HARMONISASI PENGATURAN PAJAK DAERAH DALAM KERANGKA DESENTRALISASI FISKAL DAN OTONOMI DAERAH (studi Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta, dan Kabupaten karanganyar) Achmad, Suranto, Pujiyono Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Email.
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstract Knowing the harmonization level of regional taxes legislation in Sukoharjo, Surakarta, and Karanganyar district with the act of regional tax and retribution is the aim of this research. This is normatif and empirical research. Literature studies, interviews, and observations used as data collecting instruments. The collected data drafted and analyzed systematically using qualitative methods. Data presented by deductive inductive thought (general-specific) and then find out for the logical relationships between related aspects. This research revealed that: First, the Central Government Policy through the regional tax and retribution act No. 28 of 2009, makes the design of local taxes more organized and well arrangement. Second, there has been a harmonization of the policy formation of district legislation with the act of regional tax and retribution in three district. Without violating the limits defined by the Act, the type and the rates of the taxes determined varied according to the conditions of each region Keywords: Harmonization, decentralization, regional tax. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui taraf harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Pajak Daerah di Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan kabupaten Karanganyar dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan retribusi Daerah. Penelitian menggunakan pendekatan secara normatif sekaligus empiris. Instrumen pengumpul data menggunakan studi kepustakaan, wawancara, dan observasi. Data yang terkumpul disusun dan dianalisis secara sistematis dengan menggunakan metode kualitatif. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan logika deduktif-induktif (umum-khusus) dan kemudian dicari hubungan logis diantara aspek-aspek yang berhubungan. Hasil penelitian ini antara lain : Pertama, Kebijakan Pemerintah Pusat dalam mengatur Pajak Daerah melalui UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, membuat desain penataan pajak daerah lebih tertata dan teratur. Kedua, telah terjadi harmonisasi kebijakan pembentukkan Peraturan Daerah ditiga kabupaten/kota dengan Undang-Undang Pajak dan retribusi Daerah. Penentuan jenis dan tarif pajak dirumuskan secara variatif/ beragam disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing tanpa melanggar batasan yang telah ditentukan oleh UU. Kata Kunci : Harmonisasi, desentralisasi, Pajak daerah
A. Pendahuluan Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah
diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimana kekuasaan yang bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya
Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
75
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian diganti dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004, Terkakhir dibentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan kebijakan pengaturan pemerintahan daerah tersebut diselaraskan dengan adanya perubahan kebijakan terhadap pajak dan retribusi daerah sebagai landasan bagi daerah dalam menggali potensi pendapatan daerah khususnya pendapatan asli daerah, yakni Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kemudian dirubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan tersebut kemudian diganti dengan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”. Hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut. Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada jenis pungutan Pajak dan Retribusi baru yang dapat dipungut oleh Daerah. Oleh karena itu, hampir semua pungutan baru yang ditetapkan oleh Daerah memberikan dampak yang kurang baik terhadap iklim investasi. Banyak pungutan Daerah yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena tumpang tindih dengan pungutan pusat dan merintangi arus barang dan jasa antar daerah.
