4 HASIL PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Rokan Hilir Bagansiapiapi mempunyai luas wilayah sekitar 888.159 hektar, berada pada koordinat 1o14-2o45 LU dan 100o17-101o21 BT. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 4 Oktober 1999 berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Secara administrasi, Kabupaten Rokan Hilir terbagi atas 13 kecamatan yang menyebar di sepanjang pesisir dan areal perkebunan di wilayah Barat Provinsi Riau. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Bangko, Sinaboi, Rimba Melintang, Bangko Pusako, Tanah Putih Tanjung Melawan, Tanah Putih, Kubu, Bagan Sinembah, Pujud, Simpang Kanan, Pasir Limau Kapas, Batu Hampar, dan Rantau Kopar. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir di sebelah timur berbatasan dengan Kota Dumai, di sebelah selatan dengan Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu, di sebelah barat dengan Kabupaten Labuhan Batu (Provinsi Sumatera Utara) dan di sebelah utara dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara. Rokan Hilir memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 180.000 Ha, berpotensi bagi pengembangan agro industri dan agrowisata. Misalnya, Bagan Batu merupakan kota agroindustri di Kabupaten Rokan Hilir, di sini terdapat beberapa perusahaan pengolah crude palm oil (CPO). Komoditi perkebunan di Kabupaten Rokan Hilir adalah karet, cengkeh, kopi dan kelapa sawit. Untuk bahan pangan khususnya perikanan, Kabupaten Rokan Hilir sangat berpotensi dan diandalkan sebagai penghasil ikan laut (perikanan tangkap). Disamping sebagai pusat pemerintahan, Bagansiapiapi merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap di kabupaten Rokan Hilir dan Provinsi Riau.
Lahan
persawahan dan tanaman pangan, umumnya terletak di sepanjang DAS Sungai Rokan hingga ke muaranya. Beberapa kota kecil yang banyak didiami nelayan di Kabupaten Rokan Hilir seperti Panipahan, Pulau Halang dan Sinabol merupakan penghasil ikan laut penting dan menjadi pemasok utama ke Bagansiapiapi sebelum dikirim untuk ekspor dan kebutuhan lokal Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara. Sebagian
besar hasil perikanan tersebut diekspor ke luar negeri khususnya ke Malaysia dan Singapura. Produk utama perikanan Rokan Hilir adalah ikan segar, ikan kering, ikan asin, udang, terasi, dan lain-lain. Tabel 7 Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Rokan Hilir Jumlah
Tahun Payang
Bubu
Pengumpul Kerang
(unit) Jaring Jaring Insang Insang Hanyut Lingkar 766 65
Hand Line
Pukat Udang
Pukat Pantai
210
47
41
2004
116
147
58
2005
135
151
165
833
151
223
50
35
2006
169
596
168
849
165
227
85
53
2007
194
677
170
941
160
233
57
58
2008
223
616
206
1.036
211
267
59
56
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
Dari jumlah unit penangkapan ikan seperti pada Tabel 7, dapat perkiraan jumlah nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau tahun 2004 s/d 2008 pada Tabel 8. Tabel 8 Perkiraan jumlah nelayan yang terlibat dalam setiap jenis perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Jenis Perikanan Tangkap Tahun
106
Jaring Insang hanyut (6) 4.596
Jaring Insang Lingkar (7)* 455
302 1.192 1.354
330 336 340
4.998 5.094 5.646
1.232
412
6.216
Payang
Bubu (2)
Pengumpul Kerang (2)
2004
1.624
294
2005 2006 2007
1.890 2.366 2.716
2008
3.122
Hand Line (4)
Pukat Udang (7)*
Pukat Pantai ( 17)*
840
329
697
1.057 1.155 1.120
892 908 932
350 595 399
595 901 986
1.477
1.068
413
952
Catatan : Nelayan perunit payang = 14 orang; Nelayan per unit bubu = 2 orang; Nelayan per unit pengumpul kerang = 2 orang; Nelayan per unit jaring insang hanyut = 6 orang; Nelayan per unit jaring insang lingkar = 7 orang; Nelayan per unit jaring hand line = 4 orang; Nelayan per unit pukat udang = 7 orang; Nelayan per unit pukat pantai = 17 orang. *Usaha perikanan yang tidak layak berdasarkan analisis finansial
52
Tabel 9 Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Produksi
Payang
Bubu
2004
1.037,0
201,0
103,0
(ton) Jaring Jaring insang insang hanyut lingkar 1.325,2 405,6
2005
1.200,3
194,4
293,4
1.549,6
945,8
503,6
102,6
177,5
2006
1.500,5
765,5
299,2
1.674,5
1.032,9
512,6
174,4
275,5
2007
1.734,4
867,3
302,5
1.895,8
1.005,5
612,6
117,3
298,3
2008
2.002,5
765,3
365,7
2.010,7
1.324,8
702,1
120,6
287,6
Tahun
Pengumpul kerang
Hand line
Pukat udang
Pukat pantai
453,4
96,5
205,7
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
Tabel 9 menggambarkan tingginya produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir sehingga dapat diandalkan untuk mendukung pasar domestik maupun ekspor. Salah satu faktor pendukung pengembangan investasi di Kabupaten Rokan Hilir adalah kedekatannya dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Kenyataan ini memiliki peluang ekspor maupun investasi berskala internasional, berupa industri perikanan tangkap (ikan segar ekspor), industri pengalengan ikan, dan industri pakan untuk budidaya dan ikan laut lainnya.
Demikian juga untuk
bidang transportasi dan pelayaran internasional, Pelabuhan Samudera Panipahan dan Sinaboi dapat dikembangkan sebagai gerbang ekspor-impor dan pelabuhan lintas batas penumpang di utara Provinsi Riau dengan tujuan utama Malaysia seperti Port Klang dan Port Dickson di Malaysia. Untuk memudahkan distribusi hasil perkebunan, perikanan lainnya, pengembangan pelabuhan ini diikuti dengan pengembangan ruas jalan pintas Bagansiapiapi, Dumai melalui Sinaboi, Lubuk Gaung serta ruas jalan Panipahan - Kubu. Kabupaten Rokan Hilir juga memiliki potensi wisata laut yang bisa dikembangkan antara lain Pulau Padamaran, Pulau Jemur, Pulau Berkey, Pulau Halang, dan Pulau Sinabol. Letaknya yang sangat strategis di Selat Malaka menjadikan wilayah pulau-pulau kecil tersebut banyak diminati oleh investor baik dalam maupun luar negeri. Pulau-pulau kecil tersebut dan perairannya sangat menarik untuk kegiatan penyelaman, berenang dan wisata research baik pada alam laut maupun wilayah pulau kecil yang masih lengkap vegetasinya.
53
Potensi wisata lokal di Kabupaten Rokan Hilir adalah Festival Bakar Tongkang.
Festival Bakar Tongkang adalah tradisi yang dilakukan oleh
masyarakat keturunan Tiong Hoa, yang dipusatkan di kota Bagansiapiapi, yang dilaksanakan setiap tanggal 16 bulan ke-5 penanggalan Imlek. Festival ini dari tahun ke tahun semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Pemda kabupaten sangat serius menggarap potensi wisata ini, antara lain dengan membangun tempat untuk bakar tongkang yang megah.
4.2 Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga Perikanan Analisis indikator kesejahteraan merupakan bagian dari analisis tingkat kesejahteraan nelayan dengan menggunakan indikator yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (1991). Indikator kesejahteraan ini sangat relevan untuk penelitian sosial masyarakat karena aspek analisisnya mencakup semua hal yang terkait dengan kehidupan masyarakat secara umum. Aspek analisis tersebut yang kemudian disebut sebagai indikator analisis adalah pendapatan rumah tangga perikanan, konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal secara fisik, keadaan tempat tinggal berdasarkan pendukungnya, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja, kehidupan beragama, rasa aman dari gangguan kejahatan, dan kemudahan berolah raga.
Hasil analisis terhadap setiap aspek
tersebut akan disajikan pada bagian berikut. 4.2.1
Pendapatan rumah tangga perikanan Pendapatan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir umumnya masih tergolong
sangat rendah, dari 50 RTP responden hanya 1(satu) yang pendapatannya berada pada kisaran Rp 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00 per bulan (Tabel 10).
54
Tabel 10 Pendapatan rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
Pendapatan/ bulan (Rp)
Jumlah responden
Bobot
0 1 6 32 11
3,00 3,00 2,00 1,00 1,00
Skor
Keterangan
Pendapatan Rumah Tangga
1 Perikanan a. > 2.500.000 b. 1.500.000 – 2.500.00 c. 750.000 – 1.500.000 d. 250.000 – 750.000 e. 250.000 Skor rata-rata (per rumah tanggaRTP)
0 3 12 32 11
Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah
1,16
Tabel 11 Jumlah responden perikanan tangkap menurut tingkat pendapatan
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis usaha Perikanan
Tingkat pendapatan (000 rupiah)/ Jumlah Responden (orang) 1.500 750 250 s/d Juml 2.500 1.500 750 250 ah
Payang Bubu Pengumpul Kerang Jaring Insang Hanyut Jaring Insang Lingkar Hand Line Pukat Udang Pukat Pantai
1 -
1 1 1 1 1 1 -
4 5 4 5 4 3 4 3
1 2 1 2 1 1 2 1
6 7 6 8 6 6 6 5
Jumlah
1
6
32
11
50
Skor rata-rata pendapatan RTP di lokasi penelitian adalah 1,16 pada skala 1 – 3 atau rata-rata pendapatan masih di bawah Rp 800.000,00/bulan. Sementara itu pendapatan RTP di Kabupaten Rokan Hilir seperti disajikan pada Gambar 5, yaitu : 64% RTP dengan pendapatan Rp 250.000,00 – Rp 750.000,00, 22% RTP berpendapatan Rp 250.000,00 (22%), 12% RTP dengan pendapatan Rp 750.000,00 – Rp 1.500.000,00 dan (2%) mempunyai pendapatan Rp 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00. Rp2.500.000,00.
55
Pendapatan RTP < Rp 250.000
22. 64.
> Rp 250.000 - Rp 750.000 12.
. > Rp 750.000 - Rp 1.500.000 2.
. > Rp 1.500.000 - Rp 2.500.000
0.00
> Rp 2.500.000 0.
10.
20.
30.
40.
