ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AL-ZUHRI DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM AL-ZUHRI hadits 1 MINGGU PERTAMA 09 Mar 2014 / 2.30 PTG – 5.30 PTG
BIOGRAFI IMAM BUKHARI (194H-254H)
Amirul Mukminin dalam hadit (Ulumul Hadis)
NAMA DAN NASAB KETURUNAN • Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi. Datuk beliau sebagai agama asli orang-orang Persia (Zoroaster) yang menyembah api. Sang datuk tersebut meninggal dalam keadaan masih beragama Majusi. Putra dari Bardizbah yang bernama Al-Mughirah kemudian masuk Islam di bawah bimbingan gubernur negeri Bukhara, iaitu Yaman al-Ju’fi sehingga al-Mughirah dengan segenap anak cucunya dinisbatkan kepada kabilah al-Ju’fi. Dan ternyata cucu dari al-Mughirah ini di kemudian hari, mengukir sejarah yang agung, iaitu sebagai seorang Imam Ahlul Hadits. • Al-Imam Al-Bukhari lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Syawal 194 H di negeri Bukhara, di tengah keluarganya yang mencintai ilmu sunnah Nabi Muhammad saw. Ayah beliau, bernama Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah adalah seorang ulama Ahli hadits yang meriwayatkan hadits-hadits Nabi dari Imam Malik bin Anas, Hammad bin Zaid, dan sempat pula berpegang tangan dengan Abdullah bin Mubarak. Riwayat-riwayat Ismail bin Ibrahim tentang hadits Nabi tersebar di kalangan orang-orang Iraq.
NAMA DAN NASAB KETURUNAN • Ismail bin Ibrahim adalah ulama besar di bidang hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh orang Irak. Riwayat hidupnya ditulis oleh Ibnu Hibban dalam kitab as-Tsiqah. Begitu juga puteranya, imam al-Bukhari menulis riwayatnya dalam at Tarikh alKabir • Ayah Al-Bukhari meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Di saat menjelang wafatnya, Ismail bin Ibrahim sempat membesarkan hati anaknya yang masih kecil sembari menyatakan kepadanya: “Aku tidak mendapati pada hartaku satu dirham pun dari harta yang haram atau satu dirham pun dari harta yang syubhat.” • Maka tidak heran jika al-Bukhari mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya. Demikian jelasnya, bahwa beliau hidup dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara’.
KELAHIRAN DAN KECERDASAN • Ada riwayat yang mengatakan, beliau sempat buta penglihatan diwaktu kecilnya, namun berkat doa ibunya yang selalu berdoa untuk kesembuhannya. • Pada usia 10 tahun, beliau sudah mulai bersemangat mendatangi majlis-majlis ilmu hadits yang tersebar di berbagai tempat di negeri Bukhara. Kecerdasan imam al-Bukhari sudah tampak sejak kecil. Allah menganugerahi beliau hati yang cerdas, pikiran yang tajam, daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Dalam umur sedemikian kecil, beliau sudah banyak menghafal hadits. • Pada usia 11 tahun, dia sudah mampu menegur seorang guru ilmu hadits(AdDakhili) yang salah dalam menyampaikan sanad hadits (yang disebut sanad). Tatkala membacakan hadits di hadapan orang-orang Ad-Dakhili mengatakan, ”Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.” (yang benar Az-Zubair) • Dalam usia belasan tahun seperti ini, al-Bukahari telah mampu menghafal sekitar tujupuluh ribu hadits lengkap dengan sanadnya.
KETEKUNAN DAN KECERDASAN
• Usia kanak-kanak beliau, dihabiskan dalam kegiatan belajar hadits dengan para ulama dan imam di negerinya, bertukar fikiran dan berdiskusi dengan mereka, menghafal ilmu dan memahaminya sehingga ketika menginjak usia remaja, iaitu sekitar 16 tahun, beliau telah menghafal kitab-kitab karya imamimam Ahli hadits dari kalangan tabi’ut-tabi’in (generasi ketiga umat Islam), seperti Kitab Sunan karya Abdullah bin Al-Mubarak(181H), Waqi’ bin AlJarrah(197H), serta memahami pendapat ahlu ra’yi, ushul dan mahdzab mereka. • Rasyid(abang Bukhari), menuturkan, pernah al-Bukhari dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta teman-temannya membawa catatan mereka. Apabila dicross check oleh Bukhari, ternyata beliau telah menghafal di luar kepala 15,000 hadits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
MENGEMBARA MENUNTUT ILMU
• Tahun 210H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad. Setelah selesai haji, ibu dan abangnya, kembali pulang ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat tinggalnya dikeranakan beliau mendapati kota Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz, penuh dengan ulama Ahli Hadits yang membuka halaqah-halaqah ilmu, sehingga mendorong beliau menetap di Mekah dan sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. • Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami’as-Shahih dan pendahuluannya. Ia menulis Tarikh Kabirnya di dekat makam Nabi saw dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, AlAwsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya memberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahwa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
MENGEMBARA MENUNTUT ILMU • Ketika kitab karya beliau ini mulai tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam. Seorang Imam Ahli Hadits di masa itu yang bernama Ishaq bin Rahawaih membawa Kitabut Tarikh karya Al-Bukhari ini ke hadapan gubernur negeri Khurasan yang bernama Abdullah bin Thahir Al-Khuza’i, sehingga beliau begitu takjub dengan penulisan al-Bukhari sehingga beliau menjadi amat terkenal di berbagai negeri Islam. • Kemudian ia memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahwa ia pernah berkata: “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.”