Salah satu hal penting terkait dengan otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan (Adrianto Dwi Nugroho dan Mailinda Eka Yuniza, 2012 : 131). Sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masingmasing. Sumber-sumber penerimaan tersebut dapat berupa pajak atau retribusi. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, setiap pungutan yang membebani masyarakat baik berupa pajak atau retribusi harus diatur dengan Undang-Undang (UU). Di tingkat daerah implementasi pembentukan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah sering bermasalah dan dibatalkan oleh pemerintah pusat. Data dari Kementerian Dalam Negeri sepanjang tahun 2002-2009 telah membatalkan 1.878 peraturan daerah (perda) tentang pajak daerah dan retribusi daerah provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia melalui surat keputusan (SK) menteri dalam negeri. Jawa Tengah menempati posisi sepuluh besar se Indonesia. (Munawwaroh, 2011, lihat di http://www. tempo.co/read/news/2011/01/28/063309675/10Besar-Provinsi-yang-Perdanya-Dibatalkan, diakses 25 Desember 2012 jam 15.00 WIB ). Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah, apakah pemerintah daerah telah melakukan harmonisasi kebijakan tentang pajak daerah dalam rangka desentralisasi fiskal dan otonomi daerah?. Tulisan ini berangkat dari penelitian penulis yang dibiayai oleh Dana BOPTN Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2013. Fokus penelitian adalah mengkaji formulasi kebijakan daerah tentang pajak dan retribusi daerah setelah dibentuknya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun rentang kebijakan yang diteliti adalah tahun 2009-2013 di Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten karanganyar. Fokus dari artikel ini adalah menulis formulasi kebijakan daerah tentang Pajak Daerah di Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. Basis kajian ini merujuk pada Undang-Undang 28 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum terbentuknya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
76 Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatifempiris. Penelitian Hukum normatif meliputi penelitian terhadap peraturan perundangundangan yang terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah maupun peraturan daerah. Sementara itu penelitian hukum empiris meliputi penelitian terhadap implementasi ketentuan peraturan perundang-undangan ditingkat pusat dalam kontek pemerintah daerah dengan melakukan observasi dan wawancara. Data yang terkumpul disusun dan dianalisis secara sistematis dengan menggunakan metode kualitatif. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan logika deduktifinduktif (umum-khusus) dan kemudian dicari hubungan logis diantara aspek-aspek yang berhubungan. (Burhan Ashshofa, 1996: 61).
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Kebijakan Pemerintah Pusat terkait dengan Pengaturan Pajak Daerah a. Undang Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia UUD Negara Republik Indonesia telah memberikan dasar konstitusional dalam mengatur masalah pajak. Pasal 23A UUD NRI telah menegaskan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Norma yang demikian mempunyai makna bahwa segala sesuatu pungutan yang menjadi beban rakyat harus sepengetahuan rakyat melalui representasinya di lembaga perwakilan rakyat. Persoalan pajak masuk dalam lingkup konstitusional yang dimaksud di atas, sehingga perlu ada pengaturan umum tentang pajak dan retribusi daerah ke dalam undangundang. b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Hak daerah untuk memungut pajak daerah diatur melalui Pasal 21 huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pengelolaan keuangan daerah itu sendiri menjadi kewenangan kepala daerah. Keuangan daerah bersumber dari dana perimbangan dan pendapatan asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas : a) pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu hasil pajak daerah; hasil retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah; b) dana perimbangan ; dan c) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sejalan dengan Pasal 157, dalam Pasal 21 huruf e UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak memungut pajak daerah dan retribusi daerah pelaksanaannya dilakukan berdasarkan peraturan daerah. Pasal 158 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan perda. Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan undang-undang. Hal ini berarti bahwa pungutan pajak daerah harus sesuai dengan ketentuan undang-undang. Perda merupakan pelaksanaan dari undang-undang. Pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah atau pungutan lain selain yang ditentukan undang-undang. Ketentuan tersebut di atas tidak memberikan ruang bagi pemungutan pajak dan retribusi daerah melalui peraturan di daerah selain Peraturan Daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Hal yang paling penting ialah wewenang membentuk aturan hukum Perda adalah berlandaskan kepada suatu aturan hukum khusus yang lebih tinggi. Perda tentang pajak dan retribusi tidak memberikan kewenangann kepada daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (Imam Soebechi, 2012: 133). Secara umum dapat dilihat ketentuan Pasal 189 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merumuskan
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
77