50
60
70
Proporsi)
Gambar 4 Sebaran pendapatan rumah tangga perikanan Kabupaten Rokan Hilir. 4.2.2
Komsumsi rumah tangga perikanan Lebih dari 60 % RTP di Kabupaten Rokan Hilir mengkonsumsi beras
kurang dari 270 kg pertahun (Tabel 12). Keadaan ini menghasilkan skor rata-rata indikator konsumsi rumah tangga hanya 1,46 pada skala 1-4. Indikator ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan di Kabupaten Rokan Hilir miskin sekali. Tabel 12 Indikator konsumsi rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (diukur dengan konsumsi beras per tahun) Katagori dan kriteria No. (kg beras) 1 a.Tidak miskin ( >480) b. Miskin (380-480 c. 270 – 379 d. <270 Skor rata-rata (per RTP) 4.2.3
Jumlah responden (n) 1 3 14 32
Skor 4,00 3,00 2,00 1,00
nx Skor 4 9 28 32 1,46
Keterangan Tidak Miskin Miskin sekali Paling Miskin
Kondisi tempat tinggal Skor rata-rata indikator keadaan tempat tinggal adalah 2,10 pada skala 1 –
3 (Tabel 8). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek fisik yang terdiri dari keadaan atap rumah (3,12), keadaan fisik (2,28), status kepemilikan (2,4), lantai rumah tempat tinggal (1,58), dan luas lantai rumah tempat tinggal (1,14). Hasil analisis detail untuk setiap aspek fisik keadaan tempat tinggal ini
56
disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Kondisi tempat tinggal rumah tangga perikanandi empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (secara fisik) No. 1 2 3 4 5
Kondisi rumah
Skor
Keadaan atap rumah Keadaan bilik Status kepemilikan Lantai rumah tempat tinggal Luas lantai rumah tempat tinggal Skor rata-rata
3,12 2,28 2,4 1,58 1,14 2,10
Di antara lima aspek fisik keadaan tempat tinggal ini, luas lantai rumah tempat tinggal mempunyai skor paling rendah.
Hal ini karena 44 dari 50
responden nelayan mempunyai rumah tempat tinggal yang sempit, yaitu kurang dari 50 m2. Data detail luas lantai rumah tinggal nelayan di Kabupaten Rokan Hilir disajikan pada Gambar 5.
2% 10 %
a. < 50 m2 b. 50-100 m2 88 %
c. > 100 m2
Gambar 5 Proporsi rumah tangga perikanan menurut luas rumah tempat tinggal di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
57
4.2.4
Hasil analisis indikator keadaan tempat tinggal Hasil analisis untuk indikator keadaan tempat tinggal (berdasarkan
pendukungnya) menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar 1,86 pada skala 1 – 3. Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek pendukung tempat tinggal nelayan yang terdiri dari luas pekarangan (1,08), hiburan utama (1,54), pendingin (1,28), penerangan (2,22), bahan bakar (1,12), sumber air (2,56), dan MCK (2,12). Hasil analisis detail untuk setiap aspek pendukung keadaan tempat tinggal ini disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Kondisi pendukung tempat tinggal rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (berdasarkan faktor pendukungnya) No. Uraian Skor 1 2 3 4 5 6 7
Luas pekarangan Hiburan utama Pendingin Penerangan Bahan Bakar Sumber air MCK Skor rata-rata
1,08 1,54 1,28 2,22 1,12 2,56 2,12 1,86
Di antara tujuh aspek pendukung keadaan tempat tinggal ini, luas pekarangan mempunyai skor paling rendah,
karena hampir semua nelayan mempunyai 2
pekarangan rumah tempat tinggal 2 – 6 m , kurang dari dari 50 m2 . Secara proporsional jumlah nelayan berdasarkan luas pekarangan rumah tempat tinggal di Kabupaten Rokan Hilir, disajikan pada gambar 6.
58
2% 4%
94 %
Gambar 6 Proporsi rumah tangga perikanan berdasarkan luas pekarangan tempat tinggal di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 4.2.5 Kesehatan anggota keluarga nelayan Skor rata-rata indikator kesehatan keluarga nelayan ini sekitar 1,9 (Tabel 15). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, ternyata rasio kondisi anggota keluarga yang sehat, cukup sehat, dan kurang sehat hampir merata. Dari ditandai dari 50 responden yang ditanya, 12 orang menyatakan anggota keluarga dalam kondisi baik, 21 orang menyatakan anggota keluarganya cukup sehat, dan 17 orang menyatakan anggota keluarganya kurang sehat. Terlepas dari ini, secara umum kondisi kesehatan anggota keluarga di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau termasuk sedang (skor 1,9 pada skala 1 – 3), dan yang kurang sehat perlu dikurangi. Tabel 15 Hasil analisis indikator kesehatan anggota keluarga nelayan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
Uraian
1 Kesehatan anggota keluarga a. Baik (<25% sering sakit b. Cukup (25-50% sering sakit) c. Kurang (>25% sering sakit) Skor rata-rata (per RTP)
Jumlah responden
Bobot
Skor
12
3,00
36
21 17
2,00 1,00
42 17 1,9
59
4.2.6
Kemudahan nelayan mendapatkan pelayanan kesehatan Kemudahan nelayan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis
di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menunjukkan 1,16 pada skala 1-3 (Tabel 16). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek jarak dari rumah sakit terdekat (1,46), jarak ke poliklinik (1,8), biaya berobat (1,14), penanganan berobat (1,5), alat kontrasepsi (1,84), konsultasi KB (1,26), dan harga obat (1,16). Tabel 16 Indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
1 2 3 4 5 6 7
Uraian
Skor
Jarak dari rumah sakit terdekat Jarak ke poliklinik Biaya berobat Penanganan berobat Alat kontrasepsi Konsultasi KB Harga obat Skor rata-rata Pelayanan
alat
kontrasepsi
bagi
1,46 1,8 1,14 1,5 1,84 1,26 1,16 1,45 anggota
keluarga
nelayan
yang
membutuhkannya merupakan aspek dengan indikator paling tinggi (Tabel 16). Hal ini karena 17 dari 50 responden yang diwawancara menyatakan bahwa anggota keluarga mereka mengalami kemudahan atau cukup mudah dalam mendapat alat kontrasepsi pada dibutuhkan. 34.00
Alat Kontrasepsi
c. sulit didapat
48.00
b. cukup
18.00
a. mudah didapat
Alat kontrasepsi
0
10
20
30
40
50
60
Rasio (%)
Gambar 7 Proporsi rumah tangga perikanan menurut tingkat kemudahaan anggota keluarga nelayan mendapatkan alat kontrasepsi di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
60
4.2.7
Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan Skor rata-rata indikator kemudahan nelayan memasukkan anak ke suatu
jenjang pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sebesar 1,92 pada skala 1 – 3 (Tabel 17). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor setiap aspek dari indikator ini yang terdiri dari biaya sekolah (1,1), jarak ke sekolah (2,5), dan prosedur penerimaan murid (2,16). Hasil analisis detail untuk setiap aspek dari indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau disajikan pada Lampiran 8. Tabel 17 Hasil analisis indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
Uraian
Skor
1 Biaya sekolah
1,1
2 Jarak ke sekolah
2,5
3 Prosedur penerimaan murid Skor rata-rata 4.2.8
2,16 1,92
Kemudahan nelayan mendapatkan pekerjaan Hasil analisis untuk indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan atau
kesempatan kerja di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar 1,26 pada skala 1 – 3 (Tabel 18). Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor setiap aspek dari indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja yang terdiri dari kemudahan mendapat pekerjaan (1,14), alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh (1,54), dan kesesuaian pekerjaan dengan harapan (1,10). Hasil analisis detail
untuk
setiap
aspek
dari
indikator
kemudahan
mendapatkan
pekerjaan/kesempatan kerja di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau ini disajikan pada Lampiran 9.
61
Tabel 18 No.
Indikator kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Uraian Skor
1 Kemudahan mendapat pekerjaan 2 Alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh 3 Kesesuaian pekerjaan dengan harapan Skor rata-rata
1,14 1,54 1,10 1,26
4.2.9 Kehidupan beragama Kehidupan beragama di Kabupaten Rokan Hilir termasuk dalam kategori toleransi cukup karena mempunyai skor 2,12 pada skala 1 – 3 (Tabel 19). Dari 50 responden yang diwawancarai, 36 orang (72%) menyatakan toleransi agama cukup tinggi di masyarakat nelayan, dan hanya 8% (4 dari 50 responden) yang menyatakan kurang toleransi. Tabel 19 Indikator kehidupan beragama di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
Uraian
1 Kehidupan beragama a. toleransi tinggi b. toleransi cukup c. toleransi kurang Skor rata-rata
Jumlah responden
Bobot
Skor
10 36 4
3,00 2,00 1,00
30 72 4 2,12
4.2.10 Rasa aman dari gangguan kejahatan Untuk indikator rasa aman dari gangguan kejahatan, hasil analisis menujukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar 1,48 pada skala 1 – 3 (Tabel 20). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, ternyata 29 dari 50 responden yang diwawancarai (58%) menyatakan bahwa kondisi masih kurang aman di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau untuk menjalankan usaha perikanan. Hanya 3 dari 50 responden yang diwawancarai (6%) menyatakan bahwa Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau aman untuk menjalankan usaha perikanan.
62
Tabel 20 Indikator rasa aman dari gangguan kejahatan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Jumlah responden No. Uraian Bobot Skor Rasa aman dari gangguan 1 Kejahatan a. Aman 3 3,00 9 b. Cukup aman 18 2,00 36 c. Kurang aman 29 1,00 29 Skor rata-rata 1,48 4.2.11 Kemudahan berolah raga Hasil analisis untuk indikator kemudahan berolah raga di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata indikator ini sekitar 1,32 pada skala 1 – 3 (Tabel 21). Dari 50 responden yang diwawancarai, 36 orang (72%) menyatakan sulit menyalurkan hobi olahraga bagi nelayan baik pada sarana olahraga yang disedikan pemerintah maupun sarana
seadanya di sekitar rumah karena karen kondisi tanah yang
lembek. Hanya 4% yang mengalami kemudahan dalam menyalurkan hobi pada bidang olahraga. Tabel 21 Indikator kemudahan berolah raga di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
Uraian
Jumlah responden
Bobot
Skor
2 12 36
3,00 2,00 1,00
6 24 36 1,32
1 Kemudahan berolah raga a. Mudah b. Cukup c. Sulit Skor rata-rata 4.3 Kondisi Finansial Usaha Nelayan
Jenis usaha perikanan yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau adalah usaha perikanan payang, bubu, pengumpul kerang, jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, handline, pukat udang, dan pukat pantai. Kondisi finansial usaha perikanan ini dapat menjadi ukuran dari kesejahteraan nelayan yang melakukannya.
