perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Endang Mujiwati, 2010. Pengaruh Nilai Penetrasi Kombinasi Aspal Penetrasi 60/70 dengan Residu Oli Terhadap Nilai Unconfined Compressive Strength, Indirect Tensile Strength dan Permeabilitas untuk Campuran Split Mastic Asphalt. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pemakaian kendaraan bermotor yang cukup tinggi menghasilkan limbah minyak pelumas yang cukup besar. Pembuangan oli bekas begitu saja dapat menambah pencemaran di bumi. Penggunaan campuran aspal penetrasi 60/70 dan residu oli pada campuran split mastic aspal diharapkan dapat menghemat pengunaan aspal, serta lebih ramah lingkungan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh nilai penetrasi kombinasi aspal penetrasi 60/70 dengan residu oli terhadap nilai UCS, ITS, dan permeabilitas dengan menggunakan metode eksperimental di laboratorium dengan menggunakan kadar aspal optimum sebesar 5,903% dan variasi kadar residu oli terhadap aspal sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Gradasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Bina Marga 0/11 untuk SMA. Total benda uji berjumlah 54 buah dengan pengujian UCS, ITS, dan permeabilitas. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi dengan memperhatikan nilai koefisien determinasi (r2) dan koefisien korelasi (r), serta analisis varian satu arah (uji F). Hasil análisis data menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan antara kadar residu oli dengan nilai penetrasi, pola hubungan antara nilai penetrasi dengan UCS, ITS, dan permeabilitas. Penambahan campuran aspal residu oli cenderung menaikkan nilai penetrasi dimana batas kadar residu oli yang masih dapat digunakan sebesar 10%. Penambahan residu oli pada aspal menghasilkan nilai UCS, ITS dan koefisien permeabilitas yang cenderung turun. Pada pengujian sampai dengan penambahan kadar residu oli 10% diperoleh nilai UCS untuk masing-masing variasi residu oli sebesar 4155,1 KPa, 4318,5 KPa, 3742,7 KPa. Pada pengujian ITS diperoleh untuk masing-masing variasi residu oli sebesar 314,75 KPa, 207,1 KPa, 189,9 KPa. Pada pengujian Permeabilitas diperoleh koefisien permeabilitas untuk masing-masing variasi residu oli sebesar 1,48E-03 cm/dt, 1,15E-03 cm/dt, 1,01E-03 cm/dt.
Kata kunci: residu oli, nilai penetrasi, ITS, UCS, permeabilitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Endang Mujiwati, 2010. The Influence of Penetration Value Combination 60/70 Penetration Grade Bitumen with Oil Residue to Unconfined Compressive Strength Test Value, Indirect Tensile Strength Test and Permeabily in Split Mastic Asphal Mixture. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Use the vehicle high enough to produce waste lubricating oil which is big enough. Disposing of used oil so it can add to the pollution of the earth. Use a mixture of 60/70 penetration asphalt and residual oil in the mixture of split mastic asphalt is expected to save the use of asphalt, and more environmentally friendly. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik pengaruh nilai penetrasi aspal penetrasi 60/70 dengan residu oli terhadap nilai kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas. The purpose of this study is to analyze the effect of 60/70 penetration asphalt penetration values with the residual oil to the value of indirect tensile strength, unconfined compressive strength, and permeability by experimental method in laboratory using the optimum bitumen content of 5.903% and variation of residual oli to asphalt content 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, and 25%. Gradatio used in this research is Bina Marga 0/11 for SMA. Total specimens are 54 units with indirect tensile test, unconfined compressive strength, and permeability. The analysis was conducted using the regression analysis method by taking the determination coefficient (r2) and correlation coefficient (r) into consideration and one-way analysis of variance (F test). Data analysis results showed that there was pattern correlation between the level of residual oil by penetration, pattern of correlation between the value of penetration with UCS, ITS and permeability. Residual oil asphalt addition tent to raise value penetration level where limits are still can be used 10%. Residual oil addition of asphalt to make the value UCS, ITS and permability tends to fall. In testing adding up to 10% residue oil content of UCS value obtained for every variety of residual oil are 4155,1 KPa, 4318.5 KPa, 3742.7 KPa. Testing on ITS variation obtained for each of residual oil are 314.75 KPa, 207.1 KPa, 189.9 KPa. Testing on permeability variation obtained for each of residual oil are 1,48E-03 cm/dt, 1,15E-03 cm/dt, 1,01E-03 cm/dt.
commit to user Kata kunci: residual oil, penetration value, ITS, UCS, permeability
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Residu oli (oli bekas) dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti industri, pertambangan, dan usaha perbengkelan. Oli bekas termasuk dalam limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang mudah terbakar sehingga bila tidak ditangani pengelolaan dan pembuangannya akan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, oli bekas di dalamnya terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif serta deposit dari logam berat yang bersifat karsinogenik yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Residu oli merupakan hasil dari sisa proses daur ulang minyak pelumas bekas yang tidak terpakai. Penelitian tentang pemanfaatan residu oli belum begitu digalakkan, terutama pada perkerasan jalan raya. Padahal kebutuhan aspal di Indonesia meningkat. Hingga di masa sekarang dorongan ekonomi tetap ada dan dorongan kelestarian lingkungan, hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya penelitian– penelitian mengenai upaya pemanfaatan limbah pemurnian pelumas bekas.
Pemurnian minyak pelumas bekas merupakan suatu proses yang sangat menarik. Minyak pelumas bekas diperbaharui dan dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan dari minyak yang digunakan. Pemurnian minyak adalah energy yang efisien dan ramah lingkungan dengan menggunakan metode-metode pengolahan minyak. Pemurnian minyak pelumas bekas bertujuan untuk mengkonversi menjadi bahan yang dapat digunakan kembali. Dari yang semula minyak hanya digunakan sekali, namun dalam hal ini dengan suatu proses sehingga dapat digunakan kembali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Pada penelitian ini digunakan split mastic asphalt (SMA) karena sebagian besar pembangunan jalan di Indonesia menggunakan SMA, dengan agregat baru. Hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian agar hasil sisa proses daur ulang minyak pelumas bekas dapat di manfaatkan. Sehingga dalam pencampuran residu oli dengan aspal diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam penghematan penggunaan aspal dan mempertahankan sifat-sifat aspal serta dapat memudahkan dalam pelaksanaan perkerasan (workability). SMA adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi senjang, dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara panas dalam suhu tertentu. SMA merupakan campuran agregat dengan gradasi senjang yang tersusun atas agregat yang terdiri dari beberapa fraksi yaitu fraksi kasar, halus dan filler dengan menggunakan bahan ikat aspal dan bahan tambah sellulosa.
Perkerasan jalan raya selalu mengalami pembebanan secara berulang yang menyebabkan perkerasan mengalami kerusakan. Kerusakan yang tejadi pada perkerasan bermacam-macam seperti cracking, deformasi, lubang dan lain sebagainya. Untuk itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui seberapa besar kekuatan perkerasan yang ada. Pada penelitian ini pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kuat tarik, kuat tekan dan permeabilitas.
Konstruksi jalan beraspal di Indonesia yang beriklim tropis tidak lepas dari pengaruh hujan dan temperatur akibat perubahan cuaca. Masuknya air atau udara yang berlebih ke dalam campuran aspal akan menurunkan mutu campuran aspal. Dari sudut pandang ini, maka pengendalian rongga (pori) dalam campuran aspal menjadi sangat penting, terlebih pada lapis permukaan. Sebagai lapis permukaan, campuran aspal berfungsi sebagai lapis aus (wearing course) yang kedap air. Hal ini berhubungan dengan rongga dalam campuran yang dapat dinyatakan dengan suatu nilai karakteristik permeabilitas campuran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Permeabilitas merupakan sifat yang menunjukkan kemampuan perkerasan untuk dilalui atau dirembesi oleh fluida melalui hubungan antar pori dimana semakin kecil angka pori, maka koefisien permeabilitas semakin besar. Parameter ini secara langsung berpengaruh terhadap kekuatan material jalan itu sendiri. Oleh karena itu, permeabilitas campuran aspal merupakan hal penting yang harus diperhatikan agar dapat menghasilkan konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai katahanan yang baik.
Kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strenght) adalah kemampuan lapis perkerasan untuk menahan beban berupa tarikan yang terjadi pada arah horizontal. Uji kuat tarik tidak langsung digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya retakan pada lapis perkerasan yang akan berpengaruh terhadap umur layan suatu lapis perkerasan tersebut.
Perkerasan yang mengalami pembebanan dengan jangka waktu yang sangat cepat, akan bersifat elastis, namun pembebanan yang terjadi cukup lama seperti on street parking atau pada saat kendaraan mangkir menjadikannya bersifat plastis (viscous). Oleh karena itu perlu dilakukan uji kuat tekan bebas (Unconfined Compressive Strength) untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perkerasan untuk menahan beban tersebut, sehingga perkerasan dapat melayani lalu lintas sampai dengan umur layan yang telah direncanakan.
Kuat tekan bebas (Unconfined Compressive Strength) adalah kemampuan lapis perkerasan untuk menahan beban yang disebabkan oleh berat kendaraan yang membebani perkerasan arah vertikal termasuk muatan dan pukulan roda akibat permukaan perkerasan yang tidak rata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh nilai penetrasi dalam tinjauan Indirect Tensile Strength, Unconfined Compressive Strength dan Permeabilitas apabila menggunakan residu oli sebagai bahan modifikasi aspal pada campuran Split Mastic Asphalt?
1.3.
Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat berjalan secara sistematis maka permasalahan yang ada perlu dibatasi dengan batasan-batasan sebagai berikut : 1. Perkerasan lentur yang direncanakan adalah Split Mastic Asphalt (SMA) 2. Aspal yang digunakan adalah jenis aspal keras penetrasi 60/70 dicampur dengan hasil pemurnian minyak pelumas bekas yang didapat dari PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia (WGI) Cibitung, Bekasi. 3. Agregat yang digunakan adalah agregat baru dari PT. Pancadarma Puspawira. 4. Gradasi yang digunakan spesifikasi SMA Grading 0/11, Bina Marga DPU (1997). 5. Serat sellulosa dengan typical properties 0.025 gr / cc. 6. Kadar penambahan serat sellulosa adalah 0,3% berat aspal. 7.
Diadakan pencampuran aspal residu oli dengan aspal keras penetrasi 60/70 dengan variasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% residu oli.
8. Pengujian ITST (Indirect Tensile Strength Test), UCST (Unconfined Compressive Strength Test), dan permeabilitas.
1.4.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh nilai penetrasi dalam tinjauan Unconfined Compressive Strength, Indirect Tensile Strength dan Permeabilitas apabila menggunakan residu oli sebagai bahan modifikasi aspal pada campuran Split Mastic Asphalt
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
1.5.
Hipotesa
Penggunaan residu oli sebagai bahan tambah aspal diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang baik pada kuat tekan, kuat tarik dan permeabilitas campuran Split Mastic Asphalt. Dengan penambahan residu oli pada aspal diharapkan perkerasan akan lebih kedap air dan menjadikan perkerasan memiliki daya tahan yang baik terhadap kuat tekan dan kuat tarik.
1.6.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat teoritis -
Pemanfaatan bahan terbuang menjadi bahan yang berguna sehingga dapat memberikan kontribusi ilmiah pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Rekayasa Jalan Raya.
-
Menambah pengetahuan sejauh mana residu oli dapat digunakan sebagai bahan tambah pada perkerasan Split Mastic Asphalt (SMA)
-
Mengembangkan pengetahuan di dunia teknik mengenai karakteristik kuat tekan, kuat tarik dan permeabilitas dengan metode Hot Mix.
b.
Manfaat praktis -
Menambah alternatif pilihan penggunaan bahan perkerasan yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
-
Mengatasi masalah limbah pelumas bekas dan dampak lingkungan.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka Konstruksi perkerasan jalan pada dasarnya merupakan perpaduan antara material campuran (kerikil dan pasir), dengan bahan pengikat semen atau aspal (Sukirman, 1999) Dibanding campuran aspal beton, Split Mastic Asphalt (SMA) mempunyai beberapa keunggulan, antara lain : stabilitas yang tinggi, tahan terhadap bleeding, awet dan tahan lama, serta lebih flexible terhadap fatigue. (Khaeruddin, 1990). Namun SMA juga mempunyai kekurangan yaitu pemakaian kadar aspal yang tinggi. Akibat pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran Split Mastic Asphalt harus distabilkan dengan menambahkan bahan tambah (additive) berupa serat sellulosa, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk memakai bahan tambah lain. Split Mastic Asphalt (SMA) biasanya dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara hot mix pada suhu tertentu. Dalam penelitian ini digunakan bahan tambah berupa residu oli yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan aspal, sehingga diharapkan dapat menghemat dari segi biaya. Residu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan residu hasil proses pemurnian minyak pelumas bekas, dalam hal ini residu oli mempunyai nilai viskositas rata–rata produksi perhari 200 Pa.s dan spesifik grafity 0.97 gr/cm3 dengan suhu pemanasan 300˚ C. (PT. Wirastama Gemilang Indonesia, 2008)
Sellulosa adalah serat alam yang berasal dari tumbuhan baik yang diambil dari biji, batang maupun daunnya. Serat sellulosa mempunyai diameter 2 – 20 nm dan panjang 100 – 40.000 nm. Serat sellulosa mempunyai sifat antara lain tahan commit to user terhadap panas sehingga menjadikan struktur yang stabil dan awet, meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
kohesi dari bitumen sehingga daya rekat akan semakin lebih kuat, tahan terhadap bakteri dan jamur serta meningkatkan viscositas bitumen agar tidak terjadi binder drainage (Suprijono, 1978). Konsumsi minyak pelumas (oli) di Indonesia, baik untuk otomotif maupun mesinmesin industri mencapai 650 juta liter per tahun dengan peningkatan sekitar 7-10 persen per tahun. Dengan asumsi oli yang terbakar atau terbuang dalam pemakaian mencapai 20%, maka dalam satu tahun diperoleh supply oli bekas sebesar 520 juta liter per tahun atau 1.420 kiloliter per hari. (Ditjen Migas)
Aspal residu oli bekas sering disalahartikan dengan aspal residu. Pada kenyataannya keduanya sangat berbeda, karena yang dimaksud dengan aspal residu adalah sisa hasil penyulingan aspal yang terdiri dari aspal dan bahan-bahan lain sebagai penyusun. Sedangkan residu oli adalah oli bekas yang sudah melalui proses pemurnian dengan cara dewatering, de fueling dan destilasi sehingga akan didapatkan bahan oli murni.
Bahan peremaja aspal lama yang digunakan adalah Residu Oli Bekas (ROB-50) yang tersusun dari tiga komponen antara lain ROB, aspal minyak berupa aspal keras dan miyak tanah dengan persentase masing-masing campuran tersebut berurutan 5%, 30%, dan 20%. Dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan peremaja ROB-50 dengan konsentrasi 1.1%, 1.2%, dan 1.3% dengan ditambahkan aspal baru penetrasi 60/70 dari 0% hingga 1.0% terhadap total campuran dapat digunakan untuk meremajakan karakteristik aspal lama hingga memenuhi persyaratan aspal keras penetrasi 60/70. Perubahan karakteristik aspal lama tersebut meliputi peningkatan penetrasi sebesar 264%, 272%, dan 284%. Penurunan titik lembek sebesar 86.2% dan 81.3% dan perbaikan nilai daktilitas hingga memenuhi persyaratan yang mengalami peningkatan lebih dari 370.4%. Kinerja peremaja ROB-50 dalam campuran sangat efektif dalam memobilisir dan menurunkan viskositas aspal secara cepat dan menyeluruh sehingga dapat mengisi rongga-rongga dalam campuan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa campuran jalan aspal lama dengan kadar to aspal commit useryang tinggi (7.88%), karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
campuran dapat diperbaiki dengan ROB-50 hingga memenuhi persyaratan lapis aspal beton (laston) tanpa diperlukan penambahan aspal baru. (Ismanto, 1997)
Komposisi kandungan residu oli terdiri dari 75-80% stok minyak dasar, 5-10% bahan bakar, 1% kotoran, 10-20% zat additive, 5-10% air. Dari unsur kandungan tersebut bercampur menjadi satu dan untuk memperoleh base oil harus dilakukan proses pemurnian oli bekas dengan menambahkan zat additive yang kemudian dari proses pemurnian tersebut dihasilkan sisa daur ulang yang berupa residu oli yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pengikat pada split mastic asphalt. (Seqhuola. W , 2007)
Metode perkerasan HMA dilakukan berdasarkan asumsi bahwa retak kelelahan umumnya berawal dari lapisan bawah karena tegangan/regangan tarik yang berlebihan, dan kemudian menyebar ke permukaan di atasnya. Namun, retak kelelahan juga dapat berawal dari bawah ke atas ataupun dari atas ke bawah tergantung lokasi pada lapisan HMA yang mengalami tegangan dan regangan tarik horisontal maksimum. Banyak faktor seperti struktur perkerasan dan konfigurasi beban roda, mempengaruhi lokasi dan besarnya retak kelelahan berhubungan dengan tegangan tarik. Tegangan membujur dan melintang antara perkerasan dan ban sangat mempengaruhi regangan tarik maksimum pada lapisan HMA, dan regangan tarik maksimum dapat terjadi di atas atau di bawah (atau pada keduanya) lapisan HMA, sehingga mempengaruhi retak awal atas ke bawah dan/atau bawah ke atas (Hu dan Walubita, 2008). Perkerasan jalan raya sering mengalami retak yang disebabkan oleh pengulangan beban yang akan menyebabkan adanya gaya tarik pada perkerasan. Berbeda dengan beban tekan yang secara empiris dapat diperoleh dengan pengujian Marshall secara langsung, besarnya beban tarik tidak dapat dilakukan pengujian secara langsung dengan Marshall, padahal pada kondisi lapangan justru beban tarik yang sering menyebabkan retak terutama pada bagian bawah lapisan perkerasan. Namun untuk mendapatkan pembebanan gaya tarik aspal yang terjadi di lapangan sangat sulit sehinggacommit metode to yang user paling sesuai untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
gaya tarik dari split mastic asphalt adalah dengan menggunakan metode Indirect Tensile Strenght Test di laboratorium.
Kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strenght) adalah kemampuan lapis perkerasan untuk menahan beban berupa tarikan yang terjadi pada arah horizontal. Uji kuat tarik tidak langsung digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya retakan yang terjadi pada lapis perkerasan. (Rachman W,2010)
Pemberian beban yang berkelanjutan (berulang) akan mengakibatkan kenaikan tegangan (stress) yang akan diikuti pula dengan kenaikan regangan (strain), sampai pada regangan tertentu, yaitu keadaan saat benda uji mulai runtuh (mengalami retak) yang berarti tegangan yang terjadi merupakan tegangan maksimum. Pada keadaan tegangan maksimum dan regangan tertentu ini benda uji dianggap mengalami gaya tarik tidak langsung. Setelah benda uji runtuh / retak maka besarnya tegangan yang diperlukan sampai benda uji hancur (pecah) akan semakin turun, tetapi regangan yang terjadi justru akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh ikatan dalam benda uji semakin turun karena sudah mengalami retak yang berakibat pada pecahnya / hancurnya benda uji. (Abojaradah et al, 2009). Unconfined Compressive Strength adalah pengujian secara tidak langsung untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas pada suatu campuran perkerasan. Pengujian ini dilakukan dengan alat uji dimana pembebanan berupa plat yang rata dan diberikan penekanan secara aksial atau tegak lurus dengan arah pemadatan. Kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada benda uji mengalami keruntuhan atau regangan aksialnya mencapai 20 %. ( Esghier, 1984) Kuat tekan bebas (Unconfined Compressive Strength) adalah kemampuan lapis perkerasan untuk menahan beban secara vertikal yang disebabkan oleh berat kendaraan termasuk muatan yang membebani perkerasan serta pukulan roda akibat permukaan perkerasan yang tidak rata. Uji kuat tekan bebas digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya kerusakan perkerasan akibat commit to user pembebanan yang terlalu lama pada perkerasan. Besarnya beban kendaraan yang
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disalurkan oleh roda kendaraann yang merupakan beban tekan yang diterima perkerasan. Akan tetapi, pembebanan yang terjadi secara terus-menerus yaitu pada saat kendaraan berhenti terlalu lama di atas perkerasan misalnya pada saat kondisi on street parking atau saat kendaraan mangkir. Serta adanya perubahan cuaca dan waktu akan menyebabkan perkerasan menjadi viskos sehingga berpengaruh terhadap nilai kuat tekan perkerasan.
Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk meloloskan zat alir (fluida) baik gas maupun cair. Rongga sangat penting dan memberi pengaruh terhadap permeabilitas di dalam perkerasan yang dapat mengakibatkan oksidasi dan penguapan pada bahan ikatnya. (Ariwibowo, 2003)
Dalam hal ini penelitian digunakan residu oli hasil pemurnian minyak pelumas bekas sebagai campuran bahan pengikat pada campuran SMA. Adapun variasi yang diberikan yaitu 5% residu oli dengan 95% aspal, 10% residu oli dengan 90% aspal, 15% residu oli dengan 85% aspal, 20% residu oli dengan 80% aspal, 25% residu oli dengan 75% aspal serta dilakukan pengujian UCS, ITS, dan permeabilitas.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Pembebanan Pada Perkerasan Jalan Lapisan perkerasan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban di atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Tujuan utama pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah yang menyokong tanah tersebut. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketika kendaraan bergerak, timbul tegangan dinamis akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan sebagainya. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi dipermukaan perkerasan dan terdistribusi dalam bentuk pyramid dalam arah vertical pada seluruh ketebalan struktur perkerasan. Makin ke bawah makin kecil beban yang telah terdistribusi, sehingga lapis tanah dasar tidak mengalami distorsi atau rusak. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 2.1 di bawah ini.
Beban lalu lintas
Wearing course
Deformasi
Gaya tarik
Gaya tarik
Beban lalu lintas tersebar pada perkerasan
Sub base course
Base course
Tanah dasar
Reaksi perlawanaan pada lapis tanah dasar (Subgrade) Sumber : Wignall, 2003
Gambar 2.1. Distribusi beban pada struktur jalan
Banyak hal yang menyebabkan rusaknya perkerasan jalan, salah satunya adalah karena beban tarik. Beban tarik sering menyebabkan adanya retak, terutama diawali dengan adanya retak awal (crack initation) pada bagian bawah lapisan perkerasan yang kemudian akan menjalar ke permukaan. Untuk mengetahui karakteristik material perkarasan lentur dilapangan mulai dikembangkan dengan analisa dilaboratorium agar tercapai mix desain yang tepat. 2.2.2. Struktur Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat.
Lapisan-lapisan
perkerasannya
bersifat
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. (Sukirman, 1992) commit to user
memikul
dan
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi lapisan-lapisan tersebut memiliki fungsi dan sifat-sifat yang berbeda-beda. Pada umumnya perkerasan lentur terdiri dari empat lapis konstruksi material jalan yang terdiri seperti pada Gambar 2.2. Lapis aus Lapis antara
Lapis permukaan Lapis pondasi atas
Lapis pondasi bawah
Tanah dasar
Gambar 2.2. Struktur Perkerasan lentur
a. Lapis Permukaan (Surface Course) Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, terdiri dari lapis aus (wearing course) yang berfungsi :
Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat (anti selip)
Berfungsi sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang makin lama makin tipis karena langsung bersentuhan dengan roda-roda kendaraan lalu lintas.
Dan lapis antara (binder course), yang berfungsi :
Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk mengurangi tegangan pada lapisan bawah lapisan jalan.
Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga melindungi stuktur perkerasan jalan dari perubahan cuaca.
Menyediakan permukaan jalan yang baik dan rata sehingga nyaman dilalui.
Selain itu, bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu, bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan beban untuk lapis permukaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
b. Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah, yang berfungsi :
Lapis pendukung bagi lapis permukaan
Pemikul beban horizontal dan vertikal
Lapis perkerasan bagi lapis pondasi bawah
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
c. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar, yang berfungsi :
Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi
Lapis pertama pada pembuatan perkerasan
Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal
Melindungi lapis tanah dasar langsung setelah terkena udara.
Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
d. Tanah Dasar (Sub Grade) Tanah dasar (Subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah commit galian atau permukaan tanah yangto user setelah dipadatkan dan merupakan
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar yang di antaranya berfungsi :
Pemberi daya dukung terhadap lapisan di atasnya
Sebagai tempat perletakan pondasi jalan.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi 3 jenis konstruksi perkerasan, yaitu : a) Konstruksi perkerasan lentur (fleksible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur” karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar. b) Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagi bahan pengikat. Disebut “kaku” karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besarbesaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. c) Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu perkerasan yang mengkombinasikan antara PC dan aspal sebagai bahan pengikatnya. Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Perkerasan jenis pertama merupakan
penggabungan
secara
berlapis
antara
perkerasan
lentur
(menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan perkerasan kaku (menggunakkan PC sebagai bahan pengikat). 2.2.3.
Bahan Penyusun Lapis Split Mastic Asphalt (SMA)
Split Mastic Asphalt (SMA) merupakan salah satu jenis perkerasan lentur yang umum digunakan di Indonesia. SMA merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
senjang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Pembuatan lapis SMA dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung terukur yang dapat melindungi konstruksi di bawahnya Campuran SMA ini pertama kali diperkenalkan di Jerman sekitar tahun 1960-an, dan saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi sebuah teknologi konstruksi jalan raya yang dipakai diseluruh penjuru dunia. Di Indonesia campuran SMA ini baru diperkenalkan pada tahun 1980-an, yang diharapkan dapat mampu mengatasi salah satu kendala utama yang dihadapi, yaitu dapat meningkatkan umur teknis jalan. Pemegang otoritas jalan di Indonesia pada tahun 1990-an awal memasukkan teknologi Split Mastic Asphalt dengan bahan tambah serat (SMA + S) menjadi salah satu spesifikasi nasional lapis perkerasan jalan. (Lisminto dan As’ad, 1993). Tabel 2.1. Spesifikasi Split Mastic Asphalt 1
Aspal
penetrasi 60/70
2
Stabilisasi bahan tambah
min 0.3% dari berat total campuran
3
Kadar rongga dalam campuran (VIM)
3% - 5%
4
Stabilitas Marshall
> 750 kg
5
Kelelahan (flow)
2 mm – 4 mm
6
Marshall Quotient
190 – 300 kg/mm
Sumber: Spesifikasi Split Mastic Asphalt menurut Bina Marga (1997)
Dibandingkan dengan aspal beton, campuran SMA mempunyai beberapa kelebihan terutama, antara lain : a. Mempunyai permukaan yang kasat dan homogen, sehingga friction lebih tinggi dan aman. Untuk lalu lintas luar kota dengan kecepatan yang relative tinggi atau didaerah kota-kota besar yang lalu lintasnya dengan muatan yang sarat. b. Lebih fleksibilitas terhadap fatigue atau tanah dasar yang kurang mantap. c. Lebih tahan terhadap bleeding, drain out dari aspal dan pembebanan yang cukup berat. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Lebih tahan terhadap sinar ultra violet atau oksidasi disebabkan kadar aspal yang tinggi sehingga umur rencana yang diharapkan menjadi lebih lama. e. Karena muatan lalu lintas pada umumnya tidak terukur pembebanannya di Indonesia maka lebih menguntungkan untuk diterapkan di Indonesia 2.2.3.1. Agregat Agregat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Agregat Segar (Fresh Aggregate). Yang perlu diperhatikan jika agregat dicampur aspal adalah partikel-partikel antar agregat harus terikat satu sama lain oleh aspal.
Agregat didefinisikan sebagai batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi mineral lainya, baik yang berupa hasil pengolahan (penyaringan, pemecahan) yang merupakan bahan baku utama konstruksi perkerasan jalan. Pada perkerasan SMA yang dibuat melalui proses pencampuran panas, agregat kasar mengisi 70% berat campuran. Oleh karena itu perlu diperhatikan dengan baik kualitas agregat yang akan dipakai, yaitu dengan memperhatikan sifat – sifat dari agregat tersebut seperti gradasi dan ukuran butir, kebersihan, bentuk dan tekstur permukaan, kekuatan dan porositas. Diperlukan pemeriksaan laboratorium mengenai mutu dari agregat itu sendiri. Menurut proses pengolahannya agregat dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. Agregat Alam (Natural Aggregate) Agregat yang dapat diambil langsung dari alam tanpa proses pengolahan dan dapat langsung dipakai sebagai bahan perkerasan jalan. Agregat alam yang banyak digunakan sebagai bahan penyusun perkerasan adalah kerikil dan pasir. 2. Agregat dengan Pengolahan Agregat yang berasal dari mesin pemecah batu. Pengolahan ini bertujuan untuk memperbaiki gradasi agar sesuai dengan ukuran yang diperlukan, membentuk bentuk yang bersudut dan bertekstur kasar. 3. Agregat Buatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agar mempunyai daya tahan tinggi dan ringan untuk digunakan pada konstrusi jalan. Menurut ukuran agregat dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. Agregat Kasar (Coarse Agregate) Adalah agregat yang tidak lolos saringan 2,36 mm. 2. Agregat Halus (Fine Agregate) Adalah agregat yang lolos saringan 2,36 mm dan tertahan saringan No. 200. 3. Filler Adalah bagian dari agregat yang lolos saringan No. 200 (<75 m).
Sifat agregat memberikan pengaruh yang penting pada campuran SMA. Sifat agregat tersebut antara lain adalah gradasi. Gradasi adalah pembagian ukuran agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Gradasi Seragam (Uagregat niform Gradation) Adalah gradasi dengan ukuran butir yang hampir sama. 2. Gradasi Baik (Well Gradation) Adalah agregat dengan ukuran butir dari besar ke kecil dengan porsi yang hampir seimbang. 3. Gradasi Senjang (Gap Gradation) Adalah gradasi dimana ada bagian tertentu yang dihilangkan sebagian.
Gradasi yang digunakan dalam SMA adalah gradasi senjang (Spesifikasi Bina Marga 1997) dengan memaksimalkan interaksi diantara fraksi kasar dalam suatu campuran untuk mendapatkan nilai stabilitas yang tinggi dan tahan terhadap gaya geser dari campuran. Sebagai contoh gradasi Bina Marga grading 0/11 yang disajikan pada Tabel 2.2. Pada gradasi Bina Marga agregat yang lolos saringan berdiameter 2 mm tidak lebih dari 30 %. Komposisi agregat didominasi oleh agregat besar, yaitu agregat yang lolos saringan 9.5 mm dan 4.75 mm. Komposisi inilah yang membuat diperlukannya kadar aspal cukup tinggi untuk mengisi rongga udara diantara commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
susunan agregat sehingga mempengaruhi stabilitas campuran. Sempitnya ruang antara batas atas dan batas bawah yang disyaratkan membuat perlunya katelitian dalam membuat komposisi agregat, karena bila grafik keluar dari batas yang telah ada, akan membuat nilai stabilitas yang diinginkan tidak tercapai. Tabel 2.2. Spesifikasi Gradasi SMA Grading 0/11 Diameter ayakan (mm )
12.7
9.5
4.75
2.36
0.6
0.30
0.075
Lolos ayakan ( % )
100
50-100
30-50
20-30
13-25
10–20
8-13
Sumber : Spesifikasi SMA Grading 0/11, Puslitbang Jalan Ditjend Bina Marga DPU ( 1997 )
Agregat yang akan digunakan sebagai bahan perkerasan jalan tergantung dari:
Tersedianya bahan setempat
Mutu bahan
Bentuk/jenis konstruksi yang digunakan
Dapat atau tidaknya agregat yang akan digunakan untuk kontruksi perkerasan ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian laboratorium sebagai berikut: a. Ukuran dan Gradasi ( Size and Grading ) Ukuran maksimum agregat menunjukkan ukuran saringan terkecil yang dapat di lalui 100% agregat tersebut: saringan “nominal maksimum size”, adalah ukuran saringan kira-kira 90% dari bahan agregat. Ukuran maksimum agregat ikut menentukan tebal minimum lapis perkerasan yang mungkin dapat dilaksanakan. Ukuran gradasi agregat selalu dapat di periksa dengan menggunakan spesifikasi yang menentukan pembagian butiran. Agregat kadang-kadang kita golongkan berdasarkan gradasinya antara lain sebagai berikut:
Agregat bergradasi pekat/rapat (dense grade)
Agregat bergradasi renggang/terbuka (open grade)
Agregat bergradasi seragam (single size)
Agregat bergradasi halus (fine grade)
Agregat bergradasi celah (gap grade) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
b. Daya Tahan Agregat Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi yaitu perubahan gradasi, akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan perkerasan jalan (penimbunan, pemnghamparan, pemadatan), pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembaban, kepanasan, serta perubahan suhu sepanjang hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis agregat, gradasi campuran, ukuran partikel, bentuk agregat dan besarnya energy yang dialami oleh agregat tersebut. Dengan adanya degradasi akan menyebabkan daya adhesi dan kohesi aspal menjadi lemah yang akan berpengaruh pada masa layan perkerasan.
Daya tahan agregat terhadap beban mekanis diperiksa dengan melakukan pengujian abrasi menggunakan alat Los Angeles Abration. Gaya mekanis pada pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles diperoleh dari bola-bola baja yang dimasukkan bersama dengan agregat yang hendak diuji.
Dari percobaan tersebut dapat di ambil suatu batasan dan penggolongan perkerasan dari ukurabn agregat antara lain: a. Agregat keras mempunyai nilai abrasi ≤ 20% b. Agregat lunak mempunyai nilai abrasi > 50% Di dalam pelaksanaan kontruksi penggunaan agregat di batasi antara lain sebagai berikut:
Untuk lapisan sub-base, masih dapat digunakan agregat yang mempunyai abrasi < 50%
Untuk lapisan base masih dapat digunakan agregat yang mempunyai nilai abrasi ≤ 49%
Untuk lapisan surface, nilai abrasi terabai karena pada lapisan surface nilai abrasi sangat besar. Nilai commit abrasi terabai to userpada konstruksi sebagai berikut
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Kontruksi beton aspal 2. Kontruksi asbuton campuran panas 3. Kontruksi asbuton campuran dingin, nilai abrasi ≤ 40% 4. Kontruksi penetrasi macadam 5. Kontruksi surface dressing (surface treatment), nilai penetrasi ≤ 30% Bahan tersebut dapat berubah sesuai spesifikasi yang digunakannya. Agregat mempunyai nilai abrasi maksimum > 50%, yang dapat digunakan pula sebagai lapisan improved sub-grade.