secara eksplisit bahwa untuk penetapan rancangan peraturan daerah (raperda) yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah selain berlaku keharusan untuk menyampaikan terlebih dahulu raperda yang telah disetujui bersama antara DPRD dan Kepala Daerah kepada Gubernur (raperda kabupaten/kota) dan kepada Menteri Dalam Negeri (raperda provinsi) untuk dievaluasi (sesuai Pasal 185 dan Pasal 186 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, juga dikoordinasikan terlebih dahulu dengan menteri keuangan. Prosedur demikian merupakan hal yang harus ditempuh di dalam pembentukan Perda terkait pajak daerah dan retribusi daerah. c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dibentuk guna menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pembentukan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) ini sangat Strategis dan mendasar di bidang desentralisasi fiskal, karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam penataan kembali hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk memberikan dasar hukum yang lebih spesialis dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah (sesuai prinsip lex spesialis derogat legi generali). Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mempertegas bahwa Pajak ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan bahwa Peraturan Daerah tentang Pajak tidak dapat berlaku surut. Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah yang dipergunakan dalam penyusunan UU ini, yaitu:
78 Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
1) Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional; 2) Jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-undang (ClosedList); 3) Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang; 4) Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak yang tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah; 5) P e n g a w a s a n p e m u n g u t a n pajak daerah dilakukan secara preventif dan korektif . Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi. Menurut Ida Zuraida (2012, 25) Tujuan dari penggantian UndangUndang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah semula Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pertama, Memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, kedua, penguatan perpajakan daerah (local taxing empowerment), dan ketiga, Meningkatan efektivitas pengawasan pungutan daerah. 1) Memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah Dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan retribusi Daerah lama (UU No 34 Tahun 2000), Provinsi boleh menambah jenis retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Demikian pula dengan kabupaten/kota boleh menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi criteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
Dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru (UU No 28 Tahun 2009), Daerah tidak boleh memungut pajak daerah selain yang ditetapkan dalam undang-undang dan daerah tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang dicantumkan dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Lebih jelas dalam memehami perubahan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dapat dilihat dalam tabel berikut ini: 2) Penguatan perpajakan daerah (local taxing empowerment) Semula objek pajak dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak restoran dan pajak hiburan, sementara dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 termasuk golongan pajak restoran adalah catering dan jasa boga. Kemudian termasuk golongan pajak hiburan adalah permainan golf dan bowling. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak kabupaten/ kota. Selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Undang-Undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk kesebelas jenis Pajak tersebut. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan semula merupakan jenis pajak daerah Kabupaten/Kota berdasarkan UU No. 18 Tahun 1997, kemudian ditarik dan dijadikan pajak daerah Provinsi berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000. Namun dalam perkembangan terbaru berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dipisahkan menjadi dua jenis pajak daerah yang berbeda, yakni Pajak Air Permukaan sebagai Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Air Tanah Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
sebagai Pajak Daerah Kabupaten/ Kota. Undang-Undang 34 Tahun 2000 khususnya pasal 2 ayat (1) huruf d menyebutkan bahwa Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan A i r B a w a h Ta n a h d a n A i r Permukaan merupakan jenis pajak Propinsi. Namun demikian dalam perkembangan terbaru berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dipisahkan menjadi dua jenis pajak daerah yang berbeda, yakni Pajak Air Permukaan sebagai Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Air Tanah sebagai Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Di samping itu adanya penambahan jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Sebelumnya berdasarkan UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 34 Tahun 2000 tidak ada. UU No. 28 Tahun 2009 telah menetapkan tambahan jenis pajak daerah kabupaten/kota, yakni : (1) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; (2) Pajak Sarang Burung Walet; (3) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; (4) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pemberian diskresi penetapan tarif pajak (maksimum) pengenalan pola penarikan pajak progresif dan kenaikkan batas tarif maksimum dirumuskan dalam tarif pajak di tingkat kabupaten/kota. Secara umum Pasal 45 ayat (1) UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Namun demikian dalam penentuan tarif pajak hiburan dalam kriteria khusus tarif pajak hiburan dapat mencapai maksimum 75%. Hal ini dijelaskan pada ketentuan Pasal 45 ayat (2) khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
79