MENGEMBARA MENUNTUT ILMU • Dalam menjaga utuhan ilmu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia akan bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbuatan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadits dari 80,000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius, ia dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya. • Ketika penduduk Baghdad mendapat berita bahawa al-Bukhari akan ke Baghdad, golongan ahli hadis di sana sepakat untuk menguji hafalan beliau, dengan cara menggombal rangkaian sanad dan matan hadits terhadap beliau. • Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu juga, ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang Imam Ahmad mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan menghalangnya untuk menetap di negeri Khurasan.
MUJTAHID MUSTAQIL • Sebagai intelektual yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari juga dikenal sebagai penulis kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Sebagai ulama besar, fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat, sehingga ia menduduki derajat sebagai Mujtahid Mustaqil – ulama yang ijtihadnya independen, tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam segi hukum • Pendapat-pendapatnya bisa sejalan dengan Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), kadang sesuai pula dengan Imam Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i), tapi kadang-kadang bisa juga berbeda dengan mereka. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits Shahih, suatu saat ia bisa berpihak kepada mazhab Ibnu Abbas, di saat lain ia bisa sejalan dengan mazhab Mujahid atau mazhab Atha, dan seterusnya.
GURU-GURU DAN MURID-MURID BELIAU • Beliau dikatakan berguru pada 1080 Ahli Hadits Selama 16 Tahun. • Di antara guru-guru beliau yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, ‘Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya. • Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.
KEMAMPUAN HAFALAN BELIAU • Al-Bukhari diriwayatkan mampu menghafal seratus ribu hadits shahih ditambah dua ratus ribu hadits yang tidak shahih, disamping setiap hadits yang beliau hafal, beliau mampu menyebutkan bersama sanad-sanadnya. • Beliau pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim al-Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun(iaitu kitab Shahihnya)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
USAHA PENYUSUNAN KITAB • Di saat berkeliling ke berbagai negeri itu, beliau suatu hari duduk di majlisnya Ishaq bin Rahawaih. Di sana ada satu saran dari hadirin untuk kiranya ada upaya mengumpulkan hadits-hadits Nabi dalam satu kitab. Dengan usulan ini mulailah Al-Imam Al-Bukhari menulis kitab shahihnya dan kitab tersebut baru selesai dalam tempo enam belas tahun sesudah itu. Beliau menuliskan dalam kitab ini hadits-hadits yang diyakini shahih oleh beliau setelah menyaring dan meneliti enam ratus ribu hadits . • Beliau memilih daripadanya 7275 hadits shahih dan seluruhnya dikumpulkan dalam satu kitab dengan judul Al-Jami’us Shahih Al-Musnad min Hadits Rasulillah wa Sunani wa Ayyamihi yang kemudian terkenal dengan nama kitab Shahih Al-Bukhari.
USAHA PENYUSUNAN KITAB • Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut AlFirbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata, “Saya susun kitab Al-Jami’ Al-Shahih ini di masjidil Haram, dan saya tidak mencantumkan di dalamnya sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rekaat memohon pertolongan Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar Shahih.” Di Masjidil Haram lah, ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistimatis. • Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok-pokok bahasannya di Raudhah al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi, Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup modern, sehingga hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan.
PENYUSUNAN KITAB • Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits Shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun buat mengunjungi berbagai kota. Ia menemui para perawi hadits, lalu mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Dari Basrah ia menuju Mesir, Hujaz (Mekah dan Madinah), Kufah, Bagdad iaitu pusat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam di kala itu. • Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan Imam Ahmad bin Hambal, pendiri Mazhab Hambali. Di sejumlah kota itu, dikatakan ia telah bertemu dengan sekitar 80 ribu perawi. Dari merekalah ia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits. • Tapi tidak seluruh hadits yang ia hafal lantas ia riwayatkan, melainkan terlebih dahulu ia seleksi. Cara meyeleksinya pun sangat ketat. Diantaranya, apakah sanad atau riwayatnya bersambung dan apakah perawinya Tsiqah (kuat).