Daya tahan terhadap proses kimiawi diperiksa dengan pengujian soundness atau dinamakan juga pengujian sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan Natrium Sulfat (NaSO4) dan larutan magnesium Sulfat (MgSO4). Agregat yang unsound umumnya tidak awet sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan perkerasan aspal, khususnya bahan tersebut tidak terlindungi dari pengaruh cuaca. Percobaan mengenai keawetan/ kemuluran bahan (soundness test ) merupakan petunjuk mengenai ketahanan terhadap cuaca dari agregat yang berbutir halus atau kasar. Percobaan ini dilakukan terhadap jenis agregat yang berdasarkan data-data belum terukur daya tahan terhadap kehancuran akibat larutan
Sodium Sulfat/ Natrium Sulfat (NaSO4) dan larutan
magnesium Sulfat (MgSO4), seperti hasil dari asap kendaraan bermotor. Perkerasan yang terabsorbsi
NaSO4 dan
MgSO4 akan menyebabkan
campuran menjadi kurang memiliki daya tahan terhadap cuaca akibat dari selimut aspal yang tipis. Sebagai kesimpulan, bahwa agregat yang mudah hancur akan berakibat terhadap:
Kestabilan konstruksi (gradasi dapat berubah pada masa layan)
Keawetan konstruksi jalan
d. Daya Pelekatan Terhadap Aspal (affinity for asphalt) Stripping yaitu pemisahan aspal dari agregat akibat pengaruh air dan dapat membuat bahan tersebut tidak sesuai lagi untuk digunakan pada perkerasan aspal. Jadi bahan tersebut dapat dikatakan senang terhadap air (sifat hydrophylic). Contoh agregat yangtomempunyai sifat hydrophilic adalah: commit user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
agregat yang menunjukan sifat terhadap ketahanan yang tinggi terhadap pemisahan film (film stripping) biasanya merupakan asapal.
Agregat yang tergolong batuan kapur (limestone), dolomite adalah salah satu contoh agregat yang mempunyai sifat ketahanan yang tinggi terhadap pemisahan aspal film. Hal tersebut di atas merupakan suatu usaha untuk mencegah penggunaan agregat yang menguntungkan terhadap asphaltstripping.
Beberapa persyaratan pelekatan aspal pada agregat 95% ( 95% atau 95%100%). Sebagai kesimpulan dari tes tersebut bahwa tidak semua agregat keras baik untuk kontruksi lapis permukaan. Bila hal tersebut dipaksakan, maka besar kemungkinan setelah jalan dilewati kendaran, agregat akan lepas (disintregasi).
e. Bentuk Butiran ( Particle Shape ) Bentuk agregat pada umumnya:
Bentuk bulat
Bentuk pipih
Bentuk kubus atau segi banyak
Pada kontruksi pekerasan jalan, bentuk butiran mempunyai beberapa pengaruh langsung/ tidak langsung antara lain:
Mempengaruhi cara pengerjaan campuran
Merubah kemampuan pemadatan, dalam mencapai kepadatan atau density yang di tentukam
Mempengaruhi kekuatan perkerasan aspal
Bentuk agregat bulat/ lonjong kurang memberikan ikatan satu sama lainnya, berhubung pertemuan antara butiran hanya merupakan titik singgung saja, dan umumnya butiran yamg bulat atau lonjong mempunyai permukaan yang licin sehingga mudah bergerak (mengadakan gerakan) bila terkena beban di commit user digunakan bila butiran tersebut atasnya. Butiran bulat/ lonjong masihto dapat
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
mempunyai gradasi yang pekat/rapat (dense graded) dan penempatan dianjurkan terbatas pada lapisan yang agak jauh dari pengaruh beban yaitu pada lapisan sub-base.
Butiran agregat yang pipih, walaupun bentuknya banyak bersudut/tidak bulat dan permukaan kasar, tapi pengaruhnya tehadap kontruksi kurang memberikan ikatan satu sama lainya (interlocking) dan kemungkinan karena tipisnya akan tambah pecah apabila kena beban sehingga akan merubah gradasi agrgegat dalam lapisan kontruksi, sehingga mengganggu kestabilan.
Bentuk butiran kubus adalah bentuk butiran yang dianjurkan dalam pelaksanaan kontruksi perkerasan, dengan alasan bahwa bentuk kubus tersebut selain memberikan ikatan (interlocking) satu sama lain, juga merupakan permukaan yang kasar memberikan gesekan yang besar terhadap antara agregat sehingga kestabilan kontruksi dapat tercaapai. Kekuatan campuran pada umumnya tergantung pada jenis agregat pecah (nilai abrasi, daya pelapukan, dan daya lekat pada aspal). Cara pengerjaan mudah atau tidaknya tergantung dari bentuk butiran. Di dalam pelaksanaan batasan penggunaan butiran masih boleh mendapat pertimbangan antara lain:
Untuk lapisan sub-base bentuk bulat masih dapat digunakan
Untuk lapisan base, butiran bulat masih diperkenankan dengan beberapa catatan: 10% masih diperbolehkan adanya agregat tapi agregat tersebut minimal mempunyai satu bidang pecahan/terpecah dua
Untuk lapisan surface, agregat harus 100% terdiri dari berbentuk kubus.
f. Susunan Permukaan (Surface Texture) Dalam kontruksi perkerasan jalan, susunan perkerasan masih mempunyai pengaruh terhadap cara pengerjaan dan kekuatan campuran perkerasan aspal, malahan kadang-kadang susunan permukaan seringkali dianggap lebih penting dari bentuk butiran. Susunan permukaan yang kasar (seperti kertas ampelas) mempunyai kecenderungan untuk menembah kekuatan campuran, bila dibandingkan dengan permukaan commit toyang userlicin, tetapi untuk mengatasi cara
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengerjaan diperlukan tambahan aspal. Agregat dengan permukaan licin dapat juga dilakukan dengan aspal film/tipis, tetapi tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut pada tempatnya, tidak seperti agregat dengan permukaan kasar.
g. Penyerapan (absorbtion) Agregat berpori atau porous pada umumnya dapat mengabsortir sejumlah air, bila direndam. Agregat yang digunakan sedikit banyak harus berpori, agar dapat mengabsortir aspal, sehingga berbentuk suatu ikatan mekanis antara film aspal dan butiran agregat. Pada pencampuran perkerasan, dimana agregat mempunyai pori yang berlebih-lebihan diperlukan.
2.2.3.2. Bahan Pengisi (Filler) Berdasarkan spesifikasi British Standard 594 (1985), filler adalah material yang sebagian besar lebih kecil dari 0,075 mm (saringan no. 200). Pada prakteknya filler berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly (1967), dengan meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran. Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi. Terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan mengakibatkan campuran menjadi getas (brittle), dan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan menyebabkan campuran terlalu lunak pada saat cuaca panas. 2.2.4. Aspal Aspal dikenal sebagai suatu bahan / material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif ). Aspal merupakan material hydrocarbon hasil lanjutan residu proses destilasi minyak bumi yang bersifat termo plastis.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komposisi kimiawi aspal terdiri dari asphaltenes, resins, dan oils. Asphaltenes terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam n-heptane. Asphaltenes menyebar di dalam larutan yang disebut maltene yang larut dalam heptanes, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi aspal, merupakan bagian yang mudah hilang selama masa layan jalan, sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Maltenes merupakan komponen yang mudah berubah sesuai perubahan temperature dan umur layan. Durabilitas aspal merupakan fungsi dari ketahanan aspal terhadap perubahan mutu kimiawi selama proses pencampuran dengan agregat, masa pelayanan, dan proses pengerasan seiring waktu atau umur perkerasan. (Sukirman, 2003).
Bahan pengikat (Asphalt) yang akan digunakan dalam perencanaan perkerasan jalan, harus memenuhi persyaratan pemeriksaan. a. Kepekaan Terhadap Temperatur Aspal adalah bahan yang mempunyai sifat termoplastis, akan menjadi keras jika temperaturnya berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperaturnya bertambah. Sifat ini harus diperhatikan agar aspal tetap memiliki ketahanan terhadap cuaca dan dapat memenuhi kebutuhan lalulintas serta tahan lama.
Kepekaan terhadap temperatura kan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak atau mengeras. Parameter pengukur kepekaan aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (Penetration Index=PI). PI dapat dihitung dengan rumus : Dimana:
log Pen R & B log Pen25 o C 20 PI 50 10 PI TR & B 25
PI
= indeks penetrasi
TR&B
= temperature titik lembek aspal (oC)
Pen 25 oC = nilai penetrasi pada suhu 25 oC, pada pembebanan selama 5 detik dengan beban 100 gram PenR&B
= nilai commit penetrasitopada usersuhu TR&B = 800
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai PI antara -2 dan +2 adalah nilai PI yang umum dimiliki oleh aspal yang digunakan untuk material perkerasan jalan. b. Daya Ikat (sifat adhesi dan kohesi) Aspal memiliki adhesi dapat diartikan bahwa aspal mampu mengikat agregat sampai didapatkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Sedangkan sifat kohesi aspal adalah aspal memiliki ikatan didalam molekulnya untuk mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan. c. Daya tahan (durability) Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama umur layan jalan. d. Kekakuan (stifnes) Sifat kekakuan aspal sangat penting, karena aspal yang akan mengikat agregat akan menerima beban yang cukup besar dan berulang-ulang. Pada proses pelaksanaan, terjadi proses oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas atau viskositas bertambah tinggi. e. Sifat pengerjaan (workability) Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai workability yang cukup dalam pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan, penghamparan dan pemadatan untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat. f. Kuat tarik (Tensile strength) Aspal yang digunakan dalam perkerasan harus memiliki kuat tarik dan adhesi yang cukup agar perkerasan yang dibuat tahan terhadap retak, stripping dan raveling.
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal padat atau keras dengan penetrasi 60/70 dan mempunyai nilai karakteristik yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bina Marga berdasarkan Petunjuk Lapis Tipis Aspal Beton (Flexible) Laston No. 12/PT/B/1983. Untuk lebih jelasnya, data atau nilai karakteristik aspal dengan penetrasi 60/70 tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini: commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.3. Aspal dengan Penetrasi 60/70 Syarat* No.
Jenis Pemeriksaan
Nilai
Min.
Max.
Karakteristik**
1
Penetrasi, 100gr, 250º C, 5 detik
60
79
70
2
Titik Lembek
48
58
48,5 ºC
3
Titik Nyala
200ºC
-
350 ºC
4
Titik Bakar
200ºC
-
370 ºC
5
Daktilitas, 25º C, 5 cm/menit
100 cm
-
>150 cm
6
Spesific Grafity
1 gr/cc
-
1,039 gr/cc
7.
Kelekatan Aspal
95%
-
98%
Sumber : * Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya. ** Penelitian
2.2.5. Residu Oli
Unsur kandungan residu oli terdiri dari LOBS (Lube Oil Base Stock) sebanyak 75-80%, 5-10% bahan bakar (fuel), <1% kotoran (sludge), 10-20% additive, 510% air. Minyak pelumas bekas biasanya mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat
pencemar
lainnya
(Anonim,
tersedia
di:
http://www.sequoia-
global.com/download.htm). Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam air dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya juga mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Oleh karena itu sebelum digunakan, minyak pelumas bekas harus diolah agar diperoleh residu oli yang akan digunakan sebagai bahan pengikat dan tidak membahayakan lingkungan.
Residu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan residu hasil dari proses pemurnian minyak pelumas bekas, dalam hal ini residu oli mempunyai nilai viskositas rata–rata produksi perhari 200 Pa.s dan spesifik grafity 0.97 gr/cm3 dengan suhu pemanasan 300⁰ C, (PT. Wiraswata Gemilang Indonesia, 2008).
Sebelum digunakan, minyak pelumas bekas terlebih dahulu diolah untuk commit to user diperoleh residu oli. Prosesnya yaitu antara lain:
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Proses dewatering yaitu minyak pelumas bekas (oli bekas) diproses untuk menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya.
b.
Proses selanjutnya adalah de fuelling yang bertujuan untuk meghilangkan bahan bakar yang mungkin terkandung didalamnya, (seperti solar, bensin). Selanjutnya oli olahan dimasukkan dalam distilasi unit dan hidro finishing unit. Dari proses distilasi unit ini masuk pada proses TFE (Thin Film Evaporation) yang kemudian diperoleh hasil berupa residu oli yang berwarna hitam pekat dimana nilai kadar C (carbon) lebih banyak dibandingkan dengan aspal cair lainya. Dari proses inilah yang nantinya digunakan peneliti sebagai bahan pengikat pada campuran split mastic aspal. Sedangkan yang berasal dari proses hidro finishing unit dihasilkan oli murni yang akan digunakan untuk proses selanjutnya yaitu perolehan minyak pelumas yang baru.
c.
Distilasi adalah proses terakhir dari pemurnian oli yang menghasilkan heavy base oil, medium base oil, low gas oil ynag digunakan sebagai base oil untuk campuran utama pembuatan oli baru.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3. di bawah ini: Furnace (water & light fraction) Row gas oil (RGO) Distiller (olie)
USED OIL
DEWATERING 150O C
DE FUELLING
DESTILLATION UNIT
HYDROFINISHING UNIT
Thin Film Evaporator (TFE)
BAHAN ASPHALT Heavy Gas Oil (HGO) Base Oil
Medium Gas Oil (MGO)
DISTILASI
Low Gas Oil (LGO)
Sumber : PT.Wiraswasta Gemilang Indonesia, Bekasi ( 2008 )
Gambar 2.3. Diagram Proses Pengolahan Minyak Pelumas Bekas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
2.3. Karakteristik Campuran
2.3.1. Stabilitas Menurut The Asphalt Institute, stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus: S = q × H × k × 0,454…....................………….......……………... ( Rumus 2.1 ) Dimana : S
= nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q
= pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k
= faktor kalibrasi alat
H
= angka koreksi ketebalan
0,454
= konversi beban dari lb ke kg
2.3.2. Pengujian Kuat Tekan Bebas (UCST) Berbeda dengan nilai stabilitas yang bisa diperoleh dari pengujian Marshall, nilai kuat tekan bebas pada perkerasan bertujuan untuk memperkirakan kekuatan perkerasan dalam menopang beban statis yang bekerja padanya. Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara vertikal (beban statis), dinyatakan dalam kg atau lb. Besarnya beban kendaraan yang disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan yang diterima perkerasan, sedangkan pembebanan tersebut berlangsung pada berbagai variasi suhu karena adanya perubahan cuaca dan waktu. Perubahan suhu tersebut akan mempengaruhi viskositas aspal sebagai pengikat sehingga berpengaruh juga terhadap nilai kuat tekan sertacommit nilai penetrasi to user perkerasan. Nilai kuat tekan
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipengaruhi oleh kadar aspal, viscositas aspal, suhu, gradasi dan jumlah pemadatan. Nilai Unconfined Campressive Strenght terkoreksi (KPa) dihitung dengan rumus :
UCS
P ......................................................................................... (Rumus 2.2) A
Dimana :
UCS = kuat desak
(KPa)
P
= beban pengujian
(N)
A
= luas permukaan benda uji
(mm²)
2.3.3. Pengujian Kuat Tarik Tidak Langsung (ITST)
Kuat tarik (Indirect Tensile Strenght) adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara horisontal. Berdasarkan karakteristik campuran tersebut maka perencanaan campuran lapisan perkerasan harus memenuhi syaratsyarat yaitu : kadar aspal cukup memberikan kelenturan, stabilitas cukup kuat memikul beban, kadar rongga cukup.
Tensile Strenght Test adalah suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari split mastic asphalt. Gaya tarik terkadang digunakan untuk mengevaluasi potensi retakan (fatigue) pada campuran aspal. Sifat uji ini adalah kegagalan gaya tarik yang berguna untuk memperkirakan potensial retakan. Campuran penyusun lapisan perkerasan yang baik dapat menahan beban maksimum, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan. Perhitungan gaya tarik tidak langsung menggunakan persamaan :
ITS
2xP xd xh
................................................................................(Rumus 2.3)
Dimana : ITS : Nilai kuat tarik secara tidak langsung (N / mm2) P
: Nilai stabilitas (N)
h
: Tinggi benda uji (mm)
d
: Diameter benda uji (mm)
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.3.4. Porositas (Void In Mix) Porositas (Void In Mix) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :
D VIM 1 *100% GS max Dimana :VIM D
……………………….....……………….( Rumus 2.4 )
: Porositas (VIM) spesimen (%) : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm3)
2.3.5. Permeabilitas Split Mastic Asphalt Permeabilitas merupakan salah satu dari karakteristik campuran aspal. Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk meoloskan zat alir (fluida) baik gas maupun cair.
Metode untuk mengukur besarnya permeabilitas air yaitu falling head permeability di mana air di dalam tabung ( stand pipe ) jatuh bebas dengan ketinggian tertentu sampai melewati rongga pada campuran Split Mastic Asphalt. Metode lama untuk mengkur permeabilitas air yaitu constand head permeability. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Ukuran permeabilitas yaitu koefisien permebilitas k (cm/detik). Hubungan nilai koefisien k adalah sebagai berikut : ……………………………………………………… (Rumus 2.5) Di mana: k= koefisisien permeabilitas (cm/detik) V= volume rembesan (1000ml) γ = berat jenis air (kg/cm³)
A= luas penmpang benda uji (cm2) P= tekanan air pengujian (kg/cm2) T= lama waktu perembesan (detik) commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran beton dapat diklasifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) menetapkan pembagian aspal berdasarkan permeabilitas seperti pada tabel 2.4. berikut : Tabel 2.4. Klasifikasi campuran aspal berdasarkan angka permeabilitas k (cm/detik)
Permeabilitas
1 . 10-8
Impervius
-6
1 . 10
Practically Imprevius
1 . 10-4
Poor Drainage
1 . 10-2
Fair Drainage
1 . 10-1
Good Drainage
Sumber : Mullen (1967)
2.3.6. Durabilitas Durabilitas yaitu kemampuan lapis perkerasan untuk mencegah keausan karena pengaruh lalu lintas, pengaruh cuaca dan perubahan suhu selama umur rencananya. Faktor yang mempengaruhi durabilitas aspal beton adalah : 1. Selimut aspal, selimut aspal yang tebal dapat menghasilkan perkerasan yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding tinggi. 2. VIM kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh. 3. VMA besar, sehingga selimut aspal dibuat tebal. 2.3.7. Fleksibilitas Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. 2.3.8. Densitas Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat, kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan lentur.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut : D=
Wdry x γ air…….............................……………………( Rumus 2.6 ) (Ws Ww) = densitas ( gr/cm3)
Dimana : D Wdry
= berat kering (gram )
Ws
= berat jenuh (gram )
Ww
= berat dalam air ( gram )
γ air
= berat jenis air ( gr/cm3 )
2.3.9. Specific Gravity Campuran
Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk setiap volume (dalam gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity Campuran (SGmix) diperoleh dari rumus berikut : 100
SGmix =
….........…………...….….( Rumus 2.7.)
