8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja untuk masyarakat pedesaan. Produksi padi mengalami peningkatan sejak 1970, tapi hasil panennya rentan terhadap keragaman iklim terutama kejadian ekstrim: El-Nino dan La-Nina (Naylor et al. 2001; Boer dan Las 2003; Boer dan Faqih 2005; Boer 2000). Pada saat terjadi El-Nino produksi padi mengalami penurunan yang cukup dratis, seperti pada tahun 1991, 1994, dan 1997. Demikian juga pada tahun La-Nina (1995) juga mengalami penurunan produksi padi (Boer dan Las 2003; Boer 2000). Bila persediaan beras nasional tak mencukupi dan terjadi penurunan produksi, maka seringkali dilakukan kebijakan impor. Permasalahannya adalah kebutuhan ramalan ke depan akan terjadi penurunan produksi (terjadi kejadian iklim ekstrim), sehingga antisipasi dini dapat dilakukan. Untuk itu dibutuhkan model ramalan produksi padi yang akurat dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Peramalan produksi padi saat ini belum melibatkan faktor iklim, padahal fluktuasi produksi padi sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut. Berbagai model produksi padi telah dikembangkan di Indonesia, seperti model dengan menggunakan peubah indikator ENSO (Boer 2000; Naylor et al. 2001, 2002, 2007; Falcon et al. 2004)). Model ini menghasilkan tingkat ketepatan yang tinggi pada wilayah yang dipengaruhi oleh fenomena ENSO, khususnya wilayah dengan tipe hujan monsun. Untuk wilayah dengan tipe hujan ekuatorial pengaruh ENSO kecil dan tidak jelas untuk wilayah tipe hujan lokal (Boer 2000). Disamping itu model dengan menggunakan indikator gabungan SOI dan DMI (Boer et al. 2004), SST Nino 3.4 dan DMI (Surmaini 2006; Arrigo dan Wilson 2008). Sementara peramalan dan pendataan secara nasional setiap tahun dilakukan oleh BPS dan Departemen Pertanian. Metodologi ramalan produksi padi menurut BPS selengkapnya disajikan dalam Bab 3. Dalam penelitian ini dikaji peramalan produksi padi nasional dengan menggunakan indeks hujan terboboti (weighted rainfall index: WRI). Metode ini diperkirakan akan meningkatkan ketepatan hasil ramalan.
75 8.2 Bahan dan Metode Bahan Terdapat 7 peubah yang digunakan untuk memodelkan ramalan produksi padi, yaitu produksi padi, produktifitas, luas panen, luas tanam, luas baku, data SST Nino 3.4, dan data DMI (Tabel 8.1). Data yang dikumpulkan meliputi tiga kabupaten, yaitu Karawang, Subang, dan Indramayu. Panjang data antar peubah berbeda-beda, sebagian besar mempunyai periode yang pendek. Metode Analisis Penyusunan model produksi padi merupakan pengembangan dari model yang disusun oleh BPS dan modifikasi indeks hujan terboboti oleh Stephen et al. 1994. Tahapan dalam pendugaan model produksi padi (Gambar 8.1): (1) Menghitung curah hujan bulanan terboboti luasan wilayah DPM/DPM revisi pada daerah/kabupaten/kota ( R*j , D ): Tabel 8.1 Periode data dan sumber data menurut peubah yang digunakan No. 1
Periode 1988-2005
Sumber data BPS
1988-2005
BPS
1988-2005
BPS
1992-1999, 2000-2005 1992-2003 1950-2007
BPS, Departeman Pertanian
5 6
Peubah Produksi padi per periode (Ton) Produktifitas padi per periode (Kwt/Ha) Luas panen per periode (Ha) Luas penanaman padi per bulan (Ha) Luas baku sawah (Ha) Data SST Nino 3.4
7
Data DMI
1982-2007
2 3 4
m
Aj
j =1
A
Rt*, D = ∑
Departemen Pertanian http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/ analysis_monitoring/ensostuff/ensoyears.shtml http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/ iod/reynolds_monthly_dmi.txt
R j m = banyaknya wilayah DPM; Aj = luas wilayah DPM ke-j;
m
A = ∑ Aj j =1, 2, 3, ..., m j =1
(2)
Menghitung curah hujan terboboti (WRIt,D): WRI t , D = Rt*, D
LTt , dimana LBaku
LTt luas tanaman pada bulan ke-t, LBaku adalah luas baku untuk tanaman padi di kabupaten.
