61
4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1
Keadaan Geografis dan Iklim
Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakan bagian integral dari Provinsi Sulawesi Utara, dengan ibukota Tahuna, yang berjarak sekitar 142 mil laut dari Manado sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah ini berada di antara P. Sulawesi dengan P. Mindanao (Republik Filipina), dengan batas-batasnya sebagai berikut: (1) sebelah utara berbatasan dengan Republik Filipina; (2) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Talaud; (3) sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Sitaro; dan (4) sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. Memperhatikan posisi Kabupaten Kepulauan Sangihe, maka Kabupaten ini dapat disebut sebagai “Daerah Perbatasan”, dan juga dijuluki sebagai Daerah Kepulauan, Daerah Tertinggal dan Daerah Rawan Bencana Alam. Sebagai Kawasan Perbatasan, Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki peluang dan kekuatan yang dapat diandalkan untuk bersinergi ke dalam dinamika globalisasi karena posisi daerah ini terletak di pinggiran Samudera Pasifik yang sangat memungkinkan untuk melakukan terobosan-terobosan di bidang ekonomi dan perdagangan yang bersifat outwardlooking mengingat bagian utara terdapat beberapa negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia seperti Jepang, Korea, Cina, Taiwan, dan Amerika Serikat dengan memanfaatkan posisi negara tetangga Filipina sebagai pelabuhan transit. Kabupaten Kepulauan Sangihe pada awalnya menjadi satu kabupaten dengan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud yang pada tahun 2002 dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud melalui UU No. 5/2002, kemudian pada tahun 2007, Kabupaten Kepulauan Sangihe kembali mengalami pemekaran dengan dibentuknya Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro atau disingkat menjadi Kabupaten Kepulauan Sitaro melalui UU No. 15/2007.
62 Iklim Kepulauan Sangihe dipengaruhi oleh angin Muson, musim kemarau pada bulan Juli sampai dengan bulan September, dan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan Nopember. Tipe iklim ini menurut Schmidt dan Ferguson adalah tipe iklim A atau beriklim basah. Suhu udara di suatu tempat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum, suhu rata-rata berkisar antara 27ºC sampai 28ºC selama periode tahun 2002 sampai 2007. Suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Desember 2003 yaitu 26.6ºC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Juni 2007 yaitu 28.5ºC. Kabupaten Kepulauan Sangihe mempunyai kelembaban udara nisbi relatif tinggi dengan rata-rata per bulan pada tahun 2007 adalah 83.92%. Kelembaban udara nisbi beragam tiap bulan dari terendah sebesar 80% pada bulan Oktober sampai dengan tertinggi 87 persen pada bulan Januari dan Desember. Curah hujan tertinggi selama tahun 2007 terjadi pada bulan Januari yaitu 731 mm dengan hari hujan 26 hari, sedangkan curah hujan yang terendah terjadi pada bulan Mei sebesar 168 mm dengan 22 hari hujan. 4.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan Hasil sensus penduduk dan catatan registrasi penduduk, jumlah penduduk cenderung stabil setiap tahunnya. Tahun 1995, jumlah penduduk sebanyak 191 108 jiwa dan meningkat menjadi 192 363 jiwa pada tahun 2004. Meskipun jumlah penduduk meningkat, tetapi laju pertumbuhan penduduk (LPP), cenderung menurun yaitu dari pertumbuhan 0.65% pada tahun 1990 menurun menjadi – 0.25% pada tahun 2000. Dalam tahun 2007, jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe berjumlah 130 129 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 177 jiwa/km². Jumlah penduduk tersebut tersebar di beberapa kecamatan dan yang tertinggi di Kecamatan Tabukan Utara sejumlah 20 986 orang (16.13%), menyusul di Kecamatan Tahuna sebanyak 14 579 jiwa (11.20%), dan di Kecamatan Tamako sebanyak 13 269 jiwa (10.20 %) (Tabel 2).
63 Tabel 2 Penduduk, prosentase dan tingkat kepadatan di Kepulauan Sangihe Tahun 2009. Kecamatan Penduduk Persentase Luas Kepadatan (jiwa) (%) (Km²) (jiwa/km²) Manganitu Selatan 10 266 7.87 73.99 139 4 532 3.47 18.56 244 Tatoareng Tamako 13 481 10.33 69.42 194 Tabukan Selatan 6 057 4.64 68.76 88 2 787 2.14 46.84 60 Tabukan Selatan Tengah Tabukan Selatan Tenggara 2 179 1.67 22.29 98 10 656 8.17 87.39 122 Tabukan Tengah 14 378 11.02 66.48 216 Manganitu Tahuna 16 410 12.58 25.76 637 12 808 9.82 25.15 509 Tahuna Timur Tahuna Barat 5 638 4.32 40.66 139 Tabukan Utara 20 153 15.45 121.18 177 3 005 2.30 14.73 204 Nusa Tabukan Kep. Marore 1 414 1.08 12.94 109 6 685 5.12 50.28 133 Kendahe Jumlah 130 449 100.00 736.98 177 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Sangihe Permasalahan penduduk, khususnya dalam sektor ketenagakerjaan yang dialami saat ini, adalah: (1) rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian; (2) jumlah persebaran penduduk yang belum seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan sesuai dengan wilayah; (3) lebih dari 70% penduduk yang bekerja di sektor informal pada sektor pertanian; (4) tingginya angka kemiskinan penduduk yang secara proporsional; meningkat yaitu pada tahun 2004 mencapai 40.56% atau naik 4.77% dari tahun 2003; (5) rendahnya tingkat elastisitas kesempatan kerja (pertumbuhan angkatan kerja melebihi pertumbuhan kesempatan kerja), yang memicu migrasi keluar bagi angkatan kerja yang berkualitas; (6) adopsi teknologi yang rendah di sektor pertanian; dan (7) kebijakan dan strategi pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengerahan mobilitas penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah belum mendukung pembangunan berkelanjutan.
