II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Nelson (1973) menyatakan bahwa danau adalah tempat genangan air yang luas di pedalaman, dimana terdapat aliran tersendiri dengan air berwarna jernih atau keruh. Genangan air yang terdapat pada danau dapat bersumber dari mata air atau aliran sungai. Jumlah air yang masuk pasti lebih besar dari air yang keluar. Kandungan nutrien di perairan akan mempengaruhi produktivitas danau. Produktivitas yang tinggi terjadi di perairan yang eutrofik, dimana perairan tersebut banyak menerima nutrien dari kegiatan manusia. Dengan meningkatnya kegiatan biologi dalam danau per unit waktu dan volume air tertentu, maka produksi sampah organikpun akan meningkat dan akhirnya mengendap di dasar danau sehingga dapat terjadi pendangkalan (Watt, 1974). Di dalam ekosistem danau terdapat unsur abiotic, primary producer, consumers and decomposers yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Semua organisme yang ada di danau akan menggunakan air sebagai alat transportasinya. Keadaan dan jumlah organisme danau ditentukan oleh tiga hal yaitu asal mulanya terjadi danau, erosi, dan letak geografisnya (Golterman, 1975). Pada danau eutrofik umumnya memiliki perairan yang dangkal. Tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton besar, sering terjadi blooming alga dan tingkat penetrasi cahaya umumnya rendah. Pada danau oligotrofik biasanya memiliki perairan yang dalam, dengan hypolimnion lebih luas dari epilimnion. Tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Konsentrasi nutriennya rendah dan blooming plankton jarang terjadi, sehingga air danau memiliki penetrasi cahaya yang besar (Jorgensen, 1983). Danau sebagai suatu ekosistem, secara fisik merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yan tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Lincoln et al., 1984).
36
Berdasarkan proses terbentuknya, danau dapat dibagi atas dua, yaitu danau alam dan danau buatan. Danau alam terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, seperti bencana alam, kegiatan vulkanik, dan kegiatan tektonik (Odum. 1993), sedangkan danau buatan terbentuk oleh kegiatan manusia dengan sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah. Menurut Ekspedisi Sunda yang dilakukan pada tahun 1928 - 1929, Danau Maninjau dikategorikan sebagai danau vulkanis, yaitu bekas letusan gunung berapi yang pada masa Kwarter dimana ditemukan jenis batu-batuan beku vulkanis dan instrusi hampir seluruh daerah disekitar danau tersebut. Daerah tebing dekat pintu Barat dan Timur danau dilalui oleh dua jalur geseran yang menandakan daerah tersebut tidak stabil. Danau Maninjau memiliki luas 9.737,50 ha dengan panjang maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km. Sebagai suatu sumberdaya alam dan lingkungan, Danau Maninjau memiliki arti yang penting bagi kehidupan manusia, baik bagi masyarakat yang tinggal disekitar danau maupun bagi masyarakat yang tinggal pada daerah aliran sungai tempat air danau keluar serta masyarakat lain pada umumnya. Bila tidak ada intervensi manusia, maka volume air danau relatif tetap yang ditunjukkan oleh tingkat elevasinya. Sumber air danau dapat berasal dari sungai, air rembesan (air tanah), dan air hujan. Sebaliknya kehilangan air danau dapat melalui saluran pengeluaran (oulflow), sungai, rembesan, serta evaporasi (Payne, 1986). Danau selalu menerima masukan air dari daerah sekitarnya (DAS), dengan demikian danau cenderung menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Menurut Payne (1986) konsentrasi ionik perairan danau merupakan resultante ionik dari air yang masuk. Kualitas air danau sangat tergantung pada pengelolaan daerah aliran sungai yang mengalir ke danau tersebut.
2.2. Penelitian Sumberdaya Air Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam upaya mengkaji lebih dalam tentang eksistensi sumberdaya air sebagai input produksi pertanian dan
37
untuk kebutuhan domestik dapat diklasifikasikan atas 3 aspek, yaitu (1) aspek ekonomi,(2) aspek sosial kelembagaan, dan (3) aspek teknis. Umumnya penelitian lebih banyak dititik beratkan pada eksisten sistem irigasi dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat petani, sedangkan penelitian yang menitik beratkan pada penelitian nilai ekonomi air serta pendugaan kurva permintaannya masih relatif sedikit.
2.3. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam Persyaratan terjadinya interaksi sosial adalah kontak sosial dan adanya komunikasi. Proses interaksi yang pokok adalah proses asosiatif dan proses disasosiatif. Bentuk proses asosiatif adalah kerjasama dan akomodasi, sedangkan proses dis-asosiatif adalah persaingan, kontroversi dan pertentangan atau konflik (Sukanto, 1990). Fisher (2001), mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang satu sama lain tidak sejalan. Konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Oleh karena itu, konflik adalah sesuatu yang tak terelakkan yang dapat bersifat positif /negatif. Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, konflik dapat diartikan sebagai sengketa lingkungan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela dari pihak-pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk tindakan penyelesaian guna menjamin tidak terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
2.4. Analisis Kebijakan Publik Analisis kebijakan adalah aktivitas untuk menciptakan pengetahuan tentang dalam proses pembuatan kebijakan (Lasswell, 1971, di dalam Dunn, 1994). Tujuan kebijakan publik adalah menyelesaikan berbagai masalah publik yang mencakup dan berdampak kepada kehidupan publik. Kebijakan publik
38
merupakan agenda kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah yang merupakan tanggapan terhadap lingkungan atau masalah publik. Dalam menyelesaikan masalah publik yang terpenting adalah hubungan yang normative antara pejabat publik dengan masyarakat yang dipimpinnya. Seorang pejabat publik harus memahami kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya. Thoha (1986: 56-57) memberikan dua aspek pokok Public Policy, yaitu: (1) Policy merupakan praktika sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan digunakan pula untuk kepentingan masyarakat; (2) Policy adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh baik untuk mendamaikan “claim” dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan “incentive” bagi tindakan bersama. Dye (1992) memberikan definisi Public Policy is whatever government choose to do or not to do. Kebijakan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Islamy (1992), menyatakan sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena “sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan pemerintah. Udoji (dalam Wahab:1991) mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang dipusatkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. Dari pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan kebijakan publik adalah berbagai tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Menurut Parker (dalam Santoso, 1998:4), Kebijakan Publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh suatu pemerintah pada periode tertentu dalam hubungannya dengan suatu subjek atau tanggapan pada suatu krisis. Menurut William Dunn (1981:70) kebijakan publik adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam bidang-bidang issue yaitu arah tindakan actual atau
39
potensial dari pemerintah yang didalamnya terkandung konflik diantara kelompok masyarakat. Masalah kebijakan publik tidak hanya masalah organisasi publik semata, tetapi merupakan masalah kehidupan masyarakat secara menyeluruh, oleh karena itu untuk memecahkan masalah publik tersebut diperlukan berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian dalam memecahkan masalah publik seorang analis tidak bekerja sendirian tetapi dibantu oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Dalam membuat analisis kebijakan publik, seorang analis akan melalui tahap-tahap kerangka pemikiran sebagaimana yang dikemukakan oleh Dunn (2000), yaitu: a.
Merumuskan masalah-masalah kebijakan, yaitu kebutuhan, nilai-nilai, atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik.
b.
Meramal masa depan kebijakan. Peramalan (forecasting) adalah suatu prosedur untuk membuat informasi faktual tentang situasi sosial masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan.
c.
Rekomendasi aksi-aksi kebijakan. Prosedur analisis-kebijakan rekomendasi
memungkinkan
analis
menghasilkan
informasi
dari tentang
kemungkinan serangkaian aksi dimasa mendatang untuk menghasilkan konsekuensi yang berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat seluruhnya. Didalamnya terkandung informasi mengenai aksi-aksi kebijakan, konsekuensi
di masa depan setelah melakukan alternatif tindakan, dan
selanjutnya ditentukan alternatif mana yang akan dipilih. d.
Pemantauan dalam analisis kebijakan, merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan publik. Mengevaluasi Kinerja Kebijakan adalah prosedur analisiskebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai nilai atau manfaat dari serangkaian aksi di masa lalu dan atau masa depan.
