2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Estuaria Estuaria adalah ekosistem perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut dan masih mendapat pengaruh air tawar dari sungai sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Perairan ini juga masih mendapat pengaruh dari pasang dan surut. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, karena kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain : 1) tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang dari laut, yang berlawanan menjadikan pola sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya . 2). Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3). Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut (Wolanski, 2007). Estuaria merupakan suatu habitat yang bersifat unik karena merupakan tempat pertemuan antara perairan laut dan perairan darat. Adanya aliran air tawar yang terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkat mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuaria yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Hal ini mengakibatkan estuaria mempunyai peran ekologis penting karena : sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
12
Estuaria sering mendapat tekanan ekologis berupa pencemar yang bersumber dari aktifitas manusia, yang menjadi ancaman serius terhadap kelestarian perikanan laut.
Menurut Dahuri (1996) akumulasi limbah yang terjadi di wilayah pesisir,
terutama diakibatkan oleh tingginya kepadatan populasi penduduk dan aktifitas industri. Aktifitas pemanfaatan wilayah pesisir seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan potensi sumberdayanya menurun dan rusak. Hal ini karena aktifitas-aktifitas yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mengubah tatanan lingkungan di wilayah pesisir sehingga mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir yang bertahan, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya yang sensitif. Logam berat, misalnya mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang-udangnya (krustasea) yang hidup di hutan tersebut (Bryan, 1976). Selain dari itu penggundulan hutan juga akan menyebabkan bertambahnya aliran air permukaan dari daratan dimana akan menambah sedimentasi di sungai-sungai dan akhirnya mengakibatkan pendangkalan estuaria/perairan pantai. Pendalaman estuaria karena pengerukan akan menambah volume estuaria dan pembukaan (reklamasi) daerah pasang surut akan mengurangi aliran pasut, mengubah proses pencampuran dan pola sirkulasi serta mengurangi waktu kuras estuaria. Dengan berkurangnya waktu kuras estuaria, maka sirkulasi di estuaria tidak dapat menanggulangi dan mengatur pencemar dalam jumlah besar. Kerusakan ekosistem estuaria tentunya akan menurunkankan peranan ekologi ekosistem estuaria. Bengen (2004) mengemukakan peran ekologi ekosistem estuaria diantaranya: 1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), 2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan
13
sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. 3. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman. 4. Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, 5. Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri.
2.2. Kualitas Perairan Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan dan kelimpahan makrozoobentos, plankton, bakteri, dan sebagainya). Ada 3 hal penting dalam mempelajari manajemen kualitas air yaitu : 1) observasi, 2) analisa teori dan 3) model numerik. Observasi adalah satu-satunya cara yang digunakan untuk dapat mengetahui karakteristik nyata dari suatu ekosistem dan merupakan dasar dari analisa suatu teori dan model numerik (Gang Ji, 2007). Setelah melakukan observasi di lapangan dengan analisa teori, maka model numerik akan membantu memahami hidrodinamika dan proses-proses kualitas air dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk mengambil suatu keputusan. Parameter kunci dalam penentuan kualitas air dan hidrodinamika air pada suatu perairan adalah : 1) Temperatur, 2) salinitas, 3) Arus, 4) Sedimen, 4) Bakteri, 5) Bahan beracun, 6) DO, 6) Alga dan 7) Nutrient (Gang Ji, 2007).
2.2.1. Parameter Fisika 2.2.1.1. Suhu. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O 2 , CO 2 , N 2 , dan CH 4 (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Suhu
14
air merupakan parameter penting dalam menentukan kondisi badan air karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dari tumbuhan dan hewan, reproduksi dan migrasinya (Gang Ji, 2007). Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne, 1964). Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah di musim dingin dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut didekatnya. Skala waktu perubahan suhu ini menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, dimana suatu titik tertentu di estuaria akan memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai. Kenaikan suhu di atas kisaran
toleransi
organisme
dapat
meningkatkan
laju
metabolisme,
seperti
pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
2.2.1.2. Gelombang. Gelombang merupakan gerakan naik turunnya muka air laut yang dibarengi perpindahan partikel air dipermukaan sehingga mempengaruhi kondisi fisik suatu perairan. Pada umumya gelombang dibangkitkan oleh angin yang bertiup di atas permukaan air laut. Sifat –sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu : 1. Kecepatan angin : umumnya makin kencang angin yang bertiup, maka makin besar gelombang yang akan terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar. 2. Waktu dimana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup. 3. Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (dikenal dengan fetch). Gelombang yang terbentuk di danau fetchnya kecil, biasanya mempunyai gelombang hanya beberapa centimeter, sedangkan yang dilautan bebas
15
kemungkinan fetchnya lebih besar sehingga mempunyai panjang gelombang sampai beberapa ratus meter.