Dalam kaitan dengan pengukuran tingkat
kesejahteraan nelayan, maka analisis kondisi finansial usaha perikanan tersebut
63
menjadi gambaran kuantatif dari kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Usaha perikanan payang termasuk usaha perikanan yang cukup banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
4.3.1
Kondisi finansial usaha perikanan payang Nilai investasi untuk usaha perikanan payang sebesar Rp 24.030.000
(Tabel 22). Nilai investasi tersebut mengalami penurunan setiap tahunnya secara signifikan hingga pada tahun ke-5 akan menjadi Rp 4.005.000. Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan payang meningkat terus menerus hingga pada tahun ke-5 mencapai Rp 40.050.000.
Kondisi ini menyebabkan
manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) dari usaha perikanan payang pada suku bunga berlaku (8,65%) mencapai Rp 40.373.888 selama periode pengoperasian 5 tahun. Tabel 22 Indikator finansial usaha perikanan payangdi empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun 0 1 2 3 4 5
PVi
Bt
1,00000 0,92039 0,84711 0,77967 0,71760 0,66047
20.740.000 24.006.000 30.010.000 34.688.000 40.050.000
Ct
PVi*Bt
24.030.000 20.025.000 19.088.817 16.020.000 20.335.757 12.015.000 23.397.896 8.010.000 24.892.031 4.005.000 26.451.717
PVi*Ct
NPVi
24.030.000 (24.030.000) 18.430.741 658.076 13.570.725 6.765.032 9.367.735 14.030.161 5.747.958 19.144.073 2.645.172 23.806.545 40.373.888 NPV (0,0865) B/C 1,78 IRR 41,21% ROI 6,22 PP 0,16
Usaha perikanan payang tersebut mempunyai nilai B/C ratio sebesar 1,78 yang berarti manfaat total yang diberikan masih lebih besar dari pengeluaran total selama ini. Usaha perikanan payang tersebut juga mempunyai IRR, ROI, dan PP berturut-turut 41,21%, 6,22, dan 0,16.
64
4.3.2
Kondisi finansial usaha perikanan bubu Usaha perikanan bubu merupakan usaha perikanan yang umum dilakukan
oleh nelayan dengan armada skala kecil dan sedang. Tabel 23 Indikator finansial usaha perikanan bubu di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun
PVi
Bt
0 1 2 3 4 5
1,00000 0,92039 0,84711 0,77967 0,71760 0,66047
4.020.000 3.888.000 15.310.000 17.346.000 15.306.000
Nilai
Ct 9.183.600 7.653.000 6.122.400 4.591.800 3.061.200 1.530.600
PVi*Bt
PVi*Ct
NPVi
3.699.954 3.293.569 11.936.747 12.447.451 10.109.113
9.183.600 7.043.718 5.186.355 3.580.089 2.196.710 1.010.911 NPV (0,0865) B/C IRR ROI PP
(9.183.600) (3.343.764) (1.892.786) 8.356.659 10.250.741 9.098.202 13.285.451 1,74 30,80% 6,08 0,16
pengeluaran awal (investasi) untuk usaha perikanan bubu
sekitar Rp 9.183.600 (Tabel 23).
Nilai pengeluaran tersebut menurun terus
menerus setiap tahunnya hingga pada tahun ke-5 hanya sekitar Rp 1.530.600. Untuk manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan bubu mengalami peningkatan, namun pada tahun ke-5 terjadi penurunan.
Pada tahun
ke-4 manfaat yang bisa diperoleh nelayan sekitar Rp 17.346.000, sedangkan pada tahun ke-5 manfaat yang bisa diperoleh nelayan sekitar Rp 15.306.000. Usaha perikanan bubu ini menghasilkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%) sebesar Rp 13.285.451 selama periode pengoperasian 5 tahun. Namun manfaat total dari usaha perikanan bubu tetap lebih besar daripada pengeluran totalnya yang ditunjukkan oleh nilai B/C sebesar 1,74. Nilai IRR, ROI, dan PP dari usaha perikanan bubu yang dilakukan oleh nelayan dengan armada skala kecil dan sedang di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau berturut-turut 30,80%, 6,08, dan 0,16.
Nilai PP ini sama dengan
nilai PP usaha perikanan payang yang menunjukkan lama pengembalian investasi keduanya sama.
65
4.3.3
Kondisi finansial usaha perikanan pengumpul kerang Usaha perikanan pengumpul kerang termasuk usaha perikanan yang tidak
banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Usaha ini umumnya dilakukan secara berkelompok, misalnya dari anggota keluarga, kerabat atau teman dekat. Nilai pengeluaran awal (investasi) untuk usaha perikanan pengumpul kerang tidak terlalu besar yaitu sekitar Rp 4.388.400 (Tabel 24). Hal ini karena nelayan mengusahakannya secara tepat guna, sehingga tidak banyak pembelian atau pembayaran yang dilakukan. Nilai investasi tersebut juga menurun terus menerus setiap tahunnya, sehingga pada ke-5 hanya sekitar Rp 731.400. Pengeluaran yang rendah ini juga didukung oleh operasi yang jarang dilakukan oleh nelayan. Untuk manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan pengumpul kerang juga tidak begitu besar, tetapi mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun ke-5 mencapai Rp 7.314.000. Tabel 24 Indikator finansial usaha perikanan pengumpul kerang di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun 0 1 2 3 4 5
PVi 1,00000 0,92039 0,84711 0,77967 0,7176 0,66047
Bt
Ct
PVi*Bt
2.060.000 5.868.000 5.984.000 6.050.000 7.314.000
4.388.400 3.657.000 2.925.600 2.194.200 1.462.800 731.400
1.895.996 4.970.850 4.665.545 4.341.466 4.830.658
PVi*Ct 4.388.400 3.365.854 2.478.309 1.710.752 1.049.702 483.066 NPV (0,0865) B/C IRR ROI PP
NPVi -4.388.400 -1.469.857 2.492.541 2.954.793 3.291.764 4.347.592 7.228.433 1,78 38,17% 6,22 0,16
Kondisi usaha perikanan pengumpul kerang seperti ini menyebabkan masih bisa memberikan nilai manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%), yaitu sekitar Rp 7.228.433 selama periode pengoperasian 5 tahun. Nilai manfaat bersih tersebut memang relatif lebih kecil daripada yang diperoleh pada usaha perikanan payang dan bubu. Hasil analisis finansial lainnya
66
menunjukkan usaha perikanan pengumpul kerang mempunyai nilai B/C ratio, IRR, ROI, dan PP berturut-turut 1,78, 38,17%, 6,22, dan 0,16. 4.3.4
Kondisi finansial usaha perikanan jaring insang hanyut Berbeda dengan usaha perikanan pengumpul kerang, usaha perikanan
jaring insang hanyut merupakan usaha perikanan yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 25 Indikator finansial usaha perikanan jaring insang hanyut di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun
PVi
0
1,00000
1 2 3 4 5
0,92039 0,84711 0,77967 0,71760 0,66047
Bt
Ct
- 24.128.400
PVi*Bt
PVi*Ct
NPVi
- 24.128.400 (24.128.400)
26.504.000 20.107.000 24.393.925 18.506.213 30.992.000 16.085.600 26.253.677 13.626.296 33.490.000 12.064.200 26.111.147 9.406.094 37.916.000 8.042.800 27.208.437 5.771.495 40.214.000 4.021.400 26.560.034 2.656.003 NPV (0.0865)
B/C IRR ROI PP
5.887.713 12.627.382 16.705.053 21.436.942 23.904.030 56.432.719 2,00 57,53% 7,01 0,14
Nilai pengeluaran awal untuk usaha perikanan jaring insang hanyut mencapai Rp 24.128.400 (Tabel 25).
Nilai pengeluaran tersebut mengalami penurunan
setiap tahunnya secara signifikan hingga pada tahan ke-5 hanya Rp 4.0214000. Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan jaring insang hanyut meningkat terus menerus hingga pada tahun ke-5 mencapai Rp 40.214.000. Kondisi ini menyebabkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) dari usaha perikanan jaring insang hanyut pada suku bunga berlaku (8,65%) mencapai Rp 56.432.719 selama periode pengoperasian 5 tahun. Dalam analisis finansial lanjutan, usaha perikanan jaring insang hanyut tersebut mempunyai nilai B/C ratio sebesar 2,00 yang berarti manfaat total yang diberikan masih lebih besar dua kali dari pengeluaran total selama ini. Usaha perikanan jaring insang hanyut tersebut juga mempunyai IRR, ROI, dan PP berturut-turut 57,53%, 7,01, dan 0,14.
67
4.3.5
Kondisi finansial usaha perikanan jaring insang lingkar Usaha perikanan jaring insang lingkar merupakan usaha perikanan yang
paling banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Hasil analisis finansial usaha perikanan jaring insang lingkar yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Hasil analisis finansial usaha perikanan jaring insang lingkar di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun
PVi
0
1,00000
1
0,92039
2
0,84711 18.916.000
18.547.200 16.023.960
15.711.545
312.415
3
0,77967 20.658.000
10.598.400 16.106.422
8.263.254
7.843.168
4
0,71760 20.110.000
5.299.200 14.430.891
3.802.694
10.628.197
5
0,66047 26.496.000
2.649.600 17.499.743
1.749.974
15.749.768
NPV (0,0865) B/C IRR ROI PP
(1.355.926) 1,15 7,58% 3,95 0,25
Bt
Ct
PVi*Bt
- 23.846.400 8.112.000
21.196.800
PVi*Ct
NPVi
-
23.846.400 (23.846.400)
7.466.176
19.509.250 (12.043.074)
Nilai pengeluaran awal (investasi) untuk usaha perikanan jaring insang lingkar hampir sama dengan untuk usaha perikanan jaring insang hanyut, yaitu sekitar Rp 23.846.400. Nilai pengeluaran tersebut menurun terus menerus dengan cukup signifikan setiap tahunnya, sehingga pada tahun ke-5 hanya sekitar Rp 2.649.600.