40
Suatu kebijakan yang baik, menurut Dunn (1994) harus melalui tahaptahap kegiatan. Tahap-tahap kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Agenda Setting, 2) Policy Formulating, 3) Policy Adoption, 4) Policy Implementation, 5) Policy Assessment. Dunn (1998), menggambarkan proses suatu kebijakan publik dibuat, yaitu sebagai berikut (Gambar 2). Kinerja Kebijakan Peramalan
Evaluasi
Perumusa
Hasil Kebijakan
Perum usan Masal ah
Masalah Kebijakan
Perumusanan Masalah
Pemantauan
Masa Depan Kebijakan
Perum usan Masal ah Rekomendasi
Aksi Kebijakan
Sumber : Dunn (1998) Gambar 2 Analisis Kebijakan yang Berorientasi pada Masalah Gambar
tersebut merupakan prosedur analisis kebijakan publik yang
harus dilalui oleh analis kebijakan, sebagai alat untuk menunjukkan keterkaitan antara metode-metode dan teknik-teknik analisis kebijakan. Dunn (2000) menyatakan untuk menentukan alternatif terpilih ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu : (1) Efektivitas, apakah alternatif kebijakan tersebut efektif untuk memecahkan masalah kebijakan (2) Efisiensi, apakah alternatif tersebut efisien untuk memecahkan masalah kebijakan (3) Adequacy, apakah proporsi alternatif kebijakan tersebut cukup mampu mengatasi masalah kebijakan.
2.5. Analisis Biaya Manfaat Dalam Kebijakan Publik Metode analisis biaya manfaat diterapkan untuk menciptakan informasi yang bersifat evaluatif dan normatif. Analisis biaya manfaat dapat menilai kebijakan yang telah diambil atau dilaksanakan telah meningkatkan atau
41
menurunkan kesejahteraan masyarakat dan selanjutnya merekomendasikan alternatif tindakan memperbaiki keadaan, bila yang terjadi adalah penurunan tingkat kesejahteraan. Banyak analisis biaya manfaat moderen diterapkan dalam Ekonomi kesejahteraan yang secara khusus diarahkan pada cara investasi publik dapat memberikan kontribusi untuk memaksimalkan pendapatan bersih sebagai ukuran agregat kepuasan (kesejahteraan) dalam masyarakat. Menurut Dunn (1994), pada saat diterapkan di sektor publik, maka analisis biaya manfaat akan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu; 1.
Berusaha mengukur semua biaya dan manfaat bagi masyarakat yang kemungkinan dihasilkan dari program publik, termasuk berbagai hal yang tidak terlihat (bersifat intangible) dalam bentuk uang (moneter). Ukuran untuk biaya dan manfat adalah nilai ekonomis dan bukan nilai finansial. karena harga pasar tidak selalu sama dengan nilai ekonomis (Hufschmidt et al., 1983).
2.
Secara tradisional melambangkan rasionalitas ekonomi, karena kriteria ditentukan dengan pengukuran efisiensi ekonomi secara global. Suatu kebijakan dikatakan efisien bila manfaat bersih (total manfaat dikurangi total biaya) lebih besar dari nol dan lebih tinggi dari manfaat bersih yang mungkin dapat dihasilkan dari sejumlah alternatif investasi lainnya.
3.
Masih menggunakan pasar swasta sebagai titik tolak didalam memberikan rekomendasi, misalnya dalam menentukan biaya kemungkinan dari suatu investasi selalu dihitung berdasarkan manfaat bersih apa yang mungkin dapat diperoleh dengan menginvestasikannya di sektor swasta,
4.
Analisis biaya manfaat kontemporer atau analisis biaya manfaat sosial. dapat juga digunakan untuk mengukur pendistribusian kembali manfaat. Dalam penggunaan analisis biaya manfaat untuk menganalisis suatu
kebijakan yang telah diambil pada masa lalu,
sangat
penting
untuk
mempertimbangkan semua biaya dan manfaat yang timbul dalam masyarakat baik yang memiliki kaitan secara langsung maupun tidak langsung
dengan
kebijakan tersebut, baik internal maupun eksternal dan baik yang terukur secara langsung maupun terukur secara tidak langsung.
42
Lebih lanjut Dunn (1994), mengemukakan bahwa metode analisis biaya manfaat sebagai suatu metode dalam analisis kebijakan publik memiliki beberapa keunggulan dan keterbatasan. Keunggulannya adalah meliputi: (1) biaya maupun manfaat dinyatakan dalam satuan ukuran yang sama (uang); (2) memungkinkan untuk melihat manfaat dan biaya pada masyarakat secara
keseluruhan, dan ; (3)
memungkinkan analisis yang dapat membandingkan program secara luas dalam lapangan yang berbeda. Keterbatasan Analisa Biaya Manfaat meliputi : (1) tekanan yang terlalu eksklusif pada efisiensi ekonomi yang dapat berarti bahwa kriteria keadilan menjadi tidak berarti atau tidak dapat diterapkan. Dalam pelaksanaannya kriteria Kaldor-Hick telah mengabaikan masalah-masalah redistribusi manfaat. Sementara kriteria pareto jarang memecahkan konflik antara efisiensi dan keadilan; (2) nilai uang tidak cukup untuk mengukur daya tanggap, karena adanya variasi pendapatan masyarakat; (3) ketika harga pasar tidak ada bagi suatu barang yang penting, analisis sering memaksa diri untuk membuat harga bayangan berdasarkan pendekatan kesediaan membayar atau WTP yang bersifat subjektif. Semua manfaat dan biaya yang timbul dari suatu kebijakan harus diperhitungkan secara lengkap, namun dalam penerapannya sulit untuk dilakukan, besar kemungkinan akan terabaikan. Untuk mengurangi kesalahan tersebut dilakukan klasifikasi biaya dan manfaat atas: internalitas terhadap ekstemalitas; nyata terhadap tidak nyata; primer terhadap sekunder,efisien bersih terhadap efisiensi semu. Dalam analisis kebijakan restrospektif pemanfaatan Danau Maninjau, tipe ABM yang akan diperbandingkan adalah yang bersifat eksternalitas, karena yang bersifat internalitas telah diperhitungkan secara lengkap pada saat analisis prospektif. Manfaat dan biaya eksternalitas yang akan diperbandingkan adalah mencakup semua jenis biaya baik yang dapat terukur secara langsung maupun tidak langsung dengan cara penaksiran atas dasar dasar harga pasar yang tidak berhubungan langsung dengan sasaran pokok program (sekunder). Hasil perbandingan manfaat dan biaya menimbulkan kenaikan dalam agregat
43
pendapatan
atau hanya akan menghasilkan pergeseran pendapatan diantara
berbagai kelompok dalam masyarakat Menurut Dunn (1994), ada empat cara untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan dapat memaksimalkan kesejahteraan sosial, yaitu: 1.
Memaksimalkan kesejahteraan individu secara simultan,yangmenuntut agar peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan berdasarkan nilai semua Individu. Berdasarkan Dalil Kemustahilan Arrow, hal ini tidak mungkin untuk dicapai.
2.
Melindungi kesejahteraan Minimum, didasarkan pada kriteria Pareto yang menyatakan suatu keadaan sosial dikatakan lebih baik dari yang lainnya jika paling tidak ada satu orang yang diuntungkan dan tidak ada satu orangpun yang dirugikan. Pareta optimum adalah suatu keadaan sosial di mana tidak mungkin membuat satu orang diuntungkan (better off) tanpa membuat yang lain dirugikan (worse off).
3.
Memaksimalkan kesejahteraan bersih, didasarkan pada kritetia Kaldor-Hicks yang menyatakan bahwa suatu keadaan sosial lebih baik dari yang lainnya jika terdapat perolehan bersih dalam efisiensi (manfaat total dikurangi biaya total) dan jika mereka yang memperoleh manfaat dapat mengganti mereka yang kehilangan.
4.
Memaksimalkan
kesejahteraan
redistributif,
berusaha
memaksimalkan
manfaat redistributif untuk kelompok-kelompok yang terpilih, seperti secara rasial tertekan, miskin atau sakit.
2.6. Status Kepemilikan Sumberdaya Air Sebagai suatu sumberdaya milik bersama, Danau Maninjau dapat dimanfaatkan secara bebas oleh siapa saja atau bersifat bebas (common good). Air bisa diperoleh tanpa membayar sehingga mengarah pada sumberdaya milik bersama (common property resource) yang pemanfaatannya berdasarkan prinsip (first come first served). Karena bersifat terbuka dan menjadi milik umum, maka sumberdaya danau mudah sekali mengalami perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidak jelasan hak-hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya.