KUNJUNGAN KE NAISABUR • Pada tahun 250H, imam al-Bukhari mengunjungi Naisabur, dan penduduknya menyambut gembira atas kedatangannya, termasuk ulama besar Muhammad bin Yahya adz-Dzuhliy beserta seluruh ulama Naisabur menyambut kedatangannya. • Muslim meriwayatkan, ketika Muhammad bin Ismail tiba di Naisabur, aku belum pernah melihat seorang gubernur beserta seluruh ulama daerah itu memberikan sambutan seperti yang mereka berikan kepada al-Bukhari. Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (88 atau 132 kilometer) • Adz-Dzuhliy menganjurkan para penduduk agar belajar kepada al-Bukhari. Akan tetapi lama-kelamaan, sebagian jama’ah pengajian adz-Dzuhliy berpindah ke majlis al-Bukhari sehingga timbulnya fitnah terhadap Bukhari. Dan kisah ini dimuat dalam kitab Siyar A’laamin Nubalaa karya Al-Imam AdzDzahabi (12/459)
TERJADI FITNAH TERHADAP AL-BUKHARI • Fitnah terhadap al-Bukhari dengan gurunya, adz-Dzuhliy ini, membuat alBukhari keluar dari Naisabur dan pergi ke Bukhara tempat tanah kelahirannya. • Fitnah itu bermula dari pertanyaan seorang jemaah, “Bagaimana pendapat anda tentang lafaz-lafaz Al-Qur’an, makhluk atau bukan?” Bukhari berpaling dari si penanya, tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Dikarenakan si penanya itu terus mendesaknya, lalu ia menjawab, “Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk, dan fitnah merupakan bid’ah.” Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat ini membedakan antara yang dibaca dan bacaan. • Adapun, apa yang sampai ke telinga Az-Dzuhliy, berlainan cerita sehingga alBukhari dianggap percaya bahawa al-Quran ini makhluk sama dengan fahaman seperti Mu’tazilah dan tidak membenarkan anak muridnya belajar lagi dengan Bukhari.
FITNAH TERHADAP AL-BUKHARI • Dari Ahmad bin Salamah, ia berkata, “Suatu hari aku masuk menemui alBukhari, maka kukatakan padanya: Wahai Abu ‘Abdillah, orang ini (Adz-Dzuhliy) adalah orang yang perkataannya didengar di daerah Khurasan, khususnya di kota ini. Dan telah dekat perkataan ini, sampai tidak ada satu pun dari kami yang mampu berkata (menasehati) beliau. Lalu Apa pendapatmu?”. • Al-Bukhari diam sebentar lalu menjawab: “Yaa Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah menginginkan kedudukan di Naisaburiy ini karena sombong, tidak pula aku mecari kekuasaan. Akan tetapi diriku enggan untuk kembali ke kampung halamanku (Bukhara), karena banyaknya penyimpangan (kemaksiatan) di sana. Dan orang ini (Adz-Dzuhliy) telah bermaksud hasad kepadaku dengan apa yang telah Allah karuniakan padaku, dan tidak Allah berikan pada orang selain diriku.” Dan membaca potongan ayat Quran..
FITNAH TERHADAP AL-BUKHARI • “Dan kupasrahkan semua urusanku kepada Allah, sesungguhnya Allah melihat (kondisi) hamba-hamba Nya.”
ِ ﻮل ﻟَ ُﻜﻢ وأُﻓَـ ﱢﻮض أَﻣ ِﺮي إِ َﱃ اﻟﻠﱠ ِﻪ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪ ﺑ ﺼﲑٌ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَ ِﺎد ْ ُ َ ْ ُ ُﻓَ َﺴﺘَ ْﺬ ُﻛ ُﺮو َن َﻣﺎ أَﻗ ََ
Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ghafir: 44) • Kemudian Al-Bukhari berkata kepadaku, “Wahai Ahmad, aku akan pergi (dari Naisaburiy) esok hari, agar aku terbebas dari pembicaraan (Adz-Dzuhliy) karena membicarkanku.” • Suatu sikap yang dilakukan oleh Al-Bukhari yang sangat tawadhuk terhadap gurunya. Beliau menutup pintu perpecahan dengan cara mengalah. • Beliau tidak ingin bersaing dengan orang yang pernah memberikan jasa kepadanya dan juga tidak ingin gurunya berdosa karena terus-menerus membicarakan beliau
AL-BUKHARI PULANG KE BUKHARA • Keluar dari Naisabur, al-Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara dan kedatangan al-Bukhari disambut dengan cukup hangat dan sambutan masyarakt yang cukup antusias oleh sebagian besar penduduk Naisabur. • Penguasa Bukhara pada ketika itu, Khalid bin Muhammad adz-Dzuhliy telah meminta Bukhari agar mengajar di Istana raja, akan tetapi ditolak oleh alBukhari sehingga membuat sultan melarang al-Bukhari dari menyampaikan dakwahnya. • Justeru, al-Bukhari meminta kepada sultan Khalid, agar menulis sekeping surat yang menyatakan larangan beliau kepada al-Bukhari dari mengajarkan ilmunya. Untuk dijadikan hujjah beliau di hari akhirat bahawa beilau tidak tidak menyembunyikan ilmu. • Mendengar jawaban seperti itu, sultan menjadi marah dan akhirnya imam alBukhari diusir dari negeri Bukhara.
KEWAFATAN AL-IMAM AL-BUKHARI • Dalam perjalanannya ke negeri Samarkand, beliau singgah di Khartank, sebuah desa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, sambil mengunjungi beberapa familinya disana, Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya disana. • Al-Imam al-Bukhari wafat pada malam Idul Fithri (256 H/870M) ketika beliau mencapai usia 62 tahun kurang 13 hari. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand dan dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmatNya kepada al-Imam al-Bukhari. • Anugerah Allah kepada al-Imam al-Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) kepada beliau.
PENYUSUNAN KITAB • Di belakang hari para ulama hadits mengatakan, dalam menyusun kitab AlJami’ Al-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab. Menurut Al-Allamah Ibnu Shalah dalam kitab Mukaddimah, “Kitab Shahih Bukhari itu memuat 7,275 buah hadits, selain ada hadits-hadits yang dimuat berulang, ada 4,000 hadits yang dimuat utuh tanpa pengulangan. Pengulangan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An-Nawawi dalam kitab At-Taqrib.
Karya-Karya Imam Al-Bukhari Antara lain ialah : 1. Al-Jamu’us Shahih 2. Adabul Mufrad 3. At-Tarikh ash-Shaghir 4. At-Tarikh al-Ausath 5. At-Tarikh al-Kabir 6. At Tafsir al-Kabir 7. Al-Musnad al-Kabir 8. Kitabul I’lal 9. Raf’ul Yadain fis Salah 10. Birrul Walidain
11. Al-Jamu’us Shahih Kitabul Asyribah 12. Al-Qira’ah Khalfal Imam 13. Kitab ad-Du’afa 14. Asami as-Sahabah 15. Kitab al-Kuna 16. Al-Wihdan 17. Al-Mabsuth 18. Al-Hibah 19. Al-Fawaid 20. Dll
PENYUSUNAN KITAB • Dalam pada itu Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kata pendahuluan untuk kitab Fathul Bari, yakni syarah atau komentar atas kitab Shahih Bukhari, menulis, semua hadits Shahih yang dimuat dalam kitab Shahih Bukhari (tidak termasuk hadits yang dimuat berulang) sebanyak 2,602 buah. • Sedangkan hadits yang Mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun Marfu’ (diragukan) sebanyak 159 buah. Adapun jumlah semua hadits Shahih, termasuk yang dimuat berulang, sebanyak 7,397 buah. Perhitungan yang berbeda diantara para ahli hadits - dalam mengomentari kitab Imam Bukhari - semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
KETOKOHAN AL-BUKHARI DIAKUI • Kitab ini mendapat pujian dan sanjungan dari berbagai pihak di seluruh negara Islam. Sehingga ketokohan beliau dalam ilmu hadits semakin diakui kalangan luas dunia Islam. Para imam-imam Ahli Hadits sangat memuliakannya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Ali bin al-Madini, Yahya bin Ma`in dan lain-lainnya. • Beliau menimba ilmu dari seribu lebih ulama dan semua mereka selalu mempunyai kesan yang baik, bahkan kagum terhadap beliau. • Al-Imam al-Hafidz Abil Hajjaj Yusuf bin al-Mizzi meriwayatkan dalam kitabnya yang berjudul Tahdzibul Kamal fi Asma’ir Rijal beberapa riwayat pujian para ulama Ahli hadits dan sanjungan mereka terhadap Muhammad bin Ismail alBukhari. Di antara riwayat itu ialah pernyataan al-Imam Mahmud bin an-Nadhir Abu Sahl asy-Syafi’i yang menyatakan: “Aku masuk ke berbagai negeri iaitu Basrah, Syam, Hijaz dan Kufah. Aku melihat di berbagai negeri tersebut bahwa para ulamanya bila menyebutkan Muhammad bin Ismail al-Bukhari selalu mereka lebih mengutamakannya daripada diri-diri mereka.”