2.2.1.3. Arus Sirkulasi air merupakan mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya proses percampuran di estuaria. Sirkulasi air merupakan fenomena yang kompleks dipengaruhi oleh angin di atmosfer dan perbedaan panas di lautan. Di estuaria sirkulasi air umumnya dipengaruhi oleh aliran air tawar yang bersumber dari badan sungai, pasang surut, hujan dan peguapan, angin dan peristiwa upwelling di pantai (Mukhtasor, 2007; Wolanski, 2007). Arus pasang surut yang terjadi di estuaria berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan polutan, mengencerkan dan membawa polutan sampai ke laut.
2.2.1.4. Padatan Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang akhirnya mengganggu keseluruhan rantai makanan. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan nilai TSS di Estuaria Tallo cukup bervariasi namun secara umum telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 80 mg/l (Bapedalda, 2006; Bapedalda 2008; Widyasari, 2007) Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.
16
2.2.2. Parameter Kimia 2.2.2.1. Salinitas Salinitas perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu : natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl), sulfat (SO 4 ) dan bikarbonat (HCO 3 ). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau permil (o/ oo ) (Effendi, 2003). Fluktuasi salinitas adalah merupakan kondisi umum dari daerah estuaria. Secara defenitif, suatu gradien salinitas akan tampak pada saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi, bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut dan jumlah air tawar misalnya estuaria Sungai Donan salinitasnya 26,8-32,1 o/ oo , dan Estuaria Percut Sei Tuan kisaran salinitasnya 0,50-10 o/ oo (Soedradjad, 2003; Mutiah, 2007). Proses pergerakan massa air laut dan air tawar menyebabkan terjadinya stratifikasi yang menjadi dasar terjadinya klasifikasi estuaria berdasarkan salinitas. Gross (1987), mengklasifikasi estuariaa berdasarkan struktur salinitas yaitu : 1. Estuariaa berstratifikasi sempurna atau estuariaa baji garam (salt wedge estuary); jika aliran lebih besar daripada pasang surut sehingga mendominasi sirkulasi estuariaa. 2. Estuariaa berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately stratified estuary) ; jika aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan terjadi percampuran antara sebagian lapisan massa air. 3. Estuariaa campuran sempurna atau estuariaa homogeny vertical (well-mixed estuariaes), jika aliran sungai kecil atau tidak sama sekali, dan arus serta pasang surut besar, maka perairan menjadi tercampur hampir keseluruhan dari atas sampai dasar . Variasi salinitas di daerah estuaria menentukan kehidupan organism laut/payau. Hewan-hewan yang hidup di perairan payau (salinitas 0,5-30 o/ oo ), hipersaline (salinitas 40-80 o/ oo ) atau air garam (salinitas >80 o/ oo ), biasanya mempunyai toleransi terhadap kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan organisme yang hidup di air laut atau air tawar.
17
2.2.2.2. Derajat Keasaman (pH) Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Effendi (2003) menyatakan bahwa derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa . Nilai pH di Sungai Tallo berada pada kisaran 6-8 (Bapedalda 2008; Widyasari 2007; Balai Besar K3 2010). Masuknya limbah indutri dan rumah tangga ke perairan akan mempengaruhi derajat keasaman ekosistem estuaria. Kebasaan perairan meningkat akibat adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida. Adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menyebabkan tingkat keasaman perairan (Mahida, 1993) Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003). Nilai pH juga dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H 2 S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. Selain itu, pH juga mempengaruhi nilai BOD 5 , fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya (Dojildo and Best, 1992).