(tujuh puluh lima persen). Selain ada ketentuan khusus penentuan tarif pajak hiburan paling tinggi 75% hingga melebihi ketentuan umum pajak hiburan umum dengan tarif maksimum 30%, juga ada ketentuan khusus pajak hiburan yang hanya dapat dikenakan tarif pajak hiburan paling tinggi sebesar 10%. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 45 ayat (3) yang menyebutkan memberikan batasan khusus hiburan kesenian rakyat/ tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Desain perbedaan tarif juga ada dalam perumusan tarif pajak penerangan jalan. Secara umum sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Namun demikian pada ketentuan ayat selanjutnya dijelaskan bahwa Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen) (Pasal 55 ayat (2) UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah). Pada Pasal 55 ayat (3) disebutkan Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen). Disamping itu tarif pajak untuk kabupaten/kota yang mengalami kenaikkan antara lain, Pajak Hiburan semula dikenakan tarif maksimal 35% (tiga puluh lima persen) diubah menjadi 75% (tujuh puluh lima persen). Untuk Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan semula 20% (dua puluh persen) diubah menjadi paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) (Pasal 60 ayat (1) UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Tarif Pajak Parkir semula 20% (dua puluh persen) diubah menjadi 30% (tiga puluh persen) (Pasal 65 ayat (1) UU No 28 tahun
80 Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Tarif parkir naik 10% dari tarif parkir sebelumnya yang hanya merumuskan tarif parkir 20%. Kenaikan maksimum tarif pajak ini dapat dikatakan sebagai kompensasi dari penerapan sistem closed list dalam penetapan pajakpajak kabupaten/kota. Selain menetapkan kenaikkan tarif maksimum pajak pada jenisjenis pajak tertentu, UU Nomor 28 thun 2009 juga merumuskan tarif pajak maksimum bagi jenis-jenis pajak baru. Beberapa tarif pajak tersebut antara lain, Tarif pajak sarang burung wallet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) (Pasal 75 ayat (1) UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) (Pasal 80 ayat (1) UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) dan Tarif Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) (Pasal 88 ayat (1) UU No 28 Tahun 2009). 3) Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah UU No 34 Tahun 2000 sistem pengawasannya masih bersifat represif dan pembatalan Perda oleh Mendagri dengan pertimbangan Menkeu. Hal ini dirubah dengan desain sistem pengawasan melalui UU No 28 Tahun 2009, pengawasan bersifat preventif dan korektif. Sedangkan pembatalan peraturan daerah dilakukan oleh presiden, yang sebelumnya diusulkan oleh Mendagri berdasarkan rekomendasi menteri keuangan. Salah satu perubahan mendasar Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 adalah diaturnya mengenai sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil atau Restitusi sebagaimana
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
diamanatkan dalam Pasal 159 ayat (1), yaitu sebagai berikut : 1) Pelanggaran terhadap Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh bupati/ walikota dan DPRD kabupaten/kota sebelum ditetapkan disampaikan kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud. 2) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh gubernur/bupati/ walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. 3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan, Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud.
2. Harmonisasi Peraturan perundangundangan tentang Pajak Daerah di Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta Secara umum kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar telah melakukan langkah-langkah evaluasi untuk melakukan harmonisasi kebijakan daerah dibidang Pajak Daerah dengan Berbagai model masingmasing Daerah. Kabupaten Sukoharjo membentuk tiga Peraturan daerah yang mengatur mengenai pajak daerah yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Khusus Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah hanya berlaku selama 1 (satu) tahun, sejak dinyatakan berlaku Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011 (Pasal 34 Peraturan Daerah No 11 Tahun 2010). Kemudian melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah khususnya ketentuan Pasal 103 angka 11 Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
Ketentuan Penutup menyebutkan Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 180) beserta petunjuk pelaksanaannya, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011. Sedangkan Pemerintah Daerah Kota Surakarta dalam pengaturan tentang Pajak Daerah setelah dibentuknya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah dengan membentuk peraturan daerah yang khusus mengatur mengenai Pajak Daerah. Ada 3 (tiga) Peraturan Daerah Kota surakarta yang mengatur mengenai pajak daerah yaitu : Pertama, Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan; kedua, Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dan ketiga, Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan bangunan Pedesaan dan Perkotaan. Pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk kebijakan daerah dalam menata mengenai Pajak Daerah dalam berbagai peraturan daerah sesuai dengan nama jenis pajak daerah yang akan dipungut. a. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pajak Hotel b. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pajak Restoran c. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan d. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Reklame e. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pajak Air Tanah f. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan g. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
81
h. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Parkir i. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan j. P e r a t u r a n D a e r a h K a b u p a t e n Karanganyar Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Dari ketiga kabupaten/kota tersebut Peraturan Daerah mengenai Pajak daerah dibentuk pada tahun 2010-2012. Hal ini masih sesuai dengan ketentuan yang dirumuskan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tabel Masa Berlaku No.
