TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah suatu ekosistem di dalam laut tropis yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur, khususnya karang batu (stony
coral) dan algae berkapur (calcaeus algae), bersama-sama dengan biota lainnya yang hidup di dasar. Alga yang dimaksud adalah alga koralin merah berbentuk hamparan (encrusting), seperti Lithothamnion dan berperan penting dalam memelihara keutuhan terumbu dengan cam melekatkan terus menerus berbagai potongan kalsium karbonat (CaC03) menjadi satu, sehingga memperkuat kerangka kapur. Terumbu adalah endapan-endapan massive yang penting dari kasium karbonat, terutama yang dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari algae berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat.
Struktur tubuh karang terdiri dari eksoderm, mesoglea dan
endoderm.
Eksoderm merupakan jaring terluar yang mempunyai ciliata,
kantung lendir (mucus) dan sejumlah nematokis (nematocyst), sedangkan mesoglea adalah jaringan yang terietak antara eksoderm, berbentuk seperti agar-agar (jelly) dan endoderm terletak paling dalam dan sebagian besar berisi zooxanfhellae. Dari perkembangannya terumbu karang dapat dikelompokan dalam dua kelompok karang yang berbeda, yaitu karang herrnatipik yang dapat menghasilkan terumbu menghasilkan terumbu.
dan
karang
ahermatipik
yang
tidak
dapat
Karang ahermatipik banyak ditemukan di seluruh
10
dunia, sedangkan karang hermatipik hanya tersebar di sekiir wilayah tropik. Pehedaan mencolok dari kedua jenis karang ini adalah pada jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan (zooxanfheiiae) yang bersimbiosis dengan hewan karang, sedangkan pada karang aherrnatipik tidak ditemukan. Peranan zooxanthellae sangat penting bagi perairan di sekitar terumbu karang karena dapat menyediakan dan menyuplai oksigen ke dalam perairan dari hasil proses fotosintesis alga monoseluler (Nybakken, 1992). Terumbu karang memiliki fungsi fmik sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut (Bengen, 2001). Ekosistem terumbu karang menjadi sangat penting karena banyak terdapat organisme yang hidup dan beraososiasi dengan karang sebagai tempat mencari makan (feeding ground), reproduksi (spawning ground), pembesaran (nursery ground), dan sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Selain itu, ekosistem t e ~ m b ukarang juga memiliki nilai komersial laut dibidang pariwisata, karena terdiri dari keanekaragaman jenis, bentuk, tipe, dan keindahan karang serta kejemihan perairan mampu membentuk perpaduan yang harmonis, estetika sebagai tempat rekreasi bawah laut. Terumbu karang bukan merupakan suatu sistem statis yang sederhana, tetapi merupakan suatu sistem kehidupan dalam laut yang ukurannya dapat bertambah atau berkurang sebagai akibat adanya interaksi yang kompleks antara berbagai kekuatan bilogis dan fisik. Salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan terumbu karang adalah cahaya, sehingga nampak ada persaingan antara organisme karang terhadap cahaya. Banyak karang mengalami kematian karena terlalu lama berada di udara tehuka pada saat surut, sehingga penyebaran terumbu karang hanya sampai pada zona pasang surut terendah atau daerah yang masih tergenangi pada saat sumt
11
(infertidal zone) (Nybakken, 1992). Selain batas pertumbuhan di daerah intertidal, terumbu karang juga memiliki batasan pertumbuhan pada kedalam tertentu. Soekamo et-a/., (1993) menyatakan bahwa t e ~ m b ukarang tidak dapat tumbuh di perairan yang lebih dahm dari 50 - 70 m dan kebanyakan terumbu karang tumbuh dengan baik di kedalam kurang dari 25 m (Bengen,
Kestabilan ekosistem terumbu karang bergantung pada kondisi fisik perairan, seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, arus dan p-ergerakan gelombang dan cahaya matahari (Seokamo, etal, 1993). Terumbu karang hanya dapat tumbuh di perairan yang dibatasi oleh suhu perairan sebesar 20
OC,
dan perkembangannya yang optimal pada perairan dengan suhu
rata-rata tahunan berkisar antara 23 - 25 OC, tetapi ada pula terumbu karang yang dapat mentolelir suhu perairan hingga kisaran 36 - 40 OC.