2.2.2.3. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolism tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan hasil proses fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang menurunkan kadar oksigen
dalam air laut adalah
kenaikan suhu, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak di atas permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut. Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama
18
berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan adalah adanya bakteri aerob dari bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen (Fardiaz, 1992). Kandungan oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas air sebagaimana diuraikan pada Tabel 2. Sedangkan menurut baku mutu air laut yang ditetapkan oleh pemerintah tahun 2004 kandungan oksigen terlarut yang yang sesuai untuk kehidupan biota perairan adalah >5 mg/l.
Tabel 2. Kriteria Pencemaran Perairan berdasarkan Kandungan Oksigen Telarut Kandungan Oksigen Terlarut (ppm) -
Kriteria Kualitas Air
8–9
Baik
-
6,7 – 7,9
Agak tercemar
-
4,5 – 6,6
Tercemar Sedang
<4,5
Tercemar Berat
-
Sumber: Dojlido dan Best (1993). 2.2.2.4. Nitrat Nitrat (NO 3 ) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987). Konsentrasi ammonia untuk keperluan budidaya laut adalah 0,3 mg/l (KLH, 2004). Sedangkan untuk nitrat adalah berkisar antara 0,9 – 3,2 mg/l (KLH, 2004; DKP, 2002).
2.2.3. Parameter biologi Pemantauan kualitas perairan selalu menggunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa
19
penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran yang luas. Oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan. Parameter biologi yang digunakan dalam kualitas air adalah makrozoobentos. Makrozoobentos memiliki peranan dalam ekosistem perairan, yaitu berperan dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan organik serta menduduki beberapa posisi penting dalam rantai makanan. (Lind, 1979). Selain itu, sifat makrozoobentos yang hidup menetap atau bergerak lambat, sehingga jika ada bahan pencemar memasuki suatu perairan, maka hewan itu yang paling merasakan dampaknya. Perubahan pada struktur komunitas tersebut dapat menggambarkan proses yang terjadi dalam suatu lingkungan perairan. Untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan digunakan indeks keragaman makrozoobentos. Perubahan pada struktur komunitas makrozoobentos ditandai dengan perubahan pada indeks keragamannya. Odum (1993) mengemukakan indeks keragaman komunitas 0,60-0,80 adalah standar untuk ekosistem yang tidak menerima masukan bahan organik dan anorganik yang tinggi.
2.2.4. Sedimen Sedimen adalah kerak bumi yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari satu tempat ke tempat lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal (Friedman dan Sanders, 1978). Menurut Barnes (1986) sedimen terdiri atas dua kelompok, yaitu sediment of inlet dan pyroclastic sediment. Sediment of inlets berasal dari limpasan air sungai, jenis sedimen ini banyak mempengaruhi proses pembentukan pinggir pantai di sekitar muara sungai. Pyroclastic sediment berasal dari daratan (angin atau drainase) atau penguraian bahan organik. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur, yang seringkali sangat lunak. Substrat ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuaria baik oleh air laut maupun air tawar. Pengendapan partikel juga bergantung pada arus dan ukuran partikel. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus
20
yang kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama dari arus yang lemah. Oleh karena itu substrat pada tempat yang arusnya kuat cenderung bersubstrat kasar (pasir atau kerikil) karena hanya partikel berukuran besar yang akan mengendap. Jadi, baik air tawar maupun air laut mempunyai tendensi pertama kali melepas sedimen yang kasar, air laut melepasnya pada mulut estuaria, sedangkan air tawar akan melepasnya pada bagian hulu estuaria atau bahkan pada sungai itu sendiri. Dengan demikian, daerah tempat pencampuran didominasi oleh endapan halus (lumpur), sebagai akibat berkurangnya gerakan air dan pada penggumpalan karena penggumpalan karena percampuran kedua massa air. Di antara partikel yang mengendap di estuaria kebanyakan bersifat organik. Akibatnya substrat ini sangat kaya akan bahan organik. Bahan inilah yang menjadi cadangan makanan yang besar bagi organisme yang hidup di estuaria. Besarnya luas permukaan relatif terhadap volume partikel yang sangat kecil berarti tersedia daerah yang sangat luas untuk pertumbuhan bakteri. Daerah estuaria yang memiliki arus yang kuat, umumnya memiliki substrat berpasir. Hal ini terjadi akibat pengaruh arus sehingga partikel-partikel yang berukuran besar akan mengendap lebih cepat, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan lama dipertahankan dalam suspensi dan terbawa ke suatu tempat mengikuti pengaruh arus dan gelombang. Endapan lumpur banyak mengendap di pantai, terutama jika air laut terdorong ke luar estuaria karena aliran air tawar yang besar. Pembentukan endapan juga mendapat pengaruh dari laut, karena pada air laut juga banyak terdapat parikel tersuspensi. Ketika partikel tersuspensi yang dibawa oleh sungai bercampur dengan air laut, kehadiran ion-ion dalam air laut akan menyebabkan lmpur menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar melalui proses konglomerasi (Nybakken, 1988). Senyawa-senyawa kimia di sedimen dipengaruhi oleh faktor lingkungan Kondisi utama lingkungan yang merubah komposisi senyawa di sedimen antara lain pH, redoks potensial, interstitial water (IW), bahan-bahan alami yang berasal dari sistem itu sendiri (autothonous inputs), dan kegiatan yang dilakukan oleh hewan-hewan akuatik (Chester 1990; Mllero dan Sohn 1992). Faktor lain yg mmperngaruhi adalah produktifitas primer dan sekunder perairan (allochthonous inputs), limbah yg berasal dari manusia (antrophogenic input dan kondisi hidrologi (hydrologic variables).