Untuk manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha
perikanan jaring insang lingkar juga cenderung meningkat, namun pada tahun ke4 mengalami penurunan. Pada tahun ke-5 manfaat yang diperoleh nelayan sekitar Rp 26.496.000. Bila melihat hasil analisis finansial terhadap NPV, ternyata manfaat bersih yang diterima nelayan pada suku bunga berlaku (8,65%) masih negatif, yaitu – Rp 1.355.926 selama periode pengoperasian 5 tahun.
Hal ini tentu menyulitkan
untuk mengangkat kesejahteraan nelayan yang dominan berusaha pada perikanan
68
jaring insang lingkar.
Hasil analisis finansial lainnya menunjukkan usaha
perikanan jaring insang lingkar mempunyai nilai B/C, IRR, ROI, dan PP berturutturut 1,15, 7,58%, 3,95 dan 0,25. 4.3.6
Kondisi finansial usaha perikanan handline Usaha perikanan handline merupakan usaha perikanan yang banyak
dilakukan oleh nelayan skala kecil menggunakan armada kecil di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 27 Indikator kinerja finansial usaha perikanan handline di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun
PVi
0
1,00000
-
1
0,92039
Bt
Ct
PVi*Ct
NPVi
-
8.425.200
(8.425.200)
9.068.000
7.021.000 8.346.065
6.462.034
1.884.031
2
0,84711 10.072.000
5.616.800 8.532.106
4.758.055
3.774.051
3
0,77967 10.252.000
4.212.600 7.993.177
3.284.438
4.708.739
4
0,71760 12.252.000
2.808.400 8.792.008
2.015.302
6,776,706
5
0,66047 14.042.000
1.404.200 9.274.282
927.428
8.346.854
8.425.200
PVi*Bt
NPV (0,0865)
B/C IRR ROI PP
17.065.181 1,89 51,38% 6,61 0,15
Usaha perikanan handline membutuhkan nilai pengeluaran awal (investasi) sekitar Rp 8.425.200 (Tabel 27).
Nilai pengeluaran tersebut mengalami
penurunan dari tahun ke tahun dan pada tahun ke-5 mencapai Rp 1.404.200. Manfaat yang didapat oleh nelayan dari usaha perikanan handline ini mengalami peningkatan terus menerus hingga pada tahun ke-5 mencapai Rp 14.042.000. Kondisi usaha perikanan handline masih bisa memberikan bubu nilai manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%), yaitu sekitar Rp 17.065.181 selama periode pengoperasian 5 tahun. Nilai manfaat bersih tersebut cukup besar bila dibandingkan skala pengusahaannya yang kecil.
69
Hasil analisis finansial lainnya menunjukkan usaha perikanan handline mempunyai nilai B/C, IRR, ROI, dan PP berturut-turut 1,89, 51,38%, 6,61, dan 0,15. 4.3.7
Kondisi finansial usaha perikanan pukat udang Usaha perikanan pukat udang merupakan usaha perikanan yang banyak
dilakukan oleh nelayan skala kecil di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Tabel 28 Indikator kinerja finansial usaha perikanan pukat udang di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun
PVi
0
1,00000
-
4.100.400
-
4.100.400
(4.100.400)
1
0,92039
1.930.000
3.135.600
1.776.346
2.885.964
(1.109.618)
2
0,84711
2.052.000
1.688.400
1.738.273
1.430.263
308.010
3
0,77967
3.488.000
964.800
2.719.489
752.226
1.967.263
4
0,71760
2.346.000
723.600
1.683.484
519.254
1.164.231
5
0,66047
2.412.000
482.400
1.593.047
318.609
1.274.438
Bt
Ct
PVi*Bt
PVi*Ct
NPV (0,085) B/C IRR ROI PP
NPVi
(496.077) 1,10 5,60% 2,98 0,34
Nilai pengeluaran awal untuk usaha perikanan pukat udang tidak begitu besar, yaitu sekitar Rp 4.100.400 (Tabel 28). Nilai pengeluaran terse tahunke-5 hanya sekitar Rp 482.400. Nilai pengeluaran yang rendah ini dominan karena operasi penangkapan udang menggunakan pukat yang jarang. Manfaat yang bisa diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan pukat udang termasuk kecil dan cenderung naik turun setiap tahunnya. Manfaat yang diberikan pada tahun ke-5 mencapai Rp 2.412.000. Hasil analisis NPV menunjukkan bahwa manfaat bersih yang diterima nelayan pada suku bunga berlaku (8,65%) masih negatif, yaitu – Rp 496.077 selama periode pengoperasian 5 tahun. Hasil analisis parameter finansial lainnya menunjukkan nilai B/C , IRR, ROI, dan PP dari uasaha perikanan pukat udang berturut-turut 1,10, 5,60%, 2,98 dan 0,34. Nilai parameter tersebut juga relatif
70
kurang terutama untuk ROI yang lebih rendah daripada suku bunga yang berlaku (8,65%). 4.3.8
Kondisi finansial usaha perikanan pukat pantai Usaha perikanan pukat pantai merupakan usaha perikanan terbanyak kedua
jaring insang lingkar yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Usaha perikanan pukat pantai biasanya dilakukan oleh nelayan yang tidak punya armada besar dalam operasi penangkapan ikan Tabel 29 Indikator kinerja finansial usaha perikanan pukat pantai di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Akhir Tahun
PVi
0
1,00000
- 7.477.600
-
7.477.600
(7.477.600)
1
0,92039 4.114.000 5.752.000
3.786.470
5.294.064
(1.507.593)
2
0,84711 3.550.000 3.738.800
3.007.246
3.167.180
(159.935)
3
0,77967 5.510.000 2.876.000
4.295.982
2.242.331
2.053.651
4
0,71760 5.966.000 2.300.800
4.281.188
1.651.049
2.630.139
5
0,66047 5.752.000 1.725.600
3.799.008
1.139.702
2.659.306
NPV (0,0865)
(1.802.032)
Bt
Ct
PVi*Bt
PVi*Ct
B/C IRR ROI PP
NPVi
1,04 2,70% 3,33 0,30
Nilai pengeluaran awal untuk usaha perikanan pukat pantai sekitar Rp 7.477.600 (Tabel 29). Nilai pengeluaran tersebut menurun terus menerus setiap tahunnya, dan pada ke-5 hanya sekitar Rp 1.725.600.
Manfaat yang bisa
diberikan kepada nelayan dari usaha perikanan pukat pantai ini tidak begitu besar dan cenderung naik turun dengan fluktuasi kecil setiap tahunnya. Manfaat yang diberikan pada tahun ke-5 mencapai Rp 5.752.000. Kondisi usaha perikanan pukat pantai yang demikian menyebabkan manfaat bersih yang diterima nelayan (NPV) pada suku bunga berlaku (8,65%) bernilai negatif, yaitu sekitar - Rp 1.802.032 selama periode pengoperasian 5 tahun. Hasil
71
analisis finansial lainnya menunjukkan nilai B/C , IRR, ROI, dan PP dari usaha perikanan pukat pantai ini berturut-turut 1,89, 51,38%, 6,61, dan 0,15. Hasil analisis NPV menunjukkan bahwa manfaat bersih yang diterima nelayan pada suku bunga berlaku (8,65%) masih negatif, yaitu – Rp 496.077 selama periode pengoperasian 5 tahun. Hasil analisis parameter finansial lainnya menunjukkan nilai B/C, IRR, ROI, dan PP dari uasaha perikanan pukat udang berturut-turut 1,04, 2,70%, 3,33 dan 0,33. Nilai parameter tersebut juga tidak begitu baik dibandingkan usaha perikanan lainnya yang dilakukan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau 4.4
Hasil Analisis Konfirmatori Teori untuk Model Struktural Konfirmasi teori merupakan hal yang penting dilakukan sebelum
rancangan model struktural digunakan dalam analisis.
Dalam penelitian ini,
model struktural digunakan untuk mengkaji berbagai faktor/komponen yang berinteraksi dengan kinerja usaha perikanan dan interaksi pengelolaan terkait lainnya yang dapat memperbaiki kesejahteraan nelayan. Beberapa faktor/komponen yang berinteraksi dengan pengembangan usaha atau kegiatan perikanan dan kesejahteraan nelayan yang kemudian menjadi konstruk model adalah lingkup usaha perikanan (LU), internal usaha perikanan (LINT), eksternal usaha perikanan (LEX), industri non usaha perikanan (LIN), kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS), kewenangan Pemerintah Pusat (KP), kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT), dan kesejahteraan nelayan (KN). Path diagram untuk yang sesuai dengan teori terkai disajikan pada Gambar 8.
72
d11
d31
d32
d33
d34
1 X31
1 X32
1 X33
1 X34
1
1
d12
d13
d52
d53
1 X51
1 X52
X53
X13
TKP
LINT
X62
d21
d22
1
1
1
Y11
BDY
d73
1
e11
Z6
1
1
Z10
KP
e12
KN
LEX
z8
1
Y12
1 1
X22
1
10 d72
1
X42
X21
X63
1 1
d42
1
1
1
X61
X41
d71
d63
d62
d61
LU
1 1
X72
PROS
X73
1
1
1
z4
1
1
d41
X71
1
1
Z5
X12
1
Z7
1
1
X11
LIN 1
d51
1
KOT
Y13
Y14
1
1
e13
e14
z9 1
1 d23
1
X23
X81 1 d81
X82
X83
1
1
d82
d83
X91
X92
1
1
d91
d92
Gambar 8 Path diagram model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penjelasan simbol dan makna setiap komponen yang dipakai pada path diagram Gambar 8 disajikan pada Tabel 30.