64 Dalam aktivitas perdagangan dan kunjung mengunjungi antara masyarakat di P2K Perbatasan ini terlihat bahwa pada tahun 2006 jumlah pas pelintas batas yang berangkat ke Filipina melalui Pos Marore untuk Warga Negara Indonesia (WNI) pada tahun 2006 sebanyak 361 orang penumpang dan tahun 2007 meningkat menjadi 483 orang penumpang, dengan jumlah kapal 32 kapal dan 53 kapal, sedangkan dalam waktu yang bersamaan pada tahun 2006 WNI yang datang dari negara tetangga Filipina sebanyak 268 penumpang dan tahun 2007 sebanyak 531 penumpang dengan jumlah kapal masing-masing 26 kapal dan 57 kapal. Sedangkan Warga Negara Asing (WNA) yang datang pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing 35 orang dan 16 orang sedangkan yang berangkat dari Indonesia dalam tahun yang sama sebanyak 27 orang dan 130 orang (Tabel 3). Tabel 3 Rekapitulasi kegiatan pos Marore selama tahun 2007 Warga Negara Indonesia (WNI) Warga Negara Asing (WNA) Bulan Datang Berangkat Datang Berangkat Kapal Crew Penpg Kapal Crew Penpg Kapal Crew Penpg Kapal Crew Penpg 3 5 32 2 2 6 2 6 0 0 0 0 Januari Februari 1 4 7 2 4 13 2 6 2 1 3 0 Maret 1 4 10 1 2 28 3 12 4 5 12 1 9 30 43 11 25 44 3 4 0 3 8 1 April Mei 5 12 52 6 19 45 4 22 1 6 26 53 1 12 38 2 13 46 8 27 0 6 17 26 Juni Juli 6 18 70 4 10 44 6 22 1 4 10 6 2 11 24 4 20 24 4 13 1 4 13 13 Agustus September 7 18 46 6 16 43 6 24 2 7 29 4 8 19 63 2 15 55 13 4 10 8 29 11 Oktober Nopember 8 20 86 6 17 56 12 232 9 8 22 4 6 13 60 7 16 79 7 25 4 10 35 11 Desember Thn 2007 57 166 531 53 159 483 70 235 35 62 204 130 Thn 2006 26 109 268 32 125 361 45 173 16 46 197 27 Sumber: Kantor Imigrasi Kelas II Tahuna
65 Dari Tabel 3 terlihat bahwa jumlah kapal yang datang atau masuk ke wilayah perbatasan di kawasan perbatasan Kepulauan Sangihe pada tahun 2006 sebanyak 71 kapal dan tahun 2007 sebanyak 127 kapal, demikian pula dalam tahun yang sama untuk berangkat ke Filipina bagian selatan masing-masing sebanyak 78 kapal dan 115 kapal. Angka ini menunjukkan relatif sama antara jumlah kapal yang masuk ke wilayah NKRI dan juga keluar dari wilayah NKRI menuju Filipina di bagian selatan seperti General Santos, P. Balut dan P. Saranggani. Artinya dinamika sosial ekonomi yang bergerak di kawasan perbatasan dalam berdagang, kunjungan keluarga dan wisata cenderung bergerak dalam keadaan seimbang antara jumlah kapal yang masuk dan keluar. Kegiatan di pos perbatasan P. Marore apabila ditinjau dari sudut penumpang terlihat pada tahun 2007 jumlah penumpang yang datang sebanyak 566 orang dengan jumlah WNI sebanyak 531 orang dan WNI sebanyak 35 orang, sedangkan yang berangkan dalam tahun yang sama adalah 613 orang dengan WNI sebanyak 483 orang dan WNA sebanyak 130 orang. 4.3 Perkembangan Usaha Pertanian Penggunaan lahan dibedakan menjadi lahan sawah, bukan sawah dan lahan non- pertanian. Penggunaan lahan bukan sawah terbagi menjadi ladang, perkebunan, hutan rakyat, perumahan, bangunan, dan yang sementara lahan tidak dimanfaatkan. Pada tahun 2008 luas lahan sawah 188 ha (0.19%), dan lahan bukan sawah 79 668.3 ha (81.68%), sedangkan lahan untuk non-pertanian seluas 17 685.8 ha (18.13%) (Tabel 4). Luas panen padi sawah pada tahun 2007 seluas 36 ha dengan produksi 66 ton atau produktivitas mencapai 1.83 ton/ha. Apabila dibandingkan dengan luas areal untuk sawah yang tersedia, maka luas panen hanya mencapai 19.15% dari total luas yang ada. Wilayah yang memiliki lahan padi sawah adalah Manganitu Selatan (6 ha), Tamako (12 ha), Tabukan Selatan Tenggara (7 ha) dan Tabukan Utara (11 ha). Demikian pula untuk padi ladang seluas 29 ha dengan produksi 29 ton.