76 (3)
Menyusun model regresi anomali luas panen per periode (LPp) dengan menggunakan AnLPt sebagai peubah respon dan WRIt sebagai peubah penjelas. Mengingat masa penanaman padi hingga panen membutuhkan waktu 3 - 4 bulan dan luas panen baru dapat dihitung 1-3 bulan setelah
Data CH per DPM/ DPM revisi (Rj)
Menghitung CH terboboti pada Daerah/Kabupaten/Kota: m
Aj
j =1
A
Rt*, D = ∑
R j m = banyaknya wilayah
CH; Aj = luas wilayah CH ke-j m
A = ∑ A j j =1, 2, 3 ....m j =1
D = Daerah/Kabupaten
WRI t , D = Rt*, D Data luas tanam per bulan (LTt) Data luas baku (LBaku)
LTt LBaku
Anomali Luas Panen (LPp) per periode:
AnLPp = f(WRIt-i) Data SST Nino 3.4 dan DMI
AnLPp = f(SSTt- i,DMIt-i, LT/LB) i=0,1,2,3 ; p=1,2,3
Data produktifitas per periode
Periode I: Januari-April Periode II: Mei-Agustus Periode III: September-Desember
Produksi (Pp) per periode:
Produksi (P) per tahun:
Pp = Prop * LPp
P = ∑ Pp
p = 1, 2, 3
3
p =1
Gambar 8.1. Diagram alir pengembangan model produksi padi dengan menggunakan modifikasi indeks hujan terboboti.
77 tanam, maka AnLPp : AnLPp = f (WRIt-i) , i = 0, 1, 2, 3; p = 1, 2, dan 3 periode ramalan 1: bulan Januari – April, ramalan 2: Mei – Agustus, dan ramalan 3: September – Desember. (4) Menyusun model regresi anomali luas panen per periode (LPp) dengan menggunakan peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, dan rasio luas tanam dan luas baku (LT/LB): AnLPp = f(SSTt- i,DMIt-i, LT/LB), i = 0, 1, 2, 3; p = 1, 2, dan 3. (5) Menduga produktifitas per periode dengan menggunakan rataan produktifitas (6) Menghitung produksi per periode: Pp = Prop * LPp
p = 1, 2, 3.
Produksi selama setahun adalah penjumlahan dari ketiga periode ramalan.
8.3 Hasil dan Pembahasan Deskripsi produksi padi Dalam dua dasawarsa terakhir ini, produksi padi (sawah dan ladang) Kabupaten Indramayu, Subang, dan Karawang mencapai 2.8 juta Ton per tahun atau 27% rata-rata per tahun produksi padi Jawa Barat (lihat Gambar 8.2). Sementara itu produksi padi (sawah dan ladang) di Jawa Barat mencapai 18% dari produksi padi Nasional (BPS 2007). Keragaman produksi padi di Jawa Barat sangat didominasi dari ketiga kabupaten tersebut.
Produksi padi (Ton (x 1000))
6000
Jawa Barat Kab. Indramayu, Subang, Karawang
5000
4000
3000
2000
1000
0 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Gambar 8.2 Produksi padi (sawah dan ladang) per subround di Jawa Barat dan 3 kabupaten (Indramayu, Subang, dan Karawang).
78 Puncak produksi per tahun terjadi pada penanaman pada musim hujan, yaitu dalam kalender tahun periode pertama (Januari-April: periode 1). Pada periode ini, produksi padi di 3 kabupaten rata-rata mencapai 450 ribu Ton, dengan luas panen mencapai 83 ribu Ha. Diantara ketiga kabupaten tersebut, Kabupaten Indramayu mempunyai produksi yang tertinggi (Tabel 8.2). Luas panen pada periode 3 sangat beragam, demikian juga produksi padi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa luas panen dan produksi padi antar tahun berfluktuasi. Keputusan menanam padi sangat bergantung pada ketersediaan air pada saat itu, dimana padi membutuhkan 600 - 1200 mm air selama 90 - 120 hari dari Tabel 8.2 Nilai rataan, simpangan baku, minimum dan maksimun produksi padi, produktifitas, dan luas panen per periode menurut kabupaten Kabupaten Karawang
Subang
Indramayu
Karawang
Subang
Indramayu
Karawang
Subang
Indramayu
Periode
Rataan Simpangan baku Minimum --------- Produksi (Ton) --------1 433.967 89.579 226.755 2 332.044 66.492 236.344 3 190.718 82.081 41.438 1 401.944 34.107 338.101 2 312.189 41.564 191.717 3 149.945 54.197 53.419 1 515.688 51.902 405.566 2 404.027 49.161 307.331 3 71.112 44.254 876 --------- Produktifitas (Kw/Ha) --------1 55,18 1,36 51,12 2 52,26 4,28 38,96 3 51,98 4,82 33,72 1 52,87 2,14 47,32 2 52,56 3,99 38,28 3 51,83 3,13 43,79 1 55,34 1,73 52,07 2 48,93 4,35 36,16 3 51,75 5,21 33,94 --------- Luas panen (Ha) --------1 78.489 15.401 42.033 2 63.293 10.149 50.009 3 36.827 15.288 7.866 1 76.090 6.448 60.683 2 59.257 5.578 49.877 3 28.888 10.212 10.576 1 93.218 9.329 77.883 2 82.609 7.195 69.641 3 14.022 9.489 166
Sumber: Diolah dari BPS (1988-2005).