73
Tabel 30 Simbol dan makna dari setiap komponen yang dipakai pada path diagram pada model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Simbol Makna 1 LINT Internal Usaha Perikanan 2 X11 Sumberdaya manusia 3 X12 Modal 4 X13 Teknologi 5 LEX Eksternal Usaha Perikanan 6 X21 Regulasi 7 X22 Kondisi ekonomi 8 X23 Kondisi budaya 9 LIN Industri non usaha perikanan 1 X31 Pemasok 11 X32 Barang-barang substitusi 12 X33 Pesaing 13 X34 Pasar 14 LU Lingkup usaha perikanan 15 X41 Skala besar 16 X42 Skala kecil 17 TKP Kegiatan perikanan tangkap 18 X51 Pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap 19 X52 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap 20 X53 Income/pendapatan nelayan tangkap 21 BDY Kegiatan perikanan budidaya 22 X61 Pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya 23 X62 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan budidaya 24 X63 Income/pendapatan nelayan budidaya 25 PROS Kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan 26 X71 Pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan 27 X72 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan hasil perikanan 28 X73 Income/pendapatan nelayan pengolah 29 KP Kewenangan Pemerintah Pusat 30 X81 Infrastruktur yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 31 X82 Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 32 X83 Kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 33 KOT Kewenangan Pemerintah Otonomi 34 X91 Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi 35 X92 Kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi 36 KN Kesejahteraan nelayan 37 Y11 Pendapatan 38 Y12 Pendidikan 39 Y13 Kesehatan 40 Y14 Kesempatan kerja
74
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2007) menyebutkan, bahwa keberhasilan, pengembangan usaha perikanan sangat ditentukan oleh kondisi internal, eksternal dan industri pendukung non perikanan, serta dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam implementasinya, usaha perikanan saling mempengaruhi dengan eskternal usaha perikanan di lokasi dan usaha pendukung di luar perikanan. Sedangkan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (2006) menyebutkan, bahwa pengembangan usaha perikanan harus dilakukan secara integral baik usaha perikanan tangkap, usaha perikanan budidaya maupun usaha pengolahan hasil perikanan untuk menjaga keberlanjutan pemasaran terutama ekspor. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ekonomi dan kesejahteraan nelayan baik nelayan tangkap maupun nelayan budidaya merupakan ujung tombak keberhasilan usaha perikanan Indonesia.
Terkait dengan ini, maka konstruk model yang
dinyatakan sebelumnya dapat digunakan dalam analisis lanjut dan internal usaha perikanan (LINT) saling berinteraksi dengan eksternal usaha perikanan (LEX) dan industri non usaha perikanan (LIN). Pada rancangan path diagram awal, internal usaha perikanan (LINT) berinteraksi dengan sumberdaya manusia, modal, dan teknologi.
Menurut
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2007), jika industri perikanan ingin berkembang dengan baik, maka sumberdaya manusia, teknologi, modal, dan jenis produk yang ditawarkan harus diperhatikan. Terkait dengan ini maka sumberdaya manusia, modal, dan teknologi dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk internal usaha perikanan (LINT). Eksternal usaha perikanan (LEX) pada rancangan path diagram awal berinteraksi dengan regulasi, kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi budaya, dan persepsi terhadap nelayan. Menurut Bygrave (1997) dan Asri (2000), kondisi eksternal yang umum mempengaruhi usaha perikanan dapat berupa kondisi politik yang tidak kondusif, ekonomi yang tidak stabil, dan gejolak sosial yang terjadi di lokasi usaha. Kondisi ekonomi masyarakat nelayan sangat erat kaitannya dengan tumbuh dan berkembangnya kegiatan perikanan tangkap yang mereka lakukan. Dalam Pedoman Umum Pembinaan Kelompok Usaha Perikanan (2006), disebutkan bahwa kondisi eksternal usaha perikanan sangat ditentukan oleh
75
regulasi yang berlaku, ekonomi masyarakat, dan kestabilan harga bahan-bahan pokok. Terkait dengan ini, maka regulasi, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk eksternal usaha perikanan (LEX), sedangkan budaya konsumsi dan persepsi terhadap nelayan tidak digunakan. Pada rancangan path diagram awal, industri non usaha perikanan (LIN) berinteraksi dengan pemasok, barang-barang substitusi, pesaing, pembeli, dan pasar. Menurut Forter (1980) komponen hal yang terkait dengan lingkungan industri pendukung adalah entry barrier, pesaing, supply, barang substitusi, sumberdaya, dan pasar. Sedangkan lingkup usaha/industri dapat berskala besar dan kecil. Terkait dengan ini maka pemasok, barang-barang substitusi, pesaing, dan pasar dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk industri non usaha perikanan (LIN), sedangkan pembeli tidak digunakan. Di samping itu, skala besar dan skala kecil digunakan sebagai parameter analisis lingkup usaha perikanan (LU). Pada rancangan path diagram awal, kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS) berinteraksi dengan pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja, dan income/pendapatan. Menurut Senge (1990), berbagai hal yang terkait dengan keberhasilan usaha adalah feedback period, rugi/laba, return of investment (ROI), dan growth. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2006) menyatakan bahwa tujuan pengembangan kegiatan perikanan perlu diarahkan pada terjadinya pertumbuhan (growth), kesinambungan (sustainability) dan daya saing dalam aktivitas industri perikanan.
Sedangkan menurut Kementerian Kelautan dan
Perikanan (2007), keberhasilan kegiatan perikanan dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor perikanan, jumlah investasi sektor perikanan, nilai ekspor hasil perikanan, konsumsi ikan oleh masyarakat, dan pendapatan nelayan. Terkait dengan ini, maka pertumbuhan (growth), penyerapan tenaga kerja, dan income/pendapatan dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk kegiatan perikanan tangkap (TKP), kegiatan perikanan budidaya (BDY), dan kegiatan processing/pengolahan hasil perikanan (PROS).
76
Beberapa komponen yang berinteraksi dengan kewenangan Pemerintah Pusat (KP) dan kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT) pada rancangan path diagram awal adalah infrastruktur, perijinan, dan kelembagaan.
Menurut
Dollinger dan Marc (1998) strategi usaha perlu diperkuat pada aspek produksi, pemasaran, dan keuangan, sedangkan pemerintah berkewajiban menyiapkan infrastruktur
yang
mendukung
usaha,
mempermudah
dalam
perijinan,
memberikan jaminan keamanan, penguatan kelembagaan yang ada, dan memberikan bantuan pemodalan. Menurut Direktorat Otonomi Daerah (OTDA) Kementerian Dalam Negeri (2006), Pemerintah Daerah perlu memberi prioritas pada penataan kelembagaan dan perijinan yang mempermudah tumbuh dan berkembangnya kegiatan investasi di daerah.
Terkait dengan ini, maka
infrastruktur, perijinan, dan kelembagaan digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk kewenangan Pemerintah Pusat (KP), dan dalam analisis terkait kewenangan Pemerintah Otonomi (KOT) hanya digunakan perijinan dan kelembagaan. Pada rancangan path diagram awal, komponen yang berinterkasi dengan dengan kesejahteraan nelayan (KN) adalah pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (1991), kesejahteraan masyarakat termasuk nelayan dapat diukur dari pendapatan, konsumsi, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, keadaan tempat tinggal, kehidupan beragama, rasa aman, dan kemudahan berolahraga. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2006), kesejahteraan nelayan dapat diukur melalui tingkat pendapatan, skala usaha yang dijalankan, pendidikan anak-anaknya, dan daya beli nelayan. Terkait dengan ini, maka pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk kesejahteraan nelayan (KN). Berdasarkan hasil konfirmasi teori ini, maka rancangan path diagram yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya disajikan pada Gambar 9. Rancangan path diagram tersebut merupakan hasil revisi terhadap rancangan path diagram pada Gambar 8.
77
4.4.1
Model struktural awal Model struktural ini merupakan model awal yang dikembangkan untuk
analisis berbagai faktor/komponen yang berinteraksi dengan kinerja usaha perikanan yang dapat memperbaiki kesejahteraan nelayan yang kemudian disebut dengan Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Model struktural ini menggunakan path diagram hasil konfirmasi teori tanpa dilakukan modifikasi dalam interaksi komponennya. Hal ini dimaksudkan sebagai pijakan awal dalam pengembangan model struktural dalam penelitian ini.
Hasil analisis struktur menggunakan
program AMOS Profesional disajikan pada Gambar 9.
.19
d11
1
.12 .16 1
d12
.22 d13
.53 d41
1 X32 1.00
X11
.17
.16 d21
.13 d22
d34
-.44
2.88
1
.41
1.00 X13
-.65
1
1
1 X52
1
1
.30 1.26
-.19
z4
-.20 .24
1
d61
LEX
X73
1
-.67
1
10.00 d72
-.03
KP
1
.28 d73
-2.92 Y11
25.96
.35
KN
.02
.08 e11
1
Y12
.16 e12
.27 1
.03
-.01
1
1.00
Z6 -3.33
1
d71
d63
d62
1.43
Y13
1
.21 e13
-.23
.05
z8
X72
.27
.16
1 .00
-1.27
.02
.02
.25
PROS
BDY .45 .03 -.04
X22
.69
1
1.00
2.88 X61 X62 X63 1.00 -.03 3.89 12.38 .02
1.00
X21
X71
1
2.12 3.72
1
1
.49
1.00
X53
-.11 .02
LU
X42
Z7
TKP
-.01
.79 1
1 X51 .00
Z5
LINT
X41
d53
.04
1.00 1
d52
1.00
.12
.17
d51
.02
LIN X12
.03
.13
1 X34
1 X33
.50
.00 d42
.22
d33
d32
1 X31 .16
.00
.21
d31
Z10
KOT
1
Y14
1
.28 e14
z9 -.01 d23
.57
3.30 1
X23
X81 1 .14 d81
1.00
1.86 X82
X83
1
1 .03
d82
1.00
.21
.19 d83
X91 1 .29 d91
.02
X92 1 -.02 d92
Chi-Square = 3955.144 Probability = .000 CMIN/DF = 10.327 GFI = .562 AGFI =.468 TLI = .254 CFI = .343 RMSEA =.226
Gambar 9 Model awal model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Untuk mengukur apakah Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sudah fit atau belum untuk dapat digunakan dalam analisis peran berbagai komponen usaha perikanan yang ada, maka terhadap model tersebut dilakukan analisis kesesuaian
78
menggunakan berbagai kriteria goodness-of-fit dalam analisis Structural Equation Modelling (SEM).
