2), 65-66. Caner, C., P.J. Vergano and J.L.Wiles. 1998. Chitosan film mechanical and permeation properties as affected by acid, plasticizer and storage. J. Food Sci, (63), 1049-1053. Carvalho, R.A., P.J.A. Sobral, M. Thomazine, A.M.Q.B. Habitante, B. Giménez, M.C. Gómez-Guillén and P. Montero. 2007. Development of edible films based on differently processed Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus) skin gelatin. Food Hydrocolloids, 22 (6), 1117-1123. Gounga, M.E., S.Y. Xu and Z.Wang. 2007. Whey protein isolate-based edible films as affected by protein concentration, glycerol ratio and pullulan addition in film formation. J. Food Eng, 83 (4), 521-530. Kim, S.J dan Z. Ustunol. 2001. Thermal properties head seal ability and seal attributes of whey protein isolate lipid
Klahorst, S. 1999. Credible Edible Films. http://www.foodproductdesign.com. [Diakses 2 November 2008]. Krochta, J.M and M. Johnson. 1997. Edible and biodegradable polymer film : challenges and opportunities . J.Food Tech, (51), 6174. Krochta, J.M., E.A. Baldwin and M.O. NisperosCarriedo. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania, (2), 215-218. Lestari, R.B. 2008. Karakteristik Edible Film Pati Garut Butirat sebagai Bahan Pengemas Bumbu Bubuk Mi Instan. Tesis. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Liu, Z and J.H. Han. 2005. Film forming characteristics of starckes. J. Food Sci, 70 (1), E.31-E36 Mali,
S., L.B.Karam, L.P.Ramos and M.V.E.Grossman. 2004. Relationships among the composition and physicochemical properties of starches with characteristics of their film. J.Agric Food Chem, (52),7720-7725.
Mangunsong, L. 2009. Pengaruh Retrogradasi dan Heat Moisture Treatment Film Pati Aren terhadap Sifat Fisik Film. Tesis. Program Studi Teknologi Hasil Perkebunan, Jurusan Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. McHugh, T.H and Krochta, J.M. 1994. Sorbitol vs glycerol plasticized whey protein edible film : integrated oxygen permeability and tensile property evaluation. J Agric. Food Chem, (42), 841-845. Navarro-Tarazaga, M.L., R. Sothornvit and M. B. Pérez-Gago. 2008. Effect of Plasticizer Type and Amount on Hydroxypropyl Methylcellulose−Beeswax Edible Film Properties and Postharvest Quality of Coated Plums (Cv. Angeleno). ASAP J. Agric. Food Chem, 32 (2), 223-228. Ockerman, H.W and C.L. Hansen. 2000. Animal By Product Processing and Utilization. CRC Press, USA.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128
226
Simelane, S and Z. Ustunol. 2005. Mechanical properties of heat cured whey protein based edible film compared with collagen casing under sausage manufacturing condition. J.Food Sci, 70 (2), E.131-134. Sobral, P.J.A., F.C. Menegalli, M.D. Hubinger and M.A. Roques. 2001. Mechanical, water vapor barrier and thermal properties of Food gelatin based edible films. Hydrocolloids, (15), 423–432. Steel, R.G.D and J.H.Torrie. 1991. Principle and Procedure of Statistics. 2nd .ed. International Book Company, Tokyo.
Sudarmadji, S.,B.Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan Edisi 4. Liberty, dan Pertanian. Yogyakarta. Talja, R.A., H. Helén, Y.H. Roos and K. Jouppila. 2007. Effect of type and content of binary polyol mixtures on physical and mechanical properties of starch-based edible films. Carbohydrate Polymers, 71 (2), 269-276. Xu, Y.X., K.M.Kim, M.A. Hanna and D.Nug. 2005. Chitosan starch composite film Preparation and characterization. Industrial Crops and Products, (21), 185-192.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128