66 Tabel 4
Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan, buah-buahan dan sayur- sayuran di Kabupaten Kepulauan Sangihe tahun 2007 Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivtas (ton/ha) Padi sawah + ladang 65 207 3.18 Tanaman Jagung 464 1 158 2.50 Tanaman Ubi Kayu 1 107 8 240 7.44 Tanaman Ubi Jalar 956 3 003 3.14 Kacang tanah 265 288 1.09 Kacang hijau 16 16 1.00 Sayur-sayuran 1 234 4 371 3.54 Buah-buahan 1 879 19 224 10.24 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kepulauan Sangihe
Pengusahaan perkebunan besar sampai dengan tahun 2007 belum ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan secara keseluruhan masih termasuk perkebunan rakyat. Tanaman kelapa, pala dan cengkih merupakan komoditas unggulan daerah ini, disamping beberapa tanaman perkebunan yang hanya diusahakan oleh sebagian masyarakat seperti kakao, kopi dan vanili yang merupakan komoditas penunjang. Luas panen dan produksi tanaman perkebunan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti karena selain lahan yang relatif sudah sempit untuk dikembangkan juga umur tanaman perkebunan seperti kelapa perlu dipikirkan peremajaannya. Data tanaman perkebunan tertera pada Tabel 5. Tanaman kelapa yang memiliki luas lahan 19 351 ha ternyata belum menghasilkan seluas 1 413 ha (7.30%), tidak menghasilkan seluas 2 192 ha (11.32%), atau dengan kata lain luas lahan tanaman kelapa yang belum dan tidak menghasilkan pada tahun 2007 seluas 3 605 ha (18.62%) dan yang menghasilkan 15 746 ha (81.38%). Selanjutnya dalam luas areal tanaman kelapa terdapat 2 593 490 pohon atau setiap lahan memiliki 134 pohon kelapa, dan yang belum menghasilkan sebanyak 187 848 pohon, menghasilkan 2 114 369 pohon, dan tidak menghasilkan sebanyak 291 273 pohon.
67 Tabel 5
Luas areal, produksi, dan produktivitas tanaman perkebunan di Kabupaten
Kepulauan Sangihe tahun 2007 Jenis Tanaman Luas Areal (ha) Kelapa 19 320.00 Cengkih 3 713.00 Pala 2 827.09 Kopi 37.50 Kakao 274.50 Vanili 52.60
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
15 964.47
0.82
2 745.50
0.73
1 556.20
0.55
0.46
PM
0.63
PM
0.087
PM
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kepulauan Sangihe. Selanjutnya untuk tanaman cengkih, dari luas areal sekitar 3 713 ha ternyata luas areal yang belum menghasilkan sekitar 484 ha, areal yang menghasilkan 2 973 ha dan areal yang tidak menghasilkan seluas 276 ha, sedangkan apabila ditinjau dari jumlah pohon yang ada dalam areal tersebut terlihat bahwa jumlah pohon secara keseluruhan untuk tanaman cengkih sekitar 580 656 pohon, dan yang belum menghasilkan sebanyak 72 594 pohon, menghasilkan sebanyak 464 880 pohon, dan tidak menghasilkan sebanyak 43 182 pohon. Demikian pula untuk tanaman pala dari luas areal 2 827.11 ha, ternyata luas lahan yang belum menghasilkan seluas 197.10 ha, lahan yang menghasilkan 2 428.50 ha dan lahan tidak menghasilkan seluas 201.51 ha, dan apabila dilihat dari jumlah pohon pala sebanyak 431 075 pohon, terlihat jumlah pohon yang belum menghasilkan sebanyak 30 046 pohon dan yang menghasilkan sebanyak 370 449 pohon serta tidak menghasilkan sebanyak 30 580 pohon. Menurut fungsinya, hutan dapat dibagi menjadi hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi (hutan suaka dan hutan pelestarian alam). Data tahun 2007 menunjukkan bahwa luas hutan yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe seluas 11 196 ha yang terdiri dari hutan lindung sekitar 10 642 ha dan hutan bakau (mangrove) seluas 554 ha. Hutan lindung di Kabupaten ini tersebar di 8 Kecamatan yaitu: Kecamatan Manganitu Selatan (559 ha), Tamako (1 418 ha),
68 Tabukan Selatan (1 163 ha), Tabukan Tengah (1 341 ha), Manganitu (826 ha), tahuna (1 519 ha), Tabukan Utara (1 643 ha), dan Kecamatan Kendahe seluar (2 173 ha). Selanjutnya untuk hutan bakau terdapat di 5 Kecamatan yaitu: Kecamatan Manganitu Selatan (51 ha), Tabukan Selatan (189 ha), Tabukan Tengah (35 ha), Manganitu (250 ha), Tabukan Utara (20 ha) dan Kecamatan Kendahe (9 ha). 4.4 Perdagangan Jumlah perusahaan perdagangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe pada tahun 2006 sebanyak 119 unit meningkat menjadi 127 unit atau naik 6.72%, namun masih didominasi oleh perusahaan perdagangan kecil sebanyak 103 unit (81.1%), menyusul perusahaan menengah sebanyak 23 unit (18.1%) dan perusahaan perdagangan besar sebanyak satu unit (0.8%). Lokasi perusahaan tersebut lebih banyak di Kecamatan Tahuna Timur dan Kecamatan Tahuna yang merupakan lokasi ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pembahasan yang sangat penting dalam masalah perdagangan adalah pemasukan bahan pokok (beras, gula pasir, garam, ikan asin, minyak goreng, minyak tanah, sabun cuci, tekstil, dan batik) serta bahan penting (tepung terigu, semen, besi beton, seng, paku besi, minyak premium, minyak solar, pupuk, pelumas, aspal, dan tripleks). Data perkembangan bahan pokok disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Banyaknya pemasukan bahan pokok di Kabupaten Kepulauan Sangihe Pemasukan bahan pokok (ton) pada tahun Jenis bahan pokok 2005 2006 2007 2008 2009 Beras 5 200 5 500 6 000 5 375 5 696 1 350 850 1 100 1 175 1 206 Gula pasir Garam 90 0 86 76 78 Ikan asin 0 0 0 0 0 Minyak goreng 625 260 120 115 120 Minyak tanah 8 412 8 160 7 052 8 250 4 745 Sabun cuci 80 0 0 29 30 12 0 0 395 390 Tekstil Batik 0 0 0 84 85 Jumlah 15 769 14 770 14 358 15 499 12 623 Sumber: Dinas Perindag dan Penanaman Modal Kabupaten Kepulauan Sangihe
69 Jumlah pemasukan bahan pokok pada tahun 2005 sebanyak 15 769 ton menurun pada tahun 2006 menjadi 14 770 ton, menurun kembali pada tahun 2007 menjadi 14 358 ton, tahun 2008 menjadi 15 499 ton, dan tahun 2009 menurun kembali menjadi 12 623 ton. Berbeda dengan bahan pokok, ternyata pemasukan bahan penting di Kabupaten Kepulauan Sangihe semakin tahun semakin meningkat dari 33 050 ton pada tahun 2006 meningkat menjadi 94 534.78 ton pada tahun 2007. Pada tahun 2007 pemasukan yang terbesar berasal dari bahan penting seng sebanyak 38 100 ton, menyusul besi beton 18 600 ton, dan semen sebanyak 16 000 ton. Selanjutnya diketahui bahwa produk/barang yang keluar dari Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah kopra, cengkih, pala dan fuli. Produk ikan belum tercatat dengan baik secara statistik jumlah dan nilai ekspor ke Filipina. Jumlah produk yang keluar dari Kabupaten Kepulauan Sangihe pada tahun 2007 sebanyak 16 556.26 ton yang terdiri dari 14 400 ton kopra, 961.96 ton cengkih, 1 117.54 ton biji pala, dan 76.76 ton fulli pala. Sedangkan pada tahun 2006 jumlah produk yang keluar dari Kabupaten Kepulauan Sangihe sebanyak 13 894 ton yang terdiri dari kopra sebanyak 12 400 ton, menyusul biji pala sebanyak 3 100 ton, cengkih sebanyak 252 ton dan fulli sebanyak 72 ton (Tabel 7). Tabel 7 Pengeluaran antar pulau hasil bumi di Kabupaten Kepulauan Sangihe 2005 2006 2007 2008 2009 Jenis produk Kopra 14 400.00 12 400.00 14 400.00 2 175.00 18 163.00 Cengkih 477.80 252.00 961.96 773.00 254.09 Pala 3 100.25 1 170.00 1 117.54 2 175.16 2 287.46 Fulli 410.50 72.00 76.76 217.00 22.96 Jumlah 18 388.55 13 894.00 16 556.26 5 340.00 20 727.41 Sumber: Dinas Perindag dan Penanaman Modal Kabupaten Kepulauan Sangihe
70 4.5
Transportasi dan Pariwisata
Kunjungan kapal penumpang dan barang adalah jenis pelayaran dalam negeri, pelayaran rakyat, perintis, luar negeri, dan khusus/non pelayaran. Jumlah penumpang pada tahun 2007 yang turun sebanyak 100 769 penumpang dan yang naik sebanyak 92 760 penumpang, sedangkan jumlah barang yang dibongkar pada tahun yang sama adalah 85 862 ton sedangkan barang yang dimuat sebanyak 25 354 ton (Tabel 8). Tabel 8 Kunjungan kapal penumpang dan barang di Kabupaten Kepulauan Sangihe Penumpang (org) Barang (ton) Tahun Jumlah Kapal Turun Naik Bongkar Muat 2 597 99 529 103 910 304 487.65 117 038.66 2003 2 831 109 931 115 097 322 575.00 123 715.00 2004 2005 1 643 55 644 80 583 84 896.00 37 493.00 2006 1 303 80 386 68 485 71 791.00 26 134.00 PM 100 760 92 760 85 862.00 12 754.00 2007 2008 PM 100 769 92 760 85 862.00 12 754.00 2009 1 020 109 128 104 005 96 161.00 16 532.00 Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Kepulauan Sangihe Selain potensi sumber daya perairan, Kabupaten Kepulauan Sangihe miliki potensi wisata Potensi wisata ini tersebar di baik potensi wisata bahari, wisata budaya, dan wisata alam. beberapa Kacamatan seperti Kecamatan Tamako, Manganitu, Kendahe, Tahuna, Manganitu Selatan dan Kecamatan Tatoareng (Tabel 9) Lokasi wisata cukup tersedia di Kabupaten Kepulauan Sangihe, namun belum tergali dengan baik karena sarana dan prasarana wisata yang relatif masih rendah, ditambah promosi wisata yang belum memadai karena ketidaksediaan anggaran promosi. Dalam bidang pariwisata pemerintah daerah belum mampu mendorong perekonomian daerah ini apabila tidak ada perlakuan khusus dari pemerintah (pusat), sebab sarana dan prasarana relatif sangat mahal untuk