Pada Tabel 31 disajikan hasil evaluasi kesesuaian model
dengan kriteria goodness-of-fit yang dimaksud. Tabel 31 Hasil evaluasi kesesuaian model struktural awal terhadap kriteria Goodness-of-fit yang dipersyaratkan Goodness of fit Index
Cut-off Value
Model Value
Keterangan
Diharapkan Kecil
3.955,144
Kurang baik
Significance Probability
≥ 0,05
0,000
Kurang baik
CMIN/DF
≤ 2,50
10.327
Kurang baik
GFI
≥ 0,80
0,562
Kurang baik
AGFI
≥ 0,80
0,468
Kurang baik
TLI
≥ 0,95
0,343
Kurang baik
CFI
≥ 0,95
0,420
Kurang baik
RMSEA
≤ 0,08
0,226
Kurang baik
Chi-square (X2)
Berdasarkan Tabel 31, ternyata hasil Chi-square sebagai salah satu kriteria model fit menunjukkan nilai di bawah yang diharapkan, dimana Chi-square =3955,144 dengan significance probability = 0,000. Hal ini berarti bahwa model tidak mencerminkan data yang ada dan ada perbedaan antara matriks kovarian data dengan matriks yang diestimasi. Kriteria fit lainnya menghasilkan nilai jauh di bawah yang diharapkan. Salah satu penyebab mengapa model tidak fit adalah interaksi komponen (konstruk dan dimensi konstruk) yang masih terbatas sehingga banyak yang mempunyai nilai squared multiple correlation kecil. Hasil analisis ini sekaligus memberi petunjuk mengapa model struktural I ini belum ideal (belum fit) digunakan untuk menjelaskan peran berbagai komponen usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Pada Tabel 32 disajikan nilai squared multiple correlations dari model struktural I peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan.
79
Tabel 32 Nilai squared multiple correlations dari model struktural awal perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Konstruk/Dimensi Konstruk
Estimate
LU KP KOT TKP BDY PROS KN X61 X63 X62 X81 X82 X83 X53 X52 X51 X34 X33 X23 X22 X11 X32 X73 X72 Y14 Y13 Y12 Y11 X71 X91 X92 X31 X41 X42 X21 X12 X13
17.737 -0,046 0,945 1,062 0,081 0,843 2,499 0,002 0,174 0,035 0,095 0,842 0,19 0,19 0,803 0,066 0,078 0,999 1,034 0,067 0,148 0,04 0,005 0,001 0,53 0,049 0,105 0,654 0,129 0,054 1,049 0,192 0,021 0,015 0,086 0,106 0,34
Bila mengacu kepada ketentuan analisis SEM, maka bahwa beberapa dimensi konstruk (komponen indikator) dari masing-masing konstruk (komponen utama) yang mempunyai nilai squared multiple correlations paling kecil akan dikeluarkan karena tidak menggambarkan kesesuaian atau korelasi yang nyata. Bila hal ini dilakukan, maka nilai chi-square akan mengecil yang diikuti dengan
80
perbaikan pada nilai kriteria goodness-of-fit lainnya. Adapun beberapa dimensi konstruk (komponen indikator) dari masing-masing konstruk (komponen utama) yang mempunyai nilai Squared Multiple Correlations paling kecil sehingga dapat dikeluarkan adalah X12 dengan nilai estimate 0,106, X22 dengan nilai estimate 0,067, X32 dengan nilai estimate 0,040, X42 dengan nilai estimate 0,015, X51 dengan nilai estimate 0,06-, X61 dengan nilai estimate 0,002, X72 dengan nilai estimate 0,001, X81 dengan nilai estimate 0,095, X91 dengan nilai estimate 0,054, dan Y13 dengan nilai estimate 0,049. Bila melihat kompleksitas interaksi yang ada dalam kegiatan perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, maka tidak semua dimensi konstruk yang mempunyai nilai kecil karena dimensi konstruk tersebut mewakili interaksi yang ada. Disamping itu, tidak semua dimensi konstruk dengan nilai estimate terkecil dari setiap konstruk merupakan nilai yang benar-benar kecil, misal X12 dengan nilai estimate 0,106 yang hanya kebetulan saja paling kecil pada konstruk INT, padahal pada konstruk lainnya nilai tersebut termasuk besar. Terkait dengan ini, maka untuk revisi berikutnya akan dikeluarkan satu dimensi konstruk yang mewakili konstruk eksogen yaitu dimensi konstruk X72 (nilai paling kecil) dan satu dimensi konstruk yang mewakali konstruk endogen yaitu Y13. 4.4.2 Model struktural revisi I Model struktural revisi I ini merupakan upaya revisi dan modifikasi dari model struktural awal sehingga Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau menjadi fit atau mendekati fit.
Pada tahap awal revisi ini, dimensi konstruk X72 dan Y13
dikeluarkan dari model dan hasil analisisnya disajikan pada Gambar 10.
81
.19
.12
.29
2.90
X12
.71
.04
1
.16
1
d21
1
d22
1 X52
X41
.00
Z5
.17 d53
Z7
1 X53
3.87
1
d61
.23
2.88
1.00
d62
X21
1
X62 1.00 .80
-1.27
Y11
4.40
.36
.02
Z6
1
-.13
.01
.01
z8
1
-.02
KP
.08 e11
Y12
1
.16 e12
1.41 .03
.03
X22
1
KN
-.02
.04 .32
.28 d73
1.00
3.91
1
LEX
1
-.23 .10
X63
BDY
.49
X73
d63
1
X61 -.06
.49
.00
.20
.16
1
LU
2.00
1.00
.50 d71
PROS
-3.22
1
X42
1
1.00
2.13
TKP -.17
z4
.30
X71
1
.04
.01
.21
LINT
1.37
.13
1 X51
-.01 .05
1.00 X13
.00 .09 d42
d52
1.00
LIN
1
d41
d51
.08
-.65
1.00
.56
.03
.13
1 X34
1 X33 -.44
1.24
1
d13
d34
X11
.12 .16 1
d12
1 X32 1.00
1
.22
d33
d32
1 X31
d11
.00
.21
d31
KOT
Z10 .02
1
Y14
1
.29 e14
z9 .53
6.08
-.01
1
d23
X23
X81 1 .14 d81
1.00
1.72 X82
X83
1
1
X91
d83
X92 1 -.02
1 .29
.19
.03 d82
1.00
.20
d91
d92
Chi-Square = 3411.431 Probability = .000 CMIN/DF = 10.401 GFI = .579 AGFI =.479 TLI = .331 CFI = .420 RMSEA =.227
Gambar 10 Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (Revisi I). Untuk mengetahui fit tidaknya Model Peran Usaha Perikanan Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sampai tahap ini, maka dilakukan analisis terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan, dan hasilnya disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi I terhadap kriteria Goodness-of-fit yang dipersyaratkan Goodness of fit Index
Cut-off Value
Model Value
Keterangan
Diharapkan Kecil
3.411,431
Kurang baik
Significance Probability
≥ 0,05
0,000
Kurang baik
CMIN/DF
≤ 2,50
10,401
Kurang baik
GFI
≥ 0,80
0,579
Kurang baik
AGFI
≥ 0,80
0,479
Kurang baik
TLI
≥ 0,95
0,331
Kurang baik
CFI
≥ 0,95
0,420
Kurang baik
RMSEA
≤ 0,08
0,227
Kurang baik
Chi-square (X2)
Berdasarkan Tabel 33, ternyata model masih jauh dari fit, dimana dari delapan kriteria goodness-of-fit yang dievaluasi belum ada satupun yang sesuai dengan harapan. Untuk mensiasati hal ini tanpa mengeluarkan dimensi konstruk
82
(komponen indikator) yang terlalu banyak, maka dapat dilakukan modifikasi dengan mengembangkan interaksi kovarian dan interaksi
regresi yang
mencerminkan interaksi kompleks yang ada di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Pengembangan interaksi kovarian dan interaksi regresi dilakukan dengan mengacu kepada nilai modification index (MI). Nilai modification index (MI) menunjukkan tingkat error atau penyimpangan model yang disebabkan oleh halhal yang tidak secara eksplisit dapat dijelaskan sehingga terkadang terlewatkan diinteraksikan atau dianalisis pengaruhnya. Terkait
dengan
hal
tersebut,
maka
kovarian
dan
regresi
yang
dikembangkan interaksinya adalah yang mempunyai nilai MI besar. Pada Tabel 34 disajikan hasil analisis modification index (MI) kovarian model revisi I. Tabel 34 Hasil analisis Modification Index (MI) kovarian model revisi I Covariances: LEX <--> Z6 <--> Z10 <--> d61 <--> d61 <--> d62 <--> d81 <--> d81 <--> d81 <--> d81 <--> d82 <--> d82 <--> d82 <--> d83 <-->
LIN z4 LEX Z5 Z7 z4 z4 Z6 Z7 Z10 d63 d62 d81 LIN
M.I. 6,239 7,910 4,163 4,445 7,786 14,733 14,892 38,234 11,031 36,275 4,962 5,353 14,233 18,726
Par Change 0,001 0,003 -0,002 0,003 -0,075 0,017 0,016 0,017 -0,070 0,062 -0,017 0,014 0,021 0,029
d83
<-->
z4
12,802 0,017
d83 d83 d53 d53 d53 d53 d53 d53 d53 d52 d52 d52 d52 d51 d34 d34 d34 d34
<--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <--> <-->
Z6 Z7 LIN LINT z4 Z7 d61 d82 d83 z4 d61 d62 d83 z9 LEX z4 Z6 Z7
4,354 6,590 18,417 6,490 15,708 7,287 7,220 4,769 149,380 5,552 4,164 4,491 4,327 6,060 4,080 20,677 115,011 26,179
0,007 -0,062 0,028 0,023 0,019 -0,063 0,040 -0,013 0,164 -0,005 0,013 -0,011 -0,012 -0,001 -0,002 0,024 0,037 -0,134
Covariances: e12 <--> e11 <--> e11 <--> e11 <--> e11 <--> e11 <--> e11 <--> d71 <--> d71 <--> d71 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d91 <--> d92 <--> d92 <--> d31 <--> d31 <--> d31 <--> d31 <--> d31 <--> d31 <--> d31 <--> d31 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <-->
Z7 LEX z8 d81 d34 d23 d32 d61 d83 d53 LEX z4 Z6 d81 d83 d53 d23 d32 e12 d51 d22 LINT z4 Z7 d83 d53 d52 d34 d71 LINT z4 Z5 Z6
M.I. 4,466 6,857 7,168 12,427 87,837 9,057 5,749 11,462 5,184 7,234 11,242 4,707 10,115 5,628 13,716 12,682 7,484 13,537 10,481 5,991 6,255 8,146 20,036 5,548 121,635 99,148 9,449 5,269 4,895 15,355 11,236 4,702 17,253
Par Change 0,047 -0,002 0,006 0,036 0,119 -0,014 0,030 -0,098 -0,059 -0,067 0,004 0,013 0,012 0,036 -0,064 -0,059 0,018 0,067 0,052 -0,001 0,001 0,027 0,022 -0,057 0,154 0,134 -0,017 0,035 -0,057 0,064 -0,028 0,005 -0,023
83
Tabel 34 (Lanjutan) Covariances: d34 <--> d34 <--> d34 <--> d34 <--> d33 <--> d23 <--> d23 <--> d23 <--> d23 <--> d23 <--> d22 <--> d22 <--> d22 <--> d22 <--> d11 <--> d11 <--> d32 <--> d32 <--> d32 <--> d32 <--> d32 <--> d32 <--> d32 <--> d73 <--> d73 <--> d73 <--> d73 <--> e14 <--> e14 <--> e14 <-->
Z10 d81 d83 d53 d51 Z6 Z10 d81 d53 d34 z9 Z6 d81 d33 d63 d62 z8 Z6 Z7 Z10 d81 d82 d34 LIN d61 d62 d32 d61 d81 d32
M.I. 94,081 31,174 7,762 5,484 4,970 9,461 7,749 11,565 4,123 7,496 6,035 4,701 15,352 4,880 6,320 5,210 5,641 30,172 5,220 22,060 14,484 4,452 27,079 7,026 4,075 11,002 6,923 7,726 9,514 4,842
Par Change 0,125 0,074 0,042 0,034 0,001 -0,004 -0,013 -0,016 -0,011 -0,016 0,001 0,002 0,014 -0,001 0,039 -0,028 -0,007 0,019 -0,059 0,059 0,049 -0,014 0,084 -0,021 0,038 -0,051 -0,047 -0,061 0,053 0,046
Covariances: d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d41 <--> d42 <--> d42 <--> d42 <--> d42 <--> d42 <--> d42 <--> d42 <--> d42 <--> d21 <--> d21 <--> d21 <--> d21 <--> d21 <--> d12 <--> d12 <--> d13 <--> d13 <--> d13 <--> d13 <--> d13 <--> d13 <-->
Z7 Z10 d81 d83 d34 d22 d11 e14 e11 Z6 d83 d53 d52 d32 d73 e12 d91 LIN d51 d22 d73 d41 d81 d22 LEX Z6 d63 d81 d82 d41
M.I. 6,934 17,604 14,321 4,584 12,111 5,850 7,132 4,135 4,292 5,621 6,111 5,896 5,251 5,012 6,443 5,292 11,632 7,926 4,154 6,617 5,397 19,960 13,031 5,316 4,153 6,442 6,529 4,921 4,641 31,596
Par Change 0,111 -0,087 -0,080 -0,052 -0,092 -0,017 0,062 -0,069 -0,042 0,006 0,028 0,026 -0,010 0,027 -0,035 0,024 0,047 0,018 -0,007 0,010 -0,037 -0,101 -0,042 -0,009 0,003 -0,010 -0,054 -0,035 -0,018 0,177
Dalam pengembangan interaksi kovarian maupun regresi ini dilakukan dari yang mempunyai nilai modification index (MI) paling besar dan bila ada yang mengacaukan model (out of simulation) dalam interaksinya, maka dapat tidak digunakan. Pada Tabel 35 disajikan hasil analisis modification index (MI) regresi model revisi I.