Selain suhu,
salinitas juga merupakan faktor pembatas dalam penyebaran terumbu karang di suatu perairan. Salinitas yang baik bagi perkembangan terumbu karang adalah pada kisaran 32
- 35 Oleo,
namun demikian terumbu karang dapat
mentolelir salinitas perairan sampai 42 'lo (Nybakken, o 1992). Organisme karang dapat mentoleransi salinitas pada kisaran 27 - 40 'loo Cahaya matahari juga
dapat menjadi faktor pembatas bagi
perkembangan terumbu karang, karena cahaya matahari diperlukan oleh zooxanthellae untuk proses fotosintesis. Kemampuan penitrasi sinar matahari kedahm perairan dapat mempengamhi pertumbuhan karang herrnatipik di suatu perairan. Hasil proses fotosintesis adalah oksigen yang digunakan oleh fauna benthik dan berbagai jenis ikan dalam proses respirasi. Intensitas dan kualitas cahaya matahari menembus air laut merupakan faktor penting dalam menentukan sebaran vetiial karang batu. Semakin rendah intensitas dan
12
kualitas cahaya matahari menembus air laut berarti sernakin kecil pula kemampuan produksi oksigen oleh zooxanthellae. Karang merupakan hewan yang bersISIfatsesile atau melekatkan diri pada substratnya yang keras dan bersih, sehingga kondisi substrat di suatu perairan berperan penting bagi pertumbuhan karang tenrtama pada saat pembentukan koloni baru. Karang pembentuk tenrmbu (hematipik), hanya dapat tumbuh dengan baik pada daerahdaerah tertentu, seperti pulau-pulau yang sedikit mengalami proses sedimentasi. Pengendapan sedimentasi akan berpenganrh negatif tefttadap karang, karena dapat menutupi permukaan polip karang sehingga mempemambat proses fotosintesis dan suplai makanan. Tipe Terumbu Dan Bentuk Pertumbuhan Karang Secara umum tetumbu karang terdiri atas tiga tipe, yaitu terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barier reef), dan terumbu karang cincin (atol). Tetumbu kamng tepi berkembang sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 m dan bemubungan dengan daratan atau pulau dengan arah pertumbuhan ke atas dan ke alah laut terbuka (Nontji, 1987; Suharsono, 1996). Tipe terumbu ini dapat melindungi pantai dari proses abrasi karena dapat menahan hantaman gelombang ke daerah pantai. Terumbu karang penghalang berada jauh dari pantai dan dipisahkan oleh gobah (lagoon) yang dalam mencapai 40 - 75 m. Meskipun terdapat di luar pantai benua, namun tipe terumbu karang ini terdapat di sekiar pulau-pulau gunung api. Terumbu karang ini berakar pada kedalaman yang melebihi kedalaman maksimum, dimana karang masih bisa hidup. Terumbu
karang penghalang umumnya berbentuk memanjang dan berkembang menyusuri pantai dan terputus-putus, serta membentang mengelilingi pulau. Terumbu
karang
cincin
berbentuk lingkaran seperti ancin.
mengelilingi gobah yang dalamnya 40
-
100 m dan sering munwl
keperrnukaan ada perairan dalam yang jauh dari daratan. Berdasarkan teori Darwin, maka Jone dan Enden (1973) memperkirakan karang atol terjadi akibat penenggelaman atau penurunan gunungldaratan asal terumbu pantai secara terus menerus, dimana terumbu pantai pengalami peeumbuhan secara vertikal, sehingga pada saat gunungldaratan asal tersebut tenggelam muncullah karang atol. Selain itu, terdapat juga beberapa tipe terumbu karang minor yang biasanya terdistribusi di suatu perairan karang, seperti karang meja (table reef), far0 atol, atol kecil (micro atol), bukit karang kecil (coral knoll), dan karang tambalan (patch reef). Bentuk pertumbuhan (lifeform) karang sering dipakai dalam menentukan keberadaan t e ~ m b ukarang secara fisik. Morfologi kerangka karang (skeleton) merupakan hasil jadi dari bentuk-bentuk pertumbuhan koloni karang.