21
Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku serta nutrien hewan benthos. Hewan benthos seperti bivalva dan gastropoda beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Razak, 2002). Disamping tipe substrat, ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis benthos laut (Levinton, 1982). Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari yang kasar sampai halus. Menurut Buchanan (1984) berdasarkan skala Wenworth sedimen di klasifikasikan berdasarkan ukuran partikelnya (Tabel 3).
Tabel 3. Klasifikasi partikel sedimen menurut skala Wenworth (Buchanan, 1984) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Partikel Boulder (batuan) Cobble (batuan bulat) Pebble (batu kerikil) Granule (butiran) Very coarse sand (pasir sangat kasar) Coarse sand (pasir kasar) Medium sand (pasir sedang) Fine sand (pasir halus) Very fine sand (pasir sangat halus) Silt (Lumpur) Clay (liat)
mm > 256 64-256 4,0-64 2,0-4,0 1,0-2,0 0,5-1,0 0,25-0,5 0,125-0,25 0,0625-0,125 0,0039-0,0625 < 0,0039
µm > 256x103 64x103-256x103 4000-64000 2000-4000 1000-2000 500-1000 250-500 125-250 62,5-125 3,9-62,5 < 3,9
2.3. Model Kualitas Air di Estuaria Kondisi wilayah estuaria berbeda dari kondisi wilayah sungai dan danau baik dari segi hidrodinamika, proses kimia maupun dari segi biologi. Jika dibandingkan dengan sungai dan danau estuaria memiliki karakteristik yang unik antara lain : 1. Di estuaria pasang surut sebagai penggerak utama 2. Salinitas bervariasi yang ditentukan oleh proses hidrodinamika kualitas perairan
22
3. Terdapat dua aliran yaitu aliran permukaan dari laut, dan aliran pada lapisan air bagian bawah yang berasal dari daratan dan seringkali membawa polutan 4. Kondisi syarat batas yang diperlukan dalam model numerik. Faktor utama yang menentukan proses transport di estuaria adalah pasang surut dan aliran air tawar dari sungai. Untuk muara sungai yang besar kecepatan angin juga berpengaruh signifikan terhadap proses transport tersebut. Kebanyakan estuaria yang panjang dan sempit dianggap sebagai satu saluran. Sungai sebagai sumber utama air tawar dan pada saat kondisi pasang membawa air asin dari laut (Gambar 2). Pesisir Pantai
Estuaria Air garam Sungai pasang surut Air tawar/payau
Gambar 2. Sistem Aliran Air di Estuaria
Pesisir Pantai
Muara Estuaria
Air tawar Sungai
Pendekatan model untuk menggambarkan kondisi suatu bahan polutan di perairan estuaria membutuhkan keterkaitan antara beberapa faktor fisika, kimia dan proses biologi. Aliran air dan persamaan angkutan polutan di estuaria sebenarnya merupakan suatu yang sangat kompleks, karena terjadinya percampuran antara air tawar (berasal dari sungai) dan air asin (yang berasal dari laut) (Cahyono, 1993). Hal ini menjadi semakin kompleks dalam system hidrodinamik dimana