84
Tabel 35 Hasil analisis Modification Index (MI) regresi model revisi I Regression Weights: BDY LEX X61 X53 X61 X71 X63 X82 X63 X13 X62 LEX X62 TKP X62 X52 X62 X23 X62 X22 X62 X73 X81 BDY X81 PROS X81 KN X81 X63 X81 X51 X81 X34 X81 X22 X81 X32 X81 Y14 X81 Y11 X81 X41 X81 X12 X82 X62 X82 X81 X82 X13 X83 LIN X83 LU X83 KOT X83 PROS X83 X53 X83 X33 X83 X71 X83 X91 X83 X92 X83 X31 X83 X42 X53 LIN X53 LU X53 KOT X53 PROS X53 X61 X53 X83 X53 X33 X53 X71 X53 X91 X53 X92 X53 X31 X53 X42 X52 X62 X52 X31 X51 KOT
M.I. 5,989 8,253 10,846 5,683 4,426 6,597 4,171 7,641 6,194 4,455 11,202 38,490 5,866 49,388 11,322 145,449 33,788 153,958 16,388 40,791 44,659 12,001 9,127 5,297 12,917 4,874 17,284 8,514 12,029 7,730 120,548 17,439 8,493 7,631 16,401 138,183 10,302 15,855 12,818 16,995 11,022 7,473 119,547 16,646 11,962 6,043 16,944 114,773 12,767 4,510 8,892 7,440
Par Change -0,254 0,224 -0,133 -0,212 -0,135 -1,071 -0,667 -0,209 -0,184 -0,165 -0,188 2,554 -0,161 0,566 0,164 0,916 0,333 0,922 0,242 0,233 0,388 -0,127 -0,200 0,085 0,134 -0,056 0,630 0,763 0,159 -0,211 0,765 0,220 -0,105 -0,160 0,212 0,782 0,248 0,583 0,905 0,182 -0,243 0,173 0,700 0,208 -0,121 -0,138 0,208 0,688 0,267 -0,068 -0,079 -0,035
Regression Weights: X91 X42 X31 LINT X31 LEX X31 LU X31 KP X31 TKP X31 PROS X31 X82 X31 X83 X31 X53 X31 X52 X31 X34 X31 X23 X31 X71 X31 X42 X31 X12 X41 LIN X41 LINT X41 KOT X41 BDY X41 KN X41 X81 X41 X83 X41 X53 X41 X51 X41 X34 X41 X33 X41 X22 X41 X11 X41 Y14 X41 Y11 X41 X91 X41 X92 X41 X31 X41 X21 X41 X12 X41 X13 X42 BDY X42 X32 X42 X73 X42 Y12 X42 X91 X21 LIN X21 LINT X21 KOT X21 X83 X21 X53 X21 X33 X21 X22 X21 X73 X21 X92 X21 X31
M.I. 21,318 7,995 11,591 32,005 22,158 18,525 34,515 17,577 140,450 117,530 6,242 4,866 13,920 18,859 19,607 6,296 4,349 17,145 6,985 11,898 8,707 14,915 5,237 5,573 12,747 7,629 4,746 15,915 13,208 9,856 9,461 4,131 5,021 4,634 20,460 4,659 37,668 4,497 4,162 6,429 6,764 13,293 9,543 4,798 5,667 5,202 4,639 9,404 5,082 5,473 8,749 5,620
Par Change 0,441 0,581 1,547 1,483 0,699 1,533 -0,447 0,320 0,787 0,757 0,206 0,145 0,300 -0,157 0,343 0,190 -0,551 1,481 -0,211 -2,834 -0,474 -0,546 -0,265 -0,287 -0,541 -0,316 -0,200 -0,592 0,461 -0,228 -0,357 -0,206 -0,205 -0,250 -0,616 0,285 0,589 0,804 0,113 -0,125 0,160 0,171 0,438 -0,420 0,102 0,141 0,140 0,151 0,179 -0,133 0,145 0,147
85
Tabel 35 (Lanjutan) Regression Weights: X51 X34 X51 Y14 X34 BDY X34 PROS X34 KN X34 X63 X34 X81 X34 X83 X34 X51 X34 X22 X34 X32 X34 Y14 X34 Y12 Y14 X51
M.I. 4,718 4,613 108,001 9,658 119,395 32,267 26,856 5,097 28,130 22,588 26,047 54,137 5,154 14,874
Par Change 0,040 0,025 5,313 -0,256 1,092 0,343 0,456 0,162 0,500 0,439 0,378 0,333 0,187 0,471
Regression Weights: X21 X41 X21 X12 X21 X13 X12 X81 X12 X51 X12 X22 X13 BDY X13 KN X13 X63 X13 X34 X13 Y14 X13 Y11 X13 X41
M.I. 17,413 4,600 4,284 11,145 6,986 10,044 8,527 7,825 10,637 4,905 4,086 4,426 31,698
Par Change -0,164 -0,152 -0,106 -0,257 -0,218 -0,256 -1,790 -0,335 -0,236 -0,189 -0,110 -0,182 0,307
4.4.3 Model struktural revisi lanjutan Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam suatu penelitian sering terjadi beberapa hal tidak secara ekplisit dapat dijelaskan sehingga model yang dikembangkan terkadang sulit mencapai kesesuaian dengan kenyataan yang ada. Hal tersebut dapat berupa ukuran sampel yang tidak mencerminkan ukuran populasi, kondisi di lapangan yang kompleks dan luas, isu-isu yang tidak terekspos, dan keterbatasan peneliti dalam memahami kondisi yang ada, sehingga tidak dapat dijelaskan secara tepat dalam model.
Besar kecil penyimpangan
tersebut untuk setiap interaksi yang ada ditunjukkan nilai modification index (MI) dari model yang dikembangkan, dan besar atau kecilnya nilai modification index (MI) menunjukkan besar kecil nilai chi-square yang dapat diturunkan. Hasil analisis struktural dengan mengembangkan interaksi berdasarkan petunjuk modification index (MI) ini disajikan pada Gambar 11.
86
.19
d11
1
.12
1 X32 1.00
X11
.22
d33
d32
1 X31 .15
.01
.21
d31
d34
1 X34
1 X33 -.44
2.84 .05
1.68
.15
1
.31
X12
1
d13
1.28
.55
1.00
d41
X41
.15
.00
.13
-.02 d23
2.91
X61
-.31 -.28
1.00
.24
1.00 X21
1
X22 5.62
1
X23
.72
1
d71
1.00
PROS
2.51
d62 .15
d63
X73
.26
2.62 1 1 X62 X63 1.00 1.36 .01 -.10 4.21 1
-4.24
Y11
1
.00 e11
Y12
1
.17 e12
.06 KN .17
Z6 .00-.02 -9.64
LEX
d73
1.00 .18
7.97
.28
1
-7.94
BDY
.01
1
-.92
.96 -.10
.82 d22
1
1
1
X71
1
-2.98
1.33
LU
.16 .16
X53
TKP
1
-.08 X42
d42
Z7
1
1
d61
.03.01
2.07
.00
.18 d53
.08 Z4
.00
1.00 1
1 X52 6.46 3.20
-.01
LINT
.18
1 X51 .00
Z5
.02
1.00 X13
.01 d52
.00
-.69
LIN
d12
d21
.13 d51
.00
.00 .84
Z8
1
1.76
KP
KOT
1
.00
Z10
Y14
1
.39 e14
Z9 -.07 X81 1 .02 .01
.00
d81
1.00
1.97 X82 1 .04 d82
1.00
.24 X91
X83 1
1 .29
.20 d83
d91
X92 1 .00 d92
Chi-Square = 1730.088 Probability = .000 CMIN/DF = 5.441 GFI = .718 AGFI = .640 TLI = .684 CFI = .734 RMSEA =.156
.00
Gambar 11 Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (Revisi II). Hasil evaluasi terhadap kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan model peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan revisi II ini disajikan pada Tabel 36. Pada Tabel 36 tersebut terlihat nilai Chi-square (X2) yang menurun signifikan dari nilai Chi-square (X2) model revisi I, yaitu menjadi 1.730,088. Hasil evaluasi juga memperlihatkan kemajuan berarti pada beberapa kriteria goodness-of-fit lainnya, misal GFI yang nilainya meningkat menjadi 0,718 CMIN/DF yang nilai turun menjadi 5,441, dan CFI yang nilai meningkat menjadi 0,734. Hasil evaluasi memberi indikasi bahwa model yang dikembangkan sudah mengarah pada jalur kesesuaian (fitting).
Revisi dan modifikasi perlu terus
dilakukan sehingga model menjadi fit dan dapat menjelaskan peran komponen usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan.
87
Tabel 36 Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi II terhadap kriteria Goodness-of-fit yang dipersyaratkan Goodness of fit Index
Cut-off Value
Model Value
Keterangan
Diharapkan Kecil
1.730,088
Cukup baik
Significance Probability
≥ 0,05
0,000
Kurang baik
CMIN/DF
≤ 2,50
5,441
Cukup baik
GFI
≥ 0,80
0,718
Cukup baik
AGFI
≥ 0,80
0,640
Kurang baik
TLI
≥ 0,95
0,684
Kurang baik
CFI
≥ 0,95
0,734
Cukup baik
RMSEA
≤ 0,08
0,156
Kurang baik
Chi-square (X2)
Model struktural revisi lanjutan ini merupakan upaya revisi dan modifikasi dari model struktural revisi yang telah diintervensi
dengan pengembangan
interaksi kovarian dan interaksi regresi. Pada tahapan revisi ini, akan dilakukan pengeluaran terhadap dimensi konstruk dengan nilai squared multiple correlations paling kecil yang dilakukan bersamaan dengan pengembangan terhadap interaksi kovarian dan interaksi regresi dengan nilai modification index (MI) terbesar. Revisi ini dilakukan secara trial and error hingga didapatkan model yang fit. Upaya ini lebih baik daripada mulai dari awal mengembangkan model yang baru menggantikan model yang sudah ada. Hasil revisi dan modifikasi yang dilakukan pada tahap lanjutan ini disajikan pada Gambar 12.
88
.03
.00
d34
.13
-.01
d51
.13
1 X31
X11
1
X12 -.08
1
.21-.04 .35
d13
X13
1 .22
.24 1
d41
1 -.09
.16 d21
.00
.13
-.01 d23
TKP
1
1.00
1
5.76 1
.23
X73
.93
.27
1
d73
.27
-.25
-.74
1 X63
X61 1.00
1
.12
BDY
.20
.00
1
.07
Y12
1
.17 e12
KOT
1
1.02 -.01
-.16
.03
KP
.01 e11
.05
.06 1
1
KN
.26 -.69
LEX
Y11
-.11 1.00
.012.84 .13
5.20 Z6 .01
.01
Z8
.59
.25
d63
1
-.30 .97
.01
X22
d71
PROS-.02
1.00
X21
1
1.00
-3.56
-.04
-4.45
2.12
-.44
X71
1
1
LU
X42
X53
1
d61
-.17
.78 d22
.01
1.00
X41
-.04
d42
LINT
Z7
1
.18
Z4
.01
1.00
.00
.00 -.37
.01 1 X52 8.01 2.65
.03
.53
.10
Z5
-.01 .04
d53
.02
.01 1.00
LIN
.10
d52
1 X51
.60
.02 1.99
.18 d12
1 X34
-3.98
1.00
.16
d11
-.05
1 X33
Chi-Square = 682.954 Probability = 0.051 CMIN/DF = 2.743 GFI = .802 AGFI = .721 TLI = .891 CFI = .917 RMSEA =.098
.23
d33
d31
-.01
Z10
Y14
1
.38 e14
Z9
1.00
-.07
X23
X81 .00
1 .02 .01 d81
1.00
2.12 X82
1 .02 .04 d82
1.00
.28
X83 1 .20 d83
.01
-.17
X91 1 .28 d91
X92
-.01
1 -.02 d92
.00
.00
Gambar 12 Model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau (Revisi Lanjutan). Pada Gambar 12 terlihat hanya ada dua dimensi konstruk tambahan yang dikeluarkan dari model, yaitu dimensi konstruk X32 dan X62. Interaksi kovarian dan interaksi regresi yang dikembangkan dalam model revisi lanjutan tersebut sangat rumit.
Interaksi kovarian terjadi terjadi antar konstruk, antar
disturbance/error term, maupun antara konstruk dengan disturbance/error term. Interaksi regresi terjadi dari konstruk terhadap dimensi konstruk, dan dari dimensi konstruk terhadap dimensi konstruk lainnya. Kondisi ini menggambarkan bahwa interaksi komponen terkait peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan di lokasi sangat rumit. Pada Tabel 37 dan Tabel 38 disajikan kovarian dan regresi yang sudah kecil modification index-nya.
89
Tabel 37 Hasil analisis Modification Index (MI) kovarian model lanjutan Covariances:
90
M.I.
Par Change
d22
LIN
7,703
-0,001
d22
LINT
6,301
0,000
d51 LIN
7,286
0,001
d51 LINT
5,824
0,000
d51
Z4
4,356
0,002
d33 d81
4,178
0,000
e14
d61
4,674
-0,044
e12
d63
4,023
0,029
d91 d51
5,361
0,010
d92 > d22
4,143
0,001
d31 d22
6,850
-0,001
d31 d51
6,551
0,001
d42 d91
5,893
0,031
d21 Z6
5,205
0,002
d21 Z10
4,449
0,009
d21 d61
4,287
0,027
d21 d34
5,608
-0,010
d21 d71
4,729
0,048
d12 d11
4,444
0,026
Tabel 38 Hasil analisis Modification Index (MI) regresi model revisi lanjutan Covariances:
M.I.
X61 TKP X61 X52 X61 X21 X63 TKP X63 X82 X63 X52 X63 Y12 X51 X82 X51 Y14 X34 X21 X11 X12 X73 X81 X73 X82 X73 X33 X73 X11 X73 X92 Y14 X22 Y14 X61 Y14 X81 Y14 X51 Y14 X91 Y12 LEX Y12 LU Y12 KP Y12 TKP Y12 PROS Y12 X82 Y12 X52 Y12 X51 Y12 X33 Y12 X23 Y12 X71 Y12 X92
4,715 4,063 5,517 5,554 7,266 5,539 4,334 5,108 6,317 5,766 4,444 4,778 4,774 5,660 5,066 5,273 9,913 4,485 8,222 11,436 5,684 4,802 7,584 8,565 12,284 7,127 9,505 12,561 4,593 5,179 9,665 4,857 4,528
Par Change
Covariances:
X71 X83 X71 X53 X71 Y14 X71 X31 X71 X21 X91 LEX X91 LU X91 KP X91 TKP X91 X22 X91 PROS X91 X81 X91 X82 X91 X52 X91 X51 X91 X23 X91 Y14 X91 X71 X91 X42 X42 X83 X42 X53 X42 Y12 X42 X91 X42 X31 X21 X22 X21 X33 X21 X92 X12 X22 X12 X41 X12 X81 X12 X11 X12 X42
1,379 0,172 0,192 -1,622 -0,229 -0,218 0,181 0,045 0,028 -0,064 0,146 0,222 0,196 -0,151 0,199 -0,145 0,388 -0,197 0,340 0,414 0,191 -0,807 -0,746 -0,477 -1,939 0,212 -0,210 -0,264 -0,170 -0,110 -0,226 0,073 -0,102
M.I.
Par Change
5,650 4,035 4,822 4,506 5,279 24,608 31,812 27,716 16,392 17,061 35,164 14,799 21,775 19,888 20,068 26,918 6,545 10,623 21,793 5,800 6,406 5,649 8,016 5,587 4,257 5,486 4,907 6,430 6,245 7,173 7,553 4,634
-0,283 -0,255 -0,163 -0,255 0,323 2,270 1,899 1,065 2,783 0,410 -0,585 0,368 0,395 0,412 0,442 0,469 0,120 -0,134 0,406 0,129 0,144 0,147 0,130 0,127 0,160 0,110 0,103 -0,217 0,104 -0,221 0,197 0,161
Tabel 39 Hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi lanjutan terhadap kriteria Goodness-of-fit yang dipersyaratkan Goodness of fit Index
Cut-off Value
Model Value
Keterangan
Diharapkan Kecil
682,954
Baik
Significance Probability
≥ 0,05
0,051
Baik
CMIN/DF
≤ 2,50
2,743
Cukup Baik
GFI
≥ 0,80
0,802
Baik
AGFI
≥ 0,80
0,721
Cukup Baik
TLI
≥ 0,95
0,891
Cukup Baik
CFI
≥ 0,95
0,917
Cukup Baik
RMSEA
≤ 0,08
0,098
Cukup baik
Chi-square (X2)
91
Pada Tabel 39 disajikan hasil evaluasi kesesuaian model struktural revisi lanjutan
tersebut
terhadap
kriteria
goodness-of-fit
yang
dipersyaratkan.
Berdasarkan Tabel 39, ternyata hasil Chi-square sebagai salah satu kriteria model fit menunjukkan nilai Chi-square sebesar 682,954 dengan significance probability 0,051. Selain itu, jika dilihat dari nilai kriteria goodness-of-fit lainnya, yaitu CMIN/DF = 2,743 dan GFI = 0,802, maka model yang dikembangkan dapat dikatakan sudah memenuhi kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan. Nilai RMSEA = 0,098, AGFI = 0,721, TLI = 0,891, dan CFI = 0,917 masih di bawah nilai yang dipersyaratkan, namun semua nilai tersebut sudah mendekati kesesuaian (fitting) sehingga sudah dapat dikatakan ada kemiripan yang tinggi antara model dengan kenyataan yang ada.
Terkait dengan ini, maka model
struktural lanjutan ini relatif dapat diterima dan dapat digunakan untuk menjelaskan interaksi komponen terkait peran usaha perikanan yang ada terhadap kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
92