44
Status kepemilikan sumberdaya akan menentukan apakah pengalokasian sumberdaya tersebut efisien atau tidak. Menurut Tietenberg (1992), status kepemilikan sumberdaya untuk dapat menghasilkan pengalokasian yang efisien dalam mekanisme pasar harus memilki 4 ciri penting yaitu; (1) universality, artinya suatu sumberdaya dimiliki secaraa pribadi dan hak-hak yang melekat dari kepemilikan tersebut dapat diungkapkan secara lengkap dan jelas, (2) exclusivity, artinya semua manfaat dan biaya yang timbul dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut, baik secara langsung maupun tidak, hanya dimiliki oleh pemilik
sumberdaya
tersebut,
(3)
transferability,
artinya
seluruh
hak
kepemilikannya itu dapat dipindah tangankan dari satu pemilik ke pihak lain melalui transaksi yang bebas, dan (4) enforceability, artinya hak kepemilikan tersebut tidak dapat dirammpas atau diambil alih oleh pihak lain secara paksa. Jika salah satu dari keempat faktor ini tidak terpenuhi, maka pengalokasian sumberdaya tersebut akan menjadi tidak efisien. Lebih lanjut Tietenberg (1994) menyatakan bahwa agar air permukaan merata maka ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (a) keseimbangan antara penggunaan-penggunaan yang saling bersaing, dan (b) variabilitas air yang seimbang dari waktu ke waktu dan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan sumberday air. Sumberdaya air harus dialokasikan dengan baik sehingga manfaat bersih marjinal (Marginal net benefit) adalah sama untuk semua penggunanya, di mana manfaat bersih marjinal adalah jarak vertikal antara kurva permintaan terhadap air dengan kurva biaya marjinal dari ekstraksi dan distribusi air dari unit terakhir air yang dikonsmsi. Dengan demikian wajar kalau pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya milik bersama tidak memiliki kendali dan tanggung jawab yang jelas terhadap kualitas sumberdaya tersebut. Sumberdaya ini tidak dikuasai oleh individu atau agen ekonomi tertentu, sehingga terhadap sumberdaya ini tidak dibatasi, yang pada gilirannya akan mendorong terjadinya pengeksploitasian yang berlebihan yang dapat berdampak negatif terhadap kelanjutan lingkungan. Setiap orang cenderung untuk mengeksploitasi tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain. Hal ini didasarkan pada suatu persepsi, bahwa orang lain yang punya kesempatan
untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut juga akan bertindak
45
demikian. Maka terjadilah tragedi massal atau the tragedy of the commons (Hardin, 1977). Hardin mengilustrasikan dengan sebuah kasus pada padang penggembalaan umum. Tiap peternak akan menggembalakan ternaknya dalam jumlah
yang
sesuai
dengan
kemampuannya,
tanpa
mempertimbangkan
ketersediaan rumput bagi peternak lainnya sehingga timbul penggembalaan secara berlebihan. Bila dikaitkan dengan sumberdaya danau, maka hal tersebut dapat juga terjadi dimana setiap nelayan akan menangkap ikan dengan berbagai cara dan macam tanpa mempertimbangkan jumlah ketersediaan ikan dan kepentingan nelayan lain, sehingga pada suatu saat akan terjadi kelangkaan dan bahkan kepunahan terhadap berbagai jenis ikan tertentu. Kondisi semacam ini disebut sebagai penangkapan ikan secara berlebihan atau overfishing. Anwar (1999), mengemukakan bahwa sumberdaya air memiliki beberapa karakteristik khusus, yaitu (a) mobilitas air, di mana air bersifat cair mudah mengalir, menguap dan meresap di berbagai media, sehingga sulit untuk melaksanakan penegasan hak atas sumberdaya tersebut secara eksklusif agar dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar; (b) sifat skala ekonomi yang melekat, di mana dalam penyimpanan, penyampaian dan distribusi air terjadi skala ekonomi yang melekat pada komoditas air,sehingga menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly ), (c) penawaran air berubah-ubah menurut waktu, ruang dan kualitasnya, dimana dalam keadaan kekeringan dan banjir sumberdaya air ini hanya dapat ditangani oleh pementah untuk kepentingan umum; (d) kapasitas dan daya asimilasi dari badan air, di mana zat cair mempunyai daya larut untuk mengasimilasikan berbagai zat padat (pencemar) tertentu selama daya asimilasinya tidak terlampaui, sehingga mengarah kepada komoditas yang bersifat umum di mana setiap orang menganggapnya sebagai keranjang sampah, (e) penggunaannya bisa dilakukan secara beruntun (sequential use), dimana ketika mengalir dari hulu ke hilir sampai ke laut, dan dengan beruntunnya penggunaan selama perjalanan alirannya akan merubah kuantitas dan kualitasnya,sehingga
menimbulkan
eksternalitas,
(f)
penggunaan
yang
serbaguna,dimana dengan kegunaannya yang banyak tersebut maka pihak individu (swasta) dapat memanfaatkannya dan sisanya menjadi barang umum
46
yang dapat menimbulkan eksternalitas, (g) berbobot besar dan memakai tempat,ditambah dengan biaya tinggi untuk mewujudkan hak kepemilikannya, menjadikan sumberdaya air bersifat akses terbuka (open access), (h) nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air,sebagian besar masyarakat masih mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas anugerah Tuhan yang tidak patut dikomersialisasikan, sehingga menjadi kendala dalam alokasinya ke dalam pasar. Tietenberg (1992) mengemukakan bahwa pengalokasian sumberdaya air dikatakan efisien apabila telah memperhatikan dua hal pokok yaitu (a) keseimbangan antara
penggunaan-penggunaan yang saling bersaing, dan (b)
variabilitas air yang seimbang dari waktu ke waktu dan dapat memenuhi kebutuhan manusia akan sumberdaya air. Dalam pengalokasian sumberdaya air, manfaat bersih marjinal adalah sama untuk semua penggunaan, dengan manfaat bersih marjinal adalah jarak vertikal antara kurva permintaan terhadap air dengan kurva biaya marjinal dari ekstraksi dan distribusi air dari unit terakhir yang dikonsumsi. Jika manfaat bersih marjinal tidak merata, sering terjadi kenaikan manfaat bersih dengan adanya transfer air dari pemanfaatan yang memberikan manfaat bersih yang rendah ke penggunaa yang memberikan manfaat yang lebih tinggi. Cara pemanfaatan dan pengembangan suatu SDAL sangat ditentukan oleh peraturan perundangan baik formal maupun non formal yang mengatur tentang status kepemilikan dan hak pemanfaatannya. Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional Negara mengamanatkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. McKean (1992) mengelompokkan pemilikan sumberdaya alam atas 6 bagian yaitu; (a) tanpa pemilik, (b) milik masyarakat tertentu, (c) milik pemerintah yang tidak boleh dimasuki oleh orang sembarangan, (d) milik pemerintah yang boleh dimasuki oleh khalayak umum, (e) milik swasta perusahaan, (f) milik pribadi. Berdasarkan pembagian di atas maka pola pemilikan dan penguasaan SDAL dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu; (a) Tanpa pemilik adalah milik semua orang atau tidak jelas status kepemilikannya. Tidak ada seorangpun yang berhak untuk memanfaatkannya
47
sumberdaya tersebut demi kepentingan pribadi atau kelompoknya serta tidak bisa mempertahankannyaagar tidak digunakan orang lain. (b) Milik masyarakat atau komunal adalah milik sekelompok masyarakat yang telah melembagadengan norma-norma atau hukum adat yang mengatur pemanfaatan SDAL dan dapat melarang pihak lain untuk mengeksploitasinya. (c) Milik pemerintah adalah milik dibawah kewenangan pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Individu atau kelompok orang dapat memanfaatkan SDAL tersebut atas izin, persetujuan, lisensi atau hak pengelolaan dari pemerintah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (d) Milik pribadi/swasta adalah milik perorangan atau sekelompok orang secara sah yang ditunjukkan oledh bukti-bukti kepemilikannya yang memiliki kekuatan hukum.Pemilik dijamin secara hukum dan sosial untuk menguasai dan
memanfaatkannya
dan
dapat
melarang
pihak
lain
untuk
menggunakannya. Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional Negara Repoblik Indonesia telah mengamanatkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dimiliki oleh generasi masa kini dan generasi masa datang secara berkelanjutan. Sumberdaya alam bukanlah merupakan warisan yang kita terima begitu saja dari nenek moyang kita, akan tetapi harus disadari bahwa sumberdaya alam tersebut merupakan titipan yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita pada masa depan. Undang-undang Dasar 1945 maupun Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup tidak merumuskan secara jelas tentang status kepemilikan sumberdaya alam, melainkan hanya menggariskan masalah hak pemanfaatannya. Untuk masalah SDAL di Provinsi Sumatera Barat, sebenarnya di dalam hukum adat (Hukum adat Minangkabau), telah ada ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah status kepemilikan dan hak pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam hukum adat minangkabau dikenal “ tanah ulayat” dengan hiraki; (a) hak ulayat kaum, di bawah pengawasan mamak sebagai kepala waris; (b) hak ulayat
48
suku, yang berada di bawah pengawasan penghulu suku; (c) hak ulayat nagari, di bawah pengawasan dewan penghulu nagari; (d) hak ulayat rajo, yang penguasaannya di bawah majelis penghulu dari federasi nagari-nagari (Hakimy 1988). Ulayat mengandung arti bahwa masyarakat adat hanya boleh mengambil hasil dan menikmati hasil dari tanah yang dikuasai, hanya boleh menguasai saja, tapi tidak memiliki. Hak yang paling tinggi atas tanah di minangkabau adalah “hak ulayat” dan hak ulayat ini hanya bisa dimiliki bersama dan tidak boleh dimiliki perorangan. Oleh sebab itu yang mempunyai hak ulayat adalah nagari, persekutuan dari nagari, kampuang, suku dan kaum. Prinsip yang dianut dalam hukum pertanahan mengenai hak ulayat, yaitu keterpisahan antara tanah dengan ulayat. Hak ulayat dimiliki oleh masyarakat hukum adat, sedangkan anggota masyarakat, perorangan atau badan usaha lainnya hanya boleh memetik hasilnya.