71 investasi publik bagi pemerintah daerah dan masyarakat daerah. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi Kepulauan Sangihe sebagai “Daerah Perbatasan” yang memiliki “Kawasan Perbatasan” kecuali membuka jalur transportasi ke wilayah Pasifik Selatan kearah Filipina, Jepang, Korea, dan Taiwan . Artinya pembukaan kawasan khusus perdagangan bebas sangat diperlukan (Tabel 10). Tabel 9 Lokasi wisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe Kecamatan Lokasi Wisata Obyek Tamako Palingan Kapehetang Wisata bahari Tanjung Hesang Wisata bahari Air terjun Ngurah Lawo Wisata Alam Hutan lindung Sahandarumang Wisata Alam P. Mahumu Wisata Alam Pantai Enemosa Wisata Bahari Rumah Komite Belanda dan Lonceng Gereja Wisata Budaya Meriam Peninggalan Belanda Wisata Budaya Tanjung Lelapide Wisata Alam/Bahari Manganitu Makam Pahlawan Raja Bataha Santiago Wisata Budaya Sumber air jernih pegunungan desa Manganitu Wisata Alam Gunung Mentahi Wisata Alam Bekas istana Raja WMP Mokodompis (Rumah Raja) Wisata Budaya Masalihe (patahan Masalihe) Wisata Bahari Kendahe P. Matutuang Wisata Bahari Air Terjun Sura Wisata Alam Air Terjun Pempanikiang Wisata Alam Tahuna Tanjung Tahuna Wisata Bahari Pantai Kolongan Wisata bahari Gunung Awu Wisata Alam Makam Pahlawan Malebur Wisata Budaya Makam Raja Tatehe Wisata Budaya Makam Raja-Raja Sangihe Wisata Budaya Taman Teletubies Wisata Alam Teluk Tahuna Wisata Alam/bahari Manganitu Air terjun Kadadima Wisata Alam Selatan P. Bebalang Wisata Bahari P. Mandaku Wisata Bahari Tatoareng Gunung Api Bawah Laut Desa Mahangetang Wisata Alam P. Para Wisata Bahari P. Nenung dan Sanggaluhang Wisata Bahari P. Bowondeke Wisata Bahari P. Niu Wisata Bahari P. Siha Wisata Bahari P. Kalama Wisata Bahari P. Kahakitang Wisata Bahari Sumber : Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kabupaten Kepulauan Sangihe
72 Tabel 10 Kunjungan wisatawan Nusantara dan Manca Negara di Kabupaten Kepulauan Sangihe Kunjungan wisatawan pada tahun Wisatawan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 53 032 27 014 22 140 23 092 25 670 3 320 25 650 Nusantara Manca Negara 1 293 185 231 193 248 351 274 453 72 87 91 61 68 71 - Eropa Barat 261 34 59 43 57 64 71 - Amerika - Australia 84 5 24 13 11 20 24 143 46 39 32 70 80 73 - Asean 105 16 8 11 18 15 15 - Jepang - Lainnya 247 12 14 3 31 20 20 Sumber : Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kabupaten Kepulauan Sangihe 4.6 4.6.1
Profil Kawasan Perbatasan Kepulauan Sangihe
Wilayah administratif
Secara administratif Kawasan Perbatasan di bagian utara berbatasan dengan Kepulauan Mindanao (Filipina Bagian Selatan), yang meliputi: Pulau Sarangani, Pulau Balut dan Pulau Olanivan, di sebelah selatan berbatasan dengan Gugus Pulau Toade (Pulau Bukide), meliputi: Pulau Buang, Pulau Bukide, Pulau Manipa, Pulau Balontohe, dan Pulau Ehise, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Talaud, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. Sebelum diterapkannya UU No. 15/2007, tentang pembentukan Kabupaten Kepulauan Sitaro (Siau, Tagulandang, dan Biaro) di Provinsi Sulawesi Utara yang efektif berlaku pada tanggal 2 Januari 2007, pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe telah menetapkan strategi pembangunan dengan sistem perwilayahan (kluster) sebagai suatu pendekatan dalam percepatan pembangunan yaitu: (1) kluster Pulau Sangihe (wilayah Pulau Sangihe Besar dan Pulau Bukide); (2) kluster Pulau Siau; (3) kluster Pulau Tagulandang; (4) kluster Pulau Biaro; (5) kluster Pulau Tatoareng (meliputi Pulau Kalama, Pulau Kahakitang, Pulau Mahegetang, dan Pulau Para), dan (6) kluster Pulau Perbatasan, meliputi Pulau Kawio, Pulau Kawaluso, Pulau Lipang. Pulau
73 Matutuang, Pulau Kemboleng dan Pulau Marore. Data wilayah P2K perbatasan Kabupaten Kepulauan Sangihe disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Wilayah P2K perbatasan Kabupaten Kepulauan Sangihe Kecamatan Pulau Keterangan Tabukan Utara Liang Tidak berpenghuni Dumarehe Tidak berpenghuni Matutuang Berpenghuni Ehise Tidak berpenghuni Mamanu Tidak berpenghuni Marore Berpenghuni Kendahe Kawio Berpenghuni Kemboleng Berpenghuni Kawaluso Berpenghuni Lipang Berpenghuni Sumber: diolah dari Peta Dishidros (2003), dan data Kecamatan Tabukan Utara dan Kendahe Berdasarkan Tabel 11 dan perjanjian lintas batas terlihat bahwa terdapat 10 pulau kecil yang berada di wilayah perbatasan, dan 6 (enam) pulau yang berpenghuni, sedangkan 4 (empat) pulau lainnya tidak berpenghuni. Gugus Pulau Toade saat ini masuk dalam wilayah Kecamatan Nusa Tabukan. Oleh karena itu P2K perbatasan Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki nilai strategis ditinjau dari geopolitik, potensi sumber daya ekonomi maritim, dan lingkungan hidup. Nilai strategis P2K perbatasan juga ditentukan oleh adanya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang berada di antara Gugus Pulau Toade dengan Gugus Pulau Kawio dengan kedalaman laut 1 240 m – 2 375 m, serta batas laut teritorial, ZEEI, dan Landas Kontinen. Selanjutnya kedekatan Gugus Pulau Kawio dan Gugus Pulau Sarangani menempatkan lalu lintas barang dan orang yang intensif baik secara legal maupun illegal, sehingga memerlukan pengamanan yang intensif di wilayah perbatasan. Batas maritim Indonesia dengan Filipina disajikan dalam Gambar 5.
74 Gambar 5 Batas maritim wilayah Indonesia dengan Filipina 4.6.2
Kondisi geografis
Menurut Dishidros TNI-AL (2003) dan PP No.38/2002, P2K perbatasan Kepulauan Sangihe meliputi: Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Matutuang, dan Pulau Kawaluso (Tabel 12). Sebagai akibat geografis yang berbatasan dengan Filipina, maka masyarakat P2K perbatasan lebih sering melakukan transaksi perdagangan dengan masyarakat Pulau Balut, Pulau Saranggani dan General Santos untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi kondisi transportasi dari Tahuna ke P2K perbatasan dan sebaliknya sering tidak menentu. Untuk berlayar ke Pulau Balut dan Pulau Saranggani (Filipina) hanya memerlukan waktu kurang lebih 3 jam dari Pulau Marore dan 6 jam dari Pulau Matutuang, serta 8 jam dari Pulau Kawaluso. Sebaliknya dari Marore ke
75 Tahuna membutuhkan waktu 9 jam, Pulau Matutuang ke Tahuna memerlukan waktu relatif sama dengan ke Filipina. Sarana transportasi yang digunakan adalah transportasi laut dengan menggunakan pamboat, fuso, dan jukung (sangat tergantung gelombang laut). Pulau Marore merupakan pulau kecil yang memiliki luas kurang lebih 214.49 Ha dan ditetapkan sebagai wilayah khusus di perbatasan antara Indonesia dengan Filipina yang dikenal sebagai wilayah check point border crossing area (BCA), sedangkan sebelah selatan Pulau Marore terdapat Pulau Matutuang dengan luas 0.24 km² atau 24 Ha, serta Pulau Kawaluso agak lebih luas dari pada kedua pulau tersebut di atas yaitu 4.95 km² dan Pulau Kawio dengan luas 0.9 km². Tabel 12 Posisi geografis P2K perbatasan Kabupaten Kepulauan Sangihe Posisi Geografis Batas Nama Pulau Perairan Negara Lintang Utara Bujur Timur Pulau Kawio 4º39’51”-4º40’37” 125º25’38”-125º26’21” Filipina Laut Sulawesi Pulau Marore 4º42’49”-4º44’42” 125º28’16”-125º28’48” Filipina Laut Sulawesi 4º25’54”-4º26’23” 125º41’15”-125º41’54” Filipina Laut Sulawesi Pulau Matutuang 3º13’22”-3º14’15” 125º18’35”-125º19’57” Filipina Laut Sulawesi Pulau Kawaluso Sumber: Dishidros TNI-AL (2003) dan PP No. 38/2002 4.6.3 Topografi Bentuk lahan di P2K perbatasan Kabupaten Kepulauan Sangihe pada umumnya terdiri dari perbukitan, rataan lumpur, dan terumbu paparan pelataran. Komposisi lahan terdiri dari hutan lahan kering, belukar, semak, lahan terbuka, dan terumbu karang. Sebagian besar daerah perbukitan digunakan sebagai areal perkebunan seperti tanaman kelapa, selebihnya tanaman liar, kecuali wilayah/daerah yang dihuni oleh penduduk. Karakteristik pantai sebagian besar berupa tebing yang terjal/curam, yang dikelilingi terumbu karang yang kondisinya relatif baik.
76 Kerusakan terumbu karang sebagian besar dipengaruhi oleh abrasi pantai disebabkan adanya angin, gelombang laut dan arus, dan didorong oleh kerusakan akibat jangkar serta perlakukan manusia dalam cara penangkapan ikan. 4.6.4 Oseanografi Kondisi pantai P2K perbatasan berupa pantai berbatu karang. Kondisi ini dapat ditemui di Pulau Matutuang, Pulau Kawio, Pulau Marore dan Pulau Kemboleng. Di sebagian wilayah pantai dikelilingi terumbu karang dan dikelilingi substrat pasir di beberapa tempat. Pada saat pasang, karang di sekitar pantai tidak terlihat karena tertutup air laut, tetapi pada air surut permukaan karang akan terlihat menghampar. Di perairan P2K perbatasan dikenal dengan dua arah angin yang berpengaruh terhadap gelombang dan arus, yaitu angin utara dan angin selatan, terutama di Pulau Marore. Khusus di Pulau Matutuang, angin berpengaruh walaupun tidak terlalu besar pengaruhnya seperti di Pulau Matore dan Pulau Kawio serta Pulau Kemboleng. Menurut informasi masyarakat setempat, pada saat angin utara bertiup dari utara ke selatan, arah arus angin utara bertiup dari utara ke selatan, arah arus sebaliknya yaitu dari selatan menuju utara dan sebaliknya. Pola pasang yang terjadi adalah tipe semi diumal, yaitu dalam satu hari terjadi dua kali pasang naik dan pasang turun, dengan fluktuasi pasang sekitar 2 meter dan mencapai puncaknya pada saat bulan purnama. Gelombang laut pada saat angin utara lebih besar dibandingkan saat angin selatan 4.6.5 Iklim dan curah hujan Keadaan cuaca di P2K perbatasan Kabupaten Kepulauan Sangihe sering tidak menentu dan sering berubah-ubah. Pada saat musim angin barat dan utara kecepatan angin mencapai rata- rata 40 mil/jam, laut bergelombang besar sehingga kapal-kapal di bawah 100 GT tidak dapat melintas di perairan ini.
77 P2K perbatasan ini beriklim tropis basah dengan dua pola angin, yaitu angin utara yang bertiup pada bulan Nopember sampai dengan bulan April, bersamaan dengan datangnya musim kemarau, dan angin barat terjadi selama 4 bulan yaitu bulan Desember sampai dengan April dengan ketinggian ombak berkisar 2 – 5 meter. Keadaan iklim ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas nelayan dalam melaksanakan penangkapan ikan, sedangkan angin timur tidak banyak berpengaruh terhadap aktivitas nelayan. Berdasarkan karakteristik musim tersebut, maka musim penangkapan yang efektif adalah musim kemarau dan musim pancaroba antara bulan Maret hingga bulan Oktober. Keadaan cuaca tidak menetu dan sering berubah-ubah. Pada waktu musim angin barat dan utara kecepatan angin mencapai 5 km/jam. Iklim di daerah ini dipengaruhi oleh angin muson. Pada bulan Juli sampai dengan September musim kemarau dan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan November. Tipe iklim ini menurut Schmidt dan Ferguson adalah Tipe A (iklim basah). Secara umum suhu udara rata-rata per bulan pada tahun 2005 adalah 27.3°C, di mana suhu udara terendah adalah 26.9°C pada bulan Januari dan Desember, sedangkan tertinggi 27.7°C pada bulan Oktober. Kelembaban nisbih daerah ini berkisar antara 81 persen sampai dengan 87 persen, dengan curah hujan tertinggi pada tahun 2005 terjadi pada bukan Desember yaitu 382 mm, dengan hari hujan 28 hari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 94 mm dengan jumlah hari hujan 15 hari. Keadaan angin pada musim penghujan lebih kencang bertiup dari barat dan barat laut dengan kecepatan 5 – 8 km/jam. 4.6.6 Aksesibilitas P2K perbatasan dapat dicapai dengan transportasi laut, dan secara reguler dilayani oleh satu trayek dari dua trayek kapal perintis setiap minggu sekali yaitu KM. Daya Sakti dan KM Surya, namun keduanya pada saat ini telah docking dan diganti oleh kapal perintis KM Tilongkabila. Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Marore antara lain dermaga dengan
78 panjang 70 meter, lebar 8 meter, kedalaman air pasang 8 meter, air surut 6 meter dan daya rapat 3,000 dwt. Mobilitas penduduk selain tergantung pada kapal perintis, juga menggunakan perahu nelayan tradisional yang disesuaikan dengan kondisi cuaca, seperti londe, pamo, pamboat dan perahu pelang. Londe adalah perahu kecil bercadik (sema-sema) yang berukuran sekitar 10 meter dengan lebar 2 meter, dijalankan dengan menggunakan dayung dan layar. Umumnya setiap keluarga memiliki jenis perahu ini. Perahu londe biasanya digunakan untuk memancing jarak dekat dan digunakan di sekitar pulau. Perahu pelang adalah sejenis perahu londe, tetapi ukurannya lebih besar, yakni sekitar 15 meter dan biasanya menggunakan motor tempel. Jenis perahu ini digunakan untuk mobilitas penduduk antar pulau. Sedangkan perahu pamo merupakan perahu berbadan lebar dengan menggunakan mesin/motor penggerak di dalam. Perahu ini biasanya digunakan untuk mengangkut barang dan orang karena daya tampung perahu ini lebih besar dibandingkan dengan perahu pelang. Selanjutnya dalam perkembangan hubungan dengan Filipina penduduk setempat menggunakan pump boat yang bentuk menyerupai dengan pamo, serta fuso yaitu pump boat dengan mesin mobil fuso. 4.7 Mengenal Profil Pulau-Pulau Perbatasan 4.7.1 Pulau Marore Pulau Marore merupakan sebuah pulau kecil yang berada paling depan dari wilayah NKRI yang berbatasan langsung dengan negara Filipina. Letak pulau pada posisi geografisnya seperti terlihat dalam Gambar 6. Perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara nol dari permukaan laut sampai dengan 110 meter dari permukaan laut. Daerah perbukitan merupakan daerah perkebunan kelapa, cengkeh, mangga, jambu mede, rumpun bambu, dan lain sebagainya. Mayoritas penduduknya mendiami di bagian pantai sebelah barat daya dan minoritas di pantai timur. Penduduk Pulau Marore pada tahun 2006 sebanyak 562 jiwa dengan 135 KK, yang digolongkan pada kategori miskin, hal ini terlihat sekitar 50% atau 60 KK masih mendapatkan
79 bantuan tunjangan uang miskin. Mata pencaharian penduduk sebagai nelayan dan petani, dengan hasil perkebunan berupa kelapa yang diolah menjadi kopra dan dijual di Tahuna, sedangkan hasil tangkapan ikan dijual melalui pedagang yang datang dari Filipina atau yang dibawa ke General Santos City, Pulau Mindanao, Filipina. Penangkapan ikan hanya dilakukan pada musim tidak berombak dan jika ada pesanan dari Filipina. Jika tidak ada pesanan atau pembeli dari Filipina, ikan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri. Selain itu penduduk Pulau Marore melakukan perniagaan dengan penduduk Marore yang tinggal di Filipina, dan barang dagangannya berupa beras, minuman keras, minuman ringan, alat rumah tangga dan kebutuhan lainnya, dengan menggunakan mata uang peso sebagai alat transaksinya atau kadang-kadang dengan cara barter. Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Marore berupa kantor Kepala Kampung, Kantor Camat, kantor Border Crossing Filipina, kantor Syahbandar, Bea Cukai, Imigrasi, dan Pos Angkatan Laut, Koramil, Kepolisian. Fasilitas lainnya adalah Gereja, Puskesmas, SD, SMP dan SMA. Untuk fasilitas listrik dari PLN hanya hidup selama 12 jam pada malam hari. Sedangkan prasarana transportasi jalan adalah jalan kampung dengan lebar 3.5 meter dan jalan lainnya yang sering mengalami kerusakan akibat tergerus oleh arus ombak. Pulau Marore memiliki lahan terumbu karang yang luas mencakup 30% dari luas pulau, dengan demikian pulau ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi tempat kawasan wisata bahari khususnya wisata bawah laut. Terumbu karang yang indah tersebut sangat potensial dan menjanjikan apabila dikembangkan secara optimal. Keanekaragaman jenis terumbu karang dan biota laut lainnya yang tinggi serta obyek dan daya tarik wisata yang beragam (pantai pasir putih, obyek bawah laut) memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke pulau ini. Selain keindahan terumbu karang, wilayah pesisir dan perairan P. Marore mempunyai potensi perikanan yang besar, terutama di ZEEI. Di wilayah perairan pulau ini dan ZEEI terdapat ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi antara lain kerapu (Ephinephelus spp.,), tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), layang teripang (Holothruea spp), rumput laut (Euchema spp.,) lobster kakap (Lutjanus kasmira), dan lain-lain. Keberadaan berbagai jenis ikan
80 tersebut menyebabkan banyak nelayan asing yang beroperasi di sekitar perairan pulau tersebut. Untuk mengantisipasi agar SDI tidak dieksploitasi oleh nelayan dari luar daerah dan nelayan asing, maka diperlukan penambahan dan pengembangan unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan, terutama untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDI di perairan ZEEI. 442’49”-
12528’16” - 12528’48” Sumber : Ekspedisi Garis Depan Nusantara (Foto, 2010). Gambar 6. Posisi Pulau Marore secara geografis Nasib nelayan Pulau Marore cukup memprihatinkan disebabkan dalam setahun hanya bisa melaut selama empat bulan hingga lima bulan, yaitu pada bulan Mei, Juni, Juli, Nopember
81 dan bulan Desember. Pada bulan lainnya cuaca tidak mendukung yang diakibatkan oleh pengaruh badai Filipina, yang sekurang-kurangnya terjadi dua kali badai dalam setahun. Namun demikian potensi laut sangat menjanjikan apabila dikembangkan dengan baik. Nelayan Pulau Marore sangat ulung dalam menangkap ikan hiu (cucut). Dalam memburu ikan hiu mereka menggunakan rawai cucut, pancing ulur dan senjata panah. Selain itu perahu yang digunakan dalam memburu ikan hiu adalah perahu pelang sehingga daerah jelajah hanya sampai dengan 15 mil laut. Persoalan yang mendasar bagi pengembangan potensi perikanan di Pulau Marore pada khususnya dan P2K Perbatasan pada umumnya adalah: (1) ketiadaan es untuk pengawetan ikan apabila akan dibekukan dan dijual di General Santos; (2) pemasaran ikan yang menunggu pembeli dari Filipina; dan (3) masalah bahan bakar minyak (BBM); serta (4) hilangnya pulau akibat abrasi yang cukup tinggi. Krisis BBM biasanya mengakibatkan kenaikan harga BBM yang cukup tinggi antara Rp. 10 000,- sampai dengan Rp. 15 000 per liter untuk bensin dan harga berkisar Rp. 7 000,- sampai Rp. 10 000,- per liter untuk minyak tanah. 4.7.2 Pulau Kawio Pulau Kawio merupakan salah satu pulau terluar yang secara geografis terletak pada koordinat 4º39’51”-4º40’37” LU dan 125º25’38”-125º26’21” dengan batas sebelah utara berbatasan dengan negara Filipina, sebelah timur berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Kemboleng, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. Jarak antara pulau Kawio dengan Manado sekitar 188.9 mil laut sedangkan untuk ke Davao, kepulauan Mindanao Filipina sekitar 147.55 mil laut. Gambar 7 memperlihatkan posisi secara geografis. Pulau Kawio mempunyai panorama yang indah dan alam bawah laut yang kaya akan terumbu karang dan ikan, pantai berkarang, tebing dan berbatu, serta hanya sedikit saja permukaan pantainya berupa pasir. Di daerah pantai yang berbatu dan berkarang umumnya kondisi pantai landai. Medan datar di pulau ini terletak di sebelah selatan dan utara pulau, dan
82 relatif kecil dari total luasan pulau dan digunakan untuk pemukiman penduduk. Sungai di pulau ini adalah sungai buatan yang hulunya berasal dari sebuah mata air.
439’51” - 12525’38”- Sumber: Ekspedisi Garis Depan Nusantara (2010) Gambar 7 Posisi Pulau Kawio Secara Geografis
83 Pulau Kawio terletak di sebelah utara katulistiwa, menyebabkan daerah ini mempunyai iklim equatorial, yang tidak memiliki suhu yang berbeda dengan observasi di beberapa daerah di Kepulauan Sangihe. Persentase kelembaban yang tertinggi sekitar 89% dan yang terendah sekitar 82%. Keadaan angin di daerah ini sangat dipengaruhi kehidupan masyarakat, dengan posisi sebagai berikut: (1) angin barat bertiup antara bulan September sampai dengan Januari dengan kecepatan rata-rata 50 km/jam sampai dengan 80 km/jam. Pada musim ini dikenal dengan ombaknya besar disertai dengan hujan lebat sehingga mempengaruhi lalu lintas pelayaran dan sering mengakibatkan kecelakaan; (2) angin utara bertiup ke selatan antara bulan Februari sampai dengan Maret dengan kecepatan 30 km/jam sampai dengan 60 km/jam. Kondisi ini menimbulkan ombak besar dengan curah hujan amat kurang, kadang-kadang angin bertiup terus menerus selama satu sampai dua minggu, kemudian selama dua atau tiga hari keadaan laut tenang kembali, demikian terus menerus berganti sampai musim berikutnya tiba; (3) angin selatan yang bertiup ke utara dengan kecepatan 20 sampai 40 km/jam dan bertiup pada bulan Juli sampai Agustus dengan keadaan laut berombak cukup besar; dan (4) angin timur bertiup ke arah barat antara bulan April sampai dengan Juni dengan kecepatan 15 km/jam sampai dengan 25 km/jam. Kadang-kadang angin tidak ada sama sekali. Keadaan laut tenang, sehingga pada musim ini baik sekali untuk pelayaran. Curah hujan tertinggi sebesar 591.2 mm dan terjadi pada bulan Februasi dan terendah sebesar 127.9 mm dan terjadi pada bulan Mei. Sedangkan musim terbagi tiga musim yaitu musim hujan (September sampai Nopember), musim kemarau (Juli sampai September) dan musim pancaroba (Februari sampai Juni). Jumlah penduduk P. Kawio sebanyak 392 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 213 jiwa dan perempuan 179 jiwa, dengan jumlah 117 KK. Mata pencaharian penduduk sebagai nelayan/petani sebesar 90% dan lain-lain sebanyak 10%. Nelayan pulau ini sangat menggantungkan diri kepada alam, dan jika cuaca buruk para nelayan tersebut memilih tidak melaut dan mengolah kopra.