KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Iklim Berdasarkan data curah hujan selam 20 (dua puluh) tahun terakhir menunjukkan bahwa bulan basah terjadi dari bulan Oktober-Mei serta bulan lembab dan kering terjadi dari bulan Juni-September, dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1918,3 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson DAS Way Betung termasuk dalam type iklim A. Apabila didasarkan pada klasifikasi iklim Oldeman, wilayah studi termasuk dalam type iklim E 3 sehingga kurang sesuai untuk kegiatan pertanian tanaman pangan atau tanaman semusim (padi dan palawija) (Handoko,1993). Banyaknya hari hujan rata-rata untuk bulan basah (Oktober-Mei) yaitu berkisar 8-15 hari hujan/bulan, dengan hari hujan tertinggi terjadi bulan Januari. Banyaknya hari hujan rata-rata pada bulan kering (Juni-September) berkisar 4-6 hari hujan/bulan dan hari hujan terendah terjadi September sebanyak 4 hari. Data curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan bulanan selama periode 20 tahun (1987-2006) disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Hari hujan dan curah
400,0
16
350,0
14
300,0
12
250,0
10
200,0
8
150,0
6
100,0
4
50,0
2
0,0
Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Aug Sep
Oct Nov Des
Hari hujan (hari
CH (mm)
hujan bulanan disajikan pada Gambar 6.
0
CH rerata 340,6 269,4 206,6 187,2 119,0 92,1 74,1 87,0 62,7 107,6 147,7 224,1 Hari Hujan
15
13
11
10
7
5
4
5
4
6
8
10
Gambar 6. Hari hujan dan curah hujan rata-rata bulanan DAS Way Betung tahun 1991-2006
Topografi Fisografi DAS Way Betung berupa dataran landai sampai pegunungan dengan kecuraman lereng bervariasi. Proporsi lahan dengan kelas lereng datar sampai landai (0-8%) seluas 40,89%, landai/bergelombang (8-15%) seluas 25,41%, agak curam/berbukit (15-25%) seluas (21,51%), curam/berbukit agak bergunung (25-45%) seluas 11,96%, dan sangat curam (>45%) seluas 0,22%. Hal ini menggambarkan bahwa DAS Way Betung pada umumnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng datar sampai bergelombang (66%), agak curam sampai curam (33%) dan sisanya sangat curam (1%). Secara rinci luas masing-masing kelas lereng DAS Way Betung disajikan pada Tabel 5. Sedangkan penyebaran kelas lereng DAS Way Betung disajikan pada Gambar 7.
Tabel 5. Luas lahan berdasarkan kelas lereng DAS Way Betung tahun 2008 (ha) No 1 2 3 4 5
Kelas lereng (%) 0-8 8-15 15-25 25-45 >45 Jumlah
Luas (Ha) 2.150,8 1.336,8 1.131,6 629,3 11,5 5.260,0
% 40,9 25,4 21,5 11,9 0,2 100,0
Sumber: Data dianalisis dari interpretasi citra (2008)
Fisiografi wilayah ini secara umum termasuk dalam grup vulkan (Volcanic Group), secara umum bentang alam diwilayah ini terdiri dari pegunungan, perbukitan dan dataran.
Di wilayah pegunungan terdiri dari pegunungan
berlereng curam sampai sangat curam dan pegunungan berlereng sangat curam sekali. Wilayah pegunungan ini tersusun dari batuan volkan tua (basal, andesit dan dasit). Pada wilayah perbukitan bahan penyusun batuannya hampir sama dengan pegunungan, namun pada beberapa wilayah perbukitan terdapat batuan intrusif (granit) dan batuan metamorfik (skis, gneis).
Pada formasi dataran
tersusun oleh batuan granit dan skis (Lembaga Penelitian Unila, 1996).
63
Gambar 7. Penyebaran kelas lereng DAS Way Betung Kota Bandar Lampung
Geologi Kondisi geologi wilayah ini tersusun atas jaluran-jaluran (outliers) Pegunungan Barisan yang sebagian besar tersusun oleh bahan volkan muda. Secara umum wilayah ini tersusun oleh batuan pre-tersier dan andesit tua. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya batu jenis andesit yang berserakan di sungaisungai yang berada di wilayah ini. Formasi andesit tua terdiri dari lava, andesit, breksi dan tufa sebagian kecil batuan bersusunan basal dan liparit.