terjadi prosesproses pertukaran antara air-sedimen, proses perubahan senyawa kimia antara air tawar dengan air laut dan proses biologi lainnya. Beberapa fenomena fisika-kimia yang penting untuk suatu senyawa atau polutan di badan air dan sedimen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Sorpsi dan desorpsi antara larutan dan bentuk partikel dalam kolom air dan sedimen 2. Mekanisme pengendapan dan resuspensi partikulat antara sedimen dan badan air 3. Pertukaran difusi antara sedimen dan air kolum
23
4. Kehilangan bahan kimia akibat biodegradasi, volatilasi, photolysis dan reaksi dengan bahan kimia lain serta reaksi biokimia 5. Transport bahan pencemar akibat mekanisme dispersi dan adveksi 6. Pengendapan dan kehilangan bahan kimia ke sedimen lapisan dalam (Gambar 3) Faktor-faktor tersebut diatas adalah merupakan hal yang saling berkaitan dalam mendesain suatu model polutan dalam suatu perairan, hal lain yang juga dapat membantu suatu penyederhanaan suatu model adalah menganggap bahwa estuaria ditinjau dalam keadaan steady state, luas, aliran dan reaksi-reaksi yang terjadi adalah konstan dan seimbang. Biodegradasi Photolisis Volatilzation
Biodegradasi Photolisis Input polutan
Input polutan
Polutan dlm btk partikel mengendap
biodegradasi
Polutan partikel sedimen
desorpsi
Polutan dlm btk terlarut
sorpsi
resuspensi
desorpsi
sorpsi
Pertukaran scr difusi
Polutan terlarut dlm air intrstisial
biodegradasi
sedimentasi
Gambar 3. Skema perilaku bahan pencemar pada badan air (Modifikasi ; Thomann, 1987) Gang Ji (2008), mengemukakan bahwa faktor utama yang mengontrol proses hidrodinamika di estuaria adalah : 1) pasang surut, 2) input air tawar, 3) angin yang
24
berkaitan dengan proses evaporasi dan presipitasi serta pertukaran dengan atmosfer, 4) bentuk geometri dan batimetri estuaria. Pada perairan estuaria dimana terjadi percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai akan menghasilkan pelapisan (stratifikasi) dua massa air. Pada Gambar 4 dapat dilihat gambaran secara umum sirkulasi air di perairan estuaria.
Aliran keluar Transport vertikal
Partikel Partikel resuspensi pengendapan
Pertukaran
Garam dasar aliran
Aliran masuk
Gambar 4. Skema aliran air di Estuaria (Thomann, 1987)
Berbagai pendekatan model kualitas air di estuaria telah dikembangkan dalam 1D-3D. Hu et al. (2009) melakukan pengembangan model kualitas air –2D di estuaria Delta Sungai Pearl
berdasarkan program sistem model lingkungan ekologi (Row-
column AESOP), model 3D yang dimodifikasi dengan model ECOM dan WASP 5 (Zheng et al., 2004), pengembangan model MIKE 11 (Neto, 2007), pendekatan dengan metode empiris dan teknik regresi (Worall et al., 1998), pengembangan model 2D dengan metode euler (Novikof, 2005) dan dengan metode SWAT (Santhi et al.,2005).
2.3.1. Persamaan Pembangun Model Distribusi kualitas air yang merupakan substansi dalam bentuk larutan dan partikel dapat diketahui dengan pendekatan model kualitas air. Beberapa pendekatan model dinamik yang digunakan untuk menggambarkan kualitas perairan di estuaria mengacu pada DHI (2011). Pengembangan model 2-D untuk kualitas air berdasarkan persamaan momentum dan persamaan kontinuitas dengan mempertimbankan kedalaman dimana h= η + d adalah :
25
(1) Selanjutnya persamaan transport 2D dikembangkan dalam Spherical Coordinates dengan skala kuantitas :
(2)
dimana : , t
= kecepatan berdasarkan kedalaman rata-rata arah x dan y = waktu = rata-rata kedalaman skala kuantitas
Fc
= difusi secara horizontal
Cs
= konsentrasi dari sumber
kp
= laju decay
S
= jarak point source
Pada Spherical Co-ordinates kecepatan arah horizontal sebagai berikut : (3) (4) Dimana : R = radius pada bumi λ = bujur Ø = lintang Substitusi persamaan (2), (3) dan (4) diperoleh persamaan sebagai berikut :
(5)
Faktor gesekan dasar dinyatakan dalam formula Chezy number (C) dan Manning number (M) (6)
26
(7) dimana: Cf
= koefisien gesekan dasar
g
= percepatan grafitasi (m/dt2)
Manning number dapat dihitung berdasarkan dari pajang kekasaran dasar yaitu :
(8)
Secara umum dalam membangun model transport suatu substansi dibutuhkan nilai decay, dimana nilai ini spesifik untuk masing-masing komponen. Untuk menghitung laju decay linear digunakan formula :
(9) Dimana; C = konsentrasi polutan k = decay (detik-1) Transpor suatu komponen diperairan tergantung pada arus, dimana pada estuaria arus yang dominan dibangkitkan oleh pasang surut dan kecepatan angin. Kondisi pasang surut disimulasikan berdasarkan hasil prediksi DHI dan data lapangan. Kecepatan angin dihitung berdasarkan persamaan empiris :
dimana; = densitas udara = koefisien tarikan udara = (u w ,v w ) kecepatan angin 10 m diatas permukaan air
27
Interaksi kecepatan gesekan dengan tegangan permukaan dihitung berdasarkan formula; (11)
Koefisien tarikan udara merupakan nilai konstan atau tergantung pada kecepatan angin. Persamaan empiris untuk koefisien tarikan dibangun oleh Wu(1980, 1994) : (12)
dimana : c a , c b , w a dan w b = faktor empiris w10 = kecepatan angin 10 m diatas permukaan laut nilai untuk faktor empiris c a = 1,255.10-3, c b = 2,425.10-3, w a = 7 m/dt dan w b = 25 m/dt.
2.4. Pengelolaan Lingkungan Estuaria Definsi wilayah pesisir memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil (Bengen, 2002), Menurut Dahuri et al. (1996) pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainable). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar
28
sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat (vertical integration). Keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa didalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari system social dan system alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Pengelolaan kawasan pesisir dan lautan juga memerlukan partisipasi pakarpakar dari berbagai bidang ilmu (kelautan, ekologi, sosial, ekonomi, hukum, tehnik dan lain-lain) dengan pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang dikembangkan adalah inter-disciplinary approach. Pendekatan multi-disiplin, merupakan pendekatan dimana suatu persoalan diinvestigasi dan dianalisis dengan cara membagi kedalam persoalanpersoalan disiplin dan profesi masing-masing dan pemecahannya secara independen. Oleh karena itu untuk kepentingan pengelolaan hendaknya didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan dan pengelolaan ekosistem pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya yang ada didalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Jika tujuan pengelolaan adalah untuk mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir kearah darat hendaknya mencakup suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) (Bengen, 2002). Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir tak luput dari pengembangan dan pembangunan. Dampaknya adalah kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Oleh karena itu, pengembangan dan pembangunan diselaraskan dengan kelangsungan ekosistem estuaria. Untuk menjaga dan memelihara ekosistem dibuat rencana pengelolaan lingkungan di kawasan pesisir yang bertujuan untuk melindungi kawasan dari pencemaran limbah permukiman, industri pengolahan ikan, pelabuhan dan lain-lain. Misalnya, limbah cair dikelola dengan cara pemusatan pengolahan limbah permukiman atau rumah tangga, sedangkan limbah padat, pengelolaannya dengan pembuangan secara terbuka (open disposall atau dumping), penimbunan dengan tanah (sanitary landfill), kompos (composting), dan pembakaran (incenerator).
29
Pengelolaan lingkungan estuaria membutuhkan partisipasi dari penduduk dan pelaku industri yang banyak menghasilkan berbagai jenis limbah cair yang dapat menurunkan kualitas air perairan. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan industri akan mengakibatkan kapasitas asimilasi dari perairan semakin menurun sehingga terjadi akumulasi limbah yang pada akhirnya juga menurunkan kualitas air di perairan estuaria. Menurunya kualitas air di perairan akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap keberlangsungan aktivitas pembangunan seperti perikanan, pariwisata, pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi hal ini , sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari dampak menurunnya kualitas perairan disamping itu partisipasi dari seluruh stakeholder juga sangat diharapkan. Selanjutnya dalam penentuan arahan kebijakan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) .