2.7. Pendekatan dalam Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pembangunan ekonomi yang ada di negara maju maupun negara berkembang pada umumnya bertumpu pada sumberdaya alam dan produktivitas sistem alami (lingkungan). Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi tersebut adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melaiui produksi barang-barang dan jasa konvensional dengan memanfaatkan sumberdaya alam sebagai konsekuensi dari pembangunan itu akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Pada sisi lain pertumbuhan ekonomi tersebut sering diikuti oleh tekanan yang makin berat pada sistem alami (sumberdaya alam) dan dampak negatif pada kualitas lingkungan (degradasi). Oleh sebab itu untuk meghindarai dampak negatif yang tidak diinginkan itu, maka pembangunan ekonomi harus dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga dapat melestarikan produktivitas jangka panjang sistem alami. Dixon (1986), baik di negara maju maupun di negara berkembang kegiatan pembangunan ekonomi masih belum diberikan perhatian yang cukup untuk memelihara sistem alami dari kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh suatu pandangan,
bahwa antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan
merupakan alternatif-alternatif kerusakan dalam kualitas lingkungan merupakan
49
biaya yang harus dibayar dari adanya pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dengan kata lain terjadinya degradasi lingkungan adalah merupakan biaya yang harus dibayar dengan adanya pertumbuhan ekonomi. Pandangan ini adalah pandangan yang menyesatkan, sebab kalau pembangunan ekonomi dan kualitas lingkungan diberikan perhatian yang seimbang, maka kondisi tersebut tidak akan terjadi. Pada hakekamya kemunduran yang terjadi pada sistem alami dan kualitas lingkungan adalah merupakan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkannya atau munculnya tambahan biaya memanfaatkannya. Hal inilah yang disebut oleh Field (1997) sebagai konsep opportunity cost, yaitu biaya yang harus diperhitungkan akibat hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan suatu sumberuaya tertentu atau munculnya tambahan untuk memanfaatkannya, karena sumberdaya tersebut telah diputuskan untuk digunakan pada tujuan yang lain. Untuk menentukan nilai moneter dari hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan suatu sumberdaya dan lingkungan atau timbulnya tambahan biaya untuk memanfaatkannya, perlu dilakukan pendekatan yang hati-hati Penilaian ini sangat penting artinya, karena akan menentukan apakah suatu kebijakan lingkungan efektif atau tidak dan menjadi dasar yang penting untuk mengembangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, disamping faktorfaktor sosial, ekonomi, dan politik yang menyertainya (Yakin, 1997). Menurut Munasinghe (1992), secara koseptual nilai ekonomi total (total economic value) dari suatu sumberdaya terdiri atas; (1) nilai guna (use value), dan (2) nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna termasuk didalamnya nilaiguna langsung (direct use value), nilai guna tak langsung (indirect use value), dan nilai pilihan (option value), nilai guna potensial (potential use value) Sehingga secara matematis nilai ekonomi total dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut: NET
= NG + NBG
NET
= (NGL + NGTL + NP) + NBG
di mana: NET
=Nilai Ekonomi Total
NG
= Nilai Guna
NBG = Nilai Bukan Guna NGL = Nilai Guna Langsung
50
NGTL = Nilas Guna Tak Iangsung NP
=Nilai Pilihan Secara skematis pengelompokan nilai ekonomi suatu sumberdaya bila
dikaitkan dengan tingkat tengabilitas penilaian individu dapat dibuat seperti gambar berikut ini (Gambar 3).
Nilai Ekonomi Total
Nilai Guna
Nilai Bukan Guna
Nilai Guna Langsung
Nilai Guna Tak Langsung
Hasil yang dapat dikumsumsi secara langsung
Manfaat fungsional
• • • •
Makanan Biomassa Rekreasi Kesehatan
• Fungsi Ekologi • Flood Control • Storm Protection
Nilai Pilihan
Nilai guna langsung dan tak langsung Masa Y.a.d
Nilai Keberadaan
Nilai Non Guna Lain
Nilai dari keberadaan yang dipertahankan
• Keanekaragaman Hayati • Habitat tekonservasi
• Habitat • Spesies langka
Peningkatan Tangibilitas nilai
Gambar 3 Pengelompokan atribut nilai ekonomi untuk penilaian lingkungan (diadopsi dari Pearce 1994) Nilai guna langsung ditentukan oleh kontribusi suatu asset lingkungan membuat produksi dan konsumsi sekarang. Nilai guna tidak langsung adalah keuntungan yang diperoleh secara mendasar dari fungsi jasa yang disediakan lingkungan untuk mendukung produksi dan konsumsi sekarang. Selanjutnya nilai pilihan secara mendasar adalah kelebihan yang mana konsumen bersedia untuk membayar atas suatu asset yang tidak digunakan, untuk menghindari resiko dan
51
ketidak bersediaanya pada masa yang akan datang. Akhirnya nilai eksistensi adalah nilai yang diberikan oleh individu terhadap keberadaan barang lingkungan tertentu yang didasarkan pada etika norma tertentu. Selanjutnya Opschor (1989 di dalam Yakin, 1997) menambahkan satu kelompok/kategori nilai yaitu nilai masa depan (Begues value), nilai masa depan diberikan oleh seorang individu terhadap sumberdaya karena sumberdaya tersebut dapat digunakan untuk generasi yang akan datang, misalnya spesies, alam dan sebagainya. Teknik Penilaian Konsep dasar dari hakekat penilaian ekonomi dari semua teknik yang ada bertumpu pada kesediaan membayar atau WTP dari individu untuk suatu jasa liungkungan atau sumberdaya alam. Kesediaan untuk membayar itu sendiri didasarkan pada daerah yang berada di bawah kurva permintaan seperti diilustrasikan pada gambar berikut ini (Gambar 4). Nilai D
A pE
B
C D(S1)
FG 0
X0
D(So) X1
Gambar 4 Peningkatan manfaat dengan perbaikan kualitas asset lingkungan Gambar 4 memperlihatkan bahwa kurva D (So) mengindikasikan permintaan untuk suatu sumberdaya lingkungan (misalnya jumlah kunjungan perbulan), Xo adalah tingkat permintaan original pada harga p (misalnya biaya perjalanan termasuk nilai dari waktu yang dikeluarkan untuk perjalanan). Total WTP atau nilai dari jasa yang disediakan oleh sumberdaya lingkungan diukur oleh
52
daerah OABF yang teriri dari dua komponen utama, yaitu daerah OEBF atau (pXo), yang menggambarkan biaya total, dan dua yaitu daerah EBA yang disebut sebagai daerah surplus konsumen atau keuntungan bersih. Titik A menunjukan harga batas pada permintaan 0 atau tidak ada. Selanjutnya jika kualitas lingkungan diperbaiki,maka sebagai responnya permintaan akan meningkat, dimana kurva D (So) akan berpindah ke D (S1), tingkat permintaan yang baru adalah X1 (diasumsikan harga tetap P), maka total WTP sama dengan daerah ODCG dan keuntungan bersih yang baru adalah sebesar daerah EDC. Dengan demikian maka perbaikan kualitas lingkungan akan menghasilkan suatu tambahan peningkatan nilai sumberdaya lingkungan sebesar daerah ABCD. Untuk melakukan penilaian terhadap SDAL sampai sekarang telah banyak teknik yang berkembang dalam pemilihan teknik yang akan digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan sistem alam yang akan dinilai. Menurut Hufschmidt, et al.(1983), secara garis besarnya penilaian manfaat dari perubahan kualitas lingkungan dapat dibaigi atas tiga katagori, yaitu (1) teknik yang langsung didasarkan pada nilai pasar atau produktivitas, (2) teknik yang menggunakan nilai pasar barang substitusi atau pelengkap/komplementer, dan (3) pendekatan yang menggunakan teknik survey. Dalam menggunakan teknik penilaian ini, pertama-tama harus dilihat apakah nilai pasar dari suatu sumberdaya tersedia atau tidak. Jika tersedia, maka sebaiknya menggunakan nilai pasar tetapi jika tidak tersedia maka dapat digunakan nilai pasar barang substitusi. Bila penggunaan nilai pasar substitusi belum bisa dilakukan, maka baru digunakan teknik survey. Berkaitan nilai pasar atau produktivitas lebih menitik beratkan pada nilai ekonomi dampak kualitas lingkungan pada sistem alami atau sistem buatan manusia. Dampak pada sistem ini dicerminkan oleh tingkat produktivitas sistem (komponen fisik dan manusia) dan dalam produk yang berasal dari padanya dan yang masuk dalam transaksi pasar. Sedangkan yang termasuk kedalam kategori pasar pengganti adalah barang/jasa yang dipasarkan sebagai pengganti jasa lingkungan, nilai milik, biaya perjalanan dan nilai pasar yang lain.
53
Teknik penilaian berdasarkan survai mempercayakan kepada survai langsung kesediaan konsumen untuk membayar (WTP) untuk menentukan nilai suatu sistem alami atas jasa lingkungan. Pendekatan ini mencari ukuran pilihan konsumen dalam situasi hipotesis dan bukan berdasarkan pada perilaku konsumen dalam situasi nyata. Yang termasuk dalam pendekatan ini adalah pendekatan permainan penawaran,pendekatan permainan alih tukar, pendekatan pilihan tanpa biaya, teknik penilaian prioritas dan teknik penilaian Delpi. Selanjutnya Munasinghe (1992) telah menyusun matrik taksonomi dari teknik penilaian SDAL berdasarkan perilaku yang aktual dan yang potensial seperti Tabel 1 Tabel 1 Taksonomi Teknik Penilaian Yang Relevan (Diadopsi dari Manasinghe 1992) Pasar Pasar Yang Keterangan Pasar Implisit Konvensional Dibangun Berdasarkan
Efek Produksi
Biaya Perjalanan
Perilaku yang
Efek Kesehatan
Perbedaan Upah
aktual
Biaya Depensif
Nilai Kepemilikan
Biaya Preventif
Barang Pasar
Pasar Artifisial
Pengganti Berdasarkan
Biaya Pengganti
Penilaian Konti-
Perilaku
Proyek Bayangan
Ngensi
potensial
Lain-lain
Penjelasan: •
Teknik Efek Produksi adalah suatu teknik penilaian ekonomi terhadap jasa lingkungan yang didasarkan pada perubahan yang terjadi pada produksi, baik bersifat peningkatanmaupunpenurunan. Berdasarkan teknik ini nilai jasa perbaikan lingkunan adalah sebesar tambahan produksi yang terjadi (dalam unit) akibat adanya upaya perbaikan kualitas lingkungan dikali dengan harga per unit atau sebesar nilai kerugian yang dapat dihindari dari upaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Harga per unit yang dimaksud disini adalah harga pengganti (replacement cost), bukan harga jual, karena dalam harga jual sudah termasuk keuntungan yang diharapkan.
54
•
Teknik Efek Kesehatan adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang dikaitkan dengan kondisi kesehatan masyarakat. Berdasarkan metode ini nilai jasa lingkungan dihitung sebesar biaya berobat (biaya dokter, beli obat-obatan, dll) yang dikeluarkan masyarakat untuk penyembuhan penyakit yang ditimbulkan oleh penurunan kualitas lingkungan.
•
Teknik Biaya Pertahanan adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang dikaitkan dengan jumlah biaya dikeluarkan untuk mempertahankan kualitas berada pada suatu tingkat tertentu.
•
Teknik Biaya Pencegahan adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan.
•
Teknik Biaya Perjalanan adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan untuk sumberdaya rekreasional. Penggunaan metode ini memanfaatkan informasi tentang waktu dan pengeluaran moneter yang dilakukan oleh para pengunjung suatu tempat rekreasi untuk mengadakan perjalanan ke dan dari tempat rekreasi. Teknik ini adalah untuk memprediksi kurva permintaan untuk pemakaian suatu tempat rekreasi baik yang menggunakan pungutan masuk maupun tidak.
•
Teknik Perbedaan Upah adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang dikaitkan dengan kondisi lingkungan kerja. Upah yang tinggi akan diberikan pada pekerja yang bekerja pada daerah yang kualitas lingkungan tempat (kota) kerja yang kurang baik, sebagai perangsang agar orang mau bekerja di sana. Teknik ini pertama kalli digunakan oleh Mayer dan Leone (1977) di dalan Hufschmidt et al.,(1983) yang didasarkan pada suatu pandangan bahwa perbedaan dalam upah berbagai kota ditafsirkan sebagai cerminan WTP (dalam bentuk upah lebih rendah) untuk hidup dan bekerja di kota dengan kondisi lingkungan dan kenikmatan lain yang lebih tinggi, atau Willingness to accept (WTA) (dalam bentuk upah lebih tinggi) untuk hidup dan bekerja di kota dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.
•
Teknik Nilai Milik adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang didasarkan pada anggapan bahwa perubahan dalam kualitas lingkungan sekitar akan mempengaruhi aliran manfaat milik pada waktu yang akan datang
55
(diasumsikan faktor-faktor yang lain tetap) atau harga jualnya akan mengalami perubahan. Menurut Rosen (1970, di dalam Hufschmidt et al., 1983), harga kenikmatan didefenisikan sebagai harga tersirat karakteristik suatu milik (misalnya luas, lokasi, kualitas, dan karakteristik unit perumahan) dan dipertanyakan pada para pelaku ekonomi dari harga berbagai milik yang diamati dan jumlah tertentu karakteristik yang berhubungan dengan hak tersebut. •
Teknik Barang Pasar Pengganti, adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang didasarkan pada nilai atau harga barang untuk penyediaan barang-barang sebagai pengganti jasa lingkungan atau sumberdaya alam.
•
Teknik Pasar Artifisial, adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan dengan jalan menciptakan pasar tiruan untuk menentukan WTP untuk suatu barang atau jasa lingkungan.
•
Teknik Biaya Pengganti, adalah suatu teknik yang dapat digunakan bila manfaat sosial bersih pemanfaatan tertentu tak dapat diperkirakan secara langsung. Berdasarkan metode ini, nilai barang atau jasa lingkungan dihitung sebesar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengganti atau membuat barang atau jasa lingkungan dapat memberikan manfaat yang setara dengan sebelumnya.
•
Teknik Proyek bayangan, adalah suatu teknik penilaian untuk mengukur nilai lingkungan yang terkena dampak dari proyek asli dengan jalan membuat sebuah proyek bayangan untuk mengganti aset lingkungan tersebut.
Pariwisata Gilbert (1990), dalam Vanhove, (2005) meyebutkan bahwa pariwisata adalah kegiatan wisata yang meliputi kegiatan perjalanan ketempat tujuan atau komonitas yang terkenal dalam jangka waktu singkat dalam rangka mwujudkan kepuasan konsumen untuk satuatau kombinasi kegiatan Rekreasi Menurut Soekadijo (2000) rekreasi adalah kegiatan menyenangkan yang dimaksudkan untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani manusia, kegiatan tersebut bisa olahraga, membaca, mengerjakan hobi juga bisa dengan tamasya singkat.
56
Permintaan Rekreasi Permintaan rekreasi adalah banyaknya kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran keseluruhan partisipasi masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara mum yang dapat diharapkan (Douglas 1970). Permintaan dalam rekreasi dapat berupa benda bebas yang didapat tanpa membelinya, tetapi menjadi daya tarik bagi wisatawan sebagai objek pariwisata, misalnya pemandangan yang indah, cahaya matahari, danau, pantai. Menurut Wahab (1992) permintaan rekreasi dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu: 1) Permintaan potensial, yaitu sejumlah orang yang memenuhi unsur-unsur pokok suatu perjalanan dan karena itu mereka dalam kondisi yang siap untuk berpergian. 2) Permintaan aktual, yaitu orang-orang yang secara nyata berpergian ke suatu daerah tujuan wisata.
Hedonic Price Method Metode HDM adalah melakukan estimasi nilai implisit karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk dan mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan dengan permintaan barang dan jasa (Fauzi,2004). Misal permintaan rumah di tepi danau banyak ditentukan oleh karakteristik yang dihasilkan dari danau tersebut. Metode biaya hedonik dapat digunakan untuk estimasi manfaat ekonomi atau biaya ekonomi yang berhubungan dengan : 1) kualitas lingkungan meliputi polusi udara, polusi air dan polusi suara. 2) keindahan lingkungan seperti pemandangan yang indah/estetis atau kedekatan dengan tempat rekreasi (King. M.D. dan Mazzota, 2000). Metode HDM mempunyai asumsi-asumsi dasar sebagai berikut (Turner et al., 1994): 1) harga yang diamati merupakan cermin kondisi keseimbangan pasar yang sesungguhnya. 2) baik pihak penjual maupun pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai komponen-komponen yang ada, baik barang yang ada pasarnya maupun barang yang tidak ada pasarnya, serta menganggap bahwa konsumen dalam hal ini adalah pengunjung akan bereaki terhadap perubahan-perubahan yang berpengaruh pada tempat wisata tersebut. 3) bahwa kesediaan membayar dari individu untuk suatu atribut tidak dipengaruhi oleh atribut yang lain.
57
Kesulitan metode biaya hedonik adalah (1) pengukuran manfaat rekreasi dilihat dari perubahan lingkungan selalu menimbulkan bias dari nilai sebenarnya, (2) metode biaya hedonik hanya dapat diaplikasikan bila rumahtangga atau responden yang tingal di tempat itu mengetahui biaya atau manfaat tanda-tanda lingkungan dan mereka mampu membatasi lokasi tempat mereka untuk memilih atau kombinasi sifat lingkungan yang mereka inginkan.
Contingent Valuation Method Metode CVM merupakan sebuah metode dalam mengumpukan informasi mengenai preferensi individu atau kesediaan membayar atau WTP dengan pertanyaan secara langsung (Haab dan McConnel, 2002). Pendekatan ini disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun (Fauzi,2004) CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis (1963) dalam penelitian mengenai perilaku perburuan di Miami. Pendekatan ini populer pertengahan 1970-an ketika pemerintah Amerika Serikat mengadopsi pendekatan ini untuk studi-studi sumberdaya alam. Metode CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non pemanfaatan) sumberdaya alam atau nilai keberadaan. CVM bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar
atau WTP dan keinginan menerima
(Willingness to accept) terhadap kerusakan lingkungan (Fauzi, 2004). Menurut Garrod dan Willis (1999), Metode Kontingensi (CVM) adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh tanggapan terhadap WTP sesorang untuk kualitas lingkungan yang berdasarkan pada kondisi hypothetical market. Metode ini menanyakan berapa kesediaan membayar mereka untuk memperoleh suatu manfaat. CVM memiliki dua kelebihan, yaitu 1) pada kasus tertentu metode ini merupakan satu-satunya teknik yang dapat mengukur suatu manfaat, 2) Metode ini dapat diaplikasikan pada berbagai kebijakan lingkungan. Pendekatan CVM lebih fleksibel dan dapat digunakan bila data biaya perjalanan tidak dapat diperoleh. Namu CVM memiliki beberapa kelemahan . Kelemahan yang utama adalah timbulnya bias (Fauzi, 2004). Bias ini terjadi jika nilai yang overstate dan understate secara sistematis dari nilai yang sebenarnya. Sumber bias terutama disebabkan oleh dua hal, yaitu :
58
1. Bias yang disebabkan oleh strategi yang keliru. Hal ini terjadi karena pada saat dilakukan wawancara dan dalam kuisioner dinyatakan bahwa responden akan dipungut
fee
untuk
perbaikan
lingkungan,
sehingga
akan
timbul
kecenderungan pada responden untuk memberi nilai understate dari nilai fee tersebut, dan sebaliknya. 2. Bias yang disebabkan oleh rancangan penelitian. Biasini bisa terjadi jika informasi yang diberikan kepada responden mengandung hal-hal yang kontroversial. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan yang mendekati nilai sebenarnya, jika pasar dari sumberdaya non-market tersebut benar-benar ada. Pasar hipotetik sedapat mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotesis yang digunakan untuk pembayaran. Asumsi dasar dari metode CVM adalah, bahwa individu-individu memahami benar pilihan mereka dan bahwa mereka cukup familiar konsidi lingkungan yang dinilai, dan bahwa apa yang dikatakan orang adalah sungguhsungguh apa yang akan mereka lakukan jika pasar untuk sumberdaya non-market (lingkungan) benar-benar terjadi. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam metode CVM ada enam (Hanley dan Spash, 1993) : 1. Membuat pasar hipotesis 2. Memberikan tawaran 3. Mengestimasi nilai tengah WTP atau WTA 4. Estimasi kurva penawaran 5. Mengagregasi data 6. Evaluasi penggunaan CVM
Travel Cost Method (TCM) Metode biaya perjalanan dapat dikatakan metode yang tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung terhadap sumberdaya alam. Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka.
59
Prinsip dari metode ini mengkaji biaya-biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat rekreasi tersebut. Metode biaya perjalanan dapat digunakan unuk mengukur manfaat dan biaya akibat (Fauzi, 2004) : a. Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi b. Penambahan tempat rekreasi baru c. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi d. Penutupan tempat rekreasi yang ada Tujuan dari TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumberdaya alam melalui pendekatan Proxy. Biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai Proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam (Fauzi, 2004). Waktu dan biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung merupakan harga untuk masuk ke tempat rekreasi. Keinginan membayar seseorang dapat diduga berdasarakan jumlah perjalanan yang disebabkan biaya perjalanan tiap pengunjung yang berbeda-beda, analisis ini digunakan untuk menduga WTP seseorang berdasarkan jumlah permintaan pada tiap harga yang berbeda. Pendekatan biaya perjalanan berhubungan dengan tempat khusus dan mengukur nilai dari tempat tertentu dan bukan dari rekreasi pada umumnya . Pendekatan biaya perjaanan (TCM) adalah suatu cara menilai barang yang tidak memiliki harga (Hufschimdt et al ., 1987). Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas, misalnya bersifat dapat dipisahkan. Artinya, fungsi permintaan dari kegiatan-kgiatan yang berlangsung di lokasi yang menjadi objek penelitian tidak dipngaruhi oleh permintaan kegiatan rileks, seperti menonton televisi, dan belanja (Fauzi, 2004). Secara umum, terdapat dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM (Fauzi, 2004), yaitu: 1. Pendekatan sederhana melalui zonasi, yaitu pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak menggunakan data sekunder dan beberapa data sederhana dariresponden saat survey. Tempat rekreasi dibagi dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah
60
pengunjung per tahun untuk memperoleh data kunjungan per 1000 penduduk. Dengan memperoleh data ini dan jarak, waktu perjalanan, serta biaya setiap perjalanan per satuan jarak (km), maka diperoleh biaya perjalanan secara keseluruhan dan kurva permintaan kunjungan ke tempat wisata. 2. Pendekatan indvidual TCM dengan menggunakan data sebagian besar dari survey, metodologi pendekatan individual TCM secara prinsip sama dengan sistem zonasi, namum pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survey dan teknik statistik yang relatif kompleks. Kelebihan metode ini adalah hasil yang lebih akurat. Kelebihan metode biaya perjalanan (TCM) menurut King dan Mazzotta tahun 2000, adalah : 1) metode biaya perjalanan menggunakan teknik empiris konvensional, yang digunakan oleh ahli ekonomi untuk mengukur nilai-nilai ekonomi berdasarkan harga pasar, 2) metode biaya perjalanan mengacu pada sikap dan tindakan yang nyata dan benar-benar pengunjung lakukan pada situasi hipotetik, 3) metode ini mudah dilakukan, 4) survey di tempat akan mendapatkan contoh yang benar, 5) hasil dari metode ini mudah untuk dijelaskan. Metode biaya perjalanan memeiliki beberapa kelemahan diantaranya :1) Metode biaya perjalanan (TCM) dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju, 2) Metode biaya perjalanan tidak membedakan individu yang memang dating dari kalangan pelibur (holiday makers) dan mereka datang dari wilayah setempat, 3) pengukuran nilai dari waktu 2.8. Kebijakan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Adanya keterpaduan antara pembangunan ekonomi dan lingkumgan adalah merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan pengendalian masalah lingkungan dan penilaian keberhasilan pembangunan secara efektif. Untuk mencapai keterpaduan tersebut diperlukan berbagai aturan atau kebijakankebijakan yarg memungkinkan dilakukan untuk pencegahan dan pengurangan tindakan-tindakan pengrusakan lingkungan. Berbagai alternatif instrumen kebijakan telah dikembangkan, dianalisa, dan dipraktekkan untuk menghadapi masalah-masalah lingkungan tersebut.
61
Ada beberapa instrumen kebijakan yang dapat digunakan untuk menangani masalah lingkungan, yaitu ( l ) pendekatan negosiasi langsung antara pihak-pihak yang terlibat; (2) pendekatan perintah dan pengendalian; dan (3) pendekatan mekanisme pasar.Tidak ada satu pendekatan yang dapat digunakan untuk segala macam situasi, karena masing-masing pendekatan tersebut cocok untuk suatu masalah dan tidak untuk yang lain(Tietenberg, 1992). Pendekatan Negosiasi Pendekatan negosiasi ini cocok digunakan bila pihak-pihak yang terlibat relatif sedikit sehingga negosiasi bisa berlangsung dengan efisien. Untuk menjelaskan bagaimana penggunaan pendekatan ini, Tietenberg (1992), mengilustrasikan sebuah kasus di mana seseorang memutar kaset yang menghasilkan suara musik stereo dengan keras sehingga mengganggu tetangganya berupa polusi suara. Bagaimana hubungan antara harga suara perdecible dengan kuantiatas suara per decible dilukiskan pada Gambar 5. Harga Suara D
S’ B
E p C
F S
D G q’
0
q Kualitas Suara (decible)
Gambar 5 :Alokasi Sumberdaya Milik Bersama Gambar 5 memperlihatkan bahwa kurva DD’ adalah menggambarkan permintaan
tingkat
suara
oleh
pemilik
stereo,
sedangkan
kurva
SS’
menggambarkan biaya marginal dari tingginya suara bagi tetangga. Bila pemilik stereo tidak memperhitungkan kenyamanan tetangganya, maka dia pasti akan memilih kuantitas suaranya sebesar q, yaitu tingkat suara yang hanya semata-mata ditentukan oleh pemilik stereo sesuai dengan kenyamanannya, walaupun tingkat suara yang efisien sebesar q’,yaitu tingkat keuntungan bersih yang maksimum. Melalui negosiasi tingkat atau kuantitas suara yang efisien (q’) dapat dicapai dengan jalan tetangga menawarkan pembayaran sebesar p untuk setiap
62
secible suara yang dikurangi. Pemilik stereo akan mau mengurangi volume stereonya pada tingkat q’ dengan demikian pemilik stereo akan kehilangan keuntungan sebesar q’Eq dan memperoleh keuntungan sebesar Efq. Dilain pihak tetangga akan menjadi lebih baik dari sebelumnya, walau membayar sebesar Efq, tetapi tidak lagi memikul biaya yang lebih besar yaitu seluas daerah Ebqq’. Secara teori kelihatannya sangat mudah, tetapi dalam kenyataanya sulit untuk diterapkan, karena terbentur dalam masalah hak kepemilikan (property right), sehingga terjadi konflik kepentingan. Untuk mengatasi masalah ini salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui proses pengadilan guna menetapkan aturan hak kepemilikan (properti rules) ataupun aturan liabilitas atau pertanggungjawaban. Pengaturan hak akan menentukan siapa yang memegang hak, sedangkan pengaturan pertanggung jawaban akan menentukan siapa yang bertanggungjawab terhadap perbuatan yang mengganggu orang. Dalam kasus ini menurut teori Caos (Caos, 1960 di dalam Yakin, 1997) dikatakan bahwa kegagalan pasar dalam mengalokasikan sumberdaya tidak akan terjadi kalau semua hak-hak telah didefenisikan dengan jelas.Selanjutnya dikatakan bahwa di dunia di mana informasi lengkap, biaya transaksi atau negosiasi rendah, serta pelaksanaan kontrak yang ketat,distorsi akibat eksternalitas bisa dipecahkan dengan pendefinisian yang jelas tentang hak-hak tersebut. Dikatakan bahwa alokasi sumberdaya yang efisien bisa juga dicapai terlepas dari alokasi hak-hak diantara pihak-pihak yang bermasalah. Pengadilan bisa mengalokasikan hak pada pihak-pihak yang bermasalah dan suatu alokasi yang efisien bisa dicapai. Bila negosiasi tidak tercapai maka pengadilan dapat beralih ke pemberlakuan aturan pertanggungjawaban liabilitas. Dengan aturan ini pihak yang terkena dampak akibat tindakan pihak tertentu, berhak menerima kompensasi kerusakan sebesar kerugian yang dideritanya. Dengan demikian pada kasus di atas, tetangga mengalami gangguan sebesar area di bawah garis EB. Jika pemilik stereo menaikkan volume sampai pada tingkat q, maka pemilik stereo harus membayar sebesar daerah Ebq. Bila pemilik stereo tahu akan membayar sebesar daerah tersebut, maka dia akan menurunkan volume stereonya pada titik efisien q’.
63
Pendekatan Regulasi (Command and Control Approach) Dalam pendekatan ini pemerintah mengeluarkan intruksi atau aturan yang harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan atau sumberdaya alam, kemudian melakukan pengendalian untuk memastikan apakah ketentuan atau aturan-aturan yang telah ditetapkan dilaksanakan atau tidak. Jika tidak maka pemerintah dapat memberikan sangsi hukum kepada setiap pelanggar. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah dapat dibentuk standar tertentu yang tidak boleh dilanggar, artinya sesuatu yang dikeluarkan oleh pelaku ekonomi tidak boleh melebihi suatu ukuran tertentu. Pemerintah juga dapat melakukan pelarangan atau pembatasan dalam penggunaan bahan-bahan dan peralatan-peralatan tertentu untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan. Pendekatan Mekanisme Pasar Pada dekade ini pendekatan mekanisme pasar menjadi perhatian yang serius baik oleh praktisi lingkungan maupun pengambil kebijakan. Hal ini disebabkan karena pendekatan ini lebih murah biayanya, bila dibandingkan dengan pendekatan lainnya, tetapi lebih efektif. Pendekatan ini menggunakan instrumen ekonomi untuk mencapai efisiensi dalam alokasi SDAL. Ada beberapa instrumen ekonomi yang dapat digunakan, yaitu (1) pajak, (2) subsidi, (3) denda, (4) pembatasan penggunaan input, (5) pembatasan terhadap output, dan (6) izin emisi yang bisa diperjualbelikan.
2.9. Teori Tentang Persepsi Masyarakat Persepsi adalah merupakan suatu proses pengamatan individu yang berasal dari komponen kognisi, yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pengalaman,pendidikan, umur, kebudayaan, agama/kepercayaan dan sebagainya. Manusia mengamati sesuatu objek psikologik yang berupa peristiwa, ide atau situasi tertentu dengan kacamata yang diwarnai oleh nilai kepribadiannya. Pada tahap selanjutnya komponen konasi yang menentukan kesediaan/kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap objek. Atas dasar tindakan ini, maka situasi semula kurang/tidak seimbang menjadi seimbang. Keseimbangan ini mengandung
64
arti bahwa antara objek yang dilihat sesuai dengan penghayatannya dimana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional dan emosional. Menurut Krech (1975), persepsi atau pemaknaan individu terhadap suatu objek kemudian akan membentuk struktur kognisi di dalam dirinya. Data yang diperoleh terhadap suatu objek tertentu akan masuk ke dalam kognisi mengikuti prinsip organisasi kognitif yang sama dan proses ini tidak hanya berkaitan dengan penglihatan tetapi juga melalui semua indera manusia. Persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan daya memahami sesuatu. Asngari (1996), persepsi adalah interpretasi seseorang mengenai suatu objek yang diinformasikan kepadanya. 2.10 Pemodelan Interpretasi Struktural Salah
satu
teknik
permodelan
yang
dikembangkan
untuk
perencanaan kebijakan strategis adalah Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretative Structural Modelling – ISM).
Menurut Eriyatno (2003) ISM
merupakan proses pengkajian kelompok yang berguna
untuk memberikan
gambaran perihal yang kompleks dari suatu sistem dan melalui pola yang dirancang secara saksama dengan menggunakan grafis dan kalimat akan menghasilkan model-model struktural. Teknik ISM meskipun ditujukan untuk pengkajian oleh sebuah
kelompok,
tetapi
utamanya bisa
juga
digunakan oleh seorang peneliti dengan melibatkan pakar multi disiplin. Teknik
ISM
merupakan
salah
satu
teknik permodelan sistem untuk
menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif. Menurut Saxena et al., (1992), analisis sistematis dari suatu program atau objek secara holistik
sangat bermanfaat
agar tujuan program dapat
diimplementasikan dengan efektif dan memberikan manfaat bagi masyarakat karena
memenuhi
kebutuhannya saat ini maupun masa mendatang.
merupakan interpretasi dari suatu program atau
ISM
objek yang utuh dan
mentransformasikan model mental yang tidak terang dan lemah penjelasannya
65
menjadi model sistem yang terdefinisikan secara jelas hingga dapat dimanfaatkan untuk perencanaan strategik dan formulasi kebijakan. ISM merupakan salah satu metode permodelan berbasis komputer yang dapat membantu kelompok untuk mengidentifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada
isu
yang
kompleks. ISM
dapat
digunakan
untuk
mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk struktur pengaruh, struktur prioritas, ataupun kategori ide. ISM merupakan sebuah metode yang interaktif dan diimplementasikan dalam sebuah wadah kelompok sehingga metode ini memberikan lingkungan yang sangat sempurna untuk memperluas
pandangan
dalam
konstruksi
yang cukup
memperkaya dan kompleks. ISM
menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafis dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Elemen-elemen dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, maupun faktor-faktor penilaian.
Sedangkan hubungan langsung dapat dalam konteks yang beragam
(Marimin 2005). Menurut Kanungo and Bhatnagar (2002), Eriyatno (2003) dan Marimin (2005), langkah-langkah permodelan dengan menggunakan ISM mencakup: 1) Identifikasi elemen: Elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Identifikasi elemen dapat
diperoleh melalui penelitian, diskusi curah pendapat
maupun cara yang lainnya. 2) Hubungan kontekstual:
Sebuah hubungan kontekstual antar elemen
dibangun berdasarkan pada tujuan dari permodelan. 3) Matriks interaksi tunggal terstruktur (Structural Self Interaction Matrix – SSIM): Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap hubungan elemen yang dituju. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang terdapat antar dua elemen dari sistem yang dikaji adalah: • V ..... hubungan dari elemen Ei terhadap Ej, dan tidak sebaliknya • A ..... hubungan dari elemen Ej terhadap Ei, dan tidak sebaliknya • X ..... hubungan interrelasi antara Ei dan Ej, dan dapat sebaliknya • O ..... menunjukkan bahwa Ei dan Ej tidak berkaitan 4) Matriks Reachability (Reachability Matrix – RM) : Sebuah
RM
yang
66
dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. Konversi
SSIM
menjadi SM menggunakan aturan-aturan
berikut, • Jika hubungan Ei terhadap Ej = V dalam SSIM maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0 dalam RM. • Jika hubungan Ei terhadap Ej = A dalam SSIM maka elemen Eij = 0 dan Eji = 1 dalam RM. • Jika hubungan Ei terhadap Ej = X dalam SSIM maka elemen Eij = 1 dan Eji = 1 dalam RM. • Jika hubungan Ei terhadap Ej = O dalam SSIM maka elemen Eij = 0 dan Eji = 0 dalam RM. RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect reachability, yaitu jika Eij = 1 dan Ejk = 1 maka Eik = 1. 5) Tingkat
partisipasi
dilakukan
untuk
mengklasifikasi
elemen-elemen
dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan tiap elemen Ei dari sistem: Reachability set (Ri) adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat dicapai dari elemen Ei, dan Antecedent Set (Ai) adalah sebuah set dari seluruh elemen dimana elemen Ei dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, dimana Ri = Ri ∩ Ai adalah elemen-elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-elemen diidentifikasi seperti elemen-elemen level dalam iterasi-iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen-elemen baru diseleksi untuk level-level berikutnya dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh elemen-elemen sistem dikelompokkan ke dalam levellevel yang berbeda. 6) Matriks Canonnical: Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini.
Matriks resultan memiliki sebagian
besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan digraph. 7) Digraph adalah konsep yang berasal dari Directional Graph, yaitu sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung dan
67
level hierarki.
Digraph awal dipersiapkan dalam basis matriks canonical.
Graph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk digraph akhir. 8) Interpretive Structural Model:
ISM
dibangkitkan
dengan memindahkan
seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya. Eriyatno
(2003)
menyatakan
bahwa
metode
dan
teknik
ISM
dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi sub elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan jenjang dapat
dilakukan
dengan
berbagai pendekatan, namun harus memenuhi kriteria: a) kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat, b) frekuensi relatif dari oksilasi dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang diatas, c) konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas, d) liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah, dan e) hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat dibawahnya. Teknik ISM dapat memberikan basis analisis program dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan dan perencanaan strategis. Selanjutnya, Saxena et al. (1992) menyatakan bahwa penggunaan ISM dalam analisis, program dapat dibagi menjadi sembilan elemen utama: 1) Sektor masyarakat yang terpengaruh 2) Kebutuhan dari program 3) Kendala utama program 4) Perubahan yang diinginkan 5) Tujuan dari program 6) Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan
68
7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan 8) Ukuran aktivitas untuk mengevaluasi hasil yang dicapai setiap aktivitas 9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program Untuk setiap elemen dari program yang dikaji, selanjutnya dijabarkan menjadi sejumlah sub-elemen. Kemudian ditetapkan hubungan kontekstual antara sub-elemen yang mengandung adanya suatu pengarahan pada perbandingan berpasangan. Hubungan kontekstual pada teknik ISM selalu dinyatakan dalam terminologi sub-ordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan antar subelemen yang mengandung
suatu arahan pada hubungan tersebut. Menurut
Eriyatno (2003) hubungan kontekstual dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Keterkaitan antar sub-elemen dapat meliputi berbagai jenis hubungan seperti disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hubungan kontekstual tersebut, maka disusun Structural SelfInteraction Matrix dengan menggunakan simbol: V jika eij = 1 dan eji = 0 A jika eij = 0 dan eji = 1 V jika eij = 1 dan eji = 1 V jika eij = 0 dan eji = 0
69
Tabel 2 Hubungan kontekstual antar sub-elemen pada teknik ISM No
Hubungan
1.
Pembandingan (comparative)
2.
Interpetasi A lebih penting/besar/indah dari B A 20% lebih berat dari B
Pernyataan
A adalah atribut B
(definitive)
A termasuk di dalam B A mengartikan B
3.
Pengaruh (influence)
A menyebabkan B A adalah sebagian penyebab B A mengembangkan B A menggerakkan B A meningkatkan B
4.
Keruangan (spatial)
A adalah selatan/utara B A diatas B A sebelah kiri B
5.
Kewaktuan (temporal/time scale)
A mendahului B A mengikuti B
Nilai eij = 1 berarti ada hubungan kontekstual antara elemen ke-i dan elemen ke-j, sedangkan eij = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara elemen ke-i dan elemen ke-j.Hasil penilaian ini kemudian dibuat dalam Structural Self Interaction Matrix yang berbentuk tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Matriks RM selanjutnya dikoreksi sampai menjadi matriks tertutup yang memenuhi kaidah transitivitas. Matriks RM yang telah memenuhi kaidah transitivitas kemudian diolah untuk mendapatkan nilai Driver-Power (DP) dan nilai Dependence (D)
70
untuk menentukan klasifikasi sub elemen. Eriyatno (2003) menyebutkan bahwa untuk mengetahui
peran
masing-masing
sub
elemen,
sub
elemen
dikelompokkan ke dalam 4 sektor: Sektor 1:
Weak driver-weak dependent variables (Autonomous), sub elemen yang berada pada sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem,mungkin mempunyai hubungan
yang sedikit walaupun
hubungan tersebut bisa saja kuat. Sektor 2 : Weak driver-strongly dependent variables (Dependent), sub elemen yang berada pada sektor ini umumnya sub elemen yang tidak bebas atau dipengaruhi oleh sub elemen lain. Sektor 3 : Strong driver-strongly dependent variables (Linkage), sub elemen yang berada pada sektor ini perlu dikaji secara hati-hati sebab hubungan antar sub elemen tidak stabil. sub
Setiap tindakan pada
elemen tersebut akan memberikan dampak terhadap peubah
lain dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Sektor 4 : Strong
driver-weak
elemenyang berada
dependent
variables
(Independent),
sub
pada sektor ini umumnya merupakan sub
elemen bebas yang memiliki kekuatan terhadap sub elemen lain dalam sistem.
penggerak yang besar