Terdapat
rekahan-rekahan dan sesar-sesar pada batuan andesit, hal ini menunjukkan bahwa batuan telah mengalami gerakan tektonik (Lembaga Penelitian Unila, 1996). Peta geologi DAS Way Betung disajikan pada Gambar 8. Tanah Tanah di wilayah studi terbentuk dari bahan induk batuan vulkan muda yang berasal dari Gunung Betung dan terbentuk di daerah pegunungan dan beriklim basah. Vegetasi yang mempengaruhi proses pembentukan tanah adalah vegetasi hutan, walaupun pada saat ini sudah banyak yang berubah menjadi lahan pertanian. Jenis tanah di wilayah studi didominasi oleh jenis tanah Dystropepts (95 %) dan sisanya Hapludult (5%). Peta jenis tanah DAS Way Betung disajikan pada Gambar 9. Penggunaan Lahan DAS Way Betung Perkembangan Kebijakan Pemerintah Terhadap Penggunaan Lahan Dinamika perubahan penggunaan lahan di DAS Way Betung tidak terlepas dari sejarah perkembangan kebijakan pemerintah terhadap status kawasan di wilayah tersebut. Berdasarkan surat dari Besluit Residen Lampung Nomor: 307 tanggal 31 Maret 1941, kawasan hutan Register 19 Gunung Betung ditetapkan sebagai Hutan Lindung dengan luas 22.244 ha (Kanwil Dephut Prov. Lampung, 1988). Berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999, kawasan hutan tersebut mempunyai fungsi/tugas pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
65
Gambar 8. Peta geologi DAS Way Betung Kota Bandar Lampung
Gambar 9. Peta jenis tanah DAS Way Betung Kota Bandar Lampung 68
Implementasi dari fungsi lindung, maka kawasan hutan tersebut tidak dapat dikembangkan menjadi lahan budidaya atau penggunaan lain. Berdasarkan fungsi tersebut
di atas, maka kawasan hutan Register 19 Gunung Betung
merupakan daerah tangkapan air (catchment area) dengan sungai-sungai yang mengalir ke kota Bandar Lampung. Salah satunya adalah sungai Way Betung yang digunakan sebagai sumber air baku PDAM Kota Bandar Lampung. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan wilayah yang semakin pesat, maka kawasan hutan Register 19 Gunung Betung juga tidak bisa terlepas dari tekanan penduduk. Pertumbuhan penduduk bukan hanya menekan kawasan penyangga di sekitar kawasan hutan, tetapi juga mulai terjadi perambahan hutan. Hal ini diperkuat/didorong oleh kebijakan/peraturan yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Propinsi Lampung tahun 1964/1965. Dinas Kehutanan pada saat itu memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menggarap lahan di kawasan hutan dengan pola tumpang sari (Kanwil Dephut. Provinsi Lampung, 1988) Sebagai akibat dari kegiatan penggarapan lahan (tumpang sari) di kawasan hutan tersebut menyebabkan fungsi tata air (hidroorologis) mulai terganggu. Setelah mulai dirasakan terganggunya fungsi tata air yang semakin buruk, maka pada tahun 1982 pemerintah
Propinsi Lampung mengeluarkan kebijakan/
peraturan berupa tindakan pengosongan kawasan hutan Register 19 Gunung Betung dari permukiman dan aktivitas penduduk. Kebijakan ini disertai dengan program transmigrasi lokal, dimana penduduk yang semula bermukim di dalam kawasan hutan dipindahkan ke luar kawasan hutan. kehidupan/mata pencaharian penduduk
Namun karena
sudah sangat tergantung dengan
keberadaan hutan, maka mereka pada umumnya kembali mendirikan pemukiman di sekitar kawasan hutan. Walaupun tempat tinggal mereka di luar kawasan hutan, tetapi secara sembunyi-sembunyi tetap melakukan kegiatan budidaya di dalam kawasan hutan, khususnya pada lahan yang semula telah mereka garap sebelumnya. Kebijakan ini ternyata tidak sepenuhnya mampu melindungi fungsi kawasan hutan Register 19 Gunung Betung sebagai pengendali tata air khususnya bagi pemenuhan kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota Propinsi Lampung.
68
Tahun 1987 kawasan hutan register 19 Gunung Betung diusulkan oleh Gubernur Lampung pada saat itu (Yasir Hadribroto) dari hutan lindung menjadi Taman Hutan Raya, usulan tersebut disetujui oleh Menteri Kehutanan tahun 1993. Tujuan utama mengubah fungsi hutan dari fungsi lindung ke fungsi konservasi adalah agar kepentingan tersedianya pasokan air bersih bagi warga Kota Bandar Lampung dapat terjamin.
Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya
kebutuhan air bersih bagi Kota Bandar Lampung. Namun kebijakan ini tidak disertai dengan penanganan dan pembinaan (pemberdayaan) penduduk yang bermukim di sekitar hutan yang mengandalkan keberadaan hutan untuk menunjang kehidupannya.
Perubahan fungsi kawasan hutan Register 19 ini
belum dapat memperbaiki kondisi hidroorologis kawasan tersebut (Kanwil Dephut. Provinsi Lampung, 1988). Seiring dengan terjadinya krisis moneter yang melanda dunia termasuk Indonesia, maka dikeluarkan kebijakan baru untuk sebagian kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman (Tahura WAR). Tahun 1998 dikeluarkan Surat Keputusan Menhutbun No:677/Kpts-II/1998, tentang penunjukkan beberapa lokasi dalam kawasan hutan register 19 Gunung Betung untuk digunakan sebagai areal Hutan Kemasyarakatan (HKm), kebijakan ini dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Tujuan utama adanya program HKm adalah untuk mengurangi dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, antara lain dengan cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan memanfaatkan hasil hutan yang bersifat non kayu. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terdapat banyak kendala, baik dari segi kesiapan masyarakat maupun kesiapan sumberdaya manusia dari dinas kehutanan. Kegiatan HKm di lapangan ternyata tidak sepenuhnya
berjalan
sesuai
dengan
yang
diharapkan,
masih
banyak
petani/masyarakat peserta HKm yang kurang paham dengan kegiatan pertanian lahan kering yang rasional. Mereka pada umumnya belum menerapkan tindakan konservasi tanah dan air dalam mengelola lahan pertanian yang ada di dalam kawasan hutan. Sejak tahun 1999 berkembang berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya kekurangan air (penurunan debit sungai). Hal ini terutama dilontarkan oleh pihak PDAM yang sangat berkepentingan dalam penyediaan air bersih untuk Kota Bandar Lampung. Salah satu penyebab kekurangan air
69
diindikasikan adanya aktivitas masyarakat sekitar hutan yang merambah kawasan hutan baik yang legal dengan program HKm maupun yang ilegal (perambahan liar). Penggunaan Lahan DAS Way Betung (Existing Condition) Berdasarkan interpretasi citra landsat 7 ETM+ 2006/2007, penggunaan lahan di wilayah studi
didominasi oleh kebun campuran seluas 2.744,3 ha
(52,17%), semak/rumput seluas 1.156,2 ha (21,9%), hutan seluas 377,1 ha (7,2%), lahan kering seluas 322,5 ha (6,1%) dan permukiman/lahan terbangun seluas 358,7 ha (6,8%). Hal ini menggambarkan bahwa selama kurun waktu sekitar 25 tahun telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang sangat besar terutama berubahnya kawasan hutan menjadi kebun campuran. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 2006/2007 disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Penggunaan lahan DAS Way Betung Tahun 2006/2007 (ha) No
Penggunaan lahan
1 2 3 4 5 6
Hutan Kebun campuran Semak belukar Pert. lahan kering Permukiman/ltb no.data/awan Total
Status Kawasan Budidaya/APL Hutan 11,5 365,5 1.434,9 1.309,4 523,7 632,5 161,0 161,5 313,4 45,3 105,0 196,3 2.549,5 2.710,5
Jumlah 377,1 2.744,3 1.156,2 322,5 358,7 301,2 5.260,0
% 7,2 52,2 22,0 6,1 6,8 5,7 100,0
Sumber: Data dianalisis dari interpretasi citra (2008) Keterangan : APL = Areal Penggunaan Lain
Hidrologi DAS Way Betung memiliki kerapatan drainase (drainage density) sebesar 2,78 (kategori sedang cenderung ke tinggi). Kerapatan drainase yang cenderung tinggi menyebabkan air hujan yang jatuh di atas DAS tersebut akan tersebar merata ke dalam anak-anak sungainya, sehingga sebelum memasuki sungai utama akan memiliki waktu tunggu (time lag) yang lebih lama dan akan meresap ke dalam tanah dalam jumlah yang lebih banyak. Umumnya DAS yang memiliki kerapatan drainase tinggi mampu meningkatkan ketersediaan air bawah tanah. 70
Respons DAS terhadap hujan selain dipengaruhi kerapatan drainase juga dipegaruhi oleh faktor lain seperti kondisi penggunaan lahan, pola curah hujan dan sifat fisik tanahnya. Selain itu, bentuk DAS Betung menyerupai bulu burung sehingga mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam menyimpan air hujan apabila dibandingkan dengan bentuk DAS yang radial. Hal ini disebabkan DAS berbentuk bulu burung mempunyai waktu konsentrasi (time consentration) yang lebih panjang daripada bentuk DAS yang radial, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan jumlah air yang diresapkan ke dalam tanah. Jaringan sungai DAS Way Betung disajikan pada Gambar 10. Sosial Ekonomi DAS Way Betung secara administratif terbagi menjadi 2 (dua) wilayah yaitu di bagian hulu Kabupaten Pesawaran (Desa Hurun, Kecamatan Padang Cermin) dan di bagian tengah dan hilir Kota Bandar Lampung meliputi Kecamatan Kemiling (Kelurahan Sumber Agung dan Beringin Raya) dan Kecamatan Teluk Betung Barat (Kelurahan Batu Putuk). Kecamatan Kemiling Kecamatan Kemiling termasuk dalam wilayah Kota Bandar Lampung, bagian dari kecamatan ini yang termasuk dalam DAS Way Betung adalah dusun Sumber Agung dan Kelurahan Beringin Raya. Dusun Sumber Agung Dusun Sumber Agung secara administratif masuk dalam Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung. Jumlah penduduknya 2.703 jiwa, yang terdiri dari 1.396 laki-laki dan 1.307 perempuan. Mata pencaharian masyarakat terdiri dari bertani dengan mengelola kebun tanaman tahunan, menanam sayur, padi, memelihara ternak, buruh, berdagang, PNS, pengrajin dan jasa (Kota Bandar Lampung Dalam Angka, 2008).
71
Gambar 10. Peta jaringan/ordo sungai DAS Way Betung Kota Bandar Lampung 73
Kelurahan Beringin Raya Kelurahan Beringin Raya terdiri dari tujuh lingkungan dengan luas 682,2 ha. Jumlah penduduk 11.915 jiwa terdiri dari 6.018 jiwa laki-laki dan 5.897 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 2.404 atau tiap KK memiliki ratarata jumlah anggota keluarga 5 orang. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Beringin Raya dari sektor pertanian tampak lebih kecil (30,7%) dibandingkan dengan Kelurahan Batu Putuk (46,4%), diduga keadaan ini karena di Kelurahan ini terdapat Perumnas Langkapura yang dihuni oleh sebagian besar Pegawai Negri Sipil (Kota Bandar Lampung Dalam Angka, 2008). Kecamatan Teluk Betung Barat Kecamatan Teluk Betung Barat merupakan wilayah Kota Bandar Lampung, bagian dari kecamatan ini yang masuk dalam DAS Way Betung adalah sebagian Kelurahan Batu Putuk, meliputi Dusun Parendoan I dan Parendoan II. Kelurahan Batu Putuk Luas Kelurahan Batu Putuk 315 ha, terdiri dari 3 lingkungan yang masingmasing lingkungan luas wilayahnya relatif sama yaitu sekitar 100 ha. Dari luasan tersebut dihuni oleh penduduk 2.603 jiwa yang terdiri dari 532 KK. Mata pencaharian utma penduduk Kelurahan Batu Putuk adalah petani (46,4%), dikuti buruh tani yaitu sebesar 31,8%, sisanya sebesar 4,8% terdiri dari pegawai, pedagang, tukang dan pensiunan (Kota Bandar Lampung Dalam Angka, 2008). Dusun Parendoan I Dusun Parendoan I secara administratif merupakan bagian dari Kelurahan Batu Putuk, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung. Luas Dusun ini adalah 20 ha. Jumlah penduduknya 428 jiwa, yang terdiri dari 217 laki-laki dan 211 perempuan.
Mata pencaharian masyarakat
terdiri dari petani, karyawan, pertukangan, buruh dan dagang. Dusun Parendoan II Dusun Parendoan II merupakan bagian dari Kelurahan Batu Putuk, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung. Luas dusun sekitar ini 25 ha. Mata pencaharian utama masyarakat terdiri dari petani, karyawan, wiraswasta, pertukangan, dan buruh.
73
Kecamatan Padang Cermin Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan.
Bagian dari
Kecamatan Padang Cermin yang masuk dalam DAS Way Betung adalah dusun Talang Mulya. Dusun Talang Mulya Dusun Talang Mulya merupakan bagian dari Kelurahan Hurun, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.
Luas Dusun ini
adalah 22 ha. Batas-batas Dusun Talang Mulya adalah sebagai berikut: a.
Sebelah utara berbatasan dengan Dusun Cikoak.
b.
Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Umbul Baru.
c.
Sebelah barat berbatasan dengan Kawasan Register 19 Gunung
d.
Sebelah timur berbatasan dengan Dusun Kupang Jernih.
Jumlah penduduk 1.140 jiwa, yang terdiri dari 567 laki-laki dan 573 perempuan. Mata pencaharian masyarakatnya terdiri dari petani tanaman tahunan dan musiman, serta berdagang dan buruh (Lampung Selatan Dalam Angka, 2008).
74