2.4.1. Analytical Hierarchy Process (AHP) Penggunaan AHP dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik. Variabel yang dikaji dalam analisis ini adalah faktor pendukung dalam kebijakan, stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan sungai, program pengelolaan sungai serta skenario pengelolaan yang tepat. Analisis data dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya. Perbandingan berdasarkan judgement dari stakeholder dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif digunakan nilai skala komparasi 1-9 berdasarkan skala Saaty yang tertera pada Tabel 4. Output dari analisis prioritas kebijakan adalah faktor pendukung dalam kebijakan, stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan estuaria/sungai, program pengelolaan estuaria/sungai serta skenario pengelolaan yang tepat.
30
Langkah-langkah Penyelesaian 1.
Matriks pendapat individu Pada penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan
di setiap tingkat hirarki keputusan dilakukan dengan judgement melalui komparasi berpasangan. Nilai yang didapat disusun dalam bentuk matrik individu dan gabungan yang kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat. Jika C 1 ,
C 2, ……..
Cn merupakan set elemen suatu tingkat keputusan
dalam hirarki, maka kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan setiap elemen terhadap elemen lainnya akan membentuk matrik A yang berukuran n x n. Apabila C i dibandingkan dengan C j , maka a ij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan C i terhadap C j . Nilai matriks a ij = 1/ a 1j , yaitu nilai kebalikan dari nilai matriks a ij . Untuk i = j , maka nilai matriks a ij = a ji = 1, karena perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C 1 , C 1, …….. Cn untuk ij = 1, 2, 3, ……n dan ij disajikan pada Gambar 5.
Tabel 4. Skala perbandingan berpasangan Skala
Definisi
Kedua elemen sama pentingnya (equally importance) terhadap tujuan Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya 3 (moderately importance) Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya (strongly 5 importance) Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen lainnya 7 (very strongly importance) Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 9 (extremely importance) Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan 2,4,6,8 (intermediate value) Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan 1/(1-9) dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i Sumber: Saaty (1991) 1
31
C1
C2
C3
..
Cn
C1
1
a 12
a 13
..
a 1n
C2
1 / a 12
1
a 23
..
a 2n
C3
1 / a 13
1 / a 23
1
..
a 3n
..
..
..
..
..
..
Cn
1 / a 1n
1 / a 2n
1 / a 3n
..
1
Gambar 5. Hasil transformasi matriks pendapat 2.
Penyelesaian dengan Manipulasi Matriks Matriks pendapat pakar diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu
dengan menentukan nilai eigen dengan prosedur yang diuraikan dalam Marimin (2005): -
Kuadratkan matriks pendapat.
-
Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.
-
Lakukan secara berulang (iterasi) dan hentikan proses ini jika perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.
-
Hitung weighted sum vector dengan jalan mengalikan matriks pendapat dengan matriks eigen.
-
Hitung Consistensi Vector (p) dengan menentukan nilai rata-rata dari weighted sum vector.
-
Hitung nilai indeks consistensi dengan rumus :
CI = (p – n) / (n – 1)………………………….(2.8)
-
Hitung consistensi Ratio (CR) yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekwen atau tidak.
32
Perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus: CR =
CI …………………………………………(2.9) RI
RI : Indeks Acak (Random Index) Nilai Indeks Acak (RI) bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Untuk lebih jelasnya, indeks acak untuk orde tertentu dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriksnya. Jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses AHP perlu diulang kembali. Nilai rentang penerimaan bagi CR disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5. Nilai indeks acak rata-rata berdasarkan orde matriks Ukuran Indeks Konsistensi Matriks Acak (RI) 1 0.00 2 0.00 3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 9 1.45 10 1.49 Sumber : Saaty (1991) Tabel 6. Nilai rentang penerimaan bagi CR Ukuran Matriks ≤3x3 4x4
Konsistensi Rasio (CR) 0.03 0.08
>4x4
0.10
Sumber : Saaty (1991)
33
3. Penggabungan pendapat responden Matriks pendapat gabungan (G), merupakan susunan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya (g ij ) berasal dari rata-rata geometrik pada elemen matriks pendapat individu (a ij ) yang resiko konsistensinya (CR) memenuhi persyaratan. Selanjutnya pada matriks baru dilakukan perhitungan nilai eigen dan bobotnya.