Jenis Pajak Daerah
Tanggal Berlaku
Keterangan
1
UU 28/2009
01-012010
Definitf
2
BPHTB
01-012011
Definitf
3
PBB 01-01Pedesaan 2014 & Perkotaan
Paling lama
4
Pajak Rokok
Definitf
01-012014
Dalam masa transisi Pasal 180 UU No 28 Tahun 2009 dijelaskan Pada saat UndangUndang ini mulai berlaku: 1) Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah yang masih sesuai dengan UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah yang baru berdasarkan UndangUndang ini; 2) Peraturan Daerah Provinsi tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini, sepanjang Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang Pajak Air Tanah belum diberlakukan berdasarkan UndangUndang ini; 82 Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
3) Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain sebagaimana dirumuskan dalam UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan masih tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini; Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, kabupaten Sukoharjo menyesuaikan dengan ketentuan transisi tersebut dengan mengevaluasi dan mencabut Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo mengenai Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mulai berlaku sejak 1 Januari 2010. Pada waktu tidak lebih dari 1 tahun Kabupaten Sukoharjo telah mengevaluasi semua Peraturan Daerah terkait dengan pajak daerah dengan dibentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Melalui Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah tahun sebelumnya yang mengatur mengenai Pajak Daerah diluar yang dtentukan oleh UU No 28 Tahun 2009 dicabut dan dinyataan tidak berlaku. Adapun Peraturan Daerah yang dicabut tersebut antara lain : 1) Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 23 Tahun 1993 tentang Pajak Pengeras Suara/ Sound System, Brak/Tenda, Dekorasi dan Perlengkapan Perjamuan di Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo; 2) Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 2 Tahun 1994 tentang Pajak Bangsa Asing (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1997 Nomor 6 Seri A Nomor 1); 3) Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pajak Atas Penjualan Minuman Keras (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1996 Nomor 16 Seri A Nomor 1); Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar dalam merumuskan jeni retribusi juga telah sesuai dengan ketentuan UU No 28 Tahun 2009. Dari 11 jenis pajak yang dirumuskan secara limitatif oleh UU No 28 tahun 2009 tidak semua kabupaten/kota
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
merumuskan semua ketentuan UU tersebut didalam Peraturan Daerah. Kota Surakarta hanya merumuskan 10 jenis pajak daerah dari 11 pajak yang dimungkin berdasarkan ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009. Kota Surakarta tidak merumuskan jenis pajak mineral bukan logam dan batuan sebagai salah satu jenis pajak yang dijadikan objek pajak di Kota Surakarta karena dinilai Pajak Mineral Bukan Logam dan batuan tidak memiliki potensi ekonomis di Kota Surakarta. Sedangkan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo dari 11 jenis pajak yang dimungkinkan untuk rumuskan dalam pajak daerah hanya merumuskan 10 jenis pajak saja. Kedua Kabupaten ini tidak memasukkan Pajak Sarang burung walet menjadi objek pajak yang dirumuskan dalam ketentuan peraturan daerah.
Ketentuan tersebut masih dalam kerangkan yang dimungkinkan menurut UU No 28 Tahun 2009. Konsideran menimbang huruf e UU No 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Selanjutnya Pasal 2 ayat (4) ditegaskan Jenis Pajak dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Secara lebih jelas mengenai jenis-jenis Pajak daerah yang ditetapkan di Kabupaten Sukohrajo, Kota Surakarta dan kabupaten Karanganyar dapat dilihat dalam table berikut ini :
Tabel Perbandingan Perumusan Jenis Pajak di Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan kabupaten karanganyar No. UU No. 28 Tahun 2009
Kota Surakarta
Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Karanganyar
1.
Pajak Hotel
Pajak Hotel
Pajak Hotel
Pajak Hotel
2.
Pajak Restoran
Pajak Restoran
Pajak Restoran
Pajak Restoran
3.
Pajak Hiburan
Pajak Hiburan
Pajak Hiburan
Pajak Hiburan
4.
Pajak Reklame
Pajak Reklame
Pajak Reklame
Pajak Reklame
5.
Pajak Pene-rangan Jalan
Pajak Pene-rangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan
6.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Tidak Mengatur
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7.
Pajak Parkir
Pajak Parkir
Pajak Parkir
Pajak Parkir
8.
Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah
9.
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Tidak Mengatur Walet
Tidak Mengatur
10.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Sumber : diolah dari Perda Pajak di Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
83
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar juga merumuskan secara variatif persentase tarif pajak yang diterapkan di daerahnya. Dari seluruh jenis pajak yang ada, Pajak hiburan merupakan jenis pajak yang memiliki variasi tarif yang paling banyak. Kota Surakarta membagi Pajak Hiburan menjadi 16 macam tarif pajak yang termasuk pajak hiburan dengan tarif terendah Pagelaran kesenian tradisional (5%) dan tarif tertinggi mencapai 40% yaitu Diskotik, dan sejenisnya juga Mandi uap/spa. Sedangkan Kabupaten Sukoharjo membagi pajak hiburan menjadi 11 macam tarif. Ada hal menarik terhadap kebijakan Kabupaten Sukoharjo yang merumuskan tarif terendah pada tarif Pagelaran kesenian, tradisional yaitu 0% dan tarif tertinggi tarif pajak Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya (30%). Kabupaten Karanganyar merumuskan Pajak hiburan menjadi 3 macam, yaitu tarif adalah Hiburan kesenian rakyat/tradisional 10% dan yang tertinggi pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat dan mandi uap/ Spa, tarif Pajak Hiburan sebesar 40%. Disamping itu terkait dengan pajak restoran Kota Surakarta juga mengeluarkan kebijakan yang berbeda yaitu menentukan tarif pajak restoran tidak disamakan semuanya namun membagi tarif pajak menjadi 3 (tiga) kategori yaitu kategori A, B dan C. Penentuan tarif pajak dikabupaten/kota yang sangat variatif adalah masih sesuai dengan ketentuan UU No 28 Tahun 2009 dengan catatan tidak melebihi besaran pajak yang ditentukan oleh UU. Rumusan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam konsideran menimbang huruf d bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
84 Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Perbedaan formulasi kebijakan pemerintah daerah dalam menyusun peraturan daerah tentang Pajak Daerah, memang dimungkinkan dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perbedaan penentuan jenis pajak disetiap kabupaten/kota dan variatifnya tarif pajak yang dirumuskan mencerminkan adanya nilai kearifan lokal masing-masing daerah yang menilai dan menganalisis potensi daerah.
D. Simpulan Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut : 1. K e b i j a k a n P e m e r i n t a h P u s a t d a l a m pengelolaan pajak daerah, diawali perumusannya melalui konstitusi Pasal 23 A UUD Negara Republik Indonesia, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan secara desain Pajak dan retribusi daerah dirumuskan melalui UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kebijakan pemerintah pusat melalui UU No 28 Tahun 2009 membuat desain penataan pajak daerah lebih tertata dan teratur. 2. Telah terjadi harmonisasi kebijak an pembentukan Peraturan Daerah di tiga kabupaten/kota (Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar) dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan retribusi Daerah. Penentuan jenis dan tarif pajak dirumuskan secara variatif/ beragam disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing tanpa melanggar batasan yang telah ditentukan oleh UU.
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
Daftar Pustaka Adrianto Dwi Nugroho dan Mailinda Eka Yuniza. 2012. Pengaturan Pajak Daerah Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Yogyakarta, Jurnal MIMBAR HUKUM volume 24 Nomor 1, Februari 2012. Burhan Ashshofa. 1996. Metode Penelitian Hukum, Jakarta. Rineka Cipta. Ida Zuraida. 2012. Teknik Penyusunan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah. Jakarta. SInar Grafika. Imam Soebechi. 2012. Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta: SInar Grafika. Munawwaroh, 2011, 10 Besar Provinsi yang Perdanya dibatalkan, lihat di http://www.tempo.co/read/ news/2011/01/28/063309675/10-Besar-Provinsi-yang-Perdanya-Dibatalkan, diakses 25 Desember 2012 jam 15.00 WIB Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pajak Hotel Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pajak Restoran Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Reklame Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pajak Air Tanah Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Parkir Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah
Yustisia Edisi 91 Januari - April 2015
Harmonisasi Pengaturan Pajak Daerah ...
85