Bentuk rnoifologi karang batu meliputi bentuk massive,
columnar, encrusting, branching, folioceous, laminar, dan free living. Sementara English et. a]., (1994) menggolongkan karakteristik morfologi karang batu yang digunakan sebagai kategori meliputi ; Karang berbentuk jari, Karang susun, Karang bercabang, Karang massive, Karang sub massive, Karang daun, Karang kerak, dan Karang mushroom. Dahl (1981) dalam Putra (2001) mengemukakan beberapa contoh bentuk pertumbuhan karang dan karakteristiknya sebagai berikut :
1. Branching (Karang Tipe Bercabang) : tipe karang yang memiliki
percabangan dengan ukuran lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya 2. Massive (Karang Tipe Padat) : berbetuk seperti bola, ukurannya
bervariasi. Jika beberapa bagian dari karang ini mati, maka bagian yang karang yang belum mati akan berkembang menjadi tonjolan. 3. Enwsting (Karang Tipe Kerak) : biasanya menutupi permukaan dasar
terumbu dan memiliki permukaan yang kasar dan berbentuk kertas dengan lubang-lubang kecil. 4. Tabulate (Karang Tipe Meja) : berbentuk menyerupai meja dengan
perrnukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang berpusat dan bertumpu pada satu sisi mernbentuk satu sudut atau datar. 5. Foliose (Karang Tipe Daun) : berbentuk lembaran-lembaran daun yang
menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar 6. Mushroom (Karang Tipe Jamur)
: berbentuk oval dan tampak seperti
jamur, memiliki banyak tonjolan, seperti punggung bukit yang beralur dari tepi hingga pusat mulut. Komposisi Biota Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang tidak hanya terdiri daii karang saja, tetapi terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi, baik komponen biotik, maupun abiotik.
lnteraksi antara komponen ini membentuk suatu sistem
utama. Sistem yang terbentuk sangat menunjang berbagai macam kehidupan yang berlangsung pada ekosistem t e ~ m b ukarang.
Oleh karena itu
ekosistem t e ~ m b ukarang merupakan h a b i bagi berbagai biota laut baik yang bersifat teritorialisbis maupun bagi b i t a yang memanfaatkan t e ~ m b u karang untuk melangsungkan kehidupannya secara sementara. Ekosistem terurnbu merupakan salah satu sumber perikanan, sebab dari 132 jenis ikan bemilai ekonomis, 32 diantaranya hidup di terumbu karang. Terumbu karang meNpakan h a b i t bagi beragam biota (Bengen, 2001) sebagai berikut : 1. Beranekaragam avertebrata : terutama karang batu (stony coral), juga berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan, echinodermata (bulu babi, anemon laut, bintang laut dan leli laut). 2. Beranekaragam ikan : 50
- 70 % ikan kamivor opurtunistik,
15
Oh
ikan
herbivora dan sisanya omnivora. 3. Ganggang dan nrmput laut: algae koralin, algae hijau berkapur dan lamun.
Populasi ikan terumbu karang berubah dari siang dan malam hari, ikan yang aktif pada siang hari merupakan ikan pemakan plankton yang banyak tersebar di sekeliling terumbu karang pada siang hari, bersembunyitberiindung di celah-celah terumbu karang pada malam hari. lkan pencari makan pada malam hari sebagian besar pemakan benthos (Nybakken,
1992).
Kebanyakan ikan yang bersifat hehivor adalah tipe ikan yang aMf pada siang hari, umumnya memiliki wama cemerlang dan mulut kecil, beberapa jenis sering membentuk kelompok yang padat dan bergerak dengan cepat. Kebanyakan dari ikan karang memiliki batas wilayah tersendiri dan sangat spesifik, mereka terlihat menempati ruang dan jarang dari kebmpok ikan tersebut keluar dari daerahnya untuk mencari makan dan menepati daerah periindungan.
Batasan wilayah tersebut menurut White (1997)
didasarkan pada pasokan makanan,
keberadaan predator, tempat
perlindungan, dan daerah pemijahan. Keanekaragaman ikan karang dan biota hinnya yang hidup di daerah terumbu karang dapat menentukan keseimbangan, sehingga pengambilan sahh satu jenis tertentu secara bedebihan dapat mengakbatkan peledakan populasi biota lain yang menjadi mangsa, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Keragaman spesies ikan karang sangat mirip
dengan keberadaan t e ~ m b ukarang pada daerah tersebut.
Beberapa
kebmpok ikan karang yang sering dijumpai di daerah terumbu karang antara lain :
1. Sub
Ordo
Labroidei,
meliputi
famili
Labridae,
Scaridae,
dan
Pomacentridae 2. Sub Ordo Acanthuroidei, meliputi famili Acanthuridae, Siganidae,
Zanclidae 3. Sub Ordo Chaetodontiiei, meliputifamili Chaetodontidae, Pomacanthidae 4. Famili Blenniidae dan Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap 5. Famili Apogonidae yang bersifat nocturnal, merupakan pemangsa
avertebrata karang dan ikan kecil 6. Famili Cstractiontidae, Tetraodontidae, dan Blastidae yang mencolok
dalam bentuk dan warnanya yang khas 7. Kelompok ikan pemangsa dan pemakan ikan (pishcivorous) yang besar jumlahnya dan bemilai ekonomis tinggi, meliputi famili Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, dan Holocentridae. Sementara Adrim (1993) membagi ikan karang berdasarkanfungsinya, yaitu :
1. Kelompok ikan target, yaitu kelompok ikan yang lebih dikenal oleh nelayan
sebagai ikan konsumsi, meliputi famili Semnidae, Lutjanidae, Haemulidae, dan Lethrinidae
2. Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan yang dipakai sebagai indikator biologis kerusakan terumbu karang di suatu perairan, terutama kelompok ikan Chaetodontidae 3. Kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, terutama jenis-jenis
ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mugilidae, dan Apogonidae. Manfaat dan Fungsi Terumbu Karang Terumbu karang sebagai salah satu komponen utama sangat penting sebagai penunjang berbagai macam kehidupan yang dibutuhkan dalam produksi bahan makanan, kesehatan dan berbagai aspek kehidupan manusia dan juga dalam pembangunan berkelanjutan. Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem pantai mempunyai nilai guna yang sangat signifikan, baik ditinjau dari aspek ekologis maupun ekonomi.
Ekosistem ini mempunyai
manfaat dan fungsi serta arti penting bagi kehidupan manusia, baik manfaat ekonomis (economic use), maupun manfaat sosial (social use). Jika Dilihat dari fungsinya, tmmtbu karang dapat menjadi peiindung daerah pantai dari erosi dan abrasi, karena stnrktur karang yang keras dapat menahan dan meredam pergerakan gelombang dan arus. Sebagai
suatu
sistem
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
(envimnmental and resources system) yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, ekosistem dan sumberdaya terumbu karang pada dasamya merupakan satu ekosistem yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya terumbu karang dapat bersifat ekstraktif dan non ekstraktif (Baker dan Kaeoniam, 1986; Kemchington dan Hudson, 1988). Pemanfaatan ekstraktif meliputi nilai kegunaan konsumtif, seperti penangkapan biota laut maupun kegunaan nilai omamen dari sejumlah ikan hias. Sedangkan pemanfaatan non ekstraktif meliputi pendayagunaan ekosistem dan sumberdaya terumbu karang untuk tujuan parawisata, pendidikan, penelitian, dan perlindungan. Sementara Ruitenbeek (1992) dalam Kusumastanto et-a/. (1998) menjelaskan bahwa pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya didasarkan pada rnanfaat langsung (direct use) dan rnanfaat tidak langsung (indimt use). Nilai manfaat langsung meliputi produksi perikanan, penangkapan ikan hias dan rumput laut, dan ecoturism. Sedangkan nilai manfaat tidak langsung meliputi kandungan karbon, aktivitas penelitian, penahan erosi.
Dan nilai
manfaat langsung dan tidak langsung tersebut, terumbu karang memiliki total nilai manfaat sebesar 45,62.88 US$/Ha. Menunrt Bengen (2001) terumbu karang dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai berikut : 1. Sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi, dan berbagai jenis ikan hias 2. Bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur 3. Bahan pehiasan
4. Bahan baku farrnasi. Khusus untuk terumbu ksrang tepi dan penghalang berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus laut yang berasal dari laut. Terumbu karang berfungsi melindungi pantai dari hempasan dan keganasan ombak, mencegah tejadi erosi dan mendukung terbentuknya
19
pantai berpasir.
Terumbu karang merupakan sumber bahan baku untuk
berbagai kebutuhan manusia, seperti batu karang dan pasir diiunakan sebagai bahan bangunan, beberapa jenis karang dan moluska yang hidup di ekosistem ini bisa dimanfaatkan dan dikoleksi sebagai bahan penghias keindahan rumah. Selain itu keindahan terumbu karang juga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata bahari, sehingga secara tidak langsung menjadi sumber perekonomian dan sumber lapangan pekejaan. Terumbu karang mempunyai peranan utama sebagai tempat tinggal dan berlindung (space), tempat mencari makan (feeding ground). tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota laut yang hidup di terumbu karang atau sekitamya. lkan karang merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga organisme besar yang mencolok sehingga terlihat mereka merupakan penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang (Nybakken, 1992). Keberadaan ikan karang dipangaruhi oleh persen penutupan karang hidup dan keberadaan spesies ikan-ikan t e ~ m b ukarang mirip dengan keberadaan karang pada daerah tersebut.
Beberapa kelompok ikan yang
paling sering terlihat di terumbu karang, yaitu ikan-ikan dari sub ordo Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, famili Belanniiaae, Gobiidae, Apogonidae, Ostractiontidae, dan Semnidae, Lutjanidae, Lethrinidae, dan Holocentridae (Heniot et.al., 1995). lnteraksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitnya oleh Choat dan Bellwood (1991) dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu : Pertama, interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda; Kedua, interaksi dalam
20
mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang tennasuk algae; dan Ketiga, interaksi tidak langsung sebagai akibat stnrktur karang dan kondisi hirologis dan sedimen.
Dampak Kegiatan Manusia pa& Ekosistem Terumbu Karang Dalam pemanfaatan ekosistem terumbu karang baik yang bersifat ekstraktif maupun destruktif selalu meningkat dan tidak dapat dihindari dan dipastikan akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada ekosistem tersebut. Pemanfaatan yang melebihi daya dukung akan mengarah pada. hilangnya sejumlah organisme ekologis dan ekonomis penting yang pada akhimya merubah sistem bioekologis yang terdapat pada ekosistem terumbu karang. Perkembangan kegiatan ekspor ikan karang hidup di beberapa daerah telah berindikasi terhadap kerusakan tetumbu karang. Adanya pennintaan ikan karang hidup yang terus meningkat baik jumlah maupun nilai merupakan salah satu penyebab meningkatnya aktivitas pemanfaatan ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu, regulasi mengenai pemanfaatan sumberdaya ikan karang hams menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah agar terjadi keseimbangan antara tingkat pemanfaatandan daya dukung sumberdaya. Menurut De Silva (1985) Kelompok Keja International Union for Concervation of Nature (IUNC) telah menetapkan 14 aktivitas manusia yang dapat menyebabkan keruszkan pada ekosistem terumbu karang, diantaranya; 1.
Pengumpulan kerang (sheik) dan karang oleh wisatawan
2.
Pengumpulan kerang dan karang untuk tujuan komersial
3.
Speatiishing
4.
Penangkapan ikan h i s untuk kegiatan aquarium
5.
Penangkapan ikan karang komersial
6.
Pemakaian bahan peledak dalam penangkapan ikan
7.
Pemakaian bahan beracun dalam penangkapan ikan
8.
Penangkapan ikan dengan alat-alat lain yang dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang
9.
Sedimentasi yang terjadi karena limpasan air tawar
10. Terjadinya limbah dornestik dan eutmfikasi
11 Terjadinya limbah industi 12. Aktivitas penambangan karang
13. Aktivitas konstruksi pada terumbu 14. Dampak rekreasi pada kawasan terumbu karang (scuba diving,
snorkeling, boating, dan anchor damage). Pada urnumnya darnpak kegiatan rnanusia yang berakibat terhadap kerusakan terumbu karang tidak hanya terjadi di laut, namun dapat diakibatkan oleh kegiatan di darat. Dutton et.al. (2001) mengikhtisarkan darnpak berbagai kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang sebagai berikut :
Tabel 1. Ikhtisar Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Terumbu Karang.
Kegiatan
Dsmpak Potenshl
1.Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak 2. Pembuangan limbah panas
- Perusakan habitat dan kematian masal hewar te~mbu
- Meningkatnya suhu air 5 - 10 OC di atas s u h ~
ambien, dapat mematipan karang dan biota lainnya 3.Penggundulan hutan di - Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumb~ lahan atas karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambal difusi oksigen ke dalam polip karang 4.Pengerukan di sekitar - Meningkatkan kekeruhan yang menghambal terumbu karang pertumbuhan karang 5. Kepariwisataan - Peningkatan suhu air karena buangan air pendingin dari pembangkit listrik pehotelan - Pencemaran limbah manusia yang dapal menyebabkan eutrofikasi - Rusaknya karang oleh kegiatan penyelaman - Koleksi dan keanekaragaman biota karang menurun 6.Penangkapan ikan hias - Mengakibatkan ikan pingsan, mematikar dengan menggunakan karang dan biota avertebrata bahan berawn (misalnya Kalium Sianida) 7.Penangkapan ikan dengan - Mematikan ikan tanpa diskriminasi, karang bahan peledak (bom dan dan biota avertebrata yang tidak dinamit) bercangkang (anemon). Batasan Kawasan Konsewasi Definisi konservasi adalah pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya secara bijaksana bagi kepentingan manusia, sedangkan konsep konservasi adalah melindungi dan memanfaatkan serta mempelajari. Kegiatan konservasi mencakup beberapa sektor, yaitu sektor ilmiah, sosial ekonomi dan sosial budaya, dan sektor pengelolaannya, ketiga sektor ini saling berkaitan satu sama lainnya. Sektor ilmiah melaksanakan kegiatan penelitian dan pengamatan yang bersifat ilmiah, artinya kegiatan ini bersifat terbuka, terukur secara sistematik Sektor sosial ekonomi dan sosial budaya
23
ditekankan pada
kondisi
masyamkat
yang
berpenga~h t&adap
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam. Sedangkan sektor pengeldaan adalah bagaimana manusia mengelola sumberdaya alam yang ada secam bijaksana. UndangUndang RI No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah mengelompokan pengelolaan ekosistem t e ~ m b ukarang terrnasuk dalam kawasan lindung.
Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 1 : bahwa yang
dimaksud dengan kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Sedangkan dalam pasal 3:
menjelaskan bahwa pengaturan pemanfaatan kawasan lindung adalah bentuk-bentuk pengaturan pemanfaatan ruang di kawasan lindung seperti upaya konservasi, rehabilitasi, penelitian, obyek wisata lingkungan dan lainlain yang sejenisnya. Dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumbenlaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mengumikan hal-ha1 sebagai berikut : a. Pasal5: Konservasi sumberdaya alam dilakukan melalui kegiatan ; 1. Pertindungan sistem penyanggah kehidupan, 2 Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan sahnra beserta ekosistemnya, 3. Pemanfaatan
secara
lestari
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya. b. Pasal6: Sistem penyanggah kehidupan merupakan satu proses alami dari behagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk
c. Pasal 7: Periindungan sistem penyanggah kehidupan ditujukan bagi
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat dan mutu kehidupan manusia d. Pasal8: Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal7, maka pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan antara lain (1) wilayah tertentu sebagai wilayah periindungan sistem penyanggah kehidupan; (2) pola dasar pembinaan wilayah perlindungan system peyanggah kehidupan; (3) pengaturan dan cara pemanfaatan wilayah periindungan sistem penyanggah kehidupan. e. Pasal 26: Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan : (1) pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam); (2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar f.
Pasal 27: Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan Pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi t e ~ m b ukarang
tidak hanya dimaksudkan untuk menjaga agar sumberdaya hayati yang diperiukan untuk kebutuhan manusia tetap lestari (renewable), tetapi dimaksudkan untuk melindungi kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati yang tidak hanya memiliki nilai ekologis dan nilai ekonomi, sosial budaya, dan nilai rekreasi. tetapi terumbu karang juga memiliki nilai penelitian dan pendidikan. Dilihat dari keanekaragaman hayatinya, maka ekosistem dan sumberdaya terumbu karang mencakup tiga ha1 utama, yaitu:
1. Keanekaragaman genetik, berhubungan dengan keistimewaan ekdogis
dan proses evolusi, 2. Keanekaragaman jenis, bemubungan dengan kestabilan lingkungan, dan
3. Keanekaragaman ekosistem, mencakup didalamnya genetic, beibagai
jenis flora dan fauna berserta habitatnya. Sasaran utama penetapan kawasan konsewasi ekosistem terumbu karang adalah untuk mengkonsewasi ekosistem dan sumberdaya yang ada, agar
proses-proses ekologis
dapat
terus
berlangsung
dan
tetap
dipertahankannya produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia. (Salm et. a/., 2000) menyatakan untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran penetapan kawasan konservasi haws ditujukan untuk ; 1.
Melindungi habitat-habitat laitis,
2.
Mempertahankan keanekaragaman hayati,
3.
Mengkonsewasi sumberdaya ikan,
4.
Melindungi garis pantai.
5.
Melindungi lokasi-lokasiyang bemilai sejarah dan budaya,
6.
Menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam,
7.
Merelokasi daerah-daerah yang tereksploitasi,
8.
Mempromosikan pembangunankelautan belkelanjutan. Penetapan dan pengembangan suatu kawasan konservasi terumbu
karang menuntun adanya proses perencanaan lokasi, sehingga diperlukan suatu rencana pendahuluan untuk mengidentifikasi dan memilih lokasi yang akan ditetapkan sebagai kawasan konsewasi.
Rencana pemilihan lokasi
terumbu karang yang akan dikonsmasi berisikan kebijakan yang diperlukan untuk diimplementasikan, sasaran program dan kerangka strategi dasar
(Salm et. a/., 2000). Proses pemilihan lokasi dalam rencana pengalokasian kawasan konservasi, diperlukan sedikitnya 4 tahapan (Agardy, 1997) : 1. ldentitikasi habitat atau lingkungan laitis; distribusi sumberdaya ikan ekologis dan ekonomis penting, dan bila memungkinkan lokasi proses-proses ekologis kritis, dan dilanjutkan dengan memetakan informasi-informasi tersebut dengan menggunakan Sistem lnformasi Geografis (SIG), 2.
Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, behagai ancaman langsung dan tidak langsung terhadap ekosistem dan sumberdaya,
3.
Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi terutama lokasi yang menjadi prioritas untuk dilindungi,
4.
Kaji kelayakan suatu kawasan konservasi yang dapat dijadikan kawasan konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi. Selama ini batasan kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik
geologis kawasan, batasan administrasi, atau batasan berdasarkan biaya, sehingga dalam pengelolaannya sangat kompleks. Namun demikian, menurut
Sa!m dan Clark (1989) ada dua konsep dasar dalam menentukan batas-batas ekologis dalam upava perlindungan kawasan terumbu karang, yaitu (1) habitat yang hams dimasukkan ke dalam kawasan perlindungan; (2) luas daerah yang harus dilindungi.
Sebagai suatu upaya perlindungan, maka untuk
memudahkan pengalokasian suatu kawasan konservasi, batasan ekologis dapat digunakan untuk merancangnya, dengan batasan ekologis suatu kawasan konservasi dapat dikategorikan kedalam 2 ukuran, dimana setiap
kategori memiliki keunggulan tersendiri (Bengen, 2001).
Kategori ukuran
kawasan konservasi sebagai berikut : 1. Kategori disagtegasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil). Keunggulan kawasan konservasi disagregasi adalah dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dan relung yang b e M a beda, serta tidak t n e ~ s a ksemua kawasan konservasi secara bersamaan bila terjadi ancaman.
2.
Kategori agtegasi (sekelompok kawasan konservasi berkuran besar). Kawasan konservasi ini menuntun adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi. maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan konsewasi. Dalam pengelolaan kawasan konservasi terumbu karang hams
melibatkan banyak pihak karena menyangkut berbagai kegiatan dan kepentingan yang seringkali saling berbenturan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu rencana pengembangan berupa rencana ruang dan zonasi guna menyelaraskan kepentingan dari berbagai pihak. Menurut Kechington dan Hudson (1988) pada dasamya tidak terdapat metoda yang secara khusus didefinisikan untuk kawasan terumbu karang, sedangkan penentuan zonasi terumbu karang merupakan suatu pendekatan yang sangat dibutuhkan untuk melindungi tujuan dari kegiatan pengembangan kawasan konservasi terumbu karang di suatu daerah tertentu. Salah satu pendekatan yang terbaik adalah zonasi lingkungan (environmental zoning) yang pada umumnya membagi daerah berdasarkan
geografisnya kedalam tiga zona, yaitu (1) zona preservasi; (2) zona konservasi; dan (3) zona pengembangan (Baker dan Kaeniam, 1986). Dalam pelaksanaan pengembangan suatu kawasan konservasi terumbu karang sering terbentur juga dengan berbagai aktivitas masyarakat, oleh karena itu penetapan zona-zona di suatu kawasan konservasi terumbu karang menuntun adanya pengelolaan yang intensif dan mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat.
Penetapan ataupun pengembangan
kawasan konservasi terumbu karang dapat dikelompokkan atas tiga zona (Bengen, 2001) yaitu : 1. Zona Inti atau perlindungan : Habitat di zona ini memiliki nilai konservasi
yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan dapat mentolelir sangat sedikit aktivitas manusia.
Zona ini hams dikelola
dengan tingkat perlindungan yang tinggi, dan tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi 2. Zona Penyanggah : Zona ini bersifat lebih terbuka, tetapi tetap dikontrol, beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Penyanggah di sekeliling zona
perlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan
konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan melindungi kawasan konservasi dari pengaruh ekstemal. 3.
Zona Pernanfaatan : Lokasi di zona ini masih memiliki nilai kon-servasi tertentu, tapi dapat mentolelir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi berbagai kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi. Berbagai kriteria untuk menentukan suatu ekosistem terumbu karang
hams dilindungi, antara lain memiliki nilai tinggi bagi konservasi spesies yang terancam punah maupun spesies komersial, atau memiliki sumbangan
29
terhadap pekembangan sosial ekonomi, dan penelitian dan pendidikan. Selain itu, memiliki contoh representatif dari h a b i t atau wilayah yang masih memiliki kondisi ilmiah serta berpotensi dan daerah atau wilayah yang hams dijaga dan dipulihkan kondisi kealamiahannya. Dengan demikian dalam pengelolaan dan pengembangan suatu kawasan konservasi, pemilihan lokasi temmbu karang yang akan dikonservasi hams merepresentasi lokasi tC?mmbu karang lainnya yang terdapat di daerah tersebut.
Oleh karena pemilihan lokasi sangat penting dalam menetapkan
suatu kawasan konservasi terumbu karang, maka identifikasi dan pemilihan lokasi t e ~ m b ukarang yang potensial untuk dikonservasi menuntun adanya penerapan kriteria.
Kriteria-kriteria tersebut berfungsi untuk mengkaji
kelayakan suatu lokasi temmbu karang bagi kawasan konservasi. Dalam pengembangan suatu kawasan konservasi terumbu karang dapat didasarkan pada tiga kelompok kriteria yang dikemukakan oleh Salm et. a/., (2000),yaitu kriteria ekologis, sosial dan ekonomi. Penerapan ketiga kriteria tersebut sangat membantu dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan secara obyektii, kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut :. 1. Kriteria Ekologis
Ni!ai suatu ekosistem dan jenis biota di ekosistem terumbu karang ditilik dari kriteria sebagai berikut : a. Keanekaragaman hayati : didasarkan pada keragaman atau kelayakan ekosistem, h a b i t , komunitas dan jenis biota. Lokasi yang sangat beragam, hams memperoleh nilai paling tinggi
b. Kealamian : didasarkan pada tingkat degradasi.
Lokasi yang
terdegradasi mempunyai nilai yang rendah, misalnya perikanan atau wisata, dan sedikit berkonbibusidalam proses-proses biologis
c. Ketergantungan : didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada bkasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung di lokasi d. Keterwakilan : didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologi, ciri goelogis atau karakteristik alam lainnya e. Keunikan : didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah f. lntegritas : didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologis g. Produktivitas : didasarkan pada tingkat dimana pmses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia h. Kerentanan : didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh penganrh alam atau akibat aktivitas manusia. 2. Kriteria Sosial Manfaat sosial dan budaya masyarakat pesisir dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut: a. Penerimaan sosial : didasarkan pada tingkat penerimaan masyarakat b. Kesehatan masyamkat : didasarkan pada tingkat dimana penetapan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpt3nga~hpada kesehatan masyarakat
c. Rekreasi : didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi penduduk sekiimya d. Budaya : didasarkan pada nilai sejarah, agama, seni atau nilai budaya lain dari lokasi e. Estetika : didasarkan pada nilai keindahan dari lokasi f.
Konflik kepentingan : didasarkan pada tingkat dirnana kawasan konservasi dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal
g. Keamanan : didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya. h. Aksesibilitas : didasarkan pada kemudahan mencapai Iokasi baik dari darat maupun laut
i. Kepedulian masyarakat : didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau pelatihan di dalam lokasi berkontribusi pada pengetahuan apresiasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi. j.
Konflik dan Kompatibilitas : didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat
membantu
menyelesaikan
konflik
antara
kepentingan
sumberdaya alam dan aktivitas manusia, atau tingkat dimana kompatibilitas antara sumberdaya alam dan manusia dapat dicapai 3. Kriteria Ekonomi
Manfaat ekonomi pesisir dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : a. Spesies penting : didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komenial tergantung pada lokasi b. Kepentingan perikanan : didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan
c. Bentuk ancaman : didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia d. Manfaat ekonomi : didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang e. Pariwisata : didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata.