17
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotic (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Silalahi, 2009). Berdasarkan keadaan nutrsinya pembagian danau menurut Sitorus (2009) sebagai berikut: a.
Danau Oligotrofik, yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin nutrien), biasanya lebih dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi.
b.
Danau Eutrofik, yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya Nitrat dan Fosfor yang mengandung pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah.
Universitas Sumatera Utara
18
c.
Danau Distrofik, yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik
dari
luar
danau,
khususnya
senyawa-senyawa
asam
yang
menyebabkan air coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa palankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik ini. Menurut Odum (1994), suatu danau terdiri dari tiga zona yaitu: a. Zona litoral, yaitu daerah perairan dangkal dengan penetrasi cahaya samapi ke dasar. b. Zona limnetik, yaitu daerah air terbuka sampai kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, yang disebut juga tingkat kompensasi, yaitu daerah di mana fotosintesa seimbang dengan respirasi. c. Zona profundal, yaitu merupakan bagian dasar dan daerah air yang dalam, yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif. Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu Benthal Merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston. Berdasarkan pada daya tembus cahaya matahari kedalam lapisan air, dapat dibedakan menjadi beberapa antara lain zona fotik (photic zone) di
Universitas Sumatera Utara
19
bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik (aphotic zone) di bagian bawah, yaitu zona yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004). Fitoplankton Plankton merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat menjadi indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Plankton memegang peran penting dalam mempengaruhi produktivitas primer perairan sungai. Beberapa organisme plankton bersifat toleran dan mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan indeks saprobik, dimana indeks ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau hubungan suatu organisme dengan senyawa yang menjadi sumber nutrisinya, sehingga dapat diketahui hubungan kelimpahan plankton dengan tingkat pencemaran suatu perairan (Hutabarat, dkk., 2013). Fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak, sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air, serta mampu berfotosintesis (Fachrul, 2007). Menurut
Thurman
Fitoplankton adalah golongan plankton yang mempunyai klorofil di dalam tubuhnya. Daerah hidup fitoplankton adalah di lapisan yang masih dapat terkena sinar matahari. Fitoplankton dapat membuat makanannya sendiri dengan mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dengan menggunakan bantuan sinar matahari (Adani, dkk., 2013). Proses fotosintesis berjalan melalui mekanisme enzimatis, sehingga berlangsung pada rentang suhu tertentu. Kenaikan suhu akan memacu enzim
Universitas Sumatera Utara
20
mengkatalis proses fotosintesis, tetapi suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan degradasi enzim dan penghambatan fotosintesis. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof mempengaruhi produktivitas primer perairan. Distribusi biomassa organisme fotoautotrof dapat terjadi secara temporal dan spatial. Distribusi temporal sangat dipengaruhi siklus matahari tahunan dan harian, misalnya alga motil yang melakukan migrasi vertikal harian (Asih, dkk., 2010). Pada tahapan awal aliran energi, cahaya matahari “ditangkap” oleh tumbuhan hijau yang merupakan produser primer bagi ekosistem perairan. Energi yang ditangkap digunakan untuk melakukan proses fotosintesis dengan memanfaatkan nutrien yang ada di lingkungannya. Melalui pigmen-pigmen yang ada fitoplankton melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis hanya dapat berlangsung bila pigmen fotosintesis menerima intensitas cahaya tertentu yang memenuhi syarat untuk terjadinya proses tersebut, pada proses fotosintesis adalah mengabsorpsi cahaya. Tidak semua radiasi elektromagnetik yang jatuh pada tumbuhan yang berfotosintesis dapat diserap, tetapi hanya cahaya tampak (visible light) yang memilki panjang gelombang berkisar antara 400 sampai 720 nm yang diabsorpsi dan digunakan untuk fotosintesis (Sunarto, dkk., 2008). Kandungan pigmen fotosintesis (terutama klorofil-a) dalam air sampel menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil-a merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton dan merupakan pigmen yang terlibat langsung dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan (Adani, dkk., 2013).
Universitas Sumatera Utara
21
Klorofil-a Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Konsentrasi klorofil-a di atas 0,2 mg/m3 menunjukkan
adanya
kehidupan
fitoplankton
yang
memadai
untuk
mempertahankan kelangsungan perkembangan perikanan. Sementara itu klorofil terdapat di dalam fitoplankton. Klorofil berperan untuk mengikat cahaya matahari. Fitoplankton dalam proses fotosintesis membutuhkan nutrien (baik mikro maupun makro) dan cahaya matahari. Di perairan cahaya akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman, sehingga kelimpahan fitoplankton berbeda dengan bertambahnya kedalaman, maka kandungan klorofil-a akan berbeda dengan bertambahnya kedalaman (Sinurat, dkk., 2013). Klorofil-a sangat menentukan produktivitas primer di perairan.Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi geografis suatu perairan. Beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, nutrien. Perbedaan parameter
fisika-kimia
tersebut
secara
langsung
merupakan
penyebab
bervariasinya Produktivitas Primer di beberapa tempat di laut. Selain itu, “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di perairan (Sitorus, 2009). Apabila faktor abiotik terganggu maka faktor biotik, terutama sekali fitoplankton
sebagai
dasar
rantai
makanan
akan
ikut
terganggu.
Ketidakseimbangan faktor abiotik dengan biotik akan berpengaruh terhadap kondisi perairan. Terganggunya kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat kesuburan yang semakin rendah.Kadar klorofil-a juga dapat digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
22
biomonitoring kualitas dan kesuburan perairan (produktivitas perairan). Semua fitoplankton memiliki klorofil terutama sekali klorofil-a. Klorofil berfungsi sebagai katalisator dan penyerap energi cahaya matahari. Dengan demikian proses produksi zat organik darizat anorganik dalam fotosintesis tidak akan terjadi apabila tidak ada klorofil. Semakin tinggi kadar klorofil menandakan tingginya kelimpahan fitoplankton di perairan (Fitra, dkk., 2013). Klorofil tediri dari kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksireaksi cahaya dalam proses fotosintesis. Klorofil-a merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil-b terdapat pada ganggang hijau Chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil-c terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta (Sitorus, 2009).
Fisik Kimia Perairan Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan. Dengan dilakukannya penguluran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor iklim, fisika dan kimia. Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air adalah suhu, kecerahan, kedalaman, sedangkan faktor kimia air yang menentukan kualitas air adalah pH, DO, BOD (Silalahi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
23
Suhu Air Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khusunya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selanjutnya, seiring dengan semakin besarnya sudut datang matahari, secara berkelanjutan intensitas cahaya semakin kuat masuk ke kolom perairan. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap aktivitas fitoplankton untuk memperbanyak diri, sehingga pada kolom air yang mendapat penyinaran yang lebih besar akan mempunyai jumlah fitoplankton lebih banyak (Sitorus, 2009). Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa karena pembuangan limbah, misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002). Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi, disamping itu suhu yang relatif tinggi akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air, akibatnya ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air buangan yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992). Peningkatan suhu disertai dengan penurunan oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi
Universitas Sumatera Utara
24
organisme akuatik untuk dapat melakukan proses metabolism dan respirasi. Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran optimum bagi pertumbuhan organisme di perairan adalah 20 oC – 30 oC (Effendi, 2003). Kenaikan temperatur sebesar 10°C (hanya pada kisaran tempratur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya tempratur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini akan menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2004). Derajat Keasaman (pH) Air tawar yang mengandung garam, basa atau asam dapat menyebabkan iritasi mata karena pH yang tidak sesuai dengan cairan dalam mata. Sehingga restriksi persyaratan pH yang khusus lebih dibutuhkan bagi suatu badan air yang dimanfaatkan untuk keperluan rekreasi, tetapi karena cairan itu dapat mempunyai kemampuan buffer maka rentang nilai pH antara 6.5 – 8.3, dapat ditoleransi dalam kondisi yang normal (Isnaini, 2011). Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Organisme akuatik dapat hidup dalam perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7 – 8.5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan
Universitas Sumatera Utara
25
hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus, 2004). Penetrasi cahaya Menurut Barus (2004) faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagaian cahaya matahari tersebut akan diabsorpsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air dan intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat warna biru dari permukaan.
DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting didalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen air sangat terbatas dibandingkan kadar oksigen diudara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volume saja (Barus, 2004). Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae yang banyak terdapat pada mintakat epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air (Effendi, 2003).
Universitas Sumatera Utara
26
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan non organik yang berasal dari berbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan rumah tangga. Sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik (Sitorus, 2009). Nitrat dan fosfat Menurut Barus (2004) bahwa Fosfor bersama dengan Nitrogen sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosistem air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan Nitrogen dan Fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur Fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi algae secara massal yang dapat menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air. Nitrogen di perairan dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3-, NH3 dan NH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks. Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Keberadaan Nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+ ) dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea kan mengendap dalam air (Effendi, 2003).
Universitas Sumatera Utara