Maksimum 528.653 446.866 352.787 466.643 370.164 259.478 593.570 478.522 167.987 56,73 55,82 56,67 55,72 55,56 56,20 60,15 54,90 58,47 95.431 81.530 62.253 86.573 69.829 48.392 107.826 93.498 35.173
79 penanaman hingga panen (Naylor et al. 2001). Sementara pada periode 3 (September-Desember) merupakan musim transisi untuk memasuki musim hujan. Produksi padi di ketiga kabupaten (Indramayu, Subang, dan Karawang) dipengaruhi oleh fenomena ENSO (SST Nino 3.4) dan dipole mode index (DMI). SST Nino 3.4 merupakan suhu muka laut yang diukur di lautan pasifik (5oLU5oLS, 120oBB-170oBB). DMI merupakan anomali SST gradient bagian barat equatorial Lautan Hindia (50oBT-70oBT and 10oLS - 10oLU) dan bagian tenggara
3100 Produksi padi (x1000 Ton)
2900
(rataan )
2700 2500 2300 2100 1900 1700 1500
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
4.00 3.00
Anomali SSTNino 3.4
2.00 1.00 0.00 -1.00 -2.00 -3.00
3.00 2.50 2.00
DMI
1.50 1.00 0.50 0.00 -0.50 -1.00 -1.50 -2.00
Gambar 8.3 Produksi padi per tahun Kabupaten Indramayu, Subang dan Karawang dan plot deret waktu anomali SST Nino 3.4, dan DMI (Keterangan: El-Nino (---), La-Nina ( ).
80 equatorial Lautan Hindia (90oBT-110oBT and 10oLS-0o). Semakin besar nilai anomali SST Nino 3.4 maka peluang kejadian El-Nino semakin besar. Penurunan produksi padi pada saat El-Nino 1991 cukup dratis yaitu 110 ribu ton dari rata-rata produksi dari 1988-2005, sementara 1994 (tahun El-Nino) penurunannya 22 ribu ton. Pada tahun 1997 (tahun El-Nino) tidak mengalami penurunan produksi, bahkan terjadi kenaikan sebesar 58 ribu ton, meskipun pada tahun 1997 anomali SST Nino 3.4 positif dan diikuti nilai DMI juga positif (Gambar 8.3). Namun secara nasional produksi padi tahun El-Nino 1997 menunjukkan bahwa kumulatif lahan sawah mengalami kekeringan dari bulan Mei-Agustus > 400 ribu ha, sementara pada tahun normal dan La-Nina < 75 ribu ha (Boer dan Las 2003). Tahun 1998, merupakan tahun La-Nina (SST Nino 3.4 negatif) dan diikuti nilai DMI juga negatif, terjadi penurunan produksi yang cukup tajam pada ketiga kabupaten. Banyak faktor yang menyebabkan penurunan produksi padi tahun 1998. Boer (2000) menyatakan bahwa penurunan produksi padi 1998 lebih disebabkan karena terjadinya krisis multidimensi (krisis politik, keamanan, ekonomi dan lain-lain). Model hubungan anomali luas panen dan curah hujan terboboti (WRI) Berdasarkan identifikasi awal hubungan antara anomali luas panen dan curah hujan terboboti (WRI) menunjukkan bahwa periode kedua (Mei-Agustus) mempunyai hubungan yang cukup erat. Berbeda dengan periode pertama (Januari – April) dan periode ketiga (September-Desember), menunjukkan hubungannya yang kurang jelas. Keeratan hubungan tersebut ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi dan diagram pencar (scatterplot) antara luas panen dan WRI (Gambar 8.4b). Ketidakjelasan hubungan anomali luas panen dan WRI pada periode pertama ditunjukkan dengan pola acak (Gambar 8.4a). Ketidakjelasan hubungan ini diduga karena pada periode ini merupakan musim hujan, sehingga ketersediaan air hujan cukup. Demikian juga pada periode ketiga diagram pencar antara anomali luas panen dan WRI mempunyai pola acak (Gambar 8.4c). Salah penyebabnya adalah areal sawah dan ladang yang ditanami padi merupakan lahan irigasi teknis, sehingga tidak begitu bergantung pada curah hujan. Artinya lahan
81 (a) WRIt13
WRIt12
WRIt11
WRIt10
10
Anomali luas panen (Ha)
0 -10
(b)60
120 WRIt23
180
0
25 WRIt22
50
5
10 WRIt21
15
0
20 40 WRIt20 10 0 -10
0 (c)
40 WRIt33
20
80 0
5 10 WRIt32
0.0
1.5 WRIt31
0
50
3.0
0.00
0.15 WRIt30
0.30
0
(I)
-20 0.0
0.5
1.0 0
2
4
100
50
100
150
WRI
(a) WRIt13
WRIt12
WRIt11
WRIt10
10 0
Anomali luas panen (Ha)
-10
(b) 60
120 WRIt23
180
0
50 WRIt22
100
10
20 WRIt21
300
50 WRIt20
100 10
0
0
-10
(c)
20 WRIt33
40 0
25 WRIt32
50
0
8 WRIt31
16 0
5 WRIt30
10
10
(II)
0 -10 0
2
4
0
15
30 0
50
100
50
100
150
WRI
(a) WRIt13
20
WRIt12
WRIt11
WRIt10
Anomali luas panen (Ha)
0 -20
(b) 40
80
120
0
25
WRIt23
50
0
15
WRIt22
3010
WRIt21
20
30
WRIt20 15 5 -5
(c)
15
27
39
WRIt33
20
5
10
15
4
WRIt32
8
12
0
WRIt31
5
10
WRIt30
0 -20
(III)
0
1
2
0.0
1.5
3.0
10
20
30
0
40
80
WRI
Gambar 8.4 Diagram pencar antara WRI dan anomali luas panen Kabupaten Indramayu (I), Subang (II), dan Karawang (III) menurut periode: pertama (a), kedua (b), dan ketiga (c).