%Wak %Wah %Wf %Wb SGagk SGagh SGf SGb
Dimana:
%Wak
: persen berat agregat kasar
(%)
% Wah
: persen berat aspal halus
(%)
% Wb
: persen berat aspal
(%)
%Wf
: persen berat filler
(%)
SGagk
: Specific Grafity agregat kasar ( gr/cm3 )
SGagh
: Specific Grafity agregat halus ( gr/cm3 )
SGb
: Specific Grafity aspal ( gr/cm3 )
SGf
: Specific Grafity filler ( gr/cm3 )
2.3.10. Workability Workability adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga memenuhi hasil yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi kemudahan dalam pelaksanaan adalah gradasi agregat, temperature campuran dan commit to user kandungan bahan pengisi.
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini penambahan residu oli diharapkan bisa meningkatkan workability campuran, karena campuran menjadi semakin encer sehingga memudahkan dalam penyelimutan agregat.
2.3.11. Kadar Aspal Optimum Kadar aspal dalam campuran akan berpengaruh terhadap karakteristik perkerasan. Kadar aspal yang rendah akan menghasilkan perkerasan yang rapuh, menyebabkan raveling akibat beban lalu lintas. Sebaliknya kadar aspal yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang tidak stabil. Oleh karena itu diperlukan kadar aspal yang tepat untuk mendapatkan lapis perkerasan yang berkualitas tinggi.
2.4. Analisis Data 2.4.1. Analisis Regresi
Analisis regresi adalah analisis data yang mempelajari cara bagaimana variabelvariabel itu berhubungan dengan tingkat kesalahan yang kecil. Hubungan yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel – variabel. Dengan analisis regresi kita bisa memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan data variabel bebas. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu : 1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel lain. 2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas.
Hubungan linear adalah hubungan dimana jika satu variabel mengalami kenaikan atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan membuat kenaikan juga pada variabel terikat. commit to user Setelahnya jika variabel bebas
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika sifat hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas mengalami penurunan, maka variabel terikat akan mengalami kenaikan.(Sudjana, 1996)
Untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan antara variabel pada penelitian ini, digunakan teknik analisis yang disebut dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan tanda r2 (rho) koefisien korelasi. Persamaan garis regresi mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear. Dalam persamaan itu dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil. Beberapa jenis persamaan regresi seperti berikut : 1. Persamaan linear y = a + b x…………………………………………………….( Rumus 2.8. ) 2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua) y = a + bx + cx2……………………………………………….( Rumus 2.9. ) 3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga) y = a + bx + cx2 + dx3………………………………………….( Rumus 2.10. ) Dimana : y X
= Nilai variabel terikat, dalam hal ini adalah kuat tekan = Nilai variabel bebas, dalam hal ini adalah variasi residu oli
a, b, c, d = Koefisien
2.4.2. Analisis Korelasi
Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih secara kuantitatif , untuk menggambarkan derajat keeratan linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur seberapa tepat garis regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi) dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).
Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data (xi ,yi) berukuran n dapat digunakan rumus : commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
r
n x
n xy x y 2 i
xi n y 2 y 2
2
………………………..( Rumus 2.11. )
Dimana : r = Koefisien korelasi n = Jumlah data R2 digunakan untuk menggambarkan ukuran kesesuaian yaitu melihat seberapa besar proporsi atau presentase dari keragaman x yang diterangkan oleh model regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi (R2) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian. Rumus koefisien determinasi :
nb0 y b1 xi y ..... bn x n y y 2 R n R2 R2 2
Dimana : R2 b0,b1,…bn
2
………………..(Rumus 2.12. )
= Koefisien determinasi = Koefisien persamaan regresi
Menurut Susilo dan Gunawan (2006), indek / bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r sebagai berikut: a.
0 ≤ r ≤ 0,2
korelasi lemah sekali
b.
0,2 ≤ r ≤ 0,4
korelasi lemah
c.
0,4 ≤ r ≤ 0,7
korelasi cukup kuat
d.
0,7 ≤ r ≤ 0,9
korelasi kuat
e.
0,9 ≤ r ≤ 1
korelasi sangat kuat
2.4.3. Analisis Ukuran Simpangan dan Uji Homogenitas Varians Populasi a. Analisis Ukuran Simpangan Analisis simpangan merupakan salah satu analisis statistik yang menggambarkan bagaimana berpencarnya data kuantitatif. Beberapa ukuran simpangan antara lain rentang, rentang antar kuartil, simpangan kuartil, simpangan rata-rata, simpangan to uservariasi. baku atau deviasi standar, varians commit dan koefisien
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada penelitian ini digunakan ukuran simpangan yang umum digunakan yaitu simpangan baku atau standar deviasi. Pangkat dua dari simpangan baku disebut varians. Untuk keperluan perhitungan ukuran simpangan berdasarkan sampel berukuran n dengan data x1, x2, …, xn dapat digunakan rumus : x i x s ……………………………………………………..(Rumus 2.13. ) n 1 2
2
s 2 ……………………………………………………...……..(Rumus 2.14. ) Dimana : s2 = Varians sampel x
σ
= Nilai rata-rata = Standar Deviasi
b. Uji Homogenitas Varians Populasi Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data sampel diperoleh dari populasi yang bervarians homogen. Untuk homogenitas populasi penelitian diperlukan hipotesis sebagai berikut: Ho : Data populasi bervarian homogen H1 : Data populasi tidak bervarian homogen
Untuk memudahkan perhitungan, satuan-satuan yang diperlukan untuk uji homogenitas disusun dalam daftar seperti pada tabel 2.5.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.5. Tabel Uji Homogenitas Sampel ke-
Dk
1/(dk)
Si²
Log Si²
(dk)Log Si²
1
n1-1
1/( n1-1)
S1 ²
Log S1²
(n1-1)Log S1²
2
n2-1
1/( n2-1)
S2 ²
Log S2²
(n2-1)Log S2²
K
nk-1
1/( nk-1)
Sk ²
Log Sk²
(nk-1)Log Sk²
Jumlah
Σ(ni-1)
Σ(1/(ni-1))
--
--
Σ(ni-1)Log Si²
Untuk keperluan perhitungan homogenitas berdasarkan sekumpulan data (xi ,yi) berukuran n dapat digunakan rumus : B = (log s2) Σ(ni-1) …………………………………………...…..(Rumus 2.15. ) X2 = (Ln 10) {B- Σ(ni-1) Log Si²}……………………………...…..(Rumus 2.16. ) Dimana
: B = Harga satuan Bartlett X2 = Nilai homogenitas statistik chi kuadrat
Dengan taraf nyata α , terima hipotesis Ho jika X2 ≤ X2(1-α)(k-1), dimana X2(1-α)(k-1) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1-α) dan dk = (k-1).
2.4.4. Analisis Varians (Analysis of Variance, ANOVA) Satu Arah Analisis varians adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean beberapa populasi. Konsep analisis varians didasarkan pada konsep distribusi F dan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam kasus maupun dalam analisis hubungan antara berbagai variabel yang diamati.
Asumsi yang harus dipenuhi yaitu :
Skala pengukuran interval.
Data harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Varians homogen.
Pengambilan sampel secara acak dan masing-masing sampel independen.
Skema Data commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data sampel akan dinyatakan dengan Yij yang berarti data ke-j dalam sampel yang diambil dari populasi ke-i.
Sumber Sudjana (1996:303) Prosedur Pengujian Pada dasarnya Anova digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dengan hipotesis sebagai berikut :
Statistik uji yang digunakan dalam menguji kesamaan rata-rata yaitu: F
var iansantarkelompok ………………………………….…..(Rumus 2.17. ) var iansdalamkelompok
Untuk memudahkan perhitungan maka sebelum menggunakan statistik F harus diketahui nilai dari masing masing sumber variasi. Dengan skema data seperti diatas maka sumber sumber variasi yang harus dicari antara lain sumber variasi rata- rata, antar kelompok dan dalam kelompok. Jumlah kuadrat rata-rata disimbolkan dengan Ry, jumlah kuadrat antar kelompok disimbolkan dengan Ay serta jumlah kuadrat untuk dalam kelompok disimbolkan dengan Dy. RY
J2 dengan J = J1 + J2 + J3………………………………….(Rumus 2.18. ) ni
Ji2 Ay ni
RY …………………………………………………(Rumus 2.19. ) commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DY Y 2 RY AY ……………………………………………....(Rumus 2.20. )
Y
2
= jumlah kuadrat (JK) dari semua nilai pengamatan………...(Rumus 2.21. )
Setiap jumlah kuadrat masing-masing dilengkapi dengan derajat kebebasan (dk). Untuk rata-rata dk = 1 sedangkan untuk antar kelompok dan dalam kelompok adalah dk = (k-1) dan dk =
(n
i
1) sehingga untuk total dk = ni
Jika masing-masing jumlah kuadrat dibagi dengan dk nya maka didapat varians yang disebut Kuadrat Tengah ( KT ). Dari rumus statistik F yang telah dikemukakan diatas maka diperoleh nilai F hitung. AY F
DY
(k 1)
(n
i
…………………………………………..……...(Rumus 2.22. )
1)
Untuk memudahkan perhitungan maka dibuat skema tabel Anova seperti terlihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6. Tabel Anova Satu Arah Jumlah Sumber Dk Kuadrat Varian (JK) Rata-rata
1
Ry
Antar Kelompok
k-1
Ay
Dalam Kelompok
Σ(ni-1)
Dy
Total
Σni
Σ Y2
Kuadrat Tengah (KT)
Fratio(F)
Ry 1 Ay A (k 1) Dy D (ni 1)
F
R
Sumber : Sudjana (1996:305)
Kriteria uji yaitu: commit to user
A D
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.5. Kerangka Pemikiran
Mulai
1. 2. 3. 4.
Latar Belakang Masalah : Pemanfaatan limbah minyak pelumas bekas (residu oli bekas) Penggunaan residu oli sebagai bahan pengikat Split Mastic Asphalt Pertimbangan ekonomi dan peningkatan kebutuhan aspal Banyaknya kerusakan pada perkerasan jalan Rumusan Masalah Masalah : Bagaimanakah analisis karakteristik pengaruh penetrasi dalam tinjauan UCS, ITS dan Permeabilitas apabila menggunakan residu oli sebagai bahan modifikasi aspal pada campuran Split Mastic Asphalt
Tujuan Penelitian : Menganalisis karakteristik pengaruh penetrasi dalam tinjauan UCS, ITS dan Permeabilitas apabila menggunakan residu oli sebagai bahan modifikasi aspal pada campuran Split Mastic Asphalt
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Proses Penelitian : Pembuatan benda uji penetrasi aspal ditambah residu oli Penetration Test Perencanaan campuran dan pembuatan benda uji dengan menggunakan variasi nilai penetrasi Pengujian volumetrik dan Marshall Penentuan kadar aspal optimum(KAO) dari Marshall Test Pembuatan dan pengujian UCST,ITST, dan Permeabilitas
Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis regresi dan korelasi 2. Analisis Ukuran Simpangan dan uji homogenitas 3. Analisis Varian Satu Arah
Kesimpulan
Gambar 2.4. Diagram alir kerangka pikir penelitian
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data dan kemudian data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syaratsyarat yang ada. Data ini dapat menggambarkan bagaimanakah kedudukan variabel-variabel yang diamati. Penelitian ini dilakukan menggunakan variasi campuran yang digunakan adalah (5% residu oli dengan 95% aspal penetrasi 60/70), (10% residu oli dengan 90% aspal penetrasi 60/70), (15% residu oli dengan 85% aspal penetrasi 60/70) ), (20% residu oli dengan 80% aspal penetrasi 60/70) ), dan (25% residu oli dengan 75% aspal penetrasi 60/70).
Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui nilai kuat tarik tak langsung (Indirect Tensile Strenght), kuat tekan bebas (Unconfined
Compressive Strengtht) serta
permeabilitas.
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai tanggal 20 Mei 2010 sampai dengan 30 Juli 2010.
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium. Untuk beberapa hal pada pengujian bahan, digunakan data sekunder karena adanya penggunaan bahan dan sumber yang sama. Jenis data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu data primer dan sekunder. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.3.1. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian atau pengujian secara langsung. Data primer dalam penelitian ini antara lain: a.
Pemeriksaan aspal dengan residu oli
b.
Pemeriksaan kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength Test).
c.
Pemeriksaan kuat tekan bebas (Unconfined Compressive Strength Test).
d.
Pemeriksaan Permeabilitas
3.3.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (diperoleh dari penelitian sebelumnya) yang masih berhubungan dengan penelitian, menggunakan bahan/jenis yang sama tetapi spesifikasi berbeda. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu a. Data pemeriksaan agregat b. Data pemeriksaan sellulosa c. Data pemeriksaan aspal d. Data pemeriksaan residu oli e. Data nilai Optimum Bitumen Content hasil Marshall Test
3.4.
Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1. Peralatan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1) Alat uji pemeriksaan aspal yang terdiri dari : a. Alat uji penetrasi aspal b. Alat uji titik lembek
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Alat uji kelekatan aspal pada agregat d. Alat uji titik nyala dan titik bakar e. Alat uji daktilitas f. Alat uji berat jenis aspal 2) Satu set alat uji saringan (sieve) standar ASTM 3) Satu set mesin getar untuk saringan (sieve shaker) 4) Oven dan pengatur suhu (termometer) 5) Timbangan triple beam 6) Alat pembuat briket campuran aspal yang terdiri dari : a. Satu set cetakan ( mould ) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm,tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung b. Alat penumbuk (compactor) yang terdiri dari alat penumbuk dan landasan pemadat c. Satu set alat pengangkat briket ( dongkrak hidrolis ) 7) Satu set water bath 8) Satu set alat Marshall yang terdiri dari: a. Kepala penekan yang berbentuk lengkung (breaking head) b. Cincin penguji berkapasitas 2500 kg dengan arloji tekan
commit useruji Marshall Gambar 3.1.toAlat
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Satu set alat uji Indirect Tensile yang terdiri dari : a. Kepala uji penekan yang bebentuk balok b. Arloji tekan
Gambar 3.2. Alat uji Indirect Tensile Strength
10) Satu set alat uji kuat tekan bebas Alat yang digunakan adalah alat uji tekan yang berada di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
to Kuat user Tekan Bebas (UCS) Gambar 3.3.commit Alat Uji
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11) Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari: a. Alat ukur tekanan: 35 kg/cm² (tekanan tinggi) dan 10 kg/cm² (tekanan rendah). b. Tekanan normal: 3-10 kg/cm² (dengan katup pengatur tekanan) c. Tabung gas Nitrogen (N2). d. Tangki air pengumpul tekanan. e. Bejana rembesan. f. Tabung pengukur 1000cc.
Gambar 3.4. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16 12) Alat Penunjang Ceret/panci, wajan, kompor, sendok, spatula, jangka sorong, dan sarung tangan. 3.4.2. Bahan a.
Aspal Penelitian ini menggunakan aspal keras penetrasi 60/70 yang telah tersedia di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
46 digilib.uns.ac.id
Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari PT. Pancadarma, Surakarta.
c.
Filler Filler yang digunakan adalah abu batu dari PT. Pancadarma, Surakarta.
d.
Residu oli Penelitian ini menggunakan residu oli yang merupakan sisa dari proses pemurnian minyak pelumas bekas. Residu oli diperoleh dari PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia (WGI) Cibitung, Bekasi.
e.
Serat sellulosa Sellulosa yang digunakan adalah serat sellulosa yang diproduksi oleh PT. Olah Bumi Mandiri dengan merek dagang Road Cel – 50 dengan tipikal berat jenis serat sebesar 0.025 gr/cc berasal dari Jakarta.
3.5.
Pemeriksaan Bahan
3.5.1. Pemeriksaan Agregat Pemeriksaan agregat meliputi: a.
Pemeriksaan abrasi agregat dilakukan sesuai dengan SNI 03-2417-1991
b.
Pemeriksaan analisa saringan agregat dilakukan sesuai dengan SNI 03-19681990
c.
Pemeriksaan berat jenis agregat kasar dilakukan sesuai dengan SNI 03-19691990
d.
Pemeriksaan berat jenis agregat halus dilakukan sesuai dengan SNI 03-19701990
Pemeriksaan agregat telah dilakukan di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang. 3.5.2. Pemeriksaan Aspal Aspal yang digunakan aspal kerascommit penetrasi to 60/70. user Pemeriksaan aspal meliputi:
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Penetrasi aspal keras sesuai SNI 06-2456-1991
b.
Titik lembek aspal keras sesuai SNI 06-2434-1991
c.
Titik nyala aspal keras sesuai SNI 06-2433-1991
d.
Daktilitas aspal keras sesuai SNI 06-2432-1991
e.
Berat jenis aspal keras sesuai SNI 06-2441-1991
f.
Kelekatan aspal keras sesuai SNI 03-2439-1991
3.6.
Pembuatan Benda Uji
3.6.1. Jumlah Benda Uji Dalam penelitian digunakan gradasi SMA yang mendekati spesifikasi Bina Marga dengan grading 0/11. Jenis pengujian pada penelitian ini adalah pengujian Marshall (Marshall Test), Pengujian kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength Test), Pengujian kuat tekan bebas (Unconfine Compressive Strength Test) dan Permeabilitas. Adapun jumlah kebutuhan benda uji untuk tes penetrasi disajikan pada tabel 3.1. berikut ini: Tabel 3.1. Kebutuhan benda uji untuk Penetration Test Campuran Aspal+Residu Oli Kadar Residu Oli (%) Campuran Aspal +Residu Oli
0
5
10
15
20
25
Jumlah Benda Uji
3
3
3
3
3
3
Jumlah benda uji yang dibuat sebanyak 18 benda uji. Kebutuhan benda uji kuat tekan bebas, kuat tarik tak langsung dan permeabilitas dari hasil kadar aspal optimum (OBC) pada campuran Split Mastic Asphalt disajikan pada tabel 3.2.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.2. Kebutuhan benda uji ITS, UCS, Permeabilitas dengan KAO Variasi kadar residu oli (%)
Metode Pengujian ITST
UCST
Permeabilitas
0
3
3
3
5
3
3
3
10
3
3
3
15
3
3
3
20
3
3
3
25
3
3
3
Masing-masing campuran aspal residu oli sebanyak 9 dan jumlah total benda uji yang dibuat sebanyak 54 benda uji. 3.6.2. Tahap Pembuatan Benda Uji Sebelum pembuatan benda uji diadakan pembuatan rancang campur (mix design). Perencanaan rancang campur meliputi perencanaan gradasi agregat, penentuan aspal dan pengukuran komposisi masing-masing fraksi baik agregat, aspal dan residu oli. Gradasi yang digunakan adalah Spesifikasi Bina Marga 1997 Grading 0/11. Prosedur (ASTM 1994) tentang pembuatan benda uji dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : 1.
Tahap I Merupakan tahap persiapan untuk mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan serta menentukan prosentase masing - masing fraksi untuk mempermudah pencampuran dan melakukan penimbangan secara kumulatif untuk mendapatkan proporsi campuran yang lebih tepat.
2.
Tahap II Menentukan berat aspal penetrasi 60/70, berat residu oli dan berat agregat yang akan dicampur berdasarkan variasi kadar aspal. Prosentase ditentukan berdasarkan berat total campuran, yaitu 1100 gram. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Tahap III Campuran agregat yang telah ditimbang, dituang ke dalam wajan lalu dipanaskan di atas pemanas sampai mencapai suhu ± 150°C. Campuran aspal dan residu oli dipanaskan sampai mencapai suhu pencampuran. Campuran aspal dan residu oli diaduk agar benar - benar merata, kemudian dituang ke dalam wajan yang berisi agregat yang diletakkan di atas timbangan sesuai dengan prosentase bitumen content berdasarkan berat total agregat.
4.
Tahap IV Setelah variasi campuran aspal dituangkan ke dalam agregat, campuran ini diaduk sampai rata hingga mencapai suhu pencampuran, yaitu 170°C. Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam mold yang telah disiapkan dengan melapisi bagian bawah dan atas mold dengan kertas pada alat penumbuk.
5.
Tahap V Campuran dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 75 kali tumbukan untuk masing - masing sisinya. Selanjutnya benda uji didinginkan pada suhu ruang, selanjutnya dikeluarkan dari mold dengan bantuan dongkrak hidraulis dan dibiarkan lagi pada suhu ruang.
3.7.
Pengujian
Tahap pengujian benda uji melalui Volumetrik Test selanjutnya dilakukan pengujian kuat tarik tidak langsung (ITST), pengujian kuat tekan bebas (UCST) dan permeabilitas. 3.7.1. Volumetrik Test Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui VIM (Void In Mix) dari masingmasing benda uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Tahap I Tahap I merupakan tahap awal untuk mencari nilai VIM yaitu dengan mengukur diameter, tinggi dan berat dari masing – masing benda uji dengan bantuan jangka sorong dan timbangan triple beam.
b.
Tahap II Tahap II merupakan tahap analisa, yaitu menghitung besarnya Densitas, SG campuran dan Porositas (VIM).
3.7.2. Pengujian Kuat Tarik Tidak Langsung Setelah benda uji dikeluarkan dari mould, kemudian dilakukan pengujian kuat tarik tidak langsung menggunakan alat uji Indirect Tensile Strength (ITS). Langkah-langkah dalam pengujian kuat tarik tidak langsung adalah sebagai berikut: 1.
Mengukur tebal masing - masing benda uji pada empat sisi yang berbeda, dan mengambil tebal rata - rata, lalu menghitung koreksi tebal, serta menghitung diameter masing – masing benda uji.
2.
Melakukan pembebanan pada benda uji hingga mencapai maksimum yaitu saat arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu dilakukan pembacaan dan pencatatan nilai dial. Mengeluarkan benda uji dari alat uji ITS dan deformasi meter.
3.
Mengeluarkan benda uji dari alat uji dan pengujian benda uji berikutnya mengikuti prosedur di atas.
4.
Menghitung nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength) terkoreksi.
3.7.3. Pengujian Kuat Tekan Bebas
Pada pengujian ini menggunakan alat uji Unconfined Compressive Strenght Test (UCST). Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut : commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Tiap benda uji diberi tanda pengenal dan diukur tingginya pada 4 sisinya dan diukur pula diameternya. 2. Dilakukan uji volumetrik pada benda uji. 3. Setelah melakukan itu pembebanan dilakukan. Pembebanan dilakukan hingga mencapai maksimum yaitu saat arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu dilakukan pembacaan dan pencatatan nilai Unconfined Compressive Strength Test. 4. Mengeluarkan benda uji dari alat uji UCST.
3.7.4. Pengujian Permeabilitas
Dalam
penelitian
Permeabilitas,
prosedur
pengujian
dilakukan
dengan
menggunakan AF-16 secara manual. (Buku Pedoman Manual Penggunaan Alat Permeabilitas Tipe AF-16). Dalam pengujian permeabilitas mencakup 4 (empat) hal yaitu: pemasangan bejana rembesan, pengaliran air, pengujian dan penyelesaian. a. Pemasangan bejana rembesan Sekrup dan baut yang mengencangkan bejana penyerap dan penutup dilepaskan pada 8 posisinya, kemudian penutup bejana dilepaskan. Cincin O dipasang pada permukaan bawah penutup Plat berlubang dan batu pori dimasukkan kedalam bejana penyerap. Benda uji yang telah disiapkan diatur letaknya sehingga terletak ditengah batu pori. Celah antara benda uji dan permukaan dalam bejana diisi dengan lilin/paraffin. Tutup bejana penyerap dipasang pada bejana, kemudian dikencangkan dengan sekrup dan baut pada 8 posisinya.
b. Suplay Air (Pengaliran air) Katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5) dibuka, pipa karet dihubungkan dengan pensuplay air pada ujung atas katup (4), kemudian air dialirkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Ketinggian air dalam tangki dichek dengan ketinggian tabung skala akumulasi tekanan tangki air (7). Untuk menurunkan konsumsi gas, tangki diisi dengan air sebanyak mungkin. Bila air telah terisi penuh, katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5) ditutup. Katup pengatur tekanan (2) diputar berlawanan arah jarum jam, kemudian lubang suplay tekanan pada bagian atas silinder nitrogen (1) dibuka, tekanan tertingginya akan ditunjukkan pada (skala) alat ukur tekanan (150 kg/cm²). Katup suplay tekanan (3) dibuka, katup pengatur tekanan (2) diputar untuk menghimpun tekanan 2-3 kg/cm² (petunjuk 50 kg/cm² pada alat ukur tekanan). Ventilasi udara dari bejana penyerap (10) dibuka, kemudian katup sumber suplay (8) dan katup suplay (11) dibuka untuk mensuplay air. Memeriksa apakah udara ikut keluar bersama air saat air meluap melalui ventilasi udara, kemudian katup suplay (11) dan ventilasi udara ditutup. Silinder pengukur (13) dipasang dibawah pipa pengumpul air. c. Pengujian 1) Memeriksa apakah katup suplay (11) tertutup. Bila uji tekanan menunjukkan 10 kg/cm² atau lebih, keadaan katup penghenti dibiarkan tertutup (12). 2) Pengujian tekanan yang dikehendaki diatur dengan memutar katup pengatur tekanan (2) searah jarum jam. Catatan : Terdapat selisih waktu antara kerja katup pengatur tekanan (2) dan gerakan jarum jam penunjuk skala tekanan. Oleh karenanya satu kali operasi katup pengatur tekanan dianggap selisih setelah mencapai tekanan yang dikehendaki, dan saat mengamati gerakan jarum penunjuk setelah posisinya tetap perlahan-lahan katup pengatur tekanan diputar lagi searah jarum jam untuk mengatur tekanan uji. 3) Apabila penentuan tekanan lebih besar dari tekanan uji yang dikehendaki, commit to user katup pengatur samping (2) ditutup, ventilasi udara (5) akumulasi tekanan
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tangki air dibuka untuk menurunkan tekanan menjadi lebih rendah dari tekanan uji, kemudian ventilasi udara ditutup. Katup dibuka lagi dan katup pengatur tekanan (2) diperiksa untuk menentukan tekanan uji dengan benar. 4) Katup suplai (11) dibuka untuk memberikan tekanan pada benda uji. 5) Apabila air yang menetes dari pipa pengumpul sudah konstan, kemudian mengukur waktu yang diperlukan air terkumpul pada tabung pengukur sebanyak 1000 cm³. d. Penyelesaian 1) Katup suplay (11) ditutup, katup pengatur tekanan ke samping (2) ditutup berlawanan arah jarum jam untuk mengembalikan pada posisi 0. 2) Ventilasi udara (5) dibuka untuk melepaskan tekanan, setelah jarum penunjuk kembali ke 0, semua katup ditutup. 3) Ventilasi udara bejana penyerap (10) dibuka, bejananya dilepas, benda uji dikeluarka , kemudian semua peralatan dibersihkan.
Sumber: Buku Pedoman Manual Penggunaan Alat Permeabilitas Tipe AF-16
Gambar 3.5. Detail Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.8.
DIAGRAM ALIR Mulai Persiapan benda uji
Data Sekunder Pemeriksaan Aspal, Sellulosa, Residu Oli, KAO dari Marshall Test
Data primer uji Penetrasi ITST, UCST, uji Permeabilitas
Pencampuran Aspal dengan Residu Oli
Menghitung proporsi aspal dan residu oli Menimbang aspal dan residu oli yang dibutuhkan Mencampur aspal + residu oli dengan cara memanaskan campuran aspal dan residu oli sambil mengaduk-aduk hingga homogen. Pembuatan Benda Uji dengan Kadar Aspal Optimum
Indirect Tensile Strength Test
Unconfined Compressive Strength Test
Permeabilitas
Analisis Data Hasil Pengujian a. Analisis regresi pola hubungan antara kadar residu oli pada kadar aspal optimum campuran Split Mastic Asphalt b. Analisis korelasi pola hubungan antara kadar residu oli pada kadar aspal optimum campuran Split Mastic Asphalt c. Analisis ukuran simpangan dan uji homogenitas nilai penetrasi campuran aspal+residu oli d. Analisis varian satu arah (One Way ANOVA) Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.6. Diagram Alir Tahap Penelitian commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh melalui pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS merupakan data awal yang akan diolah untuk mengetahui sifat–sifat split mastic asphalt dengan menggunakan variasi campuran bahan pengikat berupa residu oli. Adapun variasi campuran yang diberikan sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% residu oli. Dalam bab ini berisi tentang hasil pemeriksaan bahan, hasil perencanaan campuran, hasil pengujian benda uji dan pembahasan.
4.1.
Hasil Pemeriksaan Bahan
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat Pemeriksaan agregat yang digunakan dalam penelitian dilakukan secara visual. Pemeriksaan visual berupa pemeriksaan terhadap bentuk butiran dan tekstur permukaan agregat kasar, dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar (rough) dan mempunyai bentuk yang bervariasi seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1. CA
MA
FA
NS
Gambar 4.1. Agregat yang digunakan dalam penelitian Pemeriksaan agregat di laboratorium meliputi pemeriksaan terhadap penyerapan terhadap air, berat jenis semu agregat kasar dan berat jenis semu agregat halus commit ini to user (apparent specific gravity). Pemeriksaan dilakukan di Workshop Laboratorium
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan telah memenuhi syarat yang ditentukan. Adapun hasil pemeriksaan agregat dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat No.
Jenis Pemeriksaan
CA
MA
FA
NS
1.
Berat jenis Bulk
2,550
2,627
2,665
2,579
2.
Berat jenis SSD
2,618
2,697
2,720
2,633
3.
Berat jenis semu (apparent)
2,735
2,825
2,881
2,784
4.
Peresapan terhadap air (%)
2,658
2,680
2,093
2,104
Sumber: PT.Pancadharma
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Aspal 60/70 Pemeriksaan sifat dari aspal bertujuan untuk mengetahui apakah aspal yang akan digunakan telah memenuhi standar spesifikasi yang ada. Pemeriksaan ini dilakukan berdasar spesifikasi Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton sesuai dengan Revisi SNI 03-1737-1989. Data hasil pemeriksaan aspal penetrasi 60/70 dapat dilihat pada tabel 4.2. Dari hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa aspal memenuhi syarat untuk dijadikan bahan pengikat. Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan aspal Syarat* No.
Nilai
Jenis Pemeriksaan Min.
Max.
Karakteristik**
1
Penetrasi, 100gr, 250º C, 5 detik
60
79
70
2
Titik Lembek
48
58
48,5 ºC
3
Titik Nyala
200ºC
-
350 ºC
4
Titik Bakar
200ºC
-
370 ºC
5
Daktilitas, 25º C, 5 cm/menit
100 cm
-
>150 cm
6
Spesific Grafity
1 gr/cc
-
1,039 gr/cc
7.
Kelekatan Aspal
95%
-
98%
Sumber : * Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya. ** Penelitian
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.1.3. Pemeriksaan Filler Pemeriksaan filler dilakukan untuk mengetahui Specific Grafity dari filler abu batu yang akan dipakai untuk perhitungan volumetrik test. Specific Grafity dari filler abu batu yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 2,669 gr/cc. 4.1.4. Pengaruh Variasi Campuran Aspal + Residu Oli pada Sifat Aspal Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai penetrasi aspal dengan penambahan residu oli yang bervariasi mulai 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari berat aspal. Hasil pengujian penambahan residu oli pada aspal disajikan dalam tabel 4.3. sampai dengan 4.5. Tabel 4.3. Hasil Uji Campuran Aspal Penetrasi 60/70 dengan Residu Oli Residu Oli
Penetrasi
Titik Lembek o
Kelekatan
Daktilitas
(%)
(dmm)
( C)
(%)
(cm)
0
70,08
48,33
98
>150
5
127
44,25
97
>150
10
158,75
39,83
97
>150
15
171,67
36,75
96
>150
20
199,08
31,33
96
125
25
222,83
29
94
90
Sumber: Hasil Penelitian
Untuk Hasil uji penetrasi dan titik lembek dapat dilihat pada Lampira B. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perubahan nilai penetrasi aspal pada campuran aspal + residu oli lebih tinggi dibandingkan dengan aspal pen 60/70 murni. Di sini dapat disimpulkan bahwa semakin ditambahkannya residu oli pada campuran aspal + residu oli semakin tinggi pula nilai penetrasinya. Dan dari hasil pengujian titik lembek, kelekatan aspal dan daktilitas juga mengalami perubahan, yaitu semakin ditambahkannya residu oli pada aspal pen 60/70 akan semakin rendah titik lembek, kelekatan aspal dan daktilitas. Dengan demikian aspal + residu oli mempunyai sifat lebih encer dibandingkan commit to userdengan aspal pen 60/70 tanpa
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
campuran residu oli dengan kata lain campuran aspal+residu oli sangat peka terhadap temperature.
Kepekaan terhadap temperature akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi
retak/mengeras.
Parameter
pengukur
kepekaan
aspal
terhadap
temperature adalah indeks penetrasi (Penetration Index = PI). Hasil rekapitulasi perhitungan PI disajikan dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan PI Campuran Aspal+Residu Oli Residu Oli
Penetrasi
Titik Lembek
PI
(%)
(dmm)
(oC)
0
70,08
48,33
-0.83
5
127
44,25
-0.03
10
158,75
39,83
-0.94
15
171,67
36,75
-2.19
20
199,08
31,33
-4.80
25
222,83
29
-6.22
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa nilai PI campuran aspal+residu oli dengan kadar residu oli sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% adalah -0.83, -0.03, 0.94, -2.19, -4.80, -6.22. Nilai PI yang umum dimiliki oleh aspal yang digunakan untuk material perkerasan jalan yaitu antara -2 dan +2, sehingga batas kadar residu oli yang masih dapat digunakan (berada dalam range nilai PI) yaitu maksimal 10%.
commit to user
59
Tabel 4.5. Hasil uji Penetrasi Campuran Aspal Penetrasi 60/70 dengan Residu Oli Kadar oli 0 %
Kadar oli 5 %
I
II
III
I
II
III
I
II
III
I
II
1
70
65
72
120
126
148
139
140
198
170
2
76
72
75
125
125
146
145
145
201
3
68
75
70
113
113
127
139
141
4
74
60
64
129
117
135
145
288 272
281
487
481
556
70,25 121,75 120,25 139
Percobaan Penetrasi
Jumlah Rata-rata
72
68 70,08
Sumber: Hasil Penelitian
127
Kadar oli 10 %
Kadar oli 20 %
Kadar oli 25 %
III
I
II
III
I
II
III
153
213
189
205
209
217
221
223
161
168
195
192
201
198
209
225
228
181
160
157
184
203
183
223
215
227
230
142
189
151
160
188
192
203
191
221
225
233
568
568
769
642
638
780
776
792
821
862
898
880
142
142 192,25 160,5 159,5 195
194
198 205,25 215,5 224,5 228.5
158,75
Kadar oli 15 %
171,67
199,08
222.83
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.1.5. Pemeriksaan Optimum Bitument Content (OBC) Data yang diambil untuk mengetahui Optimum Bitumen Contain (OBC) adalah data sekunder. Data ini diambil dari penelitian Onne Natalis (2010) yang melakukan penelitian dengan bahan yang sama dan di tempat yang sama di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik UNS. Dari hasil analisis penelitian Onne Natalis (2010) diketahui bahwa kadar aspal optimum sebesar 5,903 %. 4.1.6. Perencanaan Campuran (Mix Design) Dalam membuat rencana proporsi campuran aspal beton dilakukan analisa saringan untuk mengetahui ukuran dan susunan butir (gradasi) sebagai dasar untuk menentukan berat agregat tiap fraksi yang meliputi CA, MA, FA, NS yang akan digunakan sebagai campuran SMA. Analisa saringan dilakukan dengan membuat perhitungan agar mendapatkan berat tertahan agregat tiap saringan tiap fraksi yang memenuhi spesifikasi gradasi campuran agregat yang ada pada persyaratan Spesifikasi Bina Marga Grading 0/11. Tabel 4.6. Berat Tertahan Tiap Fraksi Agregat No. Saringan CA (gram) MA (gram) FA (gram) NS (gram)
1/2"
3/8"
#4
#8
#30
#50
#200
Pan
Total
0
85.13
98.75
98.86
98.91
98.95
99.00 100.00 1469.80
0
17.41
82.51
93.03
95.04
95.66
97.16 100.00 1497.65
0
0.00
0.14
7.78
54.02
66.28
88.26 100.00 1499.70
0
0.00
0.00
0.12
34.20
56.06
90.52 100.00 1493.85
Tabel 4.7. Spesifikasi gradasi campuran SMA Grading 0/11 Diameter ayakan( mm ) 1/2” Lolos ayakan ( % )
100
3/8 ”
#4
50-100 30-50
#8
#30
#50
#200
20-30
13-25
10–20
8-13
Sumber : Spesifikasi SMA Grading 0/11, Puslitbang Jalan Ditjend Bina Marga DPU ( 1997)
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prosen Lolos Saringan (%)
GRAFIK GRADASI SMA 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0.01
0.1
1
10
100
Diameter Saringan (mm) batas bawah
batas atas
gradasi
Gambar 4.2. Grafik gradasi SMA Bina Marga 0/11
Hasil–hasil perhitungan dari analisa saringan untuk menentukan berat agregat tiap fraksi adalah sebagai berikut : a.
Dilakukan perhitungan prosentase berat tertahan dan prosentase lolos agregat tiap fraksi. Disajikan di lampiran B3.
b.
Persentase agregat lolos tiap fraksi diplotkan pada grafik kombinasi gradasi yang selengkapnya disajikan pada lampiran. Dari grafik didapat CA=23%, MA=34%, FA = 21%, NS = 22%. Dasajikan di lampiran B4.
c.
Dilakukan perhitungan untuk mendapatkan gradasi agregat tiap saringan, yaitu dengan cara mengalikan komposisi agregat tiap-tiap fraksi dengan prosentase lolos agregat tiap nomor saringan. Selanjutnya prosentase gradasi agregat tiap nomor saringan dicek dengan tabel nomor gradasi pada spesifikasi Bina Marga. Bila tidak memenuhi perlu diadakan trial dan error pada komposisi agregat lagi sampai mendapat komposisi agregat yang memenuhi persyaratan Bina Marga grading 0/11. Disajikan di lampiran B5.
d.
Gradasi agregat yang telah didapat, kemudian diplotkan pada grafik “Blending Combined Gradation, Sieve Analisis. Disajikan dalam gambar 4.2.
e.
Dilakukan perhitungan prosentase berat tertahan agregat tiap saringan dan komposisi prosentase lolos. Dan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berat tertahan tiap saringan dan berat tertahan komulatif agregat tiap saringan. f.
Dilakukan perhitungan kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal optimum 5,903%. Disajikan pada tabel 4.9.
Contoh Perhitungan Mencari kebutuhan agregat tiap mold pada variasi campuran residu oli 5 % dan 95 % aspal penetrasi 60/70 disajikan di lampiran B6.
Tabel 4.8 Berat tertahan tiap saringan berdasarkan spesifikasi Bina Marga Ukuran saringan (mm)
Spec
% Tertahan
% Lolos Blend
Tiap Saringan
Komulatif
12.7
100
100
0
0
9.5
50 – 100
82
18
18
4.75
30 – 50
40.93
41.07
59.07
2.36
20 – 30
29.50
11.43
70.5
0.60
13 – 25
23.38
6.12
76.62
0.30
10 – 20
13.49
9.89
86.51
0.075
8 – 13
8.34
5.15
91.66
Pan
0
0
8.34
100
Tabel 4.9. Kebutuhan agregat tiap mould untuk kadar aspal optimum 5.903%
Nomor Saringan 1/2" 3/8" #4 #8 # 30 # 50 # 200 PAN Aspal Selulosa
% lolos blend 100.000 74.501 45.750 29.870 23.800 18.465 8.010 0.000
% Tertahan Tiap Kumulatif Saringan 0.000 0.000 25.499 25.499 54.250 28.751 70.130 15.880 76.200 6.070 81.535 5.335 91.990 10.455 100.000 8.010 100.00 dalam % berat : 5.903 commit dalam % berat : to user 0.3 aspal
Berat Agregat Tiap Kumulatif Saringan Saringan 0.000 0.000 263.883 263.883 297.540 561.422 164.339 725.761 62.817 788.579 55.209 843.788 108.198 951.986 82.894 1034.880 64.930 0.185
1099.81 1100
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
4.2. Hubungan Penetrasi dengan Kadar Aspal Residu Oli Pemeriksaan penetrasi bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan bitumen (solid atau semi solid). Dari tabel 4.5 dibuat grafik hubungan antara kadar campuran aspal residu oli dengan penetrasi yang disajikan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Variasi Kadar Residu Oli Campuran Aspal Residu Oli dengan Nilai Penetrasi Dari gambar 4.3. diketahui hubungan nilai penetrasi dengan kadar campuran aspal residu dimana nilai penetrasi akan semakin naik dengan adanya penambahan kadar residu oli pada split mastic asphalt. Hal ini disebabkan karena penambahan residu oli dalam campuran menjadikan campuran menjadi lebih cair dengan viscositas aspal rendah karena proporsi asphaltene menjadi berkurang akibat dari pengurangan berat aspal yang diganti residu oli. Syarat nilai penetrasi untuk aspal pen 60/70 adalah 60-79. Dari penelitian didapat bahwa nilai penetrasi tidak masuk dalm spesifikasi sehingga perlu dilakukan uji Penetration Index. Nilai penetrasi sangat berpengaruh dalam campuran perkerasan karena jalan akan menerima suhu lingkungan yang tinggi akibat dilalui kendaraan. Temperatur yang dicapai pada permukaan perkerasan tidak boleh melebihi titik lembek dari aspal karena aspal bisa meleleh dan menyebabkan deformasi. Sehingga perkerasan jalan akan cepat rusak karena dilalui kendaraan dengan beban yang tinggi. Nilai penetrasi yang commit to user tinggi memungkinkan aspal cocok digunakan didaerah dengan beban traffic yang
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ringan supaya tidak cepat lembek dan digunakan pada daerah berhawa dingin. Aspal dengan penetrasi tinggi lebih workable. 4.2.1. Ukuran Simpangan Nilai Penetrasi Terhadap Variasi Kadar Residu Oli Campuran Aspal Residu Oli Berdasarkan data hasil uji penetrasi dari tabel 4.5. semua nilai penetrasi dari setiap variasi kadar residu oli dilakukan perhitungan ukuran simpangan berupa varians (S2) dan standar deviasi (σ) untuk mendapatkan nilai simpangan penetrasi yang menggambarkan bagaimana berpencarnya data kuantitatif. Berikut contoh perhitungan ukuran simpangan: Kadar residu oli 0%, nilai penetrasi = 70, 76, 68, 74, 65, 72, 75, 60, 72, 75, 70, 64 Rata-rata (x) =
x 70 76 68 74 65 72 75 60 72 75 70 64 n
12
= 70.08
Varians (S2) =
x x
n 1 (70 70.08) (76 70.08) 2 (68 70.08) 2 (74 70.08) 2 (65 70.08) 2 12 2 2 (72 70.08) (75 70.08) (60 70.08) 2 (72 70.08) 2 (75 70.08) 2 2
(70 70.08) 2 (64 70.08) 2 Standar Deviasi (σ)
=
= 24.99
S2
24.99 = ± 4.99
Nilai penetrasi rata-rata (x) = x S = 70.08 ± 4.99 = 65.08 atau 75.08 (65.08 ≤ x ≤ 75.08) Hasil rekapitulasi perhitungan uji simpangan untuk setiap kadar oli disajikan pada tabel 4.10.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.10. Rekapitulasi Hasil Analisis Ukuran Simpangan Kadar Residu Oli pada Campuran Aspal Residu Oli (%)
Varians
0%
24.992424
4.999242
5%
129.09091
10%
Nilai Penetrasi
Standar Deviasi
Min
Max
65.08
75.08
11.36182
115.64
138.36
639.11364
25.2807
133.47
184.03
15%
369.51515
19.22278
152.44
190.89
20%
115.17424
10.73193
188.35
209.82
25%
45.606061
6.753226
216.08
229.59
Dari nilai penetrasi campuran aspal residu oli (Asres) yang diperoleh dari analisis ukuran simpangan yang telah disajikan pada tabel 4.10. dengan tabel 4.5. didapat persentase simpangan/kemelencengan data yang diperoleh. Berikut contoh perhitungan persentase simpangan data: Kadar residu oli 0%, nilai penetrasi = 70, 76, 68, 74, 65, 72, 75, 60, 72, 75, 70, 64 Data diluar nilai penetrasi uji simpangan (d) = 3 Jumlah data (n) = 9 Persentase simpangan data =
d 3 100% 100% 33.33% n 9
Selanjutnya rekapitulasi hasil persentase analisis ukuran simpangan data disajikan dalam tabel 4.11. Tabel 4.11. Rekapitulasi Hasil Persentase Analisis Ukuran Simpangan Kadar Residu Oli Campuran Asres (%)
Varians
Standar Deviasi
0%
24.99
4.99
5%
129.09
10%
Nilai Penetrasi Min Max
Data Diluar /melenceng
Persentase (%)
65.08
75.08
3
33.34
11.36
115.64
138.36
4
44.44
639.11
25.28
133.47
184.03
3
33.33
15%
369.52
19.22
152.44
190.89
3
33.33
20%
115.17
10.73
188.35
209.82
1
11.11
25%
45.61
commit to216.08 user 6.75
229.59
3
33.33
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel 4.11. dapat diketahui bahwa nilai persentase simpangan data dari variasi kadar residu oli pada campuran aspal residu oli (Asres) mulai 0% hingga 25% berturut-turut 33.33%, 44.44%, 33.33%, 33.33%, 11.11%, 33.33%. 4.2.5. Uji Homogenitas Nilai Penetrasi Terhadap Variasi Kadar Residu Oli Campuran Aspal Residu Oli Berdasarkan data hasil uji penetrasi dari tabel 4.5 semua nilai penetrasi dari setiap variasi kadar residu oli dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah data sampel diperoleh dari populasi yang bervarians homogen. Berikut contoh perhitungan uji homogenitas pada kadar campuran aspal residu oli 0%: Tabel 4.12. Uji Homogenitas campuran aspal residu oli 0% Sampel ke-
Dk
1/(dk)
Si²
Log Si²
(dk)Log Si²
3
0.33
13.33
1.125
3.375
3
0.33
46
1.663
4.988
3
0.33
70.25
1.847
5.54
9
1
1 2 3 Jumlah
13.903
Varians gabungan dari 3 sampel: S2 =
3 x13.33 3 x 46 3 x70.25 = 43.194 333
Log S2 = 1.635 B
= 1.635 x 9 = 14.719 2
X
= Ln 10 x (14.719 - 13.903) = 1.8785
Jika α=0.05, dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan k=3 didapat X2(0.95)(3-1) = 5.99. Ternyata bahwa X2= 1.8785 < 5.99 sehingga hipotesis Ho diterima dalam taraf nyata 0,05. Selanjutnya rekapitulasi hasil uji homogenitas data disajikan dalam tabel 4.13.
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.13. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Kadar Residu Oli Campuan Asres (%) 0%
S2
Log S2
B
X2
43.19
1.635
14.719
1.878
5%
75.389
1.877
16.896
1.478
10%
85.194
1.930
17.374
4.958
15%
98.556
1.993
17.943
2.105
20%
115.306
2.062
18.557
1.948
25%
91.389
1.961
17.648
5.799
X2(0.95)(3-1)
5.99
Berdasarkan tabel 4.13. didapat nilai homogenitas sampel nilai penetrasi dari campuran aspal residu oli dengan kadar 0% hingga 25% berturut-turut 1.878, 1.478, 4.958, 2.105, 1.948, dan 5.799 yang secara keseluruhan kurang dari X2(0.95)(3-1) sehingga dapat disimpulkan bahwa data nilai penetrasi setiap kadar campuran aspal residu oli merupakan data yang homogen.
4.3. Hasil Pengujian Benda Uji ( ITS, UCS, dan Permeabilitas ) Hasil perhitungan benda uji ITS, UCS, dan Permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.14 hingga Tabel 4.17.
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Stength Test) Tabel 4.14. Rekapitulasi Hasil Perhitungan UCS Terkoreksi Nilai Penetrasi (mm) 70.08
127
158.75
171,67
199.08
222.83
Kode
Dial
Diameter
Tebal
koreksi
Kalibrasi
Koreksi
UCS terkoreksi
UCS
(lb)
(mm)
(mm)
Tebal
(kg)
(N)
(KPa)
U.0.1
7451.626
101.45
68.10
0.864
3,383.04
28,665.79
3,548.054
U.0.2
8675.192
101.45
66.75
0.889
3,938.54
34,350.75
4,251.699
U.0.3
9413.74
101.45
67.45
0.876
4,273.84
36,724.86
4,545.550
Rata-rata
4,115.101
U.5.1
7826.412
101.45
62.60
1.023
3,553.19
35,641.08
4,411.407
U.5.2
7936.643
101.45
61.73
1.045
3,603.24
36,954.96
4,574.030
U.5.3
6966.609
101.45
62.15
1.034
3,162.84
32,074.64
3,969.977
Rata-rata
4,318.471
U.10.1
5820.205
101.45
64.25
0.953
2,642.37
24,708.07
3,058.195
U.10.2
8465.752
101.45
62.35
1.029
3,843.45
38,788.26
4,800.943
U.10.3
6084.759
101.45
63.33
1.004
2,762.48
27,218.50
3,368.918
Rata-rata
3,742.685
U.15.1
7583.903
101.45
62.73
1.019
3,443.09
34,431.16
4,261.651
U.15.2
6922.516
101.45
64.38
0.950
3,142.82
29,282.53
3,624.389
U.15.3
6217.037
101.45
63.58
0.994
2,822.53
27,522.93
3,406.598
Rata-rata
3,764.213
U.20.1
5555.65
101.45
64.50
0.946
2,522.27
23,416.27
2,898.305
U.20.2
5687.927
101.45
63.60
0.992
2,582.32
25,129.89
3,110.404
U.20.3
5952.482
101.45
63.31
1.005
2,702.43
U.25.1
5224.957
101.45
64.68
0.942
2,372.13
26,635.08 Rata-rata 21,911.38
3,296.706 3,101.805 2,712.040
U.25.2
5357.234
101.45
64.14
0.956
2,432.18
22,815.86
2,823.990
U.25.3
5599.742
101.45
64.90
0.935
2,542.28
23,330.05
2,887.632
Rata-rata
2,807.887
Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu dilakukan konversi satuan. Berikut disajikan contoh pengkonversian satuan: Kode benda uji
= U.5.1(benda uji 1 untuk UCS, campuran aspal+residu oli 5% dengan nilai penetrasi 127 dmm)
Hasil pembacaan dial UCS Konversi satuan dial
= 3550 kgf = 3550 x 2.2046 = 7826.4 lb commit to user = 7826.4 lb x 0,454 = 3553.191 kg
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil pembacaan dial terkalibrasi (P) = 83,082 x 1.023 = 3633.138 kg = ¼ x π x d2 = 8079.3 mm2
Luas benda uji (A) (d = diameter sampel) Kuat desak
Konversi kg/mm2
N/mm2
=
P A
=
3633,138 = 0.449685 kg/mm2 8079,3
= 0.449685x 9,81 m/s2 = 4.411407MPa = 4411.407KPa
4.3.2. Hasil Pengujian Kuat Tarik Tidak Langsung ( Indirect Tensile Strengt Test ) Pengujian kuat tarik tak langsung (Indirect Tensile Strenght) merupakan suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya retak dilapangan. Pengujian hampir sama dengan pengujian Marshall, yang membedakan hanyalah pada pengujian kuat tarik tak langsung tidak menggunakan cincin penguji. Berdasarkan pada pengujian benda uji dengan menggunakan alat ITST didapat hasil pembacaan alat berupa nilai beban dengan satuan lb, kemudian dilakukan perhitungan nilai kuat tarik tidak langsung dengan satuan KPa.
Sebelum dilakukan perhitungan terlebih dahulu dilakukan konversi satuan. Berikut disajikan contoh perhitungan kuat tarik tidak langsung: Kode benda uji
= I.5.1 (benda uji 1 untuk ITS, campuran aspal+residu oli 5% dengan nilai penetrasi 127 dmm)
Hasil pembacaan dial
= 18 lb
Konversi satuan dial
= 18 lb × 0,454 = 8,172 kg
Beban terkoreksi
= 8,172 kg × kalibrasi alat × koreksi tebal
Beban terkoreksi
= 8,172 kg × 30,272 × 0,874 = 216,228 kg commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2P 2 216,228 20216,74 kg/m2 3,14 (h d ) 3,14 0,06755 0,10085
ITS
=
ITS
= 20216,74 kg/m2 × 9,81 m/s2 = 198326,2 MPa × 10-3 = 198,3262 KPa
Hasil perhitungan Indirect Tensile Strength Test (ITS) selanjutnya disajikan pada lampiran B. Berikut tabel 4.15 merupakan rekapitulasi hasil perhitungan kuat tarik tidak langsung rata-rata :
127
158.75
171.67
Koreksi
ITS terkoreksi
Def. Vertikal
Def. Horisontal
0.913
343.587
3,077.770
307.259
1.25
0.4375
64.8
0.938
343.587
3,162.227
306.233
0.50
0.175
65.3
0.925
371.074
3,367.220
330.757
0.45
0.1575
Rata-rata
314.750
0.73
0.26
I.0.1
25
97
65.775
I.0.2
25
101.5
I.0.3
27
99.3
koreksi tebal
(mm)
Kalibrasi
(mm)
Tebal
(mm)
Diameter
(KPa)
Dial
(N)
(mm)
(mm) 70.08
(kg)
(lb)
Kode ITS
Nilai Penetrasi
Tabel 4.15. Rekapitulasi Hasil Perhitungan ITS Terkoreksi
I.5.1
18
100.85
67.55
0.874
247.383
2,121.197
198.326
1.10
0.385
I.5.2
17
101.2
67.125
0.882
233.639
2,021.617
189.555
0.65
0.2275
I.5.3
21
99.6
67.65
0.872
288.613
2,469.421
233.436
0.55
0.1925
Rata-rata
207.106
0.77
0.27
I.10.1
17
101.3
63.3
1.005
233.639
2,303.462
228.806
0.65
0.2275
I.10.2
13
100.8
63.4
1.003
178.665
1,757.089
175.123
1.20
0.42
I.10.3
12
98.45
63.35
1.004
164.922
1,623.950
165.848
0.80
0.28
Rata-rata
189.926
0.88
0.31
I.15.1
7
100.9
64.55
0.945
96.204
891.858
87.219
0.85
0.2975
I.15.2
12
98.6
62.75
1.019
164.922
1,648.219
169.678
1.25
0.4375
I.15.3
15
99.4
63.675
0.986
206.152
1,994.041
200.668
0.70
0.245
Rata-rata
152.522
0.93
0.33
Berlanjut..
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
222.83
Koreksi
ITS terkoreksi
Def. Vertikal
Def. Horisontal
0.932
54.974
502.463
48.988
1.15
0.4025
62.9
1.015
151.178
1,505.306
154.674
1.10
0.385
63.125
1.009
123.691
1,224.788
125.721
0.80
0.28
Rata-rata
109.794
1.02
0.36
I.20.1
4
100.45
65.037
I.20.2
11
98.55
I.20.3
9
98.3
koreksi tebal
(mm)
Kalibrasi
(mm)
Tebal
(mm)
Diameter
(KPa)
Dial
(N)
(mm)
(mm) 199.08
(kg)
(lb)
Kode ITS
Nilai Penetrasi
Lanjutan Tabel 4.15.
I.25.1
4
101.5
64.2875
0.952
54.974
513.494
50.124
0.60
0.21
I.25.2
8
98.25
61.0375
0.960
109.948
1,035.078
109.937
1.45
0.5075
I.25.3
8
99.45
59.925
0.958
109.948
1,033.607
110.470
1.05
0.3675
Rata-rata
90.177
1.03
0.36
4.3.3. Hasil Perhitungan Regangan dan Modulus Elastisitas
a.
Regangan
Pengujian kuat tarik tidak langsung juga menghasilkan nilai regangan suatu campuran. Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai regangan adalah diameter benda uji dan deformasi horizontal yang dicari dengan mengalikan deformasi vertical (Flow) yang didapatkan dari pengujian dengan angka poisson ratio dari campuran. Berikut contoh perhitungan regangan campuran: Kode benda uji
= I.5.1 (benda uji 1 untuk ITS, campuran aspal+residu oli 5% dengan nilai penetrasi 127 dmm)
Diameter benda uji = 100.85 mm Deformasi vertikal = 1.10 mm Poisson ratio (ν)
= 0.35
Deformasi horizontal = 0.35 x 1.10 = 0.385 mm Regangan
=
0.385 = 0.0038176 100.85
b. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas didapatkan dengan membagi regangan dengan tegangan. Dalam penelitian ini, nilai tegangan didapatkan dari pengujian kuat tarik tidak commit to user langsung (ITST).
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut contoh perhitungan modulus elastisitas campuran: Kode benda uji
= I.5.1 (benda uji 1 untuk ITS, campuran aspal+residu oli 5% dengan nilai penetrasi 127 dmm)
Tegangan (σ)
= 198,3262 KPa
Regangan (ε)
= 0.0038176 198.3262 = = 76191.395 KPa 0.0038176
Modulus elastisitas (E)
Rekapitulasi perhitungan regangan dan modulus elastisitas selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.16. Tabel 4.16. Rekapitulasi hasil perhitungan regangan dan modulus elastisitas Nilai Penetrasi (mm) 70.08
127
158.75
Kode
Diameter
ITS terkoreksi
Deformasi Horizontal (mm)
Regangan
(KPa)
Deformasi Vertikal (mm)
(ε)
Modulus Elastisitas (KPa)
ITS
(mm)
I.0.1
97
307.259
1.25
0.4375
0.0045103
68123.61
I.0.2
101.5
306.233
0.50
0.175
0.0017241
177615.3
I.0.3 Rata-rata
99.3
330.757
0.45
0.1575
0.0028197
208535
314.750
073
0.26
0.002607
151424
I.5.1
100.85
198.326
1.10
0.385
0.0038176
51951.16
I.5.2
101.2
189.555
0.65
0.2275
0.002248
84320.57
I.5.3 Rata-rata
99.6
233.436
0.1925 0.27
0.0019327
120780.5
207.106
0.55 0.77
0.002666
85684.1
I.10.1
101.3
228.806
0.65
0.2275
0.0022458
101881.7
I.10.2
100.8
175.123
1.20
0.42
0.0041667
42029.62
I.10.3
98.45
165.848
0.28 0.31
0.0028441
58313.42
189.926
0.80 0.88
0.003086
67408.2
Rata-rata 171.67
I.15.1
100.9
87.219
0.85
0.2975
0.0029485
29581.01
I.15.2
98.6
169.678
1.25
0.4375
0.0044371
38240.49
I.15.3
99.4
200.668
0.70 0.93
0.245 0.33
0.0024648
81414.07
1.15
0.4025
1.10 0.80 1.02 0.60 1.45 1.05 1.03
0.385 0.28 0.36 0.21 0.5075 0.3675 0.36
0.003283 0.004007 0.0039066
49745.2 12225.73 39592.57
0.0028484 0.003587 0.002069 0.0051654 0.0036953 0.003643
44136.91 31985.1 24226.46 20294.22 27963.69 24161.5
Rata-rata I.20.1 100.45 199.08
I.20.2 I.20.3 Rata-rata I.25.1 222.83 I.25.2 I.25.3 Rata-rata
98.55 98.3 101.5 98.25 99.45
152.522 48.988 154.674 125.721 109.794 50.124 109.937 110.470 86.095
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3.4. Hasil Pengujian Permeabilitas Pemeriksaan permeabilitas pada benda uji dilakukan dengan menggunakan alat uji permeabilitas AF-16 yang berada di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil UNS. Berikut ini contoh langkah-langkah perhitungan uji permeabilitas: 1.
Kode benda uji
= P.5.1 (benda uji 1 untuk Permeabilitas, campuran aspal + residu oli 5% dengan nilai penetrasi 127 dmm)
2.
Tebal benda uji
L1 = 6,400 cm L2 = 6,710 cm L3 = 6,740 cm L4 = 6,730 cm Tebal rata-rata, (L) = 6,645 cm
3.
Diameter benda uji
= 9.830 cm
4.
Luas permukaan atas, (A)
= 0,25π . D2 = 0,25π . (9,830)2 = 75,9227cm2 = 2 kg/cm2 (dial 10 kg/cm2)
5.
Tekanan Pengujian, (P)
6.
Waktu rembesan untuk V= 1000 ml, (T) = 31,04 dt
7.
Koefisien Permeabilitas, (k)
k
1000 6,645 1,32.10 3 cm.dt 75,9227 2 31,04
Perhitungan pengujian permeabilitas pada campuran aspal hangat secara lengkap disajikan pada Lampiran B. Hasil pengujian permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.17. berikut.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.17. Hasil Pengujian Permeabilitas Kode Sampel
P.0.1 P.0.2 P.0.3
Diameter (cm) 10.160 10.145 10.030
Tebal Benda uji (cm) 6.583 6.660 6.624
Koreksi Tebal (cm) 0.912 0.893 0.901
Waktu Rembesan (T) (dt)
29.87
Koef. Permeabilitas (k) (cm/dt) 1.93E-03 1.15E-03 1.37E-03 1.48E-03 1.32E-03 1.16E-03 9.65E-04 1.15E-03 1.24E-03
21.12 35.81
P.5.1 P.5.2 P.5.3
9.830 10.160 9.935
6.645 6.698 6.673
0.896 0.885 0.890
P.10.1
10.160
6.259
1.023
Rata-rata 31.04 35.77 42.76 Rata-rata 31.11
P.10.2
10.140
6.165
1.048
39.23
9.72E-04
P.10.3
9.930
6.218
1.033
47.93
8.02E-04
1.019 1.074 1.043
Rata-rata 35.53 98.41 51.76
1.01E-03 1.09E-03 3.82E-04 7.38E-04
Rata-rata 102.44 73.13 54.56 Rata-rata 75.74 101.38 121.12
7.37E-04 3.87E-04 5.25E-04 7.03E-04 5.38E-04 5.31E-04 3.84E-04 3.21E-04
Rata-rata
4.12E-04
P.15.1 P.15.2 P.15.3
10.075 10.160 9.980
6.273 6.083 6.180
P.20.1 P.20.2 P.20.3
9.950 9.970 9.990
6.406 6.204 6.206
0.958 1.037 1.036
P.25.1 P.25.2 P.25.3
9.930 9.800 9.830
6.501 6.293 6.284
0.932 1.014 1.017
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
4.4. Analisis dan Pembahasan 4.4.1. Pembahasan Analisis Korelasi 4.4.1.1.Pembahasan Hasil Penelitian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Strength Test) Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan kuat tekan bebas (Unconfined Compressive Strength Test) pada Tabel 4.14, maka dapat dibuat grafik hubungan UCS dengan nilai penetrasi dan grafik hubungan UCS dengan variasi kadar residu oli campuran Aspal+Residu Oli seperti disajikan pada gambar 4.4 dan 4.5.
Gambar 4.4. Hubungan Nilai Penetrasi terhadap Nilai Kuat Tekan Bebas (UCS)
commit to user Gambar 4.5. Hubungan Kadar Residu Oli terhadap Nilai UCS
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
Dari gambar 4.4. diperoleh nilai R² sebesar 0.751, yang artinya 75.1 % variasi nilai UCS yang terjadi dapat dijelaskan oleh nilai penetrasi. Jadi, koefisien korelasi dari perbandingan nilai penetrasi dengan UCS campuran SMA untuk tiap nilai penetrasi adalah akar 0.751, yaitu sebesar 0.867 (korelasi kuat). Sedangkan dari gambar 4.5 diperoleh R² sebesar 0.871, yang artinya 87.1 % variasi nilai UCS yang terjadi dapat dijelaskan oleh variasi kadar residu oli campuran aspal+residu oli. Jadi, koefisien korelasi dari perbandingan kadar residu oli dengan UCS campuran SMA adalah akar 0.871, yaitu sebesar 0.933 (korelasi sangat kuat). Dari gambar 4.4 dan 4.5 dapat diketahui pola hubungan antara kuat tekan dengan kadar campuran aspal residu oli dan kuat tekan dengan penetrasi. Penambahan kadar residu oli dalam campuran split mastic asphalt membuat penetrasi campuran aspal residu oli semakin bertambah dan menjadikan campuran menjadi lebih encer (viskos). Akan tetapi, penambahan residu oli ke dalam campuran split mastic asphalt menurunkan daya ikat aspal dengan agregat, daktilitas serta titik lembek meskipun di sisi lain penambahan residu oli akan mengurangi penggunaan bitumen dan meningkatkan workability. Daya ikat yang kuat pada campuran sangat dibutuhkan agar tercipta sistem perkerasan yang baik dalam menahan beban tekan. Kuat tekan yang semakin kecil akan menyebabkan daya tahan perkerasan terhadap deformasi dari pembebanan yang diberikan secara vertikal berkurang, sehingga kemampuan perkerasan jalan dalam menerima beban lalu lintas akan turun. Penambahan residu oli yang berlebih pada campuran split mastic asphalt juga akan menyebabkan bleeding sehingga perkerasan menjadi licin. 4.4.1.2.Pembahasan Hasil Penelitian Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test)
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength Test) pada Tabel 4.14, maka dapat dibuat grafik hubungan kuat tarik tidak langsung dengan nilai penetrasi dan grafik hubungan kuat tarik tidak langsung dengan kadar residu oli campuran aspal residu oli seperti disajikan pada commit to user gambar 4.6. dan 4.7.
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.6. Hubungan nilai penetrasi terhadap nilai ITS
Gambar 4.7. Hubungan Kadar Residu Oli terhadap Nilai ITS Berdasarkan gambar 4.6. diperoleh nilai R² sebesar 0.982, yang artinya 98.2% variasi ITS yang terjadi dapat dijelaskan oleh nilai penetrasi. Koefisien korelasi dari perbandingan nilai penetrasi dengan ITS campuran SMA untuk tiap variasi nilai penetrasi aspal kompinasi residu oli adalah akar 0.982, yaitu sebesar 0.991(korelasi sangat kuat). Sedangkan dari gambar 4.7. diperoleh nilai R² sebesar 0.926, yang artinya 92.6% variasi ITS yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar residu oli. Koefisien korelasi dari perbandingan kadar residu oli dengan ITS campuran SMA adalah akar 0.926, yaitu sebesar 0.962 (korelasi sangat kuat). commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari gambar 4.6 dan 4.7 dapat diketahui pola hubungan antara kuat tarik tidak langsung dengan kadar residu oli. Residu oli yang ditambahkan dalam aspal membuat aspal menjadi encer. Hal ini dapat diketahui dari menurunnya titik lembek dan daktilitas campuran aspal residu oli serta naiknya nilai penetrasi yang menandakan bahwa perkerasan yang dihasilkan campuran aspal residu oli menjadi lebih viskos. Nilai penetrasi yang tinggi membuat ikatan antara partikel aspal sendiri (adhesi) dan ikatan antara aspal dengan agregat (kohesi) menjadi lemah yang menyebabkan berkurangnya kemampuan aspal dalam menahan gaya tarik. Selain itu nilai kuat tarik tidak langsung atau Indirect Tensile Strength (ITS) yang semakin turun, akibat residu oli menyebabkan aspal tidak bisa menyelimuti agregat dengan sempurna. Dengan semakin bertambahnya nilai penetrasi yang diberikan pada campuran maka nilai kuat tarik semakin kecil dan terjadi binder drainage akibat dari bitumen yang semakin cair dengan bertambahnya nilai penetrasi. Penurunan nilai kuat tarik dipengaruhi oleh viskositas aspal, penetrasi, kadar residu oli yang ditambahkan dalam campuran. Untuk viskositas perlu diperhatikan pada saat pencampuran dan pemadatan, sehingga penggunaan modifier peranannya akan terlihat pada pengujian kuat tarik ini. Penambahan kadar residu oli pada campuran yang terlalu banyak menyebabkan makin tipisnya penyelimutan aspal yang mengisi rongga kosong dalam agregat dan menyebabkan ikatan antar butir menjadi renggang, sehingga nilai kuat tarik akan menurun. Penurunan nilai kuat tarik menyebabkan kemampuan perkerasan jalan dalam menerima beban lalu lintas akan menurun pula. a.
Pembahasan Hasil Nilai Regangan
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan regangan pada Tabel 4.15, maka dapat dibuat grafik hubungan nilai regangan dengan nilai penetrasi dan grafik hubungan nilai regangan dengan kadar residu oli pada campuran aspal residu oli seperti disajikan pada gambar 4.8. dan 4.9. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
Gambar 4.8. Hubungan nilai penetrasi terhadap nilai regangan
Gambar 4.9. Hubungan kadar residu oli terhadap nilai regangan Dari gambar 4.8. diketahui koefisien korelasi dari perbandingan nilai penetrasi dengan regangan campuran SMA adalah akar 0.9, yaitu sebesar 0.949 (korelasi sangat kuat). Sedangkan dari gambar 4.9. diketahui koefisien korelasi dari perbandingan kadar residu oli campuran aspal+residu oli dengan regangan campuran SMA untuk adalah akar 0.961, yaitu sebesar 0.98 (korelasi sangat kuat). Dari gambar 4.8 dan 4.9. hubungan nilai penetrasi terhadap nilai regangan tampak bahwa semakin bertambahnya nilai penetrasi semakin tinggi nilai regangannya dan bersifat elastis. Kenaikan ini terjadi karena sifat dari residu oli yang cair commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan SG lebih rendah dari aspal penetrasi 60/70 yang terkandung dalam nilai penetrasi sehingga campuran yang dihasilkan memiliki sifat yang lebih fleksibel. Akan tetapi dengan semakin bertambahnya nilai regangan maka terjadi failure (runtuh) sebelum dilakukan pengujian atau terjadi bleeding karena menjadi terlalu plastis campuran tersebut. Nilai tersebut tidak lepas dari nilai flow (deformasi vertikal) dan diameter benda uji, hasil pengujian. Semakin besar nilai flow (deformasi vertikal) dan semakin kecil diameter benda uji maka akan semakin besar pula nilai regangan yang terjadi. b.
Pembahasan Hasil Nilai Modulus Elastisitas
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan regangan pada Tabel 4.15, maka dapat dibuat grafik hubungan nilai modulus elastisitas dengan nilai penetrasi dan grafik hubungan kadar residu oli campuran aspal+residu oli dengan modulus elastisitas seperti disajikan pada gambar 4.10. dan 4.11.
Gambar 4.10. Hubungan nilai penetrasi terhadap modulus elastisitas
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.11. Hubungan kadar residu oli terhadap modulus elastisitas Dari gambar 4.10. diketahui koefisien korelasi dari perbandingan nilai penetrasi dengan modulus elastisitas campuran SMA adalah akar 0.97, yaitu sebesar 0.985 (korelasi sangat kuat). Dan dari gambar 4.11. diketahui koefisien korelasi dari perbandingan kadar residu oli campuran aspal residu oli dengan modulus elastisitas campuran SMA adalah akar 0.876, yaitu sebesar 0.936 (korelasi sangat kuat). Berdasarkan gambar 4.10 dan 4.11. hubungan nilai penetrasi terhadap modulus elastisitas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan nilai modulus elastisitas pada setiap masing-masing variasi campuran seiring dengan penurunan nilai ITS. Penurunan yang terjadi sangat signifikan. Sehingga dapat terlihat penurunan yang terjadi dengan semakin bertambahnya nilai penetrasi nilai modulus elastisitas semakin berkurang terhadap nilai modulus elastisitas nilai penetrasi 70.08 dmm. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pembagian tegangan dan regangan, dengan pengertian bahwa nilai tegangan semakin kecil dengan nilai regangan yang besar menghasilkan nilai modulus elastisitas yang rendah.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.4.1.3. Pembahasan Hasil Penelitian Permeabilitas
Gambar 4.12. Hubungan Koef. Permeabilitas terhadap
Nilai Pen Campuran
Aspal Residu Oli
Gambar 4.13. Hubungan Koef. Permeabilitas terhadap
Kadar Residu Oli
Campuran Aspal Residu Oli Dari gambar 4.12. diketahui koefisien determinasi dari perbandingan nilai penetrasi dengan koefisien permeabilitas campuran SMA sebesar 0.97, dan koefisien korelasi sebesar 0.985. Dan dari gambar 4.11. diketahui koefisien determinasi dari perbandingan kadar residu oli campuran aspal residu oli dengan commit to user koefisien permeabilitas campuran SMA sebesar 0.983, dan koefisien korelasi
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebesar 0.991. Dengan demikian disimpulkan bahwa nilai penetrasi dan kadar residu oli pada campuran aspal+residu oli sangat berpengaruh besar terhadap penurunan koefisien permeabilitas. Berdasarkan gambar 4.12 dan 4.13 dapat diketahui pola hubungan antara permeabilitas dengan kadar residu oli dan penetrasi. Koefisien permeabilitas ditentukan oleh kecepatan resapan air pada perkerasan melalui lubang pori yang dipengaruhi oleh terhubungnya rongga pori yang satu dengan yang lain (interconnected) antar pori. Jumlah rongga pada perkerasan akan mempengaruhi kohesi antar batuan dengan bitumen, sehingga mempengaruhi kemampuan perkerasan dalam mengalirkan air.
Penambahan residu oli pada penelitian ini menaikkan nilai penetrasi sehingga aspal menjadi encer, rongga antar agregat dapat terisi dan menjadikan perkerasan lebih kedap air karena daya adhesi dan kohesi yang baik. Sifat adhesi diartikan bahwa campuran aspal mampu mengikat agregat sampai didapat ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Sifat kohesi adalah aspal memiliki ikatan di dalam molekul aspal untuk mempertahankan agregat tetap berada ditempatnya setelah terjadi pengikatan. Dengan demikian penggunaan aspal modifikasi oli bekas akan menambah kepadatan. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat digolongkan ke dalam poor drainage (1.10-4 cm/dt), sedangkan klasifikasi angka permeabilitas yang baik untuk perkerasan jalan adalah impervious (1.10-8), dengan demikian campuran aspal+residu oli pada SMA kurang kedap air.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.4.2. Pembahasan Analisis Varian Satu Arah 4.4.2.1.Analisis Varian Pertambahan Nilai Penetrasi Terhadap Variasi Kadar Residu Oli Campuran Aspal Residu Oli Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada Tabel 4.5. serta untuk membuktikan kekuatan korelasinya maka dilakukan uji statistic analisis varian. Tabel 4.18. Hubungan Nilai Penetrasi Terhadap Variasi Kadar Residu Oli Variasi Kadar Residu Oli Campuran Aspal Residu Oli 0% 5% 10% 15% 20% 72.00 121.75 142.00 160.50 194.00 68.00 120.25 142.00 159.50 198.00 70.25 139.00 192.25 195.00 205.25 210.25 381.00 476.25 515.00 597.25 70.08 127.00 158.75 171.67 199.08
Nilai Penetration Jumlah Rata-rata
Ry Ay
25% 215.50 224.50 228.50 668.50 222.83
(210.25 381 476.25 515 597.25 668.5) 2 = = 450696.0035 3x6 (210.25) 2 (381) 2 (476.25) 2 (515) 2 (597.25) 2 (668.5) 2 = Ry 3 3 3 3 3 3 = 44305.64236
Σ Y2
= 722 + 682 + . . . + 224.52 + 228.52 = 497881.0625
Dy
= 497881.0625 – 450696.0035 – 44305.64236
= 2879.416667
Tabel 4.19. Daftar Analisis Varian Nilai Penetrasi dengan Variasi Kadar Residu Oli Sumber Varian Rata-rata Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
Dk 1 5 12 18
JK KT 450696.0035 450696.0035 44305.64236 8861.128472 2879.416667 239.9513889 497881.0625
F
36.92885
Hipotesis: Ho = menghasilkan nilai penetrasi yang sama ( kadar oli tidak berpengaruh terhadap pertambahan nilai penetrasi). H1 = menghasilkan nilai penetrasi yang berbeda dengan variasi kadar commit to user residu oli
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kriteria pengujian homogenitas sampel menurut Sudjana (2002:249) yaitu jika Fhitung < Ftabel berarti data kelas sampel mempunyai variansi yang homogen, sebaliknya jika Fhitung > Ftabel berarti data kelas sampel tidak homogen. Harga Ftabel untuk taraf nyata (α) = 0.05 dan derajat kebebasan (dk) = (5, 12) adalah 3.11. Jadi harga Fhitung > Ftabel
,
(36,929 > 3.11) sehingga dapat disimpulkan
bahwa enam macam variasi kadar residu oli tersebut mempunyai variansi yang tidak homogen yang mempengaruhi terjadinya pertambahan nilai penetrasi yang berbeda secara nyata. 4.4.2.2.Analisis Varian Penurunan Nilai UCS Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli Data-data hasil perhitungan dapat disusun seperti tabel 4.14, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis varian satu arah (One Way Anova).Hasil analisis varian nilai UCS terhadap variasi nilai penetrasi disajikan pada tabel 4.20.
Tabel 4.20. Hubungan Nilai UCST Terhadap Variasi Nilai Penetrasi
nilai UCS Jumlah Rata-rata
Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli (dmm) 70.08 127 158.75 171.67 199.08 222.83 3548.05 4411.41 3058.19 4261.65 2898.30 2712.04 4251.70 4574.03 4800.94 3624.39 3110.40 2823.99 4545.55 3969.98 3368.92 3406.60 3296.71 2887.63 12345.30 12955.41 11228.05 11292.64 9305.41 8423.66 4115.10 4318.47 3742.68 3764.21 3101.80 2807.89
Tabel 4.21. Analisis Varian Nilai UCST Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Sumber Varian Rata-rata Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
Dk 1
JK 238714783.04
KT 238714783.04
5
5082196.71
1016439.34
12
2939182.28
244931.86
18
246736162.04
F
4.15
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 5 dan dk penyebut 12 dan peluang 0.95 (α = 0.05) didapat F = 3.11 sedangkan pada perhitungan didapat F = 4.15; commit to user jadi hipotesis Ho : μ1= μ2= μ3= μ4= μ5= μ6 ditolak dalam taraf nyata 0,05.
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keenam macam variasi nilai penetrasi tersebut menyebabkan penurunan nilai UCS yang berbeda secara nyata. 4.4.2.3.Analisis Varian Penurunan Nilai ITS Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli Data-data hasil perhitungan dapat disusun seperti tabel 4.22, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis varian satu arah (One Way Anova).Hasil analisis varian nilai ITS terhadap variasi nilai penetrasi disajikan pada tabel 4.23.
Tabel 4.22. Hubungan Nilai ITST Terhadap Variasi Nilai Penetrasi
Nilai ITST Jumlah Rata-rata
Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli (dmm) 70.08 127 158.75 171.67 199.08 222.83 307.259 198.326 228.806 87.219 48.988 50.124 306.233 189.555 175.123 169.678 154.674 104.828 330.757 233.436 165.848 200.668 125.721 103.335 944.249 621.317 569.778 457.565 329.383 258.286 314.750 207.106 189.926 152.522 109.794 86.095
Tabel 4.23. Analisis Varian Nilai ITST Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Sumber Varian Rata-rata Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
Dk 1 5 12 18
JK KT 562004.2301 562004.2301 100281.9165 20056.3833 18558.0933 1546.507775 680844.2399
F 12.96882
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 5 dan dk penyebut 12 dan peluang 0.95 (α = 0.05) didapat F = 3.11 sedangkan pada perhitungan didapat F = 12.96882; jadi hipotesis Ho : μ1= μ2= μ3= μ4= μ5= μ6 ditolak dalam taraf nyata 0,05. Keenam macam variasi nilai penetrasi tersebut menyebabkan penurunan nilai ITS yang berbeda secara nyata.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.4.2.4.Analisis Varian Pertambahan Nilai Regangan Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli Data-data hasil perhitungan dapat disusun seperti tabel 4.24, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis varian satu arah (One Way Anova).Hasil analisis varian nilai Regangan terhadap variasi nilai penetrasi disajikan pada tabel 4.25. Tabel 4.24. Hubungan Nilai Regangan Terhadap Variasi Nilai Penetrasi
Nilai Regangan Jumlah Rata-rata
Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli (dmm) 70.08 127 158.75 171.67 199.08 222.83 4.51E-03 3.82E-03 2.25E-03 2.95E-03 4.01E-03 2.07E-03 1.72E-03 2.25E-03 4.17E-03 4.44E-03 3.91E-03 5.17E-03 1.59E-03 1.93E-03 2.84E-03 2.46E-03 2.85E-03 3.70E-03 7.82E-03 8.00E-03 9.26E-03 9.85E-03 1.08E-02 1.09E-02 2.61E-03 2.67E-03 3.09E-03 3.28E-03 3.59E-03 3.64E-03
Tabel 4.25. Analisis Varian Nilai Regangan Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Sumber Varian Rata-rata Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
Dk 1 5 12 18
JK 1.78E-04 2.96E-06 1.72E-05 1.98E-04
KT 1.78E-04 5.91E-07 1.43E-06
F 0.413751
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 5 dan dk penyebut 12 dan peluang 0.95 (α = 0.05) didapat F = 3.11 sedangkan pada perhitungan didapat F = 0,4137; jadi hipotesis Ho : μ1= μ2= μ3= μ4= μ5= μ6 diterima dalam taraf nyata 0,05. Keenam macam variasi nilai penetrasi tersebut menyebabkan kenaikan nilai regangan yang tidak berbeda secara nyata. Dengan kata lain, keenam macam variasi nilai penetrasi tersebut sama efektifnya sehingga campuran mana saja yang digunakan akan memberikan hasil yang tidak berbeda. 4.4.2.5. Analisis Varian Penurunan Nilai Modulus Elastisitas Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli Data-data hasil perhitungan dapat disusun seperti tabel 4.26, kemudian dilakukan commit to user analisis dengan menggunakan analisis varian satu arah (One Way Anova).Hasil
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
analisis varian nilai modulus elastisitas terhadap variasi nilai penetrasi disajikan pada tabel 4.27. Tabel 4.26. Hubungan Nilai Modulus Elastisitas Terhadap Variasi Nilai Penetrasi
Nilai Modulus Elastisitas Jumlah Rata-rata
Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli (dmm) 70.08 127 158.75 171.67 199.08 222.83 68123.61 51951.15804 101881.7027 29581.01 12225.73 24226.46 177615.3 84320.56667 42029.6243 38240.49 39592.57 20294.22 208534.6 120780.5327 58313.41508 81414.07 44136.91 27963.69 454273.5 257052.2574 202224.7421 149235.6 95955.21 72484.38 151424.5 85684.0858 67408.24737 49745.19 31985.07 24161.46
Tabel 4.27. Analisis Varian Nilai Modulus Elastisitas Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Sumber Varian Rata-rata Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
dk 1 5 12 18
JK 84217582801 32471657489 17340555391 1.3403E+11
KT 84217582801 6494331498 1445046283
F 4.494203
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 5 dan dk penyebut 12 dan peluang 0.95 (α = 0.05) didapat F = 3.11 sedangkan pada perhitungan didapat F = 4.494203; jadi hipotesis Ho : μ1= μ2= μ3= μ4= μ5= μ6 ditolak dalam taraf nyata 0,05. Keenam macam variasi nilai penetrasi tersebut menyebabkan penurunan nilai modulus elastisitas yang berbeda secara nyata.
4.4.2.6. Analisis Varian Penurunan Nilai Koefisien Permeabilitas Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Campuran Aspal Residu Oli Data-data hasil perhitungan dapat disusun seperti tabel 4.28, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis varian satu arah (One Way Anova).Hasil analisis varian nilai koefisien permeabilitas terhadap variasi nilai penetrasi disajikan pada tabel 4.29.
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.28. Hubungan Nilai Koef. Permeabilitas Terhadap Variasi Nilai Penetrasi 70.08 Koef. Permeabilitas Jumlah Rata-rata
1.93E-03 1.15E-03 1.37E-03 4.45E-03 1.48E-03
Variasi Nilai Penetrasi Campuran Residu Oli (dmm) 127 158.75 171.67 199.08 222.83 1.32E-03 1.16E-03 9.65E-04 3.45E-03 1.15E-03
1.24E-03 9.72E-04 8.02E-04 3.02E-03 1.01E-03
1.09E-03 3.82E-04 7.38E-04 2.21E-03 7.37E-04
3.87E-04 5.25E-04 7.03E-04 1.61E-03 5.38E-04
5.31E-04 3.84E-04 3.21E-04 1.24E-03 4.12E-04
Tabel 4.29. Analisis Varian Koef. Permeabilitas Terhadap Variasi Nilai Penetrasi Sumber Varian Rata-rata Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
Dk
JK
KT
1
1.42E-05
1.42E-05
5
2.42E-06
4.84E-07
12
5.60E-06
4.67E-07
18
1.74E-05
F
1.04
Berdasarkan pada hasil penelitian dengan menggunakan analisis varians dapat diketahui bahwa nilai F = 1.04 dan dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 5 dan dk penyebut 12 dan peluang 0.95 (α = 0.05) didapat F = 3.11 jadi hipotesis Ho : μ1= μ2= μ3= μ4= μ5= μ6 diterima dalam taraf nyata 0,05. Hipotesis Ho diterima karena dengan penambahan residu oli akan menurunkan nilai koefisien permeabilitas dan menjadikan campuran lebih kedap air bila dibandingkan dengan campuran aspal tanpa residu oli. Akan tetapi bila dibandingkan dengan standard klasifikasi angka permeabilitas yang baik untuk perkerasan jalan sebesar 1.10-8 (impervious), campuran aspal residu oli kurang kedap air.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan trend grafiknya dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan campuran aspal + residu oli menaikkan nilai penetrasi dimana batas kadar residu oli yang masih dapat digunakan sebesar 10%. Penambahan residu oli pada aspal menghasilkan nilai UCS, ITS dan koefisien permeabilitas yang cenderung turun. Pada pengujian sampai dengan penambahan kadar residu oli 10% diperoleh nilai UCS untuk masing-masing variasi residu oli sebesar 4155,1 KPa, 4318,5 KPa, 3742,7 KPa. Pada pengujian ITS diperoleh untuk masing-masing variasi residu oli sebesar 314,75 KPa, 207,1 KPa, 189,9 KPa. Pada pengujian Permeabilitas diperoleh koefisien permeabilitas untuk masing-masing variasi residu oli sebesar 1,48E-03 cm/dt, 1,15E03 cm/dt, 1,01E-03 cm/dt.
5.2. 1.
Saran Penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan Asbuton campuran aspal residu oli.
2.
Penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan persentase residu oli yang lebih kecil.
3.
Kontrol suhu perlu lebih diperhatikan baik pada saat pencampuran maupun pemadatan.
commit to user