82 pertanian yang tidak mempunyai irigasi teknis maka tidak ditanami padi. Hal ini ditunjukkan dengan luas areal panen pada periode tiga lebih sedikit daripada periode 1 dan 2 (Tabel 8.2). Tercatat hanya 21% luas panen dari total luas panen dalam setahun di Karawang dihasilkan pada periode 3.18% untuk Kabupaten Subang, dan 7% untuk Kabupaten Indramayu. Hubungan anomali luas panen dan WRI pada periode 2 cukup jelas menunjukkan pola tertentu, terutama pada lag 0 (WRIt20), lag 2 (WRIt22), dan lag 3 (WRIt23) untuk Kabupaten Indramayu, lag 3 dan lag 0 untuk Subang, dan lag 0 untuk Karawang. Di samping itu nilai korelasi pada lag – lag tersebut nyata pada α = 5% dan 10% (Tabel 8.3). Pada lag 0, nilai korelasi bertanda positif untuk semua kabupaten, ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai WRI semakin luas luas area panennya. Dengan kata lain bahwa semakin besar ketersediaan air dari curah hujan akan menghasilkan areal luas panen yang semakin luas. Model regresi dan deret waktu: WRI Model hubungan anomali luas panen dan WRI merupakan model gabungan antara model regresi dan model deret waktu. Model deret waktu digunakan untuk modelkan sisaan dari model regresi yang saling ber-autokorelasi. Sehingga modelnya terdiri atas komponen WRI dan komponen sisaan. Pendugaan parameter model regresi digunakan metode kuadrat terkecil. Tabel 8.4 memberikan gambaran bahwa tidak semua peubah penjelas nyata pada α=5% dan α=10%, namun peubah tersebut tetap dimasukkan dalam model, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat ketepatan ramalan. Keragaman yang bisa dijelaskan oleh model (R2) cukup beragam antar lokasi/kabupaten, terutama periode 1 dan 3, yaitu berkisar 0.12 – 0.60. Beberapa kabupaten mempunyai nilai R2 yang kecil, seperti Kabupaten Subang pada periode 1, Karawang pada periode 3. Kecilnya nilai R2 ini, salah satu penyebabnya adalah ketidakjelasan hubungan antara luas panen dan WRI. Di samping itu terdapat beberapa pengamatan pencilan (outlier) yang cukup menganggu dalam proses pemodelan khususnya dalam metode kuadrat terkecil. Amatan pencilan ini tidak
83
Tabel 8.3 Nilai korelasi antara anomali luas panen dan WRI per periode menurut kabupaten Kabupaten Indramayu Subang Karawang
WRIt13 -0.112 0.729 -0.184 0.567 0.397 0.201
WRIt12 WRIt11 WRIt10 WRIt23 WRIt22 WRIt21 WRIt20 WRIt33 WRIt32 WRIt31 WRIt30 ----- Periode 1--------- Periode 2 --------- Periode 3 -----0.476 -0.037 0.104 0.465 0.152 -0.145 0.156 0.474 0.102 0.661 0.519 0.118 0.909 0.747 0.128 0.019 0.638 0.084 0.653 0.629 0.119 0.752 -0.235 -0.010 0.264 -0.105 -0.276 0.477 -0.430 -0.115 0.330 -0.300 -0.658 0.462 0.975 0.407 0.020 0.745 0.384 0.117 0.163 0.721 0.294 0.343 -0.370 -0.143 0.444 -0.287 -0.315 0.139 -0.147 -0.190 0.231 -0.140 0.705 0.236 0.658 0.148 0.366 0.319 0.667 0.010 0.648 0.553 0.470 0.665
Yang dicetak miring adalah nilai p-value, dan yang dicetak bold nyata pada α=5% dan α=10%.
83
84 Tabel 8.4 Koefisien regresi dengan peubah penjelas WRI menggunakan metode kuadrat terkecil, nilai R2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen Kabupaten
Komponen WRI Intersep WRIt13
WRIt12
WRIt11
WRIt10
Komponen sisaan Konst. Ф1
θ1
R2
----- Periode 1 ----Indramayu Subang Karawang
a
43.04 6.18 -20.03 Intersep
Indramayu Subang Karawang
-2.15 3.29 -7.21
a
-0.04 -0.23b -0.13
b
0.93 0.04 0.21 WRIt32
WRIt33
-3.73 8.27 -3.93
-0.56 -0.11 -0.24 WRIt22
WRIt23
Intersep Indramayu Subang Karawang
-0.07 -0.05 0.13
a
b
-44.94 -6.65a 1.92
a
8.89 0.93a -1.81
0.28 0.31 0.05
-0.66a -0.03 0.85
----- Periode 2 ----WRIt21 WRIt20 Konst. -1.30 -0.23 0.12
26.75 0.60 2.17b
-0.35 -0.08 0.17
----- Periode 3 ----WRIt31 WRIt30 Konst. 0.12 0.04 0.55
-0.04 -0.11b -0.12
0.92a -0.68a -0.57a
-0.14 -0.10 -0.27
1.66 -0.06 -0.40
Ф1
θ1 0.89a
0.24 0.15 Ф1
θ1
a
-1.03a -0.25 -0.72a
-1.00
0.58b
0.60 0.14 0.42
0.58 0.53 0.50
0.62 0.63 0.12
nyata pada α=5%, b nyata pada α=10%, Ф1 koefisien AR (1), θ1 koefisien MA (1)
Tabel 8.5 Koefisien regresi dengan peubah penjelas WRI menggunakan metode robust , nilai R2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen Kabupaten
Indramayu Subang Karawang
Komponen WRI Intersep WRIt13
a
37.91 0.87 -27.42a Intersep
Indramayu Subang Karawang
-7.23a 2.77 -10.34a Intersep
WRIt12
a
-0.16 0.03 -0.03 WRIt23
0.33a -0.07 -0.08 WRIt33
-0.20 -0.14b -0.17 WRIt22 0.56a -0.10 0.71 WRIt32
WRIt11
WRIt10
Komponen sisaan Konst. Ф1
----- Periode 1 ----0.38 -0.43a -3.15a -0.14 0.05 0.87 -0.33 1.90 0.62 ----- Periode 2 ----WRIt21 WRIt20 Konst. -1.61 19.95 -2.80a 0.54b -3.88a 2.55 a -1.66 5.82a -0.82a ----- Periode 3 ----WRIt31 WRIt30 Konst.
θ1
0.89a 0.88a 0.02 Ф1
-60.83a 9.76a 0.04 0.05 -0.43 0.05 Indramayu -6.93a b a a a a a Subang 4.99 -7.41 1.34 0.09 -0.16 2.03 0.89a Karawang -3.93 1.92 -1.81 0.55 -0.12 -7.05 a nyata pada α=5%, b nyata pada α=10%, Ф1 koefisien AR (1), θ1 koefisien MA (1)
0.75 0.75 0.50
θ1 0.89a -1.31a 1.35a
Ф1
R2
0.88 0.78 0.75
θ1
-0.89a
0.82 0.77 0.20
85 bisa dihilangkan begitu saja, karena dalam kenyataannya memang terjadi dan seringkali tidak mengetahui penyebabnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, digunakan metode robust dalam pendugaan parameternya. Hasil pendugaan parameter regresinya selengkapnya disajikan pada Tabel 8.5. Hasil pendugaan model dengan metode robust dapat menaikan nilai R2 dan mempunyai potensi untuk meningkatkan ketepatan dalam meramal. Jumlah amatan dalam pemodelan anomali luas panen terbatas (n kecil), sehingga dalam proses pemodelan deret waktu menjadi permasalahan, terutama tahap identifikasi model. Kaidah pemodelan Box-Jenkins sulit untuk diterapkan. Untuk mengatasi itu model diasumsikan bahwa model adalah lag 1, autoregresive: AR (1), moving average :MA(1), dan ARMA (1,1). Artinya besarnya amatan ke-t dipengaruhi oleh amatan ke- (t-1). Pendugaan parameter koefisien deret waktu selengkapnya disajikan pada Tabel 8.4 dan 8.5. Hasil pengujian koefisien model deret waktu menunjukkan sebagian besar nyata pada α=5%. Model hubungan antara anomali luas panen dan SST Nino 3.4, DMI, dan rasio luas tanam dan luas baku (LT/LB) Peubah penjelas lain yang digunakan dalam model anomali luas panen adalah suhu permukaan laut (sea surface temperature: SST) Nino 3.4, dipole mode index (DMI), dan rasio luas tanam dan luas baku. Karena ada multikolinieritas
kasus
antar peubah penjelas, khususnya SST dan DMI, maka
dilakukan reduksi dengan menggunakan analisis komponen utama. Hasil reduksi peubah penjelas asal diperoleh 4 peubah penjelas baru
(PC) dengan tingkat
keragaman masing – masing periode sebesar lebih dari 90% (Tabel 8.6). Untuk memudahkan penamaan PC dilakukan rotasi komponen utama dengan menggunakan varimax. Pada periode 1, PC1 mencirikan dari peubah SST lag 0 – lag 3, PC2 mencirikan peubah DMI lag 0 dan lag 1 (Tabel 8.6a). Total keragaman yang bisa dijelaskan ke-4 PC adalah 96%. Pada periode 2, PC1 mencirikan peubah SST lag 0 – SST lag 2, PC2 merupakan gambaran dari peubah DMI lag 0 dan lag 1. Sementara PC3 merupakan ciri dari peubah DMI lag 2 dan 3 (Tabel 8.6b). Pada periode 3, PC1 merupakan gambaran dari peubah SST lag 0 –
86 lag 3, PC2 merupakan ciri dari peubah DMI lag 3, PC3 memberikan ciri peubah DMI lag 0. Total keragaman yang bisa dijelaskan 4 PC sebesar 98% (Tabel 8.6c). Tabel 8.6 Nilai loading komponen utama yang dirotasi periode 1 (A), periode 2 (B), dan periode 3 (C) Peubah SSTt13 SSTt12 SSTt11 SSTt10 DMIt10 DMIt11 DMIt12 DMIt13 Proporsi keragaman Kumulatif keragaman SSTt21 SSTt20 SSTt22 DMIt21 DMIt20 DMIt22 DMIt23 SSTt23 Proporsi keragaman Kumulatif keragaman SSTt33 SSTt32 SSTt31 SSTt30 DMIt31 DMIt33 DMIt32 DMIt30 Proporsi keragaman Kumulatif keragaman
PC1 PC2 ----- (A) ----0.152 0.952 0.240 0.950 0.257 0.947 0.363 0.844 -0.458 -0.841 -0.257 -0.740 -0.168 -0.015 0.143 0.071 0.468 0.192 0.957 ----- (B) -----0.169 0.968 -0.254 0.945 -0.084 0.912 0.181 -0.926 0.224 -0.920 0.019 -0.184 -0.140 -0.334 0.389 0.132 0.364 0.246 0.943 ----- (C) -----0.227 0.936 -0.272 0.926 -0.305 0.918 -0.315 0.901 0.594 -0.401 0.370 -0.875 0.503 -0.578 0.124 -0.195 0.518 0.202 0.980
PC3
PC4
-0.14 -0.103 -0.122 -0.154 -0.152 0.527 0.966 0.039 0.163
-0.124 -0.116 -0.104 -0.039 -0.012 0.229 -0.069 -0.983 0.133
-0.083 -0.029 0.065 0.160 0.242 0.953 0.706 0.026 0.188
0.112 0.041 0.363 -0.055 -0.011 -0.077 0.500 0.869 0.145
0.202 0.148 0.097 0.103 0.417 0.259 0.226 0.964 0.163
-0.134 -0.186 -0.217 -0.235 -0.502 -0.165 -0.570 -0.107 0.096
Angka yang dicetak bold menunjukkan nilai loading tertinggi pada masing-masing PC
Model regresi dan deret waktu: SST, DMI, dan LT/LB Pendugaan parameter regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R2 yang relatif kecil terutama pada periode 1 dan 3. Demikian juga dengan hasil pengujian terhadap parameternya, beberapa peubah
87 penjelas tidak nyata. Berbeda pada periode 2, nilai R2 yang relatif lebih tinggi yaitu berkisar 60%-90% (Tabel 8.7). Model deret waktu sisaannya sebagian besar adalah MA (1) dan sebagian besar nyata pada α=5%. Seperti halnya model luas panen dengan prediktor WRI, pada peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI dan LT/LB terdapat amatan yang outlier. Sehingga digunakan metode robust untuk menduga parameternya. Terbatasnya panjang data sehingga tidak semua peubah penjelas PC yang digunakan. Karena metode robust mensyaratkan banyaknya amatan n>2p (Chen 2002). Metode robust yang digunakan adalah least trimmed squares (LTS). Jumlah p=6 (termasuk β0), peubah penjelas LT/LB selalu masuk dalam model. Untuk menentukan penjelas PC yang masuk dalam model dilakukan pemilihan dengan menggunakan metode bestsubset. Dari hasil pemilihan peubah penjelas PC tersebut, kemudian dilakukan pendugaan dengan menggunakan regresi robust. Hasil pendugaan parameter dengan robust regresi dapat meningkatkan nilai R2 (Tabel 8.8). Demikian juga peubah penjelas juga semakin banyak yang nyata. Validasi model anomali luas panen Untuk melihat keterandalan model luas panen dilakukan validasi model dengan menggunakan data bebas sebanyak 3 amatan (tahun). Gambar 8.5 memberikan gambaran bahwa model anomali luas panen dengan peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB mempunyai nilai RMSEP sedikit lebih kecil daripada WRI. Namun hasil pengujian nilai tengah dengan t-student menunjukkan perbedaan nilai RMSEP tersebut tidak berbeda nyata (p-value > 0.80). Rataan kesalahan ramalan luas panen peubah WRI periode 1, 2, dan 3, masing-masing secara berurutan adalah 13%, 14%, dan 47%, sementara peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB adalah 27%, 12%, dan 49% (lihat Gambar 8.6). Salah satu penyebab tidak ada perbedaan kinerja hasil ramalan luas panen antara SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB dan WRI adalah lokasi penelitian yang merupakan wilayah dengan tipe hujan monsun. Pada wilayah ini keragaman curah hujannya dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan DMI, sehingga hubungan antara keduannya sangat erat (berkorelasi tinggi). Kemungkinan akan berbeda
88 Tabel 8.7 Koefisien regresi komponen utama dengan metode kuadrat terkecil, nilai R2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen Kabupaten
Komponen PC Intersep
Komponen sisaan
PC1
PC2
PC3
PC4
LT/LB
Konst. 0.08 -0.10
Indramayu Subang
42.15 -13.13
2.04 -6.06
2.78 2.72
----- Periode 1 -----5.77 0.48 -57.36 -4.79 -1.61 26.85
Karawang
-6.55
-8.91
4.01
-8.29
16.75
2.53a 0.23
----- Periode 2 -----2.06a 2.51a -40.56a -1.02 2.03 -33.40b
Indramayu Subang Karawang Indramayu Subang Karawang a
b
24.84a 19.39b 52.55 -13.75 -80.38 -29.61
-3.45a 0.25 -4.00 1.21 13.16 5.84
3.05 -3.65 -10.95 -8.27
1.87
-1.88
a
6.02
Ф1
R2
θ1
-0.44
0.65 0.39
-0.66
-0.68a
0.32
-0.13a -0.03
0.95a
0.98 0.62
-0.21
0.64
0.89a 0.90a -0.89a
0.30 0.39 0.54
-72.66
0.17
----- Periode 3 -----0.01 1.15 24.81 1.12 -2.06 119.29 3.06 3.21 58.71
0.43 0.25 -0.07
0.22
0.19
0.35
nyata pada α=5%, b nyata pada α=10%, Ф1 koefisien AR (1), θ1 koefisien MA (1)
Tabel 8.8 Koefisien regresi komponen utama, nilai R2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen dengan metode robust Kabupaten
Komponen PC Intersep PC1
PC2
PC3
Indramayu Subang Karawang
42.66a -32.71 22.57
1.52 -7.69b 4.32
-0.83 0.76 0.90
Indramayu Subang Karawang
a
a
a
Indramayu Subang Karawang a
40.27 13.29a 70.82a 0.20 -1.20 -33.49a
-4.75 -1.59a -1.76 -1.95 0.65 15.56a
2.05
2.21 a
-4.49 -5.40b -13.52a
PC4
LT/LB
Komponen sisaan Konst. Ф1 θ1
R2
----- Periode 1 ----0.47 -64.40a -3.80 64.04b -5.51 -25.90
1.34 -2.45a -6.38
0.81a
----- Periode 2 ----3.64a -69.29a -0.51 2.77a -20.42a 6.19a -97.42a
-0.03 -1.62 -0.02
0.66 0.06 0.47
0.96a 0.92a
0.95 0.80 0.81
----- Periode 3 ----3.78a -10.61 1.67 -1.23 a 10.72 67.60a
2.40a 3.16a 0.49
0.44 0.19 0.41
0.91a 0.93a 0.96a
0.75 0.66 0.74
a
0.89 -0.35
nyata pada α=5%, b nyata pada α=10%, Ф1 koefisien AR (1), θ1 koefisien MA (1)
tingkat ketepatannya, jika lokasi penelitian di wilayah dengan tipe hujan lokal atau equatorial. Boer dan Las (2003) menyatakan bahwa pengaruh El-Nino yang kuat hanya terjadi di beberapa sentra produksi, sehingga anomali iklim El-Nino
0.84 0.47 0.45
89 tidak selalu menyebabkan penurunan produksi padi. Artinya bahwa pada wilayah yang dipengaruhi ENSO, ketepatan model ramalan produksi padi (dengan peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB) akan tinggi, dan sebaliknya untuk daerah-daerah yang tidak dipengaruhi oleh fenomena ENSO ketepatan modelnya akan menurun. Dengan demikian model ramalan produksi padi dengan peubah penjelas WRI diperkirakan akan lebih konsisten untuk semua wilayah sentra produksi padi.
180
RMSEP
160 140 120 100 80 60 40 20 0 1
2
3
Indramayu WRI
1
2
3
Subang
1
2
3
Karawang
SST, DMI, LT/LB
Gambar 8.5 Nilai RMSEP model anomali luas panen per periode menurut peubah penjelas WRI dan SST, DMI, LT/LB. Ramalan produksi padi Ramalan produksi padi per periode merupakan hasil kali antara luas panen dan produktifitas (produksi/luasan). Untuk menduga produktifitas digunakan nilai rataan selama kurun waktu 1988-2005. Hasil ramalan produksi padi pada periode 2 lebih baik daripada periode 1 dan 3. Kisaran kesalahan dugaan periode 2 antara 900 ton sampai 100 ribu ton atau rata-rata 15% dari nilai aktualnya ( Gambar 8.6). Untuk periode 1 kisaran kesalahan mencapai 6 ribu ton sampai 180 ribu ton. Kesalahan dugaan tertinggi adalah pada periode 3, dengan kisaran antara 70 ribu200 ribu ton. Besarnya kisaran kesalahan dugaan pada periode 3, diduga karena lokasi penelitian tidak terlalu terpengaruh oleh air hujan (faktor iklim) dan tersedia air melalui irigasi teknis.
90 Secara umum hasil ramalan produksi padi per tahun mempunyai kisaran kesalahan 10%-11% dari nilai aktualnya (Tabel 8.9). Tidak ada perbedaan yang yang mencolok antara peubah penjelas WRI dan SST, DMI, LT/LB untuk model luas panen. Hasil ramalan ini merupakan angka ramalan pertama (ARAM 1). Hasil ramalan BPS mempunyai kisaran kesalahan 5%-10% (BPS 2007). Namun hasil ini tidak bisa dibandingkan tingkat ketepatan ramalannya, karena cakupan wilayah BPS adalah propinsi, sementara model yang dibangun dalam penelitian ini adalah kabupaten.
800.000
120.000
(a)
600.000 80.000
500.000 400.000
60.000
300.000
40.000
200.000 20.000
100.000
0
0
1
2
3
1
2004
2
3
1
2005
2
Ramalan Luas Panen
3
1
2004
Indramayu
2
3
1
2005
2
1
2004
Subang
Realisasi Luas Panen
3
2
3
2005
Karawang Ramalan Produksi
Realisasi Produksi
800.000
120.000
(b)
100.000 Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
700.000
700.000 600.000
80.000
500.000
60.000
400.000 300.000
40.000
Produksi (Ton)
Luas Panen (Ha)
100.000
200.000 20.000
100.000
0
0
1
2
3
2004
1
2 2005
Indramayu Ramalan Luas Panen
3
1
2
3
2004
1
2 2005
Subang
Realisasi Luas Panen
3
1
2
3
2004
1
2
3
2005
Karawang Ramalan Produksi
Realisasi Produksi
Gambar 8.6 Validasi model luas panen dan produksi per periode dengan WRI (a) dan SST, DMI, LT/LB (b).
91 Tabel 8.9 Nilai ramalan produksi padi dan aktual per tahun dengan menggunakan peubah penjelas WRI (A) dan SST, DMI, LT/LB (B) Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Kabupaten Tahun Aktual Indramayu Subang Karawang
Indramayu Subang Karawang
2004 2005 2004 2005 2004 2005
196.514 205.591 171.541 181.666 178.614 175.937
2004 2005 2004 2005 2004 2005
196.514 205.591 171.541 181.666 178.614 175.937
Ramalan Aktual
Ramalan
----- (A) ----206.873 1.086.306 1.092.144 198.336 1.137.958 1.035.342 151.600 891.572 797.097 135.868 962.898 715.885 150.716 968.649 799.337 179.209 919.843 956.285 Rataan ----- (B) ----185.939 1.086.306 971.507 169.462 1.137.958 887.883 159.319 891.572 837.281 168.364 962.898 886.239 172.767 968.649 921.434 185.458 919.843 999.518 Rataan
(Abs(Δ)/Akt.) x 100% Luas Produksi Panen 5.27% 3.53% 11.62% 25.21% 15.62% 1.86% 10.52%
0.54% 9.02% 10.60% 25.65% 17.48% 3.96% 11.21%
5.38% 17.57% 7.12% 7.32% 3.27% 5.41% 7.68%
10.57% 21.98% 6.09% 7.96% 4.87% 8.66% 10.02%
Δ= Aktual - Ramalan
8.4 Simpulan Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara peubah penjelas WRI dan SST Nino 3.4, DMI dan LT/LB dalam memodelkan luas panen. Rataan kesalahan ramalan luas panen peubah WRI periode 1, 2, dan 3, masing-masing secara berurutan adalah 13%, 14%, dan 47%, sementara peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB adalah 27%, 12%, dan 49%. Hasil ramalan produksi padi periode 2 lebih baik daripada periode 1 dan 3, dengan kisaran kesalahan 15% dari nilai aktualnya. Kisaran kesalahan ramalan produksi padi per tahun mencapai 10%-11% dari nilai aktualnya, sehingga berpotensi menghasilkan